pemerintah kabupaten bangka barat peraturan daerah kabupaten bangka barat nomor...

59
1 PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 151 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu diatur Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bangka Barat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

Upload: lediep

Post on 30-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2008

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 151 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu diatur Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bangka Barat;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

2

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4028);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomo 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4574);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);

3

17. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Intansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

dan

BUPATI BANGKA BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bangka Barat.

2. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

4

3. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Kepala Daerah adalah Bupati Bangka Barat.

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka Barat.

8. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

11. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang medasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

12. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

13. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

14. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.

15. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah.

16. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

5

17. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.

18. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

19. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.

20. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam prespektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiran maju.

21. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

22. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

23. Belanja adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

24. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan peundangan.

25. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

26. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan / atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

27. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SILPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

28. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka prosentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

6

29. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

30. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu dengan tujuan untuk membentuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan perioritas nasional.

31. Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari Pemerintah Negara Asing, Badan/Lembaga Asing, Badan/Lembaga Internasional, Pemerintah Pusat, Badan/Lembaga Dalam Negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah atau dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

32. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa dan/atau krisis solvabilitas.

33. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang, barang atau menerima manfaat yang bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam Peraturan Daerah.

34. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran dari rencana kerja Perangkat daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan 1 (satu) tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

35. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah dokumen yang dijadikan dasar pelaksanaan anggaran Satuan Kerja Perangkat daerah berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan.

36. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Badan/Lembaga Tehnis pada pemerintah daerah yang bertanggungjawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Badan, Kantor, Lembaga Teknis Daerah dan Unit Satuan Kerja.

37. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan pengelola anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

38. Pengguna Barang/Jasa adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja.

39. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.

7

40. Unit Kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program.

41. Pejabat Pelaksanana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

42. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.

43. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

44. Bendahara Umum Daerah adalah Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendaharawan umum daerah.

45. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.

46. Bendahara Penerima adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka rangka pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah.

47. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah.

48. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.

49. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.

50. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM

51. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.

52. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

8

53. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.

54. Badan Layanan Umum adalah instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan layanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.

55. Perusahaan Daerah adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

56. Kegiatan Multi Tahunan adalah suatu kegiatan yang secara tehnis diukur dengan skala waktu pelaksanaan dan biaya, dilaksanakan lebih dari dari 1 (satu) tahun anggaran.

57. Barang Daerah adalah semua barang miliki daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

58. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.

59. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD sesuai dengan standar akutansi pemerintahan.

60. Sistem Pengendalian Intern Keuangan Daerah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengendalian melalui audit dan evaluasi, untuk menjamin agar pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan.

61. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

62. Pengawasan Fungsional adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian.

63. Pengawasan Legislatif adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya.

64. Pemeriksaan adalah salah bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/rencana/program dengan kondisi dan/atau kenyataan yang ada.

9

65. Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yeng berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

66. Sumbangan Pihak Ketiga adalah Pemberian Pihak Ketiga kepada Pemerintah Daerah secara sukarela, tidak mengikat, baik berupa uang atau yang disamakan dengan uang maupun barang–barang baik yang berupa uang atau yang disamakan dengan uang.

67. Dana Cadangan adalah Dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.

68. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.

BAB II

ASAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PASAL 2

(1) Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasan keuangan daerah.

(2) Keuangan daerah dikelola dengan tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efesien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat.

(3) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 3

Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai dari APBD.

(2) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.

(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, alokasi, distribusi dan pengawasan.

10

(4) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

Pasal 5

(1) APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

(2) APBD, Perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan dokumen Daerah.

(3) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah.

(4) Satuan Uang dalam penyusunan, penetapan dan pertanggungjawaban APBD adalah mata uang rupiah.

Pasal 6

(1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap kelompok pendapatan.

(2) Pendapatan Daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto dalam APBD.

Pasal 7

(1) Dalam penyusunan APBD, pengganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.

(2) Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar hukum yang melandasinya.

(3) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.

Pasal 8

Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kas Daerah, kecuali untuk Badan Layanan Umum.

11

BAB III

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Kesatu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 9

(1) Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

(2) Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan : a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. menetapkan kuasa pengguna anggaran / barang; d. menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara

pengeluaran; e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan

penerimaan daerah; f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan

utang dan piutang daerah. g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan

barang milik daerah; h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas

tagihan dan memerintahkan pembayaran.

(3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh : a. kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD; b. kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang

daerah.

(4) Dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sekretaris Daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

(5) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Bupati berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 10

(1) Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) mempunyai tugas koordinasi di bidang : a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD; b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang

daerah; c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan

APBD;

12

d. penyusunan rancangan peraturan daerah APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan

f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD.

(2) Selain tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) koordinator pengelolaan keuangan daerah juga mempunyai tugas : a. memimpin tim anggaran pemerintah daerah; b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD; c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah; d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD / DPPA-SKPD; e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan

daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati.

(3) Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Bupati.

Bagian Ketiga Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD)

Pasal 11

(1) PPKD mempunyai tugas sebagai berikut : a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan

daerah; b. menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. d. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah; e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang

dilimpahkan oleh Bupati.

(2) PPKD selaku BUD berwenang : a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPA-SKPD / DPPA-SKPPD; c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan

dan pengeluaran daerah e. melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD

oleh Bank dan/atau lembaga keuangan lainnnya yang telah ditunjuk;

g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

h. menyimpan uang daerah; i. menetapkan SPD; j. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola /

menatausahakan investasi;

13

k. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

l. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;

m. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

n. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; o. melakukan penagihan piutang daerah; p. melaksanakan sistem akutansi dan pelaporan keuangan

daerah; q. menyajikan informasi keuangan; r. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta

penghapusan barang milik daerah

Pasal 12

(1) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa BUD.

(2) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati.

(3) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas : a. menyiapkan anggaran kas; b. menyiapkan SPD; c. menerbitkan SP2D; dan d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah.

(4) Kuasa BUD selain melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) juga melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2), huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf k, huruf m, huruf n dan huruf o.

(5) Kuasa BUD bertanggungjawab kepada PPKD.

(6) Pelimpahan wewenang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan satuan kerja pengelolaan keuangan daerah.

Bagian Keempat Perangkat Daerah

Pasal 13 (1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpinnya.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpinnya berwenang : a. menyusun RKA-SKPD; b. menyusun DPA-SKPD; c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas

beban anggaran belanja;

14

d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan

pembayaran; f. melaksanakan Pemungutan Penerimaan Bukan Pajak; g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain

dalam batas anggaran yang telah ditetapkan; h. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggungjawab

SKPD yang dipimpinnya; i. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi

tanggungjawab SKPD yang dipimpinnya. j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang

dipimpinnya; k. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; l. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna

barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati;

m. bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

Bagian Kelima Bendahara Penerimaan / Pengeluaran

Pasal 14 (1) Bupati mengangkat Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah.

(2) Bupati mengangkat Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah.

(3) Bendahara penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.

(4) Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran.

(5) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan Peraturan Daerah, kerja pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.

BAB IV

SUMBER PENERIMAAN DAERAH

Bagian Pertama Sumber Penerimaan

Pasal 15

(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.

15

(2) Pendapatan Daerah sebagaimana pada ayat (1) bersumber dari : a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan.

(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari : a. sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. penerimaan pinjaman daerah; c. dana cadangan daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Bagian Kedua Pendapatan Asli Daerah

Pasal 16

Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Pasal 17 (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 ayat (2) huruf (a) bersumber dari : a. pajak daerah; b. retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah.

(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi : a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing; e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai

akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. pendapatan denda pajak; i. pendapatan denda retribusi; j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian; l. fasilitas sosial dan fasilitas umum; m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; n. pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan; o. sumbangan pihak ketiga.

16

Bagian Ketiga

Dana Perimbangan

Pasal 18

(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf (b) terdiri atas : a. dana bagi hasil; b. dana alokasi umum (DAU); dan c. dana alokasi khusus (DAK).

(2) Jumlah dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.

Bagian Keempat Dana Bagi Hasil

Pasal 19 (1) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)

huruf (a) bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(2) Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak sebagaimna dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. pajak bumi dan bangunan (PBB); b. bea perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB); dan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak

Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

(3) Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari : a. kehutanan; b. pertambangan umum; c. perikanan; d. pertambangan minyak bumi; dan e. pertambangan gas bumi.

Bagian Kelima Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

Pasal 20 (1) Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (1)

huruf (b) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

(2) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (c) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan proritas Nasional.

17

Bagian Keenam

Lain-lain Pendapatan

Pasal 21

(1) Lain-lain pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf (c) bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf (a) dan (b).

(2) Lain-lain Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat.

Pasal 22 (1) Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)

merupakan bantuan yang tidak mengikat;

(2) Hibah kepada daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah Pusat;

(3) Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara penerima hibah dan pemberi hibah;

(4) Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 23

(1) Dana Darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBN;

(2) Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diberikan apabila pada daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah Pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh Pinjaman Daerah

Pasal 24

(1) Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (3) huruf (b) bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.

18

Pasal 25

(1) Pinjaman Daerah bersumber dari :

a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Daerah Lain; c. Lembaga Keuangan Bank; d. Lembaga Keuangan Bukan Bank; e. Masyarakat.

(2) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) berasal dari Menteri Keuangan.

(3) Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e) berupa obligasi daerah yang diterbitkan melalui pasar modal.

Pasal 26

(1) Jenis Pinjaman terdiri atas : a. pinjaman jangka pendek; b. pinjaman jangka menengah; dan c. pinjaman jangka panjang.

(2) Pinjaman jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(3) Pinjaman jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Bupati.

(4) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

Pasal 27 (1) Pinjaman Jangka Pendek sebagimana dimaksud pasal 26 ayat (2)

dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas selama tahun anggaran.

19

(2) Pinjaman Jangka Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.

(3) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

(4) Pinjaman Jangka Pendek, Jangka Menengah dan Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

Pasal 28 Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan : a. jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang

akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;

c. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah Pusat.

Pasal 29 (1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.

(2) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan daerah.

(3) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah, beserta barang milik daerah yang melekat dalam Proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

Pasal 30

(1) Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di Pasar Modal domistik.

(2) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai Obligasi Daerah pada saat diterbitkan (klarifikasi).

(3) Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(4) Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan pemberian manfaat bagi masyarakat.

(5) Penerimaan/Pendapatan dari investasi sektor publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait.

20

Pasal 31

(1) Dalam hal Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah, terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD dan Pemerintah Pusat.

(2) Penerbitan Obligasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang diterbitkan pada saat penetapan APBD.

Pasal 32

(1) Persetujuan DPRD mengenai penerbitan Obligasi Daerah

sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah dimaksud.

(2) Pemerintah Daerah wajib membayar bunga dan setiap Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo.

(3) Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.

(4) Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPRD dalam pembahasan perubahan APBD.

Pasal 33

Pengelolaan Obligasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32 diselenggarakan oleh Bupati.

Bagian Kedelapan Dana Cadangan

Pasal 34

(1) Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna mendanai kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(2) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan APBD kecuali dari DAK, Pinjaman Daerah, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu.

(3) Peraturan Daerah tentang Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang–kurangnya memuat tujuan, jumlah, sumber, periode, jenis pengeluaran, penggunaan dan penempatan dana.

21

(4) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 35

(1) Pembentukan Dana Cadangan dalam APBD diperlukan sebagai

pengeluaran pembiayaan. Sedangkan pada saat dana cadangan digunakan diperlukan sebagai penerimaan pembiayaan.

(2) Dalam hal ini Dana Cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan resiko rendah.

Bagian Kesembilan

Kerjasama

Pasal 36

(1) Pemerintah Daerah dapat mencari sumber-sumber pembiayaan lain melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan.

(2) Anggaran yang timbul akibat dari kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam APBD.

BAB V

ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH

Bagian Pertama Struktur APBD

Pasal 37 (1) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan

anggaran pembiayaan.

(2) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dapat mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran.

(3) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah.

(4) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah.

Pasal 38

(1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3), dapat digunakan : a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; b. penyertaan modal (investasi daerah); c. transfer ke rekening Dana Cadangan.

22

(2) Dalam hal APBD diperkirakan defisit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4), dapat didanai dari pembiayaan daerah yang bersumber dari : a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu; b. transfer dari Dana Cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. pinjaman Daerah.

Pasal 39

(1) Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan.

(2) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut kelompok pendapatan dan jenis pendapatan.

Pasal 40

(1) Belanja daerah digunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan Perundang-undangan.

(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

(3) Penyelenggaraan urusan yang bersifat pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah.

(4) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 41

(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.

(2) Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

23

(3) Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terdiri dari : a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.

(4) Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan daerah.

(5) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari : a. pelayanan umum; b. ketertiban dan keamanan; c. ekonomi; d. lingkungan hidup; e. perumahan dan fasilitas umum; f. kesehatan; g. pariwisata dan budaya; h. agama; i. pendidikan; serta j. perlindungan sosial.

(6) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah;

(7) Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Belanja pegawai; b. Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal; d. Bunga; e. Subsidi; f. Hibah; g. Bantuan sosial; h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan;dan i. Belanja tidak terduga.

Pasal 42

(1) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak

terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri.

(2) Pengeluaran yang dibebankan pada pengeluaran tidak terduga adalah untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

24

Pasal 43

Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kedua

Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Pasal 44

(1) Dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan nasional, pemerintah daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang disebut dengan RKPD yang merupakan dasar penyusunan rancangan APBD.

(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Bagian Ketiga

Kebijakan Umum APBD

Pasal 45

(1) Dalam menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS kepala daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.

(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh sekretaris daerah selaku ketua TAPD kepada kepala daerah paling lambat pada minggu pertama bulan Juni.

(3) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan RKPD kepada DPRD selambat-lambatnya bulan Juni tahun berjalan.

(4) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBD tahun anggaran berikutnya.

(5) Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas Kepala Daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.

25

Bagian Keempat Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Pasal 46

(1) Rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(2) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati, Pemerintah Daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang disampaikan oleh Bupati.

(3) Pembahasan prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juni tahun anggaran sebelumnya.

(4) Pembahasan prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan

pilihan; b. menentukan urutan program dalam masing-masing urusan; c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing

program.

(5) Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA dan PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.

(6) Kebijakan Umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah dibahas dan disepakati bersama Kepala Daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Bupati dan Pimpinan DPRD.

Bagian Kelima Penyusunan APBD

Pasal 47

(1) Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran yang telah disepakati bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(2) Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efesiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.

(3) Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.

26

Pasal 48

(1) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya.

(2) Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.

Pasal 49

(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh Kepala SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) disampaikan kepada PPKD.

(2) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dibahas oleh tim anggaran pemerintah daerah.

(3) Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.

(4) PPKD menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung berdasarkan RKA-SKPD yang telah ditelaah oleh tim anggaran pemerintah daerah.

(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas nota keuangan dan rancangan APBD.

BAB VI PENETAPAN APBD

Bagian Pertama Penyampaian dan Pembahasan

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Pasal 50

(1) Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.

27

(2) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari : a. ringkasan APBD; b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan

organisasi; c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan; d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,

organisasi, program dan kegiatan; e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan

urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; g. daftar piutang daerah; h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah; i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan asset tetap

daerah; j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan asset lain-lain; k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang

belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. daftar dana cadangan daerah; dan m. daftar pinjaman daerah.

Pasal 51 (1) Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD

dilakukan sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan pada kesesuaian antara kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Bagian Kedua

Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Pasal 52 (1) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan

Peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

(2) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menyiapkan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran APBD.

28

Pasal 53 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui

bersama dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan daerah dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila Gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak rancangan diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Bupati dapat menetapkan rancangan peraturan daerah APBD menjadi peraturan daerah APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran APBD menjadi Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD.

(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati menetapkan rancangan dimaksud menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.

(5) Bupati menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan Bupati tentang penjabaran APBD kepada Gubernur selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

Pasal 54

(1) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRD melakukan penyempuraan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.

(2) Penyempuraan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan Bupati bersama dengan Panitia Anggaran DPRD.

(3) Hasil penyempurnaan sebagaimana tersebut pada ayat (2) ditetapkan oleh pimpinan DPRD.

(4) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.

(5) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan.

29

Pasal 55

Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 ayat (1) tidak ditindaklanjuti oleh Bupati dan DPRD, dan Bupati tetap menetapkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran APBD menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pasal 56

Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Bagian Ketiga Keterlambatan Persetujuan Bersama APBD

Pasal 57

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Bupati melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan Bupati tentang APBD.

(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.

(3) Rancangan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Gubernur.

(4) Pengesahan terhadap rancangan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.

(5) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum disahkan, rancangan Peraturan Bupati tentang APBD ditetapkan menjadi Peraturan Bupati tentang APBD.

Bagian Keempat Perubahan APBD

Pasal 58

(1) Pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

30

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama DPRD dan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan.

Pasal 59

(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi : a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan

umum APBD; b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran

anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;

c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan;

d. keadaan darurat; e. keadaan luar biasa.

(2) Pemerintah Daerah mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

(3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 60

(1) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran kecuali dalam keadaan luar biasa.

(2) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dan 50% (lima puluh persen).

Pasal 61

(1) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.

(2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut : a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintahan

daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya; b. tidak diharapkan terjadi berulang; c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam

rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

31

Pasal 62

Proses penetapan rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peratuaran Bupati berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 53, dan Pasal 57.

BAB VII PELAKSANAAN APBD

Bagian Pertama Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Pasal 63

(1) Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah memberitahukan dan meminta kepada semua Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah agar menyusun dan menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah paling lambat 3 (tiga) hari kerja.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Bupati.

(3) Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap Satuan Kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

(4) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, DPRD dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Bagian Kedua Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

Pasal 64

(1) Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang : a. menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang

menyebabkan ekonomi biaya tinggi; b. menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang

menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor.

(2) SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

(3) SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut.

32

Pasal 65

(1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah

dianggarkan dalam APBD dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.

(2) Bendahara penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening kas umum daerah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja.

(3) Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah atas setoran dimaksud.

(4) Untuk kelancaran penyetoran kas pemerintah daerah dapat menunjuk Badan, Lembaga Keuangan atau Kantor Pos yang bertugas melaksanakan sebagian fungsi bendahara penerima.

Pasal 66

(1) Penerimaan SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran.

(2) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaanbarang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan.

(3) Semua penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila bentuk uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/asset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.

Pasal 67

(1) Penerimaan Daerah dalam satu tahun anggaran adalah seluruh

jumlah uang yang merupakan penerimaan daerah yang selama tahun itu dimasukkan dalam kas daerah.

(2) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak menganggu likuiditas keuangan daerah.

(3) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah.

33

Pasal 68

(1) Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian

tuntutan ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan yang pengembalian penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

(2) Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

Bagian Ketiga Pelaksanaan Anggaran Belanja

Pasal 69

(1) SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD.

(2) Pelaksanaan belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.

(4) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah.

(5) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.

Pasal 70

(1) Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan SPD,

atau DPA-SKPD/DPPA-SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

(2) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD.

(4) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimna dimaksud pada ayat (1), kuasa BUD berkewajiban untuk : a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan

oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD

yang tercantum dalam perintah pembayaran;

34

c. menguji ketersedian dana yang bersangkutan; d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran

daerah; e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang

diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan;

f. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran.

Pasal 71

Setelah tahun anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.

Pasal 72

Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah

Pasal 73

(1) Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah meliputi dana cadangan, pinjaman dan penyertaan dilakukan oleh PPKD

(2) Semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 74 (1) Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan

dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

(2) Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

Pasal 75 (1) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas

umum daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang berkenaan mencukupi.

35

(2) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan.

(3) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan DPRD.

Pasal 76

(1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman

yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan.

(2) Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah.

Pasal 77

Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaan merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

Pasal 78

(1) Pemberian pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan

keputusan Bupati atas persetujuan DPRD.

(2) Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.

Pasal 79 (1) Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila

jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan Bupati tentang penyertaan modal daerah berkenaan.

(2) Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah dilakukan berdasarkan SP2D yang diterbitkan oleh PPKD.

36

Pasal 80 Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk : a. meneliti kelangkapan perintah pembayaran/pemindahbukuan yang

diterbitkan oleh PPKD; b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang

tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas

pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Bagian Kelima

Penggeseran Dana

Pasal 81 (1) Dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah

penggeseran anggaran belanja dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. penggeseran dana anggaran antar unit organisasi antar

kegiatan dan antar jenis belanja dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPRD, paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan.

b. Penggeseran atas obyek dan rincian obyek belanja dalam satu jenis belanja dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

(2) Penggeseran anggaran yang telah dilakukan pada ayat (1) point (a) dituangkan pada perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(3) Penggeseran anggaran yang dilakukan setelah perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilaporkan pada pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Bagian Keenam Pengelolaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

Pasal 82 (1) Pejabat pengguna anggaran dalam melaksanakan tugas dapat

melimpahkan sebagian kewenangan kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/pengguna barang.

(2) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atas usul SKPD.

(3) Penetapan kepala unit kerja pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

37

(4) Kuasa pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

Pasal 83 (1) Pejabat pengguna anggaran/Kuasa pengguna anggaran dalam

melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan (PPTK).

(2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup : a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan; b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran

pelaksanaan kegiatan.

Pasal 84 (1) Penunjukan PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1)

berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

(2) PPTK bertanggungjawab kepada pejabat pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran.

Pasal 85

(1) Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan berdasarkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang telah disahkan.

(2) Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

(3) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang disediakan dan meminta pembayaran tagihan atas beban APBD kepada PPKD.

Pasal 86 (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna

anggaran / kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persedian yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.

38

(2) Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah : a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan

oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam

perintah pembayaran; dan c. menguji ketersedian dana yang bersangkutan.

(3) Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi.

(4) Bendahara pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.

(5) Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan pada satuan kerja dalam SKPD dapat dibantu oleh pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran sesuai kebutuhan dengan keputusan kepala SKPD.

Pasal 87

(1) Kuasa BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya.

(2) Kuasa BUD berhak menolak permintaan pembayaran yang diajukan pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran bilamana : a. pengeluaran tersebut melampaui pagu; dan / atau b. tidak didukung oleh kelengkapan dokumen sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

Pasal 88

(1) Pengguna anggaran bertanggungjawab secara formal dan

material atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.

(2) Kuasa pengguna anggaran bertanggungjawab secara formal dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.

Pasal 89

Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti.

39

Bagian Ketujuh Badan Usaha Milik Daerah dan Penyertaan Modal

Pasal 90 Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 91

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau Milik Swasta.

(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain dan/atau dapat dialihkan pada Usaha Milik Daerah.

(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedelapan

Anggaran Multi Tahunan

Pasal 92

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menyelenggarakan kegiatan dengan anggaran multi tahunan (multi years).

(2) Alokasi anggaran untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prioritas yang harus ditetapkan pada setiap tahun anggaran selama pelaksanaannya.

(3) Mekanisme alokasi anggaran dan pelaksanaan kegiatan multi tahunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB VIII PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH

Bagian Pertama Pengelolaan Piutang Daerah

Pasal 93

(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.

(2) Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

40

(3) Piutang Daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan.

(4) Penyelesaian piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 94

(1) Piutang daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai dengan ketentuan mengenai penghapusan piutang negara dan daerah, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang pemerintah daerah, ditetapkan oleh : a. Bupati untuk jumlah sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah); b. Bupati dengan persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari

Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Bagian Kedua

Pengelolaan Investasi Daerah

Pasal 95 (1) Pemerintah daerah dapat melakukan investasi jangka pendek dan

jangka penjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.

(3) Investasi jangka panjang sebagaimana pada ayat (1) merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan terdiri dari investasi permanen dan non permanen.

(4) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali.

(5) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali.

41

Bagian Ketiga Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pasal 96

(1) Bupati menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah pengguna barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

(3) Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang berada dalam pengusaannnya dengan sebaik-baiknya.

Pasal 97

Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip, efisien, efektif dan transparan dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 98

(1) Barang milik daerah diperoleh atas beban APBD dan perolehan lainnya yang sah.

(2) Perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : a. barang yang diperoleh dari hibah/ sumbangan/ atau yang

sejenis; b. barang yang diperoleh dari kontrak kerjasama, kontrak bagi

hasil dan kerja sama pemanfaatan barang milik daerah; c. barang yang diperoleh berdasarkan penetapan karena

peraturan perundang-undangan; d. barang yang diperoleh dari putusan pengadilan.

Pasal 99 Pengelolaan barang daerah meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan dan pengamanan.

Pasal 100 (1) Barang milik daerah yang diperlukan untuk melayani kepentingan

umum, tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan.

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan atau disertakan sebagai modal Pemerintah daerah mendapat persetujuan DPRD.

42

Pasal 101 (1) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat

(2) dilakukan untuk : a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan; b. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf

(a) ayat ini tidak termasuk tanah dan/ atau bangunan yang : 1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau

penataan kota; 2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan

pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;

3) diperuntukan bagi Pegawai Negeri; 4) diperuntukan bagi kepentingan umum; 5) dikuasai daerah berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannnya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati.

BAB IX PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN APBD

Bagian Pertama Penatausahaan Dokumen

Pasal 102

Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan wajib menatausahakan dan memelihara dokumen dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Akuntansi Keuangan Daerah

Pasal 103 (1) Pemerintah Daerah menyusun sistem akutansi pemerintah daerah

yang mengacu kepada standar akuntasi pemerintahan.

(2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati mengacu pada Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

43

Pasal 104

(1) Dinas pengelolaan dan keuangan daerah selaku bendahara umum daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.

(3) Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Bagian Ketiga

Pertanggungjawaban Bendaharawan

Pasal 105 (1) Bendahara penerimaan / bendahara pengeluaran bertanggung

jawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Bendahara Umum Daerah.

(2) Bendahara Umum Daerah bertanggungjawab kepada Bupati dari segi hak dan ketaatan peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.

Bagian Keempat Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 106 (1) Kepala Dinas pengelolaan dan keuangan daerah selaku Pejabat

Pengelola Keuangan daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada Bupati dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD.

(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. laporan realisasi anggaran; b. neraca; c. laporan arus kas; d. catatan atas laporan keuangan.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah.

(4) Dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah dimaksud pada ayat (1) : a. kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna

anggaran/pengguna barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca dan catatan atas laporan keuangan;

44

b. laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir;

c. kepala dinas pengelolaan keuangan daerah selaku bendahara umum daerah menyusun laporan arus kas pemerintah daerah.

(5) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Bupati kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Bagian Kelima Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 107 (1) Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati.

Pasal 108

(1) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya evaluasi.

45

(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati dan DPRD, Bupati tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi peraturan Daerah dan peraturan Bupati, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 109

Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 110

Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 111

(1) Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 ayat (1) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikannya selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.

(3) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 diajukan kepada DPRD.

Pasal 112

Bupati memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3).

Bagian Kelima Transparansi

Pasal 113 (1) Informasi yang dimuat dalam sistem informasi keuangan daerah

yang telah diperiksa oleh BPK merupakan data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh masyarakat.

46

(2) Penyelenggara sistem informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

BAB X PENGENDALIAN INTERN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

Bagian Pertama Pengendalian Intern

Pasal 114 (1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Bupati mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat.

(2) Pengaturan dan penyelenggara sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 115 (1) DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan

daerah tentang APBD;

(2) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam Peraturan daerah tentang APBD dengan KUA dan PPA.

(3) Pengawasan oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan wewenang melalui dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang diatur dalam tata tertib dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 116 Pengawasan dana APBD oleh aparat pengawasan fungsional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 117

(1) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan daerah, Bupati menugaskan Inspektorat Kabupaten Bangka Barat untuk melakukan pengawasan fungsional.

47

(2) Pemeriksaan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup seluruh aspek Keuangan Daerah termasuk pemeriksaan tata laksana penyelenggaraan program kegiatan dan manajemen Pemerintah Daerah.

Pasal 118

Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Bangka Barat melalui kegiatan : a. pemeriksaaan berkala, pemeriksaaan insidental maupun

pemeriksaaan terpadu; b. pengujian terhadap laporan berkala atau sewaktu-waktu dari

Satuan kerja Perangkat Daerah; c. pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi

terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme; d. penilaian atas manfaat dan keberhasilan, pelaksanaan program

dan kegiatan.

Bagian Kedua Pemeriksaan

Pasal 119 Pemeriksaan Laporan Keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dibidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

Bagian Ketiga Tindak lanjut

Pasal 120

(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah wajib menindaklanjuti rekomendasi tentang laporan hasil pemeriksaan.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi atau sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH

Pasal 121

(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera di selesaikan sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku.

(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara,wajib mengganti kerugian tersebut.

48

(3) Setiap Kepala Satuan kerja Perangkat Daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan tejadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.

Pasal 122

(1) Kerugian Daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD kepada kepala daerah dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 ( tujuh ) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.

(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, pegawai negeri bukan bendahara,atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (2) segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.

(3) Jika surat keterangan tangung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, Bupati segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

Pasal 123

(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntunan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meningal dunia, penuntutan dan pengalihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.

(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, atau pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/atau yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.

49

Pasal 124

(1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini berlaku pula untuk uang dan / atau barang bukan milik daerah yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang di gunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan daerah ini berlaku pula untuk pengelolaan perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

Pasal 125

(1) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain

yang telah di tetapkan untuk mengganti kerugian daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan / atau sanksi pidana.

(2) Keputusan pidana atas kerugian daerah terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan ganti rugi.

Pasal 126

Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang telah ditetapkan untuk membayar ganti rugi, menjadi kadarluarsa jika dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.

BAB XII PENGATURAN PENGELOLAAN KUANGAN DAERAH

Pasal 127

(1) Terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang sifatnya mendesak dan harus dilaksanakan dan belum dianggarkan dalam APBD yang telah ditetapkan maka pelaksanaan program dan kegiatan dapat dilakukan mendahului anggaran dengan persetujuan pimpinan DPRD dan harus dianggarkan dalam APBD Perubahan.

(2) Apabila Bupati selaku kepala daerah berhalangan hadir atau tidak berada ditempat karena tugas, untuk melaksanakan sebagian kewenangan menghadiri rapat paripurna dan menandatangani kesepakatan dilakukan oleh Wakil Bupati.

50

(3) Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah mencakup tata cara penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, tata cara penunjukan pejabat yang diberi wewenang sebagai Bendahara Umum Daerah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 128 Pada saat peraturan daerah ini ditetapkan, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 129

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat.

Ditetapkan di Muntok pada tanggal 5 Maret 2008

BBUPATI BANGKA BARAT, ttd H.PARHAN ALI

Diundangkan di Muntok pada tanggal 10 Maret 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT, ttd RAMLI NGAD JUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT TAHUN 2008 NOMOR 1 SERI E

51

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

NOMOR 6 TAHUN 2008

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

I. UMUM Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Terbitnya Peraturan Daerah ini pada dasarnya merupakan keinginan untuk mengelola keuangan daerah secara efektif dan efesien.

Keseluruhan hal tersebut tercermin dalam Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam Peraturan Daerah ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah-istilah yang telah dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar terdapat

keseragaman atas isi Peraturan Daerah ini, sehingga dapat menghindarkan kesalahpahaman dalam penafsirannya.

Pasal 2

ayat (1) Cukup jelas.

ayat (2) Efesien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertenu atau penggunaan masukan terendahuntuk mencapai keluaran tertentu. Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Bertanggung jawab adalah perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya. Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

52

ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 3 Cukup jelas.

Pasal 4 ayat (1)

Cukup jelas.

ayat (2) Cukup jelas.

ayat (3) Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk

melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diserahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta peningkatan efesiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas. Pasal 6

ayat (1) Cukup jelas.

ayat (2) Cukup jelas.

ayat (3) Yang dimaksud dengan ”secara Bruto” adalah..........

Pasal 7

Cukup jelas. Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

ayat (1) Yang dimaksud dengan “kekayaan daerah yang dipisahkan” adalah……….

53

ayat (2) Cukup jelas.

ayat (3) Cukup jelas.

ayat (4) Cukup jelas.

ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 ayat (1)

yang dimaksud dengan “tidak dapat di borongkan” adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan pada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan baik.

ayat (2) Cukup jelas.

ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas. Pasal 15 …………… Pasal 16

Penyidik di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah adalah pejabat PNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17

…………….. Pasal 18 ……………... Pasal 19

……………... Pasal 20 …………… Pasal 21

……………..

54

Pasal 22 ……………... Pasal 23

……………... Pasal 24 …………… Pasal 25

…………….. Pasal 26 ……………... Pasal 27

……………... Pasal 28 …………… Pasal 29

…………….. Pasal 30 ……………... Pasal 31

……………... Pasal 32 …………… Pasal 33

…………….. Pasal 34 ……………... Pasal 35

……………... Pasal 36 …………… Pasal 37

…………….. Pasal 38 ……………... Pasal 39

……………... Pasal 40 …………… Pasal 41

…………….. Pasal 42

55

……………... Pasal 43

……………... Pasal 44 …………… Pasal 45

…………….. Pasal 46 ……………... Pasal 47

……………... Pasal 48 …………… Pasal 49

…………….. Pasal 50 ……………... Pasal 51

……………... Pasal 52 …………… Pasal 53

…………….. Pasal 54 ……………... Pasal 55

……………... Pasal 56 …………… Pasal 57

…………….. Pasal 58 ……………... Pasal 59

……………... Pasal 60 …………… Pasal 61

…………….. Pasal 62 ……………...

56

Pasal 63

……………... Pasal 64 …………… Pasal 65

…………….. Pasal 66 ……………... Pasal 67

……………... Pasal 68 …………… Pasal 69

…………….. Pasal 70 ……………... Pasal 71

……………... Pasal 72 …………… Pasal 73

…………….. Pasal 74 ……………... Pasal 75

……………... Pasal 76 …………… Pasal 77

…………….. Pasal 78 ……………... Pasal 79

……………... Pasal 80 …………… Pasal 81

…………….. Pasal 82 ……………...

57

Pasal 83

……………... Pasal 84 …………… Pasal 85

…………….. Pasal 86 ……………... Pasal 87

……………... Pasal 88 …………… Pasal 89

…………….. Pasal 90 ……………... Pasal 91

……………... Pasal 92 …………… Pasal 93

…………….. Pasal 93 ……………... Pasal 94

……………... Pasal 95 …………… Pasal 96

…………….. Pasal 97 ……………... Pasal 98

……………... Pasal 99 …………… Pasal 100

…………….. Pasal 101 ……………...

58

Pasal 102

……………... Pasal 103 …………… Pasal 104

…………….. Pasal 105 ……………... Pasal 106

……………... Pasal 107 …………… Pasal 108

…………….. Pasal 109 ……………... Pasal 110

……………... Pasal 111 …………… Pasal 112 ……………... Pasal 113

……………... Pasal 114 …………… Pasal 115

…………….. Pasal 116 ……………... Pasal 117

……………... Pasal 118 …………… Pasal 119

…………….. Pasal 120 ……………... Pasal 121

……………...

59

Pasal 122 …………… Pasal 123

…………….. Pasal 124 ……………... Pasal 125

……………... Pasal 126 …………… Pasal 127

…………….. Pasal 128 ……………... Pasal 129 Cukup Jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR......