pendahuluan - pertanian.go.id pangan horti... · 6 bab ii arah dan kebijakan pembangunan kawasan...

69
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Perternakan adalah merupakan gabungan dari sentra-sentra peternakan yang memenuhi batas minimal skala ekonomi dan manajemen pembangunan di wilayah serta terkait secara fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial budaya dan keberadaan infrastruktur penunjang. Pengembangan kawasan Peternakan dimaksudkan untuk menjamin ketahanan pangan nasional, pengembangan dan penyediaan bahan baku bioindustri, serta penyediaan bahan bakar nabati melalui peningkatan produksi pertanian secara berkelanjutan, berdaya saing dan mampu mensejahterakan semua pelaku usaha yang terlibat di dalamnya secara berkeadilan. Pengembangan kawasan pertanian dalam operasionalnya harus disesuaikan dengan potensi agroekosistem, infrastruktur, kelembagaan sosial ekonomi mandiri dan ketentuan tata ruang wilayah. Untuk menuju kondisi ideal yang diharapkan dalam pengembangan kawasan Peternakan, maka secara garis besar dapat dirumuskan langkah-langkah pengembangan kawasan, yaitu sebagai berikut: (1) Penguatan perencanaan pengembangan kawasan; (2) Penguatan kerjasama dan kemitraan; (3) Penguatan sarana dan prasarana; (4) Penguatan sumber daya manusia; (5) Penguatan kelembagaan; dan (6) Percepatan adopsi teknologi bioindustri dan bioenergi, (7) Pengembangan industri hilir. Rancang bangun dan kelembagaan dibutuhkan dalam pengembangan kawasan secara berjenjang. Rancang bangun pengembangan kawasan disusun berdasarkan analisis

Upload: dophuc

Post on 12-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Perternakan adalah merupakan gabungan dari sentra-sentra peternakan yang

memenuhi batas minimal skala ekonomi dan manajemen pembangunan di wilayah serta

terkait secara fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial budaya dan

keberadaan infrastruktur penunjang. Pengembangan kawasan Peternakan dimaksudkan untuk

menjamin ketahanan pangan nasional, pengembangan dan penyediaan bahan baku

bioindustri, serta penyediaan bahan bakar nabati melalui peningkatan produksi pertanian

secara berkelanjutan, berdaya saing dan mampu mensejahterakan semua pelaku usaha yang

terlibat di dalamnya secara berkeadilan. Pengembangan kawasan pertanian dalam

operasionalnya harus disesuaikan dengan potensi agroekosistem, infrastruktur, kelembagaan

sosial ekonomi mandiri dan ketentuan tata ruang wilayah.

Untuk menuju kondisi ideal yang diharapkan dalam pengembangan kawasan

Peternakan, maka secara garis besar dapat dirumuskan langkah-langkah pengembangan

kawasan, yaitu sebagai berikut:

(1) Penguatan perencanaan pengembangan kawasan;

(2) Penguatan kerjasama dan kemitraan;

(3) Penguatan sarana dan prasarana;

(4) Penguatan sumber daya manusia;

(5) Penguatan kelembagaan; dan

(6) Percepatan adopsi teknologi bioindustri dan bioenergi,

(7) Pengembangan industri hilir.

Rancang bangun dan kelembagaan dibutuhkan dalam pengembangan kawasan secara

berjenjang. Rancang bangun pengembangan kawasan disusun berdasarkan analisis

2

teknokratis dan rencana kerja melalui telaah kebijakan serta analisis pemeringkatan,

klasifikasi dan pemetaan kawasan, serta analisis data dan informasi tabular dan spasial untuk

mengarahkan pengembangan dan pembinaan kawasan. Pengelola Kawasan di provinsi

menyusun rencana induk (Master Plan) untuk setiap jenis kawasan yang ada di provinsi

sebagai upaya untuk menjabarkan arah kebijakan, strategi, tujuan, program/kegiatan

pengembangan kawasan nasional. Adapun Pengelola Kawasan di Kabupaten/Kota menyusun

rencana aksi (Action Plan) yang merupakan penjabaran operasional dari Master Plan sebagai

upaya untuk rencana yang lebih rinci dalam kurun waktu tahun jamak (multi years).

Pengelolaan kawasan dilakukan secara berjenjang, mulai pengelola di pusat, di provinsi dan

di kabupaten/kota.

Seperti yang telah disebut di atas bahwa salah satu misi dinas Kesehatan Hewan dan

Peternakan Provinsi Aceh adalah mengembangkan kawasan peternakan sesuai potensi dan

cluster yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan. Maka pengembangan kawasan

peternakan terpadu adalah salah satu program yang dapat diterapkan guna mendukung misi

yang telah ditetapkan oleh pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan

tersebut. Kawasan peternakan adalah suatu kawasan yang secara khusus diperuntukkan untuk

kegiatan peternakan terpadu sebagai komponen dari usahatani (berbasis tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan atau perikanan) dan terpadu sebagai komponen ekosistem tertentu

(kawasan hutan lindung atau suaka alam). Beberapa komponen yang sangat berpengaruh

dalam menunjang keberhasilan pengembangan kawasan peternakan antara lain: ketersediaan

lahan, pakan, penyediaan air, infrastruktur jalan, peternak dan ternak serta prasarana

penunjangn seperti industri pakan, obat/vaksin, alat dan mesin pertanian, Pos Keswan, Pos

IB, Rumah Potong Hewan (RPH), Industri pengolah susu, daging, Holding ground, pasar

hewan dan lain sebagainya yang dapat menunjang produktivitas ternak.

3

Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya, Bener Meriah dan Aceh Tamiang merupakan

salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai

kawasan peternakan terpadu untuk pengembangan ternak ruminansia. Namun sejauh ini,

potensi yang ada di kabupaten tersebut tidak berkembang baik karena tidak didukung oleh

berbagai faktor yang menunjang suatu kawasan peternakan terpadu seperti ketersediaan

sarana, prasarana, pengelolaan sumber daya air untuk pengembangan suatu ususah

peternakan dan juga dari berbagai ketersediaan infrastruktur yang masih sangat kurang. Dari

berbagai keterbatasan tersebut mengakibatkan rendahnya produksi dan produktivitas ternak

Provinsi Aceh. Sebagai salah satu faktor keterbatasan keterbatasan faktor pendukung suatu

kawasan peternakan adalah karena sampai saat ini belum adanya dokumen rancangan

pengembangan ternak ruminansia yang menjadi arah bagi pengembangan peternakan di Aceh

menjadi lebih optimal.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan suatu kegiatan berupa penyusunan master

plan kawasan peternakan Provinsi Aceh untuk mengidentifikasikan potensi yang ada dan juga

bagaimana mengelola potensi yang ada dengan baik sehingga dapat mempercepat

pegembangan peternakan Provinsi Aceh yang pada akhirnya dapat meningkatkan

perekonomian masyarakat.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan Penyusunan dari Penyusunan Master Plan Kawasan Peternakan ini adalah sebagai

berikut:

1. Teridentifikasinya potensi kawasan perternakan di Kabupaten tersebut baik dalam

keterkaitan ke luar (eksternal) maupun ke dalam (internal)

4

2. Mewujudkan pengembangan sektor peternakan secara terarah dan terpadu dengan

pengembangan sektor penunjang lainnya.

3. Mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis peternakan yang berdaya saing

dan berbasis kerakyatan.

4. Meningkatkan kemampuan pemerintah provinsi, kabupaten/kota dalam melaksanakan

pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah khususnya dalam bidang pertanian

melalui pendekatan pengembangan wilayah.

1.3. Sasaran

- Tersedianya Data secara detail daerah yang akan dijadikan sebagai acuan untuk

pengembangan kawasan peternakan terpadu Provinsi Aceh,

- Tersedianya Data informasi tentang kelayakan kawasan yang akan dijasikan sebagai

kawasan peternakan ditinjau dari aspek sosial, ekonomis, hukum dan teknis,

- Tersusunnya rencana model kelembagaan, kebutuhan infrastruktur, fasilitas produksi dan

fasilitas penunjang kawasan peternakan,

- Tersusunnya program kegiatan, rancangan, dan sumber pembiayaan untuk

pengembangan kawasan peternakan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan

tujuan.

1.4. Out put Kegiatan

Adapun Output kegiatan adalah:

1. Adanya dokumen master plan kawasan peternakan Provinsi Aceh

2. Adanya Peta Kawasan,

3. Adanya program kerja untuk pengembangan kawasan peternakan Provinsi Aceh

5

4. Tersusunnya anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan kawasan

peternakan Provinsi Aceh

1.5. Manfaat Master Plan dan Rencana Aksi

1. Sebagai rujukan daerah dalam perencanaan program dan kegiatan.

2. Sebagai acuan dalam implementasi program dan kegiatan.

3. Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan (rencana kegiatan vs

realisasi).

Urgensi Kegiatan

Kegiatan ini dipandang sangat perlu, berkaitan dengan program pemerintah

swasembada daging yang ingin dicapai oleh pemerintah tahun 2014 dan bisa

berkelanjutan untuk tahun-tahun berikutnya. Disamping itu, dengan adanya kegiatan ini

potensi yang ada Provinsi Aceh untuk pengembagan peternakan dapat ditingkatkan dan

segala faktor-faktor yang menghambat pengembangan kawasan peternakan dapat

diminimalisir. Dengan demikian pengembangan kawasan peternakan dapat dipercepat

sehingga bisa meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat sekitar kawasan

peternakan khususnya.

6

BAB II

ARAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PETERNAKAN

2.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPA

Pembangunan sub sektor peternakan saat ini dihadapkan pada tantangan terhadap

lingkungan strategi global, baik di tingkat daerah, regional dan nasional serta

internasional. Perubahan lingkungan yang sangat cepat dibidang sosial, budaya,

ekonomi dan politik menimbulkan berbagai ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas

pelayanan pemerintah. Isu kemiskinan, pengangguran dan kesempatan kerja merupakan

masalah nasional. Di sub sektor peternakan kasus flu burung, penyakit hewan dan

swasembada daging merupakan tantangan dan masalah yang harus dihadapi melalui

proses tranformasi dari usaha tani ternak tradisional kearah usaha tani maju dan

modern. Untuk menuju kearah tersebut perlu dibangun paradigma baru serta visi

pembangunan peternakan yang memberikan arah dan citra pembangunan peternakan di

masa datang guna menjawab tantangan dan harapan di masa depan. Sehubungan dengan

fenomena tersebut, beberapa masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Sistem usaha peternakan masih merupakan usaha peternakan rakyat yang pada

umumnya merupakan usaha sambilan atau cabang usaha.

2. Semakin sulitnya jaminan kebutuhan lahan bagi sub sektor peternakan karena

belum adanya kepastian hukum terhadap tata ruang budidaya.

3. Belum terbinanya sumber daya manusia (SDM) petani peternak dalam rangka

membangun karakter masyarakat petani yang mandiri dan tangguh.

7

2.2. Telaahan Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih

Telahaan Visi dan Misi

Visi :

Mewujudkan tata kelola pengembangan ternak dengan menerapkan tata nilai dan

budaya kerja masyarakat Aceh dalam melaksanakan budidaya untuk meningkatkan

produksi dan produktivitas ternak yang berbasis ekonomi kerakyatan dalam rangka

meningkatkan harkat dan martabatnya. Melaksanakan pembangunan peternakan secara

profesional dan proporsional yang terintegrasi dan berkelanjutan sehingga dapat

memberikan nilai tambah produk peternakan dalam rangka pemanfaatan potensi sumber

daya peternakan, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak beserta

keluarganya, sehingga mampu mandiri dan tangguh. Dalam melaksanakan

pembangunan peternakan harus berdasarkan perwilayahan komoditi dengan

memperhatikan aspek keadilan dan pemerataan sesuai cluster masing-masing daerah.

Telaahan Misi :

1. Menyusun Qanun peternakan tentang tata kelola pembangunan peternakan Aceh

yang amanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

2. Menyediakan produk pangan asal ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal

(ASUH) sesuai dengan nilai-nilai Dinul Islam.

3. Memperkuat sumber daya peternak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

8

4. Melaksanakan pembangunan peternakan yang profesional, proporsional,

terintegrasi dan berkelanjutan sesuai dengan cluster daerah masing-masing.

5. Meningkatkan nilai tambah produksi peternakan dan optimalisasi pemanfaatan

sumber daya lokal.

2.3. Telaahan Renstra K/L dan Renstra

Renstra disusun untuk menjamin kontinuitas dan konsistensi program

pembangunan peternakan sekaligus menjaga fokus sasaran yang akan dicapai dalam

satuan waktu tertentu. Renstra juga menetapkan sasaran yang akan dicapai dengan

indikator keberhasilan yang dapat diukur dan diverifikasi, sehingga dapat dijadikan

acuan dalam pengendalian dan evaluasi program. Sebagai respon terhadap dinamika

lingkungan strategis baik global maupun domestik, serta memperhatikan perencanaan

sebagai alat manajerial untuk memelihara keberlanjutan dan perbaikan kinerja lembaga,

maka Rencana Strategis Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh disusun dengan

tujuan sebagai berikut

- Untuk merencanakan berbagai kebijakan dan strategi percepatan

pembangunan peternakan ke arah yang lebih baik dalam kondisi perubahan

lingkungan yang cepat, transparan dan semakin kompleks.

- Sebagai dokumen yang akan menjadi dasar atau acuan, khususnya bagi Dinas

Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh dan berbagai komponen yang

menjalankan fungsi pembangunan peternakan, dalam melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya.

- Untuk memberikan komitmen pada aktifitas dan kegiatan di masa mendatang.

- Sebagai dasar untuk mengukur capaian kinerja dan melakukan penyesuaian

terhadap perubahan yang mungkin terjadi.

9

- Sebagai pedoman umum dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

- Untuk memfasilitasi komunikasi, baik vertikal maupun horizontal, antar dan lintas

sektoral serta dengan masyarakat peternakan, dan pelaku agribisnis

berbasis peternakan.

2.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Strategi pembangunan didasarkan pada kerangka analisis terhadap faktor

lingkungan strategis. Strategi yang demikian perlu dilakukan mengingat faktor strategis

lingkungan akan menentukan keberhasilan pelaksanaan visi dan misi yang diterapkan.

Keberadaan faktor-faktor lingkungan strategis yang terdiri dari faktor lingkungan

internal strategis dan faktor lingkungan eksternal strategis akan merupakan kerangka

dasar mengingat pada faktor tersebut dapat ditemukan berbagai kekuatan, kelemahan,

peluang dan tantangan. Isu pelestarian lingkungan menjadi perhatian internasional yang

harus diperhatikan dan diatasi melalui langkah-langkah antara lain :

1. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan

dan program pemerintah dalam upaya mencegah degradasi kualitas lingkungan

2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi secara berkelanjutan.

3. Memperbaiki taraf hidup penduduk miskin.

Kondisi tersebut menuntut Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan bersama -

sama dengan instansi lainnya menciptakan program yang ramah lingkungan dan

berkelanjutan.

10

2.5. Penentuan Isu-isu Strategis:

1. Meningkatkan Kelahiran dan Efisiensi Reproduksi Ternak

Tingkat efisiensi reproduksi yang selama ini dengan sistim pengelolaan ternak

secara ekstensif masih sangat rendah dibandingkan dengan kapasitas yang dimiliki

oleh ternak ruminansia besar (sapi/kerbau), ternak ruminansia kecil ( kambing

/domba) maupun pada ternak non ruminansia terutama ayam buras dan itik. Upaya

meningkatkan kelahiran dan efisiensi reproduksi ditempuh melalui strategi

pendekatan sistim pengelolaan intensif dengan pola pengaturan perkawinan baik

dengan inseminasi buatan, meningkatkan intensifikasi sistim perkawinan alam,

penerapan sistim recording, seleksi dan penyediaan bibit unggul.

2. Menekan Angka Kematian Ternak

Selain efisiensi reproduksi yang masih rendah, angka kematian dan kasus

penyakit pada ternak rakyat masih tinggi yang disebabkan oleh serangan

penyakit/wabah yang menyerang ternak besar, ternak kecil maupun ternak unggas.

Semua jenis kasus penyakit pada ternak belum mampu diberantas secara tuntas dan

setiap tahun secara temporer masih berjangkit dibeberapa daerah. Untuk itu upaya-

upaya peningkatan sistim pengendalian dan pemberantasan melalui sistim komando

pengamanan dini dan optimalisasi perangkat pendukung di kab/kota sampai

kecamatan dan pedesaan perlu terus ditingkatkan.

3. Pengendalian Pemotongan dan Pengeluaran Ternak

Upaya pengendalian pemotongan ternak betina produktif diarahkan pada

usaha mencegah terjadinya pemotongan terhadap ternak ruminansia besar (sapi dan

kerbau) betina produktif khususnya yang sedang bunting sehingga dapat menguras

sumber bibit betina. Demikian juga pada calon-calon pejantan unggul perlu

diselamatkan melalui program pengadaan atau rekruitmen pejantan untuk menjadi

11

bull bagi penyediaan sperma. Untuk mendukung kegiatan tersebut selain diperlukan

fasilitas pembiayaan dan peralatan juga perlu dibuat Peraturan Daerah, tentang

Pelarangan Pemotongan Ternak Betina Produktif dengan sanksi yang lebih ketat

untuk mengsukseskan program tersebut dimasing-masing Kabupaten/Kota.

Disamping itu pengembangan pola kemitraan dan koordinasi semua komponen yang

terkait perlu terus ditingkatkan dalam pembinaan dan pengendalian program.

4. Pemasukan dan Pengembangan Ternak Bibit Unggul

Program pemasukan dan pengembangan ternak bibit unggul tetap perlu

dilakukan secara selektif, kolektif berencana dan terukur. Dengan perkataan lain

pemasukan bibit unggul baik dari dalam negeri (antar provinsi) maupun bibit impor

tetap harus memiliki sikap hati-hati, terkendali dan terprogram dengan baik,

sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak legal dengan sumber yang tidak

jelas baik dari segi genetik maupun fenotip yang diperlihatkan. Untuk itu kriteria

teknis sesuai ketentuan Pemerintah tentang pemasukan ternak bibit impor tetap

menjadi acuan yang baku untuk dipedomani. Disamping itu upaya-upaya

pengembangan potensi plasma nutfah ternak lokal perlu terus dilakukan secara

intensif khususnya sapi Aceh melalui domestikasi pada suatu kawasan yang layak.

5. Pemanfaatan Teknologi dan Informasi

Menghadapi pesatnya perkembangan teknologi informasi membutuhkan

kreatifitas dari semua aparatur Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan untuk

memanfaatkan teknologi adalah sebagai alat bantu manusia untuk mencapai

tujuannya.

Pemanfaatan teknologi sangat tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM)

yang ada, tanpa kemampuan SDM tidak mungkin optimalisasi pemanfaatan

12

teknologi dapat dilakukan. Untuk itu upaya pembinaan SDM sangat penting

dilakukan guna tersedianya tenaga aparatur yang handal dalam memanfaatkan

perangkat teknologi informasi, sehingga dengan teknologi informasi akan mampu

mengakses semua data yang ada untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan

evaluasi program.

6. Penerapan Teknologi Ekonomi/Usaha

Teknologi adalah sebagai alat mencapai sasaran produksi peternakan.

Optimalisasi pemanfaatan teknologi untuk menyikapi tuntutan kebutuhan

masyarakat sesuai perkembangan yang terus berubah dengan cepat. Pemanfaatan

teknologi diperlukan kreativitas sumber daya pelaku yang terlibat langsung dengan

pengembangan peternakan.

Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak besar, ternak kecil

maupun ternak unggas haruslah melalui inovasi teknologi yang memberikan

efektivitas dan efisiensi tinggi bagi suatu usaha.

7. Penerapan Teknologi Sosial Ekonomi

Semua proses pendekatan baik dalam rangka perencanaan maupun operasional

dilapangan selain pertimbangan dari segi teknis mekanisasi tetapi juga harus

memperhitungkan dari aspek teknis sosial dan ekonomi.

Untuk itu dalam rangka mempercepat proses transformasi kebijakan

pembangunan peternakan, terutama dalam rangka pengembangan kawasan usaha

agribisnis peternakan, pertimbangan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek

penting yang menjadi pertimbangan di dalam menetapkan langkah-langkah strategis

memecahkan masalah dilapangan. Mengingat aspek politik dan sosial ekonomi

13

memegang peranan penting dalam membangun suatu wilayah maka kebijakan yang

ditempuh haruslah benar-benar mampu mengakomodir semua kepentingan baik dari

segi politik, teknis dan sosial ekonomi.

Dengan demikian dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan

pembangunan peternakan lima tahun kedepan diarahkan agar ketiga kepentingan

tersebut dapat terpenuhi maka melalui penerapan teknologi sosial ekonomi akan

diterapkan tiga pola pengwilayahan pengembangan yaitu : Pertama untuk

memenuhi aspirasi praktis program peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan

diarahkan pada usaha tani keluarga dengan komoditas ternak kecil dan unggas;

Kedua pada masyarakat tani yang bersifat heterogen dengan berbagai komoditas

pertanian ditetapkan pola intensifikasi usaha tani terpadu penggemukan sapi potong

dan ternak kambing/domba, dan ketiga pada pola pengembangan kawasan agribisnis

sentra perbibitan ternak sapi/kerbau adalah melalui sistim integrasi ternak dengan

tanaman dan mengembangkan pola kemitraan.

8. Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi Peternakan

Untuk meningkatkan kegiatan budidaya dan proses pengelolaan ternak, upaya-

upaya pengadaan bibit ternak terus dilakukan baik dalam bentuk natura maupun

dalam bentuk kegiatan Inseminasi Buatan (IB). Secara bertahap diharapkan

pengadaan bibit ternak dapat terus meningkat setiap tahun 1-2 % sampai tahun 2017

dapat terpenuhi jumlah populasi yang ditargetkan untuk bibit, sehingga melalui

kedua kegiatan ini diharapkan dapat memenuhi kekurangan bibit selama ini.

Selain sarana bibit ternak, secara sinergis penyediaan pakan dan hijauan pakan

ternak, sarana obat-obatan dan vaksin dalam rangka pengendalian penyakit juga

terus ditingkatkan, demikian juga sarana pendukung operasional dilapangan secara

14

bertahap ditingkatkan dimasing-masing kabupaten/kota sentra pengembangan

komoditas peternakan.

9. Pembinaan Produksi dan Proses Budidaya

Upaya pembinaan produksi dan proses budidaya merupakan subsistim kedua

dalam sistim agribisnis usaha peternakan. Upaya-upaya tersebut diarahkan pada

proses penerapan bioteknologi bibit, pakan dan kesehatan hewan, sehingga

subsistim proses produksi secara sinergis harus didukung oleh subsistim yang lain.

Proses produksi dan kegiatan budidaya merupakan inti dari kegiatan pengembangan

ternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan kegiatan ini sangat tergantung pada

pelaku usaha peternakan dalam hal ini petani peternak sebagai subjek harus

ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam sistim pengelolaan agribisnis,

dari subsistim hulu sampai sub sistim hilir. Langkah-langkah yang perlu ditempuh

adalah melalui selektifitas pelaku usaha yang berorientasi agribisnis dalam typologi

usaha pokok, cabang usaha dan sambilan atau sampingan sehingga dengan demikian

akan mempermudah usaha pembinaan dan pengembangannya secara berkelanjutan

dan integratif dari hulu sampai hilir. Dengan menerapkan standar skala usaha

agribisnis peternakan yang layak dapat mengembangkan kapasitas produksi yang

sesuai dengan tujuan usaha yang ingin dicapai.

10. Penanganan Pasca Panen, Pengelolaan Hasil dan Pemasaran

Kegiatan pada usaha hilir sangat penting dan memberikan kontribusi sangat

besar bagi peningkatan nilai tambah dari produk peternakan yang dihasilkan.

Upaya-upaya penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil harus

15

ditujukan pada jaminan produk baik kualitas maupun kuantitas secara berkelanjutan

sehingga memenuhi kebutuhan tuntutan pasar yang terus meningkat. Dengan

perkataan lain bahwa dalam proses pasca panen harus dimulai dari penanganan hasil

sejak produk peternakan dihasilkan sampai pada proses pengolahan dan kegiatan

lain yang terkait dengannya seperti pengawetan dan pengepakan hingga produk

tersebut memuaskan konsumen dan memenuhi standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh

dan Halal). Dengan demikian nilai tambah bagi pelaku usaha akan semakin

meningkatkan pendapatannya.

11. Pengembangan Sub Sistem Pendukung.

Tanpa sub sistim pendukung kegiatan sub sistim lainnya sulit berjalan

sebagaimana diharapkan, karena sub sistim pendukung yang dimaksudkan disini

adalah peranan pembinaan SDM aparatur pembina dan pelaku usaha menjadi

penting dalam rangka pemanfaatan teknologi pengelolaan dan sistim informasi

pasar.

Untuk itu upaya-upaya melalui pendidikan dan pelatihan perlu ditingkatkan

secara bertahap dan berkelanjutan, termasuk disini kegiatan penyuluhan, pembinaan

kemitraan usaha, dan kerja sama jasa penunjang yang terkait langsung dengan

proses sub sistim agribisnis lainnya.

Pembinaan sub sistim pendukung sangat strategis dalam rangka memanfaatkan

potensi SDM yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spritual

sehingga menjadi manusia yang tangguh dalam menjalankan tugas dan memiliki

dedikasi yang tinggi serta bertanggung jawab.

16

BAB III

POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN

I. Kabupaten Aceh Besar

1.1.Aspek Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Aceh Besar

Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 503’1,2” - 5045’9,007” Lintang

Utara dan 95055’43,6” - 94059’50,13” Bujur Timur.

Batasan Geografis

Sedangkan secara administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah

sebagai berikut :

Batas Utara : Selat Malaka dan Kota Banda Aceh

Batas Selatan : Kabupaten Aceh Jaya

Batas Barat : Samudera Hindia dan Kabupaten Aceh Jaya

Batas Timur : Kabupaten Pidie

Luas Administrasi

Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian besar

wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara

administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 Kecamatan.

Struktur Ruang dalam RTRWN dan RTRWP

Keberadaan Kabupaten Aceh Besar sebagai pintu gerbang utama telah ditunjang

sarana transportasi yang cukup memadai seperti Jalan Nasional Arteri Primer Banda

Aceh - Medan serta Jalan Kolektor Primer Banda Aceh - Meulaboh. Disamping itu,

17

ditunjang pula prasarana transportasi Bandar Udara Internasional Iskandar Muda di

Blang Bintang, Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya. Di sisi lain Kabupaten Aceh

Besar berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh yang menyebabkan Kabupaten

Aceh Besar sebagai penyangga dari Kota Banda Aceh, diantaranya dalam kebutuhan

perumahan.

Peta Administrasi Wilayah

Peta administrasi wilayah Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Sumber : RTRW Kabupaten Aceh Besar 2012 – 2032

Gambar 1. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Aceh Besar

18

Luas wilayah

Sejalan dengan potensi letak dan posisi Kabupaten Aceh Besar yang demikian

strategis menjadikan Kabupaten Aceh Besar berpeluang tumbuh dan berkembang

cepat. Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah 290.350,73 Ha. Lebih jelasnya

mengenai luas wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar dapat dillihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Aceh Besar

No. Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

1. Kota Jantho 59.300,16

2. Leupung 16.915,40

3. Kuta Malaka 2.281,66

4. Kuta Cot Glie 33.225,43

5. Lembah Seulawah 31.960,01

6. Sukamakmur 4.345,30

7. Simpang Tiga 2.759,80

8. Darul Kamal 2.304,93

9. Darul Ima,rah 2.434,69

10. Lhoknga 8.794,62

11. Indrapuri 19.703,87

12. Ingin Jaya 2.433,51

13. Montasik 5.973,33

14. Krueng Barona Jaya 696,13

15. Blang Bintang 4.175,51

16. Kuta Baro 6.107,06

17. Seulimeum 40.435,45

18. Darussalam 3.843,04

19

19. Baitussalam 2.084,09

20. Mesjid Raya 12.993,32

21. Pulo Aceh 9.055,71

22. Peukan Bada 3.625,04

23. Lhoong 14.902,67

Total 290.350,73

Sumber : Perhitungan GIS 2011

1.2.Aspek Agroekologis dan Lingkungan

Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan

yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan akan

berbeda tidak nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk

wilayah dan tanah.

Tingkat curah hujan tertinggi pada bulan November mencapai 316,5 mm. Curah hujan

terendah pada umumnya terjadi pada bulan Juni mencapai 19,8 mm. Fisiografi atau

geomorfologi di Kabupaten Aceh Besar cukup bervariasi. Hal ini terlihat dari bentuk

permukaan wilayah ini yang meliputi datar hingga bergunung. Untuk jenis tanah di

Aceh besar terdapat 8 jenis tanah yaitu : (1) Aluvial, (2) Andosol, (3) Komplek Podsolik

Coklat, Podsol, dan Litosol, (4) Komplek Podsolik Merah Kuning (PMK) dan Litosol,

(5) Komplek Renzina dan Litosol, (6) Latosol, (7) Podsolik Merah Kuning (PMK), dan

(8) Regosol. Berdasarkan aspek agroekologis, Kabupaten Aceh Besar sangat tepat

menjadi kawasan peternakan.

20

1.3.Aspek Gangguan Produksi

Dalam pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Aceh Besar tidak mengalami

gangguan produksi. Perubahan musim atau cuaca tidak berdampak pada produksi

peternakan sapi.

1.4. Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya

Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2013 mencapai 383.477

jiwa yang terdiri dari 196.785 jiwa penduduk laki-laki dan 186.692 jiwa penduduk

perempuan. Dengan komposisi tersebut sex ratio penduduk Kabupaten Aceh Besar

mencapai 105,41%.

Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang

paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah

50.865 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan

Leupung yaitu sebanyak 2.791 jiwa.

Kabupaten Aceh Besar dengan luas wilayah sebesar 2.903,50 km2/ 290.350,73 Ha

(berdasarkan data spasial) dan dengan jumlah penduduk sebesar 383.477 jiwa memiliki

kepadatan sebesar 132 jiwa/km2 (kepadatan kotor). Jika dilihat dari kepadatan kotor

(jumlah penduduk/ wilayah kecamatan) wilayah yang mempunyai kepadatan tinggi

adalah Kecamatan Krueng Barona Jaya dan Kecamatan Darul Imarah. Sementara

wilayah dengan kepadatan rendah adalah Kecamatan Pulo Aceh dan Kota Jantho.

Kecamatan Krueng Barona memiliki kepadatan tinggi karena luas wilayahnya

kecil, sementara Kecamatan Darul Imarah memiliki kepadatan tinggi karena merupakan

salah satu kawasan perkotaan dan juga salah satu pusat permukiman yang ada di

Kabupaten Aceh Besar.

21

Kecamatan Pulo Aceh memiliki kepadatan rendah karena wilayahnya yang berada

di pulau dan Kota Jantho yang juga memiliki kepadatan rendah karena saat ini sebagian

besar wilayahnya merupakan kawasan hutan.

Jika dilihat dari kepadatan bersih (jumlah penduduk/ luas permukiman) maka

didapatkan bahwa kepadatan tinggi berada di Kecamatan Simpang Tiga, sedangkan

kepadatan rendah berada pada Kecamatan Kota Jantho dan Blang Bintang.

1.5. Aspek Kelembagaan

Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini

mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam

pengendalian pemanfaatan ruang. Lembaga penataan ruang biasanya memiliki bentuk

yang berbeda sesuai dengan ciri, kondisi dan kebutuhan wilayah terkait. Namun,

biasanya kelembagaan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu lembaga formal

pemerintahan dan lembaga fungsional.

Lembaga Formal Pemerintahan

Lembaga formal pemerintahan adalah unit yang bertanggung jawab utama atas

penataan ruang. Untuk tingkat Kabupaten Aceh Besar, Bupati Aceh Besar menunjuk

lembaga yang dimaksud, yaitu Bappeda Kabupaten Aceh Besar yang merupakan

lembaga formal yang menangani perencanaan wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Lembaga Fungsional

Lembaga fungsional adalah lembaga koordinasi penyelenggaraan penataan ruang

kabupaten, dalam hal ini adalah Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).

Keanggotaan BKPRD terdiri dari unsur pemerintah daerah, asosiasi profesi,

perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat.

22

1.6. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang

Adapun prasarana penunjang wilayah Kabupaten Aceh Besar anatara lain meliputi :

1) Transportasi darat

Jalan raya

Berdasarkan status jalan, kondisi jaringan jalan di Kabupaten Aceh ebsar meliputi :

jalan strategis nasional, jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten.

Berdasarkan data yang dimiliki dapat diketahui panjang masing-masing jalan

tersebut yaitu :

Jaringan jalan strategis nasional memiliki panjang sekitar 95,10 km

Jaringan jalan nasional memiliki panjang sekitar 405,54 km

Jaringan jalan provinsi memiliki panjang sekitar 395,19 km

Jaringan jalan kabupaten memiliki panjang sekitar 395,19 km

Dengan keberadaan jalan nasional dan jalan provinsi yang cesara normatif

umumnya akan menjadi arteri primer dan jalan kolektor primer yang akan

melintasi pusat-pusat pelayanan wilayah, dan keberadaan jalan kabupaten

sedemikian rupa, maka pada perkembangan awalnya dapat dikemukakan bahwa

konfigurasi jaringan jalan di Kabupaten Aceh Besar cenderung berpola linier

(dengan berada di sepanjang jalan nasional).

Dalam perkembangan selanjutnya pola jaringan jalan tersebut akan diarahkan

untuk semakin berpola interesmeshed (membentuk jejaring). Pola demikian ini

akan sangat berperan bagi upaya memberikan pelayanan pergerakan bagi

masyarakat, dan pengembangan pemanfaatan ruang di bagian-bagian wilayah yang

relatif jauh dari jaringan jalan utama, baik ke arah pesisir maupun ke arah

pedalaman.

23

Perkeretaapian

Kegiatan transportasi kereta api tidak lagi beroperasi sejak beberapa dekade,

namun direncanakan kembali keberadaannya. Dalam rencana menghidupkan

kembali jaringan kereta api di Provinsi Aceh pada prinsipnya adalah membangun

jaringan jalur kereta api yang menghubungkan mulai dari Banda Aceh sampai

dengan Besitang (ujung rel kereta api Sumatera Utara). Rencana pengembangan

jalur perkerataapian akan diwujudkan melalui pembangunan jalur kereta api skala

regional yang melayani lintas timur, tengah dan barat, serta rel kereta api skala

lokal yang menghubungkan titik-titik pelayanan transportasi udara dan laut di

sekitar Kabupaten Aceh Besar dan mendukung pelayanan transportasi dalam

wilayah.

2) Transportasi laut

Pelabuhan laut yanga da di kabupaten Aceh ebsar meliputi Pelabuhan Laut

Malahayati dan Pelabuhan Rakyat Lamteng dan Lampuyang.

3) Transportasi udara

Di Kabupaetn Aceh Besar terdapat fasilitas bandar udara, yaitu bandar udara

internasional Sultan Iskandar Muda di Kecamatan Blang Bintang yang melayani

penerbangan umum/ sipil. Bandar ini berada di bawah pengelolaan Pemerintah

Kabupaten Aceh Besar.

1.7. Aspek Ekonomi dan Perekonomian

Aktifitas produksi dapat dibedakan dalam tiga kelompok kegiatan yaitu primer,

sekunder, dan tersier. Kegiatan primer berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam,

24

terdiri dari sektor pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan,

perikanan,kehutanan) dan sektor pertambangan/ penggalian.

Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa sepertiga dari PDRB Aceh

Besar berasal dari kegiatan sektor primer, yakni sekitar 30,28 sampai dengan 34,01

persen. Sektor ini cenderung terus menurun dari tahun 2008 sebesar 34,01 persen hingga

menjadi 30,28 persen pada tahun 2011. Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber

daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan,

konstruksi, dan energi (listrik dan air). Sumbangan sektor ini terhadap PDRB Aceh Besar

berkisar antara 13,83 sampai dengan 16,38 persen. Terdapat kecenderungan peningkatan

peran terhadap PDRB Aceh Besar dari tahun ke tahun hingga mencapai 16,38 persen pda

tahun 2010 akan tetapi peranan sedikit mengalami penurunan hingga mencapai 15,94

tahun 2011.

Kegiatan sektor tersier memfasilitasi pergerakan sektor primer dan sektor

sekunder, terdiri dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan

telekomunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa hampir separuh dari PDRB Aceh

Besar berasal dari sekotr tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada

tahun 2008 sektor tersier mencapai 49,14 persen hingga pada tahun 2011 mencapai lebih

dari separuhnya yaitu 50,94 persen.

1.8. Aspek Kebijakan

Dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang Kabupaten Aceh Besar yaitu

“Mewujudkan pembangunan Kabupaten Aceh Besar yang merata dan terpadu yang

berbasis agropolitan, minapolitan, industri, pariwisata serta mitigasi bencana yang

ebrkelanjutan serta sesuai dengan syariat Islam” dimana tujuan ini juga sejalan dengan

25

visi Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2008-2028 yaitu Terwujudnya

Masyarakat Aceh ebsar yang Damai, Maju, dan Makmur dalam Syariat Islam, maka

diperlukan kebijakan yang akan dilakukan oleh Kabupaten Aceh Besar yaitu :

Pengembangan struktur ruang yang mendukung terciptanya kemajuan dan

kedamaian wilayah bagi masyarakat berdasarkan prinsip syariat Islam

Pengembangan pola ruang yang mendukung kemakmuran masyarakat berdasarkan

prinsip syariat Islam dan berkelanjutan serta dapat mengantisipasi bencana alam

Pengembangan kawasan strategis yang mendorong pertumbuhan wilayah

berdasarkan prinsip syariat Islam.

Kebijakan dan strategi perencanaan tata ruang disusun dalam rangka

mewujudkan rencana tata ruang berkelanjutan dan operasional, serta mengakomodasi

paradigma baru dalam perencanaan.Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah

sebagaimana dimaksud di atas, maka disusun kebijakan penataan ruang wilayah yang

meliputi :

1) Peningkatan aksesibilitas dengan pemerataan sarana prasarana di seluruh wilayah

kabupaten.

2) Pengembangan pusat-pusat pelayanan secara bersinergis sesuai dengan daya dukung

dan tampung lingkungan.

3) Pemantapan sistem sgropolitan untuk meningkatkan komoditi pertanian unggulan.

4) Pengembangan kegiatan perikanan.

5) Pengembangan kegiatan industri yang sesuai dengan potensi alam dan sumber daya

manusia.

6) Pengembangan kegiatan wisata dengan memanfaatkan potensi alam yang

memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan budaya.

7) Penigkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

26

Strategi yang disusun untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang

sebagaimana dimaksud di atas meliputi :

1) Strategi peningkatan aksesibilitas dengan pemerataan sarana dan prasarana di

seluruh wilayah kabupaten.

2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara bersinergis sesuai dengand aya

dukung dan daya tampung lingkungan.

3) Strategi pemantapan sistem agropolitan untuk meningkatkan komoditi pertanian

unggulan.

4) Startegi pengembangan kegiatan perikanan.

5) Strategi pengembangan kegiatan industri yang sesuai dengan potensi alam dan

sumber daya manusia.

6) Strategi pengembangan kegiatan wisata dengan memanfaatkan potensi alam yang

memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan tema wisata.

7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan

negara.

1.9. Aspek Pertanian

Di wilayah Kabupaten Aceh Besar cukup tersedia lahan yang dapat dijadikan

penggembalaan dan penyediaan pakan ternak besar lainnya. Sejak tahun 2000 telah

terjadi perubahan pola usaha peternakan yang semula tradisional dan sampingan. Pola

usaha peternakan tersebut sudah ke arah intensif terutama penggemukan ternaks api

potong serta ayam pedaging dan petelur.

Areal untuk penyediaan ladang penggembalaan dan pakan ternak masih

memungkinkan di Kecamatan Seulimeum. Namun sentra yang potensial untuk

penggembalaan pola peternakan intensif adalah di Kecamatan Ingin Jaya sekalipun

27

tidak memiliki padang penggembalaan. Kawasan potensial untuk pengadaan lahan

pakan ternak intensif di Kecamatan Ingin Jaya dapat memanfaatkan bantaran sungai

Krueng Aceh. Pemanfaatan lahan untuk penggembalaan dan penyediaan pakan ternak

tersebut umumnya masih tumpang tindih dengan pemanfaatan lain.

Areal bantaran sungai Krueng Aceh merupakan areal sempadan yang tidak

boleh dikembangkan untuk tan,aman keras, namun untuk dikembangkan menjadi

budidaya rumput gajah dan tanaman silo pakan ternak lainnya dapat memungkinkan.

Pada tahun produksi daging ternak sapi potong sebesar 488 ton dan

memberikankontribusi sebesar 48,7% untuk produksi sapi pedaging Kabupaten Aceh

Besar.Peternakan sebagaimana dimaksud di Kabupaten Aceh Besar memiliki seluas

kurang lebih 409,27 Ha yang meliputi :

Ternak besar sapi potong dan kerbau berada di seluruh kecamatan

Ternak kecil domba dan kambing berada di seluruh kecamatan

Ternak unggas ayam dan itik berada di seluruh kecamatan

II. Kabupaten Aceh Tamiang

2.1.Aspek Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang

Letak Geografis

030 53’ 18,81 “ - 040 32’ 56’ 76” Lintang Utara

970 43’ 41, 51” - 980 14’ 45, 41” Bujur Timur

Batasan Geografis

Batas Utara : Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka

Batas selatan : Kab. Gayo Lues dan Kab. Langkat Prov. Sumatera Utara

Batas Barat : Kab. Aceh Timur dan Kab. Gayo Lues

Batas Timur : Kab. Langkat Prov. Sumatera Utara dan Selat Malaka

28

Luas Administrasi : 1.957,02 km2 (UU RI No. 4/2002)

2.216,16 km2 (Perhitungan GIS - RTRW)

Struktus Ruang dalam RTRWN dan RTRWP

PKL (Pusat Kegiatan Lokal)

Kota Kuala Simpang - Kota Karang Baru

Fungsi utama dari PKL Kota Kuala Simpang sebagai pusat

perdagangan dan jasa, pusat jasa pendukung pariwisata, cagar budaya sedangkan

fungsi utama dari PKL Kota Karang Baru adalah sebagai pusat pemerintahan

kabupaten, perdagangan dan jasa, pelayanan sosial dan umum skala kabupaten.

Kota Kuala Simpang sebagai ibukota Kecamatan Kota Kuata Simpang

dan Kota Karang Baru sebagai pusat ibukota Kabupaten Aceh Tamiang yang

merupakan kawasan perkotaan menerus (contiguous).

PPK (Pusat Pelayanan Kawasan)

Sungai Liput Kecamatan Kejuruan Muda

Sebagai pusat kegiatan agroindustri, pengembangan perkebunan, perdagangan

dan jasa, permukiman serta simpul transportasi.

Tualang Cut Kecamatan Manyak Payed

Sebagai pusat kegiatan agropolitan, pusat industri pengolahan dan jasa hasil

pertanian tanaman pangan dan perikanan, pusat pendidikan serta perdagangan dan

jasa.

Tangsi Lama Kecamatan Seruway

Sebagai pusat kegiatan minapolitan, pusat industri pengolahan dan jasa hasil

perikanan, perkebunan dan tanaman pangan, pariwisata bahari serta perdagangan

dan jasa.

29

Pulo Tiga Kecamatan Tamiang Hulu

Sebagai pusat pengembangan perkebunan, perdagangan dan jasa hasil

perkebunan, pariwisata alam, pertambangan dan pengendalian perkembangan

kawasan lindung.

Alur Cucur Kecamatan Rantau

Sebagai pusat permukiman, pertanian, perdagangan dan jasa dan pengolahan hasil

pertambangan.

PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan)

Sekerak Kanan Kecamatan Sekerak

Medang Ara Kecamatan Karang Baru

Sungai Iyu Kecamatan Bendahara

Telaga Meuku Kecamatan Banda Mulia

Simpang Kiri Kecamatan Tenggulun

Babo Kecamatan Bandar Pusaka

Luas wilayah

Perbedaan luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan BPS Tahun 2011 dan

interpretasi peta/ perhitungan GIS dapat dilihat dalam tabel 2 berikut :

Tabel 2. Perbedaan luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan BPS Tahun

2011

No. Kecamatan BPS (km2) Hitungan GIS

(km2) Perbedaan (km2)

1. Banda Mulia 48,27 60,15 11,88

2. Bandar Pusaka

(Kawasan 252,37 212,73 39,64

30

Peternakan)

3. Kejuruan Muda 124,48 162,94 38,46

4. Kota Kualasimpang 4,48 10,05 5,57

5. Rantau 51,71 70,93 19,22

6. Sekerak 257,95 140,81 117,14

7. Seruway 188,49 167,48 21,01

8. Tamiang Hulu 194,63 474,56 279,93

9. Tenggulun 295,55 463,06 167,51

10. Manyak Payed 267,11 222,30 44,81

11. Bendahara 132,53 128,21 4,32

12. Karang Baru 139,45 102,94 36,51

Total 1.957,02 2.216,16 259,14

Sumber : BPS Tahun 2011 dan Perhitungan GIS Tahun 2012

2.2.Aspek Agroekologis dan Lingkungan

Agroekologi adalah pengelompokkan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik

lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan

akan berbeda tidak nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau

bentuk wilayah dan tanah.

Secara umum, penetapan Wilayah Pengembangan (WP) di Aceh

dikelompokkan berdasarkan posisi geografis, yaitu : (1) Banda Aceh dan sekitarnya, (2)

Pesisir Timur, (3) Pegunungan Tengah, dan (4) Pesisir Barat. Wilayah Pengembangan

yang dimaksud memiliki beberapa pusat kegiatan di wilayah tersebut yang dapat

merupakan : Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Strategis Nasional

(PKSN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Kabupaten Aceh Tamiang ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Aceh - WP

Timur 1 yang meliputi Kota Langsa, Aceh Tamiang dan Aceh Timur dengan luas

31

Kawasan Andalan Aceh - Wilayah Pengembangan (KAA-WP) 775.022,60 Ha, Luas

Kawasan Lindung 432.431,90 Ha, Luas Kawasan Budidaya Strategis Aceh 31.934,04

Ha, Luas Kawasan Budidaya lainnya 298.155,96 Ha dengan kegiatan unggulan pada

kawasan budidaya lainnya meliputi :

Permukiman Perkotaan

Permukiman Pedesaan

Perkebunan

Pertanian

Industri

Perikanan

Pertambangan

Adapun isu strategis Sumber Daya Alam di Kabupaten Aceh Tamiang

merupakan darerah perkebunan terbesar meliputi sawit dan karet sehingga

pengembangan integrasi tanaman sawit - ternak sapi sangat cocok dikembangkan di

wilayah ini, dan didukung oleh sumber daya airnya.

2.3. Aspek Gangguan Produksi

Dalam pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Aceh Tamiang masih

terkendala oleh beberapa faktor, terutama dalam budidaya yang umumnya dilakukan

oleh masyarakat yang sifatnya masih subsistem/ tradisional dan belum dikelola secara

intensif. Bila kondisi tersebut dipertahankan, asumsi kenaikan rata-rata populasi sapi

dalam 5 (lima) tahun hanya 1,12 % per tahun, dan produksinya hanya mencapai 1/5

jumlah populasi. Sementara proyeksi kebutuhan daging sapi Kabupaten Aceh Tamiang

Tahun 2015-2019, dapat dilihat dari tabel berikut :

32

Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan Daging Sapi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015-2019

No Tahun

Jumlah

Penduduk

Aceh

Tamiang

(Jiwa)

Kebutuhan

daging (kg

per kapita/

Tahun)

Jumlah

Daging (kg

per kapita/

Tahun)

Pemotongan

sapi per tahun

(target

swasembada)

Populasi

sapi aceh

Tamiang

Tahun

(ekor)

Pemotongan

sapi per tahun

(1/5 jumlah

populasi)

Kekurangan

Populasi Sapi

(Ekor/ Tahun)

1 2015 270.376 17,5 4.731.583 67.594 56.513 11.303 56.291

2 2016 273.404 17,5 4.784.577 68.351 57.146 11.429 56.922

3 2017 276.467 17,5 4.838.164 69.117 57.786 11.557 57.559

4 2018 279.563 17,5 4.892.352 69.891 58.433 11.687 58.204

5 2019 282.694 17,5 4.947.146 70.674 59.088 11.818 58.856

Catatan :

Asumsi kenaikan rata-rata populasi 1,12 % per tahun

Produksi 1/5 jumlah populasi

Rata-rata pertumbuhan penduduk 1,12 %

70 kg = rata-rata berat daging sapi/ ekor

Jika sistem beternak sapi dilakuakn secara intensif, dengan melakukan intervensi-

intervensi teknis dan non teknis lainnya, asumsi kenaikan rata-rata populasi sapi dalam 5

(lima) tahun dapat ditingkatkan menjadi 12 % per tahun (dimana angka ini masih

dibawah standar nasional yaitu 16 %), dan produksinya diharapkan mencapai 1/3 jumlah

populasi.

33

2.4. Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya

KabupatenAceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan

merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang banyak bermukim etnis Melayu (60 %).

Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya dan

riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan Negeri Kan Pei

Chiang (Tamiang) atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama. Daerah ini juga

dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang

memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330 - 1336 M). Kabupaten Aceh Tamiang ini

berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km

dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah

daripada daerah Aceh Lainnya.

2.5. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang

Adapun sarana dan prasarana penunjang di Kabupaten Aceh Tamiang antara lain adalah

adanya jaringan jalan baik yang berstatus jalan nasional maupun jalan produksi,

terminal dan beberapa sarana lainnya yang masih perlu dikembangkan untuk

menunjang sektor pertanian khususnya subsektor peternakan antara lain :

Pembuatan jalan produksi

Jalan produksi merupakan prasarana transportasi pada daerah peternakan yang

berguna sebagai lalu lintas ternak, memperlancar mobilitas alat mesin peternakan

seperti chopper blender dan mengangkut hasil peternakan seperti mengangkut

ternak untuk dijual atau mengangkut kotoran ternak sebagai pupuk.

Pada umumnya jalan produksi belum memadai sehingga belum dapat dimanfaatkan

secara optimal, oleh karena itu perlu pegembangan jalan produksi dengan

34

pengertian pembangunan jalan produksi yang memenuhi standar teknis dapat

dilalui kendaraan dan alat mesin peternakan yang diperlukan.

Pembangunan Embung

Secara alami kebutuhan air untuk tanaman dapat dipenuhi dari air hujan. Namun

dalam kenyataannya di beberapa tempat dan dalam waktu-waktu tertentu jumlah

air hujan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Salah satu

cara untuk menanggulangi kekurangan air di lahan hijauan makanan ternak (HMT)

dan padang penggembalaan adalah dengan membangun kolam penampung air atau

embung yang merupakan kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan

dan digunakan pada saat musim kemarau.

Pembuatan Sumur Bor

Air bersih merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan

usaha peternakan terutama pada daerah peternakan dengan pola intensif.

Bak Penampung Air Minum Ternak

Pada sistem perkandangan sapi yang digemukkan tempat pakan dan minum dibuat

di depan kandang dengan perbandingan 2 : 1. Artinya jika panjang bak pakan satu

meter, maka panjang bak air minum setengah meter. Tempat pakan dan minum ini

dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar pakan tidak

mudah tercecer.

Pembangunan Rumah Potong Hewan

Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam

mata rantai penyediaan daging adalah tahap di Rumah Potong Hewan (RPH). Di

RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan

hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging,

terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Perancangan bangunan RPH

35

berkualitas sebaiknya sesuai dengan standar yang telah ditentuan dan sebaiknya

sesuai dengan Instalasi Standar Internsional dan menjamin produk sehat dan halal.

Pembangunan Pasar Hewan

Rehab Holding Ground

Holding ground merupakan tempat penampungan sementara bagi ternak-ternak

yang dimasukkan ke satu daerah atau wilayah, di sini ternak akan diistirahatkan

untuk beberapa waktu sebelum dimasukkan ke dalam kawasan peternakan.

Pembangunan Pengolahan Pakan Ternak dan Pengadaan Alat

Pembangunan Gudang Pakan/ Hijauan

Pembangunan Puskeswan

Pembangunan Laboratorium Dan RSH

Pengadaan Kendaraan Roda 4

Pengadaan Kendaraan Roda 3 (Betor)

Pengadaan Kendaraan Roda 2

Pembangunan Kandang Karantina

Peningkatan Fungsi dan Fasilitas Pasar Hewan

Pembangunan Kandang Sapi Kolektif

Pembuatan Instalasi Biogas

Pembuatan Unit Pengolahan Pupuk Organik Kompos

Pembanguna Kandang Kambing Kolektif

2.6. Aspek Ekonomi dan Perekonomian

Salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai alat ukur kemakmuran adalah

pendapatan regional. Pendapatan regional menunjukkan tingkat produk yang dihasilkan

oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur

36

perekonomian pada suatu periode di daerah tertentu. Pendapatan regional merangkum

perolehan nilai tambah yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu

wilayah pada periode waktu tertentu. PDRB juga dapat menunjukkan laju pertumbuhan

ekonomi suatu daerah. Gambaran hasil dari berbagai analisis terhadap perkembangan

sektor/ subsektor di Aceh Tamiang dirangkum dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Sektor Basis Kabupaten Tebo Hasil Analisis PDRB, LQ, IS dan Shift-Share

Indikator Sektor/ Subsektor Unggulan Komoditas Terpilih

PDRB Pertanian Kelapa sawit, karet, tanaman

pangan ternak dan hasil perikanan

Perdagangan, hotel dan restoran

Analisis LQ Pertanian Kelapa sawit, karet, tanaman

pangan, peternakan, perikanan

Pertambangan Dolomit, minyak bumi dan gas

Industri Pengolahan Tanaman pangan

Analisis Indeks

Spesialisasi

Pertanian Kelapa sawit, karet, tanaman

pangan, peternakan dan perikanan

Pertambangan Dolomit

Industri Pengolahan Tanaman Pangan

Analisis Shift-

Share

Pri Pertanian Kelapa sawit, karet, tanaman

pangan, ternak

Industri pengolahan Tanaman pangan, daging sapi

Perdagangan, hotel dan restoran

Ppi Pertanian Kelapa sawit, karet, tanaman

pangan

37

Perdagangan, hotel dan restoran

Jasa-jasa

Pwi Pertambangan Dolomit

Perdagangan, hotel dan restoran

Jasa-jasa

Sumber : Hasil Olahan Tim RPIDA Kab. Aceh Tamiang, 2014

Dari beberapa analisis yang digunakan untuk mengetahui sektor basis

menunjukkan bahwa sektor pertanian, pertambangan serta sektor industri pengolahan

merupakan sektor unggulan. Jika ditinjau lebih jauh, subsektor unggulan Kabupaten

Aceh Tamiang untuk sektor pertanian adalah subsektor perkebunan dan peternakan.

Masing-masing sektor/ subsektor unggulan ini memiliki bidang usaha pengembangan

industri potensial yang meliputi berbagai komoditas basis. Subsektor peternakan di

Kabupaten Aceh Tamiang tumbuh relatif cukup kuat khususnya untuk ternak sapi

dengan jumlah produksi tahun 2010 mencapai 38.436 ekor dan 279.893 kg daging sapi.

Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai peluang untuk pengembangan ternak dan

industri pengolahan daging sapi. Terkait hal ini Kabupaten Aceh Tamiang memiliki

potensi komparatif dimulai dari sumber daya alam, sumber pakan, iklim, topografi serta

sumber daya manusia sangat mendukung untuk pengembangan ternak sapi. Seluruh

Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang memiliki keunggulan lokal dalam

pengembangan ternak sapi.

2.7. Aspek Konsumsi dan Perdagangan Hasil Pertanian

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan yang kaya minyak dan gas,

meski jumlahnya tidak sebesar Kabupaten Aceh Utara. Kawasan ini juga merupakan

salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang juga

38

mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis dan angkutan air

merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri oleh dua sungai

besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang

Kanan) dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor

pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.

2.8. Aspek Sumber Daya Manusia

Ada beberapa subkegiatan yang dilakukan untuk kegiatan pengembangan

sumberdaya manusia dan kelembagaan yaitu :

Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Ternak

Pembinaan, pendampingan dan penyuluhan yang kontinu serta reguler kepada

kelompok-kelompok tani ternak yang telah sah dan kedudukannya sesuai dengan

Surat Keputusan Bupati Kabupaten Aceh Tamiang.

Pembuatan Demplot Peternakan

Setiap kampung akan dibuat satu kegiatan demontrasi plot, sebagai pilot project

untuk beternak sapi atau kambing secara baik dan benar.

Pelatihan dan Magang Peternak

Mengirim petani ternak untuk latihan dan belajar di tempat-tempat yang telah

berhasil dalam pengelolaan ternak sapi atau kambing.

Penambahan Tenaga Penyuluh Peternakan

Rekrutmen untuk tenaga penyuluh khusus peternakan yang akan mendampingi

petani ternak di kawasan pengembangan atau sentra produksi peternakan.

Revitalisasi Kelompok Tani

Menyusun kembali struktur kepengurusan dan anggota kelompok tani dengan

susunan kepengurusan yang baru dan anggota yang aktif.

39

Pelatihan Penyuluh Peternakan

Pelatihan yang ditujukan kepada aparatur penyuluh, agar menguasai ilmu dan teknis

peternakan secara khusus.

Pelatihan Pengembangan Instalasi Biogas Asal Ternak untuk Masyarakat (Batamas)

Pelatihan kepada petani ternak agar dapat memanfaatkan kotoran sapi menjadi

biogas, dan mampu mengoperasikan instalasi biogas secara sederhana. Biogas

merupakan salah satu dari banyak macam sumber energi terbarukan karena energi

biogas dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran cair dari peternakan

ayam, sapi, babi, sampah organik dari pasar, industri makanan dan limbah buangan

lainnya. Produksi biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan sistem

proses terbaru dan ramah lingkungan.

Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik

Pelatihan petani ternak untuk mengolah kotoran sapi menjadi kompos sebagai

pupuk. Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar

berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan bologi tanah serta sebagai

sumber nutrisi tanaman.

Pelatihan Pengembangan Pakan dengan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal

Pelatihan petani ternak untuk mengolah kotoran sapi menjadi kompos sebagai

pupuk. Pakan lokal adalah segala sesuatu yang mudah didapat dan banyak tersedia

pada suatu daerah. Disekitar lingkungan kehidupan petani ternak di perdesaan

banyak ditemukan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan makanan

ternak pengganti rumput dan leguminosa.

Pengawasan/ Uji Mutu Pakan

Untuk pakan yang dibuat secara manual oleh masing-masing petani ataupun oleh

skala industri harus dilakukan pengujian mutu secara berkala karena menyangkut

40

kualitas pakan yang akan diberikan kepada ternak yang dampaknya adalah

peningkatan perkembangan dan pertumbuhan ternak.

2.9. Aspek Kebijakan

Untuk mewujudkan visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh

Tamiang Tahun 2013-2017 yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Kabupaten Aceh Tamiang, salah satunya yang tertuang dalam misi

4 (empat) yaitu mengembangkan, meningkatkan dan mendiversifikasi pangan untuk

memperkuat ketahanan pangan, dengan sasaran terwujudnya ketersediaan pangan yang

berkelanjutan, berkembangnya diversifikasi pangan, dan meningkatnya nilai jual

produk pertanian, peternakan dan perikanan serta hutan.

Terkait dengan penetapan Kabupaten Aceh Tamiang sebagai Kawasan

Perhatian Investasi (KPI) Program MP3EI untuk sektor pertanian pangan dan

peternakan, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2014 terkait

MP3EI dimana Aceh Tamiang masuk sebagai salah satu KPI di Pulau Sumatera dengan

penekanan di sektor peternakan dan pertanian pangan, sejalan dengan Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Pertanian,

dimana Aceh Tamiang dinyatakan sebagai salah satu Kawasan Perhatian Investasi

(KPI) di Pulau Sumatera dengan Penekanan di sektor peternakan dan pertanian pangan.

Adanya kebijakan pusat dan provinsi Aceh yang menetapkan Aceh Tamiang

sebagai salah satu sumber ternak sapi bibit sapi dan ternak potong Nasional, merupakan

modal dasar untuk mengembangkan usaha peternakan sapi khususnya di Kabupaten

Aceh Tamiang. Di samping itu keuntungan lain usaha peternakan sapi yaitu hasil

produksi kotoran yang sangat bermanfaat bagi pengembangan pertanian organik

41

(berupa pupuk kompos), bahan baku aneka produk pangan, kerajinan kulit dan sebagai

tenaga kerja. Semua ini merupakan multiplier efek peternakan terhadap upaya

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Permentan No. 50 tentang

Kawasan Pertanian).

Sejalan dengan kebijakan Nasional dalam pembangunan pertanian dimana

salah satunya adalah pencapaian Swasembada Daging Sapi/ Kerbau 2014, Provinsi

Aceh dengan Kebijakan Program Unggulan Daerah Aceh dilakukan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat peternak. Indikator makro

yang telah dicapai sejak dicanangkan Program Unggulan tersebut menunjukkan hasil

yang sangat signifikan. Peningkatan pertumbuhan populasi yang telah dicapai tahun

2013 sebesar 56.465 ekor yang menyebabkan meningkatnya kelahiran pedet sebesar 85

persen. Selain itu, peran pemerintah dalam sistem pemberdayaan kelompok peternak

melalui sinergi pembiayaan APBN dan APBK merupakan suatu hal yang

menggembirakan bagi keberlangsungan pengembangan usaha budidaya dan atau

pembibitan ternak pada masyarakat. Dengan pola pemberdayaan masyarakat,

peternakan ini mampu menyerap tenaga kerja subsektor peternakan.

Namun dalam pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Aceh Tamiang

masih terkendala oleh beberap faktor, terutama dalam budidaya yang umumnya

dilakukan oleh masyarakat yang sifatnya masih subsistem/ tradisional, dan belum

dikelola secara intensif. Bila kondisi tersebut dipertahankan, asumsi kanaikan rata-rata

populasi sapi dalam 5 (lima) tahun hanya 1,12 % per tahun, dan produksinya hanya

mencapai 1/5 jumlah populasi.

42

2.10. Aspek Pertanian

Adanya tren peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang berasal dari sektor

pertanian, tidak terlepas dari peran pemerintah dan dukungan potensi pengembangan

pertanian.

Berdasarkan data industri yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang, industri

pangan merupakan yang paling dominan. Hal ini turut berpengaruh pada proporsi

kontribusi sektor industri pengolahan dalam struktur perekonomian Aceh Tamiang.

Industri pangan dapat berupa industri produk antara maupun industri akhir. Salah satu

contoh industri produk antara dalam industri pangan adalah pengolahan daging beku,

pengalengan, pembuatan dendeng, pengolahan kulit, tepung tulang, tepung darah.

Berbagai komoditas peternakan dapat diperpanjang umur simpannya dengan

mengubahnya ke dalam bentuk tepung ataupun produk setengah jadi lainnya sehingga

dapat menjadi bahan baku industri pangan lainnya.

III. Kabupaten Bener Meriah

3.1.Aspek Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Bener Meriah

Letak Geografis

Terbentuknya Kabupaten Bener Meriah merupakan hasil pemekaran dari

Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan Undang-Undang Pembentukan Kabupaten

Nomor 41 Tahun 2003, Kabupaten Bener Meriah ini beribukota di Redelong.

Dilihat dari batas administratifnya, Kabupaten Bener Meriah mempunyai

batas administratif sebagai berikut :

Sebelah Utara :Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen.

Sebelah Timur :Kabupaten Aceh Timur.

43

Sebelah Selatan :Kabupaten Aceh Tengah.

Sebelah Barat :Kabupaten Aceh Tengah.

Wilayah di Kabupaten Bener Meriah terbentang pada posisi antara :

40 33’ 50’’ - 40 54’ 50’’ Lintang Utara dan

960 40’ 75’’ - 970 17’ 50” Bujur Timur.

Ketinggian tempat berada antara 100 - 2.500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Bener Meriah bila dilihat secara administratif terbagi menjadi 10

(sepuluh) kecamatan, yaitu meliputi :

1. Kecamatan Timang Gajah.

2. Kecamatan Pintu Rime Gayo.

3. Kecamatan Bukit.

4. Kecamatan Wih Pesam.

5. Kecamatan Bandar.

6. Kecamatan Syiah Utama, dan

7. Kecamatan Permata.

8. Kecamatan Gajah Putih

9. Kecamatan Mesidah

10.Kecamatan Bener Kelipah

3.2.Aspek Agroekologis dan Lingkungan

Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiologi atau bentuk wilayah dan

tanah. Data curah hujan Bener Meriah sesuai data dari Provinsi Aceh masuk dalam

44

kategori mewakili dataran tinggi di mana curah hujan cenderung tinggi mencapai

13.327 mm/tahun dengan rata-rata 1.105,60 mm/bulan. Namun data Dinas Pertanian

Bener Meriah Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada Bulan Oktober 66,8 mm/hari

dan Desember 9,14 mm/hari, sementara curah hujan terendah rata-rata terjadi pada

Bulan Maret sampai Mei 1,08 mm/hari.

Bentuk permukaan tanah merupakan dataran tinggi dengan kesuburan tanah yang

hampir merata di setiap Kecamatan. Alam Kab. Bener Meriah dikategorikan sangat

subur dengan jenis tanah Padzolik yang sangat baik untuk tempat pengembangan

tanaman pertanian, perkebunan dan holtikultura.

Kondisi Geologi Bener Meriah terdiri dari beberapa bebatuan dengan jenis batuan

sedimen, batuan vulkanis, dan aluvial. Dominasi batuan sedimen ini hampir merata

pada bagian selatan wilayah Bener Meriah, yang merupakan dataran tinggi atau

berfungsi sebagai kawasan areal penggunaan lain. Sedimen ini juga terbagi oleh jenis

yang diantaranya, sedimen kapur dan glukosit dengan material halus, kemudian

sedimen sedikit kandungan kapur dan material kasar konglomerat, batu pasir dan mika.

Jenis batuan yang terdapat di Bener Meriah dapat dikelompokkan menjadi batuan

beku dan batuan metamorfik atau malihan, batuan sedimen dan gunung api tua, batu

gamping, batuan gunung api muda, serta endapan aluvium. Batuan sedimen terutama

terdapat di daerah lembah. Jenis batuan ini mempengaruhi jenis tanah yang terdapat di

kab. Bener Meriah.

3.3. Aspek Gangguan Produksi

1. Pakan

Kondisi lahan yang sangat labil sehingga pada musim hujan rumput HPT

tergerus oleh air hujan dan mengakibatkan lahan kehilangan sumber pakan ternak.

45

Dari luas lahan pakan sekitar 4.000 ha, hanya 500 ha yang dapat dimanfaatkan

sebagai padang pengembalaan/lahan pakan. Hal ini mengakibatkan ternak kekurangan

pakan sehingga dapat mengganggu produksi dan produktifitas ternak

Alternatif solusi :

- Optimalisasi padang pengembalaan

- Pemagaran kawat duri seluas 40.000 m2.

2. Sarana air.

Populasi ternak yang berada di kawasan Blang Paku dan Uber-Uber sejumlah 800

ekor yang terdiri dari Sapi betina : 482 ekor, sapi jantan : 31 ekor, Kerbau betina 467,

kerbau jantan : 94, kuda betina : 32 dan kuda jantan : 4 ekor sehingga membutuhkan

sumber-sumber air yang dapat mencukupi kebutuhan ternak.

Kebutuhan embung (sumber air) di kawasan uber-uber dan blang paku Kab.

Bener Meriah yang disesuaikan dengan populasi ternak sebanyak 25 unit. Kondisi

saat ini hanya tersedia 8 unit sehingga ternak kekurangan air.

Alternative solusi :

- Menambah jumlah embung di kawasan sebanyak 17 unit

3. Sistem pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional. Sapi-sapi yang berada di lokasi

kawasan melakukan kawin alam dengan ternak lokal setempat (in breeding). Kondisi

ini mengakibatkan performance sapi yang lahir kurang bagus.

4. Kurangnya pejantan INKA.

5. Kurangnya SDM

6. Gangguan penyakit.

- Malnutrisi.

- Penyakit parasite.

46

7. Perilaku masyarakat.

8. Gangguan binatang buas

9. Pemotongan betina produktif.

3.4. Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya

Berdasarkan profil Kabupaten Bener Meriah Dalam Angka Tahun 2009, jumlah

penduduk Kabupaten Bener Meriah tercatat sebanyak 121.902 jiwa. Penyebaran

penduduk di wilayah kecamatan tidak merata, penduduk lebih berkonsentrasi pada

daerah-daerah sentra produksi dan daerah-daerah perkotaan. Untuk jelasnya mengenai

luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Bener Meriah lihat

Tabel 5.

Tabel 5. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Bener Meriah Tahun 2009

No.

Penggunaan

Lahan

Luas (Ha)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kepadatan (jiwa/Km2)

(1) (2) (3) (4) (5) 1. Timang Gajah 98.28 17.813 181 2. Pintu Rime Gayo 223.56 10.543 47 3. Bukit 110.95 22.510 203 4. Wih Pesam 66.28 20.584 311 5. Bandar 88.10 22.114 251 6. Syiah Utama 792.71 1.316 2 7. Permata 159.66 15.191 95 8 Gajah Putih 75.57 7.730 102 9 Mesidah 286.83 3.301 12 10 Bener Kelipah 20.75 3.974 192

Bener Meriah 1.991,69 125.076 140 Sumber : Data diolah dari data Kabupaten Bener Meriah Dalam Angka Tahun 2012

3.5. Aspek Kelembagaan

Jumlah kelembagaan usaha padatahun 2012 yang dipilah berdasarkan ternak

yang menjadi bidang usahanya ada 90 kelompok, dengan komposisi sebagai berikut:

47

Kelompok peternak besar sebanyak 70 kelompok

Kelompok peternak kecil sebanyak 11 kelompok dan

Kelompok peternak Unggas sebanyak 9 kelompok

Sedangkan kelembagaan spesifik Penghulu Uwer 1 kelompok.

Selain kelompok terdapat juga perorangan dengan bidang usaha peternakan,

jumlah dan komposisi pengusaha ini adalah sebagai berikut:

Pengusaha Ternak Besar 28 orang

Pengusaha Ternak Kecil 21 orang

Pengusaha Ternak Unggas 32 orang

Pengusaha Ayam Petelur 3 orang

Pengolah Pupuk Organik 1 kelompok

3.6. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang

Prasarana Perhubungan Darat

Prasarana perhubungan darat antara lain berupa jalan dan jembatan. Jalan di

Kabupaten Bener Meriah secara administratif terdiri atas jalan Nasional, jalan

Kabupaten dan Jalan Desa. Dilihat berdasarkan jenis permukaannya, panjang jalan

yang sudah ada pada saat ini adalah jalan perkerasan aspal sepanajng 243 km, jalan

kerikil sepanjang 160 km, dan jalan perkerasan tanah sepanjang 128 km. Dilihat

berdasarkan kondisinya jalan dengan kondisi baik ada sepanjang 216 km, kondisi

sedang 190 km, kondisi rusak 105 km dan kondisi jalan rusak berat sepanjang 20 km.

Prasarana Perhubungan Udara

Melihat kondisi wilayahnya yang berada dikedalaman Aceh maka perhubungan

udara menjadi moda transportasi yang sangat mendukung disamping sarana angkutan

48

darat. Moda angkutan udara sudah mulai dikembangkan sejak tahun awal tahun 2005

dengan dibangunnya lapangan terbang perintis di Rembele yang berjarak 20 km dari

Kota Takengon. Panjang landasan pacu lapangan terbang ini adalah sekitar 1.400

meter. Sesuai dengan kondisi ini maka jenis pesawat yang dapat mendarat di lapangan

terbang Rembele adalah jenis pesawat yang relatif kecil dan sedang yaitu jenis pesawat

Cassa dengan kapasitas penumpang 12 - 16 orang dan Jenis Foker 50.

3.7. Aspek Ekonomi dan Perekonomian

Keadaan perekonomian di wilayah ini dicirikan dengan adanya kegiatan

industry seperti kilang/gilingan industry kopi, jasa bengkel, usaha makanan dan

minuman, pertukangan dan kerajinan. Sarana penunjang kegiatan ekonomi yang ada

diantaranya pasar, serta sarana ekonomi lainnya berupa pertokoan, kios/kedai, Bank,

Koperasi dan lembaga ekonomi lainnya.

3.8. Aspek Konsumsi dan Perdagangan Hasil Pertanian

Kebutuhan konsumsi ternak di kab. Bener Meriah 800 – 900 ekor per hari.

Daya tampung ternak di kawasan hanya sekitar 20.000 ekor (40% dari total kebutuhan

konsumsi per tahun). Data BPS tahun 2014, kebutuhan konsumsi Aceh hanya 10 %,

sedangkan kebutuhan konsumsi Kab. Bener Meriah 7,4 %. Dari kondisi kebutuhan 7,4

%, hanya 17 % persen yang bisa di penuhi oleh Kabupaten sedangkan kekurangannya

di datangkan dari luar kabupaten Bener Meriah.

49

3.9. Aspek Sumber Daya Manusia

SDM kesehatan hewan dan gangguan reproduksi yang tersedia di lokasi kawasan

adalah : 1 (satu) Dokter Hewan (drh), 1 (satu) paramedik, 2 (dua) petugas PKB dan 3

(tiga) petugas IB. Sedangkan petugas

ATR belum ada.

Kebutuhan SDM disesuaikan dengan jumlah Kecamatan yang ada di Kabupaten

tersebut, yaitu :

- Medik : 1 Kec. 1 petugas Medik.

- Paramedik : 1 Kec. 2 petugas Paramedik

- Petugas IB : 1 Kec. 1 petugas IB

- Petugas PKB : 3 orang

- Petugas ATR : 3 orang

3.10. Aspek Pertanian/ Peternakan

Kabupaten Bener Meriah mempunyai potensi yang sangat besar untuk

pengembangan ternak, terutama ternak besar seperti kerbau, sapi, domba dan

kambing.Pengembangan ternak tersebut, disamping bermamfaat untuk pemenuhan

kebutuhan daging bagi masyarakat juga dapat menghasilkan pupuk organik bagi

kebutuhan tanaman kopi dan tanaman holtikultura lainnya.Jumlah populasi dan

penyebaran ternak dalam wilayah Kabupaten Bener Meriah dapat dilihat pada tabel 2.4

dibawah ini :

50

Tabel 6. Jumlah Populasi Ternak dan Penyebarannya Di Kabupaten Bener Meriah

No.

Uraian Tahun KE

T Satuan 2007 2008 2009 2010 2011

1.

Jumlah Ternak Unggas a. Ayam Petelor b. Ayam Pedaging c. Ayam Buras d. Itik

Ekor Ekor Ekor ekor

-

37705 58454 2651

-

38874 53246 4737

2968 39259 54895

4280

11143

42350 82104

3828

12678 43265 82567 4815

2.

Lahan HMT/ Ladang Pengembalaan: a. Lahan HMT b. padang gembala

Ha Ha

4

4264

16 4264

34 4264

47 4264

65 5698

3.

Sarana/ prasarana peternakan : a. pukeswan b. Pos IB c. Rumah Jaga Ternak

Unit Unit Unit

1 - -

5 2 -

5 2 2

5 2 5

5 2 7

4.

Kelompok Tani Ternak : a. Ternak Besar b. Ternak Kecil c. Unggas/Ayam Petelur

KLP KLP KLP

11 - -

11 - -

13 2 -

14 3 1

27 13

2

Sumber: Disnakan 2013

IV. Kabupaten Aceh Jaya

4.1. Aspek Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Aceh Jaya

Letak Geografis

Kabupaten Aceh Jaya terletak pada lokasi 040 22’ - 050 16’ Lintang Utara

dan 950 10’ - 960 03’ Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Aceh Jaya memiliki luas

kurang lebih 387.272,36 Ha, dengan ibukota kabupaten terletak di Calang yang

berjarak 156 km dari Kota Banda Aceh (ibukota provinsi). Wilayah Aceh Jaya

merupakan bagian pantai barat dan daratan Kepulauan Sumatera yang membentang

dari Barat ke Timur mulai dari kaki Gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh

51

Besar) sampai ke sisi Cot Paleng (perbatasan dengan Aceh Barat). Secara

administrasi Kabupaten Aceh Jaya berbatasan dengan :

Sebelah Utara :Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie.

Sebelah Timur :Kabupaten Aceh Barat dan Samudera Hindia.

Sebelah Selatan :Kabupaten Aceh Barat.

Sebelah Barat :Samudera Hindia.

Secara geografis selain Kecamatan Pasie Raya semua kecamatan di Wilayah

Kabupaten Aceh Ajya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, jalur garis

pantai lebih kurang 156 km juga merupakan tempat pemukiman penduduk terpadat

dibandingkan dengan daerah permukiman yang jauh dari pantai. Jaringan jalan

provinsi yang menyusuri pinggir pantai yang menghubungkan Banda Aceh dengan

kota-kota di bagian barat dan selatan provinsi ini menjadi faktor yang sangat

mendukung bagi penduduk untuk membangun permukiman di sepanjang pantai.

Pusat-pusat perdagangan dan berbagai aktifias perekonomian lainnya pada

umumnya berlokasi di kota-kota kecamatan yang berada di sepanjang pantai wilayah

ini.

Pasca peristiwa musibah gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 desember

2004 wilayah Kabupaten Aceh Ajya merupakan wilayah yang mengalami kerusakan

paling parah. Secara fisik kawasan daratan bergeser sejauh 2-4 km dari garis pantai,

hubungan transportasi ke luar dan ke dalam wilayah terputus, pemukiman penduduk

di sekitar pantai hancur dan kerusakan lingkungan yang cukup parah.

52

Kabupaten Aceh Jaya terbagi sebanyak 9 (sembilan) wilayah administratif yaitu

Kecamatan Jaya, Indra Jaya, Sampoiniet, Darul Hikmah, Setia Bakti, Panga, Krueng

Sabee, Teunom dan Pasie Raya. Selain sembilan kecamatan tersebut terdapat 21

(dua puluh satu) kemukiman dan 172 (seratus tujuh puluh dua) desa. Selain itu juga

di Kabupaten Aceh Jaya mempunyai pulau-pulau kecil dengan jumlah kurang lebih

34 (tiga puluh empat) pulau.

Gambar 4.1. Peta Rencana Pola Ruang

4.2. Kondisi Fisik Dasar Wilayah

A. Ketinggian dan Kelerengan

Kondisi ketinggian Kabupaten Aceh Jaya dibedakan menjadi 0 – 100

Mdpl sampai dengan >2000 Mdpl. Berdasarkan kelompok ketinggian tersebut

dominan memiliki ketinggian 0 – 100 Mdpl mencapai 35,34%, sedangkan untuk

ketingginan 1500 – 1750 sampai dengan >2000 hanya mencapai 0%.

53

Gambar Ketinggian Kabupaten Aceh Jaya

Kabupaten Aceh Jaya memiliki klasifikasi kelerengan < 8%, 8-15%,

16-25%, dan 2640% dan >40%. Berdasarkan kelompok kelerengan tersebut

dominan berkelerengan < 25-40% dengan luasan 27,29.

Gambar Kelerengan Kabupaten Aceh Jaya

54

Iklim

Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Aceh Jaya sepanjang tahun 2012 berkisar

antara 25,6 0C – 27,7 0C dan kelembaban antara 84-92 persen. Hari hujan pada tahun

2012 rata-rata perbulan 26 hari dengan rata-rata curah hujan per bulan 393,7 mm.

Sebagaimana wilayah Indonesia, Kabupaten Aceh Jaya beriklim tropis (hangat dan

lembab) dan di kenal 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dengan gejolak gelombang

laut yang biasa terjadi bulan September-Februari dengan jumlah hari hujan terbesar

berkisar antara 120-170 hari, jumlah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 2000-

4000 mm.

Musim kemarau yang biasanya berlangsung antara bulan Meret-Agustus dengan

tekanan udara rata-rata berkisar antara 260-330 C pada siang hari dan 23 C malam

hari dan kelembaban antara 84 - 92 %. Kecepatan angin maksimum berkisar antara

12-15 knot walaupun rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 0-4 knot.

Berdasarkan kemiringan dan ketinggian daratan diatas 25 mdpl Kabupaten Aceh

Jaya memiliki daratan yang landai.

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Jaya antara lain :

Regosol, merupakan tanah yang sangat muda dan terdapat diatas endapan

mineral lunak yang dalam dan tidak keras.

Andosol, adalah tanah yang berasal dari abu gunung api, dan umumnya

terdapat di lereng-lereng gunung api.

Latosol, yaitu tanah yang banyak mengandung zat besi dan aluminium.

Tanah ini sudah sangat tua, sehingga kesuburannya rendah.

Podsolik merah kuning yang sesuai untuk tanaman perkebunan dan tahunan.

55

Alluvial yang pada umumnya relatif subur dan sesuai untuk perkembangan

pertanian.

Gambar Peta Jenis Tanah

4.3. KEPENDUDUKAN

Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Penduduk merupakan modal bagi pembangunan daerah yang dapat diberdayakan

secara tepat guna. Selain itu, penduduk juga dapat menjadi beban bagi

pembangunan jika pemberdayaannya tidak diimbangi oleh kualitas sumber daya

manusia (SDM) yang memadai pada daerah tersebut.

Berdasarkan data DISDUKCAPIL Kabupaten Aceh Jaya tahun 2013, penduduk

Kabupaten Aceh Jaya berjumlah 84.928 jiwa yang terdiri dari 43.723 jiwa laki-

laki dan 41.205 jiwa perempuan, sedangkan untuk konsentrasi jumlah penduduk

di Kabupaten Aceh Jaya terdapat di Kecamatan Krueng Sabe dengan proporsi

terbesar yaitu 15.567 jiwa atau 18,33 % lebih besar dari Kecamatan Jaya yang

mencapai 17,31 % atau 14.701 jiwa dan jumlah penduduk terendah terdapat di

56

Kecamatan Pasie Raya, Kecamatan Darul Hikmah dan Kecamatan Indra Jaya

yang besarannya tidak lebih 8 % dari jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Jaya.

Kepadatan penduduk berdasarkan luas wilayah Kabupaten Aceh Jaya yaitu

dengan kepadatan 0.21 jiwa/Ha. Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan

Teunom yaitusebesar 0.44 jiwa/Ha, sedangkan kepadatan terendah berada di

Kecamatan Panga, Kecamatan Sampoiniet dan Kecamatan Darul Hikmah yang

hanya mencapai 0.15 jiwa/Ha.

Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Aceh jaya berdasarkan data DISDUKCAPIL Kabupaten

Aceh Jaya tahun 2013 mengalami pertambahan dan penurunan dari tahun 1995

hingga tahun 2013. Penurunan pertumbuhan penduduk yang sangat besar terdapat

pada tahun 2004 hingga mencapai – 31,18%, hal ini disebabkan oleh adanya

bencana alam yang menimpa Kabupaten Aceh Jaya bahkan hampir seluruh

Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Aceh mengalami hal tersebut.

4.4. PENGGUNAAN LAHAN

Penggunaan Lahan Eksisting

Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi Aceh pengggunaan lahan di Kabupaten

Aceh Jaya pada tahun 2012 masih di dominasi oleh hutan lindung yang luasannya

mencapai 165,871.42 Ha atau sebesar 42.82 persen, pertanian lahan kering dengan

luas 72,101.98 Ha atau 18.57 persen, hutan produksi sebesar 14,103.16 Ha atau

3.64 persen, hutan produksi terbatas sebesar 71,920.90 Ha atau 18.57 Sedangkan

sisanya untuk Area peruntukan lainnya.

57

Gambar Peta Penggunaan Lahan Eksisting

4.5. PEREKONOMIAN

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB mencerminkan kegiatan

perekonomian suatu daerah tertentu, dimana penyajian perhitungan PDRB

dinyatakan dengan harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar

harga berlaku dihitung berdasar nilai nominal sedangkan berdasar harga konstan

memperhitungkan faktor inflasi atau deflasi.

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan indikator dari

pencapaian kinerja perekonomian di suatu wilayah menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan aktivitas kegiatan perekonomian yang cukup berarti. Hal ini

sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya PDRB dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2011 sektor pertanian dalam PDRB masih menduduki nilai tertinggi di

Kabupaten Aceh Jaya yaitu sebesar 336.853,78 juta rupiah, dan kontribusi

58

terkecil di berikan oleh sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar

5.158,01 juta rupiah.

Distribusi Produk Domestik Regional Bruto

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya sebagaimana digambarkan oleh

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000,

masih dipengaruhi oleh sektor pertanian. Namun demikian, peranan sektor

pertanian atas PDRB terus menurun secara gradual sejak tahun 2008 yang semula

36,77%, pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 31,13

persen.

Periode tahun 2008 hingga tahun 2011, struktur ekonomi Kabupaten Aceh Jaya

relatif tidak mengalami perubahan. Dua sektor utama yang mendorong

pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Jaya adalah sektor pertanian dan

sektor jasa-jasa.

Sektor pertanian sangat dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh

Jaya dengan kontribusi yang cukup besar yaitu 36,77 persen pada tahun 2007

tetapi cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Namun,

penurunannya tersebut tidak terlampau besar.

4.6. PERTANIAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No 41/Mempertan/OT.140/9/2009

tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian menjelaskan bahwa

penetapan kawasan peruntukan pertanian ini diperlukan untuk memudahkan dalam

penumbuhan dan pengembangan kawasan pertanian berbasis agribisnis mulai dari

penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran serta

kegiatan pendukungnya secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Selain itu

59

juga didalam mempertahankan ketahanan pangan maka setiap kabupaten harus

mempunyai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang

ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan

pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam

merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina,

mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara

berkelanjutan.

4.7. Isu Strategis Kawasan Peruntukan Peternakan

Ruang Peternakan meliputi ruang usaha khusus pemeliharaan jenis ternak besar,

sedangkan jenis peternakan kecil include dalam kawasan permukiman. Peternakan

kecil yang dimaksud adalah seperti kambing dan unggas baik yang bertujuan untuk

dikem-bangbiakkan, dipotong dan diambil dagingnya maupun untuk dimanfaatkan

hasil-hasilnya dan dipelihara di sekitar rumah petani di pedesaan. Sedangkan

peternakan besar “pemengambiakan sapi lokal Aceh” dipusatkan di pulo raya

kecamatan Sampoiniet.

60

Bab IV

Strategi Pengembangan Kawasan Peternakan

A. Kawasan Peternakan

Siteplan kelompok ternak dibuat dengan sistem pemeliharaan ekstensif untuk usaha

pembibitgan dan juga sistem pemeliharaan yang intensif untuk usaha penggemukan.

Kawasan peternakan sapi pada kawasan perluasan lahan tersebut akan dipeliharan dan

dikelola oleh kelompok peternak yang ditunjuk dan telah disepakati bersama dengan dinas

terkait. Berpacu pada standar yang ideal untuk pemeliharaan, untuk kelompok usaha

pembibitan dan penggemukan yaitu dimana setiap luas 200 hektar dapat dikelola oleh 1

kelompok, dan dapat terdiri pada 4 sub-kelompok. Setiap sub-kelompok terdiri dari 5 orang

difasilitasi dengan lahan untuk padang penggembalaan seluas 50 hektar yang dapat dibagi

menjadi 4 pedok @ 10 hektar, disertai 1 buah embung kapasitas 0,5 ML, 5 hektar kebun

rumput, 5 hektar kebun pangkasan legume, dimana bisa terdapat 90 ekor induk dan 10 ekor

bakalan untuk penggemukan, kandang penggemukan, shelter, bak pakan, 1 unit loading

chute/ramp, 1 unit handling yard, gudang, ruang pakan dan chpper, gedung pertemuan.

B. Pengembangan Infrastruktur

Pengembangan infrastruktur pada kawasan perluasan peternakan yaitu termasuk jalan

raya menuju kawasan peternakan yang belum menembus seluruh wilayah peternakan. Jalan

raya tersebut diperlukan untuk transportasi ternak masuk dan keluar untuk penjualan dan

pengiriman ternak dan juga pengiriman komiditi hasil pertanian. Dalam kawasan peternakan

juga sangat memerlukan listrik untuk penerangan dan untuk keperluan usaha peternakan, juga

untuk pabrik pakan mini, rumah hewan potong, dan usaha produksi hasil ternak lainnya

seperti bakso, dendeng, nuget kornet, sosis dan lainnya. Disamping itu, diperlukan sumber air

61

untuk budidaya ternak dan pertanian pangan. Air sangat diperlukan dalam budidaya ternak

dan air tersebut harus memenuhi kriteria tidak yaitu tidak tercemar dan tidak mengandung

logam berat.

B.1. Kebutuhan Tata Letak Fasilitas dan Sarana Produksi Peternakan

Kebutuhan fasilitas dan sarana yang diperlukan dalam usaha peternakan adalah:

1. Kandang beserta perlengkapannya,

2. Gudang pakan, ruang chopper dan silo,

3. Koral untuk penanganan ternak (Handling yard dan loading ramp),

4. Pos pelayanan Inseminasi Buatan,

5. Kantor,

6. Gedung Pertemuan/Pelatihan,

7. Ruangan pengelola (karyawan),

8. Biogas dan unit pengolahan limbah,

9. Dam atau embung,

10. Padang rumput untuk penggembalaan,

11. Kebun rumput dan legum potongan,

12. Silo,

13. Rumah potong hewan,

14. Pagar.

B.2. Pertanian Pangan

Fasilitas dan sarana yang dibutuhkan pada usaha pertanian pangan yaitu:

1. Traktor dan unit perlengkapannya,

62

2. Gudang Pupuk,

3. Kantor,

4. Gedung Pertemuan,

5. Ruangan pengelola (karyawan),

6. Rumah plastik untuk nursery,

B.3. Desain Fasilitas

B.3.1. Jenis Ternak dan Kapasitas Tampung Kawasan

Jenis ternak yang disarankan untuk dikembangkan pada kawasan ini yaitu sapi karena

mengingat permintaan akan daging sapi potong di Kabupaten Aceh Besar dan sekitarnya

adalah sangat tinggi. Bangsa sapi yang disarankan adalah sai lokal. Bangsa sapi import

misalnya seperti Brahman tidak disarankan. Kesesuaian lahan untuk padang penggembalaan

yang terhampar sebagai savanna, akan ditentukan holding ground dari usaha peternakan

untuk setiap desa. Rencana penempatan fasilitas disesuaikan dengan potensi sumber daya

pada setiap desa.

