pendidikan pancasila di perguruan tinggi

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan Pancasila dalam NKRI, terutama meliputi PKn bagi pendidikan dasar dan menengah; dan Pendidikan Pancasila bagi PT. Semuanya bertujuan membina kesadaran dan kebanggaan nasional SDM warga negara, sebagai subyek penegak budaya dan moral politik NKRI sekaligus sebagai bhayangkari integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Thema ini diklarifikasi dalam pendekatan filosofis- ideologis dan konstitusional, berdasarkan asas imperatif. Artinya, setiap bangsa dan negara secara mutlak melaksanakan visi-misi nilai filsafat negara (dasar negara, dan atau ideologi negara) sebagai fungsi bangsa dan negaranya. Maknanya, demi integritas bangsa dan negaranya maka mendidik kader bangsa semua warga negaranya untuk menegakkan sistem nilai kebangsaan dan kenegaraannya; seperti: sistem kapitalisme-liberalisme, zionisme, marxisme-komunisme, theokratisme, sosialisme wajarlah untuk membudayakannya. Berdasarkan asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi seutuhnya, dan demi integritas wawasan nasional dan SDM Indonesia yang adil dan beradab (bermartabat) maka ditetapkanlah program Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

Upload: dedi-kurosaki

Post on 25-Sep-2015

103 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

pancasila

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan Pancasila dalam NKRI, terutama meliputi PKn bagi pendidikan dasar dan menengah; dan Pendidikan Pancasila bagi PT. Semuanya bertujuan membina kesadaran dan kebanggaan nasional SDM warga negara, sebagai subyek penegak budaya dan moral politik NKRI sekaligus sebagai bhayangkari integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila.

Thema ini diklarifikasi dalam pendekatan filosofis-ideologis dan konstitusional, berdasarkan asas imperatif. Artinya, setiap bangsa dan negara secara mutlak melaksanakan visi-misi nilai filsafat negara (dasar negara, dan atau ideologi negara) sebagai fungsi bangsa dan negaranya. Maknanya, demi integritas bangsa dan negaranya maka mendidik kader bangsa semua warga negaranya untuk menegakkan sistem nilai kebangsaan dan kenegaraannya; seperti: sistem kapitalisme-liberalisme, zionisme, marxisme-komunisme, theokratisme, sosialisme wajarlah untuk membudayakannya.

Berdasarkan asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi seutuhnya, dan demi integritas wawasan nasional dan SDM Indonesia yang adil dan beradab (bermartabat) maka ditetapkanlah program Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

(Pendekatan Filosofis Ideologis dan Konstitusional)I.INTEGRITAS NILAI FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA

Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila sebagai diakui dalam amanat Bung Karno dalam Pidato di PBB September 1960: berbicara tentang nilai dasar negara Pancasila, sesungguhnya kita berbicara tentang nilai-nilai warisan budaya dan filsafat hidup bangsa Indonesia sepanjang 2000 tahun berselang.Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia.

Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 1998 (1945 1949; 1949 1950; 1950 1959 dan 1959 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I IV: 1999 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.

Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga akan memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal.

Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang 10 tahun reformasi berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional.

Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita juga berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.

A.Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi

Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD 45 (amandemen) dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan landasan pemikiran berikut:

1.Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri Negara. Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dimaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya.

Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya. 2.Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1 X oleh pendiri negara yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila beserta jabarannya di dalam UUD negara bermakna pula tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila, maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara. 3.Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara terutama:4.Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang adil dan beradab.

Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

III.Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."

Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki legalitas supremasi dan integritas filosofis-ideologis secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).

Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa dengan membudayakannya.B.Keunggulan Indonesia

Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama:

1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan.

2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang dalam era reformasi.

3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar)

5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:a. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);

b. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);

c. NKRI sebagai negara bangsa (nation state);

d. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan nasional dan wawasan nusantara);

e. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-imperialisme dalam pascamodernisme yang mengoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.

Keunggulan potensial demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM Indonesia sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara yang mantap terpercaya bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandem. Melalui pendidikan nasional kita membina SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai subyek penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi!

II.SISTEM FILSAFAT DAN SISTEM KENEGARAAN

Setiap bangsa dan negara menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum diakui sebagai Weltanschauung!

Sistem filsafat terutama mengajarkan bagaimana kedudukan, potensi dan martabat kepribadian manusia di dalam alam; khususnya dalam masyarakat dan negara. Karenanya, ajaran ini melahirkan teori hak asasi manusia (HAM) dan teori kekuasaan (kedulatan) dalam negara; termasuk sistem ketatanegaraan dan sistem negara hukum.

Jadi, sistem kedaulatan maupun sistem negara hukum adalah ajaran filsafat yang bertujuan menjamin HAM dalam budaya dan peradaban, istimewa dalam sistem kenegaraan.

A.Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia

Sejarah HAM membuktikan bahwa sepanjang peradaban senantiasa dalam tantangan: Mesir purbakala, Cina, Yunani. . . sampai kolonialisme-imperialisme di Asia dan Afrika baru runtuh pertengahan abad XX.

Nilai demokrasi sebagai suatu teori kedaulatan, atau sistem politik (kenegaraan) diakui sebagai teori yang unggul, karena mengakui kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), bahkan juga martabat (pribadi, individu) manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum.

Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: . . . these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . . (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: . . .that humanity should always be respected as an end it self (Mc Coubrey & White 1996: 84)

Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist ---yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional---. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nationa state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)

Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: . . . fundamental rights and freedom as highest value as legal. (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: . . . respect to central human values . . . (1996: 22; 37).

Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral.

Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal.

Sebagai integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the American political system, market economy and federalism."

NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat.

B.Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI

Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:

1.bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.

2.bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.

3.kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:

a.manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).

b.manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan

c.manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.

Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.

Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)

Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila UUD 45.

Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.

(Cermati keunggulan dan integritas NKRI sebagai diuraikan dalam I. B dan II. B).

III.SISTEM KENEGARAAN PANCASILA, AMANAT KONSTITUSIONAL UUD 45 (UUD Proklamasi) DAN PEMBUDAYAANNYASesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental, adalah fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Artinya, dasar negara Pancasila (filsafat Pancasila) ditegakkan dan dikembangkan sebagai sistem ideologi negara (ideologi nasional). Secara kelembagaan negara, ditegakkan sebagai sistem kenegaraan (in casu: sistem kenegaraan Pancasila; analog dengan: sistem negara kapitalisme-liberalisme; dan sosialisme, atau marxisme-komunisme).

Demi integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45, maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa) Pemerintah bersama semua komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan membudayakannya; dalam makna menegakkan: N-Sistem Nasional.

A.Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional

Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional:

1.Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).

2.Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.

3.Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.

4.Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.

5.Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2000: XV, 3).

Semua asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan negara hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).

Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).

Perwujudan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila - UUD 45

(MNS, 1985)

skema 1

Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)

B.Sistem Kenegaraan Pancasila Tegak dalam N-Sistem Nasional

Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, secara kebangsaan dan kenegaraan berwujud sistem kenegaraan Pancasila. Sebab, setiap sistem kenegaraan dilandasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi.

Kesadaran dan kebanggaan nasional suatu bangsa terpancar dalam asas kebangsaan (nasionalisme); sebagai wujud kesadaran jatidiri bangsa (jatidiri nasional, identitas nasional) yang ditegakkan dalam semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kenegaraan demikian berwujud dikembangkannya dan ditegakkannya berbagai sistem nasional sebagai pengamalan dan pembudayaan dasar negara dan ideologi negara.

Pengembangan dan pembudayaan sistem nasional ini sebagai wujud kesadaran nasional dan wawasan nasional; sekaligus sebagai fungsi dari asas imperatif konstitusional sistem ideologi nasional. Sebaliknya, tidak dikembangkan dan dibudayakannya N-sistem nasional adalah fenomena degradasi nasional yang bermuara: disintegrasi nasional; dan keruntuhan sistem kenegaraannya.

Secara formal-struktural-kenegaraan asas normatif filosofis-ideologis Pancasila dikembangkan (dijabarkan) dalam tatanan kenegaraan sebagai terlukis dalam skema berikut.

*) =N = sejumlah sistem nasional, terutama:

1. Sistem filsafat Pancasila

2. Sistem ideologi Pancasila

3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila

4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila

5. Sistem ekonomi Pancasila

6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)

7. Sistem budaya Pancasila

8. Sistem Hankamnas, Hankamrata

(MNS, 1988)

skema 2

Secara fundamental: normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional skema di atas melukiskan asas normatif: praktek budaya dan moral politik bangsa negara sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Pengamalan amanat dimaksud terjabar dalam UUD 45, dan dikembangkan di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 serta dilengkapi dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM.

IV.PROGRAM MENDASAR PENDIDIKAN PANCASILA DI PTSebagai amanat nilai dasar negara dan UUD negara, maka sistem pendidikan nasional berkewajiban (imperatif) melaksanakan visi-misi pembudayaan nilai dasar negara Pancasila, baik sebagai dasar negara maupun sebagai ideologi negara (ideologi nasional). Visi-misi demikian tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi seutuhnya.

Untuk pelaksanaannya secara melembaga, sebagai kurikulum dasar (core curriculum, kurikulum inti) semua jenjang dan jenis pendidikan melaksanakan dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Inilah visi-misi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi khususnya, dan pendidikan kewarganegaraan (PKn) untuk semua tingkat dan jenis pendidikan umumnya.

Memorandum

Dengan berpedoman kepada pasal-pasal UUD Proklamasi ini, dapat dikembangkan tujuan, isi dan program pembinaan SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai subyek dalam NKRI. Mereka wajib dikembangkan sesuai kaidah fundamental Pancasila dan UUD Proklamasi; terutama

1. Pembudayaan dasar negara Pancasila, khususnya sila I (Pasal 29) sebagai landasan moral watak dan kepribadian SDM Indonesia;

2. Dalam bidang HAM mulai nilai sila I II IV dan V, dan jabarannya dalam UUD (Pasal 28, 34) perlu pembudayaan dan pengamalan yang nyata.

3. Khusus kondisi sosial ekonomi, karena cukup menyimpang dari nilai dasar Pancasila dan UUD (terutama sila V dan Pasal 33, 34) maka realitas aktual berupa ekonomi liberal dan penguasaan berbagai sumber daya alam yang vital dan potensial oleh investor, maka pendidikan kita kepada generasi penerus menjadi sekedar propaganda dan kebohongan publik (yang mungkin ditertawakan mereka).

Peraturan Perundangan yang melandasi dan Kelembagaan pelaksana pendidikan nasional wajib dan sungguh-sungguh dijiwai moral Pancasila, dilandasi dan dipandu UUD Proklamasi. Karenanya, ketentuan-ketentuan di bawah ini mutlak (imperatif) untuk ditinjau (direvisi, dicabut) demi kebenaran dan keadilan yang diamanatkan dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi:1. Cermati dan hayati: RUU BHP sebagai peningkatan dari PP No. 61 tahun 1999 tentang PTN sebagai BHMN (sungguh bertentangan dengan Pasal 31 dan 33 UUD Proklamasi);

2. Peraturan Presiden No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang Tertutup dan Terbuka (terutama: hayati items: 71 75) yang membahayakan jatidiri dan integritas kepribadian generasi muda bangsa!

3. Senantiasa mewaspadai gerakan separatisme-ideologi, kanan: (neoliberalisme, ekstrim kanan) dan ekstrim kiri (neo-PKI, KGB dan semua komponennya).

A.Landasan Pelaksanaan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Meskipun UU No. 20 tahun 2003 tidak mengandung kurikulum yang khusus adanya program Pendidikan Pancasila, namun tetap diakui bahwa nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara menjadi core curriculum (kurikulum dasar, kurikulum inti), sebagai nilai dasar (nilai fundamental, core values) Indonesia.

Program pendidikan Pancasila di PT bahkan menjadi prioritas mendesak, supaya para kader ilmuan, termasuk kader kepemimpinan dalam NKRI memiliki wawasan nasional yang memadai demi tegaknya budaya dan moral politik nasional dari sistem kenegaraan Pancasila.

Analisis: fenomena era reformasi, hampir semua komponen bangsa terlanda praktek budaya dan moral politik liberalisme dan neoliberalisme; bahkan juga hanya memuja kebebasan (baca: liberalisme) atas nama: demokrasi dan HAM. Akibatnya, kondisi nasional makin mengalami konflik horisontal dan degradasi nasional; bahkan juga bangkitnya neo-PKI (komunis gaya baru/KGB) dengan berbagai ormas mereka (PRD, Papernas, dan sebagainya).

1. Program perkuliahan berpedoman kepada GBPP Pendidikan Pancasila yang ditetapkan SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, 2 Juni 2006 tentang Rambu-rambu Kelompok MKPK (Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian) di PT.2. Pengembangan SAP yang ada dapat disesuaikan dengan kondisi bangsa negara RI sebagai kelanjutan reformasi dan tantangan globalisasi-liberalisasi-postmodernisme dan kebangkitan neo-PKI (KGB).

3. Supaya para dosen mewajibkan mahasiswa untuk menulis:

a. Makalah (dengan alternatif topik: berbagai bidang sosial politik, ekonomi, hukum, HAM maupun demokrasi; seperti: ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan, demokrasi Pancasila; dan sebagainya antara 2-3 halaman diketik kwarto).

b. Ringkasan dari kepustakaan wajib dalam 3 4 halaman kwarto (print out).c. Khusus bidang hukum, topik makalah, misal: NKRI Negara Hukum; Menegakkan Supremasi Hukum berdasarkan Pancasila UUD 45; Menegakkan dan Menjamin HAM dalam Negara Hukum RI; Piagam PBB tentang HAM Universal dalam Tantangan Dunia Modern; Multi Partai dan Kebebasan (Demokrasi) Pancasila.d. Pembudayaan dan Pelestarian Ideologi Pancasila dalam Era Liberalisasi; Globalisasi dan Pascamodernisme Menggoda dan Melanda Negara Bangsa (Nation State) dalam Fenomena abad XXI sebagai dimaksud ad. 2. di atas. B.Program dan GBPP Pendidikan Pancasila di PTN-PTS

Program dimaksud secara mendasar dan komprehensif dapat dibahas melalui thema dan sub-thema dalam GBPP yang dikembangkan dosen dan team dosen, terutama meliputi:

1. Nusantara, sosio budaya dan sejarah nasional sebagai geopolitik dan geostrategis.

2. Filsafat hidup dan filsafat negara Pancasila (pokok-pokok ajarannya)

3. Kedudukan dan fungsi Pembukaan UUD 45 dan hubungannya dengan Batang Tubuh dan Penjelasan.

4. Negara RI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi, yakni demokrasi Pancasila; asas dan tata kerja kelembagaannya).

5. Kedudukan dan fungsi kelembagaan berdasarkan UUD 45 (pra dan pasca amandemen).6. Sistem NKRI sebagai nation state: wawasan nasional dan wawasan nusantara. Waspada terhadap berbagai kelompok ekstrim (kiri dan kanan) yang mengancam integritas nasional.

7. Negara RI sebagai negara hukum: asas-asas dan sifat negara hukum.

8. Teori-teori HAM; dan ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila.

9. Ekonomi kerakyatan sebagai demokrasi ekonomi: pemberdayaan rakyat sebagai subyek ekonomi (teori dan praktek ekonomi Pancasila).

10. Pembinaan dan pengembangan SDM berkualitas sebagai manusia Indonesia baru memasuki abad XXI sebagai tantangan globalisasi-liberalisasi dan pascamodernisme: neoliberalisme-neoimperialisme.

11. Tantangan kebangkitan ideologi marxisme-komunisme-atheisme

12. Asas Ketahanan Nasional (trigatra + pascagatra = astagatra); sebagai bagian dari geostrategi politik NKRI.

13. Asas-asas Wawasan Nusantara; nation state, jiwa kekeluargaan dan kesadaran nasional (nasionalisme Indonesia: sila III Pancasila).

14. SDM Pancasilais sebagai subyek penegak sistem kenegaraan Pancasila (unggul-kompetitif-terpercaya), dan wujud Ketahanan Nasional yang aktual!

15. Kesadaran tanggungjawab bina alam lingkungan hidup dan sumber daya alam (ALH + SDA) lokal, nasional dan global. Kami harapkan GBPP yang ada dilengkapi pula dengan pokok-pokok sbb:

Materi pokok program Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, terutama meliputi:

1. Mantapnya rumusan tujuan pendidikan; secara mendasar dan komprehensif, dan dijabarkan dalam komponen-komponen kepribadian SDM sebagai penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila.

2. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan (sebagai diusulkan berikut), sesuai dengan scope kebangsaan dan kenegaraan dalam sistem kenegaraan Pancasila sebagai bangsa negara modern, berbudaya dan beradab; dan

3. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan tentang kehidupan nasional dalam antar hubungan internasional (global): mulai politik bebas aktif; organisasi internasional: PBB dan semua komponennya: IMF, World Bank; termasuk GNB dan APEC; serta organisasi regional (ASEAN, SEAMEO).

Demi ketahanan nasional mendesak dilaksanakannya pembudayaan dasar negara Pancasila, yang dipercayakan kepada lintas kelembagaan negara (Mendiknas; Mendagri; Menag; LIPI; Lemhannas; Wantannas; Meneg Pemuda dan Olah Raga (Menpora); dan Meneg Komunikasi dan Informasi (yang melaksanakan sosialisasi, pembudayaan) secara nasional; serta berbagai potensi dalam komponen-komponen kelembagaan keagamaan: seperti tokoh-tokoh MUI, para ulama dan pemuka agama dari berbagai agama)Dalam kehidupan dunia modern yang makin dinamis, terutama adanya globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme, bangsa Indonesia senantiasa mampu tegak dalam pergaulan internasional berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia demi kesejahteraan umat manusia.

Semoga bermanfaat.

Malang, 11 Maret 2008

Mohammad Noor Syam

(Lab. Pancasila Universitas Negeri Malang)

Disampaikan kepada:

Yth. Bapak Cecep Darmawan, via: [email protected]

KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan k Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan dalam menyusun Makalah yang berjudul Nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam sila ke-4 dalam perguruan tinggi.

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas Pancasila

Dalam penyusunan Makalah ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan, dorongan motivasi dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. selaku dosen pengampu dalam penyusunan Makalah ini

2. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah banyak memotivasi dalam penyelasaian Makalah ini.

3. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan serta semua pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian Makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/I Jurusan Kesehatan Lingkungan Pontianak dalam meningkatkan pengetahuan tentang pancasila di masyarakat.

Pontianak, November 2009

Penulis

B A C A A NAry Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada._________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.

Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.

Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell

McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.

Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.

------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.

Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.

Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.

Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO CATATAN

Untuk Dewan Redaksi kami serahkan naskah dengan judul tersebut, sebagai pemikiran mendasar dan mendesak dalam era reformasi. Semoga dapat dimuat (bila mungkin utuh; atau dijadikan bersambung: 1 2 penerbitan). Terima kasih.

Pola penulisan dalam Jurnal: dimulai Abstrak, dilengkapi kata kunci, bila diperlukan:

AbstrakPancasila dasar negara RI, adalah ideologi nasional, terjabar dalam UUD Proklamasi. Kelembagaan dan kepemimpinan negara wajib menegakkan dan membudayakannya; demikian pula bagi generasi penerus. Karenanya, negara (i.c. Pemerintah) wajib mendidikkannya bagi generasi penerus. Hanya dengan demikian visi-misi nasional akan terlaksana, dan integritas bangsa dalam NKRI berdasarkan Pancasila UUD Proklamasi tegak lestari.

Kata kunci

Dasar negara Pancasila, ideologi negara, UUD Proklamasi; SDM warga negara; budaya dan moral politik; moral SDM Indonesia.

Kategori : Pendidikan

Melihat Permasalahan TKI dari Sudut Pandang Pendidikan Pancasila

Pendahuluan

Permasalahan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Yan (2004) mengatakan bahwa sejak era 1970-an, permasalahan ini menduduki posisi teratas. Selama 35 tahun, permasalahan TKI tidak mengalami perkembangan yang berarti. Rumitnya permasalahan ini melibatkan banyak faktor baik dalam (Indonesia) maupun luar negeri (Malaysia). Juni (2005) mengidentifikasikan beberapa faktor penyebab masalah ini tidak kunjung selesai, antara lain dari dalam negeri meliputi permasalahan di bidang ekonomi, pemerintahan dan sosial. Sedangkan permasalahan dari luar negeri meliputi tingginya permintaan akan tenaga kerja dari Indonesia (Sadli, 2005).

Melihat banyaknya faktor yang saling berhubungan dalam permasalahan TKI ini, maka sebaiknya kita mulai merenungkan kembali akar permasalahan yang membuat TKI tidak dimanusiawikan oleh bangsanya sendiri (pemerintah) dan juga kualitas dari TKI itu sendiri. Bandingkan dengan kualitas TKF (Tenaga Kerja Filipina) yang di atas rata-rata serta kepedulian pemerintah terhadap TKF yang memperlakukan mereka seperti diplomat (Samhadi, 2005).

Makalah yang kami tulis ini akan mengulas beberapa permasalahan di atas secara singkat berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Tujuan akhir dari penulisan ini adalah untuk meninjau ulang sikap kita selama ini terhadap TKI, serta penyampaian saran tertulis untuk perbaikan sikap kita dan demi kesejahetraan kita semua yang ditinjau secara akademis.

Tinjauan Nilai-nilai Pancasila

Di dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945 tertulis Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa . Kalimat ini memiliki tujuan khusus, yaitu untuk realisasi pembangunan bangsa Indonesia ke dalam dengan membentuk negara hukum formal dalam hubungannya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta membentuk negara hukum material yang hubungannya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (Kaelan, 1999).Kaelan, (1999) menyatakan bahwa dasar filsafat negara Indonesia bersumber dari hukum filosofis (Pancasila) yang terdapat dalam anak kalimat alinea 4 pembukaan UUD 1945, yang berbunyi ..dengan berdasar kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.. Pancasila mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.

