pendidikan pesantren dan proses pembentukan nilai

25
PENDIDIKAN PESANTREN DAN PROSES PEMBENTUKAN NILAI Oleh Ali Farhan DAFTAR ISI BAB I :PENDAHULUAN……………………………………………………….1 BAB II :PEMBAHASAN…………………………………………………………3 1.Sejarah Pondok Pesantren dan Perkembangannya……………………………... … 3 2. Elemen-elemen pesantren…………………………………………………….………5 a) Kyai…………………………………………………………………………….....5 b) Pondok…………………………………………………………………………….6 c) Masjid …………………………………………………………………………….7 d) Santri …………………………………………………………………………...…8 e) Pengajaran Kitab Kuning …………………………………………………………9 3. Menyikap Nilai di Dunia Pesantren………………………………………………..10 a) Antara pembaharuan dan tradisi. ………………………………………………..10 b) Proses Pembentukan Nilai ………………………………………………………11 1

Upload: farhanlmg883324

Post on 14-Jun-2015

1.872 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

PENDIDIKAN PESANTREN DAN

PROSES PEMBENTUKAN NILAIOleh Ali Farhan

DAFTAR ISI

BAB I :PENDAHULUAN……………………………………………………….1

BAB II :PEMBAHASAN…………………………………………………………3

1.Sejarah Pondok Pesantren dan Perkembangannya……………………………...… 3

2. Elemen-elemen pesantren…………………………………………………….………5

a) Kyai…………………………………………………………………………….....5

b) Pondok…………………………………………………………………………….6

c) Masjid …………………………………………………………………………….7

d) Santri …………………………………………………………………………...…8

e) Pengajaran Kitab Kuning …………………………………………………………9

3. Menyikap Nilai di Dunia Pesantren………………………………………………..10

a) Antara pembaharuan dan tradisi. ………………………………………………..10

b) Proses Pembentukan Nilai ………………………………………………………11

c) Menyikap Moralitas Pesantren ………………………………………………….12

d) Pesantren dan Tantangan Modernitas……………………………………………13

BAB III:PENUTUP……………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………16

1

Page 2: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

BAB I

PENDAHULUAN

Seperti Negara berkenbang lainnya, Indonesia kini sedang berusaha membangun

citra bangsa sambil tetap mempertahankan identitas kulturalnya. Proses ganda ini di

khtiarkan dengan keseimbagan antara pertumbuhan dan pemerataan, sekaligus

melestarikan pola kehidupan social budaya yang mendukung proses tersebut dalam

rumusan yang yang lebih tetap. Indonesaia sedang berusaha bagaimana memantapkan

kelangsungan psikologis dan dan kerangka proses perubahan yang lebih luas. Proses ini

bersifat edukatuif dan distributive dan menyiapkan langkah-langkah yang lebih tepat

untuk menciptakan dan menyebarkan pesan pembangunan yang sarat akan nilai luhur

dimana dapat merangsang motivasi. Proses yang kemuian melembaga ini di harapkan

dapt mekanisme yang sesuai untuk memperlancar terbentuknys tigkah laku yang di

kehendaki, serta memberikan sanksi social sewajarnya terhadap tindakan yang

menyimpang. Hal ini sangat penting dalam kaitan upaya menemukan berbagai alternative

proses pendekatan pendidikan bangsa dalam bentuk transformasi diri dalam rangka

mengorganisir masyarakat agar lebih kreatif dan produktif di dalam menghadap tugas-

tugas barunya proses pembangunan seyogyanya mampu menemukan dan memerankan

secara tepat lembaga-lembaga dan system nilai moralitas dalam kehidapan yang sudah

eksis sebagai pendorong kearah positif.1

Kehidupan manusia tidak lepas dari nilai, dan nilai itu selanjutnya perlu di

institusikan. Institusi yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Keberadaan

(eksistensi) pesantren beserta perangkatnya sebagai lembaga islam, sudah barang tentu

memiliki nilai-nilai khas yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya, dalam

realitasnya, nilai-nilai pesantren yang di kembangkan oleh pondok pesantren

bersumberkan pada nilai-nilai ilahi dan nilai- insani.2

BAB II

1 Manfrred Oepen DKK, Dinamika Pesantren, P3M, Jakarta, 1988, hlm 722 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 55

2

Page 3: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

PEMBAHASAN

1.Sejarah Pondok Pesantren dan Perkembangannya.

