pembuatan komposit matrik logam berpenguat …

148
PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiC P ) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI METODE METALURGI SERBUK SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains JEPRIANDI GINTING 040801044 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI

METODE METALURGI SERBUK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JEPRIANDI GINTING 040801044

DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI

METODE METALURGI SERBUK

Oleh:

NIM: 040801044 Jepriandi Ginting

Disetujui Oleh:

NIP: 320 004 614 Ir. Muljadi M.Si

Diketahui Oleh: Kepala Pusat Penelitian Fisika

PPF-LIPI

NIP: 320 002 584 Dr. Ing. Priyo Sardjono

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIKS LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI

METODE METALURGI SERBUK

Pembimbing

NIP: 130 427 444 Dra. Ratna A. Simatupang, M.Si

Diketahui Oleh:

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua

NIP: 320 002 584 DR. Marhaposan Situmorang

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI METODE METALURGI SERBUK Kategori : SKRIPSI Nama : JEPRIANDI GINTING Nomor Induk Mahasiswa : 040801044 Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Diluluskan di Medan, Februari 2009

Diketahui Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua Dr. Marhaposan Situmorang NIP: 130 810 771 NIP: 131 945 363

Dra. Ratna A. Simatupang, M.Si

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

PERNYATAAN

PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI

METODE METALURGI SERBUK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Februari 2009

JEPRIANDI GINTING 040801044

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Pembuatan Komposit Matrik Logam Berpenguat Keramik (Al/SiCp) dan Karakterisasinya Melalui Metode Metalurgi Serbuk. Yang dilaksanakan di Laboratorium Keramik dan Gelas P2F LIPI Serpong Tangerang sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dra. Hj. Ratna A. Simatupang. M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis serta Ir. Muljadi. M.Si, Deni S Khaerudini. S.Si, Drs. Pardamean Sebayang, M.Sc., APU, Angito P Tetuko. ST selaku pembimbing di lapangan yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika PPF-LIPI Serpong Dr. Ing. Priyo Sardjono, kepada Drs. Krista Sebayang. M.Si selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti perkuliahan, kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Fisika DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon. M.Si, Dekan FMIPA USU Prof. Eddy Marlianto, M.Sc serta semua Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan ITI (Institut Teknologi Indonesia), Serpong Tangerang, semua mahasiswa Fisika khususnya stambuk 2004. Kepada rekan-rekan asisten dan Staf Laboratorium Fisika Dasar. Kepada teman-teman kost Saymara Tower. Akhirnya tidak terlupakan ucapan terima kasih kepada yang paling kucintai dan kusayangi Ayahanda B. Ginting dan Ibunda R. Surbakti yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril selama mengikuti perkuliahan, kepada kakakku tersayang Lili P Ginting, Amd, Merlina dan keluarga, Adekku Syahrialsyah, Adinda tersayang Triya Sulasih, S.Si Pamanku R. Surbakti dan keluarga, Bibik Inem dan keluarga, Pak Uda Nasib dan seluruh keluarga serta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT KERAMIK (Al/SiCP) DAN KARAKTERISASINYA MELALUI

METODE METALURGI SERBUK

Abstrak

Komposit matriks logam (Metal Matrix Composites, MMC’s) adalah kombinasi dua material atau lebih dengan logam aluminium sebagai matrik dan dikembangkan untuk memperbaiki sifat logam, kekuatan, kesetabilan panas yang tinggi, dan kekerasan. Komposit matrik aluminium sudah banyak dikembangkan karena memiliki densitas yang rendah, tahan korosi, murah dan mudah dipabrikasi. Teknik metalurgi serbuk adalah salah satu proses pabrikasi komposit matrik logam dalam kondisi padat yang masih dikembangkan karena lebih ekonomis, tidak memerlukan peralatan yang rumit Aluminium yang digunakan dalam penelitian ini adalah Al alloy jenis 2124. Kemudian dilakukan variasi penambahan penguat (reinforcement) keramik SiCp sebesar 20 dan 30 %wt. Pada proses pembuatan komposit dengan metode metalurgi serbuk, dilakukan proses coating oksida metal pada permukaan penguat SiCp dengan metode electroless platting dengan menggunakan larutan Al(NO3)3. Proses coating dilakukan untuk meningkatkan kebasahan (wettability) yang rendah antara matrik Al dengan penguat SiCp. Proses pembuatan komposit matrik logam dengan metode metalurgi serbuk menggunakan campuran basah (wet mixing) dengan medium ethanol, cold compaction 300 MPa dan innert gas atmosper menggunakan gas Nitrogen (N2) pada proses sintering. Variasi suhu sintering yang digunakan adalah 450, 500, 550, dan 600 oC dengan rata-rata kenaikan suhu 5 oC/min dan ditahan selama 1 jam dan dengan laju aliran gas Nitrogen (N2) 5 lt/min dengan tekanan 1000 kgf/cm2. Pengujian meliputi sifat fisis (seperti: densitas, porositas, koefisien ekspansi termal, dan ketahanan korosi), sifal mekanik (seperti: kuat tekan, kekerasan, dan ketahanan erosi), dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM dan XRD. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sifat mekanis dan sifat fisis dari komposit matrik logam berpenguat keramik Al/SiCp meningkat dengan kenaikan suhu sintering dan dengan penambahan komposisi partikel penguat SiC dapat meningkatkan sifat mekanis dan sifat fisis seperti: kekerasan, ketahanan erosi, ketahanan korosi, koefisien ekspansi termal, dan ketahanan korosi.Dari pengujian mikrostruktur partikel SiC pada sampel uji tersebar secara homogen (merata) berdasarkan pengujian SEM, dan hasil uji analisa struktur kristal dengan XRD menunjukkan bahwa fase dominan yang muncul adalah Al dan SiC meskipun muncul fase baru yang bersifat degradasi yaitu Al4C3 tetapi masih dalam jumlah yang sangat kecil yang dipengaruhi oleh proses pre-treatmnet tingkat kebasahan (wettability) keramik SiCp.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

