pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan...

116
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBINA KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI PANTI ASUHAN NURUL AMAL KRAMAT JATI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh Putri Rahmawati NIM 1113011000021 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 / 1439 H

Upload: dangngoc

Post on 13-Mar-2019

262 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBINA

KECERDASAN EMOSIONAL ANAK

DI PANTI ASUHAN NURUL AMAL KRAMAT JATI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Putri Rahmawati

NIM 1113011000021

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 / 1439 H

ii

iii

iv

v

vi

ABSTRAK

Nama : Putri Rahmawati

NIM : 1113011000021

Judul : Pendidikan Akhlak dalam Membina Kecerdasan Emosional Anak di

Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan akhlak yang

diterapkan di panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati dalam mengoptimalkan

perkembangan kecerdasan emosional anak.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian

ini dilakukan dengan cara menarasikan kejadian pada saat kegiatan pendidikan

akhlak serta kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur,

observasi non-partisipatif, dan studi dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang

digunakan dimulai dengan mengumpulkan data selama dilapangan, kemudian

mereduksi data dengan mencatat yang sesuai dengan fokus penelitian, menyajikan

data dalam bentuk naratif, dan mengumpulkan data dengan mengolah data yang

didapat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan akhlak yang diterapkan

dalam upaya membina kecerdasan emosional anak meliputi pendidikan kecintaan

terhadap Allah dan rasulnya, kejujuran, kedisiplinan, kesabaran, keikhlasan, dan

keistiqomahan melalui materi yang disampaikan pada saat pengajian kitab dan

jadwal kegiatan sehari-hari. Dalam penerapannya pengasuh memperhatikan

kebutuhan dasar santri, yaitu berupa perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang

efektif. Adapun prosesnya diinternalisasikan secara berkelanjutan, bertahap, serta

meliputi seluruh rangkaian kegiatan di panti Asuhan Nurul Amal.

Kata kunci: pendidikan akhlak, kecerdasan emosional, panti asuhan

vii

ABSTRACT

Name : Putri Rahmawati

NIM : 1113011000021

Title : Morals Education in Fostering Child Emotional Intelligence at Nurul

Amal Kramat Jati Orphanage

This research has a purpose to describe the moral education that is applied in

the Nurul Amal Kramat Jati orphanage in optimizing the development of children's

emotional intelligence.

The method used in this research is qualitative. The results of this research were

conducted by way of narrating the occurrence at the time of moral education

activities and emotional intelligence of children at the Nurul Amal Kramat Jati

orphanage. Data were collected using semi-structured interviews, non-participatory

observation, and documentation studies. The data analysis technique used begins

by collecting data during the field, then reducing the data by recording the

appropriate research focus, presenting data in the form of narrative, and collecting

data by processing the data obtained.

The results showed that moral education applied in the effort to foster children's

emotional intelligence include love education of Allah and his messenger, honesty,

discipline, patience, sincerity, and keistiqomahan through material presented during

the recitation of the book and daily activity schedule. In the application of caregiver

attention to the basic needs of students, namely in the form of attention, affection,

and effective education. The process is internalized in a sustainable, gradual, and

includes the whole series of activities at the Nurul Amal Nurse.

Keywords: moral education, emotional intelligence, orphanage

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. Tuhan semesta

alam, berkat Rahmat, Taufik, Hidayah, dan Inayah-Nyalah, penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam penulis

haturkan kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya, sahabatnya, dan

seluruh umat Islam yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnahnya, semoga

syafaat senantiasa tercurahkan kepada umatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana

Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh

begitu banyak dukungan, bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs. H. Achmad Gholib, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi, yang selalu

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan segala bentuk kebaikan

kepada penulis selama ini. Semoga semua kebaikan yang diberikan

mendapatkan balasan yang berlipat, dan semoga selalu berada dalam ridho-

Nya.

4. M. Sholeh Hasan, Lc. MA., Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu

meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi,

memberikan motivasi, serta pengalaman dan ilmu baru kepada para

mahasiswa bimbingannya. Semoga selalu dalam lindungan Allah swt.

ix

5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah bersedia memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

Semoga dilimpahkan keberkahan dari Allah swt.

6. Segenap pengelola perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun

Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan

fasilitas kepada penulis dalam mencari referensi yang dibutuhkan.

7. Bapak H. EK. Zaenuddin, bapak Zaenal Abidin, bapak Yusron, ibu

Nurjannah, serta seluruh pihak Panti Asuhan yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian serta menyambut dan

membantu penulis selama penelitian berlangsung. Semoga selalu dalam

limpahan rahmat Allah swt.

8. Santri/wati Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati tahun ajaran 2017/2018,

yang telah antusias dalam menyambut dan membantu penulis serta

bersahabat selama penulis melaksanakan penelitian. Semoga selalu dalam

lindungan Allah swt.

9. Keluarga tercinta, motivasi terbesar penulis, Terimakasih untuk Bapak

Slamet Adimulyo dan Ibu Nani Suharni, yang tidak pernah lupa untuk

mendo’akan setiap waktu, memberikan semangat, dukungan penuh baik

moril maupun materil kepada penulis. Semoga selalu dalam lingdungan dan

kasih sayang Allah swt. Juga teruntuk adik-adikku tersayang, Isrofiah, Nur

Shabrina, dan Fauziah, terimakasih karena telah menemani selama

penelitian, telah menjadi adik yang baik dan selalu menjadi penghibur

panulis sehingga penulis selalu merasa ceria.

10. Sahabat penulis, Santika Fatmawati, Anggita Diana, dan Iddah Mahmudah

yang selalu membersamai penulis selama di dunia perkuliahan. Semoga

persahabatan kita selalu terjaga.

11. Teman-teman seperjuangan PAI 2013, terutama kelas A PAI 2013,

terimakasih atas segala kebersamaan, motivasi, bantuan, dan kerjasamanya

selama ini. Semoga Allah mudahkan dan berkahi setiap langkah kita.

x

12. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah

swt melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala jasa dan kebaikan

yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna

karena keterbatasan ilmu penulis dalam membuat skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Jakarta, 16 Januari 2018

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

ABSTRAK ................................................................................................ vi

ABSTRACT .............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Bealakang Masalah .................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... 9

C. Pembatasan Masalah .......................................................... 9

D. Perumusan Masalah ............................................................ 9

E. Tujuan Penelitian ................................................................ 10

F. Manfaat Penelitian .............................................................. 10

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan ................................................. 11

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan ..................................... 14

B. Akhlak

xii

1. Pengertian Akhlak ....................................................... 16

2. Sumber-sumber Akhlak ................................................ 17

3. Karakteristik dan Ruang Lingkup Akhlak ................... 18

4. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlak ....................... 23

5. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ............................ 24

6. Metode Pembinaan Akhlak ......................................... 26

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional .............................. 30

2. Ruang Lingkup Kecerdasan Emosional ...................... 33

3. Cara Membina Kecerdasan Emosional ....................... 36

D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................ 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 42

B. Latar Penelitian (Setting) Subjek ........................................ 42

C. Metode Penelitian ............................................................... 43

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................... 44

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................. 46

F. Teknik Analisis Data .......................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Panti Asuhan Nurul Amal ..................... 49

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................ 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................... 77

B. Implikasi ............................................................................. 77

C. Saran ................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data anak santri mukim berdasarkan latar belakang ...................54

Tabel 4.2 Data anak santri mukim berdasarkan jenjang pendidikan ............55

Tabel 4.3 Data anak santri non-mukim berdasarkan jenjang pendidikan .....56

Tabel 4.4 Pembimbing, Pembina dan Pengajar Panti Asuhan ......................56

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Yayasan ......................................................58

Tabel 4.6 Kegiatan Sehari-hari Panti Asuhan ...............................................59

Tabel 4.7 Pembiasaan Santri di Panti Asuhan Nurul Amal ..........................72

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Kepengurusan ISNA ...................................................... 52

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tata Tertib Yayasan

Lampiran 2 Daftar Santri Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati

Lampiran 3 Dokumentasi

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Pedoman Observasi

Lampiran 6 Uji Referensi

Lampiran 7 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 8 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah rahmatan lil’alamiin, agama fitrah yang

menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan. Islam telah memuliakan dan

mengutamakan manusia dibanding dengan makhluk Allah yang lain untuk

memikul tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai khalifah di muka bumi.

Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30:

وإذ قال ربك للمالئكة إن ي جاعل في األرض خليفة قالوا أتجعل فيها من ي فسد

س لك قال إن ي أعلم ما ال ت علمون مآء ونحن نسب ح بحمدك ون قد فيها ويسفك الد

Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat,

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".

Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di

bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji Engkau dan mensucikan Engkau". Rabb

berfirman:"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui". (qs. aL-Baqarah : 30)1

Dari ayat di atas jelas bahwa Allah menjadikan manusia sebagai

khalifah di muka bumi karena Allah mengetahui bahwa manusia mampu

untuk menanggung amanah tersebut. Mengingat beban tanggung jawab

yang besar, Allah swt telah mengaruniakan beragam potensi kepada

manusia. Diantara potensi tersebut adalah “potensi spiritual, kecerdasan,

perasaan dan kepekaan.”2 Hanya saja potensi ini tidak berkembang dengan

baik atau bahkan bisa hilang apabila tidak dididik dengan baik.

1 Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. Al-Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an oleh

Fathurrahman, Ahmad Hotib, dan Nashirul Haq, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. 2, h. 584. 2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1, h. 53-

54.

2

Oleh karena itu Allah juga mengaruniakan manusia sistem nilai-nilai

yang dapat menjadikan pemeluknya sebagai hamba Allah yang bisa

melaksanakan tanggung jawabnya dan menikmati hidupnya. Melalui sistem

nilai-nilai tersebut diharapkan dapat terbinanya seluruh potensi manusia

secara serasi dan seimbang. Adapun proses internalisasi nilai-nilai tersebut

dapat dilakukan melalui pendidikan Islam, baik formal maupun informal.

Pendidikan ini perlu ditanamkan sejak dini. Sebab pada usia anak-anak

segala pembentukan karakter mulai terbentuk. Oleh karenanya pendidikan

yang tepat bagi anak harus sangat diperhatikan untuk mencapai hasil terbaik.

Salahsatu nilai yang menjadi fokus dalam pendidikan Islam adalah

pendidikan akhlak. Menurut Rois Mahfud, “ruang lingkup utama dalam

ajaran Islam adalah aqidah, syariat, dan akhlak.”3 Dimana akhlak

merupakan refleksi atau tindakan nyata dari akidah atau syariat. Refleksi

disini tidak serta merta hubungan sebab akibat. Sebab akhlak adalah sesuatu

yang didapat melalui proses pembiasaan dengan akidah dan syariat sebagai

dasarnya. Oleh karena itu “hampir seperempat dari al-Qur’an berbicara

tentang akhlak”.4 Dan salahsatu diantaranya Allah memberikan role model

untuk kita semua. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-

Ahzab ayat 21:

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ل من كان ي رجوا الله والي وم األخر وذكر الله

كثيرا

“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-

Ahzab : 21)5

3 Rois Mahfud, Al-Islam; Pendidikan Agama Islam, (TTT: Erlangga, 2011). 4 Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), Cet. 1, h. 186. 5 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi,

2010), h. 638-639.

3

Demikian pula di dalam hadits Nabi saw. Begitu banyak teks hadits

yang berhubungan erat dengan akhlak, baik perkataan maupun perbuatan,

hingga secara praktis dan teoritis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

akhlak memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga

perbaikan dan penyempurnaan akhlak merupakan misi utama diutusnya

Rasulullah saw di muka bumi ini. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Rasulullah

saw dalam sabdanya:

ق م مكارم األخال انما بعثت التم

“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.”

(HR. Ahmad)6

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menggariskan

dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menurut pasal 1, undang-undang ini disebutkan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara”.7

Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik

adalah membantu peserta didik dalam memperbaiki, menumbuh

kembangkan, serta menjaga dan memelihara seluruh potensi yang dimiliki

peserta didik secara aktif dan seimbang. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan cara menanamkan pengetahuan (aspek kognitif), memelihara

dengan keteladanan (aspek afektif), dan dilatih dengan cara memberi

keterampilan (aspek psikomotorik) sehingga terwujud manusia yang cerdas,

cakap, terampil dan bermanfaat.

6 Ibid., h. 189. 7 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:

Departemen Pendidikan RI, 2003), h. 5.

4

Memiliki akhlak mulia menjadi salahsatu poin penting yang hendak

dicapai oleh peserta didik dalam proses pendidikan nasional. Sebab akhlak

juga merupakan tolak ukur runtuh atau tegaknya suatu bangsa. Jika akhlak

suatu bangsa itu rusak, maka runtuhlah pula bangsa tersebut. Sebaliknya jika

akhlak tersebut kokoh, maka tegaklah pula bangsa tersebut. Sebagaimana

yang dikatakan oleh penyair Arab, Syauqi Baik: “Bangsa itu hanya bisa

bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila akhlak telah lenyap dari

mereka, merekapun akan lenyap pula.”8

Dengan demikian akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Salah satu tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya

adalah menjadi seseorang yang baik dalam segala hal. Pendidikan akhlak

mampu mengubah menjadi manusia yang lebih baik. Karena salahsatu guna

pendidikan akhlak adalah mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas

kehidupan manusia. Menurut Abuddin Nata yang dikutip oleh Heny

Narendrany, “Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,

memiliki kekuasaan, harta, dan sebagainya namun tidak disertai dengan

akhlak yang mulia maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya

akan menimbulkan bencana di muka bumi.”9 Mirisnya, hal ini mudah kita

jumpai melalui media cetak, media elektronik, atau bahkan di lingkungan

kita sendiri.

Pendidikan saat ini sering dikeritik oleh masyarakat yang disebabkan

karena terdapat sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkan

sikap kurang terpuji tersebut. Seperti penyalah gunaan gadget, tawuran,

bulliying, pelecehan seksual, kekerasan antar guru-murid dan sebaliknya,

hingga bunuh diri. Jika diperhatikan, kasus-kasus moral tersebut merupakan

akibat dari ketidak mampuan dalam mengelola emosi.

8 Zahruddin AR., Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 15. 9 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Press

dan LPJM, 2009), h. 17.

5

Hal tersebut mengindikasikan bahwa rendahnya pendidikan emosional

siswa dalam proses pendidikan. Karena faktanya, masih banyak orang

masih menganggap bahwa cerdas adalah orang yang memiliki IQ tinggi dan

dianggap berhasil ketika mendapat nilai ujian tertinggi.

Ini membuktikan bahwa Intelligence Quation (IQ) yang diperkenalkan

oleh William Stern ini memang telah menyita perhatian yang sangat besar.

Bahkan tidak jarang ukuran tersebut menjadi patokan bagi banyak kalangan,

termasuk dunia pendidikan dan dunia kerja. Dan tragisnya lagi, IQ telah

menghilangkan kesempatan berkembang bagi mereka yang memiliki IQ

rendah namun memiliki kecerdasan lain yang dominan.

Padahal IQ dipandang sebagai faktor terkecil dalam memprediksi

keberhasilan. Menurut Hunter & Hunter yang dikutip oleh Makmum

Mubayidh, “IQ dinilai hanya memberikan andil tidak lebih dari 25%, riset

lain memberikan hanya 10%, bahkan ada yang memberikan 4%.”10

Keterbatasan peran tersebut dibuktikan pula oleh sebuah riset di

Maussets, Amerika. Menurut riset tersebut, “pengaruh terbesar diberikan

oleh kemampuan-kemampuan sederhana yang mereka dapatkan di waktu

kecil, seperti menyikapi kegagalan, tidak tercapainya harapan,

mengendalikan perasaan emosi, dan kemampuan hidup berdampingan

dengan oranglain.”11 Singkatnya, Ary Ginanjar menyebutkan bahwa

“kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam mencapai

keberhasilan di segala bidang.”12

Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan

spiritual seperti konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu),

berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas

10 Makmum Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. dari Adz-Dzaka’ al-

Athifi wa Ash-Shihhah Al-Athiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,

2010), Cet. 4, h. 15-16. 11 Ibid., h. 16. 12 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,

(Jakarta: Arga, 2005), h. 40.

6

(kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas, dan penyempurnaan (ihsan)

itu dinamakan akhlakul karimah.13 Dan keterampilan tersebut merupakan

tolak ukur dalam kecerdasan emosional.

Berdasarkan hal tersebut, sudah gilirannya menuntut peranan

pendidikan akhlak untuk membangun kembali generasi muda bangsa yang

bertanggung jawab dan mampu membina hubungan yang harmonis.

Oleh karena itu, melalui pendidikan akhlak yang mengarah pada

tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat membentuk

manusia-manusia yang mandiri serta bertanggung jawab. Sehingga

membentuk insan kamil, menusia yang di dalam dirinya mampu mengelola

kecerdasan emosional mereka yang selaras dengan perbuatan yang

dilahirkan sebagai bentuk dari akhlak.

Kecerdasan emosional tidaklah ditentukan sejak lahir, melainkan dapat

dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak. “Meski anak kecil sebenarnya

memiliki potensi kecerdasan emosi yang tinggi, hanya saja potensi ini tidak

berkembang dengan baik karena orangtua si anak mengabaikan atau karena

pengaruh buruk oleh orang-orang yang berada di sekitar anak.”14 Sehingga

orangtua memiliki peran penting dalam membina kecerdasan emosional

anak sejak dini.

Dan Sayyidina Ali memilih pendidikan akhlak sebagai dasar dalam

mendidik anaknya diusia dini. Sayyidina Ali berkata kepada Hasan,

anaknya: “Hati anak kecil umpama tanah yang belum lagi bertanam. Apa

saja yang disemaikan akan diterima olehnya. Karena itu aku memulai

mendidik dengan akhlaq yang baik, sebelum hatimu menjadi keras dan

pikiranmu sibuk.”15

13 Ibid., h. 280. 14 Makmum Mubayidh, Op. Cit., h. 10. 15 Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 62.

7

Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Daniel Goleman bahwa “kehidupan

keluarga merupkan sekolah kita yang pertama untuk mempelajari emosi”.16

Dibanding sekolah, keluarga memiliki andil lebih besar bagi perkembangan

anak. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya hubungan intensif yang

saling mempengaruhi antara orangtua dan anak.

Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup

kecil saja, melainkan lebih dari itu, “keluarga sebagai lembaga hidup

manusia yang memberi peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka

atau bahagia dunia akhirat.”17

Dari pengertian tersebut, keluarga memiliki peran penting yaitu menjadi

pendidik yang utama dan menciptakan lingkungan pendidikan yang

kondusif sebagai pendukungnya. Sehingga anggota keluarga dapat memiliki

peluang berkembang menjadi manusia yang bahagia baik di dunia maupun

di akhirat.

Namun tidak semua anak beruntung memiliki keluarga18. Atau sering

dikenal dengan istilah yatim. Sehingga anak tersebut tidak mendapatkan

pendidikan intensif dari orangtuanya.

Disamping itu, keyatiman merupakan salahsatu faktor penyebab sifat

rendah diri, dimana sifat ini termasuk salahsatu gejala psikologis yang

paling berbahaya. Hal tersebut apabila anak tidak mendapatkan lingkungan

yang menyayangi anak tersebut.

Mengingat pentingnya peran keluarga, maka anak membutuhkan

keluarga pengganti. “Keluarga pengganti yang menggantikan peran

16 Andreas Hartono, EQ Parenting, (Jakarta: PT. Gramedia Pusataka Utama, 2012), Cet. Ke-2,

h. 3. 17 Zakiah Darajat, dkk, Op. Cit., h. 36. 18 Menurut Taufik Makarou, “Keluarga yang dimaksudkan disini adalah kesatuan masyarakat

terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.”

8

keluarga inti untuk memberikan pengasuhan pada anak terdiri dari keluarga

kerabat, keluarga asuh, keluarga wali, dan keluarga angkat.”19

Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan urusan anak yatim, baik

dari segi pendidikannya, perlakuan terhadapnya, jaminan penghidupannya,

sehingga ia tumbuh menjadi anggota masyarakat yang berguna dan

melaksnakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.

Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Adh-Dhuha ayat 9:

فأما اليتيم فالت قهر

“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenaang-

wenang.” (QS. Adh-Dhuha : 9)20

Bahkan Allah mengancam orang yang menghardik anak yatim,

sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un ayat 1-2:

ين ب بالد (٢)فذلك الذي يدع اليتيم (١)أرءيت الذي يكذ “Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang

menghardik anak yatim.” (QS. Al-Ma’un : 1-2)21

Salahsatu lembaga kesejahteraan anak yang menampung anak-anak

yang tidak mendapatkan pengasuhan dari orangtuanya adalah panti asuhan.

Peran orangtua bukanlah ayah dan ibu, namun dapat digantikan dengan

pengasuh yang berada di panti asuhan tersebut.

Sebagai suatu lembaga sosial yang ikut serta dalam pendidikan dan

merupakan pengganti fungsi keluarga maka penting bagi panti asuhan

memberikan pendidikan akhlak sebagai sistem dalam membina keseharian

anak asuh. Dan tentunya proses tersebut merupakan proses yang panjang

19 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30 / HUK / 2011 Tentang Standar

Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, h. 10. 20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya (Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta:

Penerbit Lentera Abadi, 2010), h. 694. 21 Ibid., h. 787.

9

dan dilakukan secara bertahap dengan cara yang tepat agar hasil pendidikan

Islam tersebut menjadi lebih efektif.

Panti Asuhan Nurul Amal yang terletak di Kramat Jati merupakan salah

satu dari sekian banyak panti asuhan yang ada di Jakarta Timur yang turut

berkontribusi membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan

terkait anak terlantar. Peneliti tertarik meneliti yayasan yatim piatu tersebut

karena merupakan salah satu lembaga yang berkontribusi dalam pendidikan

anak terlantar dengan dasar pendidikan Islam dan dekat dengan rumah

peneliti sehingga memudahkan untuk peneliti mencari data sehingga

memperoleh data yang valid.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan

tersebut kedalam penelitian yang diberi judul: Pendidikan Akhlak dalam

Membina Kecerdasan Emosional Anak di Panti Asuhan Nurul Amal

Kramat Jati

B. Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat

diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Ketidakmampuan anak dalam mengelola emosinya.

2. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembinaan kecerdasan

emosional anak.

3. Tidak semua anak beruntung memiliki orang tua sebagai pendidik

pertama dan utama.

4. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembinaan akhlak.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk menentukan fokus

penelitian paneliti hanya meneliti:

10

1. Pendidikan akhlak yang dimaksud yaitu upaya dalam menanamkan

akhlak terpuji. Adapun akhlak terpuji dimaksud meliputi akhlak kepada

Allah swt, diri sendiri, dan sesama manusia.

2. Kecerdasan emosional meliputi mengenali diri sendiri, mengelola

emosi sendiri, memotivasi diri, berempati, dan mampu membina

hubungan dengan oranglain.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah dalam penelitian ini mengenai:

“Bagaimanakah panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati dalam mendidik

akhlak untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan emosional anak?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

“Mendeskripsikan pendidikan akhlak yang diterapkan di panti asuhan

Nurul Amal Kramat Jati dalam mengoptimalkan perkembangan kecerdasan

emosional anak.”

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk peneliti, memberikan motivasi penulis untuk belajar lebih

banyak serta mendapatkan pengalaman mengenai pendidikan akhlak

dalam membina kecerdasan emosional anak.

2. Untuk panti, memberikan sumbangan pemikiran dan meningkatkan

kesadaran dalam mengimplementasikan pendidikan akhlak dalam

membina kecerdasan emosional anak.

11

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Secara etimologi, istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa

Yunani, yaitu “pedagogie”, yang berarti “bimbingan yang diberikan

kepada anak”.1

Dalam bahasa Indonesia, pendidkan berasal dari kata “didik” dengan

memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “proses

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.2

Dalam bahasa Inggris, “education (pendidikan) berasal dari kata

educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to eclite, to give rise to)

dan mengembangkan (to evolve, to develop).”3

Sedangkan dalam bahasa Arab, terdapat tiga kata yang sering

digunakan untuk mengartikan pendidikan. Ketiga kata tersebut yaitu, “at-

ta’lim”, “at-ta’dib", dan “at-tarbiyyah”.

“Ta’lim berasal dari kata dasar “’allama-yu’allimu-ta’liiman” yang

berarti pengajaran. Pengertian ta’lim atau pengajaran adalah pemberian

ilmu pengetahuan sehingga orang yang diajar itu menjadi berilmu

pengetahuan”.4 Dalam istilah pendidikan, seseorang mengajarakan ilmu

1 Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan; Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakata, Kalam

Mulia, 2015), h. 15. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4, (Jakarta, Balai

Pustaka, 2007), h. 263. 3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet. 18, h.

32. 4 Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam (Menggali Tradisi,

Meneguhkan Eksistensi), (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 5

12

kepada orang lain agar orang tersebut memiliki pengetahuan ini berarti

yang disentuh adalah aspek kognitif.

Selanjutnya “kata “At-Ta’dib” berasal dari kata “‘addaba-yu’addibu”

yang berarti memberi adab, pelatihan”.5 Ta’dib mencakup ilmu dan amal

dalam pendidikan. Amal disini memastikan bahwa ilmu yang di dapatkan

dapat dipergunakan dengan baik. Dalam istilah pendidikan hal tersebut

menyentuh aspek afektif dan psikomotorik.

Sedangkan “Tarbiyyah” berasal dari tiga kata, yakni: pertama,

berasal dari kata “rabba yarubu” yang artinya bertambah dan tumbuh.

Kedua, berasal dari kata “rabiya yarbi” yang artinya tumbuh dan

berkembang. Ketiga, berasal dari kata “rabba-yarubbu” yang artinya

memperbaiki, membimbing, menguasai, memimpin, menjaga, dan

memelihara.6

Sehingga kata at-tarbiyyah ini dapat dikatakan merupakan upaya

memelihara, memperbaiki, membimbing sesuatu atau potensi yang sudah

ada sejak lahir agar tumbuh menjadi sempurna.

Untuk menumbuh kembangkan potensi manusia tersebut, dapat

dilakukan dengan cara menanamkan pengetahuan (aspek kognitif),

memelihara dengan diberi contoh atau keteladan (aspek afektif), dan

dilatih dengan cara memberi keterampilan (aspek psikomotorik) sehingga

terwujud manusia yang sempurna dan seimbang.

Sementara secara terminologi, beberapa pakar mengemukakan

definisi pendidikan sebagai berikut:

1) Plato yang dikutip oleh Mahmud Yunus menyatakan “pendidikan

adalah mengasuh jasmani dan rohani, supaya sampai kepada

keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai”.7

2) Heri Jauhari Muchtar menyatakan “pendidikan adalah segala usaha

yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan

5 Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan, Op. Cit., h. 34. 6 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. 12, h. 34 7 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

t.t), h. 5.

13

berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana

mestinya”.8

3) Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Fatah Yasin menyatakan

“pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan seacara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik

menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.9

4) Poerbakawatja dan Harahap yang dikutip oleh Muhibbin Syah

menyatakan “pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang

dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke

kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung

jawab moril dari segala perbuatannya.”10

5) Fuad Ihsan menyatakan, “pendidikan adalah usaha manusia untuk

meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi

pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan

jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).11

Adapun pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar

pendidikan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menurut pasal 1, undang-undang ini disebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara.12

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan

sesuatu yang sangat penting. Pendidikan hendaknya bukan hanya sekedar

masalah akademik, transfer pengetahuan, atau pelatihan skill melalui mata

8 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. 2, h. 14. 9 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), h. 17. 10 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet. 10, h.

11. 11 Fuad Ishan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 7 12 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:

Departemen Pendidikan RI, 2003), h. 5.

14

pelajaran konvensional saja. Melainkan juga harus mencapai berbagai

kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang mandiri, dewasa,

dan berdaya guna dengan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek dirinya, lingkungan sosial,

lingkungan alam, dan dengan Tuhannya. Sehingga pendidikan akan

mampu memberikan perubahan besar ke arah kemajuan bagi kehidupan.

b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan

Secara umum, fungsi pendidikan menurut Umar Tirtarahardja dan La

Sulo sebagai proses transformasi budaya, pembentukan pribadi, penyiapan

warga negara, dan penyiapan tenaga kerja. 13

Secara rinci, terdapat empat fungsi pendidikan, sebagai berikut:

1) Pendidikan sebagai proses transformasi budaya

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai

kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain. Dalam

prosesnya, tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet.

Ada tiga bentuk transformasi yaitu menanamkan kembali nilai-nilai

yang masih cocok, memperbaiki nilai yang kurang cocok, dan

menghilangkan nilai-nilai yang kurang cocok dengan tuntutan

pembangunan.

2) Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan bersifat sistematis.

Sistematis karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap

berkesinambungan dan sistematis karena berlangsung dalam semua

situasi dan kondisi, di semua lingkungan baik keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

Proses pembentukan pribadi ini tidak berakhir dengan dinyatakan

lulusnya seseorang dari suatu jenjang pendidikan. Bagi mereka yang

13 Umar Tirtaraharja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h.

33-36.

15

sudah dewasa tetap dituntut adanya pengembangan diri secara terus

menerus, yang sering dikenal dengan pendidikan sepanjang hidup.

3) Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara

Sebagai proses penyiapan warga negara, peserta didik dibimbing

menjadi warga negara yang baik. Tentu baik disini bersifat relatif,

tergantung tujuang nasional masing-masing bangsa.

4) Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja

Sebagai penyiapan tenaga kerja, peserta didik diberi bekal dasar untuk

bekerja berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Fungsi ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja bukan

hanya mendapatkan imbalan melainkan juga kepuasan karena dapat

memberikan sesuatu kepada oranglain, bersosialisasi, dan

bekerjasama,.

Adapun pemerintah RI telah menggariskan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional menurut pasal 3, undang-undang ini

disebutkan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokrratis serta bertanggungjawab.14

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan adalah

proses transformasi budaya serta mengembangkan potensi manusia demi

terbentuknya manusia yang yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,

berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.

14 Undang-undang Republika Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, 2003), h. 8.

16

2. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Secara etimologi, “akhlak” merupakan bentuk jamak dari kata

khulqun yang berarti budi pekerti, perangai, tabiat, adat, tingkah laku, atau

sistem perilaku yang dibuat”.15

Secara kebahasaan akhlak bisa baik atau buruk. Seperti dijelaskan oleh

Abdul Hamid Yunus, bahwa akhlak adalah segala sifat manusia yang

terdidik. Berdasarkan ungkapan tersebut bahwa akhlak sangat tergantung

dari pembinaannya. Apabila pembinaannya positif maka hasilnya yaitu

akhlak mulia yang kemudian disebut dengan akhlaqul karimah, sedangkan

apabila pembinaannya negatif maka yang terbentuk adalah akhlak tercela

yang kemudian disebut dengan akhlaqul mazmumah.

Sementara secara terminologi, beberapa pakar mengemukakan

definisi akhlak sebagai berikut:

1) Imam Ghazali yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga

menyatakan bahwa “akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam

jiwa yang daripadanya timbul perbutan-perbuatan dengan mudah,

dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu”.16

2) Ibnu Maskawaih yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga

menyatakan bahwa “akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui

pertimbangan pikiran lebih dahulu”.17

3) Prof. Dr. Ahmad Amin menyatakan bahwa “akhlak adalah kehendak

yang dibiasakan.”

4) Prof. K.H. Farid Ma’ruf yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin

Sinaga menyatakan bahwa “akhlak adalah kehendak jiwa manusia

15 Rois Mahfud, Al-Islam; Op. Cit., h. 96. 16 Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), H. 4 17 Ibid.

17

yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa

memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”18

5) Rois Mahfud menyatakan bahwa “akhlak adalah ilmu yang

menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang baik dan tercela,

baik itu berupa perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan

batin”.19

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak

semua perbuatan manusia dapat disebut akhlak. Perbuatan manusia dapat

disebut akhlak kalau terpenuhi dua syarat berikut: pertama, perbuatan itu

dilakukan berulang-ulang. Kalau hanya sekali saja, misalnya orang yang

jarang membantu oranglain, tiba-tiba memberikan sedekah kepada

oranglain, dengan tidak ada alasan tertentu, itu tidak dapat disebut orang

yang berakhlak dermawan. Kedua, perbuatan itu timbul dengan mudah

tanpa dipikirkan terlebih dahulu, karena perbuatan tersebut sudah menjadi

kebiasaan sehingga melekat dalam jiwanya.

b. Sumber-sumber Akhlak

Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber-sumber akhlak. Tingkah

laku Nabi Muhammad saw merupakan contoh suri tauladan umat manusia.

Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ل من كان ي رجوا الله والي وم األخر وذكر الله

كثيرا

“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak menyebut Allah.”. (QS. Al-

Ahzab:21)20

18 Ibid,, h. 6. 19 Rois Mahfud, Op. Cit., h. 96. 20 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VII, h. 638-639.

18

Allah pun menegaskan dalam firman-Nya yang lain, yaitu dalam Al-

Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:

وإنك لعلى خلق عظيم

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang

luhur.” (QS. Al-Qalam : 4)21

Tentang akhlak pribadi Rasulullah saw dijelaskan oleh ‘Aisyah ra

diriwayatkan oleh Imam Muslim:

را قال ق ت دة اقال سعد بن هشام قالت من هشام قال ابن عامر ف ت رحمت عليه وقالت خي

يه وكان أصيب ي وم أحد ف قلت يا أم المؤمنين أنبئيني عن خلق رسول الله صلى الله عل

وسلم قالت ألست ت قرأ القرآن ق لت ب لى قالت فإن خلق نبي الله صلى الله علي ه وسلم

كان القرآن 22

Qatadah berkata; Hisyam bin Amir gugur ketika perang Uhud- lantas aku

(Saad) bertanya; "Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku

tentang akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!.' 'Aisyah

menjawab; "Bukankah engkau telah membaca Alquran?" Aku menjawab;

"Benar, " Aisyah berkata; "Akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

adalah Al Quran."

c. Karakteristik dan Ruang Lingkup Akhlak

Yang dimaksud dengan karakteristik akhlak adalah ciri-ciri khusus

yang ada dalam akhlak Islam. Ahmad Azhar merinci ciri-ciri akhlak Islam

sebagai berikut:23

1) Al-Akhlak ar-Rabbaniyyah, ajaran akhlak Islam bersumber dari

wahyu Allah yang termaktub dalam dalam Al-Qur’an dan hadits.

21 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid 10, h. 263. 22 Al-Imam Abul Husain Muslim, Shohih Muslim, (Riyadh: Darussalam, 1998), h. 301. 23 Sahriansyah, Op. Cit., h. 195-200.

19

2) Al-Akhlak Insaniyah, ajaran akhlak Islam yang selalu sejalan dan

memenuhi kebutuhan fitrah manusia, yaitu memihak kepada kebaikan

dan kebenaran.

3) Al-Akhlak al-Syamilah, ajaran akhlak Islam bersifat universal dan

sempurna, siapapun yang melaksanakan akhlak Islam dijamin akan

selamat.

4) Al-Akhlak at-Tawazun, akhlak Islam berada di tengah-tengah antara

pandangan yang menghayalkan manusia bagaikan malaikat yang

selalu suci dan pandangan yang menitik beratkan manusia bagai

hewan yang tidak mengenal etika dan selalu mengajak kepada

perbuatan nista.

5) Al-Akhlak al-Waqiyyah, akhlak Islam yang memperhatikan kenyataan

hidup manusia, seperti tolong menolong sebagai makhluk sosial.

Dengan demikian akhlak dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh

seluruh umat manusia, kapan pun dan dimana pun mereka berada, serta

dalam keadaan apa pun dan bagaimana pun.

Secara sederhana, ruang lingkup akhlak sering dibedakan menjadi

tiga, akhlak terhadap Allah swt, akhlak terhadap sesama manusia, dan

akhlak terhadap alam.

1) Akhlak terhadap Allah swt.

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah swt adalah pola

hubungan, sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh

manusia kepada Allah swt. Akhlak kepada Allah swt ini meliputi:

a) Beribadah kepada Allah swt., yang diwujudkan dalam bentuk

rutinitas peribadatan seperti shalat, puasa, zakat, dan haji dengan

niat semata-mata karena Allah swt, tidak menduakan-Nya baik

dalam hati, perkataan maupun perbuatan..

b) Mencintai Allah swt di atas segalanya, yaitu mencintai Allah

melebihi cinta kepada apa dan siapapun dengan melaksanakan

segala perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya,

20

mengharapkan ridho-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya,

menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar-Nya setelah

berikhtiar, meminta pertolongan, memohon ampun, bertawakal,

dan berserah diri hanya kepda-Nya.

c) Berdzikir kepada Allah swt., yaitu dengan mengingat Allah swt

dalam berbagai situasi dan kondisi.

d) Bertaubat, yaitu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah

dilakukan dan berusaha untuk tidak mengulanginya, serta

melakukan perbuatan baik.

e) Bersyukur, yaitu sikap berterimakasih kepada Allah swt serta

memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah

diberkan oleh Allah swt. Kemudian rasa syukur tersebut

meningkatkan kedekatan diri dengan Allah swt.

f) Bertawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah

setelah berbuat semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu

yang diharapkan.

g) Berhusnuzhon, yaitu sikap berbaik sangka kepada Allah swt.

dengan meyakini akan hikmah dibalik sebuah kejadian.

2) Akhlak terhadap sesama manusia

a) Akhlak terhadap Rasulullah

(1) Mencintai rasulullah saw. secara tulus dengan senantiasa

bersholawat kepadanya dan mengikuti semua sunnahnya.

(2) Menjadikan rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidup

dan kehidupan kita.

b) Akhlak terhadap diri sendiri

(1) Jujur, mengatakan yang sebenarnya dan menjaga apa yang

diamanahkan kepadanya. Ini merupakan salahsatu sifat

terpuji dan menjadi sifat Rasulullah.

(2) Bersabar, yaitu sikap menahan diri pada kesulitan yang

dihadapinya. Menurut Al-Ghazali, sabar ialah meninggalkan

segala macam pekerjaan yang digerakkan olehh hawa nafsu,

21

tetap pada pendirian agama yang mungkin bertentangan

dengan kehendak hawanafsu, semata-mata karena

menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat)24

(3) Kerja keras dan disiplin, yang bekerja dengan batas-batas

kemampuan maksimal kita. Kerja keras harus disertai dengan

disiplin yang tinggi, yaitu bekerja sesuai dengan aturan yang

telah ditetapkan.

(4) Pemaaf, yaitu menghapus luka atau bekas-bekas luka yang

terdapat dalam hati. Sehingga tidak menimbulkan marah atau

dendam.

(5) Ikhlas, yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’ (menunjuk-

nunjukkan kepada oranglain) ketika mengerjakan amal naik.

adapun amalan tersebut diniatkan untuk mendapatkan ridho

Allah swt.

(6) Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian

yang dianugerahkan koleh Allah swt.

c) Akhlak terhadap sesama

Yang dimaksud dengan terhadap sesama disini adalah

terhadap keluarga, karib, kerabat, tetangga, dan masyarakat.

Akhlak terhadap sesama ini mendapat perhatian khusus.

Bahkan sejumlah ulama yang membidangi hati berkata, “Akhlak

adalah pena al-haq (kebenaran)”. Ia alat memberi tanda di muka

bumi. Apabila umat Islam mengatakan kepada seseorang bahwa

ia orang saleh, berarti di sisi Allah ia orang saleh. Namun jika

menurut mereka ia buruk, maka di sisi Allah juga buruk.25

Adapun akhlak terhadap sesama diantaranya:

24 Mustafa Zuhri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 68 25 Aidh al-Qarni, Kembali ke Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. 219.

22

(1) Mencintai saudaranya, sebab pangkal akhlak yaitu

memperlakukan orang lain dengan tawadhu, penuh cinta, dan

kasih sayang.26

(2) Menunaikan hak dan kewajiban sesama muslim. Diantara

kewajiban muslim atas muslim lainnya ada 6, yaitu

mengucap salam, memenuhi undangan, memberi nasihat jika

diminta, menjawab hamdalah saat bersin, membesuk ketika

sakit, dan mengantarkan jenazah.

(3) Bergaul dengan baik, yaitu memelihara pergaulan dan

hubungan sesama manusia tanpa ada perasaan bahwa dirinya

lebih dari oranglain, sehingga tidak merendahkan oranglain.

Diantara dalam menjaga pergaulan yaitu dengan menjalin

silaturrahmi, saling tolong menolong, berlaku sopan dan

santun, serta saling menghargai27

(4) Bermusyawarah, merupakan sarana efektif untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Dalam

bermusyawarah juga kita berlatih mengekspresikan diri dan

menghargai perbedaan.

3) Akhlak terhadap alam

Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam semesta yang

mengitari hidup manusia yang mencakup tumbuhan, hewan, udara,

sungai, laut, dan sebagainya. Manusia penting memperhatikan akhlak

terhadap lingkungan sebagai potensi alam untuk kepentingan hidup

manusia. Sebab alam juga memiliki potensi yang terbatas. Oleh

karena itu pelestarian dan pengembangan potensi alam harus

diupayakan semaksimal mungkin dengan pemanfaatkan sebaik

mungkin. Hal ini dimulai dengan menjaga kebersihan lingkungan.

26 Ibid., h. 222. 27 Sahriansyah, Op. Cit., h. 204.

23

d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak berfungsi memberikan pedoman atau petunjuk bagi

manusia dalam mengetahui karakteristik perbuatan baik dan perbuatan

buruk. Setelah manusia tersebut mengetahui perbuatan baik dan buruk

diharapkan membiasakan perbuatan baik atau yang dikenal dengan

akhlakul karimah dan menjauhi perbuatan buruk atau yang dikenal dengan

akhlakul mazmumah. Sehingga mencapai tujuan pendidikan akhlak.

Menurut Ibnu Masawaih, tujuan pendidikan akhlah adalah agar

memperoleh moralitas yang membuat seluruh perbuatan kita terpuji

sehingga menjadikan diri kita pribadi yang mudah, tanpa beban, dan

kesulitan.28

Menurut Heny Narendrany, tujuan pendidikan akhlak adalah

memberikan pedoman atau petunjuk bagi manusia dalam mengetahui

perbuatan yang baik dan buruk, kemudian membiaskan yang baik dan

meninggalkan yang buruk. Dengan mengerjakan yang baik secara terus

menerus akan menjadi kebiasaan, yang akhirnya menjadi kepribadian.

Dengan demikian akan membentuk individu yang suci, masyarakat yang

harmonis, dan lingkungan yang damai. sehingga mencapai kebahagiaan di

dunia dan akhirat.29

Disamping itu, Zahrudin menambahkan bahwa “terbinanya akhlak

akan meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, serta

mendapat ketentraman dan kebagaiaan hati. karena akhlak yang terpuji

sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan.”30

Disamping itu derajat manusia di sisi Allah akan semakin meningkat

dan semakin dekat serta terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi.

Sebab dari segi sosial mampu membina dan menjaga kerukunan antar

28 M. Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (tt.p.: Amzah, t.t.), h. 224 29 Heny Narendrany Hidayati, Op. Cit., h. 17. 30 Zahruddin, Op. Cit., h. 163.

24

tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling

melindungi, salingmenjaga, dan saling peduli satu sama lainnya, sehingga

seluruh lapisan masyarakat menjadi aman, tentram, damai, dan sejahtera.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Amirul mukminin, “seandainya

pun kita tidak mengharapkan surga, tidak takut kepada panasnya api

neraka, tidak mengharapkan pahala dan tidak merasa terancam dengan

siksaannya, maka kita tetap harus memiliki akhlak yang mulia karena itu

sangat membahagiakan.”31

Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah

untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah

sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima

Nur dari Tuhan.32

Dengan demikian, orang yang memiliki akhlak mulia akan mampu

menghadapi rintangan-rintangan hidup dengan cara yang baik, berbeda

dengan mereka yang tidak memiliki akhlak mulia, mereka seperti

memelihara binatang di dalam dirinya yang selalu menggigit dan

menyakiti dirinya dan itulah beban derita yang berkepanjangan.

e. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak

Pada dasarnya manusia memiliki kedua potensi baik dan buruk,

sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Balad ayat 10:

وهدي ناه النجدين

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan

kejahatan).” (QS. Al-Balad : 10)33

Walaupun kedua potensi tersebut terdapat dalam diri manusia, pada

dasarnya manusia cenderung kepada kebaikan, karena fitrah yang ada

31 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Terj. dari Ta’lim va Tarbiyat oleh Ahmad Subandi

dan Salman Fadhullah, (Jakarta: Al-HUDA, 2006), h. 228-229. 32 Mustafa Zuhri,Op. Cit., h. 67. 33 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid 10, h. 668.

25

dalam dirinya. Namun manusia juga mudah tergoda menyimpang dari

fitrah tersebut. Karena akhlak bukanlah sesuatu yang tetap. Ia bisa baik

atau buruk tergantung pembinaannya. Dalam membina terdapat beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi akhlak, diantaranya:

1) Insting

Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak

lahir. Menurut para psikolog insting berfungsi sebagai motivator

penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku naluri makan, naluri

ebrjodoh, naluri keibu-bapakkan, naluri berjuang, dan naluri ber-

Tuhan, naluri ingin tahu, naluri takut, naluri meniru, dan sebagainya.34

Dengan potensi itulah manusia melahirkan perilaku sesuai dengan

instingnya.

2) Adat/kebiasaan

Adat atau kebiasaana dalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang

yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

sehingga menjadi kebiasaan. Disamping itu terbentuknya adat

kebiasaan juga karena adanya kecenderungan hati yang diiringi

perbuatan.

3) Pendidikan

Dengan pendidikan cara pandang seseorang akan bertambah luas,

tentunya dengan mengenal lebih jauh manfaat dan akibat dari masing-

amasing perbuatan. Semakin baik pendidikan dan pengetahuannya,

sehingga ia mampu mengenali mana yang terpuji mana yang tercela.

Menurut Ibrahim Amini, “Manusia yang tidak bisa memahami

keburukan sesuatu sulit meninggalkan keburukan tersebut.”35

4) Milleu/lingkungan

34 Zahrudin, Op. Cit., h. 95. 35 Ibrahim Amini, Op.Cit., h. 327.

26

Milleu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi

lingkngan manusia, tanah dan urara. Milleu terbagi menajdi 2, yaitu

alam dan rohani/sosial.

a) Lingkungan alam

Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang

mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.

Lingkungan dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan

bakat yang dibawa oleh seseorang.

b) Lingkungan sosial

Manusia merupakan makhluk sosial itulah sebabnya manusia

harus bergaul. Oleh karena itu pergaulan akan saling

mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku. Dari

lingkungan dalam rumah tangga, sekolah, pekerjaan, organsiasi,

hingga pergaulan yang sifatnya umum atau bebas.

f. Metode Pembinaan Akhlak

Salahsatu nilai yang menjadi fokus dalam pendidikan Islam

pendidikan akhlak. Menurut Rois Mahfud, “ruang lingkup utama dalam

ajaran Islam adalah aqidah, syariat, dan akhlak.”36 Dimana akhlak

merupakan refleksi dari tindakan nyata atau pelaksanaan akidah atau

syariat.

Hal tersebut sejalan dengan perkataan Muhammad Athiyyah yang

mengatakan bahwa “pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan

tujuan pendidikan Islam.” Oleh karena itu “hampir seperempat dari al-

Qur’an berbicara tentang akhlak”.37 Bahkan kesempurnaan iman seorang

mukmin dapat diukur melalui kebaikan akhlaknya.

Demikian pula di dalam hadits Nabi saw. Begitu banyak teks hadits

yang berhubungan erat dengan akhlak, baik perkataan maupun perbuatan,

36 Rois Mahfud, Loc. Cit. 37 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada, 2003), h. 155.

27

hingga secara praktis dan teoritis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

akhlak memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga

perbaikan dan penyempurnaan akhlak merupakan misi utama diutusnya

Rasulullah saw di muka bumi ini. Sahriansyah menegaskan bahwa hal ini

ditegaskan sendiri oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:

ق م مكارم األخال انما بعثت التم

“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.”

(HR. Ahmad)38

Oleh sebab itu, penting kiranya dilakukan pembinaan akhlak. Agar

tepat sasaran perlunya pembinaan akhlak menggunakan metode yang

tepat, diantaranya:

1) Metode Keteladanan

Metode ini para orangtua, pendidik, atau da’i memberi contoh atau

teladan terhadap anak bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap,

mengerjakan suatu cara beribadah, dan sebagainya. Sehingga mereka

lebih mudah ketika menyaksikan langsung. Sebagaimana sabda

Rasulullah saw yang artinya, “Mulailah dari diri sendiri”. Dalam hal

kebaikan apabila kita menghendaki orang lain juga mengerjakannya,

maka mulailah dari diri kita sendiri untuk mengerjakannya.

2) Metode Pembiasaan

Untuk melaksanakan kewajiban secara benar dan rutin terhadap

peserta didik diperlukan pembiasaan. Itulah sebabnya kita perlu

mendidik mereka sejak kecil, agar terbiasa dan tidak merasa berat

ketika mereka sudah dewasa. Dalam metode ini diperlukan

pengertian, kesabaran, dan ketelatenan orangtua, pendidik, dan da’i

terhadap anak/peserta didiknya.

3) Metode Nasihat

38 Sahriansyah, Op. Cit., h. 189.

28

Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan oleh para

pendidik. Agar metode nasihat ini terlaksana dengan baik, maka

dalam pelaksanannya perlu memperhatikan beberapa hal seperti

pemilihan bahasa, pemilihan situasi dan kondisi dalam

menyampaikan, serta penjelasan pegunaan nasihat yang diberi, serta

cara dalam menasihati. Amirul mukminin mengatakan, “Kelemah

lebutan itu kunci kesuksesan.”39

Dalam memberi nasihat juga dapat menggunakan perumpamaan

Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk memberikan

gambaran, menjelaskan, dan mendekatkan hakikat masalah tertentu di

hai pendengar atau umatnya. Dengan menggunakan perumpaan yang

sudah anak pahami akan memudahkan anak dalam menerima dan

penalarannya.

4) Metode Kisah

Metode ini adalah salahsatu cara mengajar dimana guru memberikan

materi pembelajaran melalui kisah atau cerita. Dengan kisah tersebut

anak/peserta didik diharapkan dapat menjiwai kisah tersebut dan

mengambil pelajaran.

5) Metode Targhib dan Tarhib

Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda

kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan.40

Sedangkan tarhib adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman

yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, atau

perbuatan yang telah dilarang oleh Allah swt.41

Metode ini adalah cara mengajar dimana guru memberikan

pengajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan

39 Ibrahim Amini, Op. Cit., h. 330. 40 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, sekolah, dan masyarakat, diterj. oleh

Shihabuddin, (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), h. 296. 41 Ibid.

29

hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan

dan menjauhi keburukan.

Disamping itu, pembinaan akhlak juga dapat dilakukan sendiri dengan

melakukan ibadah mahdhah dan pembinaan batin.

1) Melakukan ibadah mahdhah

Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima

itu terkandung konsep pembinaan akhlak.42 Pertama, syahadat, yaitu

bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi

Muhammad adalah utusan Allah swt. Kalimat ini mengandung

pernyataan tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan Rosul. Kedua,

shalat. Shalat ini akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan

keji dan munkar. Ketiga, zakat, yaitu agar orang yang

melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir dan

mementingkan diri sendiri, serta membiasakan sikap saling tolong

menolong dan dermawan. Keempat, puasa. Dengan puasa ini tidak

hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum. Tetapi juga

menahan diri dari hawa nafsu serta perbuatan keji yang dilarang.

Selanjutnya yang kelima adalah haji. Dalam haji lebih besar lagi.

Disamping harus menguasai ilmu, ada kemauan keras, bersabar, suka

rela, dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Dengan demikian dari uraian tersebut menjelaskan bahwa dengan

menegakkan ibadah tidak hanya memperbaiki hubungan kita dengan

Allah swt. Melainkan juga memperbaiki hubungan kita dengan

manusia. Karena menurut Aidh Al-Qarni, “maksud dari ibadah adalah

agar engkau menjadi hamba yang istiqamah dan dicintai orang.”43

2) Membiasakan pembinaan batin:

42 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 160. 43 Aidh al-Qarni, Loc. Cit.

30

a. Muhasabah, yaitu selalu menghitung atau mengevaluasi

perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selama ini, baik

perbuatan buruk beserta akibat yang ditimbulkan olehnya.

b. Mu’aqobah, yaitu memberikan hukuman terhadap berbagai

perbuatan dan tindakan yang telah dilakukan.

c. Ma’ahadah, yaitu perjanjian dengan hati nurani, untuk tidak

mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan,

serta menggantikannya dengan perbuatan baik.

d. Mujahadah, yaitu berusaha maksimal untuk melakukan

perbuatan yang baik untuk mencapai derajat ihsan.44

3. Kecerdasan Emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi terdiri dari dua kata, yaitu kecerdasan dan emosi.

Menurut David Wechster yang diutip oleh Makmum Mubayidh, seorang

penguji kecerdasan, “kecerdasan adalah kemampuan sempurna seseorang

berperilaku terarah, berpikir logis, dan berinteraksi dengan baik dengan

lingkungannya.”45

Sedangkan emosi adalah suatu keadaan yang kompleks dari

organisme, yang menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya dan

pada sisi kejiwaan, suatu keadaan terangsang atau pertubasi

(gusar/terganggu), ditandai oleh perasaan yang kuat, dan biasanya suatu

dorongan ke arah suatu bentuk tingkah laku tertentu.46

Kekuatan emosi ini luar biasa. Namun masalahnya bukan pada

emosionalitas, melainkan ketepatan antara emosi dengan cara

mengekspresikannya. Menuru Aristoteles yang dikutip oleh Daniel

Goleman, “Karena tanpa bobot emosional peristiwa-peristiwa tidak

44 Zahruddin, Op. Cit., h. 162. 45 Makmun Mubayidh, Op.Cit., h. 13. 46 James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), Cet. 3, h. 133.

31

mempunyai makna”.47 Oleh karena itu membutuhkan kecerdasan agar

ekspresi dari dorongan tersebut terarah ke arah tujuan yang produktif.

Kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebeasan kepada

perasaan untuk berkuasa, melainkan “mengelola perasaan sedemikian

sehingga terkespresikan secra tepat dan efektif, yang memungkinkan

orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama.”48

Adapun menurut KBBI, “kecerdasan emosional adalah kecerdasan

yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia,

makhluk lain, dan alam sekitar.”49

Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan emosi adalah kemampuan

merasakan, memahami secara efektif menerapkan daya dan kepekaan

emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.50

Sehubungan dengan penjelasan di atas, dalam pandangan Islam

mengenai kecerdasan emosional tak kalah pentingnya. Dimana Islam telah

mengajarkan banyak hal termasuk tentang kejiwaan. Dalam al-Qur’an

banyak menggambarkan tentang emosi bersama peristiwa yang sedang

terjadi. Hal tersebut “dimaksudkan sebagai motivasi agar manusia selalu

mengedepanakan emosi positif dalam kehidupan individual dan sosial,

sebab emosi yang dapat mengantar manusia meraih kebahagiaan duniawi

dan ukhrawi.”51

Potensi tersebut secara fitrah telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada

manusia. Gambaran adanya potensi tersebut dapat dijumpai pada manusia

dalam kedudukannya sebagai insan. “Kata insan terambil dari kata uns

47 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ, Terj. dari

Emotional Intelligence Oleh T. Hermaya, (Jakarta: PT Gramedia, 2015), cet. 20, h. 20. 48 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Terj. Working with

Emotional Intelligence oleh Alex Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999),

h. 9. 49 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 209. 50 Ary Ginanjar, Op. Cit., h. 280. 51 M. Darwis Hude, Emosi: Penjelasan Religio-Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Al-

Qur’an, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 19.

32

yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.”52 Dalam al-Qur’an kata insan

ditunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan

raganya.

Menurut Musa Asy’arie kata insan dalam Al-Qur’an disebut sebanyak

63 kali dalam 63 ayat yang digunakan untuk menunjukkan manusia

sebagai makhluk yang dapat menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa

yang tidak diketahuinya, memikul amanah, sebagai makhluk yang

memiliki kemampuan mengatur waktu, mendapatkan bagian dari apa yang

telah dikerjakan, dan sebagai makhluk yang memiliki keterkaitan dengan

moral atau sopan santun.53

Disamping itu untuk menggambarkan adanya kecerdasan emosional

pada diri manusia, adanya unsur nafs, qalbu, ruh, dan aql sebagaimana

yang tergambar dalam Al-Qur’an. Kata an-Nafs bermakna totalitas

manusia dan potensi manusia yang dapat menghasilkan tingkah laku.

Kemudian qalb, ini bermakna jantung atau hati. Namun yang

dimaksud disini bukanlah jantung atau hati dalam pengertian fisik, namun

dalam makna “jiwa” yaitu sesuatu yang halus, bersifat ketuhanan dan tak

berbentuk. Ia mampu menangkan pengetahuan tentang Allah dan hal-hal

spiritual lainnya.54 Wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut, dan

keimanan.

Ruh adalah wahyu yang dibawa oleh malaikat jibril, sesuatu yang

dianugerahkan Tuhan kepada orang mukmin, juga berarti dukungan dan

peneguhan batin dan kekuatan batin, serta sesuatu yang dianugerahkan

Tuhan kepada manusia. Ruh ini juga dusebut sebagai jiwa, bukan nyawa.

Roh ini dapat mengetahui segala sesuatu yang dapat menangkap segala

52 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemhan Pendidikan Islam di Indonesia

Edisi Keempat, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. 5, h. 42. 53 Ibid., h. 43. 54 Al-Ghazali, Keajaiban Hati, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011), h. 6.

33

pengertian, berkaitan sekali dengan makna al-Qalb yang telah dijelaskan

sebelumnya.55

Sedangkan ‘aql digunakan untuk memahami dan menggambarkan

sesuatu, dorongan moral, dan daya untuk mengambil pelajaran dan

hikmah.

Dengan demikian, adanya keempat potensi tersebut berkaitan dengan

potensi emosional dapat dijumpai yaitu potensi kasih sayang, bermoral,

beriman, takut berbuat salah, saling tolong menolong, dapat bekerja sama

dengan oanglain, dan dapat menerima pelajaran dari Tuhan.56

Oleh karena itu tugas kita adalah membina fitrah tersebut agar tetap

berada dalam kebaikan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Shandel yang

dikutip oleh Ary Ginanjar, “bahaya terbesar yang dihadapi umat manusia

pada zaman sekarang bukanlah ladakan bom atom, tetapi perubahan

fitrah.”57

b. Ruang Lingkup Kecerdasan Emosional

1) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan dasar kecerdasan emosi. Dengan

mengenali emosi diri akan melahirkan kesadaran diri. Sehingga orang

tersebut akan yakin dalam melakukan sesuatu. Disamping itu akan

mampu mengenali emosi sendiri dan efeknya, mengetahui kekuatan

dan batas-batas diri, dan keyakinan tentang harga diri dan kemampuan

sendiri.

Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 46:

55 Ibid,, h. 8. 56 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Op. Cit., h. 45. 57 Ary Ginanjar Agustian, Op. Cit., h. 39.

34

فإن ها اأف لم يسيروا في األرض ف تكون لهم ق لوب ي عقلون بهآ أو ءاذان يسمعون به

الت عمى األبصار ولكن ت عمى القلوب التي في الصدور

“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati

(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar?

Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati

yang ada di dalam dada.” (QS. Al-Hajj:46)58

2) Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan keterampilan agar emosi terekspresikan

secara tepat. Disamping itu ia akan mudah menerima, mampu

menghibur diri, melepaskan kecemasan, atau mengatasi kegagalan,

bertanggung jawab atas perasaan dan kebahagiaannya, serta

mengubah emosi negatif menjadi proses belajar yang membangun.

Dengan pengendalian emosi ini dapat menentukan seberapa baik kita

mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain mana pun yang

kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah.59

Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun

ayat 71:

ناهم ولو ات بع الحق أهوآءهم لفسدت السماوات واألرض ومن فيهن بل أت ي

م عن ذكرهم معرضون بذكرهم ف ه

“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti

binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.

Bahkan kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi

mereka berpaling dari peringatan itu.” (QS. Al-Mu’minun : 71)60

58 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VI, h. 420. 59 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, Op. Cit., h. 45. 60 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VI, h. 522.

35

3) Memotivasi Diri

Menurut Daniel Goleman, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

ini juga menjaga diri dari frustasi, mengendalikan dorongan hati dan

tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan

menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,

berempati, dan berdoa.61

Disamping itu kemampuan ini mampu memasukkan emosi dalam

kegiatan intelektual untuk menganalisa, mampu mengurutkan

prioritas berpikir, membantu seseorang dalam mengarahkan memori,

membuat penilaian dan keputusan akhir, mengubah sikap pesimis

menjadi sikap optimis, mendorong manusia, menerima pandangan

dan pendapat beragam, serta mempengaruhi metode seseorang dalam

memecahkan masalah tertentu.62

Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Yusuf : 87:

ئس من ئسوا من روح الله إنه الي ي يابني اذهبوا ف تحسسوا من يوسف وأخيه والت ي

روح الله إال القوم الكافرون

“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang

Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat

Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah,

hanyalah orang-orang yang kafir". (QS. Yusuf : 87)63

4) Mengenali Emosi Oranglain (Empati)

Empati merupakan dasar keterampilan bergaul. Orang yang memiliki

empati akan lebih mudah menangkap sinyal sosial yang dibutuhkan

orang lain dan mengetahui perasaan oranglain. Sebagaimana firman

Allah swt. dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 33:

61 Daniel Golemen, Kecerdasan Emosional, Op. Cit., h. 43. 62 Makmum Mubayidh, Op. Cit., h. 8. 63 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid V, h. 31.

36

قال رب الس جن أحب إلي مما يدعونني إليه وإال تصرف عن ي كيدهن أصب إليهن

وأكن م ن الجاهلين

Yusuf berkata:"Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada

memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari

tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk ( memenuhi

keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang yang bodoh".

(QS. Yusuf : 33)64

5) Membina Hubungan

Dalam membina hubungan, sebagian besar adalah keterampilan

mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini menunjang popularitas,

kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Disamping itu dapat

menciptakan sinergi kelompok dalam mencapai tujuan bersama.

Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. At-Tin : 4-6

{ ٥{ ثم رددناه أسفل سافلين }٤لقد خلقنا اإلنسان في أحسن تقويم }

الحات فلهم أجر غير ممنون } {٦إالالذين ءامنوا وعملوا الص

(4) Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya.

(5) Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-

rendahnya,

(6) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan

kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada

putus-putusnya.”

(QS. At-Tin : 4-6)65

c. Cara Membina Kecerdasan Emosional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, membina adalah

mengusahakan agar lebih baik, mengupayakan agar sedikit lebih maju atau

sempurna.66 Sebagai pendorong upaya, terdapat faktor internal yang terdiri

64 Ibid., Jilid. IV, h. 522. 65 Al-Qur’an dan Tafsirnta, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Jilid 10, h. 714. 66 Tim Pripa Pena, Op. Cit., h.146.

37

dari jasmani dan psikis, dan faktor eksternal yang terdiri dari stimulus dan

lingkungan.

Oleh Andreas Hartono yang mengutip dari Daniel Goleman,

kehidupan keluarga merupakan sekolah kita yang pertama untuk

mempelajari emosi.67

EQ dapat dikembangkan melalui orangtua dengan cara:

1) Orangtua harus mengelola emosinya terlebih dahulu

2) Mengajarkan bagaimana mengenal perasaan khususnya dan dengan

mengembangkan kecakapan bahasanya agar ia bisa mengekspresikan

emosinya

3) Menjaga agar perasaan simpati tetap ada pada anak dan

mengembangkannya

4) Memberikan konsekuensi terhadap perbuatannya sebagai bentuk

pelatihan tanggung jawab

5) Jangan membuat anak menyesali keterus terangannya

6) Sadarilah pentinya mengakui anak dan perasaannya

7) Menerapkan disiplin. Disimplin disini dalam arti tradisi yang baik

8) Katakan pada anak hal-hal yang anda hargai dan perlu diperbaiki dari

mereka

9) Tanyakan pendapat anak tentang hal-hal yang membuat anda

bertambah baik

10) Jadilah orang yang dapat dipercaya

11) Mengambil keputusan dengan mempertimbangkan perasaan anak

12) Memenuhi hakikat perasaan yang ada dan mengungkapkan pada anak

EQ juga dapat dikembangkan oleh guru dengan cara:

1) Membantu murid mempelajari bahasan dan emosi dan kalimat yang

digunakan untuk emgekspresikannya

67 Andreas Hartono, Op. Cit., h. 3.

38

2) Membantuk murid untuk emrasa dirinya diperhatikan oleh guru

3) Melatih murid untuk mengenali berbagai situasi emosi dan

membedakan antar emosi

4) Guru harus memahami emosi dan ketakutannya sendiri

5) Guru berusaha mengetahui faktir-faktor yang menyebabkan emosinya

muncul

6) Guru berusaha mnegenali kebutuhan emosinya yang belum terpenuhi

Dari uraian di atas jelas, peran keluarga memiliki porsi yang lebih

besar dalam membina kecerdasan emosional daripada guru. Baik melalui

keteladanan, pengetahuan, dan melibatkan anak dalam segala situasi dan

kondisi. Oleh karena itu perlu bagi orangtua untuk memiliki pemahaman

yang cukup baik tentang dasar-dasar kecerdasan emosional.

Muhammad Thalib menyebutkan praktek Rasulullah dalam mendidik

anak atau umatnya dalam berbagai bidang, salahsatunya dalam bidang

emosi dengan cara:

1) Memperlakukan dengan kasih sayang

2) Mengajarkan bersikap ketika shalat

3) Melatih keberanian

4) Mengajarkan sikap tenang

5) Melatih kesabaran ketika sakit

6) Mengajari berdo’a ketika sakit

7) Melatih bersabar menghadapi musibah

8) Mengajari menyikapi kesulitan hidup

9) Mengajari menyikapi dorongan seksual

10) Mengajari bersikap ketika berkumpul

11) Menyuruh membina persahabatan

12) Mengajari menyikapi orang marah

13) Mengajari enyikapi kejahilan

14) Mengajari menyikapi kesalahan orang

39

15) Mengajari menyikapi peleceh agama68

Pembinaan kecerdasan emosional membutuhkan proses yang

berkesinambungan. Diriwayatkan bahwa pemuda sedang mencari guru

yang membimbingnya saat ia bertemu guru, pemuda bertanya, “Berapa

waktu yang Tuan butuhkan untuk mengajarkan pada saya perilaku yang

baik dan cara mengendalikan nafsu?” Sang guru menjawab, “10 tahun”.

Si pemuda kembali berkata, “Tetapi 10 tahun itu waktu yang sangat

lama. Mungkinkan waktunya dapat dipersingkat?”. Sang guru kembali

menjawab, “Untuk mendidik murid sepertimu aku justru membutuhkan

waktu 20 tahun.”69

Dari kisah di atas merupakan salahsatu faktor internal dalam membina

kecerdasan emosional. Dalam Islam, terenal dengan “Man Shabra zhafiru”

yang artinya barangsiapa yang bersabar akan sukses. Dengan demikian,

dalam proses membutuhkan kesabaran. Dimana sabar tersebut merupakan

kunci dari kecerdasan emosional, yaitu pengendalian diri.

Namun seringkali kita mengabaikan fitrah tersebut. sebagaimana HR.

Muslim, Nabi Muhammad bersabda: “Dosa membuah hati menjadi

gelisah”. Kunci kecerdasan emosi Anda adalah pada kejujuran suara hati

Anda.70

Disamping itu kecerdasan emosional juga dapat dibina oleh diri

sendiri. Melalui pembinaan jiwa dan hati nurani dilakukan dengan

membersihkan hati nurani dan penyakt hati seperti sombong, tinggi hati,

congak, dendam, inir, dan sebagainya, serta mengisinya dengan akhlak

yang terpuji seperti ikhlas, jujur, kasih sayang, tolong menolong,

bersahabat, silaturrahmi, berkumunikasi, salaing mengingatkan, dan

sebagainya.

68 Heri Jauhari Muchtar, Op. Cit., h. 230. 69 Makmun Mubayidh, Op. Cit., h. 233. 70 Ary Ginanjar Agustian, Op. Cit., h. 42.

40

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Dari beberapa hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa

masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti:

1. “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan

Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”. Penelitian

ini dilakukan oleh Siti Khairunnisa mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif

analisis. Dari analisis hasil angket, wawancara dan observasi, peneliti

menarik dua kesimpulan. Pertama, guru pendidikan agama Islam sangat

berperan aktif dalam membina kecerdasan emosional siswa. Dan kedua,

kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti sangat baik. Dari kedua

poin tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru pendidikan agama

Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional di SMA Bhakti Bekasi

sudah baik.

2. “Peran Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku

Keberagamaan Anak Didik di MTsN Parung.” Penelitian ini dilakukan

oleh Anwar jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Penelitian

tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa peran pendidikan akhlak dalam

pembentukan sikap dan perilaku keagamaan siswa-siswi di MTsN Parung

cukup besar, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis hasil wawancara,

observasi, dan deskripsi beberapa pertanyaan yang dicantumkan dalam

angket. dari 30 responden sebanyak 70% sampai dengan 90% sikap dan

perilaku keberagamaan mereka cukup baik.

3. “Peran Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Karakter Santri di

Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan”. Penelitian ini

dilakukan oleh Lutfi Daridil Atros mahasiswa jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

41

Jakarta tahun 2012. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil analisis angket, observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi, penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa peran

pendidikan akhlak dapat membentuk karakter santri di pondok pesantren

Miftahul Ulum yang dengan harapan santri dapat lebih memiliki karakter

dalam menghadapi tantangan zaman.

Berikut ini adalah persamaan dan perbedaan dari penelitian yang relevan di atas,

yaitu:

a. Persamaan dengan penelitian yang pertama adalah sama-sama meneliti

upaya dalam pembinaan kecerdasan emosional. Adapun perbedaan

penelitian yang pertama adalah pada objek penelitian dan metode yang

digunakan. Objek pada penelitian pertama adalah peran guru pendidikan

agama Islam, sedangkan pada penelitian yang akan diteliti adalah

pendidikan akhlak. Dan metode pada penelitian pertama adalah metode

deskriptif analisis, sedangkan pada penelitian ini adalah kualitatif.

b. Persamaan penelitian yang kedua adalah sama-sama meneliti pendidikan

akhlak. Adapun perbedaan penelitian yang kedua dengan penelitian yang

akan diteliti adalah pada penelitian kedua meneliti peran pendidikan akhlak

dalam pembentukan sikap dan perilaku keberagamaan anak, sedangkan

dalam penelitian yang akan diteliti adalah peran pendidikan akhlak dalam

membina kecerdasan emosional anak.

c. Persamaan penelitian yang ketiga adalah sama-sama meneliti pendidikan

akhlak dan sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun

perbedaan penelitian yang ketiga dengan penelitian yang akan diteliti adalah

pada penelitian ketiga meneliti peran pendidikan akhlak dalam membentuk

karakter santri. Sedangkan dalam penelitian yang akan diteliti adalah peran

pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak.

42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Wakatu Penelitian

Tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah Panti Asuhan

Nurul Amal yang beralamat di Jl. Amil Wahab Rt. 004/09 No. 45 Kramat

Jati, Jakarta Timur. Adapun waktu penelitian di semester ganjil 2017.

B. Latar Penelitian (Setting)

Latar penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan

yang direncanakan peneliti untuk dijadikan sebagai objek dalam penelitian.

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga komponen, yaitu

place (tempat) dimana inetraksi dalam situasi sosial berlangsung, actor

(pelaku) atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu, dan

activity (kegiatan) yang dilakukan oleh actor dalam situasi sosial yang

sedang berlangsung.1

Dalam penelitian ini objek penelitian penulis adalah:

1. Dimensi Tempat

Tempat peneliti akan melakukan penelitian yaitu di Panti Asuhan Nurul

Amal yang berada di di Jl. Amil Wahab Rt. 004/09 No. 45 Kramat Jati,

Jakarta Timur

2. Dimensi Pelaku

Pelaku atau objek yang berperan dalam pengambilan informasi untuk

melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kepala

yayasan, pengasuh, dan anak asuh yang berada di Panti Asuhan Nurul

Amal.

3. Dimensi Kegiatan

Dalam kegiatan penelitian ini peneliti melakukan observasi terhadap

kegiatan keseharian yang dilakukan oleh pengasuh dan anak asuh di

1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA,

2007), Cet. Ke-3, h. 229.

43

Panti Asuhan Nurul Amal untuk memperoleh informasi mengenai

pelaksanaan pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional

di Panti Asuhan Nurul Amal.

C. Metode Penelitian

Matode penelitian terdiri dari dua kata, metode dan penelitian. Kata

metode berasal dari bahasa Yunani “methodos”, terdiri dari dua kata yaitu

meta (menuju, melalui, mengikuti) dan hodos (jalan, cara, arah).2

Sedangkan penelitian merupakan upaya untuk memperoleh kebenaran,

harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangkan dalam metode

ilmiah. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai jalan

yang harus dilalui untuk memperoleh kebenaran yang didasari proses

berpikir ilmiah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan

pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek

yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, pengambilan

sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik

pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi.3 Penlitian ini dilakukan dengan tahapan pertama yaitu

menganalisis kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal.

Analisis tersebut dideskripsikan di latar belakang masalah kemudian

difokuskan pada rumusan masalah penelitian. Pada rumusan masalah

tersebut dipertanyakan bagaimana implementasi oendidikan akhlak dalam

membina kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal yang

nantinya akan dijawab di bagian hasil penelitian.

2 Juliansyah Noor, Metodologi penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.

22. 3 Sugiyono, Op. Cit., h. 15.

44

Peran penulis dalam penelitian ini sebagai instrumen kunci yang

bertugas mengumpulkan data demi data melalui observasi yang mengamati

saat kegiatan sehari-hari, menjadi interviewer dalam proses wawancara

terhadap pemimpin yayasan, pengasuh panti asuhan, dan beberapa santri,

serta mengumpulkan okumen-dokumen sebagai data pelengkap yang ditulis

berdasarkan kejadian alamiah.

Ditambahkan oleh Prof. Dr. A. Muri Yusuf, “penelitian kualitatif

disajikan dalam bentuk deskriptif dan naratif.”4 Setelah melakukan

penelitian, laporan penelitian ditulis dengan mendeskripsikan kejadian-

kejadian pada proses pendidikan, kurikulum yang diterapkan, berbagai

kegiatan pendukung, serta metode yang digunakan dalam menerapkan

pendidikan akhlak di Panti Asuhan Nurul Amal dalam membina kecerdasan

emosional anak.

Ditambahkan oleh Nana Syaodih, “penelitian kualitatif lebih

memperhatikan karakteristik, kualitas dan keterkaitan antara kegiatan”.5

Dalam penelitian ini, penulis memperhatikan karakteristik, kualitas, dan

keterkaitan pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak

di Panti Asuhan Nurul Amal.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Prosedur pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Apabila dilihat dari segi cara pengumpulan, data dapat

dilakukan dengan interview (wawancara), observasi (pengamatan), dan

studi dokumentasi.

4 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 333. 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2012), Cet. 8, h. 73.

45

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah:

1. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara merupakan salahsatu teknik yang dapat digunakan untuk

penelitian dengan suatu proses interaksi antara pewawancara dan

sumber informasi melalui komunikasi langsung.6 Wawancara tersebut

dilakukan dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan

idenya. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai penasehat

yayasan, pengasuh panti asuhan, dengan bentuk wawancara semi

terstruktur dimana pewawancara menyusun rencana wawancara yang

mantap, tetapi tidak menggunakan format dan urutan yang baku. Pada

saat wawancara, peneliti menggali data tentang latar belakang panti

asuhan Nurul Amal, keadaan anak asuh, proses pendidikan akhlak, serta

yang terkait dengan proses pendidikan akhlak di panti asuhan tersebut.

2. Observasi Non-partisipatif

Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

non-partisipatif dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan

yang diamati.7 Pada tahap ini, peneliti berusaha ikut kegiatan namun

tidak terlibat aktif. Peneliti hanya memperhatikan interaksi antara

pengasuh dengan santri, metode yang digunakan oleh pengasuh atau

guru, kondisi sosial anak santri, gerak-gerik santri, dan interaksi antar

santri dan mecatat hasil penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Menurut Sugiono,

hasil penelitian akan semakin dapat dipercaya kalau didukung oleh

sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di

6 Muri Yusuf, Op. Cit., h. 372. 7 Ibid., h. 384.

46

masyarakat, dan autobiografi.8 Untuk itu peneliti mengumpulkan profil

yayasan, motto, data jumlah pembina, data jumlah anak asuh, jadwal

kegiatan keseharian anak, tata tertib, dokumentasi kegiatan serta data

lain yang relevan. Setelah semua data didapatkan, barulah peneliti

menggabungkan dan melakukan analisis.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

1. Memperpanjang Waktu Keikutsertaan Peneliti di Lapangan

Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen dalam

penelitian. Keshahihan dan keabsahan data sangat ditentukan oleh

komitmen, keikutsertaan, dan keterlibatan peneliti dalam penelitian

yang dilakukan.9 Oleh karena itu peneliti mengumpulkan dta dengan

lebih dari satu kali kunjungan yakni dari bulan september hingga

november untuk melengkapi data yang dibutuhkan.

2. Melakukan Triangulasi

Triangulasi merupakan salahsatu teknik dalam pengumpulan data untuk

mendapatkan temuan dan interpretasi data yang dapat menggunakan

sumber yang banyak dan menggunakan metode yang berbeda. 10 Proses

triangulasi ini, peneliti berusaha untuk mengobservasi dan

mewawancarai penasehat, pengasuh, beberapa anak santri, dan

mengobservasi.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Imam Gunawan,

Analisis data adalah proses pencaharian dan pengaturan secara sistematik

hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan

untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan

dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.11

8 Sugiyono, Op. Cit., h. 329. 9 Muri Yusuf, Op. Cit., h. 394. 10 Ibid., h. 395. 11 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 210.

47

Analaisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian kualitatif

adalah model analisis data mengalir (flow model). Sejumlah langkah

analisis terdapat pada model ini adalah sebagai berkit:

1. Pengumpulan Data

Peneliti membuat catatan dari data yang dikumpulkan melalui

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang merupakan catatan

lapangan yang terkait dengan pertanyaan atau tujuan penelitian.

2. Reduksi Data

Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

ebrbagai sumber, yakni dari pengamatan, wawancara, dan

dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, maka langkah selanjutnya

adalah reduksi data.

Langkah ini berkaitan erat dengan proses menyeleksi, memfokuskan,

menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data

mentah yang diperoleh dari hasil penelitian. Reduksi data dilakukan

selama penelitian berlangsung, bahkan seperti telah dijelaskan di atas,

langkah ini dilakukan sebelum data benar-benar dikumpulkan.

3. Penyajian Data

Setelah melalui reduksi data, langkah selanjutnya dalam analisis data

adalah penyajian data atau sekumpulan informasi yang memungkinkan

peneliti melakukan penarikan kesimpulan. Bentuk penyalinan data

yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah naratif yang

menceritakan secara panjang lebar temuan penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Setelah data yang terkumpul direduksi dan selanjutnya disajikan, maka

langkah yang terakhir dalam menganalisis data adalah menarik

kesimpulan atau verifikasi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan,

wawancara, dan pemanfaatan dokumen yang terkait dengan pendidikan

akhlak direduksi untuk dipilih mana yang paling tepat untuk disajikan.

proses pemilihan data akan difokuskan pada data yang mengarah pada

48

pertanyaan penelitian yang terkait dengan pendidikan akhlak dalam

membina kecerdasan emosional.12

12 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Peodman Penulisan Skripsi, (Jakarta, FITK, 2015), h.

70-71.

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Panti Asuhan Nurul Amal

1. Latar Belakang dan Sejarah Singkat

Panti asuhan Nurul Amal merupakan suatu lembaga sosial

kemasyarakatan dibidang anak terlantar. Panti asuhan Nurul Amal adalah

salahsatu lembaga yang berada dibawah naungan Yayasan Nurul Amal.

Terbentuknya sebuah yayasan Nurul Amal ini bermula dari

pengalaman hidup H. EK. Zaenuddin di kota kelahirannya, Tasikmalaya.

H. EK. Zaenuddin yang merupakan pendiri yayasan ini merupakan

seorang anak yatim-piatu yang tidak pernah melihat rupa kedua

orangtuanya. Beliau tumbuh besar dalam keadaan yang susah dan harus

banting tulang untuk bertahan hidup. Dengan tekun dan tekad yang mantap

beliau memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta dan bekerja menjadi

pedagang plastik di kramat Jati untuk menghidupi istri dan seorang

anaknya yang selalu dibawa berdagang hingga terkadang tidur dibawah

gerobak. Meskipun demikian, dalam keadaan seperti itu beliau masih

menyempatkan diri untuk menimba ilmu.

Alhamdulilah usaha berdagang di Kramat Jati ternyata membawa

keberkahan dan membuahkan sebidang tanah dengan sebuah aula kecil di

belakangnya. Sejak saat itulah terpikir oleh beliau untuk merintis sebuah

madrasah kecil-kecilan.

H. EK. Zaenuddin dan istri memiliki perhatian besar terhadap dunia

pendidikan. Terlebih pendidikan anak-anak di kampungnya yang putus

sekolah akibat keterbatasan finansial orangtuanya. Keprihatinan tersebut

membuat beliau tergerak dan memutuskan untuk mengubah madrasah

menjadi panti asuhan. Karena menurutnya, pendidikan-moral dan

intelektual berkaitan dengan martabat seorang manusia, berkorelasi

50

dengan pendataan ekonomi, dan mempengaruhi rasa toleransi. Singkatnya,

pendidikan dapat membangun sebuah bangsa yang besar dan bermartabat,

dan mewujudkan sebuah khairul ummat.

Berdasarkan latar belakang semacam ini, Yayasan Nurul Amal

mendirikan sebuah panti asuhan berorientasi pendidikan pada tahun 1982.

Dan atas saran guru mengaji istri beliau, Ustadzah Hj. Dimroh, yayasan

ini diberi nama “Nurul Amal” yang berati cahaya amal. 1

2. Profil

Yayasan keluarga ini dimaksudkan untuk memberdayakan anak-anak

yatim, piatu, dan dhu’afa. Hampir setiap tahun pengurus Yayasan Nurul

Amal survei ke pelosok-pelosok kampung, mengajak anak-anak

bersemangat tinggi dengan status tersebut untuk menimba ilmu di Jakarta.

Yayasan yang terletak di Jl. Amil Wahab RT. 004/09 No. 45, Kramat

Jati, Jakarta Timur ini turut menyediakan asrama (Tsuknah), dapur

(Math’am), dan sekolah (Madrosat). H. EK. Zaenuddin yang turut

membina anak-anak secara langsung selalu mengatakan kepada anak asuh,

“kalian harus bangga, ini adalah panti asuhan dengan kualitas pendidikan

yang lebih bagus daripada pesantren-pesantren modern.”, dengan maksud

mengobarkan semangat dan membentuk self-concept (konsep diri)

mereka. Hal tersebut sesuai dengan jargon Yayasan, yaitu “The Best

Education Center for Orphans and The Poor”. Dan memang,

alhamdulillah, pada kenyataannya, jargon tersebut memotivasi anak-anak.

Oleh karena itu di dalam panti asuhan Nurul Amal menamakan anak-anak

asuhnya dengan sebutan santri.

Sejauh ini, sudah banyak diantara mereka (yang setingkat SMP) yang

sudah diperbantukan dalam kursus bahasa Inggris (Nurul Amal English

Course), sudah terampil berpidato dalam tiga bahasa, bermain Hadroh, dan

1 Hasil Studi Dokumentasi, Organization Profile Nurul Amal Foundation

51

sebagainya. Bahkan, pada 2005 yang lalu di antara mereka ada yang

memenangkan Jurara I Lomba Pidato Berbahasa Inggris dan Juara II

Lomba Pidato Berbahasa Arab se-DKI Jakarta, alhamdulillah.

Diantara lulusan Nurul Amal ada yang mendapatkan beasiswa Kuliah

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena keteladanannya mengajarkan

bahasa Inggris di sela-sela masa belajarnya. Ada pula yang hendak

dipromosikan menjadi staff di perusahaan tempatnya bekerja karena

kemampuan bahasa Inggrisnya yang baik, hanya saja promosi itu kandas

lantaran si anak tak mempunyai ijazah SMA.

52

3. Susunan Kepengurusan ISNA (Ikatan Santri/wati Nurul Amal)

Gambar 4.1

Struktur Kepengurusan ISNA

NUR JANNAH, S. AG

Ketua Yayasan

ZAENAL ABIDIN

Direktur Eksekutif

AL-QUDRI

Koord. Disiplin Santri

OKI ABDUL MUTTAKIN

Ketua

HASBI ASSIDQI

Wakil Ketua

Bagian

Ibadah

1. Lajang

S.

2. Mulya

3. Rika H.

4. Yuliyanti

Bagian

Bahasa

1. Joni A.

2. Iman H.

3. Abror

4. Neti S.

Bagian

Kebersihan

1. Abror

2. Joni A.

3. Yuliyanti

4. Neti S.

Bagian

Keamanan

1. Mulya

2. Jajang S.

3. Dian S.

Pengurus

Harian

1. Iman H.

2. Rika H.

3. Eka R.

SANTRIWAN SANTRIWATI

H. EK. ZAENUDDIN

Penasehat

53

4. Sumber Keuangan

Selama ini, biaya hidup dan pendidikan anak-anak santri diusahakan

dengan berdagang di Pasar Kramat Jati. Disamping ada juga yang datang

memberikan donasi dan santunan. Ada beberapa diantara donatur itu yang

telah menyaksikan langsung hasil pembinaan dan pendidikan anak-anak di

yayasan ini dan merasa telah mendapatkan tempat penyaluran sedekah

yang tepat, hingga akhirnya memberikan donasi rutin.

Sumber keuangan yayasan yang lain juga didapatkan dari 20% hasil

koperasi keluarga yang baru didirikan tahun 2017 ini. Koperasi ini diolah

langsung oleh pengurus ISNA.

5. Program Pendidikan Yayasan

Untuk mendukung pendidikan anak-anak panti asuhan Nurul Amal

dan warga sekitar, Yayasan Nurul Amal juga mendirikan lembaga

pendidikan formal yaitu Raudhatul Anfal pada tahun 1998, Madrasah

Ibtidaiyah pada tahun 2004 dan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 2004.

Ketiga lembaga ini terbuka juga untuk masyarakat umum dengan

tujuan untuk membina kultur “santri” pada anak-anak masyarakat di

sekitar yayasan. Selain itu, keterbukaan ini juga membuka peluang

komunikasi yang terbuka antara masyarakat dan yayasan.

Disamping santri panti asuhan Nurul Amal dan warga sekitar, lembaga

ini juga terbuka untuk yayasan atau panti asuhan lain, seperti panti asuhan

Titipan Ilahi Kramat Jati yang terletak tidak terlalu jauh dari yayasan Nurul

Amal.

6. Keadaan Santri

Anak-anak yatim, piatu, dan dhu’afa Yayasan Nurul Amal 99%

berasal dari daerah terpencil, dari tempat-tempat yang sulit untuk

bersekolah, dan dari keluarga yang tidak mampu membiayai putra-

putrinya.

54

7. Data Santri

Berikut ini merupakan data hasil studi dokumen mengenai data anak

santri panti asuhan Nurul Amal.2 Berikut ini merupakan data hasil studi

dokumen mengenai data anak dari latar belakangdan data berdasarkan

tingkat pendidikan anak yang mukim.

Tabel 4.1

Data anak santri mukim berdasarkan latar belakang

Jenis

Kelamin Yatim Piatu

Yatim

Piatu

Tidak

Mampu - Jumlah

Laki-laki 9 2 2 12 1 26

Perempuan 7 3 7 0 2 19

Total 16 5 9 12 3 45

Dari data di atas merupakan hasil studi dokumen data anak santri

mukim di panti asuhan Nurul Amal. Tabel tersebut menunjukkan jumlah

santri di panti asuhan yaitu 45 santri dengan presentase 58% laki-laki dan

42% perempuan. Pada data tersebut diketahui latar belakang anak yang

tinggal di panti asuhan selain karena anak tersebut yatim, piatu, yatim

piatu, dan tidak mampu ada juga yang orangtuanya percayakan untuk

menjadi santri di panti asuhan Nurul Amal. Adapun presentase anak yatim

adalah 36%, anak piatu adalah 11%, anak yatim piatu adalah 20%, anak

tidak mampu adalah 27%, dan anak yang tidak terlantar 6%. Berdasarkan

latar belakang anak santri di panti asuhan Nurul Amal didominasi dari

golongan anak yatim dengan jumlah 16 anak.

2 Hasil Studi Dokumen Anak tahun 2017

55

Tabel 4.2

Data anak santri mukim berdasarkan jenjang pendidikan

Jenis

Kelamin SD/MI SMP/MTs SMA/MA Jumlah

Laki-laki 7 16 3 26

Perempuan 3 11 5 19

Total 10 27 8 45

Dari hasil studi dokumen di atas mengenai tingkat pendidikan anak

santri menunjukan bahwa 45 anak sedang mengikuti pendidikan mulai dari

tingkat sekolah dasar, menengah pertama, hingga menengah atas. Adapun

presentase anak di tingkat sekolah dasar adalah 22%, di tingkat sekolah

menengah pertama 60%, dan di tingkat menengah atas 18%. Berdasarkan

jenjang pendidikan anak santri di panti asuhan Nurul Amal didominasi

oleh anak tingkat menengah pertama. Atas dasar tersebut setiap anak di

panti asuhan Nurul Amal mendapatkan hak memperoleh pendidikan

setinggi-tingginya. Mulai jenjang pendidikan menengah atas anak

diperolehkan melanjutkan pendidikannya di luar yayasan dengan tinggal

di asrama atau kembali pada keluarganya. Pendidikan merupakan hal yang

sangat diperhatikan di panti asuhan Nurul Amal. Hal tersebut juga tampak

dengan dipersiapkannya tabungan maisng-masing santri untuk beasiswa

setelah mereka lulus dari panti asuhan Nurul Amal ini.

Disamping itu, panti asuhan Nurul amal juga memiliki anak santri

non-mukim dengan kesamaan latar belakang keterlantaran, yaitu yatim.

Berikut ini merupakan data hasil studi dokumen mengenai data anak dari

tingkat pendidikan anak santri non-mukim.

56

Tabel 4.3

Data anak santri non-mukim berdasarkan jenjang pendidikan

Jenis

Kelamin SD/MI SMP/MTs SMA/MA Jumlah

Laki-laki 14 3 1 18

Perempuan 7 0 0 7

Total 21 3 1 25

Dari data di atas merupakan hasil studi dokumen data anak santri

mukim di panti asuhan Nurul Amal. Tabel tersebut menunjukkan jumlah

anak santri non-mukim panti asuhan Nurul Amal yaitu 25 anak yang

sedang mengikuti pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga

sekolah menengah atas. Jumlah anak santri non-mukim paling banyak

yaitu pada tingkat sekolah dasar dengan presentase 84% yang terdiri dari

laki-laki dan perempuan. Adapun presentase anak santri non-mukim di

tingkat menengah pertama adalah 12% dan di tingkat menengah atas 4%

dengan jenis kelamin laki-laki. Atas dasar tersebut panti asuhan nurul amal

tetap memberikan kesempatan kepada anak-anak yang belum dapat

bermukim untuk terus diundang untuk turut memenuhi undangan donatur

dan mendapatkan uang pembinaan setiap bulannya. Hal tersebut juga

menjadi bahan pembelajaran tentang betapa pentingnya pendidikan.

8. Data Pembimbing, Pembina dan Pengajar

Tabel 4.4

Pembimbing, Pembina dan Pengajar Panti Asuhan

No Nama Tugas

1 H. EK. Zaenuddin Penasehat

2 Nur Jannah, S. Ag. Ketua Yayasan

3 Zaenal Abidin, S.S. Pembina dan Pengajar Bhs. Inggris

dan kaligrafi

57

4 Al Qudri Pembina dan Pengajar Kitab

5 Ishlahuddin Pembina

6 Ichsan Nasrullah, S.Ag. Pembina

7 Siti Aisyah Pembina

8 Siti Fatimah, S.Pd.I Pembina

9 Siti Nur Azizah, S.S Pembina

10 Rika Halimatussa’diyyah Pembina

11 Rina Suniati Pembina

12 Ust. Nafis Qurthuby Pengajar Qori’

13 Yusron Jaelani, S.E. Pengajar Hadits

14 Ade Jamaludin Pengajar Tahfidz dan Bahasa Arab

Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa panti asuhan ini berada

dibawah bimbingan pendiri, yaitu H. EK. Zaenuddin yang akrab disapa

dengan panggilan “ayah”, kemudian terdapat sembilan pembina yang dua

di antaranya merangkap sebagai pengajar, dan terdapat pula tiga pengajar

lain. Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa guru yang mengajar di

panti asuhan Nurul Amal sebagian besar sudah sesuai dengan pendidikan

dan kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Namun pengajar yang

tidak memiliki pendidikan yang sesuai, ia menjadi pengajar berdasarkan

kemampuannya dalam hal yang diajarnya. Adapun pembina yang masih

berpendidikan dibawah S1, sebagian besar merupakan santri berprestasi

yang telah tinggal di panti asuhan Nurul Amal dan membantu menjadi

pembina berdasarkan kemampuannya.

58

9. Sarana dan Prasarana

Tabel 4.5

Sarana dan Prasarana Yayasan

No. Jenis Ruang Jumlah Kondisi

1. Rayon laki-laki 4 Baik

2 Rayon perempuan 3 Baik

3 Rayon alumni laki-laki 1 Baik

4 Rayon alumni perempuan 1 Baik

5 Rayon guru laki-laki 3 Baik

6 Rayon guru perempuan 1 Baik

7 Kamar mandi laki-laki 5 Baik

8 Kamar mandi perempuan 6 Baik

9 Tempat wudhu laki-laki 1 Baik

10 Tempat wudhu perempuan 1 Baik

11 Dapur 1 Baik

12 Kantin 1 Baik

13 Majelis/aula 1 Baik

14 Kantor 3 Baik

15 Tempat jemuran 1 Baik

16 Lapangan 1 Baik

17 Masjid 1 Baik

18 Perpustakaan 1 Baik

10. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam

rancangan pendidikan. Kurkulum pada lembaga non-formal harus sesuai

dengan kebutuhan dari warga belajar. Dapat dikatakan kurikulum pada

pendidikan non-formal difokuskan pada skill dari warga belajar.

59

Salahsatu skill yang dihidupkan dalam pendidikan di panti asuhan

Nurul Amal adalah skill beragama. Sehingga pendidikan Islam dianut

sebagai sistem dengan motto “Science Without Religion is Blind!”. Oleh

karena itu dalam pelaksanaannya panti asuhan Nurul Amal menghidupkan

peraturan dan pembiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam serta

menjadikan akhlak sebagai landasan utamanya. Sebab sebagaimana

perkataan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani yang dikutip oleh KH. Zaenal

selaku pengasuh, “Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada

orang yang berilmu. Kalau hanya berilmu, iblis-pun lebih tinggi ilmunya

daripada manusia.” Dengan demikian pendidikan akhlak merupakan

salahsatu hal yang diutamakan.

Kurikulum dirangkum dalam kegiatan sehari-hari yang telah

terjadwal. Sedangkan materi pembelajaran di panti asuhan Nurul Amal

bersifat fleksibel, sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat itu, baik yang

bersifat anjuran maupun pencegahan. Adapun metode yang sering

digunakan adalah metode nasihat dengan perumpamaan. Seperti yang

dipaparkan oleh Pak Zaenal:

“Kita memberikan materi terkait pelanggaran yang masih hangat,

dalam artian baru saja terjadi. Dan yang perlu diperhatikan, dalam

penyampaiannya menggunakan metode yang baik. Dengan metode

perumpamaan misalnya, dan tanpa menyebut-nyebut anak yang

bersangkutan.”

“Adapun pendekatannya adalah dengan “sabar dan sholat”, Semuanya

punya Allah kok. Jadi mintalah sama Allah, meskipun ada wasilah.”

Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

60

Tabel 4.6

Kegiatan Sehari-hari Panti Asuhan

Pukul Kegiatan

03.30

Bangun Pagi

Qiyamul Lail

Belajar Kitab Kuning

Sholat Subuh Berjama’ah

Membaca Qur’an

Pemberian Kosa Kata B. Arab/B. Ingris

05.30

Piket

Mandi

Sarapan

06.30

Apel

Berangkat sekolah

Sholat Dhuha

Sholat Dzuhur berjama’ah

13.30 Istirahat/Ekstrakurikuler

Makan Siang

15.30

Sholat Ashar Berjama’ah

Membaca QS. Al-Waqi’ah dan QS. Al-Mulk

Membaca Rotib Al-Attas

Piket

Mandi Sore

17.30

Makan sore

Tadarus Al-Qur’an

Sholat Maghrib berjama’ah

Membaca QS. Yasin

Membaca Rotib Al-Haddad

Pembelajaran (Tahfidz, Bahasa, Tajwid, Kitab

Kuning, Qori’, atau Hadits)

61

20.00 Belajar masing-masing

21.00 Wajib Tidur

Disamping itu, dalam rangka menunjang pendidikan juga terdapat

kegiatan pengembangan diri, diantaranya:

a. Kaligrafi

b. Muhadhoroh 3 bahasa

c. English native speaker

d. Silat

e. Rekreasi

f. Acara santunan

g. Pencak silat

h. Futsal

i. Paskibra

B. Deskripsi Data dan Pembahasan

1. Internalisasi Pendidikan Akhlak di Panti Asuhan Nurul Amal

Pendidikan akhlak diasumsikan dapat membentuk pribadi yang

berkualitas. Namun hal tersebut memerlukan sebuah proses yang

dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Betikut adalah merupakan

hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen yang peneliti lakukan

terhadap pembina, pengurus, dan santriwan/wati mengenai pendidikan

akhlak di panti asuhan Nurul Amal. Adapun proses dalam menerapkan

pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:

a. Berkelanjutan

Salahatu tujuan pendidikan akhlak adalah memberikan pedoman bagi

manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dan yang buruk. Di dalam

panti asuhan Nurul Amal, pendidikan tersebut dimulai dari awal mereka

62

tinggal hingga mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya.

Oleh karena itu, salah satu kewajiban santri ialah tinggal di asrama.

Prinsip berkelanjutan merupakan proses yang panjang. Tidak dapat

dilakukan satu-dua hari. Oleh sebab itu santri tidak diperkenankan untuk

keluar dari yayasan kecuali untuk kepentingan sekolah saat tingkat

menengah atas atau izin penting lainnya dengan seizin pembina dan

santripun hanya diperkenankan pulang kampung satu tahun sekali, yaitu

saat lebaran. Sebagaimana yang dikatakan oleh pak Zaenal:

“Berdasarkan pengalaman dan petimbangan saya selama jadi santri,

saya menetapkan untuk pulang kampung hanya satu tahun satu kali,

yaitu saat lebaran. Agar pembelajaran efektif dan santri menjadi

disiplin. Hak tersebut dalam rangka memperbaiki moral.”3

b. Bertahap

Setiap santri diwajibkan mengikuti rangkaian kegiatan harian yang

telah ditetapkan oleh yayasan. Walaupun jenjang umur jika dilihat

berdasarkan data santri berbeda, namun tidak ada perbedaan dalam hak

dan kewajiban anak santri. Santri tetap dianggap anak sendiri, yang

membedakan hanyakah dalam tingkat tugas, kewajiban dan

tanggungjawab. Untuk anak SD diutamakan pada kemandirian mengurus

dirinya sendiri dan kedisiplinan dalam melakukan kegiatan harian.

Sedangkan untuk anak SMP diutamakan pada kesadaran dalam mengurus

dirinya sendiri dengan penuh kesadaran dalam melakukan kegiatan

harian, serta diberi tugas untuk mendampingi adik-adiknya dalam

melakukan kegiatan sehari-hari. Dan untuk kakak-kakak yang sudah

SMA diharapkan sudah melakukan penuh kesadaran, tanggung jawab dan

memberikan keteladanan. Disamping itu untuk kakak-kakak yang sudah

SMA diberikan tambahan tugas untuk membimbing dan memantau adik-

adiknya baik dari yang SD sampai yang SMP serta membantu pembina

3 Hasil Wawancara Bersama Pengasuh pada 28 Oktober 2017

63

dalam mengasawi dan menyiapkan keperluan sehari-hari. Dengan

interaksi tersebut anak-anak merasa saling memiliki dan mengasihi.

Untuk menjaga efektivitas pendidikan tersebut, pada prosesnya tidak

terlepas dari reward dan punishment. Kedua feedback tersebut juga

diterapkan secara bertahap sesuai dengan jenis pelanggaran dan sikologis

anak. Selama pelanggaran bukan pelanggaran berat seperti kabur atau

bekerjasama dengan orangluar dalam melakukan kejahatan di dalam panti

asuhan, anak-anak masih diberikan tahap pembinaan di dalam panti

asuhan. Namun jika sudah pelanggaran besar, pendidikannya adalah

dengan dikeluarkan dari panti asuhan. Hal tersebut bertujuan untuk

menjaga nilai-nilai di panti asuhan dan menjaga lingkungan pergaulan

santri.

Adapun tahapan dalam mengintnalisasi pendidikan akhlak tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Penanaman, penanaman dimulai dari memperkenalkan tata tertib,

lingkungan panti dan mengajarkan nilai-nilai melalui pengajian rutin.

Pengajian rutin yang memperkenalkan nilai-nilai tersebut diadakan

minimal 2 kali dalam seminggu, yaitu melalui pengajian kitab kuning

dan pengajian hadits.

2) Pembinaan, dengan mengenal lingkungan panti dan diberikan

ketauladanan, santri diberikan tanggung jawab untuk mengikuti

aturan dengan pengawasan dari pengurus, pembina, guru, dan alumni.

3) Pengembangan, dengan menjadikan kebiasaan dalam kehidupan

sehari-hari dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab serta

membimbing adik-adiknya dalam melakukan kebiasaan tersebut.

4) Pemantapan, tahapan ini secara mandiri santri melakukan kegiatan

dengan kehidupan diluar panti. Dimana santri sudah mulai memasuki

jenjang pendidikan menengah atas dan tetap berkewajiban

menjalankan nilai yang telah diajarkan.

64

Proses internalisasi tersebut dimaksudkan bahwa nilai-nilai tersebut

tidak hanya sebagai sebuah pengetahuan, tetapi melalui proses tersebut

akan menjadi bekal.

c. Menyeluruh

Sebagai lembaga pendidikan non-formal maka internalisasi

pendidikan akhlak di panti asuhan Nurul Amal dilakukan melalui seluruh

kegiatan sehari-hari di panti asuhan Nurul Amal, pengajian subuh dan

malam, serta kegiatan ekstrakulikuler. Internalisasi pendidikan tersebut

dilakukan dibawah pengawasan para pengasuh, dewan guru, dan alumni,

sehingga prosesnya akan lebih efektif.

2. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Membina Kecerdasan Emosional

Anak di Panti Asuhan Nurul Amal

Sejak kecil, Allah telah mengaruniakan berbagai macam potensi

kepada manusia, salahsatunya adalah kecerdasan emosi, yaitu sebuah

kemampuan mengenali, mengendalikan dan mengekspresikan emosinya

secara tepat. Namun potensi ini tidak berkembang dengan baik karena

orangtua si anak mengabaikan atau karena pengaruh buruk oleh orang-

orang yang berada di sekitar anak. Oleh karena itu, pengasuh menawarkan

konsep untuk memperbaiki mental anak melalui pendidikan yang efektif.

Karena menurut asumsi pengasuh, anak-anak di Panti Asuhan Nurul Amal

ke tempat ini dengan mental yang kurang baik, jangan sampai ditambah

tidak baik lagi karena sistem pengasuhan yang salah.

Sistem yang dilakukan di Panti Asuhan Nurul Amal adalah sistem

pendidikan Islam dengan menjadikan pendidikan akhlak sebagai landasan

utamanya. Sebab dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan

kecakapan emosi seperti menerima (ridho), kerendahan hati (tawadhu),

berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), dan

penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah.

65

Ruang lingkup pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan

emosional terbagi menjadi dua, akhlak terhadaap Allah dan akhlak

terhadap sesama manusia. Berikut merupakan implementasi pendidikan

akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak di Panti Asuhan Nurul

Amal Kramat Jati.4

a. Akhlak terhadap Allah swt

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah swt adalah pola

hubungan dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada

Allah swt. Untuk membina akhlak anak-anak panti asuhan nurul Amal

kepada Allah dilakukan dengan berbagai pembiasaan meliputi:

1) Melakukan ibadah mahdhah

Ibadah mahdhah adalah ibadah dalam arti sempit, yaitu aktivitas

atau perbuatannya sudah ditentukan syarat dan rukunnya.

Sebagaimana panti aushan Nurul Amal secara langsung

mendorong para anak asuh untuk melaksanakan ibadah mahdhah

diantaranya shalat, zakat, dan puasa.

Pertama adalah shalat. Santri diwajibkan melakukan shalat lima

waktu berjamaah. Selain itu, santri juga dibiasakan dengan shalat

sunnah seperti shalat dhuha, shalat rawatib dan shalat tahajud.

Kegiatan tersebut sudah diatur rapi dalam jadwal harian. Dalam

mengerjakan shalat, tidak hanya syarat dan rukunnya saja yang

menjadi perhatian pengasuh. Kedisiplinan santri dalam turut

berjamaah dari rokaat pertama, menjaga kebersihan kakinya

dengan menggunakan sandal dari asrama atau tempat wudhu,

juga diperhatikan oleh pengasuh. Dengan shalat, disamping

membangun komuniksi dengan Allah, ternyata juga melatih hal

kedisiplinan, kerapihan, dan kebersamaan antar santri.

Kedua adalah zakat. Di setiap tahunnya, meski santri merupakan

mustahiq karena tidak mampu dan mendapatkan zakat, mereka

4 Hasil wawancara dan observasi kegiatan sehari-hari oleh peneliti.

66

juga diajarkan untuk tetap berzakat disetiap tahunnya. Santri

diberikan arahan berzakat dengan keutamaan-keutamaan

berzakat dan diajak turut serta dalam menunaikan zakat.

Disamping itu, menjelang waktu berzakat, panti asuhan Nurul

amal membuat tema tentang berzakat dalam majelasi ta’lim rutin

yang dibuka untuk umum. Dalam ta’lim tersebut santri

menampilkan drama pendek tentang keutamaan berzakat

sehingga santri memahami keutamaan berzakat. Dengan

demikian santri terlatih menjadi anak yang tidak kikir, saling

tolong menolong, dan dermawan.

Ketiga adalah berpuasa. Santri dilatih untuk berpuasa sedini

mungkin. Dengan puasa ini dilatih untuk menahan diri dari

makan, minum, dan perbuatan keji. Pengasuh mengakui bahwa

ketika berpuasa itu lapar, haus, dan ada keinginan lain, namun

diberi penjelasan bahwa ada saatnya semua harus ditahan lebih

dahulu dan akan terasa nikmat ketika ditunaikan saat berbuka.

Hal tersebut melatih kejujuran, kesabaran, empati, dan rasa

syukur santri.

2) Mencintai Allah swt di atas segalanya

Mencintai Allah di atas segalanya yaitu mencintai Allah melebihi

cinta kepada apa dan siapapun. Panti asuhan Nurul Amal

mendorong anak-anak untuk mengingat segala nikmat dan

karunia yang telah Allah anugerahi, bahwa anugerah Allah lah

yang terbaik. Hal tersebut juga diabadikan dalam panca jiwa panti

asuhan Nurul Amal yang pertama, yaitu keikhlasan. Ikhlas dalam

beribadah dan menjauhi larangannya, ikhlas dalam menerima

qadha dan qadarnya setelah berikhtiar, serta ikhlas dalam

menjalani seluruh aktivitasnya. Sehingga Allah menjadi motivasi

terbesar dalam seluruh perkataan dan perbuatan santri. Dengan

demikian santri menjadi tidak mudah kecewa, selalu termotivasi,

dan merasa dekat dengan Allah swt.

67

3) Berdzikir kepada Allah

Dzikir adalah ibadah untuk mengingat Allah. Panti asuhan Nurul

Amal menjadwalkan waktu-waktu untuk berdzikir, dengan

tadarus al-Qur’an, dzikir setelah shalat, dzikir asmaul husna, dan

membaca ratib. Disamping mengatur jadwal untuk berzikir, juga

terdapat mudabbir sebagai pengawas ketika berdzikir. Tugas

mudabbir adalah memantau santri dalam berdzikir dan

mengingatkan apabila terdapat santri yang tidak konsentrasi,

mengobrol, bercanda, atau mengantuk. Hal tersebut diupayaan

agar santri senantiasa merasa diawasi dan melatih khusyu saat

berdzikir.

Selain itu, untuk melatih kekhusyuan dalam berdzikir, santri

diharapkan mengetahui makna dzikir tersebut sehingga santri

mendapatkan keutamaan berdzikir, senantia mengingat Allah,

dan merasa diawasi oleh Allah swt. Hal tersebut merupakan

upaya perwujudan dari panca jiwa panti asuhan Nurul Amal yang

kelima, yaitu kebebasan. Dengan berdzikir akan menuntun jiwa

bebas santri. Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam

menentukan masa depan, dan bebas dalam memilih jalan hidup.

Santri menjadi berjiwa besar, optimis dalam menghadapi

kesulitan, karena rasa pemilikan Allah dengan segala

kemahaannya. Dengan dzikir pula yang akan mengontrol

kebebasan santri tersebut, sehingga kebebasan tersebut akan

terkendali karena pengawasan Allah swt dan menumbuhkan rasa

tanggung jawab.

4) Bertaubat

Taubat adalah kembali taat kepada Allah dari dosa yang telah

dilakukan. Upaya yang dilakukan untuk menuntun santri

bertaubat adalah dengan memberikan nasihat langsung kepada

santri yang baru saja melakukan kesalahan dan memberikan

tindak lanjut sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Salahsatu

68

bentuk tindak lanjut adalah dengan membuka forum sidang,

dimana anak diberikan kesempatan untuk mengakui

kesalahannya berdasarkan bukti yang ada, beristighfar, dan

membacakan perjanjian untuk tidak mengulangi lagi.

5) Bersyukur

Bersyukur adalah sikap berterimakasih kepada Allah swt. serta

memanfaatkan nikmat yang didapat dengan sebaik-baiknya. Panti

asuhan Nurul Amal tidak hanya memberikan hak santri berupa

kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh santri, seperti makanan,

tempat tinggal, dan pakaian. Santri juga diberikan tanggung

jawab untuk menjaga nikmat-nikmat yang telah diberikan, seperti

menghabiskan makanan yang telah diberikan, mencuci pakaian

kotor, melaksanakan piket kamar dan piket panti asuhan.

Disamping itu santri juga diwajibkan menjaga kesehatan dan

kebersihan, mengasah potensi, memanfaatkan waktu dengan

mengikuti kegiatan yang telah dijadwalkan, berbagi dengan anak-

anak non mukim, dan mengikuti kegiatan sosial yang difasilitasi

oleh panti asuhan Nurul Amal.

6) Bertawakal

Bertawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah

setelah berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.

Upaya yang dilakukan salahsatunya dengan melakukan kegiatan

sehari-hari sendiri, mengikuti ekstrakulikuler, dan mengikuti

perlombaan. Santri mengikuti ekstrakulikuler sesuai dengan

minat dan bakatnya, seperti membuat kaligrafi, berpidato 3

bahasa, olahraga, dll, kemudian dilombakan. Sehingga santri

dapat memiliki sebuah target, keinginan melakukan sesuatu,

berusaha mendapatkan sesuatu, berdo’a, dan mengevaluasi.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua siswa dapat

diikutkan lomba keluar. Oleh karena itu panti asuhan Nurul amal

69

membuat lomba sendiri, dengan melombakan antar santri dalam

memperingati hari besar.

7) Berhusnuzhon

Berhusnuzhon kepada Allah yaitu sikap berprasangka baik

terhadap Allah swt. Tidak jarang pengasuh, atau alumni sharing

kepada santri untuk memberikan gambaran hikmah dari sebuah

kejadian, mendorong santri untuk menikmati hidupnya, karena

semua ini adalah hikmah dibalik kejadian yang ada. Disamping

itu panti asuhan Nurul Amal juga turut hadir membuktikan bahwa

keberadaan santri di panti asuhan Nurul Amal ini merupakan

salahsatu hikmah dari Allah dengan mengupayakan sistem

pendidikan dan sistem pengasuhan terbaik. Upaya lain yang

dilakukan oleh pengasuh adalah memotivasi santri ketika santri

tidak melakukan suatu perkataan atau perbuatan yang tidak baik,

“Jangan sampai karena hal tersebut mengalangi kesuksesan kamu

di masa depan.”.

b. Akhlak terhadap manusia

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap manusia swt. adalah pola

hubungan dan perbuatan yang seharusnya dilakukan kepada manusia.

Baik kepada Rasulullah, orangtua, diri sendiri, guru, dan juga teman atau

masyarakat. Untuk membina akhlak anak-anak panti asuhan nurul Amal

kepada manusia dilakukan dengan berbagai pembiasaan meliputi:

1) Akhlak terhadap Rasulullah saw

Untuk membina akhlak terhadap rasulullah, panti asuhan Nurul

Amal mengupayakan anak-anak untuk bersholawat setelah isya

diiringi dengan permainan hadroh dan menghidupkan sunnah-

sunnah Rasulullah saw., seperti menggunakan pakaian putih di

hari jum’at, makan bersama-sama dengan adab yang baik,

menjaga wudhu, dll. Hal tersebut dicantumkan dalam salahsatu

panca jiwa Nurul Amal, yaitu sederhana. Salahsatu pembiasaan

70

untuk menanamkan sifat sederhana ini adalah dengan mencukupi

kebutuhan santri secukupnya dan berbagi kepada anak-anak non-

mukim.

2) Akhlak terhadap diri sendiri

Santri diarahkan untuk menjadi pribadi yang jujur dan apa

adanya. Baik dari segi perkataan dan perbuatan. Hal ini

diwujudkan melalui interaksi intensif antara santri dengan

pengasuh dan melalui tugas yang dipercayakan kepada santri

tersebut. Selanjutnya santri dikenalkan dengan sabar melalui

kegiatan sehari-hari, seperti mengantri, berhubungan dengan

keluarga, dll. Santri juga diajarkan untuk bekerja keras dan

disiplin melalui tata tertib yang telah disepakati. Dalam

menyelesaikan permasalahan, santri dibantu dengan alumni untuk

agar senantiasa saling memaafkan, mengakui kesalahan, dan

memperbaiki kesalahan. Hal tersebut dirangkum dalam panca

jiwa Nurul Amal yaitu berdikari. Upaya yang dilakukan untuk

membina akhlak terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan

kegiatan muhadhoroh. Dengan kegiatan tersebut melatih

kepercayaan diri santri.

3) Akhlak terhadap sesama.

Dalam akhlak terhadap sesama anak-anak dibiasakan untuk

saling menyayangi, tolong menolong, bermusyawarah,

menunaikan hak dan kewajiban dengan perantara alumni sebagai

kakak mereka. Hal ini dimulai dari pengasuh yang memberikan

hak dan kewajiban yang sama kepada setiap santri, serta

memberikan kasih dan sayang secara tulus kepada setiap santri.

Hal tersebut dirangkum dalam panca jiwa nurul amal yaitu

ukhuwah islmiyah.

Upaya selanjutnya adalah dengan melibatkan santri ketika ada

acara warga, merolling kamar santri setiap tahunnya agar saling

mengenal lebih dekat satu samalain, membuat kelompok piket,

71

kelompok makan, serta mengadakan acara-acara kebersamaan

seperti saat olahraga setiap minggu pagi, lomba-lomba

memperingati hari besar, dan jalan-jalan disetiap tahunnya.

Sehingga kebersamaan dan kenyamanan akan terbangun.

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mengimplementasikan Pendidikan

Akhlak untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak

Dalam upaya pengimplementasian pendidikan akhlak untuk

mengoptimalkan pembinaan kecerdasan emosional santri dalam

kehidupan sehari-hari di panti asuhan Nurul Amal, tentu saja didapati

berbagai upaya yang perlu diperhatikan, diantaranya:

a. Melakukan pendidikan dengan penuh kasih dan sayang. Hal ini

terlihat dari bagaimana memanggil anak dengan penggilan yang

mereka sukai. Disamping itu ada saatnya pengasuh serius dan ada

saatnya untuk bersenda gurau dengan santri. Pengasuh memberikan

waktunya meskipun tengah malam untuk mendengarkan santri.

Sehingga anak merasa diakui keberadaannya. Selain itu pengasuh juga

berupaya mendokumentasikan momen-momen penting dan momen-

momen lucu diantara santri. Sehingga mereka dapat mengenang masa-

masa kecil mereka.

b. Pengasuh mengerti dasar-dasar mendidik. Sebagaimana yang

disampaikan oleh Pak Zaenal, bahwa hal terpenting ketika memilih

pendidik adalah yang memahami metode. Karena menggunakan

metode yang tepat adalah upaya yang harus dilakukan dalam proses

pendidikan agar tercapai sesuai tujuan. Disamping itu pengasuh harus

mengakui bahwa santri memiliki perasaan dan menghargainya.

Sehingga pendidikan dilakukan dengan cara-cara yang baik. Jangan

sampai kita mengabaikan perasaan anak, seperti menyebut-nyebut

kesalannya secara terus menerus, membuat anak merasa seperti

dibully, dll. Dengan demikian anak merasa dihargai dan tumbuh

menjadi pribadi yang menghargai dan memahami.

72

c. Meyakini fitrah anak adalah baik. Setiap anak memiliki fitrah yang

baik dapat dibina. Hal tersebut terbutkti dari panti asuhan Nurul Amal

trebuka untuk siapa saja yang ingin belajar. Bahkan terkadang pihak

panti asuhan sendiri yang meminta anak untuk tinggal di panti asuhan

untuk dibimbing. Disamping itu panti asuhan Nurul Amal mendukung

fitrah manusia, sperti menjaga kebersihan, memelihara kebaikan,

bersaudara, dan menyelenggarakan sunnat.

d. Mengisi waktu luang dengan teratur. Dengan padatnya kegiatan,

santri menjadi merasa lebih teratur dan efektif hifupnya. Tidak merasa

bingung apa yang harus dilakukan, sehingga diisi dengan mengkhayal

atau terus terpuruk dengan masa lalunya.

e. Memberikan pehaman kepada anak-anak. Ketika ada perilaku yang

kurang baik, pendidik segera menegur dan menasehati secara langsun.

Sehingga anak-anak memahami kesalahan dan mengetahui

bagaimana cara memperbaikinya. Begitupun ketika ada perilaku yang

baik, pendidik mengapresiasi dan memuji perilaku terpujinya.

Sehingga anak-anak termotivasi untuk mempertahankan perilaku

terpujinya. Setelah dilakukan secara direct, nasihat juga diberikan

didepan teman-teman dengan cara tanpa menyalahkan, terlalu

menyanjung, dan memperhatikan harga diri anak. Kemudian

memberikan materi yang sesuai dengan permasalahan atau prestasi

yang hangat. Hal tersebut sebagai bahan pengajaran dan pembelajaran

kepada teman-temannya agar tahu bahwa hal tersebut baik atau

kurang baik.

f. Memberikan pembiasaan-pembiasaan dan kesibukan kegiatan positif

hingga istiqomah. Sebagaimana pepatah arab, “Ketika seseorang

Istiqomah, akan ada suatu peningkatan”. Meskipun salahsatu panca

jiwa Nurul Amal adalah kebebasan, untuk anak yang tidak mengikuti

ekstrakulikuler anak diwajibkan mengikuti kegiatan rutin. Sehingga

seiring berjalannya waktu anak akan menyukai kegiatan tersebut dan

istiqomah.

73

Tabel 4.7

Pembiasaan Santri di Panti Asuhan Nurul Amal

Rutin Spontan

- Mengikuti shalat berjamaah

lima waktu

- Mendirikan shalat dhuha

dan shalat rawatib

- Tadarus al-Qur’an

- Dzikir setelah shalat

- Berinfaq min. Rp. 500,-

/minggu

- Melakukan piket harian

- Lari pagi

- Memberi salam

- Membudayakan antri

- Membuang sampah pada

tempatnya

- Menjaga kesehatan dan

kebersihan diri

- Musyawarah

- Meminta maaf dan

memaafkan

- Santriwan dilarang

memasuki area asrama

santriwati dan sebaliknya

- Melapor setelah piket

- Pemeliharaan sarana dan

pra-sarana

- Berdo’a sebelum

melakukan sesuatu

Keteladanan Terprogram

- Berpakaian rapi

- Memberikan pujian terhadap

sikap dan hasil kerja yang

baik

- Memberikan teguran dan

nasihat terhadap sikap dan

hasil kerja yang kurang baik

- Disiplin

- Tanggungjawab

- Menyambut dan

memperingati hari besar

- Muhasabah

- Santunan

74

- Hidup sederhana

- Saling menyayangi dan

menghargai

g. Menjaga emosi pengasuh sendiri terlebih dahulu. Sebagai pendidik

menjaga emosinya terlebih dahulu dalam menghadapi setiap

permasalahan yang ada adalah keharusan. Ketika menghadapi anak

yang mengambil hak temannya, diganggu diluar waktu pembelajaran,

ketika dipanggil kesekolah karena anak bermasalah, ketika ada anak

yang sangat sholih dan berprestasi, dll. Para pembina dan alumni

diberi penekanan untuk senantiasa memberikan tauladan kepada para

santri. Sebelum snatri melakukan, para pembina dan alumni turut

melakukan terlebih dahulu. Baik dalam pembiasaan ibadah mahdhah,

akhlak terhadap sesama, merespon sesuatu, dll.

h. Memahami perasaan anak. Dalam setiap saat yang tepat, wajar

kiranya orangtua atau pendidk melihat dan menanyakan perasaan

anak, baik perasaan dalam dirinya maupun untuk keluar. Sehingga

anak terlatih untuk mengenali perasaannya dan mengungkapkan

perasaannya. Dengan demikian pendidik akan lebih mudah untuk

mengarahkan anak untuk mengekspresikan perasaannya.

Misalnya saat bulan ramadhan. Tidak dipungkiri bahwa banyak

undangan untuk acara dari luar, baik pelaksanannya di dalam maupun

diluar panti, baik dalam bentuk pesantren kilat maupun hanya berbuka

puasa bersama. Pengasuh membimbing santri untuk mengungkapkan

rasa trimakasih minimal dengan pakaian yang baik, akhlak yang

santun, dan ucapan terimakasih dengan tiga bahasa. Hal tersebut

merupakan ekspresi ungkapan trimakasih anak kepada pihak

pengundang. Disamping ia menghargai dirinya sendiri dengan

menjaga nama baik diri sendiri, dan lembaga.

Dalam mencari pendidik pun, panti asuhan Nurul Amal

mendahulukan guru dari kalangan alumni dibanding orang luar. Hal

75

tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa alumni lebih mengerti

perasaan dan keadaan santri.

i. Memberikan kepercayaan pada anak. Setiap anak membutuhkan

kepercayaan. Oleh karena itu kunci utama melejitnya potensi anak

adalah kepercayaan. Hal ini terlihat pada kasus terakhir yang terjadi

di panti asuhan Nurul Amal. Seorang anak laki-laki terlibat keributan

bersama temannya di sekolah hingga melibatkan campur tangan

polisi. Namun pengasuh yang dipanggil ke sekolah memenuhi

panggilan dengan tenang, menanyakan penjelasan secara jelas dan

mendengarkannya dengan seksama, kemudian mengambil tindakan

dengan bijak. Pengasuh menyampaikan kewajaran hal yang terjadi,

memahami perasaan dan kondisi anak saat itu, kemudian memberikan

gambaran keutamaan andaikan santri tersebut dapat menahan

emosinya sedikit lagi, “Karena mulianya seseorang terletak pada

kemampuan menahan amarahnya.”. Dari kejadian tersebut

membuahkan bekas di dalam diri anak santri untuk lebih menjaga

nama baik yayasan dengan menjaga emosinya.

j. Menghargai kejujuran anak. Hal ini tampak ketika santri melalui

proses kompromi sebelum mengambil tindakan akan diberikan arahan

dan bimbingan, disamping tetap diberikan sanksi sebagai bentuk

tanggung jawab. Namun ketika tanpa melalui proses kompromi, anak

akan langsung diberikan sanksi yang lebih besar.

k. Menerapkan disiplin. Berdasarkan hasil wawancara, dalam

pendidikan tidak terlepas dari reward dan punishment yang semua itu

diselenggarakan dalam rangka melatih kedisiplinan. Hak tersebut

terbukti dengan adanya jadwal kegiatan anak sehari-hari, sehingga

anak memiliki pedoman dan melatih rasa tanggung jawab.

l. Memuji perilaku baik anak dan memperingatkan anak yang

berperilaku kurang terpuji. Metode ini diberikan dalam beberapa hal.

Di panti asuhan Nurul Amal telah mencoba beberapa macam targhib

dan tarhib, namun kurang efektif. Seperti dijemur, meghafal lebih

76

banyak, dll. Namun kali ini dengan berinfaq, yaitu memutar uang

anak-anak yang denda dan diberikan kepada anak-anak yang

berprestasi di bulan tersebut. Disamping itu bagi anak yang

berprestasi diberikan selamat bersama-sama dan dipajang di maiding

atas prestasinya tersebut. Sedangkan dalam pemberian hukuman yang

besar, dilakukan setelah proses persidangan tertutup. Hal tersebut

mengajarkan bahwa kita harus menyentuh sesuatu yang mereka

butuhkan, sehingga mereka jera dengan perbuatan mereka atau lebih

termotivasi melakukan hal yang baik. Dengan kejelasan targhib dan

tarhib, akan semakin jelas pula perilaku yang baik dan perilaku yang

kurang baik di hadapan santri.

m. Menjadi orang yang dapat dipercaya. Bukan hanya sebatas selalu

berkata jujur melainkan juga menjadi orang yang mengerti dan

memahami, menepati janji, dll. Sehingga tanpa diberi penjelasan,

santri dapat mengambil pelajaran. Mereka dapat berpikir bahwa

semua yang dilakukan oleh pengasuh dan alumni adalah untuk

kebaikan bersama.

n. Melibatkan anak dalam mengambil keputusan. Santri dilibatkan saat

pemilihan ISNA, tempat yang ingin dikunjungi, dalam memecahkan

persoalan santri sendiri, dll.

o. Melibatkan anak dalam melakukan kegaiatan. Hal tersebut terlihat

pada kegiatan gotong royong dalam sehari-hari, keterlibatan anak-

anak dalam mengisi di TPA, mengajak anak menjadi asisten ustadz

ketika mengisi pengajian umum, dll. Hal tersebut merupakan langkah

dari niat pembina yayasan ini, bahwa “agar anak merasakan

pengalaman ilmu sejak sedini mungkin”. Bukanhanya kegiatan di

dalam juga kegiatan di luar. Karena kewajiban pendidik bukan hanya

menyampaikan ilmu baru, tetapi juga mengarahkan pengamalan ilmu

secara tepat.

77

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

C. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis mengambil

kesimpulan terkait pendidikan akhlak yang diterapkan di panti asuhan Nurul

Amal Kramat Jati untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan

emosional anak sudah berjalan cukup efektif dimana proses pendidikan

tersebut tidak hanya diajarkan secara teoritis tapi juga diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Adapun pendidikan akhlak di panti asuhan Nurul Amal

Kramat Jati diinternalisasikan secara berkelanjutan dari awal santri tinggal di

panti asuhan hingga mampu hidup secara mandiri memenuhi kebutuhan

hidupnya, kemudian secara bertahahap yakni melalui penanaman, pembinaan,

pengembangan, dan pemantapan, serta meliputi seluruh rangkaian kegiatan di

panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati.

Pendidikan akhlak yang diterapkan untuk mengoptimalkan kecerdasan

emosional anak meliputi pendidikan akhlak terhadap Allah seperti bersyukur,

bertawakal, dan berhusnuzhon kepada Allah swt melalui penegakkan ibadah

mahdhah dan dalil-dalil yang disampaikan dalam pengajian kitab. Kemudian

pendidikan akhlak terhadap rasulullah seperti bershalawat dan menjadikan

rasulullah sebagai suri tauladan melalui kisah-kisah yang disampaikan dalam

pengajian dan nasihat. Serta pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan

sesama melalui kegiatan sehari-hari seperti wajib shalat berjama’ah, kegiatan

muhadhoroh, piket, dan kunjungan sekaligus santunan ke panti lain. Dalam

penerapannya pengasuh memenuhi kebutuhan santri, yaitu kebutuhan

perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang efektif. Sehingga santri merasa

nyaman, memiliki hidup yang lebih bermakna, penuh semangat, serta diliputi

rasa saling memiliki.

78

D. Implikasi

Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain:

1. Implikasi terhadap pendidikan anak terlantar yang seharusnya mendapat

perhatian dari pemerintah.

2. Implikasi terhadap pendidikan akhlak di panti asuhan seharusnya

mendapatkan perhatian lebih dari pengasuh, guru, dan masyarakat sekitar.

3. Implikasi terhadap pendidikan dan tenaga kependidikan di panti asuhan

yang harus ditingkatkan mutu dan administratifnya agar dapat lebih baik

lagi.

E. Saran

Berdasarkan penelitian tentang impelemntasi pendidikan akhlak dalam

membina kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal yang telah

penulis lakukan, maka penulis ingin mengutarakan beberapa hal antaralain:

1. Peneliti berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap lembaga

sosial yang turut berkontribusi dalam pendidikan anak terlantar dengan

memberikan bantuan berupa finansial atau pembinaan terhadap pengasuh

lembaga sosial.

2. Pihak yayasan sebaiknya menambah guru yang ahli dalam bidangnya,

menambah pengasuh yang intens untuk anak santri perempuan,

memperhatikan sistem administratif, dan mengadakan silaturrahmi dengan

tokoh diluar agar santri juga memahami dunia luar.

3. Mengingat pentingnya pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan

emosional anak, sebaiknya guru menjadwalkan kajian khusus untuk

pendidikan akhlak, menyampaikan materi pendidikan akhlak secara

menyeluruh dan menambah intensitas dalam mengawasi kebersihan anak.

79

80

Disciplines of Language Section اللغة( النظم لقسم )

Disiplin Bagian Bahasa

A. Program Jangka Pendek

1. Mewajibkan seluruh santri Berbahasa Arab-Inggris dalam percakapan sehari-

hari

2. Pemberian kosakata berbahasa Arab-Inggris 2 hari sekali, sejumlah 4 buah, dan

mewajibkan santri untuk mencatatnya.

3. santri di wajibkan menghafal kosakata yang telah diberikan ketika malam hari

ba’da isya

4. Pengadaan mahkamah bagi pelanggar disiplin bahasa

5. Pengadaan Muhadatsah (Conversation) 2x satu minggu

6. Pemeriksaan buku kosakata santri setiap bulanya.

7. Mewajibkan santri membuat karangan berbahasa Arab dan Inggris setiap

minggunya.

8. Delivering Vocabulary setiap pagi ba’da subuh.

9. Pengadaan Muhadhoroh 3 bahasa : Arab, Inggris, Indonesia.

10. Pemberian dialog perminggu dan setip santri diwajibkan untuk menulis,

membaca dan mengartikannya

B. Program jangka menengah.

1. Pengadaan listening 2 minggu sekali

2. Mengadakan perlombaan pidato 3 bahasa setiap 6 bulan sekali untuk

meningkatkan semangat santri dalam berbahasa.

3. Mengadakan study banding.

C. Program Jangka Panjang

*. Pengadaan Laboratorium Bahasa

81

Disciplines of Worship Section العبادة( النظم لقسم )

Disiplin Bagian Ibadah

A. Rencana jangka pendek

1. Setiap santri diwajibkan mengikuti shalat berjamaah 5 waktu

2. Mewajibkan santri shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah

Qobliyah : Subuh, Zuhur, Ashar, dan Isya

Ba’diyah : Zuhur, Maghrib, dan Isya + witir 1 rakaat

3. Mewajibkan santri mmakai pakaian shalat ketika shalat berjamaah

4. Santri tepat waktu shalat berjamaah. Khusus maghrib dan subuh 15 menit

sebelum adzan, santri telah hadir di tempat shalat dan untuk shalat jamaah

lainnya minimal santri tidak menjadi masbuk.

5. Mewajibkan santri mencatat isi khutbah jum’at khusus santriawan dan

santriwati berkumpul di aula untuk mengikuti penyampaian hadits-hadits/

mahfudzot oleh bagian ibadah.

6. Penghitungan kehadiran santri di ruangan shalat oleh penangguna jawab santri

(bagian ibadah)

7. Mewajibkan santri khatam Al-qur’an setiap satu tahun sekali bagi yang sudah

Al-qur’an dan bagi santri yang masih iqro diwajibkan untuk naik iqro

selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan.

8. Mewjibkan santri memakai pakaian puih ketika malam dan hari jum’at.

9. Mewajibkan santri hafal surat al-waqi’ah, Yasin dan Al-mulk

10. Mewajibkan santri hafal do’a-do’a tertentu

11. Mewajibkan santri shalat duha setiap hari kecuali anak-anak SD.

12. Menghukum para pelanggar disiplin ibadah

13. Mengadakan shalat tahajud satu minggu sekali

14. Mewajibkan santri hafal dzikir, tahlil dan tahmid

15. Tadarus Al-Qur’an bersama dipimpin oleh bagian ibadah/ Guru setiap ba’da

Subuh, Dzuhur, Ashar dan Isya

16. Membudayakan salam, do’a sehari-hari, serta segala sesuatu yang berkaitan

dengan pelajaran yang telah mereka dapatkan.

82

17. Mewajibkan santri membawa Al-Qur’an dari kamar masing-masing setiap

shalat berjamaah.

18. Pemeriksaan pakaian shalat oleh bagian ibadah.

19. Santri diwajibkan berinfaq minimal satu minggu sekali sebesar Rp. 500,- serta

pengadaan kotak amal oleh bagian Ibadah.

20. Pemilihan santri teladan dan pemalas setiap bulannya dan memampang fotonya

disetiap mading.

21. Mewajibkan santri yang berhalangan shalat berjamaah untuk melapor kepada

bagian Ibadah

B. Program jangka menengah.

1. Mewajibkan santri menghafal surat pendek minimal 13 surat yang terdapat

dalam juz’ama.

2. Mengadakan kegiatan Ramadhan

3. Mewajibkan santri menghaal mahfudzot, hadits-hadits Nabi serta ayat-ayat

pilihan.

C. Program jangka panjang

1. Mewajibkan santri menghafal surat-surat yang di tentukan.

2. Pengadaan praktek shalat-shalat sunnah.

3. Melaksanakan puasa senin-kamis.

4. Menyambut dan memeriahkan hari-hari besar islam.

83

Disciplines of Security Section االمن( النظم لقسم )

Disiplin Bagian Keamanan

1. Santri dilarang keluar lingkungan Yayasan kecuali sekolah (izin kepada guru)

2. Santriawan dilarang memasuki area asrama putri dan sebaliknya.

3. Santri tidur di tempat yang telah ditentukan

4. Santri makan di tempat yang telah ditentukan

5. Pembuatan jadwal kegiatan yang berkaitan dengan disiplin keamanan

6. Menindak dengan tegas santri yang mengambil yang bukan haknya

7. Santri dilarang memasuki dapur kecuali pada waktu-waktu tertentu

8. Santri wajib tidur malam selambat-lambatnya pukul 22.00 wib

9. Mengadakan pemeriksaan lemari mendadak dan mengamankan barang-barang yang

tidak sesuai dengan alam pendidikan

10. Pemeliharaan alat-alat sekolah/ pendidikan.

11. Pemilihan santri teladan dan pemalas setiap bulannya.

12. Santri dilarang memasuki tempat-tempat yang dilarang oleh guru khususnya di malam

hari kecuali izin

84

Disciplines of Cleanliness and Health Section (النظم لقسم النظا فة والصحة)

Disiplin Bagian Kebersihan dan Kesehatan

1. Mewajibkan santri memakai sandal ketika keluar asrama

2. Mewajibkan santri menjemur pakaian dengan mengunakan gantungan atau jepitan

3. Pengontrolan piket harian

4. Mewajibkan santri meletakkan sandal di depan kantor MTs. setiap shalat fardlu

5. Pemeriksaan seragam sekolah setiap minngu malam

6. Piket umum setiap hari minggu

7. Mewajibkan santri melapor setelah melaksanakan piket harian

8. Penyitaan pakaian dan sandal yang sembarangan

9. Pengecekan sandal setiap minggu

10. Pemeriksaan kesehatan : Alat mandi, kebersihan badan, kebersihan lemari, dan

kerapihan rambut

11. Pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan disiplin kebersihan dan

kesehatan

12. Penyedian alat-alat kebersihan

13. Penyedian obat-obatan dan membawa santri yangv sakit untuk berobat.

14. Memberikan sanksi bagi santri yang membuang sampah sembarangan

15. Memberikan sanksi bagi santri yang mencoret-coret tembok

16. Mewajibkan para ketua kamar untuk melaporkan anggotanya yang tidak melaksanakan

piket kamar kepada pengurus bagian kebersihan.

B. Program jangka panjang

*) Pengontrolan kesehatan santri bekerja sama dengan dinas kesehatan masyarakat

85

86

87

DOKUMENTASI KEGIATAN

Kegiatan Makan Bersama Pelantikan Pengurus

Kegiatan Memperingati Hari Besar

Kegiatan Piket atau Kerja Bakti

88

Kegiatan Pengembangan Diri

Kegiatan Pengajian Rutin

89

Apresiasi

Afirmasi

90

Instrumen Wawancara

Pedoman Wawancara Pendidikan Akhlak untuk Pembina Yayasan Nurul Amal

No. Pertanyaan Jawaban

1. Sudah berapa lama bapak menjadi pembina di

Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?

2. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya

Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?

3. Menurut bapak, apa saja keunggulan Yayasan

Yatim Piatu Nurul Amal?

4. Darimana pendanaan Yayasan Yatim Piatu

Nurul Amal?

5. Bagaimana cara mencari pembimbing Yayasan

Yatim Piatu Nurul Amal?

6. Apa saja kesulitan yang ditemukan saat melayani

anak-anak yatim piatu?

7.

Selama bapak menjabat sebagai pembina, faktor

apa saja yang perlu diperhatikan untuk

pembinaan kecerdasan emosional anak?

8.

Menurut bapak, apakah pendidikan akhlak

berperan besar dalam pembinaan kecerdasan

emosional anak?

9. Pendidikan akhlak dalam aspek apa saja yang

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?

10. Apa saja kegiatan keagamaan bagi anak asuh di

Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?

11. Menurut bapak, adakah pengaruh kegiatan

tersebut bagi kecerdasan emosional anak?

12. Siapa sajakah orang yang berpengaruh dalam

pendidikan ini?

91

13.

Upaya apa saja yang dilakukan yayasan dalam

meningkatkan pendidikan akhlak guna membina

kecerdasan emosional anak?

14. Menurut bapak, apa saja faktor yang mendukung

dan menghambat pendidikan akhlak tersebut?

92

Instrumen Observasi

Pedoman Observasi Pendidikan Akhlak di Yayasan Nurul Amal

No. Aspek yang Diamati

Keterangan

Catatan Baik

Kurang

Maksimal

1.

Menjelaskan materi akhlak

yang sesuai dengan metode

yang tepat

2.

Pembina memberi suri

tauladan yang baik kepada

anak asuh

3. Menceritakan kisah-kisah

Rasulullah saw. dan sahabat

4. Kerjasama pihak yayasan

dengan masyarakat

5. Sosialisasi tata tertib anak asuh

6.

Melibatkan anak dalam

memecahkan masalah atau

mengambil keputusan

7. Menegur anak asuh yang

bermasalah

8.

Memotivasi anak asuh yang

sedang bermasalah atau

tertimpa musibah

9. Mengapresiasi anak asuh yang

berprestasi

10. Menyediakan sarana dan pra-

sarana

93

11. Melatih keterampilan anak

asuh

12. Renungan bersama

Pedoman Observasi Kecerdasan Emosional Anak di Yayasan Nurul Amal

No. Dimensi Aspek yang Diamati Catatan

1. Mengenali Emosi

Diri Sendiri

Yakin dalam melakukan sesuatu

Mampu beradaptasi dengan

suasana baru

Berani mengakui kesalahan

Percaya diri

Mau menerima nasihat

2. Mengelola Emosi

Tidak mudah marah

Terampil

Memikirkan matang-matang

sebelum mengambil keputusan

Memaafkan kesalahan oranglain

Berani meminta maaf ketika

berbuat salah

3. Memotivasi Diri

Optimis

Berdo’a

Konsisten dalam melakukan

sesuatu

Gigih dalam berjuang

Berfikir positif

Mampu memecahkan masalah

Memiliki rencana dalam hidup

Tidak berlebihan ketika senang

atau sedih

94

4. Mengelola Emosi

Oranglain

Tidak mencela oranglain

Mengakui atau memuji

kelebihan oranglain

Mau mendengarkan curhatan

oranglain

Senang berbagi

Menghormati pendapat

oranglain

5. Membina

Hubungan

Sopan dan santun

Bekerjasama

Tanggungjawab

Menegur teman yang salah

95

96

97

98

99

100

101