pendekatan holistik penyakit kronik pada anak untuk ... · pendahuluan prevalens penyakit kronik,...

172
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK Penyunting: Partini P. Trihono Ari Prayitno Dina Muktiarti Amanda Soebadi PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXVI Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup

Upload: lamnguyet

Post on 23-Jul-2019

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

Penyunting:Partini P. Trihono

Ari Prayitno Dina Muktiarti

Amanda Soebadi

PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXVI

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk

Meningkatkan Kualitas Hidup

Page 2: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

ii

Hak Cipta dilindungi Undang-undangDilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit

Diterbitkan oleh:Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

Cetakan Pertama 2014

ISBN 978-979-8271-46-5

Page 3: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

iii

Kata Sambutan Ketua Departemen IKA FKUI - RSCM

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua.

Teman Sejawat yang saya hormati,

Selama ini kita lebih banyak berkecimpung menangani penyakit-penyakit akut baik dalam keadaan darurat mapun yang tidak. Oleh karena itu tidak heran jika mayoritas kegiatan ilmiah untuk peneuhan kompetensi juga lebih banyak ditujukan dengan mengangkat topik-topik penyakit akut. Dengan makin majunya ilmu kedokteran dan makin canggihnya teknologi kedokteran, semakin banyak penyakit yang dapat diselamatkan. Beberapa dari pasien yang dapat diselamatkan akan menjadi pasien kronis yang tetap membutuhkan upaya penangan yang optimal, karena setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan penanganan gangguan kesehatan. Banyak aspek yang terkait dalam penangan penyakit kronis ini yang meliputi aspek internal pasien dan eksternal pasien. Aspek internal pasien antara lain dampak psikologis akibat penyakit yang diderita pasien, serta komplikasi/komorbiditas akibat pengobatan penyakitnya sendiri. Sedangkan aspek eksternal pasien meliputi pendanaan baik untuk penyediaan obat maupun perawatan yang tentunya akan berpengaruh terhadap ketahanan ekonomi keluarga pasien. Menarik untuk diikuti dampak Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang pembiayaannya berlandaskan sistem kapitasi dan paket INA-CBG terhadap kesintasan anak-anak yang menderita penyakit kronis. Tentu masih banyak aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan dalam menghadapi pasien dengan penyakit kronis. Dengan makin banyaknya pasien anak yang menderita penyakit kronis maka sebagai dokter pelayanan sekunder dibidang ilmu kesehatan anak kita perlu mengetahui seluk beluk penanganan pasien anak yang mengalami penyakit kronis.

Untuk mengakomodir hal tersebut sangatlah relevan jika Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM mengadakan PKB dengan mengangkat topik : Pendekatan holistik penyakit kronik pada anak untuk meningkatkan kualitas hidup. Aspek diagnosis, tata laksana , aspek penunjang serta bagaimana menjaga kualitas hidup anak dengan penyakit kronis akan dibahas secara paripurna oleh pakar-pakar Departemen IKA FKUI-RSCM. Kesempatan ini sangat baik untuk kita semua meningkatkan kompetensi kita khususnya dibidang penangan pasien anak dengan penyakit kronik.

Page 4: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

iv

Atas nama Departemen Ilmu Kesehatanh Anak, saya mengucapkan terima kasih kepada para pembicara/narasumber yang bersedia berbagi ilmu dan pengalaman pada PKB ini, juga kepada panitia pelaksana di bawah kendali DR. Dr. Setyo Handriastuti, Sp.A(K) saya ucapkan terima kasih atas jerih payah menyiapkan kegiatan ilmiah yang penting ini. Demikian pula kepada Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) Ketua Tim PKB Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM yang telah mengkoordinir PKB ini sehingga dapat terlaksana. Kepada seluruh mitra Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang tidak dapat disebutkan satu persatu saya ucapkan terima kasih atas kontribusi yang konstruktif dan elegans sehingga kegiatan PKB ini dapat terlaksanan.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan ridho atas kegiatan ini sehingga bermanfaat utnuk anak-anak Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Maret 2014Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K)NIP 19600429 198512 1 001

Page 5: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

v

Kata Sambutan Ketua Panitia PKB IKA LXVI

Sejawat yang terhormat,Sesuai dengan komitmen Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM untuk mendukung pengembangan profesionalitas para dokter, khususnya dokter spesialis anak, maka pada tanggal 23-24 Maret 2014 kami mengadakan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) ke 66 di Hotel Ritz Carlton Jakarta.

PKB kali ini akan bertema “Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup”, yaitu pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, tidak hanya meliputi masalah medis tetapi juga faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan dampak penyakit terhadap pasien dan keluarga. Tema ini kami angkat karena penyakit kronik pada anak memerlukan pendekatan khusus mengingat deteksi dini dan tata laksana yang cermat akan mempengaruhi perjalanan penyakit, prognosis serta kualitas hidupnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembicara yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk menyiapkan makalah dalam buku ini. Semoga kumpulan makalah ini memberi tambahan manfaat bagi para peserta dan bagi para pembaca yang tidak mengikuti PKB ini, untuk meningkatkan pengetahuan klinis. Besar harapan kami agar PKB IKA 66 ini dapat membawa manfaat bagi kita semua dalam menjalankan profesi sebagai dokter anak, dan pada akhirnya akan berdampak baik untuk seluruh anak Indonesia.

Hormat kami,

DR. Dr. R. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)Ketua Panitia Pelaksana

Page 6: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

vi

Page 7: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

vii

Kata Pengantar

Dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Tridharma Perguruan Tinggi, yakni fungsi pendidikan, serta guna memenuhi kebutuhan para sejawat dokter, khususnya spesialis anak, untuk senantiasa meremajakan ilmu yang dimiliki, maka Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM secara berkala mengadakan kegiatan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB). Kali ini, tema yang diangkat adalah Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup. Penyakit kronik pada anak merupakan tantangan tersendiri baik bagi pasien dan keluarganya maupun bagi dokter yang merawat. Tata laksana anak dengan penyakit kronik merupakan hal yang unik, karena sementara penyakit terus berjalan, anak tetap harus diupayakan dapat mengalami tumbuh kembang yang seoptimal mungkin. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan holistik yang sesuai dengan evidence sahih terkini dan dengan memerhatikan kondisi individual pasien. Fokus dalam tata laksana anak dengan penyakit kronik tidak hanya pada penyembuhan penyakitnya, namun juga pada optimalisasi kualitas hidup anak dan keluarganya.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas dapat diterbitkannya buku makalah ini. Penyunting mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada para penulis yang di tengah kesibukannya telah bersedia meluangkan waktu untuk membagi ilmunya dalam bentuk tulisan dalam buku ini. Kami mohon maaf apabila dalam penyuntingan buku ini terdapat kesalahan maupun hal yang kurang berkenan.

Akhirnya, kami berharap informasi yang tertuang dalam buku ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Semoga manfaatnya secara tidak langsung akan dirasakan oleh para pasien, karena untuk merekalah kita belajar.

Penyunting

Page 8: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

viii

Page 9: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

ix

Ketua : Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K)

Wakil Ketua : Dr. Endang Windiastuti, Sp.A(K), MMed(Paed)

Sekretaris : Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)

Bendahara : Dr. Bernie Endyarni, Sp.A(K)

Anggota : 1. DR. Dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K) 2. Dr. H. F. Wulandari, Sp.A(K), MMed(Imaging) 3. DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) 4. Dr. Muzal Kadim, Sp.A(K) 5. Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K) 6. Dr. R. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)

Tim PKB FKUI-RSCM

Page 10: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

x

Susunan Panitia

Pembina Dekan FKUIDirektur RSCM

Penasehat DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K)Ketua Departemen IKA FKUI-RSCM

Pengarah DR. Dr. Pramita Gayatri D, Sp.A(K)Koord. Litbang Departemen IKA FKUI-RSCMProf. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K)Ketua Tim PKBDr. Endang Windiastuti, Sp.A(K), MMed(paed)Wakil Ketua Tim PKBDr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)Sekretaris Tim PKB

PANITIA PELAKSANA

Ketua DR. Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)

Wakil Ketua Dr. Bernie Endyarni, MPH, Sp.A(K)

Sekretaris Dr. Yoga Devaera, Sp.A(K)

Bendahara Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K)

Seksi Dana DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K)Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K)Prof. Dr. Jose RL Batubara, PhD, Sp.A(K)Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K)DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K)Dr. Badriul Hegar, PhD, Sp.A(K)

Seksi Ilmiah DR. Dr. Partini P. Trihono, sp.A(K)Dr. Dina Muktiarti, Sp.A(K)Dr. Ari Prayitno, Sp.ADr. Amanda Soebadi, Sp.A

Seksi Perlengkapan, Dokumentasi & Pameran

Dr. Yogi Prawira, Sp.ADr. Ratno Juniarto Marilitua Sidauruk, Sp.A

Seksi Sidang DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K)Dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K)Dr. Irene Yuniar, Sp.A

Seksi Konsumsi Dr. Rosalina D. Roeslani, Sp.A(K)Dr. Nina Dwi Putri, Sp.A

Page 11: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

xi

Daftar Penulis

Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K) Divisi Endokrinologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Badriul Hegar, PhD, Sp.A(K)Divisi Gastro-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K)Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Darmawan B. Setyanto, Sp.A(K)Divisi Respirologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Hindra I. Satari, Sp.A(K), MTropPaedDivisi Infeksi Penyakit Tropis

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K)Divisi Neurologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Irene Yuniar, Sp.A

Dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K)Divisi Respirologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Page 12: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

xii

Dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K)Divisi Kardiologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Pramita Gayatri D, Sp.A(K)Divisi Gastro-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K)Divisi Neonatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K)Divisi Pediatri Sosial

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K)Divisi Neonatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)Divisi Nefrologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A(K)Divisi Hematologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Dr. HF. Wulandari, Sp.A(K), MMed(Immaging)Divisi Pencitraan

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Page 13: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

xiii

Daftar isi

Kata Sambutan Ketua Departemen IKA FKUI - RSCM ....................... iii

Kata Sambutan Ketua Panitia PKB IKA LXVI ...................................... v

Kata Pengantar .................................................................................... vii

Tim PKB FKUI-RSCM ........................................................................ ix

Susunan Panitia .................................................................................... x

Daftar Penulis ...................................................................................... xi

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup ...................................................................................... 1Aryono Hendarto

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT) ....................................................................... 7Sudung O. Pardede

Pencitraan pada Congenital Anomalies of Kidney and Urinary Tract ....20H F Wulandari

Pencegahan dan Tata Laksana Cedera Otak Bayi Berat Lahir Sangat Rendah .............................................................................................. 28Rinawati Rohsiswatmo, Dian Ayuningtyas

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi ............................................................................................... 36Hindra Irawan Satari

Hipotiroid Kongenital ......................................................................... 47Aman Pulungan

Page 14: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

xiv

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refluks Gastroesofagus ................................................................................... 57Badriul Hegar

Tata Laksana Optimal Diare Persisten untuk Mencegah Komplikasi Lanjut ................................................................................................. 68Pramita G Dwipoerwantoro

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik ..... 75Damayanti Rusli Sjarif

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular ................ 84Darmawan B Setyanto

Gangguan Keseimbangan Elektrolit pada Infeksi Susunan Saraf Pusat Anak ................................................................................................... 96Irene Yuniar

Tata Laksana Komprehensif Gejala Sisa Infeksi Susunan Saraf Pusat 104Irawan Mangunatmadja

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan Kronis ................................. 112Rismala Dewi

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak .................... 121Nastiti Kaswandani

Kardiomiopati Dilatasi, Konsekuensi Penyakit Kronik ...................... 129Piprim Basarah Yanuarso

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor ........ 139Teny Tjitra Sari

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik.......................... 147Rini Sekartini

Page 15: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

1

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup

Aryono Hendarto

Tujuan:1. Memahami dampak penyakit kronik terhadap pasien dan keluarganya2. Memahami dampak ekonomi penyakit kronik 3. Memahami peran dokter pelayanan primer dan sekunder, organisasi

profesi dan institusi pendidikan, dalam tata laksana holistik penyakit kronik

PendahuluanPrevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2 Keadaan yang sama sepertinya juga terjadi di Indonesia walaupun tidak mudah mendapatkan data tentang hal ini. Kita sering mendengar mengenai kata-kata “penyakit kronik” sama halnya dengan kata-kata “penyakit akut”. Bila penyakit akut lebih mudah didefinisikan, tidak demikian halnya dengan definisi penyakit kronik. Beberapa negara menggunakan definisi yang berbeda-beda untuk penyakit kronik, baik untuk durasi waktunya, maupun yang berhubungan dengan kondisinya. Di negara Belanda penyakit kronik didefinisikan sebagai penyakit yang sembuh dalam waktu 3 bulan atau lebih yang menyebabkan gangguan aktifitas anak dan memerlukan perawatan berulang di rumah sakit, atau perawatan di rumah dan atau perawatan yang lebih ekstensif,3 sedangkan van Cleave dan kawan kawan di Amerika Serikat mendefiniskan penyakit kronik pada anak sebagai kondisi fisik, emosi, dan mental, yang menyebabkan anak tidak dapat bersekolah, melakukan aktifitas normal yang membutuhkan bantuan tenaga kesehatan, penggunaan obat secara berkala, atau memerlukan alat bantu khusus.4 Central for Disease Control Prevention pemerintah Amerika Serikat membuat definisi yang lebih mudah dipahami, yaitu penyakit yang mempunyai perjalanan klinis panjang yang tidak dapat sembuh secara spontan dan jarang terjadi penyembuhan yang sempurna.5 Seorang pakar bernama O’Haloran dan kawan-kawan menyatakan bahwa penyakit kronik mempunyai masa sakit yang tidak terbatas atau paling cepat sembuh dalam waktu 6 bulan, di samping itu

Page 16: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

2

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup

pasien mengalami sakit berulang dan penurunan kondisi, mempunyai prognosis yang buruk serta terdapat sekuele yang memengaruhi kualitas hidup pasien.

Jenis penyakit kronikBeberapa penyakit telah teridentifikasi sebagai penyakit kronik pada anak, namun demikian tiap-tiap negara mempunyai prevalens tinggi beberapa penyakit kronik yang berbeda. Pada saat ini beberapa penyakit kronik yang diketahui, antara lain asma bronkiale, diabetes mellitus, keganasan, fibrosis kistik, palsi serebral, infeksi HIV, penyakit metabolisme bawaan, sindrom nefrotik, dan epilepsi. Di negara kita dari beberapa penyakit yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa penyakit yang cukup sering dijumpai, seperti asma bronkilae, thalasemia, dan sindrom nefrotik. Pada saat ini obesitas juga sudah dianggap sebagai penyakit kronik karena penanganannya membutuhkan waktu lama dan komorbiditasnya membutuhkan dana yang cukup besar.6

Dampak penyakit kronik terhadap pasienAnak yang didiagnosis penyakit kronik dapat mengalami stres mental, rasa ingin marah, kegalauan, dan dapat menyebabkan gangguan pada hubungan inter personal. Mengalami penyakit kronik merupakan hal sulit bagi seorang anak, bukan saja karena ketakutan terhadap penyakitnya, tetapi juga pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dianggap menyakitkan dan berulang. Anak yang mengalami penyakit kronik tidak selalu mudah dalam menjalani pengobatan penyakitnya, oleh karena itu seringkali dibutuhkan dukungan, baik dari keluarga maupun dari tenaga medis. Penelitian menunjukkan kerapkali anak yang mengalami penyakit kronik beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya diakibatkan karena dosa kedua orang tuanya pada masa lalu. Pada beberapa kasus, anak merasa bahwa apa yng dialaminya merupakan hal seumur hidup yang makin lama makin memburuk. Hal ini dapat menyebabkan anak mengalami perasaan panik yang akan menggangu kemampuan anak untuk menghadapi penyakitnya, baik secara fisik maupun psikis. Rasa panik pada anak juga akan menyebabkan kecemasan pada orang tua yang sering kali menyebabkan gangguan hubungan antara anak dengan orang tua. Reaksi psiko-sosial lain pada anak dalam menghadapi penyakit kronik adalah menurunnya rasa percaya diri, dan kekawatiran bahwa lingkungan sekitar anak tidak akan menerima lagi, serta kecemasan akan masa depan pendidikan.

Secara umum bagaimana anak bereaksi terhadap penyakit kronik yang dideritanya tergantung pada usia anak, kepribadian anak, lingkungan sosial

Page 17: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

3

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

sekitarnya, hubungan dengan orang tua, dan pemeriksaan atau tindakan yang akan diterima si anak dalam upaya pengobatan. Sebagai contoh anak yang mengalami thalasemia yang mendapat transfusi darah berulang atau anak yang mengalami diabetes mellitus yang harus menjalani pemeriksaan darah dan penyuntikan insulin berulang akan merasa dirinya berbeda dengan anak seusianya yang tidak mengalami penyakit yang sama. Oleh karena itu peran orang tua/keluarga, lingkungan sekitar anak, dan petugas kesehatan, menjadi sangat penting dalam meningkatkan rasa percaya diri anak dalam menjalani pengobatan penyakit kroniknya.7

Dampak penyakit kronik terhadap keluargaSangatlah alamiah bila keluarga mengalami beban mental dan stres serta kepanikan tatkala diinformasikan bahwa anaknya menderita suatu penyakit kronik, apalagi bila penyakitnya membutuhkan penangan sepanjang hidup. Penelitian menunjukkan reaksi keluarga yang anaknya menderita penyakit kronik cukup bervariasi, namun umumnya mereka dapat lebih menerima ketika mengetahui bahwa penyakit anaknya dapat ditangani. Beberapa orang tua pasien, khususnya ibu, dapat mengalami depresi yang cukup berat, terutama apabila penyakit kronik yang diderita anaknya terjadi sejak masa kehamilan. Beberapa ibu merasa bahwa dirinya tidak dapat melahirkan anak yang sehat dan tidak dapat melindungi anaknya dari terjadinya penyakit kronik. Para orang tua dapat mengalami stres berkepanjangan tetapi ada pula yang berangsur dapat beradaptasi dengan penyakit anaknya sehingga bisa lebih menerima. Tidak jarang kepasrahan orang tua pudar ketika melihat anaknya tidak menunjukkan perkembangan yang berarti terhadap penanganan penyakitnya atau melihat bagaimana anaknya tergantung pada orang lain, menjadi tidak sebebas anak seusianya yang tidak mempunyai penyakit kronik. Kepercayaan diri orang tua umumnya menjadi lebih baik bila orang tua dapat berkomunikasi dengan para orang tua dari anak-anak yang mempunyai penyakit yang sama dengan anaknya, atau bergabung dengan perkumpulan orang tua yang mempunyai penyakit yang sama. Beberapa pakar menyampaikan hipotesis bahwa reaksi orang tua terhadap penyakit kronik yang diderita anaknya tergantung kepada filosofi dan cara pandang hidup, harapan terhadap masa depan dan kesembuhan penyakit anaknya, serta mimpi-mimpi orang tua.7

Dampak ekonomi penyakit kronikAspek ini merupakan hal yang paling sulit untuk dilakukan pembahasan karena setiap negara mempunyai prevalens dan jenis penyakit kronik yang berbeda. Namun di negara maju seperti di Amerika, Inggris, dan Australia,

Page 18: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

4

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup

anggaran belanja pemerintah untuk sektor kesehatan terus meningkat dan salah satunya untuk pembiyaan penyakit kronik, baik kelompok usia dewasa maupun anak-anak.8,9

Sepengetahuan penulis belum ada data di negara Indonesia berapa dana yang dihabiskan pemerintah untuk pengobatan pasien kronik. Oleh karena itu penulis akan mencoba membahas biaya penyakit kronik di tempat penulis bekerja yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Beberapa penyakit kronik pada anak yang terdapat di RSCM antara lain, thalasemia, hemofilia, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, malnutrisi, dan diabetes mellitus. Sebagai ilustrasi menurut data dari RSCM pasien thalassemia tanpa komplikasi membutuhkan dana sebesar 15 juta rupiah per tahun, pasien hemofilia dengan perdarahan membutuhkan dana sebesar 15-280 juta rupiah per tahun, tergantung berat ringannya perdarahan, tata laksana sindrom nefrotik membutuhkan dana sekitar 25-50 juta rupiah pertahun, sedangkan asma membutuhkan dana sekitar 5-7 juta rupiah per kali perawatan.

Tata laksana holistikMelihat dampak yang telah diuraikan di atas maka tata laksana penyakit kronik pada anak seyogyanya dilakukan secara holistic, meliputi aspek preventif, kuratif, dan promotif, serta rehabilitatif. Tata laksana holistic pada penyakit kronik anak dapat melibatkan peran pertugas pelayanan primer, dan sekunder, bahkan petugas pelayanan tersier, sebagai tempat rujukan tertinggi. Di samping itu kolaborasi yang baik antara anak dan orang tua, khususnya ibu, dapat membantu anak mempertahankan kualitas hidupnya.10 Beberapa pendekatan seperti therapeutic recreation camping program yang melibatkan orang tua dan tenaga medis juga terbukti bermanfaat dan dapat membantu meningkat kualitas hidup anak.11

Peran dokter pelayanan primerDokter pelayanan primer dapat berperan dalam mencegah terjadinya beberapa penyakit primer dengan melakukan upaya-upaya preventif. Penyakit-penyakit seperti asma, obesitas, infeksi HIV dan thalasemia, dapat dilakukan upaya pencegahan. Di samping itu beberapa penyakit kronik pada anak tanpa penyulit, seperti asma dan obesitas pemantauannya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan primer. Bila hal ini dapat dilakukan maka bukan saja akan memperbaiki sistim rujukan sehingga sekaligus dapat dilakukan efesiensi biaya pengobatan.

Page 19: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

5

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Peran dokter pelayanan sekunderDokter spesialis anak sebagai ujung tombak pelayanan sekunder di bidang Ilmu Kesehatan Anak dapat berperan sebagai ketua tim penanganan anak yang menderita penyakit kronik dengan melibatkan berbagai disiplin, baik ilmu kedokteran maupun non kedokteran.Dokter spesialis anak juga dapat berperan sebagai mediator antara orang tua pasien dengan pihak rumah sakit, terutama terkait masalah biaya dan fasilitas, karena pengobatan anak dengan penyakit kronik umumnya berlangsung lama. Di,samping itu dokter spesialis anak juga dapat berperan sebagai inisiator dan motivator pembentukan persatuan orang tua penyandang penyakit kronik agar dapat mengurangi dampak psikologis terhadap anak dan keluarga.

Peran organisasi profesi dan institusi pendidikanOrganisasi profesi dan insitusi pendidikan dapat melakukan mediasi kepada pemangku kebijakan, seperti Kementrian Kesehatan dan Kementrian Keuangan, agar biaya pengobatan untuk semua pasien anak dengan penyakit kronik dapat ditanggung oleh pemerintah. Sampai saat ini belum semua penyakit kronik pada anak mendapat jaminan pembiayaan melalui program Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang Kesehatan. Organisasi profesi dan institusi pendidikan juga dapat melakukan mediasi ke Kementrian Pendidikan Nasional agar membuat program yang menjamin pendidikan anak-anak yang menderita penyakit kronik, sama baiknya dengan anak-anak normal. Kementrian Perdagangan juga perlu diajak kerja sama agar obat-obatan dan alat-alat kesehatan untuk anak-anak dengan penyakit kronik tidak dikenakan pajak barang mewah, sehingga biaya pengobatan menjadi lebih murah. Demikian pula Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu dimediasi agar penyediaan obat dan makanan khusus untuk anak-anak pasien kronik lebih mudah tersedia. Kontribusi lain dari instritusi pendidikan adalah dengan melakukan penelitian operasional yang hasilnya kelak dapat dijadikan referensi untuk menyusun Pedoman Nasional Praktek Kedokteran yang selanjutnya akan menjadi acuan setiap pusat pelayanan kesehatan untuk membuat Panduan Praktek Klinis.

SimpulanPenyakit kronik pada anak dapat berdampak bagi anak itu sendiri dan keluarganya serta mempunyai dampak ekonomi yang harus dipertimbangkan dengan serius. Terlepas definisi penyakit kronik pada anak yang beraneka ragam, disepakati bahwa penangan anak-anak dengan penyakit kronik harus

Page 20: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

6

Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup

dilakukan dengan pendekatan secara paripurna yang melibatkan berbagai disiplin ilmu di dalam wadah patien care team.12 Dokter spesialis anak sebagai garda terdepan pelayanan sekunder penyakit kronik pada anak, selain menjadi ketua patient care team, juga dapat berperan sebagai inisiator atau motivator pembentukan persatuan orang tua untuk penyakit tertentu. Organisasi profesi dapat berperan dengan melakukan mediasi kepada pemangku kebijakan seperti Kementrian Kesehatan, Pendidikan Nasional, Keuangan, dan BPOM, agar penanganan anak dengan penyakit kronik dapat dilakukan secara paripurna sesuai dengan hak-hak anak,

Daftar pustaka1. Perrin JM, Bloom SR, Gortmaker SL. The increase of childhood chronic

conditions in the United States. Jama 2007;297:2755-9.2. Australian Institute of Health and Welfare. Selected chronic disease among

Australia’s children. 2005; 29: 1-15.3. Mokkink LB, van der Lee JH, Grootenhuis MA, Offringa M, Heymans HAS.

Defining chronic disease and health condition in childhood (ages 0-18 years of age): National concensus in the Netherlands. Eur J Ped. 2008;167:1441-7.

4. van Cleave J, Gortmaker SL, Perrin JM. Dynamics of obesity and chronic health condition among children and youth. JAMA. 2010; 303:623-30.

5. Van der Lee JH, Mokkink LB, Grootenhuis MA, Heyman HS, Offringa M. Definition and measurement of chronic health condition in childhood. JAMA. 2007:297:2741-51.

6. Logan S. Epidemiology of childhood disease. Foundation of Child health. 2008;1-19.

7. Theofanidis D. Chronic illnessd in childhood: Psychosocial adaptation and nursing support for the child and the family. Health Science Journal. 2006:1-9.

8. Kankeu HT, Saksena P, Xu K, Evans DB. The financial burden from non-communicable disease in low and middle income countries: a literature review. Health Research Policy and Systems. 2013;31:1-12.

9. Mandic PK, Jena AB, Joyce GF, Goldman DP. Out of pocket medication cost, medication utilization and use of health care services among children with asthma. JAMA. 2012;307:1284-91.

10. Compas BE, Jaser SS, Dunn MJ, Rodriguez EM. Coping with chronic illness in childhood and adolescence. Annu Rev Clin Psychol. 2012;8:455-80.

11. Bekesi A, Torok S, Kokonyei G, Bokretas I, Szentes A, Telepoczki G. Health-related quality of life changes of children and adolescents with chronic disease after participation in therapeutic recreation. Health & Quality Life Outcomes. 2011;9:1-10.

12. Wagner EH. The role patient care teams in chronic disease management. BMJ. 2000;320:569-71.

Page 21: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

7

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract (CAKUT)

Sudung O. Pardede

Tujuan:1. Memahami pengertian dan diagnosis CAKUT2. Memahami tata laksana medis CAKUT

PendahuluanCongenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) merupakan kumpulan kelainan ginjal dan saluran kemih kongenital, baik struktural maupun fungsional, yang dapat terjadi pada ginjal, collecting system, kandung kemih, atau uretra. Kelainan CAKUT merupakan spektrum yang terdiri atas agenesis ginjal, hipo/displasia ginjal, aplasia ginjal, ginjal displasia multikistik, sistem kolekting dupleks ginjal, obstruksi ureteropelvic junction, megaureter, katup uretra posterior, refluks vesikoureter, ectopic ureter orifice, duplikasi ureter, agenesis ureter, serta kelainan kandung kemih dan uretra.1-5 Kelainan CAKUT bersifat familiar sehingga sering dikaitkan dengan penyebab genetik. Berbagai kelainan CAKUT sering terjadi bersamaan, misalnya ginjal hipoplastik dan displastik yang disertai refluks vesikoureter atau obstruksi ureteropelvic junction, baik pada ginjal ipsilateral maupun kontralateral. Meski CAKUT dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri, dapat juga disertai kelainan kongenital pada organ lain di luar saluran kemih, seperti renal coloboma syndrome.1,3,5

Kelainan ginjal ditemukan pada kira-kira 10% pasien CAKUT dan sering asimtomatik.3 Jumlah nefron dan laju filtrasi glomerulus (LFG) pada anak dengan CAKUT lebih rendah daripada nilai normal yang tergantung pada jumlah nefron yang berkurang, dan jumlah nefron yang berkurang merupakan risiko gagal ginjal pada masa remaja dan dewasa. Ginjal dengan jumlah nefron kurang dari separuh jumlah nefron normal akan menyebabkan kompensasi pada nefron yang tersisa melalui upregulation sitokin dan komponen vasoaktif. Keadaan ini dapat menyebabkan hipertensi sistemik dan glomerular yang mengakibatkan proteinuria, glomerulosklerosis, dan akhirnya gagal ginjal.

Page 22: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

8

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

Pada skrining pranatal yang baik, banyak kasus CAKUT yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ultrasonografi antenatal pada minggu 18–20 kehamilan.4 Kelainan CAKUT umumnya menyebabkan penyakit ginjal kronik yang berakhir dengan gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan renal replacement therapy,3,4 dan angka kesintasan hidup anak dengan penyakit ginjal stadium akhir sekitar 30 kali lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat.3 Diperlukan upaya untuk mencegah CAKUT dan penurunan fungsi ginjal. Intervensi medis dini terbukti dapat memperlambat progresivitas gagal ginjal.6

Prevalens CAKUTKelainan CAKUT terjadi pada 3–6 per 1000 lahir hidup dan merupakan penyebab dari 34–59% penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD).4 Di Jepang dan Amerika Utara, CAKUT merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik pada anak dan diperkirakan merupakan penyebab dari 30–40% penyakit ginjal stadium akhir, dengan uropati obstruktif sebagai penyebab paling sering.6

Tabel 1 : Prevalens CAKUT4

Jenis kelainan PrevalensAgenesis ginjal unilateral Janin Bayi baru lahir

0,008%

Agenesis ginjal bilateral Janin Bayi baru lahir

0,013%1 di antara 30.000

Hidronefrosis kongenital 1 di antara 1000 lahir hidupHipoplasia ginjal Janin Bayi baru lahir

0,027%1 di antara 400 lahir hidup

Horseshoe kidney 1 di antara 1.000 bayi baru lahirKatup uretra posterior Janin 0.003% Refl uks vesiko-ureter

Bayi dengan hidronefrosis pada ultrasonografi pranatal

3–19%

Anak sehat 1–2%Anak dengan infeksi saluran kemih 25–40%Ureter dupleks unilateral 1–8%

Diagnosis CAKUTKelainan CAKUT perlu dicurigai pada sindrom kongenital. Pada sindrom Potter’s, terdapat CAKUT berat yang meliputi agenesis ginjal bilateral, hipoplasia pulmonal, malformasi otak dan jantung, sehingga menjadi

Page 23: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

9

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

pertimbangan untuk terminasi kehamilan. Sindrom ini merupakan kelainan genetik karena aberasi kromosom dan trisomi. Keadaan lain seperti sindrom Down merupakan risiko tinggi ginjal multikistik displastik, hidronefrosis, dan agenesis ginjal.

Peran pemeriksaan pencitraan sangat penting dalam mendiagnosis CAKUT, seperti ultrasonografi, skintigrafi ginjal, voiding cystourethrograpy, dan pemeriksaan lain. Anak dengan CAKUT berat yang menunjukkan manifesasi klinis segera setelah lahir atau sudah terdeteksi dengan ultrasonografi antenatal, harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan non-invasif segera setelah lahir, misalnya dengan ultrasonografi. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi berbagai kelainan ginjal dan saluran kemih, seperti agenesis ginjal yang diketahui dengan tidak terdeteksinya jaringan ginjal. Ginjal multkistik displastik biasanya menggambarkan kista multipel non-communicating pada jaringan parenkim dengan gambaran hiperekoik, sedangkan ginjal displastik didiagnosis jika tampak ginjal yang kecil dan ekogenik dengan atau tanpa kista berbagai ukuran.6,7 Hipoplasia ginjal baik bilateral maupun unilateral sering sulit didiagnosis dengan ultrasonografi karena ukuran ginjal hipoplastik tidak jelas mengecil. Meski hipoplasia ginjal dapat dibedakan dengan hipodisplasia ginjal dengan pemeriksaan histologi, namun diagnosis klinik lebih disukai dengan hipodisplasia ginjal jika ginjal tampak kecil dan hiperekoik dengan atau tanpa kista. Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat mendiagnosis obstruksi saluran kemih. Makin berat obstruksi, makin berat pula dilatasi sistem pelviokalises. Ginjal janin dengan diameter anteroposterior pelvis lebih dari 15 mm pada pemeriksaan renografi diuretik menggambarkan obstruksi total. Obstruksi derajat berat biasanya disertai penipisan parenkim ginjal yang mengindikasikan kerusakan ginjal yang memerlukan tindakan bedah. Pada hidronefrosis unilateral yang tidak memerlukan operasi segera, dengan pemeriksaan ultrasonografi serial terlihat bahwa ginjal normal kontralateral mengalami percepatan pertumbuhan dan lebih besar dibandingkan dengan ginjal sesuai usia. Pada obstruksi ureterovesical junction terlihat dilatasi ureter dan diameter ureter yang lebih besar dari 10 mm merupakan risiko tinggi untuk kerusakan ginjal. Resolusi spontan sering terjadi pada tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan ultrasonografi serial perlu untuk follow-up obstruksi ureterovesical junction.6,7 Pada katup uretra posterior, ultrasonografi memperlihatkan penebalan dinding kandung kemih dengan permukaan yang kasar karena trabekulasi dan residual urin. Ureterokel tampak berupa balon kistik yang berasal dari dinding kandung kemih, biasanya disertai duplikasi ureter. Meski ultrasonografi bukan pemeriksaan yang sahih untuk mendeteksi refluks vesikoureter, namun pemeriksaan selama berkemih (voiding ultrasonography) merupakan pemeriksaan yang bermanfaat dan non-invasif untuk mendiagnosis refluks vesikoureter. Voiding ultrasonography dapat mendeteksi refluks vesikoureter derajat 3 atau lebih tanpa menggunakan

Page 24: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

10

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

kateterisasi kandung kemih, dengan menemukan dilatasi ureter dan pelvis renalis ketika berkemih. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis refluks vesikoureter tanpa terpapar dengan sinar-X. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan echo-contrast melalui kateter ke dalam kandung kemih dan akan terlihat refluks seperti pada pemeriksaan X-ray voiding cystourethrography.6,7

Voiding cystourethrography (VCUG) sering dilakukan pada anak dengan infeksi saluran kemih untuk mendeteksi refluks vesikoureter. Refluks vesikoureter derajat rendah biasanya tidak mempunyai peran bermakna terhadap berulangnya infeksi saluran kemih dan sedikit efeknya terhadap pembentukan parut ginjal. Pada anak dengan infeksi saluran kemih pertama kali, VCUG tidak dianjurkan jika pada pemeriksaan ultrasonografi ginjal dan saluran kemih tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan VCUG juga direkomendasikan pada anak dengan maldevelopment ginjal, karena pada ginjal dengan gangguan perkembangan, sering terdapat refluks vesikoureter pada ginjal kontralateral. Pemeriksaan VCUG dapat juga mendeteksi anomali kandung kemih dan uretra yang sering terdapat pada anak dengan katup uretra posterior dan sindrom Prune Belly.6

Skintigrafi ginjal (renoscintigraphy) Technetium-99-m dimercaptosuccinate (DMSA) memperlihatkan ukuran, bentuk, dan posisi parenkim ginjal. Tidak ditemukannya tracer uptake pada posisi ginjal normal mengindikasikan ginjal multikistik aplastik, atau displasia, atau agenesis ginjal, atau ginjal ektopik. Renoskintigrafi dapat mendiagnosis bentuk dan posisi kelainan ginjal, dan dapat digunakan untuk mendiagnosis hipoplasia ginjal unilateral yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dengan uptake yang rendah. Pasien dengan refluks vesikoureter derajat 3 atau lebih sering mengalami infeksi saluran kemih dan kerusakan ginjal yang diidentifikasi sebagai defek focal tracer-uptake pada renoskintigrafi DMSA. Kelainan ginjal yang tampak pada renoskintigrafi DMSA pada stadium akut pielonefritis berkaitan dengan lokasi inflamasi pielonefritik. Sebagian besar kelainan akut akan hilang dalam waktu 5 bulan setelah pielonefritis akut, namun sebagian lagi menetap dan membentuk jaringan parut yang diidentifikasi sebagai kelainan fokal dengan renoskintigrafi DMSA pada stadium konvalesen.6

Skintigrafi ginjal (renoscintigraphy) Technetium -99-m diethylene triamine pentaacetic acid (DTPA) telah digunakan untuk membedakan hidronefrosis atau hidroureteronefrosis jenis obstruktif yang memerlukan tindakan bedah dengan jenis non-obstruktif, namun kelihatannya tidak begitu akurat untuk membedakan kedua jenis ini. Skintigrafi ginjal DTPA membedakan fungsi ginjal dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan memantau fungsi ginjal. Renoskintigrafi biasanya dilakukan pada bayi umur 3 bulan atau lebih dengan obstruksi saluran kemih karena fungsi ginjal umumnya berkembang dengan

Page 25: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

11

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

pesat pada usia 3 bulan pertama dan evaluasi fungsi ginjal sulit dilakukan selama usia ini.6

Pada masa lampau, pielografi intravena sering digunakan sebagai pemeriksaan standar untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih, karena dapat mendeteksi kelainan morfologi dan fungsi kedua ginjal. Namun dengan perkembangan moda pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi dan skintigrafi ginjal, pemeriksaan pielografi intravena mulai ditinggalkan dan digunakan jika pemeriksaan pencitraan lain tidak tersedia.6

Akibat CAKUTCAKUT merupakan penyebab utama gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan renal replacement therapy. Prevalens anak dengan CAKUT berat cenderung meningkat karena semakin baiknya tata laksana peri dan pasca natal. Makin lama seorang pasien menderita CAKUT, makin besar kemungkinannya menderita berbagai penyakit. 3

Maldevelopment ginjal atau uropati obstruktif menunjukkan berbagai gambaran klinik, dan sering disertai kelainan saluran kemih yang lain, seperti refluks vesikoureter. Komplikasi infeksi saluran kemih pada uropati obstruktif dengan atau tanpa refluks vesikoureter menyebabkan kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut dan penurunan fungsi ginjal menjadi gagal ginjal kronik. Anak cenderung kehilangan air dan elektrolit melalui urin dan menyebabkan berkurangnya volume cairan tubuh. Kehilangan air dan garam yang terus menerus akan menyebabkan gangguan pertumbuhan somatik.6 Hipertensi didapat pada sekitar 70% anak dengan CAKUT.4

Pasien dapat mengalami gangguan pertumbuhan, gangguan maturasi seksual, dan berbagai komplikasi ketidakmampuan berbagai sistem tubuh, yang dapat berlanjut hingga dewasa yang berdampak terhadap kehidupan sosial dan aktivitas anak. Kecenderungan penyakit ginjal kronik yang makin berat dan memerlukan renal replacement therapy akan berpengaruh terhadap perkembangan fisik dan psikososial anak. Pada aspek sosial, CAKUT dapat menyebabkan masalah ekonomi bagi keluarga karena CAKUT memerlukan biaya yang besar. Penyakit ginjal kronik akibat CAKUT, dapat juga menyebabkan masalah kardiovaskular pada masa dewasa.3

Tata laksana medis CAKUTPada beberapa kasus, obstruksi kandung kemih pada janin dapat diperbaiki dengan operasi pemasangan vesico-amniotic shunt yang menghubungkan rongga urin dengan rongga amnion. Dengan tindakan perinatal, angka kesintasan

Page 26: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

12

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

dan luaran jangka panjang masih belum jelas, dan anak harus menjalani tindakan definitif setelah lahir. Keadaan ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ginjal stadium akhir seiring dengan bertambahnya usia.8,9 Anomali ginjal unilateral (agenesis ginjal, ginjal multikistik displastik, dan ginjal hipoplastik) pada anak sering asimtomatik dan merupakan risiko hipertensi, proteinuria, dan penurunan fungsi ginjal pada masa dewasa, yang disebabkan oleh hiperfiltrasi pada glomerulus yang tersisa.2

Beberapa faktor yang berperan terhadap progresivitas penyakit ginjal kronik, antara lain hipertensi, proteinuria, dislipidemia, obat nefrotoksik, obstruksi saluran kemih, dan hiperfiltrasi. Pada CAKUT yang asimtomatik dengan fungsi kedua ginjal normal pada skintigrafi ginjal DTPA dapat ditata laksana secara konservatif.6,7 Pemantuan terhadap progresivitas CAKUT menjadi penyakit ginjal stadium akhir sangat penting, dan memerlukan pemantauan berkala terhadap perkembangan penyakit, terutama hipertensi, proteinuria, infeksi saluran kemih, dan penurunan fungsi ginjal. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah atau mengurangi progresivitas penurunan fungsi ginjal, antara lain:1. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik hingga target yang

ditentukan yaitu di bawah persentil 90 berdasarkan umur, tinggi badan, dan jenis kelamin.

2. Mengurangi proteinuria dengan pemberian angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin receptor blockers yang mempunyai efek reno-protective melalui efek mengurangi proteinuria, menurunkan tekanan intra-glomerular, dan efek antifibrotik.

3. Diet restriksi protein, namun anak dalam fase pertumbuhan dinamik tidak memerlukan restriksi protein dan kalori.

4. Pemberian antibiotik profilaksis pada anak dengan infeksi saluran kemih berulang, dan pertimbangkan intervensi urologi jika terindikasi, seperti clean intermittent catheterization atau tindakan bedah.

5. Mempertahankan volume cairan tubuh yang adekuat, terutama pada anak dengan poliuria.10

A. Tata laksana nutrisi insufi siensi ginjal kronik

Asupan kalori dimulai dengan kebutuhan sesuai recommended daily allowance (RDA), dan kemudian disesuaikan dengan pertambahan berat badan. Jika kebutuhan diet harian yang direkomendasikan tidak terpenuhi dan pertumbuhan anak suboptimal, perlu dipertimbangkan penambahan asupan nutrisi. Pemberian makanan melalui pipa makanan (feeding tube) diperlukan jika kebutuhan energi tidak terpenuhi dengan asupan oral.6

Page 27: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

13

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Pada tahun 2008, Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) membuat rekomendasi pada anak dengan penyakit ginjal kronik derajat 2-5 dan 5D sebagai berikut:a. Kebutuhan energi untuk anak dengan penyakit ginjal kronik adalah

100% dari perkiraan energi yang dibutuhkan sesuai umur kronologis. Penyesuaian asupan energi berdasarkan respon terhadap kenaikan berat badan atau kehilangan berat badan.

b. Perlu tambahan nutrisi pada keadaan asupan makanan yang kurang dan pada anak yang tidak mampu mencapai berat badan dan pertumbuhan sesuai umur.

c. Perlu makanan tambahan melalui sonde apabila kebutuhan energi anak tidak terpenuhi.

d. Mengatur keseimbangan kalori dari karbohidrat, protein, dan lemak.

Ketidakseimbangan kalori dari setiap makronutrien menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, obesitas, dan diabetes. Dislipidemia aterogenik terjadi pada penyakit ginjal kronik derajat 3 akibat gangguan fungsi ginjal, sehingga pada anak dengan penyakit ginjal kronik dengan risiko kelebihan berat badan dan obesitas, perlu dilakukan perubahan diet dan cara hidup untuk mengontrol berat badan.11

Terapi nutrisi dengan diet 100–160 kkal/kgbb/hari dan protein 2.0–2.5 g/kgbb/hari menunjukkan pertumbuhan normal pada sebagian besar anak dengan insufisiensi ginjal (LFG < 65 mL/mn t/1.73 m2) dan pada 42% pasien dengan LFG < 10 mL/mnt/1.73 m2. Pada klirens kreatinin yang menurun di bawah 20 mL/mnt/1.73 m2, pemberian formula dengan 0,5 kkal/mL, 1,7 mEq Na per 100 kkal memberikan hasil yang memadai.12

Asupan protein biasanya sekitar 150–200% dari diet yang dianjurkan. Asupan protein disesuaikan dengan beratnya penyakit ginjal kronik. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) merekomendasikan pemberian protein pada anak dengan penyakit ginjal kronik derajat 3-5 sebagai berikut: pada penyakit ginjal kronik derajat 3, asupan protein 100%-140% dari kebutuhan harian berdasarkan berat badan ideal. Pada penyakit ginjal kronik derajat 4-5, asupan protein 100%-120% dari kebutuhan harian berdasarkan berat badan ideal, dan pada penyakit ginjal kronik derajat 5D, 100% dari kebutuhan harian berdasarkan berat badan ideal ditambah kehilangan protein dan asam amino.11

B. Pencegahan infeksi saluran kemih

Anak dengan CAKUT memerlukan evaluasi terhadap refluks vesiko-ureter dan infeksi saluran kemih. Refluks vesikoureter merupakan kelainan yang paling

Page 28: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

14

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

sering ditemukan pada CAKUT, dengan kejadian 1 di antara 100 bayi baru lahir. Refluks vesikoureter derajat 3 atau lebih merupakan faktor risiko infeksi saluran kemih yang bermakna. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan jaringan parut dan infeksi saluran kemih pada CAKUT dengan jumlah nefron yang berkurang akan mempercepat terjadinya gagal ginjal.6 Refuks vesikoureter derajat tinggi berkaitan dengan tekanan berkemih yang tinggi dalam kandung kemih akibat disfungsi berkemih dan imaturitas persarafan kandung kemih. Disfungsi berkemih merupakan faktor risiko penting terjadinya infeksi saluran kemih dan kerusakan ginjal. Refluks vesikoureter dapat sembuh spontan sejalan dengan maturasi dan normalisasi fungsi berkemih, namun refluks vesikoureter derajat tinggi biasanya memerlukan tindakan operatif untuk mencegah infeksi saluran kemih, meskipun penelitian acak terkontrol menyebutkan bahwa tindakan operatif tidak lebih unggul dibandingkan tata laksana medis untuk mencegah infeksi dan pembentukan parut ginjal.

