penatalaksanaan gigitiruan penuh lepasan pada pasien edentulous
DESCRIPTION
karya tulis ilmiah tentang kasus gigitiruan penih lengkap saya di bagian prostodonsia :)TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN PEMBUATAN GIGITIRUAN PENUH
PADA PASIEN EDENTULOUS: LAPORAN KASUS
PENDAHULUAN
Harapan seorang dokter gigi adalah agar pasiennya tetap memiliki gigi-
geligi asli yang berfungsi dengan baik sepanjang hidupnya. Meskipun demikian,
baik dalam waktu dekat atau lama, beberapa pasien lansia akan membutuhkan
pembuatan gigitiruan untuk menggantikan gigi aslinya yang sudah rusak ataupun
sudah tidak ada sama sekali atau yang biasa disebut dengan kondisi edentulous.1
Edentulous adalah kondisi di mana tidak ada gigi, tanpa gigi asli dalam mulut,
seperti saat lahir atau setelah pencabutan semua gigi.2
Penting untuk diperhatikan bahwa kehilangan gigi, dapat menimbulkan
kondisi patologi yang tidak dirasakan pasien secara langsung. Bagaimanapun
juga, seiring berjalannya waktu, kondisi patologis seperti ini dapat timbul dan
menyebabkan perubahan yang merugikan pada jaringan tulang residual, mukosa
oral, sendi temporomandibula, otot-otot pengunyahan, dan sistem persarafan.3
Oleh karena itu, untuk menghindari dampak dari tidak menggantikan gigi
yang hilang yang telah disebutkan tadi, biasanya dibuat suatu alat tiruan sebagai
pengganti gigi yang hilang. Untuk pasien dengan kondisi edentulous, salah
satunya adalah dengan memakai gigitiruan penuh.
Gigitiruan penuh didefinisikan sebagai suatu protesa dental yang
menggantikan keseluruhan gigi-geligi dan berhubungan dengan struktur rahang
atas dan rahang bawah. Secara garis besar, gigi tiruan penuh dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu gigitiruan penuh lepasan dan gigi
tiruan penuh cekat. Gigi tiruan penuh tersebut harus dapat berfungsi
mengembalikan estetik, mastikasi, dan fonetik4,5 sehingga diharapkan dapat
memperbaiki rasa percaya diri, aktivitas sosial pasien, dan kualitas hidup pasien.5
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah 23,4% dan
1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. Dari jumlah itu yang
1
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah hanya
sebesar 29,6%.6
Dari data di atas terlihat bahwa masih sedikit penduduk Indonesia yang
merawat giginya, dalam hal ini mengganti gigi asli yang telah hilang dengan
gigitiruan sehingga dapat mengembalikan fungsi gigi-geligi sebagaimana
mestinya. Salah satunya adalah dengan memakai gigitiruan penuh lepasan, yang
akan dibahas oleh penulis melalui karya tulis ini.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk memaparkan penatalaksanaan gigitiruan
penuh pada pasien edentulous.
2
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 52 tahun datang ke Bagian Prostodonsia Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin dengan keluhan utama yakni sulit
mengunyah dan merasa kurang percaya diri karena telah kehilangan seluruh
giginya.
3
Gambar 1 Profil muka pasien
Anamnesis
Dari hasil anamnesis, diperoleh informasi bahwa pasien ingin dibuatkan
gigi palsu karena susah mengunyah makanan akibat kehilangan seluruh giginya.
Pasien juga mengeluhkan tidak percaya diri karena giginya sudah tidak ada.
Kesehatan umum baik dan pasien tidak memiliki gangguan sistemik. Gigi 43
merupakan gigi pasien yang paling terakhir dicabut yaitu pada bulan November
2012. Pasien belum pernah menggunakan gigitiruan.
Pemeriksaan Klinis
a) Pemeriksaan Ekstra Oral
Dari hasil pemeriksaan ekstraoral, diperoleh:
Profil muka pasien : Normal
Bentuk wajah : Persegi
Mata : Simetris
Hidung : Simetris
Telinga : Simetris
Bibir : Simetris
Kelenjar limfe
o Kiri : Lunak, tidak sakit
4
Gambar 2. Keadaan intraoral pasien
o Kanan : Lunak, tidak sakit
Sendi : Tidak ada kelainan
Kebiasaan buruk : -
b) Pemeriksaan Intra Oral
Dari hasil pemeriksaan ekstraoral, diperoleh:
Kebersihan mulut : Baik
Frekuensi karies : -
Perawatan sebelumnya : ekstraksi 43
Edentulous rahang atas dan rahang bawah.
Kedalaman vestibulum pada rahang atas dan rahang bawah
sedang kecuali daerah posterior kanan dan kiri rahang bawah
rendah
Frenulum pada rahang atas dan rahang bawah sedang.
