penegakan hukum pidana dalam upaya … awal.… · dengan judul “penegakan hukum pidana dalam...

196
TESIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA DENPASAR I GUSTI AGUNG DIAN HENDRAWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: trinhcong

Post on 06-Feb-2018

255 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

1

TESIS

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYAPENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN

PENGEMIS DI KOTA DENPASAR

I GUSTI AGUNG DIAN HENDRAWAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 2: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

2

TESIS

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYAPENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN

PENGEMIS DI KOTA DENPASAR

I GUSTI AGUNG DIAN HENDRAWANNIM : 1290561035

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 3: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

3

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYAPENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN

PENGEMIS DI KOTA DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magisterpada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG DIAN HENDRAWANNIM : 1290561035

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

ii

Page 4: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUITANGGAL 11 AGUSTUS 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H. Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H.,M.H.NIP. 195903251984031002 NIP. 196206051988031020

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Direktur Program PascasarjanaProgram Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LLM. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi,Sp.S.(K) NIP. 196111011986012001 NIP. 195902151985102001

iii

Page 5: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

5

Tesis Ini Telah Diuji

Pada Tanggal 11 Agustus 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No.: 2502/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 10 Agustus 2015

Ketua : Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H.

Sekretaris : Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H., MS.

2. Dr. I Gede Artha, S.H., M.H.

3. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LLM.

iv

Page 6: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

6

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : I Gusti Agung Dian Hendrawan

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia

menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17

Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 11 Agustus 2015

Yang Menyatakan

I Gusti Agung Dian Hendrawan

v

Page 7: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

7

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan

Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ini dibuat sebagai tahap

penyelesaian akhir dalam menempuh pendidikan jenjang Strata 2 (S2) Ilmu

Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Selesainya penulisan

tesis ini kiranya tidak akan dapat berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak, baik berupa dorongan moril maupun materiil, untuk itu pada kesempatan

ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD.

beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas pendukung yang selama ini telah

diberikan kepada penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana. Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi.,

Sp.S.(K), beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menempuh pendidikan di Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Universitas Udayana. Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LLM. atas

arahan, bimbingan, bantuan dan fasilitas yang selama ini diberikan sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai tugas akhir studi pada Program Studi

Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana. Sekretaris Program Studi

Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra,

vi

Page 8: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

8

S.H., M.Hum. atas bimbingan dan bantuannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis sebagai tugas akhir studi pada Program Studi Magister (S2)

Ilmu Hukum Universitas Udayana.

Berikutnya, ucapan terima kasih kepada Pembimbing I Dr. Gde Made

Swardhana, S.H., M.H., atas ketulusan hati, kesabaran, dan ketelitian Beliau yang

telah membimbing penulis, meluangkan waktunya yang sangat berharga, memberi

motivasi, arahan-arahan, masukan dan koreksi yang tiada ternilai dalam

penyelesaian tesis ini, dalam suasana kekeluargaan yang tidak akan pernah

penulis lupakan. Pembimbing II Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H.,

atas ketulusan hati, kesabaran, dan ketelitian Beliau yang begitu luar biasa telah

membimbing, membantu, mengarahkan, memberi masukan dan koreksi yang

tiada ternilai kepada penulis dalam rangka penyelesaian tesis ini, dalam suasana

kekeluargaan yang tidak akan pernah penulis lupakan. Para Guru Besar dan Dosen

pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang telah

mengajarkan penulis ilmu Hukum dan menambah wawasan yang sangat berharga.

Staf Administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana

yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama

menempuh pendidikan pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Universitas Udayana. Rekan-Rekan mahasiswa angkatan tahun 2012 pada

Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana yang memotivasi, memberi

semangat dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada keluarga tercinta, Ayah I

Gusti Ngurah Made Oka Dania, S.Pd., Ibu Made Artini, S.Pd., M.Pd., istri penulis

vii

Page 9: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

9

Ni Ketut Sri Ariastuti Amd.Kep., adik penulis I Gusti Ayu Dewi Hardiyanti, S.Pd.

dan anak-anak penulis I Gusti Ayu Nia Anggiswari Devi, I Gusti Agung Dharma

Kertaguna yang selalu memberikan semangat, motivasi, kekuatan, doa dan

dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat

kekurangan, namun demikian penulis telah berusaha sebaik mungkin sesuai

dengan kemampuan yang ada, oleh karena itu dengan hati terbuka penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaannya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan berharga

dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam penanggulangan

gelandangan dan pengemis.

Denpasar, 11 Agustus 2015

Penulis

viii

Page 10: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

10

ABSTRAK

Keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar sangat meresahkanmasyarakat. Dalam hukum positif Indonesia, kegiatan pergelandangan danpengemisan tersebut dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yaitu sebagaipelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum sebagaimana diaturdalam ketentuan Pasal 504 dan 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), sedangkan khusus untuk di Kota Denpasar diatur dalam Pasal 35 ayat(4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum. Berdasarkanketentuan hukum tersebut diatas, maka salah satu upaya yang dapat dilakukandalam rangka menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di KotaDenpasar adalah melalui penegakan hukum pidana.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data yangbersumber dari penelitian lapangan dan didukung pula dengan bahan hukum yangterdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, jurnal, artikel dankarya tulis yang relevan dengan pokok permasalahan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukumpidana dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di KotaDenpasar belum berjalan/dilaksanakan secara maksimal. Faktor-faktor yangmenjadi penghambat penegakan hukum pidana tersebut adalah faktor strukturhukum (legal structure) yaitu terkait dengan kinerja aparat penegak hukum belummaksimal, berikutnya faktor substansi hukum (legal substance) yaitu tindakpidana pergelandangan belum disebutkan secara tegas dalam Peraturan DaerahKota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 dan belum adanyaaturan pidana bagi masyarakat pemberi kepada gelandangan pengemis, dan faktorbudaya hukum (legal culture) yaitu berupa kurang pedulinya masyarakat KotaDenpasar akan permasalahan gelandangan dan pengemis, masih adanyamasyarakat yang memberikan sesuatu/uang kepada gelandangan pengemis, nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat bertentangan dengan ide pemidanaan terhadapgelandangan pengemis, dan sikap mental aparat penegak hukum yang kurangtegas. Sedangkan yang menjadi faktor pendukungnya adalah faktor strukturhukum (legal structure) yang berupa sarana/fasilitas dan jumlah petugaspelaksanaan operasi/razia atau penertiban yang dimiliki oleh Satuan PolisiPamong Praja Kota Denpasar (Satpol PP Kota Denpasar) cukup memadai, danfaktor substansi hukum (legal substance) itu sendiri karena keberadaannyasebagai dasar pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan danpengemis masih sangat diperlukan dan layak dipertahankan.

Kata kunci: Gelandangan, Pengemis, Penanggulangan, Penegakan Hukum Pidana.

ix

Page 11: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

11

ABSTRACT

The existence of vagrants and beggars in the municipality of Denpasar arevery disturbing society. In the Indonesian positive law, vagrancy and beggingactivity is qualified as a criminal offense or as a violation (overtredingen) in theregulation of public order as regulated in Article 504 and 505 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (Penal Code), while for the area of municipality ofDenpasar specifically is regulated in Article 35 paragraph (4) jo. Article 37paragraph (1) Denpasar Regional Regulation Number 15 of 1993 jo. Number 3 of2000 regarding Health and Public Order. Based on the legal provisions mentionedabove, one of the efforts to be made in order to overcome the problems ofvagrants and beggars in the municipality of Denpasar is through the enforcementof criminal law.

This research is using a descriptive empirical law method. The data source ofthis research are based on field research and supported by legal materialsconsisting of legislation, literature, journals, articles and papers that are relevant tothe subject matter.

The results showed that the implementation of criminal law enforcement inthe context of prevention vagrants and beggars in the municipality of Denpasarhas not executed optimally. The factors that become an obstacle to theenforcement of the criminal law are the law structural factors (legal structure)which is related to the performance of law enforcement officials is not maximizedyet, the next factor of the substance of the law (legal substance), the crime offenceof vagrancy is not mentioned explicitly in Denpasar Regional Regulation Number15 of 1993 jo. No. 3 of 2000 and there is no regulation regarding of a criminalrule for the giver to a vagrants beggars, and the cultural factors of law (legalculture) are less concerned of Denpasar citizen with vagrants beggars matter,some of the people are still giving something/money to a vagrants beggars, thegrows value in the community opposed to the idea of punishment to vagrantsbeggars, and the mental attitude of law enforcement officers are less assertive.The supporting factor is legal structure in the form of infrastructure/facilities andnumber of officers conduct of operations/raids or controlling are managed by theCivil Service Police Unit Denpasar (Satpol PP Kota Denpasar) is quite adequate,and the factor of legal substances (legal substance) itself caused of the existenceas the basis for the implementation of the enforcement of the criminal law againstvagrants and beggars are still very necessary and worth keeping.

Keywords: Vagrants, Beggars, Prevention, Criminal Law Enforcement.

x

Page 12: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

12

RINGKASAN

Tesis ini berjudul “PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYAPENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTADENPASAR”. Penulisan tesis ini terdiri dari 5 Bab yang mana dalam uraian-uraiannya juga didukung oleh beberapa sub bab yang dapat menunjangpembahasan setiap Bab tersebut.

BAB I sebagai bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah,rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian yang terdiri daritujuan umum dan khusus, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis danpraktis, orisinalitas penelitian, landasan teoritis yang digunakan dalam rangkamengkaji, menganalisis permasalahan, kerangka berpikir, serta bagian sub babmetode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, data dansumber data, teknik pengumpulan data, teknik penentuan sampel penelitian,pengolahan dan analisis data. Dalam penulisan tesis ini peneliti mengangkatpokok permasalahan sebagai berikut: (i) Bagaimanakah implementasi penegakanhukum pidana dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di KotaDenpasar?; (ii) Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dan pendukungpenegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar?.

BAB II menguraikan tentang tinjauan umum penanggulangan tindak pidanapergelandangan dan pengemisan. Pembahasannya terdiri dari pengertiangelandangan dan pengemis, peraturan perundang-undangan terkaitpenanggulangan gelandangan dan pengemis, faktor-faktor penyebab munculnyagelandangan dan pengemis di Indonesia, serta upaya penanggulangan tindakpidana.

BAB III mengkaji dan membahas tentang pokok permasalahan yang pertamayaitu implementasi penegakan hukum pidana dalam rangka penanggulangangelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Pada bagian sub bab meliputiuraian tentang profil Kota Denpasar, perkembangan gelandangan dan pengemis diKota Denpasar dalam kurun waktu tahun 2010-2014, klasifikasi gelandangan danpengemis, serta implementasi penegakan hukum pidana terhadap gelandangan danpengemis di Kota Denpasar.

BAB IV mengkaji dan membahas mengenai faktor-faktor penghambat danpendukung penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di KotaDenpasar. Dalam sub bab ini peneliti menguraikan tentang faktor-faktor yangmempengaruhi penegakan hukum, dan faktor-faktor apa saja yang menjadipenghambat dan pendukung penegakan hukum pidana terhadap gelandangan danpengemis di Kota Denpasar tersebut.

Selanjutnya, mengenai simpulan dan saran-saran akan peneliti uraikan dalamBAB V.

xi

Page 13: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

13

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM.......................................................................................... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS.................................................................. iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ............................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT . .............................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ vi

ABSTRAK....................................................................................................... ix

ABSTRACT..................................................................................................... x

RINGKASAN .................................................................................................. xi

DAFTAR ISI.................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL............................................................................................ xv

DAFTAR GRAFIK.......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 10

1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................ 11

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 12

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................ 12

1.4.2 Tujuan Khusus............................................................ 12

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 12

xii

Page 14: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

14

1.5.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 13

1.5.2 Manfaat Praktis .......................................................... 13

1.6 Orisinalitas Penelitian ............................................................ 13

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ............................. 16

1.7.1 Landasan Teoritis ...................................................... 16

1.7.2 Kerangka Berpikir..................................................... 29

1.8 Metode Penelitian .................................................................. 31

1.8.1 Jenis Penelitian.......................................................... 31

1.8.2 Sifat Penelitian .......................................................... 31

1.8.3 Data dan Sumber Data .............................................. 32

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data........................................ 34

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian........................ 35

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data................................... 36

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGGULANGAN

GELANDANGAN DAN PENGEMIS............................................ 38

2.1 Pengertian Gelandangan dan Pengemis.................................. 38

2.2 Peraturan Perundang-undangan Terkait Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis.................................................... 42

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gelandangan dan

Pengemis di Indonesia ............................................................ 54

2.4 Upaya Penanggulangan Tindak Pidana .................................. 67

BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA DENPASAR .... 71

xiii

Page 15: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

15

3.1 Sekilas Profil Kota Denpasar.................................................. 71

3.2 Perkembangan Gelandangan dan Pengemis di

Kota Denpasar Dalam Kurun Waktu Tahun 2010-2014 ........ 72

3.3 Klasifikasi Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar .... 85

3.3.1 Klasifikasi Gelandangan ........................................... 85

3.3.2 Klasifikasi Pengemis .................................................. 90

3.4 Implementasi Penegakan Hukum Pidana Terhadap Gelandangan

dan Pengemis di Kota Denpasar .............................................. 99

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA DENPASAR .... 133

4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.......... 133

4.2 Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar ........................ 136

4.3 Faktor-Faktor Pendukung Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar ........................ 153

BAB V PENUTUP .................................................................................... 160

5.1 Simpulan................................................................................. 160

5.2 Saran .................................................................................... 162

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

DAFTAR RESPONDEN

LAMPIRAN

xiv

Page 16: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

16

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1: Data Perkembangan Jumlah Gelandangan dan Pengemis

Periode Tahun 2010-2014 ………………...……………......... 74

2. Tabel 2: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014

Berdasarkan Tingkat Usia/Umur ............................................. 85

3. Tabel 3: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014

Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................... 86

4. Tabel 4: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014

Berdasarkan Asal Daerah ......................................................... 87

5. Tabel 5: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014

Berdasarkan Wilayah Persebaran/Daerah Operasi .................. 89

6. Tabel 6: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan

Tingkat Usia/Umur .................................................................. 91

7. Tabel 7: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan

Jenis Kelamin ........................................................................... 93

8. Tabel 8: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan

Asal Daerah .............................................................................. 94

9. Tabel 9: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan

Wilayah Persebaran/Daerah Operasi ....................................... 98

10. Tabel 10: Data Perkembangan Jumlah Perkara Tindak Pidana

Pergelandangan dan Pengemisan Pada Pengadilan Negeri

Denpasar Periode Tahun 2010-2014....................................... 127

xv

Page 17: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

17

DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 1: Perkembangan Jumlah Gelandangan dan Pengemis Periode

Tahun 2010-2014 ………………...……………...................... 74

2. Grafik 2: Perkembangan Jumlah Gelandangan Periode Tahun 2010-

2014 ......................................................................................... 75

3. Grafik 3: Perkembangan Jumlah Pengemis Periode Tahun 2010-2014 .. 75

xvi

Page 18: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

18

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Pola Penanggulangan Gelandangan Pengemis di Kota

Denpasar .............................................................................. 128

xvii

Page 19: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dalam kehidupannya sehari-hari selalu menginginkan adanya

ketentraman, ketertiban maupun keteraturan. Keinginan tersebut selalu

berkembang dalam pergaulan hidup manusia di masyarakat dimana ia bertempat

tinggal. Dalam proses mencapai ketentraman, ketertiban dan keteraturan ini tidak

jarang kita temukan pula terjadinya pertentangan-pertentangan kepentingan yang

dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan.

Mengatasi hal yang demikian, maka perlu kiranya dibuat suatu perangkat

aturan untuk mengatur diri manusia itu agar supaya tercapai dan tercipta

ketertiban. Aturan yang dimaksud tidak lain berupa patokan atau pedoman untuk

berprilaku secara pantas, yang sebenarnya merupakan suatu pandangan dan

sekaligus harapan. Patokan-patokan tersebut sering dikenal dengan sebutan norma

atau kaedah yang mengatur diri pribadi manusia dalam pergaulan hidup di

masyarakat.1

Harus kita sadari bersama timbulnya pertentangan kepentingan-kepentingan

tersebut diatas tentunya akan berpeluang besar menimbulkan adanya friksi-friksi

tertentu dalam kehidupan masyarakat yang muaranya dapat mengakibatkan

munculnya berbagai macam pelanggaran hukum atau perilaku yang menyimpang.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkah laku individu dan masyarakat telah

1Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet. ke-12,Rajawali Press, Jakarta, h. 1.

1

Page 20: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

2

bergeser dari norma-norma atau kaedah yang ada. Pada umumnya prilaku

kontradiktif tersebut hanya dilakukan oleh segolongan minoritas masyarakat

namun akibatnya dapat menimbulkan dampak yang luas bagi masyarakat lainnya.

Salah satu bentuk pelanggaran hukum khususnya hukum pidana adalah dalam

bidang ketertiban umum seperti misalnya mengenai masalah gelandangan dan

pengemis. Masyarakat umum lebih populer menggunakan singkatan “Gepeng”

untuk menyebutkan keberadaan gelandangan dan pengemis tersebut.2 Eksistensi

gelandangan dan pengemis (gepeng) dalam lingkungan masyarakat jelaslah sangat

meresahkan karena disamping sebagai pelanggaran hukum juga merupakan salah

satu penyakit sosial yang tidak boleh dianggap sebagai masalah sepele dan

dibiarkan begitu saja. Apalagi dalam kenyataannya kehadiran gepeng dalam

masyarakat tidak dapat dibendung, bahkan kian hari jumlahnya cenderung makin

banyak dan sulit ditanggulangi secara tuntas.

Kalau ditinjau lebih jauh masalah gelandangan dan pengemis ini adalah

merupakan masalah yang terus mewarnai kehidupan bangsa Indonesia dari dahulu

hingga sekarang. Kemiskinan yang terus melanda sebagian masyarakat Indonesia

disinyalir menjadi salah satu faktor penyebab utama berkembangnya masalah ini

dari jaman ke jaman.

Disamping itu, gelandangan dan pengemis jelas merupakan salah satu dampak

negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan

percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan

pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi atau urbanisasi dari

2Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali, 2004, Muntigunung Profil Sebuah Dusun, DinasKesejahteraan Sosial Provinsi Bali, Denpasar, h. 7.

Page 21: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

3

desa ke kota yang antara lain dapat memunculkan gelandangan dan pengemis

karena sulitnya mendapatkan pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan.3

Saat ini di sejumlah kota besar di Indonesia ternyata persebaran maupun

jumlah gelandangan dan pengemis tersebut cukup tinggi. Begitu pula halnya

dengan kota-kota yang ada di Propinsi Bali, fenomena hadirnya gelandangan dan

pengemis telah menjadi masalah serius yang harus dihadapi dari tahun ke tahun.

Salah satunya adalah dapat kita lihat di Kota Denpasar yang mana di beberapa

sudut kota dan pusat keramaian sangat mudah kita temukan gelandangan dan

pengemis tersebut. Masalahnya disini adalah keberadaan mereka tidak pernah ada

habisnya, bahkan pada saat-saat tertentu jumlahnya semakin banyak, seperti

misalnya pada saat menjelang hari raya keagamaan dan musim liburan. Adanya

serbuan gelandangan dan pengemis tersebut memang sulit dibendung dan nyata-

nyata juga telah membuat sibuk Pemerintah Kota Denpasar untuk

menanggulanginya.4

Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan dan meresahkan masyarakat Kota

Denpasar mengingat keberadaan gelandangan dan pengemis tersebut selain

merupakan penyakit sosial yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila

dan kepribadian bangsa Indonesia juga berpotensi meningkatkan angka

kriminalitas serta menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban umum seperti

pemerasan, pencurian dan sindikat perdagangan anak. Disamping itu, masalah

3Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, 2010, Fenomena MunculnyaGelandangan dan Pengemis, http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php/article=1066, Diaksestanggal 04 Desember 2013.

4Anonim; 2013. Tak Mempan Dirazia, Gepeng Muncul di Kuta. Jawa Pos Radar Bali, Tgl. 21Juni, Halaman 23, Kolom 5.

Page 22: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

4

gelandangan dan pengemis ini tentu dapat menimbulkan citra buruk atau kesan

negatif bagi kota Denpasar itu sendiri sebagai ibu kota, pusat perekonomian

maupun pusat pemerintahan Propinsi Bali yang perkembangan sosialnya selalu

mendapat soroton masyarakat luas dan juga merupakan salah satu daerah tujuan

wisata utama di Indonesia.

Sebagai gambaran mengenai seriusnya permasalahan gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar dapat dilihat dari data dan informasi yang peneliti

dapatkan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, ternyata dalam

periode tahun 2012 saja jumlah gelandangan dan pengemis yang ditertibkan atau

ditangkap/terjaring razia adalah sejumlah 304 orang, rinciannya 15 orang

gelandangan dan 289 orang pengemis. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa

kebanyakan gelandangan dan pengemis tersebut ternyata berasal dari daerah

Karangasem dan lainnya lagi berasal dari beberapa wilayah di Bali maupun luar

Bali.5 Fakta tersebut diatas menunjukkan bahwa jumlah gelandangan dan

pengemis yang tersebar di wilayah Kota Denpasar memang masih tinggi.

Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Bali, seperti misalnya Kabupaten

Buleleng, ternyata jumlah gelandangan dan pengemis yang ada di Kota Denpasar

jauh lebih banyak. Peneliti memilih Kabupeten Buleleng sebagai bahan

perbandingan dalam penelitian ini mengingat jumlah penduduk dan luas wilayah

Kabupaten Buleleng adalah yang terbesar di Propinsi Bali serta saat ini

pembangunan di wilayah tersebut berkembang cukup pesat. Menurut data yang

dimiliki oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, dalam periode tahun yang sama

5Data di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, research dilakukan pada bulanDesember 2014 s/d bulan Maret 2015.

Page 23: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

5

yaitu tahun 2012, jumlah gelandangan dan pengemis yang ditertibkan atau

ditangkap/terjaring razia oleh aparat atau instansi terkait di Kabupaten Buleleng

adalah hanya sejumlah 75 orang, rinciannya 10 orang gelandangan dan 65 orang

pengemis.6

Tidak dapat kita pungkiri masalah gelandangan dan pengemis ini adalah

merupakan masalah yang sangat kompleks karena selain bersinggungan dengan

aspek hukum juga berkaitan erat dengan aspek-aspek sosial seperti ekonomi,

mental dan budaya masyarakat sehingga wajar apabila disini memerlukan upaya

penanggulangan atau penanganan yang lebih komprehensif dari aparat penegak

hukum maupun Pemerintah Kota Denpasar dengan melibatkan semua elemen

masyarakat.

Selama ini Pemerintah Kota Denpasar bersama dengan aparat penegak hukum

terkait memang telah melakukan upaya-upaya penanggulangan, hal tersebut dapat

dilihat dari pemberitaan beberapa media massa. Misalnya, menjelang digelarnya

berbagai even internasional di Bali Pemerintah Kota Denpasar gencar melakukan

penertiban terhadap gepeng.7 Selanjutnya, diberitakan pula bahwa Pemerintah

Kota Denpasar sibuk merazia gepeng dan upaya penertiban tersebut rutin

dilaksanakan, apalagi menjelang diselenggarakannya ajang Miss World pada

bulan September 2013.8 Selain itu, diperoleh suatu informasi bahwa Pemerintah

6Data di Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, research dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2013.

7Anonim; 2013. Kota dan Badung Buru Gepeng Jelang Gelaran Dua Even Internasional. JawaPos Radar Bali, Tgl. 10 Juni, Halaman 25, Kolom 6.

8Dewa Dedi Farendra, dan Maulana Sandijaya; 2013. Menyapa Miss World, MenghalauGepeng, Denpasar Ingin Aman dan Nyaman. Jawa Pos Radar Bali, Tgl. 16 Juni, Halaman 28,Kolom 7.

Page 24: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

6

Kota Denpasar pada tahun 2012 terus berupaya menanggulangi keberadaan

gepeng di Kota Denpasar, jika sebelumnya telah memasang baliho yang berisi

imbauan agar tidak memberikan sedekah kepada gepeng, berikutnya Pemerintah

Kota Denpasar menyebar selebaran berisi imbauan agar warga tidak memberikan

sesuatu pada gepeng.9

Bahwa meskipun ketentuan Pasal 34 Undang Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 (UUDNRI 1945) menegaskan “Fakir miskin dan anak-anak

terlantar dipelihara oleh negara”, namun ketentuan pasal tersebut tidaklah dapat

dijadikan dasar atau alasan hukum untuk melakukan pembiaran maupun

meniadakan tindakan tegas negara dalam menanggulangi masalah gelandangan

dan pengemis tersebut. Untuk menjaga ketertiban umum, membangun masyarakat

Indonesia yang mandiri dan berbudi pekerti luhur serta memberikan rasa aman,

tenteram bagi masyarakat luas, maka sangat beralasan apabila diperlukan upaya

penanggulangan yang lebih serius terhadap permasalahan gelandangan dan

pengemis ini mulai dari yang sifatnya preventif sampai dengan upaya-upaya yang

sifatnya represif melalui penerapan atau fungsionalisasi Hukum Pidana, misalnya

berupa pemberian sanksi pidana agar memberikan efek jera kepada gelandangan

dan pengemis.

Beberapa aturan hukum yang dapat dijadikan pedoman/landasan dalam rangka

penanggulangan atau penanganan masalah gelandangan dan pengemis tersebut

secara umum dan pada khususnya di Kota Denpasar, termasuk yang didalamnya

9Anonim, 2012, Siaga Gepeng Sebar Himbauan, Bali Tribune,http://koranbalitribune.com/2012/04/15/siaga-gepeng-sebar-imbauan/, Diakses tanggal 03September 2013.

Page 25: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

7

menegaskan dapat diterapkannya ketentuan Hukum Pidana adalah sebagai

berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

3. Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial;

4. Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis;

5. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum.

Disamping peraturan perundang-undangan tersebut tersebut diatas ada pula

berupa peraturan kebijakan seperti misalnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan

Pengemis.

Aturan-aturan yang tegas dan sifatnya represif mengenai penanganan

gelandangan dan pengemis memang tetap diperlukan mengingat ketentuan

tersebut dapat menghambat laju serta mempersempit ruang gerak gelandangan

dan pengemis itu sendiri di masyarakat, disamping tetap pula harus dikedepankan

upaya-upaya penanggulangan yang sifatnya preventif dan persuasif. Pemikiran

seperti ini sangat berdasar mengingat kebijakan Hukum Pidana itu sendiri

Page 26: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

8

menegaskan adanya cara penal dan non penal dalam rangka penanggulangan

kejahatan atau pelanggaran hukum di masyarakat.10

Secara umum dalam hukum positif Indonesia, kegiatan pergelandangan dan

pengemisan tersebut ternyata dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yaitu

sebagai pelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum sebagaimana

diatur dalam ketentuan Pasal 504 dan 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana). Khusus untuk di Kota Denpasar mengenai larangan kegiatan

pergelandangan dan pengemisan termasuk ketentuan pidananya tersebut diatur

pula dalam Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar

No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban

Umum.

Pasal 504 KUHP menegaskan sebagai berikut:

“1. Barang siapa mengemis ditempat umum, diancam, karena melakukan

pengemisan, dengan pidana kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di atas

enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan”.11

Selanjutnya, ketentuan Pasal 505 KUHP menegaskan sebagai berikut:

1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencaharian, diancam, karenamelakukan pergelandangan, dengan pidana kurungan paling lama tigabulan;

10Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum PidanaDalam Penanggulangan Kejahatan, Ed. I. Cet. Ke-3, Kencana, Jakarta (selanjutnya disebut BardaNawawi Arief I), h. 77.

11Moeljatno, 2012, KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. ke-30, Bumi Aksara,Jakarta, h. 184.

Page 27: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

9

2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnyadi atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lamaenam bulan. 12

Berikutnya, Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum menegaskan sebagai berikut:

- Pasal 35 ayat (4): “Dilarang melakukan usaha/kegiatan meminta-

minta/mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis”;

- Pasal 37 ayat (1): “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal-pasal dari Bab II sampai dengan Bab X, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah)”.

Ini berarti kegiatan mengemis dan menggelandang menurut hukum adalah

dilarang dan merupakan suatu tindak pidana yang patut dihukum. Sanksi pidana

secara umum untuk kegiatan pergelandangan dan pengemisan diatur dalam

KUHP, namun Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) dapat pula

menetapkan peraturan soal larangan tersebut.

Secara substansi, ketentuan hukum pidana bagi gelandangan dan pengemis

tetap diperlukan dalam rangka menanggulangi permasalahan gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar. Idealnya dengan adanya ketentuan Hukum Pidana

tersebut sesuai dengan fungsi hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan

membina masyarakat (law as a tool of social engineering)13, maka hal

12Ibid.

13Otje Salman, dan Anton F. Susanto, 2004, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Ed. Ke-2 Cet.ke-1, Alumni, Bandung, h. 33 – 35.

Page 28: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

10

tersebut seharusnya dapat mempengaruhi pola perilaku masyarakat dan membuat

masyarakat itu tidak memilih untuk melakukan kegiatan sebagai gelandangan dan

pengemis.

Dikaitkan dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa jumlah

gelandangan dan pengemis yang ada di lingkungan masyarakat Kota Denpasar

tenyata masih cukup tinggi, hal tersebut menunjukkan upaya-upaya

penanggulangan yang dilakukan selama ini termasuk penegakan hukum

pidananya masih belum berjalan dengan optimal dan terdapat kelemahan-

kelemahan. Kondisi tersebut tentu semakin menjadikan masalah penanggulangan

gelandangan dan pengemis ini sebagai isu atau permasalahan serius yang harus

segera dicarikan jalan pemecahannya bersama.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka sangat wajar dan beralasan

apabila peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut hal-hal yang berkaitan

dengan upaya penegakan hukum pidana dalam rangka penanggulangan

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar beserta faktor-faktor yang

menghambat dan mendukung penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan

pengemis tersebut dengan mengambil judul penelitian “Penegakan Hukum

Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota

Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi

permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

Page 29: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

11

1. Bagaimanakah implementasi penegakan hukum pidana dalam rangka

penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar?

2. Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dan pendukung

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Pembatasan pembahasan terhadap permasalahan tersebut sangatlah diperlukan

untuk mendapatkan uraian yang lebih terarah. Bertitik tolak dari hal diatas, maka

permasalahan penegakan hukum pidana dalam upaya penanggulangan

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar tersebut penyajiannya dikaji

berdasarkan data yang ada di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

maupun Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar mengenai

jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar, serta upaya-upaya

penanggulangannya oleh Pemerintah Kota Denpasar bersama instansi penegak

hukum terkait yaitu Polresta Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar dalam

kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu dari periode tahun 2010 sampai dengan 2014.

Adapun pokok pembahasannya disini adalah mengenai implementasi penegakan

hukum pidana dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar serta faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam penegakan hukum

pidana terhadap gelandangan dan pengemis tersebut diatas.

Page 30: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

12

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian tentang Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar ini mempunyai tujuan umum dan

tujuan khusus sebagai berikut:

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan Ilmu Hukum terkait dengan

paradigma Science as a Process (Ilmu sebagai Proses). Dengan paradigma ini,

ilmu Hukum Pidana akan terus berkembang terutama terkait dengan

penanggulangan gelandangan dan pengemis di masyarakat.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis mengenai upaya penegakan hukum pidana

dalam rangka penanggulangan masalah gelandangan dan pengemis yang

terjadi di Kota Denpasar.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis faktor-faktor penghambat maupun

pendukung penegakan hukum pidana dalam menanggulangi gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat secara teoritis maupun

praktik di lapangan sebagai berikut:

Page 31: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

13

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi teoristik dan pengembangan

konsep dasar dan teori Hukum Pidana, khususnya tentang tindak pidana yang

berhubungan dengan masalah gelandangan dan pengemis.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan praktek atau

penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota Denpasar bersama

dengan aparat penegak hukum terkait seperti: Polisi dan Hakim dalam rangka

menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Aspek orisinalitas dalam penelitian ini harus diperhatikan agar tulisan dan

penelitian ini dapat bernilai sebagai suatu karya ilmiah yang baik. Berdasarkan

penelusuran yang peneliti lakukan di Kepustakaan Pascasarjana Universitas

Udayana dan beberapa Universitas lainnya di Indonesia, maka penelitian dengan

judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar” belum pernah ada yang

melakukan penelitian sebelumnya.