Dari pengertian di atas kita mengetahui bahwa Pancasila memiliki peran yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Jika mengkaji lebih lanjut, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, maka jelas bahwa Pancasila terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang merupakan wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka aturan untuk menata kehidupan individu maupun sosial dalam masyarakat serta hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam pengertian tersebut, maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dikembangkan menjadi pandangan hidup bangsa, dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara yang disebut sebagai ideologi bangsa dan pandangan hidup negara disebut ideologi negara (Kaelan, 1999).Dari penjelasan di atas kita bisa mengetahui hubungan antara pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila. Hubungan tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu secara formal dan material. Secara formal; Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal dalam pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian, tata kehidupan bernegara tidak hanya betopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam pancasila.Sedangkan secara material; Pancasila sebagai sumber tertib hukum di Indonesia yang meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat yang merupakan pokok kaidah negara secara fundamental.

Tinjauan Artikel

McClelland dalam Mukadis (2005) mengelompokkan kebutuhan sosial manusia sebagai individu menjadi tiga, antara lain (1) Hasrat berprestasi (need for Achievement, nAch), (2) Hasrat berkuasa (need for Power, nPow) dan (3) Hasrat berkelompok (need for Affiliation, nAff). Mukadis (2005) menyatakan bahwa ketiga kebutuhan sosial itu merupakan salah satu faktor penyebab tidak selesainya permasalahan TKI. Dari hasil personel audit yang dilakukan oleh sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) dan pegawai negeri sipil (PNS), ternyata ditemukan kecenderungan tingginya nPow pada golongan III B ke atas. Sebaliknya pada golongan II D ke bawah, nAch memiliki kecenderungan yang tinggi Mukadis (2005). Dari hasil penelitian tersebut, maka secara sederhana kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata kebanyakan para pemegang keputusan di negeri ini tidak menunjukkan contoh yang bagus. Mereka cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya bukan pelayanannya kepada masyarakat (TKI). Bisa dikatakan mereka bersikapa acuh tak acuh terhadap nasib jutaan TKI di luar negeri.

Apabila kita melihat kepedulian pemerintah Filipina kepada tenaga kerjanya sangat bertolak belakang dengan Indonesia. Pemerintah Filipina mendukung secara aktif, dimana mereka ikut terlibat sejak pengurusan penempatan kerja, advokasi, kesejahteraan, pengurusan kepulangan dan lain sebagainya (Samhadi, 2005).Hal ini sangat bertolak belakang dengan Filipina. Jika dibandingkan, Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan Filipina. Indonesia sama-sama merupakan negara berkembang di asia tenggara dengan permasalahan ekonomi, ketenagakerjaan serta penduduk yang padat. Namun jika dilihat dari kualitas SDM mereka, bisa dikatakan kita tertinggal jauh. Sebagai bukti, Filipina tidak lagi tergolong sebagai negara korup di Asia. Jika dilihat dari parameter tingkat pendidikan serta kesehatan, Filipina cukup unggul (Kompas, 2005).

Samhadi (2005) melaporkan bahwa kebanyakan dari TKF ini berpendidikan tinggi (Akademi, Perguruan tinggi).Penyebab permasalahan bukan hanya dari sisi pemerintahan saja, tetapi juga melibatkan TKI itu sendiri. Jika dilihat dari segi sosial ekonomi, Mukadis (2005) menganalisa bahwa penyebab banyaknya jumlah TKI antara lain kurangnya lapangan kerja karena pengaruh krisis ekonomi, paradigma berpikir yang tidak kreatif, tidak ditanamkannya sikap berani (be a pigeon among the peacock), kurangnya penghargaan dari bangsa sendiri, dipermalukan jika memiliki pendapat yang berbeda. Diduga akar dari semua permasalahan di atas berasal dari cara pendidikan bangsa Indonesia yang tidak benar.

PembahasanBerdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Juni (2005), beberapa faktor penyebab tidak selesainya permasalahan TKI dari dalam negeri (Indonesia), antara lain permasalahan di bidang ekonomi, pemerintahan dan sosial. Mengkaji permasalahan sosial dan ekonomi, maka salah satu sila yang berbicara banyak tentang hal itu adalah sila ke lima Pancasila. Sila ke lima dalam penyusunanya didasari, diliputi dan dijiwai oleh keempat sila yang lain (Kaelan, 1999). Dengan kata lain Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat klebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro, 1975). Pemahaman dari sila ke lima tersebut ternyata belum sepenuhnya bisa dijalankan oleh bangsa Indonesia secara murni dan konsekuen. Hal tersebut bisa dilihat dari kasus TKI 31 Januari 2005. Pada kasus tersebut, tergambar jelas rendahnya tingkat kesejahteraan umum serta kecerdasan bangsa Indonesia yang bekerja di luar negeri. Bandingkan dengan Filipina yang memiliki tingkat SDM dan kesejahteraan yang di atas rata-rata.

