pemicu 2 ho

52
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI PEMICU 2 KELOMPOK DISKUSI 7 1. Yohanes Malindo I1111036 2. M. Erwan Syuryaja I11111073 3. Ivo Afiani I11112017 4. Quratul Aini I11112021 5. Ridha Rahmatania I11112027 6. Eko Kunaryagi I11112036 7. Hendri Saputra I11112043 8. Elsa Restiana I11112057 9. Yehuda Lutfi Wibowo I11112066 10. Riko Kuswara I11112068 11. Anatria Amyrra Iqlima I11112078 12. Dea Erica I11112081 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Upload: elsa-restiana

Post on 18-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSIMODUL HEMATOLOGI DAN ONKOLOGIPEMICU 2

KELOMPOK DISKUSI 71. Yohanes MalindoI11110362. M. Erwan SyuryajaI111110733. Ivo Afiani I111120174. Quratul Aini I111120215. Ridha RahmataniaI111120276. Eko Kunaryagi I111120367. Hendri Saputra I111120438. Elsa Restiana I111120579. Yehuda Lutfi Wibowo I1111206610. Riko KuswaraI1111206811. Anatria Amyrra IqlimaI1111207812. Dea EricaI11112081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK2015

A. Pemicu 2Seorang pria Tn. HO berusia 50 tahun, datang ke UGD suatu RS dengan keluhan lemah, lekas lelah/capek, kulit tampak pucat dan kadang mengalami keringat dingin malam hari. Pria tersebut juga merasakan perut mulai terasa penuh membesar sejak 4 bulan sebelum berobat ke Rumah Sakit. Ia juga mengeluhkan napas kadang sering terasa sesak, terutama saat posisi bersujud. Selain itu, kadang di dapatkan rasa nyeri pada ibu jari tangan sejak 1 bulan yang lalu. Sejak 5 kubulan yang lalu, badan dirasakan sering lemas, cepat lelah dan nafsu makan menurun. Menurut pengakuannya berat badan turun 15 kg dalam setengah tahun terakhir.

Pemeriksaan FisikTD 100/70 mmHg, Nadi 96x/menit, respirasi 32x/menit, suhu 36,8oC.BB: 65 kg TB: 166 cm, kesadaran compos mentis. Tampak sakit sedang.Mata: refleks pupil (+), isokor, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterikJantung: bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallopParu: sonor, suara vesikuler, tidak terdapat rhonki maupun wheezingAbdomen: hepar teraba 2 cm di bawah arcus costa. Lien teraba Schuffner VIEkstermitas : akral hangat, tidak terdapat edema tungkai maupun paresis

B. Definisi dan KlarifikasiSchuffner adalah garis yang menghubungkan SIAS kanan melewati umbilicus sampai arkus aorta sinistra (digunakan untuk mengukur pembesaran spleen/lien)

C. Kata Kunci Laki-laki 50 th Lemah, mudah lelah/capek Keringat dingin malam hari Hepatosplenomegali Nyeri ibu jari tangan Penurunan berat badan

D. Rumusan MasalahLaki-laki 50 tahun dengan penurunan berat badan drastic mengeluh lemah, cepat lelah/capek, kulit tampak pucat dan kadang mengalami keringat dingin malam hari serta pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatosplenomegali.

E. Analisis Masalah

Laki-laki 50 th

Pem. FisikAnamnesis

Mata: normalJantung: normalParu: normalAbdomen: hepatosplenomegaliEkstermitas: normalPerut terasa penuh, membesarNyeri pada ibu jariSesak saat sujudNafsumakan menurunLemahcepat capek/lelahKulit tampak pucatKeringat malam hariPenurunan berat badan

DD:LGK (CML)MyelofibrosisLeukemia limfositik kronikPolisitemia VeraAnemia aplastikAnemia hemolitik

Pem. Penunjang

Tatalaksana

F. HipotesisLaki-laki 50 tahun mengalami leukemia granulositik kronik (LGK).

G. Pertanyaan Diskusi1. Leukemia 2. Keganasan Hematologi 3. Jelaskan mengenai leukemia granulositik kronik4. Jelaskan mengenai myelofibrosis dengan metaplasia myeloid5. Jelaskan mengenai polisitemia vera6. Jelaskan mengenai anemia aplastik dan hemolitik 7. Bagaimana pemeriksaan lien? 8. Mengapa pada pasien mengalami sesak nafas saat sujud? 9. Mengapa ada pasien mengalami penurunan BB? 10. Apa yang menyebabkan nyeri pada ibu jari?11. Mengapa pasien mengalami hepatosplenomegali? 12. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pada pasien? H. Pembahasan Leukemia1,2,3DefinisiLeukimia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplasitik dari sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukimia. Leukemia adalah keganasan yang ditandau dengan proliferasi sel imatur (sel leukemik) di sumsum tulang, darah tepi dengan infiltrasi organ hati, limpa, dan kelenjar limfe. Proliferasi sel imatur mengakibatkan penumpukan sel leukemik di dalam sumsum tulang dengan akibat fungsi hematopoesis dan trombopoesis tertekan. Proliferasi sel imatur biasanya disertai dengan penurunan apoptosis.

KlasifikasiSecara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :

Leukemia Akut Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.32 Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.a. Leukemia Limfositik Akut (LLA) LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.b. Leukemia Mielositik Akut (LMA) LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).20 Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

Leukemia Kronik Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK) LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK) LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.

Gejala KlinisGejala leukemia bergantung pada jumlah sel leukemia dan dimana sel leukemia tersebut terkumpul dalam tubuh. Orang dengan leukemia kronik dapat tidak memiliki gejala. Seorang dokter sering menemukan penyakit tersebut dalam pemeriksaan darah rutin secara tidak sengaja. Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:1. Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).

2. PerdarahanKetika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan salah satunya di jaringan kulit (banyaknya bintik merah lebar/kecil dijaringan kulit).3. Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang dibentuk tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.4. Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) didesak padat oleh sel darah putih.5. Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.6. Pembengkakan Kelenjar Limfe. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar limfe, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar limfe bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.

Keganasan Hematologi4Klasifikasi1. Proposed WHO classification of Myeloid Neoplasms-Myeloproliferative Disease-Myelodysplastic/myeloproliferative Diseases-Myelodysplastic Syndromes-Acute Myeloid Leukemia-Acute Biphenotypic Leukemias2. Proposed WHO classification of Lymphoid Neoplasms -B-Cell Neoplasms-Precursor B-cell neoplasm-Mature (peripheral) B-cell neoplasms-T and NK-Cell Neoplasms-Precursor T-cell neoplasm-Mature (peripheral) T-cell neoplasms-Hodgkins Lymphoma (Hodgkins Disease)3. Mast Cell Diseases4. Histiocytic and Dendritic-Cell Neoplasms-Macrophage/histiocytic neoplasm-Dendritic-Cell Neoplasms5. Plasma Cell Disorders : Subtypes and Variants6. Immunosecretory Disorders (Clinical Manifestations of Diverse Lymphoid Neoplasms)

Leukemia Granulositik Kronik2,3,5,6,7DefinisiLGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. Bentuk leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan tidak teratur dari sel myeloid didalam sumsum tulang dan terakumulasi di dalam darah. Tipe penyakit myeloidproliferasi yang dihubungkan dengan adanya translokasi kromosom 9 dan 22.

EpidemiologiLGK menyumbang 20% dari semua leukemia mempengaruhi orang dewasa. Leukemiajenis ini sering menyerang individu setengah baya. Penyakit ini jarang terjadi pada individu yang lebih muda. Pasien yang lebih fase akselerasi atau krisis blast. Leukemia jenisini dapat muncul sebagai penyakit onset baru pada orang tua. Laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan wanita yaitu 1.4:1. Usia rata-rata pasien dengan CML adalah 66 tahun. Namun, sebagian besar pasien yang dirawat studi terapi medis yang berusia 50 sampai 60 tahun (median: sekitar 53 tahun). Pasien transplantasi sumsum tulang (BMT) studi biasanya lebih muda (median usia: sekitar 40 tahun).

PatofisiologiLGK dianggap sebagai suatu gangguan mieloproliferatif karena sumsum tulang hiperselular dengan proliferasi pada semua garis diferensasi sel. Julah granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm. Walaupun pematangannya terganggu, sebagian besar sel tetap menjadi matang dan berfungsi. Pada 85% kasus, terdapat kelaianan kromosom yang disebut kromosom philadelphia. Kromosom philadelphia merupakan suatu translokasi dari lengan panjang kromosom 22 ke kromosom 9. Kelainan kromosom ini mempengaruhi sel induk hematopoetik dan karena terdapat pada garis sel mieloid, serta beberapa garis limfoid.

Gejala KlinisPasien biasanya asimptomatik saat diagnosis, dengan kenaikan jumlah leukosit pada pemeriksaan laboratorium rutin. Gejala klinis dari LGK dapat berupa: malaise, demam yang tidak terlalu signifikan, gout, kenaikan rerata infeksi, anemia, dan trombositopenia dengan memar yang ringan (meskipun kenaikan jumlah trombosit (trombositosis) juga dapat terjadi dalam keadaan LGK). Splenomegali seringkali terjadi.LGK dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Biasanya pada fase kronis LGK ditemukan secara kebetulan, mis pada saat persiapan operasi. Ditemukannya leukositosis hebat tanpa gejala infeksi. Pada fase kronis, terjadi pembesaran limpa, sehingga pasien sering mengeluh kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Timbul nyeri diperut kanan atas. Keluhan lain yaitu rasa cepat lelah, lemah badan, demam yg tidak tinggi, keringat malam. Penurunan BB (terjd stlah penyakit berlangsung lama), keluhan ini akibat dari hipermetabolisme akbat prolierasi sel2 leukimia. Setelah 2-3 tahun, penyakitnya menjadi progresif atau akselerasi dengan tanda leukositosis yg sulit dikontrol oleh obat2 mielosuprsif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan trombosit 50 x 109 /L dan kadang kadang >500 x 109/L.b. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.c. Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.d. Anemia mula mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat normokromik normositer.e. Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.f. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah2. Sumsum Tulang.Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.3. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.5. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr abl pada 99% kasus.6. Kadar asam urat serum meningkat.

Pemeriksaan PenunjangHapusan Darah TepiPada CML, peningkatan granulosit matang dan jumlah limfosit normal (persentase rendah karena dilusi dalam hitungan diferensial) menghasilkan jumlah leukosit total 20,000-60,000 sel/uL. Kenaikan ringan pada basofil dan eosinofil terjadi dan menjadi lebih menonjol selama masa transisi ke leukemia akut. Proses apoptosis neutrofil matang/granulosit mengalami penurunan (kematian sel terprogram), mengakibatkan akumulasi sel berumur panjang dengan enzim yang rendah atau tidak ada, seperti alkalin fosfatase (ALP). Akibatnya, pada pengecatan alkali fosfatase leukosit sangat rendah bahkan tidak ada pada sebagian besar sel, menghasilkan skor rendah.Darah perifer pada pasien dengan CML menunjukkan gambaran darah khas leukoeritroblastik, dengan sirkulasi sel dewasa dari sumsum tulang (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Hapusan Darah Tepi Pasien CML. Fillm blood pada perbesaran 400x menunjukkan leukositosis dengan kehadiran sel-sel prekursor dari garis keturunan myeloid. Selain itu, basophilia, eosinofilia, dan trombositosis dapat dilihat.

Fase transisi atau akselerasi CML ditandai dengan penurunan respon terhadap terapi obat myelosuppressive, munculnya sel-sel blast perifer (15%), promyelocytes ( 30%), basofil ( 20%), dan penurunan trombosit jumlah sampai kurang dari 100.000 sel/uL. Promyelocytes dan basofil ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Transisi. Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan promyelocyte, eosinofil, dan basofil

Gambar 2.5 Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Blast Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan garis keturunan granulocytic keseluruhan, termasuk eosinofil dan basofil a. Courtesy of U.

Tanda-tanda transformasi atau fase akselerasi pada pasien dengan CML adalah penurunan respon terhadap obat-obatan myelosupresi atau interferon, meningkatnya sel blast dalam darah tepi dengan basophilia dan trombositopenia tidak berhubungan dengan terapi, kelainan sitogenetika baru, dan meningkatnya splenomegali dan myelofibrosis. Di sekitar dua pertiga kasus, sel blast yang ditemukan adalah myeloid. Namun, pada sepertiga kasus sisanya, sel blast yang ditemukan memperlihatkan fenotipe limfoid, bukti lebih lanjut dari sifat sel induk penyakit asli. Kelainan kromosom tambahan biasanya ditemukan pada saat fase blast krisis, termasuk tambahan Ph translokasi kromosom atau lainnya. Sel myeloid awal seperti myeloblasts, mielosit, metamyelocytes, dan berinti sel darah merah yang biasa hadir dalam hapusan darah, meniru temuan di sumsum tulang. Kehadiran sel-sel progenitor yang berbeda midstage membedakan CML dari leukemia myelogenous akut, di mana leukemic gap (maturation arrest) atau hiatus ada dan menunjukkan adanya sel-sel ini. Anemia ringan sampai anemia sedang sangat umum pada saat diagnosis dan biasanya normokromik normositik dan. Jumlah trombosit pada diagnosis bisa rendah, normal, atau bahkan meningkat pada beberapa pasien (> 1 juta pada beberapa).

Analisis Sumsum TulangSumsum tulang bersifat hypercellular, dengan perluasan lini sel myeloid (misalnya, neutrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitornya. Megakaryocytes (lihat gambar di bawah) yang menonjol dan dapat ditingkatkan. Fibrosis ringan sering terlihat pada pengecatan reticulin.

Gambar 2.6 Hapusan Sumsum Tulang Pasien CML. Sumsum tulang Film pada perbesaran 400x menunjukkan dominasi jelas granulopoiesis. Jumlah eosinofil dan megakaryocytes meningkat.

Pemeriksaan sitogenetik pada sel sumsum tulang, dan darah bahkan perifer, harus mengungkapkan kromosom khas Ph1, yang merupakan translokasi resiprokal antara kromosom dari bahan kromosom 9 dan 22 (lihat gambar di bawah). Ini adalah ciri khas CML, ditemukan di hampir semua pasien dengan penyakit dan terdapat sepanjang perjalanan klinis seluruh CML.

Gambar 2.7 Philadelphia kromosom. Kromosom Philadelphia, yang merupakan kelainan karyotypic diagnostik untuk leukemia myelogenous kronis, akan ditampilkan dalam gambar ini dari kromosom banded 9 dan 22. Yang ditampilkan adalah hasil dari translokasi resiprokal 22q ke lengan bawah 9 dan 9q (c-ABL pada wilayah klaster breakpoint tertentu [bcr] kromosom 22 ditandai dengan panah). Selain itu, BCR chimeric / ABL messenger RNA (mRNA) yang menjadi ciri khas CML dapat dideteksi oleh polymerase chain reaction (PCR). Ini adalah tes sensitif yang hanya memerlukan beberapa sel dan berguna dalam memantau penyakit sisa minimal (MRD) untuk menentukan efektivitas terapi. BCR-ABL transkrip mRNA juga dapat diukur dalam darah perifer.Analisis karyotypic sel sumsum tulang memerlukan keberadaan sel yang membelah tanpa kehilangan viabilitas karena bahan mensyaratkan bahwa sel masuk ke mitosis untuk mendapatkan kromosom individu untuk identifikasi setelah banding. Proses pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang memerlukan keahlian analis.Teknik baru fluoresensi hibridisasi in situ (IKAN) menggunakan probe yang berlabel hibridisasi baik kromosom metafase atau inti interfase, dan probe hibridisasi terdeteksi dengan fluorochromes. Teknik ini merupakan cara yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi kelainan struktural numerik dan berulang. (Lihat gambar di bawah.)

Gambar 2.8 Fluoresensi hibridisasi in situ menggunakan unik-urutan, DNA probe ganda fusi untuk bcr(22q11.2) dengan warna merah dan c-ABL (9q34) gen daerah di hijau. Para bcr normal / ABL fusi hadir di Philadelphia kromosom-positif sel-sel dalam kuning (kanan panel) dibandingkan dengan kontrol (panel kiri).

Dua bentuk mutasi BCR / ABL telah diidentifikasi. Ini bervariasi sesuai dengan lokasi dari daerah mereka bergabung pada domain bcr 3'.Sekitar 70% pasien yang memiliki 5 'breakpoint DNA memiliki pesan RNA b2a2, dan 30% pasien memiliki 3' breakpoint DNA dan pesan RNA b3a2. Yang terakhir ini dikaitkan dengan fase kronis lebih pendek, kelangsungan hidup lebih pendek, dan trombositosis. CML harus dibedakan dari Ph1-negatif dengan hasil PCR negatif untuk BCR / ABL mRNA. Penyakit ini termasuk gangguan myeloproliferative lain dan leukemia myelomonocytic kronis, yang sekarang diklasifikasikan dengan sindrom myelodysplastic.Kelainan kromosom tambahan, seperti kromosom Ph1-positif tambahan atau ganda atau trisomi 8, 9, 19, atau 21, 17 isochromosome, atau penghapusan kromosom Y, telah digambarkan sebagai pasien memasuki sebuah bentuk transisi atau fase percepatan krisis blast.Pasien dengan kondisi selain CML, seperti yang baru didiagnosis leukemia limfositik akut (ALL) atau leukemia nonlymphocytic, mungkin juga mempunyai kromosom Ph1. Beberapa menganggap pasien ini ada dalam fase blastic CML tanpa fase kronis. Kromosom ini jarang ditemukan pada pasien dengan gangguan myeloproliferative lain, seperti polisitemia vera atau thrombocythemia esensial, tetapi ini mungkin kondisi misdiagnosis leukemia myelogenous kronis (CML). Hal ini jarang diamati dalam sindrom myelodysplasticTatalaksanaSebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik.Satu-satunya kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika dilakukan pada fase akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: mengurangi rasa tidak nyaman di perut, meningkatkan jumlah trombosit, mengurangi kemungkinan dilakukannya tranfusi.

KomplikasiLeukemia granulositik kronik (LGK) dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu: Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses terapi LGK juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada keadaan LGK dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang pesat. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif. Kematian.Myelofibrosis dengan Metaplasia Myeloid8-18PatofisiologiPada tahun 1951, Dameshak mengelompokkan mielofibrosis dalam CMPD bersama dengan CML, PV, dan ET karena klinis dan morfologi yang hampir sama. Semua memperlihatkan adanya hiperplasia sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak tergantung rangsangan fisiologis, suatu fase adanya kenaikan konsentrasi sel darah dalam sirkulasi, tendensi fibrosis sumsum tulang, dan suatu tendensi terhadap terminasi leukemia akut. Semua gambaran CMPD yang muncul, adalah suatu mutasi somatik sel stem hematopoiesis pluripoten.Adanya mutagen diperkirakan sebagai faktor pencetus yang menghasilkan hemopatia klonal pada mielofibrosis. Kelainan kromosom seperti 9p, 20q-, 13q-, trisomi 8 atau 9, atau trisomi parsial 1q dapat ditemukan pada pasien mielofibrosis, tetapi tidak terdapat abnormalitas sitogenetik yang spesifik terhadap penyakit ini. Perubahan tingkat molekular terjadinya mielofibrosis belum jelas, sampai sekarang masih dalam penelitian. Perkembangan mielofibrosis mungkin berhubungan dengan abnormalitas gen p53 atau gen ras. Pada sekitar 45% pasien mielofibrosis memperlihatkan mutasi JAK2 V617F. Mielofibrosis merupakan reaksi sekunder terhadap hemopatia klonal.Beberapa Kondisi yang Memungkinkan Terjadinya Mielofibrosis

Kondisi Neoplastik Acute leukemiaChronic myelogenous leukemiaHairy cell leukemiaHodgkin diseaseLymphomaMultiple myelomaMyelodysplasiaMetastatic carcinomaPolycythemia veraSystemic mastocytosisKondisi Non Neoplastik HIV infectionHyperparathyroidismRenal osteodystrophySLETuberculosisVitamin D deficiencyThorium dioxide exposureGray platelet syndrome

Sel fibroblas mensekresi kolagen yang akan diakumulasi. Sel ini normal dan bersifat poliklonal. Mereka distimulasi oleh sitokin yang dibebaskan dari megakariosit neoplastik dan dari klonal sel hemopoietik yang dikembangkan lainnya. Perusakan dan sintesis kolagen terjadi sehingga adanya konsentrasi prokolagen (hasil pemecahan kolagen) merupakan petanda sintesis kolagen baru yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit tersebut. Kolagen ditimbun dalam ruang ekstraselular dan elemen vaskular dalam sumsum tulang. 4 dari 5 tipe kolagen terdapat disini. Kolagen tipe 1 dan 3 merupakan komponen fibrosis utama pada mielofibrosis. Timbunan kolagen meningkat setara dengan lamanya penyakit. Pada mielofibrosis, vaskularisasi meningkat. Luasnya neovaskularisasi ini berhubungan dengan luasnya penyakit dan mungkin hal ini penting terhadap timbulnya fibrosis. Transforming Growth Factor (TGF)- sebagai mediator utama terhadap akumulasi kolagen pada mielofibrosis. Sitokin ini disintesa oleh megakariosit dan sel endotel seperti halnya pada sistem monosit-makrofag. TGF- juga stimulus yang poten terhadap angiogenesis.Peningkatan vaskularisasi ini akibat adanya neoangiogenesis karena rangsangan faktor angiogenetik yang dipicu adanya sel ganas. Faktor angiogenetik tersebut adalah basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), yang akan memicu sel endotel untuk migrasi, proliferasi, dan membentuk jaringan pembuluh darah pada tempat tersebut. Distribusi hematopoiesis ekstramedular pada mielofibrosis melibatkan liver dan limpa. Ruangan ekstramedular ditumbuhi pindahan sel hematopoiesis.

DiagnosisSalah satu petunjuk awal untuk diagnosis mielofibrosis dengan metaplasia myeloid adalah myelophthisis darah, suatu kondisi yang ditandai oleh adanya leukoerythroblasts (granulosit matang dan sel darah merah berinti) dan sel darah merah tetesan air mata berbentuk. Penyebab yang mendasari dari leukoerythroblastosis dan produksi sel darah merah berbentuk teardrop mungkin terkait dengan hematopoiesis sinusoidal intramedulla di sumsum tulang dan metaplasia myeloid dari limpa. Dalam kasus apapun, myelophthisis juga dapat terjadi pada gangguan lain yang mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan fibrosis sumsum tulang. Ini termasuk leukemia myeloid kronis, sindrom myelodysplastic, kanker metastatik, limfoma, penyakit Hodgkin, dan diskrasia sel plasma.Oleh karena itu, pemeriksaan sumsum tulang dengan metode sitogenetika sangat penting dalam kasus myelophthisis untuk mengecualikan ini diagnosis alternatif. Pada pasien dengan mielofibrosis dengan metaplasia myeloid, sumsum tulang tidak mudah disedot (sering mengakibatkan keran kering). Temuan yang khas dalam spesimen biopsi inti fibrosis medula, hiperplasia dysplasticmegakaryocyte, osteosclerosis, dan dilatasi sinusoid sumsum disertai dengan hematopoiesis intravaskular. Fibrosis kolagen mungkin lebih baik diperkirakan dengan impregnasi perak atau pewarnaan trichrome. Pemeriksaan morfologi hati dari sumsum tulang diperlukan untuk menyingkirkan, antara diagnosis lain, sindrom myelodysplastic dengan mielofibrosis dan mielofibrosis akut.

TatalaksanaPenatalaksanaan penderita terdiri dari terapi medis, transplantasi sumsum tulang, splenektomi dan terapi radiasi. Terapi medis sebaiknya tidak diberikan sampai penderita mengalami gejala oleh karena tidak memperbaiki angka kelangsungan hidup penderita. Bentuk terapi medis yang dimaksud adalah pemberian transfusi packed red cell/PRC, preparat androgen (dengan fluoxymesterone atau danazol), glukokortikoid (prednison), asam folat, eritropoitin, kemoterapi (dengan hidroksiurea dosis rendah, busulfan atau 6-tioguanin) dan thalidomide.Transplantasi sumsum tulang sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita berusia 36 ml / kg, perempuan > 32 ml / kg 2. Saturasi Oksigen > 92 % 3. Splenomegali1. Trombositosis > 400.000 / mm3 2. Lekositosis > 12.000 / mm3 3. Aktivasi Alkali fosfatase lekosit >100 ( tanpa ada demam / infeksi ) 4. B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) > 2200 pg / ml

DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA 1. 3 kriteria mayor, atau 2. 2. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

Beberapa kriteria (alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang sensitif, sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik Polisitemia Vera sebagai berikutKriteria kategori A : A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal. A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder. A3. Splenomegali A4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal ).

Kriteria kategori B : B1. Trombositosis : 400.000/mm3 B2. Leukositosis : 12.000/mm 3 (tidak ada infeksi). B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi B4. Penurunan serum eritropoitin.

Diagnosis Polisitemia Vera : Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B.

Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005, maka diusulkan pemeriksaan JAK2 sebagai kriteria diagnosis Polisitemia Vera.

KomplikasiBerdasarkan pengalaman 50% dari pasien yang tidak dirawat meninggal dalam 18 bulan setelah serangan awal dari gejala, terutama yang berasal dari trombosis. Insiden trombosis vaskular yang tinggi pada kelainan ini ditandai dengan peningkatan volume darah peningkatan viskositas darah dan peningkatan jumlah platelet. Trombosis arteri atau vena dapat terlihat dalam frekuensi yang sama pada serebral, koronaria, mesentrik atau trombosis pulmonari dan juga dijumpai pada pembuluh darah kecil di kaki, retina dan vena portal. Selain itu juga terjadi perdarahan, perdarahan yg terjadi dari perdarahan intrakranial, gastrointestinal dan yang telah terjadi setelah menjalani berbagai prosedur pembedahan. Adanya ekimosis yang meluas, epitaksis dan perdarahan setelah prosedur teknik bedah minor juga dapat meinimbulkan masalah yang ekstrim. Dengan plebotomi saja angka harapan hidup lebih dari 12 tahun, tapi dengan terapi plebotomi saja akan meningkatkan terjadinya trombosis dalam 3 tahun pertama terapi, karena buruknya komplikasi plebotomi, peningkatan splenomegali, lekosit dan trombosit sebaiknya dipertimbangkan untuk diberikan terapi sitoreduksi yaitu Klorambusil dan 32P, walaupun dengan terapi sitoreduksi ini akan meningkatkan kejadian leukemia akut, sehingga PVSG menyarankan terapi dengan Hidroksiurea plus plebotomi untuk menurunkan kejadian trombosis dan leukemia akut.

Anemia Aplastik Dan Hemolitik3,27,28,29Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah. Anemia aplastik adalah Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan menimbulkan gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat, pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan dan palpitasi. Bila terjadi leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis yang paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahangusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain. Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Gambaran klinis pasien memperlihatkan kepucatan membran mukosa, ikterus ringan yang berfluktuasi, dan splenomegali.Pemeriksaan Lien30Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkungiga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner (disingkat denganS), yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi limpa dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450 ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, kemudian dilakukan deskripsi pembesarannya. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah limpa, maka harus diusahakan meraba insisuranya.Letakkan tangan kiri anda dibawah dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan tekan kearah depan. Dengan tangan kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa. Mulailah palpasi pada posisi limpa yang membesar. Suruh pasien nafas dalam kemudian usahakan meraba puncak atau pinggir dari limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.

Sesak Nafas Saat SujudPenderita sesak dapat disebabkan hal-hal berikut2: jumlah eritrosit dibawah normal sehingga kadar oksigen dalam tubuh berkurang adanya splenomegali sehingga dapat mendesak rongga dada jumlah leukosit yang sangat tinggi (> 100 ribu/mm3) sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri.gejala yang sering dijumpai pada keadaan leukostasis diantaranya yaitu sesak napas, nyeri dada, gangguan kesadaran dan priapismus.

Penurunan BBBanyak pasien kanker menderita penyusutan progresif lemak tubuh dan massa tubuh nonlemak, disertai melemahnya tubuh secara mencolok, anoreksia, dan anemia. Sindrom mengurusnya tubuh ini disebut kskeksia. Perburukan yang lambai ini biasanya diakhiri oleh timbulnya infeksi. Secara umum terdapat korelasi antara ukuran dan luas penyebaran kanker dengan keparahan kakeksia.Penyebab kakeksia pada kanker beragam. Anoreksia merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien kanker, bahkan pada mereka yang tidak menderita tumor di saluran cerna. Menurunnya asupan makanan dilaporkan berkaitan dengan kelainan pengecapan dan pada kontrol pusat nafsu makan, tetapi penurunan asupan kalori saja belum cukup untuk menjelaskan kakeksia pada keganasan. Pada pasien kanker, pengeluaran kalori tetap tinggi, dan laju metabolisme basal meningkat, walaupun asupan makanan berkurang. Hal ini berbeda dengan penurunan laju metabolisme yang terjadi sebagai respons adaptasi terhadap kelaparan. Dasar dari berbagai kelainan metabolik ini masih belum sepenuhnya dipahami. Faktor tertentu di dalam darah misalnya TNF dan IL-1, yang dikeluarkan oleh makrof ag aktif, mungkin berperan. TNF menekan nafsu makan dan menghambat kerja lipoprotein lipase, yang menghambat pembebasan asam lemak bebas dari lipoprotein. Suatu faktor pemobilisasi protein yang menyebabkan terurainya protein otot rangka melalui jalur ubikuitin-proteosom pernah ditemukan dalam serum pasien kanker. Pada hewan sehat, penyuntikan zat ini menyebabkan penurunan berat akut tanpa menimbulkan anoreksia. Molekul lain dengan efek lipolitik juga dapat ditemukan. Belum ada pengobatan yang memuaskan bagi kakeksia kanker selain menghilangkan penyebab yang mendasari, yaitu tumornya.31

Nyeri Pada Ibu Jari32Nyeri pada ibu jari kemungkinan disebabkan adanya Gout. Gout merupakan gejala klinis yang dapat muncul pada leukemia granulositik kronik. Gout disebabkan oleh hiperurisemia akibat pemecahan purin yang berlebihan.Hepatosplenomegali2,7,5Splenomegali terjadi karena peningkatan fungsi limpa untuk menyaring sel darah dan menyingkirkan sel yang abnormal dan teradinya infiltrasi sel-sel ganas. Splenomegali dapat disebabkan oleh kongesti vascular akibat peningkatan tekanan vena, histiofagositik hyperplasia, infiltrasi seluler yang lain atau karena adanya sel darah merah yang tidak normal seperti sickle cell atau antibody-coated red cells pada anemia hemolitik autoimun yang tidak dapat difagosit oleh sel-sel mononuklear seperti pada limpa yang normal.Pembesaran limpa ini akan mendesak lambung sehingga menyebabkan penderita mengeluh cepat kenyang dan mual. Hepatomegali dan splenomegali didapatkan dari seluruh jenis leukemia baik akut maupun kronik. Organomegali ini disebabkan adanya infiltrasi sel blast ke lien atau hepar, sehingga terjadi perbesaran. Harus dilakukan pemeriksaan lanjutan jika ingin mengetahui diagnosis sebenarnya. Namun, bila ditemukan terjadi hepatomegali, perlu dihubungkan pula dengan kemungkinan pembesaran hati karena penyakit lain, seperti pada hepatitis.Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan

I. Daftar Pustaka1. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta; 2003.2. Sudoyo, W. A.dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat, EGC. Jakarta; 2006.3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia. Dalam Buku Hematologi.Edisi 4.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 20024. WHO. International Classification of Disease for Oncology. Third Edition; 20135. Price, A Sylvia dan Lorraine, M Wilson. Pathophysiology: clinical concepts of disease processes. EGC: Jakarta; 2005.6. Hehlmann R, Hochhaus A, Baccarani M; European LeukemiaNet Chronic myeloid leukaemia;20077. Fadjari H. Leukemia Granulositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta; 20078. Casciato DA. Myeloproliferative disorder. In: Casciato DA, editor. Manual of clinical oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.496-513.9. Vardiman JW. The World Health Organization (WHO) classification of the myeloid neoplasms. Blood; 2002;100:2292-302.10. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Diseases. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons Principles of Internal Medicine volume I. 17th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 674-5.11. Clark AD, Williams WL. Myelofibrosis. Wintrobes Clinical Hematology. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.2273-84.12. Spivak JL. Polycythemia vera and other mieloproliferative diseases. In: Kasper DL et al, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.p.626-31.13. Greer JP et al. Acute Myeloid Leukemia in Adults. In Wintrobes Clinical Hematology. 11th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin, 2096-142.14. DiBella, N.J., Silverstein, M.N. & Hoagland, H.C. Effect of splenectomy on teardrop shaped erythrocytes in agnogenic myeloid metaplasia. Arch Intern Med; 1997: 137:380-1.15. Casciato DA. Myeloproliferative disorder. In: Casciato DA, editor. Manual of clinical oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.496-513.16. Clark AD, Williams WL. Myelofibrosis. Wintrobes Clinical Hematology. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.2273-84.17. Leblond, P.F., Weed, R.I. The peripheral blood in polycythemia vera and myelofibrosis. Clinical Haematology; 1995: 4:353-71.18. Manoharan, A., Hargrave, M. and Gordan, S. Effect of chemotherapy on tear drop poikilocytes and other peripheral blood findings on myelofibrosis. Pathology; 1998: 20:7-9.19. Supandiman I, Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi Onkologi Medik; 2003: 83 - 90 20. Stuart B J,Viera AJ.Polycythemia Vera.Polycythemia :primary and Secundary.Practical diagnosis of hematologyc disordrers; 2000:3;221-227 Mazza, Joseph J.Classification. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical Hematology; 2002:3;93-98.21. Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Penerbit IPD FKUI; 2006:702-705.22. Altman arnold J. Polycytemia vera. http//www.emedecine.google.com. emedicine jurnal volume 2 number 9; 200123. Mazza, Joseph J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical Hematology; 2002: 3; 137-142.24. Tefferi A. Polycythemia Vera : A Comprehensive Review and Clinical Recommendations. Mayo Clin Proc; 2003 :78 :174 19425. Campbell PJ,Green AR.Management of Polycythemia Vera and Essential Thrombocythemia. American Society of Hematology; 2005;201-208.26. Supandiman I,Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi Onkologi Medik; 2003:83-90.27. Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. Aplastic Anemia : Review of28. Etiology and Treatment. Hospital Physician; 1999. P;46-52.29. Bakta, I Made Prof,dr. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC ;2006 : 97-107.30. Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition, Lippincott; 200331. Robbins, Kumar, dan Cotran. Buku Ajar Patologi: Neoplasma. Volume 1. Jakarta: EGC, 2007. h. 185-237.32. Junqueira, L. C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 1998. Histologi Dasar. Edisi 8. EGC. Jakarta