Dalam tataran penulisan Tesis dan Disertasi, meskipun mengenai topik

gelandangan dan pengemis ini sudah ada yang meneliti dan membahas akan tetapi

hampir seluruhnya bukan dalam perspektif kajian ilmu hukum. Adapun hanya ada

1 (satu) penelitian hukum mengenai gelandangan dan pengemis yang peneliti

Page 32: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

14

temukan. Sebagai gambarannya, beberapa tulisan ilmiah tersebut akan peneliti

uraikan sebagai berikut:

I. Nama : Yusrizal

NIM : 097005047

Univ./PS : Universitas Sumatera Utara (USU) / Magister Ilmu

Hukum

Judul Tesis : Penegakan Hukum Dalam Penanganan Gelandangan

Dan Pengemis (Suatu Tinjauan Menurut Undang-

Undang Dasar 1945 Dan Hukum Pidana)

Permasalahan : 1. Bagaimanakah fungsionalisasi hukum pidana

terhadap gelandangan dan pengemis?

2. Bagaimanakah kedudukan Pasal 504 dan Pasal 505

KUHP bila dikaitkan dengan Pasal 34 Undang-

Undang Dasar 1945?

3. Bagaimanakah upaya dekriminalisasi terhadap

perbuatan gelandangan dan pengemis dalam

perspektif kebijakan hukum pidana?

II. Nama : Desriyanti

NIM : 01505002

Univ./PS : Universitas Negeri Medan / Magister Antropologi Sosial

Judul Tesis : Miskin Papa: Kajian Antropologi Terhadap

Kelompok Pengemis di Kota Medan

Page 33: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

15

Permasalahan : 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan seseorang

menjadi pengemis? Bagaimana latar belakang

pendidikan mereka? dan Bagaimana mereka memilih

menjadi pengemis?

2. Daerah-daerah manakah yang menjadi lokasi mengemis

bagi para pengemis di kota Medan?

3. Mengapa kehidupan sebagai pengemis dapat dilakukan

secara turun temurun?

4. Bagaimanakah tipologi pengemis yang ada di kota

Medan?

5. Apakah ada usaha pemerintah untuk menanggulangi

kehidupan sebagai pengemis?

III. Nama : Mardian Wibowo

NIM : 0606017593

Univ./PS : Universitas Indonesia (UI) / Magister Ilmu Administrasi

Judul Tesis : Studi Implementasi Kebijakan Penanganan

Gelandangan di Kota Jakarta Timur

Permasalahan : 1. Bagaimanakah implementasi kebijakan penanganan

gelandangan di kota Jakarta Timur?

2. Apakah strategi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan atau memperkuat implementasi

kebijakan penanganan gelandangan di Jakarta Timur?

Page 34: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

16

Apabila dibandingkan dengan Tesis No. I diatas, maka penelitian yang peneliti

lakukan ini jelaslah sangat berbeda. Disamping perbedaan dalam rumusan

masalah, Tesis No. I yang ditulis Yusrizal tersebut jelas-jelas dibuat dengan jenis

penelitian hukum normatif, sedangkan penelitian ini adalah merupakan penelitian

hukum empiris dan tempat penelitiannya dilakukan di Kota Denpasar. Berikutnya,

apabila dibandingkan dengan Tesis No. II dan III diatas, maka Tesis-Tesis

tersebut jelas pula sangat berbeda dengan penelitian ini karena dalam Tesis No. II

dan III tersebut masalah gelandangan maupun pengemis dikaji, dibahas dalam

perspektif ilmu yang lain dan bukan dalam perspektif ilmu Hukum.

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

1.7.1 Landasan Teoritis

“Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum

umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum,

norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas

permasalahan penelitian”.14 Dalam hal ini tentu saja yang terfokus pada

permasalahan penegakan hukum pidana dalam penanggulangan masalah

gelandangan dan pengemis.

Negara Indonesia adalah sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan

dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu ketentuan Pasal 1 ayat (3)

14Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2013,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2)Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, h. 44.

Page 35: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

17

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUDNRI 1945).15

Dalam konteks negara hukum tersebut tentu asas persamaan dihadapan hukum

(equality before the law) harus tetap dikedepankan dalam rangka mewujudkan

proses penegakan hukum yang adil (ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUDNRI 1945).

Ini berarti setiap orang yang melakukan tidak pidana seharusnya ditindak tegas

tanpa pandang bulu termasuk bagi gelandangan dan pengemis, namun perlu

diingat pula bahwa dalam hukum pidana dikenal adanya adagium “ultimum

remedium” yang dapat diartikan bahwa sanksi pidana adalah sebagai senjata

terakhir/pamungkas.16 Dalam penegakan hukum pidana seharusnya prinsip ini

harus dipegang teguh dimana pemberian sanksi pidana tersebut memang benar-

benar dijadikan sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian suatu masalah yang

terjadi masyarakat.

Menurut Pompe, Hukum Pidana adalah “keseluruhan aturan ketentuan hukum

mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya”.17

Selanjutnya, dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan gelandangan (Vagrants, Vagabond, Landloperij) adalah “one who, not

having a settled habitation, strolls from place to place, a homeless, idle

wandered”18 (terjemahan peneliti: orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap,

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tidak memiliki pekerjaan

15Ibnu Subarkah, 2010, Elastisitas Bagi Kemandirian Peradilan, Varia Peradilan: Tahun XXVNo. 295, Jakarta, h. 46.

16Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Ed. 3 Cet. ke-1, RefikaAditama, Bandung, h. 17.

17Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana, Ed. 1 Cet. ke-2, Rajawali Pers, Jakarta, h. 4.

18Bryan A. Garner (ed), 2009, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, West, a ThomsonReuters Business, Texas, page 1689.

Page 36: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

18

atau pengangguran). Sementara itu yang dimaksud dengan pengemis (Beggars,

Bedelarij) adalah “a person who communicates with people, often in public

places, asking for money, food, or other necessities for personal use, often as a

habitual means of making a living”19 (terjemahan peneliti: orang yang sering

berada di tempat umum, meminta uang, makanan, atau keperluan lainnya untuk

kepentingan pribadi, sering dipakai sebagai sarana kebiasaan mencari nafkah).

Sesuai dengan ketentuan hukum positif di Indonesia perbuatan

pergelandangan dan pengemisan yang dilakukan oleh gelandangan dan pengemis

jelas adalah merupakan salah satu bentuk tindak pidana yaitu sebagai pelanggaran

ketertiban umum, yang mana mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 504 dan

505 KUHP. Sementara itu, dalam lingkup wilayah Kota Denpasar, ada pula aturan

pidana yang lebih khusus mengenai larangan kegiatan pergelandangan dan

pengemisan tersebut yaitu sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum.

Sebagai gambaran mengenai penanggulangan atau penanganan masalah

gelandangan dan pengemis di Indonesia, maka salah satunya dapat dilihat dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardian Wibowo tentang gelandangan dan

pengemis di Jakarta Timur yang menjelaskan bahwa selama ini pola penanganan

gelandangan di Jakarta Timur cenderung bersifat reaktif, yakni menitikberatkan

pada kriminalisasi gelandangan, serta tindakan-tindakan on the spot (berupa

operasi langsung) menyingkirkan gelandangan dari wilayah Jakarta timur tanpa

19Ibid, h. 174.

Page 37: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

19

memperbaiki infrastruktur di wilayah asal gelandangan. Penanganan yang bersifat

reaktif tersebut diatas terbukti tidak memberikan hasil sehingga perlu dilakukan

perubahan pendekatan dalam penanganan gelandangan.20 Berikutnya, Saptono

Iqbali dalam hasil penelitiannya terhadap gelandangan dan pengemis di

Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem sebagai daerah asal gepeng

mengemukakan bahwa selain tetap melakukan razia-razia, langkah-langkah

berupa pembinaan, penyuluhan, pemberian bantuan sosial, maupun pemenuhan

kebutuhan spiritual adalah sangat diperlukan sebagai bagian strategi penanganan

masalah gepeng tersebut di masyarakat.21

Pembahasan dalam penelitian ini nantinya akan didukung pula oleh beberapa

teori yang dapat digunakan sebagai landasan teoritis dalam mengkaji dan

menganalisis masalah tersebut. Penggunaan teori hukum adalah merupakan

bagian penting dalam suatu penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar

dalam memberikan penilaian tentang apa yang seharusnya menurut hukum. Selain

itu, teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang

terjadi. Untuk itu, kegunaan teori hukum dalam penelitian adalah sebagai pisau

analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam

masalah penelitian.22 Suatu undang-undang dapat dikaji dari aspek normatif

20Mardian Wibowo, 2008, “Studi Implementasi Kebijakan Penanganan Gelandangan di KotaJakarta Timur”, (tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Administrasi Pascasarjana, UniversitasIndonesia, Jakarta.

21Saptono Iqbali, 2008, Studi Kasus Gelandangan – Pengemis (Gepeng) Di Kecamatan KubuKabupaten Karangasem, Jurnal, http://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/download/2972,Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

22Mukti Fajar Nur Dewata, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatifdan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 146.

Page 38: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

20

maupun aspek empiris, secara garis besar ilmu hukum dapat dikaji melalui studi

law in books dan studi law in action. 23 Mengacu pada uraian tersebut, maka

jelaslah untuk mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam

memang diperlukan teori yaitu berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep.24

Adapun teori-teori yang relevan digunakan dalam menganalisis permasalahan

sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

a. Teori Bekerjanya Hukum

Berbicara mengenai penegakan hukum pidana dalam rangka

penanggulangan gelandangan dan pengemis, maka salah satu hal penting yang

terkait didalamnya adalah mengenai proses bekerjanya hukum pidana itu

sendiri dalam kehidupan masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat

melibatkan beberapa unsur atau aspek yang saling memiliki keterkaitan.

Beberapa aspek tersebut yaitu: Lembaga Pembuat Hukum (Law Making

Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction Activity Institutions),

Pemegang Peran (Role Occupant) serta Kekuatan Sosial Personal (Societal

Personal Force), Budaya Hukum (Legal Culture) serta unsur-unsur Umpan

Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum yang sedang berjalan.25

23Amiruddin, dan Zaenal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 196.

24Burhan Ashshofa, 2004, Metoda Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.19.

25Esmi Warrasih, 2005, Pranata Hukum sebagai Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama,Semarang, h. 30.

Page 39: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

21

Proses bekerjanya unsur atau aspek tersebut diatas akan menunjukkan pula

bahwa hukum tersebut dapat mempengaruhi perilaku pemegang peran (Role

Occupant) sebagaimana yang ditegaskan Robert B. Siedman dalam bukunya

yang berjudul The State, Law and Development: “Law as a divice to structure

choice expresses at once law’s usual marginality in influencing behavior, and

its importance as the principal instrument that government has to influence

behavior”26 (terjemahan peneliti: hukum adalah sebagai perangkat pilihan

struktur mengekspresikan sekaligus marginalitas biasa hukum dalam

mempengaruhi perilaku, dan pentingnya sebagai instrumen utama pemerintah

untuk mempengaruhi perilaku).

Robert B. Seidman mencoba untuk menerapkan pandangannya terkait

hasil bekerjanya berbagai macam faktor tersebut di dalam analisanya

mengenai bekerjanya atau berlakunya hukum dalam masyarakat. Model

Robert B. Seidman tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut:

26Robert B. Siedman, 1978, The State, Law and Development, ST. Martin’s Press, New York,page 77.

Page 40: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

22

Oleh Robert B. Seidman bagan diatas diuraikan dalam dalil-dalil sebagai

berikut:

1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang

pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak;

2. Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu

respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan

yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-

lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik

dan lain-lainnya mengenai dirinya;

3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai

respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan

hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan

kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang

mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para

pemegang peranan;

4. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan

fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-

sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik,

ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan

balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi.27

Dari uraian teori yang dikemukakan oleh Robert B. Siedman tersebut diatas,

apabila dikaitkan dengan masalah penegakan hukum pidana dalam upaya

27Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, h. 27-28.

Page 41: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

23

penanggulangan gelandangan dan pengemis, maka pelaksanaannya tentu akan

dipengaruhi pula oleh beberapa unsur atau aspek yang mempengaruhi

bekerjanya hukum tersebut diatas sehingga penegakan hukum pidananya di

masyarakat dapat berjalan dengan baik dalam rangka menanggulangi

permasalahan tersebut.

b. Teori Pemidanaan

Salah satu masalah pokok dalam hukum pidana adalah mencari dasar

pembenaran dijatuhkannya pidana terhadap pelaku tindak pidana sehingga

pidana tersebut menjadi lebih fungsional. “Menurut Sudarto yang dimaksud

dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang

yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu”.28

Pada umumnya, teori pemidanaan (Strafrechts Theorien) dibagi dalam

tiga golongan teori yaitu:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut teori ini, penjatuhan pidana itu dibenarkan semata-mata karena

orang telah melakukan suatu tindak pidana. Hanya dengan membalas

tindak pidana itu dengan penambahan penderitaan, dapat dinyatakan

bahwa perbuatan itu dapat dihargai. Oleh karena itu, pidana dilepaskan

dari tujuan. Adapun tokoh-tokoh penganut teori pembalasan ini seperti

Imanuel Kant, Van Bemmelen dan Pompe;

28Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam PembaharuanHukum Pidana Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 68.

Page 42: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

24

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorieen/Utilitarian Theory)

Teori ini pada pokoknya menyatakan bahwa pidana itu bukanlah untuk

melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan ataupun pelanggar

hukum, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.

Penganut teori ini antara lain A. Von Feuerbach, Van Hamel dan Simons.

Sehubungan dengan tujuan pidana itu ada beberapa pendapat, yaitu:

a. Tujuan pidana adalah untuk menentramkan masyarakat yang gelisah

karena akibat dari telah terjadinya kejahatan ataupun pelanggaran

hukum;

b. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang mana dapat

dibedakan atas pencegahan umum (generale preventie) dan

pencegahan khusus (speciale preventie).

Pencegahan umum didasarkan kepada pikiran bahwa pidana itu

dimaksudkan untuk mencegah setiap orang yang akan melakukan

kejahatan atau pelanggaran, sedangkan pencegahan khusus didasarkan

pada pikiran bahwa pidana itu dimaksudkan agar orang yang telah

melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum tidak mengulangi

kejahatan;

3. Teori Gabungan (Verenegings Theorieen)

Teori ini merupakan gabungan dari teori absolut/teori pembalasan dengan

teori relatif/teori tujuan. Dalam hal ini dibagi kedalam 3 (tiga) golongan

yaitu:

Page 43: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

25

a. Menitikberatkan kepada pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh

melebihi daripada yang diperlukan dalam mempertahankan ketertiban

masyarakat;

b. Menitikberatkan kepada pertahanan ketertiban masyarakat, tetapi

pidana tidak boleh lebih berat daripada beratnya penderitaan yang

sesuai dengan beratnya perbuatan si terpidana;

c. Menitikberatkan sama baik kepada pembalasan maupun kepada

pertahanan ketertiban masyarakat.29

c. Teori Penanggulangan Tindak Pidana

Upaya-upaya dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kejahatan

atau tindak pidana termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy).

Marc Ancel pada pokoknya menegaskan bahwa kebijakan kriminal (criminal

policy) tersebut adalah sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat

untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan kriminal ini tidak terlepas dari

kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri

dari upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan

upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).30

Dalam implementasinya upaya penanggulangan kejahatan atau tindak

pidana ini harus dilakukan dengan pendekatan integral yakni ada

keseimbangan antara sarana penal (hukum pidana) dan non penal

(bukan/diluar hukum pidana). Dengan demikian, dalam rangka

29Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung,h. 52-60.

30 Barda Nawawi Arief I, Loc.cit.

Page 44: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

26

penanggulangan tindak pidana yang terjadi di masyarakat khususnya dengan

menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka pada tahap/proses dari

penegakan hukum pidana in concreto tersebut haruslah juga memperhatikan

dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa

kesejahteraan sosial (social welfare) dan perlindungan masyarakat (social

defence).

d. Teori Sistem Hukum

Menurut Lawrence M. Friedman, “A legal system in actual operation is a

complex organism in which structure, substance, and culture interest”31

(terjemahan peneliti: suatu sistem hukum dalam pelaksanaannya merupakan

sebuah organisme kompleks dimana struktur, substansi dan budaya

berinteraksi). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu

sistem hukum terdapat sub sistem-sub sistem hukum sebagai satu kesatuan

yang saling berinteraksi.

Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum

selalu mensyaratkan berfungsinya semua unsur/komponen sistem hukum

diatas yakni Struktur Hukum/Pranata Hukum, Substansi Hukum, dan Budaya

Hukum.

1. Struktur Hukum (legal structure)

Bagian-bagian yang bergerak di dalam suatu mekanisme sistem atau

fasilitas yang ada dan disiapkan dalam sistem, misalnya: Pengadilan,

31Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel SageFoundation, New York, page 10.

Page 45: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

27

Kejaksaan, Kepolisian. Jadi disini menekankan pada aspek lembaga dan

aparat penegak hukumnya;

2. Substansi Hukum (legal substance)

Hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum, misalnya: Putusan

Hakim, Undang-Undang;

3. Budaya Hukum (legal culture)

Sikap publik atau nilai-nilai, komitmen moral dan kesadaran yang

mendorong berjalannya sistem hukum atau keseluruhan faktor yang

menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang logis

dalam kerangka budaya milik masyarakat.32

Ketiga unsur/komponen diatas mendukung berjalannya sistem hukum di suatu

negara.33

e. Teori Penegakan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan

penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran,

kemanfaatan sosial, dan sebagiannya. Ini berarti penegakan hukum merupakan

usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tersebut menjadi

kenyataan.34

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto, inti dan arti penegakan hukum

tersebut terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

32Moh. Hatta, 2009, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana khusus,Cet. I, Liberty, Yogyakarta, h. 1.

33Saifullah, 2007, Refleksi Sosiologi Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 26.

34Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Cet. ke-2, Buku Kompas,Jakarta, h. 169.

Page 46: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

28

terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantahkan dan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral

sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor

tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukum atau peraturan itu sendiri;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum;

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.35

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada

efektevitas penegakan hukum. Berikutnya, Hamis MC. Rae juga

mengemukakan pendapatnya bahwa penegakan hukum tersebut harus

dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa penegakan hukum

harus dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli di bidangnya dan dalam

35Soerjono Soekanto, Op.cit, h. 5-8.

Page 47: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

29

penegakan hukum akan lebih baik jika pelaksanaanya mempunyai pengalaman

praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya.36

Bahwa dari Teori-Teori Hukum yang dikemukakan diatas, maka dapat

dijelaskan Teori Hukum sebagaimana tersebut pada huruf a, b dan c lebih

digunakan untuk mengkaji, menganalisis dan menjawab Rumusan Masalah pada

poin 1, sedangkan Teori Hukum sebagaimana tersebut pada huruf d dan e

digunakan untuk mengkaji, menganalisis dan menjawab Rumusan Masalah pada

poin 2.

1.7.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teoritis tersebut diatas, maka

peneliti dapat menyusun kerangka berpikir sebagai berikut:

36Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 17.

Page 48: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

30

Penanggulangangelandangan dan

pengemis di Kota Denpasaryang lebih

komprehensif

Hukum Pidana :KUHP

dan Perda Kota DenpasarNo. 15 Tahun 1993 jo.

No. 3 Tahun 2000

BekerjanyaHukum

Perilaku Hukum Masyarakat

Timbul masalah gepengdi masyarakat (pelanggaran

hukum/perilaku menyimpang)

Upaya-upaya penanggulangangelandangan dan pengemis:

- Penal (Penegakan hukumpidana Pemidanaan)

- Non Penal

Faktor-faktor penghambat danpendukung penegakan hukum

pidana: hukum, penegak hukum,sarana dan prasarana, masyarakat,

kebudayaan.

Rekomendasi

KAJIAN YURIDIS

PERMASALAHAN1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana

dalam rangka penanggulangan gelandangandan pengemis di Kota Denpasar ?

2. Apakah yang menjadi faktor-faktorpenghambat dan pendukung penegakanhukum pidana terhadap gelandangan danpengemis di Kota Denpasar ?

TEORI HUKUMa. Teori Bekerjanya Hukumb. Teori Tujuan Pemidanaanc. Teori Penanggulangan

Tindak Pidanad. Teori Sistem Hukume. Teori Penegakan Hukum

JUDUL:Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya

Penanggulangan Gelandangan danPengemis di Kota Denpasar

LATAR BELAKANG MASALAH- Keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar sangat meresahkan masyarakat. Larangan

mengenai kegiatan pergelandangan dan pengemisan diatur dalam ketentuan Pasal 504 dan 505 KUHP,sedangkan, khusus untuk di Kota Denpasar mengenai hal tersebut diatur pula dalam Pasal 35 ayat (4) jo.Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentangKebersihan dan Ketertiban Umum;

- Apabila dikaitkan dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa jumlah gelandangan danpengemis yang ada di lingkungan masyarakat Kota Denpasar tenyata masih cukup tinggi, hal tersebutjelas menunjukkan upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan selama ini termasuk penegakan hukumpidananya masih belum berjalan dengan optimal dan terdapat kelemahan-kelemahan.

Page 49: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

31

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Dalam hal ini mengkaji

mengenai penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar dalam

perspektif hukum pidana. Pada penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris,

hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam

kehidupan nyata.37 Kalau kita bandingkan dengan pendapat Bambang Sunggono,

maka jenis penelitian ini disebut juga sebagai penelitian hukum non-doktrinal

(socio-legal research) yang mana penekanannya adalah pada studi law in

Process.38 Data sekunder dalam penelitian ini digunakan sebagai data awal untuk

kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Penelitian hukum

empiris tetap mengacu pada premis normatif dimana definisi operasionalnya dapat

diambil dari peraturan perundang-undangan untuk selanjutnya melihat

pelaksanaan atau kenyataannya yang ada di lapangan (Das Solen dengan Das

Sein).

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris ini adalah merupakan penelitian yang bersifat

deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu atau kelompok tertentu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan

penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

37Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,Op.cit, h. 53.

38Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, Ed. 1 Cet. ke-8, PT. RajaGrafindoPersada, Jakarta, h. 102-103

Page 50: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

32

suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.39 Biasanya peneliti sudah

mendapatkan/mempunyai gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan

yang akan diteliti.40 Penelitian ini jelas bertujuan mendiskripsikan dan

menggambarkan apa adanya secara tepat mengenai penegakan hukum pidana

dalam penanggulangan masalah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar

beserta faktor-faktor penghambat maupun pendukungnya.

1.8.3 Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk mendukung penulisan penelitian ini

adalah terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder, yaitu

sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan (field

research) yaitu suatu data yang diperoleh langsung di lapangan, baik itu dari

responden maupun informan. Data Primer dalam penelitian ini bersumber dari

penelitian lapangan yang dilakukan di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) Kota Denpasar; Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar;

Kepolisian Resor Kota Denpasar (Polresta Denpasar); dan Pengadilan Negeri

Denpasar. Alasan hukum penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kota

Denpasar adalah karena jumlah gelandangan dan pengemis di wilayah Kota

Denpasar tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten/kota

yang lainnya di Bali, selain itu juga didasari oleh rasa keprihatinan melihat

39Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,Op.cit, h. 57.

40Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. ke-4, Sinar Grafika, Jakarta,h. 8.

Page 51: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

33

kondisi Kota Denpasar sebagai pusat pemerintahan, ekonomi bahkan

pengembangan pariwisata Propinsi Bali ternyata masih menghadapi

permasalahan gelandangan dan pengemis yang kian hari makin sulit untuk

ditanggulangi secara tuntas;

2. Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan

dengan meneliti bahan-bahan hukum sebagai berikut:

- Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas.41 Dalam penelitian ini meliputi Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang RI No. 11

Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 No. 12, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4967), Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 5294), Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1980 No. 51, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 3177), dan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun

1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

(Lembaran Daerah Kota Daerah Tingkat II Denpasar No. 1 Tahun 1994

Seri D No. 1; Lembaran Daerah Kota Denpasar No. 4 Tahun 2000);

41Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Cet ke-8, Kencana, Jakarta,h. 181.

Page 52: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

34

- Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.42 Dalam hal ini meliputi

literatur-literatur tentang Hukum Pidana dan Teori Hukum, internet

dengan menyebut nama situsnya, hasil karya ilmiah Para Sarjana, hasil-

hasil penelitian dan jurnal-jurnal Hukum;

- Bahan hukum tersier (tertier) yaitu bahan – bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun

sekunder. Dalam penelitian ini meliputi: Black Law Dictionary, disamping

itu termasuk pula kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder dan teknik wawancara

(interview) mendalam untuk mengumpulkan data primer.

1. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen ini dilakukan atas data sekunder yaitu berupa bahan-bahan

hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.43 Dalam proses

pengumpulan datanya dilakukan dengan melakukan penelusuran secara

mendalam kemudian membaca, menganalisa, serta mencatat secara sistematis

bagian-bagian yang terkait dengan pokok bahasan;

42Ibid.

43Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,Op.cit, h. 60-61.

Page 53: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

35

2. Teknik Wawancara (interview)

Selama ini teknik wawancara seringkali dianggap sebagai metode yang paling

efektif dalam pengumpulan data primer.44 Wawancara merupakan suatu cara

untuk memeperoleh data dengan jalan mengadakan tanya jawab secara

langsung dengan informan dan responden di lapangan. Dalam kegiatan ilmiah,

wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang melainkan

dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang atau telah dikonsep

sebelumnya (interview guide) untuk memperoleh jawaban-jawaban yang

relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.

Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan pejabat terkait di lingkungan

Pemerintah Kota Denpasar, aparat Satpol PP Kota Denpasar, aparat

Kepolisian pada Polresta Denpasar, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dan

tokoh masyarakat sebagai informan serta gelandangan dan pengemis itu

sendiri sebagai responden.

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam hal ini teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan adalah non

probability sampling artinya dalam penelitian ini tidak ada ketentuan pasti berapa

sampel harus diambil agar dapat mewakili populasinya. Populasi adalah

keseluruhan dari obyek pengamatan atau penelitian, sedangkan sampel adalah

bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya.45

44Bambang Waluyo, Op.cit, h. 57.

45Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,Op.cit, h. 65.

Page 54: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

36

Bentuk dari non probalitas sampling yang dipergunakan adalah bentuk

purposive sampling, artinya: penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan

tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana

penunjukkan dari pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa sampel

telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristis tertentu yang merupakan

ciri utama dari populasi sehingga nantinya dapat diuraikan secara jelas mengenai

penegakan hukum pidana dalam penanggulangan gelandangan dan pengemis di

Kota Denpasar beserta faktor-faktor penghambat maupun pendukungnya.

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di

lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.46 Dalam hal ini model analisis data

yang digunakan adalah model analisis kualitatif atau yang sering dikenal dengan

deksriptif kualitatif. Dalam model analisis ini, dari keseluruhan data yang

terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder selanjutnya akan diolah

serta dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, diidentifikasi,

dikategorisasikan atau diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data

yang lain, dilakukan interprestasi untuk memahami makna data dalam situasi

sosial, dan kemudian dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah

memahami keseluruhan kualitas data.47 Proses analisis tersebut dilakukan secara

terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada

tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan di

46Bambang Waluyo, Op.cit, h. 72.

47Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,Op.cit, h 76.

Page 55: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

37

sajikan secara dekstriptif yaitu dengan memaparkan atau menggambarkan secara

jelas, sistematis dan lengkap mengenai hasil penelitian dari permasalahan yang

diajukan.

Page 56: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

38

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGGULANGAN

GELANDANGAN DAN PENGEMIS

2.1 Pengertian Gelandangan dan Pengemis

Kata gelandangan dan pengemis sering disingkat dengan “gepeng”.

Masyarakat Indonesia secara umum sudah sangat akrab dengan akronim/singkatan

“gepeng” (gelandangan dan pengemis) tersebut yang mana tidak hanya menjadi

kosakata umum dalam percakapan sehari-hari dan topik pemberitaan media

massa, tetapi juga sudah menjadi istilah dalam kebijakan pemerintah merujuk

pada sekelompok orang tertentu yang lazim ditemui di kota-kota besar.

Kosakata lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan keberadaan

gelandangan dan pengemis tersebut di masyarakat Indonesia adalah tunawisma.48

Apabila kita lihat dan bandingkan dengan fenomena gelandangan dan pengemis

yang terjadi di luar negeri seperti Amerika Serikat, maka istilah yang populer

digunakan di Amerika Serikat untuk menyebutkan gelandangan dan pengemis

adalah homeless.49

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis yang dimaksud dengan gelandangan

dan pengemis tersebut adalah sebagai berikut:

48Maghfur Ahmad, 2010, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan dan Pengemis (Gepeng),Jurnal Penelitian STAIN Pekalongan: Vol. 7. No. 2, Pekalongan, h. 2.

49Engkus Kuswarno, 2008, Metode Penelitian Komunikasi Contoh-Contoh PenelitianKualitatif Dengan Pendekatan Praktis: “Manajemen Komunikasi Pengemis”, PT RemajaRosdakarya, Bandung, h. 88.

38

Page 57: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

39

- Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai

dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak

mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan

hidup mengembara di tempat umum;

- Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan

meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk

mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

Departemen Sosial Republik Indonesia juga memberikan rumusan yang sama

dengan Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis mengenai pengertian gelandangan dan pengemis

tersebut sebagai berikut:

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuaidengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat sertatidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentudan hidup mengembara di tempat umum. Pengemis adalah orang-orang yangmendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagaialasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang.50

Selanjutnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa

pengertian gelandangan adalah “orang yang tidak punya tempat tinggal tetap,

tidak tentu pekerjaannya, berkeliaran, mondar-mandir kesana-sini tidak tentu

tujuannya, bertualang”.51 Berikutnya, pengertian pengemis adalah “orang yang

meminta-minta”.52

50Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, 2005, Standar Pelayanan MinimalPelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, Depsos RI, Jakarta, h. 2.

51Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisike-3, Balai Pustaka, Jakarta, h. 281.

52Ibid, h. 532.

Page 58: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

40

Menurut Parsudi Suparlan, gelandangan berasal dari kata gelandang dan

mendapat akhiran “an”, yang berarti selalu bergerak, tidak tetap dan berpindah-

pindah. Beliau juga mengemukakan pendapatnya tentang apa yang dimaksud

dengan masyarakat gelandangan adalah sejumlah orang yang bersama-sama

mempunyai tempat tinggal yang relatif tidak tetap dan mata pencaharian yang

relatif tidak tetap serta dianggap rendah dan hina oleh orang-orang diluar

masyarakat kecil itu yang merupakan suatu masyarakat yang lebih luas. Tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh anggota-anggotanya serta norma-norma yang ada

pada masyarakat gelandangan tersebut dianggap tidak pantas dan tidak dibenarkan

oleh golongan-golongan lainnya dalam masyarakat yang lebih luas yang

mencakup masyarakat kecil itu.53

Berikutnya, khusus untuk kata pengemis lazim digunakan untuk sebutan bagi

orang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal, atau hal lainnya dari

orang yang ditemuinya dengan cara meminta. Berbagai atribut mereka gunakan,

seperti pakaian compang-camping dan lusuh, topi, gelas plastik atau bungkus

permen, atau kotak kecil untuk menempatkan uang yang mereka dapatkan dari

meminta-minta. Mereka menjadikan mengemis sebagai pekerjaan mereka dengan

berbagai macam alasan, seperti kemiskinan dan ketidakberdayaan mereka karena

lapangan kerja yang sempit.54

Gorris Keeraf mencatat bahwa secara historis asal usul kata pengemis tersebut

tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kesunanan Surakarta Hadiningrat dan kebiasaan

53Parsudi Suparlan, 1978, Gambaran Tentang Suatu Masyarakat Gelandangan Yang SudahMenetap, FSUI, h. 1

54Dimas Dwi Irawan, 2013, Pengemis Undercover Rahasia Seputar Kehidupan Pengemis,Titik Media Publisher, Jakarta, h. 1.

Page 59: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

41

orang jawa yang memiliki kecenderungan menamakan sesuatu berdasarkan

kejadian atau waktu-waktu tertentu. Cerita yang berkembang di daerah Kesunanan

Surakarta Hadiningrat tersebut mengisahkan bahwa dahulu pada suatu hari,

penguasa Kerajaan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh seorang raja

bernama Pakubuwono X yang pada masa itu memang dikenal sangat dermawan

serta gemar membagi-bagikan sedekah untuk kaum tak mampu terutama

dilakukan menjelang hari Jumat khususnya pada hari Kamis sore.

