penatalaksanaan farmakologik malaria serebral
DESCRIPTION
malaria serebralTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIK (12)(13)(14)(15)
1. Pemberian Obat Anti Malaria (OAM)
Setelah diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium
falciparum sebagai penyebab malaria berat. Penggunaan OAM pada malaria berat
berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh
parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah. pemberian obat yang tepat
penting mempunyai dampak terbesar pada prognosis dalam pengobatan malaria berat.
Oleh karenanya sering dipilih pemakaian obat per parenteral Karena meningkatnya
resistensi klorokuin maka WHO tahun 2006 merekomendasikan pengobatan malaria
dengan menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) sebagai lini
pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat. Di
Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria:
1. Artesunate – Amodiaquin
Amodiaquin merupakan suatu 4 amonoquinolin mirip dengan klorokuin telah
dipergunakan secara luas untuk pengobatan dan pencegahan malaria. Amodiaquin
telah dilakukan studi kombinasi dengan artesunat dan pirimetamin-sulfadoksin,
selanjutnya kombinasi ini merupaka salah satu pilihan yang direkomendasikan
oleh
Terapi kombinasi berbaris derivate artemisinin seperti direkomendasikan oleh
WHO berdasarkan adanya argumentasi. (12)
- obat-obat dengan mekanisme kerja yang berbeda dapat meningkatkan efikasi.
- Obat-obat ini dapat meningkatkan efikasi yang lebih tinggi dan penurunan
jumlah gametosit dan menurunkan penyebaran malaria.
- Obat-obat ini dapat memperlambatkan resistensi oleh karena kemungkinan
resistensi parasit terhadap obat-obat ini lebih rendah dan oleh karena artesunat
dengan cepat mengurangi resistensi multidrug parasite, dapat membunuh
parasite dengan konsentrasi yang tinggi dari obat kombinasi ini.
2. Kombinasi dari artemisinin
Artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi malaria yang penting saat ini
dikarenakan:
Kemampuan menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kali dari pada obat-
obat anti malaria lainnya
Mempunyai efek samping yang minimal
2 juta kasus dilaporkan telah diobati dengan basis artemisinin tanpa adanya
efek toksis.
Artemisinin diabsorbsi cepat melalui oral
Dapat diberi melalui intravena maupun intramuskuler, dengan pemberian 1
kali sehari
Dapat mengurangi karier gametosit pada manusia
Belum ada dilaporkan resistensi terhadap artemisinin, walaupun sudah
lama digunakan di Negara China.
Artemisinin, artesunate, artemerther dan dihidroatemisinin telah digunakan dalam
kombinasi dengan obat antimalarial yang lain. WHO pada tahun 2001 telah
merekomendasikan pilihan terapi kombinasi malaria terkini yang berbaris derivate
artemisinin, yang meliputi: kombinasi artemerther dengan lumefantrine, kombinasi
artesunate dengan amodiaquine, kombinasi artesunate dengan pirimetamin
sulfadoksin(pada daerah dimana pirimetamin-sulfadoksin efikasinya tinggi),
kombinasi amodiaquine dengan pirimetamin-sulfadoksin (pada daerah dimana
amodiaquine dan pirimetamin-sulfadoksin efikasinya tinggi) dan kombinasi
artesunate dengan meflokuin (direkomendasi pada daerah penyebaran malaria yang
rendah)
Kuinin (Kina)
Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium
dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten
terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan cukup aman.
Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau
meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan
pemanjangan QT interval / aritmia.
Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak
memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2
tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam
sampai penderita dapat minum per oral.(1)
Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu
diperiksa gula darah 8-12 jam
Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil.
Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi
hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Pada penelitian di Minahasa ternyata dosis awal 500 mg/8jam per infus memberikan
mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dosis awal 1000mg. Di AS untuk daerah
yang tidak resisten dengan klorokuin, klorokuin masih merupakan pilihan untuk terapi
malaria berat, sedangkan untuk daerah yang resisten dapat diberikan kombinasi
Atovaquane dan Proguanil, kombinasi kinin oral dengan
tetrasiklin/doksisiklin/klindamisin atau meflokuin.
Derivat Artemisinin
Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat keberhasilan
selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap
klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini
pertama untuk terapi malaria berat. Golongan artemisin yang dipakai untuk
pengobatan malaria berat.
Artesunat tersedia sebagai formulasi.infus yang larut dalam air. Salah satu uji
coba baru-baru ini secara acak besar yang dikendalikan di Asia membandingkan
artesunate parenteral dengan intravena kina dan menunjukkan manfaat kelangsungan
hidup yang signifikan artesunate lebih dari kina di Asia didominasi pasien dewasa
dengan malaria berat (pengurangan risiko relative 34,7%; jumlah yang diperlukan
untuk mengobati untuk mencegah satu kematian adalah 13) .suatu efek
menguntungkan yang lebih jelas pada orang-orang dengan initial parasitemia lebih
besar dari 10%. (1)
Tabel 3. Dosis obat anti malaria pada malaria berat
Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif. Dosis
loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam,
diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral
setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih
toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum yang sensitif
terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak
mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml
cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan
dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg BB klorokuin basa
tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
2. Pengobatan malaria serebral secara spesifik (14)
a. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru memperpanjang lamanya koma
dan menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni dan perdarahan gastro
intestinal
b. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan hiperimunglobulin tidak terbukti
berpengaruh dengan mortalitas.
c. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein merupakan obat-
obatan yang pernah dicoba untuk malaria serebral
d. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
REFERENSI
1. Lallo DG, Shingadia D.Treatment of severe or complicated falciparum malaria.Journal
of Infection.2007;54:115-121
2. Manifestasi Klinis Dan Penatalaksanaan Malaria Berat By Alimudiarnis; Subbagian
Tropik Infeksi Bagian Penyakit Dalam Rs M.Djamil Padang 2009; Universitas
Andalas
3. Management of severe malaria: a practical handbook – Third edition © World Health
Organization 2012
4. Umar Zein, Penanganan Terkini Malaria Falcifarum, Divisi Penyakit Tropis Dan
Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
Nama : Ida Syazana binti Mohd Jizan
Nim : C11111839
Judul Refarat : Malaria Serebral
telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Neurologi Fakultas Kedokteraan Universitas Hasanuddin.
Makassar, Februari 2015
SUPERVISOR Pembimbing
Dr. Cahyono Kaelan, Ph.D,Sp.PA,Sp.S dr. Widyawan Syahputra
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan………………………………………………………...............
I. Bab I :Pendahuluan……………………………………………………...… 1
II. Bab II: Pembahasan……………………………………………………….. 3
Definisi……………………………………………………………. 3
Siklus hidup plasmodium…………………………………………. 3
Etiologi……………………………………………………………. 7
Pathogenesis ……………………………………………………… 8
Manifestasi Klinis………………………………………………… 10
Diagnosis…………………………………………………………. 11
Terapi……………………………………………………………... 12
Pencegahan……………………………………………………….. 18
Diferensial Diagnosis…………………………………………….. 21
Prognosis…………………………………………………………. 21
III. Bab III: Kesimpulan……………………………………………………… 23
Daftar Pustaka
Lampiran