pembuktian keadaan memaksa (force majeure) oleh …digilib.unila.ac.id/61590/3/skripsi tanpa bab...

60
PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH DEBITUR DALAM SENGKETA WANPRESTASI (Skripsi) Oleh MUTIA KARTIKA PUTRI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020

Upload: others

Post on 04-Aug-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH

DEBITUR DALAM SENGKETA WANPRESTASI

(Skripsi)

Oleh

MUTIA KARTIKA PUTRI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 2: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

i

ABSTRAK

PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH

DEBITUR DALAM SENGKETA WANPRESTASI

Oleh:

Mutia Kartika Putri

Pada umumnya perjanjian memuat mengenai klausul force majeure. Pasal 1244

dan 1245 KUHPerdata ditempatkan sebagai suatu alasan hukum yang dapat

membebaskan debitur dari pemenuhan prestasi akibat force majeure tetapi

penggunaan dan pembuktiannya masih memiliki tanggungjawab dan beban

pembuktian yang berat oleh debitur. Dari beberapa tahun belakang terdapat

beberapa putusan oleh PN hingga MA yang menolak alasan force majeure yang

didalilkan debitur (tergugat). Terbukti dari beberapa putusan yakni putusan

nomor: 871K/Pdt/2017, putusan nomor: 544K/Pdt/2014, putusan nomor:

273K/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, putusan nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan

putusan nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl. Rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana kualifikasi force majeure menurut hukum perjanjian,

bagaimana beban pembuktian debitur dalam membuktikan keadaan memaksa dan

bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan peristiwa force majeure pada

putusan pengadilan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian

ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini

terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier

yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam pembuktiannya

alasan force majeure tidak serta-merta dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan

memaksa. Pada putusan, majelis hakim menilai alasan keadaan memaksa oleh

debitur tidak dapat diterima sebagai alasan yang membebaskan dari pemenuhan

prestasi. Berdasarkan putusan tersebut menunjukkan bahwa pembuktian keadaan

memaksa masih memiliki beban dan tanggungjawab yang berat oleh debitur,

adanya suatu pembatasan atas berlakunya keadaan memaksa. Perlu ditinjau

berdasarkan unsur-unsur force majeure serta perlu adanya kepatutan atau itikad

baik debitur meskipun adanya suatu peristiwa yang menghalangi pemenuhan

prestasi.

Kata Kunci: Perjanjian, Keadaan Memaksa, Wanprestasi.

Page 3: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

ii

PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH

DEBITUR DALAM SENGKETA WANPRESTASI

Oleh

MUTIA KARTIKA PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 4: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

iii

Judul Skripsi : PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA

(FORCE MAJEURE) OLEH DEBITUR

DALAM SENGKETA WANPRESTASI

Nama Mahasiswa : Mutia Kartika Putri

Nomor Pokok Mahasiswa : 1612011204

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Aprilianti, S.H., M.H. Depri Liber Sonata, S.H., M.H.

NIP. 19650401 199003 2 002 NIP. 19801016 200801 1 001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum.

NIP.19601228 198903 1 001

Page 5: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

iv

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Aprilianti, S.H., M.H.

Sekretaris/Anggota : Depri Liber Sonata, S.H., M.H.

Penguji

Bukan Pembimbing : Nilla Nargis, S.H., M.Hum.

2. Dekan Fakultas Hukum

Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum.

NIP.19600310 198703 1 002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 21 Februari 2020

Page 6: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

v

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mutia Kartika Putri

NPM : 1612011204

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pembuktian

Keadaan Memaksa (Force Majeure) Oleh Debitur Dalam Sengketa

Wanprestasi” benar-benar hasil karya bukan plagiat sebagaimana telah diatur

dalam Pasal 27 Peraturan Akademik Universitas Lampung dengan Keputusan

Rektor Nomor 3187/H26/2010.

Bandar Lampung, 21 Februari 2020

Mutia Kartika Putri

NPM. 1612011204

Page 7: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mutia Kartika Putri, dilahirkan pada tanggal

30 Mei 1998 di Bandar Lampung. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Beddi, S.H., M.H.

dan Ibu Dra. Agustinawaty.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Natar Lampung Selatan

pada tahun 2010, SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2013, SMA Negeri

2 Bandar Lampung pada tahun 2016. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN pada tahun 2016

dan telah mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I tahun 2019

selama 40 hari di Desa Simpang Abung, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten

Lampung Utara.

Selama menempuh pendidikan sebagai mahasiswa, penulis aktif berorganisasi

sebagai Pengurus Bidang Kajian di UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH)

FH Unila pada periode 2019-2020. Penulis juga turut serta dalam kepanitiaan

tingkat nasional pada National Moot Court Competition Anti Human Trafficking

(NMCC AHT) Piala Prof. Hilman Hadikusuma tahun 2019 dalam Devisi

Mooting. Penulis menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 8: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

vii

MOTO

“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah

untuk dirinya sendiri”

(Q.S. Al Ankabut: 6)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

(Q.S. Al Mujadalah: 11)

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S. Al Insyirah: 6)

Page 9: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

viii

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat karunia, rahmat dan hidayah yang

diberikan

Shalawat teriring salam kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan Akhlaqul

Kharimah

dengan segala kerendahan hati saya persembahkan skripsi ini kepada:

Ayah tercinta Beddi dan Ibu tersayang Agustinawaty

Kedua orang tua yang selama ini telah mendidik dengan penuh kasih sayang,

melindungiku dan merawatku dengan setulus hati serta memberiku doa dan

motivasi untuk menjadi anak yang dapat mewujudkan impian dan membanggakan

orang tua di jalan yang benar menuju keberhasilan saya saat ini.

Page 10: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

ix

SANWACANA

Dengan mengucap Alhamdulillahhirobbil’alamin, segala puji bagi Allah

Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam, yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda

Rasulullah Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan seluruh

pengikutnya yang senantiasa mengikuti jalan petunjuk-Nya. Aamiin. Hanya

dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)

OLEH DEBITUR DALAM SENGKETA WANPRESTASI” ini diajukan

untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Apabila masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran, kritik dan

masukan membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan

dan kesempurnaan skripsi ini. Dalam Penyelesaian skripsi ini, penulis

mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka

pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga

kepada:

1. Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

Page 11: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

x

2. Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas

Hukum Universitas Lampung;

3. Rohaini, S.H., M.H., P.h.D., Sekretaris Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Aprilianti, S.H., M.H., Dosen Pembimbing I, terima kasih atas waktu yang

telah diluangkan, bimbingan, saran, masukan, dan bantuan yang sangat berarti

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II, terima kasih atas

waktu yang telah diluangkan, bimbingan, saran, masukan, dan bantuan yang

sangat berarti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

6. Nilla Nargis S.H., M.Hum., Dosen Pembahas I terimakasih atas waktu, kritik,

dan saran dalam seminar I dan II guna kesempurnaan skripsi ini;

7. Dewi Septiana, S.H., M.H., Dosen Pembahas II terimakasih atas waktu,

kritik, dan saran dalam seminar I dan II guna kesempurnaan skripsi ini;

8. Seluruh dosen dan karyawan yang bertugas di Fakultas Hukum Universitas

Lampung, khususnya Dosen Bagian Hukum Keperdataan yang selama ini

telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi saya;

9. Keluarga Besar UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) yang telah

memberikan saya pengalaman organisasi dan ilmu pengetahuan yang kelak

akan berguna untuk masa depan saya;

10. Kedua saudara kandungku, kakak ku Muhammad Khalid Yudha P dan adik

ku Muhammad Rizky Hidayatullah, yang selalu mendoakan dan mendukung

disetiap langkah yang saya lalui;

Page 12: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xi

11. Kakak-kakak saya, Hanifah Nuraini, Sofiatun Tasliyah dan Lenny Oktavia

yang telah membantu, membimbing dan memotivasi saya dalam menyusun

skripsi;

12. Sahabat-sahabatku dimasa SMA, Desmalinda Kurniati Daraz, Feby

Setianingrum dan Siti Luthfia Nabilla Caya terima kasih selalu memberi

dukungan dan motivasinya selama ini;

13. Sahabat-sahabatku dimasa perkuliahan, Aliffira Sekarningrum, Alma

Rahmatika, Tassya Nurandea, Febia Salwa, Abi Hasan dan Tri

Rahayuningtyas, yang selalu memberi dukungan selama perjalanan menyusun

skripsi;

14. Teman-teman seperjuangan skripsi, Galuh Putri Larasati, Krisnawati, Rifni

Irma, Devi Hermanto, Rahmad, Kalos, Nana, Adam, Chindoliza, Sheila, Ayu

Meliana, Moenaqistin, Nadya Safira, Liya, Qori, Maulani dan Malinda,

terimakasih telah saling memotivasi dan memberikan semangat selama

mengerjakan skripsi ini;

15. Teman-teman KKN Desa Simpang Abung, Anggun, Maria, Thomas, Ahya,

Anggi, Ikhsan terimakasih untuk waktu dan dukungannya hingga saat ini;

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada saya. Pada akhirnya, saya menyadari walaupun skripsi ini

telah disusun dengan sebaik mungkin, tidak akan menutup kemungkinan adanya

kesalahan yang mengakibatkan skripsi ini belum sempurna, namun saya sangat

Page 13: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xii

berharap skripsi ini akan membawa manfaat bagi siapapun yang membacanya dan

bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 21 Februari 2020

Penulis

Mutia Kartika Putri

Page 14: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .............................................................................................................. i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................v

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi

MOTO .................................................................................................................. vii

PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii

SANWACANA ..................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi

I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1 A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup.............................................................5

1. Permasalahan .........................................................................................5

2. Ruang Lingkup ......................................................................................5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...............................................................6

1. Tujuan Penelitian...................................................................................6

2. Kegunaan Penelitian ..............................................................................6

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................8 A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perjanjian .............................................8

1. Pengertian Hukum Perjanjian................................................................8

2. Syarat Sahnya Perjanjian .....................................................................11

3. Asas Hukum Perjanjian .......................................................................15

B. Wanprestasi ..............................................................................................17

1. Pengertian Wanprestasi .......................................................................17

2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi ................................................................18

3. Akibat Wanprestasi .............................................................................19

4. Dasar Pembelaan Debitur yang Dituduh Wanprestasi. .......................20

C. Keadaan Memaksa (Force Majeure) .......................................................21

1. Pengertian Keadaan Memaksa (Force Majeure) ................................21

2. Klasifikasi Teori Keadaan Memaksa (Force Majeure).......................24

3. Akibat Keadaan Memaksa (Force Majeure) .......................................28

Page 15: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xiv

D. Konsep dan Beban Pembuktian dalam Perkara Perdata ..........................29

E. Kerangka Pikir .........................................................................................31

III. METODE PENELITIAN .............................................................................33 A. Jenis Penelitian dan Tipe Penelitian ........................................................33

1. Jenis Penelitian ....................................................................................33

2. Tipe Penelitian.....................................................................................34

B. Pendekatan Masalah.................................................................................35

C. Data dan Sumber Data .............................................................................35

D. Metode Pengumpulan Data ......................................................................36

E. Metode Pengolahan Data ........................................................................37

F. Analisis Data ............................................................................................38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................................39 A. Kualifikasi Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Hukum

Perjanjian .................................................................................................39

B. Beban Pembuktian Debitur dalam Membuktikan Keadaan Memaksa

(Force Majeure) .......................................................................................49

C. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Peristiwa Force Majeure

Pada Putusan Pengadilan .........................................................................54

1. Perkara PT. Brightsours Pecatu Indonesia, Ananda Mikola vs Sari

Lestari Darmawan Huaturuk (Putusan Nomor:

652/Pdt.G/2015/PN.Dps jo. Putusan Nomor: 94/Pdt/2016/PT.Dps jo.

Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017) .......................................................55

2. Perkara Titus Tilukay vs Yohanes V. Leleury (Putusan Nomor:

40/Pdt.G/2012/PN.AB jo. Putusan Nomor: 25/Pdt.G/2013/PT.MAL

jo. Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014) ...................................................60

3. Perkara Ir. E. Rosita K. Dewiyani vs PT. Caraka Jaya Sentosa dan

Sunarto (Putusan Nomor: 273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim) .....................64

4. Perkara DR. Abdoel Djalal AR. MPH. vs Wilyarman Bustami

(Putusan No: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel) ..........................................68

5. Perkara Rudi Susanto vs Daniel Angka Wijaya dan Aditya

Angkawijaya (Putusan No: 23/Pdt.G/2014/PN.PBL) .........................72

V. PENUTUP ......................................................................................................79 A. Kesimpulan ..............................................................................................79

B. Saran ........................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Pertimbangan Hakim dalam Membuktikan Peristiwa Force Majeure Pada

Putusan Pengadilan .........................................................................................76

Page 17: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pikir ................................................................................................31

Page 18: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya kepentingan antar individu membuat mereka saling mengikatkan diri

dengan yang lain, untuk memenuhinya maka individu tersebut membuat suatu

perjanjian satu sama lain. Pengaturan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III

Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan yang mana satu orang yang lain mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih”.

Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka atau open system, artinya bahwa

para pihak bebas membuat perjanjian dengan siapapun, baik menentukan isi

perjanjian, bentuk perjanjian dan bagaimana pelaksanaannya asalkan tidak

bertentangan dengan kepatutan, ketertiban umum dan kesusilaan. Atas dasar

kebebasan tersebut maka para pihak dapat menentukan sendiri isi atau klausul-

klausul dari perjanjian, salah satunya mengenai hak dan kewajiban para pihak

demi memberikan tanggung jawab dan kepastian hukum dari perjanjian tersebut.

Perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-

undang bagi para pihak yang membuatnya sesuai dengan asas Pacta Sunt

Servanda. Hal tersebut bersesuaian dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yang

berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

Page 19: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

2

undang bagi mereka yang membuatnya.” Mengikat secara sah artinya perjanjian

itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang diakui oleh hukum

Maka perjanjian tersebut mengikat para pihak dan para pihak wajib melaksanakan

perjanjian tersebut sesuai kesepakatan.

Pada tahap pelaksanaan perjanjian para pihak harus melaksanakan apa yang

menjadi kewajibannya. Kewajiban debitur memenuhi apa yang diperjanjikan

itulah yang disebut sebagai prestasi. Ada kalanya pelaksanaan perjanjian tidak

berjalan sesuai kehendak para pihak atau sesuai dengan apa yang telah

diperjanjikan sebelumnya. Timbulnya kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan

suatu perjanjian dapat disebabkan oleh salah satu pihak ataupun kedua belah

pihak atau bahkan dapat disebabkan oleh suatu keadaan diluar kuasa para pihak.

Apabila para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian,

maka disebut sebagai wanprestasi. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur

dapat disebabkan karena dua alasan, yaitu1:

a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian, dan

b. Karena keadaan memaksa (force majeure), diluar kemampuan debitur.

Pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian dapat digugat oleh pihak

yang dirugikan atas kerugian yang timbul. Pihak kreditur yang dirugikan sebagai

akibat kegagalan pelaksanaan perjanjian oleh pihak debitur mempunyai hak gugat

dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya. Disisi lain pihak yang digugat

melakukan wanprestasi atau debitur dapat melakukan suatu pembelaan tertentu

agar terhindar dari tuntutan tersebut.

1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2000), hlm. 241.

Page 20: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

3

Pembelaan pihak yang dituduh wanprestasi yang pada umumnya adalah debitur,

dapat mengajukan tangkisan atau pembelaan untuk membebaskan diri dari akibat

buruk wanprestasi. Tangkisan atau pembelaan tersebut dapat berupa tidak

terpenuhinya prestasi disebabkan oleh keadaan memaksa (force majeure).

Keadaan memaksa (force majeure) merupakan suatu keadaan yang tidak terduga,

tidak disengaja terjadi diluar kesalahan dari debitur tanpa adanya itikad buruk.

Keadaan memaksa atau force majeure dapat dilihat dalam Pasal 1244 dan Pasal

1245 KUHPerdata. Pasal tersebut memberikan suatu pengecualian atas

ketidakmampuan atau halangan debitur dalam pemenuhan prestasi disebabkan

oleh suatu keadaan memaksa (force majeure) yang terjadi diluar kuasanya artinya

adanya unsur impossibility. Bilamana karena force majeure atau keadaan yang

tidak terduga berhalangan untuk memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu,

debitur harus berusaha menunjukan dan membuktikan bahwa tidak terpenuhinya

perjanjian disebabkan adanya suatu kedaan memaksa atau force majeure. Force

majeure berfungsi untuk melindungi para pihak akibat ketidakmampuan

pemenuhan prestasi karena keadaan diluar kesalahan debitur.

Debitur dapat menghindarkan diri dari tuntutan ganti rugi, maka ia harus

membuktikan bahwa peristiwa yang merugikan timbul diluar kesalahannya atau

dengan perkataan lain ia menghadapi keadaan memaksa.2 Jadi, beban pembuktian

ada pada debitur, untuk membuktikan bahwa hal itu disebabkan karena adanya

halangan yang tidak dapat diduga sebelumnya dan tidak ada unsur kesalahan pada

saat munculnya halangan itu, serta halangan itu tidak dapat diduga sebelumnya,

kecuali debitur memiliki itikad buruk.

2 J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: PT. Alumni, 1999), hlm. 159

Page 21: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

4

Kasus terkait keadaan memaksa atau force majeure terdapat dalam gugatan

wanprestasi Perkara PT. Brightsours Pecatu Indonesia dan Ananda Mikola vs Sari

Lestari Darmawan Huaturuk (Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017), Perkara Titus

Tilukay vs Yohanes V. Leleury (Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014), Perkara Ir. E.

Rosita K. Dewiyani vs PT. Caraka Jaya Sentosa dan Sunarto (Putusan Nomor:

273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim), Perkara DR. Abdoel Djalal AR. MPH. vs

Wilyarman Bustami (Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel) dan Perkara

Rudi Susanto vs Daniel Angka Wijaya dan Aditya Angkawijaya (Putusan Nomor:

23/Pdt.G/2014/PN.Pbl). Kelima putusan tersebut berisikan pertimbangan majelis

hakim yang menyatakan bahwa pembelaan debitur berupa terjadinya force

majeure yang mengakibatkan tidak terpenuhinya prestasi tidak dapat secara serta-

merta dikategorikan sebagai suatu keadaan memaksa, penerapan Pasal 1244 dan

1245 KUHPerdata tidak dapat dilakukan dengan mudah karena untuk

membuktikan suatu peristiwa itu tergolong dalam suatu keadaan memaksa yang

sah menurut hukum masih memiliki tanggung jawab dan beban pembuktian yang

berat oleh debitur. Perlu dibuktikan apakah peristiwa tersebut memenuhi unsur-

unsur force majeure serta perlu adanya suatu upaya yang dilakukan debitur

bilamana terjadi suatu peristiwa tak terduga.

Permasalahan hukum yang terkait dengan masalah pembuktian keadaan memaksa

(force majeure) dirasa perlu dikaji karena keadaan memaksa sendiri merupakan

salah satu alat untuk membela diri tetapi penggunaannya masih memiliki

tanggungjawab yang berat oleh debitur.

Page 22: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

5

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, fenomena tersebut menarik

untuk dikaji bagi penulis dan untuk meneliti serta memaparkan masalah ini untuk

dituangkan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pembuktian Keadaan

Memaksa (Force Majeure) Oleh Debitur Dalam Sengketa Wanprestasi.”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian

ini meliputi :

a. Bagaimana kualifikasi force majeure menurut hukum perjanjian?

b. Bagaimanakah beban pembuktian debitur dalam membuktikan keadaan

memaksa (force majeure)?

c. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan peristiwa force majeure

pada putusan pengadilan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang lingkup keilmuan dan ruang

lingkup objek kajian, yaitu:

a. Ruang Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal

yang berkaitan dengan ilmu hukum keperdataan, khususnya dalam bidang

hukum perjanjian.

Page 23: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

6

b. Ruang lingkup objek kajian

Ruang lingkup kajian penelitian ini adalah pembuktian keadaan memaksa

(force majeure) oleh debitur karena dianggap wanprestasi pada suatu

perjanjian.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Memahami dan menganalisis kualifikasi force majeure menurut hukum

perjanjian

b. Memahami dan menganalisis beban pembuktian debitur dalam membuktikan

keadaan memaksa (force majeure).

c. Memahami dan menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan

peristiwa force majeure pada putusan pengadilan.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan

keilmuan khususnya dalam bidang hukum perjanjian. Hasil dari penelitian ini

diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang pembuktian keadaan

memaksa (force majeure) oleh debitur dalam sengketa wanprestasi yang

penggunaannya masih memiliki beban pembuktian yang berat serta

sejauhmana suatu keadaan termasuk dalam peristiwa force majeure.

Page 24: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

7

b. Kegunaan Praktis

Selain kegunaan teoritis, penelitian ini pun memberikan kegunaan praktis

yaitu :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang force

majeure dalam sengketa wanprestasi pada Putusan Nomor: 871

K/Pdt/2017, Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014, Putusan Nomor:

273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel,

dan Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl.

2. Sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

menulis bagi penulis.

3. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 25: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perjanjian

1. Pengertian Hukum Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam

bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dituliskan.3 Berdasarkan

ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian

didefinisikan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata dianggap tidak

lengkap dan terlalu luas, karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian

sepihak saja dan rumusan tersebut dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup

hal janji kawin yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang

menimbulkan perjanjian juga. Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang

berjudul “Hukum Perikatan” menyatakan bahwa ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata memiliki beberapa kelamahan, diantaranya4 :

3 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hlm. 1.

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992),

hlm. 77.

Page 26: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

9

a. Hanya menyangkut sepihak saja.

Kata “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari

kedua belah pihak. Seharusnya perumusan pasal tersebut adalah saling

mengikatkan diri, jadi adanya konsensus antara para pihak tersebut.

b. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus.

Pengertian perbuatan ini mencakup pula tindakan-tindakan yang yang tidak

mengandung konsensus seperti tindakan melawan hukum. Seharusnya

digunakan adalah kata “persetujuan” dalam perumusan pasal tersebut.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

Dikatakan luas karena pengertian perjanjian disini mencakup pula perjanjian

lain yang diatur dalam Hukum Keluarga seperti janji kawin. Padahal

perjanjian yang dimaksud disini adalah hubungan antara debitur dengan

kreditur dalam lapangan hukum harta kekayaan saja. Perjanjian yang

dikehendaki oleh Buku III sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat

kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan.

Tidak disebutkannya tujuan mengadakan perjanjian dalam pasal tersebut,

mengakibatkan ketidakjelasan para pihak mengikatkan diri itu untuk apa.

Sehingga perumusannya harus diperjelas dengan menambahkan tujuan dari

para pihak dalam mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.

Berdasarkan pada alasan-alasan yang diuraikan di atas, konsep perjanjian dapat

dirumuskan dalam arti sempit sebagai berikut: “Perjanjian adalah persetujuan

dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan

Page 27: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

10

suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan.” 5

Untuk memahami

istilah mengenai perjanjian terdapat beberapa pendapat para ahli. Adapun

pendapat para ahli adalah:

a. Subekti

Memberikan pengertian perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut

suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk

memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan suatu hal.6

b. R. Setiawan

Menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih.7

c. Abdulkadir Muhammad

Menyatakan bahwa perjanjian adalah hubungan yang terjadi antara debitur

dengan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan dimana

keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum dalam bidang

harta kekayaan ini disebut hukum harta kekayaan.8

d. Syahmin AK

Menyatakan bahwa dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji – janji atau kesanggupan yang diucapkan

5 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., 2000, hlm. 290.

6 Subekti, loc.cit.

7 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 2004), hlm. 49.

8 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., 2000, hlm 9.

Page 28: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

11

atau ditulis.9

e. Wierjono Rodjodikoro

Mengartikan perjanjian, yaitu suatu perhubungan hukum mengenai harta

benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji

untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan

pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.10

Adanya perbedaan pandangan mengenai definisi perjanjian timbul adanya sudut

pandang yang berbeda. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian merupakan

suatu persetujuan antara para pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut

sesuatu atau dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang lain

berkewajiban memenuhi sesuatu dinamakan debitur atau si berutang saling

mengikatkan diri dalam bidang harta kekayaan.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan

syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan

mengikat, diakui dan memiliki akibat hukum (legally concluded contract).

Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang

terdapat dalam ketentuan undang-undang, tidak akan diakui oleh hukum walaupun

diakui oleh para pihak yang membuatnya, tetapi tidak bersifat mengikat, artinya

tidak wajib dilaksanakan. Apabila dilaksanakan pun, sampai suatu ketika ada

pihak yang tidak mengakuinya dan menimbulkan sengketa, kemudian diajukan ke

9 Syahmin, Hukum Kontrak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 140.

10 Wirjono Rodjodikoro, Asas – Asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mazdar

Madju, 2000), hlm. 4.

Page 29: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

12

pengadilan, pengadilan akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.11

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus sah menurut hukum. Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan syarat sahnya suatu

perjanjian, seperti berikut ini:

a. Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak

Sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek

yang mengakan perjanjinaan itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal

pokok dari perjanjian yang diadakan.12

Yang dimaksud dengan kesepakatan

adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan

pihak lainnya. Perlunya kata sepakat dalam mengadakan perjanjian, berarti

bahwa kedua belah pihak harus lah mempunyai kebebasan berkehendak, tidak

dalam tekanan pihak manapun yang menyebabkan “cacat” dalam perwujudan

kehendak tersebut.

Mengingat kesepakatan harus diberikan secara bebas (sukarela), maka Pasal

1321 KUHPerdata menyebutkan ada 3 (tiga) sebab kesepakatan tidak

diberikan secara sukarela yaitu karena adanya paksaan, kekhilafan (dwaling)

dan penipuan (bedrog).13

b. Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan

akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-

11

Ibid, hlm. 299. 12

Subekti, Op.Cit., hlm. 17. 13

I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 61.

Page 30: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

13

orang yang cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum

sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.14

Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Setiap orang adalah cakap

untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak

dinyatakan tidak cakap”. Dikatakan tidak cakap untuk membuat perjanjian

diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, diantaranya :

1) Orang-orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan

pada umumnya semua orang kepada siapa siapa undang-undang telah

melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Ukuran kedewasaan menurut Pasal 330 KUHPerdata adalah mereka yang

telah genap berusia 21 tahun atau telah menikah, sedangkan yang dikatakan

dibawah pengampuan menurut hukum adalah mereka yang tidak dapat berbuat

bebas dengan harta kekayaannya artinya mereka berada dibawah pengawasan

atau diwakili oleh pengampunya. Menurut Pasal 108 KUHPerdata seorang

perempuan yang bersuami untuk mengadakan perjanjian memerlukan bantuan

atau izin suaminya, namun dalam hal ini tidak berlaku lagi sesuai dengan

dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 tanggal 4 Agustus

yang menggangap pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi.

14

Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),

hlm. 165.

Page 31: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

14

Maka yang cakap atau yang diperbolehkan oleh hukum untuk membuat suatu

perjanjian adalah orang yang sudah dewasa dan orang yang tidak sedang di

bawah pengampuan.

c. Adanya suatu hal tertentu atau adanya objek perjanjian (onderwerp der

overeenskomst)

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu

hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua

belah pihak jika timbul perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam

perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.15

Hal tertentu dapat

dikatakan sebagai objek perjanjian atau prestasi (pokok perjanjian). Prestasi

adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan ada yang menjadi hak

kreditur. Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak

berbuat sesuatu.

d. Adanya sebab yang halal (geoorloofde oorzaak)

Dalam Pasal 1230 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan

perngertian orzaak (kausa yang halal). Didalam Pasal 1337 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang.16

Adakalanya

suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang. Sebab terlarang disini maksudnya adalah sebab yang dilarang

menurut undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.17

15

Subekti, Op.Cit., hlm. 19. 16

Salim HS, Op.Cit., hlm. 162. 17

I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 69.

Page 32: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

15

Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang

digolongkan kedalam:

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan

perjanjian (unsur subyektif), dan

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian

(unsur objektif). 18

Apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat sah perjanjian tersebut maka

dapat dikatakan sebagai cacat dalam perjanjian. Jika tidak terpenuhinya unsur

subyektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, namun apabila tidak

terpenuhinya unsur obyektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum dan

perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan dalam pelaksanaannya.

3. Asas Hukum Perjanjian

Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki

oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat

bagi para pihak, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan berbagai

asas umum yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau

rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada

akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak dan dapat dipaksakan

pelaksanaan atau pemenuhannya.19

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting dalam perjanjian, asas-asas

tersebut sebagai berikut:

18

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada), hlm. 93. 19

Ibid, hlm. 14.

Page 33: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

16

a. Asas kebebasan berkontrak.

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang paling penting didalam

hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan suatu perwujudan dari kehendak

bebas, pancaran hak asasi manusia.20

Adanya asas kebebasan berkontrak bagi

para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk

menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian dengan siapapun, baik

menentukan syaratnya, pelaksanaannya, bentuknya, serta isi dari perjanjian

tersebut seperti mengenai hak dan kewajiban para pihak demi memberikan

tanggung jawab dan kepastian hukum dari perjanjian tersebut.

b. Asas konsensualisme.

Asas konsensualisme ini pada dasarnya memperlihatkan bahwa suatu

perjanjian yang dibuat para pihak telah mengikat dan melahirkan kewajiban

dalam perjanjian tersebut setelah para pihak telah mencapai kesepakatan atau

consensus. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku

sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas,

walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang

berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas

atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu.21

Asas ini memiliki kaitan

yang erat dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

c. Asas kepastian hukum.

Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung

20

Mariam Darus Badrul Zaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman

Djamil, Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Cita Aditya Bakti, 2001),

hlm. 27. 21

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 34.

Page 34: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

17

kepastian hukum. Hal ini tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai

undang-undang bagi para pihak.22

Pada dasarnya janji itu mengikat (pacta sunt

servanda) sehingga perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya, asas pacta

sunt servanda sendiri merupakan konsekuensi logis dari efek berlakunya

kekuatan mengikat perjanjian.

d. Asas Keseimbangan.

Asas ini menghendaki para pihak dalam memenuhi dan melaksanakan

perjanjian tersebut secara seimbang. Para pihak baik kreditur dan debitur

mempunyai hak dan kewajiban melaksanakan perjanjian tersebut dengan

itikad baik.

B. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang berarti “prestasi buruk”.

Selain itu perkataan wanprestasi sering juga dipadankan pada kata lalai atau alpa,

ingkar janji, atau melanggar perjanjian bila debitur melakukan atau berbuat

sesuatu yang tidak boleh dilakukan.23

Dalam KUHPerdata, wanprestasi diatur

didalam Pasal 1238 yang menyatakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia

dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,

atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

22

I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 48. 23

Ibid, hlm. 19.

Page 35: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

18

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian antara pihak kreditur dan pihak

debitur. Wanprestasi mempunyai kaitan yang erat dengan somasi. Seseorang

debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi (teguran)

oleh kreditur atau juru sita.24

Somasi adalah teguran keras secara tertulis dari

kreditur atau juru sita kepada debitur, agar debitur berprestasi.

Apabila seorang debitur sudah diperingatkan dengan tegas dan ditagih janjinya,

maka jika ia tetap tidak melakukan prestasinya, ia berada dalam keadaan lalai atau

alpa dan terhadap dia dapat diperlakukan sanksi-sanksi seperti ganti rugi,

pembatalan perjanjian dan peralihan resiko.25

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua

kemungkinan alasan, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban

maupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar

kemampuan debitur.26

2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Wanprestasi yang dilakukan oleh seorang debitur dapat berupa tiga macam,

diantaranya:

a. Memenuhi prestasi tapi tidak tepat pada waktunya.

Dengan kata lain, keterlambatan melakukan prestasi artinya meskipun

prestasi dilaksanakan atau diberikan tetapi tidak sesuai dengan waktu

24

Salim H.S, Op.Cit., hlm. 180. 25

Subekti, Op.Cit., hlm. 47. 26

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 203.

Page 36: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

19

penyerahan dalam perjanjian. Prestasi yang demikian disebut juga kelalaian.

b. Tidak memenuhi prestasi.

Artinya prestasi itu tidak hanya terlambat, tetapi tidak bisa lagi dijalankan.

Hal ini disebabkan karena pemenuhan prestasi yang tidak mungkin

dilaksanakan karena barangnya telah musnah.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna.

Artinya prestasi diberikan tetapi tidak sebagaimana mestinya.27

3. Akibat Wanprestasi

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi

kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak terpenuhinya kewajiban itu karena

ada unsur padanya maka adanya akibat hukum yang akan menimpa dirinya.28

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman

atau sanksi hukum berikut ini:

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur

(Pasal 1243 KUH Perdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau

pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur

sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau

pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).

27

I Ketut Oka Setiawan, loc. cit. 28

J. Satrio, Op.Cit., hlm. 144.

Page 37: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

20

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka

Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.29

4. Dasar Pembelaan Debitur yang Dituduh Wanprestasi.

Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya diberikan

hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa

macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu.30

Pembelaan pihak yang dituduh wanprestasi pada umumnya adalah debitur, dengan

mengajukan tangkisan atau pembelaan untuk membebaskan diri dari akibat buruk

wanprestasi tersebut. Pembelaan tersebut ada tiga macam, diantaranya :

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force

majeure);

Dengan mengajukan pembelaan ini debitur berusaha menunjukkan bahwa

tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang

sama sekali tidak dapat diduga, dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa

terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul diluar dugaan tadi, dengan kata

lain tidak terlaksannya suatu perjanjian atau keterlambatan dalam pelaksanaan

itu, bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah

atau alpa dan tidak dapat dijatuhkan sanksi atas kelalaian. Keadaan memaksa

ini diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata.

b. Mengajukan bahwa si yang berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai

exceptio non adimpleti contractus);

29

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.. 2000, hlm. 203-205. 30

Subekti, Op.Cit., hlm. 55.

Page 38: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

21

Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar

ganti rugi itu mengajukan didepan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak

menepati janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal-balik, dianggap ada suatu

asas kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya masing-masing.

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti

rugi (pelepasan hak atau rechtsverwerking).

Alasan ketiga yang dapat membebaskan si debitur yang dituduh lalai dari

kewajiban mengganti kerugian dan memberikan alasan untuk menolak

pembatalan perjanjian adalah yang dinamakan pelepasan hak atau

rechtsverwerking pada pihak kreditur, dengan ini dimaksudkan suatu sikap

pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa kreditur

itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi, misalnya si pembeli meskipun

barang yang diterimanya tidak memenuhi kualitas atau mengandung cacat

tersembunyi tidak menegur si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi

barang itu dipakainya, atau dipesan kembali, dari sikap tersebut dapat

disimpulkan bahwa barang tersebut sudah memuaskan si pembeli. Jika

kemudian ia menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu

sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.31

C. Keadaan Memaksa (Force Majeure)

1. Pengertian Keadaan Memaksa (Force Majeure)

Seorang debitur yang dituduh lalai dalam melaksanakan suatu perjanjian dan

dimintakan untuk diberikan hukuman atas kelalaiannya dapat melakukan suatu

pembelaan bahwa dirinya dalam keadaan memaksa atau force majeure. Pengertian

31

Ibid, hlm. 58.

Page 39: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

22

secara jelas mengenai keadaan memaksa (force majeure) tidak dituangkan secara

gamblang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata namun ketentuan

mengenai keadaan memaksa (force majeure) dapat kita lihat dalam Pasal 1244

dan Pasal 1245 KUHPerdata.

Pasal 1244 KUHPerdata menyatakan Debitur harus dihukum mengganti biaya,

kerugian dan bunga bila tidak dapat membuktikan bahwa untuk dilaksanakannya

perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu

disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.

Selanjutnya Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Tidak ada penggantian

biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang

terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu

yang diwajibkan atau melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang olehnya.”

Dari rumusan pasal-pasal tersebut, setidaknya terdapat tiga unsur yang harus

dipenuhi untuk force majeure ini, yaitu :

a. Tidak memenuhi prestasi;

b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan yang bersangkutan; dan

c. Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada yang bersangkutan.32

Dari perumusan Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata, dapat dikatakan bahwa kedua

pasal tersebut mengatur suatu hal yang sama, yaitu dibebaskannya debitur dari

32

Hasanuddin Rahman, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 206-207.

Page 40: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

23

kewajiban mengganti kerugian, karena sutau kejadian yang dinamakan keadaan

memaksa. Hanya saja Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkan kejadian yang

dimaksud tersebut dengan nama keadaan memaksa, namun bila ditilik dari

perumusannya (redaksinya), dapat dikatakan bahwa Pasal 1244 KUHPerdata lebih

baik, karena lebih tepat menunjukkan keadaan memaksa itu sebagai suatu

pembelaan bagi seorang debitur yang dituduh lalai, yang mengandung pula suatu

beban pembuktian kepada debitur, yaitu beban untuk membuktikan adanya

peristiwa yang dinamakan dengan keadaan memaksa itu. Debitur diwajibkan

untuk membuktikan tentang terjadinya hal yang tak dapat terduga dan tak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya, yang menyebabkan perjanjian tidak dapat

dilaksanakan, dari pasal-pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa keadaan

memaksa adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja, dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa

tidak dapat menepati janjinya.33

Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukan bahwa tidak

terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali

tidak dapat diduga dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan

atau suatu peristiwa yang timbul diluar keadaan tadi.34

Ketentuan ini memberikan

keringanan bagi debitur untuk untuk tidak melakukan pengantian biaya, kerugian

dan bunga kepada kreditor, atas suatu keadaan yang terjadi diluar kesalahannya

secara kebetulan dan tidak dapat diduga sebelumnya.

33

Subekti, Op. Cit., hlm. 56. 34

Ibid, hlm. 55.

Page 41: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

24

Sebagai sarana bagi debitur melepaskan diri dari gugatan kreditor, maka dalil

adanya keadaan memaksa atau force majeure harus memenuhi syarat bahwa :

a. Pemenuhan prestasi terhalang atau tercegah;

b. Terhalangnya pemenuhan prestasi tersebut diluar kesalahan debitur; dan

c. Peristiwa yang menyebabkan terhalangnya prestasi tersebut bukan merupakan

resiko debitur.35

Selain itu, dalam suatu force majeure harus dapat dibuktikan oleh pihak yang

bersangkutan, mengenai:

a. Bahwa ia tidak bersalah;

b. Bahwa ia tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan jalan lain sekalipun;

c. Ia tidak menanggung resiko.36

Maka dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan memaksa

(force majeure) merupakan suatu keadaan yang tidak terduga, tidak disengaja

terjadi diluar kesalahan dari debitur tanpa adanya itikad buruk dan dalam

membuktikan dirinya dalam keadaan memaksa merupakan kewajiban dari debitur

tersebut.

2. Klasifikasi Teori Keadaan Memaksa (Force Majeure)

Klausa force majeure dalam suatu kontrak ditujukan untuk mencegah terjadinya

kerugian salah satu pihak dalam suatu perjanjian karena act of God, seperti

kebakaran, banjir gempa, hujan badai, angin topan, (atau bencana alam lainnya),

pemadaman listrik, kerusakan katalisator, sabotase, perang, invasi, perang

35

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 272. 36

Hasanuddin Rahman, Op.Cit., hlm. 207.

Page 42: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

25

saudara, pemberontakan, revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi,

blokade, embargo, perselisihan perburuhan, mogok dan sanksi terhadap suatu

pemerintahan.37

Masalah mengenai peristiwa-peristiwa atau keadaan yang bagaimana yang dapat

menimbulkan keadaan memaksa, telah menimbulkan beberapa ajaran tentang

force majeure. Ajaran mengenai keadaan memaksa (force majeure) sudah dikenal

dalam Hukum Romawi yang berkembang dari janji pada perikatan untuk

memberikan suatu benda tersebut. Dalam hal benda tesebut musnah karena

adanya keadaan memaksa maka tidak hanya kewajibannya untuk menyerahkan

tetapi seluruh perikatannya menjadi hapus. Tetapi prestasinya harus benar-benar

tidak mungkin lagi. Dulu hanya dikenal pikiran tentang keadaan memaksa yang

objektif, namun berkembang yang dalam garis besarnya dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu :

a. Teori Force Majeure yang Objektif.

Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan

memaksa atau force majeure, kalau setiap orang dalam kedudukan debitur

tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana mestinya).38

Ajaran ini

menekankan pada ketidakmungkinan atau adanya unsur impossible dalam

pemenuhan prestasi oleh setiap orang.

Dalam ajaran ini pikiran para sarjana tertuju pada bencana alam atau

kecelakaan yang hebat, sehingga dalam keadaan demikian siapapun tidak

37

Thomas S. Bishoff and Jeffrey R. Miller, Force Majeure and Commercial

Impractiability: Issues to Consider Before the Next Hurricane or Matural Disaster Hits, The

Michigan Business Law Journal, Volume 1, Issue 1, Spring 2009, pg. 17. 38

J. Satrio, Op.Cit., hlm. 254.

Page 43: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

26

dapat memenuhi prestasi. Juga jika barang musnah atau hilang diluar

perdagangan dianggap sebagai keadaan memaksa. Dalam Pasal 1444

KUHPerdata, disebutkan jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan

musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama

sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah

perikataannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berutang

dan sebelum ia lalai menyerahkannya.39

b. Teori Force Majeure yang Subyektif

Berbeda dari keadaan terpaksa obyektif atau mutlak, keadaan terpaksa yang

yang bersifat subyektif atau relatif, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk

memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut tetapi karena suatu keadaan

menyebabkan penyerahan tersebut terhambat, misalnya barang yang

seharusnya diangkut melalui angkutan darat, tetapi jalan satu-satunya yang

dapat dilalui untuk mengantar barang tersebut tertutup longsor sehingga

prestasi itu sebenarnya masih bisa dipenuhi jika jalan tersebut sudah tidak

tertutup tanah longsor lagi.40

Menurut ajaran keadaan memaksa subyektif (relatif) keadaan memaksa itu

ada, apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis

dengan kesukaran atau pengorbanan yang besar (ada unsur diffikultas),

sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut

39

Mariam Darus Badrul Zaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman

Djamil, Taryana Soenandar, loc.cit. 40

Ahmad Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta : Rajawali Pres, 2011),

hlm. 77.

Page 44: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

27

pelaksanaan prestasi.41

Selain itu, kedaan memaksa yang bersifat relatif dapat

juga terjadi jika pemenuhan prestasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

kerugian yang cukup besar bagi debitur jika prestasi tersebut terpenuhi.42

Kriteria lain dalam hukum perjanjian, adanya suatu teori terhadap terjadinya force

majeure terhadap perjanjian, diantaranya:

1. Teori Ketidakmungkinan (impossibility).

Ketidakmungkinan pelaksanaan kontrak adalah suatu keadaan dimana

seseorang tidak mungkin lagi melaksanakan kontraknya karena kejadian

diluar tanggung jawabnya. Misalnya kontrak untuk menjual sebuah rumah,

tetapi rumah tersebut hangus terbakar api sebelum diserahkan kepada pihak

pembeli.

2. Teori Kesulitan (difficulty).

Maksudnya adalah terjadinya peristiwa juga tanpa kesalahan dari para pihak,

peristiwa tersebut sedemikian rupa, dimana dengan peristiwa tersebut para

pihak sebenarnya secara teoritis masih mungkin melakukan prestasinya, tetapi

secara praktis terjadi sedemikian rupa, sehingga kalaupun dilaksanakan

prestasi dalam kontrak tersebut, akan memerlukan pengorbanan yang besar

dari segi biaya, waktu atau pengorbanan lainnya. Dengan demikian, berbeda

dengan ketidakmungkinan melaksanakan kontrak, dimana kontrak sama

sekali tidak mungkin dilanjutkan, pada kesulitan pelaksanaan kontrak ini,

kontrak masih mungkin dilaksanakan, tetapi sudah menjadi tidak praktis jika

41

Mariam Darus Badrul Zaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman

Djamil, Taryana Soenandar, loc.cit. 42

Ahmad Miru, loc.cit.

Page 45: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

28

terus dipaksakan.43

3. Akibat Keadaan Memaksa (Force Majeure)

Terjadinya keadaan memaksa (force majeure) oleh debitur mengakibatkan tidak

dapat terlaksananya suatu prestasi yang telah diperjanjikan sebelumnya oleh para

pihak. Adanya akibat yang timbul dari keadaan memaksa bagi perjanjian dan para

pihak, diantaranya:

a. Debitur tidak perlu membayar ganti kerugian (Pasal 1244 KUHPerdata);

b. Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara atau

relatif;

c. Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum

bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk

yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata. 44

Agus Yudha Hernoko dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perjanjian Asas

Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial” menyatakan bahwa adanya peristiwa

yang dikategorikan sebagai force majeure membawa konsekuensi atau akibat

hukum, sebagai berikut:

a. Kreditor tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi;

b. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;

c. Debitur tidak wajib membayar ganti rugi;

d. Resiko tidak beralih kepada debitur;

e. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan dalam perjanjian timbal-balik;

43

Daryl John Rasuh, Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal

1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Lex Privatum, Vol. IV/No.

2/Feb/2016. 44

Salim HS, Op.Cit., hlm. 184-185.

Page 46: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

29

f. Perikatan dianggap gugur. 45

D. Konsep dan Beban Pembuktian dalam Perkara Perdata

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh para

pihak yang beperkara kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan

untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok

sengketa, sehingga hakim memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan

keputusan.46

Pengaturan mengenai sistem pembuktian hukum perdata di

Indonesia, masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang diatur didalam

KUHPerdata dari Pasal 1865 - Pasal 1945. Pasal 1865 KUHPerdata menyebutkan

“Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu

peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang

lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”

Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah

pembagian beban pembuktian. Sebab dalam pembagian beban pembukitan ini

dapat diketahui siapakah yang dapat menanggung beban pembuktian. Pembagian

beban itu harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah, berarti a priori

menjerumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat dalam jurang

kekalahan. Soal pembagian beban pembuktian ini dianggap sebagai suatu soal

hukum atau soal yuridis, yang dapat diperjuangkan sampai tingkat kasasi di muka

Pengadilan Kasasi yaitu Mahkamah Agung melakukan pembagian beban

pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau

45

Agus Yudha Hernoko, loc. cit. 46

Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari, Surat Gugat dan Hukum

Pembuktian Dalam Perkara Perdata (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 50.

Page 47: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

30

undang-undang merupakan alasan Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan

hakim atau pengadian rendahan yang bersangkutan.47

Didalam pembagian beban pembuktian dikenal asas, yaitu siapa yang mendalilkan

sesuatu dia harus membuktikannya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1865

KUHPerdata. Hal ini secara sepintas mudah untuk diterapkan. Namun,

sesungguhnya dalam praktik merupakan hal yang sukar untuk menentukan secara

tepat siapa yang harus dibebani kewajiban untuk membuktikan sesuatu.48

Lahirnya kewajiban dalam membuktikan suatu dalil tersebut, terletak pada siapa

yang mendalilkan seperti dalam gugatan, dalam hal ini adalah penggugat, tetapi

bilamana tergugat mengajukan dalil bantahannya, maka tergugat pun dibebani

untuk membuktikan dalil bantahannya, dalam hal ini kesempatan untuk

membuktikan dalilnya adalah penggugat yang kemudian diikuti oleh tergugat.

Meningat pembuktian dalam suatu perkara perdata dipersidangan merupakan

suatu hal yang sangat penting, karena bila pihak penggugat tidak dapat

membuktikan dalil atau peristiwa yang dikemukaannya, maka ia harus dikalahkan,

namun jika tergugat tidak dapat membuktikan bantahannya, maka tergugatlah

yang harus dikalahkan.

47

Maisara Sunge, Beban Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Jurnal Inovasi Volume 9,

No.2, Juni 2012, hlm. 5 48

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 55.

Page 48: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

31

E. Kerangka Pikir

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Perjanjian yang dibuat para pihak yakni kreditur dan debitur berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Atas suatu kebebasan berkontrak,

para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi atau klausul-klausul dalam

perjanjian. Pada umumnya para pihak mencantumkan klausul keadaan memaksa

atau penghapusan tanggungjawab salah satu pihak apabila terjadi suatu keadaan

Sengketa Wanprestasi

(Studi Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017,

Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014

Putusan Nomor: 273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim

Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel

Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl)

Beban pembuktian

debitur dalam

membuktikan keadaan

memaksa (force

majeure)

Kualifikasi force

majeure menurut

hukum perjanjian

Pertimbangan hakim

dalam memutuskan

peristiwa force

majeure pada putusan

pengadilan

Pembuktian Force Majeure

Penggugat

(Kreditur)

Tergugat

(Debitur) Perjanjian

Page 49: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

32

memaksa (force majeure) dalam perjanjian. Ada kalanya pelaksanaan perjanjian

tidak berjalan sesuai kesepakatan, pihak kreditur yang menganggap debitur telah

melakukan suatu wanprestasi dan mengajukan gugatan wanprestasi namun disisi

lain pihak debitur yang digugat dapat terbebas dari akibat dari gugatan berupa

ganti kerugian. Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata memberikan pengecualian atas

beban ganti kerugian apabila pihak debitur dapat membuktikan tidak

terlaksananya suatu prestasi tersebut disebabkan oleh suatu keadaan memaksa

(force majeure). Hal ini terbukti putusan pengadilan sengketa wanprestasi yaitu

Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017, Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014, Putusan

Nomor: 273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel,

dan Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl.

Dalam putusan tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah aspek yang

berkaitan dengan objek perkara. Meskipun telah diaturnya klausul tentang

keadaan memaksa dalam perjanjian para pihak tetapi pada kenyataannya

penerapan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata tidak dapat dilakukan dengan mudah

karena untuk membuktian suatu peristiwa itu tergolong dalam suatu keadaan

memaksa yang sah menurut hukum masih memiliki tanggung jawab dan beban

pembuktian yang berat oleh debitur.

Page 50: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ialah cara atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang

menggunakan cara penalaran dan berfikir yang logis-analitis (logika), berdasarkan

dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu atau beberapa cabang ilmu

tertentu untuk menguji kebenaran suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala

atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.49

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam

gejala yang bersangkutan.50

Berikut ini adalah pemaparan penulis mengenai jenis

dan tipe penulisan yang akan digunakan penulis:

A. Jenis Penelitian dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian yang menitikberatkan pada norma atau kaidah hukum yang terdapat

49

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.

104. 50

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitan Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,

2010), hlm. 43.

Page 51: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

34

dalam Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017, Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014, Putusan

Nomor: 273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel,

dan Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl tentang wanprestasi.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis/dogmatik,

karena tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum. Penelitian hukum

normatif memiliki kecenderungan dalam mencitrakan hukum sebagai disiplin

preskriptif di mana hanya melihat hukum dari sudut pandang norma-normanya

saja yang tentunya bersifat preskriptif.51

Dengan kata lain dikatakan penelitian

hukum normatif meneliti dan mengkaji pemberlakuan atau implementasi

ketentuan hukum normatif berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) terhadap pertimbangan hakim dalam memutus suatu sengketa

wanprestasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji Putusan

Nomor: 871 K/Pdt/2017, Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014, Putusan Nomor:

273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel, dan

Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl, bahan-bahan pustaka, dan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian dan argument para pihak

serta argumentasi hukum majelis hakim dalam memutus perkara wanprestasi

terhadap adanya peristiwa keadaan memaksa (force majeure).

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian hukum deskriptif

bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memproleh gambaran (deskriptif) lengkap

tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu

51

Depri Liber Sonata, 2014, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris:

Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum, Universitas Lampung, Lampung.

Page 52: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

35

yang terjadi dalam masyarakat.52

Bertujuan menggambarkan secara jelas,

sistematis, dan rinci mengenai kualifikasi keadaan keadaan memaksa dalam

perjanjian, beban pembuktian dari tergugat atau debitur serta pertimbangan hakim

dalam memutus sengketa tersebut dan sah tidaknya alasan keadaan memaksa atau

force majeure.

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.53

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat pendekatan

yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum

utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum,

penelitian ini dilakuakan dengan pendekatan studi kasus hukum serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

C. Data dan Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian dan pendekatan masalah yang digunakan, maka data

yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan

pustaka dengan cara mengumpulkan dari berbagai sumber bacaan yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang dimaksud terdiri

dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

secara umum atau bagi para pihak berkepentingan berupa Putusan Majelis

52

Abdulkadir Muhammad, 2004, hlm. 50. 53

Ibid, hlm. 112.

Page 53: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

36

Hakim dan Peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan

penelitian ini, antara lain:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);

2. Putusan Nomor: 871 K/Pdt/2017 tentang wanprestasi;

3. Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014 tentang wanprestasi;

4. Putusan Nomor: 273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim tentang wanprestasi;

5. Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel tentang wanprestasi;

6. Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl tentang wanprestasi.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan berupa peraturan yang

menjelaskan lebih lanjut bahan hukum primer berupa literatur, buku-buku

yang berkaitan dengan pokok bahasan.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang meliputi Kamus

Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ensiklopedia dan artikel pada

majalah, surat kabar atau internet.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data berupa suatu pernyataan tentang sifat, keadaan,

kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan

suatu informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian. Dalam

metode pengumpulan data pada umumnya dikenal dua jenis alat atau cara yaitu

studi dokumen atau studi pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara.54

Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi

54

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),

hlm. 35.

Page 54: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

37

pustaka, studi dokumen. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode

pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

a. Studi pustaka

Studi pustaka yaitu dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur yang

berkaitan pokok bahasan yang akan dibahas dengan cara membaca untuk

mencari dan memahami data yang diperlukan kemudian dilakukan pencatatan

atau pengutipan terhadap data tersebut.

b. Studi dokumen

Studi dokumen yaitu mengkaji informasi tertulis mengenai hukum yang tidak

dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui oleh pihak tertentu. Studi

dokumen dilakukan dengan cara mengkaji dokumen berupa Putusan Nomor:

871 K/Pdt/2017, Putusan Nomor: 544K/Pdt/2014, Putusan Nomor:

273/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor: 499/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel, dan

Putusan Nomor: 23/Pdt.G/2014/PN.Pbl tentang wanprestasi. Teknik yang

digunakan adalah membaca putusan tersebut kemudian dilakukan

penganalisaan terhadap isi putusan tersebut.

E. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data merupakan suatu perubahan atau bentuk pengolahan data

ke bentuk yang lebih informatif atau berupa informasi hasil dari kegiatan

pengolahan suatu data dalam bentuk tertentu yang lebih berarti dari suatu kegiatan

atau suatu peristiwa. Setelah melalui tahap pengumpulan data, selanjutnya

dilakukan pengolahan data, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk

menganalisis permasalahan yang akan diteliti dalam melakukan pengolahan data

dilalui tahap-tahap sebagai berikut :

Page 55: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

38

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi data yang terkumpul sesuai

dengan pokok bahasan secara lengkap dan relevan, apabila ada kekurangan

atau kekeliruan maka akan dilengkapi dengan diperbaiki.

2. Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur,

beraturan, logis, sehingga mudah dipahami.

3. Sistematisasi data (systematizing), yaitu melakukan penyusunan dan

penempatan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan

masalah sehingga memudahkan pembahasan.

F. Analisis Data

Analisis data adalah cara untuk mengolah suatu data menjadi informasi sehingga

karakteristik data tersebut dapat dipahami dan bermanfaat untuk solusi

permasalahan, tertutama masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis

data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menguraikan data secara bermutu

dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif,

sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Page 56: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini

adalah:

1. Kualifikasi force majeure dalam hukum perjanjian memang tidak diatur secara

jelas dalam KUHPerdata. Force majeure berangkat dari adanya suatu

peristiwa yang tidak dapat diprediksi oleh manusia, seiring berjalannya waktu

dapat atau tidaknya peristiwa yang tidak dapat diprediksi manusia itu

berkembang menjadi beberapa penafsiran dan tidak hanya berkaitan dengan

adanya peristiwa alam. Adanya suatu batasan tertentu atas keberlakukan force

majeure. Sebab, force majeure bukan hanya berbicara mengenai ada atau

tidaknya suatu evenement atau peristiwa yang terjadi diluar prediksi para

pihak, tetapi doktrin berkembang dalam praktiknya force majeure harus

didukung dengan itikad baik maupun kepatutan atau upaya yang dilakukan

oleh debitur dalam pemenuhan prestasi meskipun pemenuhan prestasi tersebut

terhalang.

2. Pembuktian mengenai keadaan memaksa merupakan salah satu alat untuk

membela diri tetapi penggunaannya masih memiliki beban dan tanggungjawab

yang berat oleh debitur. Pasal 1244 KUHPerdata memberikan beban

pembuktian kepada debitur bilamana terjadi force majeure dalam pemenuhan

Page 57: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

80

prestasi. Debitur wajib membuktikan bilamana kegagalan prestasi tersebut

bukan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya, melainkan disebabkan

oleh keadaan memaksa yang sah menurut hukum berdasarkan syarat

terjadinya force majeure. Perjanjian memuat kesepakatan khususnya

mengenai klausul keadaan memaksa atau force majeure. Tetapi dalam

kenyataannya klausul atau hal-hal yang telah diperjanjikan masih saja

diperdebatkan dalam pembuktiannya. Untuk membuktikan bahwa salah satu

pihak atau debitur telah terjadi force majeure, hanya debitur yang dapat

mengemukakan terjadinya suatu keadaan memaksa.

3. Penggunaan alasan keadaan memaksa oleh debitur akibat tidak terlaksananya

prestasi terbukti dari beberapa putusan pengadilan. Dari beberapa putusan

pengadilan yang diteliti tidak ditemukan adanya alasan force majeure yang

diterima dan dapat dibuktikan oleh tergugat (debitur) sebagai dasar untuk

tidak melaksanakan prestasi. Dalil force majeure yang dikemukakan oleh

tergugat terkesan hanya untuk menunda pelaksanaan prestasi atau untuk

menjadi alasan tidak dinyatakan wanprestasi. Ditolaknya alasan force majeure

oleh majelis hakim karena adanya unsur kelalaian atau kesalahan debitur

dalam pemenuhan prestasi, serta debitur dianggap telah menduga atau

memprediksi peristiwa yang mengalanginya dalam pemenuhan prestasi.

Karena, apabila peristiwa yang menghalangi tersebut dapat diprediksi oleh

debitur maka bukan termasuk sebagai force majeure.

Page 58: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

81

B. Saran

Klausul force majeure merupakan unsur penting dalam merancang perjanjian.

Oleh karena itu ketentuan mengenai keadaan memaksa hendaknya dituangkan

oleh para pihak dalam suatu klausul perjanjian untuk menghindarkan dari

perbedaan penafsiran, perlunya pengaturan yang jelas mengenai peristiwa atau

keadaan yang seperti apa yang termasuk sebagai force majeure agar unsur kehati-

hatian tetap dapat diterapkan. Selain itu, pemerintah hendaknya membuat

peraturan yang khusus mengenai force majeure demi menjamin kepastian hukum

bagi para pihak yang melaksanakan suatu perjanjian.

Page 59: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Badrulzaman, Mariam Darus, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo,

Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan,

Bandung: Cita Aditya Bakti.

Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari. 1999. Surat Gugat dan Hukum

Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hartono, Sunaryati. 1994. Penelitian Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni.

Hernako, Agus Yudha. 2011. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Indonesia. Jakarta: Kencana.

H.S, Salim. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar

Grafika.

_________. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.

Jakarta: Sinar Grafika.

Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:

Rajawali Pres.

___________. 2008. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

____________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

____________________. 1992. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2006. Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Rahman, Hasanuddin. 2003. Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang

Kontrak. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. 1995. Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

Page 60: PEMBUKTIAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) OLEH …digilib.unila.ac.id/61590/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua doa, motivasi,

Rodjodikoro, Wirjono. 2000. Asas – Asas Hukum Perjanjian. Bandung : Mazdar

Madju.

Satrio, J. 1999. Hukum Perikatan Pada Umumnya. Bandung : PT. Alumni.

Setiawan, I Ketut Eka. 2017. Hukum Perikatan. Jakarta : Sinar Grafika.

Setiawan, R. 2004. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitan Hukum. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Soemadipradja, Rahmat S. S. 2010. Penjelasan Hukum Tentang Keadaan

Memaksa (Syarat- Syarat Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan

Memaksa/Force Majeure). Jakarta: National Legal Reform Program.

Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa.

Syahmin. 2006. Hukum Kontrak. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

B. Jurnal

Daryl John Rasuh, 2016, Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure)

Menurut Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016.

Depri Liber Sonata, 2014, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris:

Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Lampung, Lampung.

Maisara Sunge, 2012, Beban Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Jurnal Volume

9, No.2, Juni 2012.

Thomas S. Bishoff and Jeffrey R. Miller, 2009, Force Majeure and Commercial

Impractiability: Issues to Consider Before the Next Hurricane or Matural

Disaster Hits, The Michigan Business Law Journal, Volume 1, Issue 1,

Spring 2009.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.