pen ting
TRANSCRIPT
61
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Self Directed Learning
1. Pengertian Self Directed Learning
Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan
pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu
menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self
directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk
mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan
perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh
kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap
harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat
berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu
kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.
Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed
learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil
inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed
learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar,
mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan
menilai hasil.
Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed learning adalah
proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang
62
meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning,
pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan
tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen
perubahan dalam belajar.
Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self
directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai dari
ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher directed)
menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self planned) dan dilakukan
sendiri (self conducted). Guglielmino (1977) lebih lanjut menyatakan tentang
karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni sikap, nilai, kepercayaan, dan
kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self directed learning terjadi pada
suatu situasi belajar.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed
learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan
diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan
belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted), menyadari
kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai hasil belajar,
serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.
2. Aspek-aspek Self Directed Learning
Menurut Gibbons (2002) aktivitas dan program self directed learning
berdasarkan pada lima aspek dasar yang menjadi elemen penting dalam self
directed learning, yaitu :
63
a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi
Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self directed
learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa, hal
ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam.
Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat keputusan mereka
sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil tanggungjawab untuk diri
mereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugas
untuk mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka secara
individual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi peran yang lebih
dewasa. Self directed learning tidak hanya membuat siswa belajar secara efektif
tetapi juga membuat siswa lebih menjadi diri mereka sendiri.
b. Perkembangan keahlian
Kontrol yang berasal dari dalam tidak akan memiliki tujuan kecuali jika
siswa belajar untuk fokus dan menerapkan talenta dan kemampuan mereka. Self
directed learning menekankan pada perkembangan keahlian dan proses menuju
aktivitas produktif. Siswa belajar untuk mencapai hasil program, berpikir secara
mandiri, dan merencanakan dan melaksanakan aktivitas mereka sendiri. Siswa
mempersiapkan lalu berunding dengan guru mereka. Maksud ini untuk
menyediakan kerangka yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi minat
mereka dan membekali mereka untuk sukses.
64
c. Mengubah diri pada kinerja/performansi yang paling baik
Self directed learning dapat gagal tanpa tantangan yang diberikan kepada
siswa. Pertama, guru memberikan tantangan kepada siswa, lalu guru menantang
siswa untuk menantang diri mereka sendiri. Tantangan ini memerlukan
pencapaian sebuah level performansi yang baru dalam sebuah tempat yang
familiar atau mencoba pada sebuah tempat yang diminati. Menantang diri sendiri
berarti mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang mudah dan familiar.
d. Manajemen diri siswa
Dalam self directed learning, pilihan dan kebebasan dihubungkan dengan
kontrol diri dan tanggungjawab. Siswa belajar untuk mengekspresikan kontrol
dirinya dengan mencari dan membuat komitmen, minat dan aspirasi diri. Self
directed learning memerlukan keyakinan, keberanian, dan menentukan untuk
usaha yang terlibat. Siswa mengembangkan atribut ini dan mereka menjadi ahli
untuk mengatur waktu dan usaha mereka dan sumber daya yang mereka butuhkan
untuk melakukannya. Dalam menghadapi hambatan, siswa belajar untuk
menghadapi kesulitan mereka, menemukan alternatif, dan memecahkan masalah
mereka dalam rangka untuk menjaga produktivitas yang efektif. Kombinasi dari
sumber yang berasal dari dalam diri dan keahlian dalam kinerja diperlukan untuk
dapat memanajemen diri dalam self directed learning.
e. Motivasi diri dan penilaian diri
Banyak prinsip dari motivasi yang dibangun untuk self directed learning,
seperti mencapai tujuan minat yang tinggi. Ketika siswa menggunakan prinsip ini,
siswa menjadi elemen utama dari motivasi diri siswa. Dengan mengatur tujuan
65
penting untuk diri mereka, menyusun feedback untuk pekerjaan mereka, dan
mencapai kesuksesan, mereka belajar untuk menginspirasikan usaha mereka
sendiri. Persamaannya, siswa belajar untuk mengevaluasi kemajuan diri mereka
sendiri, mereka menilai kualitas dari pekerjaan mereka dan proses yang didesign
untuk melakukannya. Dalam self directed learning, penilaian merupakan hal yang
penting dari belajar dan belajar bagaimana mempelajarinya. Siswa sering memulai
evaluasi diri dalam belajar yang mereka serahkan kepada guru meliputi sebuah
deskripsi standart yang akan mereka capai. Seperti motivasi diri yang
memampukan siswa untuk menghasilkan prestasi yang dapat dievaluasi, penilaian
diri juga memotivasi siswa untuk mencari prestasi terbaik yang mungkin terjadi.
3. Tahapan Self Directed Learning
a. Siswa berpikir secara mandiri
Pada tahap ini, ruangan kelas dengan metode belajar teacher directed
learning, dengan instruksi guru dan aktivitas siswa secara langsung, berubah
menjadi mengarahkan siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru
menjadi tergantung pada pemikiran diri mereka sendiri. Guru berubah dari yang
sebelumnya menjelaskan menjadi menanyakan, dan dari yang sebelumnya
memberikan instruksi menjadi memberikan bimbingan, mengajarkan siswa untuk
berpikir dan menemukan diri mereka sendiri. Pada pendekatan ini hasil program
menjadi pertanyaan untuk diinvestigasi, dipikirkan dan dipertanyakan.
66
b. Mengajarkan belajar memanejemen diri
Dalam belajar memanajemen diri, guru mengubah program menjadi paket
belajar dimana siswa dapat bekerja dengan cara mereka dengan langkah mereka
sendiri. Paket belajar dapat mengambil banyak bentuk tetapi semuanya
menjelaskan pada siswa tentang apa yg dipelajari, bagaimana mereka harus
belajar, dan apa yang harus mereka lakukan untuk membuktikan bahwa mereka
telah menyelesaikan satu paket dan siap untuk melangkah ke paket selanjutnya.
Paket dapat menggunakan media, menghubungkan siswa pada kesempatan
insruksional yang khusus. Dengan kesiapan paket, guru dapat merancang sebuah
program untuk mengajarkan siswa keahlian yang mereka butuhkan untuk
menyelesaikannya : mengatur tujuan, penjadwalan waktu, dan mengorganisasikan
usaha belajar mereka. Setiap paket harus meliputi sebuah arti dari penilaian, yang
dikelola diri sendiri atau peran guru dalam memonitor secara rutin. Pembelajaran
dilengkapi; aspek dari kemandirian belajar meliputi kemampuan siswa untuk
mengatur aktivitas belajar mereka secara efektif.
c. Belajar perencanaan diri
Dalam belajar perencanaan diri, siswa memutuskan sendiri bagaimana
mereka mencapai hasil program yang ditetapkan. Seolah-olah mereka menulis
panduan belajar sendiri dan mengikutinya. Setiap siswa merancang rencana
sendiri, sebagai rencana yang berbeda. Keanekaragaman ini memerlukan dua
perkembangan program yang utama : guru harus memperkenalkan berbagai cara
untuk belajar dan mengatur pilihan belajar untuk menempatkan cara-cara ini
untuk bekerja.
67
Dengan pemilihan program, guru berperan untuk mengembangkan sebuah
program yang mengajarkan siswa bagaimana menemukan kekuatan mereka,
merencanakan aktivitas belajar mereka, menyusun sumber mereka sendiri, dan
memberikan inisiatif sendiri. Ketika rencana belajar siswa terbuka, mereka sering
melibatkan pengalaman yang konkret sebagai investigasi, dan sering mengarahkan
siswa menyelesaikan aktivitas produktif mereka, kombinasi dari pengalaman,
belajar, dan tindakan.
d. Self directed learning
Dalam self directed learning, siswa memilih hasil belajar mereka sendiri,
mereka memutuskan apa yang akan mereka pelajari dan bagaimana mereka
mempelajarinya. Mereka mendesign aktivitas mereka sendiri dan menulis
proposal yang menjadi perjanjian dengan guru dan yang lain tentang apa yang
akan mereka capai, jadwal yang harus mereka ikuti, dan level keunggulan yang
akan mereka cari. Guru membuat kerangka untuk memutuskan, sebuah dukungan
untuk membimbing kemajuan siswa, dan prosedur untuk diikuti.
Siswa membutuhkan dukungan, feedback, dan bantuan untuk berhasil dalam
self directed learning. Itu diberikan lewat dukungan sosial dari teman sebaya,
ataupun pertemuan dengan guru. Dalam self directed learning, motivasi menjadi
kritis, siswa harus menemukan inti minat yang menjanjikan dan mengejar secara
antusias nilai-nilai dan janji mereka untuk masa depan.
4. Karakteristik Self Directed Learning
Self directed learning dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
68
a. Self Directed Learning dengan Kategori Rendah
Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor
self directed learning yang rendah memiliki karakteristik yaitu siswa yang
menyukai proses belajar yang terstruktur atau tradisional seperti peran guru dalam
ruangan kelas tradisional.
b. Self Directed Learning dengan Kategori Sedang
Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan
skor self directed learning pada kategori sedang memiliki karakteristik yaitu
berhasil dalam situasi yang mandiri, tetapi tidak sepenuhnya dapat
mengidentifikasi kebutuhan belajar, perencanaan belajar dan dalam melaksanakan
rencana belajar.
c. Self Directed Learning dengan Kategori Tinggi
Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan
skor self directed learning tinggi memiliki karakteristik yaitu siswa yang biasanya
mampu mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka, mampu membuat
perencanaan belajar serta mampu melaksanakan rencana belajar tersebut.
B. Jenis Pendidikan
1. Pengertian Jenis Pendidikan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan
pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
69
2. Jenis-jenis Pendidikan
Adapun jenis-jenis pendidikan berdasarkan pada Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional, meliputi :
a. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan
pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan
pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan.
b. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
c. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan
untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
d. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon
pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
e. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
f. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama
pada penguasaan ilmu pengetahuan.
g. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama
pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
70
3. Sekolah Menengah Atas
a. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas
Dalam Panduan Umum Pelayanan BK Berbasis Kompetensi (dalam
Caroline, 2002) diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni:
1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
2. Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta
kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.
4. Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan
program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi,
serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir.
6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri
secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta
apresiasi seni.
9. Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai.
Berdasarkan tugas-tugas perkembangan siswa Sekolah Menengah Atas di
atas, dapat disimpulkan bahwa diantara tugas siswa Sekolah Menengah Atas
71
adalah persiapan karir (mempersiapkan karir ekonomi) atau melanjutkan
pendidikan tinggi dan mencapai kematangan dalam pilihan karir (jabatan).
b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas
Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA dibagi ke dalam dua kelompok,
yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik,
dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan. (Sanjaya, 2008). Kurikulum
SMA mencakup dua jenis yaitu struktur kurikulum program studi dan struktur
kurikulum program pilihan. Struktur kurikulum program studi terdiri dari Ilmu
Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Program studi ilmu alam mengemangkan potensi
peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui
pemahaman prinsip-prinsip alam. Program studi ilmu sosial mengembangkan
potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup
melalui pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan. Dan program studi bahasa
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan
kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip multicultural dan
komunikasi bahasa (Sanjaya,2005).
Struktur kurikulum program pilihan adalah dimaksudkan untuk memberikan
kebebasan kepada peserta didik dalam memilih sejumlah mata pelajaran yang
sesuai potensi, bakat, dan minat peserta didik (Sanjaya,2005).
4. Sekolah Menengah Kejuruan
a. Karakteristik siswa Sekolah Menengah Kejuruan
72
Sumeks (dalam Indriani, 2009) menyatakan bahwa Sekolah Menengah
Kejuruan merupakan lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang lebih
menekankan lulusan memiliki bekal keterampilan dan dipersiapkan dalam
memasuki dunia kerja. Sekolah menengah kejuruan memiliki peluang yang sangat
jelas ketika sudah lulus. Selain itu siswa sekolah menengah kejuruan yang ingin
memperdalam ilmu dan keterampilannya bisa melanjutkan studinya ke perguruan
tinggi sesuai dengan jurusan dan keahliannya, sehingga keterampilan yang mereka
miliki akan semakin meningkat.
Menurut Evans (dalam, Djojonegoro, 1999) mendefinisikan bahwa
pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan
seseorang agar lebih mampu bekerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu
bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Dengan pengertian
bahwa setiap bidang studi adalah pendidikan kejuruan sepanjang bidang studi
tersebut dipelajari lebih mendalam dan kedalaman tersebut dimaksudkan sebagai
bekal memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, peran SMK sangat penting dalam
mempersiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman. Para
lulusan SMK nantinya selain mencari pekerjaan, mereka juga diharapkan dapat
membuka usaha sendiri. Dengan demikian, SMK juga diharapkan mampu
mengarahkan para siswanya untuk berwirausaha sesuai dengan minat mereka.
Dengan demikian pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap
pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sirojuzilam,
2008).
73
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara
efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka
harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidag keahliannya dan dasar-dasar
ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu
berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya serta memiliki kemampuan
mengembangkan diri (Sanjaya,2008).
b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan
MK memiliki struktur kurikulum yang dibagi menjadi komponen normatif,
adaptif, dan produktif. Komponen normatif berisi kompetensi yang bertujuan agar
peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga yang berperilaku sesuai nilai-
nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komponen
adaptif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu beradaptasi
dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat,
budaya, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia
kerja sesuai keahlian. Dan yang terakhir komponen produktif berisi kompetensi
yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di dunia kerja
sesuai dengan program keahlian (Sanjaya,2005).
C. Hubungan Self Directed Learning dengan Jenis Pendidikan
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
74
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2003). Dalam proses belajar diperlukan kemandirian dalam belajar. Mujiman
(dalam Dhesiana, 2005) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan
belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu
kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal
pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan
belajar, dan cara pencapaiannya, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar,
irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar, dilakukan oleh
siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk
melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu
kompetensi tertentu.
Kemandirian belajar dapat menghasilkan Self Directed Learning dalam
belajar, karena menurut Gibbons (2002), self directed learning dapat dibentuk
melalui empat tahap yaitu, siswa berpikir secara mandiri artinya siswa yang
sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran
sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri sendiri, lalu siswa belajar
perencanaan diri tentang bagaimana siswa akan mencapai program belajar yang
sudah ditetapkan, lalu tahap terakhir adalah terbentuknya self directed learning
dimana siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari, dan bagaimana cara
siswa mempelajarinya.
Menurut Knowles (1975) pentingnya self directed learning dalam proses
pembelajaran didasarkan pada dua hal yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif
sendiri dalam belajar akan terus belajar dan akan lebih baik dalam belajar bila
75
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki inisiatif dalam belajar, lalu
mereka juga akan secara belajar secara lebih mendalam dan menetap.
Gibbons (2002) menyatakan bahwa ketika siswa mulai untuk mengejar
hasil belajar secara individual, siswa memerlukan lingkungan belajar yang sesuai
dengan aktivitas belajar siswa seperti lingkungan yang menawarkan banyak
pilihan belajar, lingkungan yang sesuai dan lingkungan yang menawarkan aturan
baru. Untuk meningkatan hasil belajar, perlu adanya kesesuaian lingkungan
belajar dengan aktivitas self directed yang akan terjadi. Salah satu bentuk
lingkungan belajar adalah lingkungan pendidikan formal atau sekolah. Pendidikan
formal dengan jenjang pendidikan menengah atas terdiri dari sekolah menengah
atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) dimana dua jenis pendidikan
ini berbeda dalam struktur kurikulum, metode belajar dan lingkungan tempat
belajarnya.
Self directed learning bermanfaat bagi siswa SLTA yakni siswa SMA dan
SMK yaitu dalam melatih pengembangan self learning skills yang diperlukan
untuk melaksanakan lifelong learning selepas masa pendidikan formal. Selain itu
self directed juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar siswa.
(Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA maupun SMK
untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan agar termotivasi
untuk belajar hari ini dan seterusnya disepanjang hidupnya (life long learners)
(Bernadette, 2005).
Siswa SMK dengan metode belajar yang lebih menekankan praktek di
dalam maupun luar sekolah dibekali keterampilan yang nantinya setelah lulus,
76
keterampilan tersebut akan digunakan didalam dunia kerja (Siswoyo, 2010). Pada
SMK, siswa diberikan lebih banyak praktek daripada teori (Sirodjuddin, 2008).
Melalui metode belajar yang diterapkan, siswa SMK diharapkan mampu berpikir
secara mandiri dalam belajar dengan menerapkan teori yang dipelajari pada saat
praktek belajar. Siswa SMK juga dapat belajar memanajemen dirinya sendiri.
Pada saat praktek di luar ruangan kelas tanpa diawasi oleh guru, siswa dapat
mengatur diri sendiri tanpa tergantung dengan orang lain karena menurut Donelly
& Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) praktek belajar cenderung menekankan
pada peran siswa secara langsung dibandingkan dengan guru sehingga
membutuhkan kemandirian belajar. Pada saat siswa dapat memanajemen diri
dalam belajar, maka siswa SMK dapat belajar membuat perencanaan diri. Dalam
hal ini siswa diharapkan mampu merencanakan dan memutuskan sendiri apa saja
hal yang akan dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Menurut
(Sirodjuddin, 2008), lingkungan belajar siswa SMK bukan hanya di sekolah
melainkan juga di dunia kerja, sehingga dibutuhkan perencanaan, penetapan
tujuan, serta evaluasi kemajuan diri oleh siswa sendiri dalam praktek belajar di
dunia kerja. Siswa SMK yang mampu berpikir secara mandiri, mampu belajar
memanajemen diri sendiri, mampu belajar perencanaan diri, akan memiliki self
directed learning dalam belajar. Self directed learning yang terbentuk pada siswa
SMK berguna dalam praktek belajar didalam maupun diluar sekolah untuk dapat
mengembangkan keahlian, pengetahuan, prestasi dan pengembangan diri sendiri.
Self directed learning pada siswa SMK dapat menciptakan siswa yang
mampu mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, mampu
77
mengembangkan keahlian, dapat mengubah diri pada kinerja yang paling baik,
dapat memanajemen diri, serta mampu memotivasi dan menilai diri sendiri.
Berbeda dengan SMK, metode belajar di SMA lebih menekankan pada
teori yang diberikan oleh guru, dan praktek yang tidak membutuhkan
keterampilan khusus. Siswa SMA diharapkan mampu berpikir secara mandiri
tentang teori yang dipelajari, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu
belajar perencanaan diri sehingga terbentuk self directed learning pada siswa.
Siswa SMA ketika lulus dari pendidikannya diharapkan mampu mengembangkan
kemampuan belajar di pendidikan selanjutnya. Pengembangan kemampuan ini
dapat mempengaruhi self directed learning bagi siswa SMA.
Lulusan SMA diharapkan memiliki kompetensi yaitu menguasai konsep
dan cara berpikir tentang pelajaran, yang akan digunakan untuk jenjang
perkuliahan (Siswoyo, 2010). Sedangkan lulusan pendidikan kejuruan ini lebih
condong kepada ilmu-ilmu yang sifatnya terapan dan beberapa program keahlian
menekankan kepada aspek pengetahuan psikomotorik (Evans, dalam Suandi,
1978). Dari hal ini dapat diasumsikan bahwa siswa SMK memiliki self directed
learning yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA, dilihat dari metode
belajar pada SMK yang menekankan pada keterampilan dan aktivitas
psikomotorik melalui praktek dengan keterampilan khusus yang dilakukan siswa
sehingga diperlukan kemandirian, peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam
belajar dibandingkan dengan siswa SMA yang lebih banyak mendapatkan teori
dalam belajar dan melakukan praktek dengan tidak memerlukan keterampilan
khusus seperti SMK. Harrison (dalam Song, 1978) menyatakan bahwa berbeda
78
sekolah dapat menciptakan lulusan yang berbeda dalam perspektif self directed
learning.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya, adapun hipotesis dalam penelitian ini
adalah : Terdapat perbedaan self directed learning pada siswa sekolah menengah
atas dan siswa sekolah menengah kejuruan.