Bentuk ridge tulang alveolar pada rahang atas tapper dan rahang
bawah berbentuk square.
Palatum berbentuk U, tidak terdapat torus pada palatum dan
mandibula.
Pasien memiliki lidah yang tipis dan lebar
Konsistensi saliva pasien kental
c) Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien.
d) Rencana Perawatan
Pembuatan gigitiruan penuh lepasan akrilik.
e) Desain Gigitiruan
5
Gambar 3 Desain gigitiruan penuh
PENATALAKSANAAN
1. Kunjungan I
a) Pemeriksaan Subjektif dan Objektif
Pada kunjungan pertama, dilakukan pengisian kartu status prostodonsia
yang terdiri dari data demografi pasien, pemeriksaan subjektif dan objektif,
diagnosis, rencana perawatan, dan alternatif rencana perawatan. Setelah
diinformasikan kepada pasien tentang diagnosis yakni edentulous rahang atas dan
rahang bawah serta rencana perawatan yang akan dilakukan yakni pembuatan gigi
tiruan penuh lepasan dari bahan akrilik pada rahang atas dan rahang bawah.
Pasien juga diberitahu tentang waktu kunjungan yang akan dilakukan dan biaya
perawatan. Setelah informasi ini diberikan dan pasien setuju, pasien diminta
menandatangani informed consent.
b) Membuat Cetakan Pendahuluan
Setelah informed consent ditandatangani oleh pasien, tahap selanjutnya
adalah pencetakan pendahuluan dengan menggunakan edentulous perforated
stock tray. Sebelum pencetakan, sendok cetak dicobakan terlebih dahulu yang
mana yang paling sesuai dengan ukuran rahang pasien. Pasien menggunakan
sendok cetak sediaan nomor 2 dengan bahan cetak irreversible hydrocolloid
(alginat).
6
Setelah selesai, cetakan tersebut dicor sebanyak dua kali dengan gips stone
(Blue Dental Plaster, Korea) sehingga diperoleh model studi dan model kerja.
Model studi disimpan paling tidak hingga kasus selesai sedangkan model kerja
untuk membuat sendok cetak individual.
c) Membuat Sendok Cetak Individual
Pada model kerja digambarkan batas antara jaringan bergerak dengan
tidak bergerak lalu batas-batas sendok cetak individual ditentukan ±2 mm lebih
pendek dari batas jaringan bergerak-tidak bergerak agar tersedia ruang yang
cukup untuk memanipulasi bahan pembentuk tepi. Sendok cetak individual ini
dibuat dari shellac baseplate (Hiflex shellac base plate, Prevest Denpro Limited,
India) yang dilunakkan dengan cara dipanaskan di atas lampu spritus, lalu
7
Gambar 4 Sendok cetak edentulous sediaan nomor dua
Gambar 5 Hasil cetakan pendahuluan
ditekan-tekan di atas model kerja hingga bentuknya sesuai. Kelebihan shellac
dipotong dengan menggunakan gunting dan pisau malam saat masih dalam
keadaan lunak sesuai dengan batas yang telah digambar. Selanjutnya dibuat
pegangan dan lubang-lubang pada sendok cetak individual. Lubang-lubang ini
untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih sehingga mengurangi tekanan
sewaktu mencetak.
2. Kunjungan II
a) Mencoba Sendok Cetak Individual ke Pasien
Sendok cetak individual mencakup semua semua daerah kecuali
frenulum, baik rahang atas maupun rahang bawah. Tidak boleh ada
undercut yang dapat menghalangi pada saat nanti dilakukan pencetakan
fisiologis.
b) Border Moulding
Setelah sendok cetak sesuai dengan rahang atas dan bawah tanpa ada
retensi saat dilepas-pasang, tahap berikutnya yakni border moulding dengan
menggunakan greenstick compound (Peri compound border moulding impression
material, GC Corporation, Jepang) yang dipanaskan. Setelah greenstick
dipanaskan di atas lampu spirtus, rendam sebentar ke dalam air selama beberapa
detik agar pasien tidak merasakan panas dari greenstick yang sudah dilunakkan
dan agar greenstick tidak terlalu cair. Greenstick ditambahkan sedikit demi sedikit
pada tepi luar sendok cetak individual.
Ketika sendok cetak individual yang sudah diletakkan green stick
compound berada di dalam mulut, pasien diinstruksikan untuk melakukan
gerakan fisiologis. Pada rahang atas membuka mulut dan menggerakkan
rahang bawah ke kanan dan ke kiri serta ke depan untuk membentuk
hamular notch dan sayap bukalis. Selanjutnya untuk daerah frenulum
bukalis, pipi dan bibir pasien ditarik ke luar, ke belakang, ke depan dan ke
bawah. Untuk daerah sayap labial, bibir ditarik ke depan dan ke bawah
serta penarikan bibir atas ke depan untuk daerah frenulum labialis. Untuk
8
membentuk daerah posterior palatum durum yang merupakan batas antara
palatum molle dan palatum durum pasien diinstruksikan untuk
mengucapkan “ah”.