Kemudian muncul pertanyaan mengapa kita bisa kalah bersaing dengan Filipina. Kami melihat banyak faktor yang cukup berperan dalam permasalahan ini, tetapi dalam pembahasan ini kami akan membatasi pada sisi pemerintahan saja. Jika membahas tentang pemerintahan, maka menurut kami teori kebutuhan McClelland dalam Mukadis (2005) mampu menjawabnya. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan (Mukadis, 2005), terlihat bahwa ternyata kebanyakan para pemegang keputusan di negeri ini tidak menunjukkan contoh yang bagus. Mereka cenderungan minta untuk dilayani (tingginya nPow) daripada untuk melayani. Bisa dikatakan mereka bersikapa acuh tak acuh terhadap nasib jutaan TKI di luar negeri. Hal tersebut sangat bertolak belakang sikap pemerintah Filipina yang mendukung tenaga kerja mereka secara aktif, sejak pengurusan penempatan kerja, advokasi, kesejahteraan, pengurusan kepulangan dan lain sebagainya (Samhadi, 2005).

Perbandingan kinerja pemerintahan (birokrat) dari kedua negara sudah sangat jelas berbeda. Birokrat Filipina sangat menonjolkan pelayanan mereka kepada masyarakat, sedangkan Indonesia adaloah sebaliknya. Semangat pelayanan (nAch) birokrat kita diragukan.Sampai disini kita bisa melihat, bahwa ternyata betapa jauh perbedaan kita dengan negara tetangga kita (Filipina).

Apabila kita mau menilik kedalam, sikap para birokrat kita yang seperti itu sudah melanggar konsensus bersama yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan dasar berdirinya negara ini. Konsensus bersama itu merupakan pandangan hidup bangsa yang dibangun dari nilai-nilai luhur bangsa ini. Betapa egoisnya birokrat kita karena sudah menelantarkan ribuan WNI yang berstatus TKI di luar negeri.Di dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945 tertulis Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa . Kalimat ini memiliki tujuan khusus, yaitu untuk realisasi pembangunan bangsa Indonesia ke dalam dengan membentuk negara hukum formal dalam hubungannya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta membentuk negara hukum material yang hubungannya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (Kaelan, 1999).

Para pengambil keputusan kita ternyata belum memahami sepenuhnya maksud serta tujuan dari kalimat yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Seandainya mereka mau memahami serta melaksanakannya, menurut pendapat kami permasalahan TKI yang telah ada sejak 1970-an tidaklah akan berlarut-larut. Permasalahan dari oknum birokrat ini, berdasarkan hasil analisa kami adalah paradigma mereka yang mati. Kematian paradigma ini banyak sekali penyebabnya, tetapi kami melihatnya berdasarkan ulasan artikel yang ditulis Mukadis (2005).

Di dalam artikelnya Mukadis (2005) memaparkan adanya kesalahan cara berpikir dari kebanyakan orang terdidik di negeri ini. Kesalahan berpikir itu antara lain paradigma berpikir yang tidak kreatif, tidak ditanamkannya sikap berani (be a pigeon among the peacock), kurangnya penghargaan dari bangsa sendiri, dipermalukan jika memiliki pendapat yang berbeda. Diduga akar dari semua permasalahan di atas berasal dari cara pendidikan bangsa Indonesia yang tidak benar. Kita mau mengakui atau tidak inilah sekarang yang kebanyakan kita temui di masyarakat. Permasalahan ini merupakan induk dari semua permasalahan yang ada di negeri ini. Jika masalah inti tidak dapat diselesaikan, maka masalah yang lain tidak akan selesai juga.Ulasan kami di atas menyatakan bahwa pendidikan merupakan masalah penting yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Kami menyatakan pendidikan sangat penting dan merupakan hal yang mendasar karena dari pendidikan cara pandang seseorang terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya mulai terbentuk.Pola-pola berpikir, mengambil keputusan mulai terasah dan tertanam. Maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika pendidikan awal sudah salah, tentunya dalam perkembangan selanjutnya akan semakin bertambah parah. Dengan kata lain menyimpang dari jalur yang seharusnya (melanggar konsensus).

KesimpulanPermasalahan yang kami temui dalam artikel menunjukkan bahwa sikap birokrat kita sudah menyalahi konsensus bangsa (Pancasila). Ini semua disebabkan karena kesalahan cara berpikir yang salah satu penyebabnya dari kesalahan pola pendidikan yang diterima sejak awal.

SaranUntuk menyelesaikan semua permasalahan, langkah yang terbaik menurut kami adalah mengubah cara

pendidikan kita. Dilakukan dengan reformating metode pendidikan yang dilakukan. Bukan hanya memikirkan kuantitas tetapi juga kualitas anak didik yang didasarkan pada konsensus bersama (Pancasila).

(Sumber : http://hendra-aquan.blog.friendster.com)

MARJINALISASI PANCASILA

Duta Masyarakat | 11 Agustus 2009

Baca JugaMuslim berpengaruh dunia

Islam itu merakyat

SBY jinakkan angket Century

Stop terorisme, stop perang Afghanistan

FB jadi ajang dukungan

Meski jadi cawawali

Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar negara Indonesia. Sayangnya, belakangan ini Pancasila hanya dijadikan jargon dan slogan belaka.

Nilai-nilainya kerap dilupakan. Didasari fenomena ini, setiap hari Selasa dan Kamis, Harian Umum Duta Masyarakat menyajikan artikel, opini, dan reportase seputar Pancasila. Ini sebagai ikhtiar membumikan Pancasila sebagai landasan idiil bagi sistem pemerintahan dan landasan etis-moral kehidupan berbangsa, bernegara, serta bermasyarakat.-

PANCASILA yang sudah kita sepakati bersama menjadi dasar negara kini seakan telah ditelan bumi. Kini Pancasila sudah tidak lagi menjadi bahan perbincangan baik dalam forum resmi, seperti seminar maupun obrolan santai di warung kopi. Masyarakat lebih antusias membicarakan kerusuhan dalam pilkada, pro-kontra seputar pemberian gelar pahlawan kepada almarhum mantan Presiden Soeharto, acara-acara televisi yang semakin kurang bermutu dan hal-hal lain yang kurang penting daripada membicarakan bagaimana nasib Pancasila yang kini sudah mulai hilang dari perbincangan publik. Pancasila hanya dijadikan bahan seremonial dalam pelaksanaan upacara.

Kondisi di atas diperparah lagi dengan gejala bahwa kini akademisi, pejabat sipil dan militer, serta politisi hampir tidak pernah menjadikan Pancasila sebagai perspektif dalam mengomentari berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara kita. Mereka lebih sering menggunakan perspektif teori-teori Barat yang belum tentu sesuai dengan kondisi sosial budaya kita. Padahal nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila kalau kita kaji secara mendalam dapat menjadi inspirasi dalam penyelesaian persoalan yang kita hadapi dewasa ini.

Implementasi PancasilaSecara formalitas hampir semua rakyat Indonesia mengakui bahwa dasar negara kita adalah Pancasila. Pertanyaan mendasar sekarang adalah apakah seluruh rakyat Indonesia, baik yang menjadi penguasa maupun rakyat biasa sudah menerima sepenuhnya Pancasila dan berusaha mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari? Kalau memperhatikan kondisi bangsa yang saat ini masih terpuruk dengan berbagai krisis yang belum kunjung selesai, rasanya kita sebagai bangsa harus berani mengakui bahwa nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya kita amalkan. Pancasila masih sebatas retorika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai ketuhanan belum sepenuhnya diimplementasikan karena kerukunan hidup beragama masih belum sepenuhnya tercipta. Kasus Ambon dan Poso bisa menjadi suatu bukti. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab masih belum terwujud sepenuhnya, karena masih banyak kekerasan kita saksikan. Nilai persatuan Indonesia belum menjadi pilihan sikap seluruh bangsa Indonesia, karena masih ada saudara kita yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Nilai permusyawaratan perwakilan masih jauh dari harapan, karena masih banyak saudara kita yang menyelesaikan suatu persoalan dengan cara-cara kekerasan (anarkis). Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga masih belum sepenuhnya terlaksana, karena angka kemiskinan dan pengangguran masih cukup tinggi.

Kembali ke PancasilaSolusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di atas adalah dengan kembali ke nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kembali ke Pancasila? Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke dalam hal-hal yang sifatnya implementatif.

Sebagai ilustrasi nilai sila keduaPancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh, aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim) harus tegas dan tanpa kompromi menindak para pelaku kejahatan, termasuk koruptor. Jadi membumikan Pancasila salah satunya adalah dengan penegakan hukum secara tegas. Tanpa penegakan hukum yang tegas, maka Pancasila hanya rangkaian kata-kata tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal (masyarakat). Pada tataran pendidikan formal perlu revitalisasi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (dulu Pendidikan Moral Pancasila) di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama ini dianggap oleh banyak kalangan gagal sebagai media penanaman nilai-nilai Pancasila. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif) sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari. Sungguh dua realitas yang sangat kontras dan kontradiktif.

Oleh karena itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi alat penanaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.

Pada tataran masyarakat, internalisasi Pancasila gagal menjadikan masyarakat Pancasilais. Pola penataran P4 yang dipakai sebagai pendekatan rezim Orde Baru juga gagal mengantarkan masyarakat Pancasilais. Hal ini disebabkan Pancasila justru dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan. Ketika reformasi seperti saat ini, Pancasila justru semakin jauh dari perbincangan, baik oleh masyarakat maupun para elit politik. Pancasila seakan semakin menjauh dari keseharian kita.

Sungguh ironis sebagai bangsa pejuang yang dengan susah payah para pendiri negara (founding fathers) menggali nilai-nilai Pancasila dari budaya bangsa, kini semakin pudar dan tersisih oleh hiruk pikuk reformasi yang belum mampu menyelesaikan krisis multidimensional yang dialami bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu perlu dicari suatu model (pendekatan) internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat yang tepat dan dapat diterima, seperti melalui pendekatan agama dan budaya.

Ketiga, ketauladanan dari para pemimpin, baik pemimpin formal (pejabat negara) maupun informal (tokoh masyarakat). Dengan ketauladanan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, diharapkan masyarakat luas akan mengikutinya. Hal ini disebabkan masyarakat kita masih kental dengan budaya paternalistik yang cenderung mengikuti perilaku pemimpinnya. Sudah semestinya kita bangga kepada bangsa dan negara Indonesia yang berideologikan Pancasila. Mari kita kembali ke jati diri bangsa (Pancasila) dalam menyelesaikan setiap masalah kebangsaan yang kita hadapi.

http://dutamasyarakat.com/artikel-21762-marjinalisasi-pancasila.htmlPANCASILA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

Tuesday, 02 June 2009 18:38

Oleh: H. Oong Komar

Siswa umumnya memiliki sikap belajar bila akan ulangan dan ujian. Keseharian waktu mereka setelah sekolah, habis untuk keluyuran. Keluhan pun muncul dari kebanyakan orang tua mengenai kurangnya motivasi belajar anaknya. Bahkan, terdapat orang tua yang "meminta" tugas pekerjaan rumah kepada guru untuk mengekang keluyuran anaknya.

