pendahuluan - feb.unila.ac.id

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Mardiasmo, 2002). Pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat mulai memperhatikan setiap kebijakan dalam pengelolaan keuangan. Pembiayaan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD. Dalam rangka penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola Sumber Daya Alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Halim, 2009).

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi

suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan

keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas publik adalah pemberian

informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah

Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Mardiasmo, 2002). Pengamat

ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat mulai memperhatikan setiap

kebijakan dalam pengelolaan keuangan.

Pembiayaan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi

dilakukan atas beban APBD. Dalam rangka penyelenggaran pemerintahan dan

pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah

diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola Sumber Daya

Alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan

Tugas Pembantuan. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh Pemerintah

Daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh Pemerintah Pusat

melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Halim, 2009).

Page 2: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana kegiatan

Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan batas maksimal

untuk periode anggaran (Halim, 2002). APBD juga diartikan sebagai rencana

keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (PP No.24 Tahun 2005). Sedangkan menurut PP Nomor 58 Tahun

2005 dalam Warsito Kawedar, dkk (2008), Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan

disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan

Peraturan Daerah. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.33 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan

kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Adanya

desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk

mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan

fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan

pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapat dukungan sumber-

sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana

Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah

(Halim,2009). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan

meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002).

Sesuai dengan ketentuan umum di UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 tahun 1999.

Pelaksanaan kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah, dimulai

Page 3: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang

sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya.

Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan

dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,

keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan

daerah serta antar daerah (dalam sidik et al, 2002, yang dikutip oleh

Maemunah,2006).

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri No.13 tahun

2006 ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan

struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan

penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD,

perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi

keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan

pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan

keuangan BLUD (Permendagri,2006).

Menurut Halim (2009) permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya

berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang

merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan konstribusi

signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Kemampuan

perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut dapat

mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Peranan

Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat

kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian

Page 4: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%.

Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena basis pajak antar daerah

sangat bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang

sangat rendah dan bervariasi terjadi hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang

sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya

relative mahal) dan kemampuan masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan biaya

penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi.

Selain itu, permasalahan yang terjadi saat ini adalah Pemerintah Daerah terlalu

menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan

tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang

diperoleh besar, maka Pemerintah Daerah akan berusaha agar pada periode

berikutnya DAU yang diperoleh tetap. Menurut Adi (2006) proporsi DAU

terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan

daerah yang lain, termasuk PAD (Ndadari, L.W, 2008).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan

Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan

kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002).

Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan

kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana

Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi

Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya

Page 5: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai

sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan,

dan lain-lain pendapatan daerah.

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil

cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah. Daerah yang mempunyai

potensi pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar hanya terbatas pada

sejumlah daerah tertentu saja. Peranan Dana Alokasi Umum terletak pada

kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas

potensi fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah.

Kabupaten Tulang Bawang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung

yang dalam kurun waktu 11 (sebelas) tahun mengalami 2 kali pemekaran daerah.

Kabupaten Tulang Bawang terpisah dari Kabupeten Lampung Utara dan menjadi

Daerah Otonimi Baru (DOB) pada tahun 1998 berdasarkan Undang-undang

Nomor 2 tahun 1997 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang

Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 2, tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3667). Kemudian pada tahun 2009 Kabupaten Tulang Bawang

dimekarkan lagi menjadi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Tulang Bawang

sebagai kabupaten induk serta Kabupaten Tulang bawang barat dan Kabupaten

Mesuji sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB).

Page 6: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Sebelum dimekarkan pada tahun 2009 , Kabupaten Tulang Bawang merupakan

kabupaten dengan luas daerah terbesar di Propinsi Lampung dengan luas wilayah

sebesar 6.851,32 km2 (www.indonesiadata.co.id). Namun berdasarkan laporan

keuangan yang diperoleh dari data Kementrian Keuangan RI dalam kurun waktu

2001 s.d 2010 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tulang Bawang bukan

merupakan yang tertinggi di Propinsi Lampung.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian berjudul “PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Daerah

Kabupaten Tulang Bawang?

2. Bagaimana perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Daerah

Kabupaten Tulang Bawang?

3. Bagaimana perkembangan belanja modal Pemerintah Daerah Kabupaten

Tulang Bawang?

4. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi

Umum (DAU) terhadap terhadap belanja Pemerintah Daerah Kabupaten

Tulang Bawang?

Page 7: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan Penelitian ini untuk

memberikaan bukti empiris tentang:

1. Pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja Pemerintah

Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

2. Pengaruh positif Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja Pemerintah

Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

3. Pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum

(DAU) terhadap terhadap belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang

Bawang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Bagi Pengembangan Ilmu

1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk

mengembangkan kegiatan keilmuan, khususnya untuk program kebijakan

Pemerintah Daerah.

2) Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkepentingan untuk

mengkaji lebih lanjut tentang permasalahan sejenis.

b. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

1) Secara akademis penelitian ini diharapkan menambah wawasan,

pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa guna mengembangkan

disiplin ilmu manajemen.

Page 8: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

2) Secara metodologis hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong

kegiatan-kegiatan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kebijakan

Pemerintah Daerah.

c. Bagi Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang

1) Kontribusi empiris pada pengaruh DAU dan PAD terhadap alokasi

belanja daerah Kabupaten Tulang Bawang.

2) Konstribusi kebijakan untuk Memberikan masukan bagi Pemerintah

Pusat maupun Daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang

akan datang

3) Bagi Peneliti

Agar dapatnya penelitian ini dipergunakan sebagai wahana dan menambah

wawasan serta sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dan

untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan pemerintah.

1.4 Kerangka Pemikiran

PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain

Pendapatan Yang Sah. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada

suatu periode anggaran. Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung

dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak

memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan,

terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja

Page 9: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja

langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan

program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa

serta belanja modal.

Hasil penelitian Nur Indah Rahmawati (2010) tentang Pengaruh Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja

Daerah (Studi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah), PAD dan DAU

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat

lebih lanjut, tingkat ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap

PAD daripada DAU.

Berdasarkan kerangka berpikir penulisan seperti di atas maka dapat digambarkan

sebagai berikut:

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang sesuai dengan masalah penelitian yang diajukan adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap belanja

Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap belanja

Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

Pendapatan Asli Daerah

Dana Alokasi Umum

Belanja Pemerintah Daerah

Tulang Bawang

Page 10: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh

signifikan terhadap belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

Page 11: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian terdahulu

Sesuai dengan judul penelitian yang penulis lakukan, banyak peneliti yang telah

melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut :

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Hasil

Nur IndahRahmawati(2010)

PengaruhPendapatan AsliDaerah(PAD) dan DanaAlokasi Umum(DAU)Terhadap AlokasiBelanja Daerah(Studi PemerintahKabupaten/Kota diJawaTengah)

Variabel BebasX1 =PendapatanAsli daerah(PAD)X2 = DanaAlokasiUmum(DAU)

Variabel TerikatY1 = BelanjaLangsungY2 = BelanjaTidakLangsung

PAD dan DAUmempunyaipengaruh yangsignifikan terhadapalokasi belanjadaerah. Jika dilihatlebih lanjut,tingkatketergantunganalokasi belanjadaerah lebihdominan terhadapPADdaripada DAU

BernadaGatot TriBawono(2008)

PengaruhDana Alokasi Umum(DAU) danPendapatan AsliDaerahTerhadap AlokasiBelanja Daerah(studi padaKabupaten/Kota diJawa Barat danBanten)

Variabel BebasX1 = DanaAlokasiUmumX2 =PendapatanAsli Daerah

Variabel TerikatY = BelanjaPemerintah

PAD dan DAUbaik secara terpisahmaupun serentakdan baik denganlag ataupun tanpalag mempunyaipengaruh yangsignifikan terhadapbelanja daerah.Tingkat

Page 12: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Daerah tergantunganbelanja daerahlebih dominanterhadap DAUdaripada PAD

Prakoso(2004)

Analisis PengaruhDana Alokasi Umumdan Pendapatan AsliDaerah TerhadapPrediksi BelanjaDaerah (studiempirik di WilayahProvinsi Jateng danDIY)

Variabel BebasX1 = DanaAlokasiUmumX2 =PendapatanAsli Daerah

Variabel TerikatY = BelanjaPemerintahDaerah

Dana AlokasiUmum danPendapatan AsliDaerahberpengaruh secarasignifikan terhadapbelanja daerah.Dalam modelprediksi belanjadaya prediksi DanaAlokasi Umumterhadap belanjadaerah tetap lebihtinggi dibandingdaya prediksiPendapatan AsliDaerah, hal inimenunjukkan telahterjadi flypapereffect.

Sari danYahya(2009)

Analisis pengaruhDAU terhadapbelanja modal

Variabel bebas:DAU

Variabel terikat:belanja modal

Secara parsial DAUmempunyaipengaruh positifdan signifikanterhadap belanjamodal. Denganpemahaman bahwaapabila belanjamodal menurunmaka dapatdipastikan bahwabelanja langsungjuga akan menurunkarena belanjamodal merupakanbagian dari padabelanja daerah

Page 13: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Mala danSeptiana(2008),

Pengaruh PADterhadap belanjamodal.

Variabel bebas:PAD

Variabel terikat:belanja modal

Secara parsial PADberpengaruhsignifikan terhadapbelanja modal.Denganpemahaman bahwaapabila belanjamodal menurunmaka dapatdipastikan bahwabelanja langsungjuga akan menurunkarena belanjamodal merupakanbagian dari padabelanja langsung.

Persamaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya adalah variabel bebasnya yaitu Pendapatan asli Daerah

(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU), dan variabel terikat Belanja Modal

Pemerintah Daerah. Perbedaan antara penelitian saat ini dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, waktu penelitian,

penggabungan hasil penelitian tiga peneliti pada waktu yang lalu.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Anggaran Daerah

Untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta melaksanakan tugas yang

dibebankan oleh rakyat, pemerintah harus mempunyai suatu rencana yang matang

untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Rencana-rencana tersebut yang

disusun secara matang nantinya akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap

langkah pelaksanaan tugas Negara. Oleh karena itu rencana-rencana pemerintah

Page 14: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

untuk melaksanakan keuangan Negara perlu dibuat dan rencana tersebut

dituangkan dalam bentuk anggaran (Ghozali, 1997).

Berbagai definisi atau pengertian anggaran menurut Djayasinga (2007) dalam

Nurul (2008) antara lain:

1. APBD menggambarkan segala bentuk kegiatan Pemerintah daerah dalam

mencari sumber-sumber penerimaan dan kemudian bagaimana dana-dana

tersebut digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah.

2. APBD menggambarkan perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapakan

terjadi dalam satu tahun kedepan yang didasarkan atas realisasinya masa yang

lalu.

3. APBD merupakan rencana kerja operasional Pemerintah Daerah yang akan

dilaksanakan satu tahun kedepan dalam satuan angka rupiah. APBD ini

merupakan terjemahan secara moneteris dari dokumen perencanaan daerah

yang ada dan disepakati yang akan dilakasanakan selama setahun.

Penyusunan APBD yang perlu menjadi acuan (BPKP, 2005 dalam Warsito, dkk

2008) sebagai berikut:

1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa,

transparansi anggaran merupakan hal yang penting, APBD merupakan salah

satu sarana evaluasi kinerja pemerintah yang memberikan informasi mengenai

tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu

kegiatan atau proyek.

Page 15: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

2. Disiplin anggaran

Anggaran yang disusun perlu diklarifikasikan dengan jelas agar tidak terjadi

tumpang tindih yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana.

Oleh karena itu penyusunan anggaran harus bersifat efisien, tepat guna, tepat

waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Keadilan anggaran

Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan

retribusi yang dikenakan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penggunaannya

harus dialokasikan secara adil dan proposional agar dapat dinikmati oleh

seluruh kelompok masyarakat.

4. Efisiensi dan efektifitas anggaran

Dana yang dihimpun dan digunakan untuk pembangunan harus dapat

dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu,

perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat

yang diperoleh masyarakat dengan melakukan efisiensi dan efektifitas.

5. Disusun dengan pendekatan kinerja

APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya

pencapaian hasil kinerja dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah

ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input

yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme

kerja setiap organisasi kerja yang terkait.

Anggaran adalah rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja yang

diusulkan dalam satu periode dan sumber pendapatan yang diusulkan untuk

membiayai belanja tersebut. Anggaran merupakan alat penting di dalam

Page 16: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

penyelenggaran pemerintahan (Arif, 2002). Adanya keterbatasan dana yang

dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi

mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya.

Menurut Susanti (2008) dalam Nurul (2008) menjelaskan bahwa anggaran tidak

hanya sebagai rencana keuangan yang menetapkan biaya dan pendapatan pusat

pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan tetapi juga merupakan alat bagi

manajer tingkat atas untuk mengendalikan, mengkoordinasikan,

mengkomunikasikan, mengevalusi kinerja dan memotivasi bawahannya.

Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting

dalam rangka meningkatakan pelayanan publik dan didalamnya tercermin

kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber

kekayaan daerah. Sedangkan APBN merupakan rencana keuangan tahunan

pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU

Keuangan Negara, 2002).

2.2.2 Alokasi Anggaran Balanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode

Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen

utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga

komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses

penyusunannya berada di lembaga yang berbeda (Halim, 2009).

Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah

yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD.

Page 17: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan

Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas

Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh

Bappeda (Dedy Haryadi et al, 2001 dalam Pratiwi, 2007).

Dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006, Belanja Daerah di definisikan sebagai

semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas

dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan

diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan

dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan

pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang

dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar

pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,

kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layakserta mengembangkan

sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan

melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari

belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung

merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan

pelaksanaan program dan kegiatans sedangkan kelompok belanja langsung

Page 18: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program dan kegiatan.

1. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri

dari:

a. belanja pegawai;

b. bunga;

c. subsidi;

d. hibah;

e. bantuan sosial;

f. belanja bagi basil;

g. bantuan keuangan; dan

h. belanja tidak terduga.

2. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis

belanja yang terdiri dari:

a. belanja pegawai yaitu belanja untuk pengeluaran honorarium/upah

dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

b. belanja barang dan jasa yaitu belanja yang digunakan untuk

pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya

kurang dari 12(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah

c. belanja modal yaitu belanja yang digunakan untuk pengeluaran

yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau

pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat

lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan

Page 19: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,

gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap

lainnya.

Menurut penelitian Pambudi (2007) belanja juga dapat dikategorikan menurut

karakteristiknya menjadi dua bagian, yaitu: (1) Belanja selain modal (Belanja

administrasi umum; Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik;

Belanja transfer; Belanja tak terduga). (2) Belanja modal.

Secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima kelompok

(Pambudi, 2007), yaitu:

1. Belanja administrasi umum.

Merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang tidak berhubungan

secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja

administrasi umum terdiri atas empat jenis, yaitu:

a. Belanja pegawai merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas

atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.

b. Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk

penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan

pelayanan publik.

c. Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya

perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung

dengan pelayanan publik.

Page 20: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

d. Belanja pemeliharaan merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubugan secara langsung

dengan pelayanan publik.

2. Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik merupakan semua

pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau

pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:

a. Belanja pegawai (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan

prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

orang/peronal yang berhubugan langsung dengan suatu aktivitas atau

dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.

b. Belanja barang (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan

prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan

publik.

c. Belanja perjalanan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana

dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan

publik.

d. Belanja pemeliharaan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan

sarana dan prasarana Publik) merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah

untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubugan langsung

dengan pelayanan publik.

3. Belanja modal merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya

melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah

Page 21: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya

operasi dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi:

a. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara

langsung oleh masyarakat umum.

b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung

dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.

4. Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada

pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan

maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini

terdiri atas pembayaran:

a. Angsuran pinjaman.

b. Dana bantuan.

c. Dana cadangan.

5. Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian

luar biasa. Menurut Nurlan (2008) menyatakan bahwa belanja tidak terduga

merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak

diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial

yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan

penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

Page 22: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

2.2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan

Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non

Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta

Pengelolaan Sumber Daya Alam (Bastian, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli

daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan

dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli

Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber

pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal

(Elita dalam Pratiwi, 2007).

Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi

daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan

Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola

keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan,

dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka

pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari

Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007).

Wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan

bagi daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi daerah.

Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam Undang-

undang No.34 Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam

Page 23: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 tentang

Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan daerah diberikan kewenangan untuk

memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi (Halim, 2009). Menurut

Brahmantio (2002) pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam

jangka pendek dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, namun dalam jangka

panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan

menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun kelompok Pendapatan Asli

Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu (Halim, 2002):

1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.

2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi

daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis

pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah berdasarkan

UU No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997

tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah, dirinci menjadi:

a. Pajak Provinsi. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak kendaraan bermotor dan

kendaraan di atas air, (ii) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)

dan kendaraan di atas air, (iii) Pajak bahan bakar kendaran bermotor, dan

(iv) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan.

b. Jenis pajak Kabupaten/kota. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak Hotel, (ii)

Pajak Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak

Page 24: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

penerangan Jalan, (vi) Pajak pegambilan Bahan Galian Golongan C, (vii)

Pajak Parkir.

c. Retribusi. Retribusi ini dirinci menjadi: (i) Retribusi Jasa Umum, (ii)

Retribusi Jasa Usaha, (iii) Retribusi Perijinan Tertentu.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah

yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil

perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:

a. Bagian laba perusahaan milik daerah.

b. Bagian laba lembaga keuangan bank.

c. Bagian laba lembaga keuangan non bank.

d. Bagian laba atas pernyataan modal/investasi.

2.2.4 Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana

untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung

menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan

dan potensi daerah. Alokasi Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi

fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi Dana

Alokasi Umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi

fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi Dana

alokasi Umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam

Page 25: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang

dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai

(Halim, 2009).

Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan

Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal.

Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang

dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan

tersebut, Pemerintah Pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU

kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan

diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga

sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan

pembiayaan dan penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah di atasi dengan

adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26% dari

Penerimaan Dalam Negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi

daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan

dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai

kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan

adalah sebagai berikut (Halim, 2009):

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari

penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

Page 26: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk

Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi

Umum sebagaimana ditetapkan di atas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan

berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota

yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi

bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. (Bambang Prakosa, 2004).

Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda,

Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi

Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri

dari pajak dan Sumber Daya Alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut,

Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli

Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan

penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana

transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien

oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi,

Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan Fiscal Gap,

dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan

potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi

karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.

Page 27: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

2.2.5 Flypaper Effect

Dalam implementasi otonomi daerah, sumber – sumber dana yang digunakan

untuk membiayai pengeluaran daerah mengalami perbedaan dengan sebelumnya

dilaksanakannya otonomi daerah. Sebelum otonomi daerah, sumber dana untuk

pengeluaran dapat diharapkan dari transfer pemerintah pusat terhadap daerah atau

dengan kata lain daerah mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap

pemerintah pusat. Namun dengan seiring dengan berjalannya otonomi daerah

yang berarti juga daerah dituntut untuk dapat mandiri dengan cara

memaksimalkan pendapatan asli daerah. Sehingga diharapkan dapat menutupi

segala bentuk pengeluaran daerah.

Flypaper effect adalah suatu kondisi dimana stimulus terhadap pengeluaran

daerah yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam jumlah transfer dari

pemerintah pusat lebih besar dari pada stimulus yang disebabkan oleh perubahan

pendapatan daerah.

Studi Andersson (2002) dalam Prakoso (2004) tentang perubahan sistem grants

terhadap pengeluaran pemerintah daerah di Swedia menemukan bahwa kenaikan

non-matching grants akan menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah

daerah, berbeda dengan akibat dari kenaikan dalam pendapatan yang bersumber

dari pajak. Kenaikan dari tarif pajak tinggi menyebabkan penurunan dalam

pengeluaran daerah. Menurut Andersson, efek dari non-matching grant lebih

besar dibandingkan dengan matching grant dan efek ini tergantung pada

penurunan relatif atas non-matching grant untuk beberapa periode. Hasil ini

memperlihatkan terjadinya flypaper effect.

Page 28: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Studi yang menemukan terjadinya flypaper effect juga dilakukan oleh Aaberge

dan langorgen (1997) dalam Prakoso (2004) studi ini menganalisis mengenai

perilaku fiskal dan belanja pemda dengan simultaneous setting dan menemukan

adanya flypaper effect dalam respon daerah terhadap perubahan pendapatan. Bagi

pemda yang menjadi masalah dalam pembuatan keputusan alokasi sumber daya

adalah pemilihan kombinasi terbaik antara pajak daerah , surplus dan defisit

anggaran, dan output dalam pelayanan publik. Yang dibatasi oleh aturan bahwa

pengeluaran daerah plus surplus anggaran tidak melebihi grants dari pemerintah

pusat plus pajak daerah. Dengan demikian dapat dilihat dampak antara grants dan

pendapatan (pajak) dearah terhadap perilaku fiskal dan belanja daerah.

Page 29: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab 3 ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang meliputi

populasi dan sampel penelitian, data dan sumber data, variabel operasional,

metode analisis data serta pengujian hipotesis.

3.1 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini berasal dari Data APBD Kabupaten Tulang Bawang. Data ini

diperoleh dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan melalui internet tahun 2001 s/d 2010 di Kabupaten

Tulang Bawang, data yang diambil berupa laporan tahunan yang berjumlah 10

laporan keuangan tahunan Kabupaten Tulang Bawang.

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Dependen

Pada penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah Belanja Daerah

(BD). Menurut penelitian Pambudi (2007) Belanja Daerah adalah semua

pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran. Belanja juga dapat

dikategorikan menurut karakteristiknya menjadi dua bagian, yaitu:

(1) Belanja selain modal (Belanja administrasi umum; Belanja operasi,

pemeliharaan sarana dan prasarana publik; Belanja transfer; Belanja tak

terduga).

Page 30: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

(2) Belanja modal.

Dalam penelitian ini variabel belanja yang diteliti adalah belanja modal

Kabupaten Tulang Bawang.

3.2.2 Variabel Independen

a. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan

dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai

kebutuhan pembelanjaannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Adapun

indikator dalam penggunaan Dana Alokasi Umum adalah sebagai berikut:

1) Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari

penerimaan dalam negeri yang di tetapkan dalam APBN.

2) Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah

kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi

umum sebagaimana di tetapkan di atas.

3) Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu

ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk seluruh

daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah

kabupaten/kota yang bersangkutan.

4) Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan

proporsi bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan terhadap jumlah

bobot semua daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Page 31: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

b. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Abdul Halim 2002). Kelompok

pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:

1) Pajak Daerah.

2) Retribusi Daerah.

3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah

yang dipisahkan.

4) Lain-lain PAD yang sah.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya penyimpangan

asumsi klasik atas persamaan regresi linear berganda yang digunakan. Pengujian

ini terdiri atas uji normalitas, muktikolinearitas, heteroskedasitas dan autokorelasi.

1. Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data

normal/mendekati normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan analisis

statistik (Ghozali, 2006).

Untuk mengetahui apakah data yang kita miliki normal atau tidak, kita

menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Santoso (2002)

Page 32: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

memberikan pedoman pengambilan keputusan tentang data-data yang

mendekati atau merupakan distribusi normal yang dapat dilihat dari:

1. Nilai signifikansi atau probabilitas <0.05, maka data terdistribusi secara

tidak normal.

2. Nilai signifikansi atau probabilitas >0.05, maka data terdistribusi secara

normal.

Hasil dari uji dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S)

adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Uji Normalitas Data

Sumber: data sekunder diolah

Hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan angka 0.228 yang berarti berada di

atas 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model tidak terkena

masalah normalitas.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

10159.4444

177.99445.307.307

-.2181.841.228

NMeanStd. Deviation

Normal Parametersa,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Belanjadaerah

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Page 33: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Selanjutnya normalitas juga dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Gambar 1 Histogram Regresi Standarisasi Residu

Dari Gambar 1 terlihat bahwa pola distribusi normal, akan tetapi jika

kesimpulan normal tidaknya data hanya dilihat dari grafik histogram, maka hal

ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode

lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi

normal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang akan

menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Gambar 2 Normal P-P Plot Regresi

Regression Standardized Residual

3.002.502.001.501.00.500.00-.50-1.00-1.50-2.00-2.50-3.00

Histogram

Dependent Variable: Belanja

Frequency

20

10

0

Std. Dev = .99

Mean = 0.00

N = 10

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Belanja

Observed Cum Prob

1.00.75.50.250.00

Expected Cum Prob

1.00

.75

.50

.25

0.00

Page 34: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Grafik probabilitas pada Gambar 2 di atas menunjukkan data terdistribusi

secara normal karena distribusi data residualnya terlihat mendekati garis

normalnya. Dengan melihat tampilan grafik histogram dapat disimpulkan

bahwa pola distribusi data mendekati normal. Kemudian pada grafik

normal plot terlihat titik-titik sebaran mendekati garis normal. Setelah data

terdistribusi secara normal maka dilanjutkan dengan Uji Multikolinearitas

untuk melihat bagaimana korelasi antara variabel bebas.

2. Uji Asumsi Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2006) uji ini bertujuan menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi

yang baik antar variabel independen seharusnya tidak terjadi kolerasi. Untuk

mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi diilakukan

dengan melihat nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang

dapat dilihat dari output SPSS. Sebagai dasar acuannya dapat disimpulkan:

a. Jika nilai tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada multikolineritas antar variabel bebas dalam

model regresi.

b. Jika nilai tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat

disimpulkan bahwa ada multikolinaeritas antar variabel bebas dalam

model regresi.

Hasil pengujian VIF dari model regresi pada data asli maupun pada data

setelah transformasi logaritma natural adalah sebagai berikut:

Page 35: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Tabel 4 Pengujian MultikolinieritasVariabel Tolerance VIF Keterangan

PAD 1,000 1,000 Tidak ada multikolinieritas

DAU 1,000 1,000 Tidak ada multikolinieritasBelanja 1,000 1,000 Tidak ada multikolinieritas

Sumber: Data diolah tahun 2013Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua variabel menunjukkan nilai VIF

yang tidak jauh dari nilai 1. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel penelitian

tidak menunjukkan adanya gejala multikolinieritas dalam model regresi.

Dengan demikian ketiga variabel bebas dapat digunakan sebagai variabel

independen sebagai prediktor yang tidak bias.

3. Uji Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi digunakan untuk menguji suatu model apakah antara variabel

pengganggu masing-masing variabel bebas saling mempengaruhi. Untuk

mengetahui apakah pada model regresi mengandung autokorelasi dapat

digunakan pendekatan D-W (Durbin Watson). Menurut Singgih Santoso

(2001) kriteria autokorelasi ada 3, yaitu:

a. Nilai D-W di bawah -2 berarti diindikasikan ada autokorelasi positif.

b. Nilai D-W di antara -2 sampai 2 berarti diindikasikan tidak ada

autokorelasi.

c. Nilai D-W di atas 2 berarti diindikasikan ada autokorelasi negatif.

Page 36: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Tabel 5 Hasil pengujian Durbin-Watson

Berdasarkan tabel 5 diperoleh nilai sebesar 1.255 yang menunjukkan bahwa

bebas autokorelasi.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak

terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas

dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat

(ZPRED) dengan residualnya (SRESID).

Dasar analisisnya:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik –titik yang membentuk suatu pola

tertentu, yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit),

maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola tertentu serta titik–titik menyebar di atas dan dibawah

angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Analisis dengan grafik plot memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh

karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit

jumlah pengamatan, semakin sulit untuk mengintepretasikan hasil grafik plot.

Model Summaryb

.809 a .654 .622 110274565 1.255Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), PAD, DAUa.

Dependent Variable: Belanjab.

Page 37: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik scatterplot,

titik-titik yang berbentuk harus menyebar secara acak, tersebar baik di atas

maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, bila kondisi ini terpenuhi maka tidak

terjadi heteroskedastisitas dan model regresi layak digunakan.

Gambar 3. Uji Heteroskedastisitas

Titik-titik pada gambar di atas tidak membentuk pola yang teratur, tetapi

terpencar baik di atas angka 0 maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.

Berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi sehingga penelitian dapat dilanjutkan.

3.4 Analisis Regresi

Alat analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda

(multiple regression) dengan menggunakan Software SPSS. Analisis regresi ini

dapat digunakan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja Pemerintah Daerah Kabupaten

Tulang Bawang (Hoover dan Sheffrin, 1992 dalam Widiyanto (2004)).

Scatterplot

Dependent Variable: Y

Regression Studentized Residual

3210-1-2-3-4

Reg

ress

ion

Sta

ndar

dize

d P

redi

cted

Val

ue

1.5

1.0

.5

0.0

-.5

-1.0

-1.5

-2.0

Page 38: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Regresi berganda digunakan untuk memprediksi apakah komponen-komponen

pendapatan daerah tersebut secara serempak mempengeruhi Belanja Daerah.

Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = α + b1X1 + b2X2 + e

Dimana:

Y : jumlah Belanja daerah

X1 : (DAUt-1) 26 b1 : Koefisien regresi 1

X2 : (PADt-1)

b2 : Koefisien regresi 2

e : Error term

3.5 Pengujian Hipotesis

Setelah didapatkan hasil perhitungan regresi linear berganda, maka perlu diadakan

pengujian terhadap koefisien regresi tersebut, yaitu dengan kofisien determinasi,

uji F dan uji t.

3.5.1 Uji t

Pengujian pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dapat

dilakukan dengan menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%)

dengan derajat kebebasan (df) = (n-k)-1. Pengaruh parsial dari seluruh variabel

bebas terhadap variabel terikat ini menggunakan rumusan hipotesis sebagai

berikut:

Pengujian Parsial terhadap variabel terikat Belanja pemerintah

Ho1 : β1 = 0, artinya, Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap belanja

pemerintah.

Page 39: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Ha1 : β1 = ≠ 0, artinya Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja

pemerintah.

Ho2 : β2 = 0, artinya, Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap belanja

pemerintah.

Ha2 : β2 = ≠ 0, artinya Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja

pemerintah.

Kaidah pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai p-value

(sig) dengan α (5%). Apabila nilai p-value dari masing-masing variabel bebas > α

(5%), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya secara individu masing-masing

variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai

P-value dari masing-masing variabel bebas < α (5%), maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya secara individu masing-masing variabel bebas berpengaruh

terhadap variabel terikat.

3.5.2 Uji F

Pengujian pengaruh seluruh variabel bebas yaitu Pendapatan Asli Daerah dan

Dana Alokasi Umum terhadap belanja pemerintah sebagai variabel terikat

dilakukan dengan menggunakan uji F dengan derajat kebebasan (df) = (n-k)-1

pada tingkat kepercayaan sebesar 95% (α = 5%).

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-

sama terhadap variabel dependen dari suatu persamaan regresi dengan

menggunakan hipotesis statistik. Pengaruh simultan dari seluruh variabel bebas

terhadap variabel terikat ini menggunakan rumusan hipotesis sebagai berikut:

Page 40: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

Ho1 : β1 = β2 = 0, artinya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum

secara simultan (bersama-sama) tidak berpengaruh terhadap belanja

pemerintah.

Ha1 : β1 = β2 ≠ 0, artinya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum

secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap belanja pemerintah.

Kaidah pengambilan keputusan dalam uji F dilakukan dengan membandingkan

nilai P-value (sig) dengan α (5%). Apabila nilai p-value dari F > α (5%), maka Ho

diterima dan Ha ditolak, artinya secara bersama-sama semua variabel independen

tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai p-

value dari F < α (5%) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara bersama-

sama semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen.

Page 41: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ada pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja

Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

2. Ada pengaruh positif Dana Alokasi Umum (DAU) dapat memprediksi belanja

Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

3. Ada pengaruh positif secara bersama-sama Pendapatan Asli Daerah (PAD)

dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap terhadap belanja Pemerintah

Daerah Kabupaten Tulang Bawang.

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan alokasi belanja daerah maka Pemerintah Daerah

diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik

secara intensifikasi maupun extensifikasi untuk meningkatkan pendapatan

daerah, demikian juga Pemerintah Daerah agar terus mengupayakan untuk

bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal mungkin.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak sensus yang

digunakan agar hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih.

Dan mengambil sempel selain kabupaten dan kota yang ada di Provinsi

Lampung.

Page 42: PENDAHULUAN - feb.unila.ac.id

3. Variabel yang digunakan dalam penelitian akan datang diharapkan lebih

lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel independen lain baik

ukuran-ukuran atau jenis-jenis penerimaan Pemerintah Daerah lainnya,

maupun variabel non-keuangan seperti kebijakan pemerintah, kondisi makro-

ekonomi.