FABICATION OF METAL MATRIX COMPOSITESREINFORCED BY CERAMIC (Al/SiCp) AND ITS CHARACTERISTIC

WITH POWDER METALLURGY METHOD

Abstract

Metal Matrix Composites is two or more combination material with aluminum metal as matrix and devolved to fix metal act, strength, high temperature stability and hardness. Metal matrix composites have been developed so many because it has low density, corrosion proof, cheap and easy fabrication. Powder metallurgy technique is one of metal matrix composites fabrication process in solid state that still developed because more economic, doesn’t need difficult equipment. Aluminum that use in this research is Al alloy type 2124. Then it is done added variation reinforcement ceramics SiCp amount 20 and 30 %wt. in composites fabrication process with powder metallurgy method, it’s done coating oxide metal process at reinforcement surface SiCp with electroless platting method with using addition Al(NO3)3. Coating process is done for increase low wettability between matrix Al and reinforcement SiCp. Metal matrix composites fabrication process with powder metallurgy method using wet mixing with pure ethanol, cold compaction 300 MPa and inert gas atmospheric using Nitrogen gas (N2) at sintering process. Variation of sinter temperature that used is 450, 500, 550, and 600 oC with highly temperature average 5 oC/min and holding time for 1 hour and with speed flow Nitrogen gas (N2) 5 lt/min with pressure 1000 kgf/cm2. The testing include physical act (example: density, porosity, coefficient of thermal expansion, and resistance corrosion), mechanical properties (example: compressive strength, hardness, wear resistance), microstructure analysis with using SEM, and structure crystal analysis with using XRD. From research result can be conclude the mechanical properties and physical properties from metal matrix composites reinforced ceramics Al/SiCp increase with sinter temperature highly and with reinforcement particle addition SiC can increase mechanical properties and physical properties such as: hardness, wear resistance, coefficient of thermal expansion and resistance corrosion. From microstructure analysis, particle Sic distributed homogently at test specimen based on SEM analysis, and structure crystal analysis test result XRD show that dominant phase appear is Al, and Sic, eventhough it appear new phase that have characteristic degradation namely Al4C3 but it still in small amount influenced by wettability state pre-treatment ceramics SiCp process.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstrack Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Batasan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.4 Tempat Penelitian 1.5 Sistematika Penelitian Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Komposit 2.1.1 Sifat dan Karateristik Komposit 2.1.2 Klasifikasi Komposit 2.2 Komposit Matriks Logam 2.3 Aluminium 2.4 Silicon Carbida (SiC) 2.5 Tipe Material Penyusun 2.5.1 Matriks (Matrix) 2.5.2 Penguat (Reinforcement) 2.6 Mekanisme Penguatan Komposit 2.6.1 Modulus Elastistas Komposit 2.7 Kebasahan (Wettability) 2.8 Pelapisan pada Partikel Penguat 2.9 Proses Pembuatan Komposit Matriks Logam 2.9.1 Proses Fase Cair (Liquid State Processing) 2.8.2 Proses Fase Uap (Physical Pavor Deposition, PVD) 2.9.3 Proses Fase Padat (Solid State Processing) 2.9.3.1 Pencampuran (Blending or Mixing) 2.9.3.2 Penekanan (kompaksi) 2.9.3.3 Proses Sintering 2.9.3.3.1 Prinsip Dasar Proses Sintering 2.9.3.3.2 Mekanisme Transport Proses Sintering

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.9.3.3.3 Tahapan Sintering 2.9.3.3.4 Klasifikasi Sintering 2.9.3.3.5 Efek Sintering Terhadap Sifat sampel 2.10 Karakterisasi Material Komposit 2.10.1 Sifat Fisis 2.10.1.1 Densitas 2.10.1.2 Porositas 2.10.1.3 Koefisien Ekspansi Termal 2.10.1.4 Korosi 2.10.1.4.1 Pengujian Korosi Dengan Tekanan 2.10.2 Sifat Mekanik 2.10.2.1 Kuat Tekan 2.10.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness Test) 2.10.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance) 2.10.3 Analisa Mikrostruktur 2.10.3.1 SEM (Scanning Electron Microscope) 2.10.4 Analisa Struktur Kristal 2.10.4.1 XRD (X-Ray Diffraction) Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan 3.2 Diagram Alir Penelitian 3.2.1 Diagram Electroless Coating SiC 3.2.2 Skema Diagram Alir Pembuatan Komposit Matriks Logam Al/SiCp 3.3 Variabel Eksperimen 3.3.1 Variabel Penelitian 3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Preparasi Serbuk 3.4.2 Pencampuran (Mixing) 3.4.3 Pembuatan Sampel Uji 3.4.4 Proses Sintering 3.5 Pengujian 3.5.1 Sifat Fisis 3.5.1.1 Densitas 3.5.1.2 Porositas 3.5.1.3 Koefisien Ekspansi Termal 3.5.1.4 Pengujian Ketanan Korosi 3.5.2 Sifat Mekanik 3.5.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strenght) 3.5.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness Test) 3.5.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance) 3.5.3 Analisa Mikrostruktur 3.5.3.1 SEM (Scanning Electron Microscope) 3.5.4 Analisa Struktur Kristal

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.5.4.1 Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction) Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Densitas dan Porositas 4.1.1.1 Densitas dan Porositas Pra Sintering 4.1.1.2 Densitas dan Porositas Pasca Sintering 4.1.2 Koefisien Ekspansi Termal 4.1.3 Ketahanan Korosi 4.2 Sifat Mekanis 4.2.1 Kuat Tekan 4.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness) 4.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance) 4.3 Analisa Mikrostruktur 4.3.1 Scanning Electron Microscope) 4.4 Analisa Struktur Kristal 4.4.1 X-Ray Diffraction) Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D LAMPIRAN E LAMPIRAN F

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Beberapa Komposit Matriks Logam (f = filament, w = whisker) Tabel 2.2 Serat, Matriks, Teknik Pabrikasi dan Penerapan Komposit Matriks Logam. Tabel 2.3 Beberapa Sifat Mekanis dan Sifat Fisis Komposit Matriks Aluminium Berpenguat Keramik SiCp Tabel 2.4 Data Sheet Material Aluminium 2124 Tabel 2.5 Komposisi Kimia Aluminium 2124 Tabel 2.6 Data Sheet Material Silicon Carbide Tabel 2.7 Komposisi Kimia Penguat SiCp Tabel 2.8 Tekanan Berbagai Serbuk Logam Tabel 4.1 Pengukuran Densitas dan Porositas Pra Sintering Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.2 Pengukuran Densitas dan Porositas Pra Sintering Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.3 Pengukuran Densitas dan Porositas Pasca Sintering Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.4 Pengukuran Densitas dan Porositas Pasca Sintering Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.5 Slope Grafik Hubungan Antara Perubahan Temperatur Terhadap Perubahan Panjang Sampel Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.6 Slope Grafik Hubungan Antara Perubahan Temperatur Terhadap Perubahan Panjang Sampel Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.7 Pengukuran Ketahanan Korosi Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.8 Pengukuran Ketahanan Korosi Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.9 Pengukuran Kuat Tekan Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.10 Pengukuran Kuat Tekan Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.11 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.12 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Tabel 4.13 Pengujian Ketahanan Erosi (Wear Resistance) Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Tabel 4.14 Pengujian Ketahanan Erosi (Wear Resistance) Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pembagian Komposit Berdasarkan Jenis Penguat Yang Digunakan Gambar 2.2 Ilustrasi Komposit Berdasarkan Penguat Yang Digunakan Gambar 2.3 Rentang Kekuatan Tarik Spesifik Longitudinal Dan Modulus Spesifik Yang Dapat Dicapai Oleh Komposit Matriks Logam Gambar 2.4 Beberapa Contoh Aplikasi Komposit Matriks Logam Dalam Dunia Industri Gambar 2.5 SEM Struktur Mikro Aluminium 2124 Gambar 2.6 Struktur Kubus β-SiC dan Struktur Heksagonal α-SiC Gambar 2.7 SEM Struktur Mikro Penguat SiCp Gambar 2.8 Jenis Penguat Keramik Gambar 2.9 SEM Struktur Mikro Penguat SiCp Setelah Dilapisi Dengan Al(NO3)3 Gambar 2.10 Flowchart Proses MMC Secara Umum Gambar 2.11 Diagram Proses Pembuatan Komposit Matriks Logam Dengan Metalurgi Serbuk (Komposit DWA) Gambar 2.12 Laju Massa Sebagai Respon Gaya Penggerak Pada Mekanisme Transport Gambar 2.13 Skema Pembentukan dan Pertumbuhan Leher Pada Molekul Dua Partikel Gambar 2.14 Proses Sinter Padat Gambar 2.15 Pengaruh Suhu Sintering Pada: Porositas, Densitas Tahanan Listrik, Kekuatan, dan Ukuran Butiran Gambar 2.16 Perambatan Stress Corrosion Crack Terhadap Fungsi Intensitas Keretakan Gambar 2.17 Pengujian Kuat Tekan Dengan Menggunakan UTM Gambar 2.18 Pengujian Kuat Tekan Sebelum dan Setelah Uji Pada Beberapa Material Logam Gambar 2.19 Pengujian Kuat Tekan Sebelum dan Sesudah Pada Beton Dengan Diameter 150 mm Gambar 2.20 Vickers Hardness Indentation Gambar 2.21 Difraksi Bidang Kristal Gambar 2.22 Kristal Rotasi dan Metode Serbuk Difraksi Gambar 2.23 Skema Prinsip Dasar SEM Gambar 3.1 Skema Proses Electroless Coating SiCp Untuk Meningkatkan Tingkat Kebasahan Keramik (Wettability) Gambar 3.2 Skema Diagram Alir Pabrikasi Alloy Aluminium 2124-SiCp Komposit Matriks Logam Melalui Proses Metalurgi Serbuk Gambar 3.3 Skema Proses Sintering Gambar 3.4 Sampel Uji Kuat Tekan Komposit Matriks Logam Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 3.5 Sampel Uji Kuat Tekan yang Diletakkan Antara Lempeng Penekanan Gambar 3.6 Sampel Yang Hancur Setelah Pengujian Kuat Tekan Gambar 3.7 Daerah Uji Kekerasan dari Sampel Secara Acak Gambar 3.8 Hasil Pengujian Vickers Hardness Gambar 3.9 Skema Alat Uji XRD Gambar 4.1 Kemungkinan Bentuk Serbuk Al dan SiC Pada Saat Proses Kompaksi (a) Bola-Bola, (b) Bola-Bidang dan (c) Bidang-Bidang Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Perubahan Suhu Sintering untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Dan 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Porositas Terhadap Perubahan Suhu Sintering untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Dan 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 450 oC Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 500 oC Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 550 oC Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 600 oC Untuk Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 450 oC Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 500 oC Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 550 oC Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.11 Grafik Hubungan Antara Koefisien Ekspansi Termal Dengan Suhu Pengukuran Pada Suhu Sintering 600 oC Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.12 Grafik Hubungan Antara Perubahan Massa Terhadap Waktu Pada Pengujian Korosi Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp Gambar 4.13 Grafik Hubungan Antara Perubahan Massa Terhadap Waktu Pada Pengujian Korosi Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.14 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Dengan Perubahan Suhu Sintering pada Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 4.15 Grhuafik Hubungan Antara Kekerasan Terhadap Perubahan Suhu Sintering Pada Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp Gambar 4.16 Grafik Hubungan Antara Ketahanan Erosi (Wear Resistance)

Terhadap Perubahan Suhu Sintering Pada Komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Contoh Perhitungan LAMPIRAN B Data-Data Hasil Pengukuran LAMPIRAN C Gambar Bahan Penelitian LAMPIRAN D Gambar Alat Penelitian LAMPIRAN E Gambar Grafik Koefisien Ekspansi Termal Plotter Alat Dilatometer Harrop T-70 LAMPIRAN F Annual Book Standard Test Methods for Material ASTM

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Material yang murah dan mudah didapat tentu akan dapat mengurangi harga

jual dan mengurangi biaya pembuatannya (manufacturing). Industri yang berbasis

logam (seperti: velg kendaraan bermotor, turbin pembangkit tenaga listrik, piston

untuk industri otomotif, peralatan mekanik, dll) di Indonesia pada umumnya masih

meng-impor dari luar negeri, selain itu harga bahan baku yang relatif mahal. Pada

umumnya material penyusun pada piston, velg, dan aplikasi lainnya pada kendaraan

bermotor terbuat dari material casting (cor-an) berbasis besi (ferro). Namun untuk

aplikasi material komposit logam pada dunia industri di Indonesia belum signifikan,

mungkin karena hambatan teknik fabrikasi atau kendala teknis lainnya. Tetapi

keunggulan dari material komposit bila diaplikasikan dalam dunia industri secara

jangka panjang akan memberikan beragam keuntungan, seperti: reduksi berat

komponen, anti korosi, tahan gesek (friction material), konduktifitas panas yang

rendah, dan keunggulan mekanis dan fisis lainnya. Komposit logam yang sering

digunakan saat ini yaitu komposit matrik logam berbasis aluminium karena

merupakan salah satu bahan mineral yang paling melimpah dan murah di dunia.

Sedangkan penguat yang digunakan biasanya berbasis keramik dari beragam golongan

(karbida, nitrida, dan oksida), seperti: SiC, B4C, TiC, berupa partikel, whisker,

maupun berbentuk serat pendek Al2O3. (Zainuri, 2007)

Metalurgi serbuk (powder metallurgy) merupakan teknik fabrikasi yang sangat

luas penerapannya dalam berbagai inovasi teknologi material dewasa ini. Dalam dunia

industri, teknologi ini dapat diaplikasikan untuk berbagai karakteristik material,

seperti sifat fisis yang meliputi sifat listrik, magnet, optik atau sifat mekanik.

Keunggulan penerapan dari teknologi berbasis serbuk antara lain dapat

menggabungkan berbagai sifat material yang berbeda karakteristik, sehingga menjadi

sifat yang baru sesuai dengan yang direncanakan (design). Material komposit dengan

material dasar pembentuk berupa matrik dan penguat berbentuk serbuk, termasuk

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

golongan komposit isotropik dimana semua arah penguat (reinforce) mempunyai

besar yang sama.

Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites, MMC’s) dengan matrik

alumunium dan penguat SiC berbasis serbuk atau juga dikenal dengan komposit

isotropik Al/SiC merupakan material yang berperan potensial dengan aplikasi serta

pengembangan yang luas. Komposit ini mempunyai keunggulan dalam kekuatan dan

ketahanan terhadap aus. Komposit ini juga banyak digunakan sebagai material dasar

komponen produk otomotif seperti gear, piston, disc brake (rem cakram) dan

komponen produk otomotif lainnya.

Komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang banyak digunakan untuk

menggantikan bahan-bahan konvensional yang dari segi kuantitas dan kualitasnya

semakin menurun. Salah satu dari bahan konvensional tersebut adalah alumunium

(Al), yang selama ini dikenal sebagai bahan yang mempunyai sifat fisika ringan,

plastis, dan tahan terhadap korosi dengan memanfaatkan sistem proses pembuatan

komposit serbuk metalurgi (composite of powder metallurgy). Dengan cara sistem

pembuatan tersebut bahan Alumunium yang mempunyai sifat plastis, bila diberi

penguat bahan keramik SiC dengan sifat yang keras, akan mempunyai sifat baru yaitu

diantara plastis dan keras. Hal ini dapat terjadi apabila ada keterikatan antar

permukaan serbuk Alumunium dan serbuk SiC. Kualitas ikatan antar permukaan yang

terjadi antara Al dan SiC dipengaruhi oleh besarnya tekanan (kompaksi) pada saat

proses pembuatan bahan komposit. Tekanan yang terlalu kecil akan menyebabkan

ikatan awal antara permukaan Al dan SiC lemah, oleh karena itu pada saat proses

sintering akan mengalami pelepasan ikatan. Untuk ikatan yang terlalu besar jauh di

atas yield strength (titik luluh) dari matrik akan menyebabkan terjebaknya gas

(traping gas) atau pelupas padat setelah proses penekanan, maka pada saat sintering

hal tersebut menyebabkan keretakan pada komposit. Untuk menghindari peristiwa

yang tidak diharapkan, maka diperlukan pemberian tekanan yang tepat agar ikatan

antar permukaan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, dengan demikian proses

difusi yang terjadi antar permukaan matrik dan penguat dapat terjadi dengan

sempurna. Disamping itu, permasalahan yang sering dihadapi dalam pembuatan

komposit matrik aluminium dengan metalurgi serbuk adalah masalah kebasahan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

(wettability), karena kebasahan partikel penguat (reinforce) terhadap matrik

merupakan faktor utama terbentuknya ikatan (difusi). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kebasahan, antara lain: keseragaman (homogenitas) pada saat mixing

serbuk matrik dan penguat, proses sintering, waktu, dan lingkungan atmosfer. Semua

faktor tersebut sangat menentukan kualitas dari proses pembuatan komposit tersebut.

(Khaerudini, 2008)

Dalam pembuatan komposit dengan proses metalurgi serbuk, serbuk matrik Al

dan partikel penguat SiC dicampur (wet mixing) kemudian dimasukkan kedalam

cetakan (mould) dan dikompaksi dengan menggunakan hidraulic press dengan

tekanan 300 MPa dan ditahan selama 5 menit untuk mendapatkan green body dengan

densitas sampel berkisar 80%. Setelah proses tersebut kemudian dilakukan proses

sintering, proses sintering dilakukan dalam lingkuangan atmosfer Nitrogen (innert

gas) dan suhu sintering divariasi sampai batas 600 oC (dibawah titik leleh aluminium)

dan ditahan selama 1 jam. Pada penelitian ini partikel keramik SiC dibasahi

(wetttability) dengan menggunakan Al(NO3)3.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini batasan masalah yang dibahas meliputi:

1 Variasi suhu sintering mulai dari 450, 500, 550, dan 600 0C dengan waktu

tahan (holding time) selama 1 jam.

2 Pengaruh komposisi dari Al/SiC terhadap sifat mekanis dan fisis komposit

matrik logam, dalam penelitian ini perbandingan komposisi matrik Al dan

penguat SiC adalah 70 : 30 dan 80 : 20 %wt.

3 Pengujian sifat-sifat fisis meliputi:

a. Densitas.

b. Porositas.

c. Koefisien Ekspansi Termal.

d. Korosi.

4 Sifat Mekanik

a. Kuat tekan (compressive strength).

b. Kekerasan (hardness vicker).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

c. Ketahanan erosi (wear resistance).

5 Analisa Mikrostruktur

a. SEM (Scanning Electron Microscope)

6. Analisa Struktur Kristal

a. XRD (X-Ray Difraction)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakterisasi dari komposit matrik logam berpenguat

keramik Al/SiCp.

2. Untuk mengetahui sifat mekanik dan fisis dari komposit matrik logam Al/SiCp

untuk bermacam-macam parameter pengujian.

3. Untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia sebagai

pengembangan industri khususnya dalam pembuatan komposit matrik logam.

4. Untuk mengetahui aplikasi dari komposit matrik logam berpenguat keramik

Al/SiCp dalam berbagai industri maupun dalam kehidupan sehari-hari.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan tentang proses pembuatan (manufacturing) dan

karakterisasi dari komposit matrik logam berpenguat keramik Al/SiCp untuk

bermacam-macam aplikasi dalam sektor industri seperti: industri otomotif,

penerbangan (aerospace), rumah tangga, dan lain-lain dengan memanfaatkan sumber

daya alam lokal yang melimpah di Indonesia seperti logam aluminium dan silicon

carbida.

1.5 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Uji Material Keramik dan Gelas, Pusat

Penelitian Fisika LIPI Gd. 440 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Desa Setu,

Kecamatan Setu, Kabupaten Tangerang, Kode Pos 15310, Provinsi Banten, Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan

diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk

proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir

penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang

diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian

dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komposit

Material komposit didefinisikan sebagai campuran makroskopik antara serat

dan matrik yang bertujuan untuk menghasilkan suatu material baru yang memiliki

sifat dan karakteristik yang berbeda dari unsur penyusunnya. Dengan perbedaan

material penyusun komposit, maka antara matrik dan penguat harus saling berinteraksi

antar muka (interface), sehingga perlu ada penambahan material katalis berupa

wetting agent. Pada material komposit serat berfungsi untuk memperkuat matrik

karena pada umumnya serat jauh lebih kuat dibandingkan dengan matrik, sedangkan

matrik berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan akibat

benturan (impact).

Beberapa defenisi dasar dari komposit sebagai berikut:

a. Sub-Mikro (nano) yang artinya molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang

disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh: senyawa, paduan (alloy),

polimer, dan keramik).

b. Mikrostruktur yang artinya pada kristal, fase, dan senyawa, bila material disusun dari

dua fase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh: paduan Fe dan C).

c. Makrostruktur yang artinya material yang disusun dari campuran dua atau lebih

penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut

satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang biasa

dipakai dalam mendefinisikan komposit).

Secara umum, penyusun komposit terdiri dari dua atau lebih material yang

menimbulkan beberapa istilah dalam komposit, seperti: matrik (penyusun dengan

fraksi volume terbesar), penguat (penahan beban utama), interphase (pelekat antara

matrik dan penguat), dan interface (permukaan fase yang berbatasan dengan fase

lain).

2.1.1 Sifat dan Karakteristik Komposit

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Sifat maupun karakteristik dari komposit ditentukan oleh beberapa faktor:

a. Material yang menjadi penyusun komposit.

Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material penyusun dan

dapat ditentukan secara teoretis dengan pendekatan metode rule of mixture (ROM),

sehingga akan berbanding secara proporsional.

b. Bentuk dan struktur penyusun dari komposit.

Bentuk (dimensi) dan struktur (ikatan) penyusunan komposit akan mempengaruhi

karakteristik komposit.

c. Interaksi antar penyusun.

Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit.

2.1.2 Klasifikasi Komposit

Pada umumnya komposit dapat dibagi menjadi tiga kategori, antara lain:

1. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites – PMC). Bahan ini

merupakan bahan yang paling sering digunakan atau sering disebut dengan

Polimer Berpenguatan Serat (Fibre Rainforced Polymers or Plastics –

FRP). Komposit ini menggunakan suatu polimer berbasis resin sebagai

matriknya, dan jenis serat tertentu sebagai penguat, seperti: serat kaca,

karbon, dan aramid (kevlar).

2. Kompsit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites – CMC). Material

komposit ini biasanya digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat

tinggi, bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat

dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) yang terbuat dari

silikon karbida atau boron nitrida.

3. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites – MMC). Ditemukan

berkembang pada industri otomotif, bahan ini pada umumnya

menggunakan suatu logam seperti aluminium (Al) sebagai matrik dan

penguatnya dengan serat silicon carbida (SiC).

Adapun pembagian komposit berdasarkan jenis penguat yang digunakan

seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 2.1 Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat yang digunakan (Pramono, 2008)

Berdasarkan Gambar 2.1, dapat diketahui bahwa, berdasakan jenis penguat

yang digunakan komposit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel.

b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat.

c. Structural composite, cara penggabungan material komposit berbentuk laminat atau

panel. (Pramono, 2008)

Ilustrasi komposit berdasarkan penguat yang digunakan dapat dilihat pada

gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Ilustrasi komposit berdasarkan penguat yang digunakan (Pramono, 2008)

a. Partikel b. Fiber c. Struktur

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.2 Komposit Matrik Logam

Komposit Matrik Logam (KML) adalah kombinasi rekayasa material yang

terdiri dari dua atau lebih bahan material (salah satunya logam), dengan berbagai

bentuk dan sifat yang dilakukan secara kombinasi dan sistematik pada kandungan-

kandungan yang berbeda pada material tersebut sehingga menghasilkan suatu material

baru yang memiliki sifat dan karakteristik yang lebih baik dari bahan dasar

penyusunnya.

Penelitian dan pengembangan mengenai komposit matrik logam (KML) sudah

mulai dilakukan pada tahun 1960-an, akan tetapi masih banyak mengalami kendala

karena pembuatan komposit matrik logam memerlukan biaya yang relatif tinggi,

minimnya pengembangan tentang pengetahuan tentang komposit matrik logam dan

lain-lain. Namun dewasa ini, karena kebutuhan akan suatu material yang memiliki

karakteristik yang lebih baik dari bahan konvensional serta perkembangan teknologi

rekayasa material yang berkembang sangat pesat, sehingga kendala-kendala yang

selama ini ditemukan dalam proses pembuatan komposit matrik logam dapat diatasi

terlebih karena didukung oleh ketersedian bahan baku seperti: serat karbon dan boron,

kristal whisker dan secara tak langsung oleh keberhasilan komposit matrik polimer.

Industri ruang angkasa (aerospace) dan teknologi pertahanan tertarik dengan prospek

material konstruksi jenis komposit matrik logam tersebut, karena memiliki kekuatan,

kekakuan, dan spesifik yang tinggi. Berbeda dengan material matrik tanpa penguat

dan bahan konvensional, komposit matrik logam diharapkan menjadi suatu material

yang tahan terhadap temperatur yang relatif tinggi. Selain itu, dalam konsep

pembuatan komposit matrik logam mempunyai prospek yang lebih menjanjikan

karena karakteristik bahan yang tahan terhadap suhu tinggi, memiliki batas kelelahan

yang baik (fatigue), sifat redaman, daya hantar listrik, kondiktivitas termal, ketahanan

terhadap korosi, kekerasan yang cukup baik, memiliki bobot yang ringan, ketahanan

aus (wear resistance), dan koefisien muai termal yang lebih baik.

Dewasa ini, pembuatan komposit matrik logam telah dikembangkan dengan

menggunakan penguat partikel, dan yang dapat diaplikasikan untuk berbagai industri

karena penguat partikel merupakan komposit jenis Discontinous Metal Matrix

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Composite’s (DMMC), dan komposit jenis ini sering disebut dengan komposit

isotropik yang artinya semua arah penguat memiliki nilai yang sama dan komposit

dengan penguat jenis partikel juga mudah diproses. Matrik berbasis logam dengan

kerapatan (densitas) yang rendah secara bertahap telah banyak dikembangkan.