Terus terang, tak banyak referensi yang menjelaskan tentang kapan pondok

pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada zaman permulaan.

Bahkan istilah pondok pesntren, kiai dan santri masih di perselisihkan.

Menurut Manfred Ziemek, kata pondok bedrasal dari kata funduq (Arab) yang

berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang merupakan tempat

penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kat

pesantren berasal dari kata santri yang di imbuhi awalan pe-dan akhiran –an yang berarti

menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang juga di anggap

sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong),

sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Sedangkan

menurut Geertz, pengertian pesantren di turunkan dari bahasa India shastri artinya ilmuan

hindu yang pandai menulis, maksudnya, pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang

pandai membaca dan menulis.

Terlepas dari itu, karena yang di maksudkan dengan istilah pesantren dalam

pembahasan ini adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama islam di

Tanah Air (khususnya jawa) di mulai dan di bawa oleh wali songo, maka model pesantrn

di pulau jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman wali songo.

Karena itu tidak berlebihan bila di katakan pondok pesantren yang pertama didirikan

adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh

Maulana Maghribi.3

Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan sekomplek sekarang.

Pada awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat islamisasi dan sekaligus memadukan

tiga unsur pendidikan, yakni ibadah: untuk menanamkan iman, tabligh untuk

menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam

kehidupan sehari-hari4

3 DR. dr Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hlm 704 http://www.ginandjar.com/public/11ReaktualisasiNilaiKepesantrenan.pdf

3

Page 4: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan

kepentingan tinggi bagi kaum muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita

ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia

dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita

pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa

kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan

baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong

sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan Islam. Malah

pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi

dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan berikut.

Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan

Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tidak

begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa

guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.

Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh

memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang

dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang

memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah

Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan

pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Namun

demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa

kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah

Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan

membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia

yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut.. Dampak kebijaksanaan tersebut

adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun.

Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren

menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan

sekolah umum yang baru saja diperluas. Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren

kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak

4

Page 5: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah

Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI, memang masuk akal

untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan sistem pendidikan

Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan

tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan

pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini

(1997:150), ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia5.

2. Elemen-elemen pesantren

Hampir dapat di pastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa elemen

dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen pesantren, antara satu dengan

lainnya tidak dapat di pisahkan. Keliam elemen tersebut meliputi kyai,santri, pondok,

masjid, dan pengajaran kitab kuning

a.Kyai

Kyai atau pengasuh pndok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi

suatu pesantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di jawa dan madura sosok kyai

begitu sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga amat di segani oleh

masayrakat di lingkungan pesantren. Di samping itu kyai pondok pesantren sangat

biasanya juga sekaligus sebagai penggagas dan pendiri dari pesantren yang bersankutan.

Oleh karenanya, sangat wajar jika pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung pada

peran seorang kyai6.

Para kyai dengan kelebihan pengetahuannya dalam islam, sering kali dilihat

sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam,

hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau,

teritama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan ke

5 Pondok Modern Gontor website: http://www.angelfire.com/oh/gontor.html

6 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 28

5

Page 6: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

khususan mereka dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan symbol kealiman yaitu

kopiah dan surban7.

Masyrakat biasanya mengharapkan seorang kyai dapat menyelesaikan persoalan-

persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman pengetahuan yang dimilikinya.