Kebiasaan belajar bila akan ulangan dan ujian, sebenarnya siswa itu butuh motivasi bentuk proximity goals. Yaitu, tujuan yang konkret, jelas, terukur, aplikatif, dan berwujud. Anjuran belajar saja sering diacuhkan siswa karena dianggap tujuan belajar itu tidak konkret (abstrak). Sedangkan ulangan, ujian, dan tugas dipandang siswa merupakan tujuan yang konkret dan berwujud.

Bagaimana mengonkretkan tujuan agar siswa termotivasi belajar? Jawabannya tidak sesederhana pertanyaan, tetapi sangat dalam dan menyangkut inti persoalan pendidikan. Butuh penjabaran pertanyaan yang lebih luas, yaitu bagaimana merumuskan tujuan sekolah yang sekonkret mungkin? Bagaimanakah rumusan tujuan SD, SMP, dan SMA yang konkret?

Contoh, apakah tujuan SMP itu untuk memperoleh kelulusan mata pelajaran Ujian Nasional? Apakah tujuan SMP untuk dapat melanjutkan ke SMA yang bermutu ataukah sekadar bebas dari tuntutan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun?

Selain itu, mengonkretkan rumusan tujuan sekolah sangat bergantung pada filsafat yang dipilih oleh bangsa sebagai acuan pendidikannya. Bila bangsa Indonesia memilih acuan Pancasila, maka Pancasila harus dipandang juga sebagai filsafat pendidikan bangsanya. Bila kurikulum yang berlaku memilih acuan pragmatisme, filsafat pragmatis itulah yang dielaborasi/dijabarkan menjadi tujuan-tujuan sekolah.

Pancasila bagi bangsa Indonesia kiranya telah sepakat sebagai jati diri, kepribadian, falsafah hidup, dan landasan hidup berbangsa dan bernegara. Pancasila selama ini terus menjadi bahan ajar di setiap lembaga pendidikan. Dengan demikian, bahan ajar Pancasila diperoleh warga negara dari SD sampai perguruan tinggi.

Seberapa jauh siswa memperoleh indikator konkret dari Pancasila? Paling tidak siswa memahami kaitan bahan ajar di sekolah dengan Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa Indonesia. Yaitu bagaimana secara rasional bahwa mata pelajaran kewarga-negaraan, pendidikan agama, IPA, IPS, kesenian, olah raga, muatan lokal, dan lain-lain, merupakan hasil elaborasi dari pilihan acuan filsafat pendidikan Pancasila? Bahkan, bagaimana filsafat pendidikan Pancasila dielaborasi menjadi jalur, jenis, jenjang, dan satuan pendidikan. Bagaimana filsafat pendidikan dielaborasikan ke dalam jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi)?

Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa harus menampakkan diri sebagai indikator karakteristik mentalitas bangsa Indonesia. Rumusan mentalitas itu sebagai sosok acuan bangsa, termasuk pendidikan sehingga dimensi karakteristik mentalitas itu menjadi tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itulah yang dielaborasi menjadi tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.

Bagaimanapun, untuk menetapkan arah pendidikan, tidak akan lepas dari persoalan tujuan hidup dan maknanya bagi individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan hidup masyarakat melekat pada nilai-nilai masyarakat dan perubahannya. Kekonkretan tujuan hidup tergambar dengan menjawab pertanyaan, bagaimana seharusnya anggota masyarakat hidup dalam masyarakatnya?

Apa karakteristik manusia yang dicita-citakan (manusia ideal) oleh masyarakat? Bagaimanakah gambaran kehidupan yang sempurna, baik di dunia maupun di akhirat kelak? Jawabannya merupakan sumber acuan untuk penetapan arah tujuan hidup masyarakat. Tugas para ahli pendidikan nasional bertindak untuk menyerap pengkristalan nilai yang terdapat dalam masyarakat dan perubahannya. Nilai itu kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup.

Bagaimana tujuan hidup harus dicapai anggota masyarakat dalam perjalanan hidupnya merupakan tindakan para ahli pendidikan nasional berikutnya untuk dielaborasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Pengelaborasian tujuan hidup menjadi tujuan pendidikan diperlukan kemampuan deduktif filosofis.

Dengan demikian, kedudukan filsafat dan filsafat pendidikan sangat berperan sentral, terutama pada penentuan tujuan pendidikan. Yaitu bagaimana menjabarkan/mengelaborasikan filsafat hidup atau tujuan hidup menjadi tujuan pendidikan. Kesesuaian antara filsafat hidup dan tujuan pendidikan dapat menentukan hasil pendidikan yang akan dicapainya.

Jadi, Pancasila menjadi filsafat pendidikan Pancasila berkenaan dengan kepastian mekanisme penyerapan kristalisasi nilai yang menjadi harapan masyarakat, kemudian dirumuskan menjadi tujuan pendidikan sehingga arah dan landasan pendidikan nasional Indonesia yang bersifat filosofis, yaitu filsafat pendidikan Pancasila. ***

Penulis: Dosen Pascasarjana UPI.Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Selasa 2 Juni 2009

http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/pendidikan/4236-pancasila-dan-filsafat-pendidikan-pancasila.html

7.Sistem Nasional

6.Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas dan moral politik NKRI.

5.Ideologi Negara, ideologi nasional.

4.Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum.

3.Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volkgeist) Indonesia.

2.Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).

1.Warisan sosio-budaya bangsa.

Nilai Dasar

Filsafat Pancasila

T A P M P R

U U D 45

P A N C A S I L A

N-SISTEM NASIONAL

SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP

SISTEM EKONOMI

SISTEM POLITIK

SISTEM HUKUM NASIONAL

FILSAFAT HUKUM

FILSAFAT NEGARA

N E G A R A H U K U M

NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA