pendahuluan - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf ·...

6
PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada jaringan yang melapisi rongga sinus baik disertai dengan atau tanpa infeksi. Sinusitis dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit dan jamur. Salah satu penyebab sinusitis adalah infeksi jamur. Infeksi jamur pada sinus paranasal jarang terjadi dan umumnya terjadi pada individu dengan defisiensi sistem imun. Insiden sinusitis jamur pada saat ini telah meningkat pada populasi imunokompeten. 1-4 Insiden sinusitis jamur mempunyai angka yang bervariasi di seluruh dunia. Penelitian Grigoriu et al., di Eropa mendapatkan 81 kasus infeksi yang disebabkan jamur pada 600 kasus rinosinusitis kronis maksila. Penelitian lainnya oleh Chakrabarti et al., di Asia 50 kasus (42 % ) rinosinusitis disebabkan infeksi jamur. Penelitian See Goh et al. di Malaysia memaparkan 16 kasus infeksi jamur pada 30 penderita sinusitis kronis maksila. Infeksi jamur sinus sfenoid lebih jarang terjadi hanya sekitar 2,5% dari seluruh infeksi sinus, infeksi ini terjadi disebabkan oleh anatomi dan penurunan aliran udara daerah sinus sfenoid. 1,5-7 Infeksi sinus sfenoid oleh jamur jarang terdiagnosis, karena mempunyai gejala yang tidak khas (kadang tanpa gejala) dan mempunyai gejala yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis infeksi jamur di sinus sfenoid seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, diplopia, dan kebutaan. Infeksi sinus oleh karena jamur dapat diklasifikasikan yaitu sinusitis jamur ekstramukosa (non invasif) dan invasif. 8-10 Diagnosis sinusitis sfenoid jamur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Terapi diberikan untuk mengurangi inflamasi pada rongga sinus, membantu drainase, dan menurunkan tekanan pada sinus sebagai penyebab nyeri sinus. 11,12 Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan “mucociliary clearance” dalam sinus. 2,3,4 Makalah ini melaporkan kasus sinusitis sfenoid jamur pada penderita wanita usia 45 tahun yang dilakukan bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF). LAPORAN KASUS Seorang wanita (Ny. N) berusia 45 tahun datang ke Unit Rawat Jalan (URJ) T.H.T.K.L. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 23 September 2015. Penderita dirujuk dari RSUD di Papua dengan nyeri kepala hebat. Anamnesis didapatkan nyeri kepala sejak tiga bulan yang lalu. Nyeri kepala awalnya ringan dan membaik dengan pemberian obat anti nyeri sejak satu tahun yang lalu. Pada tiga bulan terakhir keluhan nyeri kepala tidak membaik dengan pemberian obat anti nyeri. Nyeri kepala disertai rasa mual, rasa pusing berputar, dan kepala terasa seperti berat. Keluhan telinga, hidung, dan tenggorok tidak didapatkan. Riwayat penyakit dahulu terdapat bersin setiap pagi disertai nyeri kepala. Hipertensi dan diabetes melitus disangkal. Penderita sebelumnya berkonsultasi dan mendapat terapi di URJ Neurologi Dr. Soetomo Surabaya, nyeri kepala tidak berkurang dan dilakukan computed tomography scan (CT scan). Berdasarkan hasil CT scan penderita didapatkan perselubungan pada sinus sfenoid kanan dan dirujuk ke poli T.H.T.K.L. RSUD Dr. Soetomo. Pemeriksaan rinoskopi anterior tidak tampak sekret pada kavum nasi kiri dan kanan, kedua konka inferior dalam batas normal, tidak didapatkan massa. CT scan sinus paranasal (21 50 SINUSITIS SFENOID JAMUR (Laporan Kasus) Indah Asmara Gustarini, Irwan Kristyono Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei -Agustus 2016, hlm. 50 - 55

Upload: phungnguyet

Post on 03-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada jaringan

yang melapisi rongga sinus baik disertai dengan

atau tanpa infeksi. Sinusitis dapat disebabkan oleh

infeksi virus, bakteri, parasit dan jamur. Salah satu

penyebab sinusitis adalah infeksi jamur. Infeksi

jamur pada sinus paranasal jarang terjadi dan

umumnya terjadi pada individu dengan defisiensi

sistem imun. Insiden sinusitis jamur pada saat ini

telah meningkat pada populasi imunokompeten.1-4

Insiden sinusitis jamur mempunyai

angka yang bervariasi di seluruh dunia. Penelitian

Grigoriu et al., di Eropa mendapatkan 81 kasus

infeksi yang disebabkan jamur pada 600 kasus

rinosinusitis kronis maksila. Penelitian lainnya oleh

Chakrabarti et al., di Asia 50 kasus (42 % )

rinosinusitis disebabkan infeksi jamur. Penelitian

See Goh et al. di Malaysia memaparkan 16

kasus infeksi jamur pada 30 penderita sinusitis

kronis maksila. Infeksi jamur sinus sfenoid lebih

jarang terjadi hanya sekitar 2,5% dari seluruh

infeksi sinus, infeksi ini terjadi disebabkan oleh

anatomi dan penurunan aliran udara daerah sinus

sfenoid.1,5-7

Infeksi sinus sfenoid oleh jamur jarang

terdiagnosis, karena mempunyai gejala yang tidak

khas (kadang tanpa gejala) dan mempunyai gejala

yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh

bakteri atau lainya. Gejala klinis infeksi jamur di

sinus sfenoid seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital,

diplopia, dan kebutaan. Infeksi sinus oleh karena

jamur dapat diklasifikasikan yaitu sinusitis jamur

ekstramukosa (non invasif) dan invasif.8-10

Diagnosis sinusitis sfenoid jamur

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang. Terapi diberikan untuk mengurangi

inflamasi pada rongga sinus, membantu drainase,

dan menurunkan tekanan pada sinus sebagai

penyebab nyeri sinus.11,12 Bedah Sinus Endoskopik

Fungsional (BSEF) adalah teknik operasi pada sinus

paranasal dengan menggunakan endoskop yang

bertujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan

“mucociliary clearance” dalam sinus.2,3,4 Makalah

ini melaporkan kasus sinusitis sfenoid jamur pada

penderita wanita usia 45 tahun yang dilakukan

bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF).

LAPORAN KASUS

Seorang wanita (Ny. N) berusia 45 tahun

datang ke Unit Rawat Jalan (URJ) T.H.T.K.L.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo

Surabaya pada tanggal 23 September 2015.

Penderita dirujuk dari RSUD di Papua dengan nyeri

kepala hebat.

Anamnesis didapatkan nyeri kepala sejak

tiga bulan yang lalu. Nyeri kepala awalnya ringan

dan membaik dengan pemberian obat anti nyeri

sejak satu tahun yang lalu. Pada tiga bulan terakhir

keluhan nyeri kepala tidak membaik dengan

pemberian obat anti nyeri. Nyeri kepala disertai rasa

mual, rasa pusing berputar, dan kepala terasa seperti

berat. Keluhan telinga, hidung, dan tenggorok tidak

didapatkan. Riwayat penyakit dahulu terdapat

bersin setiap pagi disertai nyeri kepala. Hipertensi

dan diabetes melitus disangkal. Penderita

sebelumnya berkonsultasi dan mendapat terapi di

URJ Neurologi Dr. Soetomo Surabaya, nyeri kepala

tidak berkurang dan dilakukan computedtomography scan (CT scan). Berdasarkan hasil CTscan penderita didapatkan perselubungan pada

sinus sfenoid kanan dan dirujuk ke poli T.H.T.K.L.

RSUD Dr. Soetomo.

Pemeriksaan rinoskopi anterior tidak

tampak sekret pada kavum nasi kiri dan kanan,

kedua konka inferior dalam batas normal, tidak

didapatkan massa. CT scan sinus paranasal (21

50

SINUSITIS SFENOID JAMUR

(Laporan Kasus)

Indah Asmara Gustarini, Irwan Kristyono

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala dan Leher

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 50 - 55

Page 2: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

September 2015) menunjukkan perselubungan

sinus sfenoid kanan, ekspansi ke dinding antar-

sfenoidal dengan diagnosis banding granuloma dan

tumor (Gambar 1).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan penunjang, maka penderita didiagnosis sinusitis

sfenoid kanan, pasien direncanakan menjalani

operasi Bedah Sinus Endoskopik Fungsional

(BSEF) dengan pendekatan sfenoidektomi untuk

membuka drainase dan ventilasi sinus sfenoid

kanan.

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional

(BSEF) dilakukan dengan anestesi umum di

Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD dr.

Soetomo Surabaya pada tanggal 2 Oktober 2015.

Pada saat operasi didapatkan mukosa yang menutup

ostium sinus sfenoid kanan,

dilakukan konkotomi parsial pada

konka media kanan agar lapangan

operasi terlihat jelas dan

mempermudah evaluasi sinus

sfenoid kanan dengan

nasoendoskopi, membuka mukosa

yang menutupi ostium sinus

sfenoid kanan, ostium lalu

diperlebar.

Pada saat ostium sinus

sfenoid telah lebar, didapatkan

bentukan massa berwarna coklat,

tebal, dan sedikit pus pada sinus

sfenoid kanan dan diputuskan untuk

diekstraksi sampai bersih (Gambar

2). Massa di dalam sinus sfenoid

kanan diambil dan dikultur untuk

pemeriksaan mikrobiologi.

Terapi pasca operasi

diberikan ceftriaxon 2 x 1 gram

intra vena, ranitidin 2 x 50

miligram intra vena, ketorolac 3 x

10 miligram intra vena, dan

metoclopramide 3 x 10 miligram

intra vena.

Hari pertama pasca

operasi didapatkan keluhan nyeri

kepala berkurang, tidak tampak

perdarahan baik dari anterior

maupun posterior kavum nasi, tidak tampak tampon

yang jatuh ke orofaring, terapi medikamentosa

dilanjutkan.

Hari kedua pasca operasi, keluhan nyeri

minimal dan tidak didapatkan perdarahan, terapi

sama seperti hari pertama. Hari ketiga dilakukan

nasoendoskopi di URJ THTKL dan evaluasi

sebelum penderita keluar rumah sakit.

Hasil evaluasi nasoendoskopi didapatkan

sinus sfenoid kanan tampak debris jamur, ostium

sinus sfenoid tampak lebar, terdapat sedikit bekuan

darah, lalu penderita diberikan terapi cuci hidung

larutan garam fisiologis 5 x 100 cc. Penderita

kontrol ke poli T.H.T.K.L satu minggu setelah

keluar rumah sakit.

Kontrol pertama pada tanggal 9 Oktober

2015, keluhan nyeri kepala berkurang, sedikit nyeri

51

Gambar 1. CT scan kepala leher potongan aksial

dan sagital di RSUD Dr.Soetomo Surabaya,

tampak perselubungan di sinus sfenoid kanan.

Gambar 2. Gambaran tonjolan mukosa yang menutup

ostium sinus sfenoid kanan (A).

Tampak massa di dalam sinus sfenoid kanan (B).

Sinusitis Sfenoid (Indah Asmara Gustarini, Irwan Kristyono)

Page 3: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

pada bekas operasi dan penderita menyerahkan

hasil mikrobiologi. Hasil patologi anatomi pada

pengecatan gram ditemukan bentukan kuman

batang gram negatif dan KOH positif di daerah

mukosa dengan gambaran spora dan hifa jamur.

Pada rinoskopi anterior pada kavum nasi kanan

tampak krusta. Hasil endoskopi hidung kanan tidak

tanpak sekret pada cavum nasi kanan dan ostium

sinus sfenoid tampak lebar tidak didapatkan sisa

debris pada sinus sfenoid kanan. Penderita

diberikan terapi cuci hidung larutan garam fisiologis

2 x 100 cc, kontrol 3 minggu.

Kontrol kedua pada tanggal 11 Oktober

2015, tidak didapatkan keluhan nyeri kepala dan

keluhan lain. Rinoskopi anterior pada kavum nasi

kanan tidak tampak sekret. Hasil endoskopi hidung

tidak tampak sekret dan ostium sinus sfenoid

tampak lebar, penderita menyerahkan hasil kultur

jamur dan didapatkan spesies Candida Zelanoides

pada sinus sfenoid kanan. Penderita dinyatakan

sembuh dan kontrol jika terdapat keluhan. Pasien

diikuti selama 2 bulan, tidak didapatkan sakit

kepala.

PEMBAHASAN

Sinusitis adalah inflamasi pada sinus

paranasal yang sebabkan oleh infeksi. Jamur adalah

merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang

dapat menyebabkan infeksi pada sinus paranasal.

Infeksi jamur pada sinus paranasal diantaranya

adalah pemakaian obat yang tidak rasional seperti

penggunaan antibiotika dan steriod yang

berkepanjangan, gangguan ventilasi sinus dan

lingkungan yang lembab.1-3 Jenis jamur yang

paling sering menyebabkan sinusitis jamur

adalah Aspergillus.9,13,14

Klasifikasi sinusitis jamur dibagi menjadi

invasif dan non-invasif. Bola jamur dan allergic

fungal sinusitis termasuk dalam sinusitis jamur non-

invasif. Sinusitis invasif mencakup sinusitis jamur

invasif kronis dan penyakit invasif fulminan yang

terjadi pada pasien imunosupresi. Sinusitis jamur

invasif kronis dibagi menjadi granulomatus dan non

granulomatus (Tabel 1).1,12 Pada laporan kasus ini

ditemukan penderita dengan sinusitis sfenoid jamur

non-invasif.

Sinusitis sfenoid jamur jarang ditemui,

Wyllie pada tahun 1973 melaporkan lesi pada sinus

sfenoid sebanyak 45 pasien. Pada tahun 2000,

Çakmak menyatakan 15 kasus yang dilaporkan lesi

pada sinus sfenoid dari 182 kasus. Erkan (2014)

menyebutkan sinusitis jamur pada sinus maksila 7

kasus dan pada sinus sfenoid 2 kasus. Pada tahun

1997 Yiotakis et al., menyatakan penyakit jamur

pada sfenoid sangat jarang. Pada makalah ini, hanya

ditemukan 1 kasus di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

murni adanya sinusitis sfenoid jamur yang

dilaporkan.5,8 Aspergilus adalah organisme yang

paling sering ditemukan pada infeksi jamur tipe ini.

Pada penderita ini didapatkan biakan jamur Candida

Zelanoides dan berbeda dengan literatur yang

ditemukan.1-4

Pada laporan kasus ini penderita berjenis

kelamin perempuan. Sebuah jurnal di Turki

melaporkan kasus yang sama dengan penderita

berjenis kelamin perempuan begitu juga pada

penelitian Deshazo et al., dan Yiotakis et al. (1997).

Al-Bhlal (1996) dan Klossek (1997) menemukan

satu penderita pria pada penelitian yang telah

dilakukannya. Perbandingan penderita pada kasus

ini antara pria dan wanita sama menurut Shah

(2014), tetapi menurut Prateek (2013) perbandingan

pria dibanding wanita adalah 2:1.4,6-7,14

Sinusitis sfenoid jamur pada kasus ini

penderita berusia 45 tahun, hal ini sama pada

Yiotakis et al. (1997) yang menyatakan bahwa

kasus ini sering didapatkan pada pertengahan usia.

Shah (2014) menyatakan usia yang sering antara

25-60 tahun, Klossek (1997) menyatakan 60-70

tahun, Prateek et al.(2013) 2-81 tahun dan Erkan

(2014) menyatakan 35-78 tahun.1,4,5,7

52

Tabel 1. Pembagian Klasifikasi Sinusitis Jamur1

Sinusitis jamur ekstramukosa (non invasif)

Mikosis sinus superfisial

Misetoma (Fungal ball) Sinusitis alergi jamur

Sinusitis jamur invasif

Sinusitis jamur kronis invasif (indolen)

Sinusitis jamur akut invasif (fulminan)

Sinusitis jamur invasif granulomatosus

Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 50 - 55

Page 4: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

Nyeri kepala adalah gejala yang khas

dalam sinusitis sfenoid jamur pada daerah retro-

orbital (Yiotakis et al.). Hal ini disebabkan

persarafan dari sinus sfenoid, melalui kedua saraf

kranial kelima dan serat aferen melalui ganglion

sphenopalatina. Diplopia adalah gejala sekunder

karena kelumpuhan saraf optik. Pada penderita ini

didapatkan gejala nyeri kepala daerah retro-orbital

tanpa ada keluhan yang lain. Durasi gejala antara 1-

35 bulan (Shah, 2014). Gejala ini sama pada semua

literatur yang ditemukan. Balasubramanian (2013)

menyatakan gejala sinus sfenoid karena jamur yaitu

pandangan kabur, ptosis, penurunan penglihatan,

dan keluar darah dari hidung bahkan sampai

kehilangan kesadaran.10

Faktor penyebab meningkatnya insiden

infeksi jamur yaitu tingginya penggunaan

antibiotika, obat topikal hidung, penderita diabetes

melitus, penurunan sistem imun karena penggunaan

radiasi atau kemoterapi, AIDS dan penggunaan

steroid yang berkepanjangan. Pada pasien ini tidak

didapatkan riwayat penyakit penyerta dan

pemakaian obat topikal. Namun pasien hanya

mengeluhkan bersin setiap pagi disertai nyeri kepala

yang berkurang hanya dengan penggunaan obat

analgetik.1,9

Meskipun hampir selalu normal,

pemeriksaan endoskopi rongga hidung penting.

Kadang adanya sekresi purulen di reses

sphenoethmoidal (Chopra, 2016). Yiotakis et almelaporkan 2 kasus yang mengidentifikasi dinding

anterior sinus sfenoid yang tipis. Pada pasien ini,

pemeriksaan endoskopik terdapat tonjolan mukosa

di ostium sinus sfenoid kanan.1

Diagnosis radiologi memainkan peran

penting dalam mengidentifikasi daerah yang

abnormal. CT scan sinus paranasal menunjukkan

adanya ketidaknormalan pada daerah sinus

paranasal, orbital atau intrakranial. Pada pasien ini,

CT scan sinus paranasal menunjukkan

perselubungan sinus sfenoid kanan, ekspansi ke

dinding antar-sfenoidal dengan diagnosis banding

granuloma dan tumor. Yiotakis et al. melaporkan

penderita sinus sfenoid jamur pada penelitianya

jarang terjadi invasi ke tulang. Pada hasil patologi

anatomi pasien ini didapatkan bentukan spora dan

hifa jamur di mukosa sinus sfenoid kanan.1,2

Pada tahun 2000, Çakmak melaporkan

182 kasus sinus sfenoid jamur, sebagian besar

dilakukan pembedahan melalui pendekatan trans-

septal.5 Perkembangan endoskopi secara signifikan

mengurangi waktu operasi dan meminimalisir

perdarahan intraoperatif, morbiditas, dan waktu

rawat inap. Pembedahan sinus sfenoid terdiri dari

bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)

pendekatan sfenoidektomi dan sfenoidektomi

eksternal. Pada kasus ini dilakukan pendekatan

endoskopik transnasal. BSEF pendekatan

sfenoidektomi dilakukan untuk pengambilan massa

pada sinus sfenoid serta memastikan ventilasi pada

sinus sfenoid. BSEF merupakan tehnik terbaik

untuk penatalaksanaan sinusitis jamur sampai

dengan saat ini. BSEF lebih konservatif dengan

morbiditas yang rendah apabila dibandingkan

dengan tehnik operasi yang lain.1,2,17

Konsep dari teknik BSEF adalah didasari

pada perubahan yang reversibel pada fungsi

mukosiliar dan patologi mukosa dengan cara

memperbaiki patologi penyakit sinusitis kronis di

daerah sinus sfenoid dan untuk memulihkan

fisiologi dari ventilasi serta drainase sinus paranasal

di daerah sfenoid, karena meskipun kelainan di

daerah sinus sfenoid sangat minimal dapat

mengganggu ventilasi sinus dan mucociliaryclearance.17

Perawatan paska operasi sangat penting,

dimana pembersihan paska operasi dilakukan untuk

membersihkan sisa perdarahan, sekret, endapan

fibrin, krusta, dan devitalisasi tulang yang bila tidak

dilakukan dapat menimbulkan infeksi, jaringan

fibrotik, sinekia, dan osteitis. Beberapa penulis

menyebutkan prosedur pembersihan pasca operasi

dilakukan seawal mungkin, tampon hidung dibuka

3 hari setelah operasi. Setelah itu hidung

dibersihkan dengan larutan salin.11

Terapi medikamentosa paska operasi

berupa antibiotik dapat diberikan 1 minggu atau

lebih. Pemberian steroid topikal sangat berguna,

diberikan 4-5 kali sehari. Talbot et al. pada

penelitiannya dengan menggunakan larutan garam

hipertonik (NaCI 0,9 % pH 7,6) lebih dapat

memperbaiki transportasi mukosiliar dibanding

penggunaan larutan garam fisiologis. Gosepath etal. melakukan penelitian tentang pengaruh larutan

53

Sinusitis Sfenoid (Indah Asmara Gustarini, Irwan Kristyono)

Page 5: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

topikal antibiotik (ofloxacin), antiseptik (betadin,

H202), dan anti jamur (amphotericin B,

itraconazole, clotrimazole) terhadap frekuensi

denyut silia. Peningkatan konsentrasi ofloxacin

sampai 50% dan konsentrasi itraconazole dari

0,25% menjadi 1% dapat menurunkan aktivitas

silia. Hasil ini mengindikasikan bahwa pemakaian

obat-obat topikal antibiotik dan anti jamur

khususnya pada konsentrasi tinggi dapat merusak

fungsi pembersih mukosiliar.1,11

Pada kasus aspergillosis sinus sfenoid,

beberapa peneliti menggunakan amfoterisin B,

sedangkan yang lain hanya menggunakan

itrakonazol.1,8 Pada penderita sinusitis sfenoid jamur

ini tidak menggunakan terapi amfoterisin atau

itrakenazol, penderita dilakukan BSEF, pemberian

cuci hidung larutan garam fisiologis. Pasien diikuti

selama 2 bulan dengan menanyakan keluhan utama

seperti nyeri kepala. Paska BSEF dan terapi

tambahan, keluhan pasien berkurang dan memberi

hasil yang baik.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus sinusitis sfenoid

kanan jamur non invasif pada penderita perempuan

dewasa dan dilakukan terapi BSEF dengan hasil

baik.

54

Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 50 - 55

Page 6: PENDAHULUAN - journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklca857230d1full.pdf · yang menyerupai infeksi sinusitis kronis oleh bakteri atau lainya. Gejala klinis

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditya C. Sinusitis jamur. 2014. Available

from:

https://translate.google.com/translate?hl=en&s

l=id&u=http://dokumen.tips/documents/refera

t-sinusitis-jamurpdf.html&prev=search

Accessed November 30, 2015.

2. Trtz A, dagli M, Akmansu H, Han O, Arslan

B, Eryilmaz A. Isolated fungal sinusitis of the

sphenoid sinus. Turk J Med Sci 2009; 39: 453-

6.

3. Dhong HJ, Lanza DC. Fungal rhinosinusitis.

In : Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ,

eds. Diseases of the sinuses diagnosis and

management. London : BC Decker; 2001. p.

184-99.

4. Al Bhlal LA. Fungal infection of the nasal

cavity and paranasal sinuses review of 26

cases. Annals of Saudi Medicine 1996; 16:

615-21.

5. Erkan. Our approach to cases with fungus balls

of the paranasal sinuses. J Med Updates 2014;

4: 25-8.

6. DeShazo RD, O’Brien M, Chapin K, Soto-

Aguilar M, Swain R, Lyons M, et al. Criteria

for the diagnosis of sinus mycetoma. J allergy

Clin Immunol 1997: 476-85.

7. Prateek S, Banerjee G, Gupta P, Singh M, Goel

MM, Verma V. Fungal rhinosinusitis: A

prospective study in a University hospital of

Uttar Pradesh. Indian J Med Microbiol 2013;

31: 266-9.

8. Yiotakis, Psarommatis, Seggas, Ferekidis,

Adamopoulos. Isolated sphenoid sinus

aspergillomas. Rhinology 1997; 35: 136-9.

9. Gondim J, Quidute AR, Maciel M, Carneiro

A, Tavares C, Fontenele E, et al. Cushing’s

disease and sphenoidal aspergilloma. Acta

radiologica 2003; 44: 685-7.

10. Zanchin G, Rossi P, Licandro AM, Fortunato

M, Maggioni F. Clusterlike headache. A Case

of Sphenoidal Aspergilloma. Headache 1995;

35: 494-7.

11. Chakrabarti A, Sharma SC. Paranasal sinus

mycoses. Indian J Chest Dis Allied Sci 2000;

42: 293-304.

12. Metson RB, Mardon S. Nasal irrigation: a key

to healthier sinuses. In : Metson RB, Mardon

S, eds. Healing your sinuses. New york : Mc

Graw-Hill; 2005. p. 65-74.

13. Chakrabarti A, Das A, Panda NK. Overview

of fungal rhinosinusitis. Indian journal of

otolaryngology and head and neck surgery

2004; 56: 251-8.

14. DeShazo RD, O’Brien M, Chapin K, Swain

R. Fungal sinusitis. The new england journal

of medicine 1997; 337: 254-9.

15. Dong Hoon Lee, Tae Mi Yoon, Joon Kyoo

Lee, Young Eun Joo, Kyung Hwa Park, Sang

Chul Lim. Invasive fungal sinusitis of the

sphenoid Sinus. Clinical and experimental

otorhinolaryngology 2014; 7: 181-7.

16. Lewis D, Busaba NY. Surgical management.

In : Brook I, ed. Sinusitis from microbiology

to management. Washington: Taylor and

Francis; 2006. p. 233-66.

17. Hun Jung Dhong, Donald C. Fungal

Rhinosinusitis. In : David W, William E,

Zinreich J, eds. Diseases of the sinuses

diagnosis and management. London: B. C.

Decker; 2001. p. 184-99.

55

Sinusitis Sfenoid (Indah Asmara Gustarini, Irwan Kristyono)