Pada rahang bawah, untuk membentuk tepi sayap distolingual dan
daerah buccal shelf, maka setelah green stick dilunakkan, dan sendok
cetak telah difiksasi, pasien diminta untuk membuka mulut kemudian
menutup mulut untuk mengaktifkan otot masseter. Kemudian, untuk
membentuk daerah distolingual dan postmylohyoid maka pasien
diinstruksikan untuk menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan serta ke
posterior palatum durum. Frenulum lingual dibentuk dengan
menginstruksikan kepada pasien untuk meletakkan ujung lidahnya ke
bagian anterior palatum dan ke bibir atas. Selanjutnya, daerah sayap labial
dibentuk dengan memberikan instruksi yang sama dengan instruksi border
moulding rahang atas.
c) Membuat Cetakan Fisiologis
Tahap berikutnya yakni membuat cetakan dengan menggunakan bahan
elastomer (polyvinylsiloxane). Bahan elastomer (Exaflex Hydrophilic Vinyl
Polysiloxane Impression Material Regular Type, GC America Inc., Jepang) ini
9
Gambar 6 Hasil border moulding pada sendok cetak individual
bersifat hidrofobik sehingga harus dalam lingkungan yang kering agar bisa
tercetak dengan baik. Oleh karenanya, sebelum pencetakan, mukosa yang akan
dicetak dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan tampon. Pasien
diinstruksikan untuk tegak agar bahan cetak tidak mengalir ke belakang. Saat
mencetak rahang atas sendok cetak ditekan ke atas dan ke belakang. Sedangkan
untuk rahang bawah, ditekan ke arah depan dan bawah. Hasilnya dapat dilihat
pada gambar 7.
Setelah selesai mencetak, cetakan negatif tadi dicor dengan
menggunakan gips stone sehingga diperoleh model positif cetakan
fisiologis (Gambar 8). Kemudian model positif tersebut diserahkan ke
tekniker untuk pembuatan basis dan galengan gigit.
10
Gambar 7 Hasil cetakan fisiologis dengan bahan silikon yaitu polyvinyl siloxane (exaflex)
Gambar 8 Model kerja dari hasil pencetakan fisiologis
3. Kunjungan III
Pada kunjungan ini, pasien dicobakan basis gigi tiruan dan
galengan gigit atau bite rim rahang atas dan rahang bawah. Basis dan bite
rim terbuat dari baseplate wax. Bite rim harus dibuat sesuai dengan
lengkung rahang. Periksa kestabilan basis dengan melihat ketebalan dan
kerapatan basis rahang atas dan bawah.
Tahap selanjutnya adalah melakukan kesejajaran pada bite rim
atas. Dimulai dengan membuat garis nasoauricular atau garis camper
dengan cara menarik benang mulai dari bawah hidung pasien ke bagian
atas tragus telinga pasien untuk membantu menilai kesejajaran. Lalu,
masukkan bite rim rahang atas ke dalam mulut dan sejajarkan bite rim
rahang atas dengan garis camper dengan bantuan fox plane guide.
Pada saat melakukan kesejajaran pada bite rim rahang atas,
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti penentuan tinggi bite rim
rahang atas dan garis servikal yang berjarak 2 mm dari low lip line bibir
atas pada saat pasien tersenyum, penyesuaian labial fullness, dan
penentuan kesejajaran galengan gigit rahang atas anterior dan posterior
11
Gambar 9 Basis dan bite rim
Gambar 10 Kesejajaran galengan gigit yang terlihat dari fox plane terhadap garis camper
terhadap garis camper. Bite rim disesuaikan sehingga bite rim bawah
berimpit rapat dengan rim atas pada saat beroklusi. Kemudian setelah itu
dilanjutkan dengan penentuan dimensi vertikal.
Penentuan dimensi pada kasus dengan pasien edentulous, dimulai
dengan menentukan dimensi vertikal istirahat tanpa menggunakan bite rim
atas dan bawah. Pasien diminta untuk mengucapkan huruf ”M”, dan dalam
posisi istirahat dimensi vertikal diukur. Dimensi vertikal oklusi diperoleh
dari dimensi vertikal saat istirahat dikurangi dengan free way space
sehingga diperoleh dimensi vertikal oklusi. Kemudian, bite rim atas dan
bawah dimasukkan kembali ke dalam mulut, lalu pasien diminta menelan
dan mengigit dalam oklusi sentris, kemudian dilakukan pengukuran
dimensi vertikal oklusi kembali. Bite rim bawah dikurangi, hingga
diperoleh dimensi vertikal oklusi yang telah ditetapkan.
Tahap selanjutnya yakni melakukan penentuan posisi distal yakni
sandaran dental unit diatur agar pasien berada pada posisi supinasi. Dari
sini mandibula berada pada posisi yang paling distal. Kemudian tentukan
garis median dan garis kaninus. Fiksasi bite rim rahang atas dengan rahang
bawah dengan menancapkan paper klip yang telah dipanaskan. Kemudian,
bite rim atas dan bawah yang sudah terfiksasi tersebut dikeluarkan
12
bersamaan dengan cara pasien diinstruksikan membuka mulut selebar
mungkin. Lalu, bite rim atas dan bawah dimasukkan pada model kerja.
Bila telah sesuai bite rim atas dan bawah ditanam pada artikulator.
Kemudian model dan artikulator dikirim ke tekniker untuk penyusunan
gigi anterior, disertai instruksi mengenai pemilihan gigi artifisial.
4. Kunjungan IV
Pada kunjungan ini, model telah ditanam pada artikulator dan
penyusunan gigi anterior rahang atas dan bawah telah selesai sehingga
pasien dapat melakukan try-in untuk mengetahui kesesuaian susunan gigi-
geligi.
Try-in gigi anterior dimulai dengan pemeriksaan susunan gigi
anterior terlebih dahulu dengan melihat kesesuaian susunan gigi, bentuk
gigi, ukuran gigi dan posisi gigi pada model dengan keadaan dalam mulut
pasien dan oklusi dalam mulut pasien jangan sampai ada yang terlihat
“open”. Kemudian periksa ketepatan garis median, posisi distal, stabilitas,
retensi, serta fonetik dengan meminta pasien mengucapkan huruf “f” atau
“s”.
Gambar 11 Try-in gigi anterior pada pasien
5. Kunjungan V
Pada kunjungan ini, penyusunan gigi posterior rahang atas dan bawah
telah selesai sehingga pasien dapat melakukan try-in dan penyesuaian susunan
gigitiruan rahang atas dan bawah baik bagian anterior maupun posterior secara
keseluruhan.
13
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat try-in penyusunan gigi
yaitu :
1. Kesesuaian susunan, bentuk, ukuran, dan posisi gigi di dalam mulut pasien.
2. Pemeriksaan oklusi dengan bantuan articulating paper. Hubungan gigi atas
dan bawah harus interdigitasi dengan baik.
3. Pemeriksaan basis gigi tiruan rahang bawah terhadap gerakan fungsional
lidah, sayap lingual sebaiknya tidak menghalangi gerakan lidah
4. Pemeriksaan stabilitas, retensi, basis gigi tiruan rahang atas.
5. Pemeriksaan estetis dengan melihat garis kaninus.
6. Pemeriksaan fonetik dengan cara menginstruksikan pasien mengucapkan
huruf S, D, O, M, R, A dan T dan lainnya sebagainya dengan jelas dan tidak
ada gangguan.
Setelah semuanya telah sesuai, pasien diminta untuk bercermin.
Apabila pasien telah puas dan tidak ada keluhan, maka basis malam gigi
tiruan sebagian tersebut dikirim ke tekniker untuk packing gigi tiruan.
6. Kunjungan VI
Pada kunjungan ini pasien melakukan try-in gigitiruan yang telah
jadi, dengan kata lain bahan malam telah diganti dengan resin akrilik.
Cobakan gigitiruan ke dalam mulut pasien dan perhatikan:
a) Retensi
Pemeriksaan retensi dengan cara menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa
lepas atau tidak.
b) Oklusi
Pemeriksaan oklusi dilakukan dengan bantuan lembar articulating paper,
bagian yang kontak prematur atau daerah yang tertekan berat harus dikikis
gigi tiruannya
14
c) Stabilitas
Diperiksa saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan,
bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan,
maka protesa dapat dipolis.
Gambar 12 Try-in Gigitiruan Penuh
Selain itu, periksa juga adaptasi basis dan tepi gigi tiruan, posisi distal,
dimensi vertikal, fonetik, estetik, dan keadaan jaringan pendukung gigi tiruan juga
diperiksa. Pastikan tidak ada gusi yang menerima tekanan yang besar. Hal ini
akan nampak jika terlihat gusi yang berwarna pucat yang diakibatkan oleh
tekanan dari gigitiruan. Perhatikan juga pipi dan bibir pasien jangan ada yang
kendur. Bila setelah bercermin pasien merasa puas dengan gigitiruannya serta
15
tidak ada keluhan, maka try-in sudah selesai dan sudah dapat dilakukan insersi
gigitiruan untuk kemudian dilakukan kontrol seminggu kemudian (Gambar 12).
Selanjutnya, pasien diajarkan cara memasang dan melepas gigi tiruannya.
Pasien juga diberikan instruksi penggunaan dan pemeliharaan protesa, seperti :
Bersihkan gigitiruan dengan sikat dan sabun sehabis makan.
Protesa direndam dalam air bersih suhu kamar sewaktu dilepas
Pada malam hari, sebelum tidur, lepaskan gigi tiruan agar jaringan otot-otot
dibawahnya dapat beristirahat. Sikat bersih dan rendam di dalam air
Sebagai latihan, pertama-tama sebaiknya makan makanan yang lunak atau
makanan yang mudah dimakan. Apabila tidak ada keluhan, maka boleh
makan makanan biasa.
Biasakan mengunyah makanan pada kedua sisi rahang secara bersamaan.
Hindari makanan yang keras, makanan dan minum yang lengkat ataupun
yang terlalu panas.
Apabila ada rasa tidak nyaman atau sakit, gangguan bicara, gigitiruan tidak
stabil, ataupun terjadi kerusakan pada gigitiruan dianjurkan untuk
menghubungi operator.
7. Kunjungan VII
Kontrol pertama
Seminggu setelah insersi dilakukan kontrol pada gigi tiruan
tersebut (gambar 16). Dari pemeriksaan terlihat ulkus pada posterior kanan
rahang atas sehingga dilakukan pengurangan secukupnya pada bagian
dalam dari gigitiruan pada daerah tersebut. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan keadaan jaringan pendukung, fungsi mastikasi dan fonetik,
retensi, stabilitas, dan oklusi. Apabila semuanya sudah diperiksa dan tidak
ada keluhan lagi dari pasien, beri instruksi yang sama pada saat insersi
sebelumnya. Setelah itu pasien dibolehkan pulang.
16
Gambar 13 Kontrol setelah satu minggu
PEMBAHASAN
Pemeriksaan
Pasien pada kasus ini adalah wanita berusia 52 tahun, datang ke Rumah
Sakit Gigi dan Mulut drg. Halimah dg. Sikati Universitas Hasanuddin untuk
dibuatkan gigitiruan karena seluruh gigi pada kedua rahang sudah tidak ada. Dari
anamnesis yang dilakukan, pasien mengatakan belum pernah memakai gigitiruan
sebelumnya. Tindakan membiarkan kondisi tanpa gigi dalam jangka waktu yang
lama memiliki beberapa kelemahan utama yakni terjadinya resorpsi.1 Pernyataan
ini dibuktikan dari kasus ini, yakni rendahnya lingir mandibula pasien.
Ketinggian bagian anterior mandibula berkurang empat kali lebih cepat
dibandingkan maksila. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh resorpsi tulang
alveolar mandibula.1,7 Lingir sisa atau biasa juga disebut sisa tulang alveolar,
residual ridge, atau edentulous ridge adalah bagian tulang alveolar yang masih
ada setelah alveoli tertutup atau menghilang dari prosessus alveolaris beberapa
waktu setelah pencabutan gigi. Lingir dan jaringan mulut lainnya bersama-sama
menahan komponen vertikal dari gaya kunyahm yang merupakan bagian dari
dukungan (support) gigitiruan.8
Sebagaimana yang telah disinggung tadi, pasien tidak pernah
menggunakan gigitiruan sampai gigi-geliginya sudah benar-benar tidak
ada lagi. Selama bertahun-tahun, otot terus-menerus menyesuaikan diri
17
dengan perubahan yang telah terjadi dan umumnya sudah menjadi lemah.7
Akibat-akibat lainnya yang dapat terjadi adalah pembesaran lidah,
perkembangan gerakan mandibula yang tidak beraturan, dan hilangnya
tanda-tanda alami yang membantu pembuatan desain gigitiruan.1
Kondisi kesehatan umum pasien dan jaringan mulutnya baik sehingga
memungkinkan untuk dilakukan perawatan gigitiruan penuh. Viskositas saliva
pasien kental. Saliva yang kental dan dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk
retensi gigitiruan karena akan menjadi tipis dengan adanya tekanan intraoral
normal. Bukti terakhir menunjukkan bahwa penuaan itu sendiri tidak
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Meskipun demikian, banyak pasien
lansia menerima pengobatan atau mengalami penyakit sistemik yang juga
memengaruhi fungsi saliva dan mungkin mengarah pada mulut kering.1
Klasifikasi menurut World Health Organization, seseorang dikatakan lanjut usia
atau lansia yaitu bila berusia 60-74 tahun, tua bila berusia ≥75 tahun, dan
setengah baya bila berusia 45-59 tahun.10
Pencetakan
Pembuatan cetakan pertama pada kasus ini menggunakan sendok cetak
siap pakai dengan bahan irreversibel hydorocoloid (alginat), dan untuk
pencetakan kedua digunakan silikon (vinyl polysiloxane).
Batas-batas cetakan rahang atas meliputi frenulum labialis dan bukalis,
vestibulum labialis dan bukalis, hamular notch, garis getar palatum, residual ridge,
palatum durum, rugae palatine, tuberositas maksliaris, papilla insisivus, fovea
palatina, raphe mid-palatina, dan tepi palatal posterior.4 Batas gigitiruan atas
diperluas ke posterior sampai mencapai garis getar palatum yang merupakan
perbatasan antara palatum durum dan palatum molle. Garis ini merupakan batas
maksimum posterior gigitiruan atas yang penting bagi retensi gigitiruan rahang
atas.11
Sedangkan batas-batas cetakan rahang bawah meliputi retromolar pad,
frenulum lingualis, frenulum bukalis, frenulum labialis, lingir alveolar, vestibulum
bukalis dan labialis, sulkus alveolingual, residual ridge, raphe pterygomandibular,
18
ruang retromylohyoid, dan torus mandibularis.4 Perluasan pencetakan rahang
bawah diperluas hingga ke retromolar pad Retromolar pad adalah daerah segitiga
pada mukosa tebal yang berada di distal molar terakhir.11 Pad ini bertindak sebagai
pendukung yang membantu menahan pergerakan gigitiruan ke distal.7
Border Moulding
Border moulding adalah pembentukan bahan cetak dengan melakukan
manipulasi terhadap jaringan di atas tepi cetakan untuk mendapatkan kerapatan
tepi.4 Teknik ini membuat flange sendok cetak individual menjadi lebih panjang.
Flange ini sengaja dibuat lebih pendek 2-3 mm dari panjang cetakan akhir yang
sebenarnya agar nantinya terdapat ruang untuk bahan border molding. Bahan
border molding ini diletakkan kira-kira setebal 3 mm. Apabila bahan berlebihan,
akan menyebabkan panjang flange berlebihan.11
Kasus ini menggunakan green stick compound yang memiliki keuntungan
dan kerugian tersendiri. Keuntungannya adalah apabila cetakan border moulding
harus diulang kembali, bahan cetak ini dapat dilepas dan kemudian dipakai
kembali. Keuntungan lainnya adalah sifat rigiditasnya yang dapat digunakan
untuk memperluas sendok cetak yang tepinya terlalu pendek, lebih dari 3-4 mm
dari panjang akhir yang diinginkan. Rigiditasnya juga tidak akan mengalami
distorsi apabila telah didinginkan di dalam air es. Apabila telah cukup lunak,
kekentalannya cukup untuk bertahan agar tidak berubah bentuk. Kerugiannya
adalah suhunya ketika cukup lunak agak membuat pasien tidak nyaman (49–
600C).11
Pencatatan Hubungan Antar Rahang
Pencatatan hubungan rahang yang tepat sangat penting, karena tekanan
yang tidak seimbang pada bite rim dapat menghasilkan kontak prematur pada
gigitiruan. Bila terdapat kontak prematur pada salah satu area di oklusal, akan
terjadi konsentrasi beban dan tekanan pada mukosa akan meningkat pada area
19
tersebut.12 Hal ini akan berdampak negatif pada mukosa, lingir sisa, sendi
temporomandibularis, dan sistem neuromuskuler.5
Operator menggunakan basis malam pada kasus. Hal ini sebenarnya
kurang ideal, mengingat bahan malam yang tidak stabil. Bite rim sebaiknya
ditempatkan pada basis yang kaku dan cekat sehingga stabil sewaktu merekam
oklusi. 1,7,9 Basis harus tetap diam di tempat, tidak mudah lepas, dan tidak mudah
bergerak karena akan mengganggu pekerjaan tahap selanjutnya.13 Selama
registrasi, basis tidak boleh bergeser dan harus melekat cekat pada lingir sisa
seakurat mungkin.9,13 Basis dari malam, yang tidak kaku, cenderung berubah
bentuk selama proses registrasi, sehingga menghalangi penempatan yang akurat,
baik di dalam mulut maupun pada model.7 Penggunaan basis shellac yang
berkontak rapat cukup memiliki kekuatan dan retensi yang memadai jika
digunakan secara tepat, yakni sering dikeluarkan dari mulut, didinginkan dengan
segera, dan tidak diberikan tekanan oklusal yang besar.1,7
Namun demikian, basis permanen ideal untuk memberikan prospek
registrasi yang akurat dan penentuan pengaturan gigi percobaan.1,9 Pemakaian
basis malam atau basis percobaan yang sudah diproses (disertai bahan fiksasi
sekalipun) tidak akan seakurat pemakaian basis yang nantinya juga akan dipakai
jika gigitiruannya telah selesai. Keuntungan lain pemakaian basis permanen
sebelum registrasi relasi rahang adalah bahwa retensi basisnya dapat diperiksa
sebelum terbebani persyaratan stabilitas. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
membuat basis permanen dan memasang model sebelum registrasi rahang
dilakukan. Basis akan terpasang cekat pada model yang terpasang di artikulator
sama akuratnya jika basis dipasang pada lingir sisa.1
Perubahan hubungan rahang setelah hilangnya gigi akan terjadi melalui
perubahan kedudukan mandibula. Hilangnya dukungan gigi menyebabkan
mandibula bergerak lebih dekat ke maksila dan menduduki posisi yang lebih
protrusif yang dapat dikelirukan sebagai relasi rahang Klas III.7 Hal ini dialami
oleh penulis, dimana pada awalnya pasien ketika diinstruksikan menggigit,
oklusinya seperti Klas III. Namun saat penentuan posisi distal, posisi rahang atas
pasien lebih di belakang sehingga membentuk oklusi normal. Pada keadaan
20
semacam ini pasien seringkali disalahkan dan dituduh “gigitannya sulit diatur”.
Jika menjumpai hal seperti ini, sebelum registrasi relasi rahang, otot-otot
hendaknya direhabilitasi dahulu dan pasien diinstruksikan untuk relaks.9
Penentuan posisi distal dapat ditentukan dengan menempatkan pasien dalam
posisi supinasi dengan mengupayakan pasien dalam posisi relaks agar aktivitas
otot-otot rahang dapat dikurangi semaksimal mungkin. Kemudian operator
membimbing pasien agar mandibula secara perlahan bergerak pada relasi
sentriknya.7
Pada kasus, operator memilih ukuran free way space sebesar 3 mm. Free
way space adalah perbedaan jarak antara dimensi vertikal oklusi dengan dimensi
vertikal istirahat yang besarnya adalah antara 2-4 mm.7 Namun untuk pasien
yang umurnya lebih tua, disarankan agar free way space dibuat lebih besar yaitu
4-5 mm daripada yang digunakan pada perawatan untuk pasien yang lebih
muda.1,9 Bertambahnya free way space pada pasien lansia disebabkan resorpsi
tulang yang menyebabkan turunnya jarak dimensi vertikal oklusal dan dimensi
vertikal fisiologis.7
Pemilihan Gigi
Sebenarnya tidak ada aturan yang terlalu kaku dalam pemilihan warna
mengingat banyaknya variasi pada gigi asli. Pemilihan warna gigi salah satunya
ditentukan oleh usia dan ras. Semakin tua usia, gigi asli menjadi semakin tua
warnanya. Penampilan yang tidak terlalu palsu didapatkan bila pasien berkulit
gelap diberi gigi dengan warna yang lebih gelap, sedangkan pasien berkulit pucat
diberi gigi yang lebih terang.7
Lebar gigi anterior ditentukan dari lebar keseluruhan gigi insisif sentral yang
biasanya sama dengan lebar filtrum bibir atas. Kemudian proyeksikan garis yang
ditarik dari sudut sebelah dalam mata.7
Insersi
Hubungan yang baik antara operator dan pasien dari mulainya perawatan
sampai insersi protesa berupa komunikasi yang efektif akan mengawali
21
keberhasilan perawatan. Oleh karenanya instruksi secara verbal dan tulisan harus
diberikan oleh operator. Kesulitan dalam memakai dan merawat gigitiruan yang
merupakan pengalaman baru bagi pasien harus dijelaskan saat insersi pertama
kali.5
Ketika operator mencoba melakukan insersi gigitiruan kepada pasien, pasien
terlihat agak kaku dalam berbicara. Memang pada pasien yang memakai
gigitiruan penuh untuk pertama kalinya, ia harus belajar mengakomodasikan
protesa yang ‘tebal’ ini sebagai pengganti gigi aslinya. Kebanyakan orang dapat
mengatasi kesulitan ini dan belajar untuk menguasai aktivitas otot yang berubah
yang dibutuhkan dalam pemakaian gigitiruan.1
Menurut pengamatan operator, pasien cukup memiliki keterampilan dalam
mengendalikan gigitiruannya dengan bibir, pipi, dan lidah. Kemampuan ini
tergantung pada umur biologis pasien. Pada umumnya semakin tua pasien,
periode belajarnya lebih lama dan lebih sulit. Keterampilan ini dapat meningkat
sehingga gigitiruan yang oleh dokter giginya terlihat longgar, dari sudut pasien
dirasakan sangat memuaskan.7
Instruksi perawatan berupa penyikatan gigitiruan tidak disarankan
memakai pasta gigi karena sifat abrasifnya akan mengikis protesa sehingga akan
menjadi lebih sulit untuk dibersihkan dan menjadi tempat akumulasi plak.
Penyikatan lidah dan mukosa juga dilakukan untuk menghilangkan plak dan
melancarkan sirkulasi darah pada jaringan ini.5
Kontrol
Perjanjian untuk kontrol tidak boleh lebih dari satu minggu setelah
gigitiruan dipasang. Pada kunjungan ini, perlu diperoleh riwayat yang cermat
dari keluhan seperti rasa sakit atau longgarnya gigitiruan tersebut. Apapun
komentar pasien tentang gigitiruannya, operator harus tetap melakukan
pemeriksaan, apalagi bila pasien belum terbiasa menggunakan gigitiruan.7 Pada
saat kontrol, pasien tidak mengeluhkan apapun dan merasa gigitiruannya baik-
baik saja. Namun pada saat pemeriksaan klinis, operator menemukan ulkus pada
rahang atas. Hal ini mungkin disebabkan dari rasa ambang rasa sakit pasien yang
22
tinggi atau ingin menyenangkan hati orang lain. Dari informasi dan pemeriksaan
yang dilakukan dapat ditentukan masalah pada gigitiruan tersebut.7
Ketidakcermatan pada setiap tahapan akan menyebabkan ketidakakuratan
yang jarang diketahui segera dan karena itu memperkirakan mengenai apa yang
salah kelak menjadi lebih sulit.9 Oleh karenanya, setiap tahapan harus dilakukan
dengan teliti.
23
SIMPULAN
Perawatan untuk pasien edentulous merupakan suatu tantangan tersendiri
bagi operatornya. Pembuatan gigitiruan ini tidak mudah dan cukup memakan
waktu, selain itu kesuksesannya tidak selalu dapat dijamin. Untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan saat gigitiruan telah di-packing, maka
setiap tahapan harus dilakukan dengan cermat pada saat gigitiruan masih dapat
diperbaiki dengan lebih mudah. Apabila sekiranya ada yang kurang sesuai
dengan kemantapan gigitiruan, segeralah untuk memperbaikinya.
Pasien juga sebaiknya diberikan informasi mengenai setiap tahapan yang
akan dilakukan, agar pasien dapat memahami dan memaklumi pengerjaan
gigitiruan yang memerlukan berkali-kali kunjungan sehingga memakan waktu,
tenaga, dan biaya.
Instruksi penggunaan dan pemeliharaan protesa penting diinformasikan
kepada pasien mengingat pasien pada kasus ini memakai gigitiruan untuk
yang pertama kalinya.
Kehilangan gigi harus sesegera mungkin apabila memungkinkan untuk
diganti agar fungsi gigi-geligi asli dapat digantikan dengan yang gigitiruan
sekaligus mencegah dekstruksi jaringan gigi dan mulut lebih lanjut akibat
kehilangan keseluruhan gigi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes IE, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Alih bahasa
Cornella Hutauruk. Jakarta: EGC; 2006. p.208-10, 215.
2. Harty FJ, Ogston R. Kamus kedokteran gigi. Alih bahasa: Narlan
Sumawinata. Jakarta: EGC; 1995. h. 102.
3. Geering Alfred.. Kundert Martin. Kelsey Charles. Complete denture and
overdenture prosthetics; 1993. New York: Thieme Medical Publisher, Inc.
p. 3.
4. Veeraiyan DN, Ramalingam K, Bhat V. Textbook of Prosthodontics. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2007. p. 4, 16, 50, 55,
80.
5. Goiato MC, Filho HG, Santos DM, Barao VAR, Freitas ACJ. Insertion
and follow-up of complete dentures: A literature review. J Gerodontol
2011; 28: 200-12
6. Arini. Keadaan dan masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia.
[internet]. Available from URL: http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/dentistry-oral-medicine/2300424-keadaan-dan-masalah-kesehatan-
gigi/#ixzz2OLd2doBF. Accessed on 27th March 2013.
7. Basker RM, Davenport JC. Prosthetic Treatment of Edentulous Patient. 4th
ed. Great Britain: Blackwell Publishing Company; 2002. p.58, 71, 146-7,
177, 188, 211, 260,263-4.
8. Gunadi HA, Burhan LA, Suryatenggara F. Buku ajar ilmu geligi tiruan
sebagian lepasan. Jilid 1. Jakarta: Hipokrates; 1995. hal. 13.
9. Thomson H. Oklusi. Ed 2. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta: EGC;
2007. hal. 248.
10. Hunter F. Healthy eating in older people.[internet]. Available from URL:
http://www.bbc.co.uk/health/treatments/healthy_living/nutrition/life_older
adults.shtml. Accessed on 27th March 2013.
11. Rahn AO, Ivanhoe JR, Plummer KD. Textbook of Complete Denture.
Shelton: People’s Medical Publishing House; 2009. p. 33-4, 113-4.
25
12. Sumarsongko T, Adenan A. Rasa nyeri pada mukosa jaringan pendukung
gigitiruan penuh dan penanggulangannya. J Dentofasial 2011; 10(3): 190-
5.
13. Itjiningsih WH. Geligi tiruan lengkap lepas. Jakarta: EGC; 1996. hal. 62,
67-9.
26