pendidikan pancasila 2013

298
MATERI AJAR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2013 1

Upload: rivalwidyananda

Post on 20-Oct-2015

131 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendidikan pancasila

TRANSCRIPT

MATERI AJARMATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAANDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

2013

1

KATA PENGANTAR

Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merubah kurikulum mulai daripendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang No 12 tahun 2012,bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi dalam penyusunan kurikulum, namun padapelaksanaannya diperlukan rambu-rambu yang sama agar dapat mencapai hasil yang optimal.Disamping itu, peserta didik di perguruan tinggi merupakan insan dewasa , sehingga dianggap sudahmemiliki kesadaran dalam mengembangkan potensi diri untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi,dan atau professional. Sehubungan dengan itu, maka perubahan pada proses pembelajaran menjadipenting dan akan menciptakan iklim akademik yang akan meningkatkan kompetensi mahasiswa baikhardskills maupun softskills. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Tinggi dalam UU No 12 tahun12 yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentinganbangsa.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seluruh mahasiswa harus mengikuti pembelajaran matakuliah dasar umum yang dikenal dengan MKDU (general education). Sebagian dari MKDU telahdinyatakan dalam UU No 12 tahun 2012 sebagai mata kuliah wajib, yaitu Agama, Pancasila,Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Dalam rangka menyempurnakan capaian pembelajaran,maka MKDU ditambah dengan bahasa Inggris, Kewirausahaan, dan mata kuliah yang mendorongpada pengembangan karakter lainnya, baik yang terintegrasi maupun individu.

Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan pelajaran yang memberikan pedoman kepadasetiap insan untuk mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah-maslah pembangunan bangsadan Negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideology dan dasar Negara RepublikIndonesia. Pada tahun ini dihasilkan rencana pembelajaran secara rinci, beserta bahan ajar berupa e-book dan digital asset yang kami berharap dapat digunakan oleh kalangan dosen pengampu diperguruan tinggi. Penyusunan rencana pembelajaran dan bahan ajar ini didanai oleh SatkerDirektorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti tahun 2012. Bahan ini akan diunggah diweb Dikti agar menjadi sumber belajar terbuka bagi semua.

Kepada tim penulis kami mengucapkan terima kasih atas dedikasi, waktu dan curahanpemikirannya untuk menuangkan buah pemikiran untuk memantapkan Mata Kuliah PendidikanPancasila di perguruan tinggi. Penyempurnaan secara periodic akan tetap dilakukan, untuk ini kamimohon kepada para pengguna dapat memberikan masukan secara tertulis, baik langsung kepadapenulis maupun kepada Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti.Semoga bahan ajar ini bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya,

Jakarta 10 Januari 2012Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Djoko Santoso

Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila

1. Dasar Filosofis

Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia

dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme.

Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan

hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau

kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan

individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda. Faham

individualisme melahirkan negara-negara kapitalis yang mendewakan kebebasan

(liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu,

kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan

tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga

pemilik kapital.

Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya

terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu

melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan

merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis

yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa

berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi

dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan

masyarakat diakui secara proporsional.

Rumusan tentang Pancasila tidak muncul dari sekedar pikiran logis-rasional,

tetapi digali dari akar budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Maka Bung Karno

hanya mengaku diri sebagai penggali Pancasila, karena nilai-nilai yang dirumuskan dalam

Pancasila itu diambil dari nilai-nilai yang sejak lama hadir dalam masyarakat Nusantara.

Oleh karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (philosophische

iv

grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself of nation),

dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan

demikian nilai-nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang menjadikan

bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan Pancasila perlu karena

dengan cara itulah karakter bangsa dapat lestari, terpelihara dari ancaman gelombang

globalisasi yang semakin besar.

2. Dasar Sosiologis

Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa

yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila

karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan

(materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan

objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk

taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan

perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat

istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.

Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana

agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi

Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa

setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok

masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk

menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan

pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1

Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu

Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi

untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan

khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai

Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.

v

3. Dasar Yuridis

Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang

berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan

Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi

Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar NNegara REpublik

Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang tertuang

dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai

Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara

Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun

1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan

hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.

Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai

instrumental, dan nilai praksis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan

UUD NRI Tahun 1945, dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai

dasar tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945,

bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.

Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya

adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan

dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat peraturan perundang-

undangan tersebut dikenal sebagai nilai instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental

harus merupakan penjelasan dari nilai dasar; dengan kata lain, semua perangkat

perundang-undangan haruslah merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila

yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

vi

Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lembaga-

lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah adalah orang-

orang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilai-nilai

instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan, pengertian

dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik terhadap

kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak, mereka akan melahirkan nilai-nilai

instrumental yang menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila.

Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada semua

peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar

Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah wujud pada amaliyah setiap

warga. Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat strategis disemaikan pada semua

warga negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya, termasuk pada para

penyusun peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran,

bahkan keharusan, jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain melalui

pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.

Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting lagi

karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan intelektual-intelektual

muda yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang estafet

kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan badan-badan negara, lembaga-

lembaga daerah, lembaga-lembaga infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan,

lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya.

B. Tujuan Penyelenggaraan

Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat

tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji,

menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam

perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk

mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan

vii

rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang

diamanatkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan

bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara spesifik tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah

untuk :

1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui

revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila

kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing

untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap

berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui

sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai

ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta

penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat

berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan

eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

C. Capaian Pembelajaran

1. Memiliki kemampuan analisis, berfikir rasional, bersikap kritis dalam menghadapi

persoalan-persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Memiliki kemampuan dan tanggung jawab intelektual dalam mengenali masalah-

masalah dan memberi solusi berdasarkan nilai-nilai Pancasila

3. Mampu menjelaskan dasar-dasar kebenaran bahwa Pancasila adalah ideologi yang

sesuai bagi bangsa Indonesia yang majemuk (Bhinneka Tunggal Ika).

viii

4. Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam realitas

kehidupan

5. Memiliki karakter ilmuwan dan profesional Pancasilais yang memiliki komitmen atas

kelangsungan hidup dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ix

Matriks Kegiatan Mata Kuliah Pancasila

Kompetensi : Mahasiswa mampu membangun paradigma baru dalam dirinya sendiriberdasar nilai-nilai Pancasila melalui kemampuan menjelaskan sejarah,kedudukan dan hakikat sila-sila Pancasila, merespon persoalan aktual bangsadan negara, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

MINGGUKE

KEMAMPUANAKHIR YANG

BAHAN KAJIAN(materi ajar)

BENTUKPEMBELA

KRITERIAPENILAIAN

BOBOTNILAI

DIHARAPKAN JARAN (indikator)

1-2 MampuMenjelaskan

Pancasila dalam KajianSejarah Bangsa

Ceramah

Pemutaran

Kejelasanpemahaman

10%

dan memahami Indonesia:a. Era Pra

Kemerdekaanb. Era Kemerdekaanc. Era Orde Lamad. Era Orde Barue. Era Reformasi

filmdokumenter(sidangBPUPKI,Proklamasi)

diskusi

3-4 MampuMenganalisis

Pancasila sebagaidasar negara:

Ceramah Case study

kejelasandalam

15%

danmengevaluasi

a. Hubungan Pancasiladengan PembukaanUUD NRI Tahun1945

b. PenjabaranPancasila dalamBatang Tubuh UUDNRI tahun 1945

c. Implementasi

mengkritisi/mengevaluasi kebijakanpemerintahyangsesuai/tidaksesuaidenganPancasila

Pancasila dalampembuatankebijakan negaradalam bidangPolitik, Ekonomi,Sosial Budaya danHankam

xiii

5 – 7 MampuMenganalisisdan

Pancasila sebagaiIdeologi negara:a. Pengertian

ceramah Small group

discussion

Kekritisandanketajaman

15%

membandingkan

Ideologib. Pancasila dan

Ideologi Duniac. Pancasila dan

Agama

analisis

8-9 MampuMemahami danMenjelaskan

Pancasila sebagaiSistem Filsafat:a. Pengertian Filsafatb. Filsafat Pancasila

Problem baselearning andinquiry (PBL)

Kemampuanmengungkaphakikat sila-sila Pancasila

20%

c. Hakikat Sila- silaPancasila

berdasarproblem ygditemui

10– 11 MampuMemahami

Pancasila sebagaiSistem Etika:

CeramahDiskusi film

Mempraktekan sikap,

20%

danmenjadikanpola hidup

a. Pengertian Etikab. Etika Pancasilac. Pancasila sebagai

solusi problembangsa, sepertikorupsi, kerusakanlingkungan,dekadensi moral,dll

tindakansesuai nilaiPancasiladenganmenunjukkan buktikegiatan.

12-14 MampuMenganalisisdan menjadipola hidup

Pancasila sebagai Dasar Problem baseNilai Pengembangan

learning (PBL)Ilmu:a. Nilai ketuhanan

Menemukandanmengungkapkan problem

20%

sebagai dasarpengembanganilmu

b. Nilai kemanusiaansebagai dasarpengembanganilmu

keilmuanyangsesuai/tidaksesuaidengan nilai-nilaiPancasila

c. Nilai persatuan

xiv

sebagai dasarpengembanganilmu

d. Nilai kerakyatansebagai dasarpengembanganilmu

e. Nilai keadilansebagai dasarpengembanganilmu

FORMAT TUGAS (1)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 4

SKS : 2

I. TUJUAN TUGAS1. Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi kebijakan pemerintah

yang sesuai/tidak sesuai dengan Pancasila. Dengan cara demikian apabila merekakelak menjadi pejabat pemerintah akan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagaiacuan dalam pembuatan kebijakan.

II. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa mencari salah satu kebijakan pemerintah baik melalui media cetak atau

elektronik yang menurut mereka menarik untuk dikaji. Kebijakan boleh yang sudahberlangsung lama maupun yang baru.

2. Mahasiswa dikelompokkan sesuai dengan tema kebijakan (politik, hukum, ekonomi,sosial, budaya, lain-lain).

3. Masing-masing kelompok melakukan diskusi, meliputi inventarisasi masalah dananalisis sesuai/tidak sesuai dengan Pancasila, apa faktor-faktor yang menyebabkankesesuaian atau ketidaksesuaian. Bagaimana sebaiknya merumuskan kebijakan yangsesuai dengan Pancasila.

4. Melakukan diskusi pleno dengan cara masing-masing kelompok menunjuk satu jurubicara untuk membacakan hasil diskusi.

III. KRITERIA PENILAIANTema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusi.

xv

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

SKOR<25

26-45

46-65

66-85

>85

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Tema tidak menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusiTema menarik, tidak urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusiTema menarik, urgen, tidak menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusiTema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktorpenyebab, tidak merumuskan solusiTema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktorpenyebab, merumuskan solusi

FORMAT TUGAS (2)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 6

SKS : 2

I. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat membandingkan perbedaan, kelebihandan kekurangan ideologi liberalisme, komunisme dan Pancasila.

II. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa dibagi tiga kelompok. Kelompok I membahas kelebihan liberalisme dan

kelemahan komunisme dan Pancasila. Kelompok II membahas kelebihan komunismedan kelemahan liberalisme dan Pancasila. Kelompok III membahas kelebihanPancasila dan kelemahan liberalisme dan komunisme

2. Masing-masing kelompok memresentasikan tugas masing-masing dan didiskusikan3. Menginventarisis kelebihan dan kekurangan masing-masing ideologi dan

menunjukkan bagaimana posisi Pancasila diantara ideologi-ideologi lain.

III. KRITERIA PENILAIANKedalaman bahasan dan kekuatan argumentasi

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurangKurang

SKOR<25

26-45

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Pemahaman tidak logis, argumentatif, jelas, runtutPemahaman logis, argumentatif, tidak lengkap,jelas, runtut

xvi

Cukup

Baik

Sangat Baik

46-65

66-85

>85

Pemahaman logis, argumentatif, namun tidak jelasdan runtutPemahaman logis, argumentatif, jelas namun tidakruntutPemahaman logis, argumentatif, jelas, dan runtut

FORMAT TUGAS (3)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 8

SKS : 2

I. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat menghayati sila kemanusiaan yang adildan beradab sekaligus menumbuhkan rasa empati dengan masyarakat yang tidakberuntung dalam bidang ekonomi.

II. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa diminta mendatangi rumah keluarga yang paling miskin di lingkungannya,

mereka diminta memberikan santunan sesuai dengan kemampuannya, danmengajaknya berbincang-bincang seputar keadaan kehidupan mereka.

2. Mahasiswa membuat laporan kunjungan serta merumuskan makna kemiskinan danmakna sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Hasil laporan didiskusikan di kelas.

III. KRITERIA PENILAIANLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas

V. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

SKOR<25

26-45

46-65

66-85

>85

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, namun tidaklogis, sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, namuntidak sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisnamun tidak jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisdan jelas

xvii

FORMAT TUGAS (4)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 9

SKS : 2

I. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat merumuskan makna patriotisme dannasionalisme

II. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa mengunjungi museum yang mengungkap perjuangan para pahlawan2. Mahasiswa membuat laporan kunjungan dan membuat refleksi kritis makna

patriotisme dan nasionalisme pada jaman modern. Laporan dilampiri dengan tiketmasuk museum.

3. Hasil laporan didiskusikan di kelas.

III. KRITERIA PENILAIANLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

SKOR<25

26-45

46-65

66-85

>85

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, namun tidaklogis, sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, namuntidak sistematis dan jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisnamun tidak jelasLaporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematisdan jelas

xviii

FORMAT TUGAS (5)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 9

SKS : 2

I. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa memraktikan suatu permainan yang menggambarkanpersatuan dan kesatuan

II. URAIAN TUGAS1. Tiga kelompok maju ke depan kelas, masing-masing kelompok berjumlah enam

orang.2. Masing-masing orang bergandengan satu sama lain dengan cara tangan disilangkan.3. Tanpa melepas gandengan semua berbalik arah menghadap ke belakang.5. Setelah berhasil, sebaliknya berbalik arah ke depan6. Mahasiswa merumuskan syarat-syarat untuk menjaga dan mempertahankan

kesatuan dan pesatuan.

FORMAT TUGAS (6)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 11

SKS : 2

V. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengambil pelajaran pentingnyaketeguhan hati ketika mengalami kegalauan untuk menentukan suatu keputusan yangdilematis

VI. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa menonton film singkat berjudul ‘Galau’. Suatu kisah yang menceritakan

seseorang yang sedang mengalami situasi dilematis antara kebutuhan biaya untukmelahirkan anaknya melalui cesar dan tawaran temannya untuk bergabungmelakukan korupsi.

2. Mahasiwa mengungkapkan watak/karakter dari masing-masing tokoh danmemberikan komentar tentang sebab-sebab terjadinya korupsi dan upayapencegahan dan penanggulangannya.

xix

3. KRITERIA PENILAIANmenyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematis dan jelas

4. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

SKOR<25

26-45

46-65

66-85

>85

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)tidak menyentuh ranah psikomotorik, logis,sistematis dan jelasmenyentuh ranah psikomotorik, namun tidak logis,sistematis dan jelasmenyentuh ranah psikomotorik, logis, namun tidaksistematis dan jelasmenyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematisnamun tidak jelasmenyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematisdan jelas

FORMAT TUGAS (7)

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILASEMESTERMINGGU KE

: I: 14

SKS : 2

I. TUJUAN TUGASMelalui tugas ini mahasiswa berkontribusi terhadap sosialisasi Pancasila melalui mediainternet

II. URAIAN TUGAS1. Mahasiswa membuat film singkat terkait dengan nilai-nilai Pancasila.2. Film tersebut diupload di youtube

III. KRITERIA PENILAIANDi upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai Pancasilanya, realistis, menarik.

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)GRADE

Sangat kurang

Kurang

Cukup

SKOR<25

26-45

46-65

INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)Tidak di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, menarik.Di upload di youtube, namun tidak jelas pesan nilai-nilai Pancasilanya, realistis, menarik.Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai

xx

Pancasilanya, namun tidak realistis, menarik.Baik

Sangat Baik

66-85

>85

Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, namun tidak menarik.Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilaiPancasilanya, realistis, menarik.

PANCASILADALAM KAJIAN SEJARAH

BANGSA INDONESIA

Presiden Soekarno pernah mengatakan “jangansekali-kali meninggalkan sejarah”. Dari perkataan tersebutdapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi yangberagam bagi kehidupan. Seperti diungkap seorang filsufYunani yang bernama Cicero (106-43 SM) yangmengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang bermakna,“sejarah memberikan kearifan”. Pengertian yang lebihumum yaitu “sejarah merupakan guru kehidupan”.

Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwasemua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita.Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalahdalam bahaya (Soekarno, 1989: 64). Pentingnya cita-citaideal sebagai landasan moralitas bagi kebesaran bangsadiperkuat oleh cendekiawan-politisi Amerika Serikat, JohnGardner, “No nation can achieve greatness unless it believesin something, and unless that something has moraldimensions to sustain a great civilization” (tidak ada bangsayang dapat mencapai kebesaran kecuali jika bangsa itumempercayai sesuatu, dan sesuatu yang dipercayainya itumemiliki dimensi-dimensi moral guna menopangperadaban besar) (Madjid dalam Latif, 2011: 42).

Begitu kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwabangsa menjadikan Pancasila terus berjaya sepanjangmasa. Hal tersebut disebabkan ideologi Pancasila tidakhanya sekedar “confirm and deepen” identitas BangsaIndonesia. Ia lebih dari itu. Ia adalah identitas BangsaIndonesia sendiri sepanjang masa. Sejak Pancasila digalikembali dan dilahirkan kembali menjadi Dasar dan IdeologiNegara, maka ia membangunkan dan membangkitkan

1

2identitas yang dormant, yang “tertidur” dan yang “terbius”selama kolonialisme” (Abdulgani, 1979: 22).

A. Pancasila Pra KemerdekaanKetika Dr. Radjiman

Wediodiningrat, selaku KetuaBadan dan Penyelidik UsahaPersiapan Kemerdekaan(BPUPK), pada tanggal 29 Mei1945, meminta kepada sidanguntuk mengemukakan dasar(negara) Indonesia merdeka,permintaan itu menimbulkanrangsangan anamnesis yang

Gambar: Burung Garuda PancasilaSumber: 3blogemen.blogspot.com

memutar kembali ingatan parapendiri bangsa ke belakang; hal

ini mendorong mereka untuk menggali kekayaankerohanian, kepribadian dan wawasan kebangsaan yangterpendam lumpur sejarah (Latif, 2011: 4). Begitu lamanyapenjajahan di bumi pertiwi menyebabkan bangsa Indonesiahilang arah dalam menentukan dasar negaranya. Denganpermintaan Dr. Radjiman inilah, figur-figur negarawanbangsa Indonesia berpikir keras untuk menemukankembali jati diri bangsanya.

Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan daritanggal 29 Mei - 1 Juni 1945, tampil berturut-turut untuk

berpidato menyampaikanusulannya tentang dasar negara.Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin mengusulkancalon rumusan dasar negara

Gambar: Sidang BPUPKISumber: hendra-prehaten.blogspot.com

Indonesia sebagai berikut: 1) PeriKebangsaan, 2) Peri

Kemanusiaan, 3) Peri Ketuhanan, 4) Peri Kerakyatan dan 5)Kesejahteraan Rakyat. Selanjutnya Prof. Dr. Soepomo pada

3tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori-teori Negara,yaitu: 1) Teori negara perseorangan (individualis), 2)Paham negara kelas dan 3) Paham negara integralistik.Kemudian disusul oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni1945 yang mengusulkan lima dasar negara yang terdiridari: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2)Internasionalisme (peri kemanusiaan), 3) Mufakat(demokrasi), 4) Kesejahteraan sosial, dan 5) KetuhananYang Maha Esa (Berkebudayaan) (Kaelan, 2000: 37-40).

Pada pidato tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarnomengatakan,

“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telahberpidato, dan dalam pidato mereka itudiutarakan hal-hal yang sebenarnya bukanpermintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitubukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurutanggapan saya yang diminta oleh Paduka TuanKetua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda:“Philosofische grond-slag” daripada IndonesiaMerdeka. Philosofische grond-slag itulahpundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnyauntuk di atasnya didirikan gedung Indonesiayang kekal dan abadi”(Bahar, 1995: 63).

Begitu hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskanPancasila dengan runtut, logis dan koheren, namun denganrendah hati Ir. Soekarno membantah apabila disebutsebagai pencipta Pancasila. Beliau mengatakan,

“Kenapa diucapkan terima kasih kepada saya,kenapa saya diagung-agungkan, padahal tohsudah sering saya katakan, bahwa saya bukanpencipta Pancasila. Saya sekedar penggaliPancasila daripada bumi tanah air Indonesia ini,yang kemudian lima mutiara yang saya gali itu,saya persembahkan kembali kepada bangsa

4Indonesia. Malah pernah saya katakan, bahwasebenarnya hasil, atau lebih tegas penggaliandaripada Pancasila ini saudara-saudara, adalahpemberian Tuhan kepada saya… Sebagaimanatiap-tiap manusia, jikalau ia benar-benarmemohon kepada Allah Subhanahu Wataala,diberi ilham oleh Allah Subhanahu Wataala”(Soekarno dalam Latif, 2011: 21).

Selain ucapan yang disampaikan Ir. Soekarno di atas,Pancasila pun merupakan khasanah budaya Indonesia,karena nilai-nilai tersebut hidup dalam sejarah Indonesiayang terdapat dalam beberapa kerajaan yang ada diIndonesia, seperti berikut:1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan

pembuka zaman sejarah Indonesia untuk pertama kali,karena telah menampilkan nilai sosial politik, danKetuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dansedekah kepada para Brahmana (Kaelan, 2000: 29).

2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. MuhammadYamin disebut sebagai Negara Indonesia Pertamadengan dasar kedatuan, itu dapat ditemukan nilai-nilaiPancasila material yang paling berkaitan satu sama lain,seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengannilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusatkekuasaan dengan kekuatan religius berusahamempertahankan kewibawaannya terhadap para datu.Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomiyang terjalin satu sama lain dengan nilaiinternasionalisme dalam bentuk hubungan dagang yangterentang dari pedalaman sampai ke negeri-negeriseberang lautan pelabuhan kerajaan dan Selat Malakayang diamankan oleh para nomad laut yang menjadibagian dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya(Suwarno, 1993: 20-21).

53. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu

Hayam Wuruk dan Apatih Mangkubumi, Gajah Madatelah berhasil mengintegrasikan nusantara. Faktor-faktor yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasannusantara itu adalah: kekuatan religio magis yangberpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosial kekeluargaanterutama antara kerajaan-kerajaan daerah di Jawadengan Sang Prabhu dalam lembaga Pahom Narandra.Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religioussosial dan politik yang merupakan materi Pancasilasudah muncul sejak memasuki zaman sejarah(Suwarno, 1993: 23-24). Bahkan, pada masa kerajaanini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam bukuNagarakertagama karangan Prapanca dan bukuSutasoma karangan Empu Tantular. Dalam bukutersebut istilah Pancasila di samping mempunyai arti“berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta),juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yanglima” (Pancasila Krama), yaitu

1. Tidak boleh melakukan kekerasan2. Tidak boleh mencuri3. Tidak boleh berjiwa dengki4. Tidak boleh berbohong5. Tidak boleh mabuk minuman keras

(Darmodihardjo, 1978: 6).

Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahitdijadikan tonggak sejarah karena pada waktu itu bangsatelah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa yangmempunyai negara. Baik Sriwijaya maupun Majapahitwaktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat,bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruhNusantara. Pada zaman tersebut bangsa Indonesia telahmengalami kehidupan yang gemah ripah loh jinawi, tatatentrem, kerta raharja (Darmodihardjo dkk, 1991: 21).Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus

6dilewati menuju Indonesia merdeka hingga tergalinyaPancasila yang setelah sekian lama tertimbun olehpenjajahan Belanda.

Sebagai salah satu tonggak sejarah yangmerefleksikan dinamika kehidupan kebangsaan yangdijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasidalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yangberbunyi,

“Kami putra dan putri Indonesia mengakubertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia;Kami putra dan putri Indonesia mengakuberbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kamiputra dan putri Indonesia menjunjung bahasapersatuan, bahasa Indonesia.

Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsaterjadi pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakanpada 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada tanggal 1 Juni 1945

di depan sidang BPUPKI, Ir.Soekarno menyebutkan limadasar bagi Indonesia merdeka.Sungguh pun Ir. Soekarno telahmengajukan lima sila dari dasarnegara, beliau juga menawarkankemungkinan lain, sekiranya ada

Gambar:Suasana sidang BPUPKI Tahun 1945

(Sumber: ANRI)

yang tidak menyukai bilanganlima, sekaligus juga cara beliaumenunjukkan dasar dari segala

dasar kelima sila tersebut. Alternatifnya bisa diperasmenjadi Tri Sila bahkan dapat dikerucutkan lagi menjadiEka Sila. Tri Sila meliputi: socio-nationalisme, sociodemocratie dan ke-Tuhanan. Sedangkan Eka Sila yangdijelaskan oleh Ir. Soekarno yaitu “Gotong Royong” karenamenurut Ir. Soekarno negara Indonesia yang kita dirikanharuslah negara gotong royong (Latif, 2011: 18-19). Tetapiyang lahir pada tanggal 1 Juni itu adalah nama Pancasila (di

7samping nama Trisila dan Ekasila yang tidak terpilih)(Notosusanto, 1981: 21). Ini bukan merupakan kelemahanIr. Soekarno, melainkan merefleksikan keluasan wawasandan kesiapan berdialog dari seorang negarawan besar.Faktanya Ir, Soekarno diakhir sejarah terbukti sebagaipenggali Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.

Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadiperdebatan sengit yang disebabkan perbedaan pendapat.Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI

terdiri dari elit Nasionalis netralagama, elit Nasionalis Muslimdan elit Nasionalis Kristen. ElitNasionalis Muslim di BPUPKImengusulkan Islam sebagai

GambarIr. Soekarno mengucapkan pidato dalam

Sidang BPUPKI Tahun 1945(Sumber: ANRI)

dasar Negara, namun dengankesadaran yang dalam akhirnyaterjadi kompromi politik antara

Nasionalis netral agama dengan Nasionalis Muslim untukmenyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi“tujuh kata”: “…dengan kewajiban menjalankan syariatIslam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi“Ketuhanan Yang Maha Esa” (Risalah Sidang BPUPKI, 1995;Anshari, 1981; Darmodihardjo, 1991). Kesepakatanpeniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat danlegowo demi kepentingan nasional oleh elit Muslim: Moh.Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokohmuslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin republikyang dibentuk ini merupakan negara berbasis agamatertentu (Eleson dalam Surono dan Endah (ed.), 2010: 37).

Pada awal kelahirannya, menurut Onghokham danAndi Achdian, Pancasila tidak lebih sebagai kontrak sosial.Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan dannegosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakatidasar negara yang kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali,

82009: 17). Inilah perjalanan The Founding Fathers yangbegitu teliti mempertimbangkan berbagai kemungkinandan keadaan agar dapat melahirkan dasar negara yangdapat diterima semua lapisan masyarakat Indonesia.

B. Pancasila Era KemerdekaanPada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di

kota Hiroshima oleh Amerika Serikat yang mulaimenurunkan moral semangat tentara Jepang. Seharikemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKImenegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaanIndonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yangmembuat Jepang menyerah kepada Amerika dansekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesiauntuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka padatanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antaragolongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks

proklamasi yang berlangsungsingkat, mulai pukul 02.00-04.00dini hari. Teks proklamasi sendiridisusun oleh Ir. Soekarno, Drs.Moh. Hatta dan Mr. AhmadSoebardjo di ruang makan

Gambar :Teks Proklamasi Indonesia Merdeka

Sumber: 1ray.wordpress.com

Laksamana Tadashi Maedatepatnya di jalan Imam Bonjol No1. Konsepnya sendiri ditulis oleh

Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkanagar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir.Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik olehSayuti Melik.

Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945sesuai dengan semangat yang tertuang dalam PiagamJakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis

9pemberontakan melawanimperialisme-kapitalisme danfasisme serta memuat dasarpembentukan Negara RepublikIndonesia. Piagam Jakarta yanglebih tua dari Piagam Perjanjian

Gambar: Pembacaan Teks ProklamasiIndonesia Merdeka

Sumber: id.wikipedia.org

San Francisco (26 Juni 1945) danKapitulasi Tokyo (15 Agustus1945) itu ialah sumber berdaulat

yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan RepublikIndonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudiandisahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahuludihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari sejumlahtokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadapPancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yangdikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokohberusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedarkompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandangPancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuahfilsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, merekayang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromipolitik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang munculdalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saatitu benar-benar merupakan kompromi politik di antaragolongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto danSutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam(Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk)mengenai dasar negara.

10C. Pancasila Era Orde Lama

Terdapat dua pandanganbesar terhadap Dasar Negarayang berpengaruh terhadapmunculnya Dekrit Presiden.Pandangan tersebut yaitumereka yang memenuhi

Gambar:Suasana Saat Pembacaan Dekrit PresidenSumber: kubahidiologis.wordpress.com

“anjuran” Presiden/ Pemerintahuntuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan

Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakartasebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan,artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalamPembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKItanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun,kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusansidang konstituante (Anshari, 1981: 99).

Majelis (baca: konstituante) ini menemui jalan buntupada bulan Juni 1959. Kejadian ini menyebabkan PresidenSoekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presidenyang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yangkemudian dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden padatanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka(Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut berisi:1. Pembubaran konstituante;2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara.Sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif

menjadi prelude penting bagi upaya selanjutnya; Pancasiladijadikan “ideologi negara” yang tampil hegemonik. Ikhtiartersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsirPancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin

11“Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalahmateri pokok dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yangkemudian ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung(DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Belakangan, materi pidato tersebut dikukuhkan dalamPenetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 danKetetapan MPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali,2009: 30). Manifesto politik Republik Indonesia tersebutmerupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpinoleh D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30September 1959 sebagai haluan negara (Ismaun, 1978:105).

Oleh karena itu, mereka yang berseberangan pahammemilih taktik “gerilya” di dalam kekuasaan Ir. Soekarno.Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno denganagenda yang berbeda. Taktik demikian digunakan olehsebagian besar kekuatan politik. Tidak hanya PKI, merekayang anti komunisme pun sama (Ali, 2009: 33). Walaupunkepentingan politik mereka berbeda, kedua arus tersebutsama-sama menggunakan Pancasila sebagai justifikasi. Ir.Soekarno menghendaki persatuan di antara beragamgolongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satupayung besar, bernama Pancasila (doktrinManipol/USDEK), sementara golongan antikomunismengkonsolidasi diri sebagai kekuatan berpaham Pancasilayang lebih “murni” dengan menyingkirkan pahamkomunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34).

Dengan adanya pertentangan yang sangat kuatditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir.Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia,melalui sidang MPRS.

12D. Pancasila Era Orde Baru

Setelah lengsernya Ir.Soekarno sebagai presiden,selanjutnya Jenderal Soehartoyang memegang kendali terhadapnegeri ini. Dengan berpindahnyakursi kepresidenan tersebut, arahpemahaman terhadap Pancasila

Gambar : Jenderal SoehartoSumber: barepsport.blogspot.com

pun mulai diperbaiki.Pada peringatan hari lahir

Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan,“Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman danmakin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selainitu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila samasekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan,Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedardikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasilaharus diamalkan (Setiardja, 1994: 5).

Jadi, Pancasila dijadikan sebagai political force disamping sebagai kekuatan ritual. Begitu kuatnya Pancasiladigunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagaipegangan hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesiatidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu maumengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dariPancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam Dodo dan Endah(ed.), 2010: 42).

Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soehartomengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasilasebagai dasar negara, yaitu:

SatuDuaTiga

: Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa: Kemanusiaan yang adil dan beradab: Persatuan Indonesia

13Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13April 1968.

Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan ketetapan(disingkat TAP) MPR Nomor II/MPR/1978 tentangPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(Ekaprasetya Pancakarsa) yang salah satu pasalnyatepatnya Pasal 4 menjelaskan,

“Pedoman Penghayatan dan Pengamalanpancasila merupakan penuntun dan peganganhidup dalam kehidupan bermasyarakatberbangsa dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara negaraserta setiap lembaga kenegaraan dan lembagakemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerahdan dilaksanakan secara bulat dan utuh”.

Adapun nilai dan norma-norma yang terkandungdalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebutmeliputi 36 butir, yaitu:1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esasesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil danberadab.

b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antarapemeluk agama dan penganut-penganutkepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbinakerukunan hidup.

c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadatsesuai dengan agama dan kepercayaannya.

14d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan

kepada orang lain.2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak danpersamaan kewajiban antara sesama manusia.

b. Saling mencintai sesama manusia.c. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo

seliro.d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.g. Berani membela kebenaran dan keadilan.h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian

dari seluruh umat manusia, karena itudikembangkan sikap hormat menghormati danbekerja sama dengan bangsa lain.

3. Sila Persatuan Indonesiaa. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan

dan keselamatan bangsa dan negara di ataskepentingan pribadi dan golongan.

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dannegara.

c. Cinta tanah air dan bangsa.d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air

Indonesia.e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan

bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.a. Mengutamakan kepentingan negara dan

masyarakat.b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil

keputusan untuk kepentingan bersama.

15d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh

semangat kekeluargaan.e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab

menerima dan melaksanakan hasil keputusanmusyawarah.

f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dansesuai dengan hati nurani yang luhur.

g. Keputusan yang diambil harusdipertanggungjawabkan secara moral kepada TuhanYang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat danmartabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dankeadilan.

5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesiaa. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur

yang mencerminkan sikap dan suasanakekeluargaan dan kegotong-royongan.

b. Bersikap adil.c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.d. Menghormati hak-hak orang lain.e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.g. Tidak bersifat boros.h. Tidak bergaya hidup mewah.i.

j.

Tidak melakukan perbuatan yang merugikankepentingan umum.Suka bekerja keras.

k. Menghargai hasil karya orang lain.l. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata

dan berkeadilan sosial.

Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butirtersebut, kemudian pada tahun 1994 disarikan/dijabarkankembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4. Perbedaanyang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7(tujuh) butir; Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila

16Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10(sepuluh) butir; dan Sila Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir.

Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia diatur dalam KetetapanMPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan ini menegaskan,

“Amanat penderitaan rakyat hanya dapatdiberikan dengan pengamalan Pancasila secaraparipurna dalam segala segi kehidupankenegaraan dan kemasyarakatan dan denganpelaksanaan secara murni dan konsekuen jiwaserta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untukmenegakkan Republik Indonesia sebagai suatunegara hukum yang konstitusionil sebagaimanayang dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945”(Ali, 2009: 37).

Ketika itu, sebagian golongan Islam menolakreinforcing oleh pemerintah dengan menyatakan bahwapemerintah akan mengagamakan Pancasila. KemarahanPemerintah tidak dapat dibendung sehingga PresidenSoeharto bicara keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27Maret 1980. Intinya Orba tidak akan mengubah Pancasiladan UUD 1945, malahan diperkuat sebagai comparatistideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Barumerasa perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meskidengan gaya militer. Tak seorang pun warga negara beranikeluar dari Pancasila (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.),2010: 43). Selanjutnya pada bulan Agustus 1982Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitupengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal,bahwa setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasilasebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo dan Endah(ed.), 2010: 43-44).

Dengan semakin terbukanya informasi dunia, padaakhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada akhir 1990-

17an yang secara tidak langsung mengancam aplikasiPancasila yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritikpraktek pemerintah Orde Baru yang tidak transparan danotoriter, represif, korup dan manipulasi politik yangsekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski demikiankondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya PresidenSoeharto pada 21 Mei 1998 (Pranoto dalam Dodo danEndah (ed), 2010: 45).

E. Pancasila Era ReformasiPancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral

etik bagi negara dan aparat pelaksana Negara, dalamkenyataannya digunakan sebagaialat legitimasi politik. Puncakdari keadaan tersebut ditandaidengan hancurnya ekonominasional, maka timbullah

Gambar:Pengunduran Diri Soeharto sebagai

Presiden Repbulik IndonesiaSumber: saputrafijai.blogspot.com

berbagai gerakan masyarakatyang dipelopori oleh mahasiswa,cendekiawan dan masyarakatsebagai gerakan moral politik

yang menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik,ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245).

Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadapPancasila. Dasar Negara itu untuk sementara waktu seolahdilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim OrdeBaru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggaldan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Negaramenjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah.Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak masyarakat melaluiindoktrinasi (Ali, 2009: 50).

Dengan seolah-olah “dikesampingkannya” Pancasilapada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidaknampak suatu dampak negatif yang berarti, namun

18semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampaksangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegaraIndonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangankendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflikhorisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnyamelemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsadan negara Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaranmasyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulailuntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadianbangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangandi berbagai sektor diperparah lagi dengan cengkeramanmodal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam bidangpolitik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruhaktivitas politik seolah-olah hanya tertuju padakepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu,aktivitas politik hanya sekedar merupakan libido dominandiatas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai suatuaktivitas memperjuangkan kepentingan nasional yang padaakhirnya menimbulkan carut marut kehidupan bernegaraseperti dewasa ini (Hidayat, 2012).

Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadidasar Negara Republik Indonesia secara normatif,tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR NomorXVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasilasebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945adalah dasar negara dari Negara Kesatuan RepublikIndonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalamkehidupan bernegara” (MD, 2011). Ketetapan ini terusdipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akanmenghadapi Amandeman Undang-Undang Dasar NegaraKesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara,Pancasila pun menjadi sumber hukum yang ditetapkan

19dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat(3) yang menyebutkan,

“Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasilasebagaimana yang tertulis dalam PembukaanUndang-Undang Dasar 1945, yaitu KetuhananYang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil danberadab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatanyang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, serta denganmewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruhRakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945”.

Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara membuatkhawatir berbagai lapisan elemen masyarakat. Oleh sebabitu, sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra menggagasperlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dansalah satu fundamen identitas nasional. Seruan demikiantampak signifikan karena proses amandeman UUD 1945saat itu sempat memunculkan gagasan menghidupkankembali Piagam Jakarta (Ali, 2009: 51). Selain keadaan diatas, juga terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama.Tidak lama kemudian muncul gejala Perda Syariah disejumlah daerah. Rangkaian gejala tersebut seakanmelengkapi kegelisahan publik selama reformasi yangmempertanyakan arah gerakan reformasi dandemokratisasi. Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlahkalangan. Diskursus tentang Pancasila kembali menghangatdan meluas usai Simposium Peringatan Hari LahirPancasila yang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31Mei 2006 (Ali, 2009: 52). Sekretariat Wapres RepublikIndonesia, pada tahun 2008/2009 secara intensifmelakukan diskusi-diskusi untuk merevitalisasi sosialisasinilai-nilai Pancasila. Tahun 2009 Dirjen Dikti, juga

20membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila diPerguruan Tinggi. Sementara itu, beberapa perguruantinggi telah menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaituantara lain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada,Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan Kebangsaandi Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasiladi Universitas Udayana. Lebih dari itu MPR-RI melakukankegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dikenaldengan sebutan “Empat Pilar Kebangsaan”, yang terdiridari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945, NegaraKesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.

Akan tetapi, istilah “Empat Pilar Kebangsaan” inimenurut Kaelan (2012: 249-252) mengandung; 1) linguisticmistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakankesalahan terminologi; 2) ungkapan tersebut tidakmengacu pada realitas empiris sebagaimana terkandungdalam ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatupengertian atau ide, ‘berbangsa dan bernegara’ itudianalogikan bangunan besar (gedung yang besar); 3)kesalahan kategori (category mistake), karena secaraepistemologis kategori pengetahuan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesiadan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan kategoriyang sama. Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitasatau hakikat pengetahuannya, wujud pengetahuan,kebenaran pengetahuannya serta koherensipengetahuannya.

Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untukmensosialisasikan kembali Pancasila dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegasUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undanganmenyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa:

Penempatan Pancasila sebagai sumber darisegala sumber hukum negara adalah sesuai

21dengan Pembukaan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 alineakeempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil dan beradab, PersatuanIndonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menempatkan Pancasila sebagai dasar danideologi negara serta sekaligus dasar filosofisnegara sehingga setiap materi muatan PeraturanPerundang-undangan tidak boleh bertentangandengan nilai-nilai yang terkandung dalamPancasila.

Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang inipenekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasarnegara. Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup.Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidupbangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruhkomponen bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali,sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yangmelakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilaiPancasila. Salah satu kebijakan nasional yang sejalandengan semangat melestarikan Pancasila di kalanganmahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakanbahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat matakuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan BahasaIndonesia.

Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialahuntuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harussecara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakanPancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai

22Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman kepadanilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secarakonsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasalUUD 1945.[ ]

Daftar Pustaka

Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila diIndonesia, Yayasan Idayu, Jakarta.

Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan KemaslahatanBerbangsa, Pustaka LP3ES, Jakarta.

Anshari, Endang Saifuddin, 1981, Piagam Jakarta 22 Juni1945 dan Sejarah Konsensus Nasional antaraNasionalis Islam dan Nasionalis “Sekular” tentangDasar Negara Republik Indonesia 1945-1959,Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Bandung.

Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan PedomanPenghayatan dan Pengamalan Pancasila, 1994,Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP-7 Pusat,Jakarta.

Bahar, Safroedin, 1995, Risalah Sidang Badan PenyelidikUsaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, SekretariatNegara Republik Indonesia, Jakarta.

Darmodihardjo, D, 1978, Orientasi Singkat Pancasila, PT.Gita Karya, Jakarta.

Darmodihardjo, D dkk., 1991, Santiaji Pancasila EdisiRevisi, Usaha Nasional, Surabaya.

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-NilaiPancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya,PSP-Press, Yogyakarta.

Hidayat, Arief, 2012, “Negara Hukum Pancasila (SuatuModel Ideal Penyelenggaraan Negara Hukum”,Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGMYogyakarta tanggal 31 Mei- 1 Juni 2012.

23Ismaun, 1978, Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat Negara

Republik Indonesia, Carya Remadja, Bandung.Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta._____, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa

dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,

Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta.

MD, Moh. Mahfud, 2011, “Implementasi Nilai-nilai Pancasiladalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia”,Makalah pada Sarasehan Nasional 2011 diUniversitas Gajah Mada Yogyakarta tanggal 2-3 Mei2011.

Notosusanto, Nugroho, 1981, Proses Perumusan PancasilaDasar Negara, PN Balai Pustaka, Jakarta.

Setiardja, A. Gunawan, 1994, Filsafat Pancasila Bagian II:Moral Pancasila, Universitas Diponegoro, Semarang.

Soekarno, 1989, Pancasila dan Perdamaian Dunia, CV HajiMasagung, Jakarta.

Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia,Kanisius, Yogyakarta.

Yamin, Muhammad, 1954, Proklamasi dan KonstitusiRepublik Indonesia, Djambatan, Jakarta/Amsterdam.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Dasar negara Indonesia, dalam pengertian historisnyamerupakan hasil pergumulan pemikiran para pendirinegara (The Founding Fathers) untuk menemukan landasanatau pijakan yang kokoh untuk di atasnya didirikan negaraIndonesia merdeka. Walaupun rumusan dasar negara itubaru mengemuka pada masa persidangan Badan PenyelidikUsaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),namun bahan-bahannya telah dipersiapkan sejak awalpergerakan kebangsaan Indonesia. Latif (2002: 5)menyebutkan bahwa setidaknya sejak dekade 1920-anpelbagai kreativitas intelektual mulai digagas sebagai usahamensintesiskan aneka ideologi dan gugus pergerakandalam rangka membentuk “blok historis” (blok nasional)bersama demi mencapai kemerdekaan.

BPUPKI yang selanjutnya disebut dalam bahasaJepang sebagai Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (BadanPersiapan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) dibentukpada 29 April 1945 sebagai realisasi janji kemerdekaanIndonesia pada 24 Agustus 1945 dari pemerintah Jepang.Anggota BPUPKI berjumlah 63 orang, termasuk Dr. KRT.Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua, Itibangase Yosio(anggota luar biasa yang berkebangsaan Jepang) dan R.Pandji Soeroso (merangkap Tata Usaha) masing-masingsebagai wakil ketua Pembicaraan mengenai rumusan dasarnegara Indonesia melalui sidang-sidang BPUPKIberlangsung dalam dua babak, yaitu: pertama, mulai 29 Meisampai 1 Juni 1945; dan kedua, mulai 10 Juli sampai 17 Juli1945.

Pergumulan pemikiran dalam sejarah perumusandasar negara Indonesia bermula dari permintaan Dr. KRT.Radjiman Wedyodiningrat, selaku Ketua BPUPKI pada 29

24

25

Mei 1945 kepada anggota sidang untuk mengemukakandasar (negara) Indonesia merdeka. Untuk meresponpermintaan Ketua BPUPKI, maka dalam masa sidangpertama, yaitu 29 Mei sampai 1 Juni 1945, MuhammadYamin dan Soekarno mengajukan usul berhubungandengan dasar negara. Soepomo juga menyampaikanpandangannya dalam masa sidang ini namun hal yangdibicarakan terkait aliran atau paham kenegaraan, bukanmengenai dasar negara

Dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasarnegara dengan menggunakan bahasa Belanda,philosophische grondslag bagi Indonesia merdeka.Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiranyang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesiamerdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara denganistilah ‘weltanschauung’ atau pandangan hidup (SaafroedinBahar, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.),1995: 63, 69, 81, dan RM. A.B. Kusuma, 2004: 117, 121,128-129).

Susunan nilai atau prinsip yang menjadi fundamenatau dasar negara pada masa sidang pertama BPUPKItersebut berbeda-beda. Usul Soekarno mengenai dasarnegara yang disampaikan dalam pidato 1 Juni 1945 terdiriatas lima dasar. Menurut Ismaun, sebagaimana dikutip olehBakry (2010: 31), setelah mendapatkan masukan dariseorang ahli bahasa, yaitu Muhammad Yamin yang padawaktu persidangan duduk di samping Soekarno, lima dasartersebut dinamakan oleh Soekarno sebagai ‘Pancasila’.

Untuk menampung usulan-usulan yang bersifatperorangan, dibentuklah panitia kecil yang diketuai olehSoekarno dan dikenal sebagai ‘Panitia Sembilan’. Darirumusan usulan-usulan itu, Panitia Sembilan berhasilmerumuskan Rancangan Mukadimah (Pembukaan) Hukum

26

Dasar yang dinamakan ‘Piagam Jakarta’ atau JakartaCharter oleh Muhammad Yamin pada 22 Juni 1945Rumusan dasar negara yang secara sistematik tercantumdalam alinea keempat, bagian terakhir pada rancanganMukadimah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’atIslam bagi pemeluk-pemeluknya

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab3) Persatuan Indonesia4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sidang BPUPKI kedua, yaitu 10 Juli sampai 17 Juli1945 merupakan masa penentuan dasar negara Indonesiamerdeka. Selain menerima Piagam Jakarta sebagai hasilrumusan Panitia Sembilan, dalam masa sidang BPUPKIkedua juga dibentuk panitia-panitia Hukum Dasar yangdikelompokkan menjadi tiga kelompok Panitia PerancangHukum Dasar. Sidang lengkap BPUPKI pada 14 Juli 1945mengesahkan naskah rumusan Panitia Sembilan berupaPiagam Jakarta sebagai Rancangan Mukadimah HukumDasar (RMHD) dan menerima seluruh Rancangan HukumDasar (RHD) pada hari berikutnya, yaitu 16 Agustus 1945yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya termuatPiagam Jakarta sebagai Mukadimah.

Setelah sidang BPUPKI berakhir pada 17 Juli 1945,maka pada 9 Agustus 1945 badan tersebut dibubarkan olehpemerintah Jepang dan dibentuklah Panitia PersiapanKemerdekaan atau dalam bahasa Jepang disebut DokuritsuZyunbi Inkai yang kemudian dikenal sebagai ‘PanitiaPersiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) denganmengangkat Soekarno sebagai ketua dan Moh. Hatta

27

sebagai wakil ketua. Panitia ini memiliki peranan yangsangat penting bagi pengesahan dasar negara danberdirinya negara Indonesia yang merdeka. Panitia yangsemula dikenal sebagai ‘Buatan Jepang’ untuk menerima“hadiah” kemerdekaan dari Jepang tersebut, setelahtakluknya Jepang di bawah tentara Sekutu pada 14 Agustus1945 dan proklamasi kemerdekaan negara Indonesia,berubah sifat menjadi ‘Badan Nasional’ Indonesia yangmerupakan jelmaan seluruh bangsa Indonesia.

Dalam sidang pertama PPKI, yaitu pada 18 Agustus1945, berhasil disahkan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia (UUD NRI) yang disertai denganPembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia. Sebelum pengesahan, terlebih dahulu dilakukanperubahan atas Piagam Jakarta atau RancanganMukadimah Hukum Dasar (RMHD) dan Rancangan HukumDasar (RHD). Pengesahan dan penetapan setelah dilakukanperubahan atas Piagam Jakarta tersebut tetapmencantumkan lima dasar yang diberi nama Pancasila. Atasprakarsa Moh, Hatta, sila ‘Ketuhanan dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’,dalam Piagam Jakarta sebagai Pembukaan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia tersebut diubah menjadi‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Dengan demikian, Pancasilamenurut Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa2) Kemanusiaan yang adil dan beradab3) Persatuan Indonesia4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

28

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sesuaidengan jiwa bangsa Indonesia, sebagaimana dikatakan olehSoekarno (1960: 42) bahwa dalam mengadakan negaraIndonesia merdeka itu “harus dapat meletakkan negara ituatas suatu meja statis yang dapat mempersatukan segenapelemen di dalam bangsa itu, tetapi juga harus mempunyaituntunan dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat,bangsa dan negara ini.” Selanjutnya Soekarno menegaskandengan berkata, “Saya beri uraian itu tadi agar saudara-saudara mengerti bahwa bagi Republik Indonesia, kitamemerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statis danyang bisa menjadi leitstar dinamis. Leitstar adalah istilahdari bahasa Jerman yang berarti ‘bintang pimpinan’. Lebihlanjut, Soekarno mengatakan, “Kalau kita mencari satudasar yang statis yang dapat mengumpulkan semua, danjikalau kita mencari suatu leitstar dinamis yang dapatmenjadi arah perjalanan, kita harus menggali sedalam-dalamnya di dalam jiwa masyarakat kita sendiri…Kalau kitamau memasukkan elemen-elemen yang tidak ada di dalamjiwa Indonesia, tidak mungkin dijadikan dasar untuk dudukdi atasnya.”

A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)Tahun 1945

Berdasarkan ajaran Stuffen theory dari Hans Kelsen,menurut Abdullah (1984: 71), hubungan Pancasila denganPembukaan UUD NRI Tahun 1945dapat digambarkansebagai berikut:

29

Gambar yang berbentuk piramidal di atasmenunjukkan Pancasila sebagai suatu cita-cita hukum yangberada di puncak segi tiga. Pancasila menjiwai seluruhbidang kehidupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain,gambar piramidal tersebut mengandung pengertian bahwaPancasila adalah cerminan dari jiwa dan cita-cita hukumbangsa Indonesia.

Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-citahukum bangsa Indonesia tersebut merupakan norma dasardalam penyelenggaraan bernegara dan yang menjadisumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai citahukum (recht-idee), baik tertulis maupun tidak tertulis diIndonesia. Cita hukum inilah yang mengarahkan hukumpada cita-cita bersama bangsa Indonesia. Cita-cita inisecara langsung merupakan cerminan kesamaan-kesamaankepentingan di antara sesama warga bangsa.

Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan,Pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara tercantumdalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,yang dengan jelas menyatakan, “...maka disusunlahKemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

30

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentukdalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatanrakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil beradab, Persatuan Indonesia, danKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaandalam permusyawaratan/perwakilan, serta denganmewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia”.

Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitupada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, maka fungsi pokokPancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya adalahsumber dari segala sumber hukum atau sumber tertibhukum di Indonesia, sebagaimana tertuang dalamKetetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo. Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensiyuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden danPeraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkanoleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) harussejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isidan tujuan Peraturan Perundang-undangan RI tidak bolehmenyimpang dari jiwa Pancasila.

Berdasarkan penjelasan di atas, hubungan Pancasiladengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat dipahamisebagai hubungan yang bersifat formal dan material.Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan(2000: 90-91), menunjuk pada tercantumnya Pancasilasecara formal di dalam Pembukaan yang mengandungpengertian bahwa tata kehidupan bernegara tidak hanyabertopang pada asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapidalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yangmelekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural,

31

religius dan asas-asas kenegaraan yang unsur-unsurnyaterdapat dalam Pancasila.

Dalam hubungan yang bersifat formal antaraPancasila dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapatditegaskan bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar NegaraRepublik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalamPembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea keempat. MenurutKaelan (2000: 91), Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamentalsehingga terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai duamacam kedudukan, yaitu: 1) sebagai dasarnya, karenaPembukaan itulah yang memberikan faktor-faktor mutlakbagi adanya tertib hukum Indonesia; 2) memasukkandirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertibhukum tertinggi.

Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakansumber bagi batang tubuh UUD NRI tahun 1945. Hal inidisebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbedadengan pasal-pasal atau batang tubuh UUD NRI tahun1945, yaitu bahwa selain sebagai Mukadimah, PembukaanUUD NRI tahun 1945 mempunyai kedudukan ataueksistensi sendiri. Akibat hukum dari kedudukanPembukaan ini adalah memperkuat kedudukan Pancasilasebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapatdiubah dengan jalan hukum dan melekat padakelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.

Lebih lanjut, Kaelan (2000: 91-92) menyatakanbahwa Pancasila adalah substansi esensial yangmendapatkan kedudukan formal yuridis dalam PembukaanUUD NRI tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan danyuridiksi Pancasila sebagai dasar negara adalahsebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tahun1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari

32

Pembukaan secara jelas merupakan perubahan secaratidak sah atas Pembukaan UUD NRI tahun 1945.

Adapun hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUDNRI tahun 1945 secara material adalah menunjuk padamateri pokok atau isi Pembukaan yang tidak lain adalahPancasila. Oleh karena kandungan material PembukaanUUD NRI tahun 1945 yang demikian itulah makaPembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat disebut sebagaiPokok Kaidah Negara yang Fundamental, sebagaimanadinyatakan oleh Notonagoro (tt.: 40), esensi atau inti sariPokok Kaidah Negara yang Fundamental secara materialtidak lain adalah Pancasila.

Menurut pandangan Kaelan (2000: 92), bilamanaproses perumusan Pancasila dan Pembukaan ditinjaukembali maka secara kronologis materi yang dibahas olehBPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila,baru kemudian Pembukaan. Setelah sidang pertama selesai,BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat Negara Pancasila danberikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun olehPanitia Sembilan yang merupakan wujud pertamaPembukaan UUD NRI tahun 1945.

Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagianyang hirarkis. Undang-Undang Dasar bukanlah peraturanhukum yang tertinggi. Di atasnya masih ada dasar pokokbagi Undang-Undang Dasar, yaitu Pembukaan sebagaiPokok Kaidah Negara yang Fundamental yang di dalamnyatermuat materi Pancasila. Walaupun Undang-Undang Dasaritu merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulisatau konstitusi, namun kedudukannya bukanlah sebagailandasan hukum yang terpokok.

Menurut teori dan keadaan, sebagaimana ditunjukkanoleh Bakry (2010: 222), Pokok Kaidah Negara yangFundamental dapat tertulis dan juga tidak tertulis. PokokKaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai

33

hukum positif, dengan kekuasaan yang ada dapat diubahwalaupun sebenarnya tidak sah. Walaupun demikian,Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitumemiliki formulasi yang tegas dan sebagai hukum positifmempunyai sifat imperatif yang dapat dipaksakan.

Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesiapada saat ini diharapkan tetap berupa Pembukaan UUD NRItahun 1945. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak dapatdiubah karena menurut Bakry (2010: 222), fakta sejarahyang terjadi hanya satu kali tidak dapat diubah. PembukaanUUD NRI tahun 1945 dapat juga tidak digunakan sebagaiPokok Kaidah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaanyang ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraan yangpernah terjadi saat berlakunya Mukadimah Konstitusi RIS1949 dan Mukadimah UUDS 1950.

Sementara itu, Pokok Kaidah yang tidak tertulismemiliki kelemahan, yaitu karena tidak tertulis makaformulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudahtidak diketahui atau tidak diingat. Walaupun demikian,Pokok Kaidah yang tidak tertulis juga memiliki kekuatan,yaitu tidak dapat diubah dan dihilangkan oleh kekuasaankarena bersifat imperatif moral dan terdapat dalam jiwabangsa Indonesia (Bakry, 2010: 223).

Pokok Kaidah yang tidak tertulis mencakup hukumTuhan, hukum kodrat, dan hukum etis. Pokok Kaidah yangtidak tertulis adalah fundamen moral negara, yaitu‘Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaanyang adil dan beradab.

B. Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRITahun 1945

Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandungpokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok-

34

pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yangdijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumberdari pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila.Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulahyang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasalUUD NRI tahun 1945.

Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yangmemuat Pancasila dengan batang tubuh UUD NRI tahun1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausalmengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD NRItahun 1945, sedangkan hubungan organis berartiPembukaan dan batang tubuh UUD NRI tahun 1945merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengandijabarkannya pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRItahun 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalambatang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatucita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif.

Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun 1945,Pembukaan mengandung empat pokok pikiran yangdiciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempatpokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut.1) Pokok pikiran pertama berintikan ‘Persatuan’, yaitu;

“negara melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar ataspersatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia”.

2) Pokok pikiran kedua berintikan ‘Keadilan sosial’, yaitu;“negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat”.

3) Pokok pikiran ketiga berintikan ‘Kedaulatan rakyat’,yaitu; “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar ataskerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”.

35

4) Pokok pikiran keempat berintikan ‘Ketuhanan YangMaha Esa’, yaitu; “negara berdasar atas Ketuhanan YangMaha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil danberadab’.

Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliranpengertian negara persatuan diterima dalam PembukaanUUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi bangsaIndonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiranpertama ini, mengatasi paham golongan dan segala pahamperorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini makapersatuan merupakan dasar negara yang utama. Olehkarena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negarawajib mengutamakan kepentingan negara di ataskepentingan golongan atau perorangan.

Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalamPembukaan UUD NRI tahun 1945 yang menegaskan tujuanatau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokokpikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yangharus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar sehinggatujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepadapokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal inimenunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosialmerupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaranbahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajibanyang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logisyang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentukdalam Undang-Undang Dasar harus berdasar ataskedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.Menurut Bakry (2010: 209), aliran ini sesuai dengan sifatmasyarakat Indonesia. Kedaulatan rakyat dalam pokokpikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan

36

kedaulatan sebagai berada di tangan rakyat dan dilakukansepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis,yaitu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yangmewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggaranegara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yangluhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yangluhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertiantaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikirankemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandungmaksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhurdan berbudi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokokpikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan asas moral bangsa dan negara (Bakry, 2010:210).

MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun1945 sebanyak empat kali yang secara berturut-turutterjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9November 2001, dan 10 Agustus 2002. Menurut Rindjin(2012: 245-246), keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun1945 yang telah mengalami amandemen dapatdikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, pasal-pasal yang terkait aturan pemerintahan negara dankelembagaan negara; kedua, pasal-pasal yang mengaturhubungan antara negara dan penduduknya yang meliputiwarga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dankesejahteraan sosial; ketiga, pasal-pasal yang berisi materilain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasanegara, lambang negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD,aturan peralihan, dan aturan tambahan

Berdasarkan hasil-hasil amandemen danpengelompokan keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran

37

Pancasila ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUDNRI tahun 1945.1. Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara

a. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negarahukum.

Negara hukum yang dimaksud adalah negarayang menegakkan supremasi hukum untukmenegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak adakekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan(akuntabel). Berdasarkan prinsip negara hukum,penyelenggara negara tidak saja bertindak sesuaidengan hukum tertulis dalam menjalankan tugasuntuk menjaga ketertiban dan keamanan, namun jugabermuara pada upaya mencapai kesejahteraan umum,kecerdasan kehidupan bangsa, dan perlindunganterhadap segenap bangsa Indonesia.

b. Pasal 3Ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyatberwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;Ayat (2): Majelis Permusyawaratan Rakyat melantikPresiden dan/atau Wakil Presiden;Ayat (3): Majelis Permusyawaratan Rakyat hanyadapat memberhentikan Presiden dan/atau WakilPresiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Wewenang atau kekuasaan MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR), sebagaimanadisebutkan pada Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) di atasmenunjukkan secara jelas bahwa MPR bukanmerupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia danlembaga negara tertinggi. Ketentuan yang terkaitdengan wewenang atau kekuasaan MPR tersebut jugamenunjukkan bahwa dalam ketatanegaraan Indonesia

38

dianut sistem horizontal-fungsional dengan prinsipsaling mengimbangi dan saling mengawasiantarlembaga negara.

2. Hubungan antara negara dan penduduknya yangmeliputi warga negara, agama, pertahanan negara,pendidikan, dan kesejahteraan sosial.a. Pasal 26

Ayat (2): Penduduk ialah warga negara Indonesia danorang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Orang asing yang menetap di wilayah Indonesiamempunyai status hukum sebagai pendudukIndonesia. Sebagai penduduk, maka pada diri orangasing itu melekat hak dan kewajiban sesuai denganketentuan perundang-undangan yang berlaku(berdasarkan prinsip yuridiksi teritorial) sekaligustidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukuminternasional yang berlaku umum (generalinternational law).

b. Pasal 27Ayat (3): Setiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam upaya pembelaan negara.

Pasal 27 ayat (3) tersebut bermaksud untukmemperteguh konsep yang dianut bangsa dan negaraIndonesia di bidang pembelaan negara, yaitu bahwaupaya pembelaan negara bukan monopoli TNI, namunjuga merupakan hak sekaligus kewajiban setiapwarga negara.

c. Pasal 29Ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.

Pasal 29 ayat (2) tersebut menunjukkan bahwanegara menjamin salah satu hak manusia yang paling

39

asasi, yaitu kebebasan beragama. Kebebasanberagama bukanlah pemberian negara atau golongantetapi bersumber pada martabat manusia sebagaiciptaan Tuhan.

d. Pasal 31Ayat (2): Setiap warga negara wajib mengikutipendidikan dasar dan pemerintah wajibmembiayainya;Ayat (3): Pemerintah mengusahakan danmenyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan sertaakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pendidikandasar menjadi wajib dan bagi siapa pun yang tidakmelaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi.Sementara itu, pemerintah wajib membiayaikewajiban setiap warga negara dalam mendapatkanpendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa setiapwarga negara mempunyai pendidikan minimum yangmemungkinkannya untuk berpartisipasi dalam prosespencerdasan kehidupan bangsa. Ketentuan ini jugamengakomodasi nilai-nilai dan pandangan hidupbangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius dantujuan sistem pendidikan nasional, yaitu untukmencerdaskan kehidupan bangsa.

e. Pasal 33Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usahabersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomiannasional dimaksudkan sebagai rambu-rambu yangsangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasiekonomi di Indonesia. Dasar pertimbangankepentingannya tiada lain adalah seluruh sumber

40

daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknyasesuai dengan paham demokrasi ekonomi yangmendatangkan manfaat optimal bagi seluruh warganegara dan penduduk Indonesia.

f. Pasal 34Ayat (2): Negara mengembangkan sistem jaminansosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakanmasyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuaidengan martabat kemanusiaan.

Dari ketentuan pasal 34 ayat (2) tersebut dapatdiperoleh pengertian bahwa sistem jaminan sosialmerupakan bagian upaya mewujudkan Indonesiasebagai negara kesejahteraan (welfare state) sehinggarakyat dapat hidup sesuai dengan harkat danmartabat kemanusiaan.

3. Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasanegara, lambang negara, dan lagu kebangsaana. Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.b. Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.c. Pasal 36A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengansemboyan Bhinneka Tunggal Ika.

d. Pasal 36BLagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.

Bendera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaanmerupakan simbol yang mempersatukan seluruhbangsa Indonesia di tengah perubahan dunia yangtidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dankebersamaan sebuah negara dan bangsa, takterkecuali bangsa dan negara Indonesia (MPR RI,2011: 187). Dalam pengertian yang simbolik itu,bendera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaan

41

memiliki makna penting untuk menunjukkanidentitas dan kedaulatan negara dan bangsaIndonesia dalam pergaulan internasional.

C. Implementasi Pancasila Dalam PembuatanKebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi,Sosial Budaya Dan Hankam

Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial,kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa yangterkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan pancaran dari Pancasila. Empat pokok pikirantersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasaihukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945.

Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan kedalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 mencakup empataspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosialbudaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadiPOLEKSOSBUD HANKAM. Aspek politik dituangkan dalampasal 26, pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspek ekonomidituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34.Aspek sosial budaya dituangkan dalam pasal 29, pasal 31,dan pasal 32. Aspek pertahanan keamanan dituangkandalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276).

Pasal 26 ayat (1) dengan tegas mengatur siapa-siapasaja yang dapat menjadi warga negara Republik Indonesia.Selain orang berkebangsaan Indonesia asli, orangberkebangsaan lain yang bertempat tinggal di Indonesia,mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikapsetia kepada Negara Republik Indonesia yang disahkanoleh undang-undang sebagai warga negara dapat jugamenjadi warga negara Republik Indonesia. Pasal 26 ayat(2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga negaraIndonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di

42

Indonesia. Adapun pada pasal 29 ayat (3) dinyatakanbahwa syarat-syarat menjadi warga negara dan pendudukIndonesia diatur dengan undang-undang.

Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukanwarga negara di dalam hukum dan pemerintahan dengantidak ada kecualinya. Ketentuan ini menunjukkan adanyakeseimbangan antara hak dan kewajiban, dan tidak adadiskriminasi di antara warga negara baik mengenai haknyamaupun mengenai kewajibannya.

Pasal 28 menetapkan hak warga negara danpenduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, yangdiatur dengan undang-undang. Dalam ketentuan ini,ditetapkan adanya tiga hak warga negara dan pendudukyang digabungkan menjadi satu, yaitu: hak kebebasanberserikat, hak kebebasan berkumpul, dan hak kebebasanuntuk berpendapat.

Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atas adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyatdan kemanusiaan yang adil dan beradab yang masing-masing merupakan pancaran dari sila keempat dan keduaPancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagikehidupan nasional bidang politik di negara RepublikIndonesia.

Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikirantersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidangpolitik harus berdasar pada manusia yang merupakansubjek pendukung Pancasila, sebagaimana dikatakan olehNotonagoro (1975: 23) bahwa yang berketuhanan,berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, danberkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subjek negaradan oleh karena itu politik negara harus berdasar danmerealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya.

43

Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapatmenjamin hak-hak asasi manusia.

Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalambidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyatyang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatanberada di tangan rakyat. Rakyat merupakan asal mulakekuasaan dan oleh karena itu, politik Indonesia yangdijalankan adalah politik yang bersumber dari rakyat,bukan dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dangolongan, sebagaimana ditunjukkan oleh Kaelan (2000:238) bahwa sistem politik di Indonesia bersumber padapenjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu danmakhluk sosial dalam wujud dan kedudukannya sebagairakyat.

Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalahsistem yang memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasarmoral politik. Dalam hal ini, kebijakan negara dalam bidangpolitik harus mewujudkan budi pekerti kemanusiaan danmemegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur untukmencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layakbagi kemanusiaan. Ketentuan ini memancarkan asaskesejahteraan atau asas keadilan sosial dan kerakyatanyang merupakan hak asasi manusia atas penghidupan yanglayak.

Pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian disusunsebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,sedangkan pada ayat (2) ditetapkan bahwa cabang-cabangproduksi yang penting bagi negara dan yang menguasaihajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan padaayat (3) ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

44

rakyat. Ayat (1) pada pasal ini menunjukkan adanya hakasasi manusia atas usaha perekonomian, sedangkan ayat(2) menetapkan adanya hak asasi manusia ataskesejahteraan sosial.

Selanjutnya pada pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwaperekonomian nasional diselenggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensiberkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangankemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sesuai denganpernyataan ayat (5) pasal ini, maka pelaksanaan seluruhayat dalam pasal 33 diatur dalam undang-undang.

Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fakir miskin dananak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan negaramengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatdan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidakmampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ketentuandalam ayat (2) ini menegaskan adanya hak asasi manusiaatas jaminan sosial.

Adapun pada pasal 34 ayat (4) ditetapkan bahwanegara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitaspelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yanglayak. Pelaksanaan mengenai isi pasal ini, selanjutnyadiatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakanpada ayat (5) pasal 34 ini.

Pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34 di atas adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyatdan keadilan sosial yang masing-masing merupakanpancaran dari sila keempat dan kelima Pancasila. Keduapokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunansistem ekonomi Pancasila dan kehidupan ekonominasional.

45

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikirantersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidangekonomi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakansistem perekonomian yang bertumpu pada kepentinganrakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuaidengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatanyang dilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip olehKaelan (2000: 239), yaitu pengembangan ekonomi bukanhanya mengejar pertumbuhan, melainkan demikemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengankata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkandengan nilai-nilai moral kemanusiaan.

Dengan demikian, sistem perekonomian yangberdasar pada Pancasila dan yang hendak dikembangkandalam pembuatan kebijakan negara bidang ekonomi diIndonesia harus terhindar dari sistem persaingan bebas,monopoli dan lainnya yang berpotensi menimbulkanpenderitaan rakyat dan penindasan terhadap sesamamanusia. Sebaliknya, sistem perekonomian yang dapatdianggap paling sesuai dengan upayamengimplementasikan Pancasila dalam bidang ekonomiadalah sistem ekonomi kerakyatan, yaitu sistem ekonomiyang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyatsecara luas.

Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara berdasar atasKetuhanan Yang Maha Esa. Menurut Penjelasan Undang-Undang Dasar, ayat (1) pasal 29 ini menegaskankepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang MahaEsa. Adapun dalam pasal 29 ayat (2) ditetapkan bahwanegara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurutagamanya dan kepercayaannya itu. Ketentuan ini jelasmerupakan pernyataan tegas tentang hak asasi manusiaatas kemerdekaan beragama.

46

Pasal 31 ayat (1) menetapkan setiap warga negaraberhak mendapat pendidikan. Ketentuan ini menegaskanbahwa mendapat pendidikan adalah hak asasi manusia.Selanjutnya pada ayat (2) pasal ini dikemukakan bahwasetiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, danpemerintah wajib membiayainya. Dari ayat (2) pasal inidiperoleh pemahaman bahwa untuk mengikuti pendidikandasar merupakan kewajiban asasi manusia. Sebagai upayamemenuhi kewajiban asasi manusia itu, maka dalam ayat(3) pasal ini diatur bahwa pemerintah wajib mengusahakandan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasionalyang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlakmulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yangdiatur dalam undang-undang. Demikian pula, dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam ayat (4)pasal 31 ini ditetapkan bahwa negara memprioritaskananggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluhpersen) dari APBN (Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara) serta dari APBD (Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah) untuk memenuhi kebutuhanpenyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam pasal 31 ayat(5) ditetapkan pula bahwa pemerintah memajukan ilmupengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuanperadaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32 ayat (1) menyatakan negara memajukankebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban duniadengan menjamin kebebasan masyarakat dalammemelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.Ketentuan menegaskan mengembangkan nilai-nilai budayamerupakan hak asasi manusia. Selanjutnya, ayat (2) pasal32 menyatakan negara menghormati dan memeliharabahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

47

Pasal 29, pasal 31, dan pasal 32 di atas adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan YangMaha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, danpersatuan yang masing-masing merupakan pancaran darisila pertama, kedua, dan ketiga Pancasila. Ketiga pokokpikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidangkehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaannasional.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikirantersebut, maka implementasi Pancasila dalam pembuatankebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandungpengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembangdalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan dalamproses pembangunan masyarakat dan kebudayaan diIndonesia. Menurut Koentowijoyo, sebagaimana dikutipoleh Kaelan (2000: 240), sebagai kerangka kesadaran,Pancasila dapat merupakan dorongan untuk:universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol

1)dari

keterkaitan struktur; dan 2) transendentalisasi, yaitumeningkatkan derajat kemerdekaan, manusia, dankebebasan spiritual. Dengan demikian, Pancasila sebagaisumber nilai dapat menjadi arah bagi kebijakan negaradalam mengembangkan bidang kehidupan sosial budayaIndonesia yang beradab, sesuai dengan sila kedua,kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selain itu, pengembangan sosial budaya harusdilakukan dengan mengangkat nilai-nilai yang dimilikibangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidakdapat dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuahsistem etika yang keseluruhan nilainya bersumber dariharkat dan martabat manusia sebagai makhluk yangberadab. Perbenturan kepentingan politik dan konfliksosial yang pada gilirannya menghancurkan sendi-sendikehidupan bangsa Indonesia, seperti kebersamaan atau

48

gotong royong dan sikap saling menghargai terhadapperbedaan suku, agama, dan ras harus dapat diselesaikanmelalui kebijakan negara yang bersifat humanis danberadab.

Pasal 27 ayat (3) menetapkan bahwa setiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaannegara. Dalam ketentuan ini, hak dan kewajiban warganegara merupakan satu kesatuan, yaitu bahwa untuk turutserta dalam bela negara pada satu sisi merupakan hak asasimanusia, namun pada sisi lain merupakan kewajiban asasimanusia.

Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dan kewajibansetiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dankeamanan negara. Ketentuan ini menunjukkan bahwausaha pertahanan dan keamanan negara adalah hak dankewajiban asasi manusia. Pada ayat (2) pasal 30 inidinyatakan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negaradilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamananrakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia danKepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatanutama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.Selanjutnya pada ayat (3) pasal 30 ini juga dijelaskanbahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas AngkatanDarat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, sebagai alat negarabertugas mempertahankan, melindungi, dan memeliharakeutuhan dan kedaulatan negara. Dalam ayat (4) pasal 30dinyatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaialat negara yang menjaga keamanan dan ketertibanmasyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayanimasyarakat, serta menegakkan hukum. Ayat (5) pasal 30menyatakan susunan dan kedudukan Tentara NasionalIndonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia danKepolisian Negara Republik Indonesia di dalam

49

menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara,serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dankeamanan diatur dengan undang-undang.

Pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 di atas adalahpenjabaran dari pokok pikiran persatuan yang merupakanpancaran dari sila pertama Pancasila. Pokok pikiran iniadalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanankeamanan nasional.

Berdasarkan penjabaran pokok pikiran persatuantersebut, maka implementasi Pancasila dalam pembuatankebijakan negara dalam bidang pertahanan keamananharus diawali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalahnegara hukum. Dengan demikian dan demi tegaknya hak-hak warga negara, diperlukan peraturan perundang-undangan negara untuk mengatur ketertiban warga negaradan dalam rangka melindungi hak-hak warga negara.Dalam hal ini, segala sesuatu yang terkait dengan bidangpertahanan keamanan harus diatur dengan memperhatikantujuan negara untuk melindungi segenap wilayah danbangsa Indonesia.

Pertahanan dan keamanan negara diatur dandikembangkan menurut dasar kemanusiaan, bukankekuasaan. Dengan kata lain, pertahanan dan keamananIndonesia berbasis pada moralitas kemanusiaan sehinggakebijakan yang terkait dengannya harus terhindar daripelanggaran hak-hak asasi manusia. Secara sistematis,pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuantercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa (Sila pertama dan kedua), berdasarpada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruhwarga sebagai warga negara (Sila ketiga), harus mampumenjamin hak-hak dasar, persamaan derajat sertakebebasan kemanusiaan (Sila keempat), dan ditujukan

50

untuk terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (Silakelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dankeamanan dapat ditempatkan dalam konteks negarahukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negaradalam melindungi dan membela wilayah negara danbangsa, serta dalam mengayomi masyarakat.

Ketentuan mengenai empat aspek kehidupanbernegara, sebagaimana tertuang ke dalam pasal-pasalUUD NRI tahun 1945 tersebut adalah bentuk nyata dariimplementasi Pancasila sebagai paradigma pembangunanatau kerangka dasar yang mengarahkan pembuatankebijakan negara dalam pembangunan bidang politik,ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan diIndonesia. Berdasarkan kerangka dasar inilah, pembuatankebijakan negara ditujukan untuk mencapai cita-citanasional kehidupan bernegara di Indonesia.[ ]

Daftar Pustaka

Abdullah, Rozali, 1984, Pancasila sebagai Dasar Negara danPandangan Hidup Bangsa, CV. Rajawali, Jakarta.

Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan NannieHudawati (peny.), 1995, Risalah Sidang BadanPenyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan(BPUPKI), Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945,Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Bakry, Noor Ms., 2010, Pendidikan Pancasila, PustakaPelajar, Yogyakarta.

Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kusuma, A.B., 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945,Badan Penerbit Fakultas Hukum UniversitasIndonesia, Jakarta.

51

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.

MPR RI, 2011, Panduan Pemasyarakatan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 danKetetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI,Jakarta.

Notonagoro, 1975, Pancasila secara Ilmiah Populer,Pantjuran Tujuh, Jakarta.

_________, tt., Pancasila Yuridis Kenegaraan, Fakultas FilsafatUGM, Yogyakarta.

Rindjin, Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila untuk PerguruanTinggi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

PANCASILASEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Ideologi di negara-negara yang baru merdeka dansedang berkembang, menurut Prof. W. Howard Wriggins,berfungsi sebagai sesuatu yang “confirm and deepen theidentity of their people” (sesuatu yang memperkuat danmemperdalam identitas rakyatnya). Namun, ideologi dinegara-negara tersebut, menurutnya, sekedar alat bagirezim-rezim yang baru berkuasa untuk melanggengkankekuasaannya. Ideologi ialah alat untuk mendefinisikanaktivitas politik yang berkuasa, atau untuk menjalankansuatu politik “cultural management”, suatu muslihatmanajemen budaya (Abdulgani, 1979: 20). Oleh sebab itu,kita akan menemukan beberapa penyimpangan parapelaksana ideologi di dalam kehidupan di setiap negara.Implikasinya ideologi memiliki fungsi penting untukpenegas identitas bangsa atau untuk menciptakan rasakebersamaan sebagai satu bangsa. Namun di sisi lain,ideologi rentan disalahgunakan oleh elit penguasa untukmelanggengkan kekuasaan.

Ideologi itu, menurut Oesman dan Alfian (1990: 6),berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilaidasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yangdimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsasebagai wawasan atau pandangan hidup bangsa mereka.Ideologi merupakan kerangka penyelenggaraan negarauntuk mewujudkan cita-cita bangsa. Ideologi bangsa adalahcara pandang suatu bangsa dalam menyelenggarakannegaranya. Ideologi adalah suatu sistem nilai yang terdiriatas nilai dasar yang menjadi cita-cita dan nilaiinstrumental yang berfungsi sebagai metode atau caramewujudkan cita-cita tersebut. Menurut Alfian (1990)

52

53

kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensiyang terkandung di dalam dirinya.

Pertama, adalah dimensi realita, bahwa nilai-nilaidasar yang terkandung dalam ideologi itu secara riilberakar dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya,terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber daribudaya dan pengalaman sejarahnya.

Kedua, dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasarideologi tersebut mengandung idealisme, bukan lambunganangan-angan, yang memberi harapan tentang masa depanyang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannyadalam praktik kehidupan bersama mereka sehari-haridengan berbagai dimensinya.

Ketiga, dimensi fleksibilitas atau dimensipengembangan, bahwa ideologi tersebut memilikikeluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsangpengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevantentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkarihakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilaidasarnya (Oesman dan Alfian, 1990: 7-8).

Selain itu, menurut Soerjanto Poespowardojo (1990),ideologi mempunyai beberapa fungsi, yaitu memberikan:1. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang

didapat merupakan landasan untuk memahami danmenafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alamsekitranya.

2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yangmemberikan makna serta menunjukkan tujuan dalamkehidupan manusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan peganganbagi seseorang untuk melangkah dan betindak.

4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukanidentitasnya.

54

5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorongseseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapaitujuannya.

6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untukmemahami, menghayati serta memolakan tingkahlakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yangterkandung di dalamnya (Oesman dan Alfian, 1990: 48).

Dalam konteks Indonesia,Perhimpunan Indonesia (PI) yangdipimpin oleh Drs. Moh. Hatta(1926-1931) di Belanda, sejak1924 mulai merumuskankonsepsi ideologi politiknya,bahwa tujuan kemerdekaanpolitik haruslah didasarkan padaempat prinsip: persatuannasional, solidaritas, non-kooperasi dan kemandirian (self-help) (Latif, 2011: 5). Sekitartahun yang sama, Tan Malaka

Gambar: Drs. Moh. HattaSumber: id.wikipedia.org

mulai menulis buku Naar deRepubliek Indonesia (Menuju

Republik Indonesia). Dia percaya bahwa paham kedaulatanrakyat memiliki akar yang kuat dalam tradisi masyarakatNusantara. Keterlibatannya dengan organisasi komunisinternasional tidak melupakan kepekaannya untukmemperhitungkan kenyataan-kenyataan nasional dengankesediaannya untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur revolusioner lainnya. Dia pernah mengusulkankepada Komintern (Komunisme Internasional) agarkomunisme di Indonesia harus bekerjasama dengan Pan-Islamisme karena, menurutnya, kekuatan Islam diIndonesia tidak bisa diabaikan begitu saja. Hampir

55

bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto mulaimengidealisasikan suatu sintesis antara Islam, sosialismedan demokrasi (Latif, 2011: 6).

Soepomo, dalam sidangBPUPKI pada tanggal 31 Mei1945, memberikan tiga pilihanideologi, yaitu: (1) pahamindvidualisme, (2) pahamkolektivisme dan (3) pahamintegralistik. Beliau dengan sangatmeyakinkan menolak pahamindividualisme dan kolektivisme,dan menyarankan pahamintegralistik yang dinilai sesuai

Gambar: Prof. Dr. SoepomoSumber: id.wikipedia.org

dengan semangat kekeluargaanyang berkembang di pedesaan.

Paham integralistik merupakan kerangka konseptualmakro dari apa yang sudah menjiwai rakyat kita dikesatuan masyarakat yang kecil-kecil itu (Moerdiono dalamOesman dan Alfian (ed), 1990: 40).

Pancasila sebagai ideologi Indonesia mempunyaiajaran-ajaran yang memang mengandung nilai-nilai yangterkandung dalam ideologi lain. Ajaran yang dikandungPancasila bahkan dipuji oleh seorang filsuf Inggris,Bertrand Russel, yang menyatakan bahwa Pancasilasebagai sintesis kreatif antara Declaration of AmericanIndependence (yang merepresentasikan ideologi demokrasikapitalis) dengan Manifesto Komunis (yangmereprensentasikan ideologi komunis). Lebih dari itu,seorang ahli sejarah, Rutgers, mengatakan, “Dari semuanegara-negara Asia Tenggara, Indonesia-lah yang dalamKonstitusinya, pertama-tama dan paling tegas melakukanlatar belakang psikologis yang sesungguhnya daripadarevolusi melawan penjajah. Dalam filsafat negaranya, yaitu

56

Pancasila, dilukiskannya alasan-alasan secara lebihmendalam dari revolusi-revolusi itu (Latif, 2011: 47). Daripendapat tersebut, Indonesia pun pernah merasakanberkembangnya nilai-nilai ideologi-ideologi besar duniaberkembang dalam gerak tubuh pemerintahannya.

A. Pancasila dan LiberalismePeriode 1950-1959 disebut periode pemerintahan

demokrasi liberal. Sistem parlementer dengan banyakpartai politik memberi nuansa baru sebagaimana terjadi didunia Barat. Ketidakpuasan dan gerakan kedaerahan cukupkuat pada periode ini, seperti PRRI dan Permesta padatahun 1957 (Bourchier dalam Dodo dan Endah (ed), 2010:40). Keadaan tersebut mengakibatkan perubahan yangbegitu signifikan dalam kehidupan bernegara.

Pada 1950-1960 partai-partai Islam sebagai hasilpemilihan umum 1955 muncul sebagai kekuatan Islam,yaitu Masyumi, NU dan PSII, yang sebenarnya merupakankekuatan Islam di Parlemen tetapi tidak dimanfaatkandalam bentuk koalisi. Meski PKI menduduki empat besardalam Pemilu 1955, tetapi secara ideologis belum merapatpada pemerintah. Mengenai Pancasila itu dalam posisi yangtidak ada perubahan, artinya Pancasila adalah dasar negaraRepublik Indonesia meski dengan konstitusi 1950 (Feithdalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 40).

Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakanindividualisme Barat yang mengutamakan kebebasanmakhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anutmemandang manusia sebagai individu dan sekaligus jugamakhluk sosial (Alfian dalam Oesman dan Alfian, 1990:201). Negara demokrasi model Barat lazimnya bersifatsekuler, dan hal ini tidak dikehendaki oleh segenap elemenbangsa Indonesia (Kaelan, 2012: 254). Hal tersebutdiperkuat dengan pendapat Kaelan yang menyebutkan

57

bahwa negara liberal memberi kebebasan kepadawarganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadahsesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalamnegara liberal diberikan kebebasan untuk tidak percayaterhadap Tuhan atau atheis, bahkan negara liberalmemberi kebebasan warganya untuk menilai danmengkritik agama. Berdasarkan pandangan tersebut,hampir dapat dipastikan bahwa sistem negara liberalmembedakan dan memisahkan antara negara dan agamaatau bersifat sekuler (Kaelan, 2000: 231). Berbeda denganPancasila, dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa telahmemberikan sifat yang khas kepada negara Indonesia, yaitubukan merupakan negara sekuler yang memisah-misahkanagama dengan negara (Kaelan, 2000: 220).

Tentang rahasia negara-negara liberal, SoerjonoPoespowardojo mengatakan bahwa kekuatan liberalismeterletak dalam menampilkan individu yang memilikimartabat transenden dan bermodalkan kebendaan pribadi.Sedangkan kelemahannya terletak dalam pengingkaranterhadap dimensi sosialnya sehingga tersingkir tanggungjawab pribadi terhadap kepentingan umum (Soepraptodalam Nurdin, 2002: 40-41). Karena alasan-alasan sepertiitulah antara lain kenapa Indonesia tidak cocokmenggunakan ideologi liberalisme.

B. Pancasila dan KomunismeDalam periode 1945-1950 kedudukan Pancasila

sebagai dasar negara sudah kuat. Namun, ada berbagaifaktor internal dan eksternal yang memberi nuansatersendiri terhadap kedudukan Pancasila. Faktor eksternalmendorong bangsa Indonesia untuk menfokuskan diriterhadap agresi asing apakah pihak Sekutu atau NICA yangmerasa masih memiliki Indonesia sebagai jajahannya. Dipihak lain, terjadi pergumulan yang secara internal sudah

58

merongrong Pancasila sebagai dasar negara, untukdiarahkan ke ideologi tertentu, yaitu gerakan DI/TII yangakan mengubah Republik Indonesia menjadi negara Islamdan Pemberontakan PKI yang ingin mengubah RI menjadinegara komunis (Marwati Djoned Poesponegoro danNugroho Notosusanto, 1982/83 kemudian dikutip olehPranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 39).

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarnomengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD1945, berarti kembali ke Pancasila. Pada suatu kesempatan,Dr. Johanes Leimena pernah mengatakan, “Salah satu faktorlain yang selalu dipandang sebagai sumber krisis yangpaling berbahaya adalah komunisme. Dalam situasi di manakemiskinan memegang peranan dan dalam hal satugolongan saja menikmati kekayaan alam, komunisme dapatditerima dan mendapat tempat yang subur di tengah-tengah masyarakat”. Oleh karena itu, menurut Dr. JohanesLeimena, harus ada usaha-usaha yang lebih keras untukmeningkatkan kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lainuntuk memberantas komunisme ialah mempelajari denganseksama ajaran-ajaran komunisme itu. Mempelajari ajaranitu agar tidak mudah dijebak oleh rayuan-rayuankomunisme. Bagi orang Kristen, ajaran komunisme bisamenyesatkan karena bertentangan dengan ajaran Kristusdan falsafah Pancasila (Pieris, 2004: 212).

Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupanmasyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan negarakomunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agamadalam suatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagai negarayang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakanpilihan kreatif dan merupakan proses elektis inkorporatif.Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan YangMaha Esa adalah khas dan nampaknya sesuai dengankondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).

59

Selain itu, ideologi komunis juga tidak menghormatimanusia sebagai makhluk individu. Prestasi dan hak milikindividu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat totaliter,karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alampikiran lain. Ideologi semacam ini bersifat otoriter denganmenuntut penganutnya bersikap dogmatis, suatu ideologiyang bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yangbersifat terbuka, Pancasila memberikan kemungkinan danbahkan menuntut sikap kritis dan rasional. Pancasilabersifat dinamis, yang mampu memberikan jawaban atastantangan yang berbeda-beda dalam zaman sekarang(Poespowardojo, 1989: 203-204).

Pelarangan penyebaran ideologi komunis ditegaskandalam Tap MPR No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaranPKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruhwilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai KomunisIndonesia dan larangan setiap kegiatan untukmenyebarkan atau mengembangkan faham atau ajarankomunisme/marxisme dan leninisme yang diperkuatdengan Tap MPR No. IX/MPR/1978 dan Tap MPR NoVIII/MPR/1983.

C. Pancasila dan AgamaPancasila yang di dalamnya terkandung dasar

filsafat hubungan negara dan agama merupakan karyabesar bangsa Indonesia melalui The Founding FathersNegara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendirinegara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karyakhas yang secara antropologis merupakan local geniusbangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012).Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila,maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaranakan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama.Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang

60

Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan denganagama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan jugaAnimisme (Chaidar, 1998: 36).

Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asalmula Pancasila secara langsung salah satunya asal mulabahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsaIndonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Panasila,…yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilaiadat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yangterdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”.

Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang(kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantaratelah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal,(sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme,(sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abadpengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasomakarangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang kemudiandikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebutsecara lengkap berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan HannaDharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, satu juaadanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuanyang berbeda (Hartono, 1992: 5).

Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaanIndonesia membuat arus besar pendiri bangsa tidak dapatmembayangkan ruang publik hampa Tuhan. Sejak dekade1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagaikomunitas politik bersama, mengatasi komunitas kulturaldari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepasdari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkappentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan olehfounding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir.Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenaidasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan,

61

“Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesiaber-Tuhan, tetapi masing-masing orangIndonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannyasendiri. Yang Kristen menyembah Tuhanmenurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islammenurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orangBudha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kitasemuanya ber-Tuhan. Hendaknya negaraIndonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnyadapat menyembah Tuhannya dengan leluasa.Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secarakebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”.Dan hendaknya Negara Indonesia satu negarayang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012).

Pernyataan ini mengandung dua arti pokok. Pertamapengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesiayang, menurut Ir. Soekarno, “mendapat tempat yangsebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap agama, Ir.Soekarno menegaskan bahwa “negara kita akan ber-Tuhan”. Bahkan dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarnomengatakan, “Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Indonesia berasaskanKetuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini relevan dengan ayat (1)dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).

Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila KetuhananYang Maha Esa dalam Pancasila dengan ajaran tauhiddalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertamaPancasila yang merupakan prima causa atau sebab pertamaitu (meskipun istilah prima causa tidak selalu tepat, sebabTuhan terus-menerus mengurus makhluknya), sejalandengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajarantentang tauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalam pengertian

62

bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya.Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain diIndonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63).

Prinsip ke-Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari -atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-uraian daripara pemimpin Islam yang berbicara mendahului Ir.Soekarno dalam Badan Penyelidik itu, dikuatkan denganketerangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yangterkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidikitu Ir. Soekarno merupakan pembicara terakhir; danmembaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiran-pikiran para anggota yang berbicara sebelumnya telahtercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan sendirinyaperhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting.Komentar Roem, “Pidato penutup yang bersifatmenghimpun pidato-pidato yang telah diucapkansebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63).

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandungmakna bahwa manusia Indonesia harus mengabdi kepadasatu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkanilah-ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bisamempersekutukannya. Dalam bahasa formal yang telahdisepakati bersama sebagai perjanjian bangsa samamaknanya dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan YangMaha Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan adalahsesuatu yang kita taati perintahnya dan kehendaknya.Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya duatuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadiitulah yang menjadi misi utama tugas para pengembanrisalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satuTuan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Kitab Ulangan 6:4-5,Matius 6:24, Lukas 16: 13, Quran surat: Al Mu’minun [23]:23 dan 32) (Mulyantoro, 2012).

63

Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahanagama dari negara didefinisikan melalui Pancasila. Inipenting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkankata sekularisme yang secara jelas menyerukan untukmemisahkan agama dan politik atau menegaskan bahwanegara harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-haltersebut terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakuisatu agama pun sebagai agama yang diistimewakankedudukannya oleh negara dan dari komitmennyaterhadap masyarakat yang plural dan egaliter. Namun,dengan hanya mengakui lima agama (sekarang menjadi 6agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,Budha dan Konghucu) secara resmi, negara Indonesiamembatasi pilihan identitas keagamaan yang bisa dimilikioleh warga negara. Pandangan yang dominan terhadapPancasila sebagai dasar negara Indonesia secara jelasmenyebutkan tempat bagi orang yang menganut agamatersebut, tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya.Pemahaman ini juga memasukkan kalangan sekuler yangmenganut agama tersebut, tapi tidak memasukkankalangan sekuler yang tidak menganutnya. Seperti yangtelah ditelaah Madjid, meskipun Pancasila berfungsisebagai kerangka yang mengatur masyarakat di tingkatnasional maupun lokal, sebagai individu orang Indonesiabisa dan bahkan didorong untuk memiliki pandangan hiduppersonal yang berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).

Gagasan asas tunggal menimbulkan pro dan kontraselama tiga tahun diundangkan dalam Undang-UndangNomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatanyang mengharuskan mendaftar ulang bagi semua ORMASdan sekaligus mengharuskan semua ORMAS menerima asastunggal yang diberi batas akhir sampai tanggal 17 Juli 1987.Golongan yang kontra bukan menolak Pancasila dan UUD1945, melainkan ada kekhawatiran bahwa dengan

64

menghapuskan asas “Islam”, Pancasila akan menjadi“agama baru” (Moesa, 2007: 123-124). Dalamperkembangannya, kyai yang tergabung dalam organisasiNU yang pertama kali menerima Pancasila sebagai AsasTunggal. KH. As’ad Syamsul Arifin menegaskan bahwasebagian besar kyai dan umat Islam Indonesia berpendapatbahwa menerima Pancasila hukumnya wajib (Moesa, 2007:124) .

Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila,keduanya dapat berjalan saling menunjang dan salingmengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidakboleh dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satudengan sekaligus membuang dan menanggalkan yang lain.Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salahsatu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujudhambatan psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiranyang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010:79).

Pancasila menjamin umat beragama dalammenjalankan ibadahnya. Dalam kalimat Menteri Agama(1983-1993), H. Munawir Sjadzali menyatakan,

“Kata-kata ‘negara menjamin’ tidak dapatdiartikan sekuler karena apabila demikian,negara atau pemerintah harus hands off darisegala pengaturan kebutuhan hukum bagi parapemeluk agama/kepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa. Di negara sekuler Pemerintahtidak akan mendirikan tempat-tempat ibadah(Ahmad, 1996: 9-10).

Agama-agama dimandatkan oleh GBHN 1988 bahwasemua golongan beragama dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa secara terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan moral, etika dan spiritual yang

65

kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengalamanPancasila (Soetarman, 1996: 64). Dalam kontekspelaksanaan mandat GBHN ini (meskipun GBHN secaraformal sudah tidak berlaku tapi spirit hubungan agama danpembangunan masih sesuai), maka agama-agama harusmampu mengembangkan kerja sama dalam rangkamenghadapi masalah-masalah yang dihadapi bersama(Soetarman, 1996: 65).

Pancasila dan agama dapat diaplikasikan seiringsejalan dan saling mendukung. Agama dapat mendorongaplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasilamemberikan ruang gerak yang seluas-luasnya terhadapusaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan danpengamalan agama (Eksan, 2000). Abdurrahman Wahid(Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak relevan lagiuntuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu ditarik olehPancasila dari agama-agama dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, karena ajaran agama-agama jugatetap menjadi referensi umum bagi Pancasila, dan agama-agama harus memperhitungkan eksistensi Pancasilasebagai “polisi lalu lintas” yang akan menjamin semuapihak dapat menggunakan jalan raya kehidupan bangsatanpa terkecuali (Oesman dan Alfian, 1990: 167-168).

Moral Pancasila bersifat rasional, objektif danuniversal dalam arti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena nilai-nilainya tidak mendapat pengaruh dari luar hakikatmanusia Indonesia, dan dapat dipertanggungjawabkansecara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanyabantuan dari nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karenasecara de facto nilai-nilai Pancasila berasal dari agama-agama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilai-nilai yang hidup tersebut tidak menentukan dasar-dasar

66

Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan memperkuat(Anshoriy, 2008: 177).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY) menyatakan dalam Sambutanpada Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober2005.

Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga,bangsa yang menjunjung tinggi, menghormatidan mengamalkan ajaran agama masing-masing.Karena itu, setiap umat beragama hendaknyamemahami falsafah Pancasila itu sejalan dengannilai-nilai ajaran agamanya masing-masing.Dengan demikian, kita akan menempatkanfalsafah negara di posisinya yang wajar. Sayaberkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwalima sila di dalam Pancasila itu selaras denganajaran agama-agama yang hidup dan berkembangdi tanah air. Dengan demikian, kita dapatmenghindari adanya perasaan kesenjanganantara meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaranagama, serta untuk menerima Pancasila sebagaifalsafah negara (Yudhoyono dalam Wildan (ed.),2010: 172).

Dengan penerimaan Pancasila oleh hampir seluruhkekuatan bangsa, sebenarnya tidak ada alasan lagi untukmempertentangkan nilai-nilai Pancasila dengan agamamana pun di Indonesia. Penerimaan sadar ini memerlukanwaktu lama tidak kurang dari 40 tahun dalam perhitunganMaarif, sebuah pergulatan sengit yang telah mengurasenergi kita sebagai bangsa. Sebagai buah dari pergumulanpanjang itu, sekarang secara teoretik dari kelima nilaiPancasila tidak satu pun lagi yang dianggap berlawanandengan agama. Sila pertama berupa “Ketuhanan Yang Maha

67

Esa” dikunci oleh sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia,” dari sudut pemahaman saya sebagaiseorang Muslim, sejalan dan senyawa dengan doktrintauhid yang menuntut tegaknya keadilan di muka bumi(Maarif, 2012).

Kaelan (dalam Wahyudi (ed.), 2009: 243-246)memetakan persoalan yang menyangkut hubungan agamadengan Pancasila, yang dikelompokkan dalam tiga tahap,yaitu:

Pertama, terjadi ketika kaum “nasionalis” mengajukanPancasila sebagai dasar filsafat negara menjelangkemerdekaan Indonesia. Para tokoh pendiri negara darikelompok nasionalis Islam dan nasionalis terlibatperdebatan tentang dasar filsafat dan ideologi negaraIndonesia yang akan didirikan kemudian.

Kedua, respon umat Islam terhadap Pancasila tatkalapada tahun 1978 pemerintah Orde Baru mengajukan P-4untuk disahkan. Dalam hubungan ini pada awalnya banyaktokoh-tokoh Islam merasa keberatan, namun kemudianmenerimanya.

Ketiga, ketika tahun 1985 pemerintah mengajukanPancasila sebagai asas tunggal bagi semua organsiasipolitik dan kemasyarakatan di Indonesia. Kebijakan inibanyak mendapatkan tantangan dari umat Islam bahkanterdapat beberapa ormas yang dibekukan karena asastersebut.

Namun untuk menengahi permasalahan tersebut,Abdurrahman Wahid (Oesman dan Alfian (ed), 1990: 167-168) secara gamblang menyatakan bahwa “agama tetapmenjadi referensi umum bagi Pancasila, dan agama-agamaharus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai“polisi lalu lintas” yang menjamin semua pihak dapatmenggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpaterkecuali”. Sejalan dengan pendapat tersebut, tokoh

68

Masyumi, Muhammad Roem, berpendapat bahwa kitasepakat tentang dasar negara mengenai Ketuhanan YangMaha Esa, berarti bahwa masing-masing percaya kepadaTuhan menurut agamanya sendiri-sendiri, dengankesadaran bahwa bersama kita dapat mendirikan negarayang kuat sentosa karena esensi dari agama, ialah hidupberbakti, menjunjung keadilan, cinta dan kasih sayangterhadap sesama makhluk (Roem dan Salim, 1977: 116).

Bilamana dirinci, maka hubungan negara denganagama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalahsebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber-

Ketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiapwarga memiliki hak asasi untuk memeluk danmenjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karenahakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagaimakhluk Tuhan.

d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golonganagama, antar dan inter pemeluk agama serta antarpemeluk agama.

e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karenaketakwaan itu bukan hasil peksaan bagi siapapun juga.

f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalammenjalankan agama dalam negara.

g. Segala aspek dalam melaksanakan danmenyelenggatakan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-normaHukum positif maupun norma moral baik moral agamamaupun moral para penyelenggara negara.

h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkatrahmat Allah yang Maha Esa”.

69

Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi(ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa bangsa Indonesia adalahbangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini,secara filosofis merupakan nilai fundamental yangmeneguhkan eksistensi negara Indonesia sebagai negarayang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang MahaEsa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadipenopang utama bagi persatuan dan kesatuan bangsadalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agarterjalin hubungan selaras dan harmonis antara agama dannegara, maka negara sesuai dengan Dasar Negara Pancasilawajib memberikan perlindungan kepada agama-agama diIndonesia.

D. PenutupRodee dkk (1995: 54) menyatakan bahwa

homogenitas kebudayaan adalah suatu kekuatan luar biasayang bekerja atas nama identitas nasional. Pada paparanselanjutnya, secara implisit Rodee menyatakan bahwaidentitas nasional akan berpengaruh terhadap kestabilannegara. Realitas negara dan bangsa Indonesia teramatheterogen secara budaya, bahkan paling heterogen didunia, lebih dari itu merupakan negara kepulauan terbesardi dunia. Kondisi tersebut mensyaratkan hadirnya ideologinegara yang dihayati dan diamalkan oleh seluruhkomponen bangsa.

Implikasinya, fungsi ideologi negara bagi bangsaIndonesia amat penting dibandingkan dengan pentingnyaideologi bagi negara-negara lain terutama yang bangsanyahomogen. Bagi bangsa Indonesia, ideologi sebagai identitasnasional merupakan prasyarat kestabilan negara, karenabangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen.Hadirnya ideologi Pancasila tersebut, paling tidak akanberfungsi untuk: 1) menggambarkan cita-cita bangsa, ke

70

arah mana bangsa ini akan bergerak; 2) menciptakan rasakebersamaan dalam keluarga besar bangsa Indonesiasesuai dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika; dan 3)menggairahkan seluruh komponen bangsa dalammewujudkan cita-cita bangsa dan negara RepublikIndonesia.

Ada ha-hal yang amat penting dalam melaksanakanideologi negara Pancasila, agar ideologi tidakdisalahgunakan terutama dijadikan alat untuk memperolehatau mempertahankan kekuasaan oleh elit politik. Makauntuk itu, bangsa Indonesia harus melaksanakan nilai-nilaiinstrumental ideologi Pancasila yaitu taat asas terhadapnilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada padaPembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945.[ ]

Daftar Pustaka

Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila diIndonesia, Yayasan Idayu, Jakarta.

Ahmad, Amrullah dkk., 1996, Dimensi Hukum Islam DalamSistem Hukum Nasional, Gema Insani, Depok.

Ali As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan KemaslahatanBerbangsa, Pustaka LP3ES, Jakarta.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed, 2007, Islam dan NegaraSekular: Menegosiasikan Masa Depan Syariah, PTMizan Pustaka, Bandung.

Anshoriy, HM. Nasruddin, 2008, Bangsa Gagal: MencariIdentitas Kebangsaan, LKiS, Yogyakarta.

Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur: Jawaban IslamTerhadap Reformasi Total, Darul Falah, Jakarta.

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-NilaiPancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya,PSP-Press, Yogyakarta.

Eksan, Moch., 2000, Kiai Kelana, LkiS, Yogyakarta.

71

Hartono, 1992, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, PTRineka Cipta, Jakarta.

Kaelan, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsadan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.

_____, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta._____, dalam Proceeding Kongres Pancasila yang

diselenggarakan di Yogtakarta pada tanggal 30 Meisampai 1 Juni 2012.

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta.

Maarif, Ahmad Syafii. 2012. “Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila dalam Perspektif Agama, Sosial danBudaya”, Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGMYogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juli 2012.

Moesa, Ali Maschan, 2007, Nasionalisme Kiai KonstruksiSosial Berbasis Agama, LKiS, Yogyakarta.

Mulyantoro, Heru. 2012. “Quantum Leap Pancasila,Membangun Peradaban Bangsa dengan KarakterTuhan Yang Maha Esa”, Makalah pada KongresPancasila IV di UGM Yogyakarta tanggal 31 Mei-1Juni 2012.

Nurdin, Encep Syarief, 2002, Konsep-Konsep Dasar Ideologi:Perbandingan Ideologi Besar Dunia, CV Maulana,Bandung.

Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.), 1990, Pancasila SebagaiIdeologi dalam Berbagai Bidang KehidupanBermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP-7Pusat, Jakarta.

Pieris, John, 2004, Tragedi Maluku: Sebuah KrisisPeradaban-Analisis Kritis Aspek: Politik, Ekonomi,Sosial-budaya dan Keamanan, Yayasan OborIndonesia, Jakarta.

72

Poespowardojo, Soerjono, 1989, Filsafat Pancasila: SebuahPendekatan Sosio-Budaya, PT Gramedia, Jakarta.

Roem, Muhammad dan Agus Salim, 1977, Ketuhanan YangMaha Esa dan Lahirnya Pancasila, Bulan Bintang,Jakarta.

Rodee, Carlton Clymer dkk., 1995, Pengantar Ilmu Politik,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Soetarman dkk., 1996, Fundamentalisme, Agama-Agamadan Teknologi, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Thalib, Muhammad dan Irfan S Awwas, 1999, DoktrinZionisme dan Idiologi Pancasila, Menguak TabirPemikiran Politik Founding Fathers RepublikIndonesia, Wihdag Press, Yogyakarta.

Wahyudi, Agus dkk. (ed.), 2009, Proceeding: KongresPancasila, Pancasila dalam Berbagai Perspektif,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan danMahkamah Konstitusi, Jakarta.

Wildan, Dadan dkk. (ed.), 2010, Perspektif Pemikiran SBY:Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-Nilai Agama,Pendidikan dan Sosial Budaya, Sekretariat NegaraRepublik Indonesia, Jakarta.

Zada, Khamami dan A. Fawaid Sjadzili (Ed.), 2010, NahdltulUlama: Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan,PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Zoelva, Hamdan, 2012, “Pelembagaan Nilai-nilai Pancasiladalam Perspektif Kehidupan Beragama, Sosial danBudaya Melalui Putusan MK”, Makalah yangdisajikan pada Kongres Pancasia IV di UGMYogyakarta pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 2012.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesiamengandung pengertian sebagai hasil perenungan mendalamdari para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketikaberusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasarnegara untuk di atasnya didirikan negara Republik Indonesia.Hasil perenungan itu secara resmi disahkan bersamaan denganUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)tahun 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) pada 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Filsafat NegaraRepublik Indonesia.

Kelima dasar atau prinsip yang terdapat dalam sila-silaPancasila tersebut merupakan satu kesatuan bagian-bagiansehingga saling berhubungan dan saling bekerjasama untuk satutujuan tertentu sehingga dapat disebut sebagai sistem.Pengertian suatu sistem, sebagaimana dikutip oleh Kaelan(2000: 66) dari Shrode dan Don Voich memiliki ciri-ciri sebagaiberikut: 1) suatu kesatuan bagian-bagian; 2) bagian-bagiantersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri; 3) salingberhubungan, saling ketergantungan; 4) kesemuanyadimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuansistem); dan 5) terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisilima sila, yaitu Sila Ketuhanan yang Maha Esa, Sila Kemanusiaanyang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatanyang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/ Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagiSeluruh Rakyat Indonesia, saling berhubungan membentuk satukesatuan sistem yang dalam proses bekerjanya salingmelengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila padahakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi

73

74

sendiri-sendiri, namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu

mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkanPancasila.

Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikirantentang manusia yang berhubungan denganTuhan, dengan dirisendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang semuaitu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sistemfilsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengansistem-sistem filsafat lain yang ada di dunia, sepertimaterialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunismedan lain sebagainya.

Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasilaberkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia, terutamasebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam perjuangankemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai filsafatPancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jatidiri (Volksgeist) nasional, memberikan identitas dan integritasserta martabat bangsa dalam menghadapi budaya danperadaban dunia.

Menurut Darmodihardjo (1979: 86), Pancasila adalahideologi yang memiliki kekhasan, yaitu:

1) Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esa sebabKetuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwamanusia Indonesia percaya adanya Tuhan;

2) Kekhasan kedua, penghargaan kepada sesama umatmanusia apapun suku bangsa dan bahasanya;

3) Kekhasan ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggipersatuan bangsa;

75

4) Kekhasan keempat, kehidupan manusia Indonesiabermasyarakat dan bernegara berdasarkan atas sistemdemokrasi; dan

5) Kekhasan kelima, keadilan sosial bagi hidup bersama.Kelahiran ideologi bersumber dari pandangan hidup yang

dianut oleh suatu masyarakat. Pandangan hidup kemudianberbentuk sebagai keyakinan terhadap nilai tertentu yangdiaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu,ideologi berfungsi sebagai alat membangun solidaritasmasyarakat dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalamtata nilai baru.

Sebagai ideologi, Pancasila berfungsi membentuk identitasbangsa dan negara Indonesia sehingga bangsa dan negaraIndonesia memiliki ciri khas berbeda dari bangsa dan negaralain. Pembedaan ini dimungkinkan karena ideologi memiliki ciriselain sebagai pembeda juga sebagai pembatas dan pemisah dariideologi lain.

A. Pengertian FilsafatIstilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani,

(philosophia), tersusun dari kata philos yang berarti cintaatau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dankata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan,ketrampilan, pengalaman praktis, inteligensi (Bagus, 1996:242). Dengan demikian philosophia secara harfiah berartimencintai kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikenaldalam bahasa Inggris, wisdom. Berdasarkan makna katatersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakanupaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yangnantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagiperadaban manusia.

Suatu pengetahuan bijaksana akan mengantarkanseseorang mencapai kebenaran. Orang yang mencintai

76

pengetahuan bijaksana adalah orang yang mencintaikebenaran. Cinta kebenaran adalah karakteristik darisetiap filsuf dari dahulu sampai sekarang. Filsuf dalammencari kebijaksanaan, mempergunakan cara denganberpikir sedalam-dalamnya. Filsafat sebagai hasil berpikirsedalam-dalamnya diharapkan merupakan pengetahuanyang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekatikesempurnaan.

Adapun istilah ‘philosophos’ pertama kali digunakanoleh Pythagoras (572 -497 SM) untuk menunjukkan dirinyasebagai pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom), bukankebijaksanaan itu sendiri. Selain Phytagoras, filsuf-filsuflain juga memberikan pengertian filsafat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, filsafat mempunyai banyak arti,tergantung pada bagaimana filsuf-filsuf menggunakannya.Berikut disampaikan beberapa pengertian filsafat menurutbeberapa filsuf, yaitu antara lain:1) Plato (427-347 SM); filsafat adalah pengetahuan tentang

segala yang ada atau ilmu pengetahuan yang berminatmencapai kebenaran yang asli;

2) Aristoteles (384-322 SM); filsafat adalah ilmupengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafatmenyelidiki sebab dan asas segala benda;

3) Marcus Tullius Cicero (106-43 SM); filsafat adalahpengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung danusaha-usaha untuk mencapainya;

4) Immanuel Kant (1724-1804); filsafat itu ilmu pokok danpangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu: “apakah yang dapatkita ketahui? (dijawab oleh metafisika), apakah yangdapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika), sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)”.

77

Secara umum, filsafat merupakan ilmu yang berusahamenyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperolehkebenaran. Berdasarkan pengertian umum ini, ciri-cirifilsafat dapat disebut sebagai usaha berpikir radikal,menyeluruh, dan integral, atau dapat dikatakan sebagaisuatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.

Sejak kemunculannya di Yunani, dan menyusulperkembangan pesat ilmu pengetahuan, kedudukan filsafatkemudian dikenal sebagai The Mother of Science (indukilmu pengetahuan). Sebagai induk ilmu pengetahuan,filsafat merupakan muara bagi ilmu pengetahuan, termasukilmu pengetahuan yang bersifat positivistik, seperti ilmukomunikasi dan teknologi informasi yang baru saja munculdalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK) saat ini. Demikian pula, dibandingkan dengan ilmupengetahuan lain, filsafat merupakan kegiatan intelektualyang metodis dan sistematis, namun lebih menekankanaspek reflektif dalam menangkap makna yang hakiki darisegala sesuatu.

Dalam Kamus Filsafat, Bagus (1996: 242)mengartikan filsafat sebagai sebuah pencarian. Beranjakdari arti harfiah filsafat sebagai cinta akan kebijaksanaan,menurut Bagus (1996: 242-243), arti itu menunjukkanbahwa manusia tidak pernah secara sempurna memilikipengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yangdimaksudkan kebijaksanaan, namun terus-menerus harusmengejarnya. Berkaitan dengan apa yang dilakukannya,filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio manusiayang menembus dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu.Filsafat menggumuli seluruh realitas, tetapi teristimewaeksistensi dan tujuan manusia.

78

Dalam pengertiannya sebagai pengetahuan yangmenembus dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu, filsafatmemiliki empat cabang keilmuan yang utama, yaitu:1) Metafisika; cabang filsafat yang mempelajari asal mula

segala sesuatu yang-ada dan yang mungkin-ada.Metafisika terdiri atas metafisika umum yangselanjutnya disebut sebagai ontologi, yaitu ilmu yangmembahas segala sesuatu yang-ada, dan metafisikakhusus yang terbagi dalam teodesi yang membahasadanya Tuhan, kosmologi yang membahas adanya alamsemesta, dan antropologi metafisik yang membahasadanya manusia.

2) Epistemologi; cabang filsafat mempelajari seluk belukpengetahuan. Dalam epistemologi, terkandungpertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pengetahuan,seperti kriteria apa yang dapat memuaskan kita untukmengungkapkan kebenaran, apakah sesuatu yang kitapercaya dapat diketahui, dan apa yang dimaksudkanoleh suatu pernyataan yang dianggap benar.

3) Aksiologi; cabang filsafat yang menelusuri hakikat nilai.Dalam aksiologi terdapat etika yang membahas hakikatnilai baik-buruk, dan estetika yang membahas nilai-nilaikeindahan. Dalam etika, dipelajari dasar-dasar benar-salah dan baik-buruk dengan pertimbangan-pertimbangan moral secara fundamental dan praktis.Sedangkan dalam estetika, dipelajari kriteria-kriteriayang mengantarkan sesuatu dapat disebut indah.

4) Logika; cabang filsafat yang memuat aturan-aturanberpikir rasional. Logika mengajarkan manusia untukmenelusuri struktur-struktur argumen yangmengandung kebenaran atau menggali secara optimalpengetahuan manusia berdasarkan bukti-buktinya. Bagipara filsuf, logika merupakan alat utama yang digunakandalam meluruskan pertimbangan-pertimbangan rasional

79

mereka untuk menemukan kebenaran dari problem-problem kefilsafatan.

B. Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi

kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negaradan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untukmendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasardan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat,karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yangmendalam yang dilakukan oleh the founding fathersIndonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (AbdulGani, 1998).

Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalahhasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya daribangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakinisebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yangbenar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupandan kepribadian bangsa Indonesia.

Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan olehSoekarno sejak 1955 sampai kekuasaannya berakhir pada1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwaPancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambildari budaya dan tradisi Indonesia, serta merupakanakulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen),dan Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telahmengalami Indonesianisasi. Semua sila dalam Pancasilaadalah asli diangkat dari budaya Indonesia dan selanjutnyadijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butirPancasila.

Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafatpraktis sehingga filsafat Pancasila tidak hanya mengandungpemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanyabertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud

80

filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedomanhidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agarhidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahirdan batin, baik di dunia maupun di akhirat (Salam, 1988:23-24).

Sebagai filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis,epistemologis, dan aksiologis, seperti diuraikan di bawahini.

1. Dasar Ontologis Pancasila

Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelasbahwa Pancasila itu benar-benar ada dalam realitas denganidentitas dan entitas yang jelas. Melalui tinjauan filsafat, dasarontologis Pancasila mengungkap status istilah yang digunakan,isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya.Dengan kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapatmemperjelas identitas dan entitas Pancasila secara filosofis.

Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasar ontologis Pancasilapada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlakmono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi dasar adanyaPancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok sila-silaPancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaituterdiri atas susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani,sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, sertakedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdirisendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan,2002:72).

Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkansifat-sifat dasar manusia yang bersifat dwi-tunggal. Adahubungan yang bersifat dependen antara Pancasila denganmanusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas

81

Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain

ditemukan adanya manusia Indonesia sebagai pendukung pokokPancasila, secara ontologis, realitas yang menjadikan sifat-sifatmelekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehinggaidentitas dan entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas.

Soekarno menggunakan istilah Pancasila untuk memberilima dasar negara yang diajukan. Dua orang sebelumnyaSoepomo dan Muhammad Yamin meskipun menyampaikankonsep dasar negara masing-masing tetapi tidak sampaimemberikan nama. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) atau Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yangdidalamnya duduk Soekarno sebagai anggota, menggunakanistilah Pancasila yang diperkenankan Soekarno menjadi namaresmi Dasar Negara Indonesia yang isinya terdiri dari lima sila,tidak seperti yang diusulkan Soekarno melainkan sepertirumusan PPKI yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945alinea keempat.

Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan,menurut Notonagoro (1983: 32), maka lebih seyogyanya dantepat untuk menulis istilah Pancasila tidak sebagai dua kata“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata “Pancasila”. PenulisanPancasila bukan dua kata melainkan satu kata jugamencerminkan bahwa Pancasila adalah sebuah sistem bukan duabuah sistem.

Nama Pancasila yang menjadi identitas lima dasar negaraIndonesia adalah bukan istilah yang diperkenalkan Soekarnotanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasilayang ada dalam kitab Sutasoma, bukan yang ada dalam PiagamJakarta, melainkan yang ada dalam alinea keempat PembukaanUUD 1945.

82

Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul pembentukannya,

Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar filsafat negara. Adaempat macam sebab (causa) yang menurut Notonagoro dapatdigunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai Dasar FilsafatNegara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebabberupa bentuk (causa formalis), sebab berupa tujuan (causafinalis), dan sebab berupa asal mula karya (causa eficient)(Notonagoro,1983: 25). Lebih jauh Notonagoro menjelaskankeempat causa itu seperti berikut. Pertama, bangsa Indonesiasebagai asal mula bahan (causa materialis) terdapat dalam adatkebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya; kedua,seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu Bung Karno yangkemudian bersama-sama Bung Hatta menjadi PembentukNegara, sebagai asal mula bentuk atau bangun (causa formalis)dan asal mula tujuan (causa finalis) dari Pancasila sebagai calondasar filsafat Negara; ketiga, sejumlah sembilan orang, diantaranya kedua beliau tersebut ditambah dengan semuaanggota BPUPKI yang terdiri atas golongan-golongankebangsaan dan agama, dengan menyusun rencana PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 tempat terdapatnya Pancasila, danjuga Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia yang menerima rencana tersebut dengan perubahansebagai asal mula sambungan, baik dalam arti asal mula bentukmaupun dalam arti asal mula tujuan dari Pancasila sebagai CalonDasar Filsafat Negara; keempat, Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI) sebagai asal mula karya (causa eficient), yaituyang menjadikan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara yangsebelumnya ditetapkan sebagai calon Dasar Filsafat Negara(Notonagoro, 1983: 25-26).

83

2. Dasar Epistemologis Pancasila

Epistemologi Pancasila terkait dengan sumber dasarpengetahuan Pancasila. Eksistensi Pancasila dibangun sebagaiabstraksi dan penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalammasyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yangheterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggalinilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untukmemecahkan masalah yang dihadapi masyarakat bangsaIndonesia (Salam, 1998: 29).

Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginanuntuk mendapatkan pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, danketentraman. Pancasila itu lahir sebagai respon atau jawabanatas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat bangsaIndonesia dan sekaligus merupakan harapan. DiharapkanPancasila menjadi cara yang efektif dalam memecahkankesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat bangsaIndonesia.

Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspekepistemologis sejauh sila-sila itu secara praktis didukung olehrealita yang dialami dan dipraktekkan oleh manusia Indonesia.Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia danlingkungannya. Pancasila dibangun dan berakar pada manusiaIndonesia beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.

Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa Pancasilamerupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalammemandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsadan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagimanusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalamhidup dan kehidupan.

84

Dasar epistemologis Pancasila juga berkait erat dengan

dasar ontologis Pancasila karena pengetahuan Pancasila berpijakpada hakikat manusia yang menjadi pendukung pokok Pancasila(Kaelan, 2002: 97). Secara lebih khusus, pengetahuan tentangPancasila yang sila-sila di dalamnya merupakan abstraksi ataskesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh masyarakat yangpluralistik dan heterogen adalah epistemologi sosial.

Epistemologi sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanyaupaya masyarakat bangsa Indonesia yang berkeinginan untukmembebaskan diri menjadi bangsa merdeka, bersatu, berdaulatdan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adildan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumber pengetahuan Pancasila dapat ditelusuri melaluisejarah terbentuknya Pancasila. Dalam penelusuran sejarahmengenai kebudayaan yang berkait dengan lahirnya Pancasilasebagai dasar negara Republik Indonesia telah diuraikan didepan yang secara garis besar dapat dikemukakan sebagaiberikut. Akar sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai sertabudaya masyarakat bangsa Indonesia.

Nilai serta budaya masyarakat bangsa Indonesia yangdapat diungkap mulai awal sejarah pada abad IV Masehi disamping diambil dari nilai asli Indonesia juga diperkaya dengandimasukkannya nilai dan budaya dari luar Indonesia. Nilai-nilaidimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilai-nilai demokrasi yang dibawa dari Barat. Berdasarkan realitasyang demikian maka dapat dikatakan bahwa secaraepistemologis pengetahuan Pancasila bersumber pada nilai danbudaya tradisional dan modern, budaya asli dan campuran.

85

Selain itu, sumber historis itu, menurut tinjauan

epistemologis, Pancasila mengakui kebenaran pengetahuan yangbersumber dari wahyu atau agama serta kebenaran yangbersumber pada akal pikiran manusia serta kebenaran yangbersifat empiris berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnyayang demikian maka pengetahuan Pancasila mencerminkanadanya pemikiran masyarakat tradisional dan modern.

3. Dasar Aksiologis PancasilaAksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari

aspek aksiologi, Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusiaIndonesia sebagai latar belakang, karena Pancasila bukan nilaiyang ada dengan sendirinya (given value) melainkan nilai yangdiciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilaidalam Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenalmanusia Indonesia dan latar belakangnya.

Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yangsecara intrinsik, yaitu bernilai dalam dirinya sendiri danekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu bernilai sejauhdikaitkan dengan cara mencapai tujuan. Pada aliran hedonismeyang menjadi nilai intrinsik adalah kesenangan, padautilitarianisme adalah nilai manfaat bagi kebanyakan orang(Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973: 71).

Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupunekstrinsik atau instrumental. Nilai intrinsik Pancasila adalahhasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa Indonesia dan nilaiyang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang diserap padasaat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masaimperialis, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawanSoekarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan parapejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil nilai-nilaimodern saat belajar ke negara Belanda.

86

Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai

intrinsik terletak pada diakuinya nilai-nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial sebagaisatu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia darinegara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,kerakyatan, dan keadilan memiliki sifat umum universal. Karenasifatnya yang universal, maka nilai-nilai itu tidak hanya milikmanusia Indonesia, melainkan manusia seluruh dunia.

Pancasila sebagai nilai instrumental mengandungimperatif dan menjadi arah bahwa dalam proses mewujudkancita-cita negara bangsa, seharusnya menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental,Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas manusiaIndonesia, melainkan juga berfungsi sebagai cara (mean) dalammencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita negarabangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan,berkerakyatan yang menghargai musyawarah dalam mencapaimufakat, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas.Pancasila mencerminkan nilai realitas, karena di dalam sila-silaPancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan dalam hidupsehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilairealitas, sila-sila Pancasila berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilaiyang diinginkan untuk dicapai.

Menurut Kaelan (2002: 128), nilai-nilai yang terkandungdalam sila I sampai dengan sila V Pancasila merupakan cita-cita,harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkandalam kehidupannya. Namun, Pancasila yang pada tahun 1945secara formal menjadi das Sollen bangsa Indonesia, sebenarnya

87

diangkat dari kenyataan riil yang berupa prinsip-prinsip dasar

yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan dankehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia. Olehkarena itu, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2002: 129),Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasilamerupakan Sein im Sollen. Pancasila merupakan harapan, cita-cita, tapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyaitingkatan dan bobot yang berbeda. Meskipun demikian, nilai-nilai itu tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi. Halini disebabkan sebagai suatu substansi, Pancasila merupakansatu kesatuan yang bulat dan utuh, atau kesatuan organik(organic whole). Dengan demikian berarti nilai-nilai yangterkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yangbulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling berhubungan secaraerat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilaiyang lain. Atau nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia itu akanmemberikan pola (patroon) bagi sikap, tingkah laku danperbuatan bangsa Indonesia (Kaelan, 2002: 129).

Notonagoro (1983: 39) menyatakan bahwa isi arti dariPancasila yang abstrak itu hanya terdapat atau lebih tepatdimaksudkan hanya terdapat dalam pikiran atau angan-angan,justru karena Pancasila itu merupakan cita-cita bangsa, yangmenjadi dasar falsafah atau dasar kerohanian negara. Tidakberarti hanya tinggal di dalam pikiran atau angan-angan saja,tetapi ada hubungannya dengan hal-hal yang sungguh-sungguhada. Adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah tidakbisa dibantah.

88

C. Hakikat Sila-Sila Pancasila

Kata ‘hakikat’ dapat diartikan sebagai suatu inti yangterdalam dari segala sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsurtertentu dan yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisahdengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Ditunjukkan olehNotonagoro (1975: 58), hakikat segala sesuatu mengandungkesatuan mutlak dari unsur-unsur yang menyusun ataumembentuknya. Misalnya, hakikat air terdiri atas dua unsurmutlak, yaitu hidrogen dan oksigen. Kebersatuan kedua unsurtersebut bersifat mutlak untuk mewujudkan air. Dengan katalain, kedua unsur tersebut secara bersama-sama menyusun airsehingga terpisah dari benda yang lainnya, misalnya denganbatu, kayu, air raksa dan lain sebagainya.

Terkait dengan hakikat sila-sila Pancasila, pengertian kata‘hakikat’ dapat dipahami dalam tiga kategori, yaitu:

1) Hakikat abstrak yang disebut juga sebagai hakikat jenis atauhakikat umum yang mengandung unsur-unsur yang sama,tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak sila-sila Pancasilamenunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,kerakyatan, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasilaterdiri atas kata-kata dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat, danadil yang dibubuhi awalan dan akhiran, berupa ke dan an (silaI, II, IV, dan V), sedangkan yang satu berupa per dan an (silaIII). Kedua macam awalan dan akhiran itu mempunyaikesamaan dalam maksudnya yang pokok, ialah membuatabstrak atau mujarad, tidak maujud atau lebih tidak maujudarti daripada kata dasarnya (Notonagoro, 1967: 39).

2) Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus,artinya terikat kepada barang sesuatu. Hakikat pribadiPancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila

89

yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai

agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat dan karakter yangmelekat pada bangsa Indonesia sehingga membedakanbangsa Indonesia dengan bangsa yang lain di dunia. Sifat-sifatdan ciri-ciri ini tetap melekat dan ada pada bangsa Indonesia.Hakikat pribadi inilah yang realisasinya sering disebutsebagai kepribadian, dan totalitas kongkritnya disebutkepribadian Pancasila.

3) Hakikat kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalamkenyataannya. Hakikat kongkrit Pancasila terletak padafungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalamrealisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalamwujud pelaksanaan praktis dalam kehidupan negara, bangsadan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan dan waktu. Dengan realisasi hakikatkongkrit itu, pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan negarasetiap hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesuai denganperkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman(Notonagoro, 1975: 58-61).

Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro(1967: 32) merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan sila-silaPancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:

1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur yang bersifathirarkis dan berbentuk piramidal

Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwasila-sila Pancasila memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yangada di atas menjadi landasan sila yang ada di bawahnya. Silapertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga,sila ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat melandasisila kelima. Pengertian matematika piramidal digunakan untukmenggambarkan hubungan hirarkis sila-sila Pancasila menurut

90

urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya

(kwalitas). Dengan demikian, diperoleh pengertian bahwamenurut urut-urutannya, setiap sila merupakan pengkhususandari sila-sila yang ada dimukanya.

Dalam susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhananyang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia,kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan YangMaha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yangmembangun, memelihara dan mengembangkan persatuanIndonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Demikianselanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandungsila-sila lainnya.

Secara ontologis, kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatusistem yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut, sebagaimana diungkapkan olehNotonagoro (1984: 61 dan 1975: 52, 57), bahwa hakikat adanyaTuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causaprima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasukmanusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagaiakibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun manusia adalahsebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara adalahlembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidupbersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengandemikian, negara adalah sebagai akibat adanya manusia yangbersatu (sila ketiga). Selanjutnya terbentuklah persekutuanhidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada hakikatnyamerupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintah.Rakyat adalah totalitas individu-individu dalam negara yangbersatu (sila keempat). Adapun keadilan yang pada hakikatnyamerupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima)

91

pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama

yang disebut negara.

2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang salingmengisi dan saling mengkualifikasi

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan puladalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalamkerangka hubungan hirarkis piramidal seperti di atas. Dalamrumusan ini, tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya ataudikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapanhubungan kesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila yangdipersatukan dengan rumusan hirarkis piramidal tersebut,berikut disampaikan kesatuan sila-sila Pancasila yang salingmengisi dan saling mengkualifikasi.

a) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalahKetuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia;

b) Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalahkemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yangberpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia;

c) Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yangber-Ketuhanan YME, berkemanusiaan yang adil danberadab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

d) Sila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,

92

adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab, yangberpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia;

e) Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiaadalah keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab, yangberkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaandalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro,1975: 43-44).[ ]

Daftar Pustaka

Abdul Gani, Ruslan, 1998, “Pancasila dan Reformasi”, Makalah

Seminar Nasional KAGAMA, 8 Juli 1998, Yogyakarta.

Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta.

Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

_____, 2002, Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup BangsaIndonesia, Paradigma, Yogyakarta.

Notonagoro, 1967, Beberapa Hal Mengenai FalsafahPancasila; Pengertian Inti-Isi Mutlak DaripadaPancasila Dasar Falsafah Negara, Pokok PangkalPelaksanaan Secara Murni Dan Konsekuen,Cetakan Kedua, Pancuran Tudjuh, Jakarta.

_________, 1983, Pancasila Secara Ilmiah Populer, CetakanKelima, Bina Aksara, Jakarta.

Salam, H. Burhanuddin, 1998, Filsafat Pancasilaisme,RinekaCipta, Jakarta.

Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973, Utilitarianism; Forand Against, Cambridge University Press, UnitedKingdom.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA1

Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dankedudukan, antara lain sebagai dasar negara, pandangan hidupbangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasilajuga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh karena itu, Pancasilasecara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atastindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektifkajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilaitersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun dankapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-ankarena merupakan komponen utuh yang terkristalisasi dalamPancasila. Meskipun para founding fathers mendapat pendidikandari Barat, namun causa materialis Pancasila digali danbersumber dari agama, adat dan kebudayaan yang hidup diIndonesia. Oleh karena itu, Pancasila yang pada awalnyamerupakan konsensus politik yang memberi dasar bagiberdirinya negara Indonesia, berkembang menjadi konsensusmoral yang digunakan sebagai sistem etika yang digunakanuntuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubunganberbangsa dan bernegara.

A. Apa itu Etika?Dalam percakapan sehari-hari dan dalam berbagai

tulisan sangat sering seseorang menyebut istilah etika,meskipun sangat sering pula seseorang menggunakannyasecara tidak tepat. Sebagai contoh penggunaan istilah ‘etika

1 Disampaikan dalam Seminar “Kurikulum/Modul Pembelajaran PendidikanJarak Jauh Pancasila”, yang diselenggarakan atas kerjasama UGM danDIKTI di Hotel Novotel Yogyakarta tanggal 28 November 2012.

93

94

pergaulan, etika jurnalistik, etika kedokteran’ dan lain-lain,padahal yang dimaksud adalah etiket, bukan etika. Etikaharus dibedakan dengan etiket. Etika adalah kajian ilmiahterkait dengan etiket atau moralitas. Dengan demikian,maka istilah yang tepat adalah etiket pergaulan, etiketjurnalistik, etiket kedokteran, dan lain-lain. Etiket secarasederhana dapat diartikan sebagai aturankesusilaan/sopan santun.

Secara etimologis (asal kata), etika berasal daribahasa Yunani, ethos, yang artinya watak kesusilaan atauadat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal daribahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berartiadat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moralmemiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari duakata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitasdigunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkanetika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada(Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata etikaadalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yangberarti perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20.)

B. Aliran-aliran Besar Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitudeontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memilikisudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatuperbuatan dikatakan baik atau buruk.

1. Etika DeontologiEtika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik

atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidakdengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibatdari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketikaseseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant

95

(1734-1804). Kant menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar

untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidakmenjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak danmenilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).

Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moraladalah sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadimanusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secarakategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itubaik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dantidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintahtanpa syarat (imperatif kategoris).

Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi,misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat yang harusdilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanyatujuan-tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secaramoral setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalahtindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologimenekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari olehmotivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkanpamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono,2008: 7).

Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalahkewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas. Setiaptindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasarioleh kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakanitu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dansungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakanyang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa adapaksaan dari luar.

96

2. Etika TeleologiPandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika

deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihatberdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etikateleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawabapabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan padadua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yanglain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi bersifatsituasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baikmeskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang lain.

Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos.Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi kewajiban seringsulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helmbagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokuspada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajibanmembayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karenakehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etikateleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik,beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak dipenuhi.

Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baikitu, baik menurut siapa? Apakah baik menurut pelaku ataumenurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapatdigolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme

a) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baikadalah tindakan yang berakibat baik untuk pelakunya.Secara moral setiap orang dibenarkan mengejarkebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atauburuk apabila membiarkan dirinya sengsara dandirugikan.

b) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatuperbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap

97

banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabilamendatangkan kemanfaatan yang besar danmemberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkinorang. Di dalam menentukan suatu tindakan yangdilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yangmemiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua darikemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan bagibanyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya besarnamun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orangsaja.

Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai ataunorma yang ada karena pandangan nilai dan normasangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiaptindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkanakan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagiankecil orang atau bahkan merugikan maka harus dicarialternatif-alternatif tindakan yang lain. Etikautilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadapberagam alternatif tindakan dan berorientasi padakemanfaatan yang besar dan yang menguntungkanbanyak orang. Utilitarians try to produce maximumpleasure and minimum pain, counting their own pleasureand pain as no more or less important than anyone else’s(Wenz, 2001: 86).

Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etikaegoisme, bahwa kemanfaatan banyak orang-lah yang lebihdiutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya,karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain.

Utilitarianisme, meskipun demikian, juga memilikikekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada enamkelemahan etika ini, yaitu:

98

(1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyakberarti akan ada sebagian masyarakat yangdirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikianutilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilanterutama terhadap minoritas.

(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihatkemanfaatan itu dari sisi yang kuantitas-materialistis, kurang memperhitungkan manfaatyang non-material seperti kasih sayang, nama baik,hak dan lain-lain.

(3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan darisegi material yang tentu terkait dengan masalahekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebuthal-hal yang ideal seperti nasionalisme, martabatbangsa akan terabaikan, misal atas namamemasukkan investor asing aset-aset negara dijualkepada pihak asing, atau atas nama meningkatkandevisa negara pengiriman TKW ditingkatkan. Halyang menimbulkan problem besar adalah ketikalingkungan dirusak atas nama untukmenyejahterakan masyarakat.

(4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etikautilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek,tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misaldalam persoalan lingkungan, kebijakan yangdilakukan sekarang akan memberikan dampaknegatif pada masa yang akan datang.

(5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggappenting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasihasil, maka tindakan yang melanggar nilai dannorma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnyaperjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.

(6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitanmenentukan mana yang lebih diutamakan

99

kemanfaatan yang besar namun dirasakan olehsedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebihbanyak dirasakan banyak orang meskipunkemanfaatannya kecil.

Menyadari kelemahan itu etika utilitarianismemembedakannya dalam dua tingkatan, yaitu utilitarianismeaturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka pertama, setiapkebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangandengan nilai dan norma atau tidak. Kalau bertentangan makakebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipunmemiliki kemanfaatan yang besar. Kedua, kemanfaatan harusdilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yangnon-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakanlingkungan dsb. Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikanperlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadaiuntuk memperkecil kerugian material dan non-material.

3. Etika KeutamaanEtika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan,

tidak juga mendasarkan pada penilaian moral padakewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi padapengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik,melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral inidibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatanbaik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi inidapat dibangun melalui cerita, sejarah yang didalamnyamengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiruoleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketikaterjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehinggakonsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dankeadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturansosial.

100

Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengancara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh,tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itusendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umumtentang karakter yang bermoral itu seperti apa.

Selanjutnya akan dibahas tentang etika Pancasilasebagai suatu aliran etika alternatif, baik dalam kontekskeindonesiaan maupun keilmuan secara lebih luas.

C. Etika PancasilaEtika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau

bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yangmendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan danpengembangan karakter moral, namun justru merangkum darialiran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yangmendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila,yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dankeadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabilatidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun jugasesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilaiPancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidupdalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaanbangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila jugabersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yangsangat mendasar dalam kehidupan manusia. Nilai yangpertama adalah ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisadikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkutnilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikanditurunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baikapabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukumTuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikanbahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah dan

101

hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antaramanusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaidah Tuhan tentang menjalinhubungan kasih sayang antarsesama akan menghasilkankonflik dan permusuhan. Pelanggaran kaidah Tuhan untukmelestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, danlain-lain

Nilai yang kedua adalah kemanusiaan. Suatuperbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilaikemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaanPancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin,jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebasmandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukumTuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusiadibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan,dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakanbaik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yangdidasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatandikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dankesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakanperbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belahpersatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akanmendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1),namun apabila perbuatan tersebut dapat memecahpersatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etikaPancasila bukan merupakan perbuatan baik.

Nilai yang keempat adalah kerakyatan. Dalam kaitandengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangatpenting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan danpermusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasipada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum

102

tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangatbaik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam silapertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKImenyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikankelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secaraargumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandanganminoritas ‘dimenangkan’ atas pandangan mayoritas.Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabiladisetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namunperbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yangdidasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah keadilan. Apabila dalam silakedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihatdalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilaikeadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada kontekssosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuaidengan prinsip keadilan masyarakat banyak. MenurutKohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utamabagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilanmengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dansama derajatnya dengan orang lain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, makaPancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilaiyang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistisdan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwakeberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasilamerupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-citabangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitaskehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoromerupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitunilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun,kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan danmunculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai ketuhananakan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.

103

Nilai kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong

menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain.Nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanandll. Nilai kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan,kesetaraan, dll. Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian,kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dll.

D. Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara(Studi Kasus Korupsi)

Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisisyang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial,hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu padakrisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badan-badan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupunyudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang seharusnyamengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yangdipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.

Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegangkunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moralsebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pulakrisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukupdiukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga darikekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasaradalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arahtindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga,yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.

Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentangprinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia

104

yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang

yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalamsikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak sukamenyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras,rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul daridalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasiamoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memilikimoralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitasindividu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehinggaakan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggidan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yangbersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun,moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan,kemerdekaan, dan sebagainya.

Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individudalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moralindividunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutamaterlihat pada bagaimana mereka berinteraksi denganmasyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantuseringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadibagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luarkelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidakcukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namunsesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lainsebagai manusia yang memiliki harkat dan martabatkemanusiaan yang sama.

Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangaterat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitasindividu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pulasebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketikahidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat

105

terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali

terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaanberisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yangbermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil.Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruhuntuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya,seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidakterpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yangbermoral buruk tersebut.

Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir keretakuda yang mampu mengarahkan ke mana kereta akan berjalan.Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana tujuanhendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arahyang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akandiarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanyauntuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untukkesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaanruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.

Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari parapendahulu kita yang berjuang demi meraih kemerdekaan.Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungimoralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka,meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buahperjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuanganmereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang DasarNegara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalamalinea-alineanya.

Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah haksegala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harusdihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan danperikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita

106

bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada

bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendirimerupakan pelanggaran atas moral mondial, yaituperikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknyapenjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.

Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara RepublikIndonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangatmendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimanamengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebutkemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilaikemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit foundingfathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karenarahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III). Adaperpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang salingberkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depandiperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilaiketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahalkarena semakin langka orang yang masih betul-betul memegangmoralitas tersebut. Namun dapat juga dikatakan sebagai barangmurah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanyadengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan (missing link)antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yangseharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telahdigadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta.Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian padasesama. Lalu bagaimana membangun kesadaran moral antikorupsi berdasarkan Pancasila?

Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan,keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidakbermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku

107

Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di

Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi.Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melaluiberagam cara/pendekatan, yang dalam hal ini sayamenggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal.Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dariluar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ oranguntuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnyahukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakanhukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparatpenegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi.Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yanganti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untukmelakukan korupsi. Adapun kekuatan internal adalah kekuatanyang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatanmelalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuatterutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwaanti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolahmaupun non-formal di luar sekolah.

Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsiberdasar Pancasila adalah membangun mentalitas melaluipenguatan eksternal dan internal tersebut dalam dirimasyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapatdilakukan melalui pendidikan kepribadian termasuk didalamnya pendidikan Pancasila. Melihat realitas di kelas bahwamata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai matakuliah yang membosankan, maka dua hal pokok yang harusdibenahi adalah materi dan metode pembelajaran. Materi harusselalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovatifmenggunakan metode-metode pembelajaran yangdikembangkan. Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harusmenyentuh aspek afektif dan konatif.

108

Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati

dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi.Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagaimakhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabatdirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri danketidakmampuan untuk menahan diri melakukan kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibandingkebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangkapanjang. Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukansecara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan.

Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secaraeksistensial akan menempatkan manusia pada posisi yang sangattinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki eksistensialmanusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaanterhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagiadalah penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggiadalah penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai makhlukciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akanmerendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akanmenyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari pemahamandan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untukdiatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan meninggalkanyang dilarang-Nya.

Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memangtidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasilamerupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satudengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatanmoral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputinilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan

109

keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam

seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalampemberantasan korupsi.

Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas palingefektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikaninformal di keluarga harus menjadi landasan utama dankemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarakat. Peran media juga sangat penting karenamemiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagimasyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsadan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetapberkepribadian Indonesia.[ ]

Daftar Pustaka

Keraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas,Jakarta.

Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap Perkembangan Moral,Kanisius, Yogyakarta.

Kuswanjono, Arqom, 2008, ”Etika Keanekaragaman Hayati”,Makalah Seminar Nasional “Bioetika Lingkungan”, TrainingCenter Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 21 Juli 2008.

Mubarak, Zakky, 2008, Mata Kuliah Pengembangan KepribadianTerintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekertidan Masyarakat. Depok, Lembaga Penerbit FE UI.

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011, PendidikanAnti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan danKebudayaan RI.

110

Wenz, Peter S., 2001, Environmental Ethics Today, Oxford

University Press, New York.

Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers,Jakarta.

PANCASILASEBAGAI DASAR NILAIPENGEMBANGAN ILMU

A. PendahuluanAndaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu

konsisten akan janji awalnya ditemukan ilmu, yaitu untukmencerdaskan manusia, memartabatkan manusia danmensejahterakan manusia, maka pengembangan ilmu yangdidasarkan pada kaidah-kaidah keilmuannya sendiri takperlu menimbulkan ketegangan-ketegangan antara ilmu(teknologi) dan masyarakat.

Fakta yang kita saksikan saat ini ilmu-ilmu empirismendapatkan tempatnya yang sentral dalam kehidupanmanusia karena dengan teknologi modern yangdikembangkannya dapat memenuhi kebutuhan praktishidup manusia. Ilmu-ilmu empiris tersebut tumbuh danberkembang dengan cepat melebihi ritme pertumbuhandan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidakdiimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat,khususnya di Indonesia.

Teknologi telah merambah berbagai bidangkehidupan manusia secara ekstensif dan mempengaruhisendi-sendi kehidupan manusia secara intensif, termasukmerubah pola pikir dan budaya manusia, bahkan nyarismenggoyahkan eksistensi kodrati manusia sendiri(Iriyanto, 2005). Misalnya, anak-anak sekarang denganalat-alat permainan yang serba teknologis sepertiplaystation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat hakikatkodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat permainantersebut secara sendirian. Mereka tidak sadar dengankehidupan yang termanipulasi teknologi menjadi manusiaindividualis. Masih terdapat banyak persoalan akibat

111

112

teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyatamanfaat teknologi tidak dapat dipungkiri.

Problematika keilmuan dalam era millenium ketigaini tidak terlepas dari sejarah perkembangan ilmu padamasa-masa sebelumnya. Karena itu untuk mendapatkanpemahaman yang komprehensif perlu dikaji aspekkesejarahan dan aspek-aspek lainnya terkait dengan ilmudan teknologi. Dari sini, problematika keilmuan dapatsegera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasarnilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai iniharus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupanyang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat, yang sudahmengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakatIndonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.

B. Ilmu dalam perspektif historisIlmu pengetahuan berkembang melangkah secara

bertahap menurut dekade waktu dan menciptakanjamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, Abad Tengah,Abad Modern, sampai Abad Kontemporer

Masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6M) saat ilmupengetahun lahir, kedudukan ilmu pengetahuan identikdengan filsafat memiliki corak mitologis. Alam denganberbagai aturannya diterangkan secara theogoni, bahwaada peranan para dewa yang merupakan unsur penentusegala sesuatu yang ada. Bagaimana pun corak mitologis initelah mendorong upaya manusia terus menerobos lebihjauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatuyang eka, tetap, dan abadi, di balik yang bhineka, berubahdan sementara ( T. Yacob, 1993).

Setelah timbul gerakan demitologisasi yangdipelopori filsuf pra-Sokrates, yaitu dengan kemampuanrasionalitasnya maka filsafat telah mencapai puncakperkembangan, seperti yang ditunjukkan oleh trio filsuf

113

besar : Socrates, Plato dan Aristoteles. Filsafat yang semulabersifat mitologis berkembang menjadi ilmu pengetahuanyang meliputi berbagai macam bidang. Aristoteles membagiilmu menjadi ilmu pengetahuan poietis (terapan), ilmupengetahuan praktis (etika, politik) dan ilmu pengetahuanteoretik. Ilmu pengetahuan teoretik dibagi menjadi ilmualam, ilmu pasti dan filsafat pertama atau kemudian disebutmetafisika.

Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M), pascaAristoteles filsafat Yunani Kuno menjadi ajaran praksis,bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa,Epicuri, dan Plotinus. Semua hal tersebut bersamaandengan pudarnya kekuasaan Romawi yang mengisyaratkanakan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harusmengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besaryang berpengaruh saat itu, yaitu Augustinus dan ThomasAquinas, pemikiran mereka memberi ciri khas pada filsafatAbad Tengah. Filsafat Yunani Kuno yang sekuler kinidicairkan dari antinominya dengan doktrin gerejani, filsafatmenjadi bercorak teologis. Biara tidak hanya menjadi pusatkegiatan agama, tetapi juga menjadi pusat kegiatanintelektual. Bersamaan dengan itu kehadiran para filsufArab tidak kalah penting, seperti: Al Kindi, Al Farabi, IbnuSina, Ibnu Rusyd, Al Gazali, yang telah menyebarkan filsafatAristoteles dengan membawanya ke Cordova (Spanyol)untuk kemudian diwarisi oleh dunia Barat melalui kaumPatristik dan kaum Skolastik. Wells dalam karyanya TheOutline of History (1951) mengatakan, “Jika orang Yunaniadalah Bapak metode ilmiah, maka orang muslim adalahBapak angkatnya”.

Muncullah Abad Modern (abad ke-18-19 M) dengandipelopori oleh gerakan Renaissance di abad ke-15 dandimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18,melalui langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki

114

tahap baru atau modern. Kepeloporan revolusioner yangtelah dilakukan oleh anak-anak Renaissance danAufklaerung seperti: Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasiyang amat luas dan mendalam. Di satu pihak otonomibeserta segala kebebasannya telah dimiliki kembali olehumat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudianmengarahkan hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatukehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semulamerupakan koloni dan subkoloni agama dan gereja. Agamayang semula menguasai dan manunggal dengan filsafatsegera ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing berdirimandiri dan berkembang menurut dasar dan arahpemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985)

Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggalkanoleh ilmu-ilmu cabang yang dengan metodologinya masing-masing mengembangkan spesialismenya sendiri-sendirisecara intens. Lepasnya ilmu-ilmu cabang dari batangfilsafatnya diawali oleh ilmu-ilmu alam atau fisika, melaluitokoh-tokohnya:1) Copernicus (1473-1543) dengan astronominya

menyelidiki putaran benda-benda angkasa. Karyanya deRevolutionibus Orbium Caelistium yang kemudiandikembangakan oleh Galileo Galilei (1564-1642) danJohanes Kepler (1571-1630), ternyata telahmenimbulkan revolusi tidak hanya di kawasan ilmupengetahuan saja, tetapi juga di masyarakat denganimplikasinya yang amat jauh dan mendalam.

2) Versalius (1514 -1564) dengan karyanya De HumaniCorporis Fabrica telah melahirkan pembaharuanpersepsi dalam bidang anatomi dan biologi.

3) Isaac Newtown (1642-1727) melalui Philosopie NaturalisPrincipia Mathematica telah menyumbangkan bentukdefinitif bagi mekanika klasik.

115

Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan ilmusosial dengan gaya semacam itu mencapai bentuknyasecara definitif melalui kehadiran Auguste Comte (1798-1857) dengan Grand Theory-nya yang digelar dalam karyautama Cours de Philosophie Positive yang mengajarkanbahwa cara berfikir manusia dan juga masyarakat di manapun akan mencapai puncaknya pada tahap positif, setelahmelampaui tahap teologik dan metafisik. Istilah positifdiberi arti eksplisit dengan muatan filsafati, yaitu untukmenerangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslahkonkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan (TimDosen Filsafat Ilmu UGM, 1997).

Metode observasi, eksperimentasi, dan komparasiyang dipelopori Francis Bacon (1651-1626) telah semakinmendorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.Semua itu memberi isyarat bahwa dunia Barat telahberhasil melakukan tinggal landas untuk mengarungidirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi.

Battle cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa“knowledge is power” bukan sekedar mitos, melainkansudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikappandang manusia yang meyakini kemampuanrasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masadepan, dan dengan optimismenya menguasai, berinovasisecara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam.Didukung oleh roh kebebasan Renaissance dan Aufklaerung,menjadikan masyarakat Barat sebagai masyarakat yangtiada hari tanpa temuan-temuan baru, muncul secarahistoris kronologis berurutan dan berdampingan sebagaialternatif.

Revolusi ilmu pengetahuan memasuki AbadKontemporer (abad ke-20-sekarang) berkat teorirelativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton(semula sudah mapan) di samping teori kuantumnya yang

116

telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifatdasar dan perilaku materi. Sedemikian rupa sehingga parapakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, danberhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti:astronomi, fisika, kimia, biologi molekuler, hasilnya sepertiyang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini (Sutardjo,1982).

Optimisme bersamaan dengan pesimisme merupakansikap manusia masa kini dalam menghadapi perkembanganilmu pengetahuan dengan penemuan-penemuanspektakulernya. Di satu pihak telah meningkatkan fasilitashidup yang berarti menambah kenikmatan. Namun di pihaklain gejala-gejala adanya malapetaka, bencana alam(catastrophe) menjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yang cukup fatal.

Berdasarkan gejala yang dihadapi oleh masing-masing cabang ilmu, Auguste Comte dalam sebuahEnsiklopedi menyusun hirarki ilmu pengetahuan denganmeletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabangilmu. Di atas matematika secara berurutan ditunjukkanilmu astronomi, fisika, kimia, biologi dan fisika sosial atausosiologi. Ia menjelaskan bahwa sampai dengan ilmu kimia,suatu tahapan positif telah dapat dicapai, sedangkan biologidan fisika sosial masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilaitheologis dan metafisis.

Pemikiran Auguste Comte tersebut hingga kinimenjadi semakin aktual dan relevan untuk mendukungsikap pandang yang meyakini bahwa masyarakat industrisebagai tolok ukur bagi tercapainya modernisasi, makaharus disiapkan melalui penguasaan basic science, yaitumatematika, fisika, kimia, dan biologi dengan penyediaandana dan fasilitas dalam skala prioritas utama (KoentoWibisono, 1985).

117

Bersamaan dengan itu logico positivisme, yaitu sebuahmodel epistemologi yang dalam langkah-langkahprogresinya menempuh jalan : observasi, eksperimentasi,dan komparasi, sebagaimana diterapkan dalam penelitianilmu alam, mendapatkan apresiasi yang berlebihansehingga model ini juga mulai dikembangkan dalampenelitian-penelitian ilmu-ilmu sosial.

Logico positivisme merupakan model atau teknikpenelitian yang menggunakan presisi, verifiabilitas,konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal,bermaksud agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksidengan derajat ketepatan optimal pula. Dengan demikiankeberhasilan dan kebenaran ilmiah diukur secarapositivistik. Dalam arti yang benar dan yang nyata haruslahkonkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.Akibatnya adalah bahwa dimensi-dimensi kehidupan yangabstrak dan kualitatif yang justru menjadi basis eksistensikehidupan manusia menjadi terabaikan atau terlepas daripengamatan. Kebenaran dan kenyataan diukur sertadimanipulasikan secara positivistitik kuantitatif. Keresahandan penderitaan seseorang atau masyarakat tidaktersentuh. Masalah objektivitas menjadi tema-temaunggulan dalam kehidupan keseharian manusia saat ini,dengan mengandalkan penjelasan validitas kebenarannyasecara matematis melalui angka-angka statistik. Langkahmetodis semacam ini sering penuh dengan rekayasa dankuantifikasi yang dipaksakan sehingga tidak menjangkauakar-akar permasalahannya

Kritik dan koreksi terhadap positivisme banyakdilancarkan, karena sifatnya yang naturalistik dandeterministik. Manusia dipandang hanya sebagai dependentvariable, dan bukan sebagai independent variable. Manusiabukan lagi pelaku utama yang menentukan, tetapi objekyang diperlakukan oleh ilmu dan teknologi.

118

Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukan klasifikasi,membagi ilmu ke dalam Natuurwissenchaft danGeisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagai Science ofthe World menggunakan metode Erklaeren, sedangkankelompok kedua adalah Science of Geist menggunakanmetode Verstehen. Kemudian Juergen Habermas, salahseorang tokoh mazhab Frankfrut (Jerman) mengajukanklasifikasi lain lagi dengan the basic human interest sebagaidasar, dengan mengemukakan klasifikasi ilmu-ilmuempiris-analitis, sosial-kritis dan historis-hermeneutik,yang masing-masing menggunakan metode empiris,intelektual rasionalistik, dan hermeneutik (Van Melsen,1985).

Adanya faktor heuristik mendorong lahirnya cabang-cabang ilmu yang baru seperti : ilmu lingkungan, ilmukomputer, futurologi, sehingga berapapun jumlahpengklasifikasian pasti akan kita jumpai, seperti yang kitalihat dalam kehidupan perguruan tinggi dengan munculnyaberbagai macam fakultas dan program studi yang baru.

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasaini beserta anak-anak kandungnya, yaitu teknologi bukansekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kinitelah menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari hargadiri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin survivalsuatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapaikemajuan (progress) dan kedigdayaan (power) yangdibutuhkan dalam hubungan antar sesama bangsa. Dalamkedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telahmenyentuh semua segi dan sendi kehidupan secaraekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusiasecara intensif. Fenomena perubahan tersebut tercermindalam masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalamimasa transisi simultan, yaitu:

119

1) Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisionalmenuju masyarakat dengan budaya industri modern.Dalam masa transisi ini peran mitos mulai diambil aliholeh logos (akal pikir). Bukan lagi melalui kekuatankosmis yang secara mitologis dianggap sebagai penguasaalam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekuatanpenalarannya yang handal dijadikan kerangka acuanuntuk meramalkan dan mengatur kehidupan. Pandanganmengenai ruang dan waktu, etos kerja, kaidah-kaidahnormatif yang semula menjadi panutan, bergesermencari format baru yang dibutuhkan untuk melayanimasyarakat yang berkembang menuju masyarakatindustri. Filsafat “sesama bus kota tidak boleh salingmendahului” tidak berlaku lagi. Sekarang yang dituntutadalah prestasi, siap pakai, keunggulan kompetitif,efisiensi dan produktif-inovatif-kreatif.

2) Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budayanasional kebangsaan. Puncak-puncak kebudayaandaerah mencair secara konvergen menuju satu kesatuanpranata kebudayaan demi tegak-kokohnya suatu negarakebangsaan (nation state) yang berwilayah dari Sabangsampai Merauke. Penataan struktur pemerintahan,sistem pendidikan, penanaman nilai-nilai etik dan moralsecara intensif merupakan upaya serius untuk membinadan mengembangkan jati diri sebagai satu kesatuanbangsa.

3) Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menujubudaya global-mondial. Visi, orientasi, dan persepsimengenai nilai-nilai universal seperti hak azasi,demokrasi, keadilan, kebebasan, masalah lingkungandilepaskan dalam ikatan fanatisme primordial kesukuan,kebangsaan atau pun keagamaan, kini mengendormenuju ke kesadaran mondial dalam satu kesatuansintesis yang lebih konkret dalam tataran operasional.

120

Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namuntetap mentoleransi adanya pluriformitas sebagaimanadigerakkan oleh paham post-modernism.

Implikasi globalisasi menunjukkan pulaberkembangnya suatu standarisasi yang sama dalamkehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahandi mana pun, terlepas dari sistem ideologi atau sistemsosial yang dimiliknya. Dipertanyakan apakah hak-hakazasi dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakahkebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya,bagaimana lingkungan hidup dikelola.

Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadisemakin kompleks, karena masyarakat hidup denganstandar ganda. Di satu pihak sementara orang inginmempertahankan nilai-nilai budaya lama yangdiimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru yangkemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan (sub-culture), sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakanyang bersifat melawan terhadap perubahan-perubahanyang dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan keresahandari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dantergusur dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yangdisebut sebagai budaya tandingan (counter-culture).

C. Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuanMelalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya

pemahaman tentang sejarah kelahiran dan perkembanganilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmupengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspekfenomenal dan aspek struktural.

Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmupengetahuan mewujud/memanifestasikan dalam bentukmasyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmupengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat

121

atau kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannyabegitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurutpartadigma Merton disebut universalisme, komunalisme,dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses,ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas ataukegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untukmenggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian,eksperimen, ekspedisi, seminar, konggres. Sedangkansebagai produk, ilmu pengetahuan menampakkan dirisebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori,ajaran, paradigma, temuan-temuan lain sebagaimanadisebarluaskan melalui karya-karya publikasi yangkemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.

Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmupengetahuan di dalamnya terdapat unsur-unsur sebagaiberikut.1) Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui

(Gegenstand)2) Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan

suatu cara (metode) tertentu tanpa mengenal titik henti.Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang akanterus berkembang justru muncul permasalahan-permasalah baru yang mendorong untuk terus menerusmempertanyakannya.

3) Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan.

4) Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusundalam suatu kesatuan sistem (Koento Wibisono, 1985).

Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitasmanusia Barat mempercayai akan kemampuan rasio yangmenjadikan mereka optimis, bahwa segala sesuatu dapatdiketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini,mereka selalu berpetualang untuk melakukan penelitiansecara kreatif dan inovatif.

122

Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuanadalah rasional, antroposentris, dan cenderung sekuler,dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbarakademis).

Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dannegatif. Positif, dalam arti kemajuan ilmu pengetahuantelah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan(progress, improvement) dengan teknologi yangdikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusiauntuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisik-material.

Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorongberkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkankehidupan manusia sendiri.

Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmu pengetahuandan teknologi telah mempunyai kedudukan substantifdalam kehidupan manusia saat ini. Dalam kedudukansubstantif itu ilmu pengetahuan dan teknologi telahmenjangkau kehidupan manusia dalam segala segi dansendinya secara ekstensif, yang pada gilirannya ilmupengetahuan dan teknologi merubah kebudayaan manusiasecara intensif.

D. Pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmupengetahuan

Melalui teori relativitas Einstein paradigmakebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari paradigmalama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalumembangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah.Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi,bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itudidasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis,

123

sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannyailmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaanterhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntutmencari alternatif-alternatif pengembangannya melaluikajian, penelitian eksperimen, baik mengenai aspekontologis epistemologis, maupun ontologis.

Karena setiap pengembangan ilmu paling tidakvaliditas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapatdipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidahkeilmuan (context of justification) maupun berdasarkansistem nilai masyarakat di mana ilmu ituditemukan/dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlahpilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi danaksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilarfilosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat,dan bersifat integratif serta prerequisite/salingmempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkanpada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.1. Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan(eksistensi).a) Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual

atau plural (monisme, dualisme, pluralisme )b) Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat,

mutu dari sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalismedan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasanbagi penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis, danmembantu terciptanya komunikasi interdisipliner danmultidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan,batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu.Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditanganioleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada

124

kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmuekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik,sosiologi.2. Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika teentang sumberpengetahuan, sumber kebenaran, cara memperolehkebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasarkebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalamanepistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita : (a)sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahandisiplin ilmu tertentu (b) memberi kerangka acuanmetodologis pengembangan ilmu (c) mengembangkanketrampilan proses (d) mengembangkan daya kreatif daninovatif.3. Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangannilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan,penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalamanaksiologis dapat memberikan dasar dan arahpengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuanseorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno,2009).

Landasan pengembangan ilmu secara imperatifmengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yangbersifat integratif dan prerequisite. Berikut ilustrasinyadalam bagan 1.

125

Bagan 1. Landasan PengembanganIlmu Pengetahuan

E. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah

1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya,terlepas dari faktor-faktor subjektif (misal : perasaan,keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita) .

2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapatdipahami dan diterima oleh orang lain. Mencobamelepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinandan otorita.

3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azaslogika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidakmengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiappemikiran logis selalu rasional, begitu sebaliknya yangrasional pasti logis.

4) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metodekeilmuan yang khas dalam setiap berfikir danbertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis,hermeneutik, intuitif).

5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindakmenggunakan tahapan langkah prioritas yang jelas dan

126

saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arahtujuan yang jelas.

F. Masalah nilai dalam IPTEK

1. Keserbamajemukan ilmu pengetahuandan persoalannya

Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusiadewasa ini adalah keserbamajemukan ilmu itu sendiri. Ilmupengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengatakaninilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang dapatmengatasi problem manusia dewasa ini. Berbeda denganilmu pengetahuan masa lalu lebih menunjukkankeekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada awalperkembangan ilmu pengetahuan berada dalam kesatuanfilsafat.

Proses perkembangan ini menarik perhatian karenajustru bertentangan dengan inspirasi tempat pengetahuanitu sendiri, yaitu keinginan manusia untuk mengadakankesatuan di dalam keserbamajemukan gejala-gejala didunia kita ini. Karena yakin akan kemungkinannya makatimbullah ilmu pengetahuan. Secara metodis dan sistematismanusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahamihubungan antara gejala-gejala yang satu dengan yang lainsehingga bisa ditentukan adanya keanekaan di dalamkebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmupengetahuan berkembang ke arah keserbamajemukanilmu.

a) Mengapa timbul spesialisasi?Mengapa spesialisasi ilmu semakin meluas? Misalnya

dalam ilmu kedokteran dan ilmu alam. Makin meluasnyaspesialisasi ilmu dikarenakan ilmu dalam perjalanannyaselalu mengembangkan macam metode, objek dan tujuan.Perbedaan metode dan pengembangannya itu perlu demi

127

kemajuan tiap-tiap ilmu. Tidak mungkin metode dalamilmu alam dipakai memajukan ilmu psikologi. Kalaupsikologi mau maju dan berkembang harusmengembangkan metode, objek dan tujuannya sendiri.Contoh ilmu yang berdekatan, biokimia dan kimia umumkeduanya memakai ”hukum” yang dapat dikatakan sama,tetapi seorang sarjana biokimia perlu pengetahuan susunanbekerjanya organisme-organisme yang tidak dituntut olehseorang ahli kimia organik. Hal ini agar supaya biokimiasemakin maju dan mendalam, meskipun tidak diingkariantara keduanya masih mempunyai dasar-dasar yang sama.

Spesialisasi ilmu memang harus ada di dalam satucabang ilmu, namun kesatuan dasar azas-azas universalharus diingat dalam rangka spesialisasi. Spesialisasi ilmumembawa persoalan banyak bagi ilmuwan sendiri danmasyarakat. Ada kalanya ilmu itu diterapkan dapatmemberi manfaat bagi manusia, tetapi bisa sebaliknyamerugikan manusia. Spesialisasi di samping tuntutankemajuan ilmu juga dapat meringankan beban manusiauntuk menguasai ilmu dan mencukupi kebutuhan hidupmanusia. Seseorang tidak mungkin menjadi generalis, yaitumenguasai dan memahami semua ilmu pengetahuan yangada (Sutardjo, 1982).

b) Persoalan yang timbul dalam spesialisasiSpesialisasi mengandung segi-segi positif, namun

juga dapat menimbulkan segi negatif. Segi positif ilmuwandapat lebih fokus dan intensif dalam melakukan kajian danpengembangan ilmunya. Segi negatif, orang yangmempelajari ilmu spesialis merasa terasing daripengetahuan lainnya. Kebiasaan cara kerja fokus danintensif membawa dampak ilmuwan tidak maubekerjasama dan menghargai ilmu lain. Seorang spesialisbisa berada dalam bahaya mencabut ilmu pengetahuannyadari rumpun keilmuannya atau bahkan dari peta ilmu,

128

kemudian menganggap ilmunya otonom dan palinglengkap. Para spesialis dengan otonomi keilmuannyasehingga tidak tahu lagi dari mana asal usulnya, sumbanganapa yang harus diberikan bagi manusia dan ilmu-ilmulainnya, dan sumbangan apa yang perlu diperoleh dariilmu-ilmu lain demi kemajuan dan kesempurnaan ilmuspesialis yang dipelajari atau dikuasai.

Bila keterasingan yang timbul akibat spesialisasi ituhanya mengenai ilmu pengetahuan tidak sangat berbahaya.Namun bila hal itu terjadi pada manusianya, makaakibatnya bisa mengerikan kalau manusia sampai terasingdari sesamanya dan bahkan dari dirinya karenaterbelenggu oleh ilmunya yang sempit. Dalam praktik-praktik ilmu spesialis kurang memberikan orientasi yangluas terhadap kenyataan dunia ini, apakah dunia ekonomi,politik, moral, kebudayaan, ekologi dll.

Persoalan tersebut bukan berarti tidak terpecahkan,ada kemungkinan merelativisir jika ada kerjasama ilmu-ilmu pengetahuan dan terutama di antara ilmuwannya. Halini tidak akan mengurangi kekhususan tiap-tiap ilmupengetahuan, tetapi akan memudahkan penempatan tiap-tiap ilmu dalam satu peta ilmu pengetahuan manusia.Keharusan kerjasama ilmu sesuai dengan sifat sosialmanusia dan segala kegiatannya. Kerjasama seperti ituakan membuat para ilmuwan memiliki cakrawala pandangyang luas dalam menganalisis dan melihat sesuatu. Banyaksegi akan dipikirkan sebelum mengambil keputusan akhirapalagi bila keputusan itu menyangkut manusia sendiri.

2. Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapanilmu pengetahuan

Tema ini membawa kita ke arah pemikiran: (a)apakah ada kaitan antara moral atau etika dengan ilmupengetahuan, (b) saat mana dalam pengembangan ilmu

129

memerlukan pertimbangan moral/etik? Akhir-akhir inibanyak disoroti segi etis dari penerapan ilmu danwujudnya yang paling nyata pada jaman ini adalahteknologi, maka pertanyaan yang muncul adalah mengapakita mau mengaitkan soal etika dengan ilmu pengetahuan?Mengapa ilmu pengetahuan yang makin diperkembangkanperlu ”sapa menyapa” dengan etika? Apakah adaketegangan ilmu pengetahuan, teknologi dan moral?

Untuk menjelaskan permasalahan tersebut ada tigatahap yang perlu ditempuh. Pertama, kita melihatkompleksitas permasalahan ilmu pengetahuan danteknologi dalam kaitannya dengan manusia. Kedua,membicarakan dimensi etis serta kriteria etis yang diambil.Ketiga, berusaha menyoroti beberapa pertimbangansebagai semacam usulan jalan keluar dari permasalahanyang muncul.

a) Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi

Kalau perkembangan ilmu pengetahuan sungguh-sungguh menepati janji awalnya 200 tahun yang lalu, pastiorang tidak akan begitu mempermasalahkan akibatperkembangan ilmu pengetahuan. Bila penerapan ilmubenar-benar merupakan sarana pembebasan manusia dariketerbelakangan yang dialami sekitar 1800-1900-andengan menyediakan ketrampilan ”know how” yangmemungkinkan manusia dapat mencari nafkah sendiritanpa bergantung pada pemilik modal, maka pendapatbahwa ilmu pengetahuan harus dikembangkan atas dasarpatokan-patokan ilmu pengetahuan itu sendiri (secaramurni) tidak akan mendapat kritikan tajam seperti padaabad ini.

Namun dewasa ini menjadi nyata adanyaketerbatasan ilmu pengetahuan itu menghadapi masalah-masalah yang menyangkut hidup serta pribadi manusia.

130

Misalnya, menghadapi soal transplantasi jantung,pencangkokan genetis, problem mati hidupnya seseorang,ilmu pengetahuan menghadapi keterbatasannya. Ia butuhkerangka pertimbangan nilai di luar disiplin ilmunyasendiri.

Kompleksitas permasalahan dalam pengembanganilmu dan teknologi kini menjadi pemikiran serius, terutamapersoalan keterbatasan ilmu dan teknologi dan akibat-akibatnya bagi manusia. Mengapa orang kemudianberbicara soal etika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi?

b) Akibat teknologi pada perilaku manusiaAkibat teknologi pada perilaku manusia muncul

dalam fenomen penerapan kontrol tingkah laku (behaviourcontrol). Behaviour control merupakan kemampuan untukmengatur orang melaksanakan tindakan seperti yangdikehendaki oleh si pengatur (the ability to get some one todo one’s bidding). Pengembangan teknologi yang mengaturperilaku manusia ini mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis seperti berikut.(1) Penemuan teknologi yang mengatur perilaku ini

menyebabkan kemampuan perilaku seseorang diubahdengan operasi dan manipulasi syaraf otak melalui”psychosurgery’s infuse” kimiawi, obat bius tertentu.Electrical stimulation of the brain (E S B) : shock listriktertentu. Teknologi baru dalam bidang psikologi seperti“dynamic psychoteraphy” mampu merangsang secarabaru bagian-bagian penting, sehingga kelakuan bisadiatur dan disusun. Kalau begitu kebebasan bertindakmanusia sebagai suatu nilai diambang kemusnahan.

(2) Makin dipacunya penyelidikan dan pemahamanmendalam tentang kelakuan manusia, memungkinkanadanya lubang manipulasi, entah melalui iklan ataumedia lain.

131

(3) Pemahaman “njlimet” tingkah laku manusia demitujuan ekonomis, rayuan untuk menghirup kebutuhanbaru sehingga bisa mendapat untung lebih banyak,menyebabkan penggunaan media (radio, TV) untukmengatur kelakuan manusia.

(4) Behaviour control memunculkan masalah etis bilakelakuan seseorang dikontrol oleh teknologi dan bukanoleh si subjek itu sendiri. Konflik muncul justru karena sipengatur memperbudak orang yang dikendalikan,kebebasan bertindak si kontrol dan diarahkan menurutkehendak si pengontrol.

(5) Akibat teknologi pada eksistensi manusiadilontarkan oleh Schumacher. Bagi Schumachereksistensi sejati manusia adalah bahwa manusia menjadimanusia justru karena ia bekerja. Pekerjaan bernilaitinggi bagi manusia, ia adalah ciri eksistensial manusia,ciri kodrat kemanusiaannya. Pemakaian teknologimodern condong mengasingkan manusia darieksistensinya sebagai pekerja, sebab di sana manusiatidak mengalami kepuasan dalam bekerja. Pekerjaantangan dan otak manusia diganti dengan tenaga-tenagamesin, hilanglah kepuasan dan kreativitas manusia (T.Yacob, 1993).

3. Beberapa pokok nilai yang perlu diperhatikandalam pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi

Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan danteknologi dikembangkan secara konkrit, unsur-unsur manayang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi dalam masyarakat agarmasyarakat itu tetap manusiawi.a) Rumusan hak azasi merupakan sarana hukum untuk

menjamin penghormatan terhadap manusia. Individu-

132

individu perlu dilindungi dari pengaruh penindasanilmu pengetahuan.

b) Keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomisebagai hal yang mutlak. Perkembangan teknologisudah membawa akibat konsentrasi kekuatan ekonomimaupun politik. Jika kita ingin memanusiawikanpengembangan ilmu dan teknologi berarti bersediamendesentralisasikan monopoli pengambilankeputusan dalam bidang politik, ekonomi. Pelaksanaankeadilan harus memberi pada setiap individukesempatan yang sama menggunakan hak-haknya.

c) Soal lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhakmenguras/mengeksploitasi sumber-sumber alam danmanusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibatnyapada seluruh masyarakat. Ekologi mengajar kita bahwaada kaitan erat antara benda yang satu dengan bendayang lain di alam ini.

d) Nilai manusia sebagai pribadi. Dalam dunia yangdikuasai teknik, harga manusia dinilai dari tempatnyasebagai salah satu instrumen sistem administrasikantor tertentu. Akibatnya manusia dinilai bukansebagai pribadi tapi lebih dari sudut kegunaannya atauhanya dilihat sejauh ada manfaat praktisnya bagi suatusistem. Nilai sebagai pribadi berdasar hubungansosialnya, dasar kerohanian dan penghayatan hidupsebagai manusia dikesampingkan. Bila pengembanganilmu dan teknologi mau manusiawi, perhatian padanilai manusia sebagai pribadi tidak boleh kalah olehmesin. Hal ini penting karena sistem teknokrasicenderung dehumanisasi ( T. Yacob, 1993).

133

G. Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam StrategiPengembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi

Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnyaselalu bermuara pada kehidupan manusia maka perlumempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yangtepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu danteknologi memberi manfaat mensejahterakan danmemartabatkan manusia.

Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secaraimperatif kita meletakkan Pancasila sebagai dasar nilaipengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diIndonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkanPancasila suatu sumber orientasi dan arah pengembanganilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilaimengandung dimensi ontologis, epistemologis danaksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuansebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yangtidak mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”.Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat,proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilaiPancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dantolok ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandungnilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalahsila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk ituilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh,mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasikondusif baik struktural maupun kultural. Ilustrasinyadapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.

134

Bagan 2. Strategi Pengembangan IPTEKPancasila Sebagai Dasar Nilai

Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasilaadalah sebagai berikut.1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu

pengetahuan menciptakan perimbangan antara yangrasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila inimenempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannyadan bukan pusatnya.

2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arahdan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmudikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untukkemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, lapisantertentu.

3) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikanuniversalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga suprasistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem.Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk

135

kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidakmengganggu integrasi.

4) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmahkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan danteknologi berevolusi sendiri dengan leluasa.Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmupengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkansecara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitiansampai penerapan massal.

5) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilandistributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif.Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antarakepentingan individu dan masyarakat, karenakepentingan individu tidak boleh terinjak olehkepentingan semu. Individualitas merupakan landasanyang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologiharus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila.Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan iamerupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yangmenjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasilasebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai padapenyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuanatau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diriseseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasidengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri,khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilaibudaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yangberbudaya.[ ]

136

Daftar Pustaka

Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat Ilmu,Pascasarjana, Semarang

Kunto Wibisono, 1985, Arti Perkembangan MenurutPositivisme, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Sutardjo, 1992, Problematika Perkembangan IlmuPengetahuan dan Teknologi, Tarsito, Bandung.

T. Yacob, 1993, Manusia, Ilmu dan Teknologi, PT. TiaraWacana, Yogyakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1997, Pengantar FilsafatIlmu, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

Van Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan dan TanggungjawabKita, Kanisius, Yogyakarta.

Van Peursen, 1987, Susunan Ilmu Pengetahuan, Kanisius,Yogyakarta

137