penafsiran ayat-ayat komunikasi orang tua dan...

138
PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI ANALISIS TAFSIR LAṬĀIF AL-ISHĀRĀT KARYA AL-QUSHAYRĪ Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang Tafsir Oleh: Suliyono NIM. 2113034000016 PROGRAM MAGSITER (S2) FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./2017 M.

Upload: lykhanh

Post on 10-Mar-2019

295 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA

DAN ANAK: STUDI ANALISIS TAFSIR LAṬĀIF AL-ISHĀRĀT

KARYA AL-QUSHAYRĪ

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang Tafsir

Oleh:

Suliyono

NIM. 2113034000016

PROGRAM MAGSITER (S2)

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H./2017 M.

Page 2: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI
Page 3: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

ii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Suliyono

NIM : 2113034000016

Judul Tesis : Penafsiran Ayat-ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak: Studi

Analisis Tafsir Laṭāif Al-Ishārāt Karya Al-Qushayrī

menyatakan, bahwa tesis ini merupakan hasil karya asli penulis kecuali kutipan-

kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila ternyata di kemudian hari tidak

benar maka penulis bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 03 Januari 2017

Yang bersangkutan,

Suliyono

Page 4: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

iii

TIM PENGUJI TESIS

Tesis ini telah diuji pada Sidang Terbuka pada:

Hari, tanggal : Rabu, 22 Februari 2017

Pukul : 10.00 – 12.00 WIB

Pembimbing : Dr. Suryadinata, M.Ag

Ketua Sidang : Dr. Atiyatul Ulya, M.A

Sekretaris : Maulana, M.Ag

Penguji I : Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A

Penguji II : Dr. Abd. Moqsith Gazali, M.A

Page 5: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI
Page 6: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

v

ABSTRAK

Judul Tesis: Penafsiran Ayat-Ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak: Studi

Analisis Tafsir Laṭāif Al-Ishārāt Karya Al-Qushayrī

Tesis ini merupakan penelitian tentang penafsiran ayat-ayat komunikasi

orang tua dan anak perspektif al-Qushayrī, dan bertujuan mengeksplorasi ragam

komunikasi dengan nilai pesan sufistik akhlāqī antara orang tua dan anak yang

menjadi obyek penelitian ini. Adapun keempat pasang orang tua dan anak yang

memenuhi kualifikasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah Nabi Ibrāhīm dan

Ismā’īl, Luqmān al-Hakim dan anaknya, Ya’qūb, Yūsuf dan Saudara-saudaranya,

Nūḥ dan Kan’an. Pentingnya mengungkap sisi tasawuf, kaum sufistik menilai al-

Qur’an merupakan kitab yang tidak hanya membahas firman-firman Allah yang

bernuansa zahir, tapi al-Qur’an juga menyimpan pesan batin yang keluar dari

ayat-ayatnya. Ketika para sufi menafsirkan al-Qur’an, mereka jauh melampaui

pembacaan ayat-ayat secara zahir. Kalau kebanyakan tafsir sufi tendensi

penafsirannya merujuk ulama-ulama sufi, akan tetapi Laṭāif al-Ishārāt termasuk

tafsir sufistik moderat, yaitu tafsir sufistik yang mencantumkan hadis Nabi, asar

sahabat, perkataan para mufassir sebelumnya, aspek gramatikal dan latar belakang

ayat. Sebagai seorang mufassir lagi sufi, penafsiran al-Qushayrī tidak hanya

tertumpu pada makna batin ayat, tetapi juga berpegang pada makna lahirnya.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode

pengumpulan data menggunakan library research, dengan pendekatan tafsir yang

bercorak tasawuf, tasawuf yang dijadikan tolok ukur adalah khusus tasawwuf

akhlāqī, khususnya dalam pembahasan penelitian ini menggunakan metode

deskriptif-analisis. Adapun metode yang dipakai merupakan metode mauḍū’ī.

Metode mauḍū’ī dipilih karena dinilai paling tepat –setidaknya hingga saat ini–,

untuk mengkaji konsep-konsep al-Qur’an tentang suatu masalah, bila diharapkan

suatu hasil yang utuh dan komprehensif. Karena penelitian ini menyangkut al-

Qur’an secara langsung, maka sumber utama merujuk kepada kitab Tafsir Laṭaif

al-Ishārat karya Imam al-Qushayrī. Sumber lainnya meliputi kitab-kitab tafsir

untuk pembanding, buku, penelitian atau tulisan-tulisan lain yang terkait dengan

tema penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa al-Qur’an bukan hanya memiliki

makna lahir atau eksoteris semata, namun juga memiliki makna batin atau

esoteris. Setidaknya ada dua alasan yang menguatkan adanya makna esoteris al-

Qur’an. Pertama, al-Qur’an tidak hanya mempunyai makna lahir semata. Kedua,

pengaruh paham tasawuf yang berimplikasi dalam menfsirkan al-Qur’an. Dengan

demikian nilai sufistik yang dapat diambil dari ayat komunikasi orang tua dan

anak yang ditampilkan Nabi Ibrāhīm dan Ismā’īl, Luqmān al-Hakim dan anaknya,

Ya’qūb, Yūsuf dan Saudara-saudaranya, Nūḥ dan Kan’an dapat dipetakan sebagai

berikut: Nilai tauhid, Sabar, maḥabbah, murāqabah, raja’, riḍa, dan tawakal.

Page 7: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw,

sahabat dan keluarganya sekalian.

Sejauh pengetahuan penulis, pembahasan tesis tentang tafsir sufi jarang

dilakukan, beda halnya dengan kajian aspek kalam atau hukum. Dalam tesisi ini

penulis mencoba memabahas penafsiran al-Qushairī dengan menyorot komunikasi

orang tua dan anak dalam kajian tafsir sufi. Melihat kecenderungan sufistik pada

sebuah tafsir antara lain dapat diketahui kitab tafsir Laṭaif al-Ishārat merupakan

kitab tafsir yang bercorak tasawuf pertama lahir di kalangan umat Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak mengalami

kesulitan dan rintangan terutama dalam mengeksplorasi data. Sungguhpun begitu,

berkat rahmat Allah jua serta arahan dari dosen pembimbing yang tulus maka

pada akhirnya kesulitan-kesulitan tersebut dapat terlewatkan.

Berkenaan dengan hal itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Dr. M. Suryadinata, M.Ag sebagai pembimbing yang

telah mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk memberikan bimbingan,

saran dan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat dirampungkan. Semoga

Allah swt memberikan balasan pahala yang sepadan kepada beliau.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

Page 8: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

vii

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag, selaku Dekan beserta para

Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag, selaku Ketua Program Magister dan

Bapak Maulana, M.Ag, selaku Sekretaris, para dosen, serta para

penguji dalam ujian tesis dan tak lupa kepada para staff di lingkungan

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu

menyampaikan gagasan serta petunjuk dan memberikan pelayanan

akademik dan administrasi dengan hati ikhlas.

4. Berbagai pihak dan kawan-kawan serta kerabat sanak famili yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, mereka semua yang ikut memberikan

motivasi selama penulis menyelesaikan tesis ini.

Selanjutnya terima kasih dan penghormatan tiada terkira penulis

sampaikan kepada kedua orang tua penulis; H. Parto Pardi dan Hj. Taswitun.

Mereka berdua telah mendidik dan menanamkan kegigihan dalam menempuh

kehidupan ini. Terakhir, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada isteri; Siti

Muawanah, S.Pd.I, SE, anak-anakku, Arifah Nabila Wildani dan Asyfa Rafifah

Lituhayu yang telah turut tabah menghadapi lika-liku perjuangan penulis selama

menjalani pendidikan di S2.

Untuk semua pihak yang penulis sebutkan, semoga Allah swt menerima

jasa baik mereka dan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda. Amin!

Page 9: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

viii

Sebagai kata penghujung dalam pengantar ini, perlu penulis sampaikan

bahwa karya tesis ini ibarat setangkai padi yang masih terdapat padanya padi yang

hampa. Oleh karena itu, dalam tesis ini tentu masih dijumpai kekurangan-

kekurangan baik dari bahasa ataupun analisisnya. Karena itu kepada semua pihak

diharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Di samping itu, penulis

juga mengharapkan bahwa dengan kemunculan tesis ini turut memperkaya kajian

keislaman.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

Page 10: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

gh ═ غ r ═ ر ’ ═ ء

f ═ ف z ═ ز b ═ ب

q ═ ق s ═ س t ═ ت

k ═ ك sh ═ ش th ═ ث

l ═ ل ṣ ═ ص j ═ ج

m ═ م ḍ ═ ض ḥ ═ ح

n ═ ن ṭ ═ ط kh ═ خ

w ═ و ẓ ═ ظ d ═ د

h ═ ة/ه (ayn) ‘ ═ ع dh ═ ذ

y ═ ي

B. Vokal dan Diftong

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

═ a ا— ═ ā ى ═ ī

═ i ى— ═ á و ═ aw

═ u و— ═ ū ي ═ ay

C. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang ال (alif lam maʽrifah) ditransliterasi dengan al-, misalnya

al-dhimmah. Kata sandang (الذمة) al-āthār dan (اآلثار) ,al-jizyah (الجزية)

ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

Page 11: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

x

2. Tashdīd atau shaddah dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya al-

muwaṭṭaʽ.

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis

sesuai dengan ejaan yang berlaku, seperti al-Qur’an, hadis dan lainnya.

Page 12: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

xi

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ..............................................................................

TIM PENGUJI ......................................................................................

PERSETUJUAN PARA PENGUJI …....................................................

ii

iii

iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............. 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 10

D. Metodologi Penelitian ......................................................... 10

E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 13

F. Sistematika Penulisan ......................................................... 17

BAB II AL-QUSHAYRĪ DAN TAFSĪR LAṬAIF AL-ISHĀRAT ..... 19

A. Biografi Al-Qushayrī .......................................................... 19

B. Kondisi Sosial Politik Al-Qushayrī .................................... 23

C. Profil Kitab Tafsīr Laṭaif al-Ishārat ................................... 24

D. Manhaj Al-Qushayrī dalam Tafsirnya ................................ 28

BAB III KOMUNIKASI DAN TAFSIR SUFI ……........................... 33

A. Tinjauan Komunikasi .......................................................... 33

1. Pengertian Komunikasi ................................................. 33

2. Unsur-unsur Komunikasi .............................................. 34

3. Model-model Komunikasi ............................................ 36

B. Tinjauan Tafsir Sufi ............................................................ 43

1. Pendekatan Ishārī dalam Tafsir..................................... 43

2. Tafsir Bāṭinī................................................................... 49

3. Perbedaan Tafsir Ishārī dan Tafsir Bāṭinī ..................... 50

Page 13: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

xii

BAB IV ANALISIS KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK

DALAM TAFSĪR LAṬAIF AL-ISHĀRAT ............................

53

A. Ayat-ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Tafsīr

Laṭaif al-Ishārat …………..................................................

53

1. Komunikasi Nabi Nūḥ dengan Kan’an ......................... 53

2. Komunikasi Nabi Ya’qūb dengan Anaknya ................. 57

3. Komunikasi Luqmān dengan Anaknya ......................... 63

4. Komunikasi Nabi Ibrāhīm dengan Ismā’īl .................... 69

B. Penafsiran Ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam

Tafsir Sufi ...........................................................................

73

1. Komunikasi Nabi Nūḥ dengan Kan’an ......................... 74

2. Komunikasi Nabi Ya’qūb dengan Anaknya ................. 75

3. Komunikasi Luqmān dengan Anaknya ......................... 80

4. Komunikasi Nabi Ibrāhīm dengan Ismā’īl .................... 87

C. Nilai Sufistik dalam Tafsir Ayat Komunikasi Orang Tua

dan Anak ...........................................................................

93

1. Tauhid ........................................................................... 93

2. Sabar ............................................................................. 96

3. Cinta ............................................................................. 103

4. Murāqabah ................................................................... 110

5. Raja’ ............................................................................. 111

6. Riḍa .............................................................................. 113

7. Tawakal ........................................................................ 117

BAB V PENUTUP ............................................................................... 120

A. Kesimpulan ......................................................................... 120

B. Saran ................................................................................... 121

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 122

Page 14: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial sangat bergantung pada

komunikasi. Dengan melakukan komunikasi tersebut, manusia saling

memberikan manfaat.1 Karena manusia tidak bisa lepas dengan pentingnya

komunikasi ini, maka kajian komunikasi merupakan hal yang serius. Kesalahan

kecil dalam sebuah komunikasi mempunyai imbas yang besar terhadap hubungan

manusia.2 Salah satu lingkup komunikasi yang terkecil dan harus dijaga dengan

baik adalah keluarga.

Keluarga merupakan dan prototype sebuah masyarakat. Kesejahteraan

yang dimiliki oleh suatu bangsa, ataupun kebodohan dan keterbelakangannya,

adalah tercermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat

tersebut. Hal ini merupakan kesimpulan pandangan para pakar dari berbagai

disiplin ilmu dan pakar-pakar agama Islam. Dari kesimpulan itu, agama Islam

memberikan perhatian yang sangat besar terhadap persoalan keluarga ini.3

Perhatian Islam dalam persoalan ini adalah dengan pembentukan keluarga

yang benar, yaitu diawali dengan pernikahan antara laki-laki dan perempuan.

Dalam bentuk umum dan sederhana keluarga meliputi ayah, ibu – orang tua – dan

1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda-karya, 1996), cet.

xxv, h. Vii. 2 Kegagalan komunikasi menurut para pakar mengakibatkan efek atau akibat yang fatal

baik terhadap individu maupun sosial. Secara individu menimbulkan frustasi, demoralisasi,

alienasi, dan penyakit-penyakit jiwa yang lain. Secara sosial, kegagalan komunikasi menghambat

saling pengertian, toleransi, dan menghalangi pelaksanaan norma-norma sosial. Lihat Jalaluddin

Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1994),

h.76. 3 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1995), h. 253.

Page 15: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

2

anak. Komponen penting dalam sebuah keluarga adalah ayah dan ibu. Hal ini

karena orang tua sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak. Secara sederhana,

orang tua berpengaruh karena merekalah yang berperan sebagai pengasuh dan

pendidik utama bagi anak.4 Dalam proses pengasuhan dan pendidikan inilah,

peran komunikasi antara orang tua dan anak sangatlah penting.

Selain itu, dalam pembentukan sebuah keharmonisan dalam keluarga,

komunikasi adalah hal yang central. Komunikasi yang dibentuk dengan baik akan

meningkatkan emosi kedekatan dalam keluarga. Komunikasi juga memudahkan

bagi setiap anggota keluarga untuk menyampaikan pendapat, gagasan dan

perasaan dengan lebih mudah. Jadi, menciptakan komunikasi yang baik di dalam

keluarga adalah keharusan. Akan tetapi persoalan penerapannya, merupakan hal

yang tidak mudah.

Dalam hal komunikasi orang tua dan anak, al-Qur‟an pun menampilkan

dan mencontohkannya. Penyajian bentuk komunikasi tersebut, ditampilkan

dengan menarik dan memunculkan keteladanan-keteladanan, baik spiritual

maupun moral. Karena memang al-Qur‟an mempunyai tujuan utama menjadi

pedoman dalam menata kehidupan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan

akhirat. Agar tujuan itu dapat direalisasikan, maka al-Qur‟an datang dengan

petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, prinsip-prinsip, baik yang bersifat

global maupun terperinci, yang eksplisit maupun implisit, dalam berbagai

persoalan dan bidang kehidupan.5

4 Fuaduddin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam (Jakarta: Lembaga

Kajian Agama dan Jender kerja sama dengan Perserikatan Solidaritas Perempuan, 1999), h. 5-6. 5 Muhammad Arkoun, Kajian Kontemporer al-Qur’an (Bandung: Penerbit Pustaka,1998),

h.4.

Page 16: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

3

Menyoroti lebih jauh komunikasi orang tua dan anak yang disebutkan

dalam al-Qur‟an, adalah sesuatu yang menarik. Lebih lagi karena al-Qur‟an

mempunyai karakteristik yang khas yaitu salah satunya dengan mencantumkan

kisah. Uniknya lagi, al-Qur‟an ketika mengkisahkan tidak menjelaskan secara

berurutan, kronologis dan tidak memuat secara panjang lebar.6 Selain itu, al-

Qur‟an ketika menyebutkan kisah-kisah seringkali diungkapkan secara berulang-

ulang di berbagai tempat dengan bentuk yang berbeda.7 Tapi, hal tersebut tidak

bisa mengurangi nilai al-Qur‟an sebagai wahyu untuk mengungkap petunjuk,

peringatan an sumber ilmu pengetahuan.

Selain al-Qur‟an, khazanah Islam pun mempunyai solusi lain, yaitu

tasawuf. Tasawuf bukan saja sebuah ajaran moral Islam, tapi tasawuf juga

merupakan sesuatu “revolusi spiritual” (thaurah ruḥiyyah)8 yang dapat menjadi

referensi penyelesaian perkara-perkara di setiap zaman, termasuk zaman sekarang

atau era modern.

Realitas dunia modern saat ini, sistem kehidupan manusia telah menggeser

nilai spiritual. Meskipun tidak menolak adanya Tuhan secara lisan, tapi banyak

yang menginkari Tuhan dalam bentuk perbuatan keseharian. Menurut Husen

Naser dalam Islam and the Pigh of Modern Men menyebutkan imbas dari

masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang

terus berkembang pesat, membuat mereka kehilangan visi ketuhanan dan

6 Ahmad Asy-Syirbashi, Sejarah Tafsir Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1985), h. 59. 7 Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS (Jakarta: Litera

Antar Nusa, 1992), h. 433. 8 Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), 46.

Page 17: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

4

membuat mereka meninggalkan pemahaman agama yang berdasarkan wahyu.9

Akibat krisis ketuhanan seperti ini, salah satu efeknya juga pasti berimbas kepada

perilaku manusianya dan lebih spesifik komunikasinya.

Contoh dalam konteks al-Qur‟an, tentang komunikasi antara Luqman dan

anaknya. Jika dilihat dalam perspektif tasawuf, tema atau nasehat yang diajarkan

Luqman kepada anaknya di antaranya adalah mengenai ma’rifah, ṣabr,

murāqabah dan lain-lain.10

Dalam mengupayakan kembalinya nilai-nilai ke-Tuhan-an, tasawuf adalah

salah satu piranti yang dapat digunakan untuk membedah problematika di

kehidupan manusia modern.11

Jadi, tasawuf dalam upaya menumbuhkan kembali

visi ke-Tuhan-an dan dirasa cocok untuk dijadikan petunjuk bagaimana konsep-

konsep tasawuf dapat dijadikan sebagai metode yang efektif dalam mengatasi

problematika modernitas yang semakin kompleks.

Terkait dengan tasawuf,12

kaum sufistik menilai al-Qur‟an merupakan

kitab yang tidak hanya membahas firman-firman Allah yang bernuansa zahir, tapi

9 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf (Yogyakarta: Pustaka Peelajar, 1999), h. 112-113.

10 Lihat QS. Luqman [31]

11 Walaupun para ulama berbeda-beda dalam medefinisikan tasawuf, tapi mereka

sependapat bahwa tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan adab Islam. Abdul Muhaya,

Tasawuf dan Krisis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 23. 12

Berdasarkan perspektif etimologis yang populer, kata tasawwuf yang seakar dengan

kata sūfi, berasal dari kata bahasa Arab al-ṣūf, yang berarti kain wool. Ketika itu kelompok ini

menolak untuk berpenampilan glamor dan memakai baju yang terbuat dari kain wool sebagai

identitas mereka. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa pada masa formatif tersebut,

banyak kaum asketis dari kalangan Yahudi dan Kristiani yang juga hanya menutupi badanya

dengan wool, seperti ketika melakukan ritual pembaptisan di gurun (the baptist in the dessert).

Sebagian juga mengatakan kata tersebut berasal dari kata al-ṣafā yang berarti bersih atau suci.

Pendapat lain seperti yang dinyatakan Al-Biruni, menyatakan kata sūfi merupakan transposisi dari

kata berbahasa Yunani sophos, yang berarti orang bijak (sage). Lihat Titus Burckhardt, Introductionto Sufi Doctrine (Indiana: World Wisdom, 2008), h. 3

Page 18: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

5

al-Qur‟an juga menyimpan pesan batin yang keluar dari ayat-ayatnya.13

Jadi,

ketika para sufi menafsirkan al-Qur‟an,14

mereka jauh melampaui pembacaan

ayat-ayat secara zahir.

Bisa dikatakan bahwa penafsiran sufistik mempunyai karakteristik yang

istimewa, yaitu cenderung menafsirkan al-Qur‟an lebih terfokus pada makna

isharah ayat dengan cara riyāẓah dan mujāhadah dan bertumpu pada kebersihan

kalbu, dari pada menafsirkan makna lahir yang bertumpu kepada kekuatan analisis

bahasa.15

Adapun salah satu di antara kitab tafsir yang dikenal dengan tafsir sufi

adalah tafsir Laṭāif al-Ishārāt yang merupakan kitab karangan ulama sufi16

yang

terkenal yaitu Imam al-Qushayrī.17

Dalam sejarah penafsiran al-Qur‟an terutama tafsir yang bercorak tasawuf,

kitab tafsir Laṭāif al-Ishārāt tersebut, merupakan kitab tafsir bercorak tasawuf

pertama yang lahir di kalangan umat Islam yang lengkap 30 juz, mulai dari surat

al-Fatiḥaḥ sampai surat al-Nās.18

13

Aik Ikhsan Anshori, Tafsir Ishāri : Pendekatan Hermeneutika Sufistik Tafsir Shaikh

‘Abd al-Qādir al-Jīlānī (Ciputat: Referensi, 2012), h. 1. 14

Al-Zarkashī menyebut bahwa ucapan kaum sufi ketika menafsirkan al-Qur‟an bukan

merupakan produk tafsir, tapi penemuan inspiratif ketika membaca al-Qur‟an. Lihat Al-Zarkashī,

Al-Burhān fī ‘Ulum al-Qur’ān (Kairo: Dār al-Turath, t.t), h. 171. 15

Abdul Munir, “Penafsiran Imām al-Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat (Studi

tentang Metode Penafsiran dan Aplikasinya)”(Disertasi: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2009), h. 10. 16

Dengan membuat karya tafsir, menjadi bukti bahwa Imam al-Qushayrī merupakan

seorang mufassir sufi. Lihat Shams al-Dīn Muḥammad ibn „Alī ibn Aḥmad al-Dāwudī, Ṭabaqāt

al-Mufassirīn (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t), h. 344. 17

Ia adalah seorang sufi moderat yang hidup pada abab V H. ia merupakan pengikut

madzhab al-Asy‟ari dalam kalam dan mazhab al-Syafi‟i dalam fiqh. Selain itu, ia pun seorang

mufassir yang berjasa mengembalikan tasawuf pada landasan al-Qur‟an dan al-Ḥadīth. Lihat

Abdul Munir, “Penafsiran Imām al-Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat (Studi tentang

Metode Penafsiran dan Aplikasinya)”, h. 10. 18

Lihat Abdul Munir, “Penafsiran Imām al-Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat

(Studi tentang Metode Penafsiran dan Aplikasinya)”, h. 10.

Page 19: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

6

Selain itu, Kristen Zahra Sands mengungkapkan dalam karya Sufi

Commentaries on The Qur’an in Islamic Classical Islam sebagaimana dikutip Aik

Iksan Anshori dalam tesisinya, bahwa menariknya meneliti kitab tafsir Laṭāif al-

Ishārāt yang pengarangnya sedikit ulasan biografi, catatan ringan dan

menyinggung metodologi taksonomis (pengelompokan-pengelompokan) satu

dengan lainnya.19

Al-Qushayrī berpendapat bahwa setiap syariat tanpa didukung

oleh hakikat maka tertolak dan setiap hakikat adalah saksi.20

Berbeda dengan

„Abd al-Qādir al-Jilānī. Ia berpendapat bahwa segala bentuk hakikat tanpa

disaksikan oleh syariat akan termasuk perbuatan heristis/zindiq.21

Kalau kebanyakan tafsir sufi tendensi penafsirannya merujuk ulama-ulama

sufi. Misalnya pada masa al-Sulami, penulis kitab Ḥaqāiq al-Tafsīr, (w. 412

H./1021 M.) sumber rujukan utamanya, yaitu Dhūn Nūn al-Miṣrī (w. 246 H./841

M.), Sahl al-Tustārī (w. 283 H./896 M), Abū Sa‟īd al-Kharrāj (w. 286 H/899 M),

al-Junayd (w. 298 H./910 M), Ibn „Aṭāl-„Adamī (w. 311 H./923 M), Abū Bakr al-

Wāsiṭī (w. 320 H./932 M), dan al-Shiblī (w. 334 H/946 M).22

Akan tetapi Laṭāif

al-Ishārāt termasuk tafsir sufistik moderat, yaitu tafsir sufistik yang

mencantumkan hadis Nabi, asar sahabat, perkataan para mufassir sebelumnya,

aspek gramatikal dan latar belakang ayat.23

19

Aik Iksan Anshori, Tafsir Isyari: Pendekatan Hermeneutika Sufistik Tafsir Syaikh ‘Abd

al-Qadir al-Jailani (Ciputat: Referensi, 2012), h. 19. 20

Ibrahim Basyuni dalam muqaddimah-nya. Lihat Al-Qushayrī, Laṭaif al-Ishārat, h. 6. 21

„Abd al-Mun‟im al-Hafani, al-Mawsu’ah al-Sufiyah (Kairo: Dar al-Rasyad, 1992), h.

114. 22

Asep Nahrul Musadad, “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur‟an (Sejarah

Perkembangan dan Konstruksi Hermeneutis)”, Jurnal Farabi Volume 12 Nomor 1 Juni 2015 ISSN

1907-0993 E ISSN 2442-8264, h. 115. 23

Asep Nahrul Musadad, “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur‟an (Sejarah

Perkembangan dan Konstruksi Hermeneutis)”, h. 116.

Page 20: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

7

Sebagai seorang mufassir lagi sufi, penafsiran al-Qushayrī tidak hanya

tertumpu pada makna batin ayat, tetapi juga berpegang pada makna lahirnya. Hal

ini dapat dilihat ketika menafsirkan QS. al-Sāffāt [37]: 102,24

al-Qushayrī

menafsirkan tentang dialektika atau komunikasi dua arah antara orang tua dan

anak (nabi Ibrāhīm dan Ismā‟il).

Kronologis kejadian ayat ini adalah ketika nabi Ibrāhīm diperintahkan oleh

Allah swt. untuk menyembelih anaknya Ismā‟il. Di ayat ini, disebutkan bahwa

nabi Ibrāhīm mengajak anaknya untuk berdiskusi terkait perintah Tuhan itu.

Menariknya, ketika menafsirkan ayat ini al-Qushayrī menekankan kepada nilai

cinta dan saling menguatkan kesabaran25

di antara IbrāhÌm dan Ismā‟il.

Selain QS. al-Sāffāt [37]: 102 yang telah dijelaskan, di dalam al-Qur‟an

masih memuat banyak ayat-ayat lain terkait komunikasi orang tua dan anak.

Karenanya, penulis merasa penting untuk mengelompokan ayat-ayat tersebut dan

membahasnya dalam penelitian ini.

24

QS. al-Sāffāt [37]: 102 :

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,

Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku

menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku,

kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku

Termasuk orang-orang yang sabar". 25

Dalam menafsirkan ayat ini, al-Qushayrī menampilkan kisah-kisah sebagai penguat

pengungkapan makna batin. Dikisahkan bahwa nabi Isma‟il menguatkan hati ayahnya (nabi

Ibrahim) dengan mengatakan bahwa dia senang dikorbankan sebagai bentuk ketaatan orang tuanya

kepada Allah. Lihat Al-Qushayrī, Laṭaif al-Ishārat (Mesir: al-Hay`at al-Miṣriyyah al-„Āmah lil

Kitāb, t.t), jilid 3, h. 238.

Page 21: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

8

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasikan

bahwa ada beberapa permasalahan yang menjadi acuan pembahasan, di antaranya:

Pertama, memperhatikan kecenderungan mufassir sufi menafsirkan al-

Qur‟an berdasarkan makna ishārah ayat ketimbang pada makna lahir ayat melalui

riyāḍah dan mujāhadah yang bertumpu pada kebersihan kalbu, sedangkan

mufassir lainnya cenderung menafsirkan al-Qur‟an berdasarkan makna lahir ayat

yang bertumpu pada analisis bahasa. Begitu juga dengan al-Qushayrī lebih

cenderung mengungkapkan makna ishārah ayat tanpa memperhatikan makna

literalnya. Maka secara metodologis hal ini menimbulkan sebuah problem

penafsiran. Dengan demikian timbul pertanyaan, bagaimana kaitan metode

penafsiran dengan ilmu sufi?

Kedua, sejarah penafsiran al-Qur‟an yang bercorak tasawuf, kitab tafsir

Laṭāif al-Ishārāt merupakan kitab tafsir bercorak tasawuf pertama yang lahir di

kalangan umat Islam yang lengkap 30 juz, mulai dari surat al-Fatiḥaḥ sampai surat

al-Nās. Hal ini penting ditelusuri, sejauh mana pembuktian sejarahnya, dan

bagaimana geneologi tafsir sufi?

Ketiga, ayat apa saja yang terkait dengan komunikasi orang tua dan anak

dalam al-Qur‟an?

Keempat, al-Qur‟an banyak menggambarkan banyak kisah yang saling

berkaitan atau berhubungan, baik hubungan komunikasi Tuhan dengan Rasul-

Nya, nabi dengan nabi yang lainnya, nabi dengan kaumnya, orang tua dengan

Page 22: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

9

anak, dan lain sebagainya. Maka di sini timbul pertanyaan, bagaimana penafsiran

ayat-ayat al-Qur‟an mengenai komunikasi orang tua dan anak dalam perspektif

tafsir sufi? Bagaimana cara al-Qur‟an menampilkan gaya komunikasi? dan apa

pesan yang terkandung dari komunikasi orang tua dan anak dalam kisah-kisah al-

Qur‟an?

2. Pembatasan Masalah

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), perilaku

(behavior), atau pendapat (opinion), baik secara langsung (lisan), ataupun tak

langsung melaui media.26

Dari istilah ini, menunjukan bahwa komunikasi mempunyai dua jenis yaitu

komunikasi langsung dan tidak langsung. Maka, untuk membuat penelitian ini

lebih terfokus, penulis membatasi penelitian lebih spesifik membahas komunikasi

langsung di al-Qur‟an dengan memilih ayat-ayat tertentu saja.

Adapun kriteria ayat yang penulis pilih adalah ayat yang terdapat kata

kunci yaitu: يبنى dan يأبت. Dari penelusuran ini, penulis dapati ayat-ayat di

antaranya adalah QS. Hūd [11]: 42 dan 45, QS. Yūsuf [12]: 4, 5, 67, 87, QS.

Luqman [31]: 13, 16 dan 17, QS. al-Sāffāt [37]: 102. Dan juga penulis membatasi

hanya difokuskan terhadap kitab Tafsīr Laṭaif al-Ishārat.

26

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1993), h. 13.

Page 23: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

10

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah dengan

pertanyaan: Apa penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an mengenai komunikasi orang tua

dan anak dalam perspektif tafsir al-Qushayrī?

C. Tujuan Penelitian

Semua penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu. Dalam penelitian

penulis mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan ayat-ayat al-Qur‟an yang terkait komunikasi orang

tua dan anak.

2. Untuk mengetahui bagaimana Imam al-Qushayrī ketika menafsirkan ayat-

ayat komunikasi orang tua dan anak.

3. Untuk mengetahui pesan komunikasi orang tua dan anak perspektif tafsir

sufi.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode pengumpulan data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode

pengumpulan data menggunakan library research.27

Hal ini berarti semua data

penelitian diperoleh dari bahan-bahan yang tertulis yang bertemakan dengan tema

yang dibahas di dalamnya. Karena penelitian ini berkaitan langsung dengan al-

Qur‟an, maka sumber penelitian pertama adalah al-Qur‟an.

27

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka

Cipta, 1993), h. 10.

Page 24: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

11

Sumber primer lain yang penting adalah kitab Tafsīr Laṭaif al-Ishārat

karya al-Qushayrī yang menurut penulis representatif dengan penelitian ini,

karena bercorak sufi.28

Sebagai pembanding, penulis juga memasukan penjelasan-

penjelasan dari kitab Tafsīr al-Jīlanī karya „Abd al-Qadīr al-Jīlānī sebagai sumber

skunder.

Selain itu, kitab lain yang juga digunakan sebagai sumber skunder

penelitian ini adalah kitab seperti Al-Mufradat fī Gharīb al-Qur`ān karya Al-

Rāghib al-Aṣfahānī. Kitab ini digunakan untuk dijadikan referensi pembahasan

mengenai kata-kata dan term-term dalam al-Qur‟an. Selain itu untuk memudahkan

pelacakan ayat-ayat al-Qur‟an penulis menggunakan kitab Al-Mu’jam al-

Mufahras li Alfāẓ al-Qur`ān al-Karīm karya Fu‟ād „Abd al-Bāqī.

Karena penelitian ini berhubungan dengan tafsir sufi dan komunikasi

antara orang tua dan anak, maka penulis menggunakan buku-buku yang terkait

dengan pembahasan itu untuk membantu dalam pembahasan penelitian ini.

2. Metode pembahasan

Dalam pembahasan penelitian ini, penulis menggunakan metode

deskriptif-analisis. Adapun metode yang dipakai merupakan metode mauḍū’ī.

Lebih spesifik, penulis memakai langkah operasional29

yang dipakai adalah

sebagai berikut:

a. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji secara

tematik.

28

Ibn al 'A„rabī menyebutkan bahwa tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis sesuai dengan

pandangan sufistik seorang sufi. Lihat Mannā „ Khalīl al Qaṭṭān, Mabāḥith fī ‘’Ulūm al Qur`ān

(Riyad: Manṣūrāt al „Aṣr al Ḥadīth 1973), 356. 29

Dalam penerapan metode mauḍu’ī„, penulis merujuk pada : Abd al-Hayy al-Farmawī,

Al-Bidayah fī al-Tafsīr al-Mauḍū’ī. Terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

1994), h. 45.

Page 25: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

12

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema

komunikasi orang tua dan anak yang telah ditetapkan.30

c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa

turunnya ayat atau asbāb al-nuzūl.31

d. Mengetahui kolerasi ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing

suratnya.

e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis,

sempurna dan utuh.

f. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis bila perlu,

sehingga pembahasan menjadi semakin jelas.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh

dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian

serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan khaṣ,

antara yang muṭlaq dan muqayyad, mengsingkronkan ayat-ayat yang

lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh,

sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa

perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap

sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.

Dengan langkah tersebut, penulis menggambarkan secara cermat ayat-

ayat komunikasi orang tua dan anak, dengan merujuk kepada kitab Tafsīr Laṭaif

al-Ishārat karya Imam al-Qushayrī dan kemudian penulis juga menganalisa

pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dengan pendekatan tasawuf. Secara

diskripsi ayat yang dikumpulkan dijabarkan dengan penafsiran al-Qushayrī,

kemudian dibandingkan dengan mufassir lain.

3. Pendekatan dan analisis

Ayat al-Qur‟an tentang percakapan langsung orang tua dan anak yang

dijadikan objek materil dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan

menggunakan pendekatan sufistik. Pendekatan sufistik sebagai metode merupakan

objek formil dalam penelitian ini. Yang dimaksud sufistik sebagai metode

pendekatan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep tasawuf dalam khazanah

30

Dalam pelacakan ini, penulis menggunakan kitab: Al-Rāgib Al-Aṣfahānī, Mu’jam

Mufradāt Alfāz al-Qur`ān (Beirut: Dār al-Fikr, t.t) 31

Dalam menyusun ayat-ayat penulis merujuk pada: Jalāluddin al-Suyūti, al-Itqān fī

‘Ulum al-Qur`ān (Beirut: Dār al-Fikr, t.t).

Page 26: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

13

pemikiran Islam dijadikan sebagai tolok ukur dan acuan untuk memahami Ayat

al-Qur‟an tentang percakapan langsung orang tua dan anak tersebut. Adapun

konsep32

tasawuf yang dijadikan tolok ukur adalah khusus tasawwuf akhlāqī.33

4. Teknik penulisan

Teknik penulisan dalam penelitan ini, mengacu pada Buku Pedoman

Akademik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi karya Tim UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011.34

E. Tinjauan Pustaka

Untuk memastikan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang belum

dibahas sebelumnya, maka penulis melakukan penelusuran karya-karya ilmiah

yang mempunyai kemiripan dengan penelitian ini. Dari penelusuran, didapati hasil

sebagai berikut:

Tesis karya Robitoh Widi Astuti yang berjudul Komunikasi Orang Tua

dan Anak Perspektif Kisah dalam Al-Qur’an.35

Dalam tesis ini, memuat hasil

penelitan bahwa ternyata komunikasi orang tua dan anak perspektif kisah al-

Qur‟an memiliki pola dan model Stimulus-Respons (S-R), mode ABX, serta Model

Interaksional. Komunikasi yang terjadi bisa dipetakan menjadi komunikasi

32

Konsep atau konsepsi adalah pengertian yang meliputi hal-hal yang parsial, tidak

mendasar, aplikatif, empiris, dan praktis. Sedangkan konsep merupakan pengertian abstrak yang

melliputi hal-hal yang bersifat universal,mendasar, filosofis, dan teoritis. Sebuah konsep dibangun

atas seperangkat konsepsi. 33

Menurut al-Taftazani, tasawwuf akhlaqi adalah tasawwuf yang berkonsentrasi pada

teori-teori prilaku, akhlak, atau perbaikan akhlak. Dengan metode yang telah dirumuskan,

tasawwuf seperti ini berupaya untuk menhindari akhlak madzmumah dan mewujudkan akhlak

mahmudah. Lihat Abū al-Wafa al-Taftazanī, Madkhal ila Tasawwuf al-Islamī (Kairo:Dar al-

Thaqafah, t.t), h. 180. 34

Hamid Nasuhi, dkk, Buku Pedoman Akademik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011). 35

Robitoh Widi Astuti, “Komunikasi Orang Tua dan Anak Perspektif Kisah dalam Al-

Qur‟an” (Tesis: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011).

Page 27: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

14

langsung dan komunikasi tidak langsung. Komunikasi langsung bisa berupa

komunikasi verbal, non verbal ataupun interpersonal. Sedangkan komunikasi

tidak langsung terjadi ketika komunikator dan komunikan dihubungkan oleh pihak

ketiga. Dalam penelitian ini juga disebut pesan dari komunikasi orang tua dan

anak bahwa al-Qur‟an telah mendeklarasikan pentingnya komunikasi dalam

sebuah keluarga sebagai pembentuk kepribadian anak.

Selain itu, penulis juga menemukan karya-karya yang mengkaji mengenai

Imam al-Qushayrī. Di antaranya adalah karya Moh. Toha Mahsun yang berjudul

Kisah Musa dan Khidir dalam Surat al-Kahfi (Studi Penafsiran Al-Qusyairī

dalam Kitab Laṭāif al-Isyarat).36

Penelitian ini menggambarkan bagaimana Imam

al-Qushayrī menafsirkan kisah nabi Musa dan nabi Khidir dalam QS. al-Kahfi

[18]: 60-80. Dalam penelitian ini didapati bahwa terkandung makna tersurat

bahwa diperintahkan untuk belajar dan memperoleh ilmu agar dapat mendekatkan

diri kepada Allah. Penelitian ini juga menyebut bahwa makna batin atau makna

tersirat yang terkandung dalam kisah nabi Musa dan Khidir adalah berupa penguat

dari adanya kewajiban mencari ilmu yaitu: kesabaran, baik sangka dan niat hanya

karena Allah.

Skripsi karya Dwi Ifadatus Sa‟adah yang berjudul Kalam Asy’ariyah

dalam Tafsir Sufistik Laṭaif al-Isyārat karya Al-Qushayrī.37

Penelitian ini

menelusuri ayat-ayat yang dijadikan pijakan Asy‟ariyah, sehingga banyak

36

Moh. Toha Muhsun, “Kisah Musan dan Khidir dalam Surat al-Kahfi (Studi Penafsiran

Al-Qusyairī dalam Kitab Laṭāif al-Isyarat)” (Skripsi: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga,

2009). 37

Dwi Ifadatus Sa‟adah, “Kalam Asy‟ariyah dalam Tafsir Sufistik Laṭaif al-Isyārat karya

Al-Qushayrī.” (Skripsi; Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).

Page 28: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

15

ditemukan bias-bias Asy‟ariyah dalam penafsiran tersebut. Dalam permasalahan

“wajah” Tuhan misalnya, ia berusaha menjelaskan penafsirannya sesuai konsep

yang dibawa Asy‟ariyah bahwa “wajah” tersebut merupakan sifat Tuhan yang قائمة

Ia juga menyatakan bahwa Tuhan memang bersemayam di atas „Arsy dan .بذاتو

berusaha menjelaskannya sesuai konsep Asy‟ariyah ال ىي ىو وال ىي غيره. Akan

tetapi melihat notabene-nya adalah seorang sufi, terdapat keunikan-keunikan

pendapat al-Qushayrī tentang kalam Asy‟ariyah yang tidak terdapat dalam tokoh

Asy‟ariyah lainnya. Misalnya, dalam permasalahan „Arsy, ia berpendapat bahwa

Allah memiliki dua „Arsy; di langit yang merupakan hal yang ma‟lum, dan „Arsy

yang di dunia yang bertempat di hati para ahl al-tauhid atau para ahli tasawuf.

Disertasi karya dari Abdul Munir yang berjudul Penafsiran Imām al-

Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat (Studi tentang Metode Penafsiran

dan Aplikasinya).38

Isi dari disertasi ini adalah menyebutkan bahwa al-Qushayrī

dalam kitabnya Laṭaif al-Ishārat menggunakan meode taḥlilī dalam bentuk bi al-

Ra’y dan bercorak tasawuf. Selain itu, disebutkan juga bahwa al-Qushayrī dalam

mengaplikasikan penafsirannya memperhatikan keterkaitan makna ishārah dan

makna lahir ayat serta memperhatikan riwayat untuk mendukung penafsirannya.

Mengenai konsistensi pengaplikasian metode penafsirannya, dalam karya ini

disebutkan bahwa al-Qushayrī tidak konsisten. Hal ini, dapat dilihat ketika

menafsirkan QS. al-Naḥl [16]: 15, QS. al-Naml [27]: 61 dan QS. al-Kahfi [18]: 47

serta penafsiranya terhadap penggalan huruf-huruf hijaiyah yang terletak di

pembukaan surat (fawatiḥ al-Suwār), karena al-Qushayrī dalam penafsirannya

38

Abdul Munir, “Penafsiran Imām al-Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat (Studi

tentang Metode Penafsiran dan Aplikasinya)”(Disertasi: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2009).

Page 29: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

16

hanya cenderung pada makna ishārah dan mengabaikan pertautan makna lahir

ayat.

Dari beberapa penelitian sebelumnya secara khusus membahas tentang

komunikasi orang tua dan anak dengan pendekatan sufistik belum banyak

dilakukan. Maka, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi dalam

penulisan tesis ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan.

Secara garis besar tesis ini terdiri dari lima bab, tiap bab dibagi menjadi sub bab,

dan dari setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang mana antara

satu dan lainnya saling berkaitan. Adapun lima bab yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi pembahasan dengan

mengemukakan problem akademik yang melatarbelakangi permasalahan yang

akan dibahas. Kemudian permasalahan tersebut difokuskan dalam indikasi,

pembatasan dan pada akhirnya diperoleh sebuah rumusan masalah. Hal ini

bertujuan agar mendapatkan arah yang jelas dalam pembahasan. Bab ini juga

membahas metodologi penelitian dan kajian pustaka yang bertujuan untuk

menempatkan diri atas tema penelitian. Di akhir bab ini, penulis tampilkan

sistematika penelitian yang di dalamnya merupakan penguraian poin-poin yang

dibahas dalam penelitian ini. Bab ini penting dibahas untuk memberikan pijakan

yang kuat bahwa penelitian ini menarik untuk dibahas.

Page 30: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

17

Bab kedua adalah Al-Qushayrī dan Tafsīr Laṭaif al-Ishārat. Di bab ini,

penulis membahas biografi, kondisi sosial politik Imam al-Qushayrī dan

memberikan gambaran profil mengenai tafsirnya, juga mengulas pendekatan

ishārī dalam tafsir baik dari legalitas pemakaian, prasyarat Bab ini penting untuk

dibahas karena sesuai dengan pembatasan masalah yang diuraikan terfokus

terhadap pemikiran al-Qushayrī, juga mengungkap sejauh mana gerakan

sufistiknya.

Bab ketiga membahas mengenai komunikasi dan tafsir sufi. Dimulai

dengan tinjauan komunikasi yang berisi pengertian, unsur-unsur dan model-model

komunikasi. Bab ini juga membahas tinjauan tafsir sufi yang berisi pendekatan

ishārī dalam tafsir, tafsir baṭini dan perbedaan tafsir ishārī dan tafsir baṭini.

Bab keempat adalah berisi analisis komunikasi orang tua dan anak dalam

Tafsīr Laṭaif al-Ishārat. Sub bab pertama merupakan ayat-ayat komunikasi orang

tua dan anak dalam tafsir al-Qushayrī. Sub bab kedua merupakan penafsiran ayat

komunikasi orang tua dan anak dalam tafsir sufi. Di kedua sub tersebut masing-

masing disajikan dengan tema-tema yaitu: komunikasi antara Nabi Nūḥ dengan

Kan‟an, Nabi Ya‟qūb dengan anaknya, Luqmān dengan anaknya, dan Nabi

Ibrāhīm dengan Ismā‟īl. Adapun sub bab ketiga berisi nilai sufistik dalam tafsir

ayat komunikasi orang tua dan anak yang berisi tauhid, sabar, cinta, murāqabah,

raja’, riḍa dan tawakal. Perlunya pembahasan bab ini adalah untuk menampilkan

unsur sufistik komunikasi orang tua dan anak yang diuraikan dalam penafsiran al-

Qushayrī.

Page 31: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

18

Bab kelima merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan jawab

dari rumusan masalah penelitian ini, serta menemukan apa saja yang bisa diambil

atau dimanfaatkan sebagai saran dan rekomendasi setelah penelitian pemikiran al-

Qushayrī.

Page 32: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

19

BAB II

AL-QUSHAYRĪ DAN TAFSIR LAṬĀIF AL-ISHĀRĀT

A. Biografi Al-Qushayrī

Nama lengkap al-Qushayrī adalah Abū al-Qasim „Abd al-Karim ibn

Hawazin ibn „Abdul Malik Zain al-Islām al-Qushayrī al-Naisābūrī, dikenal

dengan nama Abu al-Qāsim. Ia lahir tahun 376 H di pinggiran kawasan Naisabur.1

Ayahnya meninggal saat ia kecil, kemudian keluarganya mengarahkannya untuk

menuntut ilmu. Pada akhirnya, ia menjadi tokoh yang menguasai ilmu bahasa

Arab, Fiqh dan Ushul Fiqh sampai akhirnya ia wafat pada tahun 465 H.2

Selain ilmu-ilmu di atas, al-Qushayrī juga mempelajari Ṭariqat

Junaidiyyah3 dari bimbingan Abū al-Ḥasan ibn al-Daqqāq (w. 448 H)

4 yang

merupakan salah satu guru besar sufi di masanya.5 Ia berguru kepada Abū Bakar

al-Ṭusī6 pengarang kitab al-Lummā‟ (w. 378 H), Ibn Furak (w. 406 H),

7 al-

Asfarayainī (w. 418 H),8 lalu ia menyempurnakan studinya dengan mempelajari

1 Al-Sayyid Muḥammad „Alī Yāzī, al-Mufassirūn Hayatuhum wa Manhajuhum h. 603

2Al-Taftazanī, Madkhal ilā Tasawwuf al-Islāmī (kairo:Dār al-Thaqafah, t.t), h. 146.

3Aliran sufi yang disandarkan kepada Abū al-Qasim al-Junaid ibn Muhammad al-

Baghdadī. 4 Nama lengkapnya adalah Abū „Ālī al-Ḥasan bin „Āli al-Nasaburī, yang populer dengan

nama al-Daqqāq. Lihat Abū al-Qāsim „Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qushayrī, al-Risālat al-

Qushayrīyah fī „Ilm al-Taṣawwūf, terj. Mohammad Luqman Hakiem (Beirut: Dār al-Khair, tt), h.

xvii. 5Al-Sayyid Muḥammad „Alī Yāzī, al-Mufassirūn Hayatuhum wa Manhajuhum h. 603.

6 Nama lengkapnya adalah Muḥammad bin Abū Bakr al-Ṭusī (385-460 H./995-1067 M).

Al-Qushayrī belajar bidang fiqih kepadanya. Studi itu berlangsung tahun 408 H./1017 M. Lihat al-

Qushayrī, al-Risālat al-Qushayrīyah fī „Ilm al-Taṣawwūf, h. xvii. 7 Nama lengkapnya adalah Muḥammad Ibn al-Ḥusain bin bin Furak al-Anṣārī al-

Aṣbahānī (w. 406 H./1015 M). Ia adalah ulama ahli ilmu ushul. Kepadanya, al-Qushayrī belajar

ilmu kalam. Lihat al-Qushayrī, al-Risālat al-Qushayrīyah fī „Ilm al-Taṣawwūf, h. xvii. 8 Abu Isḥāq – Ibrāhīm bin Muḥammad bin Mahran al-Asfarayainī (w. 418 H./1027 M.). ia

adalah ulama fiqih dan ushul. Hadir di Asfarayain, di sana (Naisabur) ia dibangunkan sebuah

madrasah yang cukup besar, dan al-Qushayrī belajar di sana. Di antara karya Abū Isḥāq adalah al-

Jāmi‟ dan al-Risālah. Ia pernah pernah berpolemik dengan kaum Mu‟tazilah. Padanya al-Qushayrī

belajar Ushuluddin. Lihat al-Qushayrī, al-Risālat al-Qushayrīyah fī „Ilm al-Taṣawwūf, h. xvii.

Page 33: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

20

kitab al-Baqīlānī al-Ash‟ārī (w. 403 H). Pada fase kedua studinya, ia menimba

ilmu kepada al-Daqqāq, ketika Imam al-Daqqāq wafat, ia belajar kepada „Abd al-

Raḥmān al-Sulamī.

Al-Qushayrī merupakan seorang tokoh besar sufi sekaligus seorang

mufassir yang hidup pada adab ke 5 H.9 Ajaran tasawufnya merupakan sintesa

dari ajaran shari‟ah dan ḥakikat tokoh besar sunni yang berusaha

mempertahankan dari pengaruh aqidah Mu‟tazilah, Karamiyyah, Mujassimah, dan

Shi‟ah.

Selain terkenal piawai dengan kajian tasawuf, ia juga biasa memberikan

sumbangan pemikirannya terhadap persoalan fikih. Terkait madzhab fiqih, ia

merupakan pengikut madzhab Shafi‟ī. Sedangkan madzhab kalamnya adalah

Ash‟ariyah.10

Karya-karyanya adalah

1. Al-Taysīr al-Kabīr yang lebih dikenal dengan al-Taysīr fī al-Tafsīr;

Dinamakan al-Taysīr al-Kabīr, merupakan kitab pertama yang disusun al-

Qushayrī pada tahun 410 H./1019 M). Tiga ulama besar: Ibn Khalkān, Taj

al-Dīn al-Subkī, dan Jalal al-Dīn al-Suyūthī mengatakan, “Kitab tafsir

susunan al-Qushayrī merupakan sebuah kitab tafsir yang paling bagus dan

jelas.”

9 Pendapat lain seperti Muhammad Tholhah Hasan dalam bukunya Wawasan Umum

Ahlussunnah wal Jama'ah menjelaskan tokoh sufi Sunni ini muncul pada abad ke-4 hijriyah (437

H/1045 M). Al-Qushayrī dikenal sejak menulis kitab al-Risalat atau lebih dikenal Risalat Al-

Qushayrīyah, sebuah kitab tasawuf yang mengangkat kerangka teoritis tasawuf walaupun

kajiannya agak umum dan ringkas. Kitab ini ditulis al-Qushayrī untuk menjawab kritik-kritik yang

dilontarkan oleh mereka yang tidak suka tasawuf dan untuk meluruskan meluruskan berbagai

pernyataan sufi yang menyimpang dari garis-garis kebenaran, yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan baik dari sisi agama, akal maupun alasan lain. Lihat Muhammad Tholhah

Hasan, Wawasan Umum Ahlussunnah wal Jama'ah (Jakarta: Lantabora, 2006), cet. 1, h. 57-58. 10

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt (Beirut: Dār al-Kutb al-„Ilmiyah, 2007), jilid 1, h. 3.

Page 34: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

21

2. Al-Arba‟ūn fī al-Ḥādīth;

Dalam kitab ini al-Qushayrī memaparkan 40 hadis Rasulullah saw. yang

beliau dengar dari gurunya, Abu Ali Ad-Daqqāq dengan sanad yang

muttashil, yakni bersambung sambung hingga ke Nabi saw.

3. Laṭā‟if al-„Ishārāt;

Kitab ini yang sedang penulis teliti, tafsir al-Qur‟an lengkap 30 juz, yang

terdiri dari 6 jilid yang diterbitkan oleh Dār al-Kātib al-„Arabī Kairo tahun

1971 M., dengan pentaḥqīq Ibrāhīm Baisūnī dan kata pengantar Ḥasan

„Abbās Zakī.11

4. Al-Risālāt yang lebih dikenal dengan Risālat al-Qushayrī;

Kitab ini cukup sering dikutip oleh kitab-kitab yang muncul setelahnya.

Karangannya sekitar 17 mencakup dalam bidang tasawuf, tafsir, syair dan

hadis. Kitab Risālat al-Qushayrīyah disusun dilatar belakangi oleh

banyaknya orang yang salah faham mengenai ajaran tasawuf. Seiring

dengan meninggalnya para guru-guru sufi, banyak pengamal tasawuf yang

kemudian seakan meremehkan syariat. Mereka meremehkan perkara salat,

puasa dan lainnya. Hal ini menjadikan al-Qusyairī prihatin dan menyusun

kitab ini. Dalam kitab ini ia dokumentasikan tentang ajaran serta biografi

para sufi tekemuka agar bisa menjadi teladan dalam memahami tasawuf.

Kitab ini terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian pengantar membahas

dasar-dasar tauhid yang difahami para sufi. Disusul kemudian fasal

pertama yang menjelaskan beberapa istilah yang dikenal dalam ilmu

11

Abū al-Qāsim „Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qushayrī, Laṭāif al-Ishārāt (Kairo: Dār al-

Kātib al-„Arabī, 1971).

Page 35: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

22

tasawuf. Fasal kedua menjelaskan tahapan-tahapan menapaki jalan

tasawuf, fasal ketiga menjelaskan berbagai keadaan (ḥal) yang dialami

para sufi serta pembahasan mengenai karamah. Fasal keempat berisi

biografi para sufi yang menjelaskan riwayat hidup serta ajaran-ajaran

mereka secara singkat. Ada sekitar 83 sufi yang biografinya dicantumkan

dalam kitab ini.12

5. Ādāb al-Ṣūfiyyah;

6. Aḥkām al-Simā‟;

7. Shikāyat Ahl al-Sunnah bi Ḥikāyah mā Nālahum min al-Miḥnah;

8. Tartīb al-Sulūk;

9. Ḥayāt al-Arwāḥ;

10. Naḥw al-Qulūb al-Ṣaghīr;

11. Naḥw al-Qulūb al-Kabīr;

12. Aḥkām al-Shar‟ī;

13. Balaghat al-Maqāṣid fī al-Tasawwuf;

14. Al-Tawḥīd al-Nabawī;

15. Al-Dhikr wa al-Dhākir;

16. Sharḥ Asma al-Ḥusnā;

17. Nāsikh al-Ḥadīth wa Mansūkhuh;

18. Al-Fuṣūl fī al-Uṣūl;

19. Al-Luma‟ fī al-I‟tiqad;

20. Al-Mi‟raj;

21. Al-Munājah;

22. Al-Taḥbīr fī Tadhkīr, dan lain-lain.

Dari banyaknya ragam karya yang dibuat oleh al-Qushayrī, menunjukan

kapasitasnya sebagai ulama yang mashur. Ia juga merupakan ulama yang diklaim

yang kontroversial dan tidak menyimpang dengan pemikiran Islam, meski ia

meskipun memiliki kapasitas dan kredibilitas pemahaman yang baik.13

Luasnya pengetahuan dan keilmuanya diperoleh dari banyak gurunya

seperti: Abū „Abdurraḥman Muḥammad ibn al-Ḥusin ibn Muḥammad al-Azdī al-

12

Diakses dari http://www.habiblutfi.net/index.php/artikel/item/452-mengenal-kitab-

risalah-qusyairiyah 13

Arsyad Abrar, Memahami Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode (Ciputat: Cinta Buku

Media, 2015), h. 72.

Page 36: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

23

Sulamī, Abū Bakr Muḥammad ibn Ḥusain al-Ṭūsī, Ibn Furak, al-Asfarayinī, dan

lain sebagainya.

B. Kondisi Sosial Politik al-Qushayrī

Tahun 205-259 H, Naisabur menjadi pusat kerajaan Thahiriyyah.14

Di

bawah dinasti ini, Naysabur menjadi pusat peradaban dan ekonomi. Pada

perkembangan selanjutnya, terjadi pergantian dinasti yaitu dari dinasti

Thahiriyyah ke dinasti Shafariyyah15

pada tahun 254 H. Kemudian, muncul

dinasti Samaniyyah (266-389 H).Pada masa dinasti tersebut, Naysabur menjadi

pusat kota Islam dan berada dalam masa keemasan di bidang pembangun dan

pemikiran. Pada masa tersebut berkembang madzhab fiqih Ḥanafiyyah dan

Shāfi„īyyah. Akhir abad ke-4, atau memasuki abad ke-5, Naysabur menjadi pusat

ilmu tasawuf.

Melihat keadaan sosial-politik dan intelektual singkat di atas, maka

keilmuan dan pemikiran al-Qushayrī mendapat pengaruh yang besar oleh keadaan

sosial-politik dan intelektual pada masa itu. Dalam pengaruh-pengaruh tersebut,

al-Qushayrī menjadi tokoh yang mensintesakan antara sisi eksoteris (syari‟at)

dengan sisi esoteris (tasawuf) Islam. Hal ini akan tercermin dalam komentarnya di

dalam tafsirnya.

Secara kategoris, tafsir dapat dipetakan menjadi dua pengertian, yakni

tafsir sebagai produk dan tafsir sebagai proses. Tafsir sebagai produk

14

Kerajaan Thahiriyyah merupakan kerajaan pertama yang mendirikan Negara semi-

independen di sebelah timur Baghdad yang dipimpin oleh Ṭāhir ibn al-Ḥusayn dari Khurasan.

Lihat Philip K. Hitti, History of The Arab (Jakarta: PT. Serambi Ikmu Semesta, 2010), h. 585. 15

Dinasti ini bermula di Sijistan yang berkuasa d Persia selama 41 tahun (867-908),

didirikan oleh Ya‟qub bn al-Laits al-Shaffar. Lihat Philip K. Hitti, History of The Arab, h. 586.

Page 37: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

24

(interpretation as product) adalah tafsir yang merupakan hasil dialektika seorang

mufassir dengan teks dan konteks yang melingkupinya, yang kemudian ditulis

dalam kitab-kitab tafsir, baik secara lengkap 30 juz, maupun hanya sebagian saja

dari ayat al-Qur‟an. Sementara tafsir sebagai proses (interpretation as process)

adalah aktivitas berfikir terus menerus yang dilakukan untuk mendialogkan teks

al-Qur‟an dengan realitas yang berkembang. Dialog komunikasi antara teks al-

Qur‟an yang terbatas dengan konteks yang tak terbatas selalu dilakukan oleh

mufassir sehingga tafsir merupakan sebuah proses yang tidak pernah selesai

sampai hari kiamat. Artinya, tafsir dalam pengertian ini bersifat dinamis karena

memang dimaksudkan untuk menghidupkan teks dalam konteks yang terus

berubah dan berkembang.16

C. Profil Kitab Laṭāif Al-Ishārāt

Secara umum, tafsir Laṭāif al-Ishārāt karya Abū al-Qāsim „Abd al-Karīm

ibn Hawazin ibn „Abd al-Mālik Zain al-Islām al-Qushayrī al-Naisābūrī, dikenal

dengan nama al-Qushayrī adalah tafsir al-Qur‟an lengkap 30 juz, yang terdiri dari

6 jilid yang diterbitkan oleh Dār al-Kātib al-„Arabī Kairo tahun 1971M., dengan

pen-taḥqīq Ibrāhīm Basūnī dan kata pengantar Ḥasan „Abbās Zakī.17

Adapun rincian setiap jilidnya sebagai berikut:

1. Jilid 1 berisi: pengantar, pembahasan tentang penasiran surat al-

Fatiḥah – surat Ali „Imrān.

2. Jilid 2 berisi: pembahasan penasiran surat al-Nisā` - al-Anfāl

16

Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta:LKIS, 2010), h. 32. 17

Abū al-Qasim „Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qushairī, Laṭāif al-Ishārāt (Kairo: Dār al-

Kātib al-„Arabī, 1971).

Page 38: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

25

3. Jilid 3 berisi: pembahasan penasiran surat al-Taubah – al-Naḥl.

4. Jilid 4 berisi: pembahasan penasiran surat al-Isrā` - al-Furqān

5. Jilid 5 berisi: pembahasan penasiran surat al-Shu‟arā – al-Fatḥ

6. Jilid 6 berisi: pembahasan penasiran surat al-Ḥujurāt – al-Nās

Para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an menggunakan

metode penafsiran18

yang bermacam-macam sesuai dengan kecenderungannya

masing-masing, sosio-kultur, dan backgroud keilmuan yang mereka tekuni. Untuk

itu, sebelum menjelaskan metode al-Qushayrī dalam menafsirkan al-Qur‟an,

terlebih dahulu penulis perlu jelaskan diskursus tentang metode penfsiran, agar

dalam menganalisa metode penafsiran al-Qushayrī menjadi komprehensif dan

valid.

Berkaitan dengan metode penafsiran, sejauh pengamatan penulis telah

terjadi perbedaan format antara ulama yang satu dengan yang lain. Hal ini

misalnya ada di antara mereka yang membagi metode tafsir kepada tiga bagian,

yaitu: Metode tafsīr bi al-Ma‟thūr,bi al-ra‟yī, dan bi al-Ishārī.19

Sementara ulama

lain, seperti yang dipelopori oleh al-Farmawī membagi metode penafsiran kepada

empat macam, yaitu: Taḥlīlī, Ijmālī, Muqaran, dan Mauḍū‟ī.20

Terkait hal ini,

penulis dalam penelitian ini mengikuti metodenya al-Farmawi.

18

Metode penafsiran adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai

pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud oleh Allah swt. di dalam ayat-ayat al-Qur‟an.

Hal ini memberikan gambaran bahwa metode penafsiran merupaan perangkat dan tata kerja yang

digunakan oleh seseorang mufassir dalam proses penafsiran al-Qur‟an. Nasruddin Baidan,

Metodologi Penafsiran al-Qur‟an (Yogyakarta;Pustaka Pelajar,1998), h.2 19

Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh Gusmian, pernah menyebut tafsir bi al-

Ma‟thur sebagai corak, ditempat lain ia menyebutkan sebagai cara, pendekatan. Dan bi al-Ma‟thur

ini dikelompokkan ke dalam bagian metode tahlili. Lihat Islah Gusmian, Khazanah tafsir

Indonesia;Dāri Hermeneutik hingga Idiologi (Bandung:Teraju, 2003), h.113. 20

Abū Ḥayy Al-Farmāwī (selanjutnya disebut al-Farmāwī), Al-Bidayah fīTafsīr al-

Mauḍū‟ī, terjemahan:Suryan A. Jamrah (Jakarta:PT. Raja Grafindo,1996), h. 11.

Page 39: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

26

Sebagaimana telah disinggung di atas, al-Qushayrī sebagai seorang yang

mempunyai backgroud sufi, secara metodis ia tidak membatasi hanya menafsirkan

makna lahir ayat yang bertumpu pada analisis bahasa saja, tetapi juga berusaha

menyingkap makna batin yang yang terdapat dari ayat tersebut. Penyingkapan

makna batin suatu ayat erat kaitannya dengan riyazah dan mujahadah. Hal itu

sebagaimana yang dikatakan oleh Ibrāhīm Basūnī:

Bahwa tafsir ishari sangat erat kaitannya dengan riyazah dan mujahadah

yang dapat dihasilkan dengan kesucian hati dan ia merupakan buah dari

dua hal penting, yaitu perbuatan manusia yang bersifat kasbī dan karunia

Ilahī yang bersifat given.21

Jika bertitik tolak dari pandangan al-Farmāwī yang mengklasifikasikan

metode tafsir kepada empat bagian: taḥlīlī, ijmālī, muqāran dan mawḍū‟ī, maka

kitab tafsir Laṭāif al-Ishārāt menggunakan metode taḥlīlī, yakni menafsirkan al-

Qur‟an ayat per ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai dengan tartib

mushafi.22

Penafsiran tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandug ayat

yang ditafsirkan, mulai dari kosa kata, konotasi kalimat, Asbāb al-Nuzūl,

munasabah, dan pendapat-pendapat mengenai ayat tersebut baik dari Nabi saw.,

sahabat, tabiin atau ahli tafsir lainnya.23

Adapun metodologi al-Qushayrī dalam tafsirnya adalah:24

1. Membahas keseluruhan ayat al-Qur‟an

Kitab Laṭaif al-Ishārī memuat tafsiran dari keseluruhan ayat al-Qur‟an.

Hal ini berbeda dengan kitab tafsir bercorak sufi seperti Tafsīr al-Sulamī.

21

Ibrāhīm Bashūnī, al-Imām al-Qushairī:Sirātuh, Asāruh, madhhabuh fī al-Taṣawwuf

(Kairo:Majma‟ Buḥūs al-Islamiyyah,1972), h. 109. 22

Al-Farmāwī, al-Bidayah fīTafsīr al-Mauḍū‟ī, h. 11. 23

Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, h.13 24

Musa‟id Muslim Ali Ja‟far, Manāhij al-Mufassirin (), h.228.

Page 40: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

27

2. Mengungkapkan nilai-nilai tasawwuf

3. Tidak terjebak dengan permainan kata

4. Menjelaskan sisi fiqih

Tafsir Laṭaif al-Ishārī bisa juga disebut tafsir yang menggabungkan antara

tasawuf dan fiqih. Walau secara umum dalam tafsir ini tidak membahas

fiqih secara detail, tapi terkadang menjelaskan secara panjang dengan

menyertakan riwayat yang mendukung.25

Adapun ketika menjelaskan

masalah fiqih, maka hanya sebatas anjuran untuk mengungkapkan makna

batin dan mengetahui subtansinya. Contohnya ketika menafsirkan QS. al-

Isrā` [17]: 78.26

اللص ا ع بلعقفالعكتععاةلالص .وةجنمالعل مففععرةاللالص .وقزعال بةرويعدقعتر العدىشمفع وجعالن طسىالعفعرالعيىلقير. أى. ةلالص توعفر قداعدبععلعلنعكيل ات. مةليرعلالعومعيرالعفعطسبالعلإع

Shalat adalah kunci perbendaharaan dari pintu rizki. Shalat adalah wukūf

(berhentinya) hati yang terasyikkan di dalam munajat (pengharapan).

Shalat adalah istirahatnya hati di dalam merenungi kehendaknya dan

dikatakan shalat adalah berhentinya hati untuk menggapai ridha ilahi.

Adapun perbedaan waktu shalat agar hamba kembali kepada kesucian diri

pada kesinambungan siang dan malam.

5. Memuat bagian khusus yang disebut faṣl

Faṣl di tafsir Laṭaif al-Ishārī adalah bagian yang berisi pembahasan dan

uraian yang penting.

25

Contoh ketika menafsirkan persoalan bismillāh. 26

QS. al-Isrā` [17]: 78.

Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan

(dirikanlah pula shalat) subuh[865]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh

malaikat).”

Page 41: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

28

6. Menjelaskan sisi bahasa27

Seperti ketika membahas huruf “ba” dalam kata bismillah. Menurutnya,

huruf ba merupakan huruf taḍmin yang maksudnya bahwa dengan Allah

muncul segala yang baru, dengan-Nya ada makhluk dan tidak ada segala

yang ada di dunia kecuali karena adanya Allah.28

D. Manhaj Al-Qushayrī dalam Tafsirnya

Dalam teorinya al-Qushayrī lebih mengkompromikan dan menggabungkan

antara sisi zahir teks dan nilai batinnya. Karena kedua hal tersebut merupakan

dasar yang harus seimbang. Hal ini menunjukan bahwa ulama sufi tidak

selamanya identik dengan makna yang tidak terjangkau akal.29

Dalam tafsirnya,

kata ishārat atau isyarat adalah kata yang banyak ditemukan. Hal ini bisa

dijadikan karakteristik yang menunjukan bahwa ia bermaksud memunculkan

makna terdalam dari al-Qur‟an. Ia juga sangat sadar dengan banyaknya

menyertakan kata isyarat ini karena sangat penting. Karena pada masa nabi dan

sahabat pun telah ada tafsir ishārī yang menitik beratkan pada isyarat terdalam al-

Qur‟an seperti disebutkan al-Dhahabī.30

27

Terkait pembahasan bahasa, al-Qushayrī memberikan penjelasan bahwa bahasa punya

sisi spiritual yang berdampak kepada pemahaman yang berbeda dengan tafsir atau pemahaman

yang umum. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sisi spiritual berbeda dengan apa yang ada

dikajian sastra, karena sisi spiritual bahasa didapat secara intuitif. Lihat Arsyad Abrar, Memahami

Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode, h. 106. 28

Al-Qushayrī, Laṭāif al-Ishārāt, jilid 1, h. 56. 29

Arsyad Abrar, Memahami Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode (Ciputat: Cinta Buku

Media, 2015), h. 114. 30

Muḥammad Ḥusayn al-Dzahabī, Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Kairo: Maktabah Wahbah,

2000), h. 261.

Page 42: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

29

Walaupun banyak menggunakan kata isyarat, al-Qushayrī juga terkadang

langsung menjelaskan makna ayat tanpa menggunakan kata isyarat.31

Salah

satunya ketika ia menafsirkan QS. al-Baqarah [2]: 3, yang menyebut bahwa

hakikat iman adalah pembenaran (taṣdīq) dan penerapan (taḥqīq).32

Dalam menjelaskan isyarat al-Qur‟an dalam penafsirannya, al-Qushayrī

menggunakan metode penyajian yang bermacam-macam. Di antaranya adalah

sebagai berikut:

1. Pembahasan bahasa

Di dalam tafsirnya al-Qushayrī bertujuan menemukan isyarat-isyarat dan

rahasia simbolik sesuai yang dilakukan oleh ahli mujahadah dan alur iradah, dan

menyerukan jalan hakikat. Pada sisi lain, ketika menafsirkan suatu ayat, langkah

pertama yang ia lakukan adalah tetap berpegang pada metode umum, yakni

menafsirkan ayat dengan pendekatan lughāwī,33

langkah selanjutnya baru ia

menafsirkan dengan pendekatan ishārī. Sebagai contoh ketika ia menafsirkan QS.

al-Baqarah [2]: 193.

Isyarat yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah tentang

mujāhadahdiri. Karena musuhmu itu adalah dirimu sendiri yang ada

disampingmu. Maksudnyadapatkanlah metode riyadhah sehingga tidak

ada sesuatu yang tersisa dari sisi manusiawi……….34

31

Arsyad Abrar, Memahami Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode, h. 114. 32

Al-Qushayrī, Laṭāif al-Ishārāt, jilid 1, h. 68.. 33

Terkait pembahasan lughawi atau bahasa, al-Qushayrī memberikan penjelasan bahwa

bahasa punya sisi spiritual yang berdampak kepada pemahaman yang berbeda dengan tafsir atau

pemahaman yang umum. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sisi spiritual berbeda dengan apa

yang ada dikajian sastra, karena sisi spiritual bahasa didapat secara intuitif. Lihat Arsyad Abrar,

Memahami Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode, h. 106.

Adapun contoh pembahasan bahasa adalah ketika membahas huruf “ba” dalam kata

bismillāh. Menurutnya, huruf ba merupakan huruf taḍmin yang maksudnya bahwa dengan Allah

muncul segala yang baru, dengan-Nya ada makhluk dan tidak ada segala yang ada di dunia kecuali

karena adanya Allah. 34

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, Juz I, h.173.

Page 43: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

30

Selain itu, al-Qushayrī juga berargumen bahwa setiap lafal dan huruf-

huruf al-Qur‟an mempunyai makna yang selalu baru, meskipun terulang-ulang

lafal, huruf dan ayatnya. Sebagai contoh tentang kalimat basmalah yang diulang

diawal setiap ayat kecuali surat al-Taubah, menurutnya mempunyai maksud dan

isyarat yang khusus bagi surat yang dibukanya.35

Ia mengatakan diawal tafsirnya ketika menafsirkan surat al-Fātiḥaḥ :

Maka ketika Allah swt. mengulang ayat ini yakni bismillāhi al-raḥmān al-

raḥīm dalam setiap surat dan menetapkan bahwa dalam setiap surat

tersebut Allah swt. ingin kami menyebutkan isyarat-isyarat ayat ini

dengan kata yang tidak diulang dan isyarat yang tidak berlawanan.36

Selanjutnya, al-Qushayrī juga tidak meninggalkan pembahasan mengenai

I‟rab bahasa. Seperti ketika menafsirkan QS. al-Fatiḥah [1]:

مضعالتفعحاللمسعافعءالب ،تعلاملخعتدجووا،وتثدالتهظللايع؛أيععنع،مقعسنعملصح،وقعلمعثدحنعممف ،درموجحنعميعغ،وبغوثأويعق العنم،وملكوق الع،وهدعجوق لعال إ-للعومكح،وللطومسعر،وجشومنعوفتععانعمفعوا،ود العنمدحجوا،ووح دنعوجدموب،فهدععق العلإ،وهؤدعا

.فتررعانعمل فتوا،و

Huruf ba (huruf tadmin) di dalam lafaz bismillāh. Maksudnya, dengan

Allah muncul segala yang baru dengan-Nya juga ada seluruh makhluk, dan

tidaklah ada segala yang ada di dunia ini kecuali dengan keberadaan diri-

Nya. Kerajaan Allah nyata, wujud Allah nyata dari Allah semua berawal

dan kembali kepada Allah. Karena Allah (ia) mengetahui orang yang

mengesakan dan karena (ia) Allah ia mengetahui orang yang melanggar

hukum, ia tahu orang yang berdosa yang mengakui dosanya dan (ia) Allah

mengetahui orang yang gagal dalam beribadah.

Meskipun membahas perihal bahasa, tapi tidak terjebak pembahasan yang

panjang, dan hanya menjelaskan secara singkat.

35

Musa‟id Muslim Ali Ja‟far, Manahij al-Mufassirin, h. 229. 36

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, Juz I, h. 56.

Page 44: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

31

2. Menjelaskan sisi fiqih

Tafsir Laṭaif al-Ishārī bisa juga disebut tafsir yang menggabungkan antara

tasawuf dan fiqih. Walau secara umum dalam tafsir ini tidak membahas fiqih

secara detail, tapi terkadang menjelaskan secara panang dengan menyertakan

riwayat yang mendukung.37

3. Memuat bagian khusus yang disebut faṣl

Faṣl di tafsir Laṭaif al-Ishārī adalah bagian yang berisi pembahasan dan

uraian yang penting.

4. Menafsirkan dengan ayat lain

Di banyak tempat, dalam penafsirannya al-Qushayrī menggunakan ayat

lain untuk menguatkan pendapatnya. Cotoh dalam menafsirkan QS. al-Baqarah

[2]: 8.

حملاونكنعمعالنعمعالرعأتعد تم لو أهنرعمهعلص هعه تريعذال فعالن نمثركعنفقيفالد رعكللعترون ،لهيرعف

امل فلمنالن ر{]النسء::}إن لعل[و541السع

.معهاارذعدعدزعيرلعمعهرفنعدممللقيرو :}واللللعتراللن إ،فالرعالعقدعصمعهععفنرعيرلعالحعالقدعاصع

ن{ نفقيلكذاهدإن امل ن:يشع [5]املنفق

Dan ketika ucapan-ucapan mereka sunyi dari makna (tak berarti yang ada

hanya dosa yang mereka lakukan kepada Allah, banyak memberikan efek

keraguan-raguan/ khayalan/ angan-angan karena Allah berfirman:

“sesungguhnya orang munafik mereka tentu tidak bertambah dosa”.

Ketika meniadakan ruhani yang benar masa perkataannya tidak bisa memberi

manfaat. Allah berfirman: “Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-

orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”

37

Contoh ketika menafsirkan persoalan bismillāh.

Page 45: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

32

5. Menafsikan dengan menggunakan hadis nabi

Selain menafsirkan dengan ayat lain, al-Qushayrī juga menggunakan hadis

nabi untuk menjelaskan makna al-Qur‟an. Contoh dalam menafsirkan QS. al-

Baqarah [2]: 7.

دوعرونععمعهارعلرتعلغشمعبعلرفعلئسملعاتقيرعقتعنلعجومعلالعاطخفاصم الأوذ،لصالعصلكلذن إ،وةطاسولامعهيعلعق العارسعأ الللىصالللعسرلامل سوويعلع « عممالعفعنكدعقل: ثر العذهفر«معفرتعم أفعنعكينعإفنمد د ثحما

ارنعمصعصمعمعلعالعبحصن أمكاصالعنمصعصمع .امالعيع

Maka adapun orang-orang yang khawās. Maka terbersitnya pengetahuan,

sehingga pengetahuan itu menjadi pem-filter (pemeriksa) masalah-masalah

dalam hatinya sehingga hatinya sibuk dengan wirid yang menghantarnya

tersingkapnya rahasia tanpa perantara dan itu hanya dicapai bagi hamba

yang khusūsi al-khusūs karena Nabi saw. bersabda: “sesungguhnya tiap-

tiap umat terdapat “muḥaddathūn” (orang yang diberi ilham). Maka jika

mereka dari umatku di dalamnya Umar ibn Khaṭṭāb adalah termasuk

kelompok tersebut. Orang yang diberi ilham ini khusus dari hamba yang

istimewa sebagaimana orang yang berilmu dikhususkan dari orang yang

awam (orang yang tidak berilmu).

Penafsiran al-Qushayrī di atas menunjukkan bahwa ketika ia menjelaskan

makna ayat terkadang memuat dan menampilkan hadis sebagai rujukkan.

Page 46: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

33

BAB III

KOMUNIKASI DAN TAFSIR SUFI

A. Tinjauan Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Secara etimologi, komunikasi mempunyai arti hubungan atau

perhubungan. Istilah “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu

“communicatio” akar katanya “communis” yang berarti “sama”, dalam arti

“sama makna”, yaitu sama makna mengenai suatu hal.1

Sedangkan secara istilah, banyak yang memberikan penjelasan. Di

antaranya Teuku May Rudy yang menjelaskan bahwa komunikasi merupakan

proses penyampaian pengertian, informasi-informasi, pesan-pesan, atau gagasan

dengan menggunakan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna,

secara verbal ataupun non verbal dari seseorang atau sekelompok orang kepada

seseorang atau kelompok lain agar mencapai pengertian atau kesepakatan

bersama.2 Kesepakatan bersama menjadi penting karena keberlangsungan

komunikasi berjalan baik, jika terdapat kesamaan makna mengenai suatu yang

dikomunikasikan.3

Komunikasi, biasanya mempunyai tujuan-tujuan khusus. Tapi, terkadang

komunikasi juga tidak mempunyai tujuan khusus, seperti sekedar memberi salam

1 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),

cet. IV, h. 3. 2 Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional (Bandung: PT

Refika Adimata, 2005), h. 1. 3 Syaiful Bahri Djamarah,, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h .11.

Page 47: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

34

dan bertegur sapa. Adapun komunikasi yang mempunyai tujuan khusus sering

diistilahkan dengan komunikasi dalam pengertian paradikmatik.

Komunikasi dalam pengertian paradikmatik merupakan proses

penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan memberi

tahu, memberikan pendapat (opinion), mengubah sikap (attitude) atau mengubah

perilaku (behavior) baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui

media.4

Jadi, pada umumnya komunikasi adalah proses menyampaikan suatu

pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Hal ini, menunjukan bahwa

komunikasi melibatkan sejumlah orang yang seseorang itu menyatakan sesuatu

kepada orang lain.5

2. Unsur-unsur Komunikasi

Dalam berkomunikasi terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Komunikator

Komunikator memegang peranan yang sangatlah penting dalam

komunikasi, karena komunikator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada

khalayak. Untuk itu, komunikator ini bisa disebut sebagai pengirim, sumber,

source, atau encoder.6

4 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 5.

5 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 4.

6 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002), h. 89.

Page 48: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

35

b. Pesan (massage)

Untuk memaknai pesan dengan mudah bisa dengan mengibaratkan ketika

seseorang berbicara, maka kata-kata yang diucapkan itu adalah pesan.7

c. Komunikan

Komunikan biasa diistilahkan dengan receiver atau penerima atau audien

adalah bagian dari target atau sasaran dari pesan.8

d. Enkoding (encoding)

Istilah enkonding dalam istilah bahasa Inggris “encoding” merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh sumber untuk menerjemah pikiran dan ide-idenya

ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh indra penerima.9

e. Decoding (decoding)

Decoding merupakan kegiatan menerjemahkan atau menginterpretasikan

pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima.10

f. Saluran (channel)

Saluran atau “channel” adalah jalan yang dilalui pesan sehingga pesan

tersebut sampai kepada penerima.

g. Umpan balik (feedback)

Umpan balik adalah tanggapan dari penerima pesan (komunikan) atas

pesan yang disampaikan.

7 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2004), h. 14. 8 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, h. 15.

9 Andy Corry Wardhany Morrisan, Teori Komunikasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009),

h. 18. 10

Andy Corry Wardhany Morrisan, Teori Komunikasi, h. 20.

Page 49: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

36

h. Gangguan (noise)

Unsur yang biasa terdapat pada komunikasi yang tidak boleh dilupakan

adalah gangguan. Gangguan merupakan salah satu unsur yang mengintervensi

proses pengiriman pesan. Apabila terdapat banyak gangguan pada komunikasi,

dapat menghambat sampainya pesan pada tujuan.11

Walaupun unsur komunikasi banyak, tapi dalam proses sebuah

komunikasi, paling tidak terdapat tiga unsur. Adapun ketiga unsur terpentingnya

adalah komunikator, pesan dan komunikan.12

Kalau ketiga unsur tersebut

terpenuhi, maka komunikasi bisa berjalan.

2.1 Diagram Proses Komunikasi Sederhana

3. Model-model Komunikasi

a. Komunikasi Verbal

Dalam berkomunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-

lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat

verbal berupa kata-kata.13

Komunikasi verbal sendiri adalah suatu kegiatan

komunikasi antara individu atau kelompok menggunakan bahasa sebagai

perhubungan. Dalam prosesnya, komunikasi bisa berlangsung dengan baik bila

11

Andy Corry Wardhany Morrisan, Teori Komunikasi, h. 21-22. 12

YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 1988), h. 96. 13

Supraktiknya, Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis (Yogjakarta: Kanisius,

1995), h. 30.

KOMUNIKATOR PESAN

(massage) KOMUNIKAN

Page 50: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

37

komunikan dapat menafsirkan secara tepat pesan yang disampaikan oleh

komunikator melalui bahasa dalam bentuk kata-kata atau kalimat.14

Dalam

kaitannya dengan komunikasi antara orang tua dan anak, orang tua berusaha

mempergaruhi anak baik secara pikiran atau emosi. Hal ini, memungkinkan anak

berusaha menjadi pendengar yang baik untuk menafsirkan pesan-pesan yang

disampaikan oleh orang tua tersebut.15

b. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-

kata. Dalam komunikasi non verbal sering dipakai orang tua dalam

menyampaikan suatu pesan terhadap anak. pesan non verbal dapat

menerjamahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati

tanpa harus menggunakan kata-kata. Cukup menggunakan tepuk tangan, pelukan,

usapan tangan, dan sebagainya mampu mengekspresikan maksud, gagasan,

ataupun keinginan.16

c. Komunikasi Tulisan

Komunikasi tulisan adalah proses penyampaian pesan, dimana tidak

menggunakan kata-kata dalam pengucapkannya mereka hanya menggunakan

bahasa-bahasa non verbal, dan salah satunya adalah menyampaikan pesan secara

tertulis. Komunikasi tulisan ini salah satu yang digunakan dalam menjalin

komunikasi dalam antara orang tua dengan anak dalam suatu hubungan

14

Sayiful Bahri Jamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, h. 43. 15

Sayiful Bahri Jamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, h. 44. 16

Sayiful Bahri Jamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, h. 45.

Page 51: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

38

keluarga.17

Komunikasi ini mempunyai peran untuk menyampaikan pesan kepada

orang lain yang terkendala dengan jarak.

d. Komunikasi Simbol

Komunikasi yang terungkap lewat simbol adalah komunikasi lewat

ekspresi wajah, bahasa dan gerak tubuh, pemberian atau hadiah, menumbuhkan

kata-kata untuk menjelaskannya. Simbol merupakan dukungan yang bagus dan

penting dalam berkomunikasi. Tapi, penggunaan simbol tanpa kata-kata tidak

dapat digunakan dengan baik. Simbol bisa berfungsi dengan baik dalam

komunikasi bila disertai kata-kata sebagai penjelas.18

Dari beberapa model komunikasi di atas, pada penelitian ini difokuskan

kepada komunikasi verbal antara orang tua dengan anaknya. Untuk itu, penting

diketahui bahwa al-Qur‟an juga telah menunjukan prinsip-prinsip penyampaian

pesan melalui komunikasi lisan atau verbal yang diistilahkan dengan khiṭābah.

Sebagian besar komunikasi lisan ini diungkapkan dengan kata qāla (قال), naṭiqa

( قطن ) dan kalama ( مكل ) atau takallama (تكل م). Kata qāla dengan turunannya disebut

1722 kali di dalam al-Qur‟an pada 141 ayat dalam 57 surah. Naṭiqa disebut

dengan turunan katanya disebut 12 kali terdapat pada 16 ayat dalam 11 surah.

Sedangkan kata kallama dan takallama dengan berbagai turunan katanya disebut

75 kali terdapat pada 72 ayat dalam 35 surah.19

17

Sven Wahlroos, Komunikasi Keluarga: Panduan Menuju Kesehatan Emosional dan

Hubungan Pribadi yang Lebih Baik (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002), h. 24. 18

Sayiful Bahri Jamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, h. 46. 19

Muchlis Hanafi, Komunikasi dan Informasi (Tafsir Tematik) (Jakarta: Lajnah

Pentashihan, 2011), cet. I, h. 13.

Page 52: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

39

Selain itu, al-Qur‟an juga menunjukan beberapa pola komunikasi verbal.20

Seperti:

1) Qaulan balīghā yaitu komunikasi yang efektif

Seperti pada QS. Al-Nisā`[4]: 63.

Artinya:

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di

dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan

berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan

yang berbekas pada jiwa mereka.

2) Qaulan karīmā yang merupakan komunikasi yang tidak merendahkan

komunikan

Seperti pada QS. Al-Isrā` [17]: 23.

Artinya:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu

dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau

Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka

sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan

"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada

mereka Perkataan yang mulia.

20

Muchlis Hanafi, Komunikasi dan Informasi, cet. I, h. 15.

Page 53: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

40

3) Qaulan maysūrā yang merupakan komunikasi yang mudah dimengerti

Seperti pada QS. Al-Isrā` [17]: 28.

Artinya:

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari

Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka

Ucapan yang pantas.

4) Qaulan ma‟rūfā yaitu komunikasi yang baik dan simpatik

Seperti pada QS. Al-Baqarah [2]: 235.

Artinya:

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan

sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)

dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut

mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin

dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada

mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam

(bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan

ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu;

Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyantun.

Page 54: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

41

Seperti pada QS. Al-Nisā`[4]: 5.

Artinya:

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum

sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang

dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan

pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-

kata yang baik

Pada QS. Al-Nisā`[4]: 8.

Artinya:

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan

orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan

ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.

Pada QS. Al-Aḥzāb [33]: 32.

Artinya:

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,

jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara

sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan

ucapkanlah Perkataan yang baik.

Page 55: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

42

5) Qaulan layyinā yaitu komunikasi yang lembut dan rasional

Pada QS. Ṭāhā [20}: 44.

Artinya:

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.

6) Qaulan sadīda yaitu komunikasi yang memuat informasi yang benar,

jujur dan apa adanya.

Pada QS. Al-Nisā`[4]: 9.

Artinya:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang

mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan Perkataan yang benar.

QS. Al-Aḥzāb [33]: 70.

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan

Katakanlah Perkataan yang benar.

7) Qaulan ṣaqīlan yaitu komunikasi yang berbobot dan berkualitas

Pada QS. Muzammīl [73]: 5.

Artinya:

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang

berat.

Page 56: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

43

B. Tinjauan Tafsir Sufi

1. Pendekatan Ishārī dalam Tafsir

Al-Fārmawī memberikan klasifikasi corak tafsir, antara lain; 1) Tafsir Ṣūfī

(sufistik) yaitu kecenderungan mufassir untuk mengungkap sisi mistik dalam al-

Qur‟an melalui pendekatan tasawuf. Kecenderungan ini diwarnai dua aliran dalam

penafsiran al-Qur‟an, yaitu aliran tasawuf teoritis (naẓarī) dan aliran tasawuf

praktis („amalī). 2) Tafsir falsafī yaitu kecenderungan mufassir untuk

mengungkap sisi penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan logika atau

pemikiran yang bersifat liberal dan radikal melalui pendekatan filsafat. 3) Tafsir

„ilmī yaitu kecenderungan mufassir untuk mengungkap sisi fenomena-fenomena

alam dalam al-Qur‟an dengan didukung berbagai cabang ilmu pengetahuan

melalui pendekatan ilmiah. 4) Tafsir fiqh yaitu kecenderungan mufassir untuk

mengungkap sisi hukum-hukum atau aturan-aturan dalam al-Qur‟an melalui

pendekatan fikih. 5) Tafsir adabī ijtimā‟ī yaitu kecenderungan mufassir untuk

mengungkap sisi keindahan bahasa al-Qur‟an dan mukjizat-mukjizatnya;

menjelaskan makna-makna dan maksud-maksudnya; memperlihatkan aturan-

aturan al-Qur‟an tentang kemasyarakatan; dan mengatasi persoalan-persoalan lain

dengan pendekatan sosio-kultur.21

Dari aspek corak, tafsir Laṭā‟if al-Ishārāt dikategorikan bercorak ṣūfī

ishārī.22

Ishārat secara etimologi berarti penunjukan, memberi isyarat,23

atau

21

„Abd al-Hayy al-Fārmawī, Metode Tafsir Maudhu‟i, terj. Rosihon Anwar (Bandung:

Pustaka Setia, 2002), cet. I, h. 27-37. 22

„Abd al-Hayy al-Fārmawī, Metode Tafsir Maudhu‟i, terj. Rosihon Anwar, cet. I, h. 27-

37. 23

Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),

h. 97.

Page 57: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

44

bermakna اإليماء. Adapun ‟ishārat secara terminologi adalah apa yang ditetapkan

(sesuatu yang bisa ditetapkan/dipahami, diambil) dari suatu perkataan hanya dari

mengira-ngira tanpa harus meletakkannya dalam konteksnya (sesuatu yang

ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa dalam konteksnya).24

Menurut al-Jahīz

bahwa ‟isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling berserikat, isyarat banyak

menolong lafal (dalam memahaminya), dan tafsiran (terjemahan) sebaik-baiknya

lafal bila mengindahkan isyaratnya, banyak isyarat yang menggantikan lafal, dan

tidak perlu untuk dituliskan.25

Sedangkan definisi Tafsīr al-Ishārī menurut Imam al-Ghazālī adalah usaha

menta‟wilkan ayat-ayat al-Qur‟an bukan dengan makna zahirnya malainkan

dengan suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat

yang dimaksud.26

„Alī al-Ṣabūnī mendefinisikan Tafsīr al-Ishārī dengan pena‟wilan al-

Qur‟an yang berlainan dengan sisi Zahirnya, sebab isyarat-isyarat yang

tersembunyi yang tampak kepada sebagian orang yang berilmu, atau orang yang

ma‟rifat kepada Allah karena sulūk dan mujāhadah, juga dari seseorang yang

Allah berikan cahaya kepada penglihatannya, kemudian mereka mendapatkan sisi-

sisi tersembunyi al-Qur‟an dengan jalan ilhām al-Ilahi, atau fatḥ al-Rabbānī

24

Muslich Maruzi, Wahyu Al-Qur‟an, Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tafsir (Jakarta:

Pustaka Amani, 1987), h. 78. 25

Khalid Abdur Rahman, Uṣūl al-Tafsīr wa Qawā‟iḍuhu (Damaskus: Dār al-Nafais,

1994), h. 207. 26

Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir, Berinteraksi dengan Alquran versi Imam Al-Ghazali,

(Bandung: Citapusaka Media, 2007), h. 190.

Page 58: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

45

bersamaan dengan berkumpulnya antara batin dan zahir maksud dari ayat al-

Qur‟an al-Karīm.27

Dengan kata lain Tafsīr al-Ishāri adalah suatu tafsir yang mufassir-nya

berpendapat dengan makna lain tidak sebagai yang tersurat dalam al-Qur`an,

tetapi penafsiran tersebut tidak diketahui oleh setiap manusia kecuali bagi mereka

yang hatinya telah dibukakan dan disinari oleh Allah. Tafsir ini banyak dicetuskan

oleh para Sufi karena itu nama lain dari tafsir ini adalah Tafsīr Ṣūfi.28

a. Legalitas Pemakaian Tafsīr al-Ishāri

Golongan yang membolehkan Tafsīr al-Ishārī ini juga berpegang pada

tafsiran Ibn „Abbas ketika menafsirkan QS. Al-Naṣr [110]: 1.

Artinya :

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.

Ayat ini ditafsirkan oleh Umar Ibn al-Khaṭṭāb bahwa Allah swt. menyuruh

manusia untuk memuji-Nya, meminta ampun kepada-Nya apabila Allah

27

Muhammad Ali al-Ṣabunī, Al-Tibyān Fī „Ulūm al-Qur`ān (Jakarta: Dār al-Kutūb al-

Islamiyyah, 2003), h. 171. Definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan oleh al-

Zarqānī. Lihat Muḥammad „Abd al-„Aẓīm al-Zarqānī, Manāhil al-„Irfān fī Ulūm al-Qur‟ān

(Beirut: Dār al-Kitāb al-„Arabī, 1995), h.66 juz 2. 28

Al-Dzahabi lebih memakai istilah tafsīr ṣūfi yang lebih umum. Karena tafsīr al-ishārī

menurutnya, bagian Dāri tafsīr ṣūfi. Ia membagi tafsir ṣūfī kepada dua kategori, yakni tafsīr

ṣufinaẓarī dan tafsīr ṣūfī fayāḍī atau isḥārī. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ada beberapa

perbedaan antara tafsīr ṣufi naẓarī dan tafsīr ṣūfī isḥārī, yakni:1) tafsir ṣūfī naẓārī terstruktur atas

pengetahuan ilmiah yang lahir Dāri fikiran seorang sufi kemudian menafsirkan al-Qur‟an setelah

itu, sedangkan tafsir ṣūfī ishārī tidak bersanDār pada pengetahuan ilmiah tetapi bersanDār pada

riyāḍat al-rūhiyyah yang didapat seorang sufi sampai mencapai derajat kashf; 2) bahwa tafsir ṣūfī

naẓārī penafsirnya memandang setiap ayat mempunyai kemungkinan makna, dan bukan di

belakang makna lain yang kemungkinan ayat tersebut membawa kepadanya. Sedangkan tafsir ṣūfī

ishārī, seorang sufi tidak memandang setiap penafsiran adalah yang dikendaki ayat, tetapi ia

memandang bahwa ada makna lain yang dimungkinkan Dāri ayat tersebut sebagai makna lahir

yang tersusun Dāri fikiran. Lihat Muḥammad Ḥusain al-Dzahabī, Al-Tafsīr Wa al-Mufassirūn

(Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), h. 252 dan 261. Adapun ulama lain seperti al-Zarqānī lebih

memilih menggunakan satu term yaitu tafsir ishārī. Lihat Muḥammad „Abd al-„Aẓīm al-Zarqānī,

Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur`ān, juz 2, h. 66.

Page 59: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

46

swt. menolong dan memberi kemenangan, sedangkan Ibn Abbas berpendapat

bahwa itu menunjukkan bahwa Allah swt. memberitahu Rasul tentang ajalnya

sudah dekat, artinya Allah berfirman “Apabila telah datang pertolongan dan

kemenangan” maka itu pertanda ajalmu telah dekat (isyarat) “maka bertasbihlah

kepada Tuhanmu dan meminta ampunlah kepadanya (ayat)”. Umar saja lalu

berkata; “saya tidak mengetahui hal itu kecuali apa yang kamu katakan”.29

dalam

riwayat tersebut, penafsiran Ibn „Abbas bertentangan dengan „Umar, „Umar

menafsirkan secara makna tersurat ayat tersebut, sedangkan Ibn Abbas

menafsirkan ayat tersebut dengan makna tersirat (Tafsīr al-Ishārī) yang Allah

ilhamkan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan „Umar pun mengakui

tafsiran Ibn „Abbas tersebut.

„Abdullāh Ibn „Abbās juga pernah berkata; “al-Qur‟an punya rasa sedih

dan seni (bisa diartikan cabang), punggung dan perut (yang jelas dan yang samar),

seluruh keajaibannya tidak akan tercapai, batasnya tidak akan terjalani, maka

barang siapa yang memasukinya dengan ramah (punya sandaran) maka ia akan

selamat, tapi barang siapa memasukinya dengan kasar (tidak punya pegangan)

maka ia akan celaka. Al-Qur‟an juga punya kabar, permisalan, halal dan haram,

nasikh dan mansukh, muhkam dan mutsyabih, zahir dan batin, zahirnya adalah

bacaannya (yang zahir adalah seperti yang tertulis ) dan yang bathin adalah ta‟wil,

karena itu pergaulilah ulama (untuk mengetahui hal itu), dan jauhilah orang-orang

bodoh.”30

29

Abū Abdillah Muhammad Ibn Ismā‟il Al-Bukhāri, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirut:Dār Ibn

Kathīr, 2002), Kitab al-Tafsīr, bab Surat Idzā Jā`a Naṣrullah wa al-Fatḥ, hadis ke-4970, h. 1269-

1270. 30

Khalid Abdur Rahman, Usul Tafsir …, h. 208.

Page 60: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

47

b. Prasyarat Tafsīr Al-Ishārī

Banyak ulama yang berpendapat bahwa tafsir isharī itu tidak boleh, karena

khawatir membuat kebohongan tentang Allah swt. dalam menafsirkan wahyunya,

tanpa ilmu ataupun petunjuk dan bukti yang jelas. Sedangkan ulama lain

berpendapat bahwa tafsir ini boleh, menetapkan beberapa syarat yaitu:

Adapun beberapa syarat-syarat tafsir ishārī adalah di antaranya:

1) Tidak bertentangan dengan makna (zhahir) ayat;

2) Maknanya sendiri shahih;

3) Pada lafaz yang ditafsirkan terdapat indikasi bagi (makna isyari)

tersebut;

4) Antara makna isyari dengan makna ayat terdapat hubungan yang erat;

5) Tidak ada pertentangan antara syariat dan akal;

6) Tidak mengacaukan pemahaman manusia;

7) Tidak ada ta‟wil yang jauh lagi bodoh.31

Menurut „Alī ibn Abī Ṭālib, ayat al-Qur‟an mengandung empat makna.

Yaitu ẓāhir, baṭin, ḥad dan maṭla. Ẓāhir adalah bacaannya, baṭin merupakan

pemahaman al-Qur`an, adapun ḥad merupakan ibarat dan isyarat juga termasuk di

dalamnya hal-hal yang berkaitan dengan hukum halal dan haram, sedangkat Maṭla

lebih mengarah pada apa yang dipahami oleh seorang hamba dan menjadikan al-

Qur`an sebagai ibarat dan isyarat dari hakikat-hakikat.32

Seperti dalam sebuah

hadis yang dikutip oleh al-Sulami di bawah ini:

و ر ه ظ ة ي ا ل ك , ل ف ر اح ة ع ب ى س ل ل ع نز اهلل قال : إن القرآن ا رسول عن سعود عن عبد اهلل بن م .ع ل ط م د ح ل ك ل و د ح ف ر ح ل ك ل و ن ط ب

Artinya:

Dari „Abdillah ibn Mas‟ūd dari Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya

al-Qur`an diturunkan dalam tujuh huruf (dialek), setiap ayat mengandung

31

Muḥammad „Ali al-Ṣabunī, Al-Tibyan, h.177. 32

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf

(Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 75.

Page 61: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

48

makna Ẓāhir dan Baṭin dan pada setiap huruf mengandung makna ḥad

(aspek hukum) dan setiap ḥad ada makna yang selalu baru (terbarukan).33

Pendapat „Alī di atas, memberikan kesan dan kepastian bahwa pendekatan

esoterik pada dasarnya adalah inti dari tafsir al-Qur`an. Sebagai contoh adalah

perbedaan sahabat Nabi saw. dalam menafsirkan QS. Al-Nasr [110]: 1. Sebagian

sahabat memahami bahwa ayat tersebut merupakan perintah Allah agar selalu ber-

taḥmid dan memohon ampun. Adapun sahabat yang lain memahami ayat tersebut

merupakan isyarat bahwa ajal Nabi saw. sudah sangat dekat.34

Apabila ketujuh syarat ini dipenuhi maka tafsir mengenai isyarat itu (tafsīr

ishārī) merupakan istinbat yang baik dan dapat diterima. Apabila syarat di atas

tidak dipenuhi, maka tafsīr ishārī tidaklah dapat diterima, yang juga berarti

merupakan tafsir berdasarkan hawa nafsu dan ra‟yu semata, yang hal ini adalah

dilarang.

Ṭāhir Ibn „Ashūr memberikan batasan-batasan untuk tafsīr al-Ishārī ini,

sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab.

Pertama, merupakan sesuatu yang serupa keadaannya dengan yang

dilukiskan ayat.

Kedua, isyarat yang lahir dari dorongan sangka baik dan optimisme,

karena bisa jadi ada satu kalimat yang darinya terlintas satu makna, tapi bukan itu

makna yang dimaksud oleh kalimat itu. makna itu hadir ke benak karena ia dinilai

penting dan selalu terlintas dalam benak sang mufassir.

33

Menurut al-Sulami: hadis di atas menurut ulama memiliki kualitas ḍaif, sebagian dari

perawinya bermasalah. Lihat Al-Sulami, Ḥaqāiq al-Tafsīr (Beirut: Dār al-Kutb al-„Ilmiyah, 2001),

21-22. 34

Al-Qushayrī, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf, h. 75.

Page 62: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

49

Ketiga, isyarat berupa hikmah dan pelajaran yang selalu ditarik oleh

orang-orang yang selalu ingat dan sadar dan menarik hikmah dari apa saja yang

terbentang. Ini tentu lebih-lebih lagi dengan pengamal tasawuf ketika mereka

membaca al-Qur‟an dan merenungkan maknanya.

Setelah mengemukakan ketiga hal di atas, Ibn „Ashūr menyatakan bahwa:

“Setiap isyarat yang melampaui ketiga makna di atas, maka isyarat itu mengarah

sedikit demi sedikit ke arah penafsiran Bāṭinīyyah/kebatinan.”35

Adapun kitab-kitab tafsir yang populer karena penggunaannya dengan

„Ishārī- nya adalahTafsīr al-Qur‟ān al-„Azhīm, karya Imām al-Tustārī (w.283 H),

Ḥaqā‟iq al-Tafsīr, karya Al-Allamah al-Sulāmī (w.412 H), Arais al-Bayān fī

Ḥaqā‟iq al-Qur‟ān, karya Imām al-Shyrāzī (w.606 H), dan Tafsīr wa Ishārat al-

Qur‟ān karya Muḥy al-Dīn Ibn „Arābī (w. 560-638 H/1165-1240 M).

2. Tafsir Bāṭinī

Bathiniyyah adalah kaum yang menolak mengambil sisi zahir al-Qur‟an

(untuk menafsirkan). Mereka mengatakan bahwa al-Qur‟an mempunyai sisi zahir

dan batin. Kaum Baṭiniyyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Al-Qarāmiṭah, kelompok yang dinisbahkan kepada Ḥamdan Qaramiṭ.

b. Al-Ismā‟iliyyah, kelompok yang dinisbahkan kepada Ismail putra tertua

dari Ja‟far al-Ṣadiq. Mereka berkeyakinan kepada Imamah.

c. Al-Sab‟iyyah, kelompok yang dinisbahkan kepada jumlah angka tujuh.

Mereka berkeyakinan bahwa Imam ada tujuh yang harus diikuti.

d. Al-Ḥurmiyyah, kelompok yang dinisbahkan kepada wanita.

e. Al-Babakiyyah, kelompok yang dinisbahkan kepada Babaka al-Kharmī.

f. Al-Maḥmarah, dinamakan demikian karena mereka memakai baju

merah.36

35

Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 371-373. 36

Muḥammad „Ali al-Ṣabunī, Al-Tibyān Fī „Ulūm al-Qur`ān, h. 185-186.

Page 63: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

50

Madzhab al-Baṭiniyyah secara umum terpengaruh dari kaum Majusi.

Sebagian dari ta‟wil mereka yang buruk adalah ketika mereka menafsirkan surah

al-Naml ayat 16: س ود وورث داو ليمن (dan Sulaiman mewarisi Dawud). Mereka

menafsirkan “Sesungguhnya Nabi Muhammad mewarisi ilmunya kepada Imam

„Ālī.

Lalu Mereka mengatakan juga: makna al-Janabah adalah melakukan

reaksi dengan membocorkan rahasia sebelum mendapatkan tingkat kebenaran.

Mereka juga menafsirkan Makna puasa dengan menahan dari ketersingkapnya

rahasia. Mereka juga mengatakan bahwa al Ka‟bah adalah Nabi Muhammad saw.,

al-Bāb berarti „Ālī.37

3. Perbedaan Tafsir Ishārī dan Tafsir Bāṭinī

Menurut al-Ṣābunī ada beberapa perbedaan yang mencolok antara tafsīr

ishārī dan tafsīr bāṭinī, di antaranya adalah :

Pertama, tafsīr ishārī merupakan produk tafsir yang dihasilkan dari orang-

orang yang ma‟rifat kepada Allah, sedangkan tafsīr bāṭinī merupakan produk

tafsir yang bersifat kebatinan dari orang zindiq yang mendistorsi makna al-

Qur‟an.

Kedua, tafsīr ishārī tidak menolak makna zhahir ayat, tetapi mereka

menjadikannya sebagai pijakan dan dasar, sedangkan Tafsir Bāṭinī menolak

makna zhahir ayat.38

Mereka menganggap bahwa makna tersiratlah yang

37

Al-Zarqani,Manahil al-Irfan (Beirut: Dār al-Kitāb al-Azali, t.th.), juz 2, h. 63. 38

Muḥammad „Ali al-Ṣabunī, Al-Tibyân Fi Ulūm al-Qur‟an, h. 174 -175

Page 64: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

51

dimaksud oleh ayat, mereka mengklaim makna zhahir ayat hanya untuk orang-

orang awam, dan makna batin hanya untuk orang-orang khusus.

Menurut Mani „Abd al-Ḥalim Maḥmūd, model tafsir al-Qushayrī adalah:

Dalam muqaddimah tafsirnya, al-Qushayrī sudah mengungkapkan isi tafsir

tersebut, ia berkata:

Segala puji bagi Allah swt. yang memberikan keterangan hati bagi para

awliya„nya dan yang memberikan jalan kebenaran bagi mereka yang

mengikutinya. Tuhan yang menurunkan kitab al-Furqān sebagai penjelas

dan pemberi petunjuk kepada Nabi saw. dan menjadikannya sebagai

mukjizat dan pegangan bagi para ulama sesudah Rasulullah saw. Tuhan

yang memberikan kemuliaan kitab tersebut dengan menurunkan beberapa

kisah-kisah terdahulu dan menurunkan ayat-ayat lain, ada yang muḥkam

dan dan ada yang mutashabbih, ada yang nasikh da nada yang mansukh,

ada yang berupa ancaman dan ada yang berupa peringatan. Dengan kitab

al-Qur‟an tersebut Allah swt. menjadikan sinar bagi hati para hamba dan

awliyanya, yaitu para hamba Allah swt. yang mampu memahami rahasia-

rahasia ayat-ayat al-Qur‟an yang mengandung isyarat dari Allah swt.

Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah swt. untuk mendapatkan

cahaya kebenaran alam ghaib yang tidak mampu didapatkan oleh

kebanyakan manusia. Allah swt. juga memuliakan mereka dengan

memberikan ilham, ucapan-ucapan mereka mudah dipahami orang lain

dan isharat al-Qur‟an yang mereka dapatkan juga mampu mereka

utarakan kepada yang lain dengan bahasa yang mudah diterima orang

banyak.

Kitab ini mengandung isyarat-isyarat al-Qur‟an dengan pemahaman ahli

ma‟rifah, baik dari ucapan mereka maupun dari kaidah yang mereka buat.

Kami membuat buku ini dengan kedua metode tersebut, buku ini dibuat

dengan gaya ringkas dan simple agar tidak membosankan, dengan

berharap kepada Allah swt. agar memberikan karunianya, agar

menjauhkan dari kesalahan,memberikan petunjuk kepada kebenaran, serta

dengan salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad saw. seorang

rasul utusan terakhir yang membawa kepada kebenaran dan karunia Allah

swt. Kitab ini ditulis mulai dari tahun 424 H dan kita berdoa semoga Allah

swt. menyempurnakan kitab ini dengan sebaik-baiknya.

Dari pemaparan-pemapan dalam mukadimahnya, pada garis besarnya

tafsir al-Qushayrī berisi tentang pemahaman isyarat-isyarat al-Qur‟an yang

dipahami oleh ahli ma‟rifat. Isyarat yang dimaksud adalah pemahaman hikmah

Page 65: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

52

dengan cara halus, yaitu pemahaman berdasarkan hakikat. Sekalipun pemahaman

berdasarkan hakikat, tetapi tidak keluar dari syariat. Karena hakikat yang

melenceng dari syariat tidak benar dan syariat tanpa diiringi dengan hakikat

hasilnya sia-sia.

Penafsiran al-Qur‟an dengan style seperti ini memang tabu dalam tradisi

penafsiran yang berkembang pada saat itu. Pada umumnya, penafsiran al-Qur‟an

pada saat itu dilakukan dengan prosedur dan perangkat baku, mulai dari

berpegang dengan ilmu bahasa, ilmu-ilmu tafsir dan perangkat-perangkat baku

lainnya. Tafsir ini hanya berdasarkan pengaruh dari perasaan seorang sufi dalam

memahami ayat-ayat al-Qur‟an, pemahaman-pemahanan tersebut didapat setelah

melakukan mujāhadah dengan berpegang teguh pada karunia Allah swt.39

39

Mani‟ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, terjemah: Faisal Saleh dan

Syahdianor (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2006), h. 183-184.

Page 66: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

53

BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN

ANAK DALAM TAFSIR LAṬĀIF AL-ISHARĀT

A. Ayat-ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Tafsir Laṭāif Al-

Isharāt

Pada bab ini, penulis mengurutkan pembahasan komunikasi orang tua dan

anak sesuai pengurutan surat pada al-Qur`an musḥaf uthmanī atau tartīb musḥafi.

Untuk itu penulis memulai dengan analisis pada QS. Hūd [11]: 42 dan 45 yang

menunjukan komunikasi antara Nabi Nūh dan anaknya.

1. Komunikasi Nabi Nūḥ dengan Kan’an

Kisah Nabi Nūh di al-Qur`an diabadikan dalam banyak ayat yaitu: QS.

„Ali „Imrān [3]: 33, QS. Al-Nisā` [4]: 163, QS. al-An‟ām [6]: 84, QS. al-A‟rāf [7]:

59-62. QS. Yūnus [10]: 71, QS. Hūd [11]: 25-49, QS. Al-Anbiyā` [21]: 76-77,

QS. Al-Shu‟arā` [26]: 105-122, QS. Al-„Ankabūt [29]: 14-15, QS. Al-Ṣāffāt [37]:

75-82, QS. Nūḥ [71]: 1-28, QS. Al-Qamar [54]: 9-16, QS. Al-Mu‟minūn [23]: 23-

31, QS. Al-Mu‟min [40]: 5-6.

Nabi Nūh hidup di kalangan kaum yang menyembah berhala. Kaum

tersebut mengharap kebaikan dan menolak keburukan kepada berhala itu. Berhala

tersebut ada dinamai dengan beragam nama seperti Waddan, Suwa dan Yaghuts.

Terkadang juga menyebut Ya‟uq dan Nasyran.1 Ketika diangkat sebagai Nabi oleh

Allah, ia senantiasa menyeru kepada umatnya untuk menghentikan penyembahan

kepada berhala. Tapi upayanya tersebut selalu dapat penentangan dari kaumnya.

1 Waddan, Suwa, Yaghuts, Ya‟uq dan Nasran adalah nama-nama yang diadopsi dari kaum

Nabi Nūh kepada bangsa Arab. Lihat Muḥammad Aḥmad Jādul Mawlā, Buku Induk Kisah-kisah

Al-Qur‟an (Jakarta: Zaman, 2015), h. 32.

Page 67: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

54

Meskipun ada juga yang mengikutinya tapi hanya sedikit dari kaumnya.

Singkatnya, kaum Nabi Nūh ini, kemudian di azab dengan bencana banjir

bandang.

Meskipun dampak banjir tersebut sangat besar terhadap umat manusia, tapi

kehendak ilahi ini menunjukkan Allah swt. menghancurkan kejahatan dan

ketidakadilan dan bukan menghacurkan kehidupan. Karena bencana ini hanya

menimpa terhadap orang-orang yang berlaku tidak adil karena mendustakan

Allah.2 Salah satu orang yang mendapat azab banjir tersebut ternyata merupakan

anak Nabi Nūh sendiri. Hal ini menarik bukan hanya karena diazabnya putranya

sendiri, tapi komunikasi antara Nabi Nūh dan anaknya ketika terjadinya azab ini

juga hal yang sangatlah menarik untuk dianalisis.

Adapun ayat yang menunjukkan komunikasi antara orang tua dan anak –

Nabi Nūh dan anaknya terdapat pada QS. Hūd [11]: 42 dan 45:

Artinya:

dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana

gunung. dan Nuh memanggil anaknya, Sedang anak itu berada di tempat

yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan

janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."

Makna ma‟zil, menurut al-Rāzī adalah tempat yang terpisah dari yang lain,

asalnya adalah al-„Azl yang berarti menyingkirkan dan menjauhkan. Lebih lanjut

al-Rāzī mengatakan bahwa ada tiga pendapat tentang makna Sedang anak itu

2 Muhammad Ali, Sejarah Para Nabi (Studi Banding Qur‟an Suci dengan Alkitab)

(Jakarta: Darul Kutubi Islamiyah, 2007), h. 31.

Page 68: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

55

berada di tempat yang jauh terpencil, yaitu pertama, anak Nabi Nūh berada di

tempat yang terpencil dari perahu, karena ia mengira gunung dapat mencegahnya

dari tenggelam. Kedua, anak Nabi Nūḥ berada terpisah dari nabi Nūḥ, saudaranya,

dan kaumnya. Ketiga, ia berada terpisah dari kekafiran seakan-akan ia menyendiri

dari kaumnya, lalu nabi Nūḥ mengira keadaan seperti itu yang diinginkan

anaknya.3 Pendapat yang tidak jauh berbeda dikatakan al-Qurṭūbī tentang kalimat

Sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, ia mengatakan bahwa ada

beberapa pendapat, ada yang mengatakan anaknya terpisah dari agama nabi Nūḥ,

ada juga yang mengatakan ia terpisah dari perahu, dan pendapat terakhir

mengatakan bahwa nabi Nūḥ tidak mengetahui anaknya dalam keadaan kafir,

sehingga ia mengiranya beriman.4

Menurut al-Qushayrī, ayat di atas menjelaskan secara nyata anak nabi Nuh

as. berada di tempat terpencil, dan secara sir pun ia juga sebenarnya ada di tempat

terpencil karena ia mendahului (untuk menyelematkan diri) nabi Nūḥ as. dan

pengikutnya. Lalu nabi Nūḥ berbicara dengan ucapan yang lembut, ia berkata: Hai

anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama

orang-orang yang kafir." Ia tidak berkata: “Jangan kamu termasuk dari orang-

orang kafir”. Karena, ketika itu keadaan anaknya masih samar-samar walaupun ia

membohongi nabi Nūḥ. Kemudian dikatakan kepada nabi Nūḥ: “Wahai Nūḥ

3Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib (Beirut:Dār al-Fikr, 1981), juz 17, h. 241.

4Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān (Beirut:Muassasah al-Risālah, 2006), Juz 11, h.

123.

Page 69: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

56

sesungguhnya anakmu bersama orang-orang kafir, karena ia sebelumnya

memvonis kita termasuk orang-orang kafir”.5

Artinya:

Dan Nūḥ berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku,

Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji

Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-

adilnya."

Nabi Nūḥ berdoa kepada Allah swt. bahwa anaknya termasuk dalam

orang-orang yang dijanjikan Allah untuk diselamatkan dari banjir. Dengan kata

lain, nabi Nūḥ memohon kepada allah tentang anaknya, jangan Allah jadikan

anaknya termasuk golongan kaumnya yang kafir, karena menurutnya anaknya

beriman. Di satu sisi nabi Nūḥ memohon kehancuran orang-orang kafir, namun di

sisi lain ia memohon untuk diselamatkan sebagiannya, karena anaknya tidak

tampak kekafirannya, yang tampak adalah keimanannya. Setelah itu Allah

memberitahu Nūḥ bahwa Allah lebih mengetahui keadaan anaknya dari pada Nūḥ

sendiri.6

Menurut al-Rāzī, ayat di atas menegaskan pelajaran bahwa kekeluargaan

harus bersifat agama bukan kekerabatan karena keturunan. Dalam ayat di atas

kekeluargaan penekanannya bukan karena keturunan, akan tetapi kekeluargaan

karena agama sudah tentu Allah negasikan dalam ayat di atas.7

5 „Abd al-Karīm ibn Hawāzin al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt (Mesir: Matba‟ah al-

Thaqafah, 1970), juz 3, h.137. 6 Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, Juz 11, h. 133.

7 Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 3.

Page 70: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

57

Nabi Nūḥ meminta berbicara dengan Allah swt. tentang anaknya dan

memohon dibelaskasihani, maka ia berkata: “Sesungguhnya anakku termasuk

keluargaku.” Lalu Allah swt.berkata kepada Nabi Nūḥ: “Sesungguhnya ia bukan

termasuk bagian keluargamu, walau secara nasab dan darah, ia adalah

keluargamu. Karena ia telah melakukan perbuatan yang tidak baik.8

2. Komunikasi Nabi Ya’qūb dengan Anaknya

Nabi Ya‟qūb merupakan anak dari Nabi Ishak dari istrinya yang bernama

Rafiqah binti Nahur yang merupakan anak pamannya sendiri. Nabi Ya‟qūb

memiliki saudara kembar yang bernama Ishu.9 Nabi Ya‟qūb memiliki 12 orang

anak laki-laki yang dijuluki al-Asbaṭ.10

Dari kedua belas anaknya tersebut, Nabi

Yūsuf adalah yang banyak dikisahkan dalam al-Qur‟an.

Kisah Nabi Yūsuf di al-Qur`an diabadikan dalam QS.Yūsuf [12]: 3-104

dan QS. Al-Mu‟minūn [23]: 34. Adapun kisah komunikasi antara orang tua dan

anak terdapat pada QS. Yūsuf [12]: 4. Dalam ayat itu, menyebutkan komunikasi

antara Nabi Ya‟qub dan Nabi Yūsuf.

8 Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 3, h.139.

9 Muḥammad Aḥmad Jādul Mawlā, Buku Induk Kisah-kisah Al-Qur‟an, h. 135.

10 Para anaknya adalah sebagai berikut: Rawbin, Syam‟un, Lawiy, Yahuda, Yasakir, dan

Zabilun yang merupakan anak Nabi Ya‟qūb dari Layya. Dari rahim Rahil lahirlah Yūsuf dan

Bunyamin. Dari budak yang dihadiahkan oleh Rahil yang bernama Balhah lahirlah Dana dan

Naftali. Sedangkan dari budak yang dihadiahkan Layya yaitu Zulfah memiliki anak bernama Jada

dan Asyir. Mereka semua dilahirkan di Faddan Aram terkecuali Bunyamin yang dilahirkan di

Kan‟an. Lihat Muḥammad Aḥmad Jādul Mawlā, Buku Induk Kisah-kisah Al-Qur‟an, h. 144.

Page 71: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

58

Artinya:

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku,

Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan

bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS. Yūsuf [12]: 4)

bermakna sebutkan kepada mereka ketika Yūsuf berkata, karena إذ قال ىسف

kata idh dalam ayat tersebut secara gramatikal bermakna ẓarf.11

Adapun

berkenaan dengan nama Yūsuf, menurut al-Zamakhsharī – sebagaimana dikutip

oleh al-Rāzī – berasal dari bahasa Ibrānī.12

Arti nama Yūsuf, menurut Abū al-

Ḥasan al-Aqṭa„ – sebagaimana dikutip al-Qurṭūbī – berasal dari kata al-Asaf yang

bermakna kesedihan, bisa juga berasal dari kata al-asīf yang bermakna hamba.13

Menurut al-Rāzī, makna ayat melihat sebelas bintang, matahari dan

bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku adalah sebelas bintang dimaknai dengan

sebelas orang dari saudara Yūsuf, kata matahari dan bulan dimaknai dengan

bapak dan ibu, dan makna sujud adalah merendahkan diri di hadapannya. Kata

sājidīn dalam ayat di atas disematkan kepada bintang , bulan, dan matahari,

sedangkan ketiganya adalah makhluk yang tidak berakal? Al-Rāzī menegaskan

bahwa bintang-bintang adalah makhluk yang hidup dan berbicara. Adapun

maksud pengulangan katan ru‟ya sebanyak dua kali, menurut al-Qaffāl –

sebagaimana dikutip al-Rāzī – bahwa kata ru‟ya yang pertama menunjukkan

bahwa Yūsuf menyaksikan langsung bintang. Matahari dan bulan, sedangkan

makna ru‟ya yang kedua adalah menunjukkan Yūsuf melihat langsung kejadikan

bintang, matahari, dan bulang sujud kepadanya.14

11

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, Juz 11, h. 244. 12

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 88. 13

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, Juz 11, h. 244. 14

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 89.

Page 72: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

59

Al-Qushayrī berpendapat, ketika Yūsuf menjelaskan mimpinya kepada

ayahnya yaitu Ya‟qūb, ia mengetahui kebenaran mimpi Yūsuf. Karena selama

Ya‟qūb mengingatkan kepada Yūsuf tentang masa umpatan, dan ketika masa

umpatan tersebut sudah melampai batas, Ya‟qūb mengingatkan Yūsuf hingga

saudara-saudaranya berkata: “Demi Allah, sekalipun kamu mengingatkan Yūsuf,”

lalu Ya‟qūb berkata: “Sesungguhnya aku mengetahui tentang Allah swt. apa yang

tidak kalian ketahui.” Dari hal tersebut, maka Ya‟qūb mempunyai otoritas dalam

membenarkan mimpi Yūsuf.

Maka jika dikatakan, bagaimana menghukumi mimpinya jika ia masih

kecil, yang perbuatannya tidak dihukumi? Apa perbedaannya? Jawabannya,

sesungguhnya perbuatan dengan maksud memperoleh sesuatu, maka perbuatan

tersebut ditampilkan kekurangan pelakunya. Adapun mimpi, maka tidak dapat

dimaksudkan darinya lalu dinisbahkan kepada kekurangan.

Dikatakan juga bahwa kebenaran suatu rahasia adalah dengan

menyembunyikannya, walau kebenaran tersebut untuk orang yang dekat. Begitu

pun Yūsuf, ketika ia menunjukkan rahasia mimpinya kepada ayahnya, bisa

mendapat bencana bagi dirinya.15

Ayahnya:

berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada

saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk

membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata

bagi manusia." (QS. Yūsuf [12]: 4)

15

„Abd al-Karīm ibn Hawāzin al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 3, h.167-168.

Page 73: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

60

Menurut al-Zamakhsharī, Ya‟qūb mengetahui tanda mimpi bahwa Yūsuf

akan diberikan Allah swt. derajat dari hikmah, disucikan dengan kenabian, dan

diberi nikmat dengan diangkat di kehidupan dunia dan akhirat sebagaimana Allah

swt lakukan kepada bapak-bapaknya sehingga Ya„qūb takut kedengkian dan

kejahatan saudara Yūsuf. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Makna kata ru‟ya

berarti mimpi yang khusus dalam keadaan di dalam mimpi bukan dalam keadaan

terjaga.16

Adapun makna ayat tersebut menurut al-Rāzī, bahwa Ya„qūb sangat cinta

kepada Yūsuf dan saudaranya. Ketika saudaranya dengki kepada Yūsuf karena

sebab cinta ini dan tampak indikator-indikatornya kepada Ya„qūb, lalu saat Yūsuf

menceritakan mimpinya, dan Yūsuf mengetahui ta‟wil mimpinya bahwa saudara

dan ayahnya akan merendahkan diri kepadanya, maka Ya„qūb mengatan jangan

Yūsuf mencerikan mimpinya karena saudaranya mengetahui ta‟wilnya dan akan

berbuat dengki dengannya.17

Al-Qushayrī mengatakan bahwa jika datang ketentuan yang tidak

memberikan manfaat untuk pelajaran dan peringatan;karena sesungguhnya nasihat

dan peringatan tidak menambah sesuatu yang dinasihati Nabi Ya‟qūb kepada Nabi

Yūsuf. Tetapi, ketika takdir mendahului perintah kepada Yūsuf yang ia dapatkan

apa yang seharusnya ia dapatkan.

Diceritakan bahwa Yūsuf melanggar wasiat ayahnya dalam menceritakan

mimpinya, jika tidak menceritakan mimpinya ketika mereka membuat makar

16

Al-Zamakhsharī, al-Kashshāf (Riyādh:Maktabah al-Abikan, 1998), juz 5, h. 255. 17

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 91.

Page 74: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

61

untuk membeninasakannya, maka tidak ada kejahatan dikarenakan berpaling dari

ayahnya – karena Yūsuf masih muda – ia juga tidak kosong dari cobaan.

Artinya:

Dan Ya'qūb berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama)

masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang

yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu

barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan

(sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan

hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah

diri". (QS. Yūsuf [12]: 67)

Menurut al-Qurṭūbī, ketika anak-anaknya Ya„qūb keluar, ia takut mata-

mata melihat anak-anaknya, lalu ia menyuruh anak-anaknya untuk tidak masuk

dari satu pintu, tetapi masuk dari empat pintu gerbang kota Mesir saat itu. lebih

lanjut al-Qurṭūbī mengatakan bahwa ayat di atas merupakan dalil untuk

berlindung dari mata-mata. 18

ه لىى وعل ل الوتىك فلتىك maknanya adalah bahwa setelah Ya„qūb meneguhkan

segala sesuatu dari Allah swt., ia teguhkan dalam hati bahwa ia bertawakkal

kepada Allah swt. karena menurut al-Rāzī, keinginan tidak akan ada kecuali ada

dua kemungkian, pertama kemungkinan ada namun tidak ada, kedua mencegah

dari perbuatan yang bersifat kontradiksi, itulah yang dinamakan ketentuan.19

18

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, Juz 11, h. 399. 19

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 179.

Page 75: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

62

Menurut al-Qushayrī, maksud Ya‟qūb menginginkan anak-anaknya

berlainan dalam masuk adalah agar salah satu dari mereka melihat Yūsuf, karena

jika salah satu dari mereka melihat Yūsuf, mungkin yang lain bisa melihatnya.

Dikatakan juga, bahwa Ya‟qūb mengira bahwa anak-anaknya yang disuruh

mencari Yūsuf, mereka benar-benar menolong, dan Ya‟qūb tidak mengetahui

bahwa anak-anaknya tersebut tidak menyukai Yūsuf.

Artinya:

Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yūsuf dan

saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum

yang kafir". (QS. Yūsuf [12]: 87)

Menurut al-Rāzī, cinta Ya„qūb kepada Yūsuf sangat besar, tidak layak

kecuali bagi orang yang lalai dari Allah swt. karena orang yang mengetahui Allah

swt. maka ia akan cinta kepada-Nya, dan orang yang mencintai Allah, maka

hatinya tidak diisi sesuatu kecuali Allah swt. ketika Ya„qūb hatinya tenggelam

dalam cinta kepada anaknya yaitu Yūsuf, maka ia menghindari, sehingga hatinya

tenggelam dalam cinta kepada Allah swt.20

Kata taḥassas bermakna mencari sesuatu dengan panca indra. Sedangkan

makna ayat walā tayasū min rauḥ Allāḥ menurut al-Qurṭūbī adalah jangan

berputus asa dari kelapangan rahmat Allah swt.21

20

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 203. 21

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, Juz 11, h. 433.

Page 76: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

63

Ya‟qūb mengutus anak-anaknya untuk mencari Yūsuf, sedangkan saudara-

saudaranya Yūsuf pergi untuk mencari Yūsuf dengan maksud membunuhnya.

Maksud maka carilah berita tentang Yūsuf dan saudaranya yaitu perintah untuk

mencari Yūsuf dengan seluruh panca indra, dengan penglihatan, pendengaran,

penciuman. Namun, Ya‟qūb meragukan anak-anaknya untuk melakukan sesuai

dengan keinginannya. Lalu Ya‟qūb memacu mereka kepada karunia Allah ketika

berkata:”Janganlah berputus asa dari rahmat Allah swt. kecuali orang-orang

kafir”.

3. Komunikasi Luqmān dengan Anaknya

Luqman merupakan tokoh yang spesial, bahkan dalam al-Qur`an namanya

diabadikan sebagai nama surat. Tentang sosok Luqman para ulama telah banyak

menyebutkan. Di antaranya adalah Imam Baiḍawi yang menyebutkan dalam

tafsirnya bahwa Luqman adalah salah satu anak dari Azar, saudara sepupu Nabi

Ayyub. Ia hidup semasa Nabi Dawud dan pernah menjadi seorang mufti sebelum

diutusnya Nabi Dawud sebagai rasul. Lebih lanjut, Baiḍawi menyebutkan

berdasarkan pendapat mayoritas ulama, Luqman bukanlah seorang Nabi tapi

hanya seorang hakim.22

Pendapat yang sama disampaikan Wahbah al-Zuhaili

dalam Tafsīr al-Munīr, menjelaskan bahwa Luqman adalah salah-satu anak Azar,

saudara sepupu Nabi Ayyub dan ia bertubuh hitam berasal dari Sudan Mesir,

hidup sezaman dengan Nabi Dawud as. kemudian ia berguru kepadanya.23

22

Baiḍawi, Tafsīr Baiḍawy, h. 346. 23

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munīr, Juz XXI, (Beirut: Darul Fikri, 1991), h. 91.

Page 77: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

64

Sedangkan menurut Musṭafa al-Maraghi, Luqman ialah seorang tukang

kayu, kulitnya hitam. 24 Hamka menjelaskan bahwa Luqman al-Hakim adalah

sosok yang selalu mendekatkan hatinya kepada Allah dan merenungkan

keagungan alam ciptaan-Nya pada sekelilingnya, sehingga mendapatkan kesan

yang mendalam, demikian juga renungannya terhadap kehidupan ini, sehingga

terbukalah baginya rahasia hidup (hikmah).25

Di al-Qur`an komunikasi antara Luqman dan anaknya terdapat pada QS.

Luqmān [31]: 13:

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar".

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa Luqmān al-Ḥakīm. Menurut

Ibn Kathīr, Luqmān al-Ḥakīm adalah seorang budak dari Ḥabashah (sekarang

Ethiopia) dan juga seorang tukang kayu.26

Adapun al-Maraghī berpendapat,

Luqmān adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan ia termasuk penduduk

Mesir. Ia hidup sederhana, Allah swt. menganugerahkan hikmah dan kenabian

kepadanya.27

24

Aḥmad Musṭafa al-Maraghi, Tafsīr al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk

(Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h. 145. 25

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz XXI (Surabaya: Yayasan Latimojong), 1991, h. 142. 26

Abū al-Fidā‟ Ismā„īl ibn Kathīr, Tafsīr al-Qur‟ān al-Aẓīm (Mesir:Muassasah al-

Qurtubah, 2002), uz. 11 h. 49. 27

Musṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī (t.t.:t.pn. 1946), juz 21, h. 78.

Page 78: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

65

Dalam ayat di atas, Luqmān memulai nasehatnya dengan seruan

menghindar dari kesyirikan sekaligus mengandung pelajaran tentang wujud Allah

yang Maha Esa. Kata عظه berasal dari kata al-wa„ẓ yang berarti mengingatkan

kebaikan dengan ungkapan halus yang dapat meluluhkan hati.28

Allah swt. menghidangkan tentang kisah Luqmān dengan menyebutkan

bahwa seorang yang telah diberikan hikmah, lalu ia bersyukur atas nikmat yang

Allah swt berikan kepadanya. Setelah hal itu, Luqmān menjelaskan kepada

anaknya, bahwa perbuatan syirik adalah kezaliman yang besar.

Dalam sebuah riwayat, ketika ayat 82 dari surat al-An„ām turun,29

lalu

para sahabat merasa resah dan gelisah, mereka bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah

di antara kita yang tidak berbuat zalim kepada dirinya?”, lalu Nabi saw.

menjawab: ”Kezaliman di sini bukanlah seperti yang kalian pahami, tidakkah

kalian mendengar apa yang dikatakan hamba yang saleh (Luqmān), Sesungguhnya

mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar, jadi syirik adalah

kezaliman yang sesungguhnya.30

Dalam QS. Luqmān [31]: 13 sudah tertera cara mendidik anak serta ilmu

apa pertama kali yang harus ditanamkan oleh orangtua. Dari ayat ini dapat

menggunakan metode penyampaian nilai-nilai atau ajaran yang terdapat dalam al-

Qur`an, Luqmān senantiasa menyampaikan persoalan aqidah serta nasehat yang

28

Waḥbah al-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr (Beirut:Dar al-Fikr,1991), juz 9, h. 564. 29

Ayat tersebut adalah :

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan

kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk. 30

Muḥammad Ibn Ismā„īl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab Imān bāb Zulm dūna Zulm

hadis ke-32.

Page 79: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

66

indah kepada putranya, sebenarnya nasehat yang ditinggalkannya itu juga untuk

kita semua.31

Hal ini, nilai sufistik yang muncul adalah wujud kecintaan

(mahabbah) seseorang atau orang tua terhadap anak merupakan syarat kecintaan

Allah kepadanya.

Menurut al-Marāghī, sesudah Allah swt. menurunkan apa yang telah

diwariskan oleh Luqmān terhadap anaknya, yaitu agar ia bersyukur kepada Allah

swt. yang telah memberikan semua nikmat, yang tiada seorang pun bersekutu

dengan-Nya dalam menciptakan sesuatu. Setelah itu, luqmān menegaskan

bahwasanya syirik adalah perbuatan yang buruk, kemudian Allah swt mengiringi

hal tersebut dengan berbuat baik kepada orang tua, karena kedua orang tua adalah

penyebab pertama bagi keberadaan kita di dunia.32

Dalam menafsirkan ayat di atas, al-Qushayrī berpendapat bahwa syirik ada

dua macam, yaitu syirik yang nyata dan syirik yang tersembunyi. Syirik yang

nyata yaitu menyembah berhala, sedangkan syirik yang tersembunyi adalah

mengharapkan sesuatu dari dua hal yang baru. Syirik juga dimaknai sebagai

penetapan selain berbarengan dengan menyaksikan yang ghaib. Ada juga yang

memaknai syirik sebagai kezaliman kepada hati, dan maksiat adalah kezaliman

kepada diri sendiri. Kezaliman kepada diri sendiri ditunjukkan ampunan,

sedangkan kezaliman kepada hati tidak ada cara untuk ditunjukkan ampunan.

31

Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur`an (Jogjakarta: Sukses Offset,

2010), h. 40. 32

Musṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī, juz 21, h. 84.

Page 80: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

67

Artinya:

(Luqmān berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu

perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di

dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).

Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

ف خثر artinya Maha Halus dalam mengeluarkan sesuatu yang seberat لط

biji sawi dan Maha Mengetahui tempatnya. Diriwayatkan bahwa anaknya Luqmān

bertanya kepadanya, “Apakah kamu mengetahui biji yang ada di dalam laut, Allah

swt mengetahuinya di mana pun biji tersebut berada, di tempat yang tersembunyi

pun Allah swt. mengetahui dengan ke-Maha lembutan-Nya.33

Al-Zajjāj

menegaskan bahwa perumpamaan dalam ayat di atas adalah untuk

mendeskripsikan perbuatan hamba bahwa Allah swt. akan menampakkan

perbuatannya pada hari kiamat, maka siapa yang melakukan perbuatan baik

maupun perbuatan buruk seberat biji sawi, Allah akan membalasnya.34

Pada ayat di atas, menurut al-Maraghī, Luqmān al-Ḥakīm melanjutkan

wasiatnya kepada anaknya dengan memberikan perumpamaan, yaitu jika

perbuatan baik dan perbuatan buruk sekalipun beratnya hanya sebiji sawi dan

berada di tempat yang tersembunyi, niscaya perbuatan itu akan diperlihatkan

Allah swt. pada hari kiamat, yaitu pada hari ketika Allah swt. meletakkan

timbangan amal perbuatan yang tepat. Setelah itu, pelakunya akan menerima

33

Al-Zajjāj, Ma„ān al-Qur`an wa I„rābuh (T.tp: Alim al-Kutūb, 1977), juz 4, h. 197. 34

Al-Zajjāj, Ma„ān al-Qur`an wa I„rābuh, juz 4, h. 197.

Page 81: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

68

balasan amalnya, jika amalnya baik maka balasannya baik, namun jika sebaliknya,

amalnya buruk maka balasannya akan buruk pula.35

Menurut Al-Qushayrī, Jika ada sebiji sawi atau yang lebih kecil darinya

dan bagiannya tersebut melampauinya, maka tidak ada kondisi di mana ia sampai

kepada bagiannya tanpa … (Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha

Mengetahui.): ia Maha Mengetahui perkara yang halus dan tersembunyi.36

Artinya:

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Ayat الوج أقن الص menurut al-Qurṭūbī, menjelaskan tentang wasiat ث

Luqmān kepada anaknya untuk taat yaitu melalui salat, al-amr bi al-ma„rūf, dan

al-nahy an al-munkar.37

maksudnya adalah Luqmān meminta واصثر عل هآ أصاتك

kepada anaknya untuk dengan anjuran agar mengubah kemunkaran, dan hal ini

merupakan kebolehan bukan, sebuah keharusan. Adapun perintah untuk bersabar

adalah berkaitan dengan kesulitan di dunia seperti sakit, dan lain-lain. إى ذالك هي

– maksudnya menurut Ibn Abbās – sebagaimana dikutip al-Qurṭūbī عزم الهىر

adalah sabar terhadap sesuatu yang dibenci merupakan keimanan yang hakiki.

35

Musṭafā al-Maraghī, Tafsir al-Maraghī, juz 21, h. 84. 36

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132. 37

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, juz 16, h. 479.

Page 82: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

69

Ada juga yang berpendapat bahwa salat, al-amr bi al-ma„rūf, dan al-nahy an al-

munkar adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah swt.38

Al-Qushayrī berkata, perintah berbuat kebaikan adalah dengan perkataan,

dan menyampaikannya dengan mencegah dirimu dari sesuatu yang dilarang. Siapa

yang tidak bisa me-manage dirinya, maka ia tidak bisa mengimplementasikan

kepada orang lain. Perbuatan baik yang wajib untuk perintah adalah sesuatu yang

dapat menyampaikan seorang hamba kepada Allah swt., dan perbuatan munkar

yang wajib dilarang adalah apa yang menyibukkan seorang hamba dari Allah

swt.39

(bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) adalah sebuah peringatan

bagi orang yang taat kepada Allah swt. dengan benar, maka akan diuji. Cara

dalam menanggulangi ujian tersebut adalah dengan bersabar. Karena orang yang

bersabar kepada Allah swt. maka tidak akan merugi.

4. Komunikasi Nabi Ibrāhīm dengan Ismā’īl

Ibrahim merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia bergelar Khalilullāh

(Kesayangan Allah). Ia dan Nabi Mūsa merupakan dua Nabi yang dikisahkan

secara panjang dalam al-Qur`an. Nabi Ibrāhīm dibicarakan sekitar 40 kali

sedangkan Nabi Mūsa sebanyak 50 kali. keutamaan Nabi Ibrāhīm karena ada

fakta bahwa ia diterima oleh tiga komunitas di Arab, yaitu: Yahudi, Kristen dan

38

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, juz 16, h. 480. 39

al-Qushairī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132.

Page 83: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

70

penyembah berhala. Walaupun ketulusan Nabi Ibrāhīm secara faktual diakui

ketiga komunitas tersebut, tapi agamanya bukan agama salah satu dari mereka. 40

Banyak kisah yang terkenal mengenai Nabi Ibrāhīm seperti ketika ia saat

menghancurkan berhala-berhala,41

atau saat ia dibakar.42

Selain itu, kisah Nabi

Ibrāhīm yang tidak kalah terkenal adalah kisah mengenai peyembelihan yang

dilakukan Nabi Ibrāhīm terhadap anaknya yaitu Nabi Ismā‟īl. Nabi Ismā‟īl anak

Nabi Ibrāhīm dari pernikahannya dengan Siti Hajar. Pernikahan dengan Siti Hajar

ini, merupakan permintaan dari istrinya sebelumnya yaitu Siti Sarah dengan

mempertimbangkan kondisinya belum dikaruniai anak sehingga merasa iba

terhadap suaminya yang belum juga mendapatkan anak darinya.43

Terkait penyembelihan Nabi Ismā‟īl, ternyata memuat fakta adanya

komunikasi yang mempunyai makna yang dalam. Terkait komunikasi orang tua

dan anak ini, yaitu antara Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‟īl tercantum dalam QS. al-

Ṣaffāt [37]: 102;

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-

sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat

dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa

pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang

40

Muhammad Ali, Sejarah Para Nabi (Studi Banding Qur‟an Suci dengan Alkitab), h.

44-45. 41

Lihat QS. Al-Anbiyā` [21]: 52-68, QS. Al-Shu‟arā [26]: 69-102, dan QS. Al-„Ankabūt

[29]: 16,17 dan 34. 42

Lihat QS. Al-Anbiyā`[21]: 68-73, QS. Al-Ṣāffāt [37]: 97-99, dan QS. Al-„Ankabūt

[29]: 6, 17 dan 24. 43

Muhammad Ali, Sejarah Para Nabi (Studi Banding Qur‟an Suci dengan Alkitab), h.

103-104.

Page 84: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

71

diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk

orang-orang yang sabar".

Menurut Mujāhid – sebagaimana dikutip oleh al-Qurṭūbī – makna kata al-

sa„yā adalah Ismā„īl telah mencapai masa muda dan usahanya memperoleh usaha

Ibrāhīm.44

Sedangkan menurut al-Zajjāj, kata al-sa„yā berarti Ismā„īl melakukan

suatu perbuatan bersama Ibrāhīm, atau bisa juga bermakna bahwa Ismā„īl telah

mencapai usia 13 tahun.45

Al-Zamakhsharī berpendapat bahwa makna ا تلغ هعه فلو

ع adalah tatkala anak itu sampai untuk berusaha bersama Ayahnya dalam hal الس

kesibukan dan kebutuhannya.46

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang disuruh untuk

disembelih, apakah Ismā„īl atau Isḥāq? Sebagian besar ulama berpendapat bahwa

yang disembelih adalah Isḥāq, mereka berargumentasi tersebut adalah para

sahabat di antaranya Abbās ibn Abd al-Muṭallib, Ibn Abbās, Ibn Mas„ūd,

Ḥammād ibn Zaid secara marfū„ dari Nabi saw., dan keterangan dari tābi„īn

seperti Alqamah, al-Sha„bī, Mujāhid, Sa„īd Jubair, Ka„ab al-Aḥbār, dan lain-lain.

Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang disembelih adalah Ismā„īl,

mereka adalah sahabat seperti Abū Ḥurairah, Abū al-Ṭufail, dan dari golongan

tābi„īn di antaranya adalah Sa„īd ibn al-Musayyab, al-Kalbī, dan lain-lain.47

Dalam menafsirkan kalimat ( ) ع ا تلغ هعه الس فلو , al-Qushayrī mengatakan

bahwa ayat tersebut mengindikasikan waktu internalisasi hati kepada anak, Nabi

Ibrāhīm as. bermimpi di malam tarwiyyah bahwa ia disuruh untuk menyembelih

anaknya Ismā‟īl. Dinamakan malam tarwiyyah karena Nabi Ibrāhīm as.

44

Abū „Abdillāh Muḥammad al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, juz 18 h. 61. 45

Abū Ishāq Ibn Ibrāhīm Al-Zajjāj, Ma„ān al-Qur`an wa I„rābuh, juz 4, h. 310. 46

Al-Zamakhshārī, al-Kashshāf, juz 5, h. 221. 47

Al-Qurṭūbī, al-Jāmi„ li Aḥkām al-Qur‟ān, juz 18 h. 63.

Page 85: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

72

diceritakan kisahnya dalam waktu sepanjang hari. Lebih lanjut, al-Qushayrī

mengatakan bahwa kemudian Nabi Ibrāhīm bermimpi di malam selanjutnya

tentang kejadian tersebut, lalu ia mengetahui bahwa mimpi tersebut adalah benar,

maka dinamakan hari Arafah.48

Ketika peristiwa tersebut, Nabi Ismail berumur 13

tahun.

Menurut al-Qushayrī, peristiwa mimpi yang dialami oleh Nabi Ibrāhīm as.

terjadi sebanyak tiga kali.

Pertama, ketika ia hendak menyembelih anaknya, ia berkata kepada

Ismail, (Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku

menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!), lalu Ismāīl berkata, (Hai

bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu) maksudnya jangan kamu

putuskan dengan putusan mimpi, karena sesungguhnya mimpi itu terjadi dan ia

mempunyai ta‟wil. Jika di dalam mimpi tersebut terdapat perintah ini, maka

lakukanlah. Jika di dalam mimpi tersebut terdapat ta‟wil, maka yakinkan.

Dalam memahami ayat ستجد إى شآء للا, al-Qushayrī menafsirkan bahwa

ayat tersebut menunjukkan kesopanan yang tinggi, hal tersebut ditunjukkan

dengan penggunaan lafal al-istinshā‟. Adapun penggunaan kata yā bunayy dalam

ayat di atas menunjukkan kelembutan hati dari Ibrāhīm.49

Adapun inti ajaran komunikasi yang dapat diambil dari ayat ini yakni

komunikasi dengan metode dialog dan menggunakan bahasa yang indah.

Komunikasi yang terjadi dengan cara berdialog, ada pembagian kesempatan untuk

menyampaikan pendapat dan pesan antara Nabi Ibrāhīm dan Ismī‟il, sehingga

48

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 238. 49

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 239.

Page 86: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

73

tidak terjadi pemaksaan. Hal ini akan menciptakan suasana yang harmonis dalam

keluarga yang masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati pribadi

masing-masing, sehingga akan terbina rasa tanggung jawab yang dalam diri setiap

individu anggota keluarga.50

Alex Sobur menyatakan bahwa komunikasi dengan cara berdialog akan

menumbuhkan kewibawaan orang tua, karena menurutnya ketika anak mau

melakukan apa yang telah disampaikan oleh orang tua tanpa paksaan, karena

sudah memahami apa yang dikehendaki orang tua, ia akan menghormati orang

tuanya.51

B. Penafsiran Ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Tafsir Sufi

Penulis dalam pembahasan ini menguraikan dan membandingkan antara

penafsiran al-Qushayrī dengan penafsir sufi yang lain sehingga akan kelihatan

apakah Imam al-Qushayrī mempunyai kesamaan dan perbedaan dalam

menafsirkan al-Qur`an, selain itu penulis juga akan melacak makna kata yang

mengindikasikan adanya komunikasi orang tua dan anak dalam kamus-kamus

bahasa Arab, sehingga pembahasan ini melahirkan uraian yang detail tentang

nilai tasawuf yang terkandung dalam komunikasi orang tua dan anak. Kemudian

pada akhirnya melahirkan konsep bahwa komunikasi mereka bisa dijadikan acuan

bagi orang tua dalam mendidik anak.

Penulis memulai uraian bab ini dengan mengikuti sistematika susunan ayat

sebelumnya, yaitu dimulai dengan percakapan Nabi Nūḥ dan anaknya yaitu

Kan‟an yang terdapat dalam QS. Hūd [11] : 42 dan 45.

50

Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur`an, h.74-75. 51

Alex Sobur, Komunikasi Orang tua dengan Anak (Bandung: Aksara,1986) h. 10.

Page 87: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

74

1. Komunikasi Nabi Nūḥ dan Kan’an

Artinya:

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana

gunung. dan Nūḥ memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat

yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan

janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."

Al-Jilāni mengawali penafsiran ayat dari perkata, تجر perahu, هىج air

yang tinggi disertai dengan angin yang kencang, كالجثال tinggi seperti gunung yang

tinggi. وادي ىح اته ketika Nabi Nūḥ telah berada di kapal dan air telah tinggi,

Nabi Nūḥ memanggil anaknya yaitu: Kan‟an. هعزل maknanya adalah kan‟an

sudah menghindar dari Nabi Nūḥ dan menjauh dari agama Nabi Nūḥ. اركة ا ت

lalu Nabi Nūḥ memangilnya dengan panggilan sayang untuk menaiki perahu هعا

bersamanya agar selamat, dan jangan dengan orang kafir sehingga dia

tenggelam.52

Artinya:

Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang

dapat memeliharaku dari air bah!" Nūḥ berkata: "tidak ada yang

melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha

Penyayang". dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka

jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.

52

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 2 306.

Page 88: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

75

Qala: kan‟an dalam keadaan menolak, Sāwi : lalu berlindung ke gunung

yang tinggi yang dianggap bisa menyelamatkannya dari air bah yang tinggi dan

besar. Kemudian Nabi Nūḥ menjawab dengan menyebutkan bahwa tidak ada yang

bisa melindungi dan menyelamatkan pada hari itu dari tadir Allah yang mubram

dan hukum Allah yang muḥkam. Kecuali yang disayang Allah dan Allah

menyelamatkannya, maka anaknya tenggelam dan hilang.53

2. Komunikasi Nabi Ya’qūb dan anaknya

Artinya:

(Ingatlah), ketika Yūsuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku,

Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;

kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS. Yūsuf: 4).

Dalam Tafsīr Muqātil dijelaskan bahwa ketika Nabi Yūsuf menyampaikan

mimpinya kepada ayahnya yaitu Nabi Ya‟qūb: “Wahai ayahandaku, aku melihat

dalam mimpi sebelas bintang, matahari dan bulan, semuanya sujud kepadaku”

yang dimaksud dengan sebelas bintang itu adalah saudara-saudara Nabi Yūsuf,

sedangkan matahari adalah ibunda Nabi Yūsuf yaitu Rāhilah Binti Lātan dan

Lātan adalah sepupu Nabi Ya‟qūb dan bulan adalah ayahandanya yaitu Ya‟qūb

ibn Ishāq ibn Ibrāhīm.54

Menurut Ibn „Ajibah ayat ini menjelaskan tentang cerita Nabi Yūsuf

menceritakan mimpinya kepada ayahnya Nabi Ya‟qūb bin Ishāq ibn Ibrāhīm:

“wahai ayahku sesunguhnya aku bermimpi ketika tidur ada bintang, matahari

53

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 2 306. 54

Sulaiman, Tafsir Maqati Sulaiman, Jilid 3 h. 98

Page 89: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

76

dan bulan bersujud mereka kepadaku”, pada waktu itu Nabi Yūsuf sedang tidur di

pundak ayahnya dan dalam hatinya55

ia berkata: “apakah kamu melihat ada

bintang, matahari dan bulan? dan ketika Yūsuf bangun dari tidurnya lalu ia

menceritakan mimpinya kepada ayahnya setelah diceritakan malah ayahnya

menangis. Lalu Nabi Yūsuf bertanya: kenapa menangis ayah?56

dan dijawab oleh

Nabi Ya‟qūb, ketika ada Makhluk sujud kepada Mahluk yang lain menandakan

adanya kesusahan dan musibah. Apakah kamu tahu tentang cerita Malaikat yang

diperintakan oleh Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam, lalu apa yang terjadi

Adam dikeluarkan dari Surga. Kemudian, Nabi Ya‟qūb berkata: “wahai anakku

bulan dan matahari itu adalah aku dan ibu yang telah meningeal dunia

sedangkan bintang-bintang adalah sebelas saudaramu.”57

Adapun Ibn „Abd al-Salam menafsiri ayat ini dengan mengatakan bahwa

banyak para mufassir yang menakwilkan kata matahari dengan ayahnya, bulan

dengan ibunya dan bintang dengan saudara-saudara Nabi Yūsuf, sedangkan kata

“ra`aytuhum” yang kedua adalah pengkuat terhadap “ra`aytu” yang ada

sebelumnya untuk menunjukan bahwa mereka benar-benar bersujud di hadapan

Nabi Yūsuf, sujud mereka seperti sujud ketika melaksanakan shalat. Setelah cerita

ini disampaikan kepada ayahnya, Nabi Yūsuf ketakutan atas kedengkian para

saudara-saudaranya dan ini merupakan mimpi yang tidak perlu dihiraukan.58

Maka jika dikatakan, bagaimana menghukumi mimpinya jika ia masih

kecil, yang perbuatannya tidak dihukumi? apa perbedaannya? jawabannya,

55

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 234 56

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 234 57

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456. 58

Ibn Abd al-Salām, Tafsir Ibn Abd al-Salām, h. 456.

Page 90: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

77

sesungguhnya perbuatan dengan maksud memperoleh sesuatu, maka perbuatan

tersebut ditampilkan kekurangan pelakunya. Adapun mimpi, maka tidak dapat

dimaksudkan darinya lalu dinisbahkan kepada kekurangan.

Dikatakan juga bahwa kebenaran suatu rahasia adalah dengan

menyembunyikannya, walau kebenaran tersebut untuk orang yang dekat. Begitu

pun Yūsuf, ketika ia menunjukkan rahasia mimpinya kepada ayahnya, bisa

mendapat bencana bagi dirinya.59

Dari beberapa penafsiran yang penulis uraikan di atas membuktikan bahwa

antara al-Qushayrī dengan penafsir lainnya mempunya persamaan dan perbedaan

tetapi pada intinya meskipun para penafsir tidak semuanya mempunyai ijtihad

yang sama, tetapi pada dasanya hikmah yang bisa di ambil dari cerita mimpi Nabi

Yūsuf ini adalah bahwa ia diberi cobaan oleh Allah atas kedengkian para saudara-

saudaranya dan Nabi Yūsuf tetap sabar dalam menghadaapi cobaan ini, Nabi

Ya‟qūb adalah sosok ayah yang mengayomi kepada anak-anaknya. Dalam ayat

tersebut terjadi komunikasi anak dengan orang tua, karena ada penyampain pesan

Nabi Yūsuf penerima pesan Ayahnya dan ada pesan.

Artinya:

Dan Ya‟qūb berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama)

masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang

yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu

59

Abd al-Karīm ibn Hawāzin Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 3, h.167-168.

Page 91: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

78

barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan

(sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan

hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri".

Menurut Ibn „Ajibah ayat ini menjelaskan tentang seruan atau nasehat

kepada anak-anak Nabi Ya‟qūb untuk tidak melewati satu pintu saja yaitu pintu

Mesir, ini sebagai salah satu dari trik atau cara Nabi Ya‟qūb menyelamatkan anak-

anaknya. Adapun pintu-pintu yang harus dilewati adalah pintu yang ada di Negara

Syam, Maroko, Yaman, Rum dan Thoilun. Khawatir di Mesir ada kekuatan besar

yang akan menyerang mereka. Selain itu, ini siasat Nabi Ya‟qūb untuk melindungi

Nabi Yūsuf dari kedengkian saudara-saudaranya, karena kebetulan waktu itu

posisi Nabi Yūsuf ada di Mesir. 60

(Dan Ya‟qūb berkata, "Hai anak-anakku! Janganlah kalian masuk) ke

negeri Mesir (dari satu pintu gerbang, tetapi masuklah dari pintu-pintu gerbang

yang berlainan) supaya kalian tidak menjadi sial karenanya (namun demikian aku

tidak dapat menghindarkan) menolak (diri kalian) dengan melalui saranku ini

(dari takdir Allah) huruf min di sini adalah zaydah (barang sedikit pun) yang telah

ditakdirkan-Nya terhadap kalian; sesungguhnya hal tersebut hanyalah terdorong

oleh rasa sayangku. (Tiada lain) (keputusan hanyalah hak Allah) semata (dan

hanya kepada-Nyalah aku bertawakkal) artinya hanya kepada-Nyalah aku percaya

(dan hanya kepada-Nyalah hendaknya orang-orang yang bertawakal berserah

diri.").61

Ya'qūb merasa mantap dengan janji anak-anaknya. Perasaan haru yang ada

dalam hatinya mendorongnya untuk memberikan pesan kepada mereka agar

60

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456. 61

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456.

Page 92: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

79

mereka, dalam memasuki kota Mesir, melewati pintu yang berbeda-beda supaya

tidak menjadi pusat perhatian orang lain ketika mereka masuk dan agar tidak

diawasi. Sebab hal itu bisa berakibat tidak baik bagi mereka. "Sedangkan aku,"

kata Ya‟qūb, "tidak mampu melindungi kalian dari bahaya. Yang mampu

menahan aniaya hanyalah Allah. Dialah Yang Maha kuasa. Aku bertawakkal

kepada-Nya dan aku serahkan kepada-Nya perkaraku dan perkara kalian. Hanya

kepada-Nyalah seharusnya orang-orang beriman dan orang-orang yang

menyerahkan segala perkaranya itu bertawakal”.62

Adapun makna ayat tersebut menurut al-Rāzī, bahwa Ya„qūb sangat cinta

kepada Yūsuf dan saudaranya. Ketika saudaranya dengki kepada Yūsuf karena

sebab cinta ini dan tampak indikator-indikatornya kepada Ya„qūb, lalu saat Yūsuf

menceritakan mimpinya, dan Yūsuf mengetahui ta‟wil mimpinya bahwa saudara

dan ayahnya akan merendahkan diri kepadanya, maka Ya„qūb mengatakan jangan

Yūsuf mencerikan mimpinya karena saudaranya mengetahui ta‟wil-nya dan akan

berbuat dengki dengannya.63

Al-Qushayrī mengatakan bahwa jika datang ketentuan yang tidak

memberikan manfaat untuk pelajaran dan peringatan;karena sesungguhnya nasihat

dan peringatan tidak menambah sesuatu yang dinasihati Nabi Ya‟qūb kepada Nabi

Yūsuf. Tetapi, ketika takdir mendahului perintah kepada Yūsuf yang ia dapatkan

apa yang seharusnya ia dapatkan.

Diceritakan bahwa Yūsuf melanggar wasiat ayahnya dalam menceritakan

mimpinya, jika tidak menceritakan mimpinya ketika mereka membuat makar

62

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456. 63

Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, juz 18, h. 91.

Page 93: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

80

untuk membinasakannya, maka tidak ada kejahatan dikarenakan berpaling dari

ayahnya – karena Yūsuf masih muda – ia juga tidak kosong dari cobaan.

3. Komunikasi Luqmān dan anaknya

Kemudian ayat berikutnya adalah QS. Luqmān [31]:13.

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika Luqmān berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar".

Menurut Ibn „Ajibah ada beberapa identitas mengenai Luqmān al-Hakīm

ini, ada yang mengatakan dia adalah anak dari Baura‟ anak saudara perempuan

Nabi Ayūb. Baura‟ yang merupakan anaknya Azar dan hidup selama 1000 tahun,

Saudaranya Sadad ibn „Ad yang keduanya diberikan kelebihan masing-masing,

Sadad diberikan kekuatan sedangkan Luqmān diberikan hikmah. Ada pula yang

mengatakan bahwa dia hidup sebelum masa Nabi Dāwūd, setelah mengetahui

kemampuan Luqmān, Nabi Dāwūd belajar ilmu kepadanya, dia dikenal sebagai

orang yang memberikan fatwa sebelum diutusnya Nabi Dāwūd sebagai Nabi.

Namun setelah diutusnya Nabi Dāwūd, dia tidak lagi memberikan fatwa. Adapun

profesinya menurut ulama berbeda-beda, ada yang mengatakan tukang jahit,

pedagang, pemimpin dan hakim di bani Israil atau Ikrimah dan al-Sha‟bi

mengatakan bahwa dia adalah Nabi, namun Jumhur ulama sepakat bahwa dia

Page 94: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

81

adalah hakim. Sedangkan menurut al-Nasaifi, dia pernah belajar pada 100 Nabi

dan pernah mengajari 100 Nabi.64

Ibn „Umar berkata sebagaimana dikutip oleh Ibn Ajībah, Luqmān bukan

seorang Nabi melainkan dia adalah budak yang mempunyai daya fikir yang tinggi,

ḥusnu al-yakīn, orang yang sangat zuhud dan cinta pada Allah melebih cinta pada

dirinya.65

Ketika Luqmān berkata kepada anaknya yang bernama An‟am atau Askum

atau Naran “Jangan menyekutukan Allah karena menyekutkan Allah merupakan

kezaliman yang besar karena mendzalami Allah sama saja dengan tidak

mensyukuri nikmat Allah, sedangkan yang memberikan nikmat adalah Allah.66

Syirik ada dua macam, yaitu syirik yang nyata dan syirik yang tersembunyi.

Syirik yang nyata yaitu menyembah berhala, sedangkan syirik yang tersembunyi

adalah mengharapkan sesuatu dari dua hal yang baru. Syirik juga dimaknai

sebagai penetapan selain berbarengan dengan menyaksikan yang ghaib. Ada juga

yang memaknai syirik sebagai kezaliman kepada hati, dan maksiat adalah

kezaliman kepada diri sendiri. Kezaliman kepada diri sendiri ditunjukkan

ampunan, sedangkan kezaliman kepada hati tidak ada cara untuk ditunjukkan

ampunan.67

Al-Alūsī68

menafsiri kandungan ayat di atas, dengan mengatakan bahwa

kata yabunaya yang menimbulkan beragam macam qira‟ah ada yang membaca ya

64

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 675. 65

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 674. 66

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 677. 67

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 678. 68

Al-Alusi adalah nama sebuah keluarga yang telah menampilkan banyak anggota

keluarganya menjadi intelektual-intelektual (ulama) terkemuka di Baghdad pada abad ke-19 dan

Page 95: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

82

banī, yabunaya, ya Nabi dengan menggunakan dalil masing-masing ada yang

dikaitkan dengan ayat 16 dan 17 dan yang memakanai lain. Terlepas dari

perdebatan qira‟ah ini, al-Alūsī menafsir ayat yang artinya “Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan Allah” anaknya Luqmān adalah kafir dan

diajarkan untuk tidak menyekutukan Allah sampai pada akhirnya anak tersebut

menjadi Islam bahkan ia megajari anaknya sampai meninggal.69

Ibn Abd al-Salam menafsirinya ayat yang artinya “Luqmān berkata

kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan

(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” mengajari kepada anaknya

untuk tidak menyekutukan Allah dan anak tersebut adalah kafir.70

تاهلل jangan syirik maknanya adalah menyucikan Allah dari

menyucikannya, menyerupainya dan dari membandingkan dan menyamakan.

ke-20. Nama itu berasal dari Alus, satu daerah di tepi barat sungai Eufrat antara Abū Kamal dan

Ramadi. Nenek moyang keluarga itu (yang pada ujungnya bersambung dengan al-Ḥasan dan al-

Ḥusain) putra „Alī ibn Abī Ṭālib, melarikan diri ke sana dari serangan Holago, dan anak cucunya

juga kemudian lari dan kembali ke Baghdad pada abad ke-11 H/17 M. Nama lengkapnya adalah

Abū Sana‟ Shihabu al-Dīn al-Sayyīd Maḥmud Afandī al-Alūsī al-Bagdadī. Beliau dilahirkan pada

hari Jumat tanggal 14 Sya‟ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak.

Melalui kitab tafsirnya Ruḥ al-Ma‟ani fī Tafsīr al-Qur`ān al-„Aẓīm wa al-sab‟i al-Mathānī. Ia

adalah seorang yang genius, mula-mula belajar pada ayahnya sendiri yaitu Syeikh „Alī al-Suwaydi

yang juga ulama besar, kemudian pada Syeikh Khālid al-Naqshabandī. Ia pernah diberi tugas

untuk memimpin lembaga pendidikan al-Marjaniyyah, jabatan pimpinan yang hanya diberikan

kepada orang yang terpandai di dalam negeri. Beberapa bulan kemudian pada tahun 1248 H, ia

diserahi jabatan Mufti dalam Madzhab Hanafi yang dilepasnya pada tahun 1267 H. Ruḥ al-Ma‟ani

dapat dikatakan merupakan rangkuman-rangkuman kitab-kitab tafsir sebelumnya. Ia mengutip dari

tafsir Ibn „Aṭiyyah, Abī Hayyan, al-Khashaf, Abī Su‟ud, al-Baidhawī, al-Fakhr al-Razī, kecuali

dalam bidang fiqh ia berpihak pada madzhab Abū Hanifah. Dalam bidang aqidah (kalam), ia

adalah seorang Sunni dan menentang paham Mu‟tazilah dan Syi‟ah. Hasil karya tulisan beliau

antara lain: Hasyiyah „ala al-Qatr al-Salim tentang ilmu logika, al-Ajwibah al-„Iraqiyyah

Iraniyyah, Durrah al-Gawas fi Awham al-Khawass, al-Nafakhat al-Qudsiyyah fi Adab al-Bahs

Ruh al-Maani fi Tafsir al-Quran al-Azmi wa al-Sab‟i al-Masani dan lain-lain. Beliau wafat pada

tanggal 25 Zulhijjah 1270 H, dimakamkan di dekat kuburan Syaikh Ma‟ruf al-Karkhi, salah

seorang tokoh sufi yang sangat terkenal di kota Kurkh. Setelah meninggal, kitab Ruh al-Maani

disempurnakan oleh anaknya, as-Sayyid Nu‟man al-Alusi. 69

Al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma‟ni, (Bairut: Dār Fikr, 2000), Jilid 3 h. 67. 70

Ibn Abd al-Salām, Tafsir Ibn Abd al-Salām, h. 324.

Page 96: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

83

Bahwasannya akhlak paling tinggi dan paling agung adalah tawḥīd dan tanzīh.

Tidak ada kezaliman yang paling besar dan keji selain syirik.71

Setelah Luqmān

menjelaskan kepada anaknya tentang tauhid dengan menafikan lawannya yaitu

syirik. Luqmān memperingatkan agar menjaga dirinya dengan adab bersama

Allah (adab ma‟a Allah) di segala kondisi dan tempat. dengan tidak

menyandarkan kepada sesuatu yang bertentangan dengan tauhid. 72

Dari beberapa penafsiran di atas ini menunjukkan bahwa pada dasarnya

banyak kesamaan dengan penafsiran al-Qushayrī. Bahkan kesamaan antara tafsir

Ibn Ajibah dengan tafsir al-Qushayrī bisa dibilang persis sama, berbeda dengan

tafsir yang lain yang sebagian ada kesamaan tetapi ada perbedaannya juga

terutama ketika menafsiri anak Luqmān, ada yang menafsiri orang kafir ada pula

yang tidak. Penulis menyimpulkan bahwa dalam penafsiran ayat ini terjadi

komunikasi antara anak dan bapak karena kalau kita berpatokan pada teori

komunikasi yaitu harus ada komunikan, pesan dan orang yang menerima pesan.

Dalam ayat ini memenuhi teori tersebut, di mana Luqmān sebagai komunikator

pesannya adalah untuk tidak syirik dan penerima pesannya adalah anaknya

Luqmān (komunikan). Adapun nilai tasawuf yang terkandung dalam ayat tersebut

adalah bagaimana tidak syirik pada Allah dan ini masuk dalam kategori tauhid

yang akan dijelaskan dalam sub bab berikutnya.

71

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 39. 72

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 40.

Page 97: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

84

Artinya:

(Luqmān berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu

perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di

dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).

Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Ibn Abd al-Salam menafsiri kandungan ayat ini dengan mengatakan bahwa

kata yang artinya “seberat biji sawi” diartikan dengan perbuatan baik dan jelek,

“dalam batu” di bawah bumi yang ketujuh dan di atas langit yang paling tinggi di

mana tempat tersebut menjadi tempat pencatatan amal orang-orang kafir atau di

ujung gunung. “mendatangkannya (membalasinya)” balasan ini diukur dengan

perbuatannya apabila berbuat baik maka akan diganjar dengan pahala sebaliknya

apabila perbuatan jelek maka akan dibalas dengan kejelekan juga.73

Selain itu, Ibn „Ajibah juga menafsirkan kata ya bunayya dengan kisah

atau petuah, إى تك هثقال{} حثح هي خردل diartikan dengan perbuatan maksiat kecil

atau besar seperti biji sawi atau seberat biji yang buahnya besar, adapun batu

tempat menghitung amal dalam ayat tersebut adalah tempat yang tersembunyi,74

menurut Ibn Abbās terdapat di bawah bumi yaitu tempat munculnya air yang

aman tempat tersebut dijadikan sebagai tempat menghitung amal dan ada yang

mengatakan juga bahwa tempat tersebut adalah angin. Sedangkan pembalasan

terhadap amal perbuatan akan dilakukan pada hari kiamat. لطف خثر artinya Maha

Halus dalam mengeluarkan sesuatu yang seberat biji sawi dan Maha Mengetahui

tempatnya.75

Menurut al-Qushairī, jika ada sebiji sawi atau yang lebih kecil darinya dan

bagiannya tersebut melampauinya, maka tidak ada kondisi di mana ia sampai

73

Ibn „Abd al-Salām, Tafsir Ibn „„Abd al-Salām, h. 98 74

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456 75

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456

Page 98: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

85

kepada bagiannya tanpa ……. (Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha

Mengetahui.): ia Maha Mengetahui perkara yang halus dan tersembunyi.76

Luqmān mengatakan kepada anaknya bahwa إها sesungguhnya watak atau

perbuatan yang buruk (yang menafikan tauhid) dan perbuatan yang baik kedunya

tidak lepas dari pengetahuan Allah. إى تك Jika perbuatan yang baik maupun buruk

sekecil atom, atau seukuran sesuatu yang paling kecil lalu berada di tempat paling

tersebunyi atau di langit yang paling tinggi dan di bumi paling dalam, perbuatan

itu Allah mengawasi dan Allah mengetahui keadaan itu kemudian membalasnya

sesuai iradah dan kehendaknya.77

لطف خثر إى للا sesungguhnya Allah menampakkan sesuatu yang

disembunyikan dan dirahasiakan. لطف خثر Maha Lembut dan semua tidak ada

yang tertutup dan terhalang di depan Allah.78

Setelah Luqmān menjelaskan tentang sifat ilmu dan qudrah Allah yang

meliputi seluruh makhluk-Nya dan menjelaskan bahwa sesuatu yang tersembunyi

bagi Allah nampak jelas. Setelah itu Luqmān menyuruh anaknya untuk senantiasa

melaksanakan shalat dengan konstan dengan seluruh rukun-rukunnya dengan

ikhlas dan kembali kepada Allah, menghindari dari hal-hal yang menyibukkan

selainnya.79

Dari beberapa penafsiran yang telah diuraikan di atas ini menunjukan

bahwa ada komunikasi antara Luqmān dan anaknya dan ada perbedaan penafsiran

masalah tentang sebiji sawi antara al-Qushayrī dengan penafsir lainnya yang

76

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132. 77

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 40. 78

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 40. 79

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 40.

Page 99: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

86

condong memaknainya berbeda, akan tetapi sejauh pengamatan penulis ada nilai

sufistik yang terkandung dalam ayat tersebut yaitu harus muraqbah (mawas diri)

dalam menjalankan kehidupan ini.

Artinya;

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Menurut al-Jilanī, setelah Luqmān menjelaskan tentang sifat ilmu dan

qudrah Allah yang meliputi seluruh makhluk-Nya dan menjelaskan bahwa

sesuatu yang tersembunyi bagi Allah nampak jelas. Setelah itu, Luqmān

menyuruh anaknya untuk senantiasa melaksanakan shalat dengan konstan dengan

seluruh rukun-rukunnya disertai keikhlasan dan kembali kepada Allah,

menghindari dari hal-hal yang menyibukkan dari-Nya, juga mengosongkan hati

dari semua hal-hal yang bersifat manusiawi dan hawa nafsu. Selain itu, ia juga

menyuruh anaknya untuk bertauhid melalui kebaikan secara akal dan syariat, juga

melarang hal-hal yang merugikan secara akal dan syariat. 80

Ibn „Ajibah menafsiri kandungan ayat ini, dengan penjelasan sebagai

berikut; “wahai anakku sempurnakalah jiwamu dan dirikanlah shalat,

kerjakanlah yang baik dan jauhilah yang buruk dengan sempurna dan

bersabarlah dari ujian yang menimpa kamu, apabila diperintah untuk

mengerjakan yang baik kerjakanlah, apabila disuruh meninggalkan perbuatan

80

‘Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 h. 41.

Page 100: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

87

yang buruk, maka tinggalkanlah dan sesunggungnya pekerjaan tersebut sudah

memenuhi perintah Allah. Dan perintah yang terdapat dalam ayat ini berlaku

bagi semua umat”.81

Al-Qushayrī berkata: “perintah berbuat kebaikan adalah dengan

perkataan, dan menyampaikannya dengan mencegah dirimu dari sesuatu yang

dilarang. kesibukan dan disifati dirimu dengan apa yang kamu perintahkan

kepada orang lain. Siapa yang tidak bisa me-manage dirinya, maka ia tidak bisa

mengimplementasikan kepada orang lain. Perbuatan baik yang wajib untuk

perintah adalah sesuatu yang dapat menyampaikan seorang hamba kepada Allah

swt., dan perbuatan mungkar yang wajib dilarang adalah apa yang menyibukkan

seorang hamba dari Allah swt”. 82

(Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) adalah sebuah

peringatan bagi orang yang taat kepada Allah swt dengan benar, maka akan diuji.

Cara dalam menanggulangi ujian tersebut adalah dengan bersabar. Karena orang

yang bersabar kepada Allah swt. maka tidak akan merugi.

4. Komunikasi Nabi Ibrāhīm dan Ismā’īl

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-

sama Ibrāhīm, Ibrāhīm berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat

dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa

pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang

81

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 456 82

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132.

Page 101: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

88

diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk

orang-orang yang sabar".

Ayat ini ditafsiri oleh Ibn „Ajībah (1747-1809 M)83

dengan mengatakan

bahwa kalimat: “maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)” ditafsiri

sampai pada masa baligh (dewasa), di kalangan para ulama ada perbedaan

pendapat tentang rentang umur yang dianggap sanggup. Ada yang mengatakan

tiga belas tahun dan ada pula yang mengatakan dua puluh tiga tahun”. Terlepas

dari kontroversi tersebut, esensi yang paling penting dari penafsiran ayat tersebut

yaitu menerimanya Nabi Ismā‟īl atas perintah Allah untuk menyembelih dirinya.84

Adapun Ibn „Abd al-Salam menafsiri ayat tersebut dengan mengatakan

yang dimaksud dengan “sampai umur yang sanggup” adalah mereka yang

mampu melaksanakan pekerjaan, ibadah atau pekerjaan (amal) untuk sesuatu yang

diperlukan dan kisaran umurnya adalah tiga belas tahun.85

Menurut Ismā‟īl al-Haqqi86

dalam Tafsir Ruḥ al-Bayan mengatakan bahwa

ا تلغ ) dimaknai dengan anak laki-laki yang duduk bersama Nabi Ibrāhīm (فلو

83

Ia lahir dari keluarga sharif di suku Anjra yang berkisar dari Tangier ke Tetuan

sepanjang pantai Mediterania Maroko. Sebagai seorang anak ia mengembangkan cinta

pengetahuan, menghafal al-Qur`an dan mempelajari mata pelajaran mulai dari tata bahasa Arab

klasik, etika agama, puisi, pembacaan al-Quran dan tafsir. Ketika ia mencapai usia delapan belas

tahun ia meninggalkan rumah dan melakukan studi pengetahuan eksoteris di Qasr al-Kabir di

bawah pengawasan Sidi Muhammad al-Susi al-Samlali. ia diperkenalkan studi dalam ilmu, seni,

filsafat, hukum dan tafsir al-Qur`an secara mendalam. Ia pergi ke Fes untuk belajar dengan

Mohammed al-Tawudi ibn Suda, Bennani, dan El-Warzazi, dan bergabung dengan Darqawiyya

baru di 1208 H (1793 M), yang ia adalah wakil di bagian utara dari wilayah Jbala. Dia

menghabiskan seluruh hidupnya di dalam dan sekitar Tetuan, dan meninggal karena wabah di

1224 H (1809 M). Dia adalah penulis dari sekitar empat puluh karya dan Fahrasa yang

memberikan informasi menarik mengenai pusat intelektual yang Tetuan telah menjadi pada awal

abad ke-19. Di antara keturunannya adalah saudara Ghumari terkenal, adapun nama tafsirnya Al-

Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd. 84

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, (Kairo: Dar Salam, tt), h.

449. 85

Ibn „Abd al-Salām, Tafsir Ibn Abd al-Salām (Kairo: Dar Harb, tt), Jilid 3 h. 67 86

Bursawi lahir pada tahun 1652 setelah ayahnya pindah ke kota Aydos di Balkanians,

ketika seluruh keluarga kehilangan rumah dan mebel mereka karena kebakaran hebat. Dia mulai

Page 102: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

89

sembari mendengarkan dan menyimak cerita tentang mimpi Nabi Ibrāhīm untuk

menyembelih anak tesebut, anak tersebut memiliki akhlak yang sempurna dan

umurnya berkisar tiga belas tahun. 87

Adapun dalam Tafsīr al-Bahr dijelaskan bahwa ada seorang anak yang

duduk bersama ayahnya dengan pendengaran yang sungguh-sungguh, ia mengutip

pendapat Ibn Abbās, Mujahid, yang mengatakan bahwa al-Sa‟ya diartikan dengan

Ibadah, perbuatan dan pertolongan sedangkan menuru Imam al-Zamakhshari

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-Sa‟yu yaitu perkiraan tentang

rentrang umur yang dianggap baligh.88

Dari beberapa penafsiran ini, penulis dapat

menyimpulkan bahwa batasan umur yang dianggap mampu itu belum ada

kesepatakan di kalangan ulama.

Kelanjutan ayat berikutnya yang artinya: “hai anakku Sesungguhnya aku

melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. “Maka fikirkanlah apa

pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan

kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang

belajar fiqh, tafsir, kalam, hadits, tata bahasa dan linguistik serta logika pada usia dini. Ia juga

dikenal untuk menghasilkan salinan tulisan tangan tentang ilmu. Ketika ia menyelesaikan

pendidikannya, gurunya Osman Fadlee Efendy mengangkatnya ke kota Bursa. Dalam kata-katanya

sendiri, terlepas dari Osman Fadlee Efendy, Bursawi menyebutkan Muhyiddīn Arabi, Abd al-

Qadir al-Jilānī, Ibrāhīm Edhem dan Aziz Mahmood Hudayee sebagai master berpengaruh.

Kemudia ia dikirim ke kota Skobje. Sebelum melakukan perjalanan, gurunya memberi surat. Surat

itu terdiri dari nasihat agar memberitakan masyarakat untuk melakukan hal-hal yang baik yang

diajarkan agama. Melarang mereka untuk melakukan perbuatan salah dan hal yang jahat.

Bersiaplah untuk peringatan yang disebutkan dalam ayat 48 surah al-Qalam. Bersabar dan

bersyukur kepada Allah. Menghabiskan malam untuk menyembah kepada-Nya, takut kepada

Allah, meninggalkan hal-hal yang mungkin mengakibatkan keburukan. Bahkan jika diajak ke

tempat-tempat maksiat yang mungkin terjadi, agar tidak mengikutinya. Apa pun yang ia lakukan

adalah mengajak masyarakat untuk belajar “‟ilm” dan untuk melaksanakan perbuatan baik.

Mendidik mereka tentang tindakan mereka, serta tentang hal-hal iman mereka. Apakah mereka

berada di hadapan Anda atau tidak, berbicara sangat dari mereka. " Ismail Haqqi Bursawi

menghabiskan 10 tahun di Skobje dan kemudian pergi ke Bursa lagi untuk terus mendidik murid-

muridnya. Dia meninggal pada tahun 1725 di Bursa. 87

Ismail Haqqi, Tafsīr Rūḥ al-Bayān, (Beirut: Dār al-Fikr, 1995) Jilid 5, h. 76. 88

Ismail Haqqi, Tafsīr Rūḥ al-Bayān, Jilid 5, h. 77 .

Page 103: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

90

sabar” ditafsiri oleh Ibn Abd al-Salam dengan mengatakan bahwa قال الرسىل للا

,(Artinya: bahwa mimpinya para Nabi adalah wahyu) عله وسلن: "رؤا الثاء وح"

dalam mimpi tersebut ada perintah kepada Nabi Ibrāhīm untuk menyembelih Nabi

Ismā‟īl, ini merupakan ujian yang dihadapi keluarga Nabi Ibrāhīm, namun mereka

sabar dalam menghadapi ujian tersebut. Kesabaran inilah yang kemudian akan

melahirkan kekuatan keberagamaannya, kepercayaan untuk taat terhadap perintah

Allah dan keinginannya cepat dikabulkan.89

Sedangkan Ibn „Ajibah menafsiri kata ( قال ات إ أري ف الوام أ أذتحك)

dengan mengartikan dalam mimpi tersebut Nabi Ibrāhīm menyembelih anaknya

(Ismā‟īl), mimpi para Nabi adalah wahyu sehingga meskipun perintah tersebut

diterima ketika tidur sama saja dengan ketika bangun karena semuanya wahyu

kerjakanlah apa yang diperintah yaitu dengan menyembelih (افعل ها تؤهر)

anaknya,90

meskipun hal ini terasa berat tetapi Nabi Ismā‟īl sebagai anak yang

diperintahkan menerima begitu saja, walaupun syaitan menggoda dengan cara

menakut-nakuti keluarga Nabi Ibrāhīm. Peristiwa mimpi yang dialami oleh Nabi

Ibrāhīm as.91

terjadi sebanyak tiga kali. Pertama dinamai dengan yaumu tarwiyah

yang kedua yaumu arafah dan ketiga yaumu al-naḥr. Nabi Ibrāhīm ketika

menceritakan mimpi tersebut sambil menangis dan Nabi Ismā‟īl pun ikut

menangis, namun kedua sama-sama menerima perintah tersebut dan Nabi Ismā‟īl

sebagai anak menerima apa yang diperintahkan kepadanya ini menunjukan bahwa

ia merupakan anak yang mempunyai budi luhur yang mulia.92

89

Ibn „Abd al-Salām, Tafsir Ibn „Abd al-Salām, Jilid 5 h. 78 90

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 345 91

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 345 92

Ibn „Ajibah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur‟ān al-Majīd, h. 346.

Page 104: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

91

Menurut al-Jilānī, ketika Ismā‟il as. lahir dan ia mencapai usia anak-anak

dan tampak darinya al-Rusdu al-Fitri (pikiran yang suci) dan watak yang cedas.

Sampai ia berumur 7 tahun atau 13 tahun. ع ا تلغ هعه الس ”makna dari “al-sa‟ya فلو

berarti mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri dan kepentingan-

kepetingan yang berhubungan kehidupan (mandiri). Kemudian ia pergi dan datang

bersama ayahnya yaitu Nabi Ibrāhīm احتطاب dan kepekerjaannya dengan dibantu

Nabi Ibrāhīm dengan kasih sayang dan tidak membiarkan. Kemudian ketika kasih

sayang Nabi Ibrāhīm telah melekat dan hatinya telah terpaut, di saat bersamaan

Nabi Ibrāhīm telah mencapai kecintaan tertinggi pada Allah. Sampai dalam

mimpinya Nabi Ibrāhīm bertemu dengan Allah. Di dalam mimpi itu, Allah

menyuruh Nabi Ibrāhīm untuk menyembelih anaknya sebagai bukti cintanya.

Pada saat disembelih, Nabi Ismā‟il menampakkan kesabarannya pada ujian itu.

Namun Nabi Ibrāhīm was-was dalam mimpinya karena kengerian akan

penyembelihan tersebut, kemudian ia meminta ampun kepada Allah dan minta

pertolongan. Hal itu berulang sampai 3 kali. Akan hal itu, Nabi sadar dan

menyakini bahwa itu perintah dari Allah karena Nabi memiliki nūr al-nubuwwah.

Nabi melaksanakan perintah Allah masih dengan perasaan khawatir karena rasa

cintanya terhadap anaknya. Tapi Nabi lebih memilih Allah karena cintanya dan

melaksanakan perintah menyembelih anaknya.93

قال ا ت Nabi Ibrāhīm memanggil dan memanjakannya dengan kasih

sayang. Kemudian menceritakan mimpinya kepada anaknya tersebut. Kemudian

mengajak anaknya merenung dan meminta jawaban apakah bisa bersabar atau

93

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4, h. 217-218.

Page 105: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

92

tidak. Ismā‟īl menjawabnya dengan menerima dan pasrah terhadap hal itu, demi

untuk menyempurnakan ketaatan dan ketundukan kepada hukum Allah.94

Nabi Ismā‟īl meminta agar melaksanakan penyembelihan ا أتت افعل ها تؤهر

itu untuk mendekatkan diri dan mencari ridha Allah. Selain itu, Nabi Ismā‟īl

menguatkan ayahnya agar jangan ragu untuk menyembelihnya dengan jangan

mempedulikan hubungan ayah-anak. Sekaligus berharap ayahnya menjadi orang

yang sabar.95

berarti mendapatiku bersabar juga ستجد setelah Nabi Ismā‟īl إى شاء للا

berharap mempunyai sifat sabar seperti ayahnya, ia menyandarkan diri kepada

iradah Allah. اتري هي الص mampu menanggung kesulitan dan musibah yang datang

dari sisi yang benar.96

Dari beberapa penafsiran di atas ini mengindikasikan adanya kesamaan

antara penafsiran Imam al-Qushayrī dengan beberapa penafsir lainnya, akan tetapi

ada perbedaan juga meskipun tidak banyak. Hampir sepakat bahwa ada hikmah

dalam ayat tersebut yaitu mengajarkan kesabaran dalam menghadapi ujian atau

cobaan yang diberikan oleh Allah pada manusia. Sebagai orang tua, Nabi Ibrāhīm

menyampaikan perintah tersebut tidak langsung memberikan perintah untuk

menyembelih, namun melalui proses musyawarah dalam keluarga dan Nabi

Ismā‟īl mengikuti apa yang diperintah oleh Allah kepada Nabi Ibrāhīm, ini

menunjukkan bahwa anak tersebut anak yang mempunyai akhlak yang mulia.

94

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 219. 95

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 220. 96

„Abd al-Qādir al-Jīlānī, Tafsīr al-Jīlānī, jilid 4 220.

Page 106: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

93

C. Nilai Sufistik dalam Tafsir Ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak

Pada sub judul ini penulis akan menjelaskan terminologi-terminologi

sufistik yang dianalisis dari ayat-ayat komunikasi orang tua dan anak. Adapun

terminologi sufistik yang dijadikan kajian adalah konsep tasawuf sunni al-

Qushayrī.

Dijadikannya konsep tasawuf sunni al-Qushayrī sebagai objek kajian,

dengan alasan untuk menemukan nilai sufistik yang terkandung dalam ayat-ayat

komunikasi orang tua dan anak yang dijadikan objek penelitian.

1. Tauhid

Dari segi etimologi berasal dari kata waḥada, yaḥidu waḥdan. Akar kata

aḥada adalah waḥada, kemudian huruf wawu diganti dengan ḥamzah, sebagian

huruf-huruf yang di-kasrah dan di-ḍammah diganti. Makna eksistensi Allah swt.

sebagai bersifat Esa didasarkan ucapan ilmu. Dikatakan, “adalah Dzat yang tidak

dibenarkan untuk disifati dengan penempatan dan penghilangan.” Berbeda

dengan ucapan manusia satu, berarti mengatakan, “manusia tanpa tangan dan

tanpa kaki”, sehingga dibenarkan hilangnya, sesuatu dari organ manusia.

Sedangkan Allah swt. adalah ketunggalan Dzat.97

Tauhid adalah menjauhkan langkah dari kebaruan (ḥudūts), berpaling dari

makhluk (hādith) dan menghadap kepada yang qadim, hingga hamba tidak

menyaksikan dirinya sendiri atau yang lainnya.98

Tauhid pada tahap awal adalah

menafikan keberpisahan dan berpegang pada penyatuan. Sedangkan pada tahap

akhir, orang yang bertauhid mungkin lebur dalam penyatuan sekalipun dalam

97

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf

(Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 373. 98

Imam Ghazālī, Pilar-pilar Rohani (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000), cet 2, h. 24.

Page 107: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

94

keadaan terpisah atau lebur dalam penyatuan dengan penyatuan itu sendiri dengan

memandang pada keberpisahan, yang masing-masing dari penyatuan dan

keberpisahan tidak menghalangi satu sama lain.99

Al-Hujwiri mengatakan bahwa tauhid adalah menyatakan keesaan sesuatu

dan memiliki pengetahuan yang sempurna tentang keesaannya. Karena tuhan itu

esa, tanpa ada sekutu, zat dan sifat-sifatnya, tanpa ada yang menyamainya dan

tanpa ada sekutunya dalam tindakan-tindakannya. Pengetahuan tentang keesaan

Allah adalah tauhid.100

Pengesaan ada tiga macam yaitu (1) pegesaan Tuhan akan Tuhan itu

sendiri, yaitu tentang pengetahuan-Nya tentang keesaan-Nya. (2) pengesaan

Tuhan akan makhluk-makhluk-Nya, yakni takdir-Nya bahwa manusia akan

menyatakan Esa dan penciptaan pengesaan di dalam hatinya (3) pengesaan

manusia akan Tuhannya yaitu pengetahuan mereka tentang keesaan Tuhan. Maka

dari itu, apabila ada orang-orang yang mengenal Tuhan. Kemudian ia bisa

mengemukakan keesaannya dan menyatakan bahwa Dia adalah satu, yang tidak

mengalami penyatuan dan pemisahan dan tidak mengenal dualitas.101

Beberapa ayat yang menjadi sampel untuk melihat bahwa ada nilai-nilai

tasawuf dalam komunikasi orang tua dan anak dalam al-Qur`an menunjukan

bahwa ayat yang mengandung komunikasi tentang persoalan tauhid adalah QS.

Luqmān [31]: 13 dan nampaknya tauhid yang digambarkan dalam ayat tersebut

tidak sedetail yang digambarkan oleh para sufi, tauhid yang diajarkan Luqmān

99

Imam Ghazālī, Pilar-pilar Rohani, cet 2, h. 25-26. 100

Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, Penerjemaah Abdul Hadi WM (Bandung: Mizan, 2015),

h. 265. 101

Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, h. 268.

Page 108: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

95

kepada anaknya hanya tidak boleh menyekutukan Allah. Ini menunjukan bahwa

tauhid tersebut layak diajarkan kepada anak-anak dan tauhidnya termasuk

penegetahuan tentang tauhidnya orang awam menurut Imam al-Ghazālī. 102

Al-Qushayrī dalam menafsirkan QS. Luqmān [31]: 13 yang merupakan

ayat komunikasi orang tua dan anak ini, menyebut bahwa syirik ada dua macam,

yaitu syirik yang nyata dan syirik yang tersembunyi. Syirik yang nyata yaitu

menyembah berhala, sedangkan syirik yang tersembunyi adalah mengharapkan

sesuatu dari dua hal yang baru. Syirik juga dimaknai sebagai penetapan selain

berbarengan dengan menyaksikan yang ghaib. Ada juga yang memaknai syirik

sebagai kezaliman kepada hati, dan maksiat adalah kezaliman kepada diri sendiri.

Kezaliman kepada diri sendiri ditunjukkan ampunan, sedangkan kezaliman

kepada hati tidak ada cara untuk ditunjukkan ampunan.103

Hal ini menunjukan

dalam komunikasi antara Luqmān dan anaknya menitikberatkan kepada

pengajaran ketauhidan.

Al-Qushayrī dalam kitabnya Rishalat al-Qushairiyah, menyebut tauhid

merupakan suatu hukum bahwa Allah swt. Maha Esa, dan mengetahui bahwa

sesuatu itu satu. Dikatakan, waḥḥadatu jika menyifati-Nya dengan sifat

wahdaniyah. Seperti dikatakan, “anda berani dengan si Fulan bila anda

dihubungkan dengan sifat keberanian (shajā‟ah)”.104

Al-Ghazālī menggambarkan tentang tauhid sebagaimana dikutip oleh

Abdul Muqsith Ghazali, tauhid adalah pangkal atau dasar dari tasawuf adalah

102

Abdul Muqsith Ghazālī, “Tasawuf al-Ghazālī dan Relevansi dalam Konteks Sekarang”

dalam buletin Risalah Edisi Oktober 2016, h. 28-31. 103

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 3, h. 130. 104

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf

(Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 373.

Page 109: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

96

tauhid, bagi Imam Ghazali tauhid bagaikan laut yang tidak bertepi dan dia

membagi pada 4 bagian : (1) orang yang hanya mengucapkan kalimat lā ilāha illa

Allāh tapi hatinya melupakannya berarti imam mereka hanyalah pura-pura saja,

(2) kalimat tauhid yang diucapkan kemudian hatinya mengakuinya, maka ia akan

selamat dari siksa akhirat, (3) melihat Tuhan dengan melihat sesuatu lainnya,

inilah yang disebut dengan kedudukan orang yang dekat kepada Allah dan (3)

bahwa wujud ini hanya satu, Allah ini menunjukan orang tersebut sudah tidak

berwujud.105

2. Sabar

Kata sabar secara bahasa diambil dari bahasa Arab yaitu dari kata al-ḥabsu

(belenggu) atau al-Man‟u (larangan).106

Sedangkan secara istilah, seperti menurut

Zakaria al-Anṣarī yang mengungkapkan bahwa sabar merupakan kemampuan

seseorang untuk mengendalikan diri terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang

disenangi maupun yang dibenci. Selain itu, menurut Qasim Junaydī, sabar adalah

mengalihkan perhatian dari urusan dunia kepada urusan akhirat.107

Menurut Ibn Faris, kata sabar dari akar kata ṣa ba ra yang mempunyai tiga

makna dasar. 1) menahan dan mengekang, 2) bagian yang tertinggi pada sesuatu,

dan 3) segala sesuatu yang keras seperti besi, batu dan lainnya.108

Kata Sabar

dengan berbagai turunannya, disebutkan dalam al-Qur`an sebanyak 103 kali yang

tersebar pada 45 surat, 40% dari keseluruhan surat dalam al-Qur`an yang

berjumlah 114, di 93 ayat.

105

Abdul Muqsith Ghazālī, “Tasawuf al-Ghazālī dan Relevansi dalam Konteks

Sekarang” dalam bultin Risalah Edisi Oktober 2016, h. 28-31. 106

Amru Muhammad Kholid, Sabar dan Santun (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, t.t), h. 6. 107

Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Islam (Bandung: Rosda, 2003), h. 228. 108

Ibn Faris, Mu‟jam Maqāyis al-Lughah (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), jilid 3, h. 257.

Page 110: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

97

Menurut al-Iṣfahānī, sabar merupakan upaya menahan diri berdasar pada

tuntutan akal dan agama, atau menahan diri berdasarkan tuntutan akal dan agama,

atau menahan diri dari segala sesuatu yang harus ditahan dengan pertimbangan

akal dan agama. Jadi, sabar adalah kata yang memiliki makna umum. Istilahnya

bisa beragam sesuai perbedaan obyeknya. Apabila menahan diri dalam keadaan

mendapat musibah disebut sabar, kebalikannya adalah al-jaza‟u (sedih dan keluh

kesah).109

Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ibrāhīm [14]: 21.110

Sedangkan menurut al-Ghazālī, sabar ada dua macam: pertama, bersifat

fisik, seperti menanggung penderitaan secara fisik dan berusaha tetap tegar

menghadapi. Kedua adalah al-Ṣabru al-Nafsi (menahan diri) dari segala bentuk

keburukan yang menyenangkan dan tuntutan hawa nafsu. 111

Sesuatu yang dinisbatkan kepada kesabaran adalah riyādhah dan tahdzīb

karena di antara buah kesabaran adalah riyādhah yang merupakan latihan

kezuhudan dan tahdzīb (penempaan adab). Ilmu untuk mendapatkannya adalah

dengan cara mempercayai Allah swt.112

Adapun objek sabar di antaranya adalah:

109

Al-Rāghib al-Iṣfahānī, Mu‟jam Mufradāt Alfāḍi al-Qur`an, h. 273. 110

QS. Ibrāhīm [14]: 21:

Artinya:

“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat

Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong:

"Sesungguhnya Kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, Maka dapatkah kamu

menghindarkan daripada Kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? mereka

menjawab: "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada Kami, niscaya Kami dapat

memberi petunjuk kepadamu. sama saja bagi kita, Apakah kita mengeluh ataukah

bersabar. sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri".” 111

Al-Baihaqī, Shu‟abu al-Imān, jilid 7, h. 426. 112

Imam Ghazālī, Pilar-pilar Rohani, cet 2, h. 130.

Page 111: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

98

a. Sabar terhadap cobaan dunia

Seperti dalam QS. Al-Baqarah [2]: 155-157.

Artinya:

155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit

ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan

berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka

mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.

157. mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat

dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat

petunjuk.

b. Sabar terhadap Dorongan Nafsu

Allah memang menguji manusia dengan penderitaan juga kesenangan.

Seperti disebutkan dalam QS. Al-Anbiyā [21]: 35.

Artinya:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu

dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-

benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.”

Ketika dalam keadaan emosi, seorang mukmin juga dituntut untuk dapat

menahan diri atau dengan balaslah yang setimpal dan tidak melampaui batas.

Seperti dalam QS. Al-Naḥl [16]: 126.

Page 112: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

99

Artinya:

“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan

yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika

kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang

yang sabar.”

c. Sabar dalam Melaksanakan Ketaatan Kepada Allah

Seperti disebutkan dalam QS. Maryam [19]: 65.

Artinya:

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di

antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam

beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama

dengan Dia (yang patut disembah)?”

d. Sabar terhadap Gangguan Orang Yang Tidak Beriman

Seperti dalam QS. Āli „Īmrān [3]: 186.

Artinya:

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan

(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang

diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan

Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar

Page 113: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

100

dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan

yang patut diutamakan.”

e. Sabar dalam Hubungan Sosial

Seperti dalam QS. Al-Hujurāt [49]: 4-5

Artinya:

4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu)

kebanyakan mereka tidak mengerti.

5. dan kalau Sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui

mereka Sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.

f. Sabar dalam Peperangan

Seperti dalam QS. Al-Anfāl [8]: 45-46.

Artinya:

45. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan

(musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah

sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.

46. dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu

berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang

kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang

yang sabar.

Ayat-ayat komunikasi orang tua dan anak yang menjelaskan adalah

perkataan Nabi Ismā‟il atas pendapatnya ia memerintahkan ayahnya untuk

Page 114: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

101

melakukan apa yang sudah diperintahkan Allah, menyatakan bahwa perkataan

Ismā‟il – “ya ayahku! Perbuatlah apa yang diperintahkan kepada engkau. Akan

engkau dapati aku -Insya Allah- termasuk orang-orang yang sabar. Alangkah

mengharukan sekali jawaban sang anak. Benar-benar terkabul doa ayahnya yang

memohon diberi keturunan yang terhitung orang yang ṣāliḥ.

Perkataan Ismā‟il dalam QS. al-Ṣaffat [37]:102 menunjukkan bentuk

kesabaran dan kerelaan hatinya atas segala perintah Allah, hal ini menunjukkan

tingginya akhlak dan sopan santunnya kepada Allah dan kesabarannya itu pun

Ismā‟il kaitkan dengan ketetapan Allah.

Ketetapan Allah atau takdir digambarkan oleh dua kata: qadar dan qaḍa.

Kedua-duanya bermakna ketetapan, tetapi memiliki nuansa yang berbeda. Qadar

merupakan makna: ketetapan yang ditentukan sepenuhnya oleh Allah, tanpa bisa

diganggu gugat. Sedangkan qaḍa adalah: ketetapan Allah yang ditentukan

berdasarkan usaha tertentu.

Nilai subtansi dalam tentang kisah percakapan Nabi Ibrāhīm dan Isma‟īl

terdapat pada ayat selanjutnya yaitu: Q.S al-Ṣaffat [37]: 103113

, yaitu bahwa

keduanya - ayah dan anak- aslama berserah diri. Aslamā, yuslimāni, keduanya

berserah diri, sebulatnya, sepenuhnya. Itulah Islam! Semuanya terpulang kepada

Allah. Dengan sikap penyerahan diri kepada Allah sepenuhnya dan sebulatnya

kepada Allah yang demikian itulah sebenar-benarnya agama di sisi Allah.

113

QS. al-Ṣaffat [37]:102

Artinya:

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrāhīm membaringkan anaknya atas

pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

Page 115: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

102

Begitulah bentuk kesabaran Nabi Ibrāhim dan Nabi Ismā‟il menunjukkan

bentuk akhlak yang tinggi kepada Allah, karena Allah telah menciptakan manusia

dengan sebaik-baiknya ciptaan sehingga manusia patut menyembah dan

menyerahkan segalanya kepada Allah karena hakikatnya semua ini merupakan

kepunyaan Allah.

Sabar menurut al-Qushayrī dibagi dalam beberapa macam: sabar terhadap

apa yang diupayakan, dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan. Mengenai

sabar dengan upaya, terbagi menjadi dua: sabar dalam menjalankan perintah Allah

dan sabar dalam menjauhi larangan-Nya. Sedangkan sabar terhadap hal-hal yang

tidak melalui upaya dari si hamba, maka kesabarannya adalah dalam menjalani

ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran baginya.114

Jadi, bisa dikatakan

bahwa komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‟il merupakan bentuk

kesabaran yang perlu diupayakan. Kesabaran Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‟il

terhadap ujian yang mengharuskan melakukan penyembelihan terhadap Ismā‟il

adalah bentuk upaya untuk menjalankan perintah Allah.

Selain QS. al-Ṣaffat [37]: 102, komunikasi orang tua dan anak terkait nilai

sufistik kesabaran terdapat pula pada QS. Luqmān [31]: 17. Sama halnya dengan

komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‟il, di QS. Luqmān [31]: 17 juga

mengandung pesan sufistik mengenai kesabaran yang harus diupayakan oleh

manusia dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan segala sesuatu

yang dilarang-Nya. Seperti yang dijelaskan al-Qushayrī, perintah berbuat

kebaikan adalah dengan perkatakan dan menyampaikannya dengan mencegah dari

114

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 209.

Page 116: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

103

sesuatu yang dilarang. Siapa yang bisa mengatur dirinya, maka akan dapat

mengimplementasikan dirinya kepadan orang lain. Perbuatan baik yang dilakukan

dapat menyampaikan seorang hamba kepada Allah swt. dan kemungkaran adalah

sesuatu yang menyibukkan manusia dari Allah swt.115

3. Cinta

Maḥabbaḥ atau cinta menurut bahasa Indonesia adalah perasaan kasih

sayang; lupa akan kepentingan diri sendiri karena mendahulukan cintanya kepada

Allah.116

Kata maḥabbaḥ berasal dari bahasa Arab: aḥabba, yuḥibbu, maḥabbatan

yang arti harfiahnya adalah mencintai secara mendalam, atau kecintaan, cinta

yang mendalam.117

Secara istilah maḥabbah menurut Sa„īd al-Būṭī bahwa cinta adalah

ketergantungan hati kepada sesuatu sehingga menyebabkan kenyamanan di hati

saat berada di dekatnya atau perasaan gelisah di saat berada darinya.118

Cinta (maḥabbaḥ) merupakan warisan tauhid dan makrifat. Setiap maqam

dan keadaan spiritual (ḥāl) sebelumya kembali pada maḥabbah dan mengambil

manfaat darinya. Makrifat yang berkaitan dengan maḥabbah adalah setiap yang

berkaitan dengan zat Allah swt. dan sifat-sifatnya berupa penolakan kekurangan

dan penegasan kesempurnaan. Maḥabbah tidak memiliki makna selain

kecenderungan pada kelezatan yang sesuai.119

115

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132. 116

Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Media Pustaka

Phoenix, 2012), h. 549. 117

Hamzah Tualeka dkk, Akhlak Tasawuf (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), h. 317. 118

Said al-Buthy, Qur‟an Kitab Cinta (Jakarta: Hikmah, t.t), h. 13. 119

Imam Ghazālī, Pilar-pilar Rohani, cet 2, h. 54.

Page 117: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

104

Dalam ajaran tasawuf atau kebatinan, hati manusia dipercayai punya

kemampuan rohani dan menjadi alat satu-satunya untuk ma‟rifat pada Zat

Tuhan dan untuk mengenal sifat rahasia alam gaib. Terkait hal ini, al-Ghazālī (w.

505 H) menjelaskan bahwa Zat Tuhan itu sebenarnya terang benderang. Hanya

karena terlalu terang maka tak tertangkap oleh mata manusia. Mata manusialah

yang tak mampu menangkap Zat Tuhan.120

Mengenai hal ini, al-Qushayrī lebih memperinci lagi. Ia menyatakan

bahwa di dalam hati terdapat ruh dan sir. Seterusnya sir dikatakan sebagai tempat

menyaksikan yang gaib, dan ruh merupakan tempat mencintai Tuhan dan hati

adalah tempat untuk ma‟rifat kepada zat Tuhan.

Lebih lanjut, al-Qushayrī mengistilahkan cinta (maḥabbah) sebagai

kondisi yang mulia yang telah disaksikan Allah swt. Melalui cinta itu bagi hamba,

dan dia telah mempermaklumkan cinta-Nya kepada si hamba pula. Karenanya

Allah swt. Disifati sebagai yang mencintai hamba, dan si hamba disifati sebagai

yang mencintai Allah swt. Cinta menurut para ulama berarti kehendak. Tapi yang

dimaksud kaum sufi bukan kehendak. Karena kehendak hamba tidak ada

kaitannya dengan yang qadim, kecuali jika menggunakan perkataan itu si hamba

memaksudkan kehendak untuk membawa pada kehendak mendekat kepada-Nya

dan mengagungkan-Nya.121

Al-Ghazālī juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang

menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan

120

Abū al-Qasim al-Qushaīrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf

(Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 4. 121

Abū al-Qasim al-Qushaīrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 399-400.

Page 118: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

105

mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha

Mencintai. Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:

a. Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan

keberlangsungan hidup

Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun

mengenal bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki diri pribadinya.

Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah tergantung kepada Tuhan

yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya dan

kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan

hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka ia pun akan mencintai

pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah

Tuhan Yang Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan

tumbuh. Semakin dalam ia mengenal Tuhannya, maka semakin dalam

pula cintanya kepada Tuhan.122

b. Cinta kepada orang yang berbuat baik

Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai

oleh orang lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia untuk

menyukai kebaikan dan membenci kejahatan. Namun pada dataran

manusia dan makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah

sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap kebaikan yang

122

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 64

Page 119: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

106

dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar menggerakkan motif

tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.123

Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang

dilakukan tidaklah ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka

kebaikan yang dilakukan juga tidak ikhlas, karena masih

mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada hakikatnya, ketika

seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu juga akan

mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa

menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk

melakukan kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan

kata lain, orang yang berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga

terpaksa, bukan betul-betul mandiri, karena masih berdasarkan

perintah Allah.124

Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada

Allah, maka cinta kepada kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya

Allah yang memberikan kebaikan kepada makhluk-Nya tanpa pamrih

apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan agar Ia

disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih.

Bahkan meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah

kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah

kepada makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh

siapa pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul

123

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 66. 124

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 67.

Page 120: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

107

arif, akan timbul cinta kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik,

yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan yang tak

terhitung jumlahnya.125

c. Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak

dirasakan

Mencintai kebaikan seseorang merupakan watak dasar

manusia. Ketika seseorang mengetahui bahwa ada orang yang berbuat

baik, maka ia pun akan menyukai orang yang berbuat baik tersebut,

meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung. Seorang

penguasa yang baik dan adil, tentu akan disukai rakyatnya, meskipun

si rakyat jelata tidak pernah menerima langsung kebaikan sang

penguasa. Sebaliknya, seorang pejabat yang lalim dan korup, tentu

akan dibenci oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung

kelaliman dan korupsi sang pejabat.126

d. Cinta kepada setiap keindahan

Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah

maupun batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang

cantik diserap oleh mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta

kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam al-Shāfi‟ī, misalnya,

dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah

dan penampilan Imam al-Shāfi‟ī betul-betul menarik atau tidak.

Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan keindahan batiniah.

125

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 68. 126

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 68.

Page 121: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

108

Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada

keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa

rusak dan sirna, namun keindahan batiniah relatif lebih kekal.127

Pada gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada

keindahan Tuhan yang sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah

keindahan rohaniah yang hanya dapat dirasakan oleh mata hati dan

cahaya batin. Orang yang betul-betul menyadari betapa Tuhan Maha

Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat kesempurnaan melekat

dalam zat-Nya, maka ia pun akan menyadari betapa indahnya Tuhan,

sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.128

e. Kesesuaian dan keserasian

Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul

ketertarikan antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa

akrab bergaul dengan sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan

mudah berteman dengan sesama dosen daripada dengan seorang

tukang becak. Ketika dua orang sudah saling mengenal dengan baik,

maka tentu terdapat kesesuaian antara keduanya. Berangkat dari

kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul cinta. Sebaliknya,

jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar karena

memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya.

127

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 69. 128

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 69.

Page 122: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

109

Karena ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka

atau bahkan benci.129

Dalam konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada

Tuhan akan muncul. Meski demikian, kesesuaian yang dimaksud ini

bukanlah bersifat lahiriah seperti yang diuraikan di atas, namun

kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang kesesuaian batiniah ini

merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-Ghazālī

tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi

boleh diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan

diri kepada Tuhan dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia,

misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan, dan lain-lain.130

Terkait dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal

yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada

yang mampu menandingi atau menyerupainya. Keserasian yang

terdapat dalam jiwa orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah,

sehingga ia mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati, hanyalah

dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut adalah wilayah

misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul

mengalami cinta ilahiah.131

Ayat yang menguraikan masalah ini ada pada QS. Al-Sāffāt [37]: 102.

Pada ayat ini menunjukkan komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‟īl

yang mendiskusikan perintah Allah terhadap nabi Ibrāhīm untuk mengorbankan

129

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 69. 130

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 70. 131

Abū Ḥamid al-Ghazālī, Ihya‟ Ulumuddin, Jilid 2 h. 70.

Page 123: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

110

anaknya nabi Ismā‟īl. Komunikasi orang tua dan anaknya ini menunjukkan rasa

cinta yang besar terhadap Allah. Hal ini bisa dilihat dari pengorbanan ayah karena

cintanya terhadap Allah lebih besar dari pada cinta kepada anaknnya, maka ia pun

dengan tekad yang kuat merelakan anaknya dikorbankan. Selain itu, kerelaan

Nabi Ismā‟īl untuk dikorbankan juga menunjukkan kecintaan terhadap Allah lebih

besar dibandingkan rasa cintanya terhadap dirinya sendiri.

4. Murāqabah

Murāqabah berasal dari kata rāqaba, yurāqibu, Murāqabatab yang

artinya: melihat, menjaga, mengawasi. Murāqabah berasal juga dari nama Allah

yaitu: al-Raqīb yang artinya: penjaga segala sesuatu, pengawas segala sesuatu

yang tidak bisa sembunyi dari pengawasannya.132

Murāqabah terdiri atas dua tingkatan, yaitu murāqabah para ṣaddiqīn

(orang-orang yang benar dan tulus) dan murāqabah aṣhāb al-yamīn. Tingkat

pertama murāqabah para ṣaddiqīn adalah muqārabah pengagungan dan

pemuliaan. Yaitu kalbu tenggelam dalam pengawasan keagungan tersebut dan

tunduk di bawah haybah. Sama sekali tidak tersisa lagi baginya keleluasan untuk

berpaling kepada yang lain. Tingkat kedua adalah murāqabah orang yang wara‟

di antara aṣhāb al-yamīn. Mereka adalah kaum yang lahir dan batinnya dikuasai

pengawasan Allah swt. namun, pengawasan Yang Maha Agung itu tidak

menggelisahkan mereka.133

Maka, orang yang mempunyai penglihatan hati dari sejumlah hamba

mengetahui bahwa Allah swt. mengintai mereka dan mereka akan diperdebatkan

132

Ibrāhīm Musṭafā, dkk, Al-Mu‟jam al-Wasīṭ (Turki: al-Maktabah al-Islāmiyah Istambul,

t.t), h. 364. 133

Imam Ghazālī, Pilar-pilar Rohani, cet 2, h. 65-66.

Page 124: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

111

dalam hisab dan dituntut dengan seberat atom dari goresan-goresan hati dan masa-

masa sekejap mata.134

Terkait pengertian Murāqabah, al-Qushayrī mengutip komentar dari „Ali

al-Daqqāq yang merujuk sabda Nabi: “jika engkau tidak melihat-Nya,

sesungguhnya dia melihatmu”. „Ali al-Daqqāq menjelaskan bahwa sabda Nabi

tersebut merupakan petunjuk mengenai keadaan mawas diri kepada Allah swt.

Atau yang diistilahkan Murāqabah. Sebab mawas diri adalah kesadaran hamba

bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.135

Selain itu, al-Qushayrī juga mengutip

pendapat Ja‟far ibn Naṣr yang memaknai murāqabah dengan menjaga diri

terhadap perkara yang tidak baik dikarenakan adanya kesadaran akan pengawasan

Allah swt. Terhadap setiap bisikan.136

Pesan sufistik dalam ayat komunikasi orang tua dan anak, dapat dilihat

bahwa al-Qushayrī menekankan nilai murāqabah. Hal itu dapat dilihat pada

penafsiran al-Qushayrī terhadap QS. Luqmān [31]: 16 yang penjelasannya bahwa

Allah Maha Mengetahui perkara yang halus dan tersembunyi.137

5. Raja’

Secara etimologi, kata raja‟ berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari 3

huruf yaitu: ra, jim dan „ain yang berarti radda (mengembalikan, menjawab,

meolak, memalingkan).138

134

Imam Ghazālī, Terjemah Ihyā` „Ulumuddīn. Terj. Moh. Zuhri, Muqoffin Mochtar dan

Muqorrobin Misbah (Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1994), jilid IX, h. 119. 135

Abū al-Qasim al-Qushaīrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 218. 136

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 220. 137

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 5, h. 132. 138

Ibn Faris, Mu‟jam Maqāyis al-Lughah, jilid 2, h. 490.

Page 125: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

112

Raja‟ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi

di masa yang akan datang, sebagaimana halnya takut adalah berkaitan dengan apa

yang akan terjadi di masa yang akan datang..139

Ibn Khubaiq menjelaskan bahwa ada tiga macam raja‟ yaitu: ada manusia

yang melakukan amal baik dengan harapan amal perbuatannya diterima oleh

Allah swt., ada orang yang melakukan keburukkan kemudian bertobat dengan

harapan memperoleh pengampunan. Ada juga orang yang tertipu diri sendiri, yang

terus melakukan dosa, sambil berkata “aku berharap untuk memperoleh

pengampunan.” Bagi yang tahu bahwa dirinya melakukan amal buruk, takut

selayaknya lebih berkuasa atas dirinya dari pada harap.140

Sedangkan „Alī al-Rudhbarī memberi penjelasan kaitan antara takut dan

harapan dia menyebut: “takut dan harap adalah seperti sepasang sayap burung.

Manakala kedua belah sayap itu seimbang, si burung pun akan terbang dengan

sempurna dan seimbang. Tetapi manakala salah satunya kurang berfungsi, maka

hal ini akan menjadikan si burung kehilangan kemampuannya untuk terbang.

Apabila takut dan harap keduannya tidak ada, maka si burung akan terlempar ke

jurang ke kematiaanya”.141

Menurut Imam al-Ghazālī, raja‟ merupakan sebagian maqamat para

sālikīn dan aḥwal orang-orang yang dalam pencariaan untuk dekat dengan Tuhan.

Hakikat dari mengharap (al-raja‟) dilengkapi pula dengan ḥal, „ilm dan amal. „Ilm

139

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 132. 140

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 133. 141

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 134.

Page 126: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

113

sebagai sebab yang dapat menimbulkan ḥal, dan ḥal memerlukan adanya amal.

Sedang al-raja‟ adalah nama ketiganya.142

Terkait dengan komunikasi orang tua, ayat yang menunjukan pengharapan

ada pada QS. Hūd [11]: 45. Seperti yang dijelaskan al-Qushayrī bahwa Nabi Nūḥ

meminta untuk berbicara dengan Allah swt. berkaitan dengan anaknya dan ia juga

memohon belaskasihan-Nya dengan mengatakan bahwa anaknya merupakan

bagian dari keluarganya. Tapi Allah menolak dengan mengatakan bahwa anaknya

bukan bagian keluarganya walau secara nasab dan darah merupakan bagian

keluarga dikarenakan anaknya itu telah berlaku tidak baik.143

6. Riḍa

Menurut etimologi, kata riḍa berasal dari bahasa Arab raḍiya-yarḍā-riḍā

yang memiliki makna bermacam-macam tergantung huruf muta‟addi-nya. Kata

riḍa dalam al-Qur`an dalam bentuk aslinya tidak ditemukan. Tapi, dari kata

dasarnya terulang sebanyak 73 kali. Iṣfahānī membagi riḍa menjadi dua bagian.

Yaitu: pertama, riḍa hamba kepada Allah yaitu tidak membenci (menerima) apa

saja yang menjadi ketetapannya. Kedua, riḍa Allah kepada hamba yaitu: dia

melihat sebagai hamba senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-

Nya. 144

Pendapat Abū „Ali al-Daqqāq: “bahwa riḍa bukanlah bahwa engkau tidak

mengalami cobaan, riḍa hanyalah bahwa engkau tidak keberatan dengan hukum

dan qaḍa Allah”. „Abd al-Wāhid ibn Zaid menjelaskan, “keridaan adalah

142

Imam Ghazālī, Terjemah Ihyā` „Ulumuddīn. Terj. Moh. Zuhri, Muqoffin Mochtar dan

Muqorrobin Misbah, 356. 143

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 3, h. 139. 144

Al-Rāghib al-Iṣfahānī, Mu‟jam Mufradāt Alfāḍi al-Qur`an, h. 203.

Page 127: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

114

gerbang Allah yang terbesar dan surga dunia.” Maksudnya, siapa yang mendapat

kehormatan dengan riḍa, berarti telah disambut dengan sambutan paling

sempurna dan dihormati dengan penghormatan paling tinggi. Sedangkan Abū

„Abdurrahman al-Daranī menyatakan: “jika hamba membebaskan dirinya dari

ingatan terhadap hawa nafsu, maka akan mencapai riḍa”.145

Adapun sifat dan perilaku yang diridai Allah di antaranya adalah:

a. Ketaatan dan kepatuhan

Seperti disebutkan dalam QS. Al-Fatḥ [48]: 18

Artinya:

“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika

mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Maka

Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan

ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan

kemenangan yang dekat (waktunya).

b. Keteguhan iman

Seperti terdapat pada QS. Al-Taubah [9]: 100.

Artinya:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari

golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka

145

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 243-244.

Page 128: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

115

dengan baik, Allah rida kepada mereka dan merekapun ridha kepada

Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir

sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya.

Itulah kemenangan yang besar.”

c. Akidah yang benar

Seperti dijelaskan pada QS. Al-Maidah [5]: 119.

Artinya:

“Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-

orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang

dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-

lamanya; Allah rida terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling

besar”.

d. Saling mencintai karena Allah dan Rasul-Nya

Seperti dalam firman Allah dalam QS. Al-Mujādalah [58]: 22.

Artinya:

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari

akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang

Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-

anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah

Page 129: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

116

orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan

menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan

dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya

sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka,

dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka

Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu

adalah golongan yang beruntung.

Al-Qushayrī banyak mengutip pendapat-pendapat terkait riḍa. Abū Bakr

ibn Ṭahir berkomentar bahwa keridhaan adalah menghilangkan kesedihan dari

hati hingga tidak sesuatu pun yang tinggal selain kebahagiaan dan kegembiraan.

Al-Wasiṭī mengajarkan: “manfaatkanlah keridaan sebesar-besarnya, dan jangan

biarkan ia memanfaatkan dirimu, agar kemanisan dan wawasannya tidak

menjauhimu dari kebenaran batin yang menyangkut penglihatanmu”. Sedangkan

Ibn Khafif berkata: “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan Allah swt. dan

keserasian hati dengan apa yang menjadikan Allah swt. ridha dan dengan apa

yang dipilih-Nya”.146

Pesan sufistik terkait riḍa pada komunikasi orang tua dan anak terdapat

pada QS. Hūd [11]: 45. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ayat ini

menunjukkan suatu pengharapan orang tua untuk anaknya agar mendapat

pengampunan Allah. Tapi, ayat ini juga memuat pesan sufistik lainnya yaitu riḍa.

Menerima ketetapan Allah bahwa pengharapan Nabi Nūḥ agar anaknya

diselamatkan karena cintanya terhadap anaknya tersebut ditolak.

Selain itu percakapan antara Nabi Ya‟qūb dan Nabi Yūsuf pada QS. Yūsuf

[12]: 4. Pada ayat tersebut berisi cerita mimpi Nabi Yūsuf yang diceritakan

kepada ayahnya Nabi Ya‟qūb. Sebenarnya, Nabi Ya‟qūb mengerti takwil akan

146

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 225.

Page 130: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

117

mimpi tersebut, yaitu bahwa nabi Yūsuf akan mendapat kedengkian dari saudara-

saudaranya tapi Nabi Ya‟qūb tetap riḍa dengan musibah yang akan menimpa nabi

Yūsuf.

7. Tawakkal

Kata tawakkal berasal dari kata wakala, yakilu, waklan wa wukūlan yang

berarti menerima sesuatu, menyerahkan, dan merasa cukup dengannya.147

Sedangkan menurut al-Raghib al-Iṣfahānī tawakal adalah kamu menyandarkan

kepada selainmu dan menjadikannya penggantimu.148

Al-Ghazālī menjelaskan

bahwa tawakal adalah menyerahkan urusan kepadanya dan bersandar padanya.149

Ibn „Aṭā` menjelaskan bahwa tawakkal adalah bahwa hendaknya hasrat

yang menggebu-gebu terhadap perkara duniawi tidak muncul dalam dirimu, walau

sangat membutuhkannya, dan hendaknya senantiasa qana‟ah dengan Allah. Abū

Naṣr al-Sarraj mengemukakan bahwa keadaan bertawakkal kepada Allah adalah

seperti yang dikatakan Abū Turab al-Nakhshabī: “mengabdikan jasad untuk

beribadah, mengaitkan hati kepada Allah dan bersikap tenang dalam mencari

kebutuhan duniawi”. Sedangkan menurut Dhun Nūn al-Miṣrī tawakkal kepada

Allah swt. berarti meninggalkan daya upaya, sebab si hamba mampu bertawakkal

kepada-Nya jika ia mengetahui bahwa Allah Maha Tahu dan Maha Melihat akan

keadaanya.150

147

Ibrāhīm Musṭafā, dkk, Al-Mu‟jam al-Wasīṭ, h. 1054-1055. 148

Al-Rāghib al-Iṣfahānī, Mu‟jam Mufradāt Alfāḍi al-Qur`an (Beirut: Dār al-Fikr. T.t), h.

353. 149

Al-Ghazālī, Ihyā` Ulumuddīn (Semarang: Toha Putra, T.t), jilid IV, h. 238. 150

Abū al-Qasim al-Qushayrī al-Naisabury, Risalatul Qusyairiyyah, Induk Ilmu Tasawuf,

h. 181.

Page 131: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

118

Tawakkal banyak disebutkan dalam al-Qur`an. Seperti yang disebut dalam

kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Faḍi al-Qur`an menyebut bahwa kata tawakkal

terhitung sebanyak 84 kali dalam 22 surat.151

Adapun ayat yang menerangkan adanya pesan tawakkal terdapat pada QS.

Yūsuf [12]: 67. Al-Qushayrī menjelaskan bahwa ayat ini berisi tentang perintah

Nabi Ya‟qūb kepada anak-anaknya agar berpencar ketika memasuki pintu gerbang

kota - dalam upayanya mencari Nabi Yūsuf - berharap salah satu dari mereka

menemukannya. Dikatakan juga, Ya‟qūb mengira anak-anak yang disuruh itu

benar-benar ingin menolong. Padahal sebaliknya, mereka punya urusan lain

dengan Nabi Yūsuf.152

Meskipun Nabi Ya‟qūb sangat berharap Nabi Yūsuf ditemukan, tapi ia

juga menyertai dengan kalimat berserah diri yaitu: “namun demikian aku tiada

dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah, keputusan

menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakkal dan

hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”. Hal

ini, menunjukan bahwa dalam komunikasi orang tua – khususnya komunikasi

Nabi Ya‟qūb dengan anaknya – memuat pesan sufistik yaitu berupa pesan

tawakkal (berserah diri).

151

Muhammad Fuad „Abd al-Baqi`, Mu‟jam al-Mufahras li al-Faḍi al-Qur`an, (T.tp: Dār

al-Ḥadīth, 2003), h. 734. 152

Al-Qushayrī, Laṭā‟if al-Ishārāt, juz 2, h. 194.

Page 132: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

119

Dari keseluruhan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam

komunikasi orang tua dan anak memuat pesan sufistik. Agar mudahnya, penulis

deskripsikan dalam bagan berikut:

S KOMUNIKATOR

- Nabi Ibrāhīm

- Nabi Ya’qūb

- Nabi Nūḥ

- Luqmān

PESAN

(Nilai Sufistik)

- Tauhid

- Sabar

- Maḥabbah

- Murāqabah

- Raja’ - Riḍa

- Tawakkal

KOMUNIKAN

- Nabi Ismā’īl

- Nabi Yūsuf dan

Saudara-

saudaranya

- Anaknya Nabi

Nūḥ )Kan’an(

- Anaknya Luqmān

Page 133: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

120

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dengan mengkaji penafsiran al-Qushayrī

dalam menfsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan komunikasi orang tua dan

anak, maka kesimpulan yang penulis dapatkan, yaitu:

Nilai sufistik dari ayat komunikasi orang tua dan anak yang ditampilkan

Nabi Ibrāhīm dan Ismā’īl, Luqmān al-Hakim dan anaknya, Ya’qūb, Yūsuf dan

Saudara-saudaranya, Nūḥ dan Kan’an dapat dipetakan sebagai berikut:

1. Tauhid di dalam komunikasi antara Luqmān al-Hakim dengan anaknya

yaitu pada QS. Luqmān [31]: 13.

2. Sabar di dalam komunikasi Nabi Ibrāhīm dan Ismāi’īl pada QS. al-Ṣaffāt

[37]: 102. Selain itu, komunikasi antara Luqmān al-Hakim dan anaknya

juga menunjukkan nilai sufistik kesabaran yaitu pada QS. Luqmān [31]:

17.

3. Maḥabbah di dalam komunikasi antara Nabi Ibrāhīm dan Ismāi’īl pada

QS. Al-Sāffāt [37]: 102

4. Murāqabah di dalam komunikasi antara Luqmān al-Hakim dan anaknya

pada QS. Luqmān [31]: 17.

5. Raja’ di dalam komunikasi antara Nabi Nūḥ dan anaknya pada QS. Hūd

[11]: 45.

Page 134: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

121

6. Riḍa di dalam komunikasi antara Nabi Nūḥ dan anaknya pada QS. Hūd

[11]: 45. Selain itu, percakapan antara Nabi Ya’qūb dan Nabi Yūsuf juga

memuat pesan riḍa pada QS. Yūsuf [12]: 4.

7. Tawakal di dalam komunikasi antara Nabi Ya’qūb dan anak-anaknya pada

QS. Yūsuf [12]: 67.

B. Saran

Kajian terhadap Tafsir Sufi –khusunya Tafsīr al-Qushayrī– akan selalu

menarik untuk diteliti. Baik dari sisi sejarah perkembangannya, maupun

penafsirannya. Pada dasarnya, penulisan ini tentu terdapat banyak kekurangan.

Meskipun demikian, penulis berupaya memaksimalkan potensi penulis dalam

menyusun, mengembangkan dan meminimalisir kekurangannya. Setelah

menyusun tesis ini, penulis menyadari banyak sisi esoterik dalam setiap ayat al-

Qur’an. Sehingga perlu dikembangan lebih lajut, karena penelitian yang

berkembang dalam konteks penafsiran al-Qur’an lebih dominan pada sisi

eksoterisnya.

Page 135: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

122

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an al-Karīm

Abrar, Arsyad. Memahami Tafsir Sufi Sejarah, Sumber dan Metode. Ciputat:

Cinta Buku Media, 2015.

Al-Aṣfahānī, Al-Rāgib. Mu’jam Mufradāt Alfāz al-Qur`ān. Beirut: Dār al-Fikr, t.t

Al-Alūsi. Rūḥ al-Ma’āni. Beirut: Dār al-Ihyā al-Turāth al-Arabi, t.t.

_______. Tafsir Ruh al-Ma’ni. Beirut: Dār Fikr, 2000.

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:

Rineka Cipta, 1993.

Arkoun, Muhammad. Kajian Kontemporer al-Qur’an. Bandung:Penerbit

Pustaka,1998.

Anshori, Aik Ikhsan. Tafsir Ishari: Pendekatan Hermeneutika Sufistik Tafsir

Shaikh ‘Abd al-Qādir al-Jīlānī. Ciputat: Referensi, 2012.

Astuti, Robitoh Widi “Komunikasi Orang Tua dan Anak Perspektif Kisah dalam

Al-Qur‟an”. Tesis: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011.

Baidan, Nasruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta;Pustaka

Pelajar,1998.

Al-Baqi`, Muhammad Fuad „Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Faḍi al-Qur’an,

(T.tp: Dār al-Ḥadīth, 2003.

Bashūnī, Ibrāhīm. al-Imām al-Qushairī:Sirātuh, Asāruh, madhhabuh fī al-

Taṣawwuf. Kairo: Majma‟ Buḥūs al-Islamiyyah, 1972.

Al-Buthy, Said. Qur’an Kitab Cinta. Jakarta: Hikmah, t.t.

Al-Dāwudī, Shams al-Dīn Muḥammad ibn „Alī ibn Aḥmad. Ṭabaqāt al-

Mufassirīn. Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.

Al-Dzahabī, Muḥammad Ḥusayn Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo: Maktabah

Wahbah, 2000.

Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1993.

Page 136: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

123

Al-Farmāwī , Abū Ḥayy. Al-Bidayah fīTafsīr al-Mauḍū’ī, terjemahan:Suryan A.

Jamrah. Jakarta:PT. Raja Grafindo,1996.

_______. Al-Bidāyah fī Tafsīr al-Mauḍū’ī. T.tp.: T.p, 1977.

Fuaduddin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam. Jakarta: Lembaga

Kajian Agama dan Jender kerja sama dengan Perserikatan Solidaritas

Perempuan, 1999.

Al-Ghazālī, Pilar-pilar Rohani. Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000.

_______.

Terjemah Ihyā` ‘Ulumuddīn. Terj. Moh. Zuhri, Muqoffin Mochtar dan

Muqorrobin Misbah. Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1994.

Gusmian, Islah. Khazanah tafsir Indonesia; Dari Hermeneutik hingga Idiologi.

Bandung:Teraju, 2003.

Hasan, Muhammad Tholhah. Wawasan Umum Ahlussunnah wal Jama'ah.

Jakarta: Lantabora, 2006.

Haqqi, Ismail. Tafsīr Rūḥ al-Bayān. Beirut: Dār al-Fikr, 1995.

Hitti, Philip K. History of The Arab. Jakarta: PT. Serambi Ikmu Semesta, 2010.

Al-Hujwiri. Kasyful Mahjub. Terj. Abdul Hadi WM. Bandung: Mizan, 2015.

Ibn „Ajibah. Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsir al-Qur’ān al-Majīd. Kairo: Dār al-Salam,

t.t.

Ibn Faris. Mu’jam Maqāyis al-Lughah. Beirut: Dār al-Fikr, t.t.

Ibn Kathīr, Abū al-Fidā‟ Ismā„īl. Tafsīr al-Qur’ān al-Aẓīm. Mesir:Muassasah al-

Qurtubah, 2002.

Al-Jilānī, „Abd al-Qādir, Al-Fawātiḥ al-Ilahiyyah wa al-Mafātiḥ al-Ghaibiyyah li

al-Muwaḍḍiḥah li al-Kalim al-Qur`āniyyah wa al-Ḥikam al-Furqāniyyah

wa al-Ḥikam al-Furqāniyyah. Turki: Markaz al-Jilānī li al-Buhuth al-

„Ilmiyyah, 2009.

Juwariyah. Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an. Yogjakarta: Sukses

Offset, 2010.

Kholid, Amru Muhammad. Sabar dan Santun. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, t.t.

Al-Maraghī, Musṭafā. Tafsir al-Maraghī. T.tp.: t.pn. 1946.

Muhaya, Abdul. Tasawuf dan Krisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Page 137: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

124

Munir, Abdul. “Penafsiran Imām al-Qusyairī dalam Kitab Tafsir Laṭaif al-Isyārat

(Studi tentang Metode Penafsiran dan Aplikasinya)”. Disertasi:

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Musṭafā, Ibrāhīm dkk, Al-Mu’jam al-Wasīṭ. Turki: al-Maktabah al-Islāmiyah

Istambul, t.t.

Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta:LKIS, 2010.

Nasuhi, Hamid dkk, Buku Pedoman Akademik Penulisan Skripsi, Tesis dan

Disertasi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Al-Qaṭṭān, Mannā „ Khalīl. Mabāḥith fī ‘’Ulūm al Qur`ān. Riyad: Manṣūrāt al

„Aṣr al Ḥadīth 1973.

--------------. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS. Jakarta: Litera Antar

Nusa, 1992.

Al-Qurṭūbī, Abū „Abdillāh Muḥammad. al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān.

Beirut:Muassasah al-Risālah, 2006.

Al-Qushayrī, Abū al-Qāsim „Abd al-Karim ibn Hawazin. al-Risālat al-

Qushayrīyah fī ‘Ilm al-Taṣawwūf, terj. Mohammad Luqman Hakiem.

Beirut: Dār al-Khair, t.t.

_______, Laṭāif al-Ishārāt. Kairo: Dār al-Kātib al-„Arabī, 1971.

_______. Laṭāif al-Ishārāt. Mesir: Dār al-Kātib al-„Arabī, 1974.

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda-karya,

1996.

--------------. Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim.

Bandung: Mizan, 1994.

Al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib. Beirut:Dar al-Fikr, 1981.

Al-Salām, Ibn „Abd. Tafsir Ibn Abd al-Salām. Kairo: Dār Harb, t.t.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1995.

Siroj, Said Aqil. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial. Bandung: PT. Mizan Pustaka,

2006.

Asy-Syirbashi, Ahmad. Sejarah Tafsir Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.

Page 138: PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35259/1/tesis.pdf · PENAFSIRAN AYAT-AYAT KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK: STUDI

125

Sobur, Alex. Komunikasi Orang tua dengan Anak. Bandung: Aksara,1986.

Syukur, Amin. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Supiana dan Karman. Materi Pendidikan Islam. Bandung: Rosda, 2003.

Al-Suyūti, Jalāluddin. Al-Itqān fī ‘Ulum al-Qur`ān. Beirut: Dār al-Fikr, t.t.

Al-Taftazanī, Abū al-Wafa. Madkhal ila Tasawwuf al-Islamī. Kairo:Dar al-

Thaqafah, t.t.

Tim Pustaka Phoenix. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Media

Pustaka Phoenix, 2012.

Tualeka, Hamzah dkk, Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN SA Press, 2011.

Al-Zajjāj, Abū Ishāq Ibn Ibrāhīm. Ma‘ān al-Qur’an wa I‘rābuh. T.tp: Alim al-

Kutūb, 1977.

Al-Zamakhshārī. al-Kashshāf. Riyādh:Maktabah al-Abikan, 1998.

Al-Zarkashī, Al-Burhān fī ‘Ulum al-Qur’ān. Kairo: Dār al-Turath, t.t.

Al-Zuhailī, Waḥbah. Tafsīr al-Munīr. Beirut:Dār al-Fikr,1991.

.