pemilik sasirangan di bulan rabiul awal

12
@violetunyu Pemilik Sasirangan di Bulan Rabiul Awal Annisa Rahim Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.. Aku menoleh ke arah pemilik Sasirangan Hijau itu, dan seketika menunduk kembali. Sasirangan Hijau yang dia kenakan, merupakan batik Kalimantan yang aku hadiahkan ketika usianya genap 20 tahun.

Upload: annisa-rahim

Post on 18-Mar-2016

248 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

my simple story

TRANSCRIPT

@violetunyu

Pemilik Sasirangan di Bulan Rabiul Awal

Annisa Rahim

“Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.. Aku menoleh ke arah

pemilik Sasirangan Hijau itu, dan seketika menunduk kembali. Sasirangan

Hijau yang dia kenakan, merupakan batik Kalimantan yang aku hadiahkan

ketika usianya genap 20 tahun.”

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

2

Pemilik Sasirangan di Bulan Rabiul Awal

“Ummi…, pokoknya minggu depan adik mau ngundang teman

sekelas adik ke acara Maulid Nabi yang diadakan di rumah kita,

semuanya. Dan terutama ngundang Ririn, Damai, Yusuf, Zainab,

Ninda dan Rofiq, soalnya kemarin-kemarinnya mereka sudah

ngundang adik, jadi sekarang gantian. Mau kan, Ummi?”

Fatimah, adikku satu-satunya meminta ijin kepada Ummi dengan

sedikit pemaksaan. Ummi hanya tersenyum mengangguk sambil

mengucapkan kata InsyaAllah.

“Adik, nanti aja ngomongin masalah itu. Ummi kan baru

pulang, pasti capek, jadi mau istirahat. Sekarang, adik mandi

dulu aja, siap-siap untuk ke TPA.” aku menyuruh Fatimah segera

mempersiapkan diri untuk pergi ke sebuah lembaga belajar Al

Qur‟an bentukan warga desa kami. Letaknya bersebelahan dengan

Masjid An-Nur, masjid dekat rumah kami.

“Yah Kakaaak…” dengan muka masam Fatimah akhirnya

menuruti perintahku, pergi meninggalkan aku dan Ummi.

“Kalau begitu Ummi juga mau bersiap-siap.” ucap Ummi,

setelah melepas kaos kaki berwarna putih. Dengan wajah masih

tersenyum, Ummi meninggalkanku dengan setumpuk tugas di

hadapanku. Aku pun membalas senyum manis Ummi, kemudian

melanjutkan perdebatanku dengan buku-buku tebal yang sekarang

menemaniku.

***

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

3

Pukul 5 sore, aku masih berkutat dengan lembaran-lembaran

tugas anatomi yang diberikan oleh asisten dosen dua hari yang

lalu. Kerupuk rasa terasi satu toples kecil telah habis aku

lahap sebagai cemilan sekaligus obat kantukku. Biasanya aku

ditemani Ummi ketika mengerjakan pekerjaan rumah seperti ini,

tapi tidak untuk hari ini. Barusan Ummi mengirim pesan singkat

lewat handphone bahwa saat ini masih di rumah Tante Sumayyah,

ada pengajian sekaligus acara maulidan disana. Sebenarnya tadi

siang sebelum berangkat, Ummi sudah mengajak aku untuk ikut ke

acara itu, tapi mengingat tugas-tugasku yang masih belum beres

dan besok sudah harus dikumpulkan, jadi aku relakan saja

rezeki makan gratis di rumah Tante Sumayyah untuk orang lain.

Fatimah juga belum bisa pulang, masih di TPA, katanya ada

ceramah dari Ustadz Arifin sebagai pengantar acara Maulidan

disana, mungkin baru bisa pulang nanti setelah shalat Maghrib

berjamaah. Sedangkan Abi, sekarang ini tengah berada di luar

kota, mendapat tugas dari kantor untuk mengantarkan berkas-

berkas keuangan bulan kemarin dan untuk bulan depan.

“Anterior itu belakang, posterior itu depan.” Aku ngomong

sendiri, tapi ragu-ragu. “Eh, salah. Kebalik ternyata.”

Akhirnya aku lihat catatan lagi. “Hepar itu hati. Hati itu

hepar.. hehehe…” Hmm.., jadi ingat kejadian lucu seminggu yang

lalu, ketika acara maulidan di rumah mas Ilham. Ada bapak-

bapak yang minta makanannya itu pakai lauk hepar. Trus, ibu

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

4

yang dimintain hepar bilang yang ada cuman hati. Eh, bapaknya

bersikeras pinginnya cuman hepar, gak mau hati, dan ibunya

malah bingung, gak tahu bagaimana bentuk hepar, yang dia tahu

cuma bentuk hati. Huh, untung saja mas Ilham cepet datang, dan

akhirnya menjelaskan kalau hepar sama hati itu sama. Ternyata

hanya sebuah kesalahpahaman… Hahahaha…

“Assalamu‟alaikum….” Ummi mengagetkanku.

“Wa‟alaikumussalam.. Astaghfirullah,, Ummi…, kirain

siapa, bikin kaget aja.”

“Siapa yang bikin kaget. Kamunya aja yang ngelamun,

ketawa-ketawa sendiri.” Ummi tidak mau kalah.

“Hehehe.., gara-gara itu sih Mi, keinget kejadian hepar

bawa gempar waktu di rumahnya Om Ikhlas, inget kan Mi..”

“Oh itu, inget kok. Hehehehe..” Ummi juga ikut ketawa.

“Zahra, minggu depan kamu mau ngundang teman-teman kamu

nggak?” Ummi bertanya serius.

“Hmm.., sebenarnya pingin sih Mi, tapi Zahra tahu kondisi

keuangan Ummi dan Abi sekarang. Ummi dan Abi sudah bersusah

payah mencari nafkah, mengumpulkan uang, dan memanfaatkannya

untuk keperluan kuliah Zahra yang baru semester satu ini.

Zahra pun tahu kuliah sekarang ini membutuhkan biaya yang

tidak sedikit, sehingga kadang membuat Ummi, Abi dan Fatimah

ikut-ikutan berhemat . Ditambah minggu depan kan belum gajian.

Lagian, Fatimah sudah booking banyak tempat untuk teman

sekelasnya. Kalau pun nanti ada rezeki berlebih, Alhamdulillah

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

5

bisa kita gunain untuk menambah anggaran dana acara maulidan

di rumah kita.” Aku menatap mata Ummi.

“Sayang, nafkah dan kebahagiaan kamu adalah kewajiban

kami. Kamu adalah amanah yang Allah berikan untuk Ummi dan

Abi. Berdoa saja, semoga rezeki-Nya tidak pernah berhenti

untuk kita. Ummi hanya minta agar Zahra tidak pernah berputus

asa di jalan-Nya. Karena rezeki, umur, dan jodoh itu ada dalam

genggaman-Nya. Tetap semangat ya anakku.” Untuk kesekian

kalinya Ummi mencium keningku, mencium kening anak sulungnya.

Kecupan lembutnya itu membuat hepar nuraniku ikut tersentuh.

Subhanallah.

***

Setahun sudah kami tinggal di desa ini. Sebuah desa di

kota Barabai, kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan

Selatan. Kami berasal kota Bandung, dan sekarang menetap di

kota yang mendapat julukan Bandung Van Borneo ini, karena Abi

dipindahtugaskan oleh atasannya. Memang, banyak kesamaan

diantara Barabai dan Bandung. Barabai sudah mempunyai wilayah

yang tertata rapi, banyak pohon mahoni di sepanjang jalanan

kota. Penduduknya juga ramah, bersahabat dan meski kami adalah

warga baru di desa ini, tapi kami sudah merasa seperti

keluarga sedarah dengan warga yang lain. Jika ada kegiatan

desa, seperti gotong royong membersihkan pemakaman, kami

selalu diajak. Jika ada acara walimah perkawinan, mereka pun

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

6

tidak lupa mengundang kami, dan kadang menunjuk Abi menjadi

salah satu orang yang dipercaya untuk memberikan sambutan

ketika acara lamaran mereka yang unik dan sangat khas.

Setahun yang lalu kami juga sempat menghadiri acara

Maulidan yang sudah menjadi tradisi di Kabupaten Hulu Sungai

Tengah, khususnya kota Barabai Berseri (Bersih, Sehat, Rapi,

Indah) ini. Acara memperingati hari kelahiran Rasulullah

Muhammad SAW disini jauh berbeda dengan acara Maulidan di

Bandung. Disini acaranya dilaksanakan tiga puluh hari full

atau selama sebulan penuh. Mulai dari hari pertama Bulan

Rabiul Awal sampai hari terakhirnya acara ini selalu ramai.

Tiap desa melaksanakannya secara bergiliran, meski kadang ada

yang tidak sengaja merayakannya bersamaan. Di tiap desa ini

bisa terdiri dari berpuluh-puluh rumah yang ikut

berpartisipasi, perayaannya boleh pagi sampai siang atau sore

sampai malam. Jika kita tidak mampu untuk melaksanakan

perayaan ini, maka kita bisa ikut ambil peran dengan

menghadiri undangan di rumah tetangga kita yang

melaksanakannya atau bisa juga menghadiri undangan di rumah

tetangga di desa atau kampung sebelah. Selama ada acara ini,

dalam sehari kita bisa makan gratis dua sampai tiga kali di

rumah teman-teman kantor Abi dan Ummi, hingga jarang memasak

sendiri di rumah karena biasanya kami juga mendapat bingkisan

lagi, berupa berkat.

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

7

Banyak adaptasi yang harus kami lakukan. Awalnya memang

sulit, namun Alhamdulillah setelah dijalani, makin kesininya

makin mudah untuk menjalin hubungan sosial dengan mereka dan

segala adat-istiadatnya yang masih kental. Syukur kepada Allah

kami ucapkan karena telah membantu dan membimbing kami,

memilihkan tempat yang berbeda dari semula. Perbedaan yang

membawa keberkahan. Amiin…

***

Minggu, 12 Rabiul Awal. Tepat hari ini acara maulidan di

rumah kami. Dari kemarin Ummi dan Abi sudah sibuk

mempersiapkan segalanya. Mereka menghubungi satu-persatu teman

kantornya, mulai dari Komandan Kodim dimana Abi sekarang

bertugas, sampai teman-teman seperjuangan Ummi di bidang

pendidikan untuk menyampaikan undangan maulid sore ini. Tak

ketinggalan, Fatimah juga sudah menggembor-gemborkan acara ini

kepada teman satu kelasnya, bahkan sejak lima hari yang lalu.

Dan aku hanya meminta jatah untuk mengundang lima orang

sahabat akrabku di kampus, Eta, Dinar, Luthfi, Denia, dan

Bima.

Sejak tadi pagi, Om Ikhlas dan isterinya, Tante Wati

sudah tiba di rumah kami, mereka datang untuk membantu dari A

sampai Z. Tante Wati yang jago memasak membantu Ummi di dapur

bersama beberapa orang pelayan sebuah rumah makan milik Tante

Sumayyah. Sedangkan Om Ikhlas membantuku mengelap piring,

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

8

gelas, bakul nasi dan sendok yang jumlahnya hampir ratusan

buah, serta membantu Abi untuk menata ruangan sehingga

terlihat lebih luas.

“Om, mas Ilham kemana? Ntar dateng kan?” aku iseng

bertanya tentang cowok hitam manis itu, kakak tingkatku.

“InsyaAllah dateng. Sekarang ini dia masih latihan

karate, di GOR. Katanya dua minggu lagi mau ada pertandingan

karate tingkat mahasiswa se-Indonesia di Jakarta, makanya

waktu latihannya ditambah.” Om Ikhlas menjelaskan sambil

menyunggingkan sebuah senyuman yang sama persis seperti

senyuman mas Ilham. Astaghfirullah.

“Oh gitu ya, Om.” aku menunduk, cukup sekali

memperhatikan senyum yang membuatku mengingatnya lagi.

“Eh iya, gimana kabar kuliahmu sekarang? Kata si Ilham,

nilai kamu bagus-bagus, kamu juga aktif di organisasi rohis

kampus kan?”

“Alhamdulillah kuliahnya lancar, Om. Ah, masalah nilai,

itu semua Allah yang ngasih, Alhamdulillah gak ada yang

inhall, mas Ilham terlalu berlebihan, Om. Hehe..”

“Nggak kok, kamu tuh yang terlalu merendah.” Tiba-tiba

mas Ilham datang.

“Ilhamuu.., biasain ngucapin salam, jangan langsung

nyelonong masuk dan nyahut omongan orang lain.” Om Ikhlas

mengingatkan.

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

9

“Iya, pak. Maafin Ilham.. Assalamu‟alaikum..” mas Ilham

mengikuti aba-aba dari ayahnya.

“Wa‟alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..” serempak

kami membalas salamnya. Aku tersenyum melihat tingkah kakak

tingkat ini. Lucu. Seperti kesan yang kurasakan saat pertama

kali bertemunya. Astaghfirullah. Lagi-lagi aku teringat

nasihat Ummi. Hati-hati dengan hatimu. Menjaga hati itu lebih

sulit. Astaghfirullah. Maafkan aku, Yaa Allah, atas perasaan

ini.

“Dek, besok Rabu sehabis kuliah ada acara gak?” tidak

biasanya dia menanyakan hal seperti ini.

“Hmm…” aku diam sejenak, berpikir. “InsyaAllah gak ada

acara apa-apa. Emang kenapa mas?” aku penasaran.

“Aku, Ibu sama Bapak mau ngajakin kamu, Tante dan Om, dan

dek Imah ke rumah nenek. Hari itu ada acara Maulidan disana,

sekalian mau ada acara ba-ayun anak, yang diayun itu cucunya

nenek. Gimana? Mau kan?”

“Ba-ayun?” aku kembali terdiam, berpikir. Ba-ayun anak?

Ya, aku pernah dengar. Acara ini dilakukan dengan meletakkan

bayi atau balita dalam sebuah ayunan, kemudian anak tersebut

diayun sambil membacakan syair-syair maulid dan pembacaan

shalawat Badar. Dan setauku juga acara ini pernah mendapat

rekor MURI. Tujuan acara ini adalah agar anak senantiasa

sehat, cerdas, berbakti kepada orang tua, dan taat beragama.

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

10

“Cucunya nenek? Berarti mas dong? Hehehe..” aku balik

bertanya.

“Ah kamu ini, bisaaaa aja.., mentang-mentang mukaku masih

imut kayak bayi. Hehehe… Ya udah, pokoknya besok kamu harus

ikut. Kalau nggak mau, ntar aku culik. Hahaha..” mas Ilham

tertawa, dan mengedipkan mata kanannya ke arah om Ikhlas dan

Abi.

“Wah, udah jam 3. Siap-siap dulu ah.” aku pura-pura tidak

menghiraukan, pergi meninggalkan mereka bertiga. Yaa Allah,

maafkan aku, lagi.

***

“Yaa Nabii Salam „Alaika. Yaa Rasuul salam „Alaika. Yaa

Habib salam „Alaika. Shallawatullah „Alaika….” Syair-syair

pujian kepada Nabi pun menggema di rumah nenek Khadijah,

neneknya mas Ilham. Syair-syair yang dibawakan merdu bersama

tarbang itu benar-benar mengena di hatiku. Aku sungguh

merindukan alunan musik seperti ini, sayang kemarin waktu

acara maulidan dirumahku tidak semeriah disini. Tapi, satu

yang bisa aku petik. Sebuah hikmah yang tak bisa terbayar oleh

materi berapapun banyaknya.

Aku semakin mengerti bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW bukan

hanya sekedar perayaan atau peringatan, bukan hanya sekedar

mendapat makanan gratis dari tetangga, bukan hanya sekedar

pamer bisa mengundang banyak orang, bukan hanya sekedar datang

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

11

dengan pengawal-pengawal mewah, bukan hanya menerima tamu yang

berjas dan berkerah putih dan membawa beribu bingkisan. Bukan,

bukan seperti itu maulid yang diharapkan, bukan seperti itu

perayaan kelahiran pemimpin Islam yang kita inginkan. Lebih

dari itu, sangat lebih. Dengan Maulid ini kita belajar lebih

dewasa, belajar meneladani setiap perjuangannya dalam

menyampaikan wahyu Allah, yang tak pernah mengenal lelah, dan

pantang menyerah, yang selalu taat kepada Allah, dan kepada

kedua orang tuanya, pribadi yang pemaaf tanpa dimintai maaf,

manusia terbaik yang mencontohkan tentang pentingnya

bersilaturrahim, menjaga hubungan baik dengan sesama selain

dengan Sang Rabb. Dan maulid inilah salah satu cara untuk kita

saling bertemu, bertegur sapa, dan mempererat tali ukhuwah

kita. Subhanallah. Sesungguhnya hikmah dan pelajaran inilah

yang lebih pantas untuk kita dapatkan. Mata kami berkaca-kaca.

Tak terasa, acara maulid sekaligus acara ba‟ayunnya

Ibrahim telah selesai, tepat ketika jarum pendek berada di

angka sepuluh dan jarum panjang berhenti di angka duabelas.

Setelah berpamitan, aku pulang diantar mas Ilham. Ummi dan Abi

tidak bisa ikut acara ini karena ada acara lain di rumah Bunda

Halimah. Hanya Fatimah yang menemani aku supaya tidak terjadi

fitnah diantara aku dan mas Ilham. Tapi, Fatimah telah

tertidur, aku tidak bisa mengobrol dengannya untuk sekedar

menjaga pandangan dan hatiku terhadap cowok yang berada di

@violetunyu | https://www.facebook.com/annisarahim.fkunissula2010

12

sebelah kananku, yang sedang menyetir mobil pribadi berwarna

ungu ini.

“Dek, beberapa tahun lagi, semoga kita benar-benar

berjodoh ya.” Samar-samar aku mendengar ucapannya.

“Apa mas?” aku menoleh kesamping, kearah mas Ilham.

“Eh enggak, maksudku selamat ulang tahun ya.. Sekarang 15

Rabiul Awal kan? Sukses selalu untukmu, dek Zahra.”

“Ooh.., Amiin.. makasih mas.” Seperti biasa, aku

menunduk. Andai kamu tahu mas, aku berharap beberapa tahun

kedepan kita bisa seperti ini lagi. Aku berharap kita adalah

pasangan yang dijodohkan Allah. Pasangan di dunia dan di

akhirat. Kamu yang telah memberitahuku tentang semua ini,

tentang bagaimana caranya mencintai Rasul. Terimakasih telah

mengajakku ke acara ini. Semoga Allah menjaga hati kita,

menjaga perasaan kita. Jika nama kita memang telah digariskan

untuk saling dimiliki dan memiliki, maka InsyaAllah Dia Yang

Maha Rahmaan akan menunjukkan jalannya untuk kita bersatu. Aku

mencintaimu karena Allah. Itu yang kuharap dapat kita ucapkan,

kelak. Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.. Aku

menoleh ke arah pemilik Sasirangan Hijau itu, dan seketika

menunduk kembali. Sasirangan Hijau yang dia kenakan, merupakan

batik Kalimantan yang aku hadiahkan ketika usianya genap 20

tahun. Seingatku, baru kali ini aku melihatnya mengenakan

sasirangan hijau itu. Dan ini bulan Rabiul Awal yang memang

penuh kejutan.