pemikiran dan kontribusi david. a king terhadap astronomi...
TRANSCRIPT
1
Pemikiran dan Kontribusi David. A King Terhadap Astronomi
Islam
Adi Suyudi
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang
Abstrak
David. A King merupakan seorang orientalis yang lahir di Inggris pada
tahun 1941. Memiliki latar belakang pendidikan Matematika membuat
langkah King menjadi ahli sejarah astronomi Islam yang memiliki
kompetensi yang luar biasa. Diawali pada tahun 1972 ketika dia
meneliti tentang karya astronomi Ibnu Yunus untuk disertasinya, setelah
itu King diberikan jabatan untuk meneliti sejarah astronomi Islam di
daratan Timur Tengah. Semenjak itu sampai saat ini, terhitung lebih
dari empat dekade, King mewakafkan dirinya sebagai seorang ahli
sejarah astronomi Islam yang memiliki ratusan karya tulisan yang
menjadi sumber rujukan utama dalam pengkajian astronomi Islam.
Adapun karya-karyanya yang sangat populer yaitu, Islamic
Mathematical Astronomy (1986-1993), Islamic Astronomical
Instruments (1987-1995), Astronomy in the Service of Islam (1993),
Islamic Astronomy and Geography (2012), Astrolabes from Medieval
Europe (2011). Selain daripada itu karya-karya King tentang berbagai
aspek astronomi Islam tidak kalah pentingnya dan semua dapat kita
baca dan mengunggah karya tersebut secara gratis dalam websitenya
davidaking.academia.edu. Pada makalah ini penulis hanya membahas
sedikit dari sekian banyak karya David. A King, antara lain
pembahasan mengenai folk astronomi, mathematical astronomi,
regulasi kalender kamariah, regulasi waktu salat lima waktu, regulasi
arah kiblat, pendapat King tentang mizwala serta tabel astronomi.
Keyword: David. A King, Folk astronomi, matematikal astronomi,
mizwala, zij
2
Pendahuluan
David. A King merupakan seorang ahli sejarah astronomi Islam
yang melakukan penelitian terhadap sejarah dan peninggalan yang
berkaitan dengan astronomi Islam khususnya di daerah Timur Tengah.
Ribuan manuskrip yang berkaitan dengan astronomi Islam telah
ditemukan dan diteliti olehnya. Tidak cukup hanya manuskrip,
peninggalan tentang instrumen-instrumen astronomi yang dimiliki oleh
para ilmuan dan astronom Muslim abad pertengahan tidak luput dari
objek penelitiannya. Proses dokumentasi yang dilakukan oleh King
membuat khazanah astronomi Islam tetap hidup dan terus berkembang
sampai saat ini.
Pengkajian terhadap sejarah astronomi Islam belum banyak
dilakukan oleh ilmuan-ilmuan pada saat ini, dengan hadirnya David. A
King yang mengkaji sejarah astronomi Islam dan melihat manfaat dari
karya yang telah dihasilkan, membuat semangat baru dalam pengkajian
astronomi Islam. Dapat dilihat bagaimana King menjadi rujukan utama
berkaitan dengan sumber kajian sejarah astronomi Islam. Bagaimana
pun kajian sejarah terhadap suatu bidang ilmu tidak lepas dari disiplin
ilmu itu sendiri.
3
Biografi David. A King
Gambar 1. David. A King
David. A King Lahir di Iggris pada tahun 1941 dan berkewarga
negaraan Inggris, menikah dengan Patricia Cannavaro yang merupakan
warga negara Amerika Serikat pada tahun 1969 dan dikaruniai dua
orang anak laki-laki yang bernama Maximilan dan Adrian. Menjabat
sebagai Profesor Pengetahuan Ilmu Sejarah dan Direktur Institut
Pengetahuan Sejarah Johann Wolfgang Goethe University, Frankfurt
Jerman dari tahun 1985 dan pensiun pada tahun 2007. Sebelumnya
Profesor David. A King juga pernah menjabat sebagai guru tambahan di
sekolah matematika Kementerian Pendidikan Pemerintahan Sudan pada
tahun 1964-1967, pada tahun 1972-1979 David. A King ditunjuk sebagai
Direktur Smithsonian Institut untuk proyek astronomi pada masa
4
pertengahan Islam di Mesir, setelah proyek tersebut, David. A King
tergabung dalam Asosiasi Profesor Departemen Bahasa dan Literatur
Timur Tengah, New York University pada tahun 1979-1984 dan
menjadi Profesor pada tahun 1984-1987.
Pendidikan yang ditempuh David. A King yaitu bidang
matematika di Cambridge University pada tahun 1963-1969, dilanjutkan
dengan mempelajari ilmu pendidikan di Oxford University pada tahun
1964, dan mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang Bahasa dan Literatur
Timur Tengah di Yale University pada tahun 1972 dengan disertasi yang
membahas tentang Ibnu Yunus berjudul “The Astronomical Works of
Ibn Yunus”.
Lebih dari 30 tahun David. A King hakikatnya telah
berkontribusi dalam mendokumentasikan sejarah dari pengetahuan
masayarakat Islam abad pertengahan, menggali penemuan yang tak
terhitung sumbernya, dimana sebelumnya belum diketahui, menerbitkan
analisa-analisa dan melakukan peninjauan daripada analisa-analisa
tersebut. Faktanya, King mengadakan dokumentasi pertama yang
dinamai “Astronomy in the service of Islam”, yang artinya “Astronomi
dalam kegunaannya pada Islam”. Kajian tersebut mengenai cara umat
muslim dari berbagai negara menentukan arah Kakbah di Mekah yang
merupakan hal sakral dan mengatur serta mencocokkan waktu salat
mereka, menggambarkan syarat-syarat dari posisi relatif matahari
terhadap daerah horizon, menggunakan kalender yang telah dicocokkan
dengan bulan. Penelitian yang dilakukan King tidaklah terbatas kepada
pengetahuan teks secara ilmiah, tetapi juga termasuk teks yang
berhubungan kepada pengetahuan masyarakat biasa dan hukum syariah.
King juga mendokumentasikan perhatian umat muslim terhadap “folk
astronomy” atau yang dimaksud sebagai kegiatan astronomi yang
dilakukan oleh masayarakat dan pemikiran terhadap keadaan geografi
masyarakat yang sakral dengan Kakbah sebagai pusat dari dunia.
5
Penelitan yang dilakukan King menjad pionir atas pemahaman yang
mengejutkan terhadap peninjauan masjid-masjid abad pertengahan.1
Sebagai seorang ahli kesusastraan dan budaya bangsa-bangsa
timur tengah, David. A King terbilang produktif dalam menghasilkan
penemuan sejarah terkait perkembangan astronomi Islam, menurut dia,
mansukrip sains dalam sejumlah bahasa bangsa-bangsa yang termasuk
daerah Timur Tengah maupun Timur Dekat (Arab, Persia, dan Turki)
jumlahnya mencapai puluhan ribu naskah, dan jumlah instrumen yang
ada diperkirakan mencapai seribu instrumen. Jumlah naskah dan
isntrumen yang ada merupakan sumber utama dalam menggali lebih
jauh nalar saintifik dan khazanah sains peradaban Islam khususnya
matematika dan astronomi.2
Karya-karya yang telah dihasilkan oleh David. A King mencapai
270 tulisan dalam bentuk artikel, jurnal, disertasi, serta karya tulis
lainnya dan menjadi kesatuan dalam wujud beberapa buku yang cukup
populer sebagai rujukan sejarah astronomi Islam, antara lain Islamic
Mathematical Astronomy (1986-1993), Islamic Astronomical
Instruments (1987-1995), Astronomy in the Service of Islam (1993),
Islamic Astronomy and Geography (2012), Astrolabes from Medieval
Europe (2011). Semua karya yang telah diterbitkan terhitung dari tahun
1972 (disertasi) sampai dengan Oktober tahun 2017.3
1 David. A King, Curriculum Vitae dalam personal website,
http://www.davidaking.org/index.htm 2 Arwin Juli Rakhmadi, Khazanah Astronomi Abad Pertengahan,
(Purwokerto, UM Purwokerto Press, 2016), 315. 3 David. A King, List of Publihing, Oktober 2017.
6
Pemikiran dan Penemuan Sejarah David. A King
1. Folk Astronomi dan Mathematical Astronomi
Folk yang dalam arti bahasa indonesia yaitu, rakyat, orang-
orang, atau bangsa. Jika dikaitkan dengan astronomi maka yang
dimaksud dengan folk astronomi di sini yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh rakyat atau masyarakat suatu bangsa berkaitan dengan
ilmu astronomi. Dapat dipahami dahulu kala bangsa Arab sebelum
Islam di semenanjung Arab sangat mengenal dengan baik matahari,
bulan, bintang-bintang, musim-musim, pergantian malam, dan pola
cuaca disetiap tahun. Ketika Islam datang dan Al-Quran mendorong
penggunaan bintang-bintang sebagai petunjuk arah, merupakan dasar
pengetahuan tentang cakrawala yang mempertimbangkan faidah dan
kegunaannya. Folk astronomi berbasis kepada apa yang terlihat di
langit sepanjang malam setiap tahunnya dan hal tersebut tidaklah
menyalahi beberapa teori yang mendasari hubungan suatu
perhitungan, yang menjadikan teori-teori tersebut tersebar luas di
berbagai bangsa Islam di Timur Tengah dan ada di seluruh peradaban
pertangahan Islam.
Gambar 2. Ilustrasi folk
astronomi
7
Gambar 3. Ilustrasi
pembelajaran islamic
folk astronomi yang
disampaikan fuqoha
sunni dan syiah.
Pada periode setelahnya berkisar pada abad ke-8 sampai abad
ke-15, mulai terlihat perkembangan lain terkait pengetahuan
astronomi di Timur Tengah. Hadirnya astronom-astronom muslim
yang mewarisi kecanggihan tradisi astronomi dari bangsa Yunani,
Iran, dan India, melakukan pengamatan-pengamatan yang baru,
mengambangkan teori baru, menyusun tabel, dan menemukan
instrumen-instrumen baru. Mereka (astronom-astronom muslim)
menghasilkan tulisan-tulisan yang sangat hebat terkait literatur yang
mencakup semua subjek dari aspek kosmologi menjadi teknik
perhitungan, dan mereka melakukan peningkatan dari berbagai
cabang disiplin ilmu. Tetapi fenomena yang ada saat itu para ilmuan
dan astronom tidak memiliki pendengar dan pengikut yang
bermacam-macam. Para ilmuan menghasilkan tulisan dan risalah
yang hanya diedarkan di antara kalangan ilmuan saja, sebagian kecil
dari ilmuan menghimpun ringkasan-ringkasan yang popular, hal ini
menjadikan usulan mereka tentang masalah yang berkaitan dengan
agama atau praktek ibadah menjadi rumit dan bahkan tidak relevan.4
4 David. A King, Folk Astronomy and Mathematical Astronomy dalam
“Science in the Service of Religion:the Case of Islam”, (Paris: Unesco, 1990),
246.
8
Beranjak dari dua karakteristik yang dikemukakan oleh David.
A King di atas5, penulis mengidentifikasi bahwa folk astronomi dan
matematikal astronomi ketika bersinggungan dengan Islam maka
memberikan pemahaman bahwa Islamic Folk Astronomy, merupakan
suatu kegiatan astronomi masyarakat atau rakyat dari suatu bangsa
yang memeluk agama Islam berkaitan dengan praktek ibadah yang
dilaksanakan, hanya saja kegiatan astronomi yang dilakukan tidak
didasari oleh pengetahuan yang matang dalam bidang matematika
ataupun fisika yang mendukung kegiatan astronomi tersebut, berbeda
halnya dengan Islamic Mathematical Astronomy yang mulai
dilakukan oleh ilmuan dan astronom muslim yang sudah dipengaruhi
oleh pemikiran bangsa Yunani, Iran, dan India, dimana mereka mulai
menerapkan kaidah-kaidah perhitungan berdasarkan ilmu matematika
terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan atau waktu-waktu ibadah,
meskipun usulan yang ditawarkan para ilmuan dan astronom terkait
dengan waktu-waktu ibadah terebut sangat rumit.
Adapun ciri-ciri dari Islamic Folk Astronomy, antara lain:
1) Pengamatan langit hanya berdasar penglihatan mata
2) Didasari oleh pendekatan fikih tanpa menggunakan
perhitungan astronomi yang sitematis
3) Dipelopori oleh ulama fikih.
Selanjutnya dapat dilihat dan dibedakan dengan ciri-ciri Islamic
Mathematical Astronomy, antara lain:
1) Pengamatan langit yang sistematik serta penggunaan
alat-alat yang khas
2) Menggunakan teori astronomi yang sistematik
5 David A. King, “Reflections on Some New Studies on Applied
Science in Islamic Societies (8th – 19th Centuries)”, Islam & Science Journalsi
(2004), jil. 2, h. 43-56.
9
3) Dipelopori oleh para ilmuan Islam.6
2. Regulasi Kalender Kamariah
Gambar 4. Ilustrasi penampakan hilal
Kalender kamariah dihitung berdasarkan peredaran bulan,
dengan acuan utama yaitu saat terjadi konjungsi.7 Awal dan akhir
bulan kamariah khususnya bulan suci Ramadan dan berbagai macam
hari raya lainnya diseluruh bulan pada kalender kamariah, ditentukan
oleh penampakan hilal.8
Ketika 12 bulan kamariah dijumlahkan menjadi 345 hari, maka
pada 12 bulan siklus kalender Islam terdapat 11 hari lebih cepat
dibandingkan kalender samsiah. Untuk menjaga bulan kamariah tetap
beriringan dengan tahun samsiah, maka ditentukanlah tahun kabisah
6 Mohd Zambri Zainuddin et al. “Pentafsiran Ilmu Astronomi dalam
Sorotan Sains Moden dan Islam”, Malaysian Journal of Science and
Technology Studies (2008), jil, 6. 7 Darsa S, “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal
Bulan”, (Makalah Seminar Hisab dan Rukyat Menurut Tinjauan Astronomi dan
Fuqoha: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 27-28 November 1999) 8 David. A King, The Regulation of Lunar Calender dalam“Science in
the Service..., 247.
10
dan dan tahun pendek.9 Pada masa sebelum Islam, terdapat kebiasaan
untuk menyisipkan tambahan bulan di dalam beberapa tahun
kalender kamariah, praktek ini pada masa Nabi Muhammad di tolak
dan ditinggalkan, Al-Quran pun secara langsung melarang penyisipan
satu bulan ini karena menyebabkan perhitungan akan bulan-bulan
yang nantinya dianggap sucimakan jadi membingungkan dengan
bulan-bulan lainnya.10
Bagi para sarjana hukum Islam, awal bulan dimulai dengan
penampakan hilal. Pengamatan ini merupakan urusan yang relatif
simpel, menyiapkan seseorang yang mengetahui tempat dan waktu
untuk melihat hilal didukung oleh keadaan langit yang cerah. Orang
yang akan melihat hilal dengan penglihatan mata yang luar biasa
dikirim ke lokasi yang diusulkan sebelumnya, dan ketika mereka
melihat hilal maka telah masuk awal bulan. Sebaliknya jika tidak
berhasil melihat hilal maka proses untuk melihat hilal tersebut
diulangi pada keesokan harinya. Jika langit mendung, maka kalender
diatur dengan menyempurnakan jumlah hari dalam bulan tersebut.
Juga, jika hilal kemungkinan besar terlihat di suatu tempat meskipun
tidak terlihat di tempat lain. Sayangnya, menurut King, temuan
sejarah terkait praktek penetapan kalender kamariah ini sangat sedikit
jumlahnya.
Lain halnya para astronom mengetahui bahwa menentukan
kemungkinan melihat hilal pada suatu hari merupakan masalah
matematika yang rumit, menyertakan pengetahuan tentang posisi
matahari dan bulan, juga perhitungan matematika menganai posisi
keduanya (matahari dan bulan) di angkasa dan lokal horizon.
9 Abdur Rachim, “Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan dan
Kalender Matahari di Indonesia”, (Makalah Seminar Nasional: FMIPA Institut
Teknologi Bandung, 2005), 35. 10
David. A King, The Regulation of Lunar Calender dalam“Science
in the Service..., 247.
11
Singkatnya, ketika hilal akan terlihat pada saat matahari terbenam
saat permulaan awal bulan, jika posisi hilal cukup jauh dari matahari,
dan jika posisi hilal cukup tinggi di atas horizon maka terlihatnya
hilal tidak akan dikalahkan oleh latar belakang langit yang cerah
sekalipun. Diperlukan kondisi yang meyakini kesempatan bahwa
hilal akan terlihat yang ditentukan dengan sebuah observasi, tetapi
sebuah formula untuk penentuan kondisi tersebut menjadikan
tantangan bagi para astronom modern. Posisi matahari dan bulan
harus diteliti lebih dalam untuk melihat perkiraan terpenuhinya
kondisi hilal dapat terlihat, tetapi meskipun begitu, kebanyakan
astronom akan menolak kesaksian dan anggapan bagi mereka yang
telah melihat hilal jika telah diprediksi bahwa awan akan membatasi
penglihatan mereka yang menyaksikan hilal.11
3. Regulasi Lima Waktu Salat
Waktu terkait lima waktu salat dalam Islam menggambarkan
hubungan fenomena astronomi, bergantung kepada posisi dari
matahari di langit. Lebih spesifik, waktu disaat salat siang hari
menggambarkan hubungan dari bayangan matahari, dan salat
dimalam hari dihubungkan dengan fenomena senja.
Karena bulan-bulan dalam Islam dimulai ketika bulan baru
terlihat pertama kali setelah matahari terbenam, maka hari dalam
Islam dimulai ketika matahari terbenam. Setiap dari lima waktu salat
dalam Islam dilaksanakan pada saat telah ditetapkannya waktu jeda,
pada dahulu kala salat dilaksanakan selama waktu jeda, dan menurut
King, itu yang terbaik.
Hari dimulai ketika waktu salat magrib atau waktu terbenamnya
matahari, salat kedua yaitu isya atau salat yang dilaksanakan pada
11
David. A King, The Regulation of Lunar Calender dalam“Science
in the Service..., 247.
12
malam hari ketika telah hilangnya mega merah, ke-tiga yaitu waktu
subuh atau salat yang dilaksanakan ketika terbit fajar, ke-empat yaitu
zuhur atau salat yang dilaksanakan pada tengah hari, dimulai ketika
matahari telah melewati garis bujur atau tergelincirnya matahari, ke-
lima yaitu asar atau salat yang dilaksanakan pada sore hari, dimulai
pada saat bayangan dari suatu objek bertambah melebihi bayangan
minimum saat tengah hari dengan jumlah yang sama atas panjang
objek bayangan.12
Al-Quran maupun Hadis tidak merinci secara detail mengenai
teknis penentuan waktu salat, keduanya hanya menyimpulkan bahwa
waktu-waktu salat didirikan berdasarkan fenomena pergerakan
matahari. Pergerakan matahari kemudian berimbas kepada perubahan
terbit dan tenggelam, perubahan pada panjang bayangan benda, serta
perubahan mega merah atau syafak. Fenomena perubahan matahari
sebagai parameter penentuan waktu salat menjadikan umat Islam
semakin intens dalam mengamati benda langit.13
12
David. A King, The Regulation of The Five Daily Prayer dalam
“Science in the Service..., 249-250. 13
David. A King, Mikat, dalam “Ensiklopedia of Islam”, (Leiden-New
York: E.J Brill, 1993), Vol VII, 28.
13
Gambar 5. Penjelasan 5 waktu salat, 3 waktu salat yang dilaksanakan
pada saat hari gelap yang diatur oleh horizon dan fenomena senja, dan 2
salat yang dilaksanakan pada saat langit terang yang diatur oleh panjangnya
bayangan matahari.
Gambar 6. Teks folk astronomi peninggalan abad pertengahan
Islam tentang penjelasan tentang waktu zuhur dan asar yang digambarkan
dengan bertambahnya bayangan objek vertikal dari bayangan minimun saat
tengah hari.
4. Penentuan Arah Kiblat
Pada perkembangan awal dalam hal penentuan arah kiblat, umat
Islam memanfaatkan fenomena alam dan masih bersifat perkiraan.
Fenomena yang biasa digunakan umat Islam ketika itu adalah
memanfaatkanarah-arah angin serta fenomena terbit dan terbenamnya
matahari. Namun seiring waktu berjalan, para astronom muslim
mulai merumuskan metode dan perhitungan arah kiblat secara
astronomis. Penentuan arah kiblat sangat berkaitan dengan ilmu
geografi dan matematika. Sebelum abad ke-2 hijriah, penerapan
matematis penentuan arah kiblat belum maksimal. Hal ini diliat dari
ditemukannya masjid-masjid di beberapa wilayah antara lain, Quds
14
(Palestina), Mesir, Suriah, Irak, dan lain-lain, yang arah kiblatnya
berpaling dari arah yang seharusnya.14
Metode perkiraan berdasarkan arah dan posisi angin di posisi
Kakbah lazim digunakan. Seperti diketahui, Kakbah dalam kontruksi
dan posisinya sangat berkaitan dengan fenomena alam tertentu.
Matahari pada musim panas akan terbit dihadapan pintu Kakbah
(utara-timur). Sementara pada musim dingin akan terbenam di
hadapan tiang utara-barat atau antara rukun Yamani dan Syami.
Sementara itu arah tegak lurus sisi yang menghubungkan Antara
Hajar Aswad dengan rukun Yamani akan berada pada arah terbitnya
matahari pada musim dingin dan dalam waktu yang sama akan
berada pada posisi munculnya bintang Canopus pada waktu terbitnya
pada arah timur-selatan. Sisi yang berada antara rukun Iraqi dan
Syami akan berada pada munculnya sekelompok bintang bernama
“dabb al-akbar” atau “banat na’sy”.15
King dan Hawkins menyatakan
bahwa, generasi awal Islam di Mekah sangat memahami fenomena
astonomi yang terjadi di tiang-tiang atau rukun Kakbah, salah satu
diantaranya yaitu fenomena bintang Canopus dan banat na’sy.
Melalui sebuah penelitian dapat dibuktikan jika Kakbah
dibangun bersesuaian rukun-rukunnya dengan empat pola mata arah
pergerakan angin yang berhembus di kota Mekah dalam jangka
waktu satu tahun. Empat pola pergerakan angin tersebut masing-
masing disebut dengan: (1) angin shaba yang bertiup melalui rukun
Hajar Aswad dan sekitarnya, disebut juga dengan angin timur, (2)
angin janub yang bertiup pada rukun jaman dan sekitarnya, (3) angin
14
David. A King, Makka: As The Centre of The World, dalam “The
Encyclopedia of Islam”, (Leiden: E.J Brill, 1987), 20. 15
Arwin Juli Rakhmadi, Khazanah Astronomi..., 60.
15
dabur yang berhembus pada rukun sebelah barat dan sekitarnya, dan
(4) angin syimal yang berhembus pada rukun sebelah utara.16
Imam Al-Gazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan,
menjelaskan bahwa ada 3 tata cara dalam menentukan arah kiblat
yang salah satunya melalui petunjuk angin syimal, janub, shaba,
dabur.17
Pada kenyataannya, kaum muslimin selama berabad-abad
menggunakan cara alamiah dengan munggunakan petunjuk angin
tersebut sebagai guna menentukan arah kiblat meski terdapat
kekurangan terkait akurasinya karena bersifat perkiraan, yang hingga
akhirnya ditemukan cara untuk menentukan arah kiblat yang lebih
akurat.18
Gambar 7. Berbagai macam arah kiblat yang digunakan pada Masjid
abad pertengahan
16
G.S Hawkins & David. A King, “On The Orientation of The
Ka’bah”, Journal for the History of Astronomy, (1982), Vol XIII, 303-312. 17
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Cairo: Dar al Fikr al Araby),
241. 18
David. A King, The Astronomy of The Mamluks a Brief Overview,
dalam “Islamic Mathematical Astronomy”, (London, Variorun Reprints, 1986)
80.
16
Gambar 8. Arah kiblat yang ditemukan pada abad pertengahan yang
dipengaruhi oleh arah pergerakan angin.
5. Pendapat David. A King Tentang Mizwala
Secara historis munculnya mizwala dilatar belakangi atas
pemahaman yang mendalam terhadap teori segitiga bola yang
menjadi dasar utama kontruksi mizwala. Tetapi dalam prakteknya,
mizwala juga memiliki fungsi lain seperti, menerjemahkan fenomena
zawal, deklinasi, ketinggian, terbit dan terbenam. Dalam
pengoperasiannya, dasar-dasar matematika sangatlah dibutuhkan.
Adapun pada peradaban Islam, mizwala berfungsi sebagai penentu
dua waktu salat yaitu zuhur dan asar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz tercatat pernah menggunakan
mizwala produk Yunani-Romawi pada tahun 700 M di kota
Damaskus untuk menentukan waktu zuhur dan asar. Sementara itu
dua ilmuan muslim Ya’qub bin Thariq (abad 8 M) dan Ibrahim al-
Fazzari (abad 7 M), tercatat pernah mengontruksi mizwala, hanya
saja keduanya tidak meninggalkan karya tulis di bidang ini. Namun
dari rumusan kedua ilmuan tersebut telah banyak membantu peneliti
modern. Selain kedua ilmuan tersebut, pada abad ke 9 M, Al-
17
Khawarizmi juga tercatat pernah melakukan rekontruksi mizwala di
kota Baghdad.19
6. Pendapat David. A King Tentang Tabel Astronomi/Zij
Sumber-sumber Arab menyebutkan bahwa asal kata zij berakar
dari bahasa dan budaya Persia. Zij merupakan karya populer abad
pertengahan peradaban Islam yang beradaptasi dari tradisi astronomi
pra Islam (Persia, Yunani, dan India). Dari tradisi Persia melalui Zij
Syahriyar, dari tradisi India melalui Sindhind, da dari tradisi Yunani
melalui Almagest.20
Zij sebagai tradisi populer dikalangan astronom Muslim abad
pertengahan salah satu corak tradisi penulisan karya astronomi yang
terbilang pelik, namun merupakan kontribusi penting peradaban
Islam. Tradisi zij sendiri di dunia Islam telah berlangsung selama
seribu tahun lebih. Menurut King, tradisi zij bermula di Baghdad era
Abbasiyah, berkembang di Cairo era Fatimiyah, dan meredup di era
Ottoman Turki.
Penelitian yang komprehensif pernah dilakukan oleh King
sekitar tahun 1970-an. King menginformasikan bahwa sesungguhnya
ada lebih dari 200 zij yang telah terhimpun dan tersebar di dunia
Islam. Hanya saja kurang dari setengah jumlah ini telah hilang dan
kita hanya mengetahui judul dan penulisnya saja melalui sumber-
sumber bibliografi. Namun demikian melalui karya-karya yang
tersisa ini sejatinya sudah lebih dari cukup menggambarkan kontruksi
19
Arwin Juli Rakhmadi, Khazanah Astronomi Abad Pertengahan, 319,
bersumber dari karya David. A King, “Mausu’ah Tarikh al-Ulum al-Arabbiyah”
203-205 20
David. A King, Zidj, dalam “The Encyclopedia of Islam”, (Leiden-
New York: E.J. Brill, 1993), Vol XI, 496 .
18
dan kontribusi zij yang dibangun oleh para penyusunnya.21
Selain itu,
King dan Kennedy juga tercatat pernah melakukan penelitian zij
secara bersama yaitu penelitian terhadap zij berjudul “add-Durr al-
Yatim fi-Shina’ah at-Taqwim” (Permata Tentang Pembuatan
Kalender) karya seorang astronom Muslim abad pertengahan asal
Mesir bernama Ahmad bin Rajab al-Majdi (w.1446 M). Penelitian
keduanya telah diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Ibn al-
Majdi’s Table for Calculating Ephemerides”.22
21
David. A King, Zidj, dalam “The Encyclopedia..., 497. 22
David. A King & E.S Kennedy, Ibn al-Majdi’s Table for
Calculating Ephemerides, dalam “Islamic Mathematical Astronomy”, (London:
Variorun Reprints, 1886), 49-68.
19
Kesimpulan
Membahas mengenai David. A King tidak terlepas dari aspek
sejarah karena sebagai objek pembahasan, King merupakan seorang
sejarawan yang memfokuskan penelitian pada sejarah astronomi Islam.
Penulis dalam pembahasan ini hanya membahas beberapa hal mengenai
pemikiran dan kontribusi King dalam astronomi Islam, antara lain: folk
astronomi, mathematical astronomi, regulasi kalender kamariah, regulasi
waktu salat lima waktu, regulasi arah kiblat, pendapat King tentang
mizwala serta tabel astronomi.
Jika dilihat bahwasanya pembahasan yang dilakukan tidaklah
seberapa jika dilihat dari banyaknya jumlah karya yang dihasilkan oleh
David. A King. Tetapi penulis menganggap bahwa apa yang telah
dijelaskan dalam makalah ini setidaknya merupakan hal terpenting yang
perlu dibahas dari sekian banyak karya David. A King.
Berangkat dari hal mendasar tentang astronomi dilihat dari
aspek sejarah sebelum berkembang menjadi astronomi Islam, King
menjelaskan teori tentang folk astronomi yang kemudian menjadi
Islamic folk astronomi yang mungkin beberapa pegiat astronomi Islam
sudah mengetahui atau bahkan baru mendengar istilah ini, dari hal
tersebut penulis membahas tentang 3 hal penting yang tertuang dalam
karya King yang berjudul “Astronomy in the Service of Islam”, antara
lain: berkaitan dengan kalender kamariah, waktu salat dan arah kiblat.
Penulis juga menjelaskan beberapa pembahasan mengenai pendapat
King tentang instrumen-instrumen astronomi Islam.
Dari pembahasan yang ada dapat dipahami tentang
perkembangan astronomi Islam pada masa kemasa terutama sejak abad
pertengahan Islam sampai saat ini. Bagaimana perkembangan astronomi
20
yang dimulai dari praktek tradisi masyarakat Islam berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah, menjadi sebuah realitas astronomi yang maju,
didasari oleh pengetahuan matematika dan fisika yang mumpuni.
Pembahasan ini sekiranya masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan penulis akan penterjemahan bahasa serta pembahasan yang
diambil hanya beberapa dari banyaknya jumlah karya yang dihasilkan
oleh David. A King. Semoga makalah ini dapat memberikasn sedikit
pengetahuan mengenai sosok David. A King, pemikiran serta kontribusi
yang telah dicapai dalam perkembangan sejarah astronomi Islam di
dunia.
21
Daftar Pustaka
David. A King, Curriculum Vitae dalam personal website,
http://www.davidaking.org/index.htm
Arwin Juli Rakhmadi, Khazanah Astronomi Abad Pertengahan,
(Purwokerto, UM Purwokerto Press, 2016), 315
David. A King, List of Publihing, Oktober 2017
David. A King, Folk Astronomy and Mathematical Astronomy dalam
“Science in the Service of Religion:the Case of Islam”, (Paris: Unesco, 1990),
246.
David A. King, “Reflections on Some New Studies on Applied
Science in Islamic Societies (8th – 19th Centuries)”, Islam & Science Journalsi
(2004), jil. 2, h. 43-56.
Mohd Zambri Zainuddin et al. “Pentafsiran Ilmu Astronomi dalam
Sorotan Sains Moden dan Islam”, Malaysian Journal of Science and
Technology Studies (2008), jil, 6
Darsa S, “Perhitungan Kalender Qomariyah dan Penentuan Awal
Bulan”, (Makalah Seminar Hisab dan Rukyat Menurut Tinjauan Astronomi dan
Fuqoha: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 27-28 November 1999)
Abdur Rachim, “Aspek Astronomi dalam Kalender Bulan dan
Kalender Matahari di Indonesia”, (Makalah Seminar Nasional: FMIPA Institut
Teknologi Bandung, 2005), 35.
David. A King, Mikat, dalam “Ensiklopedia of Islam”, (Leiden-New
York: E.J Brill, 1993), Vol VII, 28.
22
David. A King, Makka: As The Centre of The World, dalam “The
Encyclopedia of Islam”, (Leiden: E.J Brill, 1987), 20
1 G.S Hawkins & David. A King, “On The Orientation of The
Ka’bah”, Journal for the History of Astronomy, (1982), Vol XIII, 303-312.
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Cairo: Dar al Fikr al Araby), 241.
David. A King, The Astronomy of The Mamluks a Brief Overview,
dalam “Islamic Mathematical Astronomy”, (London, Variorun Reprints, 1986)
80. David. A King, Zidj, dalam “The Encyclopedia of Islam”, (Leiden-
New York: E.J. Brill, 1993), Vol XI, 496 .
David. A King & E.S Kennedy, Ibn al-Majdi’s Table for Calculating
Ephemerides, dalam “Islamic Mathematical Astronomy”, (London: Variorun
Reprints, 1886), 49-68.