Dengan terapi yang adekuat, sebagian besar pielonefritis akan sembuh tanpa jaringan parut. Jaringan parut ginjal biasanya terjadi pada infeksi pertama karena keterlambatan diagnosis dan terapi. Tidak ada tata laksana medis yang disepakati secara umum terhadap refluks vesikoureter di kalangan dokter urologi dan nefrologi anak. Tata laksana medis untuk refluks vesikoureter biasanya dilakukan dengan pemeriksaan urin periodik dan pemberian antibiotik profilaksis. Untuk memastikan diagnosis infeksi salran kemih, dilakukan kultur urin rutin dengan aspirasi supra pubik atau kateteriasi kandung kemih atau urin pancar tengah.6,13

Anak dengan CAKUT perlu mendapat informasi tentang risiko infeksi saluran kemih dan parut ginjal serta pentingnya pencegahan dan pengobatan infeksi saluran kemih. Orangtua harus memahami kemungkinan terjadinya infeksi saluran kemih berulang. Pemeriksaan urinalisis berkala penting untuk diagnosis infeksi saluran kemih sehingga dapat diberikan terapi yang efektif. Anak dianjurkan berkemih setiap 3 jam dan membiasakan diri buang air besar pada waktu yang sama setiap hari. Pengosongan kandung kemih dan rektum secara teratur akan membantu pemulihan disfungsi berkemih. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi saluran kemih berulang terjadi dalam 6 bulan setelah infeksi pertama, dan biasanya antibiotik profilaksis diberikan sampai 6 bulan.6

Komplikasi infeksi saluran kemih pada uropati obstruktif dapat menyebabkan kehilangan natrium yang mengakibatkan hiponatremia berat, hiperkalemia, asidosis metabolik, dan gagal ginjal akut. Pemberian antibiotik dapat mengatasi infeksi saluran kemih dan sekaligus memperbaiki kelainan elektrolit. Menghilangkan obstruksi dengan tindakan bedah pada uropati obstruktif biasanya diikuti diuresis pascaobstruktif yang akan hilang

Page 29: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

15

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

sendiri. Poliuria ini dapat menimbulkan kehilangan air, natrium, kalium, dan magnesium, yang mengakibatkan hipokalemia, hiponatremia, hiperkalemia, hipomagnesemia, dan berkurangnya volume cairan ekstraselular. 6

C. Tata laksana hipertensi, proteinuria, dan progresivitas nefropati

Anak dengan satu ginjal normal dapat hidup dengan normal. Anak dengan congenital solitary functioning kidney, seperti ginjal displasia aplastik, ginjal displasia multikistik, dan agenesis, dapat hidup tanpa berkembang menjadi gagal ginjal. Namun pada banyak anak dengan congenital solitary functioning kidney terdapat juga kelainan lain, seperti hidronefrosis, hipoplasia, dan refluks vesikoureter. Pada anak dengan kelainan seperti ini jumlah nefron menurun sampai kurang dari setengah jumlah normal dan cenderung berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir, dan sering mengalami hipertensi dan proteinuria, sebelum terjadi gagal ginjal. Hipertensi dan proteinuria dapat merusak ginjal sehingga perlu mendapat terapi khusus.6

Tekanan darah diturunkan hingga lebih rendah dari persentil 95 berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan, atau kurang dari 120/80 mmHg. Pengendalian tekanan darah yang intensif dapat mempertahankan fungsi ginjal.10 Jika LFG >50 mL/menit/1.73 m2 terindikasi pemberian thiazida, sedangkan jika LFG <50 mL/menit/1.73 m2, dapat diberikan loop diuretic. Antihipertensi dimulai jika tekanan darah >persentil 95, biasanya diberikan ACE inhibitors atau angiotensin receptor blockers. Dapat juga ditambahkan calcium channel blockers atau beta adrenergic blockers.10,14,15 Obat yang sering diberikan adalah ACE inhibitors karena obat ini bersifat renoprotektif melalui efek antihipertensi dan antiproteinuria.6 ACE inhibitor antara lain kaptopril 0,3 mg/kgbb/kali, enalapril 0,5 mg/kgbb/hari, lisinopril 0,1 mg/kgbb/hari (maksimum 5 mg/hari). Obat angiotensin receptor blockers antara lain losartan 0,75 mg/kgbb/hari (maks. 50 mg/hari), irbesartan, kandesartan, eprosartan, olmesartan, telmisartan, valsartan.

D. Gangguan cairan, elektrolit, dan asam basa

Penurunan fungsi ginjal dipengaruhi oleh jenis kelainan. Ginjal displastik menyebabkan perkembangan tubulus ginjal yang abnormal, sehingga terjadi penurunan fungsi konsentrasi ginjal, reabsorbsi natrium, dan ekskresi hidrogen. Displasia ginjal bilateral biasanya resisten terhadap pemberian aldosteron, dan dapat menimbulkan hiperkalemia akibat berkurangnya volume cairan.6

Page 30: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

16

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

Tata laksana cairan tergantung pada residu fungsi ginjal sehingga tidak selalu memerlukan pembatasan cairan. Anak dengan penyakit ginjal kronik dengan kelainan tubular dapat mengalami hipokalemia selain hiperkalemia seperti yang sering terjadi pada kelainan glomerulus. Asidosis metabolik dapat timbul sebagai tanda kelainan tubulus. Hal ini menunjukkan bahwa pada CAKUT perlu dievaluasi gangguan elekrolit dan asam basa. 10

Anak dengan fungsi ginjal normal dapat mengekskresi solut hingga mencapai 1400 mOsm ke dalam 1 liter urin, sedangkan anak dengan fungsi ginjal abnormal (terutama displasia ginjal dan uropati obstruktif) hanya mampu mengekskresi hingga 300 mOsm dalam 1 liter urin, yang berarti memerlukan asupan 1 liter air untuk setiap 300 mOsm ekskresi solut ginjal. Susu formula konvensional menghasilkan kira-kira 200–400 mOsm solut ginjal per 1000 kkal, sedangkan formula ginjal spesifik hanya menghasilkan 120 mOsm/1000 kkal.6 Sebuah penelitian merekomendasikan bahwa bayi dengan penurunan fungsi ginjal memerlukan asupan air 180–240 mL/kg/hari dan natrium 2–4 mEq untuk setiap 100 mL air, yang dapat diberikan dalam bentuk natrium klorida atau natrium bikarbonat. Pada penurunan fungsi ginjal ringan hingga sedang diberikan diet rendah fosfor. Sudah terbukti bahwa restriksi fosfor dapat mengurangi progresivitas penyakit ginjal kronik.12

Restriksi natrium dan air dilakukan pada anak dengan anuria atau oliguria, yaitu pada penyakit ginjal kronik stadium 5. Pada stadium yang lebih rendah, restriksi biasanya tidak diperlukan. Pada gagal ginjal dengan poliuria bahkan diperlukan penambahan cairan dan natrium. Penambahan natrium biasanya diberikan 2–4 mEq/kgbb/100 mL, dan jumlah ini cukup untuk meningkatkan pertumbuhan anak dengan penyakit ginjal kronik poliuria. Suplementasi natrium hendaknya disertai asupan cairan yang banyak. Jumlah cairan yang diperlukan dapat mencapai 180–240 mL/kgbb/hari. Jumlah natrium dan air hendaknya disesuaikan dengan respon pertumbuhan dan biokimiawi serum. Dengan asupan air yang banyak, biasanya hiperkalemia dan asidosis akan teratasi.

Restriksi kalium biasanya dilakukan jika terdapat penyakit ginjal kronik stadium 5, namun demikian pada beberapa keadaan diperlukan restriksi kalium meskipun stadium penyakit ginjal kronik lebih rendah. Pemantauan kadar kalium penting untuk menentukan restriksi kalium atau tidak.10

E. Tata laksana psikologis

Berbagai masalah psikologis dapat timbul pada anak dengan CAKUT, baik karena masalah penyakitnya sendiri maupun upaya atau tindakan diagnostik dan terapeutik, sehingga dibutuhkan peran dan keterlibatan psikolog,

Page 31: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

17

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

pekerja sosial medik, dan konselor, untuk membantu pasien atau keluarga menanggulangi masalah psikologis yang terjadi pada anak. Koordinasi tim yang baik dan berkesinambungan diperlukan terutama pada pemantauan kesehatan, pemberian obat, pertumbuhan, maturasi, dan pendidikan. Masalah finansial merupakan hal penting dalam memutuskan tata laksana. Pada anak yang menjelang dewasa perlu masa transisi untuk transfer pasien kepada dokter yang akan menanganinya selanjutnya, seperti nefrolog dewasa.10

Tata laksana obstruksi saluran kemihKerusakan ginjal akibat obstruksi saluran kemih merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal pada anak. Jika pada antenatal sudah dideteksi adanya hidronefrosis pada janin, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi ulangan untuk mengkonfirmasi hidronefrosis tersebut. Terhadap hidronefrosis tersebut perlu evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan voiding cystourethrography untuk mendeteksi refluks vesikoureter. Pemeriksaan renografi DTPA dilakukan untuk mengetahui beratnya obstruksi dan fungsi ginjal, dan biasanya dilakukan pada usia 3 bulan atau lebih. Jika fungsi ginjal <40% dari nilai fungsi ginjal total, tindakan pieloplasti perlu dipertimbangkan. Indikator lain untuk pieloplasti adalah jika terjadi perburukan pada masing-masing fungsi ginjal.6

Pemantauan Seperti penyakit ginjal kronik lainnya, CAKUT menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pada CAKUT dengan penyakit ginjal kronik stadium 2-5, direkomendasikan evaluasi petumbuhan setiap 1-3 bulan pada anak di bawah 3 tahun dan setiap 3-6 bulan untuk anak yang lebih tua.10

Penilaian fungsi ginjal dilakukan secara berkala dengan pemeriksaan kreatinin atau klirens kreatinin. Proteinuria persisten merupakan petanda penyakit ginjal yang masih terjadi. Penurunan proteinuria akan memperlambat progresivitas penyakit ginjal kronik, sehingga deteksi dan intervensi dini sangat penting. Meski banyak petanda urin (seperti protein tubular atau protein berat molekul kecil) yang menjanjikan, namun petanda ini belum digunakan secara klinik. Pemeriksaan ultrasonografi ginjal perlu dilakukan secara serial untuk mengevaluasi perkembangan ginjal dengan mengukur panjang dan volume ginjal.10 Pada ginjal displasia multikistik, evaluasi ultrasonografi dianjurkan setiap 3-6 bulan selama tahun pertama, setiap 6-12 bulan hingga usia 5 tahun, dan selanjutnya setiap tahun.16

Page 32: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

18

Tata Laksana Medis pada Congenital Anomalies of the Kidney and Urinary Tract

SimpulanCAKUT merupakan kelainan ginjal dan saluran kemih yang dapat berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan merupakan penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir yang memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal. Tata laksana medis dapat mencegah atau mengurangi progresivitas CAKUT.

Daftar pustaka1. Miyazaki Y, Ichikawa I. Ontogeny of congenital anomalies of the kidney and

urinary tract, CAKUT. Pediatr Int. 2003;45:598-604.2. Toka HR, Toka O, Hariri A, Nguyen HT. Congenital anomalies of kidney and

urinary tract. Semin Nephrol.2010;30:374-86.3. Renkema KY, Winyard PJ, Skovorodkin IN, Levtchenko E, Hindryckx A,

Jeanpierre C, dkk. Novel prespectives for investigating congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT). Nephrol Dial Transplant. 2011;26:3843-51.

4. Yosypiv IV. Congenital anomalies of the kidney and urinary tract: A genetic disorder? Int J Nephrol. 2012; Article ID 909083, 10 pages doi:10.1155/2012/909083.

5. Vivante A, Kohl S, Hwang DY, Dworschak GC, Hildebrandt F. Single-gene causes of congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) in humans. Pediatr Nephrol. 2014; 29:695-704.

6. Hiraoka M. Medical management of congenital anomalies of the kidney and urinary tract. Pediatr Int. 2003; 45:624-33.

7. Caiulo, VA, Caiulo S, Gargasole C, Chiriacò G, Latini G, Cataldi L, Mele G. Ultrasound mass screening for congenital anomalies of the kidney and urinary tract. Pediatr Nephrol. 2012;27:949-53.

8. Hogan J, Dourthe ME, Blondiaux E, Jouannic JM, Garel C, Ulinski T. Renal outcome in children with antenatal diagnosis of severe CAKUT. Pediatr Nephrol. 2012; 27:497-502.

9. Sanna-Cherchi S, Ravani P, Corbani V, Parodi S, Haupt R, Piaggio G, dkk. Renal outcome in patients with congenital anomalies of the kidney and urinary tract. Kidney Int. 2009;76:528-33.

10. Iyengar AA, Foster BJ. Chronic kidney disease (CKD). Dalam: Phadke K, Goodyer P, Bitzan M, penyunting. Manual of Pediatric Nephrology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, London, 2014;h.373-400.

11. KDOQI clinical practice guideline for nutrition in children with CKD:2008 update. Executive summary. Am J Kidney Dis. 2009;53:S11-104.

12. Sedman A, Friedman A, Boineau F, Strife CF, Fine R. Nutritional management of the child with mild to moderate chronic renal failure. J. Pediatr. 1996; 129: 13–8.

13. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi ke-6, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.

14. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents. The fourth report on the diagnosis,

Page 33: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

19

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics 2004;114:555-76.

15. Bitzan M. Hypertension. Dalam: Phadke K, Goodyer P, Bitzan M, penyunting. Manual of Pediatric Nephrology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, London, 2014;h.315-348.

16. Nakai H, Asanuma H, Shishido S, Kitahara S, Yasuda K. Changing concepts in urological management of the congenital anomalies of kidney and urinary tract, CAKUT. Pediatr Int. 2003; 45:634-41.

Page 34: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

20

Pencitraan pada Congenital Anomalies of Kidney and Urinary Tract

H F Wulandari

Tujuan:1. Mengetahui beberapa jenis CAKUT2. Mengetahui gambaran pencitraan beberapa jenis CAKUT

Congenital anomalies of kidney and urinary tract (CAKUT) sering ditemukan pada anak dan merupakan 30% kelainan malformasi yang dapat ditemukan saat pranatal. Anomali ini dapat mengenai satu ginjal atau kedua ginjal dan/atau traktus urinarius bagian bawah. Spektrum kelainan ini meliputi kelainan yang umum ditemukan seperti refluks vesikoureter (RVU) sampai yang jarang ditemukan seperti agenesis ginjal bilateral. Congenital anomalies of kidney and urinary tract pada anak dalam tahap akhir dapat menyebabkan gagal ginjal yang membutuhkan dialisis ataupun transplantasi ginjal, sedangkan pada dewasa muda dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti hipertensi.1

Pemeriksaan pencitraan umumnya digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Ultrasonografi (US) yang tidak memberikan sinar pengion dan mudah didapat merupakan pemeriksaan pencitraan awal, sedangkan modalitas pencitraan lainnya digunakan sebagai pemeriksaan lanjutan. Dalam makalah ini akan dibahas pencitraan beberapa malformasi ginjal, kelainan ureter, dan kelainan buli-buli/outflow. Spektrum kelainan ini luas dan mencakup antara lain: agenesis ginjal, hipoplasia ginjal, ginjal ektopik, ginjal tapal kuda, ginjal multikistik displastik, ginjal polikistik, hidronefrosis kongenital, double collecting system, ureterokel, sindrom Prune Belly, nefroblastomatosis, dan nefroma mesoblastik.

Agenesis ginjalAgenesis ginjal bilateral jarang ditemukan. Bayi yang menderita kelainan ini akan lahir mati atau meninggal tidak lama setelah lahir akibat gagal ginjal atau insufisiensi pernafasan, karena pada umumnya bayi tersebut menderita juga hipoplasia paru. Agenesis ginjal unilateral umumnya ditemukan dengan

Page 35: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

21

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

kelainan organ lain, seperti jantung, gastrointestinal, atau muskuloskeletal. Pada pemeriksaan US akan ditemukan fossa renalis yang kosong. Saat lahir ginjal yang kontra lateral tampak normal, tetapi dalam 6-12 bulan akan tampak membesar akibat hipertrofi kompensatoir.2

Hipoplasia ginjalGinjal yang mengalami hipoplasia tampak normal pada pemeriksaan US tetapi berukuran kecil (lebih dari 2 SD di bawah ukuran normal). Ginjal kontralateral akan mengalami hipertrofi kompensatoir.2,3

Ginjal ektopik yang simpel / ipsilateral ginjal ektopik (simple uncrosses renal ectopia)2,3

Pada keadaan ini ginjal dan ureter terletak pada posisi yang sesuai terhadap tulang belakang, tetapi umumnya berlokasi di daerah pelvis. Pada pemeriksaan US ginjal terlihat kecil, malrotated, dan dismorfik, sehingga sinus renalis tidak tampak atau eksentrik. Refluks vesiko-ureter (RVU) sering menyertai kelainan ini. Sistem pelviokalises terletak ekstra-renal sehingga sering menyebabkan hidronefrosis. Kadang kala kedua ginjal terletak di rongga pelvis dan menyatu menjadi 1 unit dan sering disebut “cake kidney”.

Karena sering disertai RVU maka pada kelainan ini pemeriksaan vesikosistouretrografi (VCUG) dianjurkan. Pemeriksaan pencitraan lain, seperti skintigrafi, dapat digunakan untuk menentukan lokasi ginjal ektopik. Pemeriksaan CT atau MRI dapat menunjukkan kelainan vaskular atau kelainan anatomi lainnya.

Crossed renal ectopiaPada kelainan ini kedua ginjal terletak pada 1 sisi terhadap tulang belakang. Bagian inferior dari kedua ginjal umumnya merupakan ginjal yang terletak tidak normal. Kedua ginjal dapat menyatu dan dipisahkan oleh fasia renalis yang sama (crossed fused renal ectopia). Ureter ginjal yang ektopik akan berjalan melewati garis tengah dan bermuara di buli-buli pada lokasi yang normal. Pemeriksaan pielografi intravena (PIV) atau CT dapat memperlihatkan kedua ureter yang terpisah dan bermuara pada lokasi yang normal di buli-buli. Pemeriksaan VCUG juga dianjurkan karena sering disertai dengan RVU.3

Ginjal tapal kudaNama ini diambil dari bentuk ”U” yang dibentuk oleh fusi bagian inferior kedua

Page 36: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

22

Pencitraan pada Congenital Anomalies of Kidney and Urinary Tract

ginjal. Tidak semua ginjal tapal kuda terletak simetri terhadap tulang belakang. Ada yang berlokasi lebih ke kanan atau kiri. Bagian ginjal yang menyatu disebut isthmus. Fusi kedua ginjal ini menyebabkan aksis ginjal abnormal.

Kelainan ini sering berasosiasi dengan duplikasi ureter, obstruksi hubungan ureter pelvis (HUP), dan RVU. Bagian ginjal yang terletak di atas tulang belakang berisiko mengalami cedera langsung. Pemeriksaan US, CT, atau MRI mendemonstrasikan pool atas kedua ginjal yang terletak rendah tetapi masih normal di daerah paraspinal. Aksis ginjal yang abnormal harus dicurigai adanya ginjal tapal kuda.2,3

Ginjal multikistik displastik (multicystic dysplastic kidney/ MCDK)2-5

Multicystic dysplastic kidney (MCDK) merupakan massa abdomen kedua yang tersering ditemukan pada bayi baru lahir setelah hidronefrosis. Pada MCDK jaringan ginjal digantikan oleh kista multipel dan jaringan displastik sehingga fungsi ginjal tidak ada. Ukuran kista dapat ditemukan bervariasi dari 10-15 cm sampai hanya 1-2 cm. Dua puluh sampai 40% pasien MCDK mempunyai kelainan genitourinaria lain pada sisi kontralateral, seperti RVU, obstruksi HUP, atau megaureter. Multicystic dysplastic kidney juga dapat ditemukan segmental disertai duplikasi ginjal.

Pada pemeriksaan US dapat ditemukan kista multipel yang tidak saling berhubungan. Umumnya kista yang besar tidak terletak sentral. Permukaan ginjal tampak berlobulasi karena dibentuk oleh dinding-dinding kista terluar. Gambaran MCDK perlu dibedakan dengan hidronefrosis. Pemeriksaan pencitraan yang direkomendasikan adalah US sebagai pemeriksaan inisial dan skintigrafi untuk memastikan tidak adanya fungsi ginjal. Pada pemeriksaan MRI kista multipel akan tampak jelas pada sequence T2. Pemeriksaan US berkala sering dilakukan untuk menilai involusi dari MCDK dan perkembangan ginjal yang kontralateral. Adanya tumor Wilms yang timbul dari MCDK pernah dilaporkan.

Autosomal recessive polycystic kidney disease (ARPKD)Autosomal recessive polycystic kidney disease (ARPKD) jenis perinatal berhubungan dengan gangguan ginjal berat, hipoplasia paru, fibrosis hati ringan. Prognosis umumnya buruk, sedangkan jenis juvenile umumnya menderita gangguan ginjal yang lebih ringan tetapi fibrosis hati yang lebih berat.

Pemeriksaan US merupakan pemeriksaan pencitraan pilihan. Ginjal bilateral tampak membesar dan hiperekoik. Differensiasi korteks-medula tidak

Page 37: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

23

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

jelas. Kista kecil berdiameter < 1 cm dapat ditemukan pada setengah jumlah pasien ARPKD, sedangkan kista berdiameter > 1 cm jarang ditemukan. Dengan berjalannya waktu akan terlihat foci bercak-bercak hiperekogenitas yang berkorelasi dengan penurunan fungsi/gagal ginjal. Pemeriksaan US juga berguna untuk mengevaluasi struktur hati. Ekostruktur hati dapat normal atau kasar. Adanya perubahan kistik pada duktus biliaris intrahepatik (penyakit Caroli) dan hipertensi porta dapat dideteksi. Pada pemeriksaan MRI akan tampak ginjal yang membesar dengan peningkatan signal T2 yang difus.2,3,5

(Early) Autosomal dominant polycystic kidney disease (ADPKD)Pada kelainan ini perubahan kistik juga terjadi pada organ lain, termasuk hati, pankreas, limpa, tiroid, paru, otak, gonad, dan buli-buli. Pemeriksaan US merupakan pemeriksaan pencitraan pilihan. Pemeriksaan CT dan MRI dapat dilakukan tetapi berhubungan dengan sinar pengion atau penggunaan kontras dan sedasi. Pada pemeriksaan US kedua ginjal tampak membesar dengan kista yang berukuran umumnya > 1 cm. Walaupun pada tahap awal ginjal bisa tampak normal dan akan makin membesar dengan timbulnya banyak kista. Kista yang mengalami perdarahan (hemorrhagic cysts) pada pemeriksaan CT akan tampak hiperdens dan umumnya terletak di daerah subkapsular. Dapat juga berasosiasi dengan hematoma perirenal akibat ruptur. Kista yang terinfeksi akan tampak berdinding tebal dengan penyangatan yang variabel. Pada pemeriksaan MRI kista akan memberikan signal T1 rendah dan T2 tinggi.2,3,5

Hidronefrosis kongenitalHidronefrosis kongenital dapat disebabkan oleh beberapa sebab (Tabel 1).6 Jika telah diketahui terdapat hidronefrosis saat pemeriksaan US antenatal, maka US pasca natal sebaiknya dilakukan 4-5 hari setelah persalinan. Pemeriksaan US yang dikerjakan terlalu dini dapat menimbulkan hasil pemeriksaan yang negatif palsu dan derajat beratnya hidronefrosis tidak tercermin dengan benar. Hal ini terjadi karena bayi masih dalam keadaan dehidrasi relatif dan laju filtrasi glomelurus yang rendah. Jika pada pemeriksaan US pasca natal ditemukan hidronefrosis sedang atau berat, maka pemeriksaan lanjutan dengan sistogram dan skintigrafi dianjurkan untuk menilai adanya RVU dan fungsi ginjal. Jika pada pemeriksaan US inisial menunjukkan hidronefrosis ringan, maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan US ulang saat berusia 6 minggu; jika

Page 38: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

24

Pencitraan pada Congenital Anomalies of Kidney and Urinary Tract

ditemukan hidronefrosis sedang maka pemeriksaan VCUG perlu dilakukan.2

Obstruksi hubungan pelvis ureter Obstruksi hubungan pelvis-ureter (HUP) lebih banyak terjadi pada bagian kiri dibandingkan ginjal kanan dan merupakan jenis obstruksi kongenital yang paling sering ditemukan. Obstruksi HUP dapat juga terjadi bilateral pada 10-20% kasus. Obstruksi HUP sering didiagnosis saat pemeriksaan US antenatal. Apabila tidak terdiagnosis saat antenatal, maka bayi umumnya datang dengan keluhan massa intrabdomen. Obstruksi HUP dapat ditemukan bersama dengan kelainan lain, seperti ginjal dupleks. Batu, infeksi (pionefrosis), dan perdarahan merupakan komplikasi yang dapat ditemukan pada obstruksi HUP.

Pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya densitas jaringan lunak pada bagian abdomen ipsilateral yang menonjol. Pemeriksaan CT dapat memperlihatkan hidronefrosis dan dapat menunjukkan pembuluh darah yang menyilang. Pemeriksaan renografi diuretik selain dapat mengevaluasi obstruksi, dapat juga menunjukkan fungsi dan drainase kedua ginjal.

Pemeriksaan US memperlihatkan kalises yang melebar dengan ukuran yang uniform dan berhubungan dengan pelvis renalis yang melebar. Tebal korteks ginjal bervariasi. Pelvis renalis tampak lebih berdilatasi daripada kalises. Buli-buli terlihat normal dan ureter distal tidak tampak melebar.2,3,6

Obstruksi hubungan ureter vesika (HUV)Megaureter primer merupakan salah satu penyebab obstruksi HUV. Penyebab lain obstruksi HUV adalah ureterokel dan ureter ektopik.

Istilah megaureter sama dengan dilatasi ureter, hidroureter, atau ureterektasis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh obstruksi, refluks, atau nonrefluxing/nonobstructed.

Pada obstructed primary megaureter, ureter bagian paling distal sepanjang 0,5-4 cm menyempit dan tidak terdapat gerakan peristaltik. Kelainan ini analog dengan achalasia esophagus atau penyakit Hirschprung. Dilatasi fusiform 1/3 distal ureter merupakan gambaran khas megaureter primer. Jet ureter ipsilateral berkurang atau tidak tampak pada pemeriksaan Doppler.

Refluxing primary megaureter disebabkan oleh kelainan hubungan ureter vesika. Pada pemeriksaan akan ditemukan gambaran RVU. Pada nonrefluxing-nonobstructed primary megaureter tidak ditemukan penyebab yang jelas dan pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan hidronefrosis ringan.2,3,6

Page 39: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

25

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Tabel 1. Penyebab hidronefrosis kongenital6

• Refl uks vesikoureteral (RVU)• Obstruksi hubungan ureter pelvis (HUP)• Obstruksi hubungan ureter vesika (HUV)• Bladder outlet obstruction• Katup uretra posterior

Obstruksi uretra – katup uretra posterior (KUP)Obstruksi uretra umumnya disebabkan oleh KUP. Katup uretra posterior dapat berasosiasi dengan atresia usus atau defek kraniospinal. Pada pemeriksaan US akan tampak hidroureteronefrosis bilateral dengan penebalan dinding buli-buli dan dilatasi uretra. Pemeriksaan VCUG perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Uretra tampak dilatasi. Refluks vesiko-ureter dapat terlihat; demikian pula jika terdapat divertikel pada buli-buli.2,6

Refl uks vesikoureter (RVU)Refluks vesiko-ureter disebabkan oleh karena kelainan maturasi hubungan ureter vesika yang menimbulkan terowongan submukosa ureter distal menjadi pendek. Hal ini mempermudah aliran balik urin dari buli-buli ke ureter. Pada pemeriksaan US dapat ditemukan hidronefrosis atau hidroureteronefrosis. Untuk mengkonfirmasi RVU dapat digunakan pemeriksaan VCUG, skintigrafi, atau MRI urografi. Pemeriksaan VCUG menilai adanya RVU dan derajat RVU; adanya RVU pada saat pengisian kontras dan saat berkemih; serta juga menilai kelainan anatomi buli-buli yang lain. Skintigrafi dapat juga memperlihatkan adanya RVU tetapi tidak dapat dengan jelas menilai buli-buli dan uretra laki-laki. Pemeriksaan MRI urografi lebih menguntungkan karena selain tidak menggunakan sinar pengion juga dapat memperlihatkan parenkim ginjal.2,3

Double collecting systemDuplikasi pelvis renalis dan ureter dapat terjadi sebagian atau komplit. Duplikasi tidak komplit bervariasi, mulai dari pelvis renalis yang bifid sampai kedua ureter bergabung di sepanjang jalannya ke distal sebagai 1 ureter. Pada jenis yang komplit kedua ureter terpisah. Ureter yang berasal dari upper moiety umumnya bermuara di buli-buli lebih kaudal dan medial daripada ureter yang berasal dari lower moiety (hukum Weigert-Meyer), serta mempunyai terowongan submukosa yang lebih dalam. Pada semua jenis duplikasi, ginjal yang mengalami kelainan ini umumnya lebih panjang dan lower moety nya tampak mempunyai kalises yang lebih banyak dibandingkan yang upper moety.

Page 40: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

26

Pencitraan pada Congenital Anomalies of Kidney and Urinary Tract

Refluks ureteroureteral (fenomena yo-yo) dapat terjadi pada 2 ureter yang menyatu di daerah lumbal.6

Double collecting system dapat dideteksi dengan pemeriksaan US sebagai korteks yang prominen di antara kedua sistem pelviokalises atau dua pelvis renalis dengan 2 ureter yang terpisah. Pemeriksaan CT dan MRI dapat memperlihatkan kelainan ini.6 Dilatasi upper moiety, penipisan korteks, dan dilatasi ureter, dapat tampak pada obstructed double collecting system.2

UreterokelUreterokel merupakan ekspansi ureter distal ke dalam buli-buli dan berbentuk seperti kista. Terdapat 2 jenis ureterokel. Disebut intravesika jika seluruh ureterokel terletak di dalam buli-buli, dan disebut ektopik jika ureterokel itu besar dan meluas hingga leher buli-buli atau uretra proksimal. 6 Pemeriksaan US pada banyak kasus cukup dapat menegakkan diagnosis. Pemeriksaan US menunjukkan adanya lesi kistik intra vesika dengan ukuran bervariasi yang melekat pada dinding posterobasal buli-buli.2

Sindrom Prune BellyTiga gambaran karakteristik sindrom Prune Belly atau sindrom Eagle-Barret adalah hipoplasia atau tidak adanya otot dinding perut, anomali traktus urinarius, dan kriptokismus. Kelainan ini terdiri atas 3 grup. Grup I yang paling berat umumnya menderita atresia uretra atau katup uretra, hidroureteronefrosis berat, dan penyakit ginjal kistik displastik bilateral, yang menyebabkan bayi meninggal tidak lama setelah lahir. Grup 2 dan 3 menderita kelainan traktus urinarius yang lebih ringan dan tidak terdapat obstruksi uretra. Pada pemeriksaan US dapat ditemukan hidronefrosis dengan berbagai derajat berat, ureter yang dilatasi dan berkelok, buli-buli yang besar, serta pelebaran uretra.2,3

NefroblastomatosisKelainan ini merupakan blastema metanefrik persisten/menetap (nephrogenic rest) yang seharusnya menghilang pada usia kehamilan 36 minggu. Umumnya kelainan ini mengalami regresi spontan, akan tetapi sebanyak 30-40% tumor Wilms berasal dari kelainan ini dan dapat ditemukan pada 94-99% tumor Wilms yang bilateral. Pada anak dengan sindrom yang berisiko menderita tumor Wilms sebaiknya dilakukan skrining dengan pemeriksaan US setiap 3 bulan sampai dengan usia 7 tahun.

Page 41: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

27

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Pemeriksaan US pada nefroblastomatosis menunjukkan massa hipoekoik homogen mengelilingi korteks perifer ginjal. Pada pemeriksaan CT dengan kontras terlihat sebagai massa/nodul perifer homogen dengan antenuasi rendah yang sedikit menyangat dibandingkan jaringan ginjal normal. Pemeriksaan MRI akan menunjukkan massa isointens homogen pada T1WI dan isointens atau sedikit hiperintens pada T2WI serta setelah pemberian kontras kurang menyangat dibandingkan parenkim ginjal normal.4,7

Nefroma mesoblastikKelainan ini disebut juga nefroma mesoblastik kongenital atau hamartoma ginjal congenital, dapat ditemukan pada saat antenatal karena berhubungan dengan polihidramnion. Pada saat setelah lahir dapat bermanifestasi sebagai massa intra-abdomen. Nefroma mesoblastik pada pemeriksaan US tampak sebagai massa solid yang relatif homogen seperti otot; dapat juga mengambarkan ekogenisitas yang variabel. Pemeriksaan CT menunjukkan massa solid dengan kontur regular yang sedikit menyangat dengan kontras. Pada T1WI MRI memperlihatkan massa dengan signal intensitas rendah-intermediate yang menyangat variabel setelah pemberian kontras. Pada T2WI tampak hiperintens walaupun lesi tersebut mengandung banyak jaringan fibrosa.4,7

Daftar pustaka1. Toka HR, Toka O, Hariri A, Nguyen HT. Congenital anomalies of kidney and

urinary tract. Semin Nephrol .2010;30:374-86.2. Siegel M. Urinary track. Dalam: Siegel MJ, penyunting. Pediatric ultrasound. Edisi

ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2011. h.384-413.3. Fernbach SK, Feinstein KA. Normal and renal anatomy, variant and congenital

anomalies. Dalam: Slovis TL, penyunting. Caffey’s pediatric diagnostic imaging. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby, 2008. h.2234-62.

4. Bloom DA. Tumors and the tumor-like conditions of the urinary tract. Dalam: Slovis TL, penyunting. Caffey’s pediatric diagnostic imaging. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby, 2008. h.293-301.

5. O’Hara. Multycystic renal disease. Dalam: Donnelly LF, Jones BV, O’Hara SM, Anton CG, Benton C, Westra SJ, et al, penyunting. Diagnostic imaging: pediatrics. Friesens: Amirsys, 2005. h.36-48.

6. Bloom DA. The dilated urinary tract. Dalam: Slovis TL, penyunting. Caffey’s pediatric diagnostic imaging. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby, 2008.h.272-92.

7. O’Hara. Renal masses. Dalam: Donnelly LF, Jones BV, O’Hara SM, Anton CG, Benton C, Westra SJ, et al, penyunting. Diagnostic imaging: pediatrics. Friesens: Amirsys, 2005. h.54-8.

Page 42: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

28

Pencegahan dan Tata Laksana Cedera Otak Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

Rinawati Rohsiswatmo, Dian Ayuningtyas

Tujuan:1. Mengetahui mekanisme cedera otak pada bayi berat lahir rendah2. Mengetahui upaya pencegahan kelahiran bayi berat lahir rendah3. Mengetahui upaya pencegahan cedera otak pada saat lahir4. Mengetahui upaya pencegahan cedera otak selama perawatan5. Memahami pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi

berat lahir rendah

PendahuluanBayi berat lahir rendah (BBLR) meliputi bayi dengan berat lahir ≤2500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Bayi yang lahir dengan usia gestasi <37 minggu termasuk bayi prematur. Kelompok terbesar di antara BBLR ialah bayi prematur. Di negara maju seperti Amerika, Australia, dan Eropa, 60% BBLR ialah bayi prematur. Sebaliknya di negara berkembang, bayi prematur hanya menempati 30% dari BBLR. Kejadian BBLR di seluruh dunia berkisar 15,5% atau lebih dari 20 juta bayi kelahiran per tahun.1 Persentase kelahiran BBLR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo pada tahun 2013 sebesar 34,9%.2

Berdasarkan angka kesintasan dan kecacatan yang mungkin dialami, BBLR diklasifikasikan menjadi BBLSR atau bayi berat lahir sangat rendah (<1500 gram) dan BBLASR atau bayi berat lahir amat sangat rendah (<1000 gram). Bayi berat lahir rendah memberikan kontribusi kecacatan tinggi. Angka kecacatan (retardasi mental sedang sampai berat, cerebral palsy, dan epilepsi) jumlahnya meningkat sampai 25% pada BBLSR. Disfungsi neurodevelopmental (ketidakmampuan belajar, nilai IQ rendah, attention deficit hyperactive disorder, defisit neuropsikologis, gangguan integrasi motorik visual, temperamental, kebutaan, tuli sensorik, gangguan bahasa, masalah emosi) dijumpai sekitar 50-70% pada BBLSR. Kelainan tersebut umumnya ditemukan pada bayi prematur dengan perdarahan intraventrikular dan atau periventrikuler leukomalasia (PVL), bahkan dapat pula ditemukan sekalipun tanpa kelainan pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) kepala.3 Morbiditas

Page 43: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

29

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

yang berhubungan dengan prematuritas dan BBLR berdampak sampai ke kehidupan dewasa.

Mekanisme cedera otak pada bblrMekanisme cedera otak pada BBLR dapat disebabkan oleh lesi PVL karena proses hipoksia, hipotensi, hipoperfusi, dan inflamasi, dan perdarahan intraventrikular/intraparenkim. Lesi otak yang paling dominan pada bayi prematur adalah gangguan pada substansia alba (white matter), terutama di daerah periventrikular.4 Lesi tersebut berupa nekrosis jaringan otak yang dapat dilihat dengan pemeriksaan USG maupun MRI kepala.5 Pada waktu lampau hanya lesi pada substansia alba saja yang dianggap menyebabkan problem neurodevelopmental, dengan teknik pemeriksaan MRI yang lebih canggih saat ini terbukti substansia grisea otak (gray matter) juga terganggu. Kerusakan white matter juga berkorelasi dengan pengurangan volume gray matter otak di korteks serebri dan subkorteks (ganglia basal, thalamus, hipokampus, serebelum). Pengurangan volume gray matter di korteks menyebabkan penurunan intelegensia, sedangkan pengurangan volume di subkorteks menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan memori pada masa anak dan remaja.6 Bayi prematur juga berisiko mengalami infeksi (korioamnionitis) dan proses inflamasi yang dapat menyebabkan cedera otak. Upaya pencegahan terjadinya cedera otak pada BBLR meliputi upaya pencegahan kelahiran BBLR, pencegahan pada saat lahir, dan pencegahan selama perawatan.

Upaya pencegahan kelahiran BBLRCedera otak paling mudah terjadi pada BBLR, sehingga kelahiran bayi dengan berat lahir rendah perlu dicegah. Banyak faktor yang menyebabkan persalinan BBLR, yaitu penyakit radang panggul, penyakit menular seksual, infeksi saluran kemih, tekanan darah tinggi, diabetes, gangguan pembekuan darah, underweight atau overweight sebelum hamil, jarak antara kehamilan terlalu dekat, kelainan pada bayi, perdarahan per vagina, serviks lemah, ruptur kantung amnion, riwayat persalinan prematur sebelumnya, abnormalitas uterus, dan malnutrisi. Kehamilan pada usia >35 tahun atau <19 tahun, kehamilan kembar, triplet atau lebih, dan abnormalitas uterus atau serviks juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kelahiran BBLR. Upaya pencegahan pranatal meliputi edukasi pasien, promosi kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan antenatal care selama kehamilan, dan dukungan sosial.

Page 44: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

30

Pencegahan dan Tata Laksana Cedera Otak Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

Upaya Pencegahan cedera otak pada BBLRPencegahan pad a saat lahir

Bayi berat lahir rendah dengan hipotermia dapat meningkatkan risiko terjadinya intraventricular haemorrhage (IVH). Pencegahan hipotermia pada saat kelahiran merupakan hal yang penting. Hipotermia memengaruhi metabolisme tubuh, mengakibatkan komplikasi hipoglikemia, asidosis metabolik, dan gawat napas. Untuk mencegah terjadinya hipotermia pada bayi prematur, suhu ruangan bersalin dan ruang perawatan bayi harus sekitar 250C.7 Setelah lahir segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya. Keringkan bayi tanpa menghilangkan verniks kaseosa dengan kain hangat, dan pakaikan topi. Pada bayi dengan berat lahir <1500 gram gunakan plastik transparan, dari kaki sampai leher, tanpa terlebih dahulu mengeringkan bayi. Pemantauan suhu dilakukan setiap 1 jam. Sebuah studi kohort tahun 2010 pada BBLASR membandingkan kelompok kontrol yang mendapatkan perawatan standar dengan kelompok intervensi yang segera memasukkan bayi ke dalam kantong plastik polyethylene dalam 10 menit pertama setelah lahir. Kenaikan suhu tubuh pada kelompok intervensi lebih cepat terjadi dalam 1 jam pertama kehidupan, dan lebih jarang menderita PVL derajat 3-4 dibandingkan kelompok kontrol. Tidak ditemukan kelainan yang berarti pada kelompok bayi yang dimasukkan ke dalam plastik polyethylene.8 Setelah bayi stabil, bayi dapat dipindahkan ke inkubator yang telah dihangatkan sebelumnya. Pemancar panas dan inkubator yang digunakan harus memiliki sistem servo untuk mengatur suhu. Matras penghangat dapat dijadikan alternatif dalam menghangatkan bayi.9 Untuk mencegah hipotermia selama transportasi bayi ke dalam ruang perawatan sebaiknya menggunakan inkubator transpor, dan pada bayi dengan berat lahir <1000 gram dapat menggunakan double-walled incubator.

Bayi prematur rentan mengalami distres napas. Frekuensi napas yang rendah (<30 kali per menit) mengindikasikan terdapat gangguan pada otak, seperti ensefalopati hipoksik-iskemik, edema otak, atau perdarahan intrakranial, pengaruh obat (opioid), atau mengalami syok yang berat. Neonatus dengan kondisi seperti ini dapat mengalami apnu atau gasping. Pemberian ventilasi tekanan positif menggunakan balon self-inflating yang dilengkapi dengan katup PEEP (positive end expiratory pressure), sustained inflation (pemberian ventilasi tekanan positif menggunakan T-piece resuscitator, waktu inspirasi diperpanjang antara 10-30 detik) dan penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP) dini di ruang bersalin telah terbukti lebih baik dalam mencegah pemberian oksigen berlebihan dibandingkan dengan ventilasi tekanan positif dengan balon self-inflating tanpa PEEP melalui sungkup wajah.10

Bayi prematur dengan distres napas dapat diberikan CPAP dini sejak di kamar bersalin. Pemberian tekanan 5-8 cmH2O dengan pemantauan

Page 45: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

31

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

usaha napas bayi cukup aman pada bayi prematur. Continuous positive airway pressure dapat diberikan melalui sungkup muka yang disambungkan dengan T-piece resuscitator di fasilitas ideal atau Jackson Rees di fasilitas terbatas. Saat bayi ditransportasi menuju kamar perawatan, pemberian CPAP dapat dipertahankan dengan menggunakan nasal prong.

Apabila bayi prematur gagal mempertahankan saturasi oksigen sekitar 88-92% walaupun sudah mendapat terapi CPAP dini sampai mencapai PEEP 8 cm H2O dan fraksi oksigen sudah mencapai 40%, pemberian surfaktan sangat dianjurkan untuk diberikan di kamar bersalin (surfactant rescue). Surfaktan merupakan zat yang diproduksi oleh sel pneumosit tipe 2 dan berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan alveoli saat udara masuk. Surfaktan juga melindungi sel epitel paru dan berperan dalam proses pengembangan paru. Suatu uji coba klinis menunjukkan bahwa terapi surfaktan yang diberikan sebagai profilaksis maupun terapi menunjukkan peningkatan fungsi paru, menurunkan kebutuhan penggunaan ventilator mekanik, menurunkan risiko terjadinya pneumotoraks, emfisema interstitial paru, dan displasia bronkopulmonar.

Upaya stabilisasi diperlukan sebelum bayi dirujuk. Tujuan stabilisasi pra transpor untuk memastikan bahwa tidak terdapat kejadian yang tak terduga dalam perjalanan dan diharapkan hanya perlu melakukan intervensi minimal selama perjalanan. Upaya stabilisasi meliputi mempertahankan kadar gula darah, suhu, dukungan pernapasan, mempertahankan curah jantung untuk menjamin sirkulasi darah optimal, pemeriksaan laboratorium, dan dukungan emosional kepada keluarga.11 Merujuk bayi harus dilakukan oleh tim transpor yang terdiri atas tenaga terampil dan memiliki kompetensi klinis yang tinggi dalam melakukan resusitasi, stabilisasi, dan mengelola bayi risiko tinggi, serta mampu menggunakan alat resusitasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan transportasi neonatus dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatus jika dilakukan oleh tim yang belum berpengalaman.12

Pencegahan cedera otak selama perawatana. Perawatan dengan metode Newborn Individualized Developmental Care

and Assessment Program (NIDCAP)

Maturasi otak fetus berlangsung sangat pesat selama trimester ketiga kehamilan. Pada BBLSR yang dirawat di neonatal intensive care unit (NICU), periode maturasi otak yang kritis ini tidak terjadi dalam lingkungan yang semestinya, yaitu lingkungan intrauterin. Berbagai asupan/input sensorik yang diterima oleh bayi selama perawatan sangat memengaruhi pembentukan dan fungsi jaringan saraf serta perilaku bayi. Lingkungan yang tidak optimal ini dapat menyebabkan terputusnya proses perkembangan struktur

Page 46: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

32

Pencegahan dan Tata Laksana Cedera Otak Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

otak bayi. Selain itu, BBLSR dilaporkan cenderung mengalami stimulasi perkembangan yang adekuat. Bayi-bayi ini sangat sensitif terhadap rangsang, sulit mempertahankan kewaspadaan, membutuhkan bantuan lebih besar dalam mempertahankan stabilitas, serta kurang responsif dalam berinteraksi. Perawatan developmental secara holistik diperlukan guna mengurangi stimulus yang merusak atau menimbulkan stres pada bayi. Perawatan ini dilakukan secara individual dengan mengamati respons fisiologis dan tingkah laku bayi, lalu dilakukan penyesuaian secara berkelanjutan. Keluarga memainkan peranan penting dalam perawatan, dan harus dilibatkan dalam tim. Seluruh komponen perawatan neurodevelopmental, yaitu desain NICU, perawatan rutin, asuhan keperawatan, manajemen nyeri, metode feeding, serta partisipasi orang tua, harus diterapkan secara berkesinambungan guna tercapai kualitas hidup yang optimal.

Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) merupakan suatu upaya komprehensif melibatkan tim multidisplin yang terdiri atas dokter, perawat, psikolog perkembangan, dan keluarga.13 Pihak yang terlibat dalam perawatan bayi harus belajar untuk memerhatikan dengan cermat, melihat reaksi bayi terhadap penanganan yang berbeda, dan melakukan penyesuaian secara berkelanjutan. Program ini didasarkan pada teori sinaktif yang menyatakan bahwa terjadi maturasi simultan dan pengaruh yang saling menguntungkan di antara 5 subsistem perilaku sepanjang perkembangan. Hal ini melibatkan subsistem otonomik, motorik, kesadaran, interaksi-atensi, dan regulasi diri. Kelima subsistem ini harus mengalami maturasi, integrasi, dan sinkronisasi, dengan baik agar tercapai perkembangan otak yang optimal. Perangkat utama dalam NIDCAP meliputi observasi perilaku bayi sebelum, selama, dan setelah tindakan. Pengamatan dilakukan terhadap upaya regulasi diri, antara lain upaya bayi untuk mendekati stimulus yang sesuai dan menghindari stimulus yang berlebihan (intensitas terlalu kuat atau saat yang tidak sesuai).14

Terdapat beberapa strategi intervensi dalam NIDCAP. Strategi intervensi tersebut ditujukan untuk mengubah stresor lingkungan dan perawatan yang berpotensi untuk mengganggu stabilitas fisiologik, membantu organisasi, dan maturasi neurobehavioral dengan meminimalisasi perilaku yang menimbulkan stres, menghemat energi, mengedukasi orang tua mengenai cara interpretasi perilaku bayi, dan membantu interaksi antara orang tua dan bayi serta pengasuh.15 Upaya NIDCAP sebaiknya diterapkan sesegera mungkin sejak di kamar bersalin, dan juga diterapkan pada saat melakukan prosedur, perawatan rutin, dan perawatan keluarga.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) direkomendasikan untuk BBLR terutama apabila bayi tersebut dalam keadaan klinis stabil. Perawatan Metode Kanguru tidak hanya sekedar menggantikan fungsi inkubator, namun

Page 47: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

33

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

juga memberikan berbagai keuntungan. Meningkatnya bonding ibu-bayi, stabilisasi suhu tubuh bayi, laju denyut jantung, pernapasan, pertumbuhan dan peningkatan berat badan yang lebih baik, mengurangi stress, baik pada ibu atau bayi, tidur bayi lebih lama, memperpanjang kewaspadaan (alert) bayi, mengurangi lama menangis, memperbaiki emosi ibu dan bayi, meningkatkan produksi air susu ibu (ASI), menurunkan angka kejadian infeksi, dan mempersingkat masa rawat di rumah sakit merupakan beberapa keuntungan PMK. Perawatan Metode Kanguru mampu memenuhi kebutuhan BBLR dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga memberi peluang bagi BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar.

b. Pemberian nutrisi selama perawatan

Bayi prematur membutuhkan energi dan protein dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bayi yang dilahirkan normal. Bayi prematur mempunyai cadangan kalori dan lemak yang sedikit. Di lain pihak laju pertumbuhan bayi prematur yang pesat memerlukan kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi daripada bayi cukup bulan. Pemberian nutrisi yang tidak optimal dapat menyebabkan pertumbuhan otak terhambat dan berisiko kerusakan otak permanen. Dalam praktik sehari-hari sering ditemukan penundaan pemberian nutrisi secara oral maupun enteral. Tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah mencukupi kebutuhan nutrisi untuk tumbuh kembang optimal dengan mempertimbangkan efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Nutrisi parenteral yang diberikan harus mengandung cairan, elektrolit, kalori, protein, emulsi lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian asam amino dan lipid melalui parenteral dapat ditoleransi oleh bayi prematur sejak hari pertama kehidupan. Pemberian nutrisi parenteral sejak dini dan secara agresif dapat meningkatkan balans nitrogen positif secara bermakna, tanpa meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik, hiperkolesterolemia, atau hipertrigliseridemia.16 Pemantauan yang ketat harus dilakukan secara periodik dan berkala untuk menghindari komplikasi, baik mekanik, metabolik, ataupun infeksi.

Rencana pemulangan

Bayi prematur yang dipulangkan dari NICU memerlukan kesiapan orang tua untuk merawat bayi di rumah. Klinisi perlu memberitahu orang tua tanda kegawatan pada bayi dan memberikan pertolongan pertama di rumah. Sebelum memulangkan bayi, pastikan orang tua mampu merawat bayi sehari-hari, mengetahui kebutuhan bayinya, mengenali permasalahan yang dapat timbul setelah bayi dipulangkan, dan mendapat rencana spesifik untuk perawatan dan

Page 48: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

34

Pencegahan dan Tata Laksana Cedera Otak Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

pemantauan bayi setelah dipulangkan. Pemantauan USG kepala, retinopathy of prematurity, dan fungsi pendengaran, disesuaikan keadaan klinis bayi.

Berikut adalah kriteria medis untuk memulangkan bayi dari NICU: (1) suhu tubuh bayi stabil saat berada di boks bayi, biasanya pada usia gestasi 34 minggu atau berat badan 1800-2000 gram; (2) bayi dapat minum per oral dengan baik sehingga menghasilkan kenaikan berat badan 20-30 gram per hari; (3) bayi tidak mendapat obat-obatan yang membuatnya perlu dirawat di rumah sakit; (4) tidak ada perubahan besar dalam pengobatan ataupun pemberian oksigen yang terjadi sesaat sebelum pemulangan.17

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pasca pemulangan

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur menggunakan usia koreksi. Usia koreksi adalah umur kronologis dikurangi jumlah minggu prematuritas. Kurva pertumbuhan Fenton digunakan untuk menilai pertumbuhan bayi prematur. Pada kurva ini berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala bayi saat lahir diplot ke dalam kurva sesuai dengan usia gestasi bayi prematur dan dapat digunakan sampai usia gestasi 50 minggu. Setelah usia tersebut untuk pemantauan antropometri digunakan kurva WHO dengan usia koreksi. Setelah usia 2 tahun, kurva WHO dapat digunakan sesuai dengan usia kronologis (sesuai usia saat lahir). Bayi prematur akan mengalami kejar tumbuh (catch-up growth), yang biasanya tampak lebih dahulu pada lingkar kepala, diikuti dengan berat badan dan panjang badan. Kejar tumbuh biasanya terjadi pada tahun pertama sampai tahun ketiga, dan secara khusus mencapai puncaknya pada usia gestasi 36-40 minggu. Kejar tumbuh sangat jarang terjadi pada usia di atas 3 tahun.17

Perkembangan bayi pada usia 2 tahun pertama perlu dipantau dengan berpedoman pada usia koreksi, bukan usia kronologis. Berbagai uji yang diterima adalah the Denver Prescreening Developmental Questionnaire, Denver Development Screening Test, dan the Gesell Screening inventory.17

SimpulanPerawatan pada BBLSR tidak hanya menitikberatkan pada kesintasan, namun pada luaran dan kualitas hidup bayi yang bertahan hidup. Bayi prematur atau bayi dengan risiko tinggi harus mampu tumbuh berkembang seperti bayi normal lainnya. Persiapan kebutuhan penanganan saat kelahiran, perawatan yang baik, dan pemantauan yang baik akan menyempurnakan tumbuh kembang bayi tersebut.

Page 49: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

35

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Daftar pustaka1. Yatnita. The Relationship between demographic factor and low birth weight.

International Journal of Research in Nursing. 20102. Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Laporan fetomaternal

tahun 2013. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 20133. Vandenberg KA. Individualized developmental care for high risk newborn in the

NICU: a practice guideline. Early Hum Dev. 2007;83:433-42.4. Volpe JJ. Neurobiology of periventricular leukomalacia in the premature infants.

Pediatr Res. 2001;50:553-62.5. Inder TE, Anderson NJ, Spencer C. White matter injury in the premature infant:

a comparison between serial cranial sonographic and MR findings at term. Am J Neuroradiol. 2003;24:805-9.

6. Abertnethy LJ, Cooke RW, Foulder-Hughes L. Caudate and hippocampal volumes, intelligence and motor impairment in 7-years old children who were born premature. Pediatr Res. 2004;55:884-93.

7. Rutter N. Temperature control and disorders. Dalam: Rennie JM. penyunting. Robertson’s textbook of neonatology Edisi ke 4. Philadelphia: Elsevier Churchil Livingstone, 2005. h.267-79.

8. Rohana J, Khairina W, Boo Ny, Shareena I. Reducing hypothermia in preterm infants with polyethylene wrap. Pediatr Int. 2011;53:468-74.

9. Mccullough L, Arora S. Diagnosis and treatment of hypothermia. American Family Physician. 2004;70:2325-32.

10. Australian Resuscitation Council. Section 13: Neonatal Guidelines. Diunduh dari www.resus.org.au. Diakses pada 15 Oktober 2013.

11. Karlsen K. The S.T.A.B.L.E program, post-resuscitation / pre-transport stabilization care of sick infants. Utah: March of Dimes; 2006

12. Karlsen KA, Trautman M, Price-Douglas W, Smith S. National survey of neonatal transport teams in the United States. Pediatrics. 2011;128;685.

13. Als H. A synactive model of neonatal behavioral organization. Phys Occup Ther Pediatr. 1986;6:3-55.

14. Westrup B. Newborn individualized developmental care and assessment program (NIDCAP)-family-centered developmentally supportive care. Early Hum Dev. 2007;83:443-9.

15. Gardner SL, Goldson E. The neonate and the environtment: impact on development. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, penyunting. Handbook of neonatal intensive care. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Science; 2006.h.273-349.

16. Ibrahim H, Jeroudi M, Baier R. Agressive early total parenteral nutrition in low birth weight infants. Journal of Perinatology. 2004;24:482–6.

17. Trachtenbarg DE, Golemon TB. Care of the premature infant:part I. Monitoring growth and development. Am Fam Physician. 1998;57:2123-30.

Page 50: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

36

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

Hindra Irawan Satari

Tujuan1. Mengetahui pathogenesis infeksi kongenital TORCH2. Mengetahui penggunaan dan interpretasi pemeriksaan serologi TORCH

AbstrakToxoplasma gondii, rubella, sitomegalovirus dan herpes simplex virus (TORCH) dapat menyebabkan infeksi kongenital yang berakibat kecacatan pada janin dan bayi baru lahir, bahkan sampai kematian. Sampai saat ini, uji tapis TORCH yang dianggap sebagai uji tapis tunggal, ternyata digunakan secara tidak semestinya, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai indikasi dan kegunaan uji TORCH ini. Permasalahan berada pada indikasi yang tidak tepat serta kesalahan pengiriman spesimen. Akan diuraikan patogenesis, epidemiologi dan konsekuensi klinis infeksi kongenital TORCH dan diskusi mengenai indikasi serta interpretasi uji tapis TORCH.

Pendahuluan Toxoplasma gondii, rubella, sitomegalovirus (CMV) and herpes simplex virus (HSV) umumnya penyebab infeksi kongenital yang berakibat kesakitan dan kematian serta dapat menyebabkan kecacatan. Singkatan TORCH berasal dari 4 patogen tadi, di kemukakan oleh Namias dkk untuk menyederhanakan prosedur diagnostik neonatus dengan sakit berat agar memudahkan penyusunan diagnosis banding infeksi kongenital.1 Dalam perkembangannya, ada yang menambahkan dengan sifilis (TORCHeS), dan Parvovirus B19, Enterovirus, Hepatitis B dan HIV sebagai ‘others’ (TORCH).2

Sampai saat ini uji tapis TORCH, yang umumnya digunakan secara tunggal, penggunaannya meningkat secara tidak tepat, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai indikasi, dan daya guna uji tapis TORCH. 3 Masalah uji tapis TORCH berada pada dua situasi, yaitu pada indikasi yang tidak tepat

Page 51: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

37

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

dan indikasi tepat namun spesimen yang dikirim tidak tepat. Pemilihan uji diagnostik yang tepat merupakan upaya klinis yang baik. Faktor faktor yang harus dipertimbangkan dalam menduga adanya infeksi kongenital, antara lain: gejala, epidemiologi, status vaksinasi ibu, uji tapis dini kehamilan dan risiko lain, seperti bepergian ke daerah endemis atau perilaku seksual. Pemeriksaan laboratorium yang baik diawali dengan memilih bahan pemeriksaan yang benar pada saat yang tepat dan menggunakan teknik yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi.

Pemahaman terhadap penggunaan uji TORCH, tanpa mempertimbangkan adanya hubungan dengan setiap komponen, saat ini dianggap kuno dan diganti dengan uji terhadap patogen spesifik. Sebagai tambahan, infeksi kongenital TORCH yang akronim nya diperkenalkan oleh Nahmia1 pada 1971 sebagai diagnosis, sudah berubah secara radikal. Pemeriksaan ultrasonografi antenatal, uji tapis serologi antenatal dan pemeriksaan lainnya yang digunakan sejak tahun 1970 telah membuat langkah langkah yang berbeda untuk menegakkan diagnosis neonates kongenital. Saat ini seorang dokter spesialis anak konsultan perinatologi tidak memulai dengan secarik kertas polos pada pasien neonatusnya.

Tujuan tulisan ini adalah untuk menjelaskan patogenesis dan konsekuensi klinis dari setiap infeksi agen patogen TORCH serta mendiskusikan indikasi pemeriksaan dan interpretasi hasil uji tapis TORCH.

Konsekuensi klinisToksoplasmosis

Infeksi parasit protozoa Toxoplasma gondii terjadi apabila menelan ookista atau kista jaringan.4 Infeksi primer pada kehamilan dapat berakibat abortus spontan dan stillbirth. 5 Epidemiologi toksoplasma gondii berbeda di setiap bagian dunia. Tabel 1 memperlihatkan seroprevalens IgG TORCH wanita usia subur.6 Meski data didapat dari berbagai benua, namun tetap ada perbedaan dalam satu benua berhubung adanya perbedaan iklim, budaya dan banyaknya konsumsi daging, dan peningkatan konsumsi ternak dari peternakan dan daging yang dibekukan.

Transmisi vertikal hanya muncul apabila ibu terinfeksi pertamakalinya pada masa kehamilan. Risiko tertinggi melahirkan bayi toksoplasmosis kongenital simptomatis apabila ditemukan serokonversi muncul pada masa gestasi 24-30 kehamilan.7

Gejala klinis dan tanda toksoplasmosis kongenital biasanya tidak tampak saat lahir, dan tampak sebagai gejala sisa pada masa kehidupan sesudahnya.8 Sebagian besar anak dapat berkembang normal, sedangkan sekitar 20 % mengalami gejala sisa.9 Toksoplasmosis kongenital dapat memperlihatkan tanda

Page 52: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

38

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

retinokoroiditis dan parut retina pada 12% anak serta abnormalitas neurologi berupa kalsifikasi serebri dan hidrosefalus (12%-16%).10

Tabel 1. Seroprevalens TORCH wanita usia subur di berbagai benua

Toksoplamosis (%) Rubela (%) Sitomegalovirus (%) HSV (%)Eropa 19,4-43,8 96,5-97,7 41-69,4 I: 68,7-79,4

II: 5,7-21,2Asia 8 73,1-80,2 100 I: 90,3

II: 7,8-12,5Amerika Serikat 11 91,5 70-90 I: 56

II: 17Amerika Latin 53 62 100 I: 80,7-75,8

II:4-33,3Afrika 72,5-88,8 64,8-72,2 72,2-100 I:92

II:33,2-35

Rubela

Patogenesis infeksi rubela kongenital tidak diketahui dengan pasti, meski jelas terjadi kerusakan pada masa organogenesis. Virus dapat diisolasi dari seluruh organ setelah infeksi kongenital pada trimester pertama kehamilan. 11

Saat ini WHO menargetkan eliminasi campak dan rubela pada tahun 2015, sehingga sebagian besar berbagai negara telah mengintegrasikan vaskinasi rubela ke dalam program vaksinasi nasional. Meskipun demikian, saat ini sebagian besar Afrika, dan beberapa negara di Asia Tenggara belum melaksanakannya.12

Seiring dengan penurunan infeksi rubella pada ibu hamil, insidens sindrom rubela kongenital juga menurun, dengan demikian populasi yang belum mendapat vaksinasi merupakan kelompok resiko tinggi.

Ketika infeksi primer maternal terjadi pada trimester pertama, maka virus akan menembus plasenta dan menyebabkan kematian janin pada 80% kasus. Risiko infeksi pada janin selanjutnya akan menurun, demikian pula defek kongenitalnya.13

Gambaran sindrom rubella kongenital (SRK) terdiri atas katarak, defek jantung dan kehilangan pendengaran sensorineural.14 Manifestasi lambat (setelah tahun kedua kehidupan) SRK akibat progresifitas penyakit yang disebabkan infeksi virus persisten dan adanya defek respons imun.15

Sitomegalovirus (CMV)

Manusia merupakan satu-satunya pejamu dan transmisi muncul akibat kontak erat dengan sekret terinfeksi dari urin, saliva, sekresi serviks dan vagina, semen dan air susu ibu. Setelah infeksi mukosa dan replikasi lokal, virus menyebar ke jaringan limfoid dan organ dalam, terutama hati dan limpa, sehingga

Page 53: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

39

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

mengakibatkan peningkatan jumlah virus dan penyebaran infeksi ke organ distal yang menetap.

Di negara industri, prevalens CMV kongenital sekitar 0,6%-0,7%, sedang di negara berkembang sampai 2%. Risiko transmisi tertinggi infeksi primer CMV selama kehamilan sekitar 32%. Namun, ada perbedaan antara rubela dengan toksoplasma kongenital, yang mana keadaan imunokompromais pada masa kehamilan mengakibatkan re-infeksi maternal (dengan strain berbeda) atau reaktivasi yang dapat diikuti infeksi kongenital.17

Sekitar 10%-15% infeksi kongenital neonatus memperlihatkan gejala saat lahir, seperti berat badan lahir rendah, kerusakan susunan syaraf pusat, kerusakan hati serta mata dan telinga (Sensory Neural Hearing Loss / SNHL).18 Gejala CMV kongenital lainnya adalah hematopoiesis ekstramedular, seperti blueberry muffin spots. Separuh anak memberikan gejala pada waktu lahir adanya gangguan susunan syaraf pusat. Meski hampir 90% anak yang terinfeksi kongenital tidak menunjukkan gejala saat lahir, diperkirakan 13,5% diantaranya akan mengalami gejala sisa neurologi jangka panjang, yang sebagian besar berupa sindrom SNHL.

Herpes simplex virus (HSV)

Patogen ini sebenarnya kurang tepat dengan akronim TORCH oleh karena HSV sangat jarang di transmisi secara vertikal. Penyakit pada neonatus biasanya merupakan akibat transmisi perinatal selama proses persalinan.

Prevalens transmisi perinatal HSV bergantung tipenya. HSV-1 dapat didapat semasa masa kanak-kanak, dan antibodi meningkat sejak masa kanak-kanak sampai dekade kedua kehidupan sampai mencapai sekitar 70%-95% pada populasi sosioekonomi rendah. HSV-II umumnya didapat dari kontak seksual, seroprevalens bervariasi dan berhubungan dengan regio geografis, jenis kelamin, usia, ras dan perilaku beresiko tinggi dan biasanya didapat melalui kontak seksual. 19

Bayi yang dilahirkan dengan infeksi neonatal HSV, 60%-80% ibunya asimtomatik dan tidak ada riwayat herpes genitalis. 20 Infeksi primer pada seseorang mempunyai risiko tertinggi untuk melakukan transmisi, sekitar 50% diduga oleh karena tingginya viral load dan lamanya penyebaran virus pada ibu. Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan infeksi baru, namun non infeksi primer (atau terinfeksi dengan serotipe lainnya), mempunyai risiko lebih rendah (diperkirakan sekitar 30%).

Reaktivasi infeksi laten mempunyai risiko terendah untuk terjadinya transmisi maternal-fetal (2%). Apabila ada infeksi aktif genital, pertimbangkan melahirkan dengan operasi kaisar untuk menghindari terinfeksi HSV.21 Insidens herpes neonatorum di AS bervariasi di antara 31 dan 100.000 kelahiran hidup,

Page 54: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

40

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

3.2 per 100 000 kelahiran hidup di Belanda dan 1.65 per 100 000 kelahiran hidup di Inggris.23 Seorang dokter spesialis anak harus mempertimbangkan diagnosis apabila anak menunjukkan gejala yang sesuai dengan diagnosis tanpa bergantung kepada tanda infeksi herpes simpleks maternal.

Infeksi HSV pada neonatus umumnya simtomatis dan dibagi atas: lokal, penyakit susunan syaraf pusat dan penyakit sistemik. Infeksi lokal HSV kongenital terbatas pada kulit, mata atau mulut, sedangkan penyakit SSP bermanifestasi sebagai ensefalitis sedangkan penyakit sistemik melibatkan berbagai organ.

Pemeriksaan serologiKaidah umum

Interpretasi serologi infeksi kongenital harus dilakukan secara seksama, maka memerlukan pengetahuan mengenai serologi fetal dan neonatus. Imunoglobulin (IgM) positif pada neonatus berarti berasal dari fetus dan mengindikasikan adanya infeksi janin, meski hasil IgM negatif tidak dapat menyingkirkan adanya infeksi janin, sebaliknya IgM dapat menembus plasenta oleh karena dapat berasal dari maternal. Oleh karena itu, apabila tidak ada infeksi neonatal, maka titer IgG akan menurun setelah lahir.

Kemampuan menegakkan diagnosis uji serologi lebih rendah dibandingkan dengan teknik amplifikasi asam nukleat, terutama untuk infeksi CMV dan HSV. Serologi CMV sulit diinterpretasi meski dihubungkan dengan pengukuran antibody avidity, yang saat ini digunakan sebagai uji lini pertama.

Tabel 2 Pilihan uji diagnostik bayi baru lahir

Patogen Material Metode Sensitivitas (%) Spesifi sitas (%)Toksoplasmosis Serum (tunggal)

Serum (pasangan)SerumSerumCairan amnion

IgM/IgAIgM/IgAIgGIgM/IgAibu-bayiPCR

61-68Data(-)65-7388-9671

77-100Data(-)96-10077-10098

Rubela Serum (<3bulan)Urin/saliva(<3bulan)

IgMPCR

85-10089-90

Data(-)Data(-)

CMV Serum(<3minggu)Dried blood spot

Urin/saliva

IgMPCRKultur virusPCR

20-70,771-10089,3>97

10099,3-100Data(-)

HSV Darah,apus tenggorok,swab konjungtiva,CSFDarah,apus tenggorok,swab konjungtiva,CSF

Kultur virus

PCR

99

>95

100

100CSF,cairan serebrospinal; IgG, immunoglobulinSumber: de Jong EP, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed 2013;98:93–98.

Page 55: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

41

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Toksoplasmosis

Diagnosis postnatal toksoplasmosis kongenital berdasarkan hasil uji serologi serial. Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat disingkirkan apabila IgM dan IgG neonatus menunjukkan hasil negatif. Ini dapat terjadi apabila infeksi maternal muncul lebih dari 2 minggu sebelumnya, atau ibu menginfeksi fetus ketika belum menghasilkan antibodi. Toksoplasmosis kongenital dipastikan apabila IgM neonatus positif, dan menetap setelah umur 1 bulan, atau antibody IgG spesifik menetap setelah 1 tahun. 24 Apabila IgM dan IgA hasilnya negatif, namun ditemukan IgG positif, maka periksa darah pasangan ibu-anak dengan IgG western blot. 25 Sterkers dkk26 baru baru ini melaporkan diagnosis molekular dengan PCR pada darah tepi sebagai uji spesifik yang sensitif dan tinggi spesifisitasnya untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis kongenital (5/6 kasus terdiagnosis) secara tepat, serta dapat mendeteksi lebih dini. Rubela

Untuk memastikan rubela kongenital, pemeriksaan laboratorium harus menggunakan spesimen baik dari maternal maupun fetal. Infeksi kongenital rubella dilakukan apabila neonates mempunyai antibodi spesifik IgM. SRK didefinisikan apabila ditemukan kombinasi IgM spesifik rubela positif dan konfirmasi klinis. Uji IgM sensitifitas dan spesifisitas tertinggi dicapai dengan menggunakan teknik u-capture ELISA dan menguji sampel dalam 3 bulan setelah kelahiran. Sebagai tambahan, pemantauan IgG spesifik dapat membantu, seperti menetapnya rubella spesifik IgG pada umur 4-6 bulan merupakan indikasi kuat adanya infeksi kongenital. Meski metode ini bermanfaat, namun virus rubela yang bersirkulasi pada populasi umum (seperti di negara tanpa program vaksinasi rubela nasional), dokter harus peka untuk tidak membuat kesalahan mendiagnosis infeksi kongenital sebagai rubela didapat pasca natal. Apabila tersedia, deteksi RNA virus pada urin dan sediaan apus tenggorok dengan PCR, merupakan cara yang baik dan tepat untuk menegakkan diagnosis.27

CMV

Baku emas diagnosis CMV kongenital adalah pemeriksaan PCR virus atau biakan urin/saliva neonatus pada minggu ke 2-3 kehidupan. Sebagai tambahan, deteksi antibodi spesifik IgM pada periode kehidupan ini dapat memastikan diagnosis infeksi kongenital CMV, yang dapat ditemukan hanya pada 20%-70% neonatus. 28 Setelah periode ini, diagnosis CMV kongenital dapat dilakukan dengan PCR pada dried blood spots (DBS), yang dilakukan pada minggu pertama kehidupan. Sensitivitas PCR bervariasi antara 71%-100% bergantung kepada populasi studi dan metode ekstraksi DNA yang dilakukan. 29 Studi terakhir

Page 56: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

42

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

melaporkan sensitifitasnya hanya 34% pada uji tapis pada neonateus.30 Viral road pada darah neonatus DBS dilaporkan mempunyai hubungan dengan luaran klinis. 31 Untuk itu, apabila uji DBS dipergunakan untuk mendiagnosis CMV kongenital pada anak yang simtomatik, sensitifitasnya dapat diandalkan apabila menggunakan teknik berkualitas tinggi. 32

HSV

Baku emas diagnosis infeksi HSV neonatus adalah deteksi virus dengan sampel dari darah, vesikel, apusan nasofaring, konjungtiva dan cairan serebrospinal (CSF). PCR saat ini tersedia di hampir semua rumah sakit utama di negara maju menggantikan biakan virus. Untuk mendeteksi ensefalitis atau infeksi sistemik HSV, PCR dan CSF merupakan metode tercepat dan memperlihatkan hasil setara dengan biakan virus dari CSF. 33

Apakah kita harus melakukan uji tapis TORCH pada semua neonatus cukup bulan kecil masa kehamilan?

Tidak ada jawaban yang jelas pada pertanyaan ini oleh karena terbatasnya data serta studi yang ada berkualitas rendah. Neonatus dengan berat badan di bawah persentil 10 untuk umur gestasinya dikelompokkan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diakibatkan berbagai kelainan. Oleh karena infeksi kongenital disangka merupakan salah satu dasar proses patologis yang berhubungan dengan BBLR, beberapa penulis menyarankan uji TORCH sebagai bagian dari diagnostik rutin pada BBLR SGA.34 Namun, asosiasi antara infeksi kongenital dan BBLR masih bersifat spekulatif dan berbasis pada data yang terbatas. Dalam 2 dekade terakhir, beberapa studi mengkaji asosiasi antara BBLR dengan infeksi TORCH. Tidak satu studi pun memperlihatkan efektifitas uji TORH untuk BBLR tanpa adanya gejala klinis infeksi kongenital. Hanya beberapa peneliti yang menunjukkan adanya hubungan antara uji TORCH dengan infeksi CMV. 35 Sebagai contoh, satu studi memperlihatkan hubungan infeksi CMV dengan BBLR dengan rasio prevalens 3.4 (95%CI 1.4 to - 8.5). Studi lainnya memperlihatkan biakan urin CMV positif tanpa infeksi lain pada 22% kasus BBLR.

Oleh karena kenyataannya janin telah dilakukan investigasi secara mendalam sebelum kelahiran apabila ditemukan restriksi pertumbuhan, serta tidak cukup bukti nyata untuk melakukan uji tapis TORCH selama kehamilan, maka dianjurkan untuk membatasi membatasi uji TORCH pada bayi dengan pertumbahan terhambat hanya atas indikasi kuat, bukan hanya berdasar pada persentil berat badan.

Page 57: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

43

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Indikasi neurologi uji TORCH

Infeksi kongenital mempunyai predileksi untuk menginfeksi neuron dan dapat menyebabkan berbagai tipe kelainan susunan syaraf pusat, diantaranya lesi serebral, meningoensefalitis dan kehilangan pendengaran.

Apakah harus dilakukan uji TORCH apabila kita temukan lesi serebral dari pemeriksaan radiologi ?

Contoh klasik asosiasi antara abnormalitas pencitraan serebral dengan infeksi kongenital adalah kalsifikasi intrakranial dengan toksoplasmosis kongenital, yang telah diketahui sejak beberapa dekade. 36 Beberapa tipe lesi serebral yang terdeteksi USG kepala atau MRI mempunyai hubungan dengan infeksi kongenital seperti lenticostriate vasculopathy, kista subependimal, hidrosefalus, kelainan migrasi dan lesi substansi alba, yang ditemukan sewaktu dilakukan uji tapis TORCH. Sebagai catatan tambahan, rekomendasi uji TORCH pada kelainan serebral hanya berdasar pada kasus yang jumlahnya sedikit dan level of evidence nya berbasis expert opinion.

Apakah setiap kasus meningoensefalitis neonatal harus dilakukan uji TORCH ?

Infeksi HSV dapat menyerang susunan saraf pusat dan berakibat meningoensefalitis yang berakibat fatal apabila tidak diobati. Sampai saat ini, setiap kasus meningoensefalitis neonatal HSV infection harus dilakukan pemeriksaan PCR dari susunan saraf pusat, apusan nasofaringeal dan serum. Oleh karena pengobatan dini dan tepat dengan asiklovir sangat esensial, maka harus ada kewaspadaan tinggi pada perjalanan alamiah infeksi HSV pada neonatus.37

Apakah perlu dilakukan uji TORCH pada setiap kasus gangguan pendengaran ?

CMV seringkali terabaikan sebagai penyebab gangguan pendengaran pada anak. Sekitar 8% anakndengan SNHL mempunyai riwayat CMV kongenital. Pada anak dengan SNLH luas dan/atau bilateral, CMV seringkali merupakan penyebab (23%).

Kehilangan pendengaran akibat CMV biasanya lolos dari uji pendengaran oleh karena tidak terjadi kerusakan pada telinga dalam, sehingga tidak tampak sampai masa dini kanak. Saat ini DNA CMV dapat dideteksi pada DBS saat lahir dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 99% apabila viral load mencapai 4–5 log(10) copies/l.

Infeksi rubela kongenital (bergantung kepada epidemiologi dan status vaksinasi maternal) juga dapat menyebabkan awitan dini atau lambat SNHL72

Page 58: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

44

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

dan harus dilakukan apabila terdeteksi SNHL, terutama di Negara-negara yang tidak mempunyai program vaksinasi rubela dalam program Iimunisasi nasionalnya.

Penelitan masa depan

Pedoman yang ada pada telaah ini sebagian besar berdasar pada jumlah sampel yang kecil dan studi retrospektif dengan berbagai metodologi yang terbatas. Bukti saat ini tidak memperlihatkan indikasi nyata bahwa uji TORCH harus dilakukan pada kasus BBLR atau lesi serebral minor. Diperlukan studi prospektif yang luas untuk mendapatkan hasil dengan tingkat evidence tertinggi.

Diperlukan lebih banyak studi untuk menginvestigasi konsekuensi penggunaan uji TORCH dan penentuan uji tapis TORCH sebagai penentu pengobatan yang membantu memperbaiki prognosis.

Sebagai tambahan, diperlukan pemantauan jangka panjang pada anak yang uji TORCH nya positif. Pemantauan jangka panjang perlu dilakukan pada neurodevelopmental pada anak dengan BBLR atau abnormalitas serebral minor baik dengan uji TORCH yang positif maupun yang negatif.

SimpulanSelama beberapa puluh tahun terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan yang melaporkan uji TORCH dilakukan atas indikasi terhadap toksoplasmosis, rubela, CMV, dan HSV. Uji TORCH tidak boleh dilakukan sekali saja (tunggal). Diperlukan konsensus internasional untuk menentukan kondisi klinis mana pada neonatus untuk dilakukan uji TORCH. Untuk menentukan pretest risiko satu dari beberapa pathogen ini, regio geografis, status antibodi maternal dan gejala serta tanda harus dipertimbangkan sebelum menentukan uji laboratorium.

Daftar pustaka1. Nahmias AJ, Walls KW, Steward J, et al. The TORCH complex-perinatal

infections associated with toxoplasma and rubella, cytomegalovirus and herpes simplex viruses. Pediatr Res 1971;5:405–6.

2. Tolan RWJ. Passing the “TORCH”. Infec Dis Clin Prac 2008;16:4–5.3. de Jong EP, Lopriore E, Vossen AC, et al. Is routine TORCH screening warranted

in neonates with lenticulostriate vasculopathy? Neonatology 2010;97:274–8.4. Jones JL, Dargelas V, Roberts J, et al. Risk factors for toxoplasma gondii infection

in the United States. Clin Infect Dis 2009;49:878–84.

Page 59: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

45

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

5. Onadeko MO, Joynson DH, Payne RA, et al. The prevalence of toxoplasma antibodies in pregnant Nigerian women and the occurrence of stillbirth and congenital malformation. Afr J Med Med Sci 1996;25:331–4.

6. Benard A, Petersen E, Salamon R, et al. Survey of European programmes for the epidemiological surveillance of congenital toxoplasmosis. Euro Surveill 2008;13:18834.

7. Dunn D, Wallon M, Peyron F, et al. Mother-to-child transmission of toxoplasmosis: risk estimates for clinical counselling. Lancet 1999;353:1829–33.

8. Remington JS, Klein JO, Wilson CB, et al. Infectious diseases of the fetus and newborn. 7th edn. Philadelphia, USA: Elsevier Saunders, 2007.

9. Freeman K, Salt A, Prusa A, et al. Association between congenital toxoplasmosis and parent-reported developmental outcomes, concerns, and impairments, in 3-year-old children. BMC Pediatr 2005;5:23.

10. Gras L, Wallon M, Pollak A, et al. Association between prenatal treatment and clinical manifestations of congenital toxoplasmosis in infancy: a cohort study in 13 European centres. Acta Paediatr 2005;94:1721–31.

11. Lee JY, Bowden DS. Rubella virus replication and links to teratogenicity. Clin Microbiol Rev 2000;13:571–87.

12. http://www.who.int/immunization_monitoring/diseases/ rubella/en/index.html 01-02-2012 (accessed 1 Feb 2013).

13. Miller E, Cradock-Watson JE, Pollock TM. Consequences of confirmed maternal rubella at successive stages of pregnancy. Lancet 1982;2:781–4.

14. Gregg NM. Congenital cataract following German measles in the mother. Trans Ophthalmol Soc Aust 1941;3:35.

15. Best JM. Rubella. Semin Fetal Neonatal Med 2007; 12:182–92.16. Dollard SC, Grosse SD, Ross DS. New estimates of the prevalence of neurological

and sensory sequelae and mortality associated with congenital cytomegalovirus infection. Rev Med Virol 2007;17:355–63.

17. Tian C, Ali SA, Weitkamp J. Congenital infections, part 1: cytomegalovirus, toxoplasma, rubella and herpes simplex. NeoReviews 2010;11:e436–46..

18. Malm G, Engman ML. Congenital cytomegalovirus infections. Semin Fetal Neonatal Med 2007;12:154–9.

19. Smith JS, Robinson NJ. Age-specific prevalence of infection with herpes simplex virus types 2 and 1: a global review. J Infect Dis 2002;186(Suppl 1):S3–28.

20. Prober CG, Sullender WM, Yasukawa LL, et al. Low risk of herpes simplex virus infections in neonates exposed to the virus at the time of vaginal delivery to mothers with recurrent genital herpes simplex virus infecti19.s. N Engl J Med 1987;316:240–4.

21. Brown ZA, Wald A, Morrow RA, et al. Effect of serologic status and cesarean delivery on transmission rates of herpes simplex virus from mother to infant. JAMA 2003; 289:203–9.

22. Poeran J, Wildschut H, Gaytant M, et al. The incidence of neonatal herpes in The Netherlands. J Clin Virol 2008;42:321–25.

23. Tookey P, Peckham CS. Neonatal herpes simplex virus infection in the British Isles. Paediatr Perinat Epidemiol 1996;10:432–42.

Page 60: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

46

Diagnosis Infeksi Kongenital TORCH: Interpretasi Pemeriksaan Serologi

24. Hartup C, Johnson JD, Holliman RE. Toxoplasma and pregnancy. Lancet 1991;338:317–18.

25. Montoya JG, Liesenfeld O. Toxoplasmosis. Lancet 2004;363:1965–76.26. Sterkers Y, Ribot J, Albaba S, et al. Diagnosis of congenital toxoplasmosis by

polymerase chain reaction on neonatal peripheral blood. Diagn Microbiol Infect Dis 2011;71:174–6.

27. Revello MG, Baldanti F, Sarasini A, et al. Prenatal diagnosis of rubella virus infection by direct detection and semiquantitation of viral RNA in clinical samples by reverse transcription-PCR. J Clin Microbiol 1997;35:708–13.

28. Schlesinger Y, Halle D, Eidelman AI, et al. Urine polymerase chain reaction as a screening tool for the detection of congenital cytomegalovirus infection. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003;88:F371–4.

29. de Vries JJ, Claas EC, Kroes AC, et al. Evaluation of DNA extraction methods for dried blood spots in the diagnosis of congenital cytomegalovirus infection. J Clin Virol 2009;46 (Suppl 4):S37–42.

30. Boppana SB, Ross SA, Novak Z, et al. Dried blood spot real-time polymerase chain reaction assays to screen newborns for congenital cytomegalovirus infection. JAMA 2010;303:1375–82.

31. de Vries JJ, Wessels E, Korver AM, et al. Rapid genotyping of cytomegalovirus in dried blood spots by multiplex real-time PCR assays targeting the envelope glycoprotein gB and gH genes. J Clin Microbiol 2012;50:232–7.

32. de Vries JJ, Vossen AC, Kroes AC. Screening newborns for congenital cytomegalovirus infection. JAMA 2010;304:407.

33. Whitley RJ, Lakeman F. Herpes simplex virus infections of the central nervous system: therapeutic and diagnostic considerations. Clin Infect Dis 1995;20:414–20. 34.Primhak RA, Simpson RM. Screening small for gestational age babies for congenital infection. Clin Pediatr (Phila) 1982;21:417–20.

34. Al-Hareth Z, Monem F, Megiud N Abdel. Is low birth weight a risk indicator for congenital cytomegalovirus infection? J Infect Dev Ctries 2010;4:44–7.

35. Couvreur J, Desmonts G. Congenital and maternal toxoplasmosis. A review of 300 congenital cases. Dev Med Child Neurol 1962;4:519–30.

36. Wolfert SI, de Jong EP, Vossen AC, et al. Diagnostic and therapeutic management for suspected neonatal herpes simplex virus infection. J Clin Virol 2011;51:8–11.

37. Barbi M, Binda S, Primache V, et al. Cytomegalovirus DNA detection in Guthrie cards: a powerful tool for diagnosing congenital infection. J Clin Virol 2000;17:159–65.

Page 61: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

47

Hipotiroid KongenitalAman Pulungan

Tujuan:1. Mengetahui cara diagnosis hipotiroid kongenital2. Mengetahui tata laksana diagnosis hipotiroid kongenital

Hipotiroid kongenital merupakan kelainan terpenting pada neonatus. Hipotiroid kongenital disebabkan oleh kurang atau tidak adanya hormon tiroid sejak dalam kandungan dengan angka kejadian di seluruh dunia berkisar antara 1:3000-4000 kelahiran hidup. Kebanyakan bayi dengan hipotiroid kongenital tidak menunjukkan gejala saat lahir. Usia timbulnya gejala tergantung pada tingkat kerusakan fungsi tiroid. Pada kasus defisiensi hormon tiroid yang berat, gejala umumnya timbul pada awal kehidupan.

Berdasarkan Registri Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada Februari 2012 terdapat 901 kasus hipotiroid kongenital di seluruh Indonesia. Keterlambatan diagnosis hipotiroid kongenital menyebabkan retardasi mental. Manifestasi klinisnya pada saat awal-awal kehidupan sangat tidak spesifik sehingga seringkali menyebabkan diagnosis hipotiroid kongenital terlambat. Data Poliklinik Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Januari 2005-November 2011 didapatkan 162 kasus hipotiroid kongenital baru. Sebanyak 70% pasien didiagnosis setelah usia 1 tahun dan hanya 2,3 % yang didiagnosis di bawah usia 3 bulan. Sementara, sejak tahun 2012 hingga Maret 2014, di Poliklinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM, terdapat 38 kasus hipotiroid kongenital baru, 24 orang diantaranya perempuan dan 7 orang diantaranya diketahui terdiagnosis saat usia 3 bulan atau lebih dini. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo telah melaksanakan program “1000 Bayi Skrining Hipotiroid Kongenital” dan cakupan skrining pada tahun 2012 dan 2013 adalah 97,2%, yaitu sebanyak 3.720 orang neonatus telah mengikuti program ini. Recall rate program yang telah dilaksanakan ini adalah 0,38%, dengan hasil 4 orang dinyatakan negatif, 1 orang memiliki sindrom Down, dan 9 orang tidak dapat dihubungi untuk pemeriksaan ulang.

Page 62: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

48

Hipotiroid Kongenital

Defi nisihipotiroid kongenital adalah suatu kondisi defisiensi hormon tiroid yang terjadi sejak lahir. Etiologi tersering kelainan ini adalah disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan pada biosintesis hormon tiroid (dishormogenesis). Pada beberapa kasus terjadi defisiensi hormon tiroid berat dan timbul gejala dalam beberapa minggu pertama awal kehidupan. Kasus lain pada derajat yang lebih ringan, gejala klinis baru timbul beberapa bulan kemudian.

Hipotiroid kongenital diklasifikasikan menjadi hipotiroid kongenital permanen dan transien. Pada hipotiroid kongenital yang permanen terjadi defisiensi hormon tiroid yang menetap sehingga membutuhkan pengobatan seumur hidup. Sedangkan pada hipotiroid kongenital yang transien terjadi defisiensi hormon tiroid yang bersifat sementara, ditemukan saat lahir, namun kemudian produksi hormon tiroid menjadi normal kembali. Proses kembali menjadi eutiroid terjadi dalam beberapa bulan pertama atau dalam beberapa tahun kehidupan. Hipotiroid kongenital yang permanen dibagi lagi menjadi primer dan sekunder (atau sentral), pernah juga dilaporkan hipotiroid kongenital transien yang primer.

EpidemiologiSebelum dilakukan program skrining pada bayi baru lahir, angka kejadian hipotiroid kongenital yang didiagnosis setelah timbul manifestasi klinis berkisar antara 1:7.000 sampai 1:10.000. Setelah adanya program skrining pada bayi yang baru lahir, angka kejadian hipotiroid kongenital dilaporkan berkisar antara 1:2.000 sampai 1:4.000 kelahiran bayi si seluruh dunia sedangkan di daerah endemik : 1 : 300 – 900 bayi

Angka kejadian tersebut didapatkan lebih sering pada perempuan dibandingkan pada laki-laki yaitu 2:1, dan terdapat peningkatan resiko pada bayi dengan sindrom Down. Sedangkan angka kejadiannya di Indonesia jauh lebih tinggi lagi yaitu sebesar 1 : 1.500 kelahiran hidup.

Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya sangat bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh geografis, sosial ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi pada golongan etnis tertentu. Umumnya hipotiroid kongenital timbul secara sporadik.

EtiologiEtiologi tersering kelainan ini adalah disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan pada biosintesis hormon tiroid (dishormogenesis). Etiologi yang mendasari

Page 63: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

49

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

terjadinya hipotiroid kongenital akan menentukan apakah hipotiroid tersebut permanen atau transien, primer atau sekunder, dan apakah terdapat keterlibatan sistem organ yang lain.

Hipotiroid kongenital permanen berkaitan dengan hipotiroid kongenital pimer dan sekunder (sentral). Hipotiroid kongenital primer terdiri atas gangguan perkembangan kelenjar tiroid, kekurangan produksi hormon tiroid dan hipotiroid yang terjadi karena adanya gangguan pada ikatan TSH atau transduksi sinyal. Sedangkan hipotiroid kongenital sekunder atau sentral terjadi oleh karena gangguan pada pembentukan atau ikatan Thyrotropin releasing hormone (TRH) dan produksi TSH.

Hipotiroid kongenital transien dapat disebabkan oleh faktor ibu atau neonatal. Faktor ibu antara lain obat-obatan antitiroid, transplacental thyrotropin receptor blocking antibodies (TRBAb), kekurangan atau kelebihan iodium.

Klasifi kasi1. Hipotiroid kongenital permanen primer

Pada negara-negara yang berkecukupan jumlah iodiumnya, 85% kasus hipotiroid kongenital berkaitan dengan disgenesis tiroid. Sekitar 10-15% kasus berkaitan dengan gangguan sintesis hormon tiroid sejak lahir (dishormogenesis) atau juga karena adanya gangguan pada metabolisme dan transportasi perifer hormon tiroid.

Disgenesis Kelenjar Tiroid

Beberapa tipe disgenesis tiroid (aplasia, hipoplasia, atau kelenjar ektopik) merupakan penyebab pada 2/3 kasus hipotiroid kongenital dan dua kali lebih sering terjadi pada bayi perempuan. Pada 1/3 kasus disgenesis merupakan aplasia tiroid dan 2/3 kasus terjadi tiroid ektopik yang lokasinya bisa terdapat dimana saja di bagian bawah lidah (tiroid lingual, sublingual, subhyoid).

Penyebab pasti disgenesis tiroid belum diketahui pada kebanyakan kasus.

Disgenesis tiroid terjadi secara sporadik, namun adakalanya terdapat laporan kasus-kasus yang diturunkan secara genetik.

Dishormogenesis Tiroid

Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, dan utilisasi hormon tiroid sejak lahir. Dishormogenesis ini disebabkan oleh defisiensi enzim yang diperlukan dalam sintesis hormon tiroid. Kelainan ini mencakup 10-15% kasus hipotiroid kongenital dan umumnya diturunkan secara autosom resesif.

Kelainan ini dapat terjadi karena kelainan reseptor TSH, kegagalan menangkap

Page 64: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

50

Hipotiroid Kongenital

yodium, kelainan organifikasi, defek coupling, kelainan deiodinasi, produksi tiroglobulin abnormal, kegagalan sekresi hormon tiroid, kelainan reseptor hormon tiroid perifer.

Dishormogenesis yang paling sering terjadi yaitu berhubungan dengan kelainan pada aktivitas tiroid peroksidase. Pada kelainan ini terjadi defisiensi enzim tiroid peroksidase yang menyebabkan yodida tidak dapat dioksidasi (diorganifikasi) sehingga tidak dapat mengikatkan diri di dalam tiroglobulin.

2. Kelainan perifer metabolisme hormon tiroid

Hipotiroidisme kongenital transien

Angka kejadiannya di Eropa sekitar 1 : 100 dan di Amerika 1 : 50.000. Penyebab kelainan ini antara lain : defisiensi yodium, transfer antibodi antitiroid dari ibu, janin yang terpapar obat antitiroid dari ibu, paparan yodium pada janin, hemangioma pada hepar, mutasi gen Thyroid oxidase 1(THOX1) dan 2 (THOX2).

Patofi siologiKelenjar tiroid berkembang pada usia gestasi 4-10 minggu. Kelenjar tiroid janin mulai memproduksi hormon tiroid sejak usia gestasi 10-11 minggu dan mampu mencapai kadar T4 yang sama dengan bayi aterm pada usia gestasi 18-20 minggu. Kesalahan dalam pembentukan dan migrasi kelenjar tiroid menyebabkan aplasia, hipoplasia atau kelenjar tiroid ektopik. Kelenjar ektopik adalah bentuk disgenesis kelenjar tiroid tersering.

Hormon tiroid dibentuk dari tirosin dan yodium. Ion yodium ditangkap sel folikular kelenjar tiroid melalui sistem transpor aktif, kemudian dioksidasi oleh enzim thyroid peroxidase menjadi yodium yang aktif. Yodium aktif masuk ke dalam koloid kelenjar tiroid kemudian bersatu dengan tirosin yang menempel pada protein tiroglobulin membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Kegagalan proses transpor aktif ion yodium ke dalam sel folikular tiroid, oksidasi ion yodium, penggabungan molekul MIT dan DIT serta abnormalitas protein tiroglobulin telah dilaporkan sebagai penyebab 2/3 kasus hipotiroid kongenital yang diturunkan.

Manifestasi klinisKebanyakan bayi dengan hipotiroid kongenital tidak menunjukkan gejala yang khas saat lahir. Hal ini dipengaruhi oleh kadar hormon tiroid ibu yang melewati plasenta. Sejumlah T4 ibu yang masuk melalui plasenta menyebabkan kadarnya

Page 65: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

51

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

pada janin sekitar 33% dari nilai normal saat lahir. Hal ini akan menjadi faktor protektif, terutama untuk perkembangan otak janin. Terdapatnya kadar T4 yang rendah serta bersamaan dengan peningkatan kadar TSH dapat mendeteksi adanya hipotiroid pada neonatus.

Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung pada etiologi, usia terjadinya in utero, beratnya penyakit, serta lamanya hipotiroid. Bayi yang sudah memperlihatkan gejala klinis hipotiroid pada minggu pertama kehidupannya dapat dipastikan sudah mengalami hipotiroid yang berlangsung lama sebelum anak tersebut dilahirkan.

Dari anamnesis terhadap riwayat kehamilan ibu bisa didapatkan sekitar 20% kasus didapatkan ibu yang mengalami kehamilan melebihi 42 minggu. Dapat juga ditemukan bukti pada ibu yang mengalami penyakit tiroid autoimun atau asupan yodium yang kurang. Setelah bayinya lahir tampak sering mengantuk, suara yang serak saat menangis dan juga terdapat konstipasi. Sering juga didapatkan riwayat kuning pada bayi selama lebih dari 3 minggu.

Pada pemeriksaan fisis tanda yang paling sering ditemukan adalah hernia umbilikalis, makroglosia dan kulit yang dingin. Anak akan menjadi pendek, ekstremitasnya pendek, dan lingkar kepala bisa normal atau meningkat. Hormon tiroid juga berperan penting dalam pembentukan dan maturasi tulang. Pada pasien dapat ditemukan fontanel posterior yang masih terbuka lebih dari 5 mm. Beberapa pasien dapat disertai adanya goiter yang dapat teraba, biasanya terjadi pada dishormogenesis tiroid. Terdapat juga miksedema, terutama pada kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna. Pada pemeriksaan neurologis terdapat hipotoni dengan refleks yang terlambat. Pada pemeriksaan radiologi tampak epifisis femoral yang menghilang, hal ini dapat ditemukan pada lebih dari 54% kasus.

Sepuluh persen bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital berkaitan dengan anomali kongenital. Kelainan yang paling sering terjadi adalah jantung, namun juga terdapat laporan adanya kelainan pada sistem saraf pusat dan juga mata. Mutasi gen yang menyebabkan hipotiroid kongenital jarang disertai dengan gejala klinis yang khas. Sindrom yang paling terkenal adalah sindom Pendred yang ditandai oleh tiga gejala yang khas, yaitu tuli sensorineural, hipotiroid, dan goiter.

Diagnosis hipotiroid yang tidak dapat ditegakkan, maka akan terjadi keterlambatan perkembangan. Keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan terlihat pada usia 36 bulan. Retardasi mental yang terjadi akibat hipotiroid kongenital yang terlambat diobati sering disertai oleh gangguan neurologis seperti gangguan koordinasi, ataksia, diplegia spastis, hipotonia, dan strabismus.

Mengingat gejala klinis hipotiroid tidak jelas dan akibat yang ditimbulkannya sangat mempengaruhi masa depan anak, maka mutlak diperlukan skrining untuk menemukan kasus hipotiroid secara dini. Dari 127

Page 66: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

52

Hipotiroid Kongenital

juta kelahiran dalam populasi di seluruh dunia, diperkirakan baru sekitar 25% yang sudah melakukan skrining untuk hipotiroid kongenital. Penelitian Sutan Assin melaporkan anak yang didiagnosis hipotiroid kongenital sebelum berusia 3 bulan hanya 3,1%, pada usia 3-12 bulan sebanyak 17,5%, usia 1-5 tahun sebanyak 36,1% dan pada usia >5tahun sebanyak 43,3%.

DiagnosisPemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan etiologi hipotiroid kongenital adalah kadar T4 bebas (fT4), TSH, T3 total, T3RU (T3 uptake), dan kadar TBG. Kadar T4 yang rendah merupakan dasar diagnosis hipotiroid. Kadar TSH yang tinggi menunjukkan bahwa hipotiroid yang terjadi merupakan hipotiroid primer, dimana kelainan terjadi pada kelenjar tiroid. Sedangkan kadar T4 dan TSH yang rendah adalah penanda hipotiroid sentral. Pemeriksaan fT4 memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan T4 total. Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah antibodi antitiroid, tiroglobulin dan alfa-fetoprotein.

Program skrining pada bayi baru lahir di Amerika Utara dilakukan memeriksa kadar T4, jika kadarnya rendah dilanjutkan dengan pemeriksaan TSH. Pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi bayi dengan hipotiroid primer, hipotalamus hipotiroid, dan bayi dengan peningkatan serum TSH yang timbul terlambat.

Pemeriksaan urin hanya dilakukan jika terdapat riwayat pemakainan atau paparan yodium yang berlebihan baik pra-natal atau pasca natal, atau tinggal di daerah endemik goiter. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis etiologi hipotiroid kongenital transien.

Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini skintigrafi kelenjar tiroid masih merupakan cara terbaik untuk menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Untuk pemeriksaan pada neonatus digunakan sodium pertechnetate (Tc99m) atau I123 .

Tabel 2. Interpretasi hasil ambilan dan skintigrafi tiroid

Kelainan tiroid Ambilan Skintigrafi

Aplasia tidak ada kelenjar tidak adaHipoplasia rendah kecil, lokasi normalKelenjar ektopik rendah kecil, lokasi abnormalDishormonogenesis defek trappingdefek organifi kasi

rendahtinggi

kelenjar besarkelenjar besar

Paparan zat goitrogen normal-rendah kelenjar besar

Page 67: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

53

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Pada pemeriksaan EKG didapatkan gelombang P dan T yang rendah juga amplitudo QRS yang rendah, hal ini menunjukkan berkurangnya fungsi ventrikel kiri jantung dan adanya efusi perikardium. Pada pemeriksaan ekokardiografi, rasio antara masa pra-ejeksi terhadap ejeksi ventrikel kiri memanjang, disertai memanjangnya interval sistolik. EEG menunjukkan perlambatan difus dengan amplitudo yang rendah.

Tata laksanaBerdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diketahui bahwa waktu dimulainya terapi sangat berpengaruh terhadap munculnya kelainan neurologis. Terapi yang sudah dilakukan sejak dini namun tidak optimal dalam 2-3 tahun pertama usia kehidupan akan menyebabkan terjadi kelainan neurologis yang berat. Pasien harus mendapatkan terapi sejak dini dan monitoring yang ketat.

Tujuan umum terapi hipotiroid kongenital adalah untuk memastikan pasien dapat tumbuh kembang seoptimal mungkin untuk mencapai potensi genetiknya. Hal ini bisa tercapai dengan mempertahankan kadar fT4 dan TSH dalam rentang nilai normal. Secara khusus tujuan dari terapi adalah untuk menormalkan kadar T4 dalam 2 minggu dan kadar TSH dalam 1 bulan. Dosis inisial L-T4 yang direkomendasikan untuk digunakan adalah lebih kurang 10-15 μg/kg.

Pilihan terapi hipotiroid yang direkomendasikan adalah dengan L-T4. Walaupun T3 lebih aktif secara biologis, sebagian besar T3 berasal dari monodeiodinasi T4. T4 diharapkan akan meningkat menjadi lebih dari 10 μg/dl, fT4 diharapkan meningkat menjadi lebih dari 2 ng/dl dalam 2 minggu setelah terapi dimulai, dan TSH diharapkan normal dalam 1 minggu setelah terapi dimulai. Dosis LT4 harus kembali disesuaikan tergantung dari respon klinis pasien serta konsentrasi fT4 dan TSH serum.1 Selama terapi, total serum T4 atau fT4 sedapat mungkin berada diatas nilai tengah dari nilai yang referensi dengan nilai serum TSH yang rendah.

Pada anak yang didiagnosis tanpa melalui skrining neonatus, dosis levothyroxine yang dianjurkan untuk setiap kelompok umur adalah : 0-3 bulan : 8-10 μg/kg 3-6 bulan : 7-10 μg/kg 6-10 bulan : 6-8 μg/kg 1-5 tahun : 4-6 μg/kg 6-12 tahun : 3-5 μg/kg >12 tahun : 3-4 μg/kg

Page 68: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

54

Hipotiroid Kongenital

Kadar fT4 dan TSH harus diperiksa 2 minggu setelah dimulainya pengobatan, kemudian pada minggu keempat setelah pengobatan, dan setiap 1-2 bulan dalam 6 bulan pertama kehidupan, dan setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Selanjutnya kadar fT4 dan TSH dapat diperiksa tiap 6-12 bulan. Tujuan pengobatan dengan L-tiroksin adalah mempertahankan kadar fT4 pada nilai pertengahan atas rentang nilai normal. Kadar TSH harus diusahakan dibawah 10 μg/ml. Jika kadar fT4 masih berada pada kisaran normal tetapi berada pada setengah bawah rentang nilai normal dan kadar TSH masih tinggi, maka evaluasi kembali kepatuhan pasien dan pastikan bahwa L-tiroksin diminum dengan benar dan tidak bersamaan dengan zat-zat yang dapat menghambat absorpsi L-tiroksin seperti kedelai (soya), besi dan serat.

Skrining hipotiroid kongenitalTujuan utama dari program skiring ini untuk eradikasi retardasi mental akibat hipotiroid kongenital. Melalui program skrining hipotiroid kongenital pada bayi yang baru lahir, angka kejadian hipotiroid kongenital dilaporkan berkisar antara 1:2.000 sampai 1:4.000 kelahiran bayi. Umumnya bayi yang terdeteksi pada program skrining belum memperlihatkan gejala klinis yang khas, hanya kurang dari 5% bayi dengan hasil skrining positif memperlihatkan gejala klinis hipotiroid.

Skrining dilakukan untuk mengukur kadar TSH atau T4 pada kertas saring saat bayi berusia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar TSH awal > 50uU/mL memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk menderita hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar 20-49 uU/mL dapat menunjukkan hipotiroid transien atau positif palsu. Pada Laboratorium Patalogi Klinik RSCM, nilai cut off nya adalah 20uU/mL.

PrognosisAnak dengan kongenital hipotiroid yang diterapi dengan baik dapat mencapai kecepatan pertumbuhan dan tinggi badan yang normal saat dewasa. Hasil yang paling baik dapat dicapai jika terapi dengan tiroid hormon dapat dimulai saat usia 2 minggu dengan dosis 9,5 μg/kg/hari, dibandingkan jika terapi dimulai lebih lambat atau dengan dosis yang lebih rendah. Hanya terdapat sedikit perbedaan intelegensi, prestasi sekolah dan tes neuropsikologikal antara anak dengan hipotiroid kongenital yang diterapi hormon tiroid dini dengan dosis yang cukup dan pengobatan yang konsisten dibanding dengan anak-anak normal lainnya.

Sebaliknya pada anak dengan hipotiroid kongenital yang tidak terdeteksi dini, prognosis status mental dan kemampuan neurologis menjadi tidak baik, walaupun dari segi penampilan fisik dan tinggi badan dapat mengejar

Page 69: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

55

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

ketertinggalan jika terapi dimulai dalam 2 bulan pertama kehidupan, tetapi bayi dengan hipotiroid berat saat lahir dan telah mengalami hipotiroid intrauterin akan mempunyai IQ normal-rendah. Bayi yang diterapi dalam 3 bulan pertama kehidupan dapat memiliki IQ lebih dari 85, tetapi 77% bayi dari kelompok ini menunjukkan adanya gejala kerusakan pada otak, meliputi gangguan kemampuan aritmatik, berbicara, dan motorik halus.

Penelitian di Pittsburgh Children’s Hospital melaporkan bila terapi dimulai sebelum bayi berusia 3 bulan, IQ rata-rata yang dicapai adalah 89 (64-107). Bayi yang diberi terapi saat berumur 3-6 bulan memiliki IQ rata-rata 71 (35-96), sedangkan bila terapi dimulai >6 bulan akan memiliki IQ rata-rata 54 (25-80). Penelitian lainnya menyatakan, terdapat perbedaan IQ sebesar 6-7 nilai antara anak dengan hipotiroid kongenital dengan saudara kandungnya yang normal pada usia yang sama.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 di RSCM, pada 25 orang anak berusia 4 hingga 18 tahun, menunjukkan hasil yang serupa. Keterlambatan dalam tata laksana hipotiroid kongenital berhubungan dengan rendahnya IQ, baik verbal dan performa. Median usia dimulainya tata laksana hipotiroid kongenital adalah 1,5 tahun, serta median IQ subjek adalah 51. Keterlambatan penegakkan diagnosis dan tata laksana menyebabkan disabilitas intelektual dan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak.

Simpulan Deteksi dini hipotiroid kongenital sangat memperbaiki prognosis. Keterlambatan diagnosis dan terapi masih dapat memperbaiki prognosis

pertumbuhan, tidak perkembangan. Pada era pra-skrining nasional belum menjadi kebijakan maka peran serta

masyarakat (LSM, profesi seperti IDAI, RS) sangat penting. Harus ada political will untuk terwujudnya program skrining nasional.

Daftar bacaan1. susanto R, Julia M. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B,

Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010. h. 205- 21.

2. Data registri IDAI (data tidak dipublikasi).3. Data POKJA skrining RSCM (data tidak dipublikasi).4. Hinton CF, Harris KB, Borgfeld L, Borg MD, Eaton R, Lorey F, dkk. Trends

in incidence rates of congenital hypothyroidism related to select demographic factors: data from the United States, California, Massachusetts, New York, and Texas. Pediatrics . 2010;125: S37-S47.

Page 70: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

56

Hipotiroid Kongenital

5. Salerno M, Micillo M, Maio SD, Capalbo D, Ferri P, Lettiero T, dkk. Longitudinal growth, sexual maturation and final height in patients with congenital hypothyroidism detected by neonatal screening. Eur J Endocrinol. 2001;145:377-83.

6. Rovet JF. Children with congenital hypothyroidism and their siblings : do they really differ? Pediatrics. 2005; 115:e52-7.

7. Rose SS, Brown RS. Update of newborn screening and therapy for congenital hypothyroidism. Pediatrics.2006;117:2290-303.

8. Rastogi MV, LaFranchi SH. Congenital hypothyroidism. Orphanet J Rare Dis. 2010;5:17-56.

9. Franchi SL. Disorder of the thyroid gland. Dalam Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Bonita FS, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2007. h.2319-24.

10. Maswiryati AA, Westra N. Congenital hypothyroidism : A case report. Paediatr Indones. 2003;43 : 31-4.

11. Foley TP. Hypothyroidism. Pediatr rev.2004;25: 94-9.12. Pulungan AB, Oldenkamp ME, Gunardi H, Soesanti F, Wiguna T, van Trotsenbug.

Impact of late treatment initiation of congenital hypothyroidism on intellectual disability and quality of life (tidak dipublikasi).

Page 71: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

57

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

Badriul Hegar

Tujuan1. Memahami pendekatan diagnosis penyakit refl uks gastroesofagus 2. Memahami pendekatan terapi penyakit refl uks gastroesofagus3. Memahami tata laksana rasional penyakit refl uks gastroesofagus

PendahuluanRefluks gastroesofagus (RGE) paling sering terjadi saat sfingter esofagus bawah (SEB) mengalami relaksasi (sementara) yang tidak terkait dengan proses menelan (transient lower esophageal sphincter relaxation, TLESR), sehingga memungkinkan isi lambung masuk ke dalam esofagus. Sebagian besar RGE berlangsung saat periode postprandial, dan umumnya tanpa gejala lainnya.1 Isi refluks yang masuk ke dalam faring, mulut, atau dikeluarkan dari mulut disebut sebagai regurgitasi. Regurgitasi hilang secara spontan pada sebagian besar bayi sehat berusia 12-14 bulan.2

Mekanisme pertahanan esofagus yang terganggu dapat menyebabkan refluks fisiologis menjadi penyakit RGE. Mekanisme yang terganggu tersebut antara lain klirens dan proses buffer tidak efisien, perbaikan epitel tidak normal, atau refleks neuroprotektif menurun. Esofagitis erosif dapat menyebabkan pemendekan esofagus, yang berdampak cukup besar bagi bayi. Patofisiologi penyakit RGE dianggap sama untuk semua usia.3

Pendekatan diagnosisPendekatan diagnosis penyakit RGE dimulai dengan pengenalan gejala klinis yang mungkin terkait dengan RGE. Pendekatan berdasarkan keluhan tidak dapat dipakai pada bayi dan anak kurang dari 8 tahun. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mendokumentasikan refluks patologi/komplikasi, hubungan antara kejadian refluks dan gejala klinis, serta

Page 72: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

58

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

evaluasi terapi. Saat ini tidak ada satupun pemeriksaan yang dapat memenuhi semua persyaratan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam pemilihan pemeriksaan penunjang.

Gejala dan tanda Gejala dan tanda RGE tidak spesifik. Tumpang tindih gejala akibat alergi protein susu sapi dan penyakit RGE menjadi area yang banyak dikaji saat ini. Nyeri dada dan iritabel dapat disebabkan oleh penyakit RGE tetapi dapat juga disebabkan oleh keadaan lain. Walaupun demikian tidak ada hubungan antara tingkat keparahan gejala dengan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan penjnjang.4,5 Berdasarkan pendapat ahli, diagnosis penyakit RGE dapat ditegakkan pada remaja yang memperlihatkan gejala nyeri dada. Namun, hal ini tidak dapat diterapkan pada anak-anak di bawah usia 8 tahun atau pada remaja nonverbal. Anak dapat menyampaikan rasa nyeri, namun intensitas, lokasi dan keparahan, umumnya tidak dapat dipercaya sampai mereka berusia 8 tahun.6 Saat ini sedang dikembangkan metode kuesioner.

Pemeriksaan penunjang untuk menilai RGE post-prandialPemeriksaan kontras barium (barium meal) tidak sensitif atau spesifik untuk mendiagnosis penyakit RGE. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif positif pemeriksaan kontras barium sebesar 29-86%, 21-83%, dan 80-82%, bila dibandingkan dengan pemantauan pH esofagus.2 Durasi singkat barium meal dapat memberikan hasil negatif palsu, sedangkan RGE non-patologis yang terlihat selama pemeriksaan akan memberikan nilai positif palsu. Barium meal berguna untuk mendeteksi kelainan anatomi. Skintigrafi nuklir mengevaluasi refluks post-prandial dan memberikan informasi tentang pengosongan lambung. Aspirasi dapat terdeteksi setelah 1-24 jam pemberian radionuklir.7 Ultrasonografi dapat mendeteksi aliran balik cairan dalam periode waktu singkat, sehingga dapat mendeteksi refluks non asam. Walaupun demikian, ultrasonografi tidak dianjurkan untuk menilai penyakit RGE.

Pemeriksaan penunjang untuk menilai refl uks intraesofagusPemantauan pH esofagus dapat menilai pH intraesofagus. Penurunan pH intraesofageal di bawah 4,0 dianggap sebagai episode refluks asam dan dikaitkan dengan esofagitis erosif. Kombinasi impedans intraluminal multipel

Page 73: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

59

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

(multiple intraluminal impedance, MII) dan pemantauan pH esofagus (pH-MII) merupakan prosedur untuk mengukur pergerakan cairan, makanan padat, dan udara di dalam esofagus.8 Hubungan antara refluks non asam/asam lemah dengan gejala penyakit RGE masih perlu dikaji untuk menilai kesuaian hasil pemeriksaan pH-MII dengan tingkat keparahan penyakit, prognosis, dan respons terhadap terapi. Pengukuran pH-MII memberikan informasi lebih lengkap dari pemantauan pH esofagus.2

Endoskopi saluran cerna atas dengan biopsi adalah satu-satunya metode untuk mendiagnosis penyakit RGE dengan gejala klinis esofagus, seperti esofagitis erosif atau esofagus Barrett. Esofagitis refluks didefinisikan sebagai kerusakan mukosa esofagus pada daerah di atas gastroesophageal junction. Walaupun demikian, mukosa esofagus normal, tidak menyingkirkan penyakit RGE non-erosif. Meskipun esofagitis umumnya disebabkan oleh RGE, namum gangguan lain seperti esofagitis eosinofil (EE) dan infeksi juga dapat menjadi penyebabnya.9 Penyakit RGE dan EE memiliki gejala yang sangat mirip, namun endoskopi dengan biopsi dapat membedakan keduanya. Eosinofil dapat ditemukan dalam mukosa esofagus pada bayi asimtomatik.10 Pada bayi, infiltrasi eosinofil dapat pula disebabkan oleh alergi protein susu sapi. Apabila ditemukan epitel kolumnar pada jaringan biopsi esofagus, perlu dievaluasi terhadap esofagus Barrett (BE) dan metaplasia intestinal.11 Prevalens BE pada anak dengan penyakit RGE berat cukup tinggi.

Pemeriksaan telinga, paru-paru, dan cairan esofagusBeberapa penelitian melaporkan temuan pepsin dan enzim lambung pada efusi telinga tengah anak dengan otitis media kronik, sehingga penyakit RGE dipikirkan sebagai penyebabnya.12 Walaupun demikian, hasil tersebut belum divalidasi dengan penelitian terkontrol. Demikian pula ditemukannya laktosa, glukosa, pepsin, atau makrofag dalam cairan bilasan bronkoalveolar menimbulkan dugaan bahwa RGE merupakan penyebab gejala saluran napas kronik.13

Terapi empiris sebagai pendekatan diagnosisTerapi empiris tanpa pemeriksaan penunjang diagnostik dilakukan pada pasien dewasa. Walaupun demikian, terapi empiris memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik sebagai uji diagnostik penyakit RGE. Sebuah penelitian terkontrol terhadap terapi omeprazol pada remaja dengan nyeri epigastrium dan regurgitasi asam menunjukkan perbaikan gejala klinis pada 8 minggu.14 Terapi proton pump inhibitor (PPI) empiris pada bayi (<1 tahun) dengan gejala klinis kecurigaan penyakit RGE tidak memperlihatkan khasiat

Page 74: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

60

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

yang lebih baik dibanding plasebo. Durasi yang diperlukan untuk memperoleh respons terapi bergantung kepada tingkat keparahan penyakit, dosis, dan komplikasi.15 Pada remaja, pemberian terapi empiris dibenarkan sampai 4 minggu meskipun perbaikan klinis setelah terapi tidak dapat mengonfirmasi diagnosis penyakit RGE, karena gejala klinis dapat hilang spontan atau efek yang sama juga diperlihatkan pada pemberian plasebo.

Pendekatan terapi Terapi RGE dan penyakit RGE mencakup perubahan gaya hidup, terapi farmakologik, dan bedah. Pendidikan, bimbingan, dan dukungan kepada orangtua selalu diperlukan dan umumnya memperlihatkan hasil yang memuaskan, sehingga bayi dengan gejala klinis RGE fisiologis dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Perubahan pola makan Menurut data dari Indonesia, regurgitasi lebih sering terjadi pada bayi yang mendapat susu formula dibanding bayi yang mendapat ASI.16 Sebagian bayi dengan alergi protein susu sapi juga memperlihatkan gejala klinis regurgitasi dan muntah. Frekuensi muntah berkurang secara bermakna (biasanya dalam waktu 2 minggu) setelah dilakukan eliminasi protein susu sapi, dan gejala kambuh setelah pemberian protein susu sapi kembali.17 Susu anti-regurgitasi (AR) dapat mengurangi volume dan frekuensi regurgitasi dibandingkan formula standar atau ‘thickening formula’ yang dimodifikasi dengan penambahan tepung beras.18,19

Posisi tubuhPosisi tengkurap direkomendasikan untuk terapi penyakit RGE pada bayi karena mengurangi kejadian refluks.20 Walaupun demikian, posisi tengkurap dianggap sebagai faktor risiko terhadap kejadian sudden infant death syndrome (SIDS), sehingga diperlukan penilaian ulang terhadap manfaat dan risiko dari posisi tersebut dalam pendekatan terapi. Posisi tengkurap tidak direkomendasikan pada bayi di bawah usia 1 tahun. Posisi tengkurap mungkin bermanfaat pada anak di atas usia 1 tahun dengan RGE atau penyakit RGE. Dengan demikian, dapat dipertimbangkan untuk mengambil manfaat dari posisi tidur lateral dekubitus ke kiri dengan elevasi kepala.

Page 75: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

61

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Gaya hidup pada anak dan remajaPerubahan gaya hidup pada anak dan remaja meliputi modifikasi diet, menghindari alkohol, penurunan berat badan, menghentikan merokok, alkohol, cokelat, dan makanan tinggi lemak. Pendapat ahli menunjukkan bahwa anak dan remaja dengan RGE harus menghindari kafein, cokelat, alkohol, dan makanan pedas bila hal tersebut memprovokasi gejala RGE. Mengunyah permen karet setelah makan dilaporkan mengurangi refluks.2

Terapi farmakologikObat yang digunakan pada anak dengan penyakit RGE mencakup antagonis reseptor histamin-2 (H2RA) atau PPI. Karena karena cisapride ditarik ketersediannya dari pasaran, maka obat golongan prokinetik jarang digunakan. Domperidon tersedia secara komersial di sebagian besar belahan dunia, namun kajiannya masih sangat terbatas.

Antagonis reseptor histamin-2Antagonis reseptor histamin-2 menurunkan sekresi asam dengan menghambat reseptor histamin-2 pada sel parietal lambung. Efikasi H2RA jauh lebih besar pada esofagitis ringan dibandingkan esofagitis berat. H2RA kurang efektif dibanding PPI dalam menghilangkan gejala dan penyembuhan esofagitis.21

Proton pump inhibitorPPI menghambat sekresi asam dengan memblokir Na+-K+ ATP-ase dan alur sekresi asam sel parietal. Supresi sekresi asam juga menghasilkan penurunan volume intragastrik 24 jam, sehingga memfasilitasi pengosongan lambung dan penurunan volume refluks. PPI diberikan sekali sehari, sebelum makan pagi, dan harus dilindungi dari asam lambung dengan lapisan enterik. Bioavailabilitas PPI akan menurun bila pemberiannya tidak dilakukan sebelum makan. Sampai saat ini, tidak ada PPI yang disetujui pemakaiannya untuk bayi usia <1 tahun. Belum ada penelitian terkontrol plasebo yang memperlihatkan perbaikan gejala klinis pada bayi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya spesifisitas diagnosis, terutama esofagitis pada kelompok usia ini.

Page 76: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

62

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

ProkinetikSetelah cisapride dilaporkan menyebabkan perpanjangan interval QTc pada elektrokardiografi, maka penggunaannya dan penyediaannya dibatasi hanya di apotik rumah sakit. Domperidon dan metoklopramid adalah antidopaminergik yang memfasilitasi pengosongan lambung. Metoklopramid tidak terbukti efektivitasnya pada RGE. Telaah sistematis terhadap domperidon memperlihatkan tidak ada bukti kuat yang menyokong keberhasilan domperidon dalam terapi RGE.22 Begitu pula halnya dengan betanekol dan eritromisin; belum ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan pemberian kedua obat tersebut secara rutin.

FundoplikasiOperasi fundoplikasi mengurangi refluks dengan meningkatkan tekanan LES, mengurangi jumlah TLESR, memperpanjang bagian esofagus intraabdominal, memperkuat sudut His, dan mengurangi hernia hiatus jika ada.23 Fundoplikasi tidak memperbaiki gangguan klirens esofagus, pengosongan lambung, atau dismotilitas saluran cerna.29 Fundoplikasi yang dilakukan pada masa bayi memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan tindakan pada masa anak.24 Operasi anti-refluks mungkin bermanfaat pada anak yang tidak berespons terhadap terapi medis jangka panjang, bergantung pada terapi medis untuk jangka waktu yang lama, tidak patuh pada terapi medis yang diberikan, atau pada bayi yang mengalami komplikasi penyakit RGE yang mengancam nyawa.

Pendekatan tata laksana anak dengan kecurigaan penyakit RGEDalam menghadapi bayi dengan regurgitasi berulang, anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti dengan memperhatikan warning signs (tanda bahaya) umumnya cukup untuk menetapkan diagnosis klinis GER. Iritabilitas mungkin menyertai regurgitasi dan muntah. Walaupun demikian, tidak adanya warning sign bukan berarti tidak ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada bayi dengan regurgitasi persisten, thickening formula dapat mengurangi frekuensi dan volume regurgitasi. Karena regurgitasi seringkali merupakan manifestasi alergi protein susu sapi pada bayi,25 maka pemberian susu protein hidrolisat sebagai percobaan dapat dipertimbangkan. Posisi tengkurap tidak direkomendasikan karena berhubungan dengan SIDS. Suatu penelitian pada sekelompok anak yang sering mengalami regurgitasi memperlihatkan hasil yang efektif pada posisi terlentang 40 derajat.26

Page 77: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

63

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Regurgitasi berulang dan kenaikan berat badan kurang pada bayi harus dianggap sebagai warning sign. Beberapa kemungkinan penyebab pada bayi adalah infeksi (terutama saluran kemih), alergi makanan, kelainan anatomi, gangguan neurologis, penyakit metabolik dan child abuse. Dapat dilakukan eliminasi protein susu sapi dengan diikuti pemberian formula hidrolisat ekstensif atau susu formula berbasis asam amino selama 2-4 minggu. Kadang diperlukan rawat inap untuk observasi dan pemeriksaan penunjang. Pipa nasogastrik atau nasojejunal kadang juga diperlukan untuk mencapai berat badan bayi yang sesuai, bila tidak ditemukan hal lain yang dapat menjelaskan penurunan berat badan.

Iritabilitas dan regurgitasi adalah gejala nonspesifik yang dapat terjadi pada bayi normal (fisiologis) atau pada berbagai kondisi patologis. Sebagian besar bayi sehat menangis selama 6 jam per hari. Beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara menangis dengan penyakit RGE atau esofagitis. Bukti yang ada tidak mendukung pemberiaan obat penekan asam lambung secara empiris. Posisi tidur terlentang dengan sudut 40 derajat memberikan penurunan kejadian iritabilitas pada bayi.26 Refluks gastroesofagus jarang menyebabkan iritabilitas atau menangis yang tidak dapat dijelaskan pada bayi “sehat.” Akan tetapi, bila iritabilitas berkelanjutan tanpa dugaan lain sebagai penyebab selain penyakit RGE, maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membuktikannya (pemantauan pH esofagus, endoskopi). Menurut pendapat ahli, pemberian terapi percobaan antisekretorik selama 2 minggu dapat dipertimbangkan, tetapi perlu diperhatikan potensi risiko efek samping. Di samping itu, perbaikan klinis setelah terapi empiris masih mungkin karena resolusi spontan gejala klinis. Rasio risiko dan manfaat dari pendekatan terapi empiris ini tidak jelas.

Heartburn atau nyeri terbakar substernal adalah gejala penyakit RGE. Pernyataan konsensus terbaru menyatakan bahwa heartburn adalah indikator penyakit RGE pada remaja dan dewasa. Jika perubahan gaya hidup dan terapi PPI memberikan perbaikan klinis, maka pengobatan dapat dilanjutkan selama dua sampai tiga bulan. Pada beberapa pasien, penghentian mendadak pengobatan dapat mengakibatkan rebound gejala.27

PPI direkomendasikan sebagai terapi awal selama 3 bulan pada anak dengan esofagitis erosif. Apabila perbaikan klinis tidak tercapai dalam waktu 4 minggu, maka dosis PPI dapat ditingkatkan. Pada sebagaian besar kasus, efektivitas terapi dapat dipantau berdasarkan gejala klinis, tanpa pemeriksaan endoskopi secara rutin. Pemantauan keberhasilan terapi melalui endoskopi mungkin diperlukan pada pasien dengan gejala klinis yang tidak tipikal, gejala klinis persisten meskipun telah mendapat terapi yang optimal, atau derajat esofagitis berat atau adanya striktur esofagus.

Page 78: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

64

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

BE terjadi pada penyakit RGE yang berat dan kronik, dengan prevalens pada anak jauh lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Namun demikian, BE bukan merupakan indikasi operasi antirefluks.

Penyakit RGE sering dianggap sebagai penyebab disfagia atau odinofagia. Walalupun demikian tidak ada data pada anak yang menunjukkan hubungan ini. Disfagia adalah gejala yang paling menonjol pada esofagitis eosinofilik (80%).28 Kesulitan makan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gejala klinis bayi mencakup menolak makan, mengisap dan menelan tidak terkoordinasi, tersedak, muntah, iritabel selama makan.

Hubungan antara apnea, kejadian akut mengancam jiwa (acute life-threatening event, ALTE), atau SIDS dengan penyakit RGE masih kontrovesial. Episode ALTE pada bayi ditandai dengan gejala klinis apnea, perubahan warna kulit (sianosis, pucat), tonus otot abnormal, tersedak, dan muntah yang memerlukan intervensi oleh pengamat. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa RGE tidak berhubungan dengan apnea patologis atau ALTE pada sebagian besar bayi. Bilapun ada, hal ini lebih sebagai individual. Pemeriksaan kombinasi impedansi-pH dengan rekaman polisomnografi dianjurkan untuk menunjukkan hubungan tersebut.

Peran RGE pada kejadian penyakit saluran napas reaktif masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara asma dan RGE. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengah anak dengan asma memiliki rekaman pH-MII abnormal.29 Sampai saat ini, belum ada penelitian yang memperlihatkan kejadian asma yang berespons terhadap terapi antirefluks. Tidak ada bukti kuat untuk mendukung terapi PPI secara empirik pada anak dengan mengi atau asma. Data yang ada menunjukkan hubungan yang lemah antara RGE dan penyakit saluran napas bagian atas. Ekstrapolasi dari penelitian pada dewasa menunjukkan bahwa PPI tidak akan memberikan keuntungan besar pada anak dengan gejala saluran napas atas. Refluks gastroesofagus saat ini juga sedang dalam kajian sebagai faktor yang diduga berkontribusi terhadap penyakit sinus berulang, faringitis dan otitis media. Satu studi pada remaja mengaitkan kejadian RGE dengan peningkatan insiden erosi enamel pada permukaan lingual gigi. Faktor lain juga perlu dipertimbangkan sebagai penyebab erosi gigi, yaitu kebiasaan minum jus, bulimia, faktor ras, dan faktor genetik yang dapat pula mempengaruhi karakteristik enamel dan air liur.

Sindrom Sandifer (distonia torsional spasmodik, postur opistotonus) merupakan gejala klinis tidak lazim, tetapi spesifik untuk penyakit RGE.30 Mekanisme yang mendasari gangguan ini belum terbukti tapi diduga sebagai respon refleks vagal yang dimediasi oleh paparan asam pada esofagus. Keadaan ini membaik setelah mendapat terapi antirefluks.

Page 79: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

65

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Kelompok lain yang mempunyai risiko untuk mengalami penyakit RGE yang berat dan kronik antara lain anak dengan gangguan neurologis, kegemukan, kelainan anatomi esofagus/akalasia, gangguan pernapasan kronik (displasia bronkopulmonar dan fibrosis kistik), dan bayi prematur.

Daftar pustaka1. Shay S, Tutuian R, Sifrim D, Vela M, Wise J, Balaji N, dkk. Twenty-four hour

ambulatory simultaneous impedance and pH monitoring: a multicenter report of normal values from 60 healthy volunteers. Am J Gastroenterol. 2004;99:1037-43.

2. Vandenplas Y, Rudolph CD, Di Lorenzo C, Hassall E, Liptak G, Mazur L, dkk. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines: joint recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2009;49:498-547.

3. Murray JA, Camilleri M. The fall and rise of the hiatal hernia. Gastroenterology. 2000;119:1779-81

4. Salvatore S, Hauser B, Vandemaele K, Novario R, Vandenplas Y. Gastroesophageal reflux disease in infants: how much is predictable with questionnaires, pH-metry, endoscopy and histology? J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2005;40:210-5

5. Vakil N, van Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R. The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based consensus. Am J Gastroenterol. 2006;101:1900-20.

6. von Baeyer CL, Spagrud LJ. Systematic review of observational (behavioral) measures of pain for children and adolescents aged 3 to 18 years. Pain. 2007;127:140-150.

7. Ravelli AM, Panarotto MB, Verdoni L, Consolati V, Bolognini S. Pulmonary aspiration shown by scintigraphy in gastroesophageal reflux-related respiratory disease. Chest. 2006;130:1520-6.

8. Chiou E, Rosen R, Jiang H, Nurko S. Diagnosis of supra-esophageal gastric reflux: correlation of oropharyngeal pH with esophageal impedance monitoring for gastro-esophageal reflux. Neurogastroenterol Motil. 2011;23:717-e326.

9. Dahms BB. Reflux esophagitis: sequelae and differential diagnosis in infants and children including eosinophilic esophagitis. Pediatr Dev Pathol. 2004;7:5-16.

10. Orenstein SR, Shalaby TM, Kelsey SF, Frankel E. Natural history of infant reflux esophagitis: symptoms and morphometric histology during one year without pharmacotherapy. Am J Gastroenterol. 2006;101:628-40

11. Hassall E. Cardia-type mucosa as an esophageal metaplastic condition in children: “Barrett’s esophagus, intestinal metaplasia-negative?” J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:102-6.

12. Crapko M, Kerschner JE, Syring M, Johnston N. Role of extra-esophageal reflux in chronic otitis media with effusion. Laryngoscope. 2007;117:1419-23.

Page 80: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

66

Pendekatan Diagnosis dan Terapi Rasional Penyakit Refl uks Gastroesofagus

13. Starosta V, Kitz R, Hartl D, Marcos V, Reinhardt D, Griese M. Bronchoalveolar pepsin, bile acids, oxidation, and inflammation in children with gastroesophageal reflux disease. Chest. 2007;132:1557-64.

14. Gold BD, Gunasekaran T, Tolia V, Wetzler G, Conter H, Traxler B, dkk. Safety and symptom improvement with esomeprazole in adolescents with gastroesophageal reflux disease. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2007;45:520-9.

15. Vakil N. Review article: how valuable are proton-pump inhibitors in establishing a diagnosis of gastro-oesophageal reflux disease? Aliment Pharmacol Ther. 2005;22Suppl1:64-9.

16. Hegar B, Rantos R, Firmansyah A, De Schepper J, Vandenplas Y. Natural evolution of infantile regurgitation versus the efficacy of thickened formula. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:26-30

17. Hill DJ, Cameron DJ, Francis DE, Gonzalez-Andaya AM, Hosking CS. Challenge confirmation of late-onset reactions to extensively hydrolyzed formulas in infants with multiple food protein intolerance. J Allergy Clin Immunol. 1995;96:386-9

18. Horvath A, Dziechciarz P, Szajewska H. The effect of thickened-feed interventions on gastroesophageal reflux in infants: systematic review and meta-analysis of randomized, controlled trials. Pediatrics. 2008;122:e1268-77

19. Craig WR, Hanlon-Dearman A, Sinclair C, Taback S, Moffatt M. Metoclopramide, thickened feedings, and positioning for gastro-oesophageal reflux in children under two years. Cochrane Database Syst Rev. 2004:CD003502.

20. Bhat RY, Rafferty GF, Hannam S, Greenough A. Acid gastroesophageal reflux in convalescent preterm infants: effect of posture and relationship to apnea. Pediatr Res. 2007;62:620-3.

21. van Pinxteren B, Numans ME, Bonis PA, Lau J. Short-term treatment with proton pump inhibitors, H2-receptor antagonists and prokinetics for gastro-oesophageal reflux disease-like symptoms and endoscopy negative reflux disease. Cochrane Database Syst Rev. 2006:CD002095.

22. Pritchard DS, Baber N, Stephenson T. Should domperidone be used for the treatment of gastro-oesophageal reflux in children? Systematic review of randomized controlled trials in children aged 1 month to 11 years old. Br J Clin Pharmacol. 2005;59:725-9

23. Lobe TE. The current role of laparoscopic surgery for gastroesophageal reflux disease in infants and children. Surg Endosc. 2007;21:167-74.

24. Diaz DM, Gibbons TE, Heiss K, Wulkan ML, Ricketts RR, Gold BD. Antireflux surgery outcomes in pediatric gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol. 2005;100:1844-52.

25. Cavataio F, Carroccio A, Iacono G. Milk-induced reflux in infants less than one year of age. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2000;30 Suppl:S36-44.

26. Vandenplas Y, De Schepper J, Verheyden S, Devreker T, Franckx J, Peelman M, dkk. A preliminary report on the efficacy of the Multicare AR-Bed in 3-week-3-month-old infants on regurgitation, associated symptoms and acid reflux. Arch Dis Child. 2010;95:26-30

27. Vandenplas Y, Koletzko S, Isolauri E, Hill D, Oranje AP, Brueton M, dkk. Guidelines for the diagnosis and management of cow’s milk protein allergy in infants. Arch Dis Child. 2007;92:902-8.

Page 81: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

67

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

28. Pasha SF, DiBaise JK, Kim HJ, De Petris G, Crowell MD, Fleischer DE, dkk. Patient characteristics, clinical, endoscopic, and histologic findings in adult eosinophilic esophagitis: a case series and systematic review of the medical literature. Dis Esophagus. 2007;20:311-9

29. Scarupa MD, Mori N, Canning BJ. Gastroesophageal reflux disease in children with asthma: treatment implications. Paediatr Drugs. 2005;7:177-86.

30. Cerimagic D, Ivkic G, Bilic E. Neuroanatomical basis of Sandifer’s syndrome: A new vagal reflex? Med Hypotheses. 2008;70:957-961.

Page 82: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

68

Tata Laksana Optimal Diare Persisten untuk Mencegah Komplikasi Lanjut

Pramita G Dwipoerwantoro

Tujuan:1. Memahami patofi siologi dan patogenesis terjadinya diare persisten2. Memahami faktor risiko terjadinya diare persisten3. Memahami tata laksana diare persisten untuk mencegah komplikasi

lanjut

Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak di bawah 5 tahun.1 Lingkaran diare dan malnutrisi yang saling berhubungan masih merupakan penyebab utama kesakitan global pada balita, walaupun angka kematiannya telah menurun tajam selama beberapa dekade terakhir.2 Diare sebagai penyebab kesakitan pada anak di bawah usia 5 tahun rata-rata mengalami perbaikan dalam 7 hari, akan tetapi sebagian kecil akan melanjut sampai atau melebihi 14 hari.3 Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari akan menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan, dan gangguan gizi yang selanjutnya akan memengaruhi tumbuh kembang anak.4

Defi nisiDefinisi diare persisten dan diare kronik mencakup diare yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih.1,5 Diare persisten adalah episode diare akibat infeksi yang berlangsung akut dan melanjut lebih dari 14 hari, sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari akibat tidak hanya infeksi tetapi juga penyebab yang bervariasi dan sindrom malabsorpsi.1 Diare persisten dianggap memberikan andil yang cukup bermakna pada angka kesakitan maupun kematian terutama pada bayi dan anak6 karena menyebabkan gangguan pertumbuhan7, defisiensi mikronutrien8,9, gangguan neurologik10, dan meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit lainnya.11 Kelompok kerja diare persisten berskala internasional memfokuskan upaya pencegahan dan pengobatan diare persisten sejak episode diare melanjut (7-14 hari).12

Page 83: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

69

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

EpidemiologiInsidens diare persisten bervariasi dan bergantung pada usia, dengan usia dua tahun pertama mencapai insidens tertinggi kemudian berkurang dengan tajam (Tabel 1).13-6 Penelitian dari berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa insidens diare persisten pada anak di bawah usia 5 tahun bervariasi sekitar 7-150 episode per 100 anak per tahun.

Patofi siologi dan patogenesisPatogenesis diare persisten sangat kompleks, penelitian menunjukkan adanya infeksi tunggal yang berkesinambungan ataupun berulangnya infeksi akut dengan berbagai etiologi memegang peranan. Lingkaran sebab-akibat tersebut diperburuk dengan adanya konsekuensi malnutrisi akibat kemiskinan, higiene yang buruk, kontaminasi oleh lingkungan, pola makan yang salah, dan penyapihan dini. Faktor infeksi dan/atau nutrisi serta fenomena alergi memberikan kontribusi terhadap patogenesis diare persisten, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan mukosa usus halus.17

Pada bayi dengan diare persisten terbukti bahwa morfologi mukosa usus halus abnormal dengan derajat sedang sampai berat. Pemeriksaan mengunakan mikroskop elektron menunjukan mikrovili yang berkurang jumlahnya dan tampak lebih pendek, penumpulan batas enterosit, hilangnya glikokaliks, pemendekan vili, dan adanya lapisan mukus pseudomembran melapisi permukaan epitel.18 Perubahan struktur tersebut sangat merugikan karena memengaruhi fungsi pencernaan, absorpsi, dan fungsi pertahanan (barrier). Lebih dari separuh anak yang mengalami diare akut dan persisten akan mengalami enteropati hilang protein (protein-losing enteropathy), yang dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan alfa-1-antitripsin tinja.19,20

Penyebab malnutrisi pada diare persisten diduga akibat adanya saling memengaruhi antara sistem imun dan saluran cerna. Data menunjukkan bahwa diare memperburuk status malnutrisi, dan sebaliknya malnutrisi akan menyebabkan diare berulang dan memperpanjang episode diare.20,21 Komponen inflamasi kemungkinan turut berperan pada diare persisten, oleh karena itu faktor infeksi pada anak dengan malnutrisi berhubungan dengan kondisi yang dehidrasinya lebih berat, disertai demam, muntah, kerusakan usus yang lebih lama, dan menyebabkan masa perawatan yang lama. Hal ini akan menyebabkan terganggunya tumbuh kembang di kemudian hari.10,22

Page 84: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

70

Tata Laksana Optimal Diare Persisten untuk Mencegah Komplikasi Lanjut

Tabel 1. Insidens diare persisten pada anak di bawah 5 tahun (episode per 100 anak-tahun) berdasarkan sebaran usia

Penelitian 0-1 tahun >1-2 tahun >2-3 tahun >3-4 tahun >4-5 tahunPeru13

Brazil14

Bangladesh15

India16

311717231

22216259

16160296

--90282

--6060

Faktor risiko diare persistenPenelitian di Peru pada 677 anak menunjukkan bahwa episode diare persisten berhubungan dengan usia lebih muda (kurang dari 5 bulan) dan derajat penyakit yang berat pada minggu pertama. Akan tetapi, tak ada satupun hasil laboratorium (leukosit tinja, darah, kadar gula, pH tinja, atau lemak) terbukti berhubungan dengan episode diare persisten.23 Kondisi malnutrisi akan meningkatkan risiko terjadinya diare persisten sebanyak 3,5 kali, sedangkan kondisi defisiensi imun meningkatkan risiko sebanyak dua kali.24 Diare persisten berkontribusi pada hanya 8% episode diare, akan tetapi merupakan penyebab lebih dari sepertiga hari dengan diare.25 Episode diare berulang akibat patogen tersebut terbukti merupakan faktor risiko terjadinya diare persisten.25

EtiologiEnteropatogen spesifik menyebabkan diare akut, disentri, ataupun diare persisten; akan tetapi manifestasi klinis dan etiologi dari ketiganya dapat tumpang tindih bergantung pada kondisi anak (kondisi imunosupresi, HIV, traveler’s diarrhea, atau negara berkembang vs. negara maju). Salah satu kesulitan tata laksana diare persisten adalah mencari etiologi, karena terbentur keterbatasan uji diagnostik yang pada umumnya tidak murah dan sepertiga kasus menunjukkan hasil negatif untuk infeksi enteropatogen. Hal tersebut kemungkinan akibat diare berlangsung lama dan berlanjut setelah pencetus infeksi tidak terdeteksi.26

Virus sebagai penyebab tersering diare akut juga dihubungkan sebagai penyebab diare persisten, terutama pada anak dengan defisiensi imun. Infeksi rotavirus menyebabkan perubahan struktur saluran cerna sehingga lebih mudah terjadi infeksi organisme lainnya atau perburukan kondisi malabsorpsi.27 Penelitian di Bangladesh menunjukkan astrovirus lebih sering ditemukan pada anak dengan diare yang melanjut.28

Bakteri enteropatogen penyebab diare akut dan disentri dapat menyebabkan diare persisten, antara lain salmonella, shigella, campylobacter, yersinia, enterotoxigenic E. coli, dan Clostridium difficile. Penelitian epidemiologi

Page 85: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

71

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

di Bangladesh membuktikan bahwa 23% kasus shigellosis pada anak melanjut menjadi diare persisten walaupun sudah ditata laksana menggunakan antibiotik. Hal ini terjadi karena resistensi terhadap antibiotik, infeksi terjadi pada masa bayi, dan adanya etiologi Shigella sp. selain Shigella dysenteriae 1.29 Enteropatogen yang cukup penting lainnya sebagai penyebab diare persisten adalah enteropathogenic E. coli (EPEC) dan EAEC/EIEC.30

Penyebab parasit yang berhubungan dengan diare persisten dan gangguan nutrisi sampai gizi buruk tersering adalah Giardia lamblia, cryptosporidium, dan cyclospora. Penyebab lainnya adalah Entamoeba histolytica, Microsporidium, Isospora belli dan strongyloides.31

Tata laksanaTata laksana diare persisten sangat kompleks karena etiologi dan patogenesisnyanya juga kompleks, mencakup rehidrasi, tata laksana nutrisi yang adekuat, suplementasi mikronutrien, dan antimikroba.31 Penggunaan cairan rehidrasi oral (CRO) berosmolaritas rendah sangat penting pada tata laksana diare persisten yang disertai dehidrasi dan atau gizi buruk, dibandingkan dengan CRO standar.32,33

Tata laksana nutrisi sangatlah penting pada penanganan diare persisten. Malabsorpsi laktosa adalah komplikasi tersering pada diare terutama bila disertai malnutrisi. Formula susu bebas laktosa ataupun formula kedelai terbukti efektif pada awal tata laksana ketika rehidrasi telah tercapai. Untuk meningkatkan kadar energi pada formula tersebut biasanya sebagian kandungan ditambahkan dengan gula sederhana.31 Pada fase akut akibat infeksi, pemberian nutrisi mengandung asam amino tertentu sangat esensial terutama untuk menggantikan pemecahan protein yang berasal dari otot. Pada pasien dengan diare akibat infeksi dan gizi buruk, suplementasi energi dan protein putih telur berbasis triptofan menunjukkan manfaat. Nutrisi yang berasal dari makanan rumahan seperti bubur ayam ataupun kalkun yang disuplementasi mikronutrien terbukti memberikan manfaat segera pada pertumbuhan anak dengan diare persisten.34 Pisang hijau dan pektin dapat memperbaiki permeabilitas usus halus dan mengurangi kehilangan cairan pada anak Bangladesh yang mengalami diare persisten.35

Pasien dengan diare persisten dan malnutrisi biasanya mengalami defisiensi vitamin A, zink, selenium, asam folat, dan kuprum. Defisiensi zink dan vitamin A akan mengganggu fungsi imunitas tubuh dan mengakibatkan kerusakan struktur dan fungsi mukosa; sehingga suplementasi mikronutrien tersebut akan memperbaiki mukosa usus dan menurunkan jumlah episode diare persisten, selain menurunkan angka kegagalan terapi dan kematian akibat diare persisten.

Page 86: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

72

Tata Laksana Optimal Diare Persisten untuk Mencegah Komplikasi Lanjut

Pemberian antimikroba terutama untuk parasit dan penyebab enteropatogen seperti EPEC dan EAEC sangat bermanfaat, karena EPEC dapat menyebabkan kegagalan pemberian CRO, intoleransi terhadap susu sapi, memerlukan perawatan di rumah sakit dan berkembang menjadi diare persisten, serta kematian pada bayi di bawah 1 tahun,37 sedangkan EAEC menyebabkan gangguan pertumbuhan pada diare persisten.38 Nitazoksanid dan metronidazol dapat diberikan pada kecurigaan infeksi parasit maupun bakteri. Infeksi ekstra-intestinal (antara lain sepsis, infeksi saluran kemih, infeksi pernapasan bawah akut) yang sering dikaitkan dengan kejadian diare persisten, perlu di tata laksana dengan baik agar memperbaiki luaran klinis dan mencegah kegagalan terapi pada diare persisten.39

SimpulanDeteksi kemungkinan terjadinya diare persisten perlu dicermati pada saat menangani episode diare pada anak. Pastikan tata laksana rehidrasi dan diet telah dilakukan secara optimal agar komplikasi lanjut yang memengaruhi tumbuh kembang anak dapat dicegah.

Daftar pustaka1. Wardlaw T, Salama P, Brocklehurst C, Chopra M, Mason E. Diarrhoea: why

children are still dying and what can be done. Lancet. 2010;375:870-2.2. World Health Organization. The global burden of diseases: 2004 update. Geneva:

World Health Organization; 2004.3. Mathai J, Raju B, Bavdekar A. Pediatric Gastroenterology Chapter, Indian

Academy of Pediatrics. Chronic and persistent diarrhea in infants and young children: status statement. Indian Pediatr. 2011;48:37-42.

4. Petri WA Jr, Miller M, Binder HJ, Levine MM, Dillingham R, Guerrant RL. Enteric infections, diarrhea, and their impact on function and development. J Clin Invest. 2008;118:1277-90.

5. World Health Organization. Persistent diarrhea in children in developing countries: report of a WHO meeting; 1988 Dec Report No. WHO/CDD/88.27.

6. McAuliffe JF, Shield DS, Auxiliadora de Sousa M, Sakell J, Schorling J, Guerrant RL. Prolonged and recurrent diarrhea in the northeast of Brazil: examination of cases from a community-based study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1986;5:902-6.

7. Lima AA, Fang G, Schorling JB, de Albuquerque L, McAuliffe JF, Mota S, dkk. Persistent diarrhea signals a critical period of increased diarrhea burdens and nutritional shortfalls: a prospective cohort study among children in northeastern Brazil. J Infect Dis. 2000;181:1643-51.

8. Lukacik M, Thomas RL, Aranda JV. A meta-analysis of the effects of oral zinc in the treatment of acute and persistent diarrhea. Pediatrics. 2008;121;326-36.

Page 87: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

73

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

9. Villamor E, Mbise R, Spiegelman D, Hertzmark E, Fataki M, Peterson KE, dkk. Vitamin A supplements ameliorate the adverse effect of HIV-1, malaria, and diarrheal infections on child growth. Pediatrics. 2002;109:E6.

10. Guerrant DI, Moore SR, Lima AAM, Patrick PD, Schorling JB, Guerrant RL. Association of early childhood diarrhea and cryptosporidiasis with impaired physical fitness and cognitive function four-seven years later in a poor urban community in northeast Brazil. Am J Trop Med Hyg. 1999;61:707-13.

11. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M, dkk. Maternal and child undernutrition: Global and regional exposures and health consequences. Lancet. 2008;371:243-60.

12. Bhutta ZA, Nelson EA, Lee WS, Tarr PI, Zablah R, Phua KB, dkk. Recent advances and evidence gaps in persistent diarrhea. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2008;47:260-5.

13. Lanata CF, Black RE, Maúrtua D, Gil A, Gabilondo A, Yi A, dkk. Etiology agent in acute vs. persistent diarrhea in children under three years of age in periurban Lima, Peru. Acta Pediatr. 1992;81Suppl:32-8.

14. Schorling JB, Wanke CA, Schorling SK, McAullife JF, Auxiliadora de Souza M, dkk. A prospective study of persistent diarrhea among children in an urban Brazilian slum: patterns of occurrence and etiologic agents. Am J Epidemiol. 1990;132:144-56.

15. Henry FJ, Udoy AS, Wanke CA, Aziz K. Epidemiology of persistent diarrhea and etiologic agents in Mirzapur, Bangladesh. Acta Pediatr. 1992;81Suppl:27-31.

16. Bhan MK, Bhandari N, Sazawal S, Clemens J, Raj P, Levine MM, dkk. Descriptive epidemiology of persistent diarrhea among young children in rural northen India. WHO Bulletin. 1989;67:281-8.

17. Sullivan PB. Studies of the small intestine in persistent diarrhea and malnutrition: the Gambian experience. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2002;34:S11-S13.

18. Fagundes-Neto U, Scaletsky IC. The gut at war: the consequences of enteropathogenic Escherichia coli infection as a factor of diarrhea and malnutrition. Sao Paulo Med J. 2000;118:21-9.

19. Weizman Z, Binsztok M, Fraser D, Deckelbaum RJ, Granot E. Intestinal protein loss in acute and persistent diarrhea of early childhood. J Clin Gastroenterol. 2002;34:427-9.

20. Solomons NW: Environmental contamination and chronic inflammation influence human growth potential. J Nutr. 2003;133:1237,

21. Campbell DI, Elia M, Lunn PG. Growth faltering in rural Gambian infants is associated with impaired small intestinal barrier function, leading to endotoxemia and systemic inflammation. J Nutr. 2003; 133:1332-8.

22. Macfarlane DE, Horner-Bryce J. Cryptosporidiosis in well-nourished and malnourished children. Acta Paediatr Scand. 1987;76:474-7.

23. Kelly P, Jack DL, Nacem A, Mandanda B, Pollok RC, Klein NJ, dkk. Mannose-binding lectin is a componen of innate mucosal defense against Cryptosporidium parvum in AIDS. Gastroenterology. 2000;119:1236-42.

24. Kirkpatrick BD, Huston CD, Wagner D, Noel F, Rouzier P, Pape JW, dkk. Serum mannose-binding lectin deficiency is associated with cryptosporidiasis in young Haitian children. Clin Infect Dis. 2006;43:289-94.

Page 88: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

74

Tata Laksana Optimal Diare Persisten untuk Mencegah Komplikasi Lanjut

25. Proulx F, Wagner E, Toledano B, Decaluwe H, Seidman EG, Rivard GE. Mannane-binding lectin in children with Escherichia coli O157:H7 haemorrhagic colitis and haemolitic uremic syndrome. Clin Exp Immunol. 2003;133:360-3.

26. Aggarwal R, Sentz J, Miller MA. Role of zinc administrationin prevention of childhood diarrhea and respiratory illness: a meta-analysis. Pediatrics. 2007;119:1120-30.

27. Nataro JP, Sears CL. Infectious causes of persistent diarrhea. Pediatr Infect Dis J. 2001;20:195-6.

28. Bhutta ZA, Ahmed T, Black RE, Cousens S, Dewey K, Giugliani E, dkk. What works? Interventions for maternal and child undernutrition and survival. Lancet. 2008;371:417-40.

29. Ahmed F, Ansaruzzaman M, Haque E, Rao MR, Clemens JD. Epidemiology of post shigellosis persistent diarrhea in young children. Pediatr Infect Dis J. 2001;20:525-30.

30. Abba K, Sinfield R, Hart CA, Garner P. Pathogens associated with persistent diarrhoea in children in low and middle income countries: systematic review. BMC Infect Dis. 2009;9:88. doi: 10.1186/1471-2334-9-88.

31. Ochoa TJ, Salazar-Lindo E, Clearly TG. Management of children with infection-associated persistent diarrhea. Sem Pediatr Infect Dis. 2004;15:229-36.

32. Dutta P, Mitra U, Dutta S, Manna B, Chatterjee MK, De A, dkk. Hypo-osmolar oral rehydration salt solution in dehydratingpersistent diarrhoea in children: double blind, randomized, controlled clinical trial. Acta Pediatr. 2000;89:411-6.

33. Sarker SA, Mahalanabis D, Alam NH, Sharmin S, Khan AM, Fuchs GJ. Reduced osmolarity oral rehydration solution for persistent diarrhea in infants: a randomized controlled clinical trial. J Pediatr. 2001;138:532-8.

34. Lei V, Fris H, Michaelsen KF. Spontaneously fermented millet product as a natural probiotic treatment for diarrhea in young children: an intervention study in Northen Ghana. Int J Food Microbiol. 2006;110:246-53.

35. Rabbani GH, Teka T, Saha SK, Zaman B, Majid N, Khatun M , et al. Green banana and pectin improve small intestinal permeability and reduce fluid loss in Bangladeshi children with persistent diarrhea. Dig Dis Sci. 2004;49:475-84.

36. Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing world. J Nutr. 2003;133:1485S-9S.

37. Fegundes-Neto U, Scaletsky IC. The gut at war: the consequences of enteropathogenic E. coli infection as a factor of diarrhea and malnutrition. Sao Paulo Med J. 2000;118:21-9.

38. Steiner TS, Lima AA, Nataro JP, Guerrant RL. Enteroaggregative E coli produce intestinal inflammation and growth impairment and cause interleukin-8 release from intestinal epithelial cells. J Infect Dis. 1998;177;88-96.

39. Bhatnagar S, Bhan MK, Singh KD, Shrivastav R. Prognostic factors in hospitalized children with persistent diarrhea: implications for diet therapy. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1996;23:151-8.

Page 89: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

75

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik

Damayanti Rusli Sjarif

Tujuan:1. Memahami proses penyerapan zat gizi pada saluran cerna2. Memahami pentingnya asuhan nutrisi pada gangguan gastrointestinal

kronik3. Memahami perhitungan kebutuhan kalori dan zat gizi

Makanan yang dikonsumsi akan mengalami 3 proses di dalam sistem saluran cerna, yaitu didorong (propulsi), dicerna (digesti), dan diabsorbsi (Gambar 1). Proses mendorong dimulai dari orofaring dengan gerakan menelan makanan kemudian gerakan peristaltik dari esofagus sampai ke usus besar.

Proses pencernaan melalui 2 mekanisme, yaitu mekanik dan kimiawi. Pencernaan mekanik bertujuan memecah makanan menjadi unit yang lebih kecil dengan cara mengunyah di mulut, mencampur di lambung, dan segmentasi di usus halus. Pencernaan kimiawi bertujuan memecah zat gizi yaitu karbohidrat, protein, dan lemak, menggunakan enzim yang diproduksi oleh kelenjar ludah, sel lambung, hati, pancreas, dan sel usus halus, menjadi zat gizi tunggal yang siap diserap. (Gambar 2)

Gambar 1. Proses dan regulasi sistem gastrointes nal. Diunduh dari h p://cnx.org/content/m46502/latest/2405_Diges ve_Process.jpg

Page 90: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

76

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik

Gambar 2. Proses pencernaan kimiawi makronutrien di saluran cerna. Diunduh dari h p://3.bp.blogspot.com/_hhUdKwzDmA4/TGVtcGZvYnI/Ang/exQ7a8DqsfU/s1600/enzyma cdiges on.jpg

Proses selanjutnya adalah mengabsorbsi hasil pencernaan ke dalam sel usus; pada monosakarida dan asam amino terjadi secara aktif, sedangkan kilomikron diabsorbsi dengan cara eksositosis (Gambar 3). Penyerapan zat gizi sebagian besar terjadi di usus halus. Usus halus terbentuk lengkap pada usia gestasi 20 minggu, sebagian besar pertumbuhan terjadi pada trimester ketiga. Sebelum usia gestasi 27 minggu , panjang usus halus rata-rata adalah 115 cm, yang bertambah sampai 250 cm dengan diameter 1,5 cm setelah usia gestasi 35 minggu. Sebagai pembanding panjang usus halus dewasa adalah 600 sampai 800 cm dengan diameter 4 cm. Luas permukaan mukosa usus halus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, pada bayi 950 cm2 sedangkan dewasa mencapai 7500 cm2. Hal ini perlu diperhatikan dalam mempertimbangkan kemampuan penyerapan zat gizi pada pelbagai tahapan usia anak.

Prinsip dasar pada gangguan gastrointestinal kronik yang berkaitan dengan pemberian makan adalah adanya gangguan penyerapan makanan yang dikenal sebagai sindrom malabsorbsi. Sindrom malabsorbsi meliputi beberapa gambaran klinis yang menyebabkan diare kronik, distensi abdomen dan gagal tumbuh (Tabel 1.). Malabsorbsi secara klinis dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, baik bawaan maupun didapat, yang memengaruhi satu atau lebih tahapan hidrolisis intestinal dan transpor zat gizi selanjutnya.

Page 91: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

77

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Gambar 3. Tempat penyerapan zat gizi pada sistem saluran cerna. Diunduh dari h p://www.eff ortlessea ng.com/2013/04/intes nal-absorp on-map-how-your-intes-

nes-absorb-nutrients/

Beberapa data tambahan diperlukan untuk menegakkan diagnosis malabsorbsi, yaitu: Riwayat operasi saluran cerna sebelumnya

– Gastrektomi parsial atau total – Reseksi usus halus (jejunum, ileum, seberapa panjang reseksinya,

ileocecal) – Reseksi pankreas parsial atau total

Riwayat pankreatitis kronis Riwayat kolestasis kronik Riwayat terapi radiasi Riwayat penyakit keluarga : penyakit seliak, penyakit Crohn, mucoviscidosis

atau cystic fibrosis, defisiensi disakaridase (lactase)

Oleh sebab itu penting menelusuri riwayat keluarga secara teliti. Pemeriksaan klinis akan memperlihatkan gejala-gejala yang tercantum dalam Tabel 1, meskipun tidak satupun temuan tersebut spesifik untuk malabsorbsi.

Page 92: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

78

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik

Beberapa pemeriksaan laboratorium rutin dapat mempertajam diagnosis, misalnya anemia (mikrositik atau makrositik, penurunan kadar besi, ferritin, kalsium, magnesium, protein total, albumin, kolesterol serum, dan masa protrombin. Jika anamnesis, pemeriksaan klinis atau profil laboratorium rutin meningkatkan kecurigaan kemungkinan malabsorbsi, maka diperlukan pemeriksaan tinja lengkap, gross steatore dapat dikenali secara makroskopis, selain itu volume tinja dan adanya parasit dapat dideteksi.

Prinsip dasar tata laksana malabsorbsi adalah memperbaiki defisiensi zat gizi, dan jika memungkinkan tata laksana penyakit yang mendasarinya.

Prinsip asuhan nutrisi pediatrik pada gangguan gastrointestinal kronikAsuhan nutrisi pediatrik terdiri dari lima tahapan berurutan yang bertujuan mengidentifikasi dan menata laksana nutrisi seorang anak secara spesifik dan komprehensif, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Suatu penyakit

Tabel 1. Gejala klinis, profi l laboratorium rutin serta perkiraan zat gizi yang malabsorbsi. Diunduh dari http://www.worldgastroenterology.org/ assets/ downloads/ en/pdf/ guidelines/13_malabsorption_en.pdf

Ga mbaran klinis Temuan laboratoris Gizi yang malabsorbsiDiare Berat tinja , kalium serum Air, elektrolitSteatore Lemak di tinja , kolesterol serum Kadar lemak dalam diet, asam

empeduWeight faltering Lemak di tinja , kimotripsin atau

elastase tinja , uji xylose Lemak, karbohidrat, protein

Anemia Zat besi serum , hitung sel darah merah hipokrom, mikrositik

Zat besi

Anemia pernisiosa dan glositis Hitung sel darah merah hiperkrom,megaloblastik,uji Schiling abnormal

Vitamin B12, asam folat

Nyeri di tungkai dan tulang, fraktur tulang patologia dan tanda Chvostek (+)

Osteoporosis, osteomalaciakalsium , alkali fosfatase Rontgen foto

Kalium, magnesium, kalsium, vitakmin D,protein, asam amino

Tanda perdarahan, mudah memar,petekie

Masa protrombin Vitamin K, vitamin C

Edema (kehilangan protein melalui saluran cerna)

Total protein , albumin serum , fecal a1-antitrypsin-clearance

Protein

Distensi abdomen , gas Rontgen foto atau USG abdomenGlucose H2-breath-test

Karbohidrat

Intoleransi laktosa Lactose-H2-breath-test Lactase mukosa intestinal

Laktosa

Neuropati perifer Fungsi neurologis B1, B6, B12Hiperkeratosis, parakeratosis, akrodermatitis

Kadar retinol dan seng serum Vitamin A dan seng

Rabun senja Retinol serum Vitamin A

Page 93: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

79

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

yang mempengaruhi fungsi gastrointestinal secara kronik dapat berdampak pada pertumbuhan anak, jika tidak diantisipasi dengan jenis makanan yang sesuai. Dukungan nutrisi berupa menggantikan defisit kalori, protein, dan mikronutrien akibat malabsorbsi, misalnya kalsium, magnesium, besi, vitamin. Asam lemak rantai menengah (MCT) sebagai sumber lemak karena penyerapannya tidak melalui pembentukan micelle dan jalur transpornya melalui vena porta ,bukan limfatik. Pada penyakit intestinal berat, misalnya reseksi usus masif dan enteritis regional ekstensif, diperlukan nutrisi parenteral. Pengobatan juga dapat dalam bentuk diet khusus, misalnya diet bebas gluten pada penyakit seliak, diet bebas laktosa pada intoleransi laktosa. Suplementasi enzim protease dan lipase sebagiai terapi insufisiensi asam empedu

AssessmentKecurigaan adanya gangguan gastrointestinal kronik dapat diawali dengan gejala diare kronik, distensi abdomen, dan gagal tumbuh, atau gizi kurang sampai gizi buruk. Kemungkinan defisiensi zat gizi dapat diperkirakan berdasarkan gejala klinis dan profil laboratorium rutin (Tabel 1). Penentuan status gizi dilakukan dengan berat badan, yang diperhitungkan dalam menentukan status gizi adalah berat badan dalam keadaan hidrasi. Jika anak berusia 5 tahun ke bawah maka berat badan dan panjang badan diletakkan pada grafik WHO 2006 kemudian diklasifikasikan berdasakan Z score. Klasifikasi berat badan kurang menunjukkan adanya weight faltering atau gagal tumbuh, sedangkan klasifikasi wasted dan severely wasted menunjukkan gizi kurang dan gizi buruk secara berurutan. Pada anak berusia di atas 5 tahun menggunakan grafik CDC 2000 dan klasifikasi status gizi berdasarkan Waterlow.

Menghitung kebutuhan kalori dan zat giziCara menghitung kebutuhan kalori yang paling akurat adalah menggunakan kalorimeter indirek, tetapi sayangnya sampai saat ini belum tersedia di Indonesia, terutama yang untuk pediatrik. Beberapa perhitungan dengan menggunakan rumus BB (berat badan), PB (panjang badan), usia dan jenis kelamin merupakan ekstrapolasi dari dewasa sehingga tidak dianjurkan. Oleh sebab itu perhitungan menggunakan rumus pada keadaan kritis serta RDA pada keadaan non kritis dapat digunakan. Selain menghitung kebutuhan makro dan mikronutrien, jangan lupa memperhitungkan jumlah cairan yang dikonsumsi dengan rumus Holiday segar dan diperhitungkan dengan berat aktual.

Page 94: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

80

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik

Pemilihan jalur makanan oral, enteral, parenteralPemilihan jalur pemberian makan tergantung atas akseptabilitas serta fungsi gastrointestinal. Sebagai contoh adalah pada short bowel syndrome, penentuan jalur nutrisi yang digunakan tergantung dari panjangnya reseksi usus (Gambar 4).

Page 95: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

81

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Gambar 4. Pemilihan jalur pemberian makan pasca reseksi usus.BMJ Group Limited Publishing. Short Bowel Syndrome. BMJ Best Prac ces. Last updated: Jan 07, 2014

Cara pemberian makan juga dapat secara bolus (fisiologis) dan kontinyu. Tabel 2. di bawah merupakan panduan kecepatan pemberian formula enteral.

Tabel 2. Panduan dosis berdasarkan cara pemberian makan enteral. Diunduh dari http://www.naspghan.org/user-assets/Documents/EnteralNutritionSlideDeck PDFCOMPLETE-v12Oct2012.pdf

Page 96: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

82

Asuhan Nutrisi Pediatrik pada Gangguan Gastrointestinal Kronik

Pemilihan jenis makananJenis makanan ditetapkan berdasarkan kecurigaan zat gizi yang mengalami malabsorbsi.Jika pasien mengalami intoleransi karbohidrat maka hindari konsumsi semua jenis karbohidrat sampai diare teratasi, kemudian diperkenalkan kembali fruktosa secara bertahap sebagai satu-satunya sumber karbohidrat enteral. Pada bayi, gunakan formula berbasis glukosa polimer misalnya Pregestimil. Pada intoleransi karbohidrat berat gunakan formula bebas karbohidrat, contoh MJ 3232A dengan pasokan dekstrosa parenteral. Intoleransi lemak dapat disubstitusi dengan MCT (asam lemak rantai menengah), perhatikan asupan asam lemak esensial yaitu asam linonenat dan asam linoleat, jika perlu melalui jalur parenteral. Intoleransi protein yang sering ditemukan adalah alergi susu sapi. Tata laksananya menggunakan formula berbasis protein hidrolisat ekstensif atau asam amino bebas

MonitoringPemantauan meliputi akseptabilitas, toleransi serta efisiensi. Jenis formula semi elemental/elemental yang mengandung peptida atau asam amino bebas umumnya mempunyai bau serta rasa yang tidak enak. Jika akseptabilitas per oral buruk maka dapat dipertimbangkan pemberian enteral. Toleransinya dilihat dari ada-tidaknya reaksi simpang makanan, sedangkan efisiensi dinilai dengan menggunakan grafik pertumbuhan berat badan.

Simpulan1. Prinsip dasar tata laksana nutrisi pada penyakit gastrointestinal kronik

adalah mengatasi malabsorbsi dan jika memungkinkan terapi penyakit yang mendasari

2. Untuk dapat menata laksana malabsorbsi, setiap dokter spesialis anak harus mempelajari pelbagai food for special medical purposes atau Pangan Medis Khusus, mulai dari indikasi pemberian, cara pemberian, reaksi simpang yang mungkin terjadi, serta cara pemberiannya.

Daftar Bacaan1. Raithel M, Weidenhiller M, Hagel AFK, et al.The malabsorption of commonly

occurring Mono and disaccharides:levels of Investigation and differential diagnoses. Dtsch Arztebl Int. 2013; 110: 775–82.

2. Vanderhoof JA, Langnas AN. Short-bowel syndrome in children and adults. Gastroenterology. 1997 ;113:1767-78.

Page 97: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

83

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

3. Sinden AA, Sutphen J. Nutritional management of pediatric short bowel syndrome. Practical Gastroenterology. 2003:12

4. Guandalini S, Pediatric malabsorbtion syndrome. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/931041-overview

5. Jones BJM.Enteral feeding:technique of administration. Gut. 1986; 27:47-50.6. Sharda LS. Enteral nutrition in Samour, King 4th Eds. Pediatric Nutrition. 2012.h.

399-4217. NASPGHAN and NASPGHAN Foundation, Pediatric enteral nutrition: A

comprehensive reviews. Diunduh dari http://www.naspghan.org/user-assets/Documents/EnteralNutritionSlideDeckPDFCOMPLETE-.pdf

8. World Gastroenterology Organization Practice Guidelines: Malabsorption.Diunduh dari http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/ 13_malabsorption_en.pdf

Page 98: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

84

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

Darmawan B Setyanto

Tujuan1. Mengetahui fi siologi respirasi2. Mengetahui penyakit-penyakit disfungsi otot3. Memahami patofi siologi masalah respiratori4. Mengetahui bagaimana menilai masalah respiratori5. Mengetahui bagaimana melakukan rawatan respiratori

Pendahuluan Peran penting sistem muskulo-skeletal dalam aktivitas sehari-hari tidak diragukan lagi. Bila sistem ini terganggu maka dampaknya sangat nyata yaitu kita tidak dapat melakukan segala aktivitas motorik kita. Gangguan paling nyata mulai dari mobilitas hingga berbagai kegiatan yang membutuhkan gerakan motorik kasar maupun halus. Bagi banyak orang bila ada gangguan sistem ini, yang pertama terlintas adalah masalah mobilitas dan gangguan gerakan ekstremitas. Padahal ada satu sistem organ yang sangat ikut terdampak yaitu sistem respiratori. Untuk berfungsi optimal, sistem respiratori memerlukan kemampuan otot yang optimal pula untuk menjalankan fungsi pompa respiratori.

Berbagai penyakit atau kelainan dalam sistem neurologis dapat memengaruhi fungsi sistem muskulo-skeletal, yang pada gilirannya akan memengaruhi fungsi sistem respiratori. Masalah respiratori pada pasien dengan penyakit / kelainan / gangguan neurologis yang berdampak terhadap fungsi otot banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari. Banyak faktor yang berperan dan saling berinteraksi kompleks yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah respiratori pada pasien disfungsi otot akibat kelainan neurologis.1

Penyakit / gangguan neuromuskular ini merupakan keadaan medis kronik seumur hidup sehingga tatakelolanya merupakan aktivitas jangka panjang. Walaupun banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari, namun masalah tersebut belum mendapat perhatian yang memadai, baik di tingkat internasional apalagi di Indonesia. Laporan dari beberapa lembaga di Amerika

Page 99: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

85

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

menyebutkan sekitar ¾ mortalitas pasien dengan disfungsi neuromuskular diakibatkan oleh pneumonia.2 Suatu survey komunitas di Inggris menemukan sekitar ½ mortalitas karena masalah respiratori.3 Tidak banyak pustaka yang membahas dan hanya sedikit pedoman tatakelolanya. Topik ini diangkat untuk meningkatkan perhatian para pihak terkait terhadap masalah cukup besar yang masih terabaikan.

Fisiologi respirasiRespirasi yaitu proses pemindahan oksigen dari lingkungan ke dalam organisme, dan kemudian pemanfaatannya untuk metabolisme sel, merupakan orkestra kompleks yang melibatkan banyak sistem organ. Sistem respiratori merupakan sitem organ yang dianggap paling berperan dalam proses respirasi tersebut. Sebenarnya sistem respiratori menyandang nama yang lebih besar daripada fungsi yang diperankannya. Sistem respiratori hanya berperan dalam setengah atau kurang dalam proses respirasi secara keseluruhan, yaitu hanya menjalankan peran ventilasi. Sedangkan separuh peran lainnya dilaksanakan oleh sistem kardiovaskular dengan fungsi sirkulasinya yang merupakan mitra erat fungsi ventilasi. Tentu masih banyak sistem organ lain yang juga berperan dalam proses respirasi. Ventilasi adalah sejumlah volume udara yang mengalir masuk dan keluar sistem respiratori. Terlihat bahwa ventilasi terdiri dari dua unsur yaitu yaitu volume dan aliran udara. Gangguan pada salah satu atau kedua aspek akan menyebabkan gangguan ventilasi.4

Dalam menjalankan fungsi ventilasi, sistem respiratori sangat bergantung kepada sistem organ lain yang sangat vital yaitu sistem neuromuskular. Sistem respiratori hanya dapat berfungsi baik bila ada pompa respiratori yang mengggerakkan dinding toraks yaitu otot respiratori yang berfungsi baik pula. Tanpa otot respiratori ini, ventilasi tidak akan berlangsung. Gangguan fungsi otot respiratori akan menyebabkan gangguan ventilasi. Dengan demikian pasien dengan penyakit / kelainan / gangguan neurologis yang berdampak terhadap fungsi otot akan mengalami gangguan ventilasi kronik berupa hipoventilasi.4

Secara anatomi, otot yang terlibat dalam fungsi sistem respiratori terdiri dari: Diafragma sebagai otot inspirasi utama Otot dinding toraks yang sebagian berperan sebagai otot inspiratori dan

sebagian sebagai otot ekspiratori Otot dinding abdomen, otot inspiratori dan otot ekspiratori Otot saluran respiratori atas: otot mulut, uvula & palatum, lidah, serta

otot laring yang berperan dalam proses bicara dan menelan, serta menjaga patensi saluran respiratori atas

Page 100: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

86

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

Otot penegak tubuh (erector trunci) yaitu otot-otot yang mempertahankan agar tubuh tetap dalam posisi tegak (proper body alignment) juga berpengaruh terhadap berlangsungnya ventilasi yang adekuat. Malposisi badan akan mengganggu pengembangan toraks dan otot respiratori tidak dapat bekerja optimal.

Fungsi otot respiratori dapat dibagi menjadi: Ventilasi, kerjasama beraturan dan berganti antara otot inspiratori dan

otot ekspiratori. Untuk fungsi ventilasi yang normal otot inspiratori yang berperan utama

Prevensi, mencegah terjadinya aspirasi dengan melakukan orkestra kompleks proses menelan dan bernapas

Proteksi, menjaga agar saluran respiratori tetap intak melalui batuk sebagai salah satu mekanisme utama bersihan respiratori (airway clearance).

Penyakit disfungsi ototPenyakit neuro-muskular adalah penyakit terkait kelainan neurologis yang berdampak terhadap gangguan fungsi otot. Dampak yang paling nyata, terasakan oleh pasien dan teramati oleh orang lain adalah gangguan pada otot ekstremitas. Jika terjadi pada fase awal kehidupan akan terlihat sebagai gangguan perkembangan motorik. Penyakit neuro-muskular didasari kelainan primer pada sistem neurologis mulai dari otak, upper-motor neuron, lower motor neuron, saraf perifer hingga kelainan pada ototnya sendiri. Selain berbagai penyakit neuro-muskular, ada gangguan medis lain yang juga berdampak pada gangguan neurologis dan selanjutnya akan terjadi disfungsi otot seperti cerebral palsy (CP) dan sindrom Down (DS).

Penyakit disfungsi neuromuskular dalam pengertian sempit seperti Myasthenia gravis (MG) dan Guillan-Barre syndrome (GBS) sendiri insidensnya tidak tinggi. Insidens Myasthenia gravis di Amerika diperkirakan 2 di antara 1.000.000 penduduk,5 sedangkan GBS sekitar 2 di antara 100.000 penduduk.6

Namun kasus CP dan DS yang juga berpotensi mengalami disfungsi otot, banyak kita jumpai sehari-hari. Insidens CP di negara berkembang sekitar 3 dari 1.000 kelahiran hidup,7 sedangkan DS insidensnya 1 di antara 800 kelahiran hidup.8 Sindrom Down tidak dipengaruhi perbedaan ras, sehingga insidensnya lebih kurang sama. Dengan makin baiknya pelayanan neonatologi maka bayi prematur dan neonatus bermasalah lainnya harapan hidupnya akan meningkat. Dengan demikian akan makin banyak ditemui bayi dan anak dengan masalah neurologis yang berdampak pada disfungsi otot.

Page 101: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

87

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Makin muda umur pasien saat mengalami disfungsi otot respiratori, makin besar potensi terjadinya masalah respiratori berupa sumbatan mukus dan atelektasis. Beberapa keadaan fisiologis yang mempermudah terjadinya hal itu dapat dilihat pada daftar berikut.9

Ukuran saluran respiratori kecil Distribusi resistensi intratoraks Compliance saluran respiratori lebih tinggi Ventilasi kolateral tidak efektif Tekanan elastic recoil lebih rendah Compliance dinding toraks lebih tinggi

Kelainan neuromuskular bisa melibatkan upper maupun lower motor neuron, mulai dari gangguan pusat napas di batang otak hingga gangguan serat ototnya. Apapun dasar kelainannya, hasil akhirnya berupa hipoventilasi akibat gangguan pada komponen volume. Kelemahan otot menyebabkan gerakan inspirasi berkurang, pasien bernapas dangkal dengan volume tidal yang kecil.

Sindrom hipoventilasi merupakan suatu gangguan respiratori berupa ventilasi yang tidak adekuat akibat berbagai penyakit / kelainan baik di sistem respiratori maupun di luar sistem respiratori. Gangguan aliran (flow) yang dapat menyebabkan hipoventilasi misalnya craniofacial malformation, obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), bronchopulmonary dysplasia . Gangguan volume yang dapat menyebabkan hipoventilasi antara lain congenital central hypoventilation syndrome, deformitas dinding toraks, obesitas, dan salah satu yang utama adalah disfungsi otot akibat penyakit / gangguan neurologis. Derajat hipoventilasi yang terjadi sesuai dengan derajat disfungsi neuromuskularnya.

Selain hipoventilasi, disfungsi otot respiratori juga akan menimbulkan beberapa masalah medis yang terkait dengan respirasi. Sistem neuromuskular juga berperan dalam beberapa fungsi lain yang terkait dengan sistem respiratori yaitu dalam proses bicara, koordinasi menelan, dan batuk. Berbagai gangguan pada berbagai mekanisme tadi secara kompleks dan saling terkait akan menyebabkan masalah respiratori.

Patofi siologi masalah respiratoriPasien dengan disfungsi otot berpotensi mengalami morbiditas dan mortalitas di sistem respiratori. Morbiditas berupa infeksi respiratori berulang dan mortalitas karena gagal napas. Infeksi respiratori berulang terjadi karena aspirasi berulang ditunjang dengan bersihan respiratori dan refleks batuk yang tidak adekuat. Gagal napas terjadi karena patologi di parenkim paru yang mengarah ke gagal napas tipe 1 (hipoksia) dan karena disfungsi pompa respiratori (hipoventilasi) yang mengarah ke gagal napas tipe 2 (hiperkarbia).10 Patologi parenkim

Page 102: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

88

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

paru terjadi karena aspirasinya sendiri dan karena infeksi paru berulang. Hipoventilasi terjadi karena obstruksi respiratori atas (OSAS), disfungsi otot inspiratori, deformitas toraks, dan malposisi tubuh (improper body alignment).

Setidaknya ada lima patofisiologi masalah respiratori akibat disfungsi otot. Masalah respiratori atas Hipoventilasi Gangguan bersihan respiratori Infeksi respiratori bawah berulang Deformitas toraks dan malposisi badan

Masalah resiratori atas terjadi melalui beberapa mekanisme. Disfungsi otot wajah, lidah, orofaring dan laring akan mengganggu proses menelan sehingga terjadi kesulitan makan pada pasein. Menelan merupakan proses yang kompleks melibatkan rangkaian jurus yang diperankan oleh banyak otot. Otot wajah, masetter, otot lidah, dan otot dinding faring laring melakukan orkestra gerakan menelan, yang bergantian dengan gerakan bernapas. Disfungsi berbagai otot menelan akan berakibat gangguan dalam proses menelan sehingga mudah terjadi aspirasi berulang. Salah satu fungsi otot respiratori atas adalah proteksi sehingga bila terganggu akan mudah terjadi aspirasi trakeobronkial. Disfungsi otot lidah dan otot retrofaring akan menyebabkan obstruksi parsial respiratori atas yang terutama terjadi pada saat pasien tidur, sehingga terjadi obstructive sleep apnea syndrome (OSAS).

Disfungsi otot inspiratori berdampak kurangnya ventilasi (sindrom hipoventilasi) yang kemudian memicu timbulnya mikroatelektasis, ventilation-perfusion mismatch sehingga terjadi hipoksemia. Selain karena kurangnya kekuatan pompa respiratori, hipoventilasi diperparah karena adanya obstruksi respiratori atas. Untuk mengatasinya, laju napas dan usaha napas akan meningkat. Pada otot yang lemah, usaha ini akan mengarah kepada kelelahan otot dan gagal napas. Gagal napas ini dapat terjadi tanpa peringatan dan sering terjadi pada malam hari saat pasien tidur.

Disfungsi otot ekspiratori akan menyebabkan batuk tidak adekuat untuk membersihkan respiratori bawah sehingga terjadi atelektasis. Secara klinis, pasien sering mengalami napas berisik (noisy breathing) karena sekresi yang tertinggal di dalam saluran respiratori. Napas berisik ini meliputi mendengkur saat tidur, stridor, dan napas terdengar grok-grok (gurgling, chesty sound).

Aspirasi seharusnya diatasi dengan batuk yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan respiratori. Batuk yang optimal memerlukan kerjasama 3 otot respiratori. Otot inspiratori diperlukan untuk tarikan napas dalam mengisi rongga toraks dengan udara yang cukup. Otot respiratori atas diperlukan untuk membantu penutupan glotis. Terakhir diperlukan otot

Page 103: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

89

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

ekspiratori yang cukup kuat untuk memompa mendadak dan kuat udara yang ada dalam rongga toraks. Akibat disfungsi otot respiratori, batuk mejadi tidak adekuat.9 Orkestra bersihan respiratory (airway clearance) tidak dapat berlangsung dengan baik bila pasien tidak dapat melakukan batuk yang optimal. Sekresi tetap tersisa di saluran respiratori yang kemudian terus merangsang reseptor batuk. Akhirnya pasien akan mengalami batuk kronik berulang.

Komplikasi selanjutnya adalah peningkatan risiko terjadinya infeksi respiratori berulang berupa pneumonia aspirasi. Penumpukan sekresi respiratori mempermudah terjadinya infeksi respiratori bawah. Risiko infeksi respiratori meningkat karena aspirasi berulang. Pasien dengan disfungsi neuro-muskular juga biasanya mengalami malnutrisi berat yang tentunya disertai gangguan imunitas tubuh. Berbagai keadaan tadi menyumbang terjadinya infeksi respiratori berulang.11

Masalah terminal pada pasien adalah terjadinya gagal napas, yang prosesnya berlangsung secara pelahan sehingga seringkali tidak terdeteksi dengan cepat. Urutan kejadian diawali dengan disfungsi otot ekspiratori yang menyebabkan terganggunya batuk dan bersihan respiratori. Pasien menjadi rentan untuk mengalami atelektasis dan infeksi respiratori bawah. Disfungsi otot inspiratori pada mulanya menyebabkan hipoventilasi yang bergejala sebagai gangguan tidur berupa kerap terbangun dan tidur terfragmentasi. Hipoventilasi berkelanjutan akan menyebabkan hiperkapnia yang kemudian juga terjadi pada siang hari dan dapat mengarah ke gagal napas. Progresivitas keadaan ini dapat dikurangi dengan pemakaian alat bantu napas dan alat bantu bersihan respiratori. Namun sebaliknya dapat dipacu dengan infeksi respiratori berulang.9

Pada pasien dengan disfungsi neuro-muskular, selain kelemahan otot, dapat terjadi distribusi kekuatan tonus otot yang tidak seimbang antara dua bagian berpasangan, kanan dan kiri, depan dan belakang. Bila keadaan imbalans berlangsung lama tanpa intervensi, maka dapat terjadi posisi badan yang tidak tepat (improper body alignment) dan bila berlanjut akan terjadi skoliosis. Akibatnya secara pelahan pasien mengalami deformitas toraks. Deformitas ini akan mengurangi volume rongga toraks dan akan mengganggu kerja otot respiratori yang memang lemah. Keadaan ini tentu akan makin memperparah masalah respiratori pasien. Apalagi pada pasien disfungsi neuro-muskular ini juga sering mengalami gastro-esophageal reflux disease (GERD).1

Posisi tubuh yang tegak lurus diperlukan untuk koordinasi gerakan menelan dan bernapas. Posisi badan yang benar (proper body alignment) ini terkait dengan stabilitas posisi kepala, badan, dan pelvis. Posisi yang benar selama proses menelan-bernapas ini akan mengurangi risiko aspirasi. Pasien dengan disfungsi neuromuskular mempunyai tonus otot dan refleks yang abnormal yang akan mengganggu proses menelan. Pasien dengan CP

Page 104: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

90

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

mengalami hiperekstensi kepala dan leher karena peningkatan tonus otot. Hal ini juga akan menyebabkan retraksi lidah, penurunan mandibula, gangguan pasase udara dan predisposisi terjadinya aspirasi.12

Pasien disfungsi neuro-muskular umumnya mengalami gagal tumbuh dan malnutrisi mulai dari yang ringan hingga berat sesuai dengan derajat disfungsi ototnya. Malnutrisi terjadi melalui beberapa jalur. Seperti disebutkan di depan pasien mengalami kesulitan makan karena gangguan menelan sehingga asupan makan menjadi kurang. Pasien mengalami hipoventilasi sehingga terjadi ventilation-perfusion mismatch, dan pasien mengalami hipoksia. Sebagai kompensasi hal itu, tubuh pasien berusaha meningkatkan usaha napas yang memerlukan penggunaan energi ekstra. Muara dari berbagai keadaan tadi pasien mengalami gagal tumbuh dan malnutrisi.

Melalui berbagai patofisiologi di atas, pasien dengan disfungsi neuro-muskular dapat menunjukkan simtomatologi sebagai berikut: Napas cepat dangkal Napas berisik: mendengkur, stridor, gurgling Batuk kronik berulang Posisi tubuh abnormal Skoliosis Deformitas toraks Aspirasi berulang Infeksi respiratori berulang Gagal tumbuh, malnutrisi Episode apnu berulang Gagal napas

Penilaian masalah respiratoriSetiap anak dengan masalah disfungsi neuro-muskular berhak mendapatkan layanan individual sesuai dengan keadaan yang dialaminya. Penilaian dilakukan terhadap berbagai simtomatologi yang ada dan berbagai keadaan yang ikut berperan dalam perjalanan penyakit. Perawatan respiratori pada pasien dengan disfungsi neuromuskular memerlukan pendekatan terpadu lintas disiplin.1

Langkah pertama adalah menilai keadaan awal sebagai data dasar, dan pemantuan berkala perlu dilakukan untuk mendeteksi dini terjadinya gagal napas, karena dalam perjalanan alamiahnya gejala timbul dengan pelahan, atau kadang asimtomatik. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan pada pasien yang mampu laksana. Fisiologi paru juga dapat dipantau dengan pemeriksaan pulse oximetry. Jika perlu dilakukan pemantauan sepanjang malam. Kekuatan batuk dinilai dengan menggunakan peak flow meter yang digunakan untuk mengukur

Page 105: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

91

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

deras aliran udara pada saat pasien batuk. OSAS sering dijumpai pada pasien dengan penyakit neuromuskular sehingga perlu pemeriksaan polisomnografi bila secara klinis ada kecurigaan. Evaluasi adanya aspirasi orofaring, penyakit refluks gastroesofagus dan asma. Pemeriksaan penunjang tahunan meliputi darah tepi lengkap, analisis gas darah, dan foto toraks.13

Masalah nutrisi merupakan aspek penting dalam tatakelola jangka panjang pasien dengan disfungsi neuromuskular. Keterlibatan ahli nutrisi secara berkala dalam tim dapat memfasilitasi pemeliharaan berat badan yang ideal. Baik obesitas maupun malnutrisi dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan respiratori. Kemampuan menelan harus dievaluasi melalui anamnesis teliti, dan secara klinis diobservasi kemampuan menelan pasien. Jika nutrisi adekuat tidak dapat dicapai dengan pemberian makan oral, maka dapat dianjurkan pemasangan pipa nasogastrik, atau bila perlu pipa gastrotomi.13

Rawatan respiratoriRawatan respiratori dilakukan sesuai dengan patofisiologi yang terjadi yang meliputi: Deformitas toraks dan malposisi badan diatasi dengan kendali postural Masalah respiratori atas dan hipoventilasi diatasi dengan pelatihan otot

respiratori dan jika perlu digunakan alat bantu napas non-invasif. Gangguan bersihan respiratori diatasi dengan latihan fisioterapi dan dapat

dibantu dengan alat. Infeksi respiratori bawah berulang akan berkurang jika tatalaksana di atas

sudah dijalankan dengan baik. Pencegahan infeksi respiratori dengan imunisasi lebih diperlukan pada pasien disfungsi neuromuskular

Bila pasien datang cukup dini, deformitas dinding toraks dapat dicegah. Tindakan awal adalah dengan melatih kendali postural (postural control) yaitu melatih pasien agar posisi tubuh lurus dan tegak. Posisi tubuh yang benar akan mengembalikan keseimbangan otot dan pengendalian posisi yang lebih baik. Kendali postural juga akan membuat kerja otot respiratori lebih baik dan compliance paru juga lebih baik. Pasien juga perlu dibuatkan tempat duduk khusus untuk mempertahankan badan dalam posisi yang benar (proper body alignment). Latihan dan penyediaan alat ini dapat diberikan oleh tim rehabilitasi medis. Bila pasien datang sudah dalam keadaan skoliosis, kemungkinan perlu dilakukan tindakan bedah ortopedi.

Program latihan otot dapat dibagi menjadi latihan umum (systemic exercise) dan latihan khusus otot respiratori (localized training of respiratory muscles). Latihan otot perlu dilakukan untuk seluruh otot tubuh untuk menjaga kebugaran dan juga untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar . Secara

Page 106: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

92

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

khusus otot respiratori perlu dikuatkan dengan latihan teratur, misalnya dengan menggunakan alat incentive spirometry. Program rehabilitasi respiratori difokuskan pada hal-hal berikut:14

Peningkatan ketahanan ventilatori Penguatan kekuatan otot respiratori Pengurangan kelelahan otot respiratori Perbaikan fungsi kardiopulmonar Peningkatan motivasi pasien

Bersihan respiratori yang efektif merupakan kebutuhan kritis pasien disfungsi neuro-muskular untuk mencegah atelektasis dan pneumonia. Bersihan respiratori yang tidak efektif dapat mempercepat terjadinya gagal napas dan kematian. Penurunan kemampuan bersihan respiratori akan membaik bila kendali postural dan latihan otot respiratori dilakukan dengan teratur. Intervensi dini untuk memperbaiki bersihan respiratori dapat mencegah perawatan di rumah sakit dan mengurangi insidens pneumonia.15

Kemampuan batuk pasien perlu ditingkatkan dengan latihan menghirup udara dalam (insufflation) dan meniup kuat (air stacking). Selain itu, untuk membantu bersihan respiratori dilakukan beberapa tindakan seperti breath stacking, topangan batuk (cough assist) secara manual atau dengan bantuan alat.13 Pasien dan keluarga perlu dilatih teknik bernapas dan batuk yang efektif menggunakan kekuatan otot yang ada. Penggunaan alat topangan batuk berupa mechanical in-exsufflator pada anak sebagian besar (90%) aman, ditoleransi dengan baik dan efektif untuk mengurangi komplikasi respiratori.16

Peningkatan bersihan mukosilier dapat dilakukan dengan nebulisasi secara teratur sesuai kebutuhan.

Pasien dan keluarga diajarkan gejala awal hipoventilasi dan OSAS sehingga mereka dapat mengenali dini. Bila pasien mengalami hipoventilasi yang cukup berat atau OSAS maka perlu bantuan napas menggunakan alat bantu napas yang non-invasif (non-invasive ventilation) terutama pada malam hari saat pasien tidur. Alat bantu napas non-invasif yang dapat digunakan seerti continous positive airway pressure (C-PAP) atau bi-level positive airway pressure (B-PAP). Alat ini memberi tekanan ke saluran respiratori sehingga mengatasi obstruksi saluran respiratori.

Non-invasive positive-pressure ventilation (NIPPV) memperbaiki oksigenisasi, ventilasi alveolar, dan kerja napas. Aliran udara yang dihasilkan oleh NIPVV akan mengatasi obstruksi respiratori atas. Peningkatan tekanan saluran respiratori atas akan menurunkan resistansi jalan napas. NIPVV juga akan membuka alveoli yang kolaps (lung recruitment).17,18 Jika derajat hipoventilasi bertambah berat mungkin memerlukan alat ventilasi invasif yang dapat dipakai di rumah (home ventilator). Pada pasien yang menjalani

Page 107: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

93

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

protokol bantuan napas non-invasif dan topangan batuk dengan bantuan alat, mengalami penurunan angka kejadian rawatan di rumah sakit dan penurunan lama hari perawatan.19

Dampak topangan ventilasi terhadap perjalanan alamiah berbagai penyakit disfungsi neuromuskular makin jelas dalam 2 dekade terakhir sejak makin luasnya penggunaan berbagai alat tersebut di negara maju. Penggunaan ventilasi non-invasif pada pasien disfungsi neuromuskular yang non-progresif untuk menjalani hidup mendekati harapan hidup normal, memperpanjang harapan hidup pada pasien dengan disfungsi progresif, atau memperbaiki kualitas hidup pasien. Kombinasi NIV dan teknik topangan batuk mengurangi morbiditas respiratori dan mengurangi rawatan rumah sakit. Waktu paling tepat untuk memulai penggunaan alat bantu napas adalah bila gejala gangguan tidur mulai simtomatik.20

Berbagai tindakan di atas dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi respiratori berulang. Selain itu tindakan pencegahan infeksi dalam bentuk imunisasi juga perlu diberikan. Imunisasi terhadap penyakit infeksi respiratori perlu diberikan meliputi DPT, Hib, pneumokokus, campak, dan influenza. Influenza pada populasi sehat merupakan penyakit infeksi respiratori ‘biasa’ namun dapat menyebabkan masalah besar pada pasien dengan disfungsi neuromuskular.

Perawatan akhir hidup pada pasien dengan penyakit kronik tahap terminal diutamakan pada peningkatan kualitas hidup pasien dan keluarganya. Pendekatan lintas disiplin diperukan, termasuk dokter layanan primer, spesialis terkait, spesialis rawatan paliatif, petugas sosial, penasehat agama, anggota keluarga dengan mempertimbangkan latar belakang agama dan budaya pasien dan keluarganya.13

Ringkasan Pasien anak dengan penyakit / kelainan neurologis yang menyebabkan disfungsi otot akan mengalami banyak sekali masalah dan komplikasi di berbagai sistem organ terkait. Masalah yang paling sering muncul dan langsung menimbulkan kekhawatiran orang tuanya adalah masalah respiratori. Infeksi respiratori berulang merupakan masalah respiratori yang tampak jelas karena berlangsung akut, dan membuat orangtua membawa anaknya mencari petolongan medis. Masalah respiratori lain lebih tersembunyi karena berlangsung pelahan yaitu penurunan fungsi ventilasi (hipoventilasi) yang dapat berakhir dengan gagal respiratori. Masalahrespiratori pada pasien disfungsi neuromuskular ini banyak sekali dijumpai dalam praktek medis sehari-hari, namun belum mendapat perhatian yang memadai dari para pihak terkait.

Page 108: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

94

Masalah Respiratori pada Pasien Disfungsi Neuromuskular

Berbagai masalah dan komplikasi timul melalui patofisologi yang saling berjalin-kelindan yang saling memperberat keadaan pasien. Tatakelola pasien disfungsi neuro-muskular memerlukan pendekatan multidisiplin. Evaluasi awal menyeluruh perlu dilakukan untuk pasien yang baru datang. Selanjutnya secara berkala dipantau secara teratur, terutama pada aspek yang sejak awal ditemukan kelainan. Pendekatan mendasarnya ditujukan pada penanggulangan masalah dasar yaitu kelemahan otot yang memerlukan perawatan rehabilitasi berkelanjutan, dan pada keadaan yang berat perlu dukungan alat untuk membantu napas dan bersihan respiratori.

Daftar pustaka 1. Seddon PC, Khan Y. Respiratory problems in children with neurological

impairment. Arch Dis Child 2003; 88:75-8.2. Plioplys AV, Kasnicka I, Lewis S, et al. Survival rates among children with severe

neurological disabilities. South Med J 1998; 91:161–72.3. Hollins S, Attard MT, von Fraunhofer N, et al. Mortality in people with learning

disability: risks, causes and death certification findings in London. Dev Med Child Neurol 1998;40:50–6.

4. Sherwood L. The respiratory system in Human physiology. Sixth ed. Belmont: Thomson, 2007. p.451-97.

5. Myasthenia Gravis - Emedicine Medscape, emedicine.medscape.com/article/ 1171206-overview, Oct 1, 2013 – diunduh pada 09 Mar 2014.

6. Guillain-Barre Syndrome - Emedicine Medscape, emedicine.medscape.com/article/ 315632-overview Feb 28, 2014 – diunduh pada 09 Mar 2014

7. Cerebral Palsy - Emedicine Medscape, emedicine.medscape.com/article/1179555-overview, Jun 11, 2013 – diunduh pada 09 Mar 2014.

8. Down Syndrome - Emedicine Medscape, emedicine.medscape.com/article/943216-overview, Jul 15, 2013 – diunduh pada 09 Mar 2014.

9. Panitch HB. Respiratory issues in the management of children with neuromuscular disease. Respir Care 2006; 51:885-93.

10. Panitch HB. The pathophysiology of respiratoryimpairment in pediatric neuromuscular disesae. Pediatrics 2009;S215-8.

11. Yavagal DR, Mayer SA. Respiratory complications of rapidly progressive neuromuscular syndromes: Guillain-Barré syndrome and Myasthenia Gravis. Semin in Respir Crit Care Med 2002; 23: 221-31.

12. Redstone F, West JF. The importance of postural control for feeding. Pediatr Nurs 2004; 30-2.

13. American Thoracic Society. Respiratory care fo the patient with Duchenne Muscular Dystrophy. Am J Respir Crit Care Med 2004;170:456-65.

14. Shaffer TH, Wolfson MR, Bhutani VK. Respiratory muscle function, assessment, and training. Phys ther 1981; 61:1711-23.

15. Bach JR, Ishikawa Y, Kim H. Prevention of pulmonary morbidity for patients with Duchenne muscular dystrophy. Chest 1997;112:1024–8.

Page 109: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

95

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

16. Miske LJ, Hickey EM, Kolb SM, Weiner DJ, Panitch HB. Use of the mechanical in-exsufflator in pediatric patients with neuromuscular diasese and impaired cough. Chest 2004; 125:1406-12.

17. Fortenberry JD, Del Toro T, Jefferson LS, et al. Management of pediatric acute hypoxemic respiratory insufficiency with bi-level positive pressure (BiPAP) nasal mask ventilation. Chest 1995;108: 1059-64.

18. Essouri S, Chevret L, Durand P, et al. Noninvasive positive pressure ventilation: five years of experience in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med 2006;7:329-34.

19. Tzeng AC, Bach JR. Prevention of pulmonary morbidity for patients with neuromuscular disease. Chest 2000; 118:1390-6.

20. Simond AK. Recent advances in respiratory care for neuromuscular disease. Chest 2006; 130:1879-86.

Page 110: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

96

Gangguan Keseimbangan Elektrolit pada Infeksi Susunan Saraf Pusat Anak

Irene Yuniar

Tujuan:1. Mengetahui jenis gangguan keseimbangan elektrolit pada infeksi

susunan saraf pusat2. Mengetahui gejala dan tata laksana Syndrome Inappropriate

Antidiuretic Hormone 3. Mengetahui gejala dan tata laksana Cerebral Salt Wasting Syndrome

PendahuluanGangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada penyakit yang mengenai susunan saraf pusat (SSP) seperti perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebral, infeksi dan trauma kepala.1,2 Gangguan ini dapat pula terjadi pada kasus post-operasi di daerah hipofisis ataupun hipotalamus.1 Pada infeksi SSP, gangguan keseimbangan natrium (hiponatremia) paling sering terjadi.1,3-6 Hiponatremia terjadi pada 7-32% pasien meningitis. Semua data ini berasal dari pasien anak, dan tidak ditemukan pada kasus meningitis dewasa.7

Hiponatremia ini terjadi akibat perubahan osmolalitas cairan tubuh yang disebabkan karena berubahnya osmolalitas cairan serebrospinal selama proses infeksi SSP. Selain karena proses infeksi sendiri, gangguan keseimbangan natrium sering terjadi akibat muntah, demam atau terbatasnya asupan makanan dan cairan pada pasien.8

Selain natrium, pada infeksi SSP dapat juga terjadi gangguan keseimbangan kalium dan klorida.2,9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rapoport (1951) pada pasien meningitis tuberkulosis penurunan konsentrasi natrium dan klorida dalam darah tidak diikuti dengan penurunan konsentrasi natrium dan klorida dalam urin. Hal ini terjadi karena terdapatnya gangguan pemekatan urin di tubulus proksimal ginjal meskipun pada biosi ginjal post-mortem yang dilakukan tidak didapatkan kelainan baik secara makroskopik atau mikroskopik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fleishman (1952) juga pada pasien meningitis tuberkulosis ditemukan penurunan konsentrasi natrium dan klorida, tetapi konsentrasi kalium darah normal, tetapi tidak ada hipotesis

Page 111: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

97

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

yang mendasari hal ini.9 Penelitian berikutnya dilakukan oleh Doxiadis, dkk9 menyimpulkan bahwa gangguan eletrolit pada kasus infeksi SSP dapat berupa gangguan keseimbangan Na, K, Cl tetapi semua ini lebih disebabkan karena muntah dan berkurangnya asupan nutrisi.

Untuk selanjutnya dalam makalah ini, gangguan keseimbangan natrium yang akan lebih dibahas lebih lanjut karena gangguan keseimbangan natrium yang paling sering terjadi pada pasien dengan infeksi SSP.

Fisiologi dasar keseimbangan air dan natrium Natrium memegang peranan penting dalam mempertahankan osmolalitas darah. Natrium merupakan kation terbanyak di cairan ekstraselular, mempertahankan konduksi saraf dan otot dan berperan pada keseimbangan asam basa. Dalam kondisi keseimbangan, tubuh dapat mempertahankan konsentrasi natrium darah adalah 135-145 mEq/L dengan osmolalitas serum normal 275-295 mOsm/kg H2O.2,10,11

Bila konsentrasi natrium darah turun (< 135 mEq/L), akan terjadi penurunan osmolalitas darah yang akan merangsang hipofisis posterior untuk menekan sekresi hormon antidiuretik (antidiuretic hormone/ADH) sehingga pengeluaran air melalui urin akan meningkat (osmolalitas urin rendah). Tetapi

Gambar 1. Keseimbangan air dan natrium yang melibatkan ADH12

Page 112: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

98

Gangguan Keseimbangan Elektrolit pada Infeksi Susunan Saraf Pusat Anak

bila konsentrasi natrium darah meningkat (osmolalitas darah meningkat) pusat rasa haus di hipofisis posterior akan merangsang peningkatan sekresi ADH yang mengakibatkan berkurangnya sekresi urin (Gambar 1).1-3,12

Pasien dengan hiponatremia dapat mengalami gejala klinis seperti nyeri kepala, mual, muntah, kram otot, letargi, disorientasi dan berkurangnya refleks fisiologis. Gejala klinis ini biasanya terjadi bila konsentrasi natrium serum < 120 mEq/L.1,7 Anak lebih rentan mengalami gejala klinis hiponatremia daripada dewasa. Konsentrasi natrium sedikit rendah sudah dapat menyebabkan ensefalopati hiponatremik dan biasanya prognosis hiponatremia pada anak buruk bila tidak segera ditangani.1,7,10 Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi kejang, koma, kerusakan otak menetap, herniasi batang otak dan kematian yang diakibatkan karena terjadinya edema serebri.1,7 Pada pasien hiponatremia, perlu dilakukan pendekatan diagnosis seperti yang terlihat pada Gambar 2.1,10

Gambar 2. Pendekatan diagnos k hiponatremia1,10

Natrium darah < 135 mEq/L (135 mmol/L)

Tidak

Osmolalitas plasma > 280 mOsm/kg H2OHiperglikemiaManitolPseudohiponatremia(hiperlipidemia/hiperproteinemia)

< 280 mOsm/kg H2O

Osmolalitas urin < 100 mOsm/kg H2OPolidipsia psikologisIntoksikasi air pada bayi

>100 mOsm/kg H2O

Kecukupan volume cairan tubuh Ya

Tidak

Insufisiensi ginjalHipotiroidDefisiensi glukokortikoidPasca operasiNyeri/stress/nauseaVentilasi tekanan positif

Natrium urin < 25 mEq/L :Pengeluaran ekstra renalEdematous states

Natrium urin > 25 mEq/L :Salt wasting nephropathyDefisiensi mineralokortikoidCSWS

Natrium urin > 25 mEq/L :SIADHReset osmostat

Natrium urin < 25 mEq/L :Ulangi algoritme dari awal

Page 113: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

99

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Kecukupan volume tubuh dapat dinilai secara klinis berdasarkan perubahan berat badan, tekanan darah, frekuensi nadi, turgor kulit dan pemeriksaan tekanan vena jugular. Pada pemeriksaan laboratorium, jika volume darah berkurang akan meningkatkan nilai hematokrit, blood urea nitrogen (BUN), albumin dan asam urat.7

Pada pasien dengan infeksi SSP, masalah keseimbangan cairan dan natrium merupakan masalah yang penting yang bila tidak ditata laksana dengan tepat dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Gangguan keseimbangan cairan dan natrium pada infeksi SPP yang paling sering ditemukan adalah Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) dan Cerebral Salt Wasting Syndrome (CSWS). Kedua kondisi ini perlu dibedakan karena tata laksana yang berlainan antara kedua diagnosis ini.1,4,7

Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) adalah suatu kondisi hiponatremia akibat pelepasan ADH yang tidak fisiologis yang berakibat retensi cairan (osmolalitas darah berkurang).1,4,7,10,11,13 Kondisi ini merupakan salah satu penyebab tersering hiponetremia pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Keadaan SIADH paling sering terjadi pada anak dengan gangguan SSP, diikuti dengan gangguan sistem respirasi.7,10,11 Inflamasi yang terjadi pada meningens merangsang pelepasan ADH dari hipofisis posterior.8 Penelitian Singh dkk8 pada 20 pasien yang mengalami meningitis tuberkulosis, ditemukan 13 pasien (65%) mengalami SIADH dan kematian terjadi pada 25% pasien tersebut.8 Diagnosis SIADH pada infeksi SPP sering tidak terdiagnosis karena gejala klinis SIADH akibat hiponatremia seperti kejang, penurunan kesadaran dan perubahan mental bisa juga merupakan manifestasi dari infeksi SSP itu sendiri.8

Diagnosis SIADH ditegakkan bila pada pasien terdapat :1,5,7,8 Oliguria Hiponatremia (konsentrasi natrium serum < 135 mEq/L) Konsentrasi natrium urin > 20 mmol/L Osmolalitas serum < 270 mOsm/L Osmolalitas urin > 100 mOsm/kg H2O

Pada beberapa kondisi, SIADH terjadi akibat pemakaian obat tertentu seperti vinkristin, siklofosfamid intravena dan karbamazepin.7,10 Selain karena infeksi SSP, penyebab lain SIADH dapat dilihat pada Gambar 3.13

Kondisi SIADH pada infeksi SSP biasanya terjadi secara singkat dan mengalami perbaikan seiring dengan diberikannya terapi infeksi SSP.10 Hiponatremia sendiri dapat bertahan sampai 2-3 minggu.8,11 Dalam fase ini

Page 114: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

100

Gangguan Keseimbangan Elektrolit pada Infeksi Susunan Saraf Pusat Anak

perlu dipikirkan penyebab hiponatremia yang lain seperti muntah, demam dan asupan makanan yang kurang.8

Tata laksana SIADH berupa restriksi asupan cairan sebanyak 60% dari kebutuhan.4,10 Tidak dianjurkan memberikan koreksi natrium pada kasus SIADH, kecuali terdapat gejala klinis hiponatremia yang berat.10 Oleh sebab itu diperlukan balans cairan ketat dan memantau hemodinamik pasien. Jika memang diperlukan koreksi dapat menggunakan NaCl 3% (konsentrasi 514 mEq/L) dengan menggunakan rumus :1,10

Defi sit natrium = 0,6 x berat badan (dalam kilogram atau kg) x (Na yang

diharapkan-Na aktual)

Kecepatan pemberian natrium intravena adalah 0,5-1 mEq/L/jam sampai gejala hiponatremia tidak ditemukan lagi. Biasanya gejala klinis akan menghilang pada konsentrasi natrium plasma 125-130 mEq/L. Peningkatan natrium selama koreksi tidak boleh lebih dari 10 mEq/L/hari.2 Pemberian NaCl 3% ini dapat diikuti dengan pemberian furosemid jika diperlukan.1 Jika SIADH terjadi dalam waktu lama dan retensi cairan tidak memperbaiki kondisi SIADH, dapat diberikan terapi demeoclocycline, suatu antagonis ADH.1,2

Gambar 3. Berbagai penyebab SIADH13

Page 115: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

101

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Cerebral Salt Wasting Syndrome (CSWS)Tidak seperti SIADH, CSWS terjadi akibat volume darah yang berkurang akibat pengeluran natrium yang berlebihan di urin. Mekanisme terjadinya salt wasting di ginjal tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi diperkirakan terjadi gangguan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal ginjal.5 Terdapat 2 penyebab utama terjadi CSWS yaitu penurunan tonus simpatik dari SSP ke ginjal dan adanya faktor natriuretik yang beredar dalam darah.3,7

Berkurangnya tonus simpatik ke ginjal ini secara langsung dan tidak langsung menyebabkan renin dan aldosteron turun (meski sesungguhnya volume darah saat itu rendah). Aldosteron yang rendah menyebabkan ekskresi kalium di ginjal berkurang, sehingga konsentrasi kalium darah tetap normal pada pasien CSWS (Gambar 4).5,7

Gambar 4. Mekanisme terjadinya CSWS5,7

(Keterangan : R-AG II : renin angiotensin II)

Peptida natriuretik (natriuretic peptide) akan meningkatkan natriuresis dengan meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan menghambat reabsorsi natrium.1,5,7 Terdapat 4 jenis peptide natriuretik yaitu : atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP), C-type netriuretic peptide, dendroaspis natriuretic peptide (DNP).1,5,7 ANP yang diproduksi di atrium jantung dan BNP diproduksi di ventrikel jantung sangat berperan penting pada proses terjadinya CSWS ini.1,4 Adanya penurunan volume darah yang terjadi akibat proses

Page 116: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

102

Gangguan Keseimbangan Elektrolit pada Infeksi Susunan Saraf Pusat Anak

natriuresis ini merangsang pengeluaran ADH untuk mengurangi produksi urin. Oleh sebab itu penting sekali untuk menilai status volume darah dan balans natrium pada pasien untuk membedakan SIADH dan CSWS.7 Cara membedakan SIADH dan CSWS dapat dilihat pada Tabel 1.1,7

Tabel 1. Perbedaan antara SIADH dan CSWS1,4,7

Parameter SIADH CSWSTanda dehidrasiTekanan vena sentralNatrium darahNatrium urinUreumRasio BUN/kreatininHematokritKalium darahAlbumin darahNatriuretic peptide darahTatalaksana

Tidak adaNormal/tinggiRendahNormal/tinggiRendahRendahNormalNormalNormalNormalRestriksi cairan

AdaRendahRendahMeningkatNormal/rendahNormal/tinggiMeningkatMeningkat/normalTinggiMeningkatCairan dan natrium

Tata laksana CSWS adalah hidrasi pasien dengan menggunakan NaCl 0,9% intravena atau natrium per oral. Selain pemberian cairan dan natrium, dapat pula diberikan mineralokortikoid seperti fludrokortison oral 0,1-0,2 mg/hari rata-rata diberikan selama 5 hari.4,5 Pemberian mineralokortikoid ini dapat menyebabakan hipokalemia dan hiperglikemia.4

Bila hiponatremia disertai gejala klinis yang berat, tata laksana yang diberikan adalah pemberian NaCl 3% (seperti pada terapi SIADH dengan hiponatremia yang berat).1,4,5 Koreksi natrium harus dilakukan dengan hati-hati dengan pengawasan yang ketat. Bila terjadi koreksi natrium yang terlalu cepat dapat menyebabkan mielinolisis osmotik baik di pontin atau ekstrapontin.6,7 Gejala klinis mielinolisis sistemik dapat berupa kuadriparesis atau kuadriplegia, palsi pseudobulbar dan penurunan kesadaran (locked in syndrome).5,7,10 Diagnosis mielinolisis ini dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) setidaknya 2 minggu setelah koreksi hiponatremia.10

SimpulanHiponatremia merupakan gangguan elektrolit tersering pada pasien dengan infeksi SSP. Dalam mengevaluasi penyebab hiponatremi perlu memperhatikan osmolalitas darah dan urin serta kosentrasi natrium urin.

Dua penyebab hiponatremi pada infeksi SSP adalah SIADH dan CSWS. Kedua kondisi ini harus dengan cermat dibedakan mengingat tata laksana keduanya berlainan. Jika tidak dapat membedakan keduanya akan

Page 117: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

103

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

mengakibatkan salah dalam tata laksana, membuat prognosis pasien menjadi lebih buruk. Kondisi normovolemik atau sedikit hipervolemik lebih sering terjadi pada pasien SIADH sedangkan hipovolemia terjadi pada pasien CSWS.

Daftar pustaka1. Lath R. Hyponatremia in neurological diseases in ICU. Indian J Crit Care Med.

2005;9:47-50.2. Samuel MA, Seifter JL. Encephalopaties caused by electrolyte disorders. Semin

Neurol. 2011;31:135-8.3. Prober CG, Dyner LL. Central nervous system infection. Dalam : Kliegman RM,

Stanton BF, St. Geme JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Sauders; 2011. h. 2086-98.

4. Palmer BF. Hyponatremia in patients with central nervous system disease: SIADH versus CSW. Trends endocrinol metab. 2003;14:182-7.

5. Yee AH, Burns JD, Wijdicks EFM. Cerebral salt wasting: pathophysiology, diagnosis, and treatment. Neurosurg Clin N Am. 2010;21:339-52.

6. Andronikou S, van Toom R, Boerhout E. MR imaging of the posterior hypofisis in children with tuberculous meningitis. Eur Radiol. 2009;19:2249-54.

7. Rabilstein AA, Widjdicks EFM. Hyponatremia in critically ill neurological patients. Neurologist. 2003;9:290-300.

8. Singh BS, Patwari AK, Deb M. Serum sodium and osmolat changes in tuberculous meningitis. Indian J Pediatr. 1994;31:1345-50.

9. Doxiadis SA, Goldfinch MK, Philpott MG. Electrolyte imbalance in tuberculous meningitis. British Med J. 1954:1406-10.

10. Moritz ML, Ayus JC. Disorders of water metabolism in children: hyponatremia and hypernatremia. Pediatr Rev. 2002;23:371-9.

11. Fiordalisi I, Harris GD, Novotny WE, Sutter J. Fluids, electrolyte and metabolism. Dalam: Perkin RM, Fiordalisi I, Novotny WE, penyunting. The PICU book a primer for medical student, residents and acute care practitioners. USA: World scientific; 2012. h. 243-321.

12. Body fluid and regulation. Diunduh dari: http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter24.html. Disitasi tanggal 11 Maret 2014.

13. Sindrome inappropriate antidiuretic hormone. Diunduh dari: http://geekymedics.com/2013/02/12/syndrome-of-inappropriate-antidiuretic-hormone-secretion-siadh/ Disitasi tanggal 11 Maret 2014.

Page 118: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

104

Tata Laksana Komprehensif Gejala Sisa Infeksi Susunan Saraf Pusat

Irawan Mangunatmadja

Tujuan:1. Memahami patofi siologi meningitis bakterialis 2. Memahami patofi siologi meningoensefalitis tuberkulosis3. Mengetahui ragam gejala sisa meningitis4. Mampu melakukan tata laksana komprehensif infeksi SSP

PendahuluanInfeksi susunan saraf pusat (SSP) merupakan penyakit neurologis yang sering diikuti gejala sisa setelah masa akut terlampaui. Infeksi SSP dapat mengenai meningen, misalnya pada meningitis bakterialis dan meningitis virus, maupun jaringan otak, misalnya pada ensefalitis virus. Infeksi SSP yang mengenai meningen dan jaringan otak terjadi pada meningoensefalitis tuberkulosis. Karena daerah yang terinfeksi berbeda dan patofisiologi terjadinya manifestasi klinis berbeda, maka patofisiologi masing-masing infeksi sangat menentukan gejala sisa yang ada.

Tata laksana komprehensif pascagangguan neurologis melibatkan berbagai macam disiplin ilmu kedokteran. Disiplin imu yang terlibat antara lain kedokteran fisik dan rehabilitasi, ilmu kesehatan mata, telinga-hidung-tenggorok, bedah saraf, nutrisi dan penyakit metabolik, gastroenterologi anak, dan lain-lain. Disiplin ilmu terkait bekerjasama di bawah koordinasi dokter anak atau dokter saraf anak. Walaupun anak baru saja mengalami penyakit neurologis, diharapkan dengan tatalaksana yang komprehensif tumbuh kembang anak selanjutnya tetap optimal. Makalah ini akan membahas tatalaksana komprehensif gejala sisa yang terjadi pada pasien meningitis.

Angka kejadianAngka kejadian meningitis bakterialis di negara maju berkisar 4 sampai 5 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di negara sedang berkembang berkisar 40 sampai 50 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kejadian ensefalitis adalah 2000 kasus setahun, atau sekitar 0,5 kasus per 100.000 penduduk.1,2

Page 119: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

105

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Patofi siologiPatofisiologi meningitis bakterialis dimulai dengan kolonisasi kuman patogen di nasofaring. Selanjutnya terjadi invasi mukosa lokal dan multiplikasi kuman dan bakteremia. Melalui kerusakan sel endotel, bakteremia menyebabkan invasi meningen dan mengakibatkan radang ruang subarakhnoid. Radang ini menyebabkan sawar darah otak terbuka sehingga terjadi edema vasogenik dan sitotoksik, juga vaskulitis serebral yang menyebabkan infark serebral dan menurunkan aliran darah otak. Radang ruang subarakhnoid menyebabkan aliran cairan serebrospinal (CSS) terhambat sehingga terjadi hidrosefalus yang menyebabkan edema intersisial sehingga tekanan intrakranial meningkat.1-3 Patofisiologi meningitis bakterialis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Patofi siologi meningi s bakterialis1-3

Patofisiologi meningoensefalitis tuberkulosis merupakan akibat terbentuknya lesi kaseosa pada korteks serebri atau meningen sewaktu terjadinya tuberkulosis diseminata okulta saat infeksi primer. Lesi kaseosa di meningen atau subkorteks (Fokus Rich) membesar dan pecah menyebarkan basil tuberkulosis kedalam rongga subarakhnoid. Penebalan dan infiltrasi eksudat gelatinosa pada korteks dan pembuluh darah meningen menyebabkan inflamasi, obstruksi, atau infark. Batang otak adalah daerah yang terlibat luas,

Page 120: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

106

Tatalaksana Komprehensif Gejala Sisa Infeksi Susunan Saraf Pusat

mengenai saraf kranial III, VI, dan VII. Sisterna basalis umumnya menjadi tersumbat sehingga menyebabkan hidrosefalus. Hidrosefalus yang terjadi adalah hidrosefalus komunikans karena aliran ventrikel IV lancar, tetapi aliran ke kolumna spinalis terhambat.1,3 Patofisiologi meningoensefalitis tuberkulosis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Patofi siologi meningoensefali s tuberkulosis1,3

Gejala sisa meningitisAngka kematian meningitis bakterialis berkisar antara 6% sampai 24% Gejala sisa meningitis bakterialis dapat berupa gangguan pendengaran (15-30%), kerusakan parenkim otak (5-30%), palsi serebral (5-10%), kejang (<5%), buta kortikal (<5%), herniasi serebri (3-20%), hidrosefalus (2-3%), dan gangguan belajar (5-20%).3

Angka kematian meningoensefalitis tuberkulosis berkisar antara 20% sampai 30%. Defisit neurologis akan menetap pada 5% sampai 40% dari pasien yang selamat.1 Gejala sisa umumnya terjadi pada meningoensefalitis tuberkulosis stadium III, tersering berupa edema papil (9%), paresis N. VII

Page 121: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

107

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

(9%), paresis N. VI (9%), hemiparesis (5%), gangguan penglihatan dan pendengaran, hidrosefalus (Gambar 3), kejang, retardasi mental, dan gangguan perilaku.1,3

Gambar 3. CT Scan menunjukkan hidrosefalus dan efusi subdural (panah)

Tata laksana gejala sisaDefi sit sensorimotor

Angka kejadiannya berkisar antara 5-10%. Gejala sisa ini makin terlihat bila anak terinfeksi saat bayi. Gangguan yang terjadi merupakan akibat vaskulitis yang terjadi akibat trombosis pada vena atau arteri kecil atau arteri besar yang menyebabkan nekrosis sekunder. Vaskulitis pada sekelompok vena menyebabkan efusi subdural. Iskemia fokal menyebabkan gangguan berupa spastisitas dan/atau hemiparesis.1,3

Tata laksana spastisitas dapat dilakukan dengan fisioterapi atau terapi okupasi. Bila didapatkan spastisitas yang berlebihan dapat diberikan obat-obatan seperti diazepam 0,05-0,1 mg/kg per oral 2 kali per hari; baklofen 2,5 mg per oral 3 kali per hari, atau klonazepam 0,1-0,3 mg/kg/hari dibagi 3 dosis. Untuk kekakuan pada tempat-tempat tertentu dapat diberikan suntikan toksin botulinum (Botox®).4

Page 122: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

108

Tatalaksana Komprehensif Gejala Sisa Infeksi Susunan Saraf Pusat

Paralisis saraf kranial

Tanda serebral fokal pada pasien meningitis adalah paralisis saraf kranial III, VI, atau VII. Kelumpuhan saraf kranial terjadi akibat radang di ruang leptomeningen. Perbaikan saraf kranial ini sesuai dengan perbaikan klinis pasien meningitis. Pemberian kortikosteroid salah satunya bertujuan memperbaiki saraf kranial.1,3

Kejang

Kejang yang terjadi sebagai gejala sisa meningitis (< 5%) merupakan akibat adanya vaskulitis. Bentuk kejang dapat berupa kejang fokal atau kejang umum. Tata laksana kejang dilakukan dengan memberikan obat antiepilepsi (OAE) sesuai dengan tipe kejang. Bila masa akut penyakit pasien telah terlampaui, maka OAE dapat dihentikan.1,3 Bila dalam perjalanan klinisnya terjadi kejang berulang atau epilepsi, maka saat itu baru diberikan OAE jangka panjang.

Efusi subdural

Efusi subdural terjadi sebagai akibat komplikasi meningitis bakterialis maupun tuberkulosis akibat vaskulitis. Efusi subdural tersering pada daerah frontoparietal. Keadaan ini dapat dicurigai bila didapatkan kejang berulang, atau panas berulang. Keadaan ini dapat disebabkan ketidakseimbangan rasio albumin dan globulin. Diagnosis adanya efusi subdural ditegakkan dengan pemeriksaan imaging kepala (CT scan kepala dengan kontras). Umumnya efusi subdural akan terserap sendiri. Tetapi, pada keadaan yang luas atau berisi empiema subdural perlu dilakukan pengeluaran cairan subdural secara burr hole.1

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Gangguan penglihatan pada pasien meningitis dapat berupa buta kortikal (cortical blindness) dan buta papil. Buta kortikal ditandai oleh adanya penurunan kemampuan visual, sedangkan papil mata normal. Keadaan ini disebabkan gangguan pada daerah lobus oksipital serebri, akibat kejang atau edema otak. Umumnya bersifat reversibel, setelah berbulan-bulan.1,3

Gangguan penglihatan lainnya adalah buta papil. Keadaan ini ditandai dengan kemampuan penglihatan menurun disertai papil atrofi. Keadaan ini sering disebabkan edema papil yang berlangsung lama dan kadang bersifat ireversibel. Kedua keadaan diatas perlu dirujuk ke dokter spesialis mata anak untuk dilakukan pemeriksaan VEP (visual evoked potential) dan ERG (elektroretinografi). Kedua pemeriksaan elektrofisiologis tersebut akan sangat menentukan prognosis penglihatan anak di kemudian hari.5

Page 123: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

109

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Pascameningitis, 10% pasien dapat mengalami gangguan pendengaran sedang-berat. Gangguan ini disebabkan karena radang pada ruang subarakhnoid melalui saluran kokhlea menyebabkan labirintitis. Pemberian deksametason pada meningitis selain untuk mencegah perlengketan juga ditujukan untuk menurunkan angka kejadian gangguan pendengaran. Skrining pendengaran dilakukan dengan pemeriksaan OAE (otoacustic emission) dan BAEP (brainstem auditory evoked potential). Rehabilitasi gangguan pendengaran sedang-berat dilakukan dengan penggunaan alat bantu dengar (ABD) atau pemasangan implan kokhlea.1,5

Hidrosefalus

Hidrosefalus jarang terjadi pada meningitis bakterialis, namun sering terjadi pada meningitis tuberkulosis. Hidrosefalus terjadi pada 62-87% pasien dengan meningitis tuberkulosis. Hidrosefalus pada meningitis bakterialis adalah hidrosefalus obstruktif akibat fibrosis di daerah sisterna basalis atau konveksitas otak atau stenosis akuaduktus Sylvii. Hidrosefalus akibat meningitis tuberkulosis dapat berupa hidrosefalus obstruktif (non-komunikans) dan hidrosefalus komunikans.1,3

Menurut British Infection Society Guidelines (2009),7 tata laksana hidrosefalus non-komunikans adalah dengan pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (pirau VP, VP shunt). Adapun pasien dengan hidrosefalus komunikans diberikan dahulu asetazolamid 30-50 mg/kg atau furosemid 1 mg/kg/dosis. Apabila tata laksana medikamentosa tidak berhasil maka dianjurkan pemasangan VP shunt. Pemasangan VP shunt dilakukan bila cairan serebrospinal mempunyai kadar protein <200mg/dL.8 Adapun di RSCM pemasangan VP shunt dilakukan apabila protein LCS <200 mg/dl disertai jumlah sel <50 per uL.

Tuberkuloma

Tuberkuloma merupakan komplikasi meningoensefalitis tuberkulosis. Gambaran radiologis tuberkuloma dapat dilihat dengan CT scan kepala. Magnetic resonance imaging (MRI) kepala lebih dianjurkan untuk melihat apakah terdapat tuberkuloma di daerah batang otak.9 Adanya tuberkuloma dapat menimbulkan sumbatan yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Pengobatan tuberkuloma dianjurkan selama 18-24 bulan disertai pemberian prednison atau deksametason selama 6 minggu. Bila terjadi edema serebri dapat diberikan manitol.2

Page 124: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

110

Tatalaksana Komprehensif Gejala Sisa Infeksi Susunan Saraf Pusat

Nutrisi

Pemberian nutrisi pada pasien pasca infeksi SSP memegang peranan penting dalam optimalisasi tumbuh kembangnya. Peran dokter gizi anak dan ahli gizi sangat diperlukan. Pemberian nutrisi ini ditujukan untuk membantu perkembangan otak dan otot-otot ekstremitasnya. Umumnya pasien meningitis belum dapat makan per oral karena kekakuan otot. Oleh karena itu, pemberian nutrisi pada pasien dilakukan melalui sonde lambung. Bila diperlukan dalam waktu lama, dapat dilakukan gastrostomi untuk pemberian nutrisi. Kalori yang diberikan sekitar 100 kalori per kg berat badan.

SimpulanGejala sisa infeksi SSP umumnya terjadi akibat radang, vaskulitis, trombosis, atau perlengketan di SSP. Gejala sisa yang dapat dijumpai antara lain defisit sensorimotor, kejang, efusi subdural, gangguan penglihatan dan pendengaran, hidrosefalus, dan gangguan nutrisi. Untuk dapat melakukan tata laksana komprehensif pada gejala sisa infeksi SSP, kita perlu memahami patofisiologi infeksi SSP, melakukan pemantauan kelainan neurologis untuk mengantisipasi timbulnya gejala sisa, dan melibatkan berbagai disiplin ilmu terkait dalam tata laksana. Tujuan utama tatalaksana komprehensif adalah untuk menjamin tumbuh kembang anak seoptimal mungkin.

Daftar Pustaka1. Lyall H, Hemingway C. Infectious diseases. Dalam: Aicardi J, Bax M, Gillberg

C, penyunting. Diseases of the nervous system in childhood. Edisi ke-3. London: Mac Keith Press; 2009. h. 383-444.

2. Bale JS. Meningitis dan ensefalitis. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-4. Hamilton, Ontario: BC Decker Inc; 2009. h.618-23.

3. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infection of tne nervous system. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology: principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. h. 1241-61.

4. Edgar TS. Spastic paresis. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-4. Hamilton, Ontario: BC Decker Inc; 2009. h. 313-21.

5. Sitorus RS. Vision: An often neglected window into the child’s brain. Dalam: Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S, Soebadi A, Nurmalia LD, penyunting. What, why, how in child neurology. Kumpulan makalah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan UKK Neurologi IDAI – IDAI Cabang DKI Jakarta; 2014 Feb 2-3; Jakarta. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2014. h. 87-92.

Page 125: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

111

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

6. Suwento R. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak: skrining, diagnosis dan intervensi. Dalam: Hardiono DP, Widodo DP. Mangunatmadja I, penyunting. A journey to child neurodevelopment: application in daily practice. Kumpulan makalah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan UKK Neurologi IDAI – IDAI Cabang DKI Jakarta; 2010 Jul; Jakarta. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2010. h. 65-78.

7. Thwaites G. Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British Infection Society guidelines for the diagnosis and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. J Infect. 2009;59:167-87.

8. Ambekar S, Srinivas D, Pandey P, Sampath S, Bangalore CA, Indira DB. Factors influencing shunt malfunction in patients with tuberculous meningitis. Indian J Neurosurg. 2013;21:175-81.

9. Bathla G, Khandelwal G, Maller V G, Gupta A. Manifestations of cerebral tuberculosis. Singapore Med J. 2011;52:124-30.

Page 126: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

112

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan KronisRismala Dewi

Tujuan:1. Mengetahui patofi siologi asidosis laktat pada berbagai kondisi akut

dan kronis.2. Mampu melakukan diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang

diperlukan.3. Mampu melakukan tata laksana pasien anak dengan asidosis laktat.

PendahuluanAsidosis laktat merupakan salah satu penyebab asidosis metabolik pada pasien anak dengan sakit kritis. Kondisi ini dapat mengancam nyawa tetapi sering tidak terdiagnosis dengan insidens sekitar 0,5%-3,8% kasus dan angka kematian sekitar 30-88%. Istilah asidosis laktat pertama kali diperkenalkan dalam literatur pada tahun 1920. Neuss pada tahun 1925 mengidentifikasi akumulasi asam laktat sebagai penyebab asidosis metabolik, tetapi hal ini tidak diakui sebagai masalah klinis yang penting.1-2 Pada tahun 1976, Cohen dan Woods3 membuat klasifikasi asidosis laktat atas dasar ada atau tidak adanya oksigenasi jaringan yang memadai.

Peningkatan asam laktat dapat disebabkan akibat produksi yang meningkat, penggunaan berkurang, atau kombinasi keduanya. Asidosis laktat didefinisikan sebagai asidemia yang bermakna dengan pH serum < 7,35, terjadi akibat peningkatan kadar laktat darah secara terus menerus > 5 mmol/L. Hal tersebut perlu dibedakan dengan istilah hiperlaktatemia yaitu peningkatan kadar laktat darah 2-4 mmol/L tanpa disertai asidosis metabolik. Hiperlaktatemia dapat ditemukan pada kondisi perfusi dan oksigenasi jaringan yang optimal dan sistem buffer yang adekuat.4

Klasifi kasi asidosis laktat (Cohen & Wood)3

Ada 2 tipe asidosis laktat:1. Tipe A: terjadi pada kondisi hipoperfusi dan hipoksia

a. Hipoksia: keracunan karbonmonoksida, distres napas, anemia beratb. Hipoperfusi: renjatan, sepsis

Page 127: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

113

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

2. Tipe B: tidak ada bukti klinis hipoperfusi dan hipoksia

a. Tipe B1 berhubungan dengan penyakit yang didapat baik akut atau kronis seperti diabetes melitus, gagal hati, gagal ginjal, septikemia, keganasan, dan lain-lain.

b. Tipe B2 berhubungan dengan metabolit, obat dan toksin seperti asetaminofen, epinefrin, norepinefrin, isoniazid, terapi antiretroviral, terbutalin, teofilin, dan lain-lain.

c. Tipe B3 berhubungan dengan kelainan metabolisme bawaan.

Metabolisme laktatLaktat diproduksi dan dimetabolisme secara konstan di dalam tubuh. Sel darah merah, otak dan kulit adalah sumber utama asam laktat saat istirahat, sedangkan selama latihan otot rangka melepaskan asam laktat dalam jumlah yang signifikan. Ginjal dan hati menggunakan asam laktat dan mengkonversi menjadi karbon dioksida dan air, kemudian digunakan untuk glukoneogenesis. Secara normal terdapat keseimbangan antara produksi asam laktat dan penggunaannya.4-6

Jalur metabolisme anaerob yang dikenal sebagai glikolisis merupakan langkah awal metabolisme glukosa yang terjadi didalam sitoplasma hampir semua sel. Produk akhir dari jalur ini adalah piruvat yang dapat berdifusi kedalam mitokondria, kemudian dimetabolisme menjadi karbondioksida. Asam laktat adalah produk akhir normal metabolisme anaerobik glukosa dalam jaringan. Laktat keluar dari sel kemudian dibawa ke hati dan teroksidasi kembali menjadi glukosa. Dalam keadaan oksigenasi jaringan berkurang, asam laktat diproduksi melalui siklus anaerobik yang kemudian digunakan untuk

Gambar 1. Metabolisme laktat7

Page 128: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

114

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan Kronis

memproduksi energi. Pada keadaan fisiologis basal, rasio laktat dibandingkan dengan piruvat sekitar 10:1, sedangkan pada asidosis tipe A rasio laktat:piruvat bisa mencapai > 25:1.1,2,4,5

Asam laktat terdiri dari 2 bentuk isomer optik yaitu L-laktat dan D-laktat. L-laktat adalah bentuk yang sering dilakukan pengukuran karena satu-satunya bentuk yang diproduksi melalui metabolisme tubuh manusia sedangkan D-laktat adalah produk sampingan metabolisme bakteri.6,7

Clearance laktat terjadi terutama di hati (60%), ginjal (30%), sisanya jantung dan otot skelet. Siklus Cori berperan dalam pemanfaatan laktat menjadi piruvat dan akhirnya menjadi glukosa melalui proses gluconeogensis. Angka mortalitas pasien dengan clearance laktat yang terjadi < 24 jam pertama sebesar 3,9% dibandingkan dengan clearance laktat > 48 jam sebesar 42,5%.2,4

Kondisi akut dan kronis yang berhubungan dengan asidosis laktat1. Hipoksia jaringan merupakan penyebab utama asidosis laktat pada pasien

sakit kritis. Hipoksia berkepanjangan akan menyebabkan produksi asam laktat meningkat tetapi penggunaannya berkurang sehingga menyebabkan terjadinya asidosis laktat. Hal ini dapat terjadi pada kondisi hipoperfusi karena renjatan sepsis, hipovolemik atau kardiogenik. Beratnya asidosis

Gambar 2. Clearance laktat dari plasma4

Page 129: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

115

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

laktat berkorelasi baik dengan durasi dan keparahan renjatan dan merupakan faktor prognostik kesintasan hidup pasien.1,8 Dalam “Surviving sepsis campaign 2012” menyebutkan parameter laktat sebagai salah satu keberhasilan resusitasi cairan.9

2. Henti jantung-paru dapat menyebabkan asidemia berat yang merupakan kombinasi asidosis laktat dan asidosis respiratorik. Hal ini terjadi karena perfusi jaringan berkurang dan hipoksia akibat henti napas. Penurunan tekanan parsial oksigen (PaO2) jarang menyebabkan asidosis laktat jika status kardiovaskular normal karena adanya mekanisme kompensasi meningkatnya perfusi jaringan.10

3. Sirosis hati terminal atau gagal hepatoselular dapat menyebabkan asidosis laktat karena penggunaan laktat sangat kurang dan metabolisme berubah.2,11

4. Obat dan toksin. Beberapa obat-obatan dan toksin juga menyebabkan peningkatan produksi laktat. Metformin meningkatkan glikolisis di jaringan perifer, oksidasi piruvat menurun dan clearance laktat di hepar menurun. Beberapa obat lain dapat menyebabkan asidosis laktat tetapi masih diragukan apakah penyebabnya adalah obat-obatan tersebut atau

Gambar 3. E ologi asidosis laktat pe B10

Page 130: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

116

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan Kronis

asidosis laktat terkait hipotensi akibat renjatan. Fruktosa dalam cairan infus dan nutrisi parenteral total berisiko kekurangan tiamin dan terjadi akumulasi laktat. Epinefrin meningkatkan glikogenolisis dan glikolisis menghasilkan laktat, penggunaan piruvat berkurang sehingga terjadi asidosis laktat terutama dalam dosis besar.12-14 Pasien asma berat yang menggunakan β-agonis jangka panjang dan dosis besar menunjukkan gejala asidosis laktat. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan glikogenolisis di otot skelet dan hepar yang akhirnya meningkatkan produksi piruvat.15-17 Antibiotik linezolid dapat menyebabkan asidosis laktat melalui inhibisi sintesis protein di mitokondria.18

5. Penyakit keganasan. Leukemia berpotensi mengalami asidosis laktat karena produksi laktat dalam jumlah besar oleh sel tumor yang akan berkurang secara bertahap setelah pengobatan berhasil.19-20

6. Defisiensi enzim: enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis (glukosa-6 fosfat dehidrogenase, fruktosa 1,6 piruvat karboksilase), oksidasi piruvat (piruvat dehidrogenase) dan enzim oksidatif fosforilasi dapat menyebabkan asidosis laktat bawaan.21

Gejala klinisGejala klinis asidosis laktat tidak ada yang spesifik dan biasanya berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya. Pernapasan Kusmaull dapat ditemukan pada asidosis laktat yang berat setelah mekanisme kompensasi terlampaui. Asidosis laktat harus dicurigai pada semua pasien anak dengan sakit kritis yang mengalami renjatan atau asidosis metabolik dengan kesenjangan anion tinggi tetapi tidak dapat dijelaskan penyebabnya.1,2

DiagnosisDiagnosis asidosis laktat dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dasar yang menyertai dan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:1,2,10

Adanya asidemia (pH arteri < 7,35) Penurunan bikarbonat plasma Peningkatan asam laktat serum (> 5 mmol/L dengan metode enzimatik) Asidosis metabolik dengan peningkatan kesenjangan anion (kisaran

normal kesenjangan anion10-12 mmol/L) Rasio laktat:piruvat untuk membedakan asidosis laktat tipe A dan B

Page 131: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

117

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Diagnosis diferensial Beberapa penyakit dengan asidosis metabolik dan peningkatan kesenjangan anion dapat bermanifestasi kinis sama dengan asidosis laktat seperti gagal ginjal, diabetik ketoasidosis dan pneumomediastinum. Keduanya dapat berdiri sendiri atau terjadi bersamaan.1

Tata laksanaTata laksana utama asidosis laktat ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, pengobatan simtomatis asidosis laktat dilakukan bila terdapat efek yang membahayakan. Secara umum, asidosis metabolik telah terbukti memiliki efek yang merugikan pada sistem kardiovaskular, neurologi, pernapasan dan fungsi metabolisme. Satu-satunya pengobatan yang efektif terutama untuk asidosis laktat tipe A adalah penghentian produksi asam melalui peningkatan oksigenasi jaringan. Selain itu pemulihan volume sirkulasi dengan cairan resusitasi, memperbaiki fungsi jantung dengan vasoaktif, dan ventilasi-oksigenasi yang adekuat. Asidosis laktat tipe B tidak memerlukan pengobatan segera seperti asidosis laktat tipe A, karena masalah utamanya tidak terkait dengan pembentukan ATP, oleh karena itu tingkat akumulasi ion hidrogen akan lebih rendah.1,2,10

Sodium bikarbonat Pemberian sodium bikarbonat dalam tata laksana asidosis laktat telah dibuktikan kurang bermanfaat, dapat membahayakan dan membuang waktu. Koreksi dengan bikarbonat dapat menekan kinerja jantung pasien sakit kritis. Efek samping terapi bikarbonat adalah hiperkapnia akut, peningkatan kadar laktat yang dapat meningkatkan asidosis intraseluler, selain itu dapat terjadi hipokalsemia terionisasi yang dapat menurunkan kontraktilitas miokard. Bikarbonat adalah larutan hipertonik yang dapat menyebabkan kelebihan cairan dan mendepresi jantung. Efek samping bikarbonat dapat dikurangi dengan pemberian infus secara lambat dibandingkan bolus secara cepat, meningkatkan ventilasi efektif dan mengoreksi hipokalsemia. Terapi bikarbonat hanya terbatas pada pasien yang berisiko aritmia jantung dengan mempertahankan pH > 7,1.2,9,10

Karbikarb Karbikarb merupakan kombinasi equimolar sodium karbonat dan sodium bikarbonat yang menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida dibandingkan

Page 132: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

118

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan Kronis

sodium bikarbonat sendirian. Secara teoritis karbikarb memiliki keunggulan seperti menurunkan kadar laktat yang bersirkulasi dan memperbaiki status asam basa darah dan jaringan. Beberapa penelitian menunjukkan peran karbikarb dalam meningkatkan konsumsi oksigen otot, menurunkan lebih sedikit tekanan darah arteri, curah jantung lebih stabil dan meningkatkan volume sekuncup.1-3,10

Dikloroasetat (DCA) Dikloroasetat merupakan stimulus poten piruvat dehidrogenase yaitu enzim yang membatasi oksidasi aerobik glukosa, piruvat, dan laktat. Dikloroasetat memberikan efek inotropik positif dikaitkan dengan peningkatan penggunaan glukosa miokard dan produksi fosfat berenergi tinggi. Obat ini menstimulasi pemanfaatan glukosa perifer dan menghambat glukoneogenesis, sehingga mengurangi hiperglikemia pada hewan dan manusia dengan diabetes melitus. Satu studi lain menyimpulkan bahwa pasien dengan asidosis laktat berat yang mendapat terapi DCA, secara statistik bermakna tetapi tidak penting secara klinis terhadap perubahan konsentrasi laktat darah arteri, pH, perbaikan hemodinamik dan kesintasan hidup pasien.1,2

Tris hidroksimetil aminometane (THAM)Tris hidroksimetil aminometan memiliki efek alkalinisasi yang cukup baik, menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida dan menurunkan sodium. Obat ini merupakan obat pilihan pada pasien dengan hipernatremia dan asidosis campuran dengan kadar PaCO2 tinggi, tetapi satu uji klinis tidak membuktikan THAM lebih efektif daripada bikarbonat. Dosis THAM dapat dihitung dengan rumus (0.3 mol/L) = 0,3 x berat badan (kg) x defisit HCO3.22

Hemofi ltrasi dan continuous renal replacement therapy (CRRT) Hemofiltrasi dan CRRT menjadi salah satu cara pengobatan asidosis laktat terutama pada pasien dengan gagal ginjal atau instabilitas kardiovaskular walaupun manfaat secara keseluruhan belum diketahui pasti. Satu studi observasional melaporkan hemofiltrasi dapat memperbaiki asidosis laktat tanpa terjadi ekspansi volume ekstraselular atau hipernatremia pada 89 dari 200 pasien (45 %) dan sebanyak 57 pasien (29%) selamat. Penelitian ini juga melaporkan kombinasi gagal ginjal akut dan asidosis laktat yang tidak dapat

Page 133: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

119

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

diobati dengan hemofiltrasi menggunakan cairan pengganti berbasis laktat dapat diganti cairan berbasis bikarbonat.2,5

SimpulanAsidosis laktat merupakan salah satu masalah penting pada pasien dengan kondisi akut dan kronis yang dapat mengancam nyawa tetapi sering tidak terdiagnosis. Asidosis laktat harus dicurigai pada pasien anak yang mengalami renjatan dan asidosis metabolik dengan kesenjangan anion tinggi tanpa penyebab yang jelas. Pengobatan bertujuan untuk mengoreksi penyebab yang mendasari asidosis laktat tipe A dan menghindari obat atau toksin pada asidosis laktat tipe B. Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

Daftar pustaka1. Nandwani S, Saluja M, Vats M, Mehta Y. Lactic acidosis in critically ill patients.

Peopl J Sci Res. 2010; 3: 43-7.2. Luft FC. Lactic acidosis update for critical care clinicians. J Am Soc Nephrol.

2001; 12: s15–9.3. Cohen RD, Woods F. Lactic acidosis revisited. Diabet. 1983; 32: 181-91.4. Phypers B, Pierce T. Lactate physiology in health and disease. CEACCP. 2006;

6: 128-32. 5. Gladden LB. Lactate metabolism: a new paradigm for the third millennium. J

Physiol. 2004; 558: 5-30.6. Philp A, MacDonald AL, Watt PW. Lactate – a signal coordinating cell and

systemic function. J Exp Biol. 2005; 208: 4561-75.7. Sitkovsky M, Lukashev D. Regulation of immune cells by local-tissue oxygen

tension: HIF1α and adenosine receptors. Nature Rev Immunol. 2005; 5: 712-21.8. Fall PJ, Szerlip HM. Lactic acidosis: from sour milk to septic shock. J Intensive

Care Med. 2005; 20: 255-72.9. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, dkk.

Surviving Sepsis Campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med. 2013; 41: 580-637.

10. Vernon C, LeTourneau JR. Lactic acidosis: recognition, kinetics and associated prognosis. Crit Care Clin. 2010; 26: 255-83.

11. Lange CM, Bojunga J, Peter WP, Wunder K, Mihm U, Zeuzem SE, dkk. Severe lactic acidosis during treatment of chronic Hepatitis B with entecavir in patients with impaired liver function. Hepatol. 2009; 50: 2001-6.

12. Sheedy JR, Wettenhall RE, Scanlon D, Gooley PR, Lewis DP, Stapleton DI, dkk. Increased D-Lactic acid intestinal bacteria in patients with chronic fatigue syndrome. In vivo. 2009; 23: 621-8.

13. Vecchio S. Metformin-induced lactic acidosis: no one left behind. Crit Care. 2011; 15: 107-9.

Page 134: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

120

Asidosis Laktat pada Kondisi Akut dan Kronis

14. Coghlan ME, Johnson VA, Sommadossi JP, Jhala N, Many WJ, Saag MS. Symptomatic lactic acidosis in hospitalized antiretroviral-treated patients with human immunodeciency virus infection: a report of 12 cases. Clin Infect Dis. 2011; 33: 1914-21.

15. Meert KL, McCaulley L, Sarnaik AP. Mechanism of lactic acidosis in children with acute severe asthma. Pediatr Crit Care Med. 2012; 13: 28 –31.

16. Rodrigo GJ, Rodrigo C. Elevated plasma lactate level associated with high dose inhaled albuterol therapy in acute severe asthma. Emerg Med J. 2005; 22: 404–8.

17. Tobin A. Intravenous salbutamol: too much is a good things? Crit Care and Resusc. 2005; 7: 119-27.

18. Palenzuela L, Arno JN, Sharma NL, Hahn NM, Schobert C, Schwartz JE, et.al. Does linezolid cause lactic acidosis by inhibiting mitochondrial protein synthesis? Clin Infect Dis. 2005; 40: e113–6.

19. Lee HS, kim HJ, Won JH, Choi S, Park HS, Kim CK. A Case of type β lactic acidosis in acute leukemia. Yonsei Med J. 2010; 51: 460-2.

20. Groot R, Sprenger RA, Imholz AL, Gerding MN. Type β lactic acidosis in solid malignancies. Neth J Med. 2011; 69: 120-3.

21. Raghuveer T, Garg U, Graf WD. Inborn Errors of metabolism in infancy and early childhood: An update. Am Fam Physician. 2006; 73: 1981-90.

22. Hoste EA, Colpaert K, Vanholder RC, Lameire NH, Waele JJ, Blot SI, dkk. Sodium bicarbonate versus THAM in ICU patients with mild metabolic acidosis. J Nephrol. 2005; 18: 303-7.

Page 135: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

121

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak

Nastiti Kaswandani

Tujuan:1. Mengetahui klasifi kasi derajat penyakit asma2. Mengetahui indikasi dan tahapan pemberian obat pengendali3. Mengetahui tatalaksana jangka panjang anak asma

PendahuluanAsma merupakan penyakit kronik tersering yang dijumpai pada anak. Rentang prevalens asma dari laporan di berbagai wilayah dunia berkisar antara 15.1%-51.1%.1 Data di Indonesia rentang prevalens asma berkisar antara 3%-16.4%.2 Perbedaan angka prevalens ini disebabkan oleh cara pengambilan data yang berbeda-beda. Secara global tampak bahwa prevalens asma terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang, baik di perkotaan maupun pedesaan.

Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada saluran napas yang bergejala obstruksi yang bersifat variabel dan hiperresponsif saluran napas. Dalam praktek klinik, asma bermanifestasi sebagai wheezing, batuk, sesak napas dan rasa dada tertekan. Diagnosis asma secara tepat merupakan hal penting agar penanganan yang diberikan tepat pula.1,3

Spektrum gejala asma bervariasi, misalnya saat serangan yaitu mulai dari serangan ringan yang dapat sembuh sendiri sampai serangan berat hingga menimbulkan ancaman gagal napas. Kekerapan atau freukensi timbulnya serangan asma pun bervariasi, ada yang serangannya jarang sampai yang mengalami serangan hampir setiap hari. Penegakan kasus asma yang kekerapannya sering atau asmanya tidak terkendali mempengaruhi tata laksana asma jangka panjang.3 Dokter perlu memahami pasien dengan karakteristik seperti apa yang memerlukan obat pengendali (controller) sehingga tercapai asma yang terkendali dan meningkatkan kualitas hidup anak asma.

Page 136: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

122

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak

Klasifi kasi asmaDiagnosis klinis asma terutama berdasarkan salah satu atau lebih gejala berikut: sesak napas, wheezing (mengi), batuk, dan dada terasa berat/tertekan yang sifatnya episodik/berulang. Gejala episodik setelah terpapar alergen dan berhubungan dengan musim, riwayat asma dan/atau atopi pada keluarga dapat membantu penegakan diagnosis. Hal yang paling mendukung diagnosis asma pada anak adalah adanya faktor pemicu (trigger) berupa iritan atau aktivitas fisik, adanya perburukan gejala pada malam hari (variabilitas), dan respons positif terhadap pengobatan asma (reversibilitas).

Gejala sehari-hari yang berhubungan dengan aktivitas cukup sering ditemukan pada anak. Gejala asma anak yang sering tidak disadari adalah keterbatasan aktivitas sehari-hari, kelelahan umum, gangguan tidur, kurangnya sosialisasi dengan teman sebaya. Gejala asma dapat dipicu oleh aktivitas fisik, hiperventilasi (tertawa), udara dingin dan kelembaban rendah (kering), iritan saluran napas, infeksi virus saluran napas atas.1,3

Mengingat luasnya spektrum klinis asma, dilakukan pengelompokan / klasifikasi asma berdasarkan kekerapan timbulnya serangan dan berat ringannya serangan. Pengelompokan ini yang menjadi dasar pemilihan terapi jangka panjang. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI melalui konsensusnya dalam Buku Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)2 membagi asma anak menjadi tiga derajat penyakit dengan kriteria yang berbeda dengan Global Initiatife for Asthma (GINA)4 dan lebih sederhana dibandingkan International consensus on (ICON) pediatric asthma.5 Klasifikasi asma pada anak yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu asma episodik jarang, asma episodik sering dan asma persisten didasarkan atas studi oleh Martin dkk dari Melbourne Asthma Study Group yang juga mendapatkan proporsi masing-masing secara berturut-turut adalah 75%, 20% dan 5%.6 Tabel 1 menampilkan klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan kekerapan/frekuensi serangan.

Pedoman yang banyak digunakan di seluruh dunia yaitu GINA4 membagi derajat penyakit asma menjadi empat, yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat. Pembagian tersebut berdasarkan gambaran klinis, faal paru, dan obat yang dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit. Klasifikasi GINA mempersyaratkan adanya nilai PEF atau FEV1 untuk penilaian. Secara klinis, asma intermiten mirip seperi asma episodik jarang, asma persisten berat mirip dengan asma persisten pada PNAA, sedangkan asma persisten ringan-sedang mirip dengan asma episodik sering. Klasifikasi yang dibuat lebih sederhana diharapkan menurunkan kesulitan penegakan asma yang memerlukan terapi pengendali sehingga pasien tidak kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Page 137: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

123

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Tabel 1 Klasifi kasi Derajat Penyakit Asma Anak2

Episodik Jarang Episodik Sering PersistenKriteria KlinisInterval Antar Serangan >2 bulan 1-2 bulan < 1 bulanGejala Malam Hari Tidak ada Lebih dari 2x/bulan, tidak

setiap mingguLebih dari 1x/minggu

Aktivitas Fisik Tidak terganggu Terganggu TerbatasUji Fungsi Paru (Jika Fasilitas Tersedia)PEF atau FEV1 >80% 60-80% <60%Reversibilitas PEF ≥12% ≥12% ≥12%

Keterangan : Apabila terpenuhi 2 kriteria klinis maka digunakaan klasifikasi tersebut. Gejala malam hari yang dinilai : batuk, sesak napas atau mengi yang

menyebabkan tidur terganggu/terbangun. Aktivitas Fisik :

– Terganggu : Ketika sedang aktivitas mengalami serangan – Terbatas : Tidak dapat mengikuti aktivitas

Setelah diberikan obat pengendali, maka selanjutnya dilakukan penilaian tingkat kendali penyakit asma.

Indikasi dan tahapan pemberian obat pengendaliTata laksana medikamentosa pada asma secara umum dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu terapi pereda serangan (reliever) dan terapi pencegahan serangan/pengendali (controller). Obat pereda diberikan saat pasien mengalami serangan asma akut (eksaserbasi akut), sedangkan obat pengendali diberikan secara jangka panjang untuk mencegah timbulnya serangan. Tentu saja obat pengendali tidak perlu diberikan kepada pasien yang dalam perjalanan klinisnya serangannya jarang.1,3,5,7

Berdasarkan klasifikasi kekerapan asma, maka sebagian besar pedoman menyatakan bahwa anak dengan asma episodik sering dan asma persisten, atau menurut klasifikasi GINA adalah asma persisten ringan, sedang dan berat memerlukan terapi pengendali (controller). Anak yang sudah termasuk ke dalam asma episodik sering maka ia mengalami serangan asma sedikitnya 1 kali dalam sebulan. Pada kondisi seperti ini sudah harus dipikirkan terapi pengendali.

Kegagalan mengenali asma persisten akan berakibat hilangnya kesempatan bagi pasien untuk mendapat terapi pencegahan serangan asma. Di negara maju sekali pun seperti di AS, pasien asma anak di layanan kesehatan primer yang termasuk asma persisten hanya sedikit saja yang mendapatkan

Page 138: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

124

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak

terapi pengendali.8 Contoh lain, di layanan primer di Inggris, tata laksana pasien anak asma masih banyak menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan. Monoterapi dengan steroid inhalasi tunggal masih diberikan pada anak yang seharusnya sudah mendapatkan terapi kombinasi.9

Obat utama dan pertama yang digunakan sebagai pengendali asma adalah kortikosteroid inhalasi. Kortikosteroid inhalasi merupakan obat pengendali asma yang paling efektif. Cara inhalasi merupakan keharusan mengingat kortikosteroid sebagai anti inflamasi akan diberikan dalam jangka waktu yang lama. Steroid inhalasi dapat mengendalikan asma, menurunkan angka kekambuhan, mengurangi risiko masuk rumah sakit, memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki fungsi paru dan menurunkan serangan asma akibat berolahraga.4,5

Pemberian kortikosteroid inhalasi setara dosis budesonid 100 – 200 ug per hari dapat menurunkan angka kekambuhan asma dan memperbaiki fungsi paru pada pasien asma. Beberapa pasien asma memerlukan dosis kortikosteroid inhalasi 400 ug per hari untuk mengendalikan asma dan mencegah timbulnya serangan asma setelah berolahraga. Kortikosteroid inhalasi sebagai obat pengendali asma tidak mempengaruhi tinggi badan dan densitas tulang. Steroid inhalasi dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tetapi tidak mempengaruhi tinggi badan secara keseluruhan.10 Kandidiasis oral, suara parau sebagai efek samping dapat dicegah dengan cara berkumur setiap selesai pemberian kortikosteroid inhalasi. Berbagai preparat steroid inhalasi yang banyak tersedia tercantum pada tabel 2.

Tabel 2. Dosis berbagai preparat kortikosteroid inhalasi pada anak asma11

Obat Dosis Rendah Dosis Sedang (μg/hari) Dosis tinggi (μg/hari)

Beclomethasone 100-200 >200-400 >400Budesonide 100-200 >200-400 >400Budesonide-Neb 250-500 >500-1000 >1000Fluticasone Propionate 100-200 >200-500 >500Mometasone Furoate 100 >200 >400

Jika pasien saat pertama berobat sudah kategori asma persisten atau asma persisten berat (GINA) maka tahapan yang diberikan langsung ke tahap 2 seperti pada tabel 3.

Selain kortikosteroid, dalam alur tatalaksana terdapat beberapa obat lain yang dikategorikan sebagai obat pengendali, yaitu long acting ß2-agonist (LABA), antileukotrien, slow-release theophylline, dan lain-lain.12 Sebagai pengendali asma, long acting ß2-agonist (LABA) selalu digunakan bersama kortikosteroid inhalasi (add on therapy). Pemberian preparat kombinasi steroid-

Page 139: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

125

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

LABA banyak diteliti pada anak asma saat pemberian kortikosteroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan perbaikan. Kombinasi steroid-LABA terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka kekambuhan asma.13 Contoh LABA yang tersedia di pasaran antara lain adalah formoterol, salmeterol, dan prokaterol.1,3-5

Tabel 3. Tata laksana jangka panjang anak asma4

TURUN NAIK

LANGKAH TATALAKSANA

LANGKAH1

LANGKAH2

LANGKAH3

LANGKAH4

LANGKAH5

KIE asmaPengendalian Ling-kungan

Bila diperlukan: short-acting β2-agonist

Bila diperlukan: short-acting β2-agonist

PILI

HAN

OBA

T PE

NGEN

DALI

PILIH SALAH SATU PILIH SALAH SATU LANGKAH 3 DAN ≥ SATU PILIHAN

LANGKAH 4 DAN ≥ SATU PILIHAN

KSI dosis rendah*KSI dosis rendah dan long-actingβ2-agonist

KSI dosis sedang atau tinggi dan long-actingβ2-agonist

Steroid oral(dosis paling rendah)

Antileukotrien KSI dosis sedang atau tinggi

Antileukotrien Anti-IgE

KSI dosis rendah dan Antileukotrien

Teofi lin lepas lambat

KSI dosis rendah dan teofi lin lepas lambat

KSI : kortikosteroid inhalasi

Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak lebih unggul dibanding kortikosteroid inhalasi. Kombinasi steroid dan antileukotrien dapat menurunkan angka kekambuhan asma. Antileukotrien dapat mencegah terjadinya exercise-induced asthma. Terdapat 2 jenis antileukotrien yaitu montelukas dan zafirlukas. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin akan memperbaiki kontrol asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk pengendalian asma karena kemapuan absorbsi dan bioafaibilitas yang lebih baik. Eliminasi teofilin bervariasi antar individu

Page 140: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

126

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak

sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma harus dimonitor. Efek samping teofilin bisa berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut dan diare. Efek samping teofilin terutama timbul pada pemberian dosis tinggi , diatas 10mg/kgBB/hari.3,5

Anti Ig-E (Omalizumab) adalah salah satu obat pengendali yang diberikan kepada anak dengan asma persisten setelah obat-obat pengendali di tahap awal kurang memberikan respons klinis. Anti Ig-E terbukti memperbaiki gejala asma dan akan menurunkan kebutuhan kortikosteroid inhalasi.14 Pemberian Anti Ig-E membutuhkan beberapa kali dosis penyuntikan dan relatif mahal. Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain urtikaria, kemerahan dan gatal.

Setelah controller diberikan kepada pasien, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap terkendali/tidaknya asma pada pasien. Derajat kendali asma ditentukan melalui manifestasi klinis keseharian pasien seperti gejala harian, pembatasan aktivitas, gejala pada malam hari (bangun malam karena asma), pemakaian reliever, fungsi paru. Penentuan dilakukan setelah 4 minggu terapi seperti tercantum pada tabel 4.

Tabel 4. Derajat Kendali Penyakit Asma4

A. Penilaian Klinis (Dalam 4 minggu) Manifestasi Klinis Terkendali

(Bila semua kriteriaterpenuhi)

Terkendali sebagian (Minimal satu kriteria terpenuhi)

Tidak terkendali

Gejala Siang Hari Tidak pernah (< 2 kali/minggu)

> 2 kali/minggu Tiga atau lebih kriteria terken-dali sebagian*†

Aktivitas Terbatas Tidak ada Ada Gejala Malam Hari Tidak ada Ada Pemakaian Pereda Tidak ada

(< 2 kali/minggu) > 2 kali/minggu

Uji Fungsi Paru ‡ Normal (> 80%) 60-80% prediksi

Jika saat evaluasi pasien belum sepenuhnya terkendali maka bisa dilakukan penelusuran mengenai ketepatan dan keteraturan penggunaan obat, kendali lingkungan dan gaya hidup yang mencegah paparan pencetus serta evaluasi adanya faktor komorbid seperti rinitis alergi atau rinosinusitis, OSAS (obstructive sleep apnea syndrome) dan lainnya. Apabila faktor tersebut telah diyakini tidak menjadi penyebab belum terkendalinya asma, maka perlu dilakukan kenaikan terapi ke tahap lebih lanjut atau naik (step-up). Contohnya jika dengan kostiosteroid tunggal belum terkendali maka dilanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu dengan menaikkan dosis steroid atau menambah LABA dan seterusnya.15 Sebaliknya jika dengan steroid ditambah LABA pasien sepenuhnya terkendali asmanya maka setelah 3-6 bulan bisa dilakukan step-down atau turun ke tahapan lebih awal (steroid dosis rendah) dan seterusnya.

Page 141: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

127

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Pemilihan alat inhalasi Setelah jenis obat dan dosis dipahami oleh dokter, maka yang sangat penting juga untuk memberikan terapi pengendali adalah memilih alat inhalasi bagi pasien. Sebagian besar obat pengendali asma diberikan secara inhalasi. Teknik inhalasi berbeda-beda sehingga pemilihan alat inhalasi harus disesuaikan dengan golongan umur dan kemampuan anak.3,4,7 Pemilihan alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi obat, keamanan, kenyamanan penggunaan dan biaya. Setelah diresepkan pasien memerlukan edukasi cara penggunaan supaya efikasi terapi pencegahan dapat tercapai. Banyak laporan menyatakan bahwa kegagalan terapi disebabkan oleh kesalahan menggunakan alat inhalasi.16 Inhalasi dosis terukur / metered-dose inhaler dengan spacer merupakan pilihan utama karena memberikan kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, resiko dan efek samping minimal dan biaya lebih murah. Tabel 5 memperlihatkan anjuran pemakaian alat inhalasi sesuai usia.

Tabel 5. Jenis Alat Inhalasi Sesuai Usia17

Umur Alat inhalasi<5 tahun • Nebulizer dengan masker

• metered dose inhaler (MDI) dengan spacer: aerochamber, pocketchamber, babyhaler5−8 tahun • Nebulizer dengan mouth piece

• MDI dengan spacer• dry powder inhaler (DPI): autohaler, cyclohaler, diskhaler, easyhaler, spinhaler, turbu-

haler>8 tahun • nebulizer dengan mouth piece

• MDI dengan atau tanpa spacer• DPI : autohaler, cyclohaler, diskhaler, easyhaler, spinhaler, turbuhaler

SimpulanAnak asma yang termasuk ke dalam asma episodik sering dan asma persisten harus mendapat controller. Setelah dilakukan terapi pencegahan, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap derajat kendali asma. Anak yang asmanya tidak terkendali sepenuhnya, memerlukan penelusuran tentang keteraturan dan ketepatan penggunaan obat, terciptanya kendali lingkungan yang ideal serta kemungkinan adanya faktor komorbid asma.

Page 142: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

128

Kapan Diperlukan Terapi Pengendali pada Asma Anak

Daftar pustaka1. Van Aalderen WM. Childhood asthma: diagnosis and treatment.

Scientifica.2012;12:1-18.2. UKK Pulmonologi PP IDAI. Buku Pedoman Nasional Asma Anak. Indonesian

Pediatric Respiratory Meeting I : Focus on asthma, Jakarta, 2003.3. Schultz A. Martin AC. Outpatient management of asthma in children. Clin Med

Insights Pediatr. 2013;7:13–24.4. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and

prevention update 2012. Diunduh dari: www.ginaasthma.org. pada tanggal 3 Januari 2014.

5. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 2012;67:976-97.

6. Martin AJ, McLennan LA, Landau LI, Phelan PD. Natural history of childhood asthma to adult life. Br. Med. J. 1980;280:1397-400.

7. Lougheed MD, Lemière C, Dell SD, Ducharme FM, Fitzgerald JM, Leigh R, dkk. Canadian Thoracic Society Asthma Management Continuum — 2010 Consensus summary for children six years of age and over, and adults. Can Respir J. 2010;17:15-24.

8. Yee AB, Fagnano M, Halterman JS. Preventive asthma care delivery in the primary care office: Missed opportunities for children with persistent asthma symptoms. Acad Pediatr. 2013;13:98–104.

9. Thomas M, Murray-Thomas T, Fan T, Williams T, Taylor S. Prescribing patterns of asthma controller therapy for children in UK primary care: a cross-sectional observational study. BMC Pulmonary Medicine 2010, 10:29.

10. Kelly HW, Sternberg AL, Lescher R. Effect of inhaled glucocorticoids in childhood on adult height. N Engl J Med. 2012;367(10):904–12.

11. Powell H, Gibson PG. Inhaled cosrticosteroid doses in asthma: an evidence based approach. Med J Aus. 2003;178:223-5.

12. Szefler SJ. Advances in pediatric asthma in 2010: addressing the major issues. Allergy Clin Immunol. 2011;127:102–15.

13. Ducharme FM, Ni Chroinin M, Greenstone I, Lasserson TJ. Addition of long-acting beta2-agonists to inhaled steroids versus higher dose inhaled steroids in adults and children with persistent asthma. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 4. Art. No.: CD005533. DOI: 10.1002/14651858.CD005533.pub2.

14. Rodrigo GJ, Neffen H, Castro- Rodriguez JA. Effificacy and safety of subcutaneous omalizumab vs placebo as add-on therapy to corticosteroids for children and adults with asthma: a systematic review. Chest. 2011;139(1): 28–35.

15. Lemanske RF Jr, Mauger DT, Sorkness CA. Step-up therapy for children with uncontrolled asthma receiving inhaled corticosteroids. N Engl J Med. 2010;362(11):975–85.

16. Price D, Bosnic-Anticevich S, Briggs A. Inhaler competence in asthma: Common errors, barriers to use and recommended solutions. Respir Med. 2012;107:37–46.

17. Pedersen S. Inhalers and nebulizers: which to choose and why. Respir Med. 1996;90:69-77.

Page 143: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

129

Kardiomiopati Dilatasi, Konsekuensi Penyakit KronikPiprim Basarah Yanuarso

Tujuan:1. Mengetahui bentuk-bentuk kelainan pada miokardium2. Mengetahui gejala klinis, diagnosis dan tatalaksana kardiomiopati

dilatasi3. Mengetahui konsekuensi kronis penyakit kardiomiopati dilatasi dan

cara penanggulangannya

Pendahuluan Kardiomiopati berdasarkan definisi WHO adalah suatu kelainan pada miokardium yang berhubungan dengan disfungsi jantung. Kelainan ini terdiri dari 5 kelompok yaitu: kardiomiopati dilatasi (KMD), kardiomiopati hipertrofik (KMH), kardiomiopati restriktif (KMR), kardiomiopati aritmogenik pada ventrikel kanan, dan kardiomiopati yang tidak terklasifikasi. 1 Para pakar yang tergabung dalam American Heart Association (AHA) dalam sebuah konsensus mengusulkan revisi klasifikasi kardiomiopati berdasarkan faktor genetik, perubahan struktur jantung, kejadian di tingkat selular, dan pelibatan multiorgan.2 Namun demikian untuk kepraktisan dari aspek klinis maka klasifikasi WHO masih banyak digunakan hingga saat ini. Tulisan ini membahas secara ringkas tentang kardiomiopati dilatasi yang paling sering dijumpai pada anak dan konsekuensinya sebagai penyakit kronik.

Kardiomiopati dilatasi (KMD)Diagnosis KMD ditegakkan bila jantung mengalami dilatasi dan fungsi kontraksinya buruk.3-5 Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.

Kardiomiopati dilatasi merupakan bentuk paling sering dari kardiomiopati pada anak, kurang lebih 55-60% dari seluruh bentuk kardiomiopati. Angka kejadian di Indonesia belum jelas. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM terdapat sekitar 90-120 kasus setiap tahunnya.6 Angka kejadian KMD di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1 per 200.000 anak dengan 1 kasus baru

Page 144: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

130

Kardiomiopati dilatasi, konsekuensi penyakit kronik

setiap 160.000 anak.7 Penyebabnya bisa karena faktor genetik, infeksi atau lingkungan. Kardiomiopati dilatasi lebih sering terdiagnosis pada anak usia muda dengan rerata usia 2 tahun. Kelainan ini dapat bersifat familial (genetik) dan diperkirakan sekitar 20-30% anak dengan KMD memiliki kerabat dengan kelainan serupa meski tak terdiagnosis atau tanpa gejala klinis.7

Keluhan dan gejala KMDKeluhan dan gejala KMD dapat berupa spektrum dari tanpa gejala klinis, gejala subklinis hingga bentuk terberat yaitu gagal jantung kongestif. Pada keadaan gejala subklinis, bayi dan anak yg lebih muda kadang terdiagnosis sebagai ISPA karena virus atau ‘pneumonia’ berulang tanpa menyadari bahwa masalah jantung adalah masalah utamanya. Sedangkan pada anak yang lebih besar keluhan yang sering dilaporkan adalah berkurangnya toleransi latihan atau mudah lelah.

Pada keadaan gagal jantung kongestif, bayi dan anak yang lebih muda dapat mengalami iritabilitas, gagal tumbuh, keringat berlebihan terutama saat beraktivitas, pucat, napas cepat dan atau mengi. Pada anak yang lebih besar gagal jantung kongestif dapat bermanifestasi sebagai kesulitan bernapas dan atau batuk, pucat, penurunan jumlah urin, edema, keringat berlebih, dan lelah saat beraktivitas ringan. Kebanyakan pasien diduga sebagai asma bronkial karena adanya batuk kronik berulang dan mengi yang timbul terutama saat beraktivitas.3-5,7

Pasien KMD yang disebabkan miokarditis virus dengan gejala pasien tampak lemah disertai adanya kardiomegali pada foto toraks, dapat mengalami gagal jantung kongestif dalam waktu singkat, 24-48 jam. Pasien bahkan dapat memerlukan perawatan intensif dan kadang perlu dilakukan resusitasi jantung paru.

Gambar 1. Kardiomiopa dilatasiA. Normal B. Kardiomiopa dilatasi

A B

Page 145: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

131

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Keluhan akibat adanya gangguan irama jantung atau aritmia dapat timbul pada fase awal atau saat semua keluhan yang menunjang diagnosis KMD muncul. Keluhan yang terkait dengan aritmia ini meliputi palpitasi, syncope, kejang, atau bahkan henti jantung mendadak yang memerlukan resusitasi. Berbagai keluhan tersebut dapat timbul pada berbagai usia dan derajat KMD, bahkan sebelum gejala berat seperti gagal jantung kongestif muncul.

Diagnosis KMDApabila ada kecurigaan pasien menderita KMD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, maka diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ekokardiografi. Pada KMD jantung akan terlihat mengalami hipokinetik global disertai regurgitasi katup mitral dan trikuspid karena peregangan jantung dan fungsi kontraksi yang menurun, lihat gambar 2.

Pemeriksaan foto toraks digunakan untuk mengevaluasi ukuran kardiomegali dari waktu ke waktu, sedangkan elektrokardiografi dapat digunakan untuk menilai hipertrofi ventrikel dan ada-tidaknya aritmia yang menyertai. Kadang diperlukan monitor Holter untuk merekam irama jantung selama 24-48 jam agar aritmia bisa terdeteksi lebih baik. Pemeriksaan elektrokardiogram dapat juga untuk skrining pasien dengan KMD yang asimtomatik.8

Gambar 2. Ekokardiogram pada KMDA. Normal B. Kardiomiopa dilatasi (KMD)

BA

Page 146: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

132

Kardiomiopati dilatasi, konsekuensi penyakit kronik

Pada anak yang kooperatif, biasanya usia di atas 6 tahun, pemeriksaan uji jalan 6 menit9 atau treadmill dapat digunakan untuk menilai kapasitas fungsional jantung dan paru. Hal ini penting untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan menilai kapasitas kerja jantung untuk memprediksi adanya kebutuhan terhadap transplantasi jantung.

Pada anak dengan KMD yang berusia lebih muda perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya penyebab KMD yang bisa diterapi, seperti infeksi adenovirus atau virus Coxsackie yang sering menyebabkan miokarditis. Namun pada sebagian besar kasus terutama pada anak berusia lebih tua, KMD adalah idiopatik, tak ditemukan penyebabnya. Pada kasus seperti ini biasanya terdapat faktor genetik sehingga perlu dilakukan skrining ekokardiografi pada keluarga inti pasien.

Pada kasus KMD yang akan dilakukan transplantasi, perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk mengukur tekanan intrakardiak dan melakukan biopsi otot jantung yang dapat membantu membedakan penyebab KMD, apakah infeksi atau genetik. Berbagai laporan menyebutkan bahwa KMD pada anak paling sering disebabkan oleh mutasi genetik.

Tatalaksana KMDSampai saat ini tak ada terapi yang dapat ‘menyembuhkan’ KMD. Namun demikian tersedia banyak pilihan terapi yang dapat memperbaiki keluhan dan menurunkan risiko pada anak dengan KMD. Pilihan terapi spesifik tergantung kondisi klinis anak, risiko terjadinya kegawatan, dan toleransi anak terhadap terapi. Berikut ini adalah beberapa pilihan terapi pada KMD.

Terapi medikamentosa

Mayoritas anak dengan KMD mengalami gejala gagal jantung. Obat paling sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung adalah diuretik, inotropik, obat pengurang afterload, dan golongan beta bloker.

Diuretik

Obat ini mengurangi kelebihan cairan di paru-paru dan organ lain dengan meningkatkan produksi urin. Berkurangnya penumpukan cairan dalam tubuh akan mengurangi beban kerja jantung, mengurangi edema, dan membantu anak bernapas lebih mudah. Diuretik dapat diberikan per-oral atau intravena, yang sering digunakan adalah furosemid dan spironolakton. Efek samping paling sering adalah dehidrasi dan gangguan elektrolit.3-5

Page 147: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

133

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Obat inotropic

Obat ini digunakan untuk membantu jantung berkontraksi lebih efektif. Seringkali obat inotropik, terutama yang intravena, digunakan untuk membantu anak KMD dengan gagal jantung berat yang tidak cukup stabil untuk perawatan di rumah. Obat yang sering digunakan adalah: Digoksin (oral); meningkatkan kontraksi jantung. Efek samping:

bradikardi, hipertensi, muntah, dan aritmia. Dobutamin, dopamin, epinefrin, norepinefrin (intravena); merupakan

obat-obatan yang meningkatkan tekanan darah dan kekuatan kontraksi jantung. Efek samping: takikardi, aritmia, konstriksi pembuluh arteri.

Vasopresin (intravena); meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah ke ginjal. Efek samping: konstriksi pembuluh arteri dan rendahnya kadar natrium.

Milrinone (intravena); merupakan inodilator, meningkatkan kontraksi jantung dan menurunkan beban kerja jantung dengan relaksasi pembuluh arteri. Efek samping: tekanan darah rendah, aritmia, dan sakit kepala.

Obat pengurang afterload

Obat ini menurunkan beban kerja jantung dengan relaksasi pembuluh arteri sehingga memudahkan darah mengalir ke seluruh tubuh. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah:

Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE inhibitors): captopril, enalapril, lisinopril, monopril (obat-obatan oral). Efek samping: tekanan darah rendah, leukopenia, meningkatkan kadar kalium, abnormalitas ginjal dan hati.

Angiotensin 1 Blocker: losartan (oral). Efek samping: diare, kram otot, dizziness

Milrinone

Beta blocker

Obat ini memperlambat denyut jantung dan menurunkan beban otot jantung untuk berkontraksi. Lambatnya denyut jantung memungkinkan otot jantung yang sudah lemah untuk tetap bekerja. Pada beberapa kasus obat ini dapat memperkecil ukuran jantung yang berdilatasi. Termasuk ke dalam golongan beta bloker adalah: carvedilol, metoprolol, propranolol, dan atenolol. Efek samping: dizziness, bradikardi, tekanan darah rendah, kadang bisa terjadi retensi cairan, fatigue, penurunan performa di sekolah, dan depresi.

Selain memperbaiki keluhan gagal jantung, ACE inhibitor dan beta bloker telah terbukti mengembalikan ukuran jantung kembali normal dan menurunkan angka kematian serta perawatan di RS pada pasien dewasa dengan

Page 148: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

134

Kardiomiopati dilatasi, konsekuensi penyakit kronik

KMD yang asimtomatik. Pada anak dengan KMD pemberian ACE inhibitor direkomendasikan bahkan pada kasus asimtomatik. Sampai saat ini belum ada rekomendasi untuk penggunaan beta bloker pada anak dengan KMD.

Antikoagulan

Pada anak dengan jantung yang tidak berkontraksi adekuat, terdapat risiko pembentukan trombus di dalam jantung yang dapat menyebabkan terjadinya stroke. Pada keadaan ini diperlukan pemberian antikoagulan atau obat pengencer darah. Pilihan jenis antikoagulan tergantung kepada seberapa besar kemungkinan terbentuknya trombus. Antikoagulan yang kurang kuat misalnya aspirin dan dipiridamol, sedangkan antikoagulan yang kuat adalah warfarin, heparin, dan enoxaparin. Obat antikoagulan yang kuat memerlukan monitor kadar INR (international normalized ratio) yang ketat untuk menghindarkan terjadinya efek samping obat yaitu perdarahan massif akibat trauma ringan.

Obat anti-aritmia

Pada pasien KMD yang berat, dengan jantung amat berdilatasi dan kontraksi ventrikel amat buruk terdapat risiko terjadinya aritmia yang mengancam nyawa seperti takikardi ventrikel. Pada keadaan tersebut diperlukan obat anti aritmia seperti: amiodaron, prokainamid, dan lidokain.

Terapi pacu jantung pada KMDAlat pacu jantung

Alat pacu jantung berukuran kecil yang menggunakan baterai dapat ditempatkan di bawah kulit dada atau perut dan dihubungkan dengan wire elektrik yang dilekatkan pada jantung. Alat pacu jantung ini diperlukan pada anak KMD dengan bradikardi berat akibat konduksi impuls yang abnormal maupun akibat efek samping obat.

Implantable cardioverter defi brillator (ICD)

Alat ini digunakan untuk mencegah aritmia serius yang mengancam nyawa seperti takikardi atau fibrilasi ventrikel.

Terapi bedah pada KMD

Tidak ada terapi bedah yang efektif dalam memperbaiki kontraktilitas jantung pada anak dengan KMD. Transplantasi jantung adalah satu-satunya pilihan pada anak dengan KMD yang mengalami gagal jantung berat dan tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau terapi lainnya.

Page 149: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

135

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Cardiac assist devices (jantung mekanik)

Alat ini berupa pompa mekanik yang ditanam menggantikan fungsi jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Biasanya digunakan sebagai terapi antara sebelum dilakukan transplantasi jantung.

Transplantasi jantung

Salah satu sebab utama dilakukan transplantasi jantung pada anak adalah KMD. Transplantasi jantung hanya dilakukan bila tidak ada lagi terapi medikamentosa atau terapi lain yang bermanfaat pada pasien. Operasi ini adalah operasi besar dengan berbagai risiko dan komplikasi jangka panjang. Setelah dilakukan transplantasi jantung maka pasien akan berhadapan dengan masalah infeksi, reaksi penolakan jaringan, masalah koroner, dan efek samping obat.

Prognosis

Sebagian besar anak dengan KMD dapat hidup relatif normal sejak diagnosis ditegakkan dan terapi yang tepat dimulai. Prognosis jangka panjang tergantung kepada penyebab, berat kelainan dan derajat fungsional gagal jantung yang terjadi. Anak dengan KMD harus dimonitor ketat untuk timbulnya gagal jantung , aritmia, terbentuknya thrombus dan kondisi lain yang membuat jantung tak dapat berfungsi dengan baik. Terapi agresif perlu diberikan saat anak mulai mengalami gagal jantung dan aritmia agar keadaanya tidak bertambah buruk.

Sekitar 35% anak dengan KMD akan sembuh sempurna, 35% tetap dalam keadaan stabil, dan sisanya memburuk secara progresif. Anak dengan KMD lebih sering terjadi gagal jantung kongestif dan lebih memerlukan transplantasi jantung dibandingkan bentuk lain dari kardiomiopati. Namun dengan meningkatnya terapi medikamentosa maka skenario tersebut dapat berubah. Angka survival 5 tahun pada anak dengan KMD adalah 40-50%. Apabila penyebabnya adalah miokarditis maka prognosisnya menjadi lebih baik.

Anak yang hidup dengan KMD, konsekuensi penyakit kronisDiagnosis KMD mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan seorang anak. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hidupnya bisa optimal.

Page 150: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

136

Kardiomiopati dilatasi, konsekuensi penyakit kronik

Aktivitas fi sik

Anak dengan KMD tidak boleh berolahraga kompetitif karena adanya kemungkinan perburukan mendadak atau timbulnya gagal jantung kongestif.

Olah raga kompetitif adalah suatu aktivitas tim yang memerlukan latihan fisik secara berkala.

Seorang anak dengan KMD tanpa keluhan gagal jantung dibolehkan berolahraga atletik rekreatif yang bersifat low-dynamic atau low-static sports dalam suasana non-kompetitif. Pada kasus yang ringan, anak dengan KMD dibolehkan mengikuti aktivitas senam setelah diadakan diskusi antara anak, guru, dan orangtua untuk memastikan derajat aktivitas yang tidak menyebabkan kelelahan. Tanda kelelahan fisik meliputi sesak napas, nyeri dada, dan keringat berlebihan. Rekomendasi aktivitas fisik bersifat individual dan dipandu oleh seorang dokter ahli jantung anak.

Aktivitas sekolah

Perlu dilakukan penyesuaian aktivitas di sekolah anak-anak dengan KMD. Adanya kelonggaran jadwal untuk kontrol berobat, mendiskusikan aktivitas yang aman dilakukan oleh anak, adanya tutorial tambahan untuk mempertahankan kemampuan akademik adalah beberapa hal yang perlu dilakukan agar anak tetap dapat merasa nyaman berada di sekolah bersama teman-temannya. Untuk itu amat diperlukan komunikasi yang intens antara orangtua, tim dokter yang merawat, dan guru sekolahnya.10

Bersama teman-teman

Berbagai upaya mesti dilakukan agar anak dengan KMD dapat meluangkan waktu bersama teman-temannya. Bila memungkinkan anak hendaknya diizinkan untuk ikut aktivitas rekreasional. Perlu dihindarkan kontak dengan anak yang sedang sakit akut dan menular, meski terhadap sakit salesma anak KMD memiliki daya tahan yang cukup baik.

Isu psikologis

Mengidap penyakit kronik dapat menyebabkan stress bukan hanya pada anak tapi juga pada seluruh anggota keluarganya. Reaksi anak terhadap penyakit kronis amat tergantung pada tahap perkembangannya. Diskusi tentang penyakit KMD hendaknya menyangkut hal-hal spesifik pada anak tersebut. Pelibatan psikiater anak dan pakar anak lainnya cukup penting dalam hal ini.

Page 151: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

137

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Bersama keluarga

Dampak penegakan diagnosis KMD pada seorang anak akan dirasakan oleh keluarga inti maupun keluarga besarnya. Hal penting yang perlu dilakukan adalah menyadarkan keluarga tersebut bahwa mereka tidak sendirian menghadapi kasus anak dengan penyakit kronik. Ada banyak keluarga lain dengan masalah serupa. Solusi praktis agar keluarga tersebut tetap dapat hidup normal adalah dengan membuka banyak kesempatan untuk berdiskusi dengan dokter, perawat, psikiater anak, para ustadz dan tokoh agama lainnya, dan juga komunitas orangtua anak dengan KMD. Orangtua yang aktif di komunitas yang sama dapat dengan mudah saling berbagi dan menebar semangat di antara mereka sehingga secara psikologis akan sangat baik dampaknya.

Aspek nutrisi

Orangtua perlu memperhatikan aspek nutrisi yang dikonsumsi anak dengan KMD. Tipe tertentu dari KMD berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan tertentu. Oleh karena itu diperlukan konsultasi dengan pakar nutrisi metabolik mengenai nutrisi khusus yang perlu diberikan atau dihindari. Pada anak KMD yang mengalami gagal jantung, nutrisi rendah garam dianjurkan untuk menghindari terjadinya retensi cairan.

Sebagian anak dengan KMD dapat mengalami gagal tumbuh. Oleh sebab itu diperlukan nutrisi yang tinggi kalori untuk mengejar ketinggalannya. Anak dengan KMD yang rutin mengkonsumsi obat-obatan dapat memiliki kadar magnesium dan kalium darah yang rendah sehingga nutrisi yang kaya akan magnesium dan kalium amat dianjurkan. Sebagian anak dengan KMD yang mengalami gagal jantung kongestif juga dapat mengalami retensi cairan di paru-paru. Pada kasus seperti ini restriksi cairan amat diperlukan, anak perlu dibatasi jumlah cairan yang diminumnya.

Aspek kesehatan anak secara umum

Perhatian terhadap aspek kesehatan anak secara umum perlu diperhatikan pada anak dengan KMD. Kontrol rutin dengan dokter spesialis anak untuk evaluasi tumbuh kembang amat penting dilakukan. Imunisasi rutin dan lengkap perlu diberikan, termasuk imunisasi influenza setahun sekali. Rekam medik yang baik yang memuat catatan medik anak dengan lengkap amat diperlukan terutama bila anak tidak sedang bersama orangtua yang memahami penyakitnya sejak semula.

Page 152: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

138

Kardiomiopati dilatasi, konsekuensi penyakit kronik

PenutupTelah dibahas secara ringkas anak dengan kardiomiopati dilatasi berikut berbagai konsekuensinya sebagai penyakit kronik. Sebagai dokter anak, pemahaman komprehensif tentang anak dengan penyakit kronik perlu diketahui dengan baik, bukan hanya aspek medisnya saja. Dengan asuhan yang lebih komprehensif diharapkan anak dengan KMD dapat tumbuh kembang lebih optimal sambil menunggu terapi definitif yang dapat diberikan.

Daftar pustaka1. Richardson P, McKenna W, Bristow M. Report of the 1995 World Health

Organization/International Society and Federation of Cardiology Task Force on the definition and classification of cardiomyopathies. Circulation 1996; 93:841-2

2. Maron BJ, Towbin JA, Thiene G. Contemporary de initions and classi ication of the cardiomyopathies: an American Heart Association Scienti ic Statement from the Council on Clinical Cardiology, Heart Failure and Transplantation Committee; Quality of Care and Outcomes Research and Functional Genomics and Translational Biology Interdisciplinary Working Groups; and Council on Epidemiology and Prevention. Circulation 2006; 113:1807–16

3. Colan SD. Cardiomyopathies. Dalam: Nadas’ Pediatric Cardiology, Keane JF, editor. Edisi ke-2. Philadelphia; Elsevier; 2006. h. 415-58

4. Myung K Park. Acquired heart disease. Dalam: Pediatric Cardiology for Practitioners, edisi ke-5. Philadelphia; Mosby Elsevier; 2008.h. 509-29

5. Waight DJ. Heart failure and cardiomyopathy. Dalam: Essential Pediatric Cardiology. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F, editors. New York; The Mc Graw Hill; 2004. h. 98-105

6. Catatan Rekam Medik RSCM, 2010-2013, tidak dipublikasi.7. Bernstein D. Diseases of the Myocardium. Dalam: Nelson Textbook of

Pediatrics. Kliegman editor. Edisi ke-18. Philadelphia; Saunders Elsevier; 2007.chapter 439

8. Migliore F, Zorzi A, Michieli P, Marra MP, Siciliano M, Rigato I, et al. prevalence of cardiomyopathy in Italian asymptomatic children with electrocardiographic T-wave inversion at preparticipation screening. Circulation 2012; 125:529-38

9. Faggiano P, D’Aloia A, Gualeni A, Brentana L, Cas LD. The 6 minute walking test in chronic heart failure: indications, interpretation and limitations from a review of the literature. Eur J Heart Fail 2004; 687-91

10. Council on Children With Disabilities. Provision of educationally related services for children and adolescents with chronic diseases and disabling conditions. Pediatrics 2007; 119;1218-23

Page 153: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

139

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor

Teny Tjitra Sari

Tujuan:1. Mengetahui cara pemantauan kadar besi di tubuh.2. Mampu melakukan pemantauan keamanan dan efektivitas obat

kelasi besi.3. Mengetahui cara pemantauan komplikasi pasien thalassemia mayor.

PendahuluanThalassemia merupakan kelainan gen tunggal (single gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia, termasuk di Indonesia. Thalassemia adalah penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan oleh berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin-α atau –β yang merupakan komponen utama molekul hemoglobin dewasa (α2β2). World Health Organization (WHO) tahun 1994 menyatakan 4,5% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot) kelainan ini dan meningkat menjadi 7% di tahun 2001.1,2

Indonesia termasuk salah satu negara dalam daerah ikat pinggang thalassemia atau thalassemia belt, yang berarti merupakan negara dengan frekuensi gen thalassemia yang cukup tinggi. Angka pembawa sifat thalassemia-β sebesar 3-10%, thalassemia-α 1,2-11%, dan HbE 1,5-36%.3,4 Di Pusat Thalassemia RSCM sampai dengan akhir tahun 2013 tercatat sebanyak 1.637 pasien thalassemia mayor dan sekitar 5.000 pasien di seluruh Indonesia.5

Berkuran g atau hi langnya rantai-β akan menyebabkan ketidakseimbangan produksi globin sehingga terjadi peningkatan jumlah rantai-α yang bebas, rantai ini akan mengendap pada prekusor sel darah merah di sumsum tulang dan progenitornya di darah tepi. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses maturasi sel darah merah yang akan memicu terjadinya eritropoiesis berlebihan yang tidak efektif dan umur sel darah merah menjadi pendek, sehingga terjadi anemia kronik yang memerlukan transfusi rutin.6 Pemberian transfusi rutin tersebut dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis yakni penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi organ tubuh seperti hati, limpa,

Page 154: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

140

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor

jantung, tulang dan kelenjar pankreas.7 Untuk itu sangat penting dilakukan pemantauan kadar besi pada pasien thalassemia mayor, khususnya pasien yang memasuki awal dekade kedua.

Pemantauan terapi pasien thalassemia mayorTerapi kelasi besi diberikan jika kadar feritin serum ≥ 1.000 ng/mL atau telah menerima 10-20 kali transfusi PRC, atau transfusi darah sebanyak 3 liter, atau saturasi transferrin ≥75%, atau hasil MRI T2* jantung abnormal. Saat ini di Indonesia telah tersedia 3 macam obat kelasi besi, yaitu: 1). Deferoksamin (dosis 20-60 mg/kg, diberikan secara subkutan selama 8-12 jam, 5-7 kali/minggu), 2). Deferipron (dosis 50-100 mg/kg, peroral, 3 kali/hari) dan 3). Deferasirox (dosis 20-30 mg/kg, peroral, dosis tunggal). Obat kelasi besi dipilih berdasarkan jenis obat kelasi besi yang sudah lama beredar karena sudah diketahui dengan pasti keunggulan dan efek samping obat tersebut sehingga mudah dalam menentukan pemantauannya.8

Tujuan pemantauan selama terapi kelasi besi adalah mencegah kelebihan de posit besi ataupun mencegah turunnya besi yang berlebihan, memantau efektivitas terapi, dan menilai kepatuhan penggunaan kelasi besi. Pengukuran kelebihan besi menggunakan feritin serum dan konsentrasi besi di hati (Liver Iron Consentration = LIC) selama terapi kelasi besi telah dilakukan pada berbagai studi. Hipogonadisme, perawakan pendek, cardiac disease-free survival, dan kematian digunakan sebagai pengukuran luaran. Rekomendasi Perkumpulan Dokter Hematologi Italia adalah melakukan monitoring ferritin serum secara berkala dan bila ada kecenderungan peningkatan feritin serum atau penurunan feritin serum di bawah 1.000 ng/mL, disarankan untuk melakukan pemeriksaan konsentrasi besi di hati. Selain itu, pasien dengan riwayat kepatuhan buruk selama menggunakan kelasi besi harus dilakukan pemeriksaan MRI T2* setiap tahunnya, atau lebih cepat sesuai indikasi, terutama pada pasien dengan kepatuhan kelasi besi yang rendah.9

Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan feritin serum setiap 3 bulan untuk pemantauan deposit besi di tubuh.8 Bila di beberapa tempat mengalami kesulitan melakukan pemeriksaan ferritin serum, dapat digunakan saturasi transferin. Penelitian Timan10 menunjukkan bahwa pemeriksaan saturasi transferin mempunyai korelasi yang sangat baik dengan kadar besi bebas (Non Transferrin-Bound Iron) (r=0,9296, p<0,050). Deferoksamin

Penelitian Cunningham, dkk11 mendapatkan komplikasi yang terjadi akibat pemakaian deferoksamin adalah gangguan pendengaran frekuensi tinggi (18%), gangguan visus (6%), alergi (2%), reaksi lokal yang berat

Page 155: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

141

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

(9%), gangguan pertumbuhan (2%), dan infeksi Yersinia (1%). Selain itu, adanya kemungkinan gangguan pendengaran, tinitus dan gangguan lapang pandang sehingga perlu dilakukan pemeriksan audiometri dan mata setiap tahun.8,12 (Tabel 1)

Pemantauan pertumbuhan perlu diperhatikan, terutama bila pasie n menggunakan deferoksamin. Ardani13 mendapatkan adanya displasia pada anak thalassemia mayor yang menggunakan deferoksamin saat usia 3-6 tahun, lama pemakaian obat lebih dari 36-72 bulan, dan dosis lebih dari 35-50 mg/kg/hari. Displasia yang tersering ditemukan adalah marginal sklerosis. Untuk itu sangat penting melakukan pengukuran tinggi badan dan tinggi duduk setiap 6 bulan, terutama pada usia kurang dari 3 tahun, serta pemeriksaan vertebra dan bone age setiap tahunnya untuk memantau ada tidaknya gangguan pertumbuhan. Bila pasien sudah berusia di atas 10 tahun, perlu ditambah dengan melakukan penilaian besi di jantung dan hati.14

Deferipron Penelitian di Pusat Thalassemia RSCM memperlihatkan efek samping

penggunaan deferipron berupa peningkatan nafsu makan (30,3%), mual (12,9%), muntah (9%), netropenia (2,8%), dan artralgia (1,7%). Sebanyak 80 (44,9%) pasien mengalami satu atau lebih efek samping.5 Cohen14 merekomendasikan untuk melakukan pemantauan darah tepi lengkap dengan hit ung jenis (untuk menghitung jumlah netrofil absolut) setiap minggu dan pemeriksaan enzim transaminase setiap bulan selama 3-6 bulan pertama, untuk selanjutnya setiap 6 bulan. Pemeriksaan konsentrasi besi di jantung dan hati setiap tahun bila usia pasien lebih dari 10 tahun.14

Rekomendasi PHTDI untuk pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis idealnya dilakukan setiap 5-10 hari, namun bila tidak bisa, dapat dilakukan setiap 2 minggu. Untuk pemeriksaan enzim transaminase, ureum, dan kreatinin dilakukan setiap 3 bulan.8,15 Di Inggris, pemantauan dilakukan dengan memeriksakan darah tepi setiap mi nggu, dan pemeriksaan kadar seng setiap 3 bulan.12

Deferasirox Efek samping yang ditemukan pada pasien thalassemia mayor di Pusat

Thalassaemia yang menggunakan deferasirox adalah diare (18,2%), mual (15,2%), kemerahan pada kulit (9,1%), peningkatan enzim transaminase (6,8%), urtikaria (2,3%), gastritis (2,3%), dan peningkatan kreatinin (2,3%).5 Pasien yang menggunakan deferasirox direkomendasikan untuk melakukan pemantauan urinalisis, kadar kreatinin dan enzim transaminase

Page 156: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

142

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor

setiap bulannya.14,15 Sedangkan pemeriksaan konsentrasi besi di jantung dan hati 1x/tahun untuk pasien usia > 10 tahun.14 Di Inggris, juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan audiometri dan oftamologi setiap tahun bila menggunakan deferasirox.12

Pemantauan komplikasi pasien thalassemia mayorKomplikasi pada thalassemia umumnya terjadi akibat penyakitnya sendiri (anemia kronis) dan akibat terapi utamanya, yaitu transfusi darah berulang yang mengakibatkan penumpukan zat besi pada semua organ. Oleh karena komplikasi umumnya terjadi sejak usia 10 tahun, maka usia tersebut menjadi sangat penting dilakukan pemantauan komplikasi pasien thalassemia mayor untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi organ, sehingga dapat dilakukan intervensi sedini mungkin.14 Tabel 1 memperlihatkan pemantauan terhadap pasien thalassemia usia kurang 10 tahun dan 10 tahun ke atas untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan pada fungsi organ tubuh. Berbagai pemeriksaan pemantauan fungsi organ untuk pasien thalassemia mayor berusia lebih dari 10 tahun, kebanyakan dilakukan sekali setahun.8,14,15

Meskipun usia harapan hidup pasien thalassemia saat ini semakin tinggi, tetapi gangguan fungsi jantung masih tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalassemia (46%).5 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram, ekokardiografi, dan MRI T2* jantung yang saat ini menjadi pemeriksaan baku emas untuk mendeteksi secara dini adanya penimbunan besi di otot jantung. Interpretasi hasil MRI T2* jantung berat bila <10 ms, intermedia bila 10-20 ms, ringan > 20-40 ms, dan normal > 40 ms. Pasien dengan hasil MRI T2* jantung ringan dan normal bisa melakukan pemeriksaan ulangan setiap tahunnya. Namun untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung moderate dianjurkan melakukan pemeriksaan ulang setiap 6-8 bulan, dan pasien dengan gangguan berat diulang setiap 1-4 bulan.15,16

Infeksi (34%) merupakan penyebab kematian kedua terbanyak setelah gagal jantung. Beberapa penyebab infeksi pada pasien thalassemia antara lain tertular dari darah transfusi, penimbunan besi, dan hipersplenisme. Data Pusat Thalassemia pada tahun 2009 menunjukkan sekitar 27% pasien thalassaemia mendapat infeksi hepatitis C dengan usia termuda 8 tahun, 3,2% pasien dengan HBsAg (+) dengan usia termuda 3 tahun, 8% dengan anti HBc (+), dan kombinasi antara hepatitis B dan hepatitis C ditemukan pada 17% kasus.5

Pentingnya pemantauan komplikasi akibat thalassemia mayor pada banyak organ telah banyak diperlihatkan berbagai penelitian. Batubara, dkk17 mendapatkan 56% pasien thalassemia mayor yang berusia 13-18 tahun mengalami pubertas terlambat yang ditandai dengan rendahnya kadar LH, FSH

Page 157: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

143

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

dan estradiol/testosteron. Semua pasien tidak menggunakan kelasi besi secara adekuat.17 Penelitian Mulawi, dkk18 juga mendapatkan 6% pasien thalassemia mayor berusia 14-18 tahun dengan kelebihan besi menderita diabetes melitus. Penelitian di Iran mendapatkan bahwa kadar trigliserida lebih tinggi dan kadar kolesterol lebih rendah secara bermakna pada pasien thalassemia dibandingkan kontrol.19 Studi Noori, dkk20 yang meneliti pasien thalassemia

Tabel 1. Pemantauan terapi dan komplikasi pasien thalassemia mayor8,1

PA RAMETER Tiap bulan Tiap 3 bulan Tiap 6 bulan Tiap tahunPemeriksaan awal Pasien baru / usia < 10 tahunDarah tepi lengkapGambaran darah tepiFeritin serumUrinalisisPertumbuhan (TB, Tinggi duduk)AudiometriPem. OftalmologiSGOTSGPT Ureum darahKreatinin darahHBsAgHBc totalAnti-HCVSerologis HIVPemeriksaan lanjutanPemeriksaan di atas, ditambah:OGTT, gula darah puasa, gula darah sewaktuKalsium darahFosfat darahKolesterol, HDL, LDL, trigliseridaEkokardiografi (FS, FE, La/Ao ratio, end diastolic diameter)MRI T2* jantung dan hati (jika mungkin)SpirometriBone ageStatus pubertasFSH, LH, Testosteron dan/atau estradiolFT4, TSHFoto tulang (vertebra, femur, humerus, panggul)#

USG abdomen #

CT scan #

# Jika ada indikasi

Page 158: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

144

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor

mayor berusia 10-20 tahun untuk menilai fungsi paru, mendapatkan 77% kelainan paru berupa kelainan restriktif. Begitu pula yang ditemukan di Pusat Thalassemia RSCM Jakarta, bahwa 42 dari 63 pasien thalassemia berusia 6-12 tahun mengalami kelainan restriktif.21 Penelitian Rindang, dkk22 mendapatkan prevalens hipotiroid adalah 26,8%. Penelitian ini juga mendapatkan usia 8,5 tahun dapat memprediksi risiko hipotiroid pada pasien thalassemia mayor.22

Simpulan1. Pemantauan kadar besi di tubuh dilakukan melalui pemeriksaan feritin

serum setiap 3 bulan, namun bila mengalami kesulitan melakukan pemeriksaan feritin serum, dapat menggunakan saturasi transferin.

2. Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi kelasi besi adalah kepatuhan pasien terhadap obat kelasi besi dan pemantauan rutin yang harus dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan dari masing-masing kelasi besi.

3. Komplikasi pada thalassemia yang umumnya muncul pada awal dekade kedua yakni sekitar usia 10 tahun harus menjadi perhatian klinisi dalam melakukan pemantauan fungsi organ pada titik usia tersebut. Berbagai rekomendasi pemnatauan fungsi organ yang rutin dilakukan tidak bisa dipungkiri terkendala oleh biaya ataupun alasan lainnya terutama untuk pasien di negara berkembang. Untuk itu perlunya klinisi memilih pemantauan organ yang terpenting dan bisa dilakukan secara rutin.

Daftar pustaka1. World Health Organization/Thalassaemia International Federation.

Prosiding dari: Joint meeting on the prevention and control of haemoglobinopathies. Nicosia-Cyprus: World Health Organization/Thalassaemia International Federation, 1994: 20.

2. Weatherall DJ, Clegg JB. Inherited haemoglobin disorders: an increasing global health problem. Bull World Health Org. 2001;79:704-12.

3. Sofro ASM. Molecular pathology of the β-thalassemia in Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Pub Health. 1995; 26: 5-8.

4. Lanni F, Gani RA, Widuri, Rochdiyat W, Verawaty B, Sukmawati, dkk. β-thalassemia and hemoglobin-E traits in Yogyakarta population. Dipresentasikan pada 11th International Conference on Thalassaemia and Haemoglobinophaties and 13rd International TIF Conference forThalassaemia patients and parents. Singapore; 8-11 Oktober 2008.

5. Data Pusat Thalassaemia RSCM Jakarta 2013. Belum dipublikasi.

Page 159: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

145

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

6. Weatherall DJ. The thalassemias. Dalam: Stamatoyannopoulos G, Nienhuis AW, Majerus PH, Varmus H, penyunting. The molecular basis of blood disease. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders; 1994. h. 157-205.

7. Weatherall DJ, Clegg JB. The thalassemia syndromes. Edisi keempat. Oxford: Blackwell Scientific Publication; 2001. h. 109-10.

8. Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia. Diagnosis dan tata laksana pasien thalassemia mayor. 2011. Belum dipublikasi.

9. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, Cappellini MD, Cazzola M, Galanello R, dkk. Italian Society of Hematology practice guidelines for the management of iron overload in thalassemia major and related disorders. Haematologica. 2008; 93: 741-52.

10. Timan IS. Aktivasi elastase, laktase dan ekspresi hepsidin pada thalassemia mayor dengan hemokromatosis sebagai petanda gangguan sistem pencernaan [disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.

11. 1unningham MJ, Macklin EA, Neufeld EJ, Cohen AR. Complications of beta-thalassemia major in North America. Blood. 2004; 104: 34-9.

12. Bentley A, Gillard S, Spino M, Connely J, Tricta F. Cost-utility analysis of deferiprone for the treatment of β-Thalassaemia patients with chronic iron overload: A UK perspective. Pharmacoeconomics. 2013; 31: 807–22.

13. Ardani SM, Windiastuti E, Batubara JRL, Irfan EKB, Hadinegoro SR. Body proportion in beta thalassemia major children receiving desferrioxamine. Dipresentasikan pada 11th International Conference on Thalassaemia and Haemoglobinophaties and 13rd International TIF Conference forThalassaemia patients and parents. Singapore; 8-11 Oktober 2008.

14. Cohen AR. New advances in iron chelation therapy. Hematology. 2006: 2006: 42-7.

15. Cappellini MD, Cohen A, Eleftheriou A, Piga A, Porter J, Taher A. Guidelines for the clinical management of thalassaemia. Edisi ke-2. Cyprus: Thalassaemia International Federation; 2008. h.106-20.

16. Pennell DJ, Udelson JE, Arai AE, Bozkurt B, Cohen AR, Galanello R, dkk. Cardiovascular function and treatment in β-thalassemia major: a consensus statement from the American Heart Association. Circulation. 2013; 128: 281-3.

17. Batubara JRL, Akib A, Pramita D. Delayed puberty in thalassemia major patients. Paediatr Indones. 2004; 44: 143-7.

18. Mulawi C, Tridjaja B, Abdulsalam M, Munasir Z. The prevalence of insulin resistance in patients with β-thalassemia major at Cipto Mangunkusumo Hospital. Paediatr Indones. 2003; 43: 117-20.

19. Shams S, Ashtiani MTH, Monajemzadeh M, Koochakzadeh L, Irani H, Jafari F, dkk. Evaluation of serum insulin, glucose, lipid profile, and liver function in β-thalassemia major patients and their correlation with iron overload. Labmedicine. 2010; 41: 486-9.

Page 160: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

146

Pemantauan Terapi dan Komplikasi Pasien Thalassemia Mayor

20. Noori NM, Keshavarz K, Shariar M. Cardiac and pulmonary dysfunction in asymptomatic beta-thalassemia major. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2012; 20: 555-9.

21. Said M, Sastroasmoro S, Gatot D, Supriyatno B, Ananta Y. Comparison of pulmonary functions of thalassemic and of healthy children. Paediatr Indones. 2005; 45: 1-6.

22. Rindang C, Batubara JRL, Amalia P, Satari H. Some aspects of thyroid dysfunction in thalassemia major patients with severe iron overload. Paediatr Indones. 2011; 51: 66-72.

Page 161: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

147

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

Rini Sekartini

Tujuan :1. Mengetahui pola penyakit kronik pada anak2. Mengenal cara penilaian kualitas hidup anak3. Dapat menilai kualitas hidup anak dengan penyakit kronik

PendahuluanPenyakit kronik pada masa kanak memiliki pola yang kompleks dan dinamis. Berbeda dengan penyakit kronik pada dewasa, penyakit kronik serius pada anak relatif jarang dan lebih heterogen. Salah satu manifestasi klinis penyakit kronik pada anak adalah adanya gejala fase akut pada kondisi penyakit kronik tersebut. Penyakit kronik akan berlangsung lama, dengan dampak pengobatan yang lama pula. Pengobatan penyakit kronik dapat memakan waktu beberapa bulan, bahkan sampai beberapa tahun.1 Menurut American Academy of Pediatrics, kondisi penyakit kronik adalah penyakit atau keadaan cacat yang diderita dalam waktu lama dan memerlukan perhatian di bidang kesehatan dan perawatan khusus yang lebih dibandingkan dengan anak normal seusianya, baik dalam perawatan di rumah sakit maupun perawatan di rumah.2

Ahli lain berpendapat bahwa penyakit kronik harus memenuhi 3 konsep yaitu kelainan yang merupakan penyakit biologis, psikososial, atau kognitif; berlangsung dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan; serta memberikan dampak terhadap keterbatasan fungsional yang lebih dibandingkan kelompok anak sehat yang seumur dan memerlukan pelayanan khusus baik dari aspek medis, psikologis, maupun pendidikan.2

Data survei nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua anak mempunyai beberapa bentuk kondisi kesehatan yang kronik, dan 15-20% dari semua anak mempunyai masalah fisis, pembelajaran, dan gangguan perkembangan. Anak lelaki lebih banyak menderita penyakit kronik daripada anak perempuan. Penyakit kronik serius terbanyak adalah asma; lebih dari 12% anak pernah didiagnosis asma pada suatu waktu dalam kehidupannya. Setengah dari anak yang dilaporkan asma mengalami gejala asma sebelum

Page 162: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

148

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

usia 12 bulan. Hampir 6% anak dilaporkan mengalami gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (attention deficit/hyperactivity disorder, ADHD). Kegemukan biasanya tidak dimasukkan dalam masalah kesehatan kronik, walaupun hampir 17% dari semua anak usia 6 sampai 19 tahun mempunyai indeks massa tubuh di atas persentil ke-95.1

Di Indonesia, anak dengan penyakit kronik dikelompokkan dengan sebutan anak dengan disabilitas (ADD). Kelompok ini merupakan salah satu kelompok anak Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan kesehatan. Kondisi kesehatan ADD sangat kompleks, terdiri atas berbagai jenis disabilitas dengan permasalahan yang cukup spesifik sehingga memerlukan pendekatan secara khusus dalam penanganannya. Mereka merupakan kelompok yang rentan dan rawan terhadap paparan penyakit maupun ancaman tindak kekerasan.3

World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah ADD sekitar 7 sampai 10% dari total populasi anak. Di Indonesia, gambaran data ADD sangat bervariasi; belum ada data terkini tentang jumlah dan kondisi ADD. Data Susenas 2003 menunjukkan sebagian besar (85,6%) anak dengan disabilitas berada di tengah masyarakat dan hanya sebagian kecil (14,4%) berada di institusi, termasuk sekolah luar biasa (SLB) dan lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA). Menurut data Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 8,3 juta jiwa ADD, atau sekitar 10% dari total populasi anak di Indonesia.3

Selain pemenuhan kebutuhan dasar untuk tumbuh kembangnya, kualitas hidup anak pun sangat perlu diperhatikan. Penyakit kronik yang muncul pada masa kanak akan memengaruhi kualitas tumbuh kembang dan potensi anak dimasa depan.4 Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of life) merupakan persepsi subjektif terhadap status kesehatan diri seseorang termasuk penyakit dan tata laksananya, meliputi fungsi fisis, psikososial, dan kesejahteraan.5 Kualitas hidup ini terdiri atas tiga ranah, yaitu fungsi fisis, psikologis, dan sosial. Hal ini harus dinilai dan mendapatkan evaluasi yang berhubungan dengan kesehatan.6

Konsep kualitas hidup dan penilaian kualitas hidup anakPada tahun 1990 Schipper dan kawan-kawan secara luas mendefinisikan kualitas hidup sebagai efek fungsional dari suatu penyakit dan penanganannya terhadap penderita, terutama dengan penyakit kronik.7 Pengukuran kualitas hidup bersifat multidimensi, tidak terbatas pada dampak aspek fisis dan psikososial dari penyakit dan penanganannya. Kualitas hidup merupakan refleksi dari individu dan atau keluarga terhadap penderita, baik saat pengobatan dan/atau setelah pengobatan.8

Page 163: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

149

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Standar pengukuran kualitas hidup yang ditetapkan WHO meliputi aspek fisis, mental, dan sosial. Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM), yang dapat digunakan untuk anak dan remaja.8 Instrumen ini terdiri atas perangkat generik dan skala penyakit spesifik. Kuesioner generik sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia melalui beberapa tahap validasi bahasa dan budaya sesuai dengan pedoman dari Mapi Trust Organization dan memiliki reliabiltas yang baik, dengan nilai alfa Cronbach 0,88 sampai 0,88.9,10,11

Dalam sebuah artikel systematic review, sebagian besar penelitian mengenai penilaian kualitas pada anak dengan penyakit kronik dilakukan pada pasien asma dan rinitis.12 Hal ini wajar mengingat asma dan atopi merupakan penyakit kronik pada anak dengan prevalensi tertinggi.1 Sebaliknya, masih sedikit artikel yang menilai kualitas hidup pada anak penderita kanker. Sebagian besar penelitian kualitas hidup terkait dengan dampak pengobatan yang diberikan. Potensi dampak yang luas pada kualitas hidup anak baik secara fisik maupun psikologis, membuat penilaian kualitas hidup anak menjadi suatu keharusan, terutama pada anak dengan penyakit kronik.12

Instrumen PedsQLTM generik sudah diterjemahkan ke dalam 60 bahasa dan memiliki cakupan usia yang luas antara 2 sampai 18 tahun, dengan pengelompokan usia menjadi beberapa subgrup.13 Instrumen lain yang dapat digunakan adalah The Netherland Organization for Applied Scientific Research Academical Medical Center Questionnaires for Children’s Health-Related Quality of Life (TACQOL). Instrumen ini terdiri atas formulir untuk anak dengan jumlah pertanyaan lebih banyak, terdiri atas 56 pertanyaan untuk anak berusia 8 sampai 15 tahun, dan formulir untuk orangtua anak berusia 5 sampai 15 tahun. Instrumen ini tidak membedakan kuesioner berdasarkan kelompok usia. Akan tetapi, kuesioner ini memiliki nilai reliabilitas yang lebih rendah, dengan nilai alfa Cronbach 0,65 sampai 0,84.14 Selain itu, terdapat beberapa perangkat lain untuk menilai kualitas hidup, seperti tertera dalam Tabel 1.5

Salah satu perangkat penilaian kualitas hidup yang sering digunakan adalah Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM). Kuesioner ini dapat digunakan pada anak dan remaja, baik untuk anak sehat maupun untuk anak dengan penyakit kronik. Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) modul generik sering digunakan untuk menilai kualitas hidup anak, terdiri atas 23 pertanyaan yang mencakup seluruh aspek kesehatan. Pertanyaan dalam PedsQLTM terbagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu fungsi fisis (8 pertanyaan), fungsi emosi (5 pertanyaan), fungsi sosial (5 pertanyaan), dan fungsi sekolah (5 pertanyaan).14 Kuesioner ini ditujukan baik untuk orangtua maupun untuk anak. Kuesioner untuk orangtua tersedia untuk kelompok usia 2 sampai 4 tahun, 5 sampai 7 tahun, 8 sampai 12 tahun, dan remaja. Sedangkan laporan

Page 164: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

150

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

anak hanya terdiri dari 3 kelompok usia yaitu usia 5-7 tahun, usia 8-12 tahun, dan remaja. Penilaian pertanyaan ini dibatasi dalam 30 hari terakhir.13,15

Pertanyaan dalam kuesioner PedsQLTM dinilai berdasarkan 5 kategori dalam periode satu bulan. Skala penilaian yaitu 0 (tidak pernah), 1 (hampir tidak pernah), 2 (kadang-kadang), 3 (sering), dan 4 (selalu) (Lampiran 1). Penilaian untuk anak usia 5-7 tahun menggunakan skala gambar wajah untuk menilai seberapa besar pertanyaan tersebut menjadi masalah. Skala penilaian yaitu sama sekali bukan masalah, kadang-kadang menjadi masalah, dan masalah besar (Gambar 1).16

Gambar 1. Skala penilaian berdasarkan gambar wajah.16

Dalam penilaian keseluruhan dilakukan konversi skala menjadi nilai tertentu (skala 0 mendapat nilai 100, skala 1 mendapat nilai 75, skala 2 menjadi nilai 50, skala 3 mendapat nilai 25, dan skala 4 mendapat nilai 0). Nilai yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik. Penilaian masing-masing ranah atau skala merupakan rerata dari semua jawaban pada ranah. Penilaian skala fisis merupakan rerata jumlah jawaban aspek kesehatan. Penilaian skor kesehatan psikososial dihitung dengan menjumlahkan jawaban terkait skala fungsi emosi, sosial, dan fungsi sekolah dibagi dengan banyaknya pertanyaan. Simpulan penilaian PedsQLTM menggunakan nilai cut-off 70; seorang anak dikatakan memiliki kualitas hidup baik bila nilainya sama dan atau di atas 70.16

Di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian penilaian kualitas hidup menggunakan PedsQLTM. Suatu penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik mendapatkan 19% anak penderita sindrom nefrotik menggalami masalah dalam kualitas hidupnya, baik berdasarkan laporan anak maupun orangtua.17 Terdapat beberapa faktor risiko yang berkontribusi terhadap kualitas hidup penderita sindrom nefrotik, antara lain tingkat pendidikan orangtua, faktor sosiodemografi, dan pola pengasuhan. Penelitian lain pada penderita asma mendapatkan 26,8 sampai 35% mengalami masalah kualitas hidup. Fungsi fisis dan fungsi sekolah memiliki korelasi yang baik dengan kualitas hidup. Penilaian menurut orangtua cenderung lebih rendah daripada penilaian oleh anak sendiri.18

Page 165: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

151

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Berbeda dengan hasil kedua penelitian di atas, sebagian besar anak dengan epilepsi (93%) memiliki kualitas hidup yang baik, hal ini terkait dengan faktor sosiodemografi serta penggunaan obat yang teratur pada penderita epilepsi.19

Penelitian lain yang menilai kualitas hidup penderita epilepsi pada remaja menemukan beberapa faktor risiko rendahnya kualitas hidup, yaitu usia, epilepsi derajat berat, dan neurotoksisitas. Remaja laki-laki dan perempuan memiliki ranah kualitas hidup yang berbeda.20

Pada penderita talasemia didapatkan bahwa kualitas hidup mereka lebih rendah dibandingkan saudara kandungnya, dan aspek terburuk adalah fungsi sekolah.21 Hasil ini serupa dengan penelitian di Malaysia dan Thailand. Hal serupa juga dijumpai pada penderita talasemia di Jakarta; 50,5% memiliki kualitas hidup yang buruk, dan faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendapatan orangtua, suku bangsa, dan tampilan facies Cooley.22

Penelitian lain mengenai kualitas hidup pada penderita keganasan, menemukan bahwa kualitas hidup anak dengan keganasan lebih rendah daripada anak normal (rasio odds 3.7). Kualitas hidup penderita keganasan usia 6 sampai 9 tahun lebih rendah daripada anak usia balita dan remaja. Beberapa faktor berperan dalam kualitas hidup penderita keganasan, yaitu tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan ayah, dan lamanya sakit. Penderita leukemia limfositik akut memiliki kualitas hidup lebih baik daripada penderita tumor dan limfoma malignum.23 Hasil yang sama ditemukan pada penilaian kualitas hidup remaja dengan keluhan sakit kepala primer. Didapatkan kualitas hidup yang lebih rendah untuk semua domain, baik fungsi fisik, emosi, sosial, dan fungsi sekolah pada penderita sakit kepala primer dibandingkan dengan anak normal.24 Penelitian yang dilakukan di Indonesia seluruhnya menggunakan kuesioner PedQLTM modul generik, tidak menggunakan modul penyakit khusus.

Pada penelitian yang melibatkan anak penyandang keterbatasan fisis berusia 6 sampai 14 tahun dan orangtuanya menggunakan The Child Health Questionnaire (CHQ) yang dilakukan 3 kali dengan interval 9 bulan diperoleh hasil skor penilaian fisis dan psikososial yang lebih rendah daripada anak normal. Kualitas hidup dipengaruhi beberapa faktor, seperti faktor lingkungan, perilaku bermasalah, fungsi keluarga, kesehatan umum, dan keterbatasan fungsi fisis.2 5

Pada anak remaja di Rusia Utara yang menderita diabetes mellitus, asma, dan epilepsi ditemukan kualitas hidup menengah sampai tinggi. Hal ini terkait dengan penyakitnya dan faktor lain seperti jenis kelamin dan tingkat sosial ekonomi. Disarankan untuk melakukan intervensi psikososial terhadap penderita penyakit fisis kronik (chronic physical illness).26

Page 166: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

152

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

Tabel 1. Perangkat penilaian kualitas hidup pada anak.5

Kualitas hidup pada anak dengan penyakit kronikAnak dengan penyakit kronik dapat mengalami hambatan untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Mereka dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisis, kognitif, komunikasi, motorik, adaptif, atau sosialisasi, juga gangguan dalam aspek pertumbuhan seperti kenaikan berat badan dan tinggi badan yang tidak optimal. Hal lain yang perlu dideteksi yaitu risiko timbulnya perilaku yang menyimpang seperti emosi yang meledak-ledak, sikap menentang, cenderung nekat, dan drug abuse yang banyak dijumpai pada masa remaja.1

Gangguan tumbuh kembang yang terjadi mulai dari gejala ringan sampai dengan berat, dapat pula bersifat sementara atau permanen. Gangguan tersebut akibat gejala atau kelainan yang menetap, pengobatan yang terlambat, keterbatasan aktivitas atau mobilitas, atau keterbatasan terhadap kegiatan di sekolah, rekreasi, bermain, aktivitas keluarga, atau dalam pekerjaan.27

Page 167: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

153

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

Penanganan optimal anak dengan penyakit kronik tidak hanya terbatas pada masalah medis, tetapi harus memperhatikan faktor perkembangan, psikososial, dan keluarga.2,28,29 Penyakit kronik berdampak terhadap perkembangan anak serta menimbulkan berbagai masalah dan menurunkan kualitas hidupnya.30,31

Dampak penyakit kronik bergantung pada pandangan anak terhadap organ tubuhnya, penyakitnya, terapi yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian. Penyakit kronik pada anak juga dapat memberikan dampak baik pada anak maupun keluarganya. Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososialnya, keterlibatannya dengan teman sebaya, aspek pendidikan, dan prestasi di sekolah. Sedangkan dampak terhadap keluarga, antara lain tercermin pada status psikososial orang tua, aktivitas, status ekonomi keluarga, serta peran keluarga di masyarakat.

Beberapa dampak penyakit kronik dapat memengaruhi kualitas hidup anak, seperti penampilan (body image), kecacatan (handicap) yang tampak akan mengakibatkan rendah diri. Bentuk fisik yang berbeda dibandingkan dengan anak sehat juga sering menimbulkan kecemasan dan depresi. Hal ini terutama dijumpai pada anak remaja yang mulai memperhatikan penampilan fisik. Kondisi kronik yang mengharuskan penggunaan alat bantu misalnya alat bantu dengar, kursi roda, dan lain-lain, menyebabkan perasaan rendah diri sehingga anak cenderung menarik diri.28,31

Penanganan medis seringkali membuat anak dengan penyakit kronik mengalami gangguan dalam proses kemandirian. Mereka seringkali sangat bergantung pada orangtuanya atau pengasuh, termasuk dokter. Masalah yang sering dihadapi anak dengan penyakit kronik adalah sering tidak masuk sekolah, tinggal kelas, berkurangnya fungsi kognitif karena obat-obatan, dan meningkatnya risiko kekambuhan karena pengobatan yang tidak teratur.31 Selain masalah pendidikan, hubungan dengan teman sebaya (peer group) juga mengalami hambatan, sering merasa terasing dan ditolak oleh lingkungannya.30,32 Pada akhirnya saat dewasa kelak anak akan mengalami kendala dalam bekerja dan berkarier.

Kualitas hidup merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan luaran yang perlu diketahui terutama pada penyakit kronik anak. Beberapa studi yang dilakukan memperlihatkan bahwa kualitas hidup anak dengan penyakit kronik lebih rendah daripada anak normal. Kualitas hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor dan merupakan evaluasi secara individual terhadap kesehatan fisis, mental, dan fungsi sosial. Hal ini secara objektif memberikan dampak terhadap penyakitnya dan pengobatan yang dilakukan. Masa remaja khususnya merupakan masa rawan dalam penanganan anak dengan penyakit kronik.

Oleh sebab itu, dalam menghadapi anak dengan penyakit kronik selain penanganan secara medis harus diperhatikan aspek psikososialnya. Penilaian kualitas hidup secara berkala merupakan salah satu cara untuk melakukan

Page 168: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

154

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

deteksi adanya dampak penyakit kronik baik untuk aspek fisis maupun sosial emosi. Selain itu penilaian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penyakit kronik yang terjadi dan melakukan penanganan yang optimal baik untuk penyakitnya maupun dampak yang ditimbulkan. PedsQLTM modul generik merupakan perangkat yang baik untuk menilai kualitas hidup anak pada berbagai penyakit kronik.

KesimpulanPenanganaan penyakit kronik pada anak sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Penyakit kronik pada anak dapat berdampak baik untuk anak dan keluarga. Dampak jangka panjang dapat mengganggu tumbuh kembang dan kualitas hidup anak. Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) modul generik merupakan salah satu perangkat yang dapat digunakan secara luas oleh tenaga kesehatan untuk menilai kualitas hidup anak. Hal ini akan memberikan kontribusi dalam perawatan kesehatan selanjutnya baik secara fisis, sosial, dan emosi.

Daftar pustaka1. Wise PH. Chronic illness in childhood. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,

Jenson H, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007. h. 187-91.

2. Stein RE, Westbrook LE, Bauman LJ, Pless B. The questionnaire for identifying children with chronic conditions: a measure based on a non-categorical approach. Pediatrics. 1997;99:513-20.

3. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pelayanan kesehatan anak dengan disabilitas bagi tenaga kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. h. 1-3.

4. Eiser C, Morse R. A review of measures of quality of life for children with chronic illness. Arch Dis Child. 2001;84:205-11.

5. Matza LS, Swensen AR, Flood EM, Secnik K, Leidy NK. Assesment of health-related quality of life in children: a review of conceptual, methodological, and regulatory issues. Value Health. 2004;7:79-92.

6. Leidy NK, Revicki DA, Geneste B. Reccomendation for evaluating the validity quality of life for labeling and promotion. Value Health. 1992;2:113-27.

7. Juniper EF. How important is quality of life in pediatric asthma? Pediatr Pulmonol. 1997;15Suppl:17-21.

8. Eiser C. Children’s quality of life measures. Arch Dis Child. 1997;77:350-4.9. Susanto Y. Penilaian kualitas hidup anak yang menderita kanker dengan metoda

PedsQL [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.

Page 169: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

155

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

10. Sitaresmi MN, Mostert S, Gundy CM, Sutaryo, Vermaan AJP. Health-related quality of life assesment in Indonesian childhood acute lymphoblastic leukemia. Health Qual Life Outcomes. 2008;6:1-8.

11. Mapi Research Trust. Pediatric quality of life inventory. Diunduh dari: http://www.mapi-trust.org/services/questionnairelicensing/catalog-questionnaires/84-pedsql. Diakses 6 Maret 2014.

12. Clarke SA. Eiser C. The measurement of health-related quality of life (QOL) in paediatric clinical trials: a systematic review. Health Qual Life Outcomes. 2004;2:1-5.

13. Varni JW, Burwinle TM, Seid M. PedsQLTM as a pediatric patient-reported outcome: reliability and validity of the PedsQLTM measurement model in 25,000 children. Expert Rev Pharmacoeconomics Outcome Res. 2005;5:705-19.

14. Verrips EGH, Vogels TGC, Koopman HM, Theunissen NCM, Kamphuis RP, Fekkes M, dkk. Measuring health-related quality of life in a child population. Eur J Public Health. 1999;9:188-93.

15. Varni JW. The PedsQLTM measurement model for pediatric quality of life inventory. Diunduh dari: http://www.pedsql.org/about_pedsql.html. Diakses 1 Maret 2014.

16. Brown L, Seid M. The Healthy Families Program health status assessment (PedsQLTM) final report. Revised September 2004. Diunduh dari: http://www.mrmib.ca.gov/mrmib/HFP/PedsQL3.pdf. Diakses 2 Maret 2014.

17. Maharani P. Kualitas hidup Anak Sindrom Nefrotik menggunakan penilaian Pediatric Quality of Life InventoryTM [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014.

18. Wigoeno J, Sekartini R, BS Darmawan, Rezeki S. Assessig the quality of life of asthmatic children using the PedQLTM. Paediatr Indones. 2011:51:245-51.Wishwadewa WN, Mangunatmadja I, Said M, Firmansyah A, Soedjatmiko, Tridjaja B. Kualitas hidup anak epilepsi dan faktor-faktor yang memengaruhi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta. Sari Pediatri. 2008;1:272-9.

19. Devinsky O, Westbrook L, Cramer J, Perrine K, Glassman M, Camfield C. Risk factors for poor health-related quality of life in adolescents with epilepsy. Epilepsia. 1999;40:1715-20.

20. Wahyuni MS, Ali M, Rosdiana N, Lubis B. Quality of life assesment of children with thalassemia. Paediatr Indones. 2011;51:163-9.

21. Aji DN, Silman C, Aryudi C, Centauri C, Andalia D, Astari D, dkk. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien thalassemia mayor di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Sari Pediatri. 2009;11:85-9.

22. Susanto IY, Soedjatmiko, Putra ST. Assessment of health-related quality of life in children with cancer using PedsQLTM (a preliminary study). Paediatr Indones. 2009;49:330-6.

23. Riahta N, Ali M, Saing B, Dimiyati Y, Saing J. Quality of life in adolescents with primary headaches. Paediatr Indones. 2013;53:350-4

24. Law M, Hanna S, Anaby B, Kertoy M, King G, Xu L. Health-related quality of life of children with phisical disabilities: a longitudinal study. Pediatrics. 2014;14:2-10.

Page 170: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

156

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

25. Zashikhina A, Hagglof B. Health-related quality of life in adolescents with chronic physical illness in northern Russia: a cross-sectional study. Diunduh dari: http://www.hqlo.com/content/12/12. Diakses 1 Maret 2014.

26. Soetjiningsih. Kondisi kesehatan kronik pada remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2004. h.177-89.

27. Suris JC, Michaud PA, Akre C, Sawyer SM. Health risk behaviors in adolescents with chronic conditions. Pediatrics. 2008;122:1113-7.

28. Perrin EC, Newacheck P, Pless B, Drotar D, Gortmaker SL, Leventhal JM, dkk. Issues involved in the definition and classification of health chronic conditions. Pediatrics. 1993;189:787-93.

29. Ziring PR, Bradziunas D, Gonzales L. General principles in the care of children and adolescents with genetic disorders and other chronic health conditions. Pediatrics. 1997;99:643-4.

30. Coupey SM. Chronic illness in the adolescent. Dalam: Neinstein LS, penyunting. Adolescent health care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 1056-66.

31. Michaud PA, Suris JC, Viner R. The adolescent with a chronic condition; epidemiology, developemental issues, and health care provision. Geneva: World Health Organization; 2007. h. 1- 52.

Page 171: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

157

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak LXVI

PedsQL 4.0 – Parent (13-18)FILE NAME HERE (PedsQL4-Module-PA-language#.doc) DATE HERE

Copyright © 1998 JW Varni, Ph.D. All rights reservedNot to be reproduced without permission

Lampiran 1.

PPeeddssQQLLTTMM

Versi 4.0 – Bahasa Indonesia

LAPORAN ORANG TUA MENGENAI REMAJA (usia 13-18)

PETUNJUK

Pada halaman berikut ini terdapat hal-hal yang mungkin menjadi masalah bagi anak remaja anda. Coba katakan seberapa sering masalah tersebut dialami anak anda dalam 1 bulan terakhir ini dengan melingkari :

0 jika tidak pernah merupakan masalah1 jika hampir tidak pernah masalah2 jika kadang-kadang menjadi masalah 3 jika sering menjadi masalah4 jika hampir selalu menjadi masalah

Tidak ada jawaban benar atau salah. Jika kamu tidak mengerti pertanyaannya, silahkan meminta penjelasan.

ID#__________________________

Tanggal:_____________________

Page 172: Pendekatan Holistik Penyakit Kronik Pada Anak untuk ... · Pendahuluan Prevalens penyakit kronik, termasuk penyakit kronik pada anak, di beberapa negara maju cenderung meningkat.1,2

158

Kualitas Hidup pada Anak dengan Penyakit Kronik

PedsQL 2

PedsQL 4.0 – Parent (13-18)FILE NAME HERE (PedsQL4-Module-PA-language#.doc) DATE HERE

Copyright © 1998 JW Varni, Ph.D. All rights reservedNot to be reproduced without permission

Selama satu bulan terakhir, seberapa sering anak remaja anda mengalami masalah ini

FUNGSI FISIK (masalah dengan…) Tidakpernah

Hampir tdk prn

Kadangkadang

Sering Hampir selalu

1. Sulit berjalan jauh 0 1 2 3 4

2. Sulit berlari 0 1 2 3 4

3. Sulit berolahraga atau latihan fisik 0 1 2 3 4

4. Sulit mengangkat benda yang berat 0 1 2 3 4

5. Sulit mandi sendiri 0 1 2 3 4

6. Sulit melakukan pekerjaan rumah tangga 0 1 2 3 4

7. Merasa sakit 0 1 2 3 4 8. Memiliki sedikit tenaga 0 1 2 3 4

FUNGSI EMOSIONAL (masalah dengan…) Tidakpernah

Hampir tdk prn

Kadangkadang

Sering Hampir selalu

1. Merasa takut 0 1 2 3 4

2. Merasa sedih 0 1 2 3 4

3. Merasa marah 0 1 2 3 4

4. Sulit tidur 0 1 2 3 4

5. Merasa khawatir tentang apa yang akan terjadi

pada dirinya

0 1 2 3 4

FUNGSI SOSIAL (masalah dengan…) Tidakpernah

Hampir tdk prn

Kadangkadang

Sering Hampir selalu

1. Memiliki masalah jika bersama anak-anak lain 0 1 2 3 4

2. Anak-anak yang lain tidak mau menjadi 0 1 2 3 4

3. Anak-anak yang lain mengejeknya 0 1 2 3 4

4. Tidak dapat melakukan kegiatan yang teman-teman seusianya dapat lakukan

0 1 2 3 4

5. Sulit untuk berteman 0 1 2 3 4

FUNGSI SEKOLAH (masalah dengan…) Tidakpernah

Hampir tdk prn

Kadangkadang

Sering Hampir

selalu1. Sulit memusatkan perhatian di dalam kelas 0 1 2 3 4

2. Lupa beberapa hal 0 1 2 3 4

3. Sulit mengerjakan tugas sekolah 0 1 2 3 4

4. Tidak masuk sekolah karena merasa tidak enak badan

0 1 2 3 4

5. Tidak masuk sekolah karena pergi ke dokter 0 1 2 3 4