pemikiran politik pada zaman romawi-kristiani

30
IDE-IDE POLITIK BARAT “PEMIKIRAN POLITIK PADA ZAMAN ROMAWI-KRISTIANI” MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH IDE-IDE POLITIK BARAT ANNISA DEWI (0801512081) RAHMADHONA FEBRIANI (0801513001) NURUL HIDAYATI (0801513015) MUHAMMAD REZA M. (0801513031) HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIP UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA 1

Upload: rezamackulau

Post on 02-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

HI

TRANSCRIPT

IDE-IDE POLITIK BARATPEMIKIRAN POLITIK PADA ZAMAN ROMAWI-KRISTIANIMAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH IDE-IDE POLITIK BARAT

ANNISA DEWI (0801512081)RAHMADHONA FEBRIANI (0801513001)NURUL HIDAYATI (0801513015)MUHAMMAD REZA M. (0801513031)HUBUNGAN INTERNASIONALFISIPUNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIAJAKARTA2015KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Dalam makalah ini penulis membahas tentang pemikiran politik pada zaman Romawi-Kristiani. Makalah ini dibuat untuk tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ide-ide Politik Barat. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat di harapkan guna penyempurnaan makalah ini.Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2DAFTAR ISI....................................................................................................................................3BAB 1. PENDAHULUAN1.A. LATAR BELAKANG.................................................................................................41.B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................51.C. TUJUAN PENULISAN...............................................................................................51.D. MANFAAT PENULISAN...........................................................................................5BAB 11. KERANGKA TEORI.......................................................................................................6BAB III. ISIIII.A. PEMIKIRAN POLITIK PERADABAN ROMAWI.................................................7III.B. PEMIKIRAN POLITIK PERADABAN JUDEO-KRISTIANI...............................11BAB IV. KESIMPULAN..............................................................................................................17DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................19

BAB 1PENDAHULUAN1.A. LATAR BELAKANGBarat berhutang budi kepada peradaban Yunani-Romawi, sebagaimana kedua peradaban terakhir berhutang budi pada peradaban-peradaban kuno Mesopotamia, Mesir, India, Kreta dan Persia.[footnoteRef:1] Hampir dalam semua aspek peradaban dan tradisi keilmuannya seperti seni, sains, filsafat, etika, politik, kedokteran, matematika dan lain-lain. Tradisi keilmuan Yunani-Romawi telah memberikan kepada barat metode-metode eksperimental dan spekulatif yang perananannya sangat fundamental dalam pengembangan pengetahuan. Melalui karya-karya Yunani-Romawi, Barat mengenal Empirisme dan Rasionalisme.[footnoteRef:2] [1: Blum Camerun and Barnes A, History of Western Civilization (New York: Deil Publishing), 3&11.] [2: Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 4.]

Sumbangan terbesar peradaban Romawi kepada pemikiran Barat, terutama di bidang pemikiran sistem hukum dan lembaga-lembaga politik. Pengaruh keduanya, terutama pemikiran sistem hukumnya, terlihat dalam berbagai kajian dan praktik hukum di berbagai negara Eropa Barat seperti Perancis, Italia, Swiss, Jerman, Belanda dan Amerika Selatan. Bahkan, secara langsung atau tidak, negara-negara Commonwealth atau bekas jajahan negara-negara Eropa, seperti Indonesia yang dijajah Belanda misalnya, mempraktikkan hukum-hukum Romawi. Belanda menerapkan teori hukum di Indonesia yang berasal dari Kode Civil Napoleon yang merupakan produk modifikasi hukum-hukum Romawi.Ada tiga bentuk pemikiran hukum Romawi yang mempengaruhi pemikiran hukum Barat. Pertama, Ius Civile, hukum sipil dan warga negara Romawi, bukan warga negara lain, Kedua, Ius Gentium, yaitu hukum yang diberlakukan untuk semua orang, terlepas apa pun kewarganegaraannya tidak memandang nasionalitas seorang. Hukum ini memperkokoh dan memberikan legitimasi kepada keberadaan lembaga perbudakaan, partnership dan kontak-kontak. Pada hakikatnya, Ius Gentium bersifat suplemen terhadap Ius Civile. Ketiga, ini yang rerpenting, yaitu Ius Naturale , suatu prinsip filsafat hukum yang menganggap keadilan dan kebenaran selamanya sesuai dengan tuntutan rasional dan hakikat alam. Dalam filsafat hukum ini, semua orang memiliki hak-hak dan kedudukan yang sama di mata hukum dan pemerintah (negara) tidak berhak mengintrvensi hak-hak hukum itu.[footnoteRef:3] [3: Burns dan Philiph Lee Ralph, World Civilization from Ancient to Contemporary, New York : Norton a co., 1964. Hal.243]

Peradaban Judeo-Kristiani merupakan peradaban kedua yang meletakan dasar-dasar intelektual dan filosofis yang kokoh bagi pembentukan dan perkembangan peradaban Barat. Pada masa itu sedikit sulit untuk menentukan kapan prsisnya orang Yahudi memainkan peran historisnya dalam sejarah pertumbuhan peradaban Barat. Ada sebuah hipotesis bahwa peran itu dimulai ketika orang-orang Yahudi berdiaspora ke berbagai penjuru Eropa terutama di kawasan Italia, sekitar Mediterania dan wilayah-wilayah bekas jajahan imperium Romawi dan imperium Islam. Di kawasan imperium Islam Andalusia Spanyol, peran itu dimulai ketika peradaban ini melahirkan filosof terkemuka Yahudi, Musa Ibnu Maimun di abad XII-XIII.[footnoteRef:4] Orang-orang yahudo juga berperan dalam proses kelahiran peradaban renaisans Eropa ( Abad XIV-XVI).[footnoteRef:5] [4: Lady Magnus, Outlines of Jewish History, London : Long green , 1892 ] [5: Max Dimont, Jews, God and History (New York: The New American Library,1962) hal. 218]

1.B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana pemikiran-pemikiran politik yang ada pada zaman Romawi-Kristiani?

1.C. TUJUAN PENULISANTujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas tentang tokoh-tokoh sejarah pemikiran politik pada zaman Romawi hingga Kristiani.

1.D. MANFAAT PENULISANManfaat penulisan ini adalah untuk mengetahui sejarah pemikiran-pemikiran politik yang ada pada zaman Romawi hingga Kristiani.

BAB IIKERANGKA TEORIPada perkembangannya, Romawi membuat pemikiran spekulatif yunani menjadi praktis dan dapat diterapkan serta dapat mensistematisasi berbagai pemikiran politik yunani dalam pembentukan hukum positifnya, pemisahan politik dengan etika, agama dengan hukum, pembedaan antara masyarakat dan negara, kedaulatan politik dan personalitas negara sebagai pembuat hukum.[footnoteRef:6] Pemikiran yunani mempengaruhi secara lebih dalam lahirnya perkembangan gerakan intelektual seperti Renaisans yang menjadi awal perkembangan peradaban Eropa. [6: Sharma, Western Political Thought (Plato to Hugo Grotius), New Delhi: Sterling Pulishers Private Limited, 1982, hal. 95.]

Dilihat dari segi pemikiran politik romawi dapat menghasilkan pemahaman kepada barat mengenai teori imperium. Teori Imperium adalah teori mengenai kekuasaan dan otoritas negara dimana kedaulatan dan kekuasaan dianggap sebagai bentuk pendelegasian kekuatan rakyat kepada penguasa negara. Pada teori imperium ini dikatakan bahwa kedaulatan sepenuhnya dimiliki oleh rakyat. Maksudnya, rakyat memiliki hak-hak politik yang sama dan merupakan esensi tertinggi kedaulatan negara. Penguasa politik sebagai yang mempunyai tanggung jawab dalam memegang dan menggunakan kedaulatan untuk kebaikan seluruh rakyat.[footnoteRef:7] Berdasarkan teori ini, kekuasaan gereja di abad pertengahan saat itu dikembangkan. Keorganisasian kekukasaan dan keagamaan gereja katholik diadaptasi dari teori imperium romawi. Contoh pengadaptasian teori imperium romawi yaitu gelar yang digunakan Paus Supreme Pontiff (Pontifex Maximus) yang bermakna pemimpin agama warga negara.[footnoteRef:8] [7: Ibid, hal. 99.] [8: Burns, Edward Manshal and Philiph Lee Ralph, World Civilization from Ancient to Contemporary, New York: Norton a co., 1964, hal.242.]

Kemudian, kontribusi peradaban Judeo atau Yahudi dalam pemikiran barat, menurut Max Dimont, seorang pakar sejarah peradaban Yahudi, menjuluki orang-orang Yahudi sebagai orang-orang yang melahirkan peristiwa-peristiwa sejarah, menjadi subjek dan objek peristiwa-peristiwa itu, melalui gagasan-gagasan brilian yang mereka kemukakan. Kenapa dikatakan sebagai orang-orang yang melahirkan peristiwa Karena minoritas yahudi telah melahirkan tokoh-tokoh besar dalam berbagai bidang pengetahuan dan filsafat. Contohnya Hegel dengan ajarannya Hegelianisme. Hegelianisme merupakan suatu aliran filsafat yang sangat berpengaruh pada tradisi intelektual Eropa sejak abad ke-19 sampai saat ini. Selain yahudi, pemikiran barat juga diwariskan dari peradaban kristiani. Pada peradaban Kristiani, agama Kristen ini telah merintis barat untuk melahirkan kebangkitan nalar. Pelopor kebangkitan nalar Eropa yang melahirkan abad keemasan tersebut bernama Thomas Aquinas yang merintis suatu aliran filsafat dikenal sebagai aliran skolastisisme. Aliran skolastisisme ini adalah penafiran kembali dari karya-karya Aristoteles yang diajarkan di Universitas-universitas Islam di Andalusia. Aliran skolastisisme adalah ajaran bagaimana manusia mencari kebenaran. Adapun karakteristik dari skolatisisme, pertama, aliran ini dibangun atas dasar logika bukan sains atau dari pengalaman-pengalaman, bisa dibilang rasionalistis. Kedua, aliran ini mementingkan pendekatan etika, karena tujuan manusia menurut skolastik adalah bagaimana manusia bisa hidup lebih baik, bahkan jika sudah mati. Ketiga, aliran ini memberi perhatian pebuh pada usaha bagaimana bisa menjelaskan makna sesuatu, apakah sesuatu itu baik, tidak penting bagaimana proses terjadi dan asal muasalnya.[footnoteRef:9] [9: Ibid, hal. 458.]

BAB IIIISIA. PEMIKIRAN POLITIK PERADABAN ROMAWIPeradaban Romawi telah menjadi sumbangan terbesar bagi Barat khususnya di bidang Hukum dan lembaga-lembaga politik. Ada tiga bentuk pemikiran hukum Barat yang dipengaruhi oleh pemikiran hukum Romawi yaitu Ius Civile[footnoteRef:10], Ius Gentium[footnoteRef:11] dan Ius Naturale[footnoteRef:12]. Dari segi pemikiran politik Romawi telah memberikan pemahaman kepada Barat tentang teori Imperium, berupa Equal Rights[footnoteRef:13], Governmental Contract[footnoteRef:14], Kekuasaan dan Otoritas Negara.[footnoteRef:15] Pada saat runtuhnya kerajaan Yunani yang ditemukan oleh Phillip dan Alexander serta kemenangan Romawi atas runtuhnya Yunani membuat Romawi melahirkan Pemikir pemikir yang menjadi andil yang besar pada bidang Hukum dan Politik selain itu munculah school of Hellenistic[footnoteRef:16] dimana munculah pemikir pemikir yang tidak sebegitu terkenal seperti Plato dan Aristoteles namun dasar pemikiran mereka menggunakan pemikiran Plato dan Aristoteles. Pada sekolah Helenistik muncul beberapa pemikir pemikir yang didasari oleh pemikir terkenal sebelumnya. Pemikir pemikir ini terbagi atas tokoh yang menjadi dasar pikirannya, seperti : [10: Hukum perdata yang digunakan pada hukum Romawi, Hukum Perdata merupakan hukum yang bersifat khusus pada suatu negara tertentu dan menjadi dasar terbentuknya Ius Gentium dan Ius Naturale.] [11: Hukum yang berlaku universal yang bersumber pada akal pikiran manusia.] [12: Ius Naturale atau sering disebut Hukum Asasi merupakan hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.] [13: Persamaan hak] [14: Kontrak Pemerintah] [15: https://www.pelicanbooks.com/greek-and-roman-political-ideas (dikases pada 26 Maret 2015 pukul 3.46 pm)] [16: www.philosophypages.com/hy/2w.htm (diakses pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 10.39 pm)]

Epikuranisme didirikan oleh Epicurus pada 3 abad SM. Epikuranisme melihat bahwa dunia diatur oleh sebuah kesempatan tanpa adanya campur tangan dari tuhan. Epikurainisme merupakan musuh dari Stoikisme hingga kedua filosofi ini meninggal. Pada Ilmu Epikurainisme lahirlah beberapa pemikir terkenal seperti Epikuros. Epikuros merupakan filsuf yang mendirikan Mazhab Epikuros. Epikuros lahir pada 341 SM dan meninggal pada tahun 271 SM[footnoteRef:17]. Inti ajaran dari Epikuros adalah tentang etika, bahwa kebahagian hidup adalah kenikmatan. Kenikmatan adalah satu satunya yang baik, serta menjadi awal dan tujuan hidup yang bahagia. Karya Epikuros adalah On Modes Of Life selain itu Epikuros memiliki slogan Hiduplah tanpa menarik perhatian atau dalam bahasa latin Lathe biosas[footnoteRef:18]. [17: David N. Sedley. 1999. "Epicureanism". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 269-271. London: Cambridge University Press.] [18: The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. edited by C. J. Rowe, Malcolm Schofield]

Stoikisme yang ditemukan oleh Zeno dari Citium, yang didasari oleh gagasan etik dari Cynics, yang mengajarkan tujuan dari hidup adalah selaras dengan alam. Stokisme merupakan sekolah filosofi yang sukses hingga mati pada 3 setelah masehi. Ada tokoh yang muncul pada Jaman pemikiran ini yaitu Epictetus (55-135 CE) Epictetus merupakan tokoh filsuf Stoa[footnoteRef:19]. Beliau lahir pada masa perbudakan di Hierapolis, Phrygia (sekarang dikenal Pamukkale, Turki). Pemikiran Epictetus melalui mazhab Stoa menjadi rujukan para ahli dalam bidang etika, khususnya terkait etika moral, bahwa manusia sanggup membatasi diri dari godaan nafsu-nafsu duniawi khususnya nafsu dalam memiliki sesuatu. Epictetus berdasar pada peran etis seseorang terkait dunia sosialnya, yang terdapat dalam tiga tahap program etika praktis yaitu Tahap pertama, peneilitan akan keinginan dan keengganan manusia untuk mencari hal-hal yang secara etika baik, dan menghindari hal yang buruk. Tahap kedua, mencoba tindakan itu dalam hubungan keluarga dan sosial. Apa yang dipikirkan di tahap pertama diuji dan dipraktikkan di tahap kedua. Tahap yang ketiga adalah menguji hubungan logis antara keyakinan etika yang diterapkan pada dua tahap pertama tadi, untuk memastikan konsistensinya, dan dengan pemahaman akan kebenaran[footnoteRef:20]. [19: Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995, Hal. 769] [20: Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 718-723]

Selain di jaman Stoikisme adapula jaman Eclectisisme yang merupkan sebuah system filosofi yang tidak dipilih dari satu doktrin manapun namun dipercayai doktrin yang layak oleh filsuf yang ada. Ahli hukum yang terkenal adalah Cicero.Marcus Tullius Cicero lahir pada 3 Januari 106 SM, dan dibunuh pada 7 Desember 43 SM. Kehidupannya bertepatan dengan kemunduran dan kehancuran Romawi, beliau merupakan aktor penting pada peristiwa politik penting dalam hidupnya. Cicero adalah seorang filsuf, orator yang memiliki keterampilan dalam retorika, pengacara, penulis dan negarawan romawi kuno[footnoteRef:21][footnoteRef:22]. Cicero merupakan tokoh besar dalam mazhab filsafat Stoa yang populer pada abad 4 SM hingga abad 2 M, dan Cicero merupakan salah satu tokoh pada periode akhir yang lebih terkenal dengan sebutan Stoa Romawi. aliran pemikiran Cicero dianggap dekat dengan aliran pemikiran Platonisme dan Epikureanisme. Cicero dikenal sebagai negarawan yang berusaha menegakkan prinsip-prinsip Republik dalam perang sipil, kegagalannya menyebabkan perang sipil yang menghancurkan Republik Romawi. Karya filsafatnya sangat terkenal dan berpengaruh, di antaranya adalah yang tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57 tulisan, selain 17 fragmen lain. Kemudian karya-karya filsafat, retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah 800 buah dan tersimpan baik hingga saat ini[footnoteRef:23]. Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43 SM, lebih dari 900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan kepada sahabatnya, seoran ksatria bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94 orang lain, baik kerabat maupun kenalannya. Beberapa surat tidak dapat dilacak, salah satunya suratnya kepada Pompeius yang disebutkan dalam Pro Sulla dan Pro Plancio yang merupakan surat berisi konspirasi Lucius Sergius Catilina. Selain karya-karya tentang filsafat dan tulisan yang terkait politik, sebagai penyair, Cicero diketahui menerbitkan puisi-puisi berbahasa Latin, di antaranya adalah: epos berjudul de Consulatu Suo (Inggris: On His Consulship) dan de Temproribus Suis (Inggris: On His Life and Times), yang merupakan tulisan yang dipakainya untuk mengkritik kekunoan tradisi penyembahan masyarakat Romawi pada zamannya[footnoteRef:24]. [21: Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 668] [22: Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 562-608] [23: www.history.com/topics/ancient-history/marcus-tullius-cicero (diakses pada 27 Maret 2015 pukul 12.30 am)] [24: www.iep.utm.edu/cicero (diakses pada 27 Maret 2015 pukul 1.30 am)]

B. PEMIKIRAN POLITIK PERADABAN JUDEO-KRISTIANIPeradaban Judeo-Kristiani merupakan peradaban kedua yang meletakkan dasar-dasar intelektual dan filosofis yang kokoh bagi pembentukan dan perkembangan peradaban barat. Mengapa peradaban Yahudi-Kristiani berperan penting dalam merintis lahirnya peradaban Barat modern? Max Dimont, pakar sejarah peradaban Yahudi mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Dalam tulisannya, Jews, God and History dan The Indestructible Jews. Dimont menjuluki orang-orang Yahudi sebagai the historic people yaitu orang-orang yang melahirkan peristiwa-peristiwa sejarah, menjadi subjek dan bukan objek peristiwa-peristiwa itu, melalui gagasan-gagasan brilian yang mereka kemukakan.[footnoteRef:25] [25: Ahmad Suhelmi, Op.Cit, hal. 8.]

Sedikit sulit menentukan kapan persisnya orang Yahudi memainkan peran historisnya dalam sejarah pertumbuhan peradaban Barat. Ada hipotesis bahwa peran itu dimulai ketika orang-orang Yahudi berdiaspora ke berbagai penjuru Eropa terutama di kawasan Italia, sekitar Mediterania dan wilayah-wilayah bekas jajahan imperium Romawi dan imperium Islam. Di kawasan imperium Islam Andalusia Spanyol, peran itu dimulai ketikan peradaban ini melahirkan filosof terkemuka Yahudi, Musa Ibnu Maimun atau Maimonides di abad XII-XIII.[footnoteRef:26] [26: Lady Magnus, Outlines of Jewish History (London: Longman Green and Co.) 1892]

Di abad XVII terjadi kontak intelektual antara pemuda-pemuda terpelajar Yahudi dengan peradaban Yunani-Romawi dan Islam. Orang orang Yahudi ini menenggelamkan diri dan bergulat dalam tradisi pemikiran peradaban-peradaban itu dan mengambil manfaat besar dari kontak intelektual itu. Mereka pun berhasil melahirkan gagasan-gagasan cemerlang dari pergulatan intelektual itu.[footnoteRef:27] Di abad XIX dan XX minoritas Yahudi telah melahirkan tokoh-tokoh besar di berbagai bidang pengetahuan dan filsafat seperti Hegel, Marx, Sigmund Freud, Nietzsche, Bertrand Russell, Schopenhauer, John Stuart Mill, Charles Darwin, Herbert Spencer, Henry Bergson, Albert Einstein dan lain-lain. Dalam dunia intelektual barat mereka adalah pelopor utama pendiri aliran-aliran pemikiran seperti Marxisme, Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme, Darwinisme dan Evolusionisme Sosial.[footnoteRef:28] [27: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 10.] [28: Ibid. ]

Hegel adalah pemikir Yahudi yang ajarannya, Hegelianisme, merupakan suatu aliran filsafat yang sangat berpengaruh pada tradisi intelektual Eropa sejak abad XIX hingga dewasa ini. Negara dalam pemikiran Hegel merupakan penjelmaan Roh Absolut (Great Spirit atau Absolute Idea). Karena itu negara bersifat absolut yang dimensi kekuasaannya melampaui hak-hak transendental individu. Gagasan Hegel tentang kekuasaan negara yaitu bahwa pemegang kekuasaan entah itu raja, presiden atau apapun namanya adalah akal impersonal dan perwujudan kemauan kolektif yang menjelma menjadi manusia. Pemimpin negara bisa saja mendengarkan suara wakil-wakil rakyat tetapi itu tidak mengikat karena kekuasaan kepala negara mutlak.[footnoteRef:29] Menurut Hegel negara adalah tujuan kekuasaan bukanlah alat untuk kekuasaan. Maka dari itu Hegel berpendapat bahwa bukan negara yang harus mengabdi kepada masyarakat melainkan masyarakatnya yang harus mengabdi kepada negara.[footnoteRef:30] [29: A. Pelcynski, Hegels Philosophy, Problems and Perspectives, Cambridge University Press, 1971.] [30: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 259.]

Hegel mempunyai interperetasi sendiri tentang kebebasan, konsep paling sentral dalam diskursus demokrasi itu. Ia beragumentasi bahwa karena manusia itu makhluk rasional dan memiliki kesadaran diri, maka ia akan sangat mengkultuskan kebebasan tetapi disisi lain[footnoteRef:31], nampaknya Hegel menyangsikan kemampuan manusia untuk mengekang dan menguasai hawa nafsunya andaikata kebebasan sejati diberikan sepenuhnya kepada manusia. Mirip dengan pemikiran Machiavelli dan Thomas Hobbes yang menganggap manusia memiliki watak kebinatangan, seperti terefleksi pada kata-kata Hobbes manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya, Hegel berpendapat bahwa karena wataknya yang mementingkan dirinya sendiri, kebebasan manusia harus dibatasi. Dengan kata lain, andaikata pun manusia diberikan kebebasan, kebebasan itu tetap harus berada di bawah kontrol kekuasaan. Ini dimaksudkan agar kebebasan tidak menjadi kekuatan yang berhadapan dengan negara.[footnoteRef:32] [31: Plamenatz, Man and Society, Vol 1, (London: Longmans Green and Co, 1963) hal. 216.] [32: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 260.]

Selain Hegel adalah Marx. Marx juga telah memberikan kontribusi penting bagi perkembangan pemikiran Barat. Ajarannya, Marxisme, ternyata juga memberikan inspirasi kepada lahirnya pemikiran Komunisme. Pemikir pertama untuk prespektif strukturalis ini Karl Marx. Karl Marx lahir pada tahun 1818 di Trier, Jerman. Menurut Marx, pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih akan turut serta dalam menentukan sistem politik ekonomi di suatu negara bahkan dunia. Marx mengkritik pemikiran kapitalisme karena kapitalisme lebih banyak menguntungkan para pemilik modal dan sangat merugikan kaum buruh yang banyak di eksploitasi. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan kelas yang sangat jauh antara para pemilik modal dan buruh. Seperti halnya sistem kasta, para buruh akan tetap menjadi buruh dan pemilik modal akan terus mendapatkan untung besar. Marx mengidentifikasikan tiga hukum yang akan, dalam beberapa aspek, menghancurkan kapitalisme.[footnoteRef:33] Yang pertama adalah hukum untuk menurunkan tingkat laba. Maksudnya disini adalah, semakin berkembangnya teknologi di dunia banyak dari perusahaan-perusahaan yang mulai mengganti para pekerja buruh dengan mesin-mesin yang bisa bekerja layaknya para buruh. Sehingga, para pemilik modal akan lebih untung karena mereka tidak perlu membayar upah untuk para buruh tersebut. Menurut Marx, hal yang seperti ini harus dikurangi atau mungkin dihilangkan. Yang kedua adalah hukum atas disproporsionalitas. Maksudnya disini adalah, dalam sistem kapitalis, upah para buruh yang bekerja disuatu pabrik produksi barang bahkan tidak bisa untuk membeli produk yang dia buat. Ada kesenjangan yang begitu besar antara upah dan harga produk yang dia hasilkan. Padahal perharinya tidak mustahil mereka menghasilkan beribu-ribu barang. Namun, karena upah mereka yang sangat kecil, bahkan untuk membeli barang yang mereka produksi saja mereka tidak mampu. Hal ini dikarenakan banyak dari para buruh adalah orang-orang yang tidak berkecukupan secara ekonomi yang pindah dari pedesaan menuju kota besar untuk mencari kerja. Ini menjadi kesempatan untuk para pemilik modal untuk membayar mereka dengan upah yang sangat minim. Yang ketiga adalah hukum konsentrasi atau akumulasi modal. Kapitalis cenderung untuk meningkatkan ketidaksamaan distribusi atas pendapatan dan modal. Seperti kaum borjuis yang menindas kaum proletariat, kaum kapitalis yang lemah akan tertelan dengan kaum kapitalis yang lebih kuat, lebih besar sehingga modal dan kepemilikan atas sistem kapitalis itu sendiri akan lebih cenderung kepada makin sedikit orang. Hal ini menurut Marx akan menimbulkan kehancuran kepada sistem itu sendiri. [33: David N. Balaam, Introduction to International Political Economy (6th Edition), (Pearson Education, Limited, 2014).]

Selain kepada warisan Yahudi, peradaban dan tradisi pemikiran Barat juga berhutang budi kepada warisan peradaban Kristiani. Salah satu fase penting dalam proses pembentukan peradaban Barat adalah abad pertengahan. Banyak sejarawan menilai abad ini sebagai fase sejarah Eropa yang kelam, dipenuhi pertumpahan darah karena perang antar-agama, abad anti-intelektualisme dan maraknya takhayul dan irosionalisme. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa di abad ini Eropa juga telah merintis jalan bagi terbentuknya suatu peradaban. Yaitu ketika mulai dibangunnya universitas-universitas, Katedral Gothic, kota-kota baru, parlemen-parlemen dan diberlakukannya common law, serta tumbuhnya negara-negara bangsa (nation state). Peristiwa historis penting ini tak lepas dari peranan para pemuka agama Kristen.[footnoteRef:34] [34: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 13.]

Organisasi gereja yang telah berkembang sejak agama Kristen diakui sebagai agama negara di kekaisaran imperium Romawi, juga mempunyai peran penting dalam sejarah peradaban Eropa. Organisasi gereja telah berhasil menstrukturisasi masyarakat Eropa menurut pola struktur organisasi gereja berikut semua lembaga-lembaga terkaitnya. Maka, tidak mengherankan bila masyarakat Barat sering diidentikkan sebagai masyarakat Kristiani selama berabad-abad. Gereja juga berperan penting ketika imperium Romawi Barat sedang mengalami proses kehancurannya. Gereja mengambil alih banyak fungsi penting imperium dan membantu mengendalikan berbagai kekacauan sosial akibat kehancuran imperium Romawi. Peran historis gereja menghindari Eropa dari kehancuran total sebagai sebuah peradaban manusia. [footnoteRef:35] [35: Ibid.]

Sumbangan penting Kristen lainnya adalah karena agama ini telah merintis Barat untuk melahirkan kebangkitan nalar pada abad XII dan XII. Abad-abad itu merupakan abad keemasan ilmu pengetahuan dan spiritualitas. Di sinilah pentingnya peran Thomas Aquinas sebagai peolpor kebangkitan nalar Eropa yang melahirkan abad keemasan itu. Aquinas merintis suatu aliran filsafat yang dikenal sebagai aliran Skolastisisme. Aliran yang kemudian mendominasi abad pertengahan ini merupakan produk reinterpretasi atas karya-karya Aristoteles yang diketemukan dan diajarkan di universitas-universitas Islam Andalusia, Spanyol. Aquinas kemudian mengawinkan filsafat pemikir Yunani itu dengan doktrin-doktrin Kristiani.[footnoteRef:36] Menurut Aquinas, inti Skolastisisme adalah ajaran tentang bagaimana mencari kebenaran. Katanya, ada dua cara untuk mengetahui kebenaran. Pertama, melalui pewahyuan. Wahyu, menyajikan manusia berbagau misteri yang dipercayainya berdasarkan keimanan semata; teks-teks kitab suci, ajaran-ajaran gereja merupakan jalan-jalan menuju pengetahuan akan kebenaran melalui wahyu ini. Kedua, melalui akal. Yang di maksud melalui akal adalah melalui pergulatan filsafat yang terus-menerus. Manusia dituntut terus-menerus mempertanyakan secara kritis berbagai persoalan yang menyangkut kebenaran. Mempertanyakan secara mendasar, metodologis, rasional. Menurut Aquinas kedua cara itu tidak bertentangan satu dengan lainnya. Sebab, keduanya berasan dari sumber kebenaran yang sama yaitu Tuhan. Metodologi melalui wahyu dan akal inilah yang menjadikan Skolastisisme mencapai puncak kejayaannya di dunia pemikiran Barat di abad pertengahan.[footnoteRef:37] [36: Blum Camerun and Barnes A., Op.Cit, hal. 26.] [37: Ibid.]

Dijelaskan Aquinas dalam De Regimine Principum bahwa negara karena merupakan bagian integral alam semesta, memiliki sifat dan karakter dasar yang mirip dengan mekanisme kerja alam semesta pula. Negara merupakan suatu sistem tujuan yang memiliki tatanan hirearkis dimana yang berada di atas dan lebih tinggi memerintah, menata, membimbing dan mengatur yang berada di bawah atau lebih rendah. Disisi lain Aquinas mengikuti Plato dan Aristoteles, melihat negara sebagai suatu sistem tukar-menukar pelayanan demi mencapai kebahagiaan dan kebaikan bersama.[footnoteRef:38] Petani bekerja di sawah menghasilkan padi untuk orang-orang kota, sedangkan kota menciptakan industri jasa untuk orang desa, pendeta berdoa dan melakukan kebaktian demi keselamatan bersama.[footnoteRef:39] [38: George Sabine, History of Political Theory (New York: Henry Holt and Company, 1954) hal. 249.] [39: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 102.]

Aquinas mengklasifikasikan negara menjadi; pertama, negara yang diperintah satu orang dan bertujuan mencapai kebaikan bersama dinamakan monarki, tetapi bila tujuannya hanya mencapai kebaikan pribadi, penguasanya bengis dan tidak adil maka negara tersebut dinamakan tirani. Kedua, negara yang diperintah beberapa orang mulia dan memiliki tujuan kebaikan bersama dinamakan aristokrasi, bila tidak demikian negara itu dinamakan oligarki. Dalam oligarki penguasa negara itu menindas rakyatnya melalui represi ekonomi. Penguasa oligarki adalah orang-orang yang memiliki harta kekayaan melimpah. Ketiga, negara yang bertujuan mencapai kebaikan bersama, dijadikannya kebebasan sebagai dasar persamaan politik, kuatnya kontrol kaum jelata terhadap penguasa dan negara bersngkutan diperintah banyak orang dinamakan timokrasi atau politea. Adapun negara yang kebebasan dan tujuannya tidak demi kebaikan bersama serta diperintah banyak orang dinamakan demokrasi. Demokrasi adalah lawan dari politea.[footnoteRef:40] Demokrasi, dengan demikian dalam pandangan Aquinas bukan negara ideal, persis seperti Aristoteles memandang demokrasi sebagai bentuk negara terburuk. Menurut Aquinas bentuk negara paling Ideal adalah monarki. [40: Ibid. ]

Puncak sumbangan agama Kristen kepada Barat adalah peranan agama ini dalam melahirkan gerakan reformasi Protestan. Dasar pemikiran reformasi Protestan adalah ajaran tentang etika kerja atau etos Kapitalisme yang dirumuskan oleh Johanes Calvin. Max Weber dalam karya monumentalnya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, menjelaskan mengapa etika Protestan yang dirumuskan Calvin demikian penting bagi perkembangan kemajuan peradaban Eropa. Menurut Weber, Calvinisme mengajarkan bahwa kerja merupakan Panggilan Tuhan. Demikian juga sifat menghargai waktu, rasional dalam berpikir dan bertindak, berorientasi ke masa depan, hemat dalam kegiatan ekonomi sehari-hari adalah etika yang sepenuhnya sesuai dengan tuntutan doktrin-doktrin Kristiani. Jadi, menurut Weber terdapat pertautan khusus antara etika Kristiani dengan semangat Kapitalisme.[footnoteRef:41] [41: Max Weber, The protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, (London: Unwin University Book, 1967).]

Doktrin reformasi Protestan ini berdampak luas pada perilaku ekonomi orang-orang Kristen di Barat. Mereka menjadi pekerja dan pengusaha yang tekun bekerja, mengumpulkan harta dan hidup hemat tanpa merasa apa yang dilakukannya sebagai suatu kekeliruan. Dengan kata lain, etika Protestan telah dijadikan dasar doktrin bagi perkembangan kapitalisme Eropa. Karena adanya perkembangan kapitalisme itu, Eropa kemudian memiliki infrastruktur sosial ekonomi yang kokoh bagi terbentuknya proses peradaban yang intens, perkembangan dunia pendidikan dan pemikiran yang relatif pesat.[footnoteRef:42] [42: Ahmad Suhelmi, op.cit, hal. 16.]

BAB IV KESIMPULAN

Peradaban Romawi telah menjadi sumbangan terbesar bagi Barat khususnya di bidang Hukum dan lembaga-lembaga politik. Ada tiga bentuk pemikiran hukum Barat yang dipengaruhi oleh pemikiran hukum Romawi yaitu Ius Civile , Ius Gentium dan Ius Naturale . Dari segi pemikiran politik Romawi telah memberikan pemahaman kepada Barat tentang teori Imperium, berupa Equal Rights , Governmental Contract , Kekuasaan dan Otoritas Negara. Peradaban Judeo-Kristiani merupakan peradaban kedua yang meletakkan dasar-dasar intelektual dan filosofis yang kokoh bagi pembentukan dan perkembangan peradaban barat. Mengapa peradaban Yahudi-Kristiani berperan penting dalam merintis lahirnya peradaban Barat modern? Max Dimont, pakar sejarah peradaban Yahudi mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Dalam tulisannya, Jews, God and History dan The Indestructible Jews. Dimont menjuluki orang-orang Yahudi sebagai the historic people yaitu orang-orang yang melahirkan peristiwa-peristiwa sejarah, menjadi subjek dan bukan objek peristiwa-peristiwa itu, melalui gagasan-gagasan brilian yang mereka kemukakan. Sedikit sulit menentukan kapan persisnya orang Yahudi memainkan peran historisnya dalam sejarah pertumbuhan peradaban Barat. Ada hipotesis bahwa peran itu dimulai ketika orang-orang Yahudi berdiaspora ke berbagai penjuru Eropa terutama di kawasan Italia, sekitar Mediterania dan wilayah-wilayah bekas jajahan imperium Romawi dan imperium Islam. Di kawasan imperium Islam Andalusia Spanyol, peran itu dimulai ketikan peradaban ini melahirkan filosof terkemuka Yahudi, Musa Ibnu Maimun atau Maimonides di abad XII-XIII. Di abad XVII terjadi kontak intelektual antara pemuda-pemuda terpelajar Yahudi dengan peradaban Yunani-Romawi dan Islam. Orang orang Yahudi ini menenggelamkan diri dan bergulat dalam tradisi pemikiran peradaban-peradaban itu dan mengambil manfaat besar dari kontak intelektual itu. Mereka pun berhasil melahirkan gagasan-gagasan cemerlang dari pergulatan intelektual itu. Di abad XIX dan XX minoritas Yahudi telah melahirkan tokoh-tokoh besar di berbagai bidang pengetahuan dan filsafat seperti Hegel, Marx, Sigmund Freud, Nietzsche, Bertrand Russell, Schopenhauer, John Stuart Mill, Charles Darwin, Herbert Spencer, Henry Bergson, Albert Einstein dan lain-lain. Dalam dunia intelektual barat mereka adalah pelopor utama pendiri aliran-aliran pemikiran seperti Marxisme, Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme, Darwinisme dan Evolusionisme Sosial.

DAFTAR PUSTAKABooks The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. edited by C. J. Rowe, Malcolm Schofield Audi, Robert. The Cambridge Dictionary of Philosophy. Edinburg: Cambridge University Press. 1995.Burns dan Philiph Lee Ralph. World Civilization from Ancient to Contemporary. New York : Norton a co. 1964.Camerun, Blum and Barnes A. History of Western Civilization. New York: Deil Publishing.Dimont, Max. Jews, God and History. New York: The New American Library. 1962.Magnus, Lady. Outlines of Jewish History. London: Long Green. 1892. Pelcynski, A. Hegels Philosophy, Problems and Perspectives. Cambridge University Press. 1971.Plamenatz. Man and Society. Vol. 1. London: Longmans Green and Co. 1963.Rowe, Christoper, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane. Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2001.Sabine, George. History of Political Theory. New York: Henry Holt and Company. 1954.Sedley, David N. "Epicureanism". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 269-271. London: Cambridge University Press. 1999.Shadily, Hassan & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve.Sharma. Western Political Thought (Plato to Hugo Grotius). New Delhi: Sterling Pulishers Private Limited. 1982.Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Weber, Max. The protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. London: Unwin University Book. 1967.Websitehttps://www.pelicanbooks.com/greek-and-roman-political-ideas (dikases pada 26 Maret 2015 pukul 3.46 pm)www.history.com/topics/ancient-history/marcus-tullius-cicero (diakses pada 27 Maret 2015 pukul 12.30 am)www.iep.utm.edu/cicero (diakses pada 27 Maret 2015 pukul 1.30 am) www.philosophypages.com/hy/2w.htm (diakses pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 10.39 pm)6