pemeriksaan fisik telinga

10
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA MANUAL PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PADA TELINGA Keperawatan Sensori Persepsi Ika Yuni Widyawati, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB 10/1/2012

Upload: noorgianilestari

Post on 28-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Fisik Telinga

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

MANUAL PROSEDUR

PEMERIKSAAN FISIK

PADA TELINGA Keperawatan Sensori Persepsi

Ika Yuni Widyawati, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB

10/1/2012

Page 2: Pemeriksaan Fisik Telinga

1

Tujuan Umum:

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik telinga dengan tepat.

Tujuan Khusus:

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan yang berhubungan dengan

telinga dengan tepat.

2. Melakukan pemeriksaan fisik telinga luar dengan tepat.

3. Melakukan tes pendengaran dengan tepat.

4. Melakukan interpretasi hasil tes pendengaran dengan tepat.

���� PROSEDUR TINDAKAN

Sebelum memulai tindakan, pastikan bahwa:

- Pasien dan keluarga sudah memperoleh penjelasan tentang tujuan dari tindakan

pemeriksaan yang akan dilakukan

- Pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan privasi pasien tetap terlindungi

- Pemeriksa selalu melakukan tindakan Universal Precautions

PROSEDUR TINDAKAN TEMUAN

Pengkajian - Memulai pengkajian dengan menanyakan

beberapa hal berikut:

� Bagaimanakah kondisi pendengaran

Bapak/Ibu/Saudara/i?

� Apakah ada gangguan pada pendengaran

yang saat ini dirasakan?

- Apabila pasien mengalami gangguan, tanyakan:

� Apakah gangguan yang dialami hanya terjadi

pada 1 sisi pendengaran atau keduanya

� Apakah gangguan terjadi secara tiba-tiba

atau bertahap?

� Gejala apakah yang dirasakan?

- Bedakan jenis gangguan apakah gangguan

konduksi atau sensori neural:

� Apakah ada kesulitan memahami

percakapan orang lain yang dialami?

� Individu yang dengan

gangguan sensorineural

akan mengalami kesulitan

memahami pembicaraan

orang lain (orang lain

dianggap bergumam).

Kondisi lingkungan yang

berisik akan

memperparah gangguan

pendengaran tersebut

Page 3: Pemeriksaan Fisik Telinga

2

� Apakah ada perbedaan kondisi yang dialami

dengan adanya perubahan lingkungan?

- Kaji tanda dan gejala yang berhubungan dengan

gangguan pendengaran:

� Nyeri pada telinga

� Tinnitus

� Vertigo

� Discharge dari telinga

- Kaji penyakit lain yang dapat menimbulkan

nyeri pada telinga

- Kaji penggunaan obat yang dapat menimbulkan

risiko gangguan pendengaran

- Kaji riwayat operasi dan alergi

� Pada individu dengan

gangguan konduksi maka

kondisi lingkungan yang

berisik akan membantu

proses pendengaran

� Merupakan suara yang

secara kontinyu terdengar

tanpa adanya stimulus

dari luar. Gangguan ini

dapat dihubungkan

dengan adanya gangguan

fungsi pendengaran dan

belum dapat dijelaskan

secara detil penyebabnya

� Merupakan persepsi

pasien dimana dirinya

atau lingkungan

disekitarnya seperti

berputar. Gangguan ini

dapat disebabkan karena

adanya gangguan pada

telinga dalam, lesi N. VIII

atau adanya gangguan

pada jalur persarafan dari

telinga ke SSP.

� Dapat berbentuk cairan

kental yang merupakan

debris dari proses

inflamasi yang terjadi di

kanal auditorius (pada

telinga luar) atau sebagai

akibat adanya perforasi

pada membran tymphani

- Gangguan pada mulut,

tenggorokan, hidung atau

saluran nafas bagian atas

berisiko menimbulkan

gangguan fungsi

pendengaran

- Aspirin, NSAIDs,

Furosemide, dll berisiko

mengganggu fungsi

pendengaran

Pemeriksaan

Fisik Telinga

- Pemeriksaan Daun Telinga & bagian-bagiannya:

� Lakukan inspeksi pada setiap daun telinga

Page 4: Pemeriksaan Fisik Telinga

3

Luar (kanan dan kiri) dan bagian-bagiannya,

apakah terdapat deformitas, benjolan atau

lesi kulit

� Lihat kesimetrisan kedua daun telinga

� Lihat apakah ada Battle’s Sign pada bagian

belakang telinga

� Apabila terdapat nyeri pada telinga, adanya

discharge atau proses inflamasi maka

lakukan pemeriksaan dengan cara

menggerakkan daun telinga secara lembut ke

atas dan ke bawah (= tug test) serta berikan

tekan lembut pada bagian belakang telinga

dari atas ke bawah

- Pemeriksaan Kanal Auditorius & Membran

Tymphani:

� Lakukan pemeriksaan dengan menggunakan

otoscope

� Periksa ada tidaknya serumen (catat warna

dan konsistensinya), benda asing, discharge,

kemerahan dan atau edema

� Inspeksi membran tymphani, perhatikan dan

catat warna dan konturnya (ada tidaknya

perforasi, sklerosis)

Gambar 1 Membran Tymphani Normal

(Soetjipto, 2007)

� Deformitas dapat

ditemukan apabila

terdapat trauma. Benjolan

yang dijumpai pada saat

inspeksi dapat berupa

kelloid, kista, basal cell

carcinoma, tophi

� Battle’s Sign merupakan

suatu kondisi dimana

terdapat echymosis pada

tulang mastoid dan

merupakan indikator

adanya fraktur pada basis

cranii

� Saat dilakukan tug test

akan dijumpai adanya

rasa nyeri pada kondisi

Acute Otitis Externa

(inflamasi pada kanal

auditorius) namun tidak

pada kondisi Otitis Media

� Pada kondisi Acute Otitis

Externa dapat dijumpai

tanda inflamasi pada

kanal auditorius berupa

adanya pembengkakan,

penyempitan, lembab dan

tampak pucat atau

bahkan kemerahan. Pada

kondisi Chronic Otitis

Externa permukaan kulit

pada kanal auditorius

tampak menebal, merah

dan terasa gatal

� Warna normal pada

mebran tymphani adalah

merah muda keabu-

abuan. Pada Otitis Media

Akut Purulenta dapat

dijumpai warna merah

membesar pada membran

tymphani yang disertai

adanya pengeluaran

cairan. Pada kondisi

sklerosis maka akan

dijumpai area pada

Page 5: Pemeriksaan Fisik Telinga

4

Gambar 2 Perforasi pada Membran

Tymphani (Soetjipto, 2007)

Gambar 3 Sklerosis pada Membran

Tymphani (Tympanosclerosis, n.d)

membran tymphani yang

berwarna keputihan

dengan batas yang tidak

rata

Tes

Pendengaran

- Tes sederhana/klasik: tes arloji, tes

berbisik, tes garpu tala

� Semi kuantitatif

� Berfungsi menentukan derajat ketulian

secara kasar

� Pastikan melakukan pemeriksaan inidalam

kondisi ruangan yang betul-betul tenang

� Pemeriksaan dilakukan dari jarak (1-2 feet =

30,5-61 cm = 0,3-0,6 m)

� Pada tes berbisik:

� Lakukan pemeriksaan dari samping

� Tutup telinga lain yang belum diperiksa

dengan jari dan pastikan pasien tidak

mmbaca gerakan bibir pemeriksa

� Gunakan angka atau kata yang terdiri dari

2 suku kata yang beraksen sama: “tiga-

lima”; “bola-bata”, dst

� Minta pasien untuk mengulangi kata atau

angka yang telah disebutkan

� Tes garpu tala:

� Semi kualitatif

� Menggunakan garpu tala yg memiliki

frekuensi 512 Hz

� Jenis-jenisnya : tes Rinne, tes Weber, tes

Schwabach

- Penilaian (menurut

Feldmann):

� Normal: 6-8 m

� Tuli ringan: 4 - <6m

� Tuli sedang: 1 - <4 m

� Tuli berat: 25 cm - <1 m

� Tuli total: <25 cm

Page 6: Pemeriksaan Fisik Telinga

5

� Tes Rinne: membandingkan hantaran

tulang (BC) dengan hantaran udara (AC)

pada telinga yang diperiksa

Gambar 4 Tes Rinne (Schwatrz, n.d)

� Tes Weber: membandingkan hantaran

tulang telinga kiri dengan telinga kanan

Gambar 5 Tes Weber (Schwatrz, n.d)

� Tes Schwabach: membandingkan

hantaran tulang telinga orang yang

diperiksa dengan pemeriksa yang

pendengarannya normal

- Pemeriksaan pendengaran subjektif:

audiometri

� Tes pengukuran fungsi pendengaran secara

kuantitatif dan kualitatif dengan melakukan

penilaian pada:

- Hasil tes Rinne:

� Positif: bila masih

terdengar

� Negatif: bila tidak

terdengar

- Interpretasi Hasil:

� Positif (AC = 2 kali lebih

lama daripada): Normal

� Positif (AC>BC): Tuli

sensorineural

� Negatif (AC<BC atau

AC=BC): Tuli konduktif

- Hasil tes Weber:

� Bila terdengar lebih keras

ke salah satu telinga:

lateralisasi ke telinga

tersebut

� Bila tdk dapat dibedakan

ke arah mana yang lebih

keras: tidak ada

lateralisasi

- Interpretasi Hasil:

� Normal: tidak ada

lateralisasi

� Tuli konduktif: lateralisasi

ke telinga yang sakit

� Tuli sensorineural:

lateralisasi ke telinga

yang sehat

- Hasil tes Schwabach dan

interpretasinya:

� Sama: normal

� Memanjang: Tuli

konduktif

� Memendek: Tuli

sensorineural

Page 7: Pemeriksaan Fisik Telinga

6

� berapa besar gangguan pendengaran

(derajat gangguan dengar) dan lokalisasi

gangguan dengar

� menggunakan alat audiometer

� Hasil pemeriksaan dicatat dalam audiogram

(lihat gambar 6-9)

- Pemeriksaan pendengaran objektif: BERA

(Brainstem Evoked Response Audiometry)

� Bersifat objektif dan non-invasif

� Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai

potensial listrik di otak setelah pemberian

rangsang sensoris berupa bunyi

� Pemeriksaan BERA dpt dilakukan pada: bayi,

anak dengan gangguan sifat dan tingkah

laku, retardasi mental, cacat ganda dan

kesadaran menurun.

� Pada orang dewasa dapat digunakan untuk

memeriksa orang yang berpura-pura tuli

atau ada kecurigaan tuli saraf retrocochlea

- Hasil tes dan Interpretasinya

secara lengkap dapat dilihat

pada gambar 10:

� Mild (21-45 dB): kesulitan

dalam mendengarkan

suara lembut

� Moderate (46-65 dB):

suara dalam percakapan

sulit untuk didengarkan,

terutama apabila ada

suara tambahan dari

lingkungan (suara TV,

radio)

� Severe (66-90 dB): sulit

mendengarkan suara,

kecuali dengan suara yang

keras

� Profound (91 dB): hampir

semua suara tidak dapat

didengarkan.

Pendengaran masih dapat

dibantu dengan

menggunakan alat bantu

dengar dan atau

dilakukan implant cochlea

Page 8: Pemeriksaan Fisik Telinga

7

Gambar 6 Audiogram (Australian Hearing, 2008)

Gambar 7 Audiogram with Sensorineural Hearing Loss (Australian Hearing, 2010)

Page 9: Pemeriksaan Fisik Telinga

8

Gambar 8 Audiogram with Conductive Hearing Loss (Australian Hearing, 2010)

Gambar 9 Audiogram with Mixed Hearing Loss (Australian Hearing, 2010)

Page 10: Pemeriksaan Fisik Telinga

9

Gambar 10 Hasil dan Interpretasi Audiogram (Australian Hearing, 2010)

DAFTAR REFERENSI

Australian Hearing (2008). Babies with a possible mild hearing loss. Diakses dari

http://www.aussiedeafkids.org.au/babies-with-a-possible-mild-hearing-

loss.html?nav_order=21000&nav_level=2

Australian Hearing (2010). What is an audiogram? Diakses dari

http://www.hearing.com.au/ViewPage.action?siteNodeId=218&languageId=1&co

ntentId=-1

Bickley, L.S. & Szilagyi, P.G. (2005). Bates Giude to Physical Examination and History

Taking (9th Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Black, J. & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7 th ed). St.Louis-Missouri:

Elsevier Saunders

Jarvis, C. (2004). Physical Examination & Health Assessment Fourth Edition. St.Louis-

Missouri: Elsevier

LeMone, P & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing: Critical thinking in Client Care 4

ed. New Jersey: Pearson Education Inc.

Lewis, et al. (2011). Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical

Problem. New South Wales: Mosby Inc.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.C. (2008). Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical

Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Soetjipto, D. (2007). Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Diakses

darihttp://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13,

Tympanosclerosis (n.d). Diakses dari

http://me.hawkelibrary.com/album10/TS_Case_2_002

Schwartz, S.L. (n.d). Anatomy & Physiology. Diakses dari

http://faculty.irsc.edu/faculty/jschwartz/Default.htm