penanganan banjir kota dki jakarta

Upload: riris-arismia

Post on 18-Jul-2015

1.169 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tugas Makalah Drainase dan Pengendalian Banjir

Penanganan Banjir Kota DKI. Jakarta

Disusun oleh : 1. Arvie Narayana 2. Ayunda Dewi Ratih 3. Bachtiar Khoironi 4. Krisna Harimurty 5. Langlang Adi Pratama 6. Lisatia Dian Pithaloka 7. Mashuri Amin Dimyati 8. Moh. Yudhi W Dosen : Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT L2A008172 L2A008174 L2A008175 L2A008205 L2A008206 L2A008207 L2A008211 L2A008217

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1. Pengertian...................................................................................................................... 1 1.2. Jenis Jenis Banjir di Indonesia ................................................................................... 1 1.3. Faktor Faktor Penyebab Banjir .................................................................................. 2 1.4. Penanggulangan Banjir ................................................................................................. 4

BAB II. ISI .......................................................................................................................... 5 2.1. Kondisi DKI Jakarta...................................................................................................... 5 2.2. Potensi dan Penyebab Banjir di Kota DKI Jakarta ....................................................... 6 2.2.1 Sistem Drainase Kota yang Buruk ..................................................................... 6 2.2.2 Perubahan Fungsi Lahan .................................................................................... 7 2.3. Penyebab Banjir di Kota DKI Jakarta ........................................................................... 9 2.3.1 Banjir Kiriman ................................................................................................... 9 2.3.2 Banjir Lokal ....................................................................................................... 10 2.4. Penanganan Banjir di Kota DKI Jakarta ....................................................................... 11 2.4.1 Sistem Pengendalian Banjir di DKI Jakarta ....................................................... 13

BAB III. Penutup ............................................................................................................... 15

Daftar Pustaka

2

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT

BAB I PENDAHULUAN1.1. Pengertian Beberapa pengertian banjir adalah: 1. Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering (Departemen Kimpraswil, 2001). 2. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat (Wikipedia, 2009). 3. Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. (SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004) Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang sumbernya bisa dari mana aja. Dan air itu ngeluyur keluar dari sungai atau saluran karena sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi inilah yang disebut banjir. 1.2. Jenis Jenis Banjir di Indonesia Menurut ahli hidrologi banjir-bajir di indonesia itu dibagi menjadi tiga jenis, antara lain: 1. Banjir akibat Meluapnya Suatu Sungai Banjir jenis ini biasanya terjadi akibat dari suatu sungai yang sudah tidak mampu lagi untuk menampung aliran air yang ada di sungai itu, dimana debit air yang mengalir melalui sungai tersebut sudah melebihi kapasitas dari sungai tersebut. 2. Banjir Lokal Pada saat curah hujan tinggi dilokasi setempat dimana kondisi tanah dilokasi itu sulit dalam melakukan penyerapan air (bisa karena padat, bisa juga karena kondisinya lembab, dan bisa juga karena daerah resapan airnya tinggal sedikit) maka kemungkinan terjadinya banjir lokal akan sangat tinggi sekali. 3. Banjir Akibat Pasang Surut Air Laut Saat air laut pasang, ketinggian muka air laut akan meningkat, otomatis aliran air di bagian muara sungai akan lebih lambat dibandingkan bila saat laut surut. Selain melambat, bila aliran air sungai sudah melebihi kapasitasnya (ditempat yang datar

3

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT atau cekungan) maka air itupun akan menyebar kesegala arah dan terjadilah banjir. 1.3. Faktor Faktor Penyebab Banjir Pada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran atau sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi maupun tempat yg rendah. Pada saat air jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran saluran atau sungai - sungai dalam bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap keudara (evapotranspirasi). Banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran banjir. Dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah - tanah yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan2 sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yg subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan. Ada dua faktor perubahan kenapa banjir terjadi : 1. Perubahan lingkungan dimana didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang. 2. Perubahan dari masyarakat itu sendiri Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran - saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah - tanah cepat mengalami penjenuhan. Global warming / pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola iklim yg akhirnya merubah pola curah hujan. Berdasarkan analisis statistik data curah hujan dari tahun 1900 sampai tahun 1989 terhadap variansi hujan dengan menggunakan uji F dihasilkan bahwa telah terjadi perubahan intensitas hujan untuk lokasi Ambon, Branti, Kotaraja, Padang, Maros, Kupang, Palembang, dan Pontianak (Slamet dan Berliana, 2006). Berdasarkan kajian LAPAN (2006) banjir yang terjadi di Jakarta Januari tahun 2002, Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina dan MJO (Madden-

4

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Julian oscillation), kedua fenomena ini menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan diatas normal. Memang, berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tp juga di sebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan saluran drainase (sungai). Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan tutupan lahan ~penggunaan lahan itu ada pemukiman, sawah, tegalan, ladang dll sedangkan tutupan lahan itu vegetasi yang tumbuh di atas permukaan bumi menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah. Menurut Castro (1959) tingkat aliran permukaan pada hutan adalah 2.5%, tanaman kopi 3%, rumput 18% sedangkan tanah kosong sekitar 60%. Sedangkan berdasarkan penelitian Onrizal (2005) di DAS Ciwulan, penebangan hutan menyebabkan terjadinya kenaikan aliran permukaan sebesar 624 mm/th. Itu baru perhitungan yg di lakukan pada daerah hutan yg ditebang dimana masih ada tanah yang bisa meresapkan air Hasil penelitian Bruijnzeel (1982) dalam Onrizal (2005) yang di lakukan pada areal DAS Kali Mondoh pada tanaman hutan memperlihatkan bahwa debit sungai pada bulan Mei, Juli, Agustus dan September lebih tinggi dari curah hujan yang terjadi pada saat bulan - bulan tersebut, ini membuktikan bahwa vegetasi sebagai pengatur tata air dimana pada saat hujan tanaman membatu proses infiltrasi sehinggaa air disimpan sebagai air bawah tanah dan dikeluarkan saat musim kemarau. Menurut Suroso dan Santoso (2006) dalam WWF-Indonesia (2007) perubahan penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai. Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53 % menjadi 63 %. Dalam makalah yang sama Yuwono (2005) juga mengungkapkan pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut 12,7%, 58,7% dan 90,4%. Menurut Yuwono (2005) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan meningkatkan laju erosi sebesar 10%, 60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan terangkut inilah

5

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk, bendungan dan sungai. Kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut menjadi lebih kecil yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal. Menurut Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan sungai atau waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis. 1.4. Penanggulangan Banjir 1. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Karena sungai dan selokan merupakan tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat sampah. 2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah di dekat sungai adalah para pendatang yang yang datang ke kota besar hanya dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu peningkatan perekonomian, akan tetapi malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu sebabnya pemerintah harus tegas, melarang membuat rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota dalam jangka waktu lama atau untuk menetap. 3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Karena pohon adalah salah satu penopang kehidupan di suatu ktoa. Banyangkan, bila sebuah kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi phon, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba.

6

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT

BAB II ISI2.1. Kondisi DKI Jakarta

Gambar 2.1. Kondisi Banjir pada Jalanan Kota DKI. Jakarta

Jakarta sebagai kota megapolitan menyimpan berbagai macam permasalahan akibat terus meningkatnya jumlah penduduk, apalagi Jakarta masih menjadi magnet bagi orang dari daerah untuk berurbanisasi mencari penghidupan yang layak di kota besar. Data statistik tahun 2010 menyebutkan, penduduk Jakarta berjumlah 9.607.787 jiwa, mempunyai luas wilayah 740,3 km, dengan kepadatan mencapai 12.978,2/km tentu Jakarta sudah terlalu jenuh serta daya dukung lingkungannya menurun. Berbagai permasalahan yang timbul antara lain kemacetan, polusi udara, banjir, dan sebagainya, apalagi kesenjangan sosial yang tinggi antara si kaya dan si miskin serta keberagaman etnis dari seluruh Indonesia berkumpul di sana, rawan menimbulkan konflik sosial seperti tawuran serta berbagai macam tindak kejahatan. Salah satu masalah yang populer di Jakarta ialah banjir. Selain banjir besar lima tahunan, beberapa wilayah di Jakarta rentan terjadi genangan setiap kali hujan lokal atau banjir kiriman karena meluapnya sungai akibat tidak mampu lagi menampung debit air yang mengalir. Kondisi topografi Jakarta yang relatif datar serta saluran drainase yang

7

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT buruk menjadi penyebab terjadinya banjir. Hal ini diperparah dengan perubahan fungsi lahan serta pesatnya pembangunan yang mengurangi daerah tangkapan air akibat berkurangnya ruang terbuka hijau. Gedung-gedung bertingkat seperti perkantoran, mall, dan apartemen secara tidak langsung juga memicu terjadinya banjir. Eksploitasi air tanah yang berlebih pada gedung bertingkat diduga menyebabkan penurunan permukaan tanah di Jakarta. 2.2. Potensi dan Penyebab Banjir di Kota DKI Jakarta Jika dilihat kondisi Kota DKI Jakarta saat ini, dapat dilihat potensi - potensi yang dapat menyebabkan Ibu Kota Negara Indonesia, DKI Jakarta ini mengalami banjir, yaitu: 2.2.1. Sistem Drainase Kota yang Buruk Tanpa harus melakukan survei mendetail pun, kita sudah tahu bahwa drainase di Jakarta tidak berfungsi optimal sebagai salah satu "penakluk" banjir. Contohnya, lihat saja gorong-gorong seukuran 1,25 x 2,5 meter persegi di bawah Jalan M.H. Thamrin, pusat Kota Jakarta. Kondisinya memprihatinkan: dipenuhi sampah dan kabel-kabel. "Sudah tak layak lagi," kata konsultan drainase Jakarta, Hadi Purwanto. Di area itulah, pada Februari 2008, mobil R-1 yang ditumpangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak bisa lewat akibat terjebak banjir. Nah, gorong-gorong di Thamrin itulah yang kini sedang dibenahi. Bila Anda melintasi jalan yang diapit gedung-gedung jangkung itu di malam hari, akan tampak kesibukan orang-orang membersihkan dan menata "perut" Jakarta. Saat ini tengah dibuat gorong-gorong baru di beberapa tempat untuk mengatasi banjir, di antaranya di bawah Jalan Thamrin, tepatnya di depan Sarinah, Sky Building. Ukurannya lebih besar, yaitu 4 x 3 meter, sehingga diharapkan bisa mengatasi genangan di kawasan Sarinah. "Itu merupakan crossing untuk mengalirkan air dari Jalan Wahid Hasyim, Sabang, Sunda, dan seputar Sarinah ke Kali Cideng," kata Tarjuki. Kawasan Thamrin jelas bukan satu-satunya yang drainasenya buruk. Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Jakarta, Yayat Supriatna, banyak drainase atau gorong-gorong yang berubah dari yang terbuka menjadi tertutup akibat pelebaran jalan, seperti yang ada di Jalan Sudirman, Haji Agus Salim, dan Cikini. Padahal karakter gorong-gorong terbuka tidak bisa dipaksakan menjadi tertutup. Akibatnya, ada goronggorong yang meledak karena mampet. Desain dan kapasitas drainase sudah tak sesuai

8

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT dengan kebutuhan Kota Jakarta. Contohnya, gorong-gorong lama yang ada di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat. ondisinya memang tidak layak lagi. Selain kecil-berukuran sekitar 30 sentimeter persegi-terjadi pendangkalan. Air kotor terlihat dari lubang besi yang menjadi pembuangan air dari jalan, padahal hari itu tidak ada hujan. Bahkan lubanglubang besinya sudah menyempit akibat lapisan beton dan aspal sewaktu perbaikan jalan. Di Jalan Sunda, di belakang gedung Sarinah, gorong-gorongnya memang lebih besar, dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebar 1,5 meter. Namun kondisinya penuh sampah 2.2.2. Perubahan Fungsi Lahan Berubahnya fungsi lahan, seperti: Pembangunan mal-mal dibangun di daerah wajib resapan air, mengakibatkan sering terjadinya banjir. Pemeliharaan infrastruktur yang buruk Dengan memperhatikan peta DKI Jakarta dibawah ini dan dengan logika sederhana melihat dan membandingkan antara luasan area hijau dan area fisik bangunan,dapat kita lihat betapa Mini-nya luasan RTH yang disyaratkan bagi pertumbuhan suatu kota sehingga dengan semakin kecilnya daerah resapan air makin semakin luaslah daerah luapan banjir, semakin kecilnya daerah hijau maka semakin luaslah daerah panas dijakarta.

Gambar 2.2. Daerah Penghijaun di Daerah Kemayoran

9

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Tindakan sembrono dalam pemanfaataan ruang dalam kota Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Sementara itu proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk yang diperuntukkan bagi publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari wilayah kota. Sebaran ruang terbuka hijau publik ini diharapkan merata dari mulai tingkat RT, RW, Kelurahan,sampai Kecamatan serta dasar penentuanproporsi RTH itu berdasarkan keterkaitan ekologis antar wilayah, Dari Peta udara yang diambil dari google earth kita bisa melihat luasan hijau dari RTH Monas, RTH Gelora Bung Karno,Jalur hijau Tebet,Jalur Hijau Barito, RTH cibubur terlihat demikian MINI dibandingkan dengan luasan Permukiman dan fungsi-fungsi lainnya.Ruang Kawasan Hijau Kemayoran dan luasan kawasan Hijau pemakaman Karet dan pemakaman Tanah Kusir yang berfungsi sebagai daerah resapan air terasa terhimpit oleh pembangunan fisik perumahan

Gambar 2.3. Daerah Penghijaun di Daerah Tebet

10

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT

Gambar 2.4. Daerah Penghijaun di Daerah Tanah Kusir

Gambar 2.5. Daerah Penghijaun di Daerah Karet

2.3. Penyebab Banjir di Kota DKI Jakarta Sumber genangan (banjir) di Kota DKI. Jakarta, dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 1. Banjir Kiriman 2. Banjir Lokal 2.3.1. Banjir Kiriman Banjir kiriman merupakan aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau banjir kanal yang ada, sehingga

11

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT terjadi limpasan. Banjir kiriman berasal dari Kota Bogor, karena Bogor terletak di daerah hulu. 2.3.2. Banjir Lokal Banjir lokal adalah genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri, hal ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. 2.4. Penanganan Banjir di Kota DKI. Jakarta Salah satu solusi untuk mengatasi banjir di Jakarta ialah dengan membangun Banjir Kanal Timur (BKT). Sejarah BKT dimulai ketika NEDECO (Netherland Engineering Concultans) menyusun "Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta" pada Desember 1973, termasuk di dalamnya juga ada rencana pembangunan Banjir Kanal Barat yang selesai dibangun lebih dulu. Berdasarkan rencana induk ini, seperti yang ditulis Soehoed dalam Membenahi Tata Air Jabotabek, pengendalian banjir di Jakarta akan bertumpu pada dua terusan yang melingkari sebagian besar wilayah kota. Terusan itu akan menampung semua arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui bagian-bagian hilir kota. Kelak, terusan itu akan dikenal dengan nama Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Ini adalah salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan pompa pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.

Gambar 2.6. Peta Banjir Kanal Timur (BKT)

12

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Pada tahun 1991, rencana induk BKT kemudian dilengkapi dengan "The Study on Urban Drainage and Wastewater Disposal Project in the City of Jakarta" oleh Nikken Ass dengan dana bantuan dari OECF menghasikan detail design BKT, serta "The Study on Comprehensive River Water Management Plan in Jabotabek" pada Maret 1997 oleh JICA (Japan International Cooperation Agency). Selain berfungsi mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana transportasi air. BKT direncanakan untuk menampung aliran Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Daerah tangkapan air (catchment area) mencakup luas lebih kurang 207 kilometer persegi atau sekitar 20.700 hektare. Rencana pembangunan BKT tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 Provinsi DKI Jakarta. BKT akan melintasi 13 kelurahan (2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur) dengan panjang 23,5 kilometer. Total biaya pembangunannya Rp 4,9 triliun, terdiri dari biaya pembebasan tanah Rp 2,4 triliun (diambil dari APBD DKI Jakarta) dan biaya konstruksi Rp 2,5 triliun dari dana APBN Kementerian Pekerjaan Umum.

Gambar 2.7. Trase Banjir Kanal Timur (BKT)

13

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Untuk pembuatan BKT, perlu pembebasan lahan seluas 405,28 hektare yang terdiri dari 147,9 hektare di Jakarta Utara dan 257,3 hektare di Jakarta Timur. Sampai dengan September 2006, lahan yang telah dibebaskan 111,19 hektare dengan biaya sekitar Rp 700 miliar. Untuk tahun 2007, direncanakan pembebasan 267,36 hektare dengan biaya Rp 1,2 triliun.

Gambar 2.8. Penampang Melintang Banjir Kanal Timur (BKT)

Dalam kenyataannya, pembuatan kanal yang sudah direncanakan lebih dari 30 tahun lalu itu menghadapi pembebasan tanah yang berjalan alot. Pembangunannya menjadi lambat. Rencana tersebut tidak kunjung selesai direalisasikan, dan banjir seperti yang kini dirasakan warga Jakarta menjadi kenyataan setiap tahun.

Gambar 2.9. Foto Pelaksanaan Fisik Banjir Kanal Timur (BKT)

14

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Akhirnya pada tahun 2011 pembangunan BKT selesai dan mulai dioperasikan. Meskipun belum teruji manfaatnya dalam mengatasi banjir, Namun, masyarakat Jakarta sudah tampak menikmati keberadaan BKT. Hal ini terlihat dari kegiatan masyarakat di sekitar daerah Bantaran BKT. Masyarakat Jakarta, khususnya Jakarta Timur, seakan menemukan ruang publik yang selama ini dicari. Pengamatan detikcom, Senin (12/12/2011) di daerah Bantaran BKT Jl Basuki Rachmat, Cipinang Muara, Jakarta Timur, terdapat banyak warga Jakarta yang melakukan kegiatan di daerah tersebut. Kegiatan masyarakat di sekitar BKT cukup beragam, ada yang bermain bersama anak, memancing, hingga muda-mudi yang berdua-duaan alias pacaran. Pusat keramaian terdapat di beberapa titik jembatan penyeberangan yang menghubungkan Jl. Basuki Rachmat dengan daerah perumahan penduduk Kelurahan Cipinang Muara.

Gambar 2.10. Kondisi Banjir Kanal Timur (BKT) Saat Ini

2.4.1. Sistem Pengendali Banjir di DKI Jakarta Untuk menangani banjir, Provinsi DKI Jakarta telah membangun serangkaian Sistem Pengendali Banjir Jakarta. Berikut adalah Sistem Kawasan Pengendali Banjir dan Drainase Jakarta sampai 2010: Jakarta Utara

Sunter Selatan Pademangan Jembatan V Teluk Gong Angka Bawah

Sunter Timur I Sunter Timur II Kelapa Gading Sunter Barat

15

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT Jakarta Barat

Cipinang

Jelambar Grogol Pinangsia Jati Pulo Kali Sekretaris S.P.Barat

Sistem Saluran Makro (13 sungai) Kali Mookevart Kali Angke Kali Pesanggrahan Kali Grogol Kali Krukut Kali Baru (Pasar Minggu) Kali Ciliwung Kali Baru Timur Kali Cipinang Kali Sunter Kali Buara Kali Jati Kramat Kali Cakung

Jakarta Pusat

Sawah Besar Sumur Batu Cideng Bawah

Jakarta Selatan

Kali Grogol Atas Duren Tiga Pondok Karya Sangrila

Banjir Kanal Banjir Kanal Barat Banjir Kanal Timur

Jakarta Timur

Duren Sawit

2

Pengendalian Banjir Kota DKI Jakarta Ir. Abdul Kadir, Dipl, HE.MT

BAB III PENUTUPDari uraian- uraian yang ada diatas maka solusi yang ingin saya berikan adalah : 1. Pada bagian hulu : Pembatasan penggunaan lahan untuk pembangunan. Pembangunan bendungan, memperbaiki bangunan-bangunan air yang sudah ada Reboisasi intensif Normalisasi aliran sungai (Solusi di hulu harus berkesinambungan, antara pembatasan penggunaan lahan, reboisasi intensif, dan pembangunan bendungan. Jika hanya satu langkah yang dilaksanakan, langkah lain akan menjadi kurang efektif.) 2. Pada bagian hilir : Pembuatan Banjir Kanal Timur Pembuatan penampungan air bawah tanah dalam skala besar atau deep tunnel reservoir. Penampungan air bawah tanah, seperti yang diterapkan Chicago (Amerika Serikat) dan Singapura mampu menampung sekitar 200 juta meter kubik air dan dapat bertahan 125 tahun. Ide penampungan air bawah tanah adalah menampung semua limpahan air banjir dan limbah cair dari sanitasi lingkungan ke dalam bendungan bawah tanah. Air tampungan itu dapat diolah dan digunakan sebagai cadangan air baku bagi Jakarta. Sehingga jakarta tidak mengalami kekeringan saat musim kemarau.

2

Daftar PustakaPresentasi Pembangunan Banjir Kanal Timur, Ir. Pitoyo Subandrio, Dipl.HE Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Kanal_Jakarta#Banjir_Kanal_Timur http://news.detik.com/read/2011/12/13/073833/1789558/10/?992204topnews http://rujak.org/tag/banjir-kanal-timur-bkt/ http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2012/04/03/87217/Jakarta-Dikepung-Banjir