Semakin tinggi kitab yang ia ajarkan, ia akan semakin di kagumi. Ia juga di harapkan

dapat menunjukkan kepemimpinannya, kepercayaannya kepada diri sendiri dan

kemampuannya, karena banyak orang yang dating meminta nasehat dan bimbingan

dalam banyak hal. Ia juga di harapkan untuk rendah hati, menhormati semua orang, tanpa

melihat tinggi rendah sosialnya, kekayaan dan pendidikannya, banyak prihatin dan penuh

pengabdian kepada Tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan dan

keagamaan, seperti memimpin sembahyang lima waktu, memberikan khutbah jum’ah dan

menerima undangan perkawinan, kematian dan lain-lain.8

b.Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam

tradisional di mana para siswanya tinggal bersama belajardan belajar di bawah bimbingan

seorang (atau lebih) guru yang lebih di kenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para

siwa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal

yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan

kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya di kelilingi

dengan tembok untuk dapat mengwasi keluar dan masuknya para santri sesuai peraturan

yang berlaku

pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang

membedakannya dengan system pendidikan tradisional di masjid-masjid yang

berkembang di kebanyakan wilayah islam di Negara-negara lain. Bahkan system asrama

ini pula membedakan pesantren dengan system pendidikan suraudi daerah minangkabau.

Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para

santri. Pertama, kemashuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang islam

menari santri-santri dari jauh. Untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur

dan dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung

halamannya dan menetap di dekat kediaman kyai. Kedua, hampir semmua pesantren

7 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982, hlm 568 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982, hlm 60

6

Page 7: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

berda di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat

menampung santri-santri; dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi

para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri

menganggap kyainya seolah-olah sebagi bapaknya sendiri, sedangkan menganggap para

santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa di lindungi. Sikap ini juga

menimbulkan perasaan tanggung jawab di pihak untuk dapat menyediakan tempat tinggal

bagi para santri. Di samping itu dari pihak para sntri tumbuh perasaan pengabdian kepada

kyainya, sehingga para kyainya memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber

tenaga bagi kepentingan pesantren dan keluarga kyai.9

System pondok bukan saja merupakan elemen paling penting dari tradisi

pesantren, tapi juga penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang .

meskipun keadaan pondok sederhana dan penuh sesak, namun anak-anak muda dari

pedesaan dan baru pertama meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran di suatu

wilayah yang baru itu tidak perlu mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau

penyesuaian diri dengan lingkungan social yang baru.10

c.Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat di pisahkan dengan pesantren dan

dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam

sembahyang lima waktu, khutbah dan sholat jum’ah, dan mengajarkan kitab-kitab klasik.

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan

manivestasi universalisme dari sitem pendidikan tradisional. Dengan kata lain

kesinambungan system islam yang berpusat pada masjid sejak masjid al Qubba didirikan

dekat madinah pada masa Nabi Muhammad saw tetap terpancar dalam system pesantren.

Sejak zaman nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Dimana puun kaum

muslimin berada, mereka selalu menggunaka masjid sebagi tempat pertemuan, pusat

pendidikan, aktifitas administrasi dan cultural.

Lembaga-lembaga peasntren jawa memelihara terus tradisi ini, para kyai selalu

mengajar murid-muridnya di masjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling

9 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 32

10 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982, hlm 44

7

Page 8: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

tepat untuk menamkan disiplin para murid dalam mengerjakan kewajiban sembahyang

lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain.

Seorang kyai yang ingin megembangkan sebuah pesantren, biasanya pertama-

pertama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas

perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah

pesantren.11

d. Santri.

Menurut pengertian yang dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim

hanya bisa disebut kyai bilaman memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam

pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu santri

adalah elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut

tradisi psantren, terdapat dua kelompok santri:

1.Santri mukim yaitu murid-murid yangn berasal dari daerah jauh dan menetap dalam

kelompok pesantren. Santri mukim yang menetap paling lama tingGal di pesantren

tersebut biasanya mdrupakan suatu kelompgk tersendiri yang memegang tanggung jawab

mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari;mereka juga memikul tanggung jawab

mengajar santRi-santri m5da tentang kitab-kitab dasar $an menengah.

2.Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren;

yang biasanya tidak menetap dalam pesantren (nglajo) dari rumahnya sendiri. Biasanya

perbedaan pesantren kecil dan pesantren besar dapat dilihat d!ri komposisi santri kalong.

Sebuah besar sebuah pesantren, akan semakin besar jumlah mukimnya. Dengan kata lain,

pesantren kecil akan memiliki lebih banyak santri kalong dari pada santri mukim.12

Oleh karenanya, hanya seorang santri yang memiliki kesungguhan dan kecerdsan

saja yang di beri kesempatan untuk belajar di sebuah pesantren besar. Selain dua istilah

santri diatas ada juga istilah “santri kelana” dalam dunia pesantren. Santri kelana adalah

santri yang bepindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya, hanya untuk

memperdalam ilmu agama. Santri kelana iNi akan selalu berambisi untuk memiliki ilmu

dan keahlian tertentu dari kyai yang di jadikan tempat belajar atau di jadikan gurunya.

11 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982, hlm 49

12 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982, hlm 52

8

Page 9: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Hampir semua kyai atau ulama’ di jawa9yang memimpin sebuah pesantren besar,

memperdalam pengetahuan dan memperluas penguasaan ilmu9agamanya dengan cara

me.gembara dari pesantren ke pesantren (berkelana). Nah, setelah pesantren mengadopsi

system pendidikan modern seperti sekolah atau madrasah, tradisi kelana ini mulai di

tinggal+an.13

e. Pengajaran Kitab Kuning

berdasark`n catatan sejarah, pesantren telah mengajarkan kitab-kitab klsik,

khususnya karangan-karangan madzab syafi’iyah. Pengajaran kitab kuning besbahasa

Arab $an tanpa harakatatau sering disebut kitab gundul merupakan satu-satunya methode

yang secara formal `i ajarkaj dalam pesantren di Indonesia. Pada umumnya, para santri

dating dari jauh dari kampung halaman dengan tujuan inginmemperdalam kitab-kitab

klasik tersebut, baik kita` Ushul Fiqih, Fiqih, Kitab TafSir, Hadits, dan lain sebagainya.

Para santri juga biasanya mengembangkan keahlian dalam berbahasa Arab (Nahwu dan

Sharaf), guna menggali makna dan tafsir di balik teks-teks klasik tersebut.

Ada beberapa tipe pondok pesantren misalnya, pondok pesantren salaf, kholaf,

modern, pondok takhassus al-Qur’an. Boleh jadi lembaga, lembaga pondok pesantren

mempunyai dasar-dasar ideology keagamaan yang sama dengan pondok pesantren yang

lain, namun kedudukan masing-masing pondok pesantren yang bersifat personal dan

sangat tergantung pada kualitas keilmuan yang dimiliki seorang kyai.

Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat di golongkan ke

dalam delapan kelompok yaitu, 1). Nahwu (sintaksis) dan saraf (morfologi), 2)fiqih;

3)ushul fiqih; 4)hadits; 5) tafsir; 6)tauhid; 7) tasawuf dan etika; 8) cabang-cabang lain

seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai

teks yang berdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir, fiqih, ushul fiqih dan

tasawuf.14

13 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 37

14 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 39

9

Page 10: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Agar bisa menerjemahkan dan memberikan pandangan tentang isi dan makna dari

teks kitab tersebut, seorang kyai ataupun santri harus menguasai tata bahasa Arab

(balaghah), literature dan cabang-cabang pengetahuan agama islam yang lain.15

3. Menyikap Nilai di Dunia Pesantren

a. Antara pembaharuan dan tradisi.

Dalam wacana filsafat pendidikan Islam, eksistensi manusia merupakan salah satu

obyek kajian menarik, karena di dalam diri manusia terdapat potensi-potensi yang dia

naggap unik dajn terkadang sulit di mengerti oleh dirinya sendiri. Kelebihan yang ada

pada manusia sehingga membedakan lainnya adalah akal. Akal bukanlah rasio, dan rasio

bukanlah akal. Akal merupakan jaringan antara apa yang di tangkap oleh indera dan

sesuatu yang berada di luar pengalaman empiric.16

Namun dalam hal menentukan langkah kehidupan, manusia di berikan kebebasan

untuk memilih. Allah SWT telah memberikan kepada manusia untuk menentukan jalan

hidupnya, seperti dalam firman Allah swt dalam surat Ar-Ra’ad ayat 11:

Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”17

Dalam kaitan ini, pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam,

memiliki potensi dan peluang yang positif dalam membantu pengembangan potensi dasar

manusia berupa pengembangan akalnya. Pesantren merupakan salah satu jenis

pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami agama Islam,

dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, dengan menekankan

pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Kehadirn pendidikan pesantren mempunyai peranan tersendiri. Jika ditilik dari

spectrum pembangunan bangsa, pondok pesantren di samping di samping menjadi

lembaga pendidikan Islam, juga sebagai bagian dari infrastruktur masyarakat yang secara

15 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 41

16 Ali Al-Jumbulati dan Abdul Fatuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm 18317 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 4

10

Page 11: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

sosio cultural ikut berkiprah dalam proses pembentukan kesadaran masyarakat untuk

memiiliki idealisme demi kemajuan bangsa dan Negara.

Peran yang strategis dari pesantren seperti itu menjadikan pendidikan pesantren sebagai

objek kajian yang menarik. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam harus

dapat menjadi salah satu pusat study pembaharuan pemikiran dalam Islam.18

Memang mulai decade 1970-an twelah menjadi perubahan yang cukup besar pada

keberadaan pesantren sebagai sebuah system pendidikan. Pesantren sebuah bentuk

system tradisional, mulai berubah. Jika sebelumnya system pesantren di kenal sebagai

bentuk system pendidikan non sekolah (kelas bandongan tradisional), yang muncul

kemudian sebaliknya.

Memang adanya system persekolahan di lingkungan pesantren tidak dengan serta

merta menggusur system kelas bandongan yang selama ini di kena.kitab-kitab klasik

(kuning) masih terus diajarkan oleh pimpinan pesantren.19

Jadi dengan demikian dengan adanya perubahan-perubahan seperti itu

menyebabkan output keilmuan pesantren berpijak pada dua kaki, yaitu kaki tradisi dan

pembaharuan. Pijakan pertama merupakan moralitas khas pesantren, sedangkan pijakan

kedua merupakan pesantren dalam mengantisipasi perkembangan tradisi keilmuan

pesantren dimasa mendatang20.

b. Proses Pembentukan Nilai

Pendidikan Islam dalam kaitanya dengan pesantren adalah transformasi ilmu

pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai kepada santri (peserta didik) dengan

meperhatikan perkembangan dan pertrumbuhan fitrah demi mencapai kebahagiaan hidup

di dunia dan ai akhirat. Inti dari mendidik secara Islami adalah menstranfer ilmu dan

memasukkan nilai-nilai. Ilmu pengetahuan yang di maksud adalah ilmu pengetahuan

yang memenuhi criteria epistemology Islam yang tujuan akhirnya hanya untuk mengenal

dan menyadari diri pribadi dan relasiny terhadap Allah swt, sesama manusia dan alam

semesta. Adapun nilai-nilai yang di maksud adalah nilai-nilai ilahiyah dan nilai-nilai

insaniah. Nilai-nilai ilahiyah bersumber sifat-sifat Allah dan hokum-hukum Allah, baik

berupa hokum tertulis (Qur’aniyah) maupun tidak tertulis (kauniah. Sebaliknya, insaniah

18 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 819 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 1020 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 12

11

Page 12: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

merupakan merupakan nilai-nilai yang terpancar daya cipta, rasa dan kersa manusia yang

tubuh untuk memenuhi kebutuhan peradaban manusia, yang memiliki sifat dinamis

temporer.

Nilai itu sendiri pada akhirnya membentuk moralitas, sebab menurut Muhammad

Noor Syam nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu

jenis atau apresiasi atau minat. Walaupun dalam Islam memiliki nilai-nilai samawi yang

bersifat absolute dan universal, islam masih mengakui adanya nilai tradisi masyarakat.

Berkaitan denag pentingnya nilai tradisi yang perlu di beriakan kepada peserta

didik, maka dalam tradisi pesantren ada postulat yang telah menjadi moralitas pendidikan

pesantren, yaitu:

“Melestariakn nilai-nilai lama yang positif dan mengambil nilai-nilai baru yang

positif.”

Itu sebenarnya tidak lepas dari rujukan pandangan hidup ulama’ yang kini

meminpin pesantren yang bercorak pada pendidikan fikih sufistik dengan orientasi nilai

moral yang sangat menekankan pentingnya kehidupan ukhrawi diatas duniawi, agama

diatas ilmu dan moral diatas akal.21

Perbedaan orientasi antara pendidikan pesantren dan sekolah. Jika orientasi

sekolah umum di arahkan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan dalam hidup

keduniawian, pesantren mengarahkan orientasinya pada pembinaan moral dalam konteks

kehidupan ukhrawi.

Jadi dengan demikian nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan pesantren

adalah fikih sufistik yang lebih mengedepankan moralitas/akhlaq keagamaan demi

kepentingan hidup di akhirat. Nilai-nilia tersebut kemudian menjadi cirri khas moralitas

pendidikan pesantren yang haru di serap oleh santrinya. Moralitas tersebut kemudian

membentuk pandangan hidup santri, seperti ketaatan kepada kiai. Hali ini bisa dilihat dan

dirasakan apabila seorang pernah “yantri” di pesantren, bagaimana model kepemimpinan

pada kyai dan santri. Terlihat betapa ketawadhuan seorang santri dalam berkomunikasi

21 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 17

12

Page 13: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

dengan kyai. Seorang santri sangat menghargai dan menjunjung tinggi nili-nilai tradisi

kepesantrenan. 22

c. Menyikap Moralitas Pesantren.

Sebagai agen pewaris budaya (agen of of conservative), pesantren berperan

sebagai pewaris budaya melalui pendidikan system nilai dan kepercayaan, pengetahuan,

norma-norma, serta dat kebiasaan dan berbagai perilaku tradisional yang telah

membudaya diwariskan pada suatu generasi ke genaerasi berikutnya.

Tegasnya, lembaga pendidikan pesantren merupakan tempat sosialisasi dan

internalisasi nilai-nilai yang telah membudaya. Oleh karena itu, penetapan kurikulum

lembaga pendidikan pesantren dan tujuannya atas nilai-nilai pengetahuan serta aspirasi

dan pandangan hidup yang yang berlaku dan di hormati masyrakat.

Sebagaimana layaknya lembaga pendidikan, pendidikan pesantren juga memiliki

pendidikan yang jelas, tujuan umum pendidikn pesantren adalah membimbing anak didik

(santri) untuk menajdi kepribadian islam yang dengan agamanya ia sanggup menjadi

muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan

khususnya adalah mmpersiapkan santri menjadi orang alim dan mendalami ilmu

agamanya yang di ajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam

masyarakat.

Dengan demikian tujuan terpenting pendidikan pesantren adalah membangun

moralitas agama santri dengan pengamalannya. Dalam hal ini berarti yang menjadi focus

tujuan pendidikan pesantren adalah memberdayakan santri.23

4. Pesantren dan Tantangan Modernitas

Melihat perkembangan dunia yang begitu cepat ini bagi banyak kalangan telah

memunculkan respond an spekulasi yang beragam. Tidak terkecuali bagi umat islam,

perubahan-perubahan yang terus muncul belakangan ini di dalamnya menyentuh hampir

seluruh aspek kehidupan manusia, aspek ekonomi hingga aspek nilai-nilai moral. Secara

sederhana, era global ini dapat di ilustrasikan dengan persaingan sengit dalam bidang

ilmu dan politik, kemajuan sains, dan teknologi, arus informasi yang cepat, dan

perubahan social yang tinggi24

22 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 1923 Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004, hlm 2624 Dr. Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Paramadina, Jakarta, 1997, hlm xii

13

Page 14: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Sebaliknya, berbagai upaya proteksi yang di lakukan oleh suatu pihak atau Negara

tertentu, bagi Negara-negara yang telah lama melakukan proyek modernisasi, tentu hanya

di pandang sebagai penentangan terhadap ketrbukaannya. Sebagai implikasinya, wacana

mengenai plurarismeakan menjadi pergulatan serius dalam mempertemukan antar

peradaban yang yang berkeingianan untuk eksis di dunia. Dalam maknanya yang global,

pluralisme di satu sisi mempunyai ‘keterbukaan’ dan di sisi lain bisa jadi muncul sebagai

bentuk arena persaingan. Dalam kondisi seperti ini , umat manusia dihadapkan pada

realitas, dimana tafsir mengenai ‘persaingan’ sangat erat kaitannya dengan siapa yang

kuat dialah yang akan memenangkan arena perdebatan dan sebaliknya, pihak yang lemah

akan menanggung kekalahan dan menerima system keterbukaan tersebut.

Oleh karena pengaruh abad industri ini tidak saja menyentuh aspek ekonomi,

tetapi juga moral dan agama, islam dengan paradigma yang dimilikinya , yaitu rahmatan

lil alamin, bertanggung jawab atas terjadi benturan-benturan peradaban atau implikasi

negative dari perkembangan dunia, termasuk juga didalamnya adalah masyarakat

pesantren yang menjadi bagian integral dari masyarakat secara kesuluruhan tidak bisa

menutup mata dan menjauh dari realitas ini. Dengan doktrin-doktrin kepesantrenan yang

dimilikinya, fenomena ini tidak laik di posisikan sebagai bentuk hambatan peradaban,

akan tetapi menjadi ujian sekaligus tantangan eksistensi masa depan pesantren di era

masyarakat global. Pertanyaannya adalah bagimana bentuk akomodasi pesantrendalam

merespon modernitas sebagaimana fenomenanya telah di uraikan di atas . kiranya nilai-

nilai apa sajakah yang dianggap akomodatif dan mampu menjawab tantangan zaman.25

.

BAB III

PENUTUP

25 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas, IRD PRESS, Jakarta, 2005, hlm 70

14

Page 15: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

Islam sebagai agama dan pesantren sebagai media dakwah Islam

yang tersebar ke seluruh penjuru Nusantara tampil secara kreatif berdialog

dengan masyarakat setempat (lokal), berada dalam posisi yang menerima

kebudayaan lokal, sekaligus memodifikasinya menjadi budaya baru yang

dapat diterima oleh masyarakat setempat dan masih berada di dalam jalur

Islam.

Dalam pandangan hidup santri, moralitas tradisi pesantren adalah pijakan yang

jelas untuk mempertahankan tradisi kepesantrenan. Jadi dengan demikian moralitas yang

terus di kembangkan adalah berdimensi pada agama dengan tetap berada pada tataran

tradisi pesantren dan selalu melihat pada perubahan-perubahan yang terjadi terhadap

system pendidikan pesantren. Moralitas itulah yang akhirnya membentuk pandangan

hidup santri terhadap pesantrennya.

Dengan demikian, maka system pesantren di dasarkan atas dialog yang terus-

menerus antara kepercayaan terhadap ajaran dasar ajaran agama yang di yakini memiliki

nilai kebenaran muthlak dan realitas social yang memiliki nilai kebenaran relative.

Moralitas inilah yang kelak membentuk pandangan hidup santri.

Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman, tentunya

memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan

sumber daya manusia (SDM) yang handal, kekuatan otak (berpikir), hati (keimanan), dan

tangan (keterampilan), merupakan modal utama untuk membentuk pribadi santri yang

mampu mengikuti perkembangan zaman.

Dalam konteks inilah, pendidikan pesantren sebagai media

pembebasan umat dihadapkan pada tantangan bagaimana mengembangkan

teologi multikultural sehingga di dalam masyarakat pesantren akan tumbuh

pemahaman yang inklusif untuk harmonisasi agama-agama, budaya dan

etnik di tengah kehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Pendidikan Pesantren Dan Proses Pembentukan Nilai

1. Ali Al-Jumbulati dan Abdul Fatuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan

Islam,

2. Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

3. Drs.H. Mansur, MSI, Moralitas Pesantren, Safiria Insani Press, Yogyakarta, 2004

4. DR. dr Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Gema Insani Press, Jakarta,

1997

5. http://www.ginandjar.com/public/11ReaktualisasiNilaiKepesantrenan.pdf

6. HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan modernitas,

IRD PRESS, Jakarta, 2005

7. Oepen Manfrred DKK, Dinamika Pesantren, P3M, Jakarta, 1988

8. Pondok Modern Gontor website: http://www.angelfire.com/oh/gontor.html

9. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Yogyakarta, 1982.

16