B.3.2. Tata Letak Fasilitas Usaha Pembibitan Sapi

Peternakan intensif sapi potong untuk penggemukan dan sistem ekstensif dengan

usaha pembibitan di padang rumput. Pada sistem intensif memerlukan fasilitas meliputi

kandang penggemukan, tempat penangan limbah dan areal pemanfaatan limbah; kandang

penanganan (handling yard) yang dilengkapi dengan tempat bongkar muat sapi (loading

ramp), tempat penampungan sapi (holding pen) tempat penanganan sapi (working chute) dan

timbangan (jika memungkinkan); instalasi air, gudang pakan, ruang chopper dan silo, gudang

peralatan, kebun rumput dan kebun legum pangkasan. Sistem ekstensif memerlukan fasilitas

63

meliputi kandang terbuka yang dilengkapi dengan peneduh (sheds), pedok, pagar, bak pakan,

embung, handling yard.

Fasilitas penunjang yang dibutuhkan diantaranya adalah ruangan untuk peserta

pelatihan, ruangan pertemuan (gazebo) dan kebun percontohan. Fasilitas bangunan tersebut

harus memiliki tata letak yang sedemikian rupa sehingga penggunaan dapat terintegrasi dan

lebih efisien sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien serta tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar (biosecurity).

B.3.3. Disain Fasilitas Bangunan

Pada disain fasilitas perkandangan dapat disesuaikan dengan pola pemeliharaan

dengan sistem ranch, dimana disain kandang dengan sistem terbuka atau semi terbuka.

Konstruksi kandang dapat menggunakan bahan dasar besi atau kayu yang banyak terdapat di

lahan dan sekitarnya. Persyarakat utama untuk bahan kayu untuk konstruksi kandang dan

pagar adalah bahan kayu tersebut harus anti rayap dan tahan air (pelapukan) sehingga dapat

digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama.

Dalam membangun kandang, beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya

adalah:

Dapat melindungi ternak dari hujan dan sengatan matahari yang berlebihan (ada

pelindung/peneduh/atap),

Mudah dalam penanganan ternak,

Terdapat drainase yang baik,

Konstruksi kandang harus kuat,

Tidak terdapat benda tajam pada konstruksi kandang yang dapat melukai ternak,

64

B.3.4. Holding Ground

Holding ground merupakan lahan dalam kawasan yang diperuntukkan sebagai pusat

kegiatan pemeliharaan ternak. Holding ground yang akan dibangun seluas 20.000 m2 (2

hektar), dibangun di areal yang relatif datar dan terletak di tengah-tengah kawasan peternakan

karena merupakan pusat pemeliharaan untuk sistem usaha pemeliharaan dan penggemukan

dan juga memudahkan akses bagi kegiatan peternakan. Tentunya luas areal holding ground

harus disesuaikan dengan kapasitas tampung ternak. Areal holding ground dibatasi dengan

pagar yang melingkarinya, dan diberi pintu untuk akses ternak dari pedok. Sedangkan

fasilitas yang harus dilengkapi di holding ground adalah kandang sapi dewasa, kandang

isolasi, unit pengolahan pupuk kandang dan handling yard, serta bangunan untuk gudang

pakan, ruang chopper dan silo, kantor dan ruang pertemuan, ruang bagi pekerja. Pada setiap

holding ground dibuat pintu yang menghubungkan dengan sub pedok.

B.3.5. Handling Yard (Corral)

Untuk penanganan ternak dibangun handling yard sebelum masuk dan keluar

kawasan peternakan, agar menjaga ternak tetap sehat dan menghindari penularan penyakit.

Pada handling yard beberapa kegiatan yang diberikan pada ternak seperti penyemprotan

ternak, pemberian vaksin, obat dan vitamin untuk kepentingan kesehatan ternak. Disamping

itu, tata laksana pemeliharaan lainnya seperti pembersihan kuku atau kulit jika ada luka

dilakukan di kandang jepit pada handling yard. Fasilitas pada handling yard ini seperti

kandang jepit dan pintu multi arah dan lorong ternak (gang way). Handlin yard dibangun di

dekat kandang. Handling yard dapat seluas sekitar 250 m2, dengan lebar gang way 1 m,

letaknya berjejer seri dengan kandang jepit. Sapi yang sedang diberi perlakuan di tempatkan

di kandang jepit yang berada dalam handling yard.

65

B.3.6. Kandang

Kandang yang diperlukan paa kawasan ini yaitu kandang untuk sapi dewasa dan

kandang isolasi. Pembagian kandang sapi dewasa yaitu terdiri dari kandang sapi bunting, dan

kandang sapi yang tidak bunting, termasuk untuk pejantan. Kandang sapi pada kawasan

tersebut teridir dari kandang sapi dewasa dan kandang isolasi. Luas kandang tiap unitnya

yaitu 112 m2 dengan ukuran 14 x 8 m dengan kapasitas 1 ST, sedangkan kandang isolasi

sekitar 112 m2 (14 x 8 meter) dengan asumsi sapi sakit yang di isolasi maksimum mencapai

5%, yaitu 5-10 ekor untuk kapasitas 100 ST.

Dalam perancangan kandang hal harus diperhatikan bahwa kandang harus terbuka

agar sirkulasi udara baik dan kandang bebas (free stall). Tiang kandang dibuat untuk

pemeliharaan komunal, dimana setiap peternak daat memelihara ternaknya dalam kandang

secara bersamaan. Keuntungan dengan menggunakan sistem ini, dimana pengumpulan bahan

dan pupuk akan lebih mudah. Ukuran setiap ekor sapi dewasa yaitu memerlukan ruang

(space) 3 m2. Kandang akan dibangun di area Holding Ground yang berdekatan dengan

handling yard dan unit pengolahan limbah.

C. Kawasan dan Pagar Pedok

Lokasi kawasan perluasan peternakan secara fisik dibatasi oleh pagar yang tersusun

atas tiang pagar dan kawat berduri. Pagar yang dimaksudkan disini yaitu pagar dalam dan

pagar luar. Pagar terbuat dari kawat berduri yang dipasang paralel pada tiang pagar yang

berjarak 5 meter. Jumlah kawat bentang pada pagar yaitu berjumlah 4 buah dan akan

diperkuat dengan kawat yang melintang diagonal antara ujung tiang pagar. Untuk penyangga

pagar dibuat tiang, dan tiang pagar sebaiknya terbuat dari kayu ulin yang banyak tersedia di

sekitar kawasan. Tiang kawat adalah 155 cm, dengan kedalaman tancap 30 cm ke dalam

tanah. Agar pagar lebih kokoh maka, diperlukan tanaman gamal (Glyricidia sepium) atau

66

angsana disarankan untuk ditanam antar tiang pagar engan interval satu meter, sehingga

diantara dua tiang pagar terdapat 5 tegakan pohon gamal. Keuntungan penggunaan tanaman

gamal sebagai tiang pagar yaitu daunnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan

yang berkualitas tinggi.

D. Pedok

Pedok merupakan unit lahan terkecil dalam kawasan peternakan yang berfungsi

sebagai tempat penggemukan ternak. Jumlah pedok dapat disesuaikan dengan jumlah ternak

yang dipeliharan, luasan lahan kawasan, lamanya periode penggembalaan (stay period) dan

jenis tanaman pakan yang dibudidayakan sebagai sumber hijauan pakan. Setiap pedok

tersebut dibatasi dengan pagar luar yang membatasi dengan areal bukan kawasan, sedangkan

antar pedok dibatasi oleh pagar dalam (internal fences) yang menghubungkan antar pedok

dan holding ground. Pagar antar pedok yang berfungsi sebagai sekat diberi pintu untuk

memudahkan pergiliran ternak pada saat pengembalaan. Untuk produksi pakan hijauan, jenis

rumput yang perlu dikembangkan adalah rumput yang dapat menghasilkan hijauan yang

berkualitas. Sistem penggembalaan yang dianjurkan adalah sistem penggembalaan bergilir.

Kebun rumput akan ditanami rumput raja dan rumput gajah dengan minimal produksi

sebanyak 110 ton/ha/tahun, sehingga mampu memberikan pakan hijauan kepada ternak. Pada

pagi hari sapi tersebut digembalakan selama 6 jam, kemudian sapi-sapi tersebut akan

dimasukkan kandang. Hijauan pakan akan diberikan dikandang yang diambil dari kebun

rumput tersebut. Kebun legume pangkasan yang akan ditanam adalah jenis lamtoro, gamal

dan Indigofera dengan luasan 5 hektar dengan minimal produksi sebanyak 90 ton/hektar.

Selain itu jenis hijauan yang akan ditanam seperti jagung dan sorgum yang dapat dipanen

pada umur 70 hari, kemudian dapat diawetkan dalam bentu silise yang selanjutnya dapat

dipergunakan pada waktu musim kemarau.

67

Pada kawasan peternakan, keragaman tanaman hijauan adalah sangat diperlukan, karena

selain dapat saling memenuhi kebutuhan nutrisi dan disamping itu untuk mencegah adanya

penyakit atau gangguan alam yang dapat menyerang spesies tanaman pakan tertentu. Konsep

tiga strata yang terdiri dari tanaman pakan berupa pohon seperti gamal, lamtoro dan jenis

lainnya, dapat dikombinasikan dengan jenis pakan tanaman lainnya seperti pakan perdu dan

tanaman rumput-rumputan yang merambat (creeping grasses) merupakan salah satu cara

untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan akibat musim kemarau yang dapat relatif panjang.

Ditengah-tengah pedok dan kebun rumput akan dibangun holding ground, dimana

pada batas laur pedok, dan untuk menyekat tiap sub pedok dan holding ground akan

digunakan pagar kawat berduri dan tanaman Gliricidia sepium (gamal).

Pada kawasan peternakan dapat dibangun reservoar alami yang dapat menampung air

dan dapat digunakan untuk kebutuhan ternak maupun kebutuhan tanaman pada peternakan

tersebut. Untuk dapat menjaga reservoar tersebut, maka perlu dilakukan dengan memelihara

pohon-pohon disekitarnya.

E. Unit Pengolahan Limbah

Unit pengolahan limbah dapat dibangun disekitar atau berdekatan dengan kandang

sapi. Unit dapat terdiri dari 3 kompartemen, yaitu untuk penampungan feses segar,

pengolahan (dekomposisi) feses melalui perlakukan biokomposer, dan penampungan pupuk

jadi. Unit pengolahan dikelilingi oleh tembok setinggi 70-80 cm. Unit pengolahan limbah

terdiri dari tiga kompartemen, yaitu I untuk pengolahan kotoran segar, kompartemen II untuk

pengolahan kotoran setengah jadi, dan kompartemen III untuk pupuk matang yang tersusun

secara berurutan sehingga instalasi ini merupakan conveying system mulai dari kompartemen

pengolahan kotoran segar sehingga kompartemen pupuk jadi. Pada lantai dasar bangunan

tidak ditembok melainkan langsung kontak dengan tanah.

68

Atap terbuat dari seng atau asbes sehingga memungkinkan untuk terjadinya

pemanasan, sehingga suhu dapat mencapai 27-30 0C pada siang hari. Untuk kompartemen

pengolahan kotoran segar, lantai tersusun berturut-turut dari bawah sampai permukaan atas

lapisan batu atau ijuk, kerikil, pasir dan tanah, yang bertujuan untuk mempercepat proses

penyerapan cairan feses. Dengan kontruksi seperti ini cairan kotoran tidak akan tercecer

kemana-mana, tetapi meresap ke dalam tanah. Tujuan dari kompartemen ini adalah untuk

mengurangi kadar air dan meningkatkan aerasi permukaan kotoran yang sudah ditumpuk.

F. Gudang Pakan dan Gudang Hijauan Pakan

Bangunan untuk gudang pakan dan gudang hijauan pakan akan dibuat di dalam

kawasan letaknya berdekatan dengan kandang. Bangunan ini berfungsi untuk penyimpanan

bahan baku pakan dan untuk tempat pencegahan hijauan pakan.

69

Bab V

Penutup

Sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh maka

dalam rangka pencapaian program pembangunan peternakan telah disusun Master Plan

Peternakan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Tahun 2015 sebagai acuan dalam

melaksanakan pembangunan dan pengembangan kawasan peternakan.

Master Plan Peternakan ini disusun dalam rangka memberikan arah dan langkah

dalam mencapai program pembangunan peternakan Provinsi Aceh sehingga lebih

mempermudah dan lebih jelas dalam penyusunan rencana program dan kegiatan prioritas

setiap tahun.