Material utama matrik yang umum dikembangkan adalah aluminium, titanium, dan

magnesium. Dalam pembuatan komposit matrik logam, yang paling banyak

dikembangkan adalah komposit matrik logam berbasis aluminium, dan penguat yang

digunakan adalah partikel SiC karena disamping harga bahan baku yang relatif murah

juga mudah didapat, sehingga partikel SiC banyak digunakan untuk penguat dalam

pembuatan komposit matrik logam. Disamping itu, pembuatan komposit matrik logam

juga sering menggunakan penguat alumina.

Padu

an A

l

A

CB

Mempunyai arah

Lebih m

urah

Isotro

pik

Komposit berbasis Al

0,1

0,8

0,7

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

50 100 150

A = Partikel S0.2778iC WhiskerB = Monofilament SiC atau BC = Serat Karbon Mutu Tinggi

Kek

uata

n sp

esifi

k (M

Pa)

Modulus spesifik (MPa) Gambar 2.3 Rentang kekuatan tarik spesifik longitudinal dan modulus spesifik yang dapat dicapai oleh komposit berbasis Aluminium

(Smallman, 1995)

Dari gambar 2.3 dapat dilihat bahwa peningkatan kekuatan tarik spesifik

longitudinal dan modulus spesifik yang dialami paduan aluminium yang diperkuat

dengan serat, whisker, atau partikel. Perubahan sifat sebesar ini tidak akan mungkin

dicapai dengan cara konvensional melalui proses pengembangan paduan. Pada

keadaan yang sama seperti terlihat pada gambar 2.3, perubahan tersebut diikuti

dengan penambahan biaya dan menonjolnya anisotropi. Pada komposit matrik logam

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

dengan perbandingan kekuatan secara longitudinal terhadap kekuatan transversal

adalah 15 : 1 atau lebih. Meskipun penguatan dengan serat kontiniu dapat

meningkatkan kekuatan maksimum satu arah, tetapi kondisi pemakaian sering kali

mengikuti tegangan multi-aksial (acak).

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam proses pabrikasi (manufacturing)

komposit matrik logam, matrik yang paling banyak digunakan adalah logam

aluminium karena logam aluminium merupakan suatu material yang memiliki

beberapa sifat yang menarik untuk dikembangkan sebagai matrik dalam proses

pembuatan komposit matrik logam antara lain: memiliki densitas yang rendah, tahan

terhadap korosi, memiliki sifat panas, dan sifat listrik yang baik. Logam aluminium

yang biasa digunakan sebagai matrik adalah paduan Al-Si, Al-Cu, 2XXX, dan 6XXX.

Komposit matrik aluminium biasanya menggunakan penguat Al2O3, SiC, C akan

tetapi SiO2, B, BN, B4C, AlN masih dalam tahap pengembangan dan penelitian, akan

tetapi dalam pengembangan dan penelitian penguat yang umumnya digunakan adalah

penguat partikel SiC. Pemilihan partikel penguat SiC sebagai bahan pengisi (filler)

banyak dikembangkan karena material SiC memiliki beberapa sifat mekanik dan fisis

yang baik seperti: memiliki nilai modulus elastistas yang tinggi, kekerasan, ketahanan

erosi (wear resistance), dan memiliki nilai koefisien ekspansi termal yang rendah. Jadi

dengan menggunakan material aluminium sebagai matrik dan partikel SiC sebagai

bahan penguat maka akan mendapatkan suatu material komposit yang memiliki sifat

antara getas dan liat, disamping itu juga dihasilkan suatu material komposit yang

memiliki sifat mekanik, sifat fisis, dan sifat termal yang baik, serta menghasilkan

material yang memiliki bobot rendah dan memiliki umur pemakaian yang lebih lama

karena memiliki ketahanan korosi yang baik. Dari tabel 2.1 dapat dilihat beberapa

sifat mekanik, fisis, dan termal komposit matrik aluminium.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 2.1 Beberapa sifat mekanis dan sifat fisis komposit matrik aluminium berpenguat keramik SiCp. (Olivier Beffort, 2002)

Sifat Fisis Satuan

Densitas 2.6 - 3.2 g/cm3

Sifat Mekanik Satuan

Kuat Tarik 300 - 450 MPa

Modulus Elastisitas 180 - 200 Gpa

Ketahanan Lelah 10.0 - 25.0 MPa-m½

Sifat Panas Satuan

Koefisien Ekspansi Termal 7 – 20 x 10-6/°C

Konduktivitas Panas 220 W/mK

Dibandingkan dengan logam monolitik, komposit matrik aluminium

berpenguat partikel SiC memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a) Memiliki kekuatan yang lebih tinggi.

b) Memiliki sifat kekakuan yang lebih tinggi.

c) Memiliki ketahanan lelah yang baik.

d) Lebih tahan terhadap suhu yang relatif tinggi.

e) Memiliki koefisien ekspansi termal dan konduktivitas termal yang baik.

f) Umur pemakain lebih lama karena tahan terhadap korosi.

Kelebihan komposit matrik aluminium berpenguat partikel SiC dibandingkan

dengan komposit matrik polimer:

a) Ketahanan terhadap suhu yang tinggi.

b) Tahan terhadap api.

c) Memiliki tingkat kekakuan dan kekuatan yang lebih tinggi.

d) Tahan terhadap suhu yang lembab.

e) Memiliki sifat listrik dan sifat termal yang baik.

f) Ketahanan terhadap radiasi.

g) Pembuatan komposit matrik logam yang menggunakan penguat whisker maupun

partikel dapat dibuat dengan cara konvensional.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan matrik

Al dan penguat SiCp, telah dilakukan dan dikembangkan dengan beragam metode,

baik untuk komponen siap pakai maupun setengah jadi untuk pemerosesan lebih lanjut

(seperti bilet untuk ekstrusi, pengerolan, dan pengempaan) berbagai metode proses

pembuatan (manufacturing) komposit matrik logam masih terus dilakukan dalam

tahap penelitian di laboratorium atau skala pengembangan industri. Secara umum,

metode proses pembuatan komposit matrik logam, meliputi: peleburan logam matrik

(proses liquid), pencampuran serbuk (metalurgi serbuk atau solid), atau deposisi uap

(vapor deposition). Komposit matrik aluminium berpenguat keramik SiC umumnya

diproses dengan metode metalurgi serbuk (Powder Metallurgy), proses pembuatan

komposit dengan metode serbuk memiliki tiga tahapan yaitu pencampuran (mixing),

penekanan (compaction), dan proses pensinteran (akan dibahas secara rinci pada sub

berikutnya, pada proses pabrikasi. komposit logam Al/SiCp). Campuran serbuk matrik

logam aluminium dan partikel penguat SiC juga dapat dilakukan dengan cara:

pencampuran mekanik (mechanical alloying), pencampuran partikel dengan logam

cair (pengadukan lelehan), pencoran kempa (compachasting), rheocasting, dan spray

deposition. (Smallman, 1995)

Pada era 1980-an, komposit matrik aluminium dengan menggunakan penguat

tak kontinu telah dikembangakan dan diaplikasikan dibidang transportasi. Komposit

matrik logam dengan menggunakan penguat tak kontinu merupakan jenis komposit

yang isotropik dan memiliki sifat mekanik yang lebih baik (dibandingkan dengan

logam tanpa penguat) dan memiliki harga yang relatif murah (proses pembuatan

murah karena penguat tak kontiniu banyak tersedia di alam seperti partikel SiC dan

Al2O3).

Gambar 2.4 Beberapa contoh aplikasi komposit matrik logam dalam dunia industri (a) brake rotors for high speed train, (b) automotive breaking systems, (c)

automotive pushrods, and (d) cor for HV electrical wires (Smallman, 1995)

(a) (c) (b) (d)

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 2.4, memperlihatkan beberapa aplikasi dari pengembangan komposit

matrik aluminium dengan menggunakan partikel penguat SiC, gambar brake rotors

ICE-1 dan ICE-2 dikembangkan oleh Knorr Bremse AG - Jerman dengan

menggunakan matrik aluminium (Al) dengan menggunakan partikel penguat

(AlSi7Mg + SiCp) yang disuplay oleh Duraclan Inc (USA). Breaking systems yang

diproduksi oleh New Lupo from Volkswagen (VW) dengan menggunakan matrik

aluminium dengan menggunakan partikel penguat yang disupaly oleh Duraclan.

Komposit matrik aluminium dengan penguat serat kontinu yang dibuat untuk

pushrods 3M untuk mesin balap. Pushrods yang dibuat dengan menggunkan komposit

aluminium mempunyai bobot yang lebih ringan 40 % bila dibandingkan dengan

menggunakan baja, memiliki kekuatan dan kekakuan yang lebih baik, dan ketahanan

terhadap suhu yang lembab dan juga pada kabel tegangan tinggi (HV elctrical wires)

yang dibuat dengan menggunakan komposit aluminium daripada baja.

2.3 Aluminium

Aluminium merupakan material mineral yang melimpah di permukaan bumi,

yaitu sekitar 7,6 %. Dengan jumlah sebesar itu, aluminium merupakan unsur ketiga

terbanyak setelah oksigen dan silikon, serta merupakan unsur logam yang paling

melimpah. Namun, Aluminium tetap merupakan logam yang mahal karena

pengolahannya sukar. Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah bauksit yang

merupakan satu-satunya sumber aluminium. Kriloit digunakan pada peleburan

aluminium, sedangkan tanah liat banyak digunakan untuk membuat batu bata dan

keramik. Beberapa penggunaan aluminium, antara lain:

a. Sektor industri otomotif, untuk membuat bak truk dan komponen kendaraan

bermotor.

b. Untuk membuat badan pesawat terbang.

c. Sektor pembangunan perumahan; untuk kusen pintu dan jendela.

d. Sektor industri makanan, untuk kemasan berbagai jenis produk.

e. Sektor lain, misal untuk kabel listrik, perabotan rumah tangga dan barang

kerajinan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

f. Membuat termit, yaitu campuran serbuk aluminium dengan serbuk besi oksida,

digunakan untuk mengelas baja in-situ, misalnya untuk menyambung rel

kereta api.

Logam aluminium tergolong logam yang ringan dan memiliki massa jenis

2,78 gr/cm3. Sifat-sifat fisis yang dimilki aluminium, antara lain :

a. Ringan, tahan korosi dan tidak beracun maka banyak digunakan untuk alat

rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain.

b. Reflektif, dalam bentuk aluminium foil digunakan sebagai pembungkus

makanan, obat, dan rokok.

c. Daya hantar listrik dua kali lebih besar dari Cu, maka Al digunakan sebagai

kabel tiang listrik.

d. Paduan Al dengan logam lainnya menghasilkan logam yang kuat seperti

duralium (campuran Al, Cu, Mg) untuk pembuatan badan peswat.

e. Al sebagai zat reduktor untuk oksida MnO2 dan Cr2O3

Struktur kristal aluminium murni adalah FCC (Face Centered Cubic). dan

aluminium memiliki titik leleh sampai 660 oC (1220 oF). Beberapa sifat mekanis dan

sifat fisis dari logam aluminium dapat dilihat pada tabel 2.2 dan pada tabel 2.3

menunjukkan komposisi kimia dari logam aluminium.

Tabel 2.2 Data sheet material Aluminium 2124 (Sumber, up-date Desember 2008, http://www.matweb.com)

Sifat Fisis Satuan Inggris Penjelasan

Densitas 2.78 g/cm3 0.100 lb/in³ Tipe; AA

Sifat Mekanik Satuan Inggris Penjelasan

Modulus Elastisitas 73.0 Gpa 10600 ksi

Rata-rata tegangan

dan tekanan. Dalam

logam Aluminium,

secara umum kuat

tekan lebih besar 2%

dibandingkan dengan

kuat tarik

Poissons Ratio 0.330 0.330 Jarak rata-rata logam

Al Alloy.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Modulus Geser 27.0 GPa 3920 ksi Pendekatan dari

logam Al Alloy

Sifat Elektrik Satuan Inggris Penjelasan

Resistivitas Listrik 0.00000420 ohm-cm 0.00000420 ohm-cm

Sifat Termal Satuan Inggris Penjelasan

CTE, linear 22.9 µm/m-°C

@Temperatur20.0 - 100 °C 12.7 µin/in-°F

@Temperatur 68.0 - 212 °F

AA; Typical;

Jarak rata-rata akhir

24.7 µm/m-°C

@Temperatur 20.0 - 300 °C 13.7 µin/in-°F

@Temperatur 68.0 - 572 °F Rata-rata

Kapasitas Panas 0.882 J/g-°C 0.211 BTU/lb-°F

Konduktivitas Panas 193 W/m-K 1340 BTU-in/hr-ft²-°F

Titik Leleh 502 - 638 °C 935 - 1180 °F

AA; Batas khusus

untuk komposisi

pembuatan dengan

metode tempa

dengan ketebalan ¼

inci atau lebih besar.

Eutektik titik leleh

diabaikan pada

keseragaman.

Solidus 502 °C 935 °F AA; Typical

Liquidus 638 °C 1180 °F AA; Typical

Table 2.3 Komposisi kimia Aluminium 2124

Element Al Si Fe Cu Mn Mg Zn Cr Ti Other

Wt % 92,54 0.2 0.3 4.4 0.6 1.5 0.01 0.1 0.15 0.2

2.4 Silicon Carbida (SiC)

Silicon Carbida (SiC) adalah material keramik non oksida yang dibuat dengan

memanaskan karbon dengan silika di dalam tungku listrik. Politipe silicon carbida

yang paling sederhana adalah struktur intan. Dikenal beberapa fase dalam dari SiC,

antara lain: fase kristalin yang terdiri dari α-SiC dengan truktur heksagonal dan β-SiC

dengan struktur kubus.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dalam β-SiC atom Si dan C teletak pada posisi berselang-seling dari tipe intan

kubus, sedangkan α-SiC mempunyai susunan heksagonal dan rhombohedral dan

mempunyai tetrahedral seperti ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada suhu 2700 oC SiC

terdekomposisi menjadi gas Si dan grafit. Pada temperatur oksidatif SiC cenderung

membentuk lapisan oksida SiO2, sehingga pada atmosfer oksidatif SiC tahan hingga

suhu 1500-1699 oC, serta tahan hingga suhu 2200 oC pada temperatur inert. Sifat SiC

yang istimewa, antara lain: memiliki densitas 3,22 g/cm3, memiliki hantaran panas

yang tinggi, tahan pada temperatur yang tinggi, nilai kekerasan yang tinggi, tahan

kejutan termal yang baik karena merupakan kombinasi dari hantaran panas yang

tinggi dan koefisien muai panas yang rendah, serta tahan korosi seperti diperlihatkan

pada tabel 2.4 dan komposisi kimia dari SiC ditunjukkan pada tabel 2.5.

(a) (b)x

y

z

y

z

x

Gambar 2.5 (a) Struktur kubus β-SiC, (b) Struktur heksagonal α-SiC

(Surdia dan Saito, 1985)

Sifat tahan korosi SiC ditunjukkan dengan ketahanan SiC terhadap abu

batubara, slag asam, dan slag netral. Ketahanan panas SiC ditunjukkan dari suhu

uraian yang mencapai 2200 - 2700 oC. Pada 1000 oC terbentuk lapisan oksidasi berupa

SiO2. Dan kelemahan SiC adalah ketahanan oksidasi di udara hanya mampu mencapai

1700 oC. (Potter, 1990)

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 2.4 Data sheet material silicon carbide (Sumber, up-date Desember 2008, http://www.matweb.com)

Sifat Fisis Satuan Inggris

Densitas 3.22 g/cc 0.112 lb/in³

Sifat Mekanik Satuan Inggris

Modulus Elastisitas 410 GPa 59500 ksi

Kuat Tekan 4600 MPa 667000 psi

Poissons Ratio 0.140 0.140

Kuat Patah 4.60 MPa-m½ 4.19 ksi-in½

Sifat Termal Satuan Inggris

Kapasitas Panas 0.670 J/g-°C 0.160 BTU/lb-°F

Konduktivitas termal 77.5 W/m-K

@Temperature 400 °C

538 BTU-in/hr-ft²-°F

@Temperature 752 °F

125.6 W/m-K

@Temperature 200 °C

871.7 BTU-in/hr-ft²-°F

@Temperature 392 °F

CTE, linear 20°C 4.51 - 4.73 μm/m-°C 2.51 - 2.63 μin/in-°F

Tabel 2.5 Komposisi kimia penguat SiCp

Element %SiC %Al2O3 %SiO2 %Fe2O3

Wt % 94,7 0.3 4.4 0.6

2.5 Tipe Material Penyusun Komposit

2.5.1 Matrik (Matrix)

Matrik adalah pengisi ruang komposit dan memegang peranan penting dalam

mentransfer tegangan antar matrik. Selain itu, matrik juga berfungsi melindungi

penguat dari kondisi lingkungan luar dan menjaga permukaan partikel dari pengikisan.

Matrik memiliki kelemahan dalam menahan beban dalam struktur komposit, akan

tetapi ada beberapa jenis komposit memiliki kelebihan dalam pembebanan geser.

Material matrik mempunyai peranan penting pada fungsi dari komposit secara

keseluruhan. Material dari matrik ini harus memenuhi standar dari kekuatan,

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

kekakuan, kelembaman dan ketahanan terhadap lingkungan, ketahanan terhadap

temperatur tinggi, serta biaya sehingga menghasilkan performance yang baik.

Dalam pembuatan komposit matrik logam yang menggunakan penguat kontinu

maupun tak kontinu, beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk menentukan

pilihan terhadap material penguat. Penggunaan serat kontiniu sebagai penguat untuk

pembuatan komposit matrik logam dapat menghasilkan transfer pembebanan yang

lebih baik dibandingkan dengan menggunakan serat monofilamen. Matrik logam yang

menggunakan penguat serat kontinu pada pembuatan komposit matrik logam memiliki

sifat mekanik yang cenderung pada kelelahan dibandingkan dengan kekuatan.

Pembuatan komposit matrik logam dengan serat kontinu memiliki kekuatan yang

rendah dan rapuh. Dalam pembuatan komposit matrik logam menggunakan penguat

tak kontiniu dapat meningkatkan sifat mekanik dari material komposit tersebut karena

merupakan penguat yang isotropik dimana semua arah pengutannya mempunyai besar

yang sama.

Dewasa ini, penelitian dan pengembangan dalam pembuatan komposit matrik

logam lebih mengacu pada logam yang memiliki bobot yang ringan (densitas rendah)

dan mudah dibentuk seperti Al, Ti, Mg, Cu, dan super alloy. Pemilihan material

logam tersebut dilakukan atas pertimbangan umur pemakaian, sifat mekanis, dan sifat

fisis. Diantara semua jenis logam tersebut yang paling bayak dikembangkan secara

luas saat ini adalah matrik logam aluminium, dibawah ini akan dijabarkan beberapa

matrik yang digunakan dalam pembuatan komposit matrik logam beserta penguat

yang digunakan.

1. Komposit matrik aluminum

a. Serat kontinu: boron, silicon carbida (SiC), serat alumina, dan grafit.

b. Serat tak kontinu: alumina dan serat alumina silika.

c. Whisker : Silicon carbida (SiC).

d. Partikