pemeriksaan telinga

15
1. PEMERIKSAAN TELINGA Lakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga, tanda-tanda peradangan, tumor, dan sekret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan dilakukan pada daun telinga bagian depan dan belakang. Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga, apakah ada nyeri tekan pada anak telinga/tragus, nyeri tarik aurikula/daun telinga, atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre- dan post- aurikuler. Pemeriksaan liang telinga dan membran timpani/gendang telinga dilakukan dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa agar diperoleh aksis liang telinga yang sejajar dengan arah pandang mata, sehingga keseluruhan liang telinga sampai permukaan membran timpani dapat terlihat. Posisi ini dapat diperoleh dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya ke arah superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior dengan menggunakan jari telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan.

Upload: rosa-lita

Post on 13-Apr-2016

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PEMERIKSAAN TELINGA

TRANSCRIPT

Page 1: PEMERIKSAAN TELINGA

1. PEMERIKSAAN TELINGA

Lakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga,

tanda-tanda peradangan, tumor, dan sekret yang keluar dari liang telinga.

Pengamatan dilakukan pada daun telinga bagian depan dan belakang. Setelah

mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga, apakah ada nyeri

tekan pada anak telinga/tragus, nyeri tarik aurikula/daun telinga, atau tanda-tanda

pembesaran kelenjar pre- dan post-aurikuler.

Pemeriksaan liang telinga dan membran timpani/gendang telinga dilakukan

dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa agar diperoleh aksis liang

telinga yang sejajar dengan arah pandang mata, sehingga keseluruhan liang telinga

sampai permukaan membran timpani dapat terlihat. Posisi ini dapat diperoleh

dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan

menariknya ke arah superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior

dengan menggunakan jari telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila

akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya digunakan tangan kiri bila akan

memeriksa telinga kanan.

Gambar 35. Otoskop

Pada kasus-kasus di mana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan liang

telinga terlalu ekstrim, dapat digunakan bantuan spekulum telinga yang

Page 2: PEMERIKSAAN TELINGA

disesuaikan dengan besarnya diameter liang telinga. Spekulum telinga dipegang

dengan menggunakan tangan yang bebas.

Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis atau atresia meatal,

obstruksi yang disebabkan oleh sekret, jaringan ikat, benda asing, serumen

obsturan, polip, jaringan granulasi, edema, atau furunkel. Semua sumbatan ini

sebaiknya disingkirkan/dibersihkan terlebih dulu jika memungkinkan agar

membran timpani dapat terlihat jelas. Amati pula dinding liang telinga untuk

menilai ada atau tidaknya laserasi. Liang telinga dibersihkan dari sekret dengan

menggunakan aplikator kapas, bilas telinga, atau dengan mesin penghisap/suction

pump.

Gambar 36. Penggunaan otoskop

Pengamatan terhadap membran timpani dilakukan dengan memperhatikan

permukaan membran timpani, warna, ada tidaknya perforasi, refleks cahaya,

struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membran seperti manubrium

mallei, prosesus brevis, serta plika maleolaris anterior dan posterior. Untuk

mengetahui mobilitas membran timpani digunakan oto-pneumoskop.

PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN

Page 3: PEMERIKSAAN TELINGA

Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi pendengaran. Salah

satu tes yang biasa digunakan di klinik adalah tes bisik dan tes garpu tala. Tes ini

selain mudah dilakukan, tidak rumit, cepat, alat yang dibutuhkan sederhana, juga

memberikan informasi yang cukup mengenai jenis dan derajat kurangnya

pendengaran.

Tes Bisik

Tes ini amat penting bagi dokter umum, terutama yang bertugas di Puskesmas,

karena peralatan untuk keperluan tes fungsi pendengaran masih sangat terbatas.

Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah:

a. Ruangan untuk tes

Salah satu sisi atau sudut-menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter.

Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari gema di ruangan

dapat ditaruh kayu di dalamnya.

b. Pemeriksa

Sebagai sumber bunyi harus diucapkan kata-kata dengan menggunakan

ucapan kata-kata sesudah ekspirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan terdiri

dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-hari yang mudah

dikenal, seperti nama benda dan nama kota. Setiap suku kata diucapkan

dengan tekanan yang sama. Untuk memeriksa nada rendah dipakai kata yang

mengandung huruf vokal, sedangkan untuk nada tinggi digunakan konsonan

suara berdesis. Di pusat pendidikan sudah tersedia daftar kata untuk

pemeriksaan fungsi pendengaran.

a. Pasien

Telinga yang akan diperiksa dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang

tidak diperiksa harus ditutup rapat dengan kapas yang dipadatkan atau oleh

jari tangan si pasien sendiri. Pasien tidak boleh melihat gerakan mulut

pemeriksa.

Cara Pemeriksaan:

Page 4: PEMERIKSAAN TELINGA

Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien harus diberi instruksi yang jelas,

misalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi

dengan suara yang jelas dan cukup keras. Kemudian dilakukan tes sebagai berikut:

Mula-mula pasien pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bisyllabic. Bila tidak

menyahut, pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari pasien) dan tes ini dimulai lagi.

Bila masih belum menyahut, pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya

sampai pasien dapat mengulangi 8 kata dari 10 kata yang dibisikkan. Jarak di

mana pasien dapat menyahut 8 dari 10 kata diucapkan disebut jarak pendengaran.

Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan

satu jarak pendengaran.

Evaluasi tes:

a. 6 meter – normal

b. 5 meter – dalam batas normal

c. 4 meter – tuli ringan

d. 2-3 meter – tuli sedang

e. ≤1 meter – tuli berat

Tes bisik ini dapat digunakan untuk memeriksa secara kasar derajat kurangnya

pendengaran (kuantitas). Bila sudah berpengalaman, tes bisik dapat pula secara

kasar memeriksa tipe ketulian, misalnya:

a. Tuli konduktif sukar mendengar bunyi huruf lunak seperti n, m, w (meja

dikatakan becak, gajah dikatakan kaca, dan lain-lain).

b. Tuli sensorineural sukar mendengar bunyi huruf tajam yang umumnya

berfrekuensi tinggi seperti s, sy, c, dan lain-lain (cicak dikatakan tidak, kaca

dikatakan gajah, dan lain-lain).

Tes Garpu Tala

Tes ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dengan

frekuensi 2048 Hz,1024 Hz, 512 Hz, 256 Hz, dan 128 Hz. Keuntungan tes garpu

Page 5: PEMERIKSAAN TELINGA

tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran fungsi pendengaran pasien.

Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena

tergantung cara menggetarkan garpu tala yaitu makin keras tempat untuk

menggetarkan garpu tala makin keras pula intensitas suara yang didengar. Getaran

garpu tala dapat dilakukan dengan cara memukulkan ujung garpu tala pada telapak

tangan kita atau dengan cara menekan kedua ujung garpu tala ke arah dalam

kemudian dilepaskan.

Terdapat tiga macam tes garpu tala, yaitu: (1) tes Weber; (2) tes Rinne; dan (3) tes

Schwabach.

Tes Weber

Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.

Pada telinga normal, hantaran tulang kiri dan kanan akan sama.

Cara Pemeriksaan:

Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan diletakkan pangkalnya

pada dahi atau vertex. Pasien ditanya apakah mendengar suara dengung garpu

tala atau tidak. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana suara

didengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di telinga kanan disebut

lateralisasi ke kanan.

Interpretasi Hasil Tes Weber:

Bila terjadi lateralisasi ke kanan, maka ada beberapa kemungkinan:

1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal

2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural

3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural

4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat

5. Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat

Page 6: PEMERIKSAAN TELINGA

Dengan kata lain, tes Weber tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena tidak dapat

menegakkan diagnosis secara pasti.

Gambar 38. Tes Weber

Tes Rinne

Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara

pada satu telinga. Pada telinga normal, hantaran udara lebih panjang daripada

hantaran tulang, juga pada tuli sensorineural hantaran udara lebih panjang

daripada hantaran tulang. Di lain pihak, pada tuli konduktif hantaran tulang

lebih panjang daripada hantaran udara.

Cara Pemeriksaan:

Ujung garpu tala 256 Hz atau 512 Hz digetarkan pada telapak tangan kemudian

pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum telinga yang akan diperiksa.

Kepada pasien ditanyakan apakah mendengar suara garpu tala, kemudian

diinstruksikan agar mengangkat tangan bila suara sudah tidak terdengar. Segera

Page 7: PEMERIKSAAN TELINGA

setelah pasien mengangkat tangan, garpu tala dipindahkan hingga ujung

bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikus eksternus dari telinga

yang diperiksa. Bila pasien masih mendengar, dikatakan tes Rinne (+). Bila

tidak mendengar, dikatakan tes Rinne (-).

Interpretasi Hasil Tes Rinne:

Tes Rinne (+) berarti normal atau tuli sensorineural. Tes Rinne (-) berarti tuli

konduktif.

Tes Rinne (-) Palsu

Dalam melakukan tes Rinne, harus selalu hati-hati dengan apa yang dikatakan

tes Rinne (-) palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural yang unilateral dan

berat. Pada waktu meletakkan garpu tala di planum mastoideum getarannya

ditangkap oleh telinga yang baik dari sisi yang tidak diperiksa (cross hearing).

Kemudian setelah garpu tala diletakkan di depan meatus akustikus eksternus

getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan tes Rinne (-).

Gambar 39. Tes Rinne

Tes Schwabach

Page 8: PEMERIKSAAN TELINGA

Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari pasien dengan

hantaran tulang pemeriksa, dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus

normal.

Cara Pemeriksaan:

Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan pada telapak tangan,

kemudian pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum pasien. Kemudian

kepada pasien ditanyakan apakah mendengar dengungan garpu tala, sesudah itu

diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar

dengungan. Bila pasien mengangkat tangan, garpu tala segera dipindahkan ke

planum mastoideum pemeriksa.

Ada 2 kemungkinan, apakah pemeriksa masih mendengar (dikatakan tes

Schwabach memendek) atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila

pemeriksa tidak mendengar, harus dilakukan cross-check, yaitu garpu tala

digetarkan lagi, mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa

kemudian bila pemeriksa sudah tidak mendengar barulah garpu tala segera

dipindahkan ke planum mastoideum pasien dan ditanyakan apakah pasien

masih mendengar dengungan. Bila pasien tidak mendengar lagi, dikatakan tes

Schwabach normal dan bila masih mendengar dikatakan tes Schwabach

memanjang.

Interpretasi Hasil Tes Schwabach:

1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan

keadaan ini ditemukan pada tuli sensorineural.

2. Schwabach memanjang berarti pasien masih mendengar dengungan dan

keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif.

3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan pasien sama-sama tidak

mendengar dengungan, karena telinga pemeriksa normal berarti telinga

pasien normal juga.

Page 9: PEMERIKSAAN TELINGA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal

berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga

tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti

menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan

pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan

terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada

membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas

normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu

ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di

telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan

di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang

purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah,

seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada

membrane timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan

ditandai dengan demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat

sedang sampai berat.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,

status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu

formula,lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis

kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,

disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada

bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang

Page 10: PEMERIKSAAN TELINGA

atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status

imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-

laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native

American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi

dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi

juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang

terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga

mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan

tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita

OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih

signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang

sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA

juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah

terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita

penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi

akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus

(Kerschner, 2007).