Pada hari Kamis tersebut diatas, Raja Pakubuwono keluar dari istananya untuk

melihat-lihat keadaan rakyatnya, dari istana menuju Masjid Agung. Perjalanan

dari gerbang istana menuju Masjid Agung ditempuh dengan berjalan kaki dari

istana menuju Masjid Agung. Perjalanan dari gerbang istana menuju Masjid

Agung ditempuh dengan berjalan kaki yang tentunya melewati alun-alun lor

(alun-alun utara), rupanya di sepanjang jalan rakyatnya berjejer rapi di kanan dan

kiri jalan. Mereka memberikan salam dan menundukkan kepala sebagai tanda

penghormatan kepada pemimpinnya. Pada saat itu sang raja tidak menyia-nyiakan

kesempatan untuk bersedekah dan langsung diberikan kepada rakyatnya. Kegiatan

yang dilakukan sang raja merupakan warisan yang dilakukan oleh pendahulunya

yang juga seorang penguasa. Ternyata kebiasaan tersebut yang dilakukan setiap

kamis tersebut berlangsung terus menerus, dan dalam bahasa Jawa Kamis dibaca

kemis, maka lahirlah sebutan untuk orang yang mengharapkan berkah di hari

Kemis. Istilah ngemis (kata ganti untuk sebutan pengharap berkah di hari Kemis)

Page 60: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

42

dan orang yang melakukannya disebut dengan nama pengemis (pengharap berkah

pada hari Kemis).55

Kata pengemis rupanya telah masuk salah satu kosakata bahasa Indonesia

yang tentunya memiliki kata dasar Kemis (Kamis) bukan emis. Sebutan pengemis

pun lebih sering digunakan daripada kata peminta-minta. Padahal jika diuraikan

dan diambil kata dasarnya kata kemis atau emis tidak dikenal dalam kosakata

bahasa Indonesia kecuali jika ada tambahan awalan pe- sehingga membentuk kata

pengemis. Lain halnya dengan kata peminta-minta yang memiliki kata dasar

minta yang artinya sudah jelas bahkan bisa berdiri sendiri.

2.2 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Penanggulangan Gelandangan

dan Pengemis

Dalam penanggulangan atau penanganan masalah gelandangan dan pengemis

di Indonesia, khususnya yang terjadi pula di Kota Denpasar, maka terdapat

beberapa aturan hukum yang relevan dan dapat dijadikan pedoman/landasan

sebagai berikut:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No.

12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4967);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 39 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia

55Ibid, h. 4.

Page 61: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

43

Tahun 2012 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5294);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1980 No. 51, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 3177);

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

5. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Daerah

Tingkat II Denpasar No. 1 Tahun 1994 Seri D No. 1; Lembaran Daerah Kota

Denpasar No. 4 Tahun 2000).

1. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Menurut Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

ini gelandangan dan pengemis dikategorikan sebagai kelompok masyarakat yang

mengalami disfungsi sosial atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS). Sebagai aturan hukum tentang kesejahteraan sosial di Indonesia, maka

Undang-Undang ini menekankan kegiatan pokok yaitu penyelenggaraan

kesejahteraan sosial bagi masyarakat yaitu yang diprioritaskan kepada mereka

yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki

kriteria masalah sosial: kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan,

keturunan sosial dan penyimpangan pelaku, korban bencana, dan atau korban

tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi (Pasal 2 dan 5 UU RI No. 11 Tahun

2009). Dalam lingkup ini gelandangan dan pengemis jelas sebagai kelompok

Page 62: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

44

masyarakat yang mengalami masalah kemiskinan sehingga kegiatan

penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut haruslah menyentuh gelandangan

dan pengemis.

Dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 ditegaskan

bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:

a. Rehabilitasi sosial yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar

dalam kehidupan masyarakat;

b. Jaminan sosial yaitu skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat

agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak;

c. Pemberdayaan sosial yaitu semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan

warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga

mampu memenuhi kebutuhan dasarnya;

d. Perlindungan sosial yaitu semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan

menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.

Salah satu lingkup kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut diatas

yang relevan dan penting diperhatikan dalam rangka penanggulangan

gelandangan dan pengemis adalah rehabilitasi sosial, apalagi diperuntukkan

kepada gelandangan dan pengemis yang terjaring razia oleh petugas/instansi

terkait sehingga upaya rehabilitasi sosial tersebut nantinya diharapkan dapat

memulihkan dan mengembangkan kemampuan gelandangan dan pengemis yang

mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara

wajar. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang RI No. 11

Page 63: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

45

Tahun 2009 ditegaskan pula bahwa rehabilitasi sosial tersebut dapat dilaksanakan

secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun

panti sosial. Kegiatan rehabilitasi sosial tersebut diberikan dalam bentuk:

a. Motivasi dan diagnosis psikososial;

b. Perawatan dan pengasuhan;

c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

d. Bimbingan mental spiritual;

e. Bimbingan fisik;

f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g. Pelayanan aksesibilitas;

h. Bantuan dan asistensi sosial;

i. Bimbingan resosianlisasi;

j. Bimbingan lanjut; dan atau

k. Rujukan.

2. Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial

Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial adalah merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang

RI No. 11 Tahun 2009 yang mana dalam ketentuan Pasal 6 huruf (e) dan (f)

Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tersebut ditegaskan bahwa terhadap

gelandangan dan pengemis patut mendapatkan rehabilitasi sosial dalam rangka

kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia.

Rehabilitasi sosial ini ditujukan untuk mengembalikan keberfungsian secara fisik,

Page 64: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

46

mental, dan sosial, serta memberikan dan meningkatkan keterampilan bagi

gelandangan pengemis.

Dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tersebut

ditegaskan pula bahwa rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasif,

motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

Rehabilitasi sosial yang dilakukan secara persuasif adalah berupa ajakan, anjuran,

dan bujukan dengan maksud untuk meyakinkan seseorang agar bersedia

direhabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial secara motivatif adalah berupa dorongan,

pemberian semangat, pujian, dan atau penghargaan agar seseorang tergerak secara

sadar untuk direhabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial secara koersif adalah berupa

tindakan pemaksaan terhadap seseorang dalam proses rehabilitasi sosial.

Berikutnya, dalam ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012

dijelaskan bahwa kegiatan rehabilitasi sosial tersebut dapat diberikan dalam

bentuk: motivasi dan diagnosis psikosional; perawatan dan pengasuhan; pelatihan

vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan

fisik; bimbingan sosial dan konseling psikosional; pelayanan aksesibilitas;

bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut; dan atau

rujukan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tersebut diatas,

maka kegiatan rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada gelandangan dan

pengemis dapat diupayakan melalui upaya-upaya anjuran maupun ajakan sampai

yang sifatnya dipaksakan agar gelandangan dan pengemis tersebut bersedia

melakukan rehabilitasi sosial. Melalui kegiatan rehabilitasi sosial tentu diharapkan

Page 65: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

47

gelandangan dan pengemis dapat segera melaksanakan fungsi sosialnya secara

wajar dan tidak mengulangi kegiatan menggelandang dan mengemis tersebut.

3. Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis

Pasal 58 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

menegaskan bahwa peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3039) yang ada pada saat diundangkannya UU No. 11

Tahun 2009 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti

berdasarkan Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 ini. Berdasarkan ketentuan

pasal ini, maka Peraturan Pemerintah RI No. 31 tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis tetap berlaku dan dapat dijadikan

dasar atau pedoman dalam rangka penanggulangan atau penanganan masalah

gelandangan dan pengemis karena belum diganti dan tidak bertentangan dengan

Undang-Undang RI No. 11 tahun 2009 tersebut diatas.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980, gelandangan dan

pengemis tersebut tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, karena itu perlu diadakan

usaha-usaha penanggulangan yaitu dilakukan dengan upaya preventif, represif dan

rehabilitasi.

a. Upaya preventif adalah usaha secara terorganisir yang dimaksudkan untuk

mencegah timbulnya gelandangan dan pengemis di dalam masyarakat, yang

Page 66: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

48

ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang

diperkirakan menjadi sumber timbulnya gelandangan dan pengemis, yang

mana berdasarkan Pasal 6 upaya tersebut meliputi: penyuluhan dan bimbingan

sosial, latihan, pendidikan, pemberian bantuan, perluasan kesempatan kerja,

pemukiman lokal, peningkatan derajat kesehatan, pengawasan serta

pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan

pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya:

- Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga

terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;

- Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan

di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan

pada umumnya;

- Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan

pengemis yang telah direhabilitasi dan telah ditransmigrasikan ke daerah

pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.

b. Upaya represif adalah usaha-usaha yang terorganisir yang dimaksudkan untuk

mengurangi dan/atau meniadakan gelandangan dan pengemis yang ditujukan

baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan

pergelandangan dan pengemisan. Dalam Pasal 9 diuraikan mengenai upaya

represif tersebut meliputi: razia, penampungan sementara untuk diseleksi, dan

pelimpahan.

Dalam ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980

diuraikan bahwa gelandangan dan pengemis yang terkena razia ditampung

Page 67: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

49

dalam penampungan sementara untuk diseleksi. Seleksi dimaksudkan untuk

menetapkan kualifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar

untuk menetapkan tindakan selanjutnya yang terdiri dari:

- Dilepaskan dengan syarat;

- Dimasukkan dalam Panti Sosial;

- Dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya;

- Diserahkan ke Pengadilan;

- Diberikan pelayanan kesehatan.

c. Upaya rehabilitasi adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha

penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, sehingga

dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki

kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai

Warga Negara Republik Indonesia. Upaya rehabilitatif ini dilaksanakan

melalui Panti Sosial.

Usaha penampungan tersebut diatas ditujukan untuk meneliti/menyeleksi

gelandangan dan pengemis yang dimaksukkan dalam Panti Sosial. Seleksi

dimaksud bertujuan untuk menentukan kualifikasi pelayanan sosial yang akan

diberikan. Selanjutnya, usaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap

mental gelandangan dan pengemis dari keadaan yang non produktif menjadi

keadaan yang produktif. Dalam melaksanakan usaha penyantunan tersebut

diatas para gelandangan dan pengemis diberikan bimbingan, pendidikan dan

latihan baik fisik, mental maupun sosial serta keterampilan kerja sesuai

dengan bakat dan kemampuannya. Berikutnya adalah usaha-usaha tindak

Page 68: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

50

lanjut yang bertujuan agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan dan

pengemis. Usaha tindak lanjut tersebut diatas dilakukan dengan:

- Meningkatkan kesadaran berswadaya;

- Memelihara, menetapkan dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi;

- Menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat.

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Bahwa disamping upaya-upaya penanggulangan sebagaimana ditegaskan UU

No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Pemerintah RI No.

39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dan Peraturan

Pemerintah No. 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan

Pengemis tersebut diatas, maka dalam rangka penanggulangan atau penanganan

masalah gelandangan dan pengemis juga dapat diterapkan upaya-upaya

penanggulangan melalui penerapan hukum pidana (upaya penal) yaitu berupa

pemberian sanksi pidana terhadap gelandangan dan pengemis.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana

dibedakan menjadi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran.

Tindak pidana kejahatan dirumuskan dalam buku kedua KUHP, dan tindak pidana

pelanggaran dirumuskan dalam buku ketiga KUHP.

Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai

kriteria perbedaan tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, yaitu

pandangan yang bersifat kualitatif dan pandangan yang bersifat kuantitatif.56

56Wirjono Prodjodikoro, 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco,Bandung, h. 26.

Page 69: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

51

1. Pandangan yang bersifat kualitatif menyatakan bahwa:

Kejahatan adalah rechtsdelict yaitu perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Undang-

undang atau tidak, jika benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai

bertentangan dengan keadilan, misalnya: pembunuhan, pencurian.

Pelanggaran adalah wetsdelict yaitu perbuatan yang oleh umum baru disadari

sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang menyebutkan sebagai

tindak pidana, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan

hukuman pidana.

2. Pandangan yang bersifat kuantitatif, yaitu hanya meletakkan kriteria pada

perbedaan yang dilihat dari segi kriminologi, ialah pelanggaran itu lebih

ringan dari pada kejahatan.

Larangan untuk mengemis atau menggelandang diatur secara jelas dalam

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Kegiatan pergelandangan dan

pengemisan tersebut dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yaitu sebagai

pelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 504 dan 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana).

Pasal 504 KUHP menegaskan sebagai berikut:

1. Barang siapa mengemis ditempat umum, diancam, karena melakukan

pengemisan, dengan pidana kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di atas

enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan.

Page 70: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

52

Selanjutnya, ketentuan Pasal 505 KUHP menegaskan sebagai berikut:

1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencaharian, diancam, karena melakukan

pergelandangan, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan;

2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di

atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam

bulan.

Ketentuan KUHP tersebut diatas menegaskan kegiatan pergelandangan dan

pengemisan yang dapat dikenakan sanksi pidana adalah hanya pergelandangan

dan pengemisan yang dilakukan di tempat-tempat umum yang mana dapat

menimbulkan gangguan ketertiban umum. Ini berarti tidak semua gelandangan

dan pengemis dapat dikenakan sanksi pidana, melainkan hanya gelandangan dan

pengemis yang terbukti atau tertangkap basah melakukan kegiatan

menggelandang dan mengemis di tempat-tempat umum.

5. Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

Khusus untuk wilayah Kota Denpasar, larangan dan saksi pidana bagi

kegiatan pergelandangan dan pengemisan tersebut juga diatur di dalam Pasal 35

ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993

jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum yang

menegaskan sebagai berikut:

- Pasal 35 ayat (4): “Dilarang melakukan usaha/kegiatan meminta-

minta/mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis”;

Page 71: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

53

- Pasal 37 ayat (1): “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal-pasal dari Bab II sampai dengan Bab X, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah)”.

Ini berarti kegiatan mengemis dan menggelandang khususnya di wilayah Kota

Denpasar tersebut menurut hukum adalah dilarang dan merupakan suatu tindak

pidana yang patut dihukum. Sanksi pidana secara umum untuk kegiatan

pergelandangan dan pengemisan diatur dalam KUHP, namun Pemerintah Daerah

Kota Denpasar melalui Peraturan Daerah (Perda) dapat pula menetapkan

peraturan soal larangan tersebut. Sama halnya dengan sanksi pidana bagi

gelandangan dan pengemis yang diatur KUHP, kegiatan pergelandangan dan

pengemisan di wilayah Kota Denpasar yang dapat dikenakan sanksi pidana adalah

hanya pergelandangan dan pengemisan yang dilakukan di tempat-tempat umum.

Bertitik tolak dari uraian-uraian mengenai Peraturan Perundang-undangan

terkait penanggulangan gelandangan dan pengemis tersebut diatas, maka dapat

dilihat bahwa secara garis besar ada 2 (dua) cara/upaya yang dapat dilakukan

dalam rangka menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis tersebut

yaitu melalui cara penal (hukum pidana) dan cara non-penal (bukan/diluar hukum

pidana). Upaya-upaya penanggulangan melalui cara non-penal tersebut dapat kita

lihat dalam ketentuan UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,

Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial, dan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis yang menegaskan adanya upaya-

Page 72: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

54

upaya penanggulangan berupa preventif, persuasif, dan rehabilitasi. Berikutnya,

cara penal yaitu upaya penanggulangan yang sifatnya represif berupa penerapan

sanksi pidana terhadap gelandangan dan pengemis sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan khusus di wilayah Kota Denpasar diatur

dalam Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No.

15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gelandangan dan Pengemis di

Indonesia

Gelandangan dan pengemis disebut sebagai salah satu penyakit sosial atau

penyakit masyarakat (patologi sosial). Segala bentuk tingkah laku dan gejala-

gejala sosial yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat

istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku

umum dikategorikan sebagai penyakit sosial atau penyakit masyarakat.57

Gelandangan dan pengemis hidup dengan serba keterbatasan, cenderung

bergantung pada belas kasihan atau pemberian orang lain, berkeliaran di tempat-

tempat umum seperti pasar, terminal, stasiun, traffic light, dan perempatan jalan,

yang mana keberadaannya dalam kehidupan masyarakat dirasa sangatlah

mengganggu dan meresahkan.

Pada dasarnya melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis tersebut

tidaklah mudah. Sepanjang hari para gelandangan dan pengemis harus berjalan

menelusuri sudut-sudut kota dan keramaian, berdiri dibawah panas sinar matahari,

57Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja, Ed. 1, Cet. 5, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 4.

Page 73: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

55

kehujanan ataupun bersentuhan langsung dengan lingkungan yang kotor.

Terkadang mereka juga harus mempertaruhkan nyawa ketika menggelandang dan

mengemis di jalanan yang ramai bahkan yang paling berat adalah menghilangkan

rasa malu atau menjatuhkan harga diri sendiri dengan menggelandang dan

mengemis karena kegiatan tersebut selama ini dianggap masyarakat sebagai

kegiatan yang memalukan dan tidak memiliki harga diri bagi yang

melakukannya.58

Dalam perkembangan masyarakat Indonesia, kegiatan menggelandang dan

mengemis ini ternyata masih menjadi primadona tersendiri bagi orang-orang yang

malas apalagi bagi orang-orang yang tinggal di desa dan berencana mengadu

nasib ke kota tanpa dibekali dengan keterampilan ataupun kemampuan yang

cukup. Hal tersebut membuktikan bahwa menggelandang dan mengemis tersebut

tidaklah mudah dan memerlukan kemampuan serta jiwa yang berani untuk

menggelandang dan mengemis, akan tetapi bagi sebagian orang yang tidak

memiliki rasa malu, maka kegiatan menggelandang dan mengemis merupakan hal

yang mudah dan paling enak untuk dijalani.

Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan

seseorang menjadi gelandangan dan pengemis, yaitu:

1. Tingginya tingkat kemiskinan yang menyebabkan seseorang tidak mampu

memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum

sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga

secara layak.

58Feni Sudilarsih, 2012, Kisah Suksesnya Seorang Pengemis, Penerbit Sabil, Jakarta, h. 9.

Page 74: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

56

2. Rendahnya tingkat pendidikan dapat menjadi kendala seseorang untuk

memperoleh pekerjaan yang layak.

3. Kurangnya keterampilan kerja menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi

tuntutan pasar kerja.

4. Faktor sosial budaya, hal ini didukung oleh lingkungan sekitar dan para

pemberi sedekah. Terdapat beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi

seseorang menjadi gelandangan dan pengemis, yaitu:

a. Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak

dimilikinya rasa malu untuk meminta-minta.

b. Sikap pasrah pada nasib, menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi

mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak

ada kemauan untuk melakukan perubahan.

c. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang, ada kenikmatan

tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup

menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh aturan atau

norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis

menjadi salah satu mata pencaharian.59

Uraian diatas menunjukkan adanya beberapa faktor sosial budaya yang juga

menjadi penyebab munculnya gelandangan dan pengemis dalam kehidupan

masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Artidjo Alkostar dalam penelitiannya tentang kehidupan

gelandangan menguraikan bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis dapat

59Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, Op.cit, h 7-8.

Page 75: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

57

dibedakan menjadi dua faktor penyebab yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi sifat-sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak

kuat, adanya cacat fisik ataupun cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi

faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak

geografis.60

Berikutnya, menurut Dimas Dwi Irawan ada beberapa faktor yang

menyebabkan orang-orang melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis

tersebut yaitu merantau dengan modal nekad, malas berusaha, disabilitas

fisik/cacat fisik, tidak adanya lapangan kerja, tradisi yang turun temurun,

mengemis daripada menganggu, harga kebutuhan pokok yang mahal, kemiskinan

dan terlilit masalah ekonomi yang akut, ikut-ikutan saja, disuruh orang tua, dan

menjadi korban penipuan.61

1. Merantau dengan modal nekad

Dari gelandangan dan pengemis yang berkeliaran dalam kehidupan

masyarakat khususnya di kota-kota besar, banyak dari mereka yang

merupakan orang desa yang ingin sukses di kota tanpa memiliki kemampuan

ataupun modal yang kuat. Sesampainya di kota, mereka mencoba dan

berusaha meskipun hanya dengan kenekatan untuk bertahan menghadapi

kerasnya hidup di kota. Belum terlatihnya mental ataupun kemampuan yang

terbatas, modal nekad, dan tidak adanya jaminan tempat tinggal membuat ia

tidak bisa berbuat apa-apa di kota sehingga mereka memilih untuk menjadi

gelandangan dan pengemis;

60Artidjo Alkotsar, 1984, Advokasi Anak Jalanan, Rajawali, Jakarta, h. 14.

61Dimas Dwi Irawan, Op.cit, h. 6.

Page 76: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

58

2. Malas berusaha

Perilaku dan kebiasaan meminta-minta agar mendapatkan uang tanpa susah

payah cenderung membuat sebagian masyarakat menjadi malas dan ingin

enaknya saja tanpa berusaha terlebih dahulu;

3. Disabilitas fisik/cacat fisik

Adanya keterbatasan kemampuan fisik dapat juga mendorong seseorang untuk

memilih menjadi gelandangan dan pengemis dibanding bekerja. Sulitnya

lapangan kerja dan kesempatan bagi penyandang cacat fisik untuk

mendapatkan pekerjaan yang layak membuat mereka pasrah dan bertahan

hidup dengan cara menjadi gelandangan dan pengemis;

4. Tidak adanya lapangan kerja

Akibat sulit mencari kerja, apalagi yang tidak bersekolah atau memiliki

keterbatasan kemampuan akademis akhirnya membuat langkah mereka

seringkali salah yaitu menjadikan meminta-minta sebagai satu-satunya

pekerjaan yang bisa dilakukan;

5. Tradisi yang turun temurun

Mengemis dan menggelandang merupakan sebuah tradisi yang sudah ada dari

zaman kerajaan dahulu bahkan berlangsung turun temurun kepada anak

cucunya;

6. Mengemis daripada menganggur

Akibat kondisi kehidupan yang serba sulit dan didukung oleh keadaan yang

sulit untuk mendapatkan pekerjaan menbuat beberapa orang mempuyai mental

Page 77: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

59

dan pemikiran daripada menggangur maka lebih baik mengemis dan

menggelandang;

7. Harga kebutuhan pokok yang mahal

Bagi sebagian orang, dalam menghadapi tingginya harga kebutuhan pokok

dan memenuhi kebutuhannya adalah dengan giat nekerja tanpa

mengesampingkan harga diri, namun ada sebagian yang lainnya lebih

memutuskan untuk mengemis karena berpikir tidak ada cara lagi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya;

8. Kemiskinan dan terlilit masalah ekonomi yang akut

Kebanyakan gelandangan dan pengemis adalah orang tidak mampu yang tidak

berdaya dalam menghadapi masalah ekonomi yang berkelanjutan.

Permasalahan ekonomi yang sudah akut mengakibatkan orang-orang hidup

dalam krisis ekonomi dihidupnya sehingga menjadi gelandangan dan

pengemis adalah sebagai jalan bagi mereka untuk bertahan hidup;

9. Ikut-ikutan saja

Kehadiran pendatang baru sebagai gelandangan dan pengemis sangat sulit

dihindari, apalagi didukung oleh adanya pemberitaan tentang pengemis dan

gelandangan yang begitu mudahnya mendapatkan uang di kota yang akhirnya

membuat mereka yang melihat fenomena tersebut ikut-ikutan dan mengikuti

jejak teman-temannya yang sudah lebih dahulu menjadi gelandangan dan

pengemis;

Page 78: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

60

10. Disuruh orang tua

Biasanya alasan seperti ini ditemukan pada pengemis yang masih anak-anak.

Mereka bekerja karena diperintahkan oleh orang tuanya dan dalam kasus

seperti inilah terjadi eksploitasi anak;

11. Menjadi korban penipuan

Penyebab seseorang menjadi gelandangan dan pengemis tidak tertutup

kemungkinan dapat disebabkan oleh karena kondisi mereka yang menjadi

korban penipuan. Hal ini biasanya dapat terjadi di kota besar yang memang

rentan terhadap tindak kejahatan apalagi bagi pendatang baru yang baru

sampai di kota. Pendatang baru ini sering mengalami penipuan seperti yang

disebabkan oleh hipnotis dan obat bius. Peristiwa seperti itu dapat membuat

trauma bagi yang mengalaminya dan akibat tidak adanya pilihan lain akhirnya

mereka pun memutuskan untuk menjadi peminta-minta untuk bisa pulang atau

bertahan hidup di kota.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor penyebab tersebut diatas, maka tidak

dapat dipungkiri bahwa faktor kemiskinan adalah menjadi faktor yang dominan

menyebabkan munculnya gelandangan dan pengemis dalam kehidupan

masyarakat Indonesia.

Tidak hanya di Indonesia, fenomena gelandangan dan pengemis ini juga

terjadi dan dapat ditemukan di luar negeri. Terdapat banyak faktor penyebab

timbulnya permasalahan gelandangan dan pengemis tersebut. Sama halnya

dengan di Indonesia, faktor kemiskinan ini ternyata juga menjadi penyebab utama

Page 79: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

61

munculnya fenomena gelandangan dan pengemis di negara-negara maju seperti

Amerika Serikat.

Faktor kemiskinan tersebut diatas yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor

politik dan sosial dapat menyebabkan munculnya permasalahan gelandangan dan

pengemis di kalangan masyarakat Amerika Serikat. Seperti yang dikemukakan

oleh Judith Goode dan Jeff Maskovsky sebagai berikut: “People become homeless

for a variety of reasons. Homelessness is primarily an economic problem, and is

also affected by a number of social and political factors”62 (terjemahan peneliti:

Masyarakat menjadi tunawisma karena beragam alasan. Alasan utama adalah

kesulitan ekonomi, yang bisa juga dipengaruhi berbagai permasalahan politik dan

sosial).

Disamping itu, faktor kemiskinan yang disebabkan oleh menurunnya kondisi

dunia industri di Amerika Serikat juga dapat mempengaruhi perkembangan

gelandangan dan pengemis di Amerika Serikat. Vincent Lyon-Callo

mengemukakan adanya korelasi hal tersebut sebagai berikut “Poverty caused by

the bad situation of industry in United States has a high potentiality to increase

homelessness in United States”63 (terjemahan peneliti: faktor kemiskinan yang

disebabkan oleh situasi dunia industri di Amerika Serikat yang terpuruk

berpotensi besar menyebabkan meningkatnya tunawisma di Amerika Serikat).

62Judith Goode and Jeff Maskovsky, 2007, The New Poverty Studies: The Ethnography ofPower, Polities and impoverished People in The United States, New York University Press, NewYork, page 210.

63Vincent Lyon-Callo, 2004, Inequality, Poverty, and Neoliberal Governance: ActivistEthnography in the Homeless Sheltering Industry, University of Toronto Press, Ontario-Canada,page 2-3.

Page 80: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

62

Perhatian tentang permasalahan gelandangan dan pengemis secara umum

dapat dilihat pula dari pendapat atau pandangan yang disampaikan oleh Teresa

Gowan yang pada pokoknya menegaskan:

There are many different causes of homelessness. Poverty and the inability toafford adequate housing are central to the causes of homelessness. Thesecircumstances may result from a number of different experiences, includinglong-term or short-term unemployment, debt and other financial pressures,and housing market pressures, such as rising rental and house prices and thelack of public housing. Financial difficulty is often accompanied by otherpersonal or family problems, such as family breakdown, domestic violence,poor physical and mental health, substance and other addictions. The inabilityto cope with combinations of these problems can push individuals and familieseven closer to the edge.64

(terjemahan peneliti: Terdapat banyak sekali penyebab adanya tunawisma.Salah satu penyebab utamanya adalah kemiskinan dan ketidakmampuanmasyarakat untuk membeli tempat tinggal yang layak. Keadaan ini disebabkanoleh banyak hal, antara lain penggangguran dalam jangka waktu pendek danpanjang, hutang dan tekanan finansial yang lain, tekanan dari pasar perumahanseperti biaya sewa dan harga rumah yang terus meninggi dan sedikitnyajumlah rumah susun atau rumah untuk publik lain yang bisa disewa.Kesulitan finansial seringkali disertai oleh masalah peribadi dan keluarga,seperti kehancuran rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga, kesehatanjiwa dan raga yang buruk, ketergantungan atau kecanduan zat-zat adiktif.Ketidakmampuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut akanmenyebabkan orang-orang dan keluarga-keluarga semakin terpuruk danrumah tangga mereka mendekati kehancuran)

Selanjutnya, Zimmerman, Larry J. dan Jessica Welch menguraikan pendapatnya

sebagai berikut: “Homelessness affects a wide range of people from different

regions, of different ages and different cultural backgrounds. Some groups,

however, are particularly at risk of becoming homeless”65 (terjemahan peneliti:

Masyarakat dari daerah-daerah yang berbeda-beda, dengan usia dan latar belakang

64Teresa Gowan, 2010, Hobos, Hustlers, and Backsliders: Homeless In San Francisco,University Minnesota Press, Minneapolis, page 18.

65Zimmerman, Larry J. and Jessica Welch, 2011, Displaced and Barely Visible: Archaeologyand Material Culture of Homelessness, Historical Archaeologies of Engagement, Representation,and Identity: Vol. 45. No. 1, New York, page. 67.

Page 81: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

63

budaya berbeda bisa saja menjadi tunawisma. Beberapa kelompok masyarakat

bahkan sangat beresiko menjadi tunawisma).

Secara garis besar gelandangan dan pengemis tersebut terbagi menjadi dua

tipe yaitu gelandangan pengemis miskin materi dan gelandangan pengemis miskin

mental. Gepeng yang miskin materi adalah mereka yang tidak mempunyai uang

atau harta sehingga memutuskan untuk melakukan kegiatan menggelandang dan

mengemis. Berbeda jauh dengan gepeng miskin materi, dalam hal ini gepeng

miskin mental masih mungkin memiliki harta benda namun mental yang dimiliki

membuat atau mendorong mereka menggelandang dan mengemis. Maksud dari

mental disini adalah mental malas untuk melakukan sesuatu. Malas adalah sebuah

sikap dan sifat apabila lama dipendam dan diikuti akan mempengaruhi mental,

karena terbiasa malas atau mendapat kemudahan secara instan membuat

seseorang bermental seperti ini.66

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga membagi tipe atau kategori

gelandangan dan pengemis tersebut menjadi dua kelompok utama yaitu primer

dan sekunder sebagaimana dikemukakan oleh P. Lynch sebagai berikut:

The United Nations identifies homeless people under two broad groups:- Primary homelessness (or rooflessness). This category includes persons

living in the streets without a shelter that would fall within the scope ofliving quarters;

- Secondary homelessness. This category may include persons with no placeof usual residence who move frequently between various types ofaccommodations (including dwellings, shelters and institutions for thehomeless or other living quarters).This category includes persons living inprivate dwellings but reporting ‘no usual address’ on their census form.67

66Engkus Kuswarno, Op.cit, h. 91.

67P. Lynch, 2004, Begging for Change: Homelessness and the Law, Melbourne University LawReview: Vol 26, Melbourne, page 694.

Page 82: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

64

(terjemahan peneliti: Perserikatan Bangsa Bangsa/PBB mengidentifikasi tunawisma dalam dua kelompok utama:- Tuna wisma primer: yang termasuk dalam kategori ini adalah orang-orang

yang hidup di jalanan tanpa memiliki tempat penampungan atau tempatlain yang bisa ditinggali;

- Tuna wisma sekunder: yang termasuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap namun secaraberkelanjutan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat ke tempat yanglain (bisa berupa penampungan tuna wisma atau tempat lain yangtergolong tempat yang bisa ditinggali). Kategori ini juga mencakup orangyang tinggal di tempat tinggal sendiri namun tidak memiliki tempat tinggaltetap yang tertulis dalam form sensus.)

Uraian-uraian diatas jelas menunjukkan adanya hubungan erat antara

permasalahan gelandangan dan pengemis dengan faktor kemiskinan karenanya hal

tersebut tentu harus menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk melakukan

upaya-upaya peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat agar dapat menekan laju

perkembangan gelandangan dan pengemis tersebut di Indonesia. Kemiskinan di

Indonesia telah terjadi sejak dahulu dan terus mewarnai kehidupan masyarakat

Indonesia sampai dengan sekarang.

Secara historis masalah kemiskinan di Indonesia telah berlangsung sejak

zaman kerajaan-kerajaan, kemudian berlanjut semakin kompleks pada masa

penjajahan kolonial Belanda yang mana politik tanam paksa dan eksploitasi

komoditas perkebunan, pertanian telah menimbulkan penurunan

kemakmuran/kesejahteraan rakyat. Kebijakan ini telah menjadikan masyarakat

dipekerjakan secara paksa (kerja rodi) bahkan penangkapan masyarakat yang

melawan terhadap kebijakan yang ditetapkan pemerintah Hindia Belanda untuk

dijadikan pekerja. Pada masa inilah Indonesia mengalami kemiskinan bukan

sekedar sebagai gejala nasional, tetapi sudah terintegrasi ke dalam sistem dunia

yang sedang bergerak cepat, yakni kapitalisme yang diikuti kolonialisme dan

Page 83: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

65

imperialisme. Kemiskinan di sekitar perkebunan tersebut bukan sekedar

manifestasi lebih lanjut dari lapisan dan formasi sosial yang tidak adil, melainkan

juga akibat kebijakan penjajah Belanda yang dipengaruhi oleh sistem kapitalisme

global yang sedang ganas-ganasnya berkembang.68

Menurut para ahli, kemiskinan tidaklah semata-mata diartikan sebagai

kekurangan secara ekonomi saja. Kemiskinan juga dianggap meliputi aspek-aspek

non-ekonomi, seperti kesehatan, keamanan/kerentanan, penghargaan

diri/identitas, keadilan, akses terhadap layanan masyarakat, hak suara secara

politik, kebebasan, hubungan sosial dan lain sebagainya.69

Terdapat banyak orang dan organisasi yang memandang kemiskinan

berdasarkan ukuran-ukuran ekonomi, seperti yang ditegaskan oleh Bank Dunia

sebagai berikut “Poverty as lack of prosperity that is conspicuous”70 (terjemahan

peneliti: kemiskinan adalah kekurangan kesejahteraan yang mencolok). Menurut

J. Haughton dan S. Khandker pandangan seperti tersebut diatas adalah sangat

konvensional, hal itu dapat dilihat dari pendapat mereka yang menegaskan

“Conventional view is essentially connecting welfare with the ability to have

something. Therefore, the poor are definied as those who do not have enough

68Soetandyo Wignjosoebroto, 1995, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional (DinamikaSosial-Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,h. 5.

69Scott Todd, 2010, Kemiskinan Seri Filosofi Pelayanan Compassion, CompassionInternational, Jakarta, h. 10.

70The World Bank, 2004, Voice of the poor: Can anyone hear us?, Oxford University Press,New York, page 32.

Page 84: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

66

income to be in possession of something”71 (terjemahan peneliti: Pandangan

konvensional pada dasarnya menghubungkan kesejahteraan dengan kemampuan

untuk memiliki sesuatu. Oleh sebab itu, orang miskin diartikan sebagai mereka

yang tidak memiliki cukup pendapatan untuk dapat memiliki sesuatu).

Pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab munculkan gelandangan dan

pengemis di masyarakat seperti faktor kemiskinan tersebut diatas adalah sangat

penting dalam rangka upaya penanggulangan terhadap gelandangan dan pengemis

di Indonesia khususnya di kota-kota besar. Pemikiran tersebut sangat sejalan

dengan apa yang ditegaskan oleh ilmu Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek dan salah satu obyek kajiannya

adalah tentang faktor-faktor yang menjadi sebab musabab terjadinya kejahatan

ataupun perbuatan yang menyimpang.

Menurut Edwin H. Sutherland, “Criminology is the body of knowledge

regarding crime and delinquency as social phenomena. It includes within its

scope the processes of making laws, breaking laws, and reacting to the breaking

of laws”72 (terjemahan peneliti: Kriminologi adalah keseluruhan ilmu

pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan

mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas

pelanggaran hukum). Sebagaimana yang telah peneliti uraikan sebelumnya bahwa

kegiatan menggelandang dan mengemis tersebut adalah merupakan tindak pidana

71J. Haughton and S. Khandker, 2009, Handbook on Poverty and Inequality, The World Bank,Washington, D.C., page 12.

72Edwin H. Sutherland, Donald Ray Cressey and David F. Luckenbill, 1992, Principles ofCriminology, Eleventh Edition, Rowman & Littlefield Publishers, Boston, United States ofAmerica, page 3.

Page 85: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

67

atau pelanggaran hukum atau perbuatan yang menyimpang karenanya dengan

mengetahui apa yang menjadi faktor-faktor penyebab munculkan gelandangan

dan pengemis di masyarakat, maka tentu akan dapat dilakukan upaya-upaya

penanggulangan yang lebih tepat dan terarah.

2.4 Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari rasa takut

terhadap gangguan tindak pidana atau kejahatan, maka untuk itu sangat

diperlukan adanya upaya-upaya penanggulangan dari pemerintah dan aparat

penegak hukum terkait. Upaya penanggulangan tindak pidana adalah masuk

dalam lingkup kebijakan kriminal (penal policy/criminal policy) yaitu suatu usaha

untuk menanggulangi tindak pidana atau kejahatan melalui penegakan hukum

pidana yang rasional. Secara garis besar, upaya penanggulangan tindak pidana

atau kejahatan ataupun pelanggaran hukum di masyarakat tersebut dapat ditempuh

melalui 2 (dua) cara yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non-

penal (bukan/diluar hukum pidana).73

Agar supaya penanggulangan tindak pidana di masyarakat dapat berlangsung

dengan lebih efektif dan maksimal, maka sangat diperlukan adanya keseimbangan

penerapan upaya melalui jalur penal maupun non-penal tersebut. Upaya

penanggulangan dengan menggunakan jalur penal ini lebih menitikberatkan pada

sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi,

sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif

73Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra AdityaBakti, Badung (selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief II), h. 42.

Page 86: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

68

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.74 Upaya-

upaya tersebut diatas tentu dapat diterapkan pula dalam rangka penanggulangan

masalah tindak pidana pergelandangan dan pengemisan di masyarakat Indonesia,

termasuk yang terjadi di Kota Denpasar.

Berikutnya, G.P. Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup upaya

penanggulangan kejahatan (criminal policy) tersebut sebagai berikut:

a. penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan;

c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat media massa (influencing view society on crime and punishment by

mass media).75

Ruang lingkup kebijakan kriminal diatas menegaskan bahwa penerapan hukum

pidana (criminal law application) adalah merupakan salah satu upaya yang dapat

dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana atau kejahatan. Penerapan hukum

pidana ini merupakan bentuk implementasi upaya penanggulangan melalui jalur

penal (hukum pidana) dan pada proses inilah berlangsung penegakan hukum

pidana in concreto di masyarakat.

Upaya penegakan hukum pidana yang dapat berupa pemberian hukuman atau

sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana atau kejahatan tersebut diatas

ternyata perlu ditunjang atau didukung pula oleh upaya-upaya yang sifatnya

preventif/pencegahan dalam rangka menanggulangi tindak pidana atau kejahatan

74Mohammad Kemal Dermawan, 1994, Strategi Pencegahan Kejahatan, PT. Citra AdityaBakti, Bandung, h. 7.

75Barda Nawawi Arief II, Op.cit, h. 41.

Page 87: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

69

tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat dapat terhindar dari

merajalelanya kejahatan atau sekurang-kurangnya dapat membatasi

perkembangan kejahatan. Menurut Sutherland, bahwasanya usaha

penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus meliputi reformasi bagi

perbaikan narapidana dan pencegahan terhadap kejahatan yang pertama kali akan

dilakukan seseorang (pencegahan adanya penjahat baru).76

Selanjutnya menurut Kaiser, strategi pencegahan kejahatan adalah suatu usaha

yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk

memperkecil lingkup dari kekerasan suatu pelanggaran, baik melalui pengurangan

kesempatan-kesempatan untuk melakukan kejahatan, ataupun melalui usaha-

usaha pemberian pengaruh-pengaruh kepada orang-orang yang secara potensial

dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum. Terdapat pembagian

strategi pencegahan kejahatan menurut Kaiser yaitu meliputi:

1. Pencegahan primer, merupakan strategi pencegahan kejahatan melalui bidang

sosial, ekonomi, dan bidang-bidang lain dari kebijakan umum sebagai usaha

mempengaruhi faktor-faktor kriminogen. Tujuan pencegahan primer yaitu

untuk menciptakan kondisi sosial yang baik bagi setiap anggota masyarakat

sehingga masyarakat merasa aman dan tentram;

2. Pencegahan sekunder, hal yang mendasar dari pencegahan sekunder dapat

ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya. Sasaran dari

kejahatan ini ialah orang-orang yang sangat mungkin melakukan pelanggaran;

76Soedjono Dirdjosiswono, 1970, Konsepsi Kriminologi Dalam Usaha PenanggulanganKedjahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung, h. 55.

Page 88: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

70

3. Pencegahan tersier, yaitu memberikan perhatian pada pencegahan terhadap

residivisme, dengan orientasi pada pembinaan. Sasaran utamanya ialah pada

orang-orang yang telah melanggar hukum.77

Soedjono Dirdjosiswono juga mengemukakan pendapatnya mengenai upaya

penanggulangan tindak pidana atau kejahatan tersebut yaitu dapat dilakukan

dengan cara:

1. Cara moralistik, dilaksanakan dengan penyebar luaskan ajaran-ajaranagama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lainyang dapat mengekang nafsu untuk berbuat kejahatan;

2. Cara abolionistik, berusaha memberantas; menanggulangi kejahatandengan memberantas sebab-musababnya umpamanya kita ketahui bahwafaktor tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu faktorpenyebab kejahatan maka usaha mencapai kesejahteraan untukmengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi merupakanCara Abolisionistik.78

Kedua cara diatas juga dapat dijadikan acuan dan diterapkan oleh pemerintah dan

aparat penegak hukum secara langsung apabila tingkat kriminalitas atau

pelanggaran hukum di masyarakat tinggi.

77Mohammad Kemal Dermawan, Op.cit., h. 12.

78Soedjono Dirdjosiswono, Op.cit, h. 15.

Page 89: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

71

BAB III

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA DENPASAR

3.1 Sekilas Profil Kota Denpasar

Kota Denpasar dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1992

tentang Pembentukan Kota Denpasar. Kota Denpasar terletak di tengah-tengah

dari Pulau Bali, selain merupakan Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan

Ibukota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan dan

perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik

dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik sentral

berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten

lainnya. Secara geografis Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49'

lintang selatan dan 115° 10" 23'-115° 16" 27' Bujur timur, yang berbatasan

dengan:

Utara : Kabupaten Badung;

Timur : Kabupaten Gianyar;

Selatan: Selat Badung; dan

Barat : Kabupaten Badung.79

Luas wilayah Kota Denpasar adalah 127,98 km2 atau 127,98 Ha yang mana

merupakan 2,27 persen dari seluruh luas daratan Propinsi Bali yaitu seluruhnya

5.632,86 Km2. Terdiri dari 4 (empat) wilayah kecamatan diantaranya Kecamatan

79Pemerintah Kota Denpasar, 2014, Selayang Pandang Kota Denpasar,http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang pandang/5/Denpasar-Sekilas, Diakses tanggal06 Januari 2015.

71

Page 90: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

72

Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan,

Kecamatan Denpasar Utara. Selanjutnya, berdasarkan data yang dimiliki oleh

Pemerintah Kota Denpasar per tahun 2013 jumlah penduduk Kota Denpasar

adalah 708.454 jiwa (tujuh ratus delapan ribu empat ratus lima puluh empat

jiwa).80 Tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini disamping dapat

memberikan pengaruh positif, hal tersebut juga berpotensi memberikan dampak

negatif bagi kehidupan masyarakat kota Denpasar yaitu rentan terjadinya

kejahatan ataupun berbagai macam bentuk pelanggaran hukum, sepertinya

misalnya adalah terjadinya kegiatan pergelandangan dan pengemisan yang

menggangu ketertiban umum.

3.2 Perkembangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar Dalam

Kurun Waktu Tahun 2010 – 2014

Secara umum situasi kamtibmas di wilayah Kota Denpasar cukup kondusif,

aman dan terkendali, namun bila dibandingkan dengan situasi kamtibmas di

wilayah-wilayah lain di Propinsi Bali memang tingkat pelanggaran hukumnya

cukup tinggi. Sebagai kota besar, sangat wajar kehidupan masyarakat Kota

Denpasar diwarnai dengan permasalahan-permasalahan hukum yang kompleks.

Berbagai macam bentuk pelanggaran hukum bisa saja terjadi di wilayah Kota

Denpasar, salah satunya adalah kegiatan pergelandangan dan pengemisan yang

dilakukan oleh gelandangan dan pengemis yang menurut hukum merupakan suatu

tindak pidana di bidang ketertiban umum sebagaimana diatur dalam ketentuan

80Pemerintah Kota Denpasar, 2014, Profil Kota Denpasar,http://www.denpasarkota.go.id/index.php/profil/3/Denpasar-Sekilas, Diakses tanggal 06 Januari2015.

Page 91: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

73

Pasal 504, 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Pasal 35 ayat

(4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.

No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum.

Perkembangan yang terjadi selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yaitu

periode tahun 2010 s/d 2014 menunjukkan bahwa permasalahan gelandangan dan

pengemis masih terus terjadi di wilayah Kota Denpasar. Permasalahan ini menjadi

salah satu perhatian serius masyarakat Kota Denpasar karena keberadaan

gelandangan dan pengemis itu sendiri sebagian besar menjalankan kegiatannya di

tempat-tempat umum, seperti di terminal, pasar, pusat perbelanjaan dan jalan-

jalan umum yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum termasuk

mengancam keselamatan jiwanya dan orang lain.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Denpasar yaitu yang

ada pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, secara keseluruhan

jumlah gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Denpasar selama lima tahun

terakhir (tahun 2010 s/d tahun 2014) adalah 1144 orang (seribu seratus empat

puluh empat orang). Jumlah tersebut diatas adalah didasarkan pada hasil

operasi/razia yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar,

Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar (dahulu bernama

Dinas Tramtib & Satpol PP Kota Denpasar) bekerja sama dengan instansi terkait

lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik

dibawah ini:

Page 92: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

74

Tabel 1: Data Perkembangan Jumlah Gelandangan dan Pengemis PeriodeTahun 2010-2014

No Tahun Jumlah per tahun Gelandangan Pengemis

1. 2010 216 4 212

2. 2011 324 8 316

3. 2012 304 15 289

4. 2013 208 7 201

5. 2014 92 9 83

Total 1144 orang 43 orang 1101 orang

Persentase 100% 3,76% 96,24%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Grafik 1: Perkembangan Jumlah Gelandangan dan Pengemis Periode Tahun2010-2014

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

350–

300–

250–

200–

150–

100–

50–

JumlahGepeng

2010 2011 2012 2013 2014 Tahun

216

324 304

208

92

Page 93: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

75

Grafik 2: Perkembangan Jumlah Gelandangan Periode Tahun 2010-2014

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Grafik 3: Perkembangan Jumlah Pengemis Periode Tahun 2010-2014

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

JumlahPengemis

35–

30–

25–

20–

15–

10–

5

JumlahGelandangan

2010 2011 2012 2013 2014 Tahun

97

15

8

4

Total = 43 orang

350–

300–

250–

200–

150–

100–

50–

2010 2011 2012 2013 2014 Tahun

212

316924 289

201

83

Total = 1101 orang

Page 94: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

76

Dilihat dari data yang tercatat dalam Tabel 1 dan Grafik 1, 2 dan 3 diatas

dapat diketahui bahwa selama lima tahun terakhir ini di wilayah Kota Denpasar,

ternyata jumlah dan persebaran gelandangan pengemis masih cukup tinggi,

meskipun jumlah tiap tahunnya mengalami peningkatan dan penurunan atau

dengan kata lain menunjukkan grafik naik turun. Jumlah keseluruhan gelandangan

dan pengemis tersebut juga dapat menjadi gambaran umum mengenai jumlah

kasus tindak pidana pergelandangan dan pengemisan yang terjadi di Kota

Denpasar.

Kondisi seperti ini tentu cukup meresahkan masyarakat dan perlu

mendapatkan perhatian serius Pemerintah Kota Denpasar maupun aparat penegak

hukum terkait. Pada tahun 2010 jumlah keseluruhan gelandangan dan pengemis

adalah 216 orang, kemudian tahun 2011 mengalami peningkatan sejumlah 50 %

dengan jumlah gelandangan dan pengemis mencapai 324 orang. Tahun 2012

jumlah gelandangan dan pengemis mengalami penurunan menjadi 304 orang, dan

di tahun berikutnya yakni tahun 2013 turun menjadi 208 orang. Pada tahun 2014

jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar kembali menunjukkan angka

penurunan, yakni dengan total jumlah 92 orang. Data tersebut diatas

menggambarkan bahwa jumlah gelandangan pengemis tertinggi terjadi pada tahun

2011, dan jumlah yang paling rendah ada pada tahun 2014.

Bertitik tolak pada data tabel 1 dan grafik 1, 2 dan 3 tersebut diatas juga dapat

dilihat bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir jumlah pengemis jauh lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah gelandangan. Total jumlah pengemis adalah

1101 orang atau 96,24 % dari keseluruhan jumlah gelandangan dan pengemis di

Page 95: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

77

Kota Denpasar, sedangkan jumlah keseluruhan gelandangan hanya 43 orang atau

3,76 % dari keseluruhan jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Ini

berarti, selama lima tahun terakhir ini masyarakat maupun Pemerintah Kota

Denpasar lebih dihadapkan pada dominannya permasalahan pengemis yang

tersebar di berberapa sudut kota dibandingkan dengan permasalahan munculnya

fenomena gelandangan tersebut.

Berbicara khusus mengenai perkembangan jumlah gelandangan di wilayah

Kota Denpasar, maka selama lima tahun terakhir menunjukkan jumlah/angka dan

grafik naik turun. Pada tahun 2010 jumlah gelandangan di Kota Denpasar adalah

4 orang, dan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2011 meningkat menjadi 8 orang.

Pada tahun 2012 jumlah gelandangan kembali menunjukkan angka peningkatan

menjadi 15 orang. Pada tahun 2013 jumlah gelandangan menurun menjadi 7

orang, namun pada tahun 2014 meningkat lagi jumlahnya menjadi 9 orang.

Jumlah gelandangan tertinggi terjadi pada tahun 2012, dan jumlah terendah

ditunjukkan pada keadaan tahun 2010.

Berikutnya, khusus mengenai perkembangan jumlah pengemis di wilayah

Kota Denpasar selama lima tahun terakhir ternyata juga menunjukkan

jumlah/angka dan grafik naik turun. Keadaan pada tahun 2010 menunjukkan

bahwa jumlah pengemis di Kota Denpasar adalah 212 orang. Pada tahun 2011

jumlahnya meningkat drastis menjadi 316 orang. Kemudian pada tahun 2012

jumlah pengemis menunjukkan angka penurunan menjadi 289 orang. Pada tahun

2013 dan 2014 jumlah pengemis terus mengalami penurunan yaitu pada tahun

2013 adalah 201 orang dan pada tahun 2014 hanya sejumlah 83 orang. Berbeda

Page 96: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

78

halnya dengan perkembangan jumlah gelandangan tertinggi dan terendah di Kota

Denpasar, dari uraian data diatas maka dapat diuraikan bahwa jumlah pengemis

tertinggi terjadi pada tahun 2011, sedangkan jumlah terendah terjadi tahun 2014.

Naik turunnya jumlah gelandangan dan pengemis seperti diatas merupakan

akumulasi dan interaksi dari berbagai macam permasalahan seperti halnya yang

berhubungan dengan kinerja dan kesigapan aparat/instansi terkait, tingginya laju

urbanisasi, kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, minimnya keterampilan yang

dimiliki, sikap masyarakat terhadap gelandangan dan pengemis, lingkungan,

mental gelandangan pengemis itu sendiri dan lain sebagainya.

Menurut Bapak Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, dalam

wawancara yang dilakukan pada hari Senin, tanggal 05 Januari 2015, menegaskan

bahwa jumlah gelandangan dan pengemis di Denpasar per tahun memang masih

cukup tinggi dan keberadaannya meresahkan masyarakat, mayoritas dari mereka

berasal dari luar Kota Denpasar, tingginya arus urbanisasi baik dari dalam daerah

maupun luar daerah Bali untuk berpindah ke Kota Denpasar sangat berpotensi

menimbulkan tingginya jumlah gelandangan dan pengemis tersebut di Kota

Denpasar. Terhadap kondisi tersebut diatas, Bapak Bagus Nyoman Wiranata,

S.H., M.Si., Kepala Bidang (KABID) Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja Kota Denpasar (wawancara dilakukan pada hari Kamis, tanggal 08

Januari 2015) juga mengemukakan pendapatnya bahwa dari hasil operasi/razia

yang dilakukan jumlah pengemis jauh lebih banyak daripada gelandangannya,

namun apapun itu fenomena banyaknya gelandangan dan pengemis yang masih

Page 97: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

79

berkeliaran di seputaran Kota Denpasar ini tentu saja mengganggu ketertiban

umum dan merusak citra Kota Denpasar sebagai kota yang berwawasan budaya,

disamping itu aktivitas gelandangan pengemis di jalan raya berpotensi juga

mengancam keselamatan mereka dan orang lain karena sewaktu waktu bisa saja

tertabrak kendaraan yang melintas, serta mengganggu kelancaran lalu lintas.

Sebenarnya gelandangan dan pengemis yang beroperasi atau berkeliaran di

Kota Denpasar hampir seluruhnya berasal dari luar Kota Denpasar, mereka

sengaja datang ke Kota Denpasar dengan berbagai cara dan alasan untuk

mendapatkan belas kasihan dari orang lain, seperti menggendong bayi, pura-pura

berjualan, namun itu semua hanya kedok semata. Apapun alasannya

menggelandang dan mengemis tersebut tidak dibenarkan karena merendahkan

martabat dan hidup sebagai manusia wajib untuk bekerja karena bekerja menurut

masyarakat Bali adalah sebuah Yadnya.

Menurut Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, berdasarkan hasil

wawancara dengan para gelandangan dan pengemis yang beberapa kali dibina

oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, maka diketahui yang menjadi

faktor-faktor utama penyebab timbulnya gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar adalah faktor kemiskinan, mental malas dan ingin cepat mendapat uang,

serta diperintah oleh orang tuanya atau orang lain (eksploitasi). Pendapat yang

lebih beragam tentang faktor penyebab maupun perkembangan gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan pejabat

di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar. Menurut Ibu

Desak Ketut Putri Yasni, S.H., Kepala Seksi Operasional Pengendalian (Kasi

Page 98: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

80

Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Kantor

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar (wawancara dilakukan

pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015) bahwa selain faktor kemiskinan dan

mental dari gelandangan dan pengemis itu sendiri yang juga menjadi faktor

penyebab masih maraknya gelandangan dan pengemis yang beroperasi di wilayah

Kota Denpasar adalah karena masih adanya masyarakat yang memberi uang

kepada gelandangan dan pengemis, maka dari itu dihimbau kepada masyarakat

untuk jangan memberi sesuatu apapun kepada gelandangan dan pengemis.

Pendapat tersebut diatas sangat beralasan karena rasa kasihan masyarakat

hanya akan membuat mereka malas dan tetap menjadi gelandangan maupun

pengemis. Selama ada pemberi, maka selama itu juga akan ada gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar. Apabila ada masyarakat yang ingin memberikan

bantuan kepada masyarakat miskin sebaiknya disalurkan kepada

organisasi/yayasan yang resmi. Masyarakat Kota Denpasar harus mulai menyadari

dan memahami bahwa tidak dibenarkan memberikan uang atau sesuatu kepada

gelandangan dan pengemis di jalanan karena hal tersebut tak ubahnya

memberikan penegasan/membenarkan mereka menjalani hidup dengan kegiatan

menggelandang dan mengemis tersebut.

Uraian-uraian tentang faktor-faktor penyebab timbulnya gelandangan

pengemis tersebut diatas sesuai dengan keterangan-keterangan yang disampaikan

oleh beberapa orang pengemis yang peneliti temukan di seputaran Kota Denpasar.

Seperti keterangan yang disampaikan oleh I Wayan Gampil dan Jero Sedeng,

keduanya merupakan pengemis asal Munti Gunung, Karangasem yang peneliti

Page 99: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

81

temui di seputaran kawasan Jalan Sudirman, Denpasar (wawancara dilakukan

pada hari Rabu, tanggal 01 Oktober 2014) pada pokoknya menerangkan bahwa

kedatangan mereka ke Kota Denpasar untuk mengemis sejak dulu sudah sering

dilakukan, dan di Kota Denpasar mereka lebih mudah mendapatkan uang dengan

meminta-meminta kepada warga masyarakat, upaya ini mau tidak mau mereka

lakukan karena kemiskinan dan sulitnya kondisi hidup di daerah asal (Munti

Gunung). Sudah beberapa kali I Wayan Gampil dan Jero Sedeng

ditertibkan/terjaring razia dan dipulangkan ke daerah asal, namun hal tersebut

tidak membuat mereka jera.

Selanjutnya, Ni Nyoman Balik, pengemis asal Munti Gunung yang peneliti

temui di seputaran kawasan Pasar Kumbasari/Pasar Badung (wawancara

dilakukan pada hari Selasa, tanggal 21 Oktober 2014) juga menerangkan bahwa

faktor ekonomi yang mendorongnya untuk datang ke Denpasar, apalagi setelah

melihat keberhasilan rekan-rekan satu wilayah asal yang sudah lebih dahulu

mengemis di Denpasar. Menurut Ni Nyoman Balik, “mengemis di Kota Denpasar

memang cukup menguntungkan, daripada hidup di Munti Gunung yang serba

sulit, lebih baik mencari uang dengan mengemis di Denpasar”. Begitu pula,

keterangan yang disampaikan oleh Abdurrahman, pengemis asal Banyuwangi

yang peneliti temui di seputaran kawasan Jalan Malboro, Denpasar (wawancara

dilakukan pada hari Senin, tanggal 10 Nopember 2014) yang pada pokoknya

menerangkan bahwa banyak masyarakat Kota Denpasar yang masih mau memberi

uang dan belas kasihan kepada pengemis, terutama pada waktu menjelang hari

raya, faktor tersebut ditambah dengan susahnya mendapat pekerjaan di Kota

Page 100: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

82

Denpasar dan kondisi ekonomi yang sulit di daerah asal mendorong Abdurrahman

untuk datang ke Kota Denpasar untuk mengemis. Pada intinya keterangan para

pengemis tersebut diatas telah menunjukkan adanya suatu kondisi kegiatan

mengemis tersebut telah menjadi tumpuan hidup yang utama bagi para pengemis

untuk bisa bertahan hidup.

Fakta lain yang menarik dari banyaknya gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar adalah mengenai pendapatan mereka khususnya dari hasil melakukan

kegiatan mengemis di Kota Denpasar. Para pengemis ini memiliki strategi yang

sangat jitu dalam menentukan targetnya. Biasanya wisatawan, penumpang

angkutan umum, pengendara mobil/sepeda motor, warga masyarakat yang sedang

berbelanja, dan warga masyarakat yang sedang melakukan ibadah sangat

berpotensi memberikan uang kepada para pengemis. Melalui cara maupun wajah

memelas yang dimiliki tentu akan membuat siapapun yang melihatnya menjadi

simpati atau kasihan.

Hasil penelusuran yang peneliti lakukan di 2 (dua) tempat berbeda di

seputaran Kota Denpasar yaitu di daerah Ubung dan Jalan Imam Bonjol, disana

peneliti menemukan 2 (dua) orang pengemis yang bernama Nyoman Sadek, asal

Munti Gunung, dan Bu Umrah, asal Bondowoso (wawancara dilakukan pada hari

Senin, tanggal 08 September 2014) yang mana keduanya memberikan keterangan

yang hampir sama bahwa menurut mereka mengemis di Denpasar sangatlah

menggiurkan dan menguntungkan. Menurut pengakuan yang mereka berikan,

pendapatan minimal dalam sehari yang bisa mereka peroleh adalah sebesar Rp.

50.000,- (lima puluh ribu rupiah), sedangkan pada waktu-waktu tertentu seperti

pada saat masa liburan dan hari raya keagamaan, pendapatan maksimalnya bisa

Page 101: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

83

mencapai Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per harinya. Dari hasil

itulah mengapa pengemis di Kota Denpasar dikatakan memiliki pendapatan yang

cukup tinggi, namun hal ini jelas sangat tidak layak untuk ditiru karena

sebagaimana yang telah peneliti uraikan sebelumnya kegiatan mengemis dan

menggelandang adalah sangat dilarang dan merupakan suatu tindak pidana di

bidang ketertiban umum.

Terdapat beberapa lokasi yang diidentifikasi sebagai titik rawan lokasi

beroperasi/berkeliarannya gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar seperti:

Jalan Sudirman, Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, Pasar Badung, dan

Ubung. Selanjutnya, mengenai modus operandi para pengemis di Kota Denpasar,

menurut Bapak Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar ada beberapa cara dan

tips mengemis yang biasa dilakukan oleh para Pengemis pada umumnya di Kota

Denpasar yaitu:

a. Berpenampilan kotor, lusuh dan terkesan miskin

Berpakaian kotor dan lusuh adalah cara yang paling umum diterapkan oleh

para pengemis karena sesuai dengan status sosial seorang pengemis yang

kerap dihubungkan dengan miskin, maka berpenampilan lusuh sangatlah

diperlukan. Biasanya mereka sengaja memakai pakaian yang compang

camping sebagai bukti ketidakmampuan mereka, dan terhadap hal ini tidak

sedikit masyarakat yang tertipu dengan penampilan mereka;

b. Ekspresi wajah memelas

Ekspresi seperti inilah yang pada umumnya membuat masyarakat kasihan dan

iba sehingga sampai memberi uang;

Page 102: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

84

c. Memanfaatkan luka asli atau membuat luka palsu

Para pengemis sering pula memanfaatkan kondisi luka pada tubuh mereka

untuk menarik simpati dan belas kasihan orang lain, bahkan ada pula

pengemis yang sengaja membuat luka palsu sehingga dengan cara tersebut

diharapkan mendapatkan uang dan simpati yang lebih banyak;

d. Cacat buatan

Dalam kenyataan di lapangan ternyata tidak hanya luka bohongan yang para

pengemis miliki, terkadang mereka membuat dirinya tampak seperti orang

cacat. Upaya rekayasa ini dilakukan agar mendapatkan rasa kasihan dari

orang-orang yang melihatnya. Memang tidak semua pengemis memiliki cacat

buatan, sebagian juga ada yang benar-benar cacat, namun yang pasti kondisi

tersebut digunakan untuk mendapatkan belas kasihan orang lain;

e. Membawa anak atau bayi

Cara ini dipilih oleh para pengemis karena lebih efektif mendapatkan uang.

Mereka bisa mendapatkan lebih banyak uang daripada mengemis sendirian

mengingat bayi yang dibawa tersebut akan membuat orang menjadi lebih

kasihan sehingga memberikan uang. Oleh karena itulah semakin banyak bayi

dan anak-anak yang terlibat dalam kegiatan pengemisan ini. Hal ini jelas

sebagai bentuk eksploitasi anak yang melanggar hukum, bahkan kalau

dibandingkan dengan Kota Jakarta ternyata fenomena penyewaan bayi untuk

mengemis sudah marak terjadi. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi agar

fenomena seperti ini tidak berkembang di Kota Denpasar karena akan sangat

meresahkan masyarakat.

Page 103: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

85

3.3 Klasifikasi Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar

Gelandangan dan pengemis sebagai pelaku kegiatan pergelandangan dan

pengemisan di wilayah Kota Denpasar ini dapat diklasifikasikan berdasarkan:

a. Tingkat usia/umur;

b. Jenis kelamin;

c. Asal daerah;

d. Daerah operasi/wilayah persebaran

3.3.1 Klasifikasi Gelandangan

Berikut data karakteristik gelandangan di wilayah Kota Denpasar, berdasarkan

data yang diperoleh di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar:

a. Tingkat Usia/Umur

Sesuai dengan tingkat usia/umur, maka data gelandangan di wilayah Kota

Denpasar adalah sebagai berikut:

Tabel 2: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanTingkat Usia/Umur

No TahunJumlah

Gelandangan

UsiaKeterangan

< 8 Th8 Th –18 Th

> 18 Th

1 2010 4 - - 4 Komunitasanak punk

Orang tuaterlantar

2 2011 8 - 1 73 2012 15 - 4 114 2013 7 - 3 45 2014 9 - 4 5

Total 43 orang 0 12 31 -Persentase 100% 0% 27,90% 72,10% -

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Pelaku kegiatan pergelandangan yang terbanyak dilakukan oleh mereka yang

berusia 18 tahun keatas yakni 31 orang atau sekitar 72,10% dari keseluruhan

gelandangan yang terjaring operasi/razia selama kurun waktu tahun 2010-2014.

Page 104: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

86

Kemudian disusul gelandangan dengan usia antara 8-18 tahun dengan jumlah 12

orang (27,90% dari jumlah gelandangan yang terjaring operasi/razia tahun 2010-

2014). Selama kurun waktu tahun 2010-2014 ini di Kota Denpasar gelandangan

yang berusia kurang dari 8 tahun sama sekali tidak ditemukan. Menurut Bapak

Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial pada

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar gelandangan yang terjaring

operasi/razia ini adalah terdiri dari orang tua terlantar, anak jalanan dan mereka

yang merupakan komunitas “anak punk” yang ada di Kota Denpasar yang mana

usia-usia mereka pada umumnya berada dalam tingkat usia 18 tahun keatas.

b. Jenis Kelamin

Data gelandangan di wilayah Kota Denpasar menurut jenis kelamin adalah

sebagai berikut:

Tabel 3: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanJenis Kelamin

No TahunJumlah

Gelandangan Laki-laki Perempuan

1 2010 4 2 22 2011 8 6 23 2012 15 9 64 2013 7 5 25 2014 9 7 2

Total 43 orang 29 14Persentase 100% 67,44% 32,56%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Dilihat dari data diatas, gelandangan pada periode tahun 2010-2014 lebih

banyak berasal dari kaum laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Gelandangan

yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 29 orang atau 67,44% dari keseluruhan

gelandangan yang terjaring operasi/razia tahun 2010-2014, sedangkan yang

Page 105: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

87

berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 orang atau 32, 56% dari keseluruhan

gelandangan yang terjaring operasi/razia tahun 2010-2014. Dari gambaran

tersebut diatas dapat kita lihat dengan jelas bahwa baik laki-laki maupun

perempuan mempunyai potensi yang sama untuk dapat terjerumus menjadi salah

satu penyakit masyarakat/patologi sosial dan sebagai penyandang masalah

kesejahteraan sosial yaitu karena ketidakmampuannya dalam menjalankan fungsi

sosial yang wajar di lingkungan masyarakat kemudian mereka memilih untuk

menjadi gelandangan.

c. Asal Daerah

Berdasarkan asal daerah, maka data gelandangan di wilayah Kota Denpasar

adalah sebagai berikut:

Tabel 4: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanAsal Daerah

No TahunJumlah

Gelandangan

BaliLuar Bali

Denpasar Karangasem Kab.Lain

Jawa LuarJawa

1 2010 4 - - 1 3 -2 2011 8 1 - 3 3 13 2012 15 2 2 4 7 -4 2013 7 - 1 2 3 15 2014 9 2 1 - 5 1

Total 43 orang 5 4 10 21 3Persentase 100% 11,63% 9,30% 23,25% 48,84% 6,98%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Data diatas menunjukkan bahwa gelandangan yang ada di Kota Denpasar

bukan saja dari daerah Kota Denpasar saja, melainkan justru didominasi oleh para

gelandangan yang berasal dari wilayah diluar Pulau Bali yaitu Pulau Jawa yakni

sejumlah 21 orang (48,84% dari keseluruhan gelandangan yang terjaring razia

Page 106: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

88

dalam kurun waktu tahun 2010-2014). Berikutnya, gelandangan yang berasal dari

kabupaten-kabupaten lain selain Kota Denpasar dan Kabupaten Karangasem

adalah sebanyak 10 orang (23,25% dari jumlah gelandangan yang terjaring razia

dalam kurun waktu tahun 2010-2014), gelandangan yang berasal dari Kota

Denpasar hanya berjumlah 5 orang (11,63% dari jumlah gelandangan yang

terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-2014). Disusul kemudian oleh para

gelandangan yang berasal dari Kabupaten Karangasem dengan jumlah 4 orang

atau 9,30% dan yang berasal dari wilayah luar Pulau Bali selain Pulau Jawa yaitu

sebanyak 3 orang atau 6,98% dari keseluruhan gelandangan yang terjaring razia

dalam kurun waktu tahun 2010-2014.

Gelandangan yang berasal dari luar pulau Bali, khususnya dari pulau Jawa lebih

menonjol jumlahnya oleh karena jumlah perpindahan atau kedatangan penduduk dari

Pulau Jawa ke Kota Denpasar tiap tahunnya masih sangat tinggi. Kedatangan mereka

ke Kota Denpasar terkadang tidak didukung dengan adanya keahlian/kemampuan

khusus sehingga sesampainya di Denpasar sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan

penghidupan yang layak dimana kondisi tersebut sangat berpotensi membuat

masyarakat pendatang tersebut menjadi gelandangan yaitu hidup terlunta-luta dengan

mengharapkan belas kasihan orang lain, tidak jelas tempat tinggalnya, modar mandir

di Kota Denpasar tanpa pekerjaan yang jelas, demikian diungkapkan oleh Bapak

Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial pada

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, dalam wawancara pada hari hari

Senin, tanggal 05 Januari 2015. Lebih lanjut, Bapak Made Sudana, S.E. juga

mengatakan bahwa tingginya jumlah gelandangan yang berasal dari kabupaten-

Page 107: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

89

kabupaten lain diluar Kota Denpasar adalah juga sangat dipengaruhi oleh tingginya

tingkat urbanisasi penduduk dari luar Kota Denpasar yang mengadu nasib atau

mencari pekerjaan ke Kota Denpasar.

d. Daerah Operasi/Wilayah Persebaran

Menurut daerah operasi/wilayah persebaran gelandangan tersebut, maka data

gelandangan di wilayah Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

Tabel 5: Klasifikasi Gelandangan Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanWilayah Persebaran/Daerah Operasi

No TahunJumlah

GelandanganDenpasar

BaratDenpasar

TimurDenpasarSelatan

DenpasarUtara

1 2010 4 2 - 1 12 2011 8 6 - 1 13 2012 15 4 4 4 34 2013 7 4 1 1 15 2014 9 6 1 - 2

Total 43 orang 22 6 7 8Persentase 100% 51,26% 13,95% 16,29% 18,60%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Selama periode tahun 2010-2014, ternyata para gelandangan tersebut paling

banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat yaitu sebanyak 22 orang

(51,16% dari keseluruhan gelandangan yang terjaring razia dalam kurun waktu

tahun 2010-2014). Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang rawan menjadi

tempat berkeliarannya gelandangan tersebut adalah kawasan seputaran Pasar

Kumbasari/Pasar Badung, Jalan Sudirman, Jalan Teuku Umar dan Jalan Imam

Bonjol. Salah satu hal yang menyebabkan Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

rawan karena dalam perkembangan terakhir ini di kawasan-kawasan tersebut

sering menjadi tempat berkumpulnya komunitas “anak punk”.

Page 108: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

90

Berikutnya, di Kecamatan Denpasar Utara, jumlah gelandangannya adalah 8

orang (18,60% dari keseluruhan gelandangan yang terjaring razia dalam kurun

waktu tahun 2010-2014). Wilayah di Kecamatan Denpasar Utara yang rawan

menjadi tempat berkeliarannya gelandangan adalah Ubung (Terminal Ubung dan

sekitarnya) mengingat kawasan tersebut menjadi salah satu pintu gerbang

masuknya penduduk luar seperti yang berasal dari daerah-daerah di Pulau Jawa

yang datang ke Kota Denpasar. Menyusul kemudian di wilayah Kecamatan

Denpasar Selatan ditemukan sebanyak 7 orang gelandangan (16,29% dari

keseluruhan gelandangan yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-

2014), hal mana kawasan yang rawan menjadi tempat berkeliarannya gelandangan

adalah Jalan Waturenggong dan seputaran wilayah Keluarahan Sesetan,

sedangkan di wilayah Kecamatan Denpasar Timur hanya ditemukan sebanyak 6

orang gelandangan (13,95 % dari keseluruhan gelandangan yang terjaring razia

dalam kurun waktu tahun 2010-2014).

3.3.2 Klasifikasi Pengemis

Berikut data karakteristik pengemis di wilayah Kota Denpasar, berdasarkan

data yang diperoleh di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar:

a. Tingkat Usia/Umur

Menurut tingkat usia/umur, maka data pengemis di wilayah Kota Denpasar

adalah sebagai berikut:

Page 109: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

91

Tabel 6: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanTingkat Usia/Umur

No TahunJumlah

PengemisUsia

Keterangan< 8 th 8 th – 18 th > 18 th

1 2010 212 orang 36 45 131 Balita yang ikut terjaringrazia = 20 orang

2 2011 316 orang 106 69 141 Balita = 74 orang3 2012 289 orang 81 30 178 Balita = 62 orang4 2013 201 orang 59 11 131 Balita = 48 orang5 2014 83 orang 22 2 59 Balita = 20 orang

Total 1101 orang 304 157 640 224 *)Persentase 100% 27,61% 14,26% 58,13% 20,36%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar*) Jumlah balita (bayi lima tahun) yang terlibat dalam kegiatan pengemisan

Data diatas menunjukkan bahwa selama periode tahun 2010-2015 moyaritas

pengemis di Kota Denpasar adalah mereka yang berada dalam tingkat usia 18

tahun keatas yaitu sejumlah 640 orang atau 58,13% dari keseluruhan pengemis

yang terjaring operasi/razia. Berikutnya adalah para pengemis dengan usia kurang

dari 8 tahun sejumlah 304 orang atau 27,61% dari jumlah pengemis yang terjaring

operasi/razia tahun 2010-2014. Kemudian disusul dengan jumlah yang paling

sedikit yaitu para pengemis yang berusia 8-18 tahun dengan jumlah 157 orang

atau 14,26% dari jumlah pengemis yang terjaring operasi/razia tahun 2010-2014

sebagai.

Fakta lainnya yang menarik dari kategorisasi pengemis menurut kelompok

usia di Kota Denpasar ini adalah dari 1101 orang jumlah keseluruhan pengemis

yang terjaring operasi/razia ternyata sebanyak 20,36% atau 234 orang pengemis

masih merupakan balita (bayi lima tahun). Para balita pengemis ini kebanyakan

diajak dan dimanfaatkan oleh pengemis dewasa untuk ikut mengemis dengan

tujuan agar mereka mendapatkan hasil mengemis yang lebih banyak. Kegiatan

Page 110: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

92

mengemis oleh ibu-ibu atau perempuan dengan menggunakan/mambawa bayi

sudah merupakan modus umum yang sejak dulu sudah ada, hal mana masyarakat

umum sebenarnya sudah mengetahui cara-cara mengemis seperti itu, akan tetapi

dalam prakteknya cara seperti ini masih terbilang ampuh karena bayi atau anak-

anak yang diajak mengemis tersebut sering menimbulkan rasa belas kasihan

sehingga ada saja masyarakat yang mau memberikan uang kepada pengemis

tersebut.

Menurut Bapak Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, jumlah balita

atau anak-anak yang melakukan kegiatan mengemis di Kota Denpasar masih

sangat tinggi dan hal tersebut sangat meresahkan. Kebanyakan anak-anak atau

balita yang mengemis tersebut hanya ikut-ikutan saja, diajak oleh orang tuanya,

dan ada pula yang disuruh atau dipaksa oleh orang lain.

Eksploitasi terhadap anak-anak atau balita dalam kegiatan mengemis jelas

melanggar hukum dan tidak dapat dibenarkan. Kegiatan seperti ini bukan hanya

sekedar berbicara tentang tindak pidana pengemisan yang merupakan tindak

pidana ringan, akan tetapi juga dapat berkaitan dengan permasalahan tindak

pidana umum yang berupa pelanggaran terhadap Undang-Undang RI No. 23

Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang RI No. 21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

b. Jenis Kelamin

Data pengemis di wilayah Kota Denpasar menurut jenis kelamin adalah

sebagai berikut:

Page 111: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

93

Tabel 7: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan JenisKelamin

No TahunJumlah

PengemisLaki-laki Perempuan

1 2010 212 orang 4 1282 2011 316 orang 103 2133 2012 289 orang 103 1864 2013 201 orang 50 1515 2014 83 orang 29 54

Total 1101 orang 369 732Persentase 100% 33,51% 66,49%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Dilihat dari data diatas dapat kita ketahui bahwa pengemis di Kota Denpasar

ternyata lebih banyak berasal dari kaum perempuan dibandingkan dengan kaum

laki-laki. Jumlah pengemis yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak

732 orang atau 66,49% dari keseluruhan pengemis yang terjaring operasi/razia

tahun 2010-2014 yang mana jauh lebih banyak dari pengemis yang berjenis

kelamin laki-laki yang hanya berjumlah 369 orang atau 33,51% dari keseluruhan

pengemis yang terjaring operasi/razia tahun 2010-2014. Gambaran tersebut diatas

menunjukkan bahwa kaum perempuan sangat berpotensi tinggi untuk melakukan

kegiatan mengemis di Kota Denpasar yang mana sangat sejalan dengan fakta di

lapangan bahwa banyak ibu-ibu atau perempuan yang membawa/mengajak anak-

anak atau balita untuk mengemis sebagai modus agar mendapatkan hasil

mengemis yang lebih banyak.

c. Asal Daerah

Menurut asal daerah, maka data pengemis di wilayah Kota Denpasar adalah

sebagai berikut:

Page 112: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

94

Tabel 8: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 Berdasarkan AsalDaerah

No TahunJumlah

Pengemis

Bali Luar Bali

Denpasar KarangasemKab.Lain

JawaTimur

PropinsiLain

1 2010 212 orang - 162 15 34 12 2011 316 orang 4 225 60 26 13 2012 289 orang - 198 14 74 34 2013 201 orang - 141 8 52 -5 2014 83 orang - 54 - 29 -

Total 1101 orang 4 780 97 215 5Persentase 100% 0,36% 70,84% 8,81% 19,53% 0,46%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Data tersebut diatas menunjukkan bahwa para pengemis yang ada dan

berkeliaran di Kota Denpasar hampir seluruhnya berasal dari luar wilayah Kota

Denpasar. Kedatangan mereka ke Kota Denpasar ada yang berkelompok dan ada

pula yang sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa Kota Denpasar menjadi salah

satu wilayah tujuan favorit bagi para pengemis dari berbagai daerah baik yang

berasal dari Propinsi Bali maupun diluar Propinsi Bali.

Selama kurun waktu tahun 2010 s/d 2014 pengemis yang beroperasi di Kota

Denpasar yang berasal dari Kota Denpasar sendiri hanya berjumlah 4 orang atau

0,36% dari keseluruhan pengemis yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun

2010-2014. Dominasi daerah asal pengemis di Kota Denpasar adalah paling

banyak berasal dari daerah Kabupaten Karangasem, meliputi: Munti Gunung dan

Pedahan yang mana selama kurun waktu 2010-2014 berjumlah 780 orang atau

70,84% dari keseluruhan pengemis yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun

2010-2014. Berikutnya, pengemis yang berasal dari Propinsi Jawa Timur adalah

sebanyak 215 orang atau 19,53% dari jumlah pengemis yang terjaring razia dalam

Page 113: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

95

kurun waktu tahun 2010-2014. Daerah-daerah asal pengemis dari Propinsi Jawa

Timur meliputi: Situbundo, Jember, Probolinggo, Bondowoso, dan Banyuwangi.

Disusul kemudian oleh para pengemis yang berasal dari Kabupaten-kabupaten

lain selain Karangasem dan Kota Denpasar yaitu sejumlah 97 orang atau 8,81%

dari jumlah pengemis yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-2014.

Daerah-daerah asal pengemis dari kabupaten-kabupaten lain tersebut diatas

seperti: Trunyan, Bangli. Pengemis yang berasal dari luar Propinsi Bali selain

Jawa Timur hanya berjumlah 5 orang 0,45% dari jumlah pengemis yang terjaring

razia dalam kurun waktu tahun 2010-2014, daerah asalnya seperti: Lombok dan

Kupang.

Sejak dahulu daerah Kabupaten Karangasem khususnya Munti Gunung memang

dikenal sebagai daerah asal/daerah produksi para pengemis karena banyaknya

masyarakat Munti Gunung yang melakukan kegiatan meminta-minta. Munti Gunung

adalah sebuah nama dusun yang ada di wilayah Kabupaten Karangasem tepatnya di

Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu. Kepopuleran Munti Gunung dibawa dan

diperkenalkan oleh orang-orang Dusun Munti Gunung sejak puluhan tahun yang lalu

dari rumah ke rumah, dari satu jalan ke jalan yang lain, dari satu toko yang satu ke

toko yang lain maupun kepada setiap orang yang dijumpai dan mereka tersebar ke

seluruh kabupaten yang ada di Bali termasuk Kota Denpasar.

Pada umumnya orang yang dimintai uang akan menanyakan asal para pengemis

dan mereka pun memperkenalkan diri dari Munti Gunung. Cara seperti itulah pada

umumnya memperkenalkan nama Munti Gunung sehingga nama tersebut cepat

tersebar ke seluruh Bali. Salah satu alasan utama sebagian warga Munti Gunung pergi

Page 114: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

96

ke daerah lain untuk mengemis adalah karena masalah kemiskinan, disamping itu

dipengaruhi pula oleh faktor-faktor mental, pendidikan yang rendah, sulitnya kondisi

geografi dan sulitnya mendapatkan air bersih.81

Menurut Bapak Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial

Tuna Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar dalam

wawancara yang dilakukan pada hari Senin, tanggal 05 Januari 2015

menerangkan bahwa setiap tahunnya Kota Denpasar memang selalu menghadapi

gelombang kedatangan pengemis yang berasal dari Kabupaten Karangasem terutama

yang berasal dari Dusun Munti Gunung. Melihat kondisi ini, maka jelas diperlukan

adanya suatu sinergi dan koordinasi yang baik dari kedua Pemerintah Daerah untuk

menanggulangi permasalahan pengemis di Kota Denpasar ini. Sangat tidak adil

apabila upaya-upaya penanggulangan pengemis di Kota Denpasar sepenuhnya hanya

dibebankan kepada Pemerintah Kota Denpasar, melainkan perlu juga adanya peranan

pemerintah daerah dari daerah asal pengemis karenanya sangat wajar apabila

diperlukan perhatian serius dan upaya-upaya penanggulangan dari Pemerintah

Kabupaten Karangasem.

Berikutnya, mengenai banyaknya para pengemis yang berasal dari beberapa

daerah di Propinsi Jawa Timur, maka kedekatan geografis adalah merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan fenomena tersebut terjadi. Kedatangan para pengemis

dari Jawa Timur ini biasanya meningkat pada saat masa hari raya keagamaan dan

liburan. Tingginya tingkat kedatangan penduduk Jawa Timur ke Kota Denpasar

setiap tahunnya untuk mencari nafkah dan mengadu nasib semakin membuka

81Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali, Op.cit, h. 5.

Page 115: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

97

peluang juga tingginya kedatangan para pengemis ke Kota Denpasar. Apalagi dengan

kedatangan mereka ke Kota Denpasar yang tidak didukung dengan adanya

keahlian/kemampuan khusus sehingga untuk bertahan hidup di Kota Denpasar

mereka memilih menjadi pengemis.

Lebih lanjut, Bapak Made Sudana, S.E. menerangkan bahwa ada perbedaan

karakteristik yang mudah dikenali untuk membedakan mana pengemis yang berasal

dari Bali dan mana yang berasal dari luar Bali, seperti: Jawa Timur. Ciri yang

membedakan adalah cara kerja atau cara beroperasi mereka dalam mengemis, kalau

pengemis yang berasal dari Bali biasanya mereka akan mengemis atau meminta-

minta dengan cara berkeliling dan berjalan/berpindah dari satu tempat ke tempat lain

seperti: pasar, jalan dan tempat-tempat umum lainnya (sebagai gambarannya lihat

Lampiran: foto 1), sedangkan kalau pengemis yang berasal dari Jawa Timur mereka

biasanya hanya diam disuatu tempat yang mereka anggap strategis yaitu traffic light,

pasar maupun jalan yang ramai dilalui oleh warga Kota Denpasar kemudian dengan

modus-modus tertentu seperti: dengan memanfaatkan kondisi cacat, wajah memelas,

pakaian lusuh, kotor, dan dengan menengadahkan tangannya mereka mengharapkan

belas kasihan dan pemberian uang dari orang-orang yang simpati melihatnya (sebagai

gambarannya lihat Lampiran: foto 2).

d. Daerah Operasi/Wilayah Persebaran

Ditinjau dari daerah operasi/wilayah persebaran pengemis tersebut, maka data

pengemis di wilayah Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

Page 116: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

98

Tabel 9: Klasifikasi Pengemis Periode Tahun 2010-2014 BerdasarkanWilayah Persebaran/Daerah Operasi

No TahunJumlah

PengemisDenpasar

BaratDenpasar

TimurDenpasarSelatan

DenpasarUtara

1 2010 212 orang 104 15 47 462 2011 316 orang 172 33 53 583 2012 289 orang 193 16 59 214 2013 201 orang 115 21 43 225 2014 83 orang 52 4 16 11

Total 1101 orang 636 89 218 158Persentase 100% 57,77% 8,08% 19,80% 14,35%

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Berdasarkan data diatas dapat kita ketahui mengenai daerah-daerah di wilayah

Kota Denpasar yang rawan menjadi tempat beroperasi dan berkeliarannya para

pengemis. Dalam kurun waktu tahun 2010-2014 para pengemis tersebut paling

banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat yaitu sebanyak 636

orang atau 57,77% dari keseluruhan pengemis yang terjaring razia dalam kurun

waktu tahun 2010-2014.

Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang rawan menjadi tempat

berkeliarannya para pengemis tersebut adalah kawasan Pasar Kumbasari/Pasar

Badung, Jalan Sudirman, Jalan Teuku Umar, Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Malboro, kawasan Monang-Maning dan Jalan Imam Bonjol. Kawasan-kawasan

tersebut menjadi tempat favorit bagi pengemis karena di daerah tersebut banyak

ada tempat keramaian, pusat kemacetan, pusat perbelanjaan dan ramai

dikunjungi/dilalui masyarakat Kota Denpasar.

Selanjutnya daerah rawan pengemis adalah di Kecamatan Denpasar Selatan,

jumlah pengemisnya adalah 218 orang atau 19,80% dari keseluruhan pengemis

yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-2014. Tingginya jumlah

Page 117: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

99

pengemis di Kecamatan Denpasar Selatan dipengaruhi pula oleh banyaknya

tempat keramaian dan fasilitas umum yang ada di seputaran kawasan tersebut,

adapun wilayah di Kecamatan Denpasar Selatan yang rawan didatangi pengemis

adalah Jl. Waturenggong, Sesetan, dan Renon. Disusul kemudian oleh Kecamatan

Denpasar Utara dengan jumlah pengemis sebanyak 158 orang atau atau 14,35%

dari keseluruhan pengemis yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-

2014. Kawasan yang paling rawan di Denpasar Utara adalah Ubung (Terminal

Ubung dan sekitarnya) mengingat kawasan tersebut menjadi salah satu pintu

gerbang masuknya penduduk luar seperti Jawa Timur maupun daerah-daerah lain

di Propinsi Bali yang datang ke Kota Denpasar.

Daerah yang paling sedikit ditemukan pengemis adalah Kecamatan Denpasar

Timur yang mana hanya ditemukan sebanyak 89 orang pengemis atau 8,08% dari

keseluruhan pengemis yang terjaring razia dalam kurun waktu tahun 2010-2014.

Kawasasn di Denpasar Timur yang rawan didatangi dan menjadi tempat

beroperasinya pengemis adalah kawasan Tohpati, Pasar Kreneng, Penatih dan

Jalan Gatot Subroto Timur.

3.4 Implementasi Penegakan Hukum Pidana Terhadap Gelandangan dan

Pengemis di Kota Denpasar

Keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar cukup meresahkan

masyarakat dan dapat memberikan citra yang tidak baik bagi Kota Denpasar

sebagai kota yang berwawasan budaya dan sebagai pusat pemerintahan, pusat

pendidikan, pusat perdagangan maupun pusat pengembangan dan tujuan

Page 118: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

100

pariwisata. Untuk menjaga citra, memulihkan kondisi tersebut diatas termasuk

pula dalam rangka mewujudkan ketertiban dan ketentraman bagi masyarakat,

maka sangat diperlukan upaya-upaya penanggulangan terhadap masalah

gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Denpasar.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menanggulangi

permasalahan gelandangan dan pengemis tersebut adalah dengan upaya

penegakan hukum pidana atau fungsionalisasi hukum pidana terhadap para

gelandangan dan pengemis yang berkeliaran/beroperasi di wilayah Kota

Denpasar. Fungsionalisasi hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk

membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi atau berkerja dan terwujud

secara kongkret. Ini bararti istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat

diidentikkan dengan istilah operasionalisasi atau konkretisasi hukum pidana yang

pada hakikatnya sama dengan pengertian penegakan hukum pidana.82

Fungsi hukum pidana secara umum yakni untuk mengatur dan

menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya

ketertiban umum. Manusia hidup dipenuhi oleh berbagai kepentingan dan

kebutuhan. Antara satu kebutuhan dengan yang lain tidak saja berlainan, tetapi

terkadang saling bertentangan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan ini, manusia bersikap

dan berbuat. Agar sikap dan perbuatannya tidak merugikan kepentingan dan hak

orang lain, hukum memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan tertentu

82Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,h. 157.

Page 119: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

101

untuk mencapai dan memenuhi kepentingan itu. Fungsi yang demikian disebut

dengan fungsi umum hukum pidana.83

Sebagai dasar hukum atau pedoman dalam pelaksanaan penegakan hukum

pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar tersebut diatas

adalah diatur dalam ketentuan Pasal 504, Pasal 505 KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana), dan secara khusus untuk di Kota Denpasar diatur pula

dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar (Perda Kota Denpasar) yakni Pasal 35

ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993

jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum. Menurut

ketentuan hukum tersebut kegiatan pergelandangan dan pengemisan yang

dilakukan oleh para gelandangan dan pengemis adalah merupakan suatu tindak

pidana yaitu sebagai pelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum.

Pasal 504 KUHP menegaskan larangan kegiatan pengemisan atau meminta

minta di tempat umum sebagai berikut:

1. Barang siapa mengemis di tempat umum, diancam, karena melakukan

pengemisan, dengan pidana kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di atas

enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan.

Berikutnya, ketentuan Pasal 505 KUHP menegaskan tentang larangan kegiatan

pergelandangan sebagai berikut:

1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencaharian, diancam, karena melakukan

pergelandangan, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan;

83Fuad Usfa A., 2006, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, h. 5.

Page 120: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

102

2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di

atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam

bulan.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum menegaskan sebagai berikut:

- Pasal 35 ayat (4): Dilarang melakukan usaha/kegiatan meminta-

minta/mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis;

- Pasal 37 ayat (1): Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal-pasal dari Bab II sampai dengan Bab X, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah).

Mengacu pada ketentuan hukum pidana tersebut diatas, maka jelaslah

pelanggaran terhadap Pasal 504, 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37

ayat (1) Perda Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 berupa

kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat umum yang dilakukan

oleh para gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Denpasar dapat diproses

secara hukum dan dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan atau denda.

Tidak semua kegiatan pergelandangan dan pengemisan dapat dikenakan sanksi

pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHP dan Perda Kota Denpasar tersebut

karena sudah ditegaskan secara limitatif dalam rumusan pasal-pasalnya bahwa

yang dapat ditindak, diproses secara hukum dan dikenakan sanksi pidana tersebut

adalah gelandangan dan pengemis yang melakukan pergelandangan dan

Page 121: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

103

pengemisan di tempat-tempat umum, seperti: pasar, terminal, pusat perbelanjaan,

kawasan pertokoan, traffic light dan jalan raya, ini berarti kegiatan

pergelandangan dan pengemisan yang tidak dilakukan di tempat umum seperti

pengemis yang meminta-minta di rumah-rumah penduduk tidak dapat dikenakan

sanksi pidana menurut KUHP dan Perda Kota Denpasar tersebut diatas.

Perlu diingat bahwa meskipun telah ditegaskan mengenai adanya ketentuan

pidana bagi gelandangan dan pengemis, namun mengacu pada Teori

Penanggulangan Tindak Pidana, maka dalam rangka penanggulangan masalah

gelandangan dan pengemis tersebut tidaklah sepenuhnya dapat dilakukan dengan

cara/upaya yang sifatnya represif saja yaitu berupa penerapan hukum pidana

ataupun pemberian sanksi pidana, melainkan perlu juga disertai dan

dikombinasikan dengan upaya-upaya yang sifatnya preventif maupun persuasif

mengingat permasalahan gelandangan dan pengemis ini tidak semata-mata

merupakan suatu permasalahan hukum, akan tetapi telah menjadi permasalahan

sosial yang sangat kompleks. Ketentuan hukum positif Indonesia sebenarnya telah

menegaskan hal-hal tersebut sebagaimana yang telah peneliti uraikan pada bagian

Bab II Sub bab 2.2 tentang peraturan perundang-undangan terkait penanggulangan

gelandangan dan pengemis yang mana secara garis besar terdapat 2 (dua)

cara/upaya yang dapat ditempuh dalam penanggulangan masalah gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar yaitu:

a. Melalui jalur penal (hukum pidana), yang mana lebih menitikberatkan pada

sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah pelanggaran

hukum terjadi;

Page 122: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

104

b. Melalui jalur non-penal (bukan/diluar hukum pidana), yang mana lebih

menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian)

sebelum pelanggaran hukum terjadi maupun upaya-upaya rehabilitasi bagi

pelaku/pelanggar hukum.

Secara khusus aturan hukum yang secara lebih terperinci menguraikan upaya-

upaya penertiban dan penanggulangan gelandangan dan pengemis tersebut diatas

adalah tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, yang mana dalam peraturan tersebut

ditegaskan jenis-jenis upaya-upaya penanggulangan yaitu berupa upaya preventif,

represif, dan rehabilitasi yang bertujuan untuk menekan perkembangan

gelandangan dan pengemis serta mengupayakan gelandangan dan pengemis

kembali menjadi anggota masyarakat yang mempunyai penghidupan yang layak.

Apabila ke 3 (tiga) upaya tersebut dapat dilakukan secara maksimal, maka akan

membuat permasalahan gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Denpasar

dapat ditanggulangi secara lebih efektif dan mendapatkan hasil yang maksimal

sesuai dengan diharapkan pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan

masyarakat.

Dalam kenyataannya di lapangan, Pemerintah Kota Denpasar bersama dengan

aparat penegak hukum terkait tidak hanya melakukan upaya-upaya

penanggulangan yang sifatnya represif berupa penegakan hukum pidana tersebut

diatas, akan tetapi juga telah dilakukan upaya-upaya yang sifatnya preventif

dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Khusus untuk upaya-upaya rehabilitasi sama sekali belum dapat dilaksanakan

Page 123: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

105

karena masih banyak terdapat hambatan-hamabatan yaitu berupa terbatasnya

anggaran dana, Pemerintah Kota Denpasar hanya mempunyai rumah singgah dan

belum mempunyai panti sosial/rehabilitasi yang representatif, dan terbatasnya

petugas/sumber daya manusia (SDM).

Selama ini upaya preventif tersebut diatas pelaksanaannya dilakukan oleh

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar. Menurut Bapak Made Sudana,

S.E., Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial pada Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja Kota Denpasar (wawancara dilakukan pada hari Senin, tanggal 05

Januari 2015), upaya-upaya preventif yang dilakukan adalah dengan memberikan

himbauan-himbauan dan pemahaman kepada masyarakat Kota Denpasar untuk

tidak mengemis dan menggelandang karena kegiatan tersebut dilarang oleh

hukum serta merendahkan martabat dan hidup sebagai manusia.

Kegiatan-kegiatan diatas dilakukan dengan pemasangan baliho, penyebaran

brosur, penyuluhan kepada masyarakat dan pembinaan kepada gelandangan dan

pengemis itu sendiri. Pemasangan baliho tersebut dilakukan di beberapa sudut

Kota Denpasar yang mana selama ini Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Denpasar biasanya memasang di 5 titik strategis seperti di Ubung, Pasar Badung,

Jl. Mahendradata, Jl. By Pass Ida Bagus Mantra dan Jl. Imam Bonjol. Brosur-

brosur disebar dan ditempel di lingkungan masyarakat yang isinya menghimbau

masyarakat untuk tidak mengemis dan menggelandang termasuk menghimbau

warga masyarakat Kota Denpasar agar tidak memberikan uang kepada

gelandangan dan pengemis. Upaya-upaya penyuluhan dan sosialisasi ke desa-desa

juga telah dilakukan yang mana untuk tahun 2014 dilakukan di 9 desa/kelurahan

Page 124: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

106

dengan menghadirkan pemateri-pemateri dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Denpasar, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar, dan

Departemen Agama RI. Penyuluhan dan sosialisasi tersebut memberikan motivasi

serta himbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan kegiatan mengemis dan

menggelandang.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar ternyata juga memiliki Tim

Gepeng yang bertugas melakukan penjemputan gelandangan dan pengemis yang

Tim Gepeng temukan di lapangan. Gelandangan dan pengemis tersebut kemudian

dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar yang

terletak di Jl. By Pass Ida Bagus Mantra untuk diberikan pembinaan dan pelatihan

singkat yang waktunya paling lama 3 hari. Setelah itu, gelandangan dan pengemis

akan dipulangkan ke daerah asal masing-masing dengan harapan agar supaya

mereka tidak lagi datang melakukan kegiatan pergelandangan ataupun

pengemisan.

Semua upaya preventif yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar

ini tujuan utamanya adalah mencegah masyarakat untuk melakukan kegiatan

mengemis dan menggelandang di wilayah Kota Denpasar. Selama ini koordinasi

yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar dengan daerah

asal gelandangan pengemis seperti misalnya Kabupaten Karangasem hanya

sebatas pemberian saran dan mengingatkan Pemerintah Kabupaten Karangasem

untuk ikut serta melakukan pembinaan bagi warganya agar tidak lagi datang untuk

mengemis dan menggelandang di wilayah Kota Denpasar, disamping itu antara

kedua pemerintah daerah juga belum dilakukan upaya sinergis yang konkrit untuk

Page 125: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

107

menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis tersebut sehingga

dengan melihat kondisi tersebut sangat wajar apabila setiap tahunnya Kota

Denpasar tetap didatangi oleh para gelandangan dan pengemis dari daerah-daerah

yang dikenal sebagai daerah asal gelandangan dan pengemis.

Selanjutnya, berbicara tentang penegakan hukum pidana dalam rangka

penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar, maka hal tersebut

sebenarnya memerlukan upaya yang sinergis dari pihak-pihak yang terkait. Ada

beberapa pihak atau instansi yang akan terkait dalam pelaksanaannya yaitu

diantaranya: Aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar,

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, Kepolisian Resor Kota Denpasar

(Polresta Denpasar), dan Pengadilan Negeri Denpasar.

Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap ketentuan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), hal tersebut adalah sepenuhnya menjadi

kewenangan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang mana

dalam hal ini adalah aparat Polresta Denpasar. Mengacu pada Undang Undang RI

No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tugas pokok

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan,

menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

masyarakat.

Penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis sebagaimana

diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun

2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum adalah dilakukan oleh Aparat

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar yang sesuai dengan

Page 126: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

108

ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan

Polisi Pamong Praja, dan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 13 Tahun 2001

tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Denpasar mempunyai tugas

pokok membantu Kepala Daerah menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan

Kepala Daerah, serta menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum.

Satpol PP Kota Denpasar dapat bekerja sama dengan Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja Kota Denpasar sebagai bagian Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD)

pada Pemerintah Kota Denpasar yang secara khusus juga mempunyai tugas dan

wewenang melakukan penanganan/penanggulangan permasalahan gelandangan

dan pengemis. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan pidana tersebut baik

dalam KUHP maupun Perda Kota Denpasar yang dilakukan oleh gelandangan dan

pengemis tersebut nantinya akan bermuara pada proses hukum di Pengadilan

Negeri Denpasar dalam sidang tindak pidana ringan (Tipiring) dengan sanksi

pidana yang dapat diberikan adalah berupa pidana kurungan atau denda sebagai

bentuk pertanggungjawaban pidananya.

Agar supaya penegakan hukum pidananya dapat berjalan dengan baik dan

efektif tentunya aturan-aturan pidana bagi gelandangan dan pengemis tersebut

diatas harus diterapkan dan bekerja dengan baik di kehidupan masyarakat dalam

setiap pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan Pasal 504, Pasal 505 KUHP

(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat

(1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum. Sebagai konsekuensi negara Indonesia

sebagai negara hukum, maka setiap kegiatan pergelandangan dan pengemisan di

Page 127: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

109

tempat umum yang dilakukan di wilayah Kota Denpasar seharusnya ditindak

secara tegas tanpa pandang bulu dan sudah sepatutnya dikenakan sanksi pidana

berdasarkan aturan hukum pidana tersebut diatas.

Dikaji dan dianalisis berdasarkan Teori Bekerjanya Hukum yang

dikemukakan oleh Robert B. Siedman, maka proses penegakan hukum pidana

dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar

tersebut pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh beberapa unsur atau aspek yang

terkait satu dengan yang lain yang mempengaruhi bekerjanya hukum sehingga

penegakan hukum pidananya di masyarakat dapat berjalan dengan baik. Beberapa

unsur atau aspek tersebut meliputi: Lembaga Pembuat Hukum (Law Making

Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction Activity Institutions), Pemegang

Peran (Role Occupant) serta Kekuatan Sosial Personal (Societal Personal Force),

Budaya Hukum (Legal Culture) serta unsur-unsur Umpan Balik (Feed Back) dari

proses bekerjanya hukum yang sedang berjalan.

Dijabarkan lebih lanjut, yang dimaksud dengan unsur Lembaga Pembuat

Hukum (Law Making Institutions) disini yaitu pihak Legislatif dan Eksekutif yang

dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

dengan Pemerintah Republik Indonesia yang mempunyai peranan dalam

pembuatan Undang-Undang atau aturan hukum pidana maupun melakukan revisi

terhadap ketentuan Pasal 504, Pasal 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana), selanjutnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar

(DPRD Kota Denpasar) dengan Pemerintah Kota Denpasar yang mempunyai

peranan dalam pembuatan Perda maupun melakukan revisi terhadap ketentuan

Page 128: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

110

pidana dalam Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum. Unsur Lembaga Penerap Sanksi (Sanction Activity Institutions)

yaitu aparat/instansi penegak hukum (struktur hukum) yang terkait dengan

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis, meliputi Aparat

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar, Polresta Denpasar, dan

Pengadilan Negeri Denpasar. Unsur Pemegang Peran (Role Occupant) adalah

masyarakat Kota Denpasar termasuk di dalamnya para gelandangan dan pengemis

itu sendiri yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga

negara. Berikutnya, Kekuatan Sosial Personal (Societal Personal Force) dan

Budaya Hukum (Legal Culture) adalah berupa faktor-faktor sosial dalam

kehidupan masyarakat Kota Denpasar yang dapat berupa faktor ekonomi, politik,

dan budaya hukum.

Unsur-unsur tersebut diatas mempunyai fungsi dan peranannya masing-

masing yang mana disertai juga dengan proses umpan balik (feed back) dari unsur

yang satu dengan unsur yang lain yang akan mempengaruhi bekerjanya hukum

pidana dalam kehidupan masyarakat. Apabila dikaitkan dengan gambaran proses

bekerjanya hukum yang disampaikan Robert B. Seidman tersebut, maka

pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di

wilayah Kota Denpasar yang berupa penerapan atau penegakan ketentuan Pasal

504, Pasal 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan Pasal 35 ayat

(4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.

Page 129: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

111

No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum akan menunjukkan

kondisi-kondisi sebagai berikut:

1. Adanya ketentuan Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP, dan Pasal 35 ayat (4)

jo. Pasal 37 ayat (1) Perda Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun

2000 telah mengatur, menegaskan sekaligus memberitahu masyarakat

(pemegang peranan/role occupant) tentang adanya larangan beserta sanksi

pidana terhadap kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat

umum khususnya di wilayah Kota Denpasar. Ini berarti, setiap pelanggaran

terhadap ketentuan dalam KUHP dan Perda Kota Denpasar diatas akan

ditindak, diproses secara hukum dan dikenakan sanksi pidana yaitu berupa

pidana kurungan atau denda;

2. Dalam konteks Negara Indonesia sebagai negara hukum maka setiap anggota

masyarakat khususnya yang ada di Kota Denpasar dianggap sudah tahu

mengenai larangan maupun sanksi pidana bagi kegiatan pergelandangan dan

pengemisan di tempat-tempat umum di wilayah Kota Denpasar tersebut diatas.

Menurut Robert B. Seidman setiap anggota masyarakat sebagai pemegang

peranan ditentukan tingkah lakunya oleh pola peranan yang diharapkan

daripadanya baik oleh norma-norma hukum maupun oleh kekuatan-kekuatan

di luar hukum yang berupa kekuatan sosial dan personal. Setiap anggota

masyarakat yang ada di Kota Denpasar sebagai pemegang peran tentu

diharapkan bertindak untuk mematuhi/mentaati ketentuan dalam KUHP

maupun Perda Kota Denpasar tersebut. Apabila ternyata ada anggota

masyarakat yang masih melanggar, maka hal tersebut sangat dipengaruhi oleh

Page 130: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

112

kekuatan-kekuatan sosial dan personal (intern pemegang peran) yang bekerja

terhadap pemegang peran. Sebagai respon terhadap kondisi tersebut, agar

nantinya hukum pidana tersebut bekerja atau dengan kata lain penegakan

hukum pidana dapat berjalan dengan baik, maka disinilah nantinya diharapkan

kegiatan dari lembaga penerap sanksi dapat bekerja dengan menegakkan

aturan hukum yang ada dengan baik;

3. Setiap pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan dalam KUHP dan Perda

Kota Denpasar, maka aparat penegak hukum sebagai unsur lembaga penerap

sanksi diharapkan bertindak untuk menegakkan aturan pidana bagi kegiatan

pergelandangan dan pengemisan tersebut secara tegas dan konsekuen dengan

menindak, memproses secara hukum, termasuk menerapkan sanksi berupa

pidana bagi setiap pelanggarnya. Dalam menjalankan peranannya ini, unsur

penerap sanksi juga dituntut untuk jeli dan responsif dalam menerima setiap

umpan balik atau masukan di lapangan dari kegiatan/tindakan yang dilakukan

pemegang peran sehingga cara-cara atau upaya-upaya penegakan hukum yang

dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di masyarakat dapat berjalan

dengan baik dan efektif;

4. Dari jalannya keseluruhan proses penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis tersebut diatas, maka unsur pembuat undang-

undang itu diharapkan menjalankan peranannya untuk mengawasi dan

mengevaluasi penerapan atau pelaksanaan ketentuan pidana yang ada di

masyarakat. Dari jalannya proses inilah nantinya juga dapat memberikan suatu

umpan balik atau masukan atau bahan evaluasi bagi pembuat undang-undang

Page 131: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

113

tentang ketentuan hukum pidana yang sudah ada bagi gelandangan dan

pengemis, untuk kedepannya dapat dijadikan masukan dalam

memformulasikan peraturan perundang-undangan pidana dalam rangka

menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Dilihat dari uraian tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa poin-poin

penting dan ideal dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis adalah setiap unsur-unsur bekerjanya hukum

sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert B. Seidman dapat menjalankan

fungsinya dengan baik. Setiap anggota masyarakat seharusnya mentaati/mematuhi

ketentuan hukum pidana mengenai larangan kegiatan pergelandangan dan

pengemisan di tempat-tempat umum di wilayah Kota Denpasar dan apabila

kemudian terdapat pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana yang ada baik

itu terhadap ketentuan Pasal 504 KUHP dan Pasal 505 KUHP maupun Pasal 35

ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Perda Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3

Tahun 2000, hal tersebut bisa terjadi karena adanya pengaruh berbagai faktor

yang berupa kekuatan sosial, personal maupun budaya hukum.

Agar hukum dapat bekerja dengan baik, maka setiap pelanggaran yang terjadi

menurut hukum haruslah ditindak secara tegas dan dikenakan sanksi pidana oleh

lembaga penerap sanksi atau aparat penegak hukum terkait. Disini unsur pembuat

undang-undang juga tidak boleh meniadakan fungsinya untuk melakukan

pengawasan dan evaluasi terhadap aturan hukum pidana yang telah ada bagi

gelandangan dan pengemis sehingga kedepannya aturan hukum pidana tersebut

Page 132: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

114

dapat dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat dan bekerja dengan baik untuk

menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Terkait implementasi atau pelaksanaan penegakan hukum pidana tersebut

diatas, ternyata selama kurun waktu 5 tahun terakhir aparat kepolisian yaitu

Polresta Denpasar sama sekali tidak melakukan penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan dan pengemis, ini terbukti dengan tidak adanya kasus

tindak pidana pergelandangan dan pengemisan yang ditangani. Dengan demikian,

dapat dilihat bahwa tidak ada gelandangan dan pengemis yang

berkeliaran/beroperasi di Kota Denpasar yang diproses secara hukum dan dijatuhi

sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 504 KUHP dan Pasal 505 KUHP

tersebut.

Data dan informasi yang peneliti temukan di Polresta Denpasar menunjukkan

bahwa kondisi tersebut diatas pada pokoknya disebabkan oleh faktor

kompleksnya permasalahan hukum di Kota Denpasar yang membuat jajaran

Polresta Denpasar belum maksimal menegakkan aturan Pasal 504 KUHP, Pasal

505 KUHP dan belum sampai menjangkau permasalahan tindak pidana

pergelandangan dan pengemisan tersebut serta faktor terbatasnya aparat

kepolisian/Sumber Daya Manusia (SDM) pada Polresta Denpasar. Selain itu,

mengenai permasalahan tersebut karena sudah diatur pula dalam Perda Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum, maka upaya penegakan hukum pidananya menurut Bapak

AKP. Nengah Sadiarta, SH., Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim)

Polresta Denpasar (wawancara dilakukan pada hari Rabu, tanggal 07 Januari

Page 133: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

115

2015) selama ini sudah sepatutnya lebih dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) Kota Denpasar. Hal tersebut untuk menghindari tumpang tindih

dalam pola penanganan terhadap permasalahan gelandangan dan pengemis di

Kota Denpasar. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa

pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap ketentuan Pasal 504 KUHP dan

Pasal 505 KUHP belumlah berjalan dengan optimal/maksimal sehingga belum

efektif untuk menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar.

Berikutnya, dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap ketentuan Pasal

35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun

1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum, maka

berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui mengenai implementasi atau

pelaksanaan penegakan hukum oleh Pemerintah Kota Denpasar yang dalam hal

ini dilakukan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar yang

bekerja sama dengan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar. Menurut Ibu

Desak Ketut Putri Yasni, S.H., Kepala Seksi Operasional Pengendalian (Kasi

Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Kantor

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar (wawancara dilakukan

pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015), ada beberapa tahapan atau proses

dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis

tersebut yaitu terdiri dari:

a. Operasi/razia, yang mana kegiatan ini dilaksanakan melalui patroli rutin

maupun pada saat tertentu berdasarkan laporan masyarakat;

Page 134: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

116

b. Penampungan sementara untuk dilakukan seleksi. Terhadap gelandangan dan

pengemis yang terjaring razia akan dilakukan seleksi yang dimaksudkan untuk

menetapkan kualifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar

untuk menetapkan tindakan selanjutnya. Pilihan tindak lanjut yang dapat

dilakukan adalah mereka dibina, dipulangkan ke daerah asal/kampung

halaman, diberikan pelayanan kesehatan ataupun diproses dan dibawa ke

pengadilan untuk sidang tindak pidana ringan (tipiring);

c. Pelimpahan dan sidang tindak pidana ringan (tipiring) di Pengadilan Negeri

Denpasar. Pada tahapan inilah sebenarnya dapat dilihat mengenai penerapan

sanksi pidana bagi gelandangan dan pengemis tersebut.

Rangkaian tahapan penegakan hukum pidana tersebut diatas dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI No. 31 tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis adalah merupakan usaha represif

yang dimaksudkan untuk mengurangi dan atau meniadakan gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar yang ditujukan baik kepada seseorang maupun

kelompok orang yang melakukan pergelandangan dan pengemisan.

a. Operasi/razia

Perkembangan yang terjadi selama 5 tahun terakhir ini (periode tahun 2010-

2014) menunjukkan bahwa aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Denpasar yang juga bekerja sama dengan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Denpasar cukup gencar melakukan kegiatan operasi/razia yaitu serangkaian

kegiatan penertiban yang dilaksanakan dengan cara mendatangi gelandangan dan

pengemis di jalan-jalan atau di tempat-tempat umum lainnya. Hal ini terbukti dari

Page 135: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

117

jumlah gelandangan dan pengemis yang terjaring razia di wilayah Kota Denpasar

selama lima tahun terakhir (tahun 2010-2014) adalah sejumlah 1144 orang (seribu

seratus empat puluh empat orang) yang sebagaimana telah peneliti uraikan

sebelumnya bahwa jumlah per tahunnya masih tinggi.

Ibu Desak Ketut Putri Yasni, S.H., Kepala Seksi Operasional Pengendalian

(Kasi Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat,

Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar menjelaskan

bahwa operasi/razia terhadap gelandangan dan pengemis ini secara rutin

dilakukan sebanyak 10 kali dalam 1 bulan dan biasanya dilaksanakan pada hari

Senin dan Rabu. Operasi/razia tersebut difokuskan pada daerah-daerah yang

merupakan titik-titik rawan persebaran gelandangan dan pengemis.

Pelaksanaannya dilakukan oleh tim gabungan yang tidak hanya dari unsur Satpol

PP Kota Denpasar saja, akan tetapi juga melibatkan Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja Kota Denpasar, aparat Kepolisian dan TNI. Unsur dari Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar sendiri terdiri dari bidang Ketertiban

Umum dan Ketentraman Masyarakat serta bidang Penegakan Peraturan

Perundang-Undangan Daerah.

Tidak dapat dipungkiri dalam kegiatan operasi/razia ini terkadang disertai

dengan upaya-upaya paksa dan tegas oleh tim gabungan, bahkan oleh beberapa

kalangan dianggap tidak manusiawi karena pada saat operasi/razia tersebut

banyak gelandangan dan pengemis yang lari pontang panting tanpa

memperdulikan keselamatan mereka untuk menghindari kejaran dan tangkapan

petugas. Menurut Ibu Desak Ketut Putri Yasni, Kepala Seksi Operasional

Page 136: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

118

Pengendalian (Kasi Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman

Masyarakat, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar upaya

operasi/razia tersebut cukup efektif untuk membersihkan jalan-jalan atau tempat-

tempat umum lainnya dari gelandangan dan pengenis, namun cukup beresiko

karena opersi/razia dapat membahayakan keselamatan jiwa bagi petugas,

gelandangan pengemis, maupun masyarakat umum.

Tidak jarang dalam pelaksanaanya ternyata tidak mendatangkan hasil atau

kurang berhasil. Ketika operasi/razia dilancarkan di satu lokasi, informasi

operasi/razia tersebut cepat menyebar, sehingga sudah diketahui oleh gelandangan

dan pengemis akan adanya operasi/razia tersebut sehingga mereka dapat

melarikan diri dan terhindar dari pantauan petugas. Demikian juga kendaraan

operasional yang digunakan dalam penjemputan gelandangan pengemis, sudah

sangat dikenal baik oleh gelandangan pengemis. Hal ini menyebabkan

gelandangan pengemis sudah mengetahui terlebih dahulu kendaraan operasional

Satpol PP Kota Denpasar ataupun Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

yang akan melintas sehingga para gelandangan dan pengemis segera

meninggalkan lokasi.

Operasi/razia terhadap para gelandangan dan pengemis yang dilaksanakan

secara terpadu oleh tim gabungan tersebut masing-masing unsur di dalamnya

mempunyai fungsi dan peranannya masing-masing. Dalam hal ini Satpol PP Kota

Denpasar berperan menangkap para gelandangan dan pengemis di jalan-jalan atau

di tempat-tempat umum lainnya, kemudian Satpol PP Kota Denpasar dan Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar mendata untuk selanjutnya dimasukkan

Page 137: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

119

ke dalam mobil operasional untuk diangkut ke Kantor Satpol PP Kota Denpasar.

Aparat kepolisian berperan mengatur lalu lintas di jalan-jalan dimana

operasi/razia berlangsung, serta melaksanakan pengamanan bilamana terjadi

perlawanan dari para gelandangan dan pengemis.

Fakta lain yang menarik dari pelaksanaan kegiatan operasi/razia ini adalah

adanya informasi dari para pengemis yang terjaring razia mengenai adanya pihak

tertentu yang dengan sengaja mengkoordinir kegiatan mengemis di Kota

Denpasar, hal mana oleh petugas sering menyebutnya dengan istilah “germo”.

Selama ini sudah dilakukan upaya penangkapan atau pengejaran germo tersebut,

namun sampai dengan saat ini upaya tersebut belum berhasil. Informasi seperti ini

tentu tidak boleh dianggap sepele dan perlu disikapi, ditindak lanjuti dengan

serius sehingga pihak-pihak yang meresahkan tersebut dapat segera tertangkap

dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

b. Penampungan sementara untuk dilakukan seleksi

Tahapan atau proses selanjutnya setelah dilakukan operasi/razia adalah para

gelandangan dan pengemis yang terjaring operasi/razia tersebut akan ditampung

sementara untuk dilakukan pendataan dan proses seleksi sehingga nantinya dapat

ditentukan mengenai tindakan selanjutnya yang akan dilakukan terhadap

gelandangan dan pengemisan tersebut. Pada tahapan inilah Satpol PP Kota

Denpasar dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar dapat melakukan

pendekatan persuasif yang intensif kepada gelandangan dan pengemis tersebut.

Biasanya petugas akan memberikan pengertian, pemahaman dan mengajak

kepada para gelandangan pengemis untuk meninggalkan aktivitas menggelandang

Page 138: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

120

dan mengemis di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya serta melaksanakan

program-program pembinaan.

Bagian atau bidang pada Kantor Satpol PP Kota Denpasar yang bertugas dan

bertanggung jawab memberikan pembinaan atau melakukan pendekatan persuasif

bagi gelandangan dan pengemis tersebut adalah Bidang Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat. Sedangkan yang menentukan tindakan selanjutnya

terhadap gelandangan pengemis apakah akan dilanjutkan proses hukum pada

persidangan tindak pidana ringan (Tipiring) atau tidak adalah Bagian Penegakan

Peraturan Perundang-Undangan pada Kantor Satpol PP Kota Denpasar.

Melaksanakan pendekatan persuasif ini tidaklah mudah karena diperlukan

penanaman dan pemahaman yang berkali-kali, sebagaimana dikemukakan oleh

Ibu Desak Ketut Putri Yasni, Kepala Seksi Operasional Pengendalian (Kasi

Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Kantor

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar bahwa pendekatan

persuasif ini tidak mudah, perlu kesabaran untuk memberikan pengertian dan

pemahaman serta kesadaran agar mereka mau meninggalkan aktivitas mengemis

ataupun menggelandang di tempat-tempat umum. Disamping itu, pelaksanaan

pendekatan persuasif tersebut juga membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang

cukup lama. Oleh karena itu diperlukan personil yang mampu membujuk

gelandangan dan pengemis untuk diberikan pemahaman dengan cara yang mudah

dimengerti serta mendorong ketertarikan gelandangan pengemis untuk tidak

melakukan kegiatan pergelandangan dan pengemisan lagi.

Page 139: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

121

Selama ini, pada tahapan penampungan sementara dan seleksi ini

kegiatan/upaya yang sifatnya persuasif ini sudah diupayakan dengan maksimal,

bahkan dilakukan dengan mengikut sertakan/mendatangkan petugas dari

Departemen Agama RI dan Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Pembinaan rohani

maupun pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas-petugas tersebut

diharapkan mampu untuk mengubah pola pikir dan memulihkan sikap mental para

gelandangan dan pengemis untuk tidak lagi melakukan kegiatan pergelandangan

dan pengemisan. Unsur Organisasi Sosial/Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)

terkadang juga dilibatkan, seperti misalnya Lentera Anak Bali. Pada waktu-waktu

tertentu mereka dilibatkan dalam pemberian pembinaan kepada gelandangan dan

pengemis khususnya yang anak-anak yang mana mereka lebih menekankan pada

perbaikan sikap mental dan menumbuhkan kepercayaan diri anak-anak agar tidak

menggelandang dan mengemis lagi.

Hasil seleksi tersebut diatas selanjutnya dapat ditangani dalam 3 pendekatan,

yaitu pertama melalui Sidang tindak pidana ringan (Tipiring), kedua langsung

diserahkan kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar untuk dibawa

ke rumah singgah yang dimiliki Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

yang terletak di Jl. By Pass Ida Bagus Mantra untuk diberikan pembinaan atau

pelayanan sosial, dan yang ketiga dipulangkan ke daerah asal/kampung halaman.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini (periode tahun 2010-2014) ternyata pihak

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar lebih memilih untuk

menggunakan pendekatan yang kedua dan ketiga yaitu pemberian pembinaan dan

pemulangan ke daerah asal. Biasanya untuk pilihan ketiga tersebut diatas aparat

Page 140: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

122

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar meminta para

gelandangan dan pengemis tersebut membuat surat pernyataan yang isi pokoknya

adalah mereka tidak akan lagi mengulangi perbuatan untuk melakukan kegiatan

pergelandangan dan pengemisan di Kota Denpasar.

c. Pelimpahan dan sidang tindak pidana ringan (Tipiring) di Pengadilan Negeri

Denpasar

Tuntasnya proses bekerjanya hukum pidana adalah dapat dilihat dari

penegakan dan penerapan sanksi pidana sebagai respon/reaksi atas setiap

pelanggaran hukum pidana yang ada. Dalam hal ini penjatuhan sanksi pidana bagi

kegiatan pergelandangan dan pengemisan di Kota Denpasar haruslah melalui

proses persidangan tindak pidana ringan (Tipiring) pada Pengadilan Negeri

Denpasar yang mana menurut Hukum Acara Pidana diatur dalam ketentuan Pasal

205 s/d Pasal 210 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang

Acara Pemeriksaan Cepat/Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan. Dengan

kata lain, sidang tindak pidana ringan (Tipiring) ini merupakan suatu kegiatan

dalam penindakan bagi pelanggar ketentuan pidana yang diatur dalam Peraturan

Daerah Kota Denpasar (Perda Kota Denpasar) yakni Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37

ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun

2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum, termasuk pula ketentuan Pasal

504 KUHP dan Pasal 505 KUHP. Bagi pelanggar ketentuan ini dapat dikenakan

sanksi kurungan atau denda.

Jadwal persidangan Pengadilan Negeri Denpasar khusus untuk sidang perkara

tindak pidana ringan adalah pada hari Rabu dan Jumat. Sidang dapat dilaksanakan

Page 141: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

123

di ruang sidang Pengadilan Negeri, di Kantor Camat, maupun di tempat terbuka

seperti di area parkir dengan memasang tenda-tenda, seperti yang dikemukakan

oleh Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan dan Penyidikan pada Bidang Penegakan

Peraturan Perundang-Undangan, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Kota Denpasar, Bapak I Gusti Agung Alit Artika, S.E. (wawancara dilakukan

pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015) yang pada pokoknya menerangkan

bahwa penyelenggaraan sidang tipiring dapat dilaksanakan di Pengadilan Negeri,

di tempat-tempat terbuka seperti di area parkir, lapangan olahraga atau di Kantor

Camat yang mana disesuaikan tempatnya dengan daerah operasi/razia dan

tentunya apabila dilakukan diluar Pengadilan Negeri Denpasar, maka hal tersebut

pasti melibatkan tim terpadu termasuk langsung menghadirkan Hakim pada

Pengadilan Negeri Denpasar.

Unsur-unsur yang terlibat dalam proses sidang Tipiring, yaitu: Hakim,

Kepolisian, Jaksa, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Kantor Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar. Pelaksanaan sidang Tipiring

diawali dengan penyidikan oleh PPNS Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol

PP) Kota Denpasar. Berkas penyidikan tersebut juga dilaporkan kepada Penyidik

Kepolisian pada Polresta Denpasar dan Kejaksaan Negeri Denpasar, selanjutnya

oleh PPNS Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar berkas

perkaranya diajukan kepada Pengadilan Negeri Denpasar untuk disidangkan oleh

Hakim, jika terbukti melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1)

Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

Page 142: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

124

tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum tersebut, akan dikenakan sanksi pidana

kurungan atau denda sesuai dengan keputusan Hakim.

Informasi yang peneliti dapatkan adalah penjatuhan/pengenaan sanksi pidana

terhadap pelanggar Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 ini belum sepenuhnya dapat

dilaksanakan. Hal ini terbukti dari fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa

selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini (periode tahun 2010-2014) ternyata tidak

ada gelandangan dan pengemis yang telah terjaring razia diproses secara hukum

dan disidangkan pada persidangan tindak pidana ringan di Pengadilan Negeri

Denpasar. Kondisi yang berbeda terjadi pada periode sebelum tahun 2010 dimana

menurut Bapak I Gusti Agung Alit Artika, S.E., Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan

dan Penyidikan pada Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan, Kantor

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar, (wawancara dilakukan

pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015) pada masa tersebut masih banyak

gelandangan pengemis yang diproses dan disidangkan pada persidangan tindak

pidana ringan di Pengadilan Negeri Denpasar.

Melihat data yang telah peneliti uraikan pada Tabel 2 dan Tabel 6 tersebut

diatas dapat diketahui bahwa dari jumlah total gelandangan pengemis yaitu 1144

orang dalam periode tahun 2010 s/d 2014, ternyata jumlah gelandangan dan

pengemis yang berumur 8 tahun keatas yang mana menurut ketentuan hukum

pidana dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana adalah sejumlah 840 orang

dengan rincian jumlah gelandangan 43 orang dan pengemis sejumlah 797 orang.

Apabila aparat penegak hukum tegas dan konsekuen menerapkan/melaksanakan

Page 143: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

125

ketentuan hukum pidana yang ada yaitu dengan menindak/memproses dan

melimpahkan setiap pelanggar Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan

Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 ke pengadilan,

maka semestinya terdapat 43 perkara tindak pidana pergelandangan dan 797

perkara tindak pidana pengemisan yang disidangkan dalam sidang tindak pidana

ringan (Tipiring) oleh Pengadilan Negeri Denpasar.

Sikap yang diambil oleh aparat PPNS pada Kantor Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Denpasar selama 5 tahun terakhir (periode tahun 2010-2014) dalam

penanganan dan tindak lanjut atas banyaknya jumlah pelanggaran Pasal 35 ayat

(4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.

No. 3 Tahun 2000 yang terjaring operasi/razia tersebut yaitu dengan tidak

memproses dan tidak melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri

Denpasar. Alasan utama bagi aparat PPNS pada Kantor Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Denpasar meniadakan proses hukum sidang Tipiring bagi gelandangan

pengemis tersebut adalah karena alasan kemanusiaan dan keprihatinan terhadap

kehidupan gelandangan pengemis tersebut.

Mereka lebih memilih untuk melakukan pendekatan persuasif yaitu dengan

memberikan pembinaan-pembinaan agar supaya gelandangan pengemis tersebut

sadar dan berhenti melakukan pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat

umum. Disamping itu, upaya lain yang dilakukan adalah memulangkan

gelandangan dan pengemis tersebut ke daerah asal/kampung halamannya dengan

harapan agar mereka tidak lagi datang menggelandang dan mengemis ke Kota

Denpasar.

Page 144: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

126

Tidak adanya gelandangan dan pengemis yang dilimpahkan dan disidangkan

di Pengadilan Negeri Denpasar ini berarti tidak ada pula gelandangan dan

pengemis yang dijatuhi sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (4) jo.

Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3

Tahun 2000 tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dilihat bahwa penegakan

hukum pidana terhadap kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat-

tempat umum sebagai pelanggaran Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

belum dilaksanakan secara tuntas dan belum optimal karena aparat penegak

hukum terkait hanya melakukan upaya penegakan hukum pidana berupa kegiatan

operasi/razia dan penampungan sementara untuk diseleksi, namun tanpa disertai

dengan upaya tindak lanjut berupa pelimpahan untuk disidangkan di Pengadilan

Negeri Denpasar agar kemudian dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan

atau denda.

Sejalan dengan kondisi yang peneliti uraikan diatas, selama 5 tahun terakhir

(periode tahun 2010-2014) data yang ada pada Pengadilan Negeri Denpasar

menunjukkan tidak ada gelandangan dan pengemis yang terjaring razia yang

kemudian disidangkan dan dikenakan sanksi pidana di Pengadilan Negeri

Denpasar. Hal tersebut dapat dilihat dalam data tabel di bawah ini:

Page 145: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

127

Tabel 10: Data Perkembangan Jumlah Perkara Tindak PidanaPergelandangan dan Pengemisan Pada Pengadilan NegeriDenpasar Periode Tahun 2010-2014

No Tahun Perkara PelanggaranPasal 504 KUHP dan 505

KUHP

Perkara Pelanggaran Pasal 35 ayat (4)jo. Pasal 37 ayat (1) Perda Kota

Denpasar No. No. 15 Tahun 1993 jo.No. 3 Tahun 2000

1. 2010 0 0

2. 2011 0 0

3. 2012 0 0

4. 2013 0 0

5. 2014 0 0

Total 0 0

Persentase 0% 0%Sumber: Pengadilan Negeri Denpasar

Data diatas memperlihatkan memang tidak ada perkara tindak pidana

pergelandangan dan tindak pidana pengemisan yang dilimpahkan oleh aparat

Satpol PP Kota Denpasar maupun Polresta Denpasar untuk disidangkan dalam

sidang tindak pidana ringan (Tipiring) di Pengadilan Negeri Denpasar. Berbeda

halnya dengan kinerja aparat penegak hukum tersebut sebagai lembaga penerap

sanksi dalam penanganan jenis-jenis perkara tindak pidana ringan lainnya yang

terjadi di Kota Denpasar yang ternyata cukup gencar dilakukan upaya penegakan

hukum pidana yaitu dengan melimpahkan dan menyidangkannya ke Pengadilan

Negeri Denpasar.

Hal tersebut terlihat dari data yang dimiliki Pengadilan Negeri Denpasar yang

menunjukkan jumlah perkara tindak pidana ringan selama 5 tahun terakhir

(periode tahun 2010-2014) selain pergelandangan dan pengemisan adalah

sebanyak 1280 perkara. Jenis-jenis perkara tindak pidana ringan yang disidangkan

di Pengadilan Negeri Denpasar tersebut seperti perkara tentang pedagang kaki

Page 146: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

128

lima yang berjualan sembarangan, membuang sampah sembarangan, merokok di

kawasan tanpa rokok (KTR), dan pelacuran.

Berikut dapat kita lihat gambaran komprehensif mengenai proses dan pola

penanggulangan gelandangan dan pengemis yang selama 5 tahun terakhir ini

(periode tahun 2010-2014) dilakukan di Kota Denpasar tersebut diatas, sebagai

berikut:

Gambar 1. Pola Penanggulangan Gelandangan Pengemis di Kota

Denpasar

Melihat pola penanganan/penanggulangan tersebut diatas sebenarnya dapat

dijelaskan bahwa upaya penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar yang lebih komprehensif tersebut adalah dengan kombinasi dan

pelaksanaan secara menyeluruh 3 cara/pendekatan yang ada yaitu preventif,

represif dan rehabilitasi. Dalam hal telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan

KUHP dan Perda Kota Denpasar tindakan yang seharusnya dilakukan adalah lebih

Pendekatan- Himbauan- Pemasangan Baliho- Penyebaran Brosur- Penyuluhan Hukum

Preventif,Persuasif

(non penal)

Represif(penal)

Tujuannyamemberikan efek jeranamun belumditerapkan dengantuntas karena upayano. 3 (sidang Tipiring)sama sekali tidakdilaksanakanPelimpahan dan

Sidang Tipiring

PenampunganSementara+Seleksi

Operasi/Razia1)

2)

3)

Sudah dilaksanakan Gelandangandan pengemisdi KotaDenpasarjumlahnyamasih tinggi

Upaya-upayapenanggulanganbelum efektif/maksimal,termasuk pulapenegakanHukumPidananya

- Pembinaan jasmanidan rohani

- Bimbingan mental- Pemberian

ketrampilan

Rehabilitasi(non penal) Belum dilaksanakan

Page 147: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

129

menekankan pada upaya represif berupa penegakan hukum pidana dengan

tahapan pelaksanaan: operasi/razia, penampungan sementara dan seleksi, serta

pelimpahan dan sidang tipiring, namun dalam pelaksanaan upaya ini harus tetap

selektif dan manusiawi dengan tidak melakukan kekerasan.

Menurut Hakim sekaligus Humas (Hubungan Masyarakat) pada Pengadilan

Negeri Denpasar yaitu Bapak Hasoloan Sianturi, S.H., M.H., dalam wawancara

pada hari selasa, tanggal 20 Januari 2015, menegaskan bahwa apabila

permasalahan gelandangan dan pengemis ini terus menerus mengganggu

masyarakat dan jumlah setiap tahunnya tetap tinggi, maka dengan penerapan dan

penjatuhan sanksi pidana berdasarkan KUHP dan Perda Kota Denpasar tersebut

sebenarnya dapat menjadi senjata ampuh untuk memberikan efek jera kepada

gelandangan dan pengemis tersebut agar tidak lagi melakukan kegiatan

pergelandangan dan pengemisan, akan tetapi itu semua tergantung pada cara

penanganan atau sikap yang diambil oleh aparat penegak hukum terkait yaitu

aparat Polresta Denpasar maupun Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.

Apabila perkara tindak pidana pergelandangan dan pengemisan tersebut diajukan

ke Pengadilan Negeri Denpasar, maka Pengadilan Negeri Denpasar tentu akan

memeriksa, mengadili dan memutus sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku.

Gelandangan dan pengemis yang terbukti melanggar KUHP maupun Perda

Kota Denpasar yaitu melakukan pergelandangan dan pengemisan di tempat-

tempat umum tentu akan dijatuhi/dikenakan sanksi pidana berupa kurungan atau

denda oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Penjatuhan sanksi pidana tersebut

Page 148: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

130

nantinya diharapkan memberikan efek jera kepada gelandangan dan pengemis

yang mana tujuan penjatuhan/pemberian sanksi seperti diatas sesuai dengan

tujuan pemidanaan sebagaimana yang diuraikan Teori Relatif atau Teori Tujuan

(Doel Theorieen/Utilitarian Theory) dalam Teori Pemidanaan yaitu penjatuhan

pidana mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.

Mengacu pada Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorieen/Utilitarian

Theory) tersebut diatas, maka penjatuhan pidana tersebut selain dapat membuat

jera para pelakunya diharapkan pula dapat mempunyai manfaat yang lebih luas

yakni menentramkan masyarakat, mencegah setiap anggota masyarakat Kota

Denpasar untuk melakukan kegiatan pergelandangan dan pengemisan, serta yang

paling penting adalah dapat memperbaiki atau merubah pola pikir maupun sikap

mental para gelandangan dan pengemis tersebut agar tidak lagi melakukan

kegiatan pergelandangan dan pengemisan sehingga fungsi sosialnya pulih kembali

dan dapat hidup secara normal dalam lingkungan masyarakat.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, oleh karena ketentuan pidana yang

sudah ada sebagaimana diatur dalam Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan

Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

tersebut belum sepenuhnya dilakukan secara tegas dan konsekuen, maka dikaji

dan dianalisi berdasarkan Teori Bekerjanya Hukum yang dikemukakan oleh

Robert B. Siedman jelaslah aturan hukum pidana bagi kegiatan pergelandangan

dan pengemisan di tempat-tempat umum tersebut belum bekerja atau diterapkan

dengan maksimal. Hal yang paling terlihat adalah kurang optimalnya fungsi

pemegang peran (anggota masyarakat termasuk gelandangan dan pengemis) dan

Page 149: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

131

lembaga penerap sanksi (aparat penegak hukum: Polresta Denpasar, Satpol PP

Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar) dalam proses bekerjanya hukum

yang membuat hukum pidana tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Kondisi tersebut terlihat dari banyaknya anggota masyarakat sebagai unsur

pemegang peran yang melanggar Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35

ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993

jo. No. 3 Tahun 2000 yang mana hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Adanya pengaruh faktor sosial dan

personal berupa faktor kemiskinan dan masih adanya masyarakat pemberi bagi

gelandangan pengemis cukup dominan menyebabkan munculnya gelandangan

dan pengemis di Kota Denpasar. Berikutnya, atas terjadinya pelanggaran-

pelanggaran tersebut diatas ternyata respon yang diberikan oleh aparat penegak

hukum sebagai lembaga penerap sanksi adalah dengan tidak menegakkan aturan

hukum pidana secara maksimal yang mana terbukti dari tidak adanya gelandangan

dan pengemis yang terjaring razia melakukan pergelandangan dan pengemisan di

tempat-tempat umum yang dilimpahkan dan dikenakan sanksi pidana oleh

Pengadilan Negeri Denpasar.

Kondisi seperti ini membuat implementasi penegakan hukum pidana belum

berjalan dengan baik atau efektif dalam rangka menanggulangi permasalahan

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Selain itu, maksud dan tujuan

upaya-upaya penegakan hukum pidana agar memberikan efek jera dan mencegah

gelandangan dan pengemis mengulangi perbuatannya sebagaimana ditegaskan

Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorieen/Utilitarian Theory) dalam Teori

Pemidanaan jelas tidak tercapai karena selama ini upaya-upaya penegakan hukum

Page 150: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

132

pidananya belum dilakukan secara tuntas mengingat pelanggaran yang dilakukan

oleh gelandangan pengemis yang melakukan pergelandangan maupun pengemisan

di tempat-tempat umum tidak sampai disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar

dan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Upaya

seperti itu tentu tidak akan memberikan efek jera bagi gelandangan dan pengemis

agar tidak lagi kembali menggelandang dan mengemis di tempat-tempat umum.

Hasil penegakan hukum pidana yang telah dilakukan selama ini sebenarnya

dapat memberikan umpan balik (feed back) dan menjadi bahan evaluasi/masukan

bagi aparat penegak hukum sebagai lembaga penerap sanksi untuk memperbaiki

kinerjanya dalam proses penegakan hukum. Untuk lembaga legeslatif sebagai

pembuat undang-undang, proses bekerjanya hukum pidana tersebut diatas jelas

dapat dijadikan dasar untuk mengevaluasi aturan hukum pidana yang sudah ada

dan kedepannya memformulasikan aturan hukum pidana yang lebih baik dalam

menanggulangi gelandangan dan pengemis termasuk pula dijadikan bahan

masukan untuk menyusun/memformulasikan aturan hukum yang lebih khusus dan

komprehensif tentang penanganan/penanggulangan gelandangan dan pengemis di

Kota Denpasar.

Page 151: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

133

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PENEGAKAN

HUKUM PIDANA TERHADAP GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI

KOTA DENPASAR

4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Permasalahan penegakan hukum (law enforcement) senantiasa menjadi

persoalan menarik banyak pihak. Terutama karena adanya ketimpangan interaksi

dinamis antara aspek hukum dalam harapan atau das sollen dengan aspek

penerapan hukum dalam kenyataan atau das sein. Bilamana ketimpangan interaksi

diatas terus berlangsung, maka pelaksanaan penegakan hukum pada umumnya

tidak akan dapat mewujudkan keadilan dan ketertiban umum dalam kehidupan

masyarakat.84

Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang kompleks sangat wajar apabila

dalam suatu kegiatan masyarakat akan ditemukan faktor-faktor yang sifatnya

mendukung maupun menghambat. Begitu pula dalam proses penegakan hukum

tidak tertutup kemungkinan apabila dalam pelaksaaannya akan ditemukan

hambatan-hambatan, namun tidak menutup kemungkinan ada juga faktor-faktor

pendukung yang dapat membuat pelaksanaan penegakan hukum dalam kehidupan

masyarakat berjalan lebih efektif dan optimal.

Selanjutnya berbicara tentang pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis, maka hal tersebut tidak akan terlepas dari

84Ahmad Mujahidin, 2014, Penegakan Hukum Jangan Tersandera Pemberitaan Media, VariaPeradilan: Tahun XXIX No. 344, Jakarta, h. 105.

133

Page 152: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

134

pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu

sendiri. Faktor-faktor tersebut menjadi indikator atau tolak ukur dalam

keberhasilan maupun efektivitas suatu penegakan hukum.85

Menurut Lawrence M. Friedman dalam teorinya yaitu Teori Sistem Hukum

menegaskan bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu mensyaratkan

berfungsinya semua unsur/komponen sistem hukum yakni legal structure

(Struktur Hukum/Pranata Hukum), legal substance (Substansi Hukum) dan legal

culture (Budaya Hukum):

1. Struktur Hukum (legal structure)

Disini menekankan pada aspek lembaga atau aparat penegak hukum termasuk

mengenai kinerjanya, misalnya: Pengadilan, Kepolisian;

2. Substansi Hukum (legal substance)

Hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum, misalnya: Putusan Hakim,

Undang-Undang;

3. Budaya Hukum (legal culture)

Sikap publik atau nilai-nilai, komitmen moral dan kesadaran yang mendorong

berjalannya sistem hukum atau keseluruhan faktor yang menentukan

bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang logis dalam kerangka

budaya milik masyarakat.

Relevan dengan Teori Sistem Hukum yang dikemukakan Lawrence M.

Friedman tersebut diatas, Soerjono Soekanto juga berpendapat bahwa masalah

pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang

85Soerjono Soekanto, Op.cit, h. 9.

Page 153: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

135

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga

dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Adapun

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukum atau peraturan itu sendiri;

2. Faktor penegak hukum;

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagaimana

disampaikan oleh Lawrence M. Friedman dalam Teori Sistem Hukum tersebut

telah dipertegas oleh Soerjono Soekanto dalam teorinya tentang penegakan

hukum yang mana uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto tersebut adalah telah lebih

disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Mengenai faktor legal structure

(Struktur Hukum/Pranata Hukum) yang dikemukakan Lawrence M. Friedman

apabila dikaitkan dengan pendapat Soerjono Soekanto adalah menunjuk pada

faktor penegak hukum dan faktor sarana/fasilitas yang mendukung penegakan

hukum. Berikutnya, faktor legal substance (Substansi Hukum) inti dan

maksudnya adalah sama dengan faktor hukum atau peraturan itu sendiri yang

dikemukakan Soerjono Soekanto. Sedangkan faktor legal culture (Budaya

Hukum) adalah terkait dengan faktor masyarakat dan kebudayaan.

Page 154: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

136

Faktor-faktor yang dikemukakan Lawrence M. Friedman maupun Soerjono

Soekanto tersebut diatas adalah saling berkaitan erat dan menjadi satu kesatuan

sistem yang nantinya akan sangat mempengaruhi penegakan hukum dalam

kehidupan masyarakat khususnya dalam hal ini adalah yang terkait dengan

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis. Agar penegakan

hukum pidana dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar tersebut dapat berjalan dengan lebih baik, maka dari faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum tersebut perlu diketahui mengenai faktor-faktor

mana yang menjadi faktor-faktor penghambat maupun pendukung dalam

pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis.

Penjelasan mengenai faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan dan pengemis sangat diperlukan untuk mengetahui

kelemahan-kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaan penegakan hukum

sehingga kedepannya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan/pembenahan dan

evaluasi. Penjelasan mengenai faktor-faktor pendukung juga tidak kalah

pentingnya yaitu untuk mengetahui potensi yang ada sehingga dapat dijadikan

modal untuk mendukung segala kegiatan penegakan hukum pidana.

4.2 Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar

Dikaji dan dianalisis berdasarkan Teori Sistem Hukum yang dikemukakan

oleh Lawrence M. Friedman maupun uraian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto

Page 155: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

137

tersebut diatas, dan dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan,

maka dapat diketahui mengenai faktor-faktor penghambat pelaksanaan penegakan

hukum pidana dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar tersebut, sebagai berikut:

1. Struktur Hukum (legal structure)

Sebagaimana yang telah peneliti uraikan diatas bahwa pembahasan mengenai

faktor legal structure (Struktur Hukum Hukum) ini adalah lebih menekankan pada

aspek lembaga/aparat penegak hukum beserta kinerjanya dan juga sarana/fasilitas

pendukung yang dalam lingkup ini adalah jelas yang terkait dengan pelaksanaan

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa selama ini aparat penegak hukum

terkait yaitu aparat Polresta Denpasar yang bertugas dan berwenang untuk

menegakkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), begitu pula Satpol

PP Kota Denpasar yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan Peraturan

Daerah Kota Denpasar (Perda Kota Denpasar) ternyata belum menunjukkan

kinerja maksimal dalam proses penegakan hukum pidana guna menanggulangi

permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Ini berarti tugas dan

fungsi sebagai aparat penegak hukum tersebut belum dilaksanakan dengan baik.

Hal ini terbukti dari tidak adanya upaya penegakan hukum terhadap ketentuan

Pasal 504 KUHP tetang tindak pidana pengemisan dan Pasal 505 KUHP tentang

tindak pidana pergelandangan yang selama ini dilakukan oleh aparat Polresta

Denpasar. Ini berarti tidak ada gelandangan dan pengemis yang

berkeliaran/beroperasi di Kota Denpasar yang diproses secara hukum dan dijatuhi

Page 156: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

138

sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 504 KUHP dan Pasal 505 KUHP

tersebut. Kondisi tersebut sejalan dengan data yang ada di Pengadilan Negeri

Denpasar yang menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir (periode tahun 2010

s/d 2014) memang tidak ada perkara tindak pidana ringan mengenai

pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat umum yang dilimpahkan oleh

aparat Kepolisian untuk selanjutnya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri

Denpasar.

Berikutnya, upaya penegakan hukum pidana terhadap ketentuan Pasal 35 ayat

(4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.

No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum yang selama ini

dilakukan oleh aparat Satpol PP Kota Denpasar juga terbukti belum dilaksanakan

secara tuntas dan maksimal. Hal ini terlihat dari pola penanganan dan tindak

lanjut yang dilakukan Satpol PP Kota Denpasar atas gelandangan dan pengemis

yang melanggar Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 adalah dengan tidak

memproses dan tidak melimpahkan para pelanggar Perda tersebut ke Pengadilan

Negeri Denpasar. Upaya penegakan hukum pidana yang sudah dilakukan

hanyalah berupa kegiatan operasi/razia, penampungan sementara untuk diseleksi

dan kemudian dipulangkan ke daerah asal, namun tanpa disertai dengan upaya

tindak lanjut berupa pelimpahan untuk disidangkan di Pengadilan Negeri

Denpasar. Dengan demikian, sangat wajar apabila dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir (periode tahun 2010 s/d 2014) tidak ada perkara tindak pidana ringan

mengenai pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat umum yang

Page 157: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

139

diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri Denpasar. Oleh karena tidak ada

perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, maka jelaslah Hakim pada Pengadilan

Negeri Denpasar sebagai salah satu unsur penegak hukum (struktur hukum) juga

tidak dapat menjalankan peranan atau tugas dan fungsinya sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis ini.

Kelemahan-kelamahan tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar

masih menemui hambatan sehingga belum berjalan dengan maksimal. Faktor-

faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya peranan dan kinerja aparat

Polresta Denpasar tersebut adalah karena:

- Terbatasnya jumlah personil aparat Polresta Denpasar (faktor SDM);

- Luasnya ruang lingkup tugas penegakan hukum yang disertai dengan

kompleksnya permasalahan hukum di Kota Denpasar; dan

- Selama ini permasalahan gelandangan dan pengemis sudah ditangani oleh

pihak Satpol PP Kota Denpasar.

Faktor diataslah yang membuat aparat Kepolisian pada Polresta Denpasar belum

menjangkau permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Selanjutnya, mengenai kurang maksimalnya peranan Satpol PP Kota Denpasar

dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan pengemis

adalah lebih disebabkan oleh kebijakan yang diambil oleh Satpol PP Kota

Denpasar yang ternyata lebih mengutamakan upaya persuasif dan karena alasan

kemanusiaan/belas kasihan aparat penegak hukum pada Pemerintah Kota

Page 158: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

140

Denpasar ini meniadakan proses pelimpahan dan persidangan ke Pengadilan

Negeri Denpasar.

Apapun alasannya upaya represif yang sudah dilakukan oleh aparat penegak

hukum selama ini berupa operasi/razia dan penampungan sementara untuk

diseleksi yang merupakan bagian dari proses/tahapan penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan dan pengemis tersebut patut kita apresiasi dan tetap

dihargai. Penegakan hukum pidana yang belum tuntas atau belum dilakukan

sepenuhnya tersebut setidak-tidaknya masih memberikan harapan dan gambaran

bahwa ketentuan pidana bagi kegiatan pergelandangan dan pengemisan yang

diatur dalam KUHP maupun Perda Kota Denpasar masih dilaksanakan dan tetap

diperlukan dalam rangka mewujudkan ketertiban umum di kehidupan masyarakat

Kota Denpasar.

Peneliti sependapat apabila dalam rangka penanggulangan gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar tetap menjunjung atau memperhatikan nilai-nilai

kemanusiaan, namun dalam konteks negara hukum adanya peniadaan atau

pengesampingan proses hukum berupa pelimpahan dan sidang tindak pidana

ringan bagi pelanggar ketentuan KUHP maupun Perda Kota Denpasar tentang

pergelandangan dan pengemisan tersebut jelas kurang tepat karena tidak

mencerminkan upaya penegakan hukum yang tegas dan konsekuen. Melihat

realita mengenai jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar yang masih

tetap tinggi setiap tahunnya, maka sudah sepatutnya upaya penegakan hukum

pidana yang dilakukan secara tuntas, setiap tahapannya dilaksanakan oleh aparat

penegak hukum dan menjadi senjata pamungkas (ultimum remidium) dalam

Page 159: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

141

rangka penanggulangan permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar. Penerapan sanksi pidana harus tetap dilakukan secara selektif dan hati-

hati khususnya terhadap para gelandangan pengemis kambuhan yang sudah

berkali-kali terjaring razia melakukan kegiatan pergelandangan dan pengemisan di

Kota Denpasar.

Dilihat dari uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor struktur hukum yaitu

kinerja aparat penegak hukum masih menjadi faktor penghambat dalam

pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan pengemis di Kota

Denpasar. Untuk itu kedepannya diperlukan adanya evaluasi dan perbaikan

kinerja dari aparat penegak hukum yaitu aparat Polresta Denpasar dan Satpol PP

Kota Denpasar.

Selanjutnya, mengenai sarana/fasilitas penunjang penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan pengemis, menurut Bapak I Gusti Agung Alit Artika, SE.,

Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan dan Penyidikan pada Bidang Penegakan

Peraturan Perundang-Undangan, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Kota Denpasar (wawancara dilakukan pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015)

hal ini masih terdapat kelemahan atau kekurangan yang mana dapat menghambat

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan pengemis di Kota Denpasar.

Faktor penghambat dimaksud adalah Pemerintah Kota Denpasar tidak mempunyai

panti rehabilitasi/panti sosial yang representatif bagi gelandangan pengemis dan

adanya kekhawatiran tentang kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang penuh.

Hambatan-hambatan diatas adalah permasalahan klasik yang sudah sejak lama

Page 160: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

142

berlangsung dan perlu dicarikan solusi/pemecahannya bersama oleh semua pihak

baik pemerintah, aparat penegak hukum maupun masyarakat.

Panti rehabilitasi/panti sosial sangat diperlukan dalam rangka penanggulangan

gelandangan pengemis secara menyeluruh yang berfungsi untuk memperbaiki

sikap mental, pemberian pembinaan secara jasmani dan rohani sehingga

kedepannya para gelandangan pengemis tidak mengulangi lagi melakukan

kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat umum. Upaya represif

dengan pemberian sanksi pidana kurungan kepada gelandangan pengemis

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 504, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4)

jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No.

3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum menurut hemat peneliti

memang sulit dilakukan/diterapkan mengingat kondisi Lembaga Pemasyarakatan

khususnya yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Denpasar

atau tempat untuk menjalani pidana bagi gelandangan dan pengemis tidak akan

mencukupi (over capacity) dengan memperhatikan semakin banyaknya jumlah

narapidana maupun tingginya tingkat kriminalitas di Kota Denpasar.

Masalah tersebut diatas cukup krusial sehingga ide penghukuman terhadap

gelandangan pengemis mustahil diterapkan apabila melihat kondisi Lembaga

Pemasyarakatan (LP) di Indonesia saat ini. Apapun alasannya kondisi seperti ini

jelas dapat menimbulkan keragu-raguan bagi aparat penegak hukum untuk

menerapkan secara tegas ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 504,

Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tersebut sehingga di

Page 161: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

143

masyarakat pasal-pasal ini jarang sekali diterapkan bagi gelandangan dan

pengemis karenanya menyebabkan ketentuan pidana bagi gelandangan dan

pengemis ini tidak bekerja dengan baik dalam kehidupan masyarakat dan

implementasinya belum efektif.

2. Substansi Hukum (legal substance)

Faktor substansi hukum (legal substance) ini adalah tentang faktor hukum

atau peraturan itu sendiri. Menurut hukum positif di negara kita kegiatan

pergelandangan dan pengemisan di tempat umum yang dilakukan gelandangan

dan pengemis dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yaitu sebagai

pelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 504, Pasal 505 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana), dan secara khusus untuk di Kota Denpasar mengenai ketentuan pidana

tersebut diatur pula dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar (Perda Kota

Denpasar) yakni Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum.

Pasal 504 KUHP menegaskan larangan kegiatan pengemisan atau meminta

minta di tempat umum sebagai berikut:

1. Barang siapa mengemis di tempat umum, diancam, karena melakukan

pengemisan, dengan pidana kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di atas

enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan.

Page 162: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

144

Berikutnya, ketentuan Pasal 505 KUHP menegaskan tentang larangan kegiatan

pergelandangan sebagai berikut:

1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencaharian, diancam, karena melakukan

pergelandangan, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan;

2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umurnya di

atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam

bulan.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum menegaskan sebagai berikut:

- Pasal 35 ayat (4): Dilarang melakukan usaha/kegiatan meminta-

minta/mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis;

- Pasal 37 ayat (1): Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal-pasal dari Bab II sampai dengan Bab X, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah).

Mengacu pada ketentuan hukum pidana tersebut diatas, maka kegiatan

pergelandangan dan pengemisan yang dilakukan oleh para gelandangan dan

pengemis di wilayah Kota Denpasar dapat diproses secara hukum dan dikenakan

sanksi pidana.

Menurut Soerjono Soekanto, gangguan/hambatan terhadap penegakan hukum

yang berasal dari faktor substansi hukum (legal substance) ini adalah dapat

disebabkan karena:

Page 163: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

145

- Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

- Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan

kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.86

Apabila ditinjau lebih lanjut mengenai bunyi aturan pidana dalam Pasal 504,

Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tersebut, maka dari hasil

penelitian dapat diketahui bahwa masih terdapat kelemahan-kelemahan yang

kedepannya perlu dievaluasi dan diperbaiki, sebagai berikut:

a. Terkait aturan pidana bagi gelandangan dalam Perda Kota Denpasar No. 15

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 masih belum jelas. Menurut Bapak I Gusti

Agung Alit Artika, S.E., Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan dan Penyidikan

pada Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan, Kantor Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar, Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat

(1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000

inilah yang selama ini masih dijadikan dasar hukum dalam upaya penertiban

atau penegakan hukum pidana terhadap gelandangan di Kota Denpasar. Secara

substansi, dalam bunyi Pasal 35 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Denpasar No.

15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 kata ”gelandangan” sama sekali belum

disebutkan secara jelas sebagai perbuatan yang dilarang dalam Perda Kota

Denpasar. Bunyi Pasal 35 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000: “Dilarang melakukan usaha/kegiatan

meminta-minta/mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis”, kata

86Ibid, h. 17.

Page 164: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

146

“usaha lain yang sejenis” tersebutlah yang ditafsirkan termasuk pula kegiatan

pergelandangan, namun dalam konteks implementasinya di lapangan tentu hal

ini dapat menimbulkan penafsiran yang kurang jelas karenanya terhadap

ketentuan Pasal 35 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun

1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tersebut perlu dilakukan revisi dengan

menambahkan kata “gelandangan” dalam bunyi pasalnya;

b. Disamping itu, kelemahan-kelemahan lain yang terlihat dari ketentuan Pasal

504, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan

Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 adalah aturan

pidana tersebut belum sampai menyentuh masyarakat pemberi kepada

gelandangan dan pengemis. Agar menekan jumlah gelandangan pengemis

seharusnya masyarakat secara tegas dilarang dan bahkan perlu disertai dengan

sanksi pidana apabila terbukti memberikan sesuatu kepada gelandangan

pengemis. Dikaitkan dengan fakta di lapangan, faktor adanya masyarakat

pemberi inilah yang menjadi salah satu faktor utama penyebab masih

banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar sehingga

dengan adanya aturan pidana bagi masyarakat yang memberikan uang atau

sesuatu kepada gelandangan dan pengemis jelas akan membuat lahan operasi

dari gelandangan pengemis tersebut menjadi semakin sempit;

c. Jenis sanksi pidananya berupa pidana kurungan sulit diterapkan apabila

melihat kondisi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Denpasar yang

penuh atau tidak akan mencukupi (over capacity). Kondisi ini membuat ide

Page 165: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

147

penghukuman terhadap gelandangan pengemis sulit diterapkan. Untuk

menghadapi kondisi ini, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

- Penjatuhan sanksi kurungan bagi gelandangan pengemis ini sebaiknya

lebih diterapkan kepada para gelandangan pengemis kambuhan yang

sudah berkali-kali ditertibkan oleh petugas atau terjaring razia;

- Perlu segera dilakukan teroboson hukum dengan melakukan pembaharuan

hukum pidana yaitu jenis sanksi pidana terhadap gelandangan pengemis

dalam ketentuan KUHP dan Perda Kota Denpasar tersebut ditambah

dengan sanksi rehabilitasi sehingga terhadap para gelandangan dan

pengemis yang terbukti melanggar ketentuan KUHP dan Perda Kota

Denpasar dapat dilakukan upaya penanggulangan yang lebih komprehensif

yang tidak hanya memberikan efek jera, akan tetapi pula dapat

memperbaiki dan membina gelandangan pengemis tersebut agar tidak lagi

menggelandang dan mengemis.

Melihat kelemahan-kelemahan faktor substansi hukum (legal substance)

tersebut, maka ada baiknya saran dan masukan dari berbagai pihak dalam rangka

penanggulangan gelandangan pengemis perlu disikapi dengan serius dan

kedepannya ditindaklanjuti karena menurut peneliti saran dan masukan tersebut

dapat memperkuat dan menyempurnakan faktor substansi hukum (legal

substance) dalam penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis

di Kota Denpasar. Seperti misalnya ide tentang perlu dibuatnya suatu Peraturan

Daerah (Perda) Kota Denpasar khusus tentang penanggulangan gelandangan

pengemis. Di beberapa daerah lain seperti Kota Bandung, Kota Padang dan DKI

Page 166: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

148

Jakarta pemerintah daerahnya telah mempunyai Perda khusus tentang

penanggulangan gelandangan dan pengemis.

Kota Denpasar sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang jumlah

gelandangan dan pengemis per tahunnya masih cukup tinggi tentu sudah

sepatutnya mempunyai Perda khusus tentang penanggulangan gelandangan

pengemis. Beberapa pihak yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

yang diwakili oleh Bapak Bagus Nyoman Wiranata, S.H., M.Si., Kepala Bidang

(KABID) Rehabilitasi Sosial dan Bapak Made Sudana, S.E., Kepala Seksi (KASI)

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, pihak Satpol PP Kota Denpasar yang diwakili

oleh Ibu Desak Ketut Putri Yasni, S.H., Kepala Seksi Operasional Pengendalian

(Kasi Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat,

termasuk pula dari elemen masyarakat yaitu Bapak Drs. I Wayan Candra (salah

satu tokoh agama/masyarakat di Kelurahan Sesetan, yang wilayahnya rawan

menjadi daerah operasi gelandangan pengemis, wawancara pada hari Rabu,

tanggal 26 Nopember 2014) sangat setuju apabila kedepannya dapat dibuat Perda

khusus tentang penanggulangan gelandangan pengemis tersebut sehingga dengan

aturan yang lebih komprehensif tersebut diharapkan permasalahan gelandangan

pengemis di Kota Denpasar dapat ditanggulangi secara lebih efektif dan tuntas.

Dalam Perda khusus tentang penanggulangan gelandangan pengemis tersebut

dapat dimasukkan rumusan tentang larangan kegiatan pergelandangan dan

pengemisan ditempat umum, larangan memberikan sesuatu kepada gelandangan

pengemis, sanksi pidana terhadap pelanggar larangan tersebut, pihak-

pihak/instansi yang terlibat beserta tugas, fungsi dan kewenangannya, dan upaya-

Page 167: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

149

upaya penanggulangan yang dapat dilakukan. Harapan dari adanya perda khusus

tersebut adalah membuat upaya penanggulangan gelandangan dan pengemis di

Kota Denpasar menjadi lebih terarah, efektif dan maksimal.

3. Budaya Hukum (legal culture)

Pembahasan tentang faktor ini adalah sangat terkait dengan faktor masyarakat

yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, dan faktor

kebudayaan yaitu mencakup nilai-nilai yang tumbuh dan hidup dalam kehidupan

masyarakat mengenai apa yang dianggap baik (sehingga diikuti) dan apa yang

dianggap buruk (sehingga dihindari).87

Budaya masyarakat kita sangat kental dengan nilai-nilai kemanusiaan dan

persaudaraan. Budaya masyarakat menghendaki setiap anggotanya agar mengasihi

sesama dan memberikan pertolongan kepada yang tidak mampu. Nilai-nilai ini

menyebabkan adanya anggota masyarakat yang bersimpati kepada gelandangan

dan pengemis dengan memberikan uang atau makanan. Kondisi seperti ini akan

semakin mudah kita lihat pada saat hari-hari besar keagamaan dimana banyak

anggota masyarakat kita termasuk di Kota Denpasar memanfaatkan waktu

tersebut untuk berbuat kebaikan dengan cara berbagi atau memberi sesuatu

kepada mereka yang tidak mampu.

Masih banyaknya masyarakat pemberi tentu membuat semakin subur atau

menjamurnya gelandangan dan pengemis dan mendorong mereka untuk datang ke

kota Denpasar. Bapak Drs. I Wayan Candra menegaskan bahwa kondisi tersebut

diatas memang terjadi di masyarakat khususnya di Kelurahan Sesetan yang mana

87Ibid, h. 60.

Page 168: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

150

beliau sering kali melihat keberadaan gelandangan pengemis di wilayah tempat

tinggalnya akan semakin meningkat pada saat menjelang hari raya keagamaan

seperti Galungan dan Idul Fitri. Masyarakat biasanya memberikan sejumlah uang

kepada gelandangan pengemis tersebut.

Apapun alasannya, memberikan sesuatu kepada gelandangan dan pengemis ini

sangatlah tidak mendidik dan akan membuat mental gelandangan pengemis

menjadi pemalas. Larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 504 KUHP, Pasal

505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang Kebersihan dan

Ketertiban Umum ini memang terkesan janggal dalam kehidupan masyarakat kita

yang biasa bersedekah ataupun berbelas kasihan dengan memberi sesuatu kepada

fakir miskin termasuk gelandangan pengemis. Apalagi kalau kita lihat di Kota

Denpasar yang mayoritasnya adalah masyarakat Hindu di Bali yang memiliki

konsep nilai menyama braya yang sangat kental, ajaran agama Hindu: beryadnya,

Tat Twam Asi (aku adalah kamu, kamu adalah aku) yang membuat lumrah

kegiatan-kegiatan yang bernuansa membantu orang lain yang sedang kesusahan

termasuk terhadap gelandangan pengemis ini sehingga upaya pemidanaan

berdasarkan ketentuan Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4)

jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No.

3 Tahun 2000 tersebut dirasa sangat berlebihan dan karenanya jelas faktor nilai-

nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat Kota Denpasar ini sangat

berpengaruh menghambat pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan pengemis tersebut.

Page 169: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

151

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena masyarakat dapat mempengaruhi

penegakan hukum tersebut, maka idealnya masyarakat harus ikut berperan serta

dalam pelaksanaan penegakan hukum.

Dalam kenyataannya, disamping masih ada mayarakat pemberi kepada

gelandangan pengemis tersebut diatas ternyata di Kota Denpasar juga ada anggota

masyarakatnya yang masih bersikap acuh tak acuh dan terkesan tidak peduli

dengan kondisi di sekitar karenanya membuat masyarakat tidak peduli lagi dengan

keberadaan gelandangan dan pengemis. Selain itu, masyarakat Kota Denpasar

cenderung kurang mempunyai inisiatif yang lebih untuk melaporkan ke

aparat/petugas terkait dengan keberadaan gelandangan pengemis di lingkungan

sekitar mereka sehingga timbul kesan pembiaran oleh masyarakat. Sejalan dengan

pendapat yang disampaikan oleh Ibu Desak Ketut Putri Yasni, Kepala Seksi

Operasional Pengendalian (Kasi Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Denpasar, faktor masih adanya masyarakat pemberi dan sikap mayarakat yang

kurang peduli terhadap permasalahan gelandangan pengemis inilah yang selama

ini juga berkontribusi ikut menghambat kinerja aparat Satpol PP Kota Denpasar

dalam rangka penertiban atau penanggulangan permasalahan gelandangan dan

pengemis.

Selanjutnya, mengenai faktor-faktor penghambat lainnya yang berasal dari

faktor budaya hukum (legal culture) ini adalah dapat dilihat dari masih sangat

lunak dan kurang tegasnya sikap mental yang ditunjukkan oleh aparat penegak

Page 170: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

152

hukum terhadap gelandangan dan pengemis yang terbukti melakukan kegiatan

pergelandangan dan pengemisan di tempat-tempat umum. Menurut peneliti sikap

mental dari aparat penegak hukum diatas menunjukkan bahwa budaya hukum

aparat penegak hukum tersebut masih kurang baik.

Hal ini tidak akan memberikan efek jera kepada gelandangan dan pengemis

sehingga tujuan untuk memperbaiki sikap mental dan membuat para gelandangan

pengemis tersebut jera untuk menggelandang dan mengemis lagi sulit tercapai.

Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Wayan Bunga asal Pedahan,

Karangasem dan Ibu Sundari asal Banyuwangi (wawancara dilakukan pada

tanggal 29 Oktober 2014 dan 31 Oktober 2014), keduanya adalah pengemis yang

pernah terjaring razia di kawasan Ubung dan Sesetan, yang menerangkan bahwa

mereka tidak akan takut untuk datang lagi ke Kota Denpasar, disini mereka masih

bisa mencari uang dengan mudah melalui mengemis/meminta-minta, dan mereka

sudah tahu resiko yang akan terjadi ketika mereka terjaring razia yaitu pasti akan

dipulangkan ke daerah asal.

Faktor budaya dan faktor masyarakat tersebut diatas ternyata telah berperan

menghambat pelaksanaan penegakan hukum pidana dalam rangka

penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar. Faktor-faktor ini

yang justru masih mendorong hadirnya gelandangan pengemis dan membiarkan

keberadaan mereka di lingkungan masyarakat Kota Denpasar sehingga turut

berkontribusi menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan penegakan hukum

pidana sebagaimana diatur ketentuan Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan

Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15

Page 171: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

153

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 dalam rangka menanggulangi permasalahan

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

4.3 Faktor-Faktor Pendukung Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar

Berikutnya, mengenai faktor-faktor pendukung pelaksanaan penegakan

hukum pidana dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota

Denpasar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Struktur Hukum (legal structure)

Faktor struktur hukum ini disamping merupakan faktor penghambat ternyata

didalamnya juga terdapat hal-hal yang sifatnya mendukung pelaksanaan

penegakan hukum pidana terhadap gelandangan pengemis di Kota Denpasar.

Bagian dari faktor struktur hukum yang merupakan faktor pendukung adalah

berkaitan dengan sarana/fasilitas penunjang penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan pengemis.

Menurut Bapak I Gusti Agung Alit Artika, S.E., Kepala Seksi (Kasi)

Penyelidikan dan Penyidikan pada Bidang Penegakan Peraturan Perundang-

Undangan, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar

(wawancara dilakukan pada hari Selasa, tanggal 13 Januari 2015) sebenarnya

sarana dan fasilitas penegakan hukum pidana yang dimiliki Satpol PP Kota

Denpasar cukup memadai. Sarana dan fasilitas berupa mobil patroli, Handy Talky

(HT), senjata pengamanan yang cukup dan ditunjang dengan jumlah

petugas/aparat Satpol PP Kota Denpasar yang cukup pula dapat menjadi modal

Page 172: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

154

pendukung pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan

pengemis di Kota Denpasar. Dukungan sarana dan fasilitas ini sejalan atau

berbanding lurus dengan hasil penertiban yang telah dilakukan selama ini yaitu

banyaknya gelandangan dan pengemis yang terjaring razia yang selama 5 tahun

terakhir adalah sejumlah 1144 orang (seribu seratus empat puluh empat orang).

2. Substansi Hukum (legal substance)

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas gangguan/hambatan terhadap

penegakan hukum yang berasal dari faktor substansi hukum (legal substance)

adalah dapat disebabkan karena tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-

undang dan adanya ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.

Terkait hal ini tidak ada asas-asas hukum yang dilanggar oleh ketentuan Pasal

504, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah

Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000. Selama ini memang

masih ada perdebatan mengenai eksistensi ketentuan pidana bagi gelandangan dan

pengemis yang diatur dalam KUHP maupun Perda Kota Denpasar tersebut diatas

karena dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 34 Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 (UUDNRI 1945) yang menegaskan “Fakir

miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, namun menurut peneliti

ketentuan Pasal 34 UUDNRI 1945 tersebut tidaklah dapat dijadikan dasar atau

alasan hukum untuk melakukan pembiaran maupun meniadakan tindakan tegas

negara dalam menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis tersebut. Demi

mewujudkan ketertiban umum, memberikan rasa aman dan tenteram bagi

Page 173: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

155

masyarakat luas, maka sangat beralasan apabila diperlukan upaya penanggulangan

yang lebih serius terhadap permasalahan gelandangan dan pengemis ini mulai dari

yang sifatnya preventif sampai dengan upaya-upaya yang sifatnya represif melalui

penegakan hukum pidana yaitu dengan penegakan ketentuan Pasal 504, Pasal 505

KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar

No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tersebut.

Menurut Bapak I Gusti Agung Alit Artika, S.E., Kepala Seksi (Kasi)

Penyelidikan dan Penyidikan pada Bidang Penegakan Peraturan Perundang-

Undangan, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar,

adanya aturan dan sanksi pidana terhadap gelandangan dan pengemis

sebagaimana diatur dalam KUHP maupun Perda Kota Denpasar tersebut diatas

tetap diperlukan dalam rangka menjaga ketertiban umum di masyarakat, apalagi

kian hari keberadaan gelandangan pengemis di Kota Denpasar ini dirasa semakin

mengganggu. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Made Bogor

(wawancara dilakukan pada hari Rabu, tanggal 28 Januari 2015) , warga kota

Denpasar yang tinggal di kawasan Jl. Teuku Umar sejak awal tahun 1980 sampai

dengan sekarang, yang pada pokoknya menerangkan bahwa semakin hari wilayah

Jl. Teuku Umar, Denpasar semakin padat dan ramai karenanya makin mudah juga

ditemukan pengemis di wilayah tersebut, keberadaannya sangat mengganggu dan

sulit untuk dihilangkan karenanya menurut beliau sangat setuju apabila aturan

pidana dan sanksi pidana berupa denda atau kurungan bagi gelandangan pengemis

tetap dipertahankan, namun dalam penertibannya haruslah tetap dilakukan secara

manusiawi.

Page 174: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

156

Dalam rangka menjaga kepentingan masyarakat Kota Denpasar secara

keseluruhan yang sangat menginginkan terciptanya ketertiban umum, maka aturan

dan sanksi pidana bagi kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat umum

yang diatur dalam Pasal 504, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37

ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun

2000 tersebut memang tetap diperlukan dan layak untuk dipertahankan mengingat

ketentuan tersebut dapat memberikan efek jera dan memperbaiki sikap mental

gelandangan dan pengemis agar dikemudian hari tidak lagi melakukan kegiatan

tersebut. Aturan pidana tersebut diharapkan dapat bekerja dengan baik dalam

kehidupan masyarakat Kota Denpasar dan tentu saja menjadi modal penting serta

faktor pendukung dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Pembahasan secara lebih komprehensif mengenai faktor-faktor penghambat

dan pendukung pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap gelandangan

pengemis di Kota Denpasar tersebut diatas dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

Tabel 11:Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung Penegakan HukumPidana Ditinjau Menurut Pendapat Lawrence M. Friedman

NoFaktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukumFaktor

penghambatFaktor

pendukung

1 Struktur hukum

2 Substansi hukum

3 Budaya hukum -

Page 175: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

157

Tabel 12:Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung Penegakan HukumPidana Ditinjau Menurut Pendapat Soerjono Soekanto

NoFaktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukumFaktor

penghambatFaktor

pendukung

1 Hukum atau peraturan itu sendiri

2 Penegak hukum -

3 Sarana dan fasilitas

4 Masyarakat -

5 Kebudayaan -

Faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap gelandangan pengemis di

Kota Denpasar, sebagai berikut:

a. Faktor struktur hukum (legal structure) yaitu berupa:

- Kinerja aparat penegak hukum terkait belum maksimal;

- Pemerintah Kota Denpasar tidak mempunyai panti rehabilitasi/panti sosial

yang representatif bagi penanggulangan gelandangan pengemis; dan

- Adanya kekhawatiran tentang kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang

penuh (over capacity) sehingga pemberian sanksi pidana kurungan kepada

gelandangan pengemis sulit dilakukan/diterapkan;

b. Faktor substansi hukum (legal substance) yaitu berupa:

- Larangan kegiatan pergelandangan oleh gelandangan belum disebutkan

secara tegas dalam Perda Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3

Tahun 2000;

- Aturan pidana dalam ketentuan Pasal 504, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35

ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15

Page 176: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

158

Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 belum sampai menyentuh masyarakat

pemberi kepada gelandangan dan pengemis;

- Pemerintah Kota Denpasar belum mempunyai Perda khusus tentang

penanggulangan gelandangan dan pengemis;

c. Faktor budaya hukum (legal culture) yaitu berupa:

- Masih adanya masyarakat yang memberikan sesuatu/uang kepada

gelandangan dan pengemis;

- Kekurang pedulian masyarakat atas permasalahan dan keberadaan

gelandangan pengemis di lingkungan sekitar;

- Nilai-nilai yang hidup dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat Hindu di

Bali yang memiliki konsep nilai menyama braya yang sangat kental,

ajaran agama Hindu: beryadnya, Tat Twam Asi (aku adalah kamu, kamu

adalah aku) tidak sejalan dengan upaya pemidanaan terhadap pelanggar

ketentuan Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo.

Pasal 37 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo.

No. 3 Tahun 2000 tersebut;

- Masih sangat lunak dan kurang tegasnya sikap mental yang ditunjukkan

oleh aparat penegak hukum terhadap gelandangan dan pengemis yang

terbukti melakukan kegiatan pergelandangan dan pengemisan di tempat-

tempat umum.

Berikutnya, faktor-faktor pendukung pelaksanaan penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan pengemis di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

Page 177: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

159

a. Faktor struktur hukum (legal structure) yaitu berupa:

- Sarana penunjang pelaksanaan operasi/razia atau penertiban yang dimiliki

oleh Satpol PP Kota Denpasar cukup memadai;

- Jumlah petugas Satpol PP Kota Denpasar yang cukup;

b. Faktor substansi hukum (legal substance) yaitu berupa:

- Pasal 504 KUHP, Pasal 505 KUHP dan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat

(1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun

2000 sebagai dasar pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis masih sangat diperlukan dalam kehidupan

masyarakat Kota Denpasar dan layak dipertahankan.

Faktor struktur hukum (legal structure) tersebut diatas disamping menjadi

faktor penghambat juga menjadi faktor pendukung, begitu pula faktor substansi

hukum (legal substance) menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung,

sedangkan faktor budaya hukum (legal culture) selama ini masih menjadi faktor

penghambat penegakan hukum pidana. Faktor-faktor ini saling berkaitan satu

dengan yang lain yang mana hal tersebut sangat mempengaruhi belum

maksimalnya pelaksanaan penegakan hukum pidana dalam rangka

penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar.

Page 178: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

160

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian yang terdapat pada Bab-Bab terdahulu, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Penegakan hukum pidana adalah salah satu cara/upaya yang dapat dilakukan

dalam rangka menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di

Kota Denpasar. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir (periode tahun 2010 s/d

2014) penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis ini

belum berjalan/dilaksanakan secara maksimal, hal tersebut terlihat dari tidak

adanya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Polresta

Denpasar atas ketentuan Pasal 504 KUHP (tindak pidana pengemisan) dan

Pasal 505 KUHP (tindak pidana pergelandangan). Berikutnya, implementasi

penegakan hukum pidana oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Denpasar atas ketentuan Pasal 35 ayat (4) jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan

Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 tentang

Kebersihan dan Ketertiban Umum juga belum dilakukan secara maksimal

karena tahapan-tahapan proses penegakan hukum pidana tersebut belum

dilakukan secara tuntas dan menyeluruh yaitu berupa: operasi/razia,

penampungan sementara dan seleksi, serta pelimpahan dan sidang Tipiring

(Tindak Pidana Ringan) yang menyebabkan upaya penanggulangan

160

Page 179: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

161

gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar belum berjalan efektif dan

maksimal;

2. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap gelandangan

pengemis di Kota Denpasar tersebut adalah faktor struktur hukum (legal

structure) yaitu terkait dengan kinerja aparat penegak hukum belum

maksimal, berikutnya faktor substansi hukum (legal substance) yaitu tindak

pidana pergelandangan belum disebutkan secara tegas dalam Perda Kota

Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000 dan belum adanya aturan

pidana bagi masyarakat pemberi kepada gelandangan pengemis, dan faktor

budaya hukum (legal culture) yaitu berupa masih kurang pedulinya

masyarakat Kota Denpasar akan permasalahan gelandangan dan pengemis,

masih adanya masyarakat yang memberikan sesuatu/uang kepada gelandangan

pengemis, nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat bertentangan dengan ide

pemidanaan terhadap gelandangan pengemis, dan sikap mental aparat penegak

hukum yang lunak atau kurang tegas. Faktor-faktor pendukung penegakan

hukum pidana terhadap gelandangan pengemis adalah faktor struktur hukum

(legal structure) yang berupa sarana/fasilitas dan jumlah petugas pelaksanaan

operasi/razia atau penertiban yang dimiliki oleh Satpol PP Kota Denpasar

cukup memadai, dan faktor substansi hukum (legal substance) itu sendiri

karena keberadaannya sebagai dasar pelaksanaan penegakan hukum pidana

terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar masih sangat

diperlukan dan layak dipertahankan.

Page 180: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

162

5.2 Saran

1. Perlu adanya peningkatan kinerja, koordinasi dan sinergi dari lembaga/aparat

penegak hukum terkait yaitu Satpol PP Kota Denpasar, Polresta Denpasar dan

Pengadilan Negeri Denpasar agar supaya pelaksanaan penegakan hukum

pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Denpasar dapat dilakukan

secara lebih tegas dan konsekuen, disamping itu tetap pula diupayakan

cara/upaya pencegahan dan koordinasi atau kerja sama yang lebih intensif

antara Pemerintah Kota Denpasar dengan pemerintah daerah asal gelandangan

dan pengemis agar penanggulangan terhadap permasalahan ini dapat

dilakukan dengan efektif dan maksimal;

2. Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh harus segera dilakukan oleh

Pemerintah Kota Denpasar dan aparat penegak hukum untuk mengatasi

hambatan-hambatan dalam penegakan hukum pidana terhadap gelandangan

pengemis, baik itu yang terkait dengan faktor struktur hukum (legal structure),

faktor substansi hukum (legal substance) maupun faktor budaya hukum (legal

culture) yang mana upaya tersebut diatas dapat berupa perbaikan kinerja,

pembuatan Peraturan Daerah Kota Denpasar (Perda Kota Denpasar) khusus

tentang penanggulangan gelandangan dan pengemis yang di dalamnya juga

mengatur sanksi pidana bagi masyarakat pemberi maupun gelandangan dan

pengemis, berikutnya berupa upaya pembaharuan hukum pidana terkait jenis

sanksi pidana terhadap gelandangan pengemis yang lebih diarahkan pada

sanksi kerja sosial dan rehabilitasi, serta peningkatan peran serta masyarakat

dalam rangka penanggulangan gelandangan dan pengemis.

Page 181: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

1

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, dan Asikin, Zaenal. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PTRaja Grafindo Persada. Jakarta.

Alkotsar, Artidjo. 1984. Advokasi Anak Jalanan. Rajawali. Jakarta.

Arief, Barda Nawawi. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. CitraAditya Bakti. Badung.

............. 2010. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana DalamPenanggulangan Kejahatan. Ed. I. Cet. Ke-3. Kencana. Jakarta.

Ashshofa, Burhan. 2004. Metoda Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

Dermawan, Mohammad Kemal. 1994. Strategi Pencegahan Kejahatan. PT. CitraAditya Bakti. Bandung.

Dewata, Mukti Fajar Nur, dan Achmad, Yulianto. 2010. Dualisme PenelitianHukum Normatif dan Empiris. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali. 2004. Muntigunung Profil SebuahDusun. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali. Denpasar.

Dimas Dwi Irawan. 2013. Pengemis Undercover Rahasia Seputar KehidupanPengemis. Titik Media Publisher. Jakarta.

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. 2005. StandarPelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan danPengemis. Depsos RI. Jakarta.

Dirdjosiswono, Soedjono. 1970. Konsepsi Kriminologi Dalam UsahaPenanggulangan Kedjahatan (Crime Prevention). Alumni. Bandung.

Page 182: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

2

Friedman, Lawrence M. 1975. The Legal System: A Social Science Perspective,Russel Sage Foundation. New York.

Fuad Usfa A.. 2006. Pengantar Hukum Pidana. UMM Press. Malang.

Goode, Judith and Jeff Maskovsky. 2007. The New Poverty Studies: TheEthnography of Power, Polities and impoverished People in The UnitedStates. New York University Press. New York.

Gowan, Teresa. 2010. Hobos, Hustlers, and Backsliders: Homeless In SanFrancisco. University Minnesota Press. Minneapolis.

Hatta, Moh.. 2009. Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum &Pidana khusus. Cet. I. Liberty. Yogyakarta.

Haughton, J. and S. Khandker. 2009. Handbook on Poverty and Inequality. TheWorld Bank. Washington, D.C.

Kartini Kartono. 2003. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Ed. 1. Cet. 5. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuswarno, Engkus. 2008. Metode Penelitian Komunikasi Contoh-ContohPenelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis: “ManajemenKomunikasi Pengemis”. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Lyon-Callo, Vincent. 2004. Inequality, Poverty, and Neoliberal Governance:Activist Ethnography in the Homeless Sheltering Industry. University ofToronto Press. Ontario-Canada.

Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Cet ke-8.Kencana. Jakarta.

Moeljatno. 2012. KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Cet. ke-30.Bumi Aksara. Jakarta.

Page 183: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

3

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni.Bandung.

Prasetyo, Teguh. 2011. Hukum Pidana. Ed. 1 Cet. ke-2. Rajawali Pers. Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Ed. 3 Cet.ke-1. Refika Aditama. Bandung.

............. 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. PT. Eresco. Bandung.

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana UniversitasUdayana. 2013. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis DanPenulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum. UniversitasUdayana. Denpasar.

Rahardjo, Satjipto. 1986. Hukum dan Masyarakat. Angkasa. Bandung.

............. 2006. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia. Cet. ke-2. Buku Kompas.Jakarta.

Rasjidi, Lili, dan Rasjidi, Ira Thania. 2004. Dasar-Dasar Filsafat Dan TeoriHukum. Cet. ke-IX. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Ridwan HR. 2008. Hukum Administrasi Negara. PT. RajaGrafindo Persada.Jakarta.

Saifullah. 2007. Refleksi Sosiologi Hukum. PT. Refika Aditama. Bandung.

Salman, Otje, dan Susanto, Anton F. 2004. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Ed.Ke-2 Cet. ke-1. Alumni. Bandung.

Serikat Putra Jaya, Nyoman. 2005. Relevansi Hukum Pidana Adat DalamPembaharuan Hukum Pidana Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Page 184: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

4

Setiady, Tolib. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. Alfabeta.Bandung.

Siedman, Robert B. 1978. The State, Law and Development. ST. Martin’s Press.New York.

Soekanto, Soerjono. 2012. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Cet. ke-21. RajawaliPress. Jakarta.

............. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Cet. ke-12. Rajawali Press. Jakarta.

Sudilarsih, Feni. 2012. Kisah Suksesnya Seorang Pengemis. Penerbit Sabil.Jakarta.

Sunggono, Bambang. 2006. Metodologi Penelitian Hukum. Ed. 1 Cet. ke-8. PT.RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Sutherland, Edwin H., Donald Ray Cressey and David F. Luckenbill. 1992.Principles of Criminology. Eleventh Edition. Rowman & LittlefieldPublishers. Boston. United States of America.

Suparlan, Parsudi. 1978. Gambaran Tentang Suatu Masyarakat GelandanganYang Sudah Menetap. FSUI.

The World Bank. 2004. Voice of the poor: Can anyone hear us?. OxfordUniversity Press. New York.

Todd, Scott. 2010. Kemiskinan Seri Filosofi Pelayanan Compassion. CompassionInternational. Jakarta.

Waluyo, Bambang. 2008. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Cet. ke-4. SinarGrafika. Jakarta.

Page 185: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

5

Warrasih, Esmi. 2005. Pranata Hukum sebagai Telaah Sosiologis. PT.Suryandaru Utama. Semarang.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 1995. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional(Dinamika Sosial-Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia). PTRajaGrafindo Persada. Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2012 tentang PenyelenggaraanKesejahteraan Sosial

Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1980 tentang PenanggulanganGelandangan dan Pengemis.

Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 15 Tahun 1993 jo. No. 3 Tahun 2000tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

MAJALAH/JURNAL:

Ahmad, Maghfur. 2010. Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan danPengemis (Gepeng). Jurnal Penelitian STAIN Pekalongan: Vol. 7. No. 2.Pekalongan.

Lynch, P.. 2004. Begging for Change: Homelessness and the Law. MelbourneUniversity Law Review: Vol 26. Melbourne.

Mujahidin, Ahmad. 2014. Penegakan Hukum Jangan Tersandera PemberitaanMedia. Varia Peradilan: Tahun XXIX No. 344. Jakarta.

Page 186: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

6

Subarkah, Ibnu. 2010. Elastisitas Bagi Kemandirian Peradilan. Varia Peradilan:Tahun XXV No. 295. Jakarta.

Zimmerman, Larry J. and Jessica Welch. 2011. Displaced and Barely Visible:Archaeology and Material Culture of Homelessness. HistoricalArchaeologies of Engagement, Representation, and Identity: Vol. 45. No.1. New York.

TESIS :

Mardian Wibowo. 2008. “Studi Implementasi Kebijakan PenangananGelandangan di Kota Jakarta Timur”. (tesis) Program Studi Magister (S2)Ilmu Administrasi Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta.

KORAN/SURAT KABAR :

Anonim; 2013. Tak Mempan Dirazia, Gepeng Muncul di Kuta. Jawa Pos RadarBali. Tgl. 21 Juni.

Anonim; 2013. Kota dan Badung Buru Gepeng Jelang Gelaran Dua EvenInternasional. Jawa Pos Radar Bali. Tgl. 10 Juni.

Farendra, Dewa Dedi, dan Sandijaya, Maulana; 2013. Menyapa Miss World,Menghalau Gepeng, Denpasar Ingin Aman dan Nyaman. Jawa Pos RadarBali. Tgl. 16 Juni.

INTERNET :

Anonim. 2012. Siaga Gepeng Sebar Himbauan. Bali Tribune.http://koranbalitribune.com/2012/04/15/siaga-gepeng-sebar-imbauan/.Diakses tanggal 03 September 2013.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, 2010. FenomenaMunculnya Gelandangan dan Pengemis.http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php/article=1066. Diakses tanggal 04Desember 2013.

Iqbali, Saptono. 2008. Studi Kasus Gelandangan – Pengemis (Gepeng) DiKecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. Jurnal.

Page 187: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

7

http://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/download/2972. Diaksestanggal 10 Oktober 2013.

Pemerintah Kota Denpasar. 2014. Selayang Pandang Kota Denpasar.http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang pandang/5/Denpasar-Sekilas. Diakses tanggal 06 Januari 2015.

________. 2014. Profil Kotamadya Denpasar.http://www.denpasarkota.go.id/index.php/profil/3/Denpasar-Sekilas.Diakses tanggal 06 Januari 2015.

KAMUS :

Garner, Bryan A. (ed). 2009. Black’s Law Dictionary. Ninth Edition. West, aThomson Reuters Business. Texas.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Kamus Besar BahasaIndonesia. Edisi ke-3. Balai Pustaka. Jakarta.

Page 188: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

8

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Bagus Nyoman Wiranata, S.H., M.Si.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pangkat : Penata Tingkat I (III D)

Jabatan : Kepala Bidang (KABID) Rehabilitasi Sosial

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar

Pendidikan : S2

2. Nama : Made Sudana, S.E.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pangkat : Penata Tingkat I (III D)

Jabatan : Kepala Seksi (KASI) Rehabilitasi Sosial Tuna

Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Denpasar

Pendidikan : S1

3. Nama : I Gusti Agung Alit Artika, S.E.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pangkat : Penata Tingkat I (III D)

Page 189: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

9

Jabatan : Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan dan

Penyidikan pada Bidang Penegakan Peraturan

Perundang-Undangan, Kantor Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar

Pendidikan : S1

4. Nama : Desak Ketut Putri Yasni, S.H.

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Pangkat : Penata Tingkat I (III D)

Jabatan : Kepala Seksi Operasional Pengendalian (Kasi

Opsdal) pada Bidang Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat, Kantor Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar

Pendidikan : S1

5. Nama : Nengah Sadiarta, S.H.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pangkat : AKP

Jabatan : Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat

Reskrim) Polresta Denpasar

Pendidikan : S1

6. Nama : Hasoloan Sianturi, S.H., M.H.

Page 190: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

10

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pangkat : IVA

Jabatan : Hakim dan Humas Pengadilan Negeri Denpasar

Pendidikan : S2

7. Nama : Drs. I Wayan Candra

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

Alamat : Jalan Raya Sesetan No. 231, Dsn. Puri Agung,

Kel. Sesetan, Kec. Denpasar Selatan,

Kotamadya Denpasar

8. Nama : I Made Bogor

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

Alamat : Jalan Pulau Ceningan No. 27, Kel. Dauh Puri

Kelod, Kec. Denpasar Barat, Kotamadya

Denpasar

Page 191: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

11

DAFTAR RESPONDEN

1. Nama : I Wayan Gampil

Umur : ± 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Asal Daerah : Munti Gunung, Karangasem

2. Nama : Jero Sedeng

Umur : ± 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Munti Gunung, Karangasem

3. Nama : Ni Nyoman Balik

Umur : ± 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Munti Gunung, Karangasem

4. Nama : Abdurrahman

Umur : ± 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Asal Daerah : Banyuwangi

Page 192: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

12

5. Nama : Nyoman Sadek

Umur : ± 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Munti Gunung, Karangasem

6. Nama : Bu Umrah

Umur : ± 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Bondowoso

7. Nama : Wayan Bunga

Umur : ± 40 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Pedahan, Karangasem

8. Nama : Sundari

Umur : ± 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Asal Daerah : Banyuwangi

Page 193: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

13

LAMPIRAN

Page 194: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

14

Foto 1 : Gambaran tentang cara kerja pengemis asal Bali

Foto 2 : Gambaran tentang cara kerja pengemis asal Jawa Timur atau luar Bali

Page 195: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

15

Foto 3 : Pengemis yang terjaring razia beserta hasil dari kegiatan mengemis

Foto 4 : Salah satu pengemis yang terjaring razia di Kota Denpasar

Page 196: PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA … AWAL.… · dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Denpasar”. Tesis ... jurnal,

16

Foto 5 : Gambaran kegiatan mengemis di tempat umum di wilayah Kota Denpasar

Foto 6: Pemasangan baliho sebagai salah satu upaya preventif yang dilakukan

Pemerintah Kota Denpasar