pemimpin non muslim dalam...

111
PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DKI JAKARTA (Studi Kasus Gubernur Non-Muslim di DKI Jakarta) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : MUHAMAD ALI ZAKI NIM : 1113045000003 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M / 1438 H

Upload: dophuc

Post on 18-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN

NAHDLATUL ULAMA DKI JAKARTA

(Studi Kasus Gubernur Non-Muslim

di DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MUHAMAD ALI ZAKINIM : 1113045000003

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2017 M / 1438 H

Page 2: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

i

Page 3: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

ii

Page 4: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

iii

Page 5: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

iv

ABSTRAK

Muhamad Ali Zaki, Pemimpin Non-Muslim dalam Pandangan NahdlatulUlama DKI Jakarta (Studi Kasus Gubernur Non-Muslim di DKI Jakarta).Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Pimpinan WilayahNahdlatul Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim baik itu penguruspada tataran Tanfidziyah maupun Syuriyah. Dalam penelitian ini penulismenggunakan metode penelitian kualitatif berupa kajian studi kasus (fieldresearch), sehingga metode pengumpulan data dengan cara interview atauwawancara dan ditambah dengan dokumen seperti buku, jurnal, skripsi, sertaartikel. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetode pendekatan politik. Sumber data primer penelitian ini adalah al-Qur’an danHadits serta hasil wawancara, sedangkan sumber data sekundernya adalah, buku,jurnal, serta artikel-artikel melalui informasi media internet.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama(PWNU) DKI Jakarta, pada tataran Tanfidziyah maupun Syuriyah mayoritasmenolak pemimpin non-Muslim dengan merujuk kepada hasil Putusan MuktamarLirboyo 1999, hanya sebagian kecil pendapat yang membolehkan memilih non-Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKIJakarta adalah prosesi pemilihan pemimpin yang lebih dilihat kinerja yang baik danberintegritas tanpa melihat latar belakang agama. Paradigma berfikir alaintegralistik masih cukup besar mempengaruhi pola pikir mayoritas pengurusPWNU DKI Jakarta, hal ini terbukti dengan pandangan bahwa seorang pemimpinmemiliki fungsi menjalankan agama dan mengatur urusan politik, sehingga dalammenentukan sikap memilih pemimpin mempertimbangkan latar belakang agama.Paradigma pemikiran ala sekuleristik juga terlihat mempengaruhi sebagian kecilpengurus PWNU DKI Jakarta dalam menyatakan pandanganya terhadap pemimpinnon-Muslim. Ini terbukti dengan adanya upaya untuk keluar dari lingkar agama danlebih mengutamakan kinerja, integritas dan keadilan yang ada pada kepemimpinannon-Muslim.

Kata kunci : Pemimpin Non-Muslim, Pilkada DKI Jakarta, Darurat, NahdlatulUlama DKI Jakarta

Pembimbing : Dr. Khamami Zada, SH, MA, MDCDaftar pustaka : Tahun 1967 s.d 2015

Page 6: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

v

بســـــــــم اللـــــــه الرحمـــــــن الرحيــــــــم

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan

semesta alam yang telah menciptakan manusia, alam semesta beserta hukum-

hukumnya, dengan rahmat dan hidayah-Nya dan dengan segala pertolongan-Nya

penulis dapat menyelesaikan penelitian dalam bentuk skripsi ini. Shalawat dan

salam penulis kirimkan kepada junjugan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarganya, sahabat-sahabatanya, serta para pengikut-pengikutnya yang istiqomah

hingga hari akhir kelak.

Skripsi ini berjudul “Pemimpin Non-Muslim dalam Pandangan

Nahdlatul Ulama DKI Jakarta”. Temuan ilmiah skripsi ini menunjukkan bahwa

mayoritas pengurus Pwnu DKI Jakarta menolak pemimpin non-Muslim dengan

merujuk kepada hasil Putusan Muktamar Lirboyo 1999, hanya sebagian kecil

pendapat yang membolehkan memilih non-Muslim dengan alasan bahwa dalam

konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI Jakarta adalah prosesi pemilihan

pemimpin yang lebih dilihat kinerja yang baik dan berintegritas tanpa melihat

agama dan keyakinan. Pemikiran ala klasik dan paradigma integralistik dominan

mempengaruhi pemikiran pengurus PWNU DKI Jakarta, baik pada tataran

Tanfidzhiyah maupun Syuriyah.

Keberadaan skripsi ini dapat terselesaikan dengan berbagai kontribusi dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan tulus kepada:

Page 7: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

vi

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan perhatian, dukungan, kontribusi

pemikiran dan pandangan terhadap upaya perkembangan mutu

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat pelepasan KKN

2016, termasuk memberikan kontribusi positif kepada penulis secara

pribadi.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum, yang telah memberikan dukungan, perhatian, informasi terkait

penelitian dalam seminar-seminar dan kuliah umum yang khusus

diselenggarakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Ibu Dra. Hj. Maskufa, MA, Ketua Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

yang telah memberikan dukungan, perhatian, kontribusi pemikiran,

catatan kritis serta saran terhadap draft proposal skripsi pada saat

seminar proposal skripsi.

4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Wakil Ketua Prodi Hukum Tata Negara

(Siyasah) yang telah memberikan dukungan, kontribusi dan perhatian

lebih kepada seluruh mahasiswa Hukum Tata Negara, termasuk penulis

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Khamami Zada, SH, MA, MDC, Pembimbing Skripsi, yang

telah meluangkan waktu, memberikan dukungan, memberikan

kontribusi pemikiran yang baru demi terselesainya skripsi ini. Beliau

sangat teliti, disiplin dan memiliki kepedulian tinggi atas penulis agar

selalu berusaha, bekerja keras, semangat, giat, tidak mudah putus asa,

Page 8: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

vii

dan kecermatan supaya terlahir hasil penelitian yang memiliki kualitas

terbaik. Beliau berpesan kalau dalam melakukan penelitian harus

menghasilkan karya yang baru dan keluar dari kebiasaan-kebiasaan

yang dilakukan oleh mahasiswa kebanyakan.

6. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA, Dosen Pembimbing

Akademik penulis yang telah memberikan dukungan dan konrtibusi

pemikiran terhadap draft proposal skripsi ini. Meskipun beliau memiliki

kesibukan yang luar biasa, tetapi masih menyempatkan hadir ke kampus

bertemu dengan penulis untuk memperlancar penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak KH. Mahfudz Asirun, Rais Syuriyah Pwnu DKI Jakarta yang

telah meluangkan waktu kepada penulis untuk bisa diwancarai,

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

8. Bapak KH. Dr. Samsul Ma’arif, Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI

Jakarta yang telah meluangkan waktu kapan saja penulis inginkan untuk

wawancara, memberikan gambaran yang luas agar skripsi ini

teselesaikan dengan baik.

9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Alm. Bakhtiar Tuangku Mudo dan

Ibunda Mariani, dengan ikhlas dan sabar mendoakan tiada henti untuk

penulis supaya sukses dalam menuntut ilmu. Meskipun ayahanda

sekarang tidak bisa menyaksikan penulis menyelesaikan studi strata satu

ini, maka keberhasilan ini penulis persembahkan untuk ayahanda

tercinta. Kepada brother and sister tercinta, Elvi Hendri Mardiyondri,

S.H.I, Mulyandri, S.Pd.i, Muhammad Ridwan, C. SH, Husni Fauziah,

Page 9: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

viii

Afifatul Husna, terima kasih atas dukungan, semangat, serta bantuanya

baik materil maupun materil.

10. Ustadz Andi Badren, S.Sy, yang telah memberikan saran dan masukan

terhadap kesuksesan penulisan skripsi ini, karena beliaulah memberikan

saran untuk mengangkat judul skripsi ini, serta juga membantu dalam

menerjemahkan kitab-kitab arab yang dikutip.

11. Ustadz Gustar Umam, S.s, yang telah ambil andil dalam proses

penyelesaian skripsi ini, ikut menerjemahkan kitab-kitab arab yang

dikutip, serta memotivasi penulis agar cepat-cepat diselesaikan.

12. Segenap rekan-rekan Hukum Tata Negara (Siyasah) Acep Mukhlis,

Dara Wahyuni dkk, Reza Fajri Hidayat, SH yang ikut membantu dalam

pengeditan skripsi ini, teman-teman seperjuangkan kosan al-Khilafah

Abel Herdi Deswan Putra dan Eric Hardiansyah yang keduanya calon

SH.

13. Segenap pihak yang memberikan kontribusi positif dalam bantuk

apapun, baik langsung maupun tidak langsung, baik moril maupun

materil kepada penulis, yang karena keterbatasan tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Atas segala jasa dan bantuan dari semua pihak, penulis ucapkan terima kasih,

semoga kontribusi mereka menjadi amal kebaikan di sisi Allah SWT, dan

dipermudah segala urusannya. Penulis berharap, semoga hasil penelitian ini dapat

memberikan manfaat bagi segenap pihak. Amin Ya Rabb al-Alamin.

Page 10: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

ix

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-

kekurangan. Untuk itu, saran dan kritikan yang kontruktif dari semua pihak sangat

diharapkan oleh penulis. Atas saran dan kritikan tersebut, penulis ucapkan terima

kasih.

Jakarta, 7 Juni 2017

Muhamad Ali Zaki

Page 11: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................v

DAFTAR ISI .......................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1

B. Identifikasi Masalah ..........................................................................11

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................13

E. Review Studi Terdahulu ....................................................................13

F. Metode Penelitian ..............................................................................16

G. Sistematika Penulisan ........................................................................18

BAB II PEMIMPIN DALAM ISLAM

A. Pengertian, Syarat-Syarat dan Hukum Pemimpin dalam Islam ........20

B. Kepemimpinan Agama dan Politik ...................................................32

C. Pandangan Para Ulama Klasik tentang Pemimpin Non-Muslim ......38

BAB III SEKILAS TENTANG NAHDLATUL ULAMA

A. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama ................................................48

B. Garis Besar Pemikiran Nahdlatul Ulama ..........................................53

C. Metode Penggalian Hukum Nahdlatul Ulama ..................................55

D. Pendekatan Dakwah Nahdlatul Ulama ..............................................60

E. Nahdlatul Ulama dan Politik .............................................................61

Page 12: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

xi

BAB IV PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DKI JAKARTA

TERHADAP PEMIMPIN NON MUSLIM

A. Pemimpin Non-Muslim dalam Putusan Muktamar Nahdlatul

Ulama Lirboyo Tahun 1999 ..............................................................64

B. Pro dan kontra Pemimpin Non-Muslim dalam Pandangan

PWNU DKI Jakarta ...........................................................................71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................85

B. Rekomendasi .....................................................................................86

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................87

LAMPIRAN ........................................................................................................92

Page 13: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama, sekaligus sebagai sebuah sistem kehidupan (way of life),

yaitu sistem yang menggabungkan antara ibadah dan siyasah (politik).1 Karena

peranannya dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memberi petunjuk,

tetapi juga untuk memberikan pengaruh dan mengaplikasikan ajaran-ajarannya

dalam semua aspek kehidupan manusia. Menghindari kemungkinan lahirnya

konflik, pertikaian, penindasan, peperangan, dan pembunuhan atau pertumpahan

darah yang pada giliranya nanti bisa berimplikasi pada terjadinya kehancuran sendi-

sendi kehidupan serta agar kehidupan dalam masyarakat dapat berjalan dengan

baik, tertib, damai, teratur maka perlu dipilih seorang pemimpin yang akan

memandu rakyat menggapai segala manfaat sekaligus menghindarkan mereka dari

berbagai mafsadat.2

Seorang Muslim tidak dapat mengatur kehidupannya sesuai dengan aturan

Islam kecuali jika ada pemimpin yang melindunginya sehingga terjamin keamanan

diri dan agamanya. Itulah sebabnya kepemimpinan dalam Islam merupakan prinsip

yang sangat penting dan mendasar bahkan dikatakan sebagai kewajiban.3 Mahmud

1 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:Kencana, 2014, Cet. Pertama) h. 150. Khamami Zada dan Arif Arofah, Diskursus Politik Islam,(Jakarta: LSIP, 2004), h. 1.

2 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2006) h. 15.

3 Abdul Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005) h. 59.

Page 14: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

2

Abdul al-Majid al-Khalidi menjelaskan bahwa kewajiban mewujudkan

kepemimpinan merupakan kewajiban dalam agama dan bagian aktifitas taqarrub

untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena perintah taat kepada pemimpin, itu

juga merupakan perintah Allah untuk mewujudkan kepemimpinan, serta agama

tidak akan tegak tanpa kepemimpinan.4 Sehingga lahir ungkapan dari Imam Al-

Ghazali yang menyatakan bahwa agama adalah asas sedangkan kekuasaan adalah

penjaga, sesuatu yang tidak mempunyai asas akan runtuh dan sesuatu yang tidak

mempunyai penjaga akan hilang.

Oleh karena itu, Islam memerintahkan untuk memilih seorang pemimpin

yang benar-benar mengerti kondisi serta ajaran-ajaran yang diyakini oleh umat

Islam. Konsekuensinya adalah yang memimpin bagi umat Islam harus dari

kalangan umat Islam sendiri, karena jika seorang pemimpin dari kalangan Muslim

akan menjalankan hukum-hukum syara’ atau hukum Islam.5Muhammad Iqbal,

menjelaskan kepemimpinan Islam mempunyai fungsi religius dan politik dan tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lain.6 Sehingga seorang pemimpin harus

menjankan kepemimpinanya untuk mengurus urusan keduniaan umat dan

menjalankan agama serta aturan agama Islam itu sendiri. Inilah yang dicontohkan

oleh Nabi Muhammad Saw dan diikuti oleh para khalifah Khulafa ar-Rasyidun.

4 Mahmud Abdul Majid al-Khalidi, Pilar-Pilar Sistem Pemerintahan Islam, (Bogor: Al-Azhar, 2013), Terj. Harits Abu Ulya, cet. 1, h. 410.

5 Mahmud Abdul Majid al-Khalidi, Pilar-Pilar Sistem Pemerintahan Islam, h. 411.

6 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 150.

Page 15: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

3

Hal yang menjadi alasan kepemimpinan umat Islam tidak boleh dipimpin oleh

non-Muslim dalam pandangan fikih Klasik adalah, pertama karena non-Muslim

tidak percaya terhadap kebenaran (agama) yang dianut oleh umat Islam, dan ketika

berkuasa mereka bisa bertindak sewenang-wenang terhadap umat Islam, semisal

mengusir umat Islam dari tanah kelahiranya, sebagaimana dulu non-Muslim pernah

mengusir Nabi Muhammad SAW dari Makkah (QS al-Mumtahanah : 1). Kedua,

non-Muslim sering mengejek dan mempermainkan agama yang dipeluk umat Islam

(QS al-Maidah : 57). Ketiga, non-Muslim tidak henti-hentinya menimbulkan

kemudharatan bagi umat Islam, suka melihat umat Islam hidup susah dan mulut

serta hati mereka menyimpan kebencian terhadap umat Islam (QS Ali Imran : 118).

Keempat, karena ketika telah berhasil menjadi penguasa atas umat Islam, non-

Muslim tidak akan memihak kepada kepentingan umat Islam (QS at-Taubah : 8),

karena mereka tentu lebih memihak kepada kepentingan sesama non-Muslim.

Kelima, pada saat non-Muslim berkuasa, mereka dapat memaksa umat Islam untuk

murtad dari agama Islam (QS Ali Imran :100). Maka dapat dikatakan bahwa non-

Muslim tidak layak dan haram untuk dijadikan pemimpin oleh umat Islam.7

Menjabatnya Basuki Tjahya Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta yang

sebelumnya sebagai Wakil Gubernur menuai kontroversi dalam sebagian kalangan

umat Islam khususnya yang tinggal di DKI Jakarta. Bila dilihat secara kasat mata

ini adalah kecelakaan politik. Ini disebabkan terpilihnya Joko Widodo sebagai

Presiden RI yang pada sebelumnya menjabat Gubernur DKI Jakarta. Maka secara

otomatis jabatan Gubernur digantikan oleh wakilnya, yaitu Basuki Tjahya Purnama.

7 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 71.

Page 16: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

4

Jika Joko Widodo tidak mencalonkan diri sebagai presiden serta diperparah dengan

terpilihnya menajadi presiden RI, tentu tidak terjadi kisruh pada umat Islam akibat

DKI Jakarta dipimpin oleh seorang yang beragama non-Muslim. Meskipun pada

awalnya, ketika umat Islam mengetahui Wakil Gubenur DKI Jakarta adalah non-

Muslim juga terjadi penolakan, tetapi aksi itu tidak terlalu membesar.

Diskursus tentang pemimpin non-Muslim memang hal yang termasuk

fenomenal dalam Islam. Pembahasan tentang pemimpin non-Muslim bukan hanya

terjadi pada saat sekarang ini. Ulama-ulama dan intelektual Muslim sudah jauh-

jauh hari sudah terlibat pembahasan tentang boleh atau tidaknya umat Islam

dipimpin oleh orang non-Muslim. Meskipun diambil dari sumber yang sama yaitu

al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW, tetap saja terjadi pro kontra. Tentu ini

terjadi karena dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan dan kepahaman mereka

terhadap nash-nash agama serta kondisi sosial dan politik yang berkembang dalam

dunia Islam.

Para ulama yang ada dalam fikih klasik mengharamkan atau melarang

pemimpin non-Muslim terhadap umat Islam, mereka antara lain adalah, al-

Jashhash, al-Alusi, Ibn Arabi, Kiya al-Harasi, Ibnu Katsir, al-Shabuni , al-

Zamakhsyari, Ali al-Sayis, Thabathabai, al-Qurthubi, Wahbah al-Zuhaili, al-

Syaukani, at-Thabari, Sayyid Qutub, al-Mawardi, al-Juwaini, Abdul Wahab

Khallaf, Hasan al-Bana, al-Maududi dan Taqiyuddin an-Nabhani.8

Sedikit menyinggung pendapat ulama klasik seperti al-Jashshash berpendapat

bahwa tidak boleh ada sedikit pun kesempatan dibuka oleh umat Islam bagi orang

8 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 79.

Page 17: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

5

non-Muslim untuk berkuasa atas umat Islam, dan ikut campur dalam menangani

sekecil apapun urusan internal umat Islam. Ibnu Katsir dalam menafsirkan salah

satu ayat dalam al-Quran, yaitu surat Ali Imran ayat 28 mengatakan bahwa Allah

melarang kepada hamba-hambanya yang beriman berteman akrab dengan orang-

orang kafir atau menjadikanya sebagai pemimpin, dengan meninggalkan orang-

orang yang beriman. Sebab jelas hal ini merupakan perwujudan cinta kasih umat

Islam terhadap non-Muslim. Siapa saja diantara umat Islam yang membangkang

terhadap Allah dengan mengasihi musuh-musuh-Nya dan memusuhi para kekasih-

Nya, akan mendapatkan siksa-Nya.9

Dilarangnya umat Islam mengangkat non-Muslim menjadi pemimpin, dalam

pandangan al-Zamakhsyari adalah logis, mengingat orang kafir adalah musuh umat

Islam. Pada prinsipnya tidak mungkin bagi seorang untuk mengangkat musuhnya

menjadi pemimpinya.10Thabathabai juga mengatakan bahwa kaum kafir dalah

musuh umat Islam. Senada dengan itu, Wahbah al-Zuhaili berpandangan bahwa

Allah melarang hambah-hambanya yang beriman untuk menjadikan orang-orang

kafir menjadi pemimpin bagi umat Islam. Karena bila itu terjadi niscaya segala

rahasia kaum muslimin dapat diketahui oleh non-Muslim.

Pembahasan tentang larangan non-Muslim dijadikan pemimpin untuk orang

Islam juga dibahas oleh ulama-ulama lainya seperti Ali as-Sayis, al-Juwaini, al-

Shabuni, al-Alusi, Sayyid Qutub, Hasan al-Bana serta Taqiyyuddin an-Nabhani.

Pada intinya menurut pandang para mereka bahwasanya Allah tidak membolehkan

9 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 97.

10 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 102.

Page 18: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

6

umat Islam menjadikan orang-orang kafir atau non-Muslim dijadikan sebagai

pemimpin umat Islam, karena dali-dalil tentang pelarangan ini jelas serta ayat-ayat

Al-Quran yang mengabarkan tentang hal itu sangat banyak melebihi perkara-

perkara lain, seperti pembunuhan, zina, mencuri, minum khamar dan lain-lain.

Sedikit mengupas pandangan beberapa tokoh intelektual muslim liberal,

mereka beranggapan bahwa non-Muslim boleh menjadi pemimpin untuk kaum

Muslimin. Mereka mencoba membongkar kekudusan Al-Quran dan Sunnah

sebagaimana dalam pandangan ulama klasik yang mengharamkan pemimpin non-

Muslim. Serta beranggapan bahwa nash Al-Quran dan Hadits harus dapat

dikontekstualisasikan sejalan dengan perkembangan sejarah umat Islam.11

Tokoh-tokoh yang yang membolehkan non-Muslim boleh memimpin kaum

Muslimin ini diantaranya, pertama Mahmoud Muhammad Thoha, intelektual

muslim liberal asal Sudan, sorang insinyur, pendiri The Republican Brother, sebuah

kelompok reformasi Islam di Sudan, pada tahun 1985 dieksekusi mati oleh Ja’far

Numeiri atas pandanganya yang menentang penerapan syariat Islam sebagai hukum

di negara Sudan. Kedua, Abdullah Ahmed Al-Na’im, juga berkebangsaan Sudan,

seorang ahli hukum, ia merupakan seorang murid Dari Mahmoud Muhammad

Thoha. Ketiga, Thariq Al-Bishri, intekektual Muslim liberal asal Mesir, seorang

sejarawan. Keempat, Muhammad Sa’id Al-Ashmawi, intelektual Muslim asal

Mesir, seorang sarjana hukum yang mendapatkan penghargaan internasional dari

komite pengacara untuk HAM yang berpusat di New York City.12

11 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 168.

12 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 140.

Page 19: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

7

Salah satu pandangan Mahmoud Muhammad Thaha adalah, minoritas non-

Muslim memiliki persamaan hak dan status sebagaimana dinikmati oleh umat Islam

termasuk menjadi seorang pemimpin. Menurutnya pandangan yang mengharamkan

pemimpin non-Muslim (ulama klasik) tidak mampu memberikan representase

demokratis yang proporsional kepada non-Muslim yang menjadi warga negara di

negara mayoritas Muslim.13 Penulis melihat inti dari pandangan Mahmoud

Muhammad Thoha ini adalah bahwasanya non-Muslim memiliki peluang dan

kesempatan yang sama dalam segala hal, sebagaimana peluang dan kesempatan

yang diberikan kepada kaum mayoritas Muslim. Ketika kesempatan itu tidak

dibuka peluangnya kepada non-Muslim, termasuk jadi pemimpin, maka ini akan

menciderai ide kebebasan atau nilai demokrasi yang disanjung-sanjung.

Persamaan hak dalam setiap sistem demokrasi dianggap sebagai sebuah

rukun inti, sebab ia mencakup hak-hak dan kebebasan-kebebasan mendasar bagi

setiap individu.14 Maka termasuk di dalamnya hak berpoltik untuk dapat dipilih

sebagai seorang pemimpin maupun hak untuk dapat memilih pemimpin yang sesui

dengan pilihanya sendiri, tanpa unsur paksaan.

Terlepas dari pendapat yang menolak maupun yang membolehkan orang

Muslim dipimpin oleh non-Muslim sebagaimana yang sudah dipaparkan diatas,

penulis merasa perlu mengkaji persoalan yang sama, seperti yang terjadi di DKI

Jakarta, di mana tejadi penolakan-penolakan dari sebagian umat Islam terhadap

13 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 140.

14 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Faturrahman A. Hamid, (Jakarta: Amzah,2005), h. 228.

Page 20: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

8

Gubernnur non-Muslim. Penolakan ini masih dilakukan dari hari-kehari bahkan

semakin masif menjelang Pilkada DKI Jakarta. Aksi penolakan ini ada melalui

turun ke jalan, membagikan selembaran, seminar-seminar, bahkan disapaikan pada

saat ceramah dan khutbah pada shalat jumat. Yang apada intinya umat Islam

diberikan sebuah arahan agar tidak memilih pemimpin yang non-Muslim.

Terjadinya penolakan-penolakan yang terhadap Gubernur non-Muslim di

DKI Jakarta tidak hanya dilakukan oleh individu-individu. Penolakan-penolakan

terhadap pemimpin non-Muslim ini dilakukan juga oleh ormas-ormas Islam yang

menyatakan sikap haram memilih pemimpin non-Muslim, sebut saja seperti Hizbut

Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam. Dalam kedua ormas ini tidak ada

perbedaan pendapat satu dengan yang lain terhadap pemahaman larangan memilih

pemimpin non-Muslim. Kedua ormas ini sudah mulai dari bereaksi setelah bangku

Gubernur ditinggalkan oleh Joko Widodo yang terpilih serta diangkat menjadi

Presiden RI. Setelah bangku Gubernur DKI Jakarta ditinggal oleh Joko Widodo

maka secara otomatis yang menggantikan baliau adalah wakilnya, yaitu Basuki

Tjahya Purnama alias Ahok yang beragama non-Muslim. Bahkan Majelis Ulama

Indonesia sebagai lembaga yang diduduki oleh ulama-ulama yang kompeten dalam

keislaman terang–terangan mengeluarkan fatwa bahwa umat Islam dilarang

memilih pemimpin non-Muslim. MUI menegaskan bahwa seorang Muslim harus

memilih pemimpin Muslim.15

15 http://m.republika.co.id./berita/pemilu/hot-politic/14/03/21n2siql-mui-muslim-jangan-memilih-pemimpin-nonmuslim. Diakses pada tanggal 26 April 2017.

Page 21: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

9

Kemudian dari pada itu sebagai ormas Islam yang memiliki masa terbesar di

Indonesia,16 yaitu Nahdaltul Ulama (NU) belum menyatakan sikap secara

keorganisasian terhadap polemik Gubernur non-Muslim di DKI Jakarta, baik itu

pernyataan dibolehkan atau tidak dibolehkan, meskipun secara individu, tokoh-

tokoh Nahdlatul Ulama mengeluarkan pendapat terhadap Gubernur non-Muslim.

Pandangan para tokoh-tokoh ini pun secara kasat mata terlihat berbeda antara satu

dengan yang lain. Ada di antara tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama yang mengambil

sikap netral terhadap persoalan Gubernur non-Muslim, ada juga tokoh yang

melarang memilih Gubernur non-Muslim dan ada juga membolehkan bahkan

mendukungnya.

Salah satu tokoh Nahdlatul Ulama yang melarang memilih pemimpin non-

Muslim adalah KH. Shalahuddin Wahid (Gus Sholah), ia merupakan adik kandung

dari KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia menegaskan bahwa keputusan

Muktamar lembaga tertinggi Nahdaltul Ulama melarang Muslim memilih

pemimpin non-Muslim.17 Pendapat ini berdasarkan keputusan Muktamar ke-30

Nahdlatul Ulama di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 21-17 November 1999.

Di samping itu, tokoh Nahdlatul Ulama yang membolehkan pemimpinn non-

Muslim adalah Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya PBNU,

yang juga dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rumadi Ahmad. Rumadi

menjelaskan bahwa kepemimpinan dan pemilu selalu jadi masalah bagi pemilih

16 Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, (Surabaya: Khalista, 2007), cet. Ke- 1, h. 11

17 www.jurnalmuslim.com. Diakses pada tanggal 26 April 2017, pukul 21. 30 wib.

Page 22: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

10

beragama Islam, sebab ada teks yang mengaturnya. Ia berpendapat bahwasanya

teks itu pula yang dijadikan rujukan dan senjata untuk keuntungan politik. Bahkan

lebih lanjut konteks dibalik teks ini adalah peperangan pada masa lampau. Menurut

Rumadi, bagi orang Nahdlatul Ulama tidak ada lagi peperangan, karena sekarang

masa perdamaian. Maka jika merujuk kepada ayat tersebut untuk keharaman

pemimpin non-Muslim itu tidak relevan.18 Ini hanya sebagian kecil contoh

perbedaan pendapat yang terjadi di tubuh Nahdlatul Ulama.

Dengan adanya perbedaan pendapat yang kontra ini, penulis merasa bahwa

ini perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam untuk menemukan titik temu persoalan.

Bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama terhadap persoalan pemimpin non-

Muslim, dan apa penyebab muncul perbedaan pendapat di antara tokoh-tokoh

Nahdlatul Ulama sediri. Padahal seharusnya sebuah organisasi memiliki tata aturan

yang disebut dengan AD/ART yang menjadi acuan organisasi dalam menetapkan

suatu persoalan dan harus diikuti oleh semua anggota. Terlebih lagi di DKI Jakarta

penduduknya merupakan mayoritas beragama Islam, bahkan ormas Islam terbesar

di Indonesia ini memiliki massa yang banyak di DKI. Dengan adanya perbedaan

pendapat diantara tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama terhadap pemimpin non-Muslim,

menurut penulis tentu memberikan efek kebingungan kepada umat Islam DKI

Jakarta, terutama massa Nahdlatul Ulama.

18http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/15/16462071/pbnu.merujuk.ke.fatwa.1999.tentang.pemimpin.non-muslim diakses pada tanggal 26 April 2017, pukul 21.00 wib.

Page 23: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

11

Dengan melihat latar belakang di atas, maka penulis terdorong dan

termotivasi untuk melakukan penelitian, dengan judul “Pemimpin Non Muslim

dalam Pandangan Nahdlatul Ulama DKI Jakarta”. Penelitian ini adalah studi

kasus terhadap Gubernur non-Muslim di DKI Jakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis paparkan di atas,

maka dapat diidentifikasikan menjadi beberapa poin berikut ini:

1. Bagaimana pengaplikasian konsep pemahaman fikih klasik dengan realita

politik kekinian yang ada di Indonesia?

2. Bagaimana Konstitusi Negara Republik Indonesia dalam mengatur hak warga

negara untuk menjadi seorang pemimpin atau pejabat negara?

3. Bagaimana pandangan HAM (Hak Asasi Manusia) terhadap problematika

pemimpin non-Muslim di negeri mayoritas pemeluk Islam?

4. Apakah faktor pendukung terpilihnya pemimpin non-Muslim di negeri

mayoritas Islam?

5. Bagaimana pandangan konsep negara modern terhadap pemimpin non-

Muslim?

6. Sejauh mana pengaruh ormas Islam moderat dan ormas Islam fundamental

dalam mengedukasi mayarakat Islam DKI Jakarta terhadap pemimpin non-

Muslim?

7. Bagaimana peran strategis yang seharusnya diambil oleh ormas Islam dan

Mejelis Ulama Indonesia terkait pemimpin non-Muslim di negeri mayoritas

Islam?

Page 24: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

12

8. Bagaimana peran pemerintah dalam menindak lanjuti kasus pemimpin non-

Muslim yang menjadi pelemik dalam masyarakat Muslim di DKI Jakarta?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembahasan tentang pemimpin non-Muslim ini sangat luas dan menuai

berbagai macam pro dan kontra, karena setiap orang memiliki pandangan berbeda

dan penafsiran berbeda terhadap nash Al-Quran maupun hadits tentang perkara ini.

Dengan luasnya kajian terhadap pemimpin non-Muslim dan tidak mungkin dapat

dipecahkan dalam satu penelitian kali ini, maka perlu dibuat batasan masalah, yakni

masalah yang menuntut adanya pemecahan dengan segera dan berada dalam

jangkauan peneliti dari sudut ilmu pengetahuan, waktu dan biaya serta fasilitas-

fasilitas lainya. Pembahasan ini terfokus pada pandangan Nahdlatul Ulama pada

tataran Pengurus Wilayah Provinsi DKI Jakarta, yaitu Syuriyah yang terdiri dari

ulama pilihan serta berfungsi sebagai pembina, pengendali, pengawas dan penentu

kebijakan dalam organisasi Nadhlatul Ulama dan Tanfidziyah sebagai pelaksana

dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Syuriyah.

2. Perumusan Masalah

Melihat judul penelitian tersebut maka penulis perlu membuat rumusan

masalah yang dianggap penting yang akan dicari jawabanya dalam penelitian ini.

Rumusan masalahnya adalah bagaimana pandangan Nahdaltul Ulama DKI Jakarta

tentang pemimpin non-Muslim?

Page 25: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, yaitu

untuk mengetahui pandangan Nahdlatul Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin

non-Muslim.

2. Manfaat Penelitian

Adapun dari segi manfaat yang hendak dicapai penulis dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan

kontribusi bagi kalangan intelektual, akademisi dan masyarakat umum

yang ingin tahu lebih lanjut tentang bagaimana pemahaman Nahdlatul

Ulama terhadap pemimpin non-Muslim

b. Secara penelitian, tulisan ini juga bertujuan untuk menambah khazanah

keilmuan, terutama politik Islam bagi mahasiswa/mahasiswi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya

Fakultas Syariah dan Hukum.

E. Review Studi Terdahulu

Penulis menemukan beberapa judul penelitian yang sebelumnya pernah

ditulis dan berkaitan dengan judul skripsi yang penulis teliti ini. Dari beberapa

penelitian sebelumnya, penelitian tersebut memiliki berbagai perbedaan antara

judul, batasan masalah, pokok permasalahan, serta sudut pandang dengan skripsi

penulis. Adapun penelitian yang ada sebelumnya adalah sebagai berikut:

Page 26: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

14

Mujar Ibnu Syarif dalam bukunya yang berjudul “Presiden Non Muslim Di

Negara Muslim: Tinjauan dari Prespektif Politik Islam dan Relevansinya dalam

Konteks Indonesia”, menjelaskan panjang lebar mengenai kontroversi mengenai

presiden non-Muslim di negara mayoritas Islam, serta mengemukakan kelompok

yang pro dan kontra terhadap pemimpin non-Muslim. Pada akhirnya penulis

mencoba menarik konteks dan relevansi pemimpin non-Muslim di Indonesia.19

M. Suryadinata dalam “Kepemimpinan non-Muslim dalam Al-Quran:

Analisis terhadap Penafsiaran FPI Mengenai Ayat Pemimpin non-Muslim”,

menjelaskan penafsiran FPI terhadap ayat-ayat pemimpin non-Muslim, yaitu

melarang memilih pemimpin non-Muslim. Kemudian juga dijelaskan penafsiran

FPI terhadap ayat-ayat mengenai ketaatan terhadap pemimpin atau pemerintah non-

Muslim. Dalam tulisan ini juga menjelaskan penafsiran FPI dalam kaca mata

Khaled Abou el-Fadl dan Abdullah Saeed. Di akhir tulisan ini penulis mnyimpulkan

bahwa FPI cendrung tekstualis dalam menafsirkan ayat Al-Quran tanpa

memperhatikan makna lain serta percaya pada teks semata.20

Wahyu Naldi dalam “Penafsiran terhadap Ayat-Ayat Larangan Memilih

Pemimpin non-Muslim dalam Al-Quran: Studi Komparasi antara M.Quraish

Shihab dan Sayyid Qutub”, menjelaskan persamaan dan perbedaan penafsiaran M.

Quraish Shihab dengan Sayyid Qutub serta relevansinya terhadap konteks

19 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, Buku oleh dosen FakultasSyariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Pustaka SinarHarapan, Tahun 2006.

20 M. Suryadinata, “Pemimpin Non-Muslim Dalam Al-Quran: Analisis TerhadapPenafsiran FPI Mengenai Ayat Pemimpin Non-Muslim”, Fakultas Ushuluddin Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3, Tahun 2015.

Page 27: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

15

Indonesia. Akhir dari tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa Sayyid Qutub lebih

kepada pergerakan yang dibungkus dengan bahasa sastra dan cendrung tegas

bahkan keras serta menafsirkan ayat-ayat Al-Quran cendrung tekstualis. Dibanding

dengan Quraish Shihab lebih terbuka, penuh toleran serta memahi ayat-ayat Al-

Quran lebih holistik dan kontekstualis.21

Marzuki dalam “Memilih Pemimpin yang Benar Perspektif Islam”,

menjelaskan bahwa jika calon pemimpin semuanya Muslim, maka yang dipilih

adalah yang terbaik. Jika calon pemimpin dari Muslim buruk dan ada calon

pemimpin yang baik tapi non-Muslim, maka harus memilih pemimpin Muslim

walaupun buruk, karena dalam pandangan Islam kedua calon memiliki kekurangan

(tidak baik), sehingga yang dipilih adalah yang minim kekuranganya dengan

pertimbangan bahwa membuat orang buruk menjadi baik lebih mudah dibanding

membuat orang non-Muslim menjadi Muslim. Namun jika semua calon pemimpin

non-Muslim, maka harus ada patokanya, kalau untuk kemaslahatan individu maka

golput lebih baik, namun jika untuk kemaslahatan bersama (bangsa dan negara)

maka pilihlah salah satu calon non muslim tersebut.22

21 Wahyu Naldi, “Penafsiran Terhadap Ayat-Ayat Larangan Memilih Pemimpin Non-Muslim Dalam Al-Quran: Studi Komparatif M. Quraish shihab dan Sayyid Qutub”, Skripsi JurusanIlmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri SunanKalijaga Yogyakarta, Tahun 2015.

22 Marzuki, “Memilih Pemimpin Yang Benar Perspektif Islam”, Artikel dosen PKN danHukum Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 28: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

16

Meskipun pada penelitian-penelitian yang terdahulu membahas tentang tema

pemimpi non-Muslim, namun penelitian ini penulis fokus meneliti bagaimana

pandangan PWNU DKI Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim, dan juga

penelitian ini adalah fokus pada konteks pilkada DKI Jakarta. Sehingga penelitian

memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya pada tataran masalah dan objek

yang menjadi kajian.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian yang penulis lakukan ini, penulis memaparkan hasil

penelitian ini secara kualitatif dengan data yang diperoleh terkait bagaimana

pandangan Nahdlatul Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim dengan

studi kasus Gubernur non-Muslim yang terjadi di DKI Jakarta.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan politik.

Proses pergantian kekuasan atau pemilihan pemimpin merupakan aktifitas politik

bernegara serta tidak terlepas dari unsur kepentingan, maka penulis akan

memaparkan bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama DKI Jakarta dalam

memandang soal kepemimpinan non-Muslim dalam konteks perpolitikan yang

sedang berkembang di negara Indonesia.

2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan adalah studi lapangan (field research), yaitu

suatu cara pendekatan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan

data yang dibutuhkan. Untuk menambah data yang dibutuhkan, penulis mencoba

menggunakan tiga sumber data, yaitu:

Page 29: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

17

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan

otentik, yaitu hasil dari wawancara dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul

Ulama (PWNU) DKI Jakarta pada tataran ulama Tanfidziyah dan

Syuriyah, yaitu Samsul Ma’arif Sebagai Wakil Tanfidziyah dan Mahfudz

Asirun sebagai Rais Syuriyah.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yaitu Al-Quran dan Hadits, tulisan-tulisan, baik

dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun melalui informasi media

internet.

c. Data Tersier

Data tersier adalah data yang memberikan petunjuk maupun arahan

terhadap data-data primer dan sekunder, yaitu berupa kamus ilmiah dan

buku pedoman penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode dalam pengumpulan data untuk

dapat memperoleh data & informasi dari narasumber secara lisan. Adapun

Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung

dengan narasumber, dalam hal ini wawancara dengan PWNU DKI Jakarta

Page 30: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

18

baik Tanfidziyah maupun Syuriyah. Dalam proses wawancara interviewer

mengajukan beberapa pertanyaan, baik dengan meminta penjelasan atau

jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai

hal-hal yang diungkapkan kepadanya.

b. Dukumen

Pengumpulan data yang diambil dari sejumlah besar fakta dan data

tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Seperti buku-buku,

jurnal, skripsi, artikel, maupun catatan-catatan.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulan data-data yang diperlukan

dengan metode wawancara dan pengumpulan dokumen-dokumen dalam

meneliti bagaimana perspektif Nahdlatul Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin

non-Muslim.

Adapun dalam menganalisa data-data tersebut penulis menggunakan

metode deskriptif kualitatif yaitu tekni analisa data di mana penulis mengolah

dan memaparkan data-data yang diperoleh dari lapangan sehingga terlahirlah

sebuah kesimpulan yang memang dapat dipertanggung jawabkan secara

akademis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan proposal skripsi ini dan supaya memudahkan para pembaca dalam

mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisan ini sebagai berikut:

Page 31: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

19

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini penulis membahas Latar Belakang, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi

Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kepemimpin dalam Islam

Pada bab II ini penulis membahas Pengertian, Hukum dan Syarat-

Syarat Pemimpin Dalam Islam, Kepemimpinan Agama dan Politik,

Pandangan Para Ulama Klasik tentang Pemimpin Non-Muslim.

BAB III Sekilas Tentang Nahdlatul Ulama

Pada bab III ini penulis membahas Sejarah Lahirnya Nahdlatul

Ulama, Garis Besar Pemikiran Nahdlatul Ulama, Metode

Penggalian Hukum Nahdlatul Ulama, Pendekatan Dakwah

Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Ulama dan Politik.

BAB IV Pemahaman Nahdlatul Ulama Tentang Pemimpin Non-Muslim

Pada bab IV ini penulis akan memaparkan pandangan Nahdlatul

Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim.

BAB V Penutup

Pada bab IV ini penulis menguraikan kesimpulan dari bab-bab

sebelumnya serta memberikan rekomendasi mengenai pandangan

Nahdlatul Ulama DKI Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim.

Page 32: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

20

BAB IIKEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Pemimpin, Hukum dan Syarat Pemimpin dalam Islam

1. Pengertian Pemimpin dalam Islam

Definisi tentang pemimpin memiliki banyak variasi dan banyak yang

mencoba untuk mendefinisikan. Diantara lain, pemimpin adalah orang yang

memiliki segala kelebihan dari orang-orang lain. Pemimpin dalam pandangan orang

kuno adalah mereka yang dianggap paling pandai tentang berbagai hal yang ada

hubunganya kepada kelompok dan pemimpin harus pandai melakukanya (pandai

berburu, cakap dan pemberani berperang).1

Kata pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak

dapat dipisahkan baik secara struktur maupun fungsinya. Pemimpin dan

kepemimpinan adalah satu kesatuan kata yang mempunyai keterkaitan, baik dari

segi kata maupun makna. Maka pembahasan tentang masalah kepemimpinaan

sudah banyak dibahas tentang kepribadian dan sifat seorang pemimpin mulai dari

zaman Nabi hingga saat ini.2

Istilah kepemimpinan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari

kata “pimpin” yang mempunyai arti “dibimbing”. Sedangkan katra pemimpin itu

sendiri mempunyai makna orang yang memimpin.3 Sedangkan kepemimpinan

ditinjau dari segi bahasa, berasal dari leadership (kepemimpinan) yang berasal dari

1 Ngalim Purwanto dkk, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara, 1984), h. 38.

2 Ghalia Indonesia, Pemimpin dan Kepemimpinaan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1948), h.7.

3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 967.

Page 33: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

21

kata leader (pemimpin). Kata ini muncul sekitar tahun 1300-an. Sedangkan kata

leadership muncul kemudian sekitar tahun 1700-an. Hingga pada tahun 1940-an,

kajian tentang kepemimpinan didasarkan pada teori sifat. Teori ini terbatas hanya

mencari sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membedakan

antara pemimpin dan bukan pemimpin.4 Artinya, kepemimpinan itu dibawa sejak

lahir atau bakat bawaan seseorang.

Siti Patimah, dengan mengutip pandangan Syarifuddin yang juga mengambil

pendapat Rahman menjelaskan bahwa kerangka dasar dalam memahami konsep

dasar dari berbagai teori kepemimpina menyebutkan bahwa sebutan kepemimpinan

dalam khazanah Islam yaitu: khalifah, imam, dan wali.5 Pemimpin adalah seseorang

yang diberi kedudukan tertentu dan bertindak sesuai dengan kedudukannya

tersebut. Dalam konteks khalifah Allah SWT berfirman:

ن يـفسد م وإذ قال ربك للمالئكة إين جاعل◌ يف األرض خليفة قالوا أجتعل فيها مآء وحنن نسبح حبمدك ونـقدس لك قال إين أعلم ما ال تـعلمون فيها ويسفك الد

(البقرة: ٠٣)Artinya: Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada paraMalaikat:"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di mukabumi". Mereka berkata:"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkandarah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau danmensucikan Engkau". Rabbberfirman:"Sesungguhnya Aku mengetahui apayang tidak kamu ketahui". (QS. al-Baqarah: 30)

4 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003),h. 8

5 Siti Patimah, Manajemen Kepemimpinan Islam, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2015),Cet. Pertama, h. 37

Page 34: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

22

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menjadikan manusia sebagai

khalifah atau pemimpin. Manusia diberikan amanah oleh Allah SWT untuk

mengatur jagad raya ini, sedangkan makhluk Allah yang bernama malaikat merasa

khawatir terhadap kepemimpinan manusia. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya

aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Maka seorang pemimpin haruslah

mempunyai ilmu khusus yang harus dimilikinya sehingga tidak akan mencelakakan

dirinya dan orang lain.6

Kepemimpinan dalam Islam merupakan usaha menyeru manusia kepada

amar ma’ruf nahi munkar, menyeru manusia untuk berbuat kebaikan dan mencegah

manusia berbuat keburukan. Kepemimpinan Islam adalah perwujudan dari

keimanan dan amal shaleh. Oleh karena itu, seorang pemimpin yang mementingkan

kepentingan dirinya, kelompok, keluarga, kedudukan, dan hanya bertujuan untuk

kebendaan, penumpukan harta, bukanlah kepemimpinan Islam7 yang sebenarnya,

meskipun pemimpin tersebut beragama Islam dan berlabelkan Islam.

Di dalam Islam pemimpin kadang-kadang disebut imam, terkadang disebut

khalifah. Secara harfiah, imam berasal dari kata amma, ya’ummu yang artinya

menuju, menumpu, dan meneladani. Ini berarti seorang imam atau pemimpin harus

harus selalu di depan guna memberi keteladanan atau kepeloporan dalam segala

bentuk kebaikan. Disamping itu, pemimpin disebut juga dengan khalifah yang

berasal dari kata khalafa yang berarti di belakang, karenanya khalifah dinyatakan

6 Siti Patimah, Manajemen Kepemimpinan Islam, h. 38.

7 Siti Patimah, Manajemen Kepemimpinan Islam, h. 38.

Page 35: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

23

sebagai pengganti, karena mememang pengganti itu di belakang atau datang

sesudah yang digantikan.

2. Syarat- Syarat Pemimpin dalam Islam

Sebelum lebih jauh membahas tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi

seorang pemimpin dalam perspektif Islam, penulis ingin menjelaskan secara

singkat tentang istilah pemimpin yang ada dalam al-Qur’an. Dalam buku al-Qur’an

dan Kenegaraan:Tafsir al-Qur’an Tematik, kata pemimpin dalam al-Qur’an

terdapat dalam enam macam, yaitu khalifah, amir, ulul amr, imam,sultan, mulk, dan

awliya.8 Semua kata tersebut memiliki makna yang sepadan, tapi sekaligus

perbedaan dari segi penafsiran atau penjelasan. Oleh karena itu, penulis hanya fokus

kepada pembahasan kepemimpinan dalam Islam.

Dalam al-Qur’an dan Sunnah, ditemukan sebelas (11) syarat pemimpin dalam

Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh Mujar Ibnu Syarif.9 Namun dalam tulisan

ini penulis hanya menjelaskan enam syarat yang paling dominan atau yang utama.

Keenam syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut: pertama, harus beragama

Islam. Syarat ini antara lain ditemukan dalam ayat 59 surat al-Nisa yang berbunyi

sebagai berikut:

(٩٥ : (النساء ياأيـها الذين ءامنوا أطيعوا اهللا وأطيعوا الرسول وأو ىل األمر منك م Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan

ulil amri (pemimpin) dari kalanganmu sendiri”(Q.S. al-Nisa : 59 ).

8 Muhammad Abd al-Jawwad, Trik Cerdas Memimpin Cara Rasulullah, ter. AbdurrahmanJufri, (Solo: Pustaka Iltizam, 2009), h. 10.

9 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2006) h. 33.

Page 36: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

24

Syarat pemimpin harus beragama Islam itu, disimpulkan dari kata “minkum”

(منكم ) yang termaktub pada akhir ayat di atas, yang oleh para pendukung syarat ini

selalu ditafsirkan menjadi “minkum ayyuhalmuslimun”, yang berarti dari

kalanganmu sendiri wahai orang-orang Muslim.

Senada dengan ayat di atas, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Janganlah kamu mencari penerangan dari api kaum Musyrik”. (HR. al-

Nasa’i).

Kata nar (api) yang termaktub dalam hadits di atas merupakan simbol

kekuatan10 atau kekuasaan yang tidak boleh diberikan umat Muslim kepada non-

Muslim. Sehingga dari hadits diatas juga dapat disimpulkan bahwa yang boleh

menjadi penguasa atas umat Muslim hanyalah orang-orang Muslim juga, bukan

orang-orang non-Muslim.

Syarat harus beragama Islam ini sangat penting dipenuhi oleh seorang

pemimpin Islam, mengingat salah satu tugas utamanya adalah menerapkan syariat

Islam. Adalah suatu hal yang tidak logis bila tugas yang sangat penting ini

diserahkan kepada non-Muslim, yang tidak percaya kepada syariat Islam.11 Maka

secara otomatis penerapan syariat Islam akan sangat sulit untuk terealisasi serta

semua kepentingan-kepentingan umat Islam akan sangat sulit untuk diwujudkan.

Justru kepentingan-kepentingan dari kalangan merekalah yang akan diutamakan.

10 Abdurrahman al-Baghdadi, Islam Menolak Bantuan Militer Negara Kafir, (Surabaya:Suara Bersama, 1990), h. 58.

11 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 34.

Page 37: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

25

Kedua, harus seorang laki-laki. Syarat ini dapat ditemukan dalam surat al-

Nisa ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut:

الرجال قـوام ون على النسآء (النساء ٤٣)Artinya: “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita,...”(Q.S. al-Nisa : 34).

Senada dengan ayat di atas Nabi Muhammad SAW bersabda:

( لن يفلح قوم ولواامرهم امرأة. (البخارىArtinya: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang mengangkat seorangwanita sebagai pemimpinya”. (H.R. Bukhari).

Hadits yang disebut di atas pertama kali dipopulerkan oleh Abu Bakrah,

seorang mantan budak yang dihadapkan pada suatu kondisi yang sangat sulit,

dimana ia dituntut untuk memilih antara mendukung Ali, Khalifah keempat dan

suami Fatimah, anak kesayangan Nabi, atau mendukung Aisyah, istri Nabi, dan

putri Abu Bakar, Khalifah pertama. Dalam posisi sulit ini, ketika dikonfirmasi

Aisyah mengenai bagaimana sikapnya yang sesungguhnya terhadap perjuangan

Aisyah dalam melakukan oposisi terhadap kekuasaan Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Secara diplomatis ia menjelaskan sikapnya dengan menyitir hadis tersebut.12

Sedikitnya ada empat alasan wanita tidak bisa menjadi seorang pemimpin.

Pertama, secara fitrah wanita dianggap tidak bisa memainkan peran politik semisal

mengatur negara dan menjadi kepala pemerintah. Kedua, wanita dianggap tidak

akan sanggup berkompetisi dengan pria. Ketiga, wanita memiliki kekurangan akal

dan agama.13 Keempat, asumsi teologis bahwa wanita diciptakan lebih rendah dari

12 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 34-35.

13 Siti Patimah, Manajemen Kepemimpinan Islam, h. 65.

Page 38: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

26

pada laki-laki.14 Menurut Mujar Ibnu Syarif, sepertinya alasan keempatlah yang

menjadi dominan pengaruhnya.

Ketiga, harus sudah dewasa. Syarat ini dapat ditemukan dalam surat al-Nisa ayat 5

yang berbunyi sebagai berikut:

والتـؤتوا السفهآء أموالكم اليت جعل اهللا لكم قياما وارزقوهم فيها واكسوهم وقولوا هل م ( ٥ : (النساء قـوال معروفا

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belumsempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yangdijadikan Allah sebagai pokok kehidupan,...(Q.S. al-Nisa : 5).

Ayat di atas memberikan alasan kepada wali yatim agar jangan menyerahkan

harta anak yatim yang berada di bawah pengampuanya untuk dikelolanya sendiri

sebelum ia dewasa.15 Sebab sudah pasti anak yatim tersebut tidak akan mampu

mengelola sendiri hartanya. Maka dari itu bila mengelola hartanya sendiri seorang

yang belum dewasa dilarang, maka tentu ia lebih tidak diperbolehkan lagi untuk

mengatur atau memimpin pemerintahan yang jauh lebih sulit dibanding mengatur

dan mengelola sendiri harta kekayaanya. Kelompok Syiah Rafidhah yang

membolehkan seorang yang belum dewasa menjadi pemimpin pemerintahan

menurut Ibn Hazm, jelas merupakn pendapat yang keliru. Sebab seseorang yang

belum dewasa masih belum terkena khitab untuk menjalankan tugas-tugas agama,

sementara pemimpin pemerintahan sudah terkena khitab untuk menjalankan ajaran-

ajaran agama.16

14 Asghar Ali Enginer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1997), h. 2.

15 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 36.

16 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 36.

Page 39: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

27

Keempat, harus adil. Syarat ini antara lain dapat ditemukan dalam surat Shad

ayat 26 yang berbunyi sebagai berikut:

ياداود إنا جعلناك خليفة يف األرض فاحكم بـني الناس باحلق والتـتبع اهلوى ( ٢٦ : (ص فـيضلك عن سبيل اهللا

Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antaramanusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena iaakan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Q.S. Shad: 26).

Senada dengan ayat diatas, Nabi Muhammad SAW bersabda:

ال حرم الله عليه ة ميوت يـوم ميوت وهو غاش لرعيته إ ما من عبد يستـرعيه الله رعي (البخرى مسلم)اجلنة

Artinya: “Tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat kemudianketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkanbaginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ciri-ciri pemimpin yang adil menurut al-Jurjani sebagaimana penulis kutip

dalam buku Mujar Ibnu Syarif ialah ia selalu menjauhkan diri dari dosa-dosa besar

dan juga tidak terus menerus melakukan dosa kecil, memihak kebenaran, dan selalu

menghindari perbuatan-perbuatan hina. al-Mawardhi juga menyatakan pemimpin

yang adil adalah pemimpin yang yang selalu berkata benar, jujur, bersih dari hal-

hal yang diharamkan, menjauhi perbuatan dosa, tidak peragu, mampu mengontrol

emosinya diwaktu senang dan di saat marah, dan selalu menonjolkan sikap ksatria

baik dalam soal agama maupun dunia.

Menurut al-Ghazali pemimpin yang adil adalah pemimpin yang mengasihi

rakyatnya, tidak menambah ataupun mengurangi hukuman yang dijatuhkan kepada

pelaku kejahatan, selalu menetapi jalan kebenaran, memiliki rasa malu, murah hati,

berani meluruskan buahnya yang berbuat zalim, tidak sombong dan pemarah, tidak

Page 40: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

28

akan senang hidup bahagia sendiri sementara rakyatnya menderita, hidup sederhana

dan tidak pamer kemewahan. Serta yang terakhir akan menindak siapapun yang

melanggar hukum.17

Makna kata adil sebagaimana yang dijelaskan di atas, lazim juga digunakan

sebagai makna kata taqwa dan wara, sehingga pemimpin yang yang adil dapat juga

disebut pemimpin yang bertaqwa dan wara, atau bisa juga disebut pemimpin yang

berakhlak mulia. Sedangkan lawan kata adil adalah zalim, yang berarti seseorang

yang selalu berlaku buruk, suka menindas, senang berbuat aniaya, atau bertindak

sewenang-wenang.18

Kelima, harus pandai menjaga amanah dan profesional. Syarat ini dapat

ditemukan dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 55 :

(يسف : ٥٥) قال اجعلين على خزائن األرض إين حفيظ عليمArtinya: “Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan".(Q.S. Yusuf : 55).

Tentang hal ini Nabi Muhammad SAW juga bersabda, yang artinya :

Artinya: “Apabila suatu urusan dipercayakan kepada seseorang yang bukanahlinya, maka tunggulah waktu kehancuran”(HR. Bukhari).Pemimpin yang pandai menjaga amanah adalah pemimpin yang bertanggung

jawab dan selalu berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk

menunaikan dengan baik semua tugas dan kewajiban yang diembankan kepadanya.

Sedangkan seorang pemimpin yang profesional adalah seorang pemimpin yang

17 Al-Ghazali, Etika Berkuasa Nasehat-Nasehat Imam Al-Ghazali, terj. Arif D. Iskandardari al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk, (Bandung: Pustaka Hidayat, 1998), h. 23-54.

18 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 39.

Page 41: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

29

betul-betul memiliki keahlian, kecakapan, dan kemampuan untuk menjalankan

tugasnya sebagai seorang pemimpin.19

Dalam Surat Yusuf ayat 55 diatas seorang pemimpin yang pandai menjaga

amanah dan profesional itu disebut dengan istilah “hafizhun ‘alim”. Istilah ini

merupakan sifat yang dimiliki oleh Nabi Yusuf, yang ketika memimpin di Negeri

Mesir, ternyata benar-benar terbukti tampil sebagai pemimpin yang pandai menjaga

amanah dan profesional, sehingga Negeri Mesir menuju puncak kemakmuran

keadilan dan kesejahteraan.

Keenam, harus kuat atau harus sehat fisik dan mental, dapat dipercaya,

berilmu atau memiliki wawasan yang luas. Syarat ini dapat ditemukan dalam al-

Qur’an suarat al-Qashash ayat 26 dan surat al-Baqarah ayat 247, yang berbunyi

sebagai berikut:

(٦٢ : (القصص ر من استأجرت القوي األمني إن خيـArtinya: “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untukbekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”(Q.S. al-Qashash : 26).

(٧٤٢ : (البقرة إن اهللا اصطفاه عليكم وزاده بسطة يف العلم واجلسم Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) menjadi rajamudan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa"(Q.S. al-Baqarah : 247).

Syarat kekuatan atau kesehatan fisik antara lain, dapat mengakomodasi

pengertian, harus lengkap anggota tubuhnya atau tidak cacat fisik, semisal tidak

buntung tangan ataupun kakinya, tidak buta, tuli, bisu, lumpuh, dan gangguan

kesehatan yang bisa menjadi kendala baginya dalam bertugas. Sedangkan syarat

19 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 40.

Page 42: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

30

keilmuan meliputi dua macam ilmu. Pertama, ilmu-ilmu syariat atau ilmu-ilmu

agama, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu Hadits, ilmu Bahasa Arab, ilmu Fikih dan

Ushul Fikih serta ilmu Nasakh dan Mansukh. Kedua, ilmu-ilmu umum, seperti ilmu

politik, ilmu tata negara, ilmu ekonomi serta ilmu umum lainya yang dipergunakan

untuk kelancarannya dalam memimpin pemerintahan.

3. Hukum Mengangkat Pemimpin dalam Islam

Mayoritas ulama mengatakan bahwa mengangkat pemimpin untuk mengurus

umat itu hukumnya wajib. Kewajiban ini kewajiban ini bersandar kepada beberapa

alasan.20 Pertama, konsensus sahabat atas adanya figur seorang pemimpin,

sehingga para sahabat mendahulukan pembaiatan Abu Bakar atas pemakaman

Rasulullah SAW. Kedua, bahwa menegakkan hukuman dan benteng kekuasaan itu

wajib, dan jika ada sesuatu perkara tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu

tersebut, maka sesuatu itu menjadi wajib. Ketiga, bahwa dalam kepemimpinan akan

menarik kemanfaatan dan menolak kerusakan dan ini hukumnya wajib berdasarkan

dalil ijma’.

Sebagian umat Islam berpendapat bahwa kewajiban itu adalah menurut

pendekatan rasio dengan alasan bahwa setiap umat pasti membutuhkan kekuatan

untuk mengatur peraturan dan mengatur individu, karena keberadaan seorang

hakim merupakan kebutuhan kehidupan sosial manusia. Sebaliknya sebagian umat

Islam beranggapan bahwa mengangkat pemimpin itu merupakan kewajiban

berdasarkan syariat, karena telah ada ijma sahabat dan tabi’in mengenai hal itu.21

20 Abdul Wahhab Khallaf, Politik Hukum Islam, Cet. Pertama, h. 38-39.

21 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 27

Page 43: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

31

Menurut teori yang benar adalah bahwa kedua pendapat ini dapat di

konklusikan dan mungkin di kompromikan, karena tidak ada penghalang bahwa

kepemimpinan itu merupakan tuntutan. Dan untuk menegakkan undang-undang

serta melindungi individual, maka hukum telah menetapkan sebagai penguat atas

tuntutan rasio, sehingga pendekatan rasio dan hukum dapat dikompromikan tentang

kewajiban mengangkat pemimpin. Hanya saja akan berperan sebagai penegak

secara mutlak. Sedangkan hukum mengantarkan idealisme yang tinggi, sehingga

dalam kepemimpinan akan menjadi kuat jika ada hubungan masyarakat dan tidak

ada unsur paksaan. Sedangkan yang dikehendaki hukum adalah mencapai

kehidupan individual yang sempurna sebagaimana yang dikehendaki akal.22

Berbeda dari pendapat yang diatas segelintir individu dari kalangan

Mutazilah, yakni Abu Bakar al-Asham, Hisyam Ibnu Amr al-Futi dan dari kalangan

Khawarij (yakni sekte Najdah), Athiyah Ibn Amr23, menurut mereka memilih

pemimpin itu tidak wajib dilakukan, yang wajib hanyalah memberi informasi

tentang hukum, dan bila umat telah sadar atas keadilan dan pelaksanaan hukum

Allah SWT maka tidak dibutukan figur pemimpin dan tidak wajib memilih

pemimpin.

Bahkan lebih mendetail lagi, mereka mengemukan tujuh argumentasi tidak

wajib adanya pemimpin.24 Pertama, pengangkatan seorang pemimpin bertentangan

22 Abdul Wahhab Khallaf, Politik Hukum Islam, h. 39.

23 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran PolitikIslam, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 100.

24 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran PolitikIslam, h. 101-102.

Page 44: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

32

dengan egalitarianisme, sebab posisis manusia itu sama. Kedua, dengan

diangkatnya seorang pemimpin, maka terjadi kontradiksi antara kewajiban mentaati

pemimpin dengan hak kebebasan berpendapat. Ketiga, pengangkatan seorang

pemimpin itu menafikan hak untuk mendapatkan kemerdekaan. Keempat,

pengangkatan seorang pemimpin dapat menimbulkan perpecahan. Kelima,

pemimpin yang terpilih itu tidak terpelihara dari dosa. Keenam, akan mendapatkan

kesulitan untuk berhubungan dengan seorang pemimpin dalam urusan duniawi.

Ketujuh, untuk dapat menjadi pemimpin banyak kriteria yang sult dipenuhi.

Ibnu Khaldun berkomentar dalam kitab Muqaddimah, sebagian manusia

keliru yang mengatakan bahwa menegakkan pemimpin itu tidak wajib, baik

menurut pendekatan akal maupun syara’.25 Beliau juga menjelaskan bahwasanya

faktor munculnya pendapat yang mengatakan pemimpin tidak wajib adalah karena

mereka yang berpendapat demikian kecewa pada raja atau kepala negara di zaman

mereka yang sering bertindak sewenang-wenang dan menyalahgunakan jabatanya

untuk mengejar materi duniawi tanpa mengindahkan aturan syariat. Padahal yang

semestinya dilakukan adalah adalah mengutuk penyelewengan yang dilakukan oleh

seorang pemimpin, bukan menolak keberadaan seorang pemimpin.26

B. Kepemimpinan Agama dan Politik

Karena persoalan kepemimpinan tentu sangat erat kaitanya dengan urusan

kenegaraan atau aktifitas politik dan merupakan instrumen yang tidak terpisahkan

dari praktek bernegara, maka perlu dilihat bagaimana kaitan antara agama dan

25 Abdul Wahhab Khallaf, Politik Hukum Islam, h. 39.

26 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 20-21.

Page 45: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

33

negara (politik), sehingga bisa tergambar sebuah pola tentang relasi atau hubungan

agama dan politik, baik itu saling berkaitan maupun tidak berkaitan antara satu

dengan yang lain. Jika dilihat dari teori politik, para sosiolog teoritis politik Islam

merumuskan beberapa teori perihal relasi agama dan negara. Teori-teori tersebut

secara garis besar dapat dibedakan menajadi tiga bagian paradigma27 pemikiran

yaitu paradigma integralistik, paradigma simbiotik dan paradigma sekuleristik.28

1) Paradigma Integralistik

Paradigma ini memecahkan masalah dengan mengemukakan konsep

bersatunya agama dan negara. Agama Islam dan negara tidak dapat dipisahkan.

Wilayah agama juga meliputi politik atau negara. Oleh karena itu, dalam pandangan

paradigma ini, negara merupakan lembaga politik serta keagamaan. Pemerintahan

berjalan atas dasar “kedaulatan ilahi”, karena pada dasarnya teori ini mengatakan

bahwa kedaulatan berasal dari tuhan.29

Diantara tokoh-tokoh yang yang termasuk kedalam kategori pendukung

pemikiran seperti ini adalah Syeikh Hasan Albana, Rasyid Ridha, Sayyid Qutub

dan Abu al-A’la al-Maududi.30 Pendapat ini juga dipakai oleh kelompok Syiah,

hanya saja Syiah menyebut negara dengan imamah.

27 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma berarti model dalam teori ilmupengetahuan, kerangka berfikir. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 2002), h. 828.

28 Khamami Zada, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras diIndonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), h. 100.

29 Din Syamsuddin, Etika dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos, 2002),h. 58.

30 Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UIPress, 1993), h. 1.

Page 46: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

34

Maka dapat dipahami bahwa paradigma pemikiran seperti ini asumsinya

ditegakkan diatas pemahaman bahwa Islam adalah satu agama sempurna yang

menpunyai kelengkapan ajaran disemua sisi kehidupan manusia, termasuk dalam

hal praktek bernegara. Oleh karena itu umat Islam berkewajiban menjalankan

sistem politik Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW

dan al-Khulafa Arrasyidin. Paradigma ini menghendaki agar negara menjalankan

dwi fungsi secara bersamaan, yaitu lembaga politik dan keagamaan. Alhasil,

penyelenggaraan suatu pemerintahan tidak berdasarkan kedaulatan rakyat

melainkan merujuk kepada kedaulatan tuhan, sebab yang memiliki kedaulatan

hakiki ada pada tuhan. Pandangan ini mengilhami pemikiran dan gerakan

fundamentalisme.31

Penulis melihat pandangan paradigma ini dalam hal kepemimpinan

beranggapan bahwa tidak ada pemisahan anatara pemimpin agama dan pemimpin

politik. Karena Nabi Muhammad SAW pada masa kepemimpinanya diakui sebagai

pemimpin agama yaitu seorang utusan Allah dan juga dipilih dan diakui sebagai

pemimpin politik atau kepala negara pada masa Negara Madinah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa seorang pemimpin di dalam Islam memiliki dua fungsi

sekaligus, yaitu pemimpin agama dan pemimpin politik. Pemimpin agama yang

dimaksud adalah pemimpin dipilih bedasarkan tuntunan agama dan pemimpin itu

juga dituntut menjalankan aturan agama Islam. Maka dalam menjalankan aturan

agama Islam tersebut tentu teraplikasi dalam sebuah pemerintahan bernegara,

31 Zuly Qodir, Syariah Demokratik: Pemberlakuan Syariah Islam di Indonesia,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 35.

Page 47: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

35

karena hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran dan Hadits ada yang bersifat

publik yang pelaksanaanya membutuhkan peran sebuah negara.

2) Paradigma Simbiotik

Menurut paradigma ini, agama dan negara berhubungan secara simbiotik,

yaitu suatu hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan. Maka

dalam hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat

berkembang. Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama

negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spritual.32

Menurut paradigma ini pembentukan sebuah negara Islam dalam

pengertianya yang formal dan ideologis tidaklah penting. Pandangan ini

beranggapan bahwa yang terpenting adalah bahwa negara karena posisinya bisa

menjadi instrumental dalam merealisasikan ajaran-ajaran agama dan menjamin

tumbuhnya nilai-nilai dasar. Maka dengan demikian tidak ada alasan teologis untuk

menolak gagasan politik mengenai kedaulatan ditangan rakyat, negara dan bangsa

sebagai unit teritorial yang sah, dan prinsip-prinsip umum teori politik modern

lainya. Atau dengan kata lain, tidak ada landasan kuat untuk meletakkan Islam

dalam posisi yang bertentangan dengan sistem politik modern.

Tampaknya al-Mawardhi (w. 1058 M), seorang teoritikus politik Islam

terkemuka, bisa dimasukkan sebagai salah satu kelompok pendukung paradigma

ini. Sebab dalam kitabnya yang mashur, al-Ahkam al-Shultaniyah, ia mengatakan:

32 Din Syamsuddin, Etika dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 60.

Page 48: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

36

lembaga kepala negara dan pemerintahan diadakan sebagai pengganti fungsi

kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia.33

Pemeliharaan agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktifitas

yang berbeda, namun mempunyai hubungan simbiotik. Keduanya merupakan dua

dimensi dari misi kenabian. Maka dalam rangka hubungan simbiotik ini, Ibnu

Taimiyah dalam As-Siyasah Asy-Syar’iyyah juga mengatakan: sesungguhnya

adanya kekuasaan yang mengatur urusan manusia merupakan kewajiban agama

yang terbesar, sebab tanpa kekuasaan negara, agama tidak bisa berdiri tegak.34

Maka dapat disimpulkan bahwasanya paradigma simbiotik beranggapan

bahwa agama dan negara berhubungan secara simbiotik. Dalam kerangka ini,

agama membutuhkan negara, karena dengan adanya negara agama dapat

berkembang. Sebaliknya negara membutuhkan agama, karena agama menyediakan

seperangkat nilai dan etika untuk menuntun perjalanan kehidupan bernegara.

Paradigma ini berusaha keluar dari belenggu dua sisi yang berseberangan, yaitu

integralistik dan sekuleristik. Alhasil, paradigma ini melahirkan gerakan

medernisme dan neomodernisme.35

33 Imam Al-Mawardhi, Hukum Tatanegara dan Kepemmpinan dalam Takaran Islam, terj.Abdul Hayyie Al-Kattani, Kamaluddin Nurdin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 15.

34 Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, Pokok-Pokok Pedoman dalam Bernegara, terj. HendriLaoust, (Bandung: CV Diponegoro, 1967), h. 162-210.

35 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1996), h. 11.

Page 49: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

37

3) Paradigma sekuleristik

Paradigma ini menolak kedua paradigma yang sudah dijelaskan sebalumnya.

Sebagai gantinya, paradigma sekuleristik mengajukan pemisahan (disparitas)

agama atas negara. Dalam konteks Islam, paradigma ini menolak pendasaran

urusan negara kepada Islam, atau paling tidak menolak determinasi Islam pada

bentuk tertentu dari sebuah negara.

Sebuah artikel tentang kepemimpinan agama dan politik memuat sebuah

tulisan pandangan Syafiq Hasyim Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi

Nahdlatul Ulama (LPTNU) menyatakan bahwa kepemimpinan (politik) tidak bisa

disamakan dengan kepemimpinan agama. Tugas pemimpin adalah menegakkan

keadilan dan tidak bisa disandera dengan kepentingan primordial. Ia menjelaskan

bahwa maqashidus syariah dalam konsep negara adalah manifestasi ilahiah di

muka bumi, maka norma yang harus diusung adalah keadilan, cinta kasih dan

kebersamaan. Ditegaskan bahwa keadilan tidak boleh memihak baik faktor agama

suku, dan keyakinan.36

Lebih lanjut Syafiq menegaskan, konteks memilih pemimpin adalah kinerja

dan gagasan dalam mamajukan bangsa. Persoalan pemerintah adalah persoalan

masyarakat. Kepemimpinan dipilih berdasarkan sejauh mana ia mampu

menyejahterakan dan mewujudkan keadilan sosial. Penulis melihat bahwa dalam

kasus kepemimpinan pandangan ini adalah paradigma berfikir secara sekuleristik

atau pemisahan doktrin agama dengan aktifitas politik.

36 www.nuonline.com. Berita diakses pada 20 April 2017

Page 50: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

38

C. Pandangan Para Ulama Klasik tentang Pemimpin Non-Muslim

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidak bolehnya seorang non-

Muslim menjadi pemimpin bagi orang-orang Muslim. Maka secara global

pendapat-pendapat ini dapat dipetakan menjadi 2 kelompok berikut ini:

1. Kelompok Yang Menolak Pemimpin Non-Muslim

Kelompok yang termasuk menolak pemimpin non-Muslim antara lain adalah,

al-Jashsash, al-Alusi, Ibn Arabi, Kiya al-Harasi, Ibn Katsir, al-Shabuni, al-

Zamakhsyari, Ali al-Sayis, Thabathabai, al-Qurthubi, Wahbah al-Zuhaili, al-

Syaukani, al-Thabari, Sayyid Quthub, al-Mawardi, al-Juwaini, Abdul Wahhab

Khallaf, Muhammad Dhiya al-Din al-Rais, Hasan al-Bana, Hasan Ismail Hudaibi,

al-Maududi, dan Taqi al-Din al-Nabhani.37

al-Jashshash berpendapat bahwasanya tidak boleh ada sedikitpun kesempatan

dibuka oleh orang Islam untuk orang kafir berkuasa atas mereka, serta ikut campur

dalam menangani sekecil apapun urusan intern umat Islam. Dia mendasarkan

pendapatnya pada surat Ali Imran ayat 28 yang berbunyi sebagai berikut:

ن م ال يـتخذ المؤمنون الكافرين أوليآء من دون المؤمنني ومن يـفعل ذلك فـليس (٨٢ : (العمران هم تـقاة وحيذركم اهللا نـفسه وإىل اهللا المصري اهللا يف شيء إآل أن تـتـقوا منـ

Artinya: “Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafirmenjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapaberbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allahmemperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allahkembali (mu)” (Q.S. Ali Imran : 28).

Pada ayat ini dia memberikan cacatan bahwanya ayat ini dan ayat-ayat yang

lain yang memiliki isi yang senada denganya, maka ada petunjuk bahwa dalam hal

37 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 79.

Page 51: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

39

apapun orang kafir tidak boleh berkuasa atas umat Islam. Dengan keyakinan seperti

itulah, al-Jashshash tidak hanya melarang umat Islam mengangkat non-Muslim

menjadi pemimpin, tapi juga tidak boleh melibatkan non-Muslim dalam segala

urusan umat Muslim, sekalipun ada pertalian darah dengannya.38 Maka dari itu,

seorang pria non-Muslim, tidak punya hak untuk mengurus dan menikahkan putra

kandungnya yang Muslim karena alasan beda agama.

Menurut al-Shabuni, yang dimaksud dengan ayat-ayat yang isinya senada

dengan surat Ali Imran ayat 28 apada kutipan pendapat al-Jashshash di atas adalah

ayat 51 surat al-Maidah, ayat 1 surat al-Mumtahanah, ayat 57 surat al-Maidah, ayat

118 surat Ali Imran, dan ayat 22 surat al-Mujadilah.39 Selain ayat-ayat sebagaimana

menurut al-Shabuni diatas, Wahbah al-Zuhaili menambahkan tiga ayat yang senada

dengan pendapat al-Jashshash diatas, yaitu ayat 144 surat al-Nisa, ayat 73 surat al-

Anfal, dan ayat 71 surat at-Taubah. Sedangkan Muhammad al-Ghazali dan Sayyid

Qutub masing-masing menambahkan satu ayat, yaitu ayat 8 surat at-Taubah dan

ayat 100 surat Ali Imran. Serta Mujar Ibnu Syarif menambahkan satu ayat lagi yaitu

ayat 141 surat a-Nisa.40

Menurut Mujar Ibnu Syarif kedua belas ayat yang disebutkan di atas,

meskipun memiliki redaksi yang berbeda satu sama lain, namun mengacu kepada

satu inti persoalan yang sama. Yang pada intinya adalah umat Islam dilarang untuk

38 Abu Bakar Ahmad Ibn Ali al-Razy al-Jashshash, AhkamAl-Qur’an, (Al-Qahirah: SyirkahMaktabah Wa Mathba’ah, t.th), jilid 2, h. 290

39 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 80.

40 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 81.

Page 52: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

40

memilih non-Muslim menjadi pemimpin baik secara eksplisit maupun secara

implisit, terutama dipilih sebagai pemimpin negara atau pemimpin pemerintahan.

Ibn Arabi berpendat bahwasanya ayat 28 surat Ali Imran merupakan

ketentuan umum bahwa orang Islam tidak boleh mengambil orang kafir sebagai

pemimpinya, sekutunya untuk melawan musuh, menyerahkannya suatu amanat,

atau menjadikanya teman kepercayaan.41 Kiya al-Harasi juga berpandangan bahwa

ayat 28 surat Ali Imran itu merupakan dalil mengenai tidak bolehnya menjadikan

orang-orang kafir sebagai pemimpin orang-orang Islam atau bersikap lemah lembut

kepada meraka. Serta Ibnu Katsir menyatakan, bahwa ayat 28 surat Ali Imran

merupakan larangan Allah kepada hambanya yang beriman, berteman akrab dengan

orang-orang kafir atau menjadinya sebagai pemimpinya, dengan meninggalkan

orang-orang yang beriman. Sebab ini merupakan wujud cinta kasih kepada orang-

orang kafir. Namun Ibnu Katsir memberikan keringanan jika di beberapa negara

dan dalam beberapa kesempatan tertentu seorang Muslim takut terhadap kejahatan

orang-orang kafir, maka ia diberi keringanan untuk bertaqiyyah di hadapan mereka,

namun hanya secara zahirnya saja, tidak dalam batin dan niatnya. Ibnu Katsir

mendasarkan pendapatnya ini kepada hadits yang artinya sebagai berikut:42

“Sesungguhnya kami (sering) tersenyum di hadapan beberapa kaum,sedangkan (sebenarnya) hati kami mengutuknya”.(H.R. al-Bukhari).

41 Abu Bakar Muhammad Ibn Abdillah, Ahkam al-Quran, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988), jilid 2, h. 138-139.

42 Imam Abi al-Fida al-Hafidz Ibn Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Quran al-Azhim, (Beirut:Dar al-Fikr, 1992), jilid 1, hal. 439. Lihat juga Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di NegaraMuslim, h. 98.

Page 53: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

41

Selain hadits di atas, Ibn Katsir mendasarkan pendapatnya pada surat an-Nahl

ayat 106 yang berbunyi sebagai berikut:

رح ش من كفر باهللا من بـعد إميانه إال من أكره وقـلبه مطمئن باإلميان ولكن من (النحل :٦٠١) بالكفر صدرا فـعليهم غضب من اهللا وهلم عذاب عظيم

Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (diamendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang dipaksa kafir padahalhatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orangyang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allahmenimpanya dan baginya azab yang besar.” (Q.S. an-Nahl : 106).

Menurut al-Zamakhsyari adalah logis dilarangnya umat Islam mengangkat

non-Muslim menjadi pemimpin karena mengingat orang-orang kafir adalah musuh

umat Islam, dan pada prinsipnya memang tidak akan pernah terjadi seseorang

mengangkat musuhnya sebagai pemimpinya. Bila orang Islam mengangkat orang-

orang kafir sebagai pemimpinya maka hal tersebut menurut Ali al-Sayis berarti

umat Islam memandang bahwasanya jalan yang ditempuh orang kafir tersebut baik.

Hal ini tidak boleh terjadi, sebab dengan meridhai kekafiran berarti seseorang telah

kafir.43

Mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin umat Islam, dalam

pandangan Thabathabai lebih berbahaya dari pada kekafiran kaum kafir dan

kemusyrikan kaum musyrik. Kaum kafir itu adalah musuh umat Islam, dan bila

musuh itu telah diambil sebagai teman, maka kala itu ia telah berubah menjadi

musuh dalam selimut yang jauh lebih sulit untuk dihadapi ketimbang musuh yang

43 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 102.

Page 54: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

42

nyata-nyata berada diluar lingkungan umat Islam. Hal ini tegas Thabathabai tidak

boleh terjadi, sebab bila tidak, maka umat Islam akan mengalami kehancuran.44

Berbeda dengan al-Alusi, al-Jashshash, dan al-Shabuni, Wahbah al-Zuhaili

menyatakan yang dilarang hanyalah menyerahkan jabatan-jabatan publik yang

strategis, mulia, dan terhormat semisal kepala negara kepada orang kafir. Di luar

itu, semisal menjadi sektretaris negara ataupun jabatan-jabatan kurang strategis

lainya, dapat diserahkan kepada non-Muslim. Berbeda dengan al-Zuhaili, Ibn Arabi

menyatakan melarang umat Islam menjadikan orang kafir dalam segala posisi, baik

sebagai kepala negara maupun jabatan publik lainya. Pendapat Ibn Arabi ini

merujuk kepada kebijakan politik Umar Ibn Khattab yang mengirimkan surat

perintah kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk memecat sektretaris pribadinya yang

non-Muslim.45

Dari urain di atas sudah tergambar jelas bahwasanya mayoritas ulama

melarang umat Islam memilih orang kafir sebagai pemimpin. Dilarangnya orang

Islam untuk mengangkat orang kafir sebagai pemimpin didasarkan pada ayat-ayat

al-Qur’an yang memiliki isi yang senada antara satu dengan yang lain. Wahbah al-

Zuhaili berpendapat yang dilarang hanyalah menyerahkan jabatan-jabatan publik

yang strategis, mulia, dan terhormat (semisal kepala negara) kepada orang kafir,

sedangkan Ibn Arabi dan ulama lainya melarang orang kafir diangkat sebagai

pemimpin baik sebagai kepala negara maupun posisi strategis publik lainya. Namun

44 Al-Sayyid Muhammad Husein al-Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut:Muassasah al-A’lami li al-Mathbu’at, 1972), jilid 3, h. 103.

45 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, hal. 105-106.

Page 55: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

43

secara garis besar para ulama melarang menjadikan orang-orang kafir sebagai

pemimpin atas orang Islam.

2. Kelompok Pendukung Pemimpin Non-Muslim

Kelompok kedua ini terdiri dari beberapa intelektual Muslim liberal yang

menawarkan ijtihad politik baru yang mendukung pemimpin non-Muslim atas

orang Islam. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Mahmoud Muhammad

Thaha, Abdullah Ahmad an-Na’im, Thariq al-Bishri, Asghar Ali Enginer dan

Muhammad Sa’id al-Ashmawi. Kelima tokoh ini dilihat dari latar belakang

keilmuanya mayoritas tidak berdasarkan keilmuan syariah, mereka berlatar

belakang sebagai insinyur, sejarawan serta sarjana hukum.46

Menurut Mahmoud Thoha, non-Muslim memiliki persamaan hak dan status

sebagaimana yang dinikmati oleh umat Islam, termasuk menjadi pemimpin.47

Menurutnya, pandangan fikih klasik yang mendiskriminasikan non-Muslim

didasarkan kepada ayat-ayat Madaniyyah yang memang sarat dengan aura

diskriminatif, bukan didasarkan kepada ayat-ayat Makiyyah yang menekankan

martabat yang inheren pada seluruh umat manusia, tanpa membedakan jenis

kelamin, keyakinan, keagamaan, ras dan lain-lain. Untuk menghilangkan

diskriminasi terhadap non-Muslim, kata Thaha, ayat-ayat Madaniyyah yang dimasa

klasik digunakan sebagai argumentasi teologis untuk mendiskriminasikan non-

46 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 140.

47 Carolyne Fluehr Lobban, Melawan Ekstrimisme Islam: Kasus Muhammad Sa’id al-Ashmawi, Kata Pengantar dalam Muhammad Sa’id al-Ashmawi, Jihad Melawan Islam Ekstrim, terj.Hery Haryanto Azumi dari Againts Islamic Extrimism, (Depok: Desantara, 2002), cet. 2, h. 14.

Page 56: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

44

Muslim, harus segera dicabut.48 Sebagai gantinya, ayat-ayat Makiyyah yang dulu

dicabut digunakan kembali sebagai basis hukum Islam modern. Sejalan dengan itu,

Thaha menawarkan sebuah konsep naskh baru yang sangat berbeda dengan konsep

naskh lama. Teori naskh lama yang menganggap bahwa ayat-ayat Madaniyyah

menghapus ayat-ayat Makiyyah, kata Thaha harus dibalik, yakni bahwa ayat

Makiyyah yang justru menghapus ayat Madaniyyah.49

Lebih lanjutnya, bagi Thaha ayat-ayat Makiyyah adalah sentral bagi ajaran

Islam. Ayat inilah yang akan mampu memberikan kebebasan yang sebenarnya dan

kesetaraan yang sungguh-sungguh bagi umat manusia tanpa memandang perbedaan

jenis kelamin, agama, dan keyakinan, sehingga toleransi dapat dijunjung tinggi.

Thaha berpendapat bahwa pemahaman baru terhadap al-Qur’an yang

diperkenalkannya adalah pesan kedua Islam (the second massage of Qur’an),

sehingga pembaharuan hukum Islam harus ditempuh dengan memberlakukan teori

evolusi hukum Islam.50

Mengomentari pandangan fikih klasik yang melarang pemimpin non-

Muslim, Ahmad an-Na’im juga menyatakan, semua umat Islam generasi awal

sudah benar ketika menafsirkan al-Qur’an dan Hadis dengan menerima

diskriminasi berdasarkan agama dalam konteks histori ketika itu. Argumentasinya

48 Abdullah Ahmad al-Na’im, Dekonstruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy dan AmiruddinArrany dari Toward An Islamic Reformation Civil Liberties Human Rights And Internasional Law,(Yogyakarta: LKIS, 1994), h. 48 dan 88.

49 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 141.

50 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 143.

Page 57: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

45

karena sejak masa-masa pembentukan syariah belum ada konsepsi Hak-Hak Asasi

Manusia Internasional di dunia ini. Sejak abad ke-7 hingga abad ke-20, kata an-

Naim adalah suatu hal yang normal di seluruh dunia untuk menentukan status dan

hak-hak seseorang berdasarkan agama.51 Akan tetapi, ini tidak dimaksudkan untuk

menyatakan bahwa untuk saat ini hal tersebut masih bisa dibenarkan.

Mengingat pendapat yang menolak pemimpin non-Muslim dibenarkan oleh

konteks historis yang ada dimasa lalu, maka selesailah sudah pembenaran itu

sekarang, sebab konteks historis yang ada sekarang ini sudah berbeda sama sekali

dengan konteks historis yang ada dimasa lalu. Setelah dikenal konsepsi hak-hak

asasi universal, kata an-Na’im diskriminasi atas dasar agama itu melanggar

penegakkan HAM. Kaum absolutis yang hidup di masa kontemporer, seperti al-

Maududi, Javid Iqbal, dan Hasan Turabi, yang masih saja menolak pemimpin non-

Muslim, adalah disebabkan karena mereka memandang aturan syariat yang

melarang umat Islam memilih pemimpin non-Muslim bersifat permanen. Padahal

sesungguhnya hal itu bersifat temporer (sementara).52

Pemikiran politik Islam klasik yang menolak pemimpin non-Muslim, kata an-

Na’im, sekalipun dijabarkan dari sumber-sumber wahyu fundamental Islam, al-

Qur’an dan Sunnah, sesungguhnya bukanlah wahyu, tetapi tidak lebih dari sekedar

produk penafsiran manusia atas sumber-sumber tersebut. Karena produk itu lahir

51 Abdullah Ahmad al-Na’im, Dekonstruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy dan AmiruddinArrany dari Toward An Islamic Reformation Civil Liberties Human Rights And Internasional Law,h. 282 .

52 Abdullah Ahmad al-Na’im, Dekonstruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy dan AmiruddinArrany dari Toward An Islamic Reformation Civil Liberties Human Rights And Internasional Law,h. 220.

Page 58: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

46

sesuai dengan kondisi historisnya sendiri, yang berbeda dengan kondisi saat ini.

Maka dari itu diskriminasi berdasarkan agama sebagaimana lazimnya berlaku di

masa Klasik, secara moral tertolak dan secara politik sudah tidak dapat diterima

lagi.53

Di masa kontemporer saat ini, kata an-Na’im ayat-ayat yang melarang umat

Islam memilih pemimpin non-Muslim adalah tidak relevan lagi digunakan. Sebagai

gantinya, yang perlu ditonjolkan adalah ayat-ayat Makiyyah yang mengajarkan

persamaan universal seluruh umat manusia, tanpa memandang agama yang

dipeluknya. Selain menganjurkan umat Islam untuk meninggalkan ayat-ayat

Madaniyyah yang berisi pesan-pesan diskriminatif terhadap non-Muslim, an-

Nai’im juga menyarankan agar umat Islam dimasa kontemporer sekarang ini

berpegang kepada prinsip resiprositas, yaitu prinsip timbal balik yang sama

menghargai kepercayaan orang lain.54

Senada dengan pendapat yang dikutip di awal, Muhammad Sa’id al-Ashmawi

juga membolehkan non-Muslim menjadi pemimpin bahkan di negeri mayoritas

Muslim sekalipun. Argumentasiya karena ayat-ayat al-Qur’an yang melarang umat

Islam memilih pemimpin non-Muslim bersifat temporer. Ayat-ayat tersebut hanya

berlaku pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah yang pada saat itu sedang

perang dengan orang kafir. Kerena kondisi seperti masa Nabi ini tidak ada lagi pada

53 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 146.

54 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, h. 146-148.

Page 59: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

47

masa sekarang, maka larangan itu tidak berlaku lagi.55 Lebih lanjut, al-Ashmawi

beranggapan bahwa pendapat yang melarang memilih pemimpin non-Muslim,

adalah pendapat anti demokrasi, salah, dan tidak sesuai dengan era modern.

55 Muhammad Sa’id al-Ashmawi, Jihad Melawan Islam Ekstrim, ter. Hery Haryanto Azumidari Againts Islamic Extremism, (Depok: Desantara, 2002), cet. 1, h. 181.

Page 60: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

48

BAB III

SEKILAS TENTANG NAHDLATUL ULAMA

1. Sejarah Berdiri Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama atau yang disingkat NU, artinya kebangkitan ulama. Sebuah

organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926 M/ 16

Rajab 1344 H di Surabaya.1 Organisasi ini merupakan salah satu organisasi terbesar

di Indonesia dewasa ini. Nahdlatul Ulama mempersatukan solidaritas ulama

tradisional dan para pengikut mereka yang berpaham salah satu dari empat mazhab

fikih Sunni, terutama Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nahdlatul Ulama dari dahulu

hingga kini masih berada di pesantren.2

Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama terbilang cukup unik, karena di samping

pengaruh politik etis yang diterapkan Belanda dalam konteks perjuangan

mewujudkan kemerdekaan3, juga karena reaksi terhadap situasi perkembangan

umat Islam di dunia. Saat itu terjadi perubahan mendasar sistem ketatanegaraan di

Turki dan Jazirah Arab4, sehingga angin perubahan itu menghembuskan angin

pembaharuan walaupun berbeda substansi.

1 Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, (Surabaya: Khalista, 2007), cet. Pertama, h. 1-2.

2 Ibnu Hazen dkk, 100 Ulama dalam Lintas Sejarah Nusantara, (Jakarta: Lembaga Ta’mirMesjid PBNU), h. 3.

3 Laode Ida, Anatomi Konflik NU, Elit Islam dan Negara, (Jakarta: Sinar Harapan), h. 9-16.

4 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab PolitikNU dalam Sejarah, (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2008), cet. Ke-1, h. 2.

Page 61: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

49

Pembaharuan di Turki terjadi dengan sangat dramatik. Kehidupan kenegaraan

dan kemasyarakatan yang agamis beralih menjadi sekuler. Ini terjadi ketika

Musthafa Kemal Attartuk memperoklamasikan berdirinya Republik Turki pada

Tanggal 29 Oktober 1923. Pada tahap selanjutnya, Kemal Attartuk menghapus

Kekhilafahan Dinasti Ottoman yang diakui oleh seluruh dunia Islam pada tanggal

3 Maret 1924. Dengan berkiblat ke Barat, Kemal Attartuk memerintahkan untuk

menghapus semua yang berbau Islam. Hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an

dan Sunnah diganti dengan sumber hukum perdata adopsi dari Swiss. Sedangkan

hukum pidana diadopsi dari hukum pidana Italia.5

Perubahan dramatis dan radikal yang terjadi di Turki berpengaruh kepada

kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan di Mesir. Pro kontra terhadap sepak

terjang Kemal Attartuk pun terjadi di Mesir. Salah seorang ulama, Ali Abd al-Raziq

dengan tegas membenarkan dan mendukung langkah-langkah pembaharuan yang

dilakukan oleh Musthafa Kemal Attartuk. Lain halnya dengan Komite Khilafah di

Mesir. Komite ini menanggapi serius dihapuskanya Kekhilafahan Ottoman.

Keseriusan komite tersebut ditunjukkan dengan upaya untuk memparakasai

Muktamar Islam Sedunia dengan agenda pembentukan Khilafah dunia Islam. Umat

Islam Indonesia pun diundang untuk berpartisipasi dalam mukmatar ini.6

Sayangnya, dengan alasan keamanan mukatamar ini batal dilaksanakan.

5 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab PolitikNU dalam Sejarah, h. 2.

6 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab PolitikNU dalam Sejarah, h. 2-3.

Page 62: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

50

Di Jazirah Arab, semakin lemahnya Dinasti Ottoman akibat kekalahan pada

Perang Dunia I mendorong Syarif Makkah, Husein II memproklamirkan

kemerdekaan Arabia dan menangkat dirinya sebagai raja. Wilayah Hijaz ini selama

empat abad menjadi salah satu provinsi Kekhilafahan Ottoman. Namun kekuasaan

Husein II tidak bertahan lama. Abdul Aziz Ibn Sa’ud (1880-1953) dari Nejd

berhasil merebut Hijaz dengan bekerjasama dengan Syeikh Muhammad Abdul

Wahab yang kemudian hari dikenal dengan pendiri aliran Wahabi. Aliran Wahabi

ini bertujuan untuk melakukan pemurnian paham tauhid umat Islam. Dengan dalih

ini, Abdul Aziz Ibn Sa’ud dengan segera memusnahkan semua hal yang dipandang

sebagai bid’ah dan kurafat. Kubah diatas makam Husein bin Ali menjadi korban

dan makam orang-orang suci dihilangkan. Bahkan kiswah penutup Ka’bah

diturunkan karena dianggap bid’ah.7

Imbas berbagai perkembangan mutakhir di negara-negara pusat Islam dunia

itu, di Indonesia tercermin dari dibentuknya Al-Islam, pada tahun 1921, dipelopori

oleh Sarekat Islam dan didukung oleh Muhammadiyah, dua organisasi yang sangat

menonjol sebagai gerakan pembaharuan Islam. Al-Islam cukup berperan mewakili

umat Islam Indonesia. Dalam kongres ke-I Cirebon atas prakasa Bratanata (ketua

SI) antara lain memutuskan dibentuknya Komite Al-Islam pusat dan Sunoso (ketua

SI Garut) dipilih sebagai ketua. Kongres ke-2 di Garut menghasilkan pengesahan

peraturan Komite Al-Islam.8

7 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab PolitikNU dalam Sejarah, h. 3.

8 Djawahi Hadikusumo, Matahari-Matahari Muhammadiyah, (Yogyakarta: T.pn, jilid 1,1975), h. 56.

Page 63: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

51

Setahun setelah Raja Abdul Aziz Ibn Sa’ud menancapkan kekuasaanya di

Hijaz, dan memantapkan gerakan Wahabi, ia mengirimkan undangan kepada umat

Islam di seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar al-Alam al-Islami (Muktamar

Islam Sedunia) di Makkah tanggal 1 Juni 1926. Undangan kepada umat Islam

Indonesia segera ditangani oleh Komite Khilafah Pusat ( dibentuk 4 Oktober 1924

di Surabaya). Komite kemudian memanggil Al-Islam untuk mengadakan kongres

membicarakan undangan tersebut.9

Dalam kongres ke-5 Al-Islam yang kemudian dilangsungkan di Bandung

bulan Februari 1926, K.H. Abdul Wahab Chasbullah atas nama para ulama

tradisional menyampaikan sejumlah usul untuk diperjuangkan dalam muktamar di

Makkah. Usul terpenting adalah agar Raja Abdul Aziz Ibn Sa’ud tetap menghormati

kebiasaan-kebiasaan agama yang telah menjadi tradisi. Kebiasaan-kebiasaan itu

antara lain membangun kuburan, memelihara makam orang-orang suci, membaca

doa-doa ajaran mazhab seperti dalailul khairat.10

Pendapat yang berkembang dalam kongres ini ternyata tidak dapat menerima

usul para ulama tradisional tersebut, sehingga K.H. Wahab Chasbullahh dan ulama

tradisinal meninggalkan arena sidang. Muktamar terus berlangsung dan

memutuskan dua orang akan mewakili umat Islam Indonesia, masing-masih H.

Oemar Said Tjokroaminoto (Sarekat Islam) dan K.H. Mas Mansur

(Muhammadiyah). Apa yang berkembang dalam kongres ke-5 Al-Islam secara

9 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab PolitikNU dalam Sejarah, h. 5.

10 Basit Adnan, Kemelut di NU Antara Kiyai dan Politik, (Solo: CV Mayasari, 1982), cet.Pertama, h. 12.

Page 64: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

52

substansi menunjukkan terjadinya kristalisasi dalam kehidupan umat Islam

Indonesia, yaitu adanya kutub pendukung gerakan pembaharuan dan kutub kaum

tradisionalis (pesantren).11

Kekecewaan Kiai Wahab Chasbullah dan kawan-kawan terhadap kongres ke-

5 Al-Islam berlanjut dengan menyatakan mengundurkan diri dari Komite Khilafah.

Kiai Wahab dan kawan-kawan sepakat untuk melanjutkan perjuangan ulama dan

membentuk wadah baru bagi pendukung ahlussunnah wal jama’ah. Akhirnya

dibentuk Comite Meremboek Hidjaz (Komite Hijaz) yang diketuai oleh Hasan

Gipo, dibantu Saleh Sjamil (wakil ketua), Moehammad Shadiq Setijo (sekretaris),

dan Abdoel Halim (wakil sekretaris). K.H. Abdul Wahab Chasbullah, K.H.

Masjhoeri, K.H. Cholil menjadi penasehat.12

Pada tanggal 31 Januari 1926 K.H. Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971)

dan K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) dari Pondok Pesantren

Tebuireng, Jombang (Jawa Timur) mengundang sejumlah ulama, untuk

mengadakan rapat pertama Komite Hijaz. Rapat pertama Hijaz menghasilkan dua

keputusan penting. Pertama, mengirim delegasi ke Mekah untuk bertemu langsung

dengan Raja Abdul Aziz Ibn Sa’ud, menyampaikan usul seperti yang diutarakan

K.H. Abdul Wahab Chasbullah dalam Muktamar Al-Islam di Bandung. Kedua,

membentuk suatu jam’iyyah sebagai wadah persatuan para ulama dan tugas

memimpin umat menuju tercapainya izzul islam lil alamin (kejayaan Islam dan

11 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 5.

12 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 6.

Page 65: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

53

umatnya) menuju rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Pada tanggal 16

Rajab 1344 H bertepatan dengan 31 Januari 1926 inilah wadah jam’iyyah yang

kemudian bernama Nahdlatul Ulama secara resmi terbentuk dan pada tanggal

tersebut selalu diperingati sebagai hari lahir Nahdlatul Ulama.13

Rapat Komite Hijaz tersebut menjadi peristiwa sangat bersejarah dan

bermakna monumental. Komite Hijaz merupakan embrio Nahdlatul Ulama.

Kehadiran wadah Nahdlatul Ulama sudah dinantikan oleh pengikut paham

ahlussunnah wal jamaah. Empat tahun kemudian Nahdlatul Ulama mendapat

pengakuan dari Gubernur Hindia Belanda, 6 Februari 1930. Kepengurusan

Nahdlatul Ulama dibentuk menyusul kelahiranya itu terdiri dari dua badan, yaitu

Syuriah dan Tanfidziyyah.

2. Garis Besar Pemikiran Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaanya kepada sumber ajaran

Islam: al-Qur’an, Sunnah, Ijma (kesepakatan para sahabat dan ulama), dan Qiyas

(analogi).

Dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam dari sumbernya diatas,

Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah Wal Jamaah dan menggunakan

jalan pendekatan mazhab14:

13 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 6-7.

14 As’ad Said Ali, Pergolakan di Jantung Tradisi, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,2008), h. 24-30.

Page 66: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

54

a. Dalam bidang aqidah, Nahdaltul Ulama mengikuti paham ahlusunnah wal

jamah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu

Mansur al-Maturidi.

b. Dalam bidang fikih, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab)

salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik Bin

Anas, imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal.

c. Dalam bidang tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti antara lain Imam Junaidi

al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam lainya.

Selanjutnya kontruksi tauhid, fikih, dan tasawuf tersebut dirumuskan menjadi

etika sosial. Kontruksi penting dari hal ini adalah prinsip-prinsip dasar kalangan

nahdliyyin dalam kehidupan kemasyarakatan, yang dirumuskan sebagai berikut:15

a. Sikap tawassuth dan i’tidal (moderat dan adil)

b. Sikap tasamuh (toleran terhadap perbedaan)

c. Sikap tawazun (seimbang)

d. Amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan mencegah kemungkaran)

Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama fitrah yang

bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham

keagamaan yang dianut Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik

yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti

suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.16

15 As’ad Said Ali, Pergolakan di Jantung Tradisi, h. 31.

16 Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, h. 12.

Page 67: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

55

3. Metode Penggalian Hukum Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama sebagai Ijtima’iyyah sekaligus gerakan Diniyah Islamiyah,

sejak awal berdirinya telah menjadikan Ahlussunah wal Jama’ah sebagai basis

teologi. Sejalan dengan mayoritas ulama, Nahdlatul Ulama mendasarkan paham

keagamaanya kepada empat pilar sumber ajaran Islam yaitu, al-Qur’an, hadist,

ijma’ dan qiyas.17

Sebagai implikasi dari pemahaman terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah,

maka dalam memahami dan meninstimbatkan hukum Nahdlatul Ulama mengikuti

salah satu dari empat mazhab. Maka dalam hal ini, Nahdlatul Ulama mengikuti

Mazhab Syafii yang dikenal moderat. Bahkan dewasa ini berlakunya ajaran tersebut

menjadi tujuan organisasi dan mengusahakannya di tengah-tengah kehidupan

beragama masyarakat Indonesia dengan memelihara ukhuwah islamiyyah.18Ini

disebabkan oleh beberapa hal berikut:19 Pertama, madzhab fikih yang dominan

sejak masa awal Islam di Nusantara adalah madzhab Syafi’i. Kedua, pengalaman

sejarah berabad-abad dari umat Islam di Indonesia menunjukkan bahwa fikih Islam

versi mazhhab Syafi’i lebih cocok diterapka di Indonesia.

Selain dengan dua alasan yang dijelaskan diatas, ditambah pula dengan

adanya semacam kode etik bermadzhab yang tidak diperkenkan talfiq (pemaduan

antara dua madzhab dalam dua masalah yang masih dalam satu paket amalan),

17 M. Mansyur Amin, Dialog Penmikiran, Islam dan Realitas Empirik, (Yogyakarta:LKPSM NU DIY, 1993), h. 163

18 Rozikin Daman, Membidik NU: Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah,(Yogyakarta: Gama Media, 2001), h. 65-67

19 M. Mansyur Amin, Dialog Penmikiran, Islam dan Realitas Empirik, h. 164

Page 68: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

56

sehingga membuat nahdlatul ulama semakin mantap dalam mengedepankan

madzhab Syafi’i.20

Kecendrungan Nahdlatul Ulama dalam mengadopsi madzhab Syafi’i ini

dapat dilihat dari rujukan yang dipakai oleh komisi bahtsul masail dalam

mempertimbankan suatu persoalan. Antara lain kitab al-Umm, Mukhtasar al-

Muzani, al-Wahi al-Kabir, al-Musnad, ar-Risalah, dan sebagainya. Kitab-kitab ini

di lingkungan Nahdlatul Ulama dikenal dengan sebutan al-Kutub al-Mu’tabarah.21

Jika dalam kitab-kitab ini tidak ditemukan jawaban atas persoalan yang ada, maka

dipakai kitab-kitab dari madzhab yang lain.

Selain itu perlu diketahui bahwa Nahdlatul Ulama dikenal dengan

bermadzhab qauly, yaitu mengambil langsung pendapat-pendapat dari kitab fikih

sebagai rumusan hukum Islam. Sepintas memang anakronis, bagaimana mungkin

menjawab persoalan kontemporer dengan solusi masa lalu, dimana masalah itu

belum muncul.22 Dalam hubungan ini maka tidak ada menjadi keraguan tentang

latar belakang mnculnya rumusan itu dan bagaimana pula proses metodologi yang

dilalui yang tentu saja menyangkut masalah-masalah dasar dan perangkat kaidah

hukum Islam baik berupa qawa’id fiqhiyyah maupun qawaid ushuliyah (ushul

fikih).23

20 Mansyur Amin, Dialog Penmikiran, Islam dan Realitas Empirik, h. 164.

21 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,1996), h. 175.

23 Mansyur Amin, Dialog Penmikiran, Islam dan Realitas Empirik, h. 165.

Page 69: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

57

Sebelum dibahas tentang bagaimana tentang metodologi penggalian hukum

oleh Nahdlatul Ulama , maka seyogyanya diketahui dahulu tentang istilah-istilah

berikut ini:24

1. Bermadzhab qauly adalah mengikuti pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam

lingkungan suatu madzhab.

2. Bermadzhab secara manhaji adalah bermadzhab dengan mengikuti jalan

pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh Imam madzhab.

3. Istinbath adalah mengeluarkan hukum syara dari dalilnya dengan qawaid

ushuliyah dan qawaid fiqhiyyah.

4. Qauli adalah pendapat Imam madzhab.

5. Wajah adalah pendapat ulama Imam madzhab.

6. Taqrir jami’i adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap

satu diantara qaul/wajah.

7. Ilhaqi adalah menyamakan hukum sesuatu kasus/masalah yang belum dijawab

oleh kitab dengan kasus/masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab

(menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi).

Untuk menentukan hukum secara optimal serta selaras dengan kehendak

syariat dan umat, alhasil disusunlah sistem pengambilan keputusan bahtsul masail

diniyah Nahdlatul Ulama sebagai berikut:

a. Prosedur Penjawaban Masalah

24 KH. Masyhuri, Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama NU,(Surabaya: Dinamika Press, 1997), h. 364

Page 70: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

58

Keputusan bahtsul masail di lingkungan Nandlatul Ulama dibuat dalam

rangka bermadzhab kepada salah satu dari empat madzhab yang disepakati dan

mengutamakan bermadzhab qauli. Oleh kerena itu prosedur penjawaban

masalah disusun sebagai berikut:25

1. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana

terdapat hanya satu qaul/wajah, maka dipakai qaul/wajah sebagaimana

diterangkan dalam ibarat tersebut.

2. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana lebih

dari satu qaul/wajah, maka dilakukan taqrir jama’i untuk memilih satu

qaul/wajah.

3. Dalam qaus tidak ada qaul/wajah sama sekali yang meberikan penyelesain,

maka dilakukan prosedur ilhaqul masai’il binadhairiha secara jama’i oleh

para ahli.

4. Dalam kasus tidak ada qaul/wajah sama seklai dan tidak mungkin dilakukan

ilhaqi, mak bisa dilakukan istinbath jama’i dengan prosedur bermadzhab

secara manhaji oleh para ahli.

b. Hierarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail

1. Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan Nahdlatul Ulama yang

diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini maka

baik diselenggrakan di dalam ataupun di luar organisasi mempunyai

kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan.

25 Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama di Bandar Lampung,(Jakarta: Lajnah Ta’lif Wanasyr PBNU, 1992), h. 5-6

Page 71: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

59

2. Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya

ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriyah Nahdlatul

Ulama tanpa harus menunggu Munas Ulama maupun Muktamar.

3. Sifat keputusan bahtsul masail tigkat Munas dan Muktamar adalah:

a) Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b) Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak

yang luas dan segala bidang.

Adapun cara pelaksanaan pemilihan qaul/wajah, ilhaqi dan istinbath juga

dicantumkan dalam hasil Munas Lampung tahun 1997, yaitu:26

1. Prosedur pemilihan qaul/wajah

a. Ketika dijumpai qaul/wajah dalam satu masalah yang sama maka

dilakukankan usaha memilih salah satu pendapat.

b. Pemilihan salah satu pendapat dilakukan dengan:

1) Mengambil pendaat yang lebih maslahat atau yang lebih kuat

2) Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan Muktamar Nahdlatul

Ulama 1, bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan memilih:

a) Pendapat yang disepakati oleh Asy-Syaikhani (an-Nawawi dan Rafi’i).

b) Pendapat yang dipegangi oleh an-Nawawi saja

c) Pendapat yang dipegangi oleh al-Rifa’i saja

d) Pendapat yang didukung oleh ayoritas ulama

e) Pendapat ulama yang terpandai

26 Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama di Bandar Lampung, h. 5-6

Page 72: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

60

f) Pendapat ulama yang paling wara’

2. Prosedur ilhaqi

Dalam hal ketika suatu masalah belum dipecahkan dalam kitab dimana

masalah tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaq al-masail bil nadhairihi

secara jama’i. Ilhaq dilakukan denan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ilaihi

dan wajhul ilhaq oleh para mulhiq yang ahli.

3. Prosedur istinbath

Dalam hal ketika tidak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya ilhaq

bih dan wajhul ilhaq sama sekali dalam kitab, maka dilakukan istinbath secara

jama’i, yaitu memperhatikan qawaid ushuliyah dan qawaid fiqhiyah oleh para

ahlinya.

4. Pendekatan Dakwah Nahdlatul Ulama

Dalam pendekatan dakwahnya Nahdlatul Ulama banyak mengikuti dakwal

model Walisongo, yaitu menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dan

tidak mengandalkan kekerasan.27 Budaya yang berasal dari suatu daerah ketika

Islam belum datang bila tidak bertentangan dengan agama, maka akan terus

dikembangkan dan dilestarikan. Sementara budaya yang jelas bertentangan

denggan agama ditinggalkan.

Karena identiknya gaya dakwah ala Walisongo itu, nama Walisongo melekat

erat dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama, sehingga dimasukan ke dalam bintang

27 Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, h. 12.

Page 73: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

61

sembilan lambang Nahdlatul Ulama. Maka secara garis besar pendekatan

kemasyarakatan Nahdlatul Ulama dikategorikan kedalam tiga bagian28:

a. Tawassuth dan I’tidal, yaitu sikap moderat yang berpijak pada prinsip

keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan dangan

tatharruf (ekstrim).

b. Tasamuh, yaitu sikap toleran yag berisikan perhargaan terhadap perbedaan

pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat.

c. Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya

keserasian hubungan anatara sesama manusia dan antara manusia dengan

Allah SWT.

Karena prinsip dakwah yang model Walisongo itu, Nahdlatul Ulama dikenal

sebagai pelopor Islam moderat. Kehadirannya bisa diterima oleh semua kelompok

masyarakat. Bahkan sering berperan sebagai perekat bangsa.

5. Nahdlatul Ulama dan Politik

Perjuangan memeperoleh kemerdekaan Indonesia merupakan orientasi

berbagai organisasi pergerakan dan keagamaan, tak terkecuali Nahdlatul Ulama.

Realitas inilah yang agaknya memaksa Nahdlatul Ulama untuk bergulat di ranah

politik, bukan hanya berkutat pada kegiatan sosial semata. Persentuhan dengan

berbagai organisasi pergerakan pun tak terelakkan. Terutama dengan organisasi

dengan basis agama Islam, seperti Muhammadiyah, PSII, Persatuan Umat Islam

(PUI), Al-Islam dan Al-Irsyad.29

28 Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Antologi NU Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, h. 13.

29 Basit Adnan, Kemelut di NU Antara Kiyai dan Politik, h. 12.

Page 74: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

62

Kesadaran akan pentingnya persatuan dalam perjuangan mewujudkan

kemerdekaan mendorong berbagai organisasi Islam tersebut bersatu padu untuk

membentuk sebuah wadah bernama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang

berdiri pada tanggal 21 September 1937.30 Eksistensi MIAI pasca penjajahan

Belanda masih diakui oleh Jepang. Berbagai kebijakan Jepang banyak yang

menguntungkan umat Islam. Untuk lebih mengarah pada tujuan yang disesuaikan

dengan perkembangan zaman, MIAI kemudian diubah menjadi Majellis Syura

Muslimin Indonesia yang disingkat dengan Masyumi. Salah seorang pelopornya

adalah Abdul Wahid Hasyim.

Pada perkembangan selanjutnya terjadi perbedaan pendapat dalam tubuh

Masyumi. Ketidaksepahaman kebijaksanaan politik menghadapai Belanda dalam

perjanjian Linggarjati dan Renvile dan konflik sekitar distribusi kekuasaan

membuat Masyumi goyah.31 Nahdlatul Ulama yang dari awal ingin menjadi tulang

punggung partai Masyumi mencabut dukunganya dan mendirikan partai sendiri.

Keluarnya Nahdlatul Ulama ini dituangkan dalam surat keputusan Muktamar ke-

19 yang berlangsung di Palembang pada 28 April-1 Mei 1952. Pada muktamar

itulah Nahdlatul Ulama secara resmi menjadi partai politik32

30 M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1994), h.99.

31 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 16.

32 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 16-17.

Page 75: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

63

Perjalanan Nahdlatul Ulama di ranah politik mengukir sejarah monumental.

Pemilu pertama yang diselenggrakan pada tahun 1995 adalah momen show of force

bagi Nahdlatul Ulama. Dengan dukungan kader-kader muda berkualitas, Nahdlatul

Ulama menduduki posisi tiga besar, setelah PNI dan Masyumi. Keberhasilan ini

menjadikan Nahdlatul Ulama kembali diperhitungkan dalam kancah perpolitikan di

Indonesia. Pada era inilah, tepatnya malui Musyawarah Nasional Ulama pada tahun

1957, Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa waliyyu al-amri adh-dharuri

bisyaukah untuk pemerintahan Presiden Soekarno. Derap langkah Nahdlatul Ulama

pun semakin mantap dan diperhitungkan. Pada masa pergolakan, yakni tahun 1960-

an, Nahdlatul Ulama mengambil peran signifikan dalam proses menyelamatkan

bangsa dan negara. Sumbangan terbesar Nahdlatul Ulama ditunjukan dengan peran

signifikannya dalam penumpasan pemberontakan G 30 S PKI. 33

33 Arief Mudatsir Mandan, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, h. 17.

Page 76: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

64

BAB IVPEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN NAHDLATUL

ULAMA DKI JAKARTA

A. Pemimpin Non-Muslim dalam Putusan Muktamar Lirboyo Tahun 1999

Aksi penolakan-penolakan yang dilakukan oleh sebagian ormas-ormasi Islam

terhadap pemimpin Gubernur non-Muslim di DKI Jakarta dan di kota-kota lain di

Indonesia semakin masif dilakukan menjelang Pilkada pemilihan Gubenur dan

Wakil Gubernur DKI Jakarta. Hal yang malatarbelakangi aksi penolakan-penolakan

ini adalah adanya pemahaman dari sebagin umat Islam terhadap larangan

mengangkat pemimpin non-Muslim di dalam Al-Quran. Salah satu ormas Islam,

yaitu FPI memahami bahwa ayat-ayat yang melarang mengangkat pemimpin non-

Muslim adalah bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.

Namun ada juga ormas Islam, yaitu Nahdlatul Ulama yang tidak

menyuarakan pandanganya akan larangan memilih pemimpin non-Muslim atau

melakukan aksi penolakan seperti yang dilakukan FPI dan ormas lainya yang

menolak pemimpin non-Muslim. Sudah barang tentu ini menjadi tanda tanya dari

umat Islam termasuk dari warga Nahdliyin sendiri, bagaimana sikap dan pandangan

Nahdlatul Ulama terhadap pemimpin non-Muslim. Ketika Nahdlatul Ulama tidak

menentukan sikap larangan atau kebolehan memilih pemimpin non-Muslim maka

warga umat Islam atau warga Nahdliyin DKI Jakarta akan kebingungan untuk

menentukan pilihanya pada Pilkada pemilihan Gubernur di DKI Jakarta.

Menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di DKI Jakarta,

pertarungan memperebutkan pemilih berlangsung sangat keras. Salah satu yang

suara yang diperebutkan adalah massa dari kalangan nahdliyin atau warga

Page 77: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

65

Nahdlatul Ulama di DKI Jakarta. Suara massa Nahldatul Ulama memang menjadi

rebutan, karena salah satu karakteristik warga Nahdlatul Ulama adalah petronase

santri-kiai yang kuat. Apa yang menjadi keputusan kiai biasanya selalu diamini

sebagai kebenaran oleh santri. Karena itu dalam pandangan politisi, dengan

mendekati kiai Nahdlatul Ulama, diharapkan warganya akan mengikuti.1

Jauh sebelum isu pemimpin non-Muslim pada Pilkada pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubenur di DKI Jakarta, ternyata Nahdlatul Ulama sudah memiliki

keputusan terkait memberikan kekuasaan kenegaraan kepada non-Muslim,

termasuk hal kepemimpinan. Pembahasan tantang pandangan Nahdlatul Ulama

terhadap pemimpin non-Muslim ada pada hasil Muktamar ke-30 tahun 1999 di

Lirboyo. Dengan adanya pertanyaan bagaiman hukum memberikan urusan

kenegaraan kepada non-Muslim. sehingga lahirlah keputusan bahwa melarang

memberikan urusan kenegaraan kepada non-Muslim kecuali dalam keadan

darurat.2Keputusan inilah yang menjadi rujukan bagi warga Nahdliyin dalam

menetukan pilihan Gubernur pada Pilkada DKI Jakarta.

Maka kaitanya dengan persoalan mengangkat pemimpin non-Muslim,

keadaan darurat yang dimaksud ada tiga poin. Pertama dalam bidang-bidang yang

tidak bisa diatangani sendiri oleh orang Islam secara langsung atau tidak langsung.

Karena faktor kemampuan. Kedua, dalam bidang-bidang yang ada orang Islam

berkemampuan untuk menangani, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa yang

1 https://nusantara.news/dukungan-pkb-terhadap-ahok-pembangkangan-santri-kepada-kiai. Berita diakses pada 20 April 2017.

2 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November di PondokPesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Page 78: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

66

bersangkutan khianat. Ketiga, sepanjang penguasaan urusan kenegaraan kepada

non-Muslim itu nyata membawa manfaat. Dengan catatan bahwsanya orang non-

Muslim yang dimaksud adalah berasal dari kalangan ahlu dzimmah dan harus ada

mekanisme kontrol yang efektif.3

Dalam kaidah fikih ada kaidah yang berbunyi Adh-Dharuratu Tubihu

Mahzhurat (keadaan darurat memperbolehkan melakukan yang dilarang). Adh-

Dharurat adalah jamak dari kata dharurah, yang secara bahasa diartikan keadaaan

yang sangat sulit dan merupakan ism mashdar dari kata al-idhthirar. Misalnya

dikatakan Hamalatni adh-dharurarh ala kadza wa kadza (kesulitan itu membuatku

melakukan begini dan begitu).4

Adh-Dharurah dalam istilah syariat Islam adalah keadaan yang memaksa

untuk melakukan apa yang dilarang oleh syariat Islam. Sebagian fukaha

mendefenisikan bahwa ia adalah keadaan seseorang yang sampai pada batas yang

apabila dia tidak melakukakan apa yang dilarang, maka dia binasa atau hampir mati.

Sedangkan defenisi al-manzhurat adalah segala sesuatu yang dilarang oleh syariat

Islam, atau sesuatu yang diharamkan oleh syariat Islam.5

Kitab-kitab yang dipakai oleh Nadhlatul Ulama untuk menjadi rujukan dalam

menetapkan tentang larangan memberikan kekuasaan kenegaraan kepada non-

3 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November di PondokPesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

4 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz: 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupa Sehari-Hari, terj.Muhyiddin Mas Rida, (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), h. 108.

5 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz: 100 Kaidah Fikih dalam Kehidupa Sehari-Hari, h. 108-109.

Page 79: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

67

Muslim dan dibolehkan dalam kodisi darurat adalah kitab-kitab Mu’tabarah, antara

lain, pertama kitab at Tuhfah li-Ibnu Hajar al-Haitsamiy, dalam kitab ini dijelaskan

bahwasanya orang Islam tidak boleh meminta bantuan kepada orang kafir dzimmi

atau lainya kecuali jika sudah sangat terpaksa. Didalam kitab itu juga dijelaskan

menurut dhahir pendapat mereka, bahwa meminta bantuan kepada orang kafir

tersebut tidak diperbolehkan walupun dalam kedaan darurat. Namun dalam penutup

disebutkan tentang kebolehan meminta bantuan jika memang darurat.6

Dalam kitab al-Syarwani ‘Alat Tuhfah, dijelaskan bahwa jika suatu

kepentingan mengharuskan penyerahan sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan oleh

orang lain dari kalian umat Islam atau tampak adanya penghianatan pada si

pelaksana dari kalangan umat Islam dan aman ditangan kafir dzimmi, maka boleh

menyerahkanya karena dharurat. Namun demikian, bagi pihak yang menyerahkan

harus ada pengawasan terhadap orang kafir tersebut dan mampu mencegahnya dari

adanya gangguan terhadap siapapun dari kalangan umat Islam.7

Dalam tataran fikih siyasah, Nahdlatul Ulama mengambil pertimbangan

hukum dari kitab al-Ahkam As-Sulthaniyyah Imam al-Mawardhi. Dalam kitab

tersebut dijelaskan bahwasanya Imam al-Mawardhi berpendapat tentang Wazir

Tanfidz yang tidak diisyaratkan harus Muslim, sehingga menguasai hukum-hukum

6 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November di PondokPesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

7 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November di PondokPesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Page 80: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

68

syar’i pun tidak harus dipenuhi. 8 Penulis melihat bahwa pernyataan ini memiliki

isyarat bahwa tidak mutlak orang non-Muslim dilarang diberikan jabatan kekuasaan

kenegaraan.

Rais Syuriyah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Mahfudz

Asirun juga menyatakan bahwa kondisi yang dikatakan dharurat adalah ketika di

suatu negara mayoritas orang kafir kemudian orang Islam sedikit, dan kalau tidak

memilih terancam, dalam kondisi ini boleh memilih pemimpin yang non-Muslim

tersebut secara zahirnya saja, namun bathinya tidak.9 Atau dengan kata lain

sebagaimana yang dijelaskan oleh Mujar Ibnu Syarif, diberi dispensasi untuk

bertaqiyyah dihadapan orang-orang kafir secara zahir, tidak dalam bathin dan niat.

Ini juga pendapat dari ulama klasik seperti Ibnu Katsir, al-Jashshash, Ali al-Sayis

dan Wabah al-Zuhaili.10 Ini dilakukan hanya demi alasan keselamatan agama dan

jiwa .

Dalam hasil muktamar dijelaskan bahwa orang non-Muslim yang diberikan

keuasaan itu harus dari kalangan ahlul zhimmah. Menurut Mahfudz Asirun Pada

dasarnya sekarang tidak ada lagi kaum ahlul dzimmah. Karena pada teori dalam

fikih, ahlul dzhimmah adalah orang non-Muslim yang hidup di negara Islam yang

8 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November di PondokPesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. Lihat juga Al-Mawardhi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, terj.Fadli Bahri, (Jakarta: Darul Falah, 2006), h. 47-48 .

9 Wawancara dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy (Rais Syuriyah PWNU DKIJakarta) pada tanggal 24 April 2017 pukul 22.07 wib.

10 Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2006) h. 97.

Page 81: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

69

dikenakan pajak (membayar jizyah) dan tunduk pada aturan yang diberlakukan oleh

pemerintahan Islam.11 Hanya saja jika implikasinya pada konteks kekinian atau

lebih khusus pada konteks keindonesia, maka orang non-Muslim yang disebut

dengan ahlul dhimmah adalah yang dilindungi oleh negara dan mematuhi aturan

yang ada di negara Indonesia.

Lebih lanjut Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Samsul Ma’arif

menjelaskan bahwa tidak semua teori di dalam fikih itu diterapkan sama persis

dengan zaman dulu. Karena sekarang teori yang berkembang adalah teori

kebangsaan dan demokrasi, warga negara tidak dikualifikasi berdasarkan agama,

ras, dan golongan.12 Hak dan kewajiban warga negara sama dalam konteks hukum,

termasuk dalam membayar pajak. Jadi teori zaman dulu orang Islam wajib bayar

zakat, non-Muslim bayar pajak, tapi teori ini tidak diterapkan dalam kondis negara

Indonesia. Jadi Samsul Maarif menyatakan, kafir dzimmi itu adalah orang non-

Muslim yang taat dalam perundang-undangan, bisa mencontohkan kerukunan

dalam beragama, tidak melakukan perlawanan, saling menghormati kehidupan

beragama.13Jadi penulis melihat bahwa dalam konteks kekinian dan keindonesian

perihal ahlul dzimmah ini sangat erat kaitanyat dengan dinamika perkembangan

sosial politik yang terjadi di negeri Muslim.

11 Wawancara dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy (Rais Syuriyah PWNU DKIJakarta) pada tanggal 24 April 2017 pukul 22.07 wib.

12 www.nu.or.id. Berita diakses pada 20 April 2017

13 Wawancara dengan Samsul Ma’arif (Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta),pada tanggal 03 Mei 217 pukul 05.53 Wib.

Page 82: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

70

Ketika kekuasaan urusan kenegaraan diberikan kepada non-Muslim, maka

dalam keputusan muktamar itu harus ada mekanisme kontrol yang efektif. Maka

inilah tugas para ulama. Para ulama berkewajiban memberikan masukan dan saran

kepada pemerintah. Karena umara dan ulama dalam sebuah negara harus saling

berkaitan antara satu dengan yang lain. Baik dan buruknya sebuah negara serta

masyarakat yang dipimpin tergantung bagaimana keharmonisan hubungan antara

ulama dan umara.14Hubungan ini bukan hanya hubungan silaturrahim dan

sebagainya, tetapi lebih kepada hubungan politis yang terkait dengan kebijakan-

kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah harus ada peran ulama.

Ketika dalam kondisi umat Islam sudah terlanjur dipimpin oleh non-Muslim,

maka umat Islam harus menerima kepemimpinan itu. Tetapi tidak mutlak menerima

dengan sepenuh hati. Umat Islam boleh menerima secara zahirnya saja, sedangkan

dalam bathin tetap menolak terhadap pemimpin non-Muslim tersebut.15 Kerena

kalau berontak, syarat-syaratnya dirasa belum cukup, maka lebih diutamakan

keselamatan dari pada pertumpahan darah.

Terkait polemik pemilihan Gubernur DKI Jakarta, salah satu badan otonom

dari Nahdlatul Ulama, GP Anshor membuat bahtsul masail dengan hasil bahwa

umat Islam dibolehkan mengangkat pemimpin non-Muslim,16 karena dianggap

14 Wawancara dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy (Rais Syuriyah PWNU DKIJakarta) pada tanggal 24 April 2017 pukul 22.07 wib.

15 Wawancara dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy (Rais Syuriyah PWNU DKIJakarta) pada tanggal 24 April 2017 pukul 22.07 wib.

16http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/12/boleh-memilih-pemimpin-non-muslim-hasil-keputusan-bahtsul-masail-gp-ansor. Berita diakses pada 20 April 2017.

Page 83: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

71

dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setiap warga negara

bebas menetukan pilihan politiknya dalam memilih pemimpin tanpa memandang

latar belakang agama yang dianutnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa terpilihnya

non-Muslim di dalam kontestasi politik berdasarkan konstitusi adalah sah, baik

secara konstitusi maupun agama.

Menanggapi hasil bahtsul masail GP Anshor tersebut, Rais Syuriyah

Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Mahfudz Asirun menegaskan bahwa hasil bahtsul

masail yang diselenggarakan tersebut tidak bisa dijadikan dalil dan tidak bisa

membatalkan hasil Muktamar. Karena dalam pembahasan muktamar dibahas oleh

ulama Nahdlatul Ulama berskala nasional se-Indonesia, dan mereka memang

memiliki keilmuan yang mumpuni dalam hal tersebut. Sehingga keputusan hasil

muktamar ini tetap dipakai sampai sekarang untuk dijadikan rujukan oleh ulama-

ulama Nahdlatul Ulama dalam menghukumi polemik pemimpin non-Muslim.17

B. Pro dan Kontra Pemimpin Non Muslim dalam Pandangan PWNU DKI

Jakarta

Dalam konteks pemilihan Gubenur DKI Jakarta, Mahfudz Asirun memahami

bahwasanya umat Islam dilarang memberikan kekuasan kepada non-Muslim

kecuali dalam kondisi darurat aja, seperti keputusam Muktamar.18 Selagi masih ada

calon pemimpin dari yang muslim kenapa harus memilih pemimpin yang non-

17 Wawancara dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy (Rais Syuriyah PWNU DKIJakarta) pada tanggal 24 April 2017 pukul 22.07 wib.

18 http://m.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/16pwnu-jakarta-memilih-pemimpin-muslim-sesuai-muktamar-lirbooyo. Berita diakses pada 30 Mei 2017.

Page 84: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

72

Muslim, karena kondisi dharurat belum dipenuhi dalam konteks pemilihan

Gubernur di DKI Jakarta. Alhasil Mahfudz Asirun menegaskan dukunganya serta

menyerukan agar umat Islam nahdliyin DKI memilih pemimpin yang Muslim dan

beriman.19Lebih lanjut meskipun atasan atau bawahanya mungkin saja mengatakan

bahwa Nahdlatul Ulama mendukung non-Muslim, yang jelas Rais Syuriyah

Nahdlatul Ulama DKI tidak mendukung gubernur non-Muslim. Mahfudz Asirun

menyampaikan ini karena merasa kewajiban dan merasa terpanggil, jangan sampai

warga Nahdliyin mendukung dan memilih Gubenur non-Muslim.

Mahfudz Asirun menambahkan bahwa, PWNU DKI Jakarta tidak mau neko-

neko, dan seharusnya bersikap sami’na wa atho’na dengan keputusan dan ketetapan

yang disepakati syuriyah dan sesepuh ulama seluruh Indonesia. Karenanya, ia

menilai ini harus menjadi keputusan bagi warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin.

Hasil muktamar itu menjadi panduan terbaik bagi warga Nahdlatul Ulama dan umat

Islam.20

Lebih lanjut Mahfudz Asirun menjelaskan bahwa sebagai ormas Islam

terbesar, Nahdlatul Ulama harus menentukan sikap walaupun secara struktural

tidak berpolitik praktis. Maka dari itu warga Nahdlatul Ulama harus diarahkan dan

diberi pilihan arah memilih mereka. Pada dasarnya Nahdlatul Ulama sebenarnya

19 http://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/08/12/99237/kh-mahfudz-asirun-nu-dki-dukung-gubernur-muslim-beriman.html. Diakses pada 30 Mei 2017.

20 http://m.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/16pwnu-jakarta-memilih-pemimpin-muslim-sesuai-muktamar-lirbooyo. Diakses pada 30 Mei 2017.

Page 85: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

73

sudah mengetahui mengenai keputusan Muktamar Lirboyo, sehingga tidak perlu

ditafsirkan yang memang sudah final.21

Penulis melihat bahwa di samping alasan Mahfudz Asirun menolak Gubernur

non-Muslim dengan rujukan putusan Muktamar Lirboyo, ada sisi lain yang bersifat

politik yang cukup mempengaruhi pernyataanya tersebut. Sebagaimana yang

dikabarkan oleh salah satu media massa elektronik bahwa Mahfudz Asirun

menggunakan hak politiknya mendukung calon gubernur Muslim yaitu Anis

Baswedan pada putaran kedua pilkada pemilihan Gubernur DKI Jakarta.22 Namun,

perlu diketahui bahwa pada pilkada putaran pertama, Mahfudz Asirun tidak

mendeklarasikan dukungan kepada Anis Baswedan.

Meskipun Nahdlatul Ulama tidak berpolitik praktis, sebagaimana yang

Mahfudz Asirun tegaskan, namun ia pribadi sebagai Rais Syuriyah PWNU DKI

mendeklarasikan dukungannya kepada calon Gubernur Muslim Anis Baswedan.

Penulis melihat bahwa, meskipun Mahfudz Asirun mendeklrasikan dukunganya

bukan mewakili PWNU DKI Jakarta secara keseluruhan. Pernyataan ini cukup

mempengaruhi pilihan warga nahdliyin dan umat Islam DKI umumnya dalam

menentukan hak poilitik mereka, karena ia merupakan seorang tokoh serta Rais

Syuriyah PWNU DKI Jakarta.

21 http://m.republika.com.id/berita/nasional/politik/17/04/16/oogk1f385-patuhi-muktamar-lirboyo-pwnu-dki-serukan-nahdliyyin-pilih-gubernur-seiman. Diakses pada tanggal 30 Mei 2017.

22 http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/14/ood9ix284-secara-kultural-nu-dki-mendukung-penuh-aniessandi. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017. Lihat juga berita dihttp://pilkada.tempo.co/read/news/2017/04/16/348866456/rais-syuriyah-nu-dki-jakarta-dukung-anies-sandi.

Page 86: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

74

Wakil Ketua Tanfidziyah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta

Munahar Mukhtar ketika mengomentari acara Istighosah Kebangsaan Nahdliyin

DKI Jakarta yang dihadiri oleh calon Gubernur non-Muslim Basuki Tjahya

Purnama menegaskan bahwa acara tersebut tidak mencerminkan sikap politik

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta. Ia menegaskan bahwa acara

tersebut digelar tanpa sepengetahuan pengurus dan bukan acara PWNU DKI

Jakarta.23 Lebih lanjut Munahar Mukhtar membantah PWNU dan warga Nahdliyin

mendukung calon Gubenur non-Muslim.24

Munahar Mukhtar menegaskan bahwa warga Nahdliyin masih sakit hati

dengan perlakuan Basuki Tjahya Purnama dan penasehat hukumnya terhadap Rais

Aam PBNU KH. Ma’ruf Amin pada sidang kasus penodaan agama oleh calon

Gubernur non-Muslim tersebut. PWNU DKI juga mendukung pernyataan tegas

Ketua Tanfidziyyah PBNU Said Aqil Siradj yang menyatakan Basuki Tjahya

Purnama bersalah terhadap Rais Aam PBNU. Munahar memastikan telah

mengantongi nama-nama pengurus yang hadir dalam acara istigosah tesebut dan

telah melaporkan nama-nama itu ke PBNU serta akan memberi sanksi tegas.25

Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta juga resmi megeluarkan

maklumat yang melarang pengurus dan warga Nahdliyin memilih calon Gubernur

non-Muslim di Pilkada DKI Jakarta. Menurut Munahar maklumat ini jauh lebih

23 https://m.detik.com/news/berita/d-3414804/kata-ahok-soal-istigasah-nahdliyin-yang-disoal-pwnu-dki . Diakses pada 30 Mei 2017.

24 http://tirto.id/disebut-dukung-ahok-pwnu-dki-masih-sakit-hati-cirJ. Diakses pada 30 Mei2017.

25 http://tirto.id/disebut-dukung-ahok-pwnu-dki-masih-sakit-hati-cirJ. Diakses pada 30 Mei2017.

Page 87: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

75

tegas dibandingkan dengan maklumat bersifat himbauan yang dikeluarkan PBNU.

Ia kembali menegaskan bahwa seluruh warga Nahdliyin DKI Jakarta tidak boleh

memilih calon Gubernur non-Muslim karena telah menyakiti hati Rais Aam.26

Dari penyataan Munahar Mukhtar ini dapat dilihat bahwa keputusan untuk

menolak calon gubernur non-Muslim di samping pertimbangan putusan Muktamar

Lirboyo, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi

Munahar Mukhtar dan PWNU DKI Jakarta adalah faktor primordial kultural

Nahdlatul Ulama, yaitu Munahar tidak bisa menerima tindakan tidak pantas dan

intimidasi calon gubernur non-Muslim DKI terhadap Rais Aam PBNU KH. Ma’ruf

Amin pada persidangan kasus penodaan agama oleh calon gubernur non-Muslim

tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Majelis Syura PWNU DKI Yusuf

Aman mengatakan bahwa Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta

memutuskan tidak akan memberikan dukungan kepada Basuki Tjahya Purnama

dalam pemilihan Gubenur DKI Jakarta. Ia menjelaskan bahwa masyarakat harus

dibantu dibukakan hatinya, agar mengetahui kondisi pemerintahan yang seutuhnya,

bukan hanya sepotong-sepotong, dan masyarakat harus mulai diajak untuk berfikir

kritis.27 Ia juga menjelaskan bahwa PWNU tentu tidak masuk ke wilayah politik

praktis, karena memang secara struktural Nahdlatul Ulama tidak boleh berpolitik,

26 http://tirto.id/disebut-dukung-ahok-pwnu-dki-masih-sakit-hati-cirJ. Diakses pada 30 Mei2017.

27 http://m.forum.detik.com/umat-islam-bersatu-nahdlatul-ulama-dki-tolak-ahok-di-pilkada-2017-t1386847.html. Diakses pada 30 Mei 2017.

Page 88: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

76

tetapi secara kultural suara arus bawah Nahdlatul Ulama menolak calon Gubernur

non-Muslim.28

Sebagaimana yang dikabarkan oleh salah satu media massa, bahwa Yusuf

Aman menyatakan miris dengan jalannya pemerintahan di lingkungan

pemerintahan DKI, di mana menurutnya pola kepemimpinan yang dijalankan

begitu gaduh dan jauh dari kesejukan. Oleh karena itu ia menegaskan bahwa situasi

politik di ibu kota memang mebutuhkan perhatian dari semua pihak. Karenanya

Yusuf meminta agar kedepan masyarakat DKI bersatu padu dan sama-sama berfikir

bagaimana membangun Jakarta yang lebih baik kedepanya.29

Hal yang menjadi perhatian penulis adalah pernyataan ini dikeluarkan oleh

Yusuf Aman ketika sela-sela silaturrahmi DPD Partai Gerindra DKI Muhammad

Taufik dengan Pimpinan Pengurus Harian PWNU DKI Jakarta. Perlu diketahui

bahwa Partai Gerindara adalah salah satu partai besar pendukung calon Gubernur

Muslim di Pilkada DKI Jakarta. Penulis melihat bahwa pernyataan ini sarat akan

muatan politik dan kepentingan, karena secara tidak langsung partai politik justru

mengharapkan dukungan itu. Ditambah lagi dengan sikap Yusuf Aman yang tidak

sungkan mengamini statemen ketua DPD Gerindara DKI yang berkeyakinan bahwa

warga nahdliyin DKI tidak akan mendukung calon Gubernur non-Muslim.

28 http://www.jurnalmuslim.com/2016/pwnu-dki-jakarta-warga-nu-jakarta-tolak-ahok-menjadi-gubernur-di-pilgub-2017.html?m=1. Diakses pada 31 Mei 2017.

29 http://m.forum.detik.com/umat-islam-bersatu-nahdlatul-ulama-dki-tolak-ahok-di-pilkada-2017-t1386847.html. Diakses pada 5 Juni 2017.

Page 89: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

77

Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta Samsul Ma’arif juga

mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama sudah lama memiliki keputusan haram

memilih pemimpin non-Muslim, sebagaimana yang tercantum di dalam hasil

Muktamar Lirboyo Tahun 1999. Menurut Samsul Ma’arif, keputusan bahtsul

masail Nahdlatul Ulama itu satu tingkatan dengan fatwa MUI. Hanya saja istilah

yang dipakai berbeda, jika di MUI disebut dengan fatwa kalau di Nahdlatul Ulama

disebut dengan keputusan bahtsul masail.30

Lebih lanjut Samsul Ma’arif menjelaskan bahwa keputusan bahtsul masail

hasil muktamar tesebut disepakati oleh para kiai di Syuriyah Nahdlatul Ulama dan

para kiai-kiai yang lain dan menjadi pegangan bagi warga Nahdlatul Ulama. Ia

menegaskan bahwa jika ada orang Nahdlatul Ulama yang justru memilih pemimpin

non-Muslim, berarti ia tidak mengikuti hasil muktamar. Namun Samsul

menekankan harus memilih pemimpin Muslim, karena masih ada calon pemimpin

yang Muslim. Memilih pemimpin non-Muslim hanya boleh jika tidak ada calon

pemimpin Muslim.31

Dalam konteks pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta,

Samsul Ma’arif menambahkan secara institusional Nahdlatul Ulama tidak

mendukung salah satu calon. Namun, sesuai dengan pandangan Rais Aam PBNU,

pengecualian kondisi dharurat dalam hasil Muktamar Lirboyo tersebut tidak

30 http://www.wartapilihan.com/nu-dki-haram-pilih-pemimpin-non-muslim/. Diaksespada 31 Mei 2017.

31 http://www.wartapilihan.com/nu-dki-haram-pilih-pemimpin-non-muslim/. Diaksespada 31 Mei 2017.

Page 90: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

78

berlaku di Pilkada DKI Jakarta, karena masih adanya calon gubernur yang

Muslim.32

Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya Katib Syuriyah PWNU DKI

Jakarta Ahmad Zahari menghimbau agar masyarakat memilih pemimpin yang

sesuai dengan keinginan hati nuraninya, bukan berdasarkan desakan atau anjuran

siapa pun, apalagi bersifat memaksa. Sementara itu terkait isu agama yag sering

dimainkan dalam Pilkada DKI Jakarta, ia hanya meyakini bahwa ajaran agama

selalu menganjurkan pada kebaikan, tetapi harus dipisahkan dengan memilih

pemimpin dalam konteks Pilkada di Indonesia, sebab persoalan pilihan tergantung

pada individu masing-masing.33

Sedangkan terkait tempat ibadah yang dijadikan sebagai ajang kampanye dan

menyerang mereka yang berbeda penafsiran dalam kebolehan memilih pemimpin

non-Muslim, Ahmad Zahari mengingatkan bahwa rumah ibadah adalah tempat

umum sehingga sebaiknya tidak digunakan sebagai sarana melakukan orasi politik,

terlebih khutbah keagamaan yang bersifat takfiri dan bernada kebencian. Masjid

adalah untuk rumah bersama, siapa saja tidak hanya untuk satu pengikut atau

pendukung calon Gubernur. Ia mengimbau kalau dalam msjid mestinya umum-

32 http://m.suara.islam.com/read/kabar/nasional/21759/NU-DKI-Tegaskan-Pemimpin-Kenegaraan-tidak-Boleh-Non-Muslim. Diakses pada 31 Mei 2017.

33 http://www.nu.or.id/post/read/76582/imbauan-pwnu-dki-jakarta-terkait-pilkada.Diakses pada 31 Mei 2017.

Page 91: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

79

umum saja (khutbah), karena tidak hanya satu orang atau kelompok. Khutbah

keagamaan jangan dijadikan alat kampanye kebencian untuk yang berbeda.34

Senada dengan pandangan Ahmad Zahari, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI

Jakarta Taufik Damas menyatakan bahwa, larangan memilih pemimpin berbeda

keyakinan sebenarnya hanya persepsi sebagian orang yang meyakini bahwa umat

Islam tidak boleh memilih pemimpin dari non-Muslim. Tidak semua umat Islam

berfikiran seperti itu, karena kalau berbicara landasan teologisnya pun masih

menjadi perdebatan.

Para pendiri negara ini telah sepakat bahwa Pancasila dan UUD 1945 sudah

menjadi acuan kehidupan bagi bangsa dan negara Indonesia. Dalam artian setiap

orang menyadari bahwa siapapun yang hidup di bumi pertiwi, meski berbeda agama

dan suku, berhak menjadi calon pemimpin di Indonesia, baik sebagai Bupati,

Gubernur maupun Presiden. Dalam Undang-undang di Negara Indonesia tidak ada

aturan yang menyatakan bahwa memilih pemimpin harus yang beragama Islam atau

larangan memilih pemimpin non-Muslim.35

Labih lanjut Taufik Damas mengatakan bahwa ada sebagian orang

beranggapan tidak boleh memilih pemimpin kafir, namun argumen tersebut dinilai

kontroversial. Pada dasarnya arti kafir merupakan kalimat yang jika dibicarakan

mengandung makna yang masih kontroversi. Ada sebagain orang yang mengatakan

kafir itu adalah orang di luar Islam, tetapi kalau kembali kepada Al-Quran,

34 http://www.nu.or.id/post/read/76582/imbauan-pwnu-dki-jakarta-terkait-pilkada.Diakses pada 31 Mei 2017.

35 http://kabarinews.com/video-tidak-memilih-pemimpin-non-muslim-hanya-pandangan-sebagian-kaum-muslim/89662. Diakses pada 31 Mei 2017.

Page 92: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

80

mengkaji kalimat kafir dengan berbagai defenisinya tidak selamanya mengacu

kepada orang yang-orang yang di luar Islam, tetapi lebih mengacu kepada sifat

orang-orang agama apapun. Taufik menjelaskan bahwa kafir itu adalah sifat orang

yang menutupi kebaikan dan kebenaran, kemudian dia melakukan itu demi

keuntungan pribadi atau kelompok, maka itulah orang-orang kafir. Menurut Taufik,

dalam Al-Quran sendiri dinyatakan bahwa orang non-Muslim, seperti Kristen dan

Yahudi disebut ahlul kitab.36

Dalam konteks pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Taufik Damas menekankan

bahwa tidak benar klaim yang menyatakan semua warga Nahldatul Ulama di

Jakarta tidak memilih dan mendukung calon Gubernur non-Muslim. Ia berpendapat

bahwa memilih Gubernur itu berdasarkan pada penilaian atas kinerja, komitmen

dan integritas. Menurut dia, Basuki Tjahya Purnama sudah menyatakan dirinya

sebagai pemimpin yang menunjukkan kinerja baik, komitmen dan integritas

sebagai pengganti Gubernur sebelumnya. Ia menegaskan bahwa tidak semua

menolak Gubernur non-Muslim, tetapi yang nyaring suaranya adalah yang

menolak.37

Dua tokoh yang membolehkan memilih pemimpin non-Muslim sebagaimana

yang penulis paparkan diatas secara politik tidak diragukan lagi bahwa mereka

memang pendukung setia Basuki Tjahya Purnama. Tidak dapat dipungkiri bahwa

36 http://kabarinews.com/video-tidak-memilih-pemimpin-non-muslim-hanya-pandangan-sebagian-kaum-muslim/89662. Diakses pada 31 Mei 2017.

37 http://www.infomenia.net/2016/08/ungkapan-tokoh-nu-ini-mengejutkan.html?m=1.Diakses pada 31 Mei 2017.

Page 93: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

81

ketika terjadi kasus penistaan agama yang dilakukan oleh calon Gubernur non-

Muslim tersebut, Taufik Damas merupakan koordinator Posko Relawan Nusantara

(RelaNU) yang merupakan garda terdepan pembela calon Gubernur non-Muslim

tersebut. Serta hal yang terpenting adalah Taufik Damas merupakan penulis dari

buku saku yang berjudul “7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur”, isi

dari buku itu adalah dukungan dan kebolehan memilih Gubernur non-Muslim.38 Di

sini terlihat bahwa ada unsur kepentingan yang tentu tidak dapat penulis sebutkan,

karena indikasi-indikasi untuk itu terlihat dari pembelaan dan dukungan Taufik

Damas terhadap calon gubernur non-Muslim tersebut.

Pada satu sisi dari urain tentang pandangan PWNU DKI tentang hukum

memilih pemimpin non-Muslim di atas terlihat bahwa mayoritas pengurus PWNU

DKI dalam menentukan sikapnya masih merujuk kepada hasil putusan Muktamar

Lirboyo. Hanya sebagian kecil saja yang tidak mengikuti putusan hasil muktamar,

karena dalam konteks Pilkada DKI Jakarta pilihan terhadap seorang pemimpin itu

dikembalikan kepada pemilih sendiri, tidak boleh dipaksa untuk memilih terhadap

satu calon dan pemimpin dipilih berdasarkan kineja, komitmen dan integritas,

bukan latar belakang agama. Penulis juga melihat bahwa pengaruh pemikiran gaya

Klasik masih mempenguruhi pola pemikiran atau pandangan mayoritas pengurus

PWNU DKI tentang larangan memilih pemimpin non-Muslim.

Paradigma pemikiran ala integralistik masih terlihat dan besar pengaruhnya

serta dipertahankan dalam menghukumi status hukum memilih pemimpin non-

38 http://bpt-network.com/berita/detail/relanu-bagikan-buku-saku-7-dalil-gubernur-kepada-relawan-basuki-djarot-35050. Diakses pada tanggal 30 Mei 2017.

Page 94: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

82

Muslim. Terlihat dari pernyataan mayoritas pengurus PWNU DKI yang masih

melihat latar belakang agama dan keyakinan, bukan melihat kinerja dan nilai-nilai

keadilan iniversal. Meskipun sebagin kecil dari pengurus PWNU DKI yang

mencoba keluar dari lingkaran agama dan lebih melihat nilai-nilai kebaikan dan

keadilan yang ada pada kepemimpinan non-Muslim.

Paradigma pemikiran ala sekuleristik dalam hal kepemimpinan terlihat

mempengaruhi sebagian kecil pemikiran pengurus Nahdlatul Ulama DKI. Ini

terlihat ketika usaha untuk membedakan antara kepemimpinan agama dan politik,

karena dalam konteks Pilkada DKI Jakarta umat Islam hanya dihadapkan memilih

pemimpin dalam tataran pemerintahan daerah atau gubernur bukan memilih

pemimpin seperti halnya Khalifah atau Imam yang mempunyai dan menjalankan

misi keagamaan, sehingga masyarakat dihimbau untuk memilih pemimpin sesuai

dengan keinginan dan hati nurani pemilih. Desakan dengan latar belakang agama

dan anjuran ataupun paksaan untuk memilih salah satu calon Gubernur tentu

mencederai kebebasan dan sistem demokrasi yang diterapkan di negara Indonesia.

Namun, suatu hal yang menjadi cacatan adalah jika merujuk kepada AD/ART

Nahdlatul Ulama, ditemukan bahwa pada bab dua bagian pembahasan pedoman,

aqidah dan asas,39 pada pasal 6 dijelaskan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara di Indonesia, Nahdlatul Ulama berasaskan kepada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 19945. Dalam hal ini penulis bisa mengambil sebuah

kesimpulan bahwa Nahdlatul Ulama dalam memahami kehidupan berbangsa dan

39 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah TanggaNahdlatul Ulama, (Jakarta: Lembaga Ta’lif wan Nasyar PBNU, 2015), cet. ke- 2, h. 38.

Page 95: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

83

bernegara serta pandangan politiknya cendrung lebih mengarah kepada paradigma

berfikir ala simbiotik. Namun, dari pandangan politik tokoh-tokoh PWNU DKI

Jakarta terhadap pemimpin non-Muslim terlihat tidak singkron antara asas

kebangsaan organisasi Nahdlatul Ulama dengan realita pemikiran tokoh-tokoh

Nahdlatul Ulama. Ini terbukti ada sebagian pengurus PWNU DKI yang cendrung

berfikir mengarah kepada paradigma integralistik dan sebagian yang lain mengarah

kepada paradigma pemikiran sekuleristik.

Dalam konteks Indonesia yang plural serta menjunjung tinggi setiap hak dan

kewajiban warga negara di dalam konstitusi, tentunya secara bijak fatwa atau hasil

putusan muktamar tentang larangan memilih pemimpin non-Muslim tentu dianggap

tidak pas oleh sebagian kalanganan sehingga perlu ditinjau ulang lagi. Jika isu

agama ini terus bergulir dalam setiap aktifitas perpolitikan tentu akan mencederai

nilai-nilai pluralisme yang selama ini dijaga.

Penulis juga melihat dari perbedaan pendapat tentang larangan memilih

pemimpin non-Muslim ini memang lahir dari berbeda penafsiran tentang kondisi

darurat sebagaimana yang terdapat di dalam hasil putusan Muktamar Lirboyo.

Ketika dihadapkan dengan realita politik kekinian yang ada di Indonesia termasuk

pilkada pemilihan Gubernur di DKI Jakarta, maka akan muncul penafsiran berbeda

tentang aplikasi makna dharurat, tentu dipengaruhi beberapa hal seperti perbedaan

wawasan keilmuan dan kepentingan-kepentingan yang muncul dari aktifitas politik

ini. Sehingga Mahfudz Asirun dan Samsul Ma’arif serta tokoh yang menolak

pemimpin non-Muslim menegaskan bahwa kondisi dharurat sebagaimana yang

Page 96: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

84

dijelaskan dalam hasil putusan Muktamar Lirboyo belum terpenuhi dalam konteks

Pilkada DKI Jakarta, karena masih ada calon Gubernur DKI Jakarta yang Muslim.

Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi di tubuh PWNU DKI Jakarta

tentang larangan memilih pemimpin non-Muslim seperti yang penulis jabarkan

sebelumnya, hemat penulis hal terpenting yang menjadi catatan bahwasanya dalam

dunia politik semua kemungkinan bisa terjadi. Ini terbukti meskipun Nadhlatul

Ulama sudah memiliki tuntunan dan merupakan putusan tertinggi dalam

menentukan larangan terhadap hukum memilih pemimpin non-Muslim

sebagaimana yang terdapat dalam putusan Muktamar Lirboyo 1999, ternyata masih

ada juga warga nahdliyin yang tidak berpedoman dan merujuk kepada hasil putusan

muktamar tersebut. Hasil putusan muktamar tersebut hanya menjadi alat legitimasi

terhadap dua kubu yang berkepentingan, baik kubu yang pro maupun yang kontra.

Hasil putusan muktamar bagi kubu yang berpandangan dilarang memilih

pemimpin non-Muslim menjadi pembenaran sikap politik mereka terhadap

dukungan dan jagoan mereka pada kontestasi pemilihan pemimpin, termasuk

pemilihan Gubernur. Namun bagi kubu yang membolehkan memilih pemimpin

non-Muslim, hasil putusan muktamar dianggap tidak relevan lagi dengan konteks

kekinian politik era modern, kalaupun hasil putusan muktamar tersebut dianggap

masih berfungsi, tapi penafsiran terhadap hasil putusan muktamar itu di kondisikan

penafsiranya dengan kepentingan mareka. Ini mengindikasikan bahwa agama atau

hasil putusan Muktamar tersebut bisa saja dijadikan alat politik pembenaran

kepentingan antara satu kubu dengan kubu yang lain. Putusan muktamar dalam

aplikasi konteks perpolitikan ril seolah-olah menjadi dua sisi hal yang berbeda,

Page 97: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

85

karena hal yang membuatnya berbeda adalah penafsiran terhadap hasil putusan itu

yang berada pada dua sisi kubu yang berseberangan.

Page 98: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mayoritas pengurus Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI

Jakarta menolak pemimpin non-Muslim dan menyerukan agar tidak memilih calon

Gubernur non-Muslim pada Pilkada DKI Jakarta. Pandangan ini merujuk kepada

hasil putusan Muktamar Lirboyo 1999 yang melarang mengangkat pemimpin non-

Muslim kecuali dalam kondisi dharurat. Mayoritas pengurus PWNU DKI

beranggapan bahwa pada konteks Pilkada DKI Jakarta, kriteria-kriteria dharurat

belum terpenuhi. Hanya sebagian kecil dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama

(PWNU) yang membolehkan memilih Gubernur non-Muslim.

Pengaruh pemikiran ala klasik dan paradigma pemikiran integralistik masih

sangat dominan dalam corak berfikir mayoritas pengurus PWNU DKI Jakarta baik

Tanfidziyah maupun Syuriyah. Ini terbukti dengan melihat latar belakang agama

dan keyakinan masih sangat menonjol dan dominan pengaruhnya dalam

menentukan memilih seorang pemimpin, sehingga mayoritas pengurus PWNU DKI

menolak umat Muslim dipimpin oleh Gubernur yang non-Muslim. Pemikiran ala

sekuleristik juga terlihat mempengaruhi corak berfikir sebagian kecil pengurus

PWNU DKI Jakarta, dengan cara keluar dari lingkaran agama dan keyakinan dan

lebih mengedepankan serta mengutamakan kepada kinerja, integritas dan keadilan

yang terdapat di dalam kepemimpinan non-Muslim.

Dalam konteks pilkada pemilihan Gubernur DKI Jakarta ada motif lain yang

cukup mempengaruhi pandangan pengurus PWNU DKI dalam mengemukakan

Page 99: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

87

pandanganya terhadap pemimpin non-Muslim, yaitu dipengaruhi oleh kepentingan

politik. Terbukti ada dua kubu yang berseberangan dalam memahami larangan

memilih pemimpin non-Muslim, kubu yang melarang memilih pemimpin non-

Muslim yaitu dengan dalih ada larangan sebagaimana hasil putusan muktamar, di

kubu yang lain memandang bahwa putusan muktamar tidak relevan digunakan pada

konteks pilkada DKI Jakarta, kalaupun masih memakai hasil putusan muktamar,

namun dikondisikan dengan penafsiran mereka sendiri. Artinya tidak murni kubu

yang menolak pemimpin non-Muslim karena motif agama, namun dipengaruhi oleh

banyak faktor, antara lain kepentingan politik.

B. Rekomendasi

1. Kepada tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama seharusnya mengikuti putusan tertinggi

organisasi, termasuk pada tataran pengurus wilayah, sehingga diupayakan

mengesampingkan perbedaan-perbedaan pendapat antara satu dengan yang lain,

agar tercapai persatuan umat Islam.

2. Kepada warga nahdliyin dan umat Islam DKI Jakarta harus bisa bersikap

bijaksana dan mengambil hikmah serta mengikuti pendapat yang sesuai dengan

hati nurani. Masyarakat diharapkan tidak melakukan aktifitas-aktifitas yang bisa

merugikan diri sendiri dan orang lain, karena mendukung salah satu pendapat.

3. Pemerintah harus aktif dalam mengedukasi dan menangani persoalan perbedaan

pendapat tentang pemimpin non-Muslim tersebut, agar tidak terjadi gesekan-

gesekan yang terlalu jauh di dalam tubuh umat Islam, khususnya yang

berdomisili di DKI Jakarta.

Page 100: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

88

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Al-Qur’an al-Karim

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Abdillah, Abu Bakar Muhammad, Ahkam al-Quran, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988.

Abdul Majid al-Khalidi, Mahmud Pilar-Pilar Sistem Pemerintahan Islam, Terj.Harits Abu Uly, Bogor: Al-Azhar, 2013.

Adnan, Basit, Kemelut di NU Antara Kiyai dan Politik, Solo: CV Mayasari, 1982,cet. Ke-1.

Ali, As’ad Said, Pergolakan di Jantung Tradisi, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,2008.

Amin, M. Mansyur, Dialog Penmikiran, Islam dan Realitas Empirik, Yogyakarta:LKPSM NU DIY, 1993.

Ashmawi, al, Muhammad Sa’id, Jihad Melawan Islam Ekstrim, ter. Hery HaryantoAzumi dari Againts Islamic Extremism, Depok: Desantara, 2002, cet. Ke-1.

Baghdadi, al, Abdurrahman, Islam Menolak Bantuan Militer Negara Kafir,Surabaya: Suara Bersama, 1990.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru VanHoeve, 1996.

Daman, Rozikin, Membidik NU: Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah,Yogyakarta: Gama Media, 2001.

Dimasyqi, al, Imam Abi al-Fida al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Azhim,Beirut: Dar al-Fikr, 1992.

Enginer, Asghar Ali, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Yogyakarta: PustakaPelajar, 1997.

Fadeli, Soeleiman, Mohammad Subhan, Antologi Nu Buku I: Sejarah, Istilah,Amaliah, Uswah, Surabaya: Khalista, 2007, Cet. Ke- 1.

Ghazali, al, Etika Berkuasa Nasehat-Nasehat Imam al-Ghazali, terj. Arif D.Iskandar dari al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk, Bandung: PustakaHidayat, 1998.

Page 101: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

89

Hadikusumo, Djawahi, Matahari-Matahari Muhammadiyah, Yogyakarta: T.pn,1975.

Haidar M. Ali, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1994.

Hazen, Ibnu, dkk, 100 Ulama dalam Lintas Sejarah Nusantara, Jakarta: LembagaTa’mir Mesjid PBNU.

Ida, Laode, Anatomi Konflik NU, Elit Islam dan Negara, Jakarta: Sinar Harapan,T,th.

Indonesia, Ghalia, Pemimpin dan Kepemimpinaan, Jakarta: Ghalia Indonesia,1948.

Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta:Kencana, 2014, Cet. Ke-1.

Jashshash, al, Abu Bakar Ahmad Ibn Ali al-Razy, Ahkam al-Qur’an, Al-Qahirah:Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah, jilid 2, t.th.

Jawwad, al, Muhammad Abd, Trik Cerdas Memimpin Cara Rasulullah, ter.Abdurrahman Jufri, Solo: Pustaka Iltizam, 2009.

Khaliq, Farid Abdul, Fikih Politik Islam. Terj. Faturrahman A, Hamid, Jakarta:Amzah, 2005.

Khallaf, Abdul Wahab, Politik Hukum Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

Lobban, Carolyne Fluehr, Melawan Ekstrimisme Islam: Kasus Muhammad Sa’idal-Ashmawi, Kata Pengantar dalam Muhammad Sa’id al-Ashmawi, JihadMelawan Islam Ekstrim, terj. Hery Haryanto Azumi dari Againts IslamicExtrimism, Depok: Desantara, 2002, cet. Ke-2.

Mandan, Arief Mudatsir, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung JawabPolitik NU dalam Sejarah, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2008.

Masyhuri, Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama NU,Surabaya: Dinamika Press, 1997.

Mawardhi, al, Hukum Tatanegara Dan Kepemmpinan dalam Takaran Islam, terj.Abdul Hayyie Al-Kattani, Kamaluddin Nurdin, Jakarta: Gema Insani Press,2000.

Na’im, al, Abdullah Ahmad, Dekonstruksi Syariah, terj. Ahmad Suaedy danAmiruddin Arrany dari Toward An Islamic Reformation Civil Liberties HumanRights And Internasional Law, Yogyakarta: LKIS, 1994.

Page 102: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

90

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Patimah, Siti, Manajemen Kepemimpinan Islam, Bandung: Alfabeta Bandung,2015, Cet. Ke-1.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah TanggaNahdlatul Ulama, Jakarta: Lembaga Ta’lif wan Nasyar PBNU, 2015.

Purwanto, Ngalim, dkk, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara, 1984.

Qodir, Zuly, Syariah Demokratik: Pemberlakuan Syariah Islam di Indonesia,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Rivai, Veithzal, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta: Raja Grafindo,2003.

Syadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,Jakarta: UI Press, 1993.

Syamsuddin, Din, Etika dalam Membangun Masyarakat Madani, Jakarta: Logos,2002.

Syarif, Mujar Ibnu, Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran PolitikIslam, Jakarta: Erlangga, 2008.

-------, Presiden Non Muslim di Negara Muslim, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2006.

Taimiyah, Taqiyuddin Ibnu, Pokok-Pokok Pedoman dalam Bernegara, terj. Hendrilaoust, Bandung: CV Diponegoro, 1967.

Thabathabai, al, al-Sayyid Muhammad Husein, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an,Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbu’at, 1972.

Zada, Khamami, dan Arif Arofah, Diskursus Politik Islam, Jakarta: LSIP, 2004.

-------, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia,Jakarta: Teraju, 2002.

Zaidan, Abdul Karim, Al-Wajiz: 100 Kaidah Fikih Dalam Kehidupa Sehari-Hari,terj. Muhyiddin Mas Rida. Jakarta: Al-Kautsar, 2008.

Page 103: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

91

JURNAL

Suryadinata, M, “Pemimpin Non-Muslim dalam Al-Quran: Analisis TerhadapPenafsiran FPI Mengenai Ayat Pemimpin Non-Muslim”, Jurnal IlmuUshuluddin, 2015, Vol. 2, No. 3.

SKRIPSI

Naldi, Wahyu, “Penafsiran Terhadap Ayat-Ayat Larangan Memilih PemimpinNon-Muslim Dalam Al-Quran: Studi Komparatif M. Quraish Shihab danSayyid Qutub”, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun2015.

WAWANCARA

Wawancara pribadi dengan KH. Mahfud Asirun An-Nadawy, sebagai RaisSyuriyah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta pada tanggal 24April 2017.

Wawancara pribadi dengan Samsul Ma’arif, sebagai Wakil Ketua TanfidziyahPimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, pada tanggal 03 Mei 2017.

PUTUSAN

Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-30 tanggal 21-27 November 1999 diPondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama di Bandar Lampung,Jakarta: Lajnah Ta’lif Wanasyr PBNU, 1992.

ARTIKEL

http://bpt-network.com/berita/detail/relanu-bagikan-buku-saku-7-dalil-gubernur-kepada-relawan-basuki-djarot-35050. Diakses pada 31 Mei 2017.

http://kabarinews.com/video-tidak-memilih-pemimpin-non-muslim-hanya-pandangan-sebagian-kaum-muslim/89662. Diakses pada 31 Mei 2017.

http://m.forum.detik.com/umat-islam-bersatu-nahdlatul-ulama-dki-tolak-ahok-di-pilkada-2017-t1386847.html. Diakses pada 5 Juni 2017.

http://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/08/12/99237/kh-mahfudz-asirun-nu-dki-dukung-gubernur-muslim-beriman.html. Diakses pada 30 Mei2017.

http://m.republika.co.id./berita/pemilu/hot-politic/14/03/21n2siql-mui-muslim-jangan-memilih-pemimpin-nonmuslim. Diakses pada tanggal 26 April 2017.

Page 104: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

92

http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/14/ood9ix284-secara-kultural-nu-dki-mendukung-penuh-aniessandi. Diakses pada tanggal 5 Juni2017.

http://pilkada.tempo.co/read/news/2017/04/16/348866456/rais-syuriyah-nu-dki-jakarta-dukung-anies-sandi. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017.

http://m.republika.com.id/berita/nasional/politik/17/04/16/oogk1f385-patuhi-muktamar-lirboyo-pwnu-dki-serukan-nahdliyyin-pilih-gubernur-seiman.Diakses pada tanggal 30 Mei 2017.

http://m.suara.islam.com/read/kabar/nasional/21759/NU-DKI-Tegaskan-Pemimpin-Kenegaraan-tidak-Boleh-Non-Muslim. Diakses pada 31 Mei 2017.

http://m.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/16pwnu-jakarta-memilih-pemimpin-muslim-sesuai-muktamar-lirbooyo. Diakses pada 30 Mei 2017.

http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/12/boleh-memilih-pemimpin-non-muslim-hasil-keputusan-bahtsul-masail-gp-ansor. Diakses pada 20 April 2017.

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/15/16462071/pbnu.merujuk.ke.fatwa.1999.tentang.pemimpin.non-muslim. Diakses pada tanggal 26 April 2017.

http://tirto.id/disebut-dukung-ahok-pwnu-dki-masih-sakit-hati-cirJ. Diakses pada30 Mei 2017.

http://www.infomenia.net/2016/08/ungkapan-tokoh-nu-ini-mengejutkan.html?m=1. Diakses pada 31 Mei 2017.

http://www.jurnalmuslim.com/2016/pwnu-dki-jakarta-warga-nu-jakarta-tolak-ahok-menjadi-gubernur-di-pilgub-2017.html?m=1. Diakses pada 31 Mei 2017.

http://www.nu.or.id/post/read/76582/imbauan-pwnu-dki-jakarta-terkait-pilkada.Diakses pada 31 Mei 2017.

http://www.wartapilihan.com/nu-dki-haram-pilih-pemimpin-non-muslim/.Diakses pada 31 Mei 2017.

https://m.detik.com/news/berita/d-3414804/kata-ahok-soal-istigasah-nahdliyin-yang-disoal-pwnu-dki . Diakses pada 30 Mei 2017.

https://nusantara.news/dukungan-pkb-terhadap-ahok-pembangkangan-santri-kepada-kiai. Diakses pada 30 Mei 2017.

Page 105: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

93

LAMPIRAN 1Transkip Hasil Wawancara Melalui Telepon

pada Tanggal 24 April 2017Pukul 22.07. WIB

Nama : KH. Mahfudz Asirun an-Nadhawy

Jabatan : Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta

1. Bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama secara keorganisasianterhadap pemimpin non-Muslim?Itu ada pada Muktamar ke-30 di Lirboyo Tahun 1999, yang menghasilkanjawaban bagaimana hukum menyerahkan urusan kenegaraan kepada non-Muslim, maka jawabanya orang Muslim dilarang menyerahkan urusankenegaraan kepada non-Muslim, kecuali pada kondisi darurat.

2. Bagaimana kriteria-kriteria yang dikatakan sebagai kondisi darurat?Darurat misalnya, negara itu mayoritas orang kafir kemudian orang Islamsedikit, dan kalau tidak memilih terancam, maka itu boleh memilih non-Muslim secara zahirnya, namun bathinya tidak. Darurat juga dalam kondisiurusan-urusan yang tidak bisa ditangani oleh orang Muslim, sebagai contohjika naik pesawat pilotnya kan kafir dan orang Muslim gak ada yang bisa, itutidak apa-apa.

3. Bagaimana kaitanya dengan menyerahkan urusan kenegaraan kepadaorang non-Muslim, apakah contoh itu relevan?Sama saja.

4. Jika dalam konteks pemilihan Gubernur DKI, pendukung Ahokberdalih dengan alasan mendukung Ahok karena NU tidak melarangsecara mutlak memilih pemimpin non-Muslim, apakah itu bisadibenarkan? Bagaimana tanggapanya?Tidak dibenarkan, karena di Jakarta mayoritas Muslim, dan tidak ada larangmemilih Gubernur Muslim, ini berdasarkan arahan hasil muktamar yang ke-30 itu, yang dirujuk dari al-Qur’an dan Hadits dan kalam-kalam ulama.

5. Dalam bahsul masail hasil dari muktamar ke-30 itu dijelaskanbahwasanya dalam keadaan darurat urusan kenegaraan boleh diberikankepada non-Muslim, dalam bahsul masail itu ada catatan bahwasanyahanya boleh diberikan kepada ahlul zhimmah dan harus adamekanisme kontrol yang efektif, siapakah yang dikatakan ahlulzhimmah dalam konteks Indonesia dan siapa yang mengontrolnya?

Tidak ada ahlul zhimmah, jadi orang kafir yang ada di Indonesia bukan kafirzhimmah, karena kafir zhimmah itu adalah asalnya orang kafir yang tinggaldi bumi Muslim kemudian, mereka dikenakan pajak jiwa, ia mengikutiaturan-aturan Islam. Maka di Indonesia bukan kafir zhimmi, namundiberlakukanya seperti zhimmi dalam hal perlindungan oleh negara. Yang

Page 106: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

94

mengontrol ulama, karena pada dasarnya ulama perencana dan pengontrol,umara sebagai pelaksana. Namun dalam penerapan di Indonesia terkadangulama ditinggalkan jalan bareng dalam membangun negara, malah terkadangulama yang memberi fatwa itu dikucilkan, pada konsepnya seperti itu, jadiwalaupun tidak bisa dilaksanakan semuanya, ya jangan ditinggal semuanya.Andaikan orang kafir itu sudah terlanjur memegang kekuasaan maka harusdikontrol, namun apakah pemerintah mendengarkan kontrol? Maka padatataran konsep ulama dan umara harus bersatu, manakala ulama dan umarabaik, maka masyarakat pun baik. Namun pada praktik pada hal tertentu sajaulama diajak bicara.

6. Dalam konstitusi RI yaitu UUD 1945 tidak melarang pemimpin non-Muslim, Bagaimana tanggapanya?Kalau bertentangan antara hukum posistif dengan al-Qur’an maka kita athi‘ullah wa athi ‘urrasul. Kalau ada pertentang mak baliknya ke al-Qur’an.Maka dalam konteks pemimpin non-Muslim harus kembali kepada al-Qur’an.Apapun omongan ataupun alasan yang bertentang dengan al-Qur’an, makakembali ke al-Qur’an. Jadi ada akal ada al-Qur’an, jika ada pertentangdengan al-Qur’an maka kalah akal. Akal itu pada dasarnya memperkuat al-Qur’an, bukan melemahkan al-Qur’an. Misalnya bagaiman perempuan 1banding 2 dengan laki-laki dalam hal harta warisan, kalau pakai akalseharusnya perempuan lebih banyak, karera dia lemah atau gak kuat mencarinafkah, dibandingkan laki-laki mempunyai tenaga yang kuat untuk mecarinafkah, maka seyogyanya perempuan lebih banyak, maka ini akal yangbertentangan dengan al-Qur’an. Maka akal yang mendukung al-Qur’anadalah karena laki-laki wajib memberikan nafkah, tempat tinggal, inilahnamanya akal mendukung al-Qur’an. Namun jika kita belum bisamenerapkan dan mengamalkan maka berdosa, kalau menolak hukum al-Qur’an maka kafir. Dalam hal kepemimpinan non-Muslim, maka berdosa,terkait siapa hal yang berdosa apakah pemerintah karena ulama sudahmenyampaikan, maka mungkin saja dosanya berbeda-beda. Jadi pada intinyajika menolak al-Qur’an satu ayat pun kafir, jika belum bisa mengamalkanberdosa. Tugas ulama hanya menyampaikan, pelaksana adalah penguasa.Dalam hadits man raa munkaran munkaran fal yugaiyruh biyadihi, inipenguasa, faillam yastati babilisasni adalah ulama.

Page 107: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

95

7. Bagaimana pandangan NU terhadap agama dan politik dalam konteksIndonesia?Tidak saja Nahdlatul Ulama, majelis ulama juga berpandangan bahwasanyaagama tidak bisa dipisahkan dari politik, kedua nya harus bersatu. Jangankanperkara pemimpin, ke wc saja bawa agama. Maka pertanyaanya kenapamenyerahkan persoalan kepemimpinan tidak pakai agama?. Tidak adadisyariatkan dalam Islam pemisahan antara agama dan politik. Baik persoalankecil maupun besar, itu semuanya ibadah. Pada intinya agama tidak bisadipisahkan dengan negara. Ulam dan umara harus bersatu.

8. Bagaimana pandangan bapak terhadap pernyataan segelintir orangyang beranggapan bahwa dalam konteks Indonesia hanya memilihpemimpin pemerintahan, seperti kepala daerah bukan pemimpinagama?Itu bukan dalil, itu hanya pernyataan orang yang punya kepentingan saja.yang jadi dalil adalah al-Qur’an dan hadits. Apakah ketika dipimpin olehorang Islam tidak akan damai? Islam itu mengajarkan damai. Hukum negaraada yang sesuai dengan syara’ dan ada yang tidak sesuai. Jika tidak sesuaikita tidak bisa mengikuti. Kalaupun sudah terjadi pemimpin itu kafir, secarabathin kita tidak menerima walaupun secara zhahir menerima. Kerena kalauberontak, syarat-syaratnya belum cukup, lebih diutamakan keselamatan daripada pertumpahan darah.

9. Kenapa terjadi perbedaan pendapat dalam tubuh NU antar satu denganyang lain terhadap pemimpin non-Muslim?Ini di pengaruhi oleh keduniaan, kalau mereka taat kepada ulama, yang ulamaini adalah waratsatul anbiya, kenapa harus dibikin-bikin lagi bahsul masailyang bertentangan dengan hasil muktamar. Hasil muktamar itu adalah hasildari perkumpulan ulama seluruh Indonesia, sedangkan bahsul masail yangdilakukan oleh Anshor ini hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, dan jugakeulamaannya tidak kelihatan serta dalil-dalil yang digunakan tidak bisaditerima, maka ini dibuat hanya ada maksud-maksud keduniaan berupakepentingan.

10. Terkait kepemimpinan Ahok di Jakarta, Apakah NU menolak karenamemamg murni karena agamanya atau karena gaya kepemimpinanya?Saling menyatu, karena kalau orang kafir itu pasti sombong, karena samaAllah saja berani apa lagi sama orang. Maka alasan utama adalah karenakafirnya. Jadi kafirnya yang dimaksud. Meskipun ada sikap-sikap baiknya.Cuma kalau ada yang menyematkan kata adil kepada orang kafir, itu tidakpas. Karena mungkin secara lughah adil tapi secara syar’i tidak.

11. Terkait surat al-Maidah ayat 51, apakah dalam pandangan NUdiartikan pemimpin?NU tidak punya pandangan, itu sudah sudah jelas dalam Kitab Tafsir, salahsatunyan Ibnu Katsir. Meskipun dalam kitab tafsir itu artinya pertemanan,

Page 108: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

96

maka mafhumnya menjadikan teman saja tidak boleh apalagi menyerahkankekuasaan. Karena lebih utama lagi, karena kebijakan ditangan dia.

12. Terkait dengan ayat dilarang mengangkat orang kafir menjadipemimpin adalah pada waktu berperang, sedangkan kita sekarang tidakpada masa perang, maka sah sah aja mengangkat orang kafir sebagaipemimpin. Bagaimana tanggapan bapak?Perang itu ada yang pakai senjata,dan ada yang perang tidak pakai senjata,sebagai contoh yang sebelumnya dilapangan boleh bikin peringatan maulid,namun dilarang, yang tadinya di kecematan ada pengajian, sekarang dilarang.Yang awal nya pemimpin- tingkat desa Muslim diganti dengan kafir.

13. Bagaimana tanggapan bapak terhadap HAM, apakah pelaranganpemimpin non-Muslim tidak bertentang dengn HAM?HAM ada yang sesuai dengan ajara Islam, ada yang tidak sesuai dengansyariat. Sebagai contoh misalkan laki laki kawin dengan laki-laki, perempuankawin dengan perempuan, mereka minta pengakuan, apakah itu HAM? Makaini bertentanga dengan al-Qur’an. Ada al-Qur’an ada HAM, jikaberentanggan syariat yang dipakai. Maka terkait dengan memilih pemimpinnon-Muslim itu murni dilarang. Karena ada mutawalil mutlak dan mutwalilkhusus. Maka orang yang menyerahkan kepemimpin mutlak kepada nonMuslim, maka bisa mengelurkan dia dari Islam. Kalau yang mutawalil khasahseperti menyerahkan masalah nahkoda, siapa yang bisa silahkan, itu khusus,hanya pada hal yang tidak bisa kita lakukan, maka boleh diberikan kepadanon-Muslim. Yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam karena mutawalilmutlak, menyerahkan mutlak, ridha dengan dia. Karena perkarakepemimpinan ini termasuk bagian dari agama, maka tidak bolehmemberikanya kepada orang kafir.

Page 109: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

97

LAMPIRAN 2Transkip Hasil Wawancara Melalui Telepon

pada Tanggal 3 Mei 2017Pukul 05.53. WIB

Nama : Dr. KH. Samsul Ma’arif

Jabatan : Wakil Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta

1. Terjadi perbedaan pendapat antara tokoh satu dengan yang lain dalamtubuh NU tentang pemumpin non-Muslim. Bagaimana sebenarnyapandangan Nahdlatul Ulama tentang pemimpin non-Muslim?Harus dibedakan antara keputusan organisasi NU dengan pandapat-pendapatpara tokoh-tokoh atau ulama-ulama NU. Pertama saya akan memulai darikeputusan organisasi dulu. Memang dalam organisasi pernah dibahas padaMuktamar Lirboyo Tahun 1999 tentang menyerahkan kekuasaan kenegaraankepada non-Muslim, termasuk menyerahkan urusan kepemimpinan. Padasaat itu konteksnya adalah pemilihan ketua DPR/MPR. Sehingga dihasilkandari bahtsul masail itu adalah melarang menyerahkan urusan kenegaraankepada non-Muslim, kecuali dalam keadaan darurat. Kedua pendapat pribadiulama-ulama atau kiai-kiai memang ada polaisasi perbedaan secara pribadi-pribadi tentang mengangkat pimpinan. Pimpinan itu apakah hanya terbataskepada pemilihan Presiden atau semua pemimpin, maka yang dimaksuddengan pimpinan itu siapa, ini nantinya yang menjadi perdebatan di masing-masing orang. Dikalangan ulama NU sendiri bahwa meyakini ayat tentangpelarangan menjadikan orang kafir menjadi wali, itu dari aspek pendekatantafsir berbeda-beda. Itu tidak qath’i, artinya kata auliya itu sudah menjadimakna musytarak atau makna ganda. Pertama kalimat auliya, itu apakahdiartikan pemimpin atau diartikan lain sepeti penolong, teman setia. Olehkarena itu ketika ada kalimat musytarak, pasti disitu terjadi perbedaan, tidakbisa dikatakan ayat itu qat’iy atau pasti. Kedua makna kafir, terminologi kafirdalam al-Qur’an maknanya banyak, apakah orang kafir itu dikendaki orangselain Islam, atau orang kafir Quraiys yang penyembah berhala, sedanganpenyebutan orang Nashrani dan Yahudi menggunakan terminologi ahlulkitab. Sebagai contoh al-Qur’an membolehkan menikahi wanita ahlul kitabdan memakan sembelihan ahlul kitab. Kata untuk Yahudi dan Nashrani initidak disebut kafir, sebagimana kafir Makah penyembah berhala. Menikahiorang kafir tidak boleh dan memakan sembelihan orang kafir tidak bolehdimakan. Meskipun dalam hal menikahi perempuan ahlul kitab ada jugaperbedaan, tetapi ada peluang, seperti ulama Hanafi membolehkan menikahiwanita ahlul kitab (Yahudi Nashrani). Maka makna sebutan kafir itu terjadiperbedaan pendapat. Apalagi dalam kontek kekinian, misalnya pemimpin

Page 110: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

98

sekarang itu perwilayah, berbeda dengan zaman dulu yang mempunyaiotoritas penuh. Sedangkan di Indonesia, pemimpin tidak satu satunya. Adalevel nasional, ada provinsi. tidak hanya ada Gubernur tapi ada DPR yangmengontrol. Jadi ada eksekutif, legislatif dan ada yudikatif. Inilah salah satupenyumbang perbedaan pendapat. Sehingga dari kiai NU, khusunya diJakarta ada yang membolehkan, yang membolehkan juga ada dua bagian, adayang mebolehkan karena beda penafsiran, dan ada yang membolehkan tetapmengacu kepada hasil muktamar karena dipandang termasuk kepada kondisidarurat. Ada pandangan bahwasanya calon yang dari Nashrani lebihmenguntungkan jika berhubungan dengan NU, sementara pasangan yangMuslim dianggap yang didukung oleh partai yang dalam tanda kutip, Sepertipartai PKS, dianggap tidak menguntungkan kepentingan NU. Walaupun inialasan-alasan yang kurang bisa diterima, karena alasan ini berupa dugaan.Namun ini terjadi digunakan sebagai alasan oleh beberapa utadz dan kiaiJakarta, kenapa medukung Ahok. Ini pandangan saya pribadi terhadap kiaiJakarta yaa!. Tentang beda penafsiran anda bisa cek dari tafsir-tafsir klasiknon-Indonesia, maupun tafsir orang Indonesia, seperti Quraisy Shihabtentang makna auliya, tafsir Idris, maka muncul perbedaan pendapat.

2. Bagaimana Kaitan Agama dan Negara (Politik) Dalam Pandangan NU?Jika merujuk kepada teori politik, ada tiga: pertama agama dan negara adalahsatu kesatuan, agama dan agama dipisah, agama menjadi moral berpolitik.Maka NU berada dalam posisi agama menjadi moral berpolitik atau agamadan negara saling mendukung, agama harus diberikan pujakan dasar moralberpolitik. Tetapi juga ada orang NU yang beranggapan bahwa agama dannegara satu kesatuan, bagi warga NU pandangan berpolitiknya berbeda beda,pada kesimpulan orang NU masuk pada dua teori pertama, bukan ketiga yangmemisahkan agama dengan negara. PAN dan PKB, agama dan negara bukansatu kesatuan, tapi agama menjadi pijakan moral berpolitik. Politik itu tidakhitam putih.

3. Apa alasan PBNU tidak menolak secara terang-terangan pemimpin non-Muslim, seperti sebagian ormas-ormas Islam lain?NU menjadikan hasil muktamar sebagai pedoman untuk memilih, tetapidalam praktek menghargai proses demokrasi. Ketika aturan mengatakan non-Muslim boleh menjadikan pemimpin dan non-Muslim memjadipemenangnya, kita harus menghormati, bahwa itu adalah hasil putusan yangharus dihormati dan diberi peluang untuk memimpin. Tidak boleh diturunkan,karena menurunkan pemimpin yang terpilih itu juga sebagai perbuatan dosa,secara konstitusi melarang dan ajaran agama apapun melarang. Maka kitaharus mengambil darul mafasid muqaddam ala jalbil mashalih (mencegahkerusakan diupayakan lebih dahulu sebelum upaya mendapatkan manfaat ).

Page 111: PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM PANDANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41340/1/MUHAMAD... · Muslim dengan alasan bahwa dalam konteks Pilkada pemilihan Gubernur DKI

99

Kedua pemimpin di negara ini ada masanya dan waktunya. Tentang hal iniada hikmahnya, umat Islam bersatu, bahwa ada kesadaran akan pentingnyapemimpin Muslim, karena pemimpin Muslim secara umum menguntungkanumat Islam, ada keinginan umat Islam untuk mentelaah kitab sucinya. Karenapemimpin di Indonesia dibatasi waktu, maka NU tidak menolak itu, NUmenjadikan sebuah pelajaran berpolitik, bahwa kedepan perlu perbaikan-perbaikan. Karaena ideal itu harus berproses. Dengan adanya kasus Ahok iniadalah proses untuk mendapatkan pemimpin yang ideal kedepanya. Kenapaada ahok, ya proses saja.

4. Dalam putusan muktamar, keadaan darurat boleh memberikankekuasaan kepada non-Muslim, yaitu kafir dzimmi, pada konteksIndonesia, siapa yang dikatakan ahlul dzhimmah?Warga negara yang baik dan yang taat hukum. Orang non-Muslim yang bisadiajak kerja sama dan taat kepada aturan-aturan. Jadi begini, konteksnyaberbeda negara dulu, sistem kengaraan pun sudah berbeda, maka tidak semuateori didalam fikih itu diterapka sama persis dengan zaman dulu. Karenasekarang adalah teori kebangsaan, misalkan hak kewajiban warga negarasama dalam konteks hukum termasuk dalam membayar pajak sama. Jadi teorizaman dulu orang Islam wajib bayar pajak, non-Muslim bayar pajak, tapiteori inikan tidak diterapkan dalam kondisi negara kita. Jadi dalam pandangansaya jika teori kafir dzimmi itu, ya orang Muslim yang taat dalam perundang-undangan, bisa mencontohkan kerukunan dalam beragama, tidak melakukanperlawanan, saling menghormati kehidupan beragama. Jadi dalam kontekskekinian, keindonesian terkait dengan dinamika politik.