pemerintah provinsi jawa timur -...
TRANSCRIPT
- 1 -
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
TATA KELOLA BAHAN PUPUK ORGANIK
DI PROVINSI JAWA TIMUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong tumbuh kembangnya perekonomian
rakyat Jawa Timur melalui pengembangan dan penguatan sektor
pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, perlu
dilakukan upaya tata kelola bahan pupuk organik secara terpadu;
b. bahwa pengaturan mengenai tata kelola bahan pupuk organik
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan untuk memperbaiki
kesuburan tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman,
memperbaiki kualitas produk komoditas pertanian dan sekaligus untuk
pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Tata Kelola
Bahan Pupuk Organik di Provinsi Jawa Timur;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi
Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1950 tentang Perubahan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 3274);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
6. Undang-Undang
- 2 -
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establising The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 35);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 5068);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
3910);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020);
15. Peraturan
- 3 -
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati
Produk Rekayasa Genetik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4498);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/OT.140/8/2007
tentang Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang
Pertanian;
21. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor :
28 / Permentan / SR 130. / 5/ 2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk
Hayati Dan Pembenah Tanah;
22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 2 Seri D, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TATA KELOLA BAHAN PUPUK
ORGANIK DI PROVINSI JAWA TIMUR.
BAB I
- 4 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah daerah di
Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Tata kelola bahan pupuk organik, adalah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk mengoptimalkan sumberdaya dan
mengembangkan bahan pupuk organic, yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pendistribusian, pengawasan, dan
pengenaan sanksi.
5. Bahan pupuk organik adalah bahan organik yang berasal dari sisa
tanaman dan atau kotoran hewan dan atau yang diperkaya berbagai
macam sumber hayati yang bermanfaat memperkaya hara, bahan
organik tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
6. Alat pembuat bahan pupuk organik dan atau pupuk organik adalah alat
yang digunakan oleh Kelompok Tani, Gabungan kelompok tani,
Koperasi Tani untuk memproduksi bahan pupuk organik dan atau pupuk
organik.
7. Uji mutu bahan pupuk organik adalah analisis kandungan hara, mineral,
logam berat dan mikroba pathogen yang dilakukan di laboratorium
berdasarkan metode analisis yang ditetapkan.
8. Sertifikat hasil uji mutu adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh
lembaga yang terakreditasi untuk menyatakan bahwa produk telah
memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
9. Surat keterangan mutu adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh
lembaga uji mutu untuk menyatakan bahwa produk telah memenuhi
standar mutu yang ditetapkan.
10. Standar mutu bahan pupuk organic adalah kandungan bahan pupuk
organik yang diperkaya berbagai macam sumber hayati.
11. Uji efektivitas bahan pupuk organik adalah uji lapang atau rumah kaca
untuk mengetahui pengaruh dari bahan pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan atau produktivitas tanaman, efisiensi pemupukan,
dan atau peningkatan kesuburan tanah.
12. Persyaratan teknis minimal bahan pupuk organik adalah standar mutu
yang dipersyaratkan dan ditetapkan dalam peraturan ini.
13. Pengadaan bahan pupuk organik adalah kegiatan penyediaan bahan
pupuk organik berasal dari produksi dalam negeri.
14.Peredaran
- 5 -
14. Peredaran adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
penyaluran bahan pupuk organik di dalam negeri baik untuk
diperdagangkan maupun tidak.
15. Penggunaan adalah kegiatan pemanfaatan bahan pupuk organik oleh
pengguna.
16. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap
produksi, peredaran, penyimpanan dan penggunaan bahan pupuk
organik agar terjamin mutu dan efektivitasnya, serta tidak mengganggu
kesehatan manusia dan kelestarian fungsi lingkungan.
17. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok selanjutnya disingkat RDKK
adalah perencanaan dilaksanakan oleh kelompok tani dalam
menentukan rencana kebutuhan bahan pupuk organik, pupuk organik
dan anorganik dalam budidaya.
18. Standar Mutu Bahan Pupuk Organik selanjutnya disingkat SMBPO
adalah kandungan bahan pupuk organik yang diperkaya berbagai
macam sumber hayati dan telah memenuhi persyaratan teknis minimal
bahan pupuk organik.
19. Pertanian adalah budidaya pertanian dalam arti luas mencakup
subsektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan budidaya.
20. Kelompok Tani adalah kelompok usaha tani yang didirikan oleh dan
untuk petani yang mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan budidaya.
21. Gabungan Kelompok Tani adalah gabungan usaha tani yang didirikan
oleh dan untuk kelompok tani yang mencakup subsector tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan budidaya.
22. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas azas kekeluargaan.
23. Koperasi Tani adalah Badan Usaha yang didirikan oleh dan untuk petani
dan atau kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani yang
berusaha di sektor pertanian.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Tata kelola bahan pupuk organik dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab pemerintah;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keterpaduan
- 6 -
c. keterpaduan;
d. kemanfaatan;
e. kehati-hatian;
f. keadilan;
g. keberdayaan; dan
h. partisipatif.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Tata kelola bahan pupuk organik bertujuan:
a. melindungi setiap orang khususnya petani, dan atau konsumen di
wilayah Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan bahan pupuk organik
bermutu serta menghindari dari penyalahgunaan bahan pupuk organik
yang dapat mengancam kelangsungan kehidupan mahluk hidup dan
kelestarian ekosistem;
b. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kehidupan
manusia dan alam;
c. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; dan
d. mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik
secara bertahap dan bijak, sehingga terjadi keseimbangan pemakaian
bahan pupuk organic bermutu dan pupuk anorganik secara terencana
dan terpadu dalam rangka mewujudkan pembangunan pertanian
berkelanjutan.
BAB III
PENGADAAN
Pasal 4
(1) Pengadaan bahan pupuk organik hanya dapat dilakukan melalui
produksi dalam negeri.
(2) Pengadaan bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani atau
koperasi tani yang secara bertahap dan terencana, pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah daerah sampai menghasilkan bahan pupuk
organik bermutu.
(3) Kelompok tani atau gabungan kelompok tani atau koperasi tani yang
melakukan produksi atau pengadaan bahan pupuk organik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terdaftar pada dinas terkait
dan dinas yang berwenang setempat.
(4) Kelompok
- 7 -
(4) K elompok tani atau gabungan kelompok tani dalam merencanakan
kebutuhan pupuk yang seimbang melalui RDKK harus mencantumkan
kebutuhan bahan pupuk organik dan atau pupuk organik, pupuk
anorganik dalam setiap hektar.
Pasal 5
(1) Bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)
wajib memenuhi SMBPO.
(2) SMBPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
minimal petunjuk teknis bahan pupuk organik serta terjamin
efektivitasnya.
(3) Bahan pupuk organik yang diproduksi, harus berasal dari bahan pupuk
organik yang diperkaya dengan berbagai macam sumber hayati dan
telah memenuhi persyaratan teknis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu dan persyaratan teknis
minimal dan Bahan Pupuk Organik diatur lebih lanjut dengan dalam
Peraturan Gubernur.
Pasal 6
(1) Bahan organik yang masuk dan keluar wilayah Provinsi Jawa Timur
dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari instansi yang
berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara izin dari instansi yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dalam
Peraturan Gubernur.
BAB IV
PERSYARATAN PENDAFTARAN
Pasal 7
(1) Bahan pupuk organik yang akan dipergunakan untuk keperluan sektor
pertanian harus memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya
serta wajib didaftarkan kepada dinas yang berwenang.
(2) Bahan pupuk organik yang akan didaftarkan harus didasarkan atas hasil
pengujian mutu dan pengujian efektivitas dari lembaga penguji yang
telah distandarisasi dan atau diakreditasi atau yang telah ditunjuk oleh
pemerintah.
(3) Bahan pupuk organik harus dicantumkan dalam bentuk label.
Pasal 8
- 8 -
Pasal 8
(1). Permohonan pendaftaran bahan pupuk organik hanya dilakukan
kelompok tani, gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendaftaran bahan pupuk
organic sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dalam
Peraturan Gubernur.
BAB V
TATA CARA PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Permohonan Pengujian
Pasal 9
Permohonan pengujian bahan pupuk organik oleh kelompok tani, gabungan
kelompok tani, koperasi, koperasi tani dan atau distributor dilakukan secara
tertulis kepada dinas yang berwenang dilengkapi dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Pasal 10
(1) Dinas yang berwenang setelah menerima permohonan pengujian
berkewajiban melakukan proses administrasi lebih lanjut sesuai dengan
tata kerjanya.
(2) Apabila permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diterima, kepada Dinas yang berwenang diwajibkan untuk melakukan
pengujian mutu dan pengujian efektivitas bahan pupuk organik yang
didaftarkan.
(3) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, oleh
Dinas yang berwenang, diberitahukan kepada pemohon dengan
disertai alasan secara tertulis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan pengujian diatur dalam
Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
- 9 -
Bagian Kedua
Pengujian
Pasal 11
(1) Untuk menjamin bahan pupuk organik memenuhi standar mutu dan
terjamin efektivitasnya dilakukan dengan uji mutu dan uji efektivitas.
(2) Uji mutu dan uji efektivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap bahan pupuk organik yang pertama kali dimasukan
ke dalam wilayah Provinsi Jawa Timur.
(3) Uji mutu dan uji efektivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh lembaga pengujian yang terstandarisasi dan atau
terakreditasi.
(4) Untuk membantu uji mutu dan uji efektivitas bagi petani, kelompok tani,
gabungan kelompok tani dan koperasi tani perlu ditambah laboratorium
pengujian terstandarisasi dan atau terakreditasi oleh pemerintah di luar
laboratorium yang sudah ditunjuk.
(5) Penambahan laboratorium pengujian yang terstandarisasi dan atau
terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Gubernur.
(6) Ketentuan mengenai penunjukkan dan tata cara pengujian oleh
lembaga yang terakreditasi atau yang terstandarisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 12
(1) Lembaga penguji dalam melakukan pengujian menggunakan metode
pengujian mutu dan efektivitas bahan pupuk organik sesuai standar
mutu.
(2) Penilaian terhadap hasil uji mutu dan uji efektivitas didasarkan pada
standar mutu.
(3) Standar mutu bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 13
Pengambilan contoh dengan metode pengujian mutu dan pengujian
efektivitas bahan pupuk organik dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
kebutuhan dan atau perkembangan ilmu dan teknologi.
Pasal 14
- 10 -
Pasal 14
(1) Bahan pupuk organik yang memenuhi standar mutu dan efektivitas,
dinyatakan lulus uji oleh lembaga penguji sesuai dengan ketentuan lulus
uji efektivitas.
(2) Lembaga pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab atas hasil uji yang dilakukan sesuai dengan tatacara pelaporan
uji.
Bagian Ketiga
Pemberian Nomor Pendaftaran
Pasal 15
(1) bahan pupuk organik yang telah mendapat sertifikat dari lembaga
pengujian, sebelum diproduksi dan atau diedarkan harus diberikan
nomor pendaftaran.
(2) Untuk memperoleh nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pemohon menyampaikan hasil pengujian mutu dan efektivits
kepada kepala dinas yang berwenang untuk bahan pupuk organik
(3) Kepala Dinas yang berwenang paling lambat dalam jangka waktu
7 (tujuh) hari kerja sejak menerima hasil pengujian mutu dan efektivitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah selesai melakukan
penilaian dan memberikan jawaban diterima atau ditolak.
(4) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
sepanjang masih berproduksi.
(5) Perpanjangan jangka waktu berlakunya nomor pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan apabila bahan
pupuk organik masih memenuhi persyaratan mutu.
(6) Jangka waktu nomer pendaftaran setelah diperpanjang 1(satu) kali
untuk jangka waktu 5 (liama) tahun sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) berakhir, pemegang nomor pendaftaran harus memperbarui
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian nomor pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
BAB VI
BIAYA PENGUJIAN
Pasal 16
Biaya pengujian bahan pupuk organik ditetapkan sesuai Peraturan
perundang-undangan.
Pasal 17
- 11 -
Pasal 17
(1) Biaya pengujian mutu atau uji efektivitas yang dilakukan kelompok tani,
gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani dapat disubsidi dari
Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(2) Biaya pengujian mutu atau uji efektivitas yang dilakukan lembaga
pengujian swasta, ditetapkan oleh lembaga pengujian yang
bersangkutan.
(3) Tata cara pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada (1) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB VII
KEBUTUHAN PENGGUNAAN BAHAN PUPUK ORGANIK
Pasal 18
(1) Penggunaan bahan pupuk organik dan atau pupuk organik wajib
dilakukan petani dalam budidaya tanaman dengan komposisi berdasar
produktivitas lahan dan efisiensi biaya usaha tani guna mendorong
terwujudnya pelestarian lingkungan hidup.
(2) Kebutuhan penggunaan pupuk dalam budidaya tanaman direncanakan
berdasarkan kebutuhan dalam RDKK.
(3) Kebutuhan penggunaan banyaknya komposisi bahan pupuk organik,
pupuk organik dengan pupuk anorganik secara seimbang disetiap
kabupaten atau kota dan target waktu pencapaian kadar bahan organik
tanah minimal 5 persen diatur dalam Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PEREDARAN BAHAN PUPUK ORGANIK
Pasal 19
(1) Bahan pupuk organik, pupuk organik yang beredar harus memenuhi
standar mutu, terjamin efektivitasnya serta diberi label.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bahasa
Indonesia, paling kurang memuat nama dagang, jenis, volume bersih,
kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi tani dan/atau
distributor, nomor pendaftaran.
(3) Komposisi bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sesuai yang terdaftar.
(4) Label harus dicantumkan dalam kemasan kedap air, mudah dilihat dan
dibaca dengan jelas serta tidak mudah rusak.
(5) Peredaran
- 12 -
(5) Peredaran kebutuhan bahan pupuk organik merupakan satu kesatuan
manajemen pemupukan yang tidak terpisahkan dengan penggunaan
dosis pupuk organik dan pupuk anorganik
(6) Peredaran bahan pupuk organik bermutu yang diproduksi oleh
kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi tani dapat
menjangkau wilayah Kecamatan, Kabupaten / kota dan atau antar
Kabupaten / Kota dalam Provinsi.
(7) Pemerintah Daerah dapat mensubsidi bahan pupuk organik bermutu
dan atau pupuk organik yang diusahakan kelompok tani, gabungan
kelompok tani dan atau koperasi tani.
BAB IX
SISTEM INFORMASI
Pasal 20
(1) Pemerintah Provinsi mengembangkan sistem informasi bahan pupuk
organik untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan
perlindungan petani dan sumber daya alam.
(2) Sistem informasi bahan pupuk organik dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem informasi bahan pupuk organik paling sedikit memuat informasi
mengenai komposisi dan mutu bahan pupuk organik
(4) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
upaya memasyarakatkan penggunaan bahan pupuk organik dan pupuk
organik yang dapat dilakukan melalui penyuluhan, sekolah lapang,
media cetak dan atau elektronik.
BAB X
TUGAS DAN FUNGSI PEMERINTAH PROVINSI
Pasal 21
Pemerintah Provinsi bertugas menjamin terselenggaranya tata kelola
bahan pupuk organik yang baik dan berkelanjutan sesuai dengan asas dan
tujuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 22
Tugas pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dilaksanakan dengan fungsi untuk:
a. menetapkan kebijakan pengembangan bahan pupuk organik tingkat
provinsi;
b. menetapkan
- 13 -
b. menetapkan dan melaksanakan standar mutu bahan pupuk organik
tingkat provinsi;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber bahan
organik di provinsi;
d. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya bahan pupuk pada
tingkat provinsi;
e. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan di
bidang pengelolaan bahan pupuk organik;
f. mengoordinasikan dan melaksanakan pengembangan bahan pupuk
organik lintas kabupaten/kota;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah
kabupaten/kota di bidang tata kelola bahan pupuk organik;
h. mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antarkabupaten/kota serta penyelesaian
sengketa akibat penyalahgunaan bahan pupuk organik;
i. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan tata kelola bahan
pupuk organik;
j. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan tata kelola bahan pupuk organik;
k. mengelola informasi tata kelola bahan pupuk organik tingkat
provinsi;
l. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi
tata kelola bahan pupuk organik dan atau pupuk organik;
m. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan
kepada pengembang bahan pupuk organic dan atau pupuk organik;
n. menerbitkan izin tata kelola bahan pupuk organik.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 23
(1) Setiap kelompok tani , gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
berhak mengembangkan bahan pupuk organik.
(2) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
berhak mendapatkan pendidikan tata kelola bahan pupuk organik,
akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas bahan pupuk organik, dan atau pupuk organik.
(3) Setiap
- 14 -
(3) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan pengembangan bahan pupuk organik.
(4) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
berhak untuk berperan dalam pengembangan bahan pupuk organik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap kelompok tani , gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani
berhak melakukan pengaduan kepada instansi yang berwenang akibat
dugaan penyalahgunaan bahan pupuk organik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan dan instansi yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 24
Setiap kelompok tani , gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan pengembangan bahan pupuk organik
berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan mutu bahan pupuk organik
secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya bahan pupuk organik dan
c. menaati ketentuan tentang standar mutu bahan pupuk organik.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 25
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan sumber dan bahan baku bahan pupuk organik;
b. melepaskan produk rekayasa genetik untuk bahan pupuk organik
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. melakukan pembakaran bahan baku bahan pupuk organik kecuali
yang mengandung organisme yang membahayakan; dan/atau
d. mengedarkan bahan pupuk organik, pupuk organik dan atau pupuk
anorganik kepada petani, kelompok petani, gabungan kelompok tani
dan atau koperasi tani dengan cara pemaksaan yang terkait
penggunaan pupuk merek tertentu.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan
dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.
BAB XI
- 15 -
BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 26
(1) Masyarakat memiliki hak dan berkesempatan yang sama dan seluas-
luasnya untuk berperan aktif dalam pengembangan bahan pupuk
organik;
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam pengembangan bahan pupuk
organik;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan
dalm pengembangan bahan pupuk organik;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat
dalam pengembangan bahan pupuk organik;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial pengembangan bahan pupuk organik
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka pengembangan bahan pupuk organik dan atau pupuk
organik.
BAB XII
PEMBINAAN KELOMPOK TANI
Pasal 27
(1) Pembinaan kelompok tani dan penguatan anggota kelompok tani dan
atau gabungan kelompok tani dan atau koperasi tani dilakukan oleh
pemerintah atau dinas yang terkait.
(2) Pemerintah Daerah melalui Dinas yang terkait dan atau Dinas yang
berwenang wajib mengoptimalisasikan pembinaan kelompok dan
penguatan anggota kelompok tani, gabungan kelompok tani dan atau
koperasi tani dalam pembuatan bahan pupuk organik bermutu dan atau
sampai pembuatan pupuk organik bermutu secara masal yang
terencana dan terpadu.
(3) Untuk mempercepat produk bahan pupuk organik bermutu dan atau
pupuk organik bermutu secara massal, maka Pemerintah Daerah dapat
membantu alat pembuat bahan pupuk organik dan pupuk organik,
sumber hayati, laboratorium terstandarisasi dan atau terakreditasi,
diikuti sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan pendampingan secara
terencana dan berkelanjutan serta didukung data yang akurat.
(4) Pemerintah
- 16 -
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan dalam bentuk alat
pembuat pupuk organik bermutu bagi kelompok tani, gabungan
kelompok tani dan atau koperasi tani sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) yang telah memenuhi syarat dan telah mampu
membuat bahan pupuk organik bermutu dan atau siap menghasilkan
pupuk organik bermutu.
(5) Dinas dapat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi, Balai Penelitian
dan atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam melakukan transfer
Tekhnologi dan pendampingan terhadap Kelompok Tani, Gabungan
Kelompok Tani dan atau Koperasi Tani dalam pembuatan bahan pupuk
organik dan atau pupuk organik bermutu.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, optimalisasi pembinaan,
pemberian penghargaan kepada kelompok tani, gabungan kelompok
tani dan / atau Koperasi tani serta pola pembinaan terpadu antara
petani dengan peternak, guna menuju pembangunan pertanian
berkelanjutan diatur dalam Peraturan Gubernur.
BAB XIII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 28
(1) Pengawasan dilakukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
bahan pupuk organik dengan melindungi kelestarian fungsi lingkungan,
keanekaragaman hayati tanah, kepentingan konsumen/pengguna, dan
pelaku usaha.
(2) Pengawasan bahan pupuk organik pada tingkat pengadaan, peredaran
dan penggunaan dilakukan oleh instansi yang berwenang yang ditunjuk
oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan atas pengadaan, peredaran dan penggunaan bahan
pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpadu dan terkoordinasi.
(4) Kelompok Tani, gabungan kelompok tani, Koperasi Tani, Badan Usaha
yang melakukan pengadaan bahan pupuk organik wajib mengizinkan
Petugas Pengawas bahan organik, untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan di tempat usahanya.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
pengawas dari instansi yang berwenang yang telah ditunjuk oleh
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
- 17 -
Pasal 29
(1) Pengawas bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28, berwenang:
a. melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi bahan pupuk
organik;
b. melakukan pemeriksaan terhadap sarana tempat penyimpanan dan
cara pengemasan;
c. mengambil contoh bahan pupuk organik guna pengujian mutu;
d. memeriksa dokumen dan laporan;
e. melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan perizinan
pengadaan dan atau peredaran bahan pupuk organik.
(3) Dalam hal Pengawas bahan pupuk organik mempunyai dugaan kuat
bahwa telah terjadi pemalsuan dan/atau kerusakan pada bahan pupuk
organik yang beredar, Pengawas bahan organik dapat menghentikan
sementara peredaran bahan pupuk organik tersebut pada wilayah
kerjanya paling lama 30 (tiga puluh) hari untuk melakukan pengujian
mutu.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
berakhir dan belum mendapat keputusan mengenai adanya pemalsuan
dan atau kerusakan bahan pupuk organik maka tindakan penghentian
sementara peredarannya oleh pengawas bahan pupuk organik berakhir
demi hukum.
(5) Apabila dari hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diketahui bahwa bahan pupuk organik tersebut tidak sesuai dengan
label atau rusak, maka Pengawas Pupuk mengusulkan kepada
Bupati/Walikota setempat untuk menarik bahan pupuk organik tersebut
dari peredaran.
Pasal 30
(1) Pengawas bahan pupuk organik dapat ditunjuk sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata organisasi dan tata kerja
pengawasan diatur dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Sanksi Administrasi
Pasal 31
(1) Terhadap pengadaan dan peredaran bahan pupuk organik yang tidak
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam surat izin
dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi
- 18 -
(2) Sanksi adminsitrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. paksaan pemerintahan ; atau
d. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam
Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 32
(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat
penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah
provinsi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengembangan bahan pupuk organik diberi wewenang sebagai penyidik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengembangan bahan
pupuk organik;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang pengembangan bahan pupuk
organik;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengembangan bahan
pupuk organik;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengembangan bahan
pupuk organik;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
pengembangan bahan pupuk organik;
g. meminta
- 19 -
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang pengembangan bahan pupuk organik;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman
audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan,
dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya
tindak pidana;
(3) Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan penyidikan,
penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik
pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(5) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.disampaikan kepada penuntut umum.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 25 Peraturan Daerah ini
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50. 000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Selain ketentuan pidana atau denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dikenakan ketentuan pidana dalam peraturan perundang-
undangan.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Paraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
Pasal 35
- 20 -
Pasal 35
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 24 Maret 2011
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
PENJELASAN
- 21 -
Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 18 Juli 2011
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. RASIYO, M.Si
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 3 TAHUN 2011 SERI D.
Sesuai dengan aslinya
a.n. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
ttd.
SUPRIANTO, SH, MH
Pembina Utama Muda
NIP 19590501 198003 1 010
- 1 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
TATA KELOLA BAHAN PUPUK ORGANIK
I. UMUM
Kondisi tanah pertanian di Jawa Timur semakin tahun semakin
memprihatinkan bila ditinjau dari aspek kesuburan tanah. Kondisi ini ditunjukkan
adanya kandungan bahan organik semakin rendah yaitu rata rata kurang dari dua
persen. Di sisi lain petani sudah sangat tergantung kepada penggunaan pupuk
anorganik dalam melakukan budidaya tanaman pertanian. Kenyataan ini sangat
memperparah pendapatan petani, mengingat harga pupuk anorganik dari waktu ke
waktu semakin mahal dan bahkan sering peredaran/ distribusinya tidak tepat. Pada
tataran dan kondisi demikian sebagian besar petani membutuhkan perhatian atas
kebutuhannya mengelola bahan pupuk organik dari pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Oleh karena itulah, dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah perlu ada upaya
pemberian dan pengembangan bahan pupuk organik yang seimbang dengan pupuk
anorganik. Guna memenuhi kebutuhan itulah bahan pupuk organik sebenarnya
tersedia cukup banyak, baik yang berasal dari limbah padat, limbah cair maupun
sisa-sisa tanaman.
Dengan melihat kenyataan tersebut, maka limbah pertanian di suatu daerah
perlu diidentifikasi untuk menentukan apakah bahan tersebut mempunyai nilai
ekonomis atau tidak. Di samping itu, limbah pertanian dalam jumlah banyak dapat
menimbulkan masalah, terutama dalam pengangkutan dari lokasi produksi ke lokasi
pengguna. Apabila jumlah limbah yang dihasilkan hanya sedikit, maka biaya
pengangkutan akan menjadi mahal, meskipun bahan tersebut hampir tidak ada nilai
ekonomisnya di lokasi produksi.
Lebih dari itu, kandungan nutrisi suatu limbah pertanian tertentu, juga perlu
mendapat perhatian sesuai kebutuhan minimal ternak. Perbedaan kandungan nutrisi
antara limbah pertanian sangat beragam, disebabkan karena wilayah produksi,
musim dan proses untuk menghasilkan limbah tersebut. Menghadapi kenyataan
demikian tentu saja perlu dilakukan analisis kandungan nutrisi maupun alternatif
teknologi pengolahannya. Maksud dari pengembangan sistem integrasi ternak pada
areal pertanian adalah untuk menyusun rancangan terhadap upaya pemanfaatan
sumberdaya lokal secara optimal melalui pengembangan sistem dan tata kelola
bahan pupuk organik yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk meningkatkan
peranserta masyarakat petani dalam pembangunan pertanian dalam arti luas yang
produktif dan efisien.
Tujuan
- 2 -
Tujuan dari pengembangan tata kelola bahan pupuk organik pada akhirnya
adalah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
mengembalikan tingkat kesuburan tanah melalui pemanfaatan bahan organik yang
diproses menjadi bahan pupuk organik, memberdayakan petani miskin untuk
meningkatkan kesejahteraanya, serta juga untuk mengatisipasi adanya kegagalan
panen dan gejolak harga komoditas pertanian, sehingga hasil peternakan
diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif dan juga untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Sasaran dari integrasi ternak dengan areal pertanian diharapkan dapat
meningkatkan produksi bahan pupuk organik, meningkatkan pemanfaatan pupuk
organi, serta meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Konsep integrasi ini
diharapkan dapat menciptakan peluang pasar yang beragam, sehingga dapat
mengurangi kegagalan dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara lebih
efisien dan usaha tani berkelanjutan. Di samping itu, pemanfaatan dari integrasi
ternak dan pertanian dapat meningkatkan pendapatan dari hasill penjualan ternak,
dapat memanfaatkan pupuk organik untuk memupuk tanaman sendiri, pengurangan
penggunaan pupuk anorganik, sehingga mengurangi biaya produksi dan akhirnya
berdampak positif terhadap kesuburan tanah dan ketersediaan air dalam tanah serta
dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara rasional. Untuk itulah dalam
Peraturan Daerah ini dirumuskan secara tepat mengenai tujuan dari tata kelola bahan
pupuk organik yang meliputi:
a. Melindungi setiap orang khususnya petani, dan atau konsumen di wilayah
Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan bahan pupuk organik bermutu serta
menghindari dari penyalahgunaan bahan pupuk organik yang dapat mengancam
kelangsungan kehidupan mahluk hidup dan kelestarian ekosistem.
b. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kehidupan manusia dan
alam.
c. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; dan
d. Mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik secara
bertahap dan bijak, sehingga terjadi keseimbangan pemakaian bahan pupuk
organic bermutu dan pupuk anorganik secara terencana dan terpadu dalam
rangka mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan.
Oleh karena itu, bahan pupuk organik harus dilindungi dan dikelola dengan
baik berdasarkan asas tanggung jawab pemerintah, kelestarian dan keberlanjutan,
keterpaduan, kemanfaatan, kehati-hatian, keadilan, keberdayaan, dan partisipatif.
Melalui asas-asas ini diharapkan bahwa tata kelola bahan pupuk organik akan
dikembangkan dalam suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan
pemerintahan yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen
bagi pemberdayaan pertanian di Jawa Timur oleh instansi yang berwenang.
Oleh
- 3 -
Oleh karena itu, untuk menjamin itu semua Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui
organisasi perangkat daerahnya diberi tugas dan fungsi untuk mampu melakukan
tata pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan tata kelola bahan pupuk organik
dengan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang
memadai. Peraturan Daerah ini secara operasional membutuhkan dukungan
pengaturan yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur yang akan menjadi norma
pelaksanaan secara nyata di lapangan. Peraturan Gubernur ini akan bersifat sangat
dinamis sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia pertanian dengan
landasan hukum utama yang digariskan dalam Peraturan Daerah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab pemerintahan” adalah:
a. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjamin pemanfaatan bahan pupuk
organik yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat
terutama petani, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.
b. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjamin hak warga Jawa Timur untuk
mendapatkan bahan pupuk organik yang baik dan bermutu.
c. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencegah dilakukannya kegiatan tata
kelola bahan pupuk organik yang menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah
bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi
dengan melakukan upaya pelestarian fungsi lahan pertanian dcengan
memperbaiki kualitas lingkungan hidup dalam pelaksanaan tata kelola
bahan pupuk organik.
Huruf c
- 4 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa tata kelola
bahan pupuk organik dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah bahwa segala usaha
dan/atau kegiatan tata kelola bahan pupuk organik yang dilaksanakan
disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian
mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan mengelola bahan
pup[uk organik, karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan bahan pupuk organik.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa tata kelola bahan
pupuk organik harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap orang, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender di
Jawa Timur.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keberdayaan” adalah bahwa tata kelola
bahan pupuk organik harus memperhatikan dan mengembangkan potensi
serta mampu memberdayakan dunia pertanian yang sesuai dengan
karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya
masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota
masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan bahwa tata kelola bahan pupuk organik, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Pasal 3
- 5 -
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
- 6 -
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Penentuan biaya pengujian memang perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara dan keuangan
daerah maupun dana perimbangan. Oleh karena itu, penentuan biaya pengujian
akan dilakukan berdasarkan mulai Undang-Undang sampai dengan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur yang mengatur mengenai keuangan daerah. Hal ini
berarti pembiayaan dalam ketentuan ini akan bersentuhan pula pada
pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah secara memadai.
Pasal 17
Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu mengalokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memberikan subsidi bagi kepentingan
pengujian mutu dalan kerangka tata kelola bahan pupuk organik. Yang
dimaksud dengan “subsidi” di sini adalah kemudahan atau pengurangan beban
yang diberikan kepada setiap orang yang kegiatannya melakukan tata kelola
bahan pupuk organik sesuai dengan persyaratan dan tidak mengganggu fungsi
lingkungan hidup.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
- 7 -
Pasal 20
Sistem informasi bahan pupuk organik ini memuat, antara lain, keragaman
karakter ekologis, sebaran penggunaan bahan pupuk organik, sebaran
potensi sumber daya alam, dan sesuai dengan kearifan lokal.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,
kelompok tani atau gabungan kelompok tani.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
- 8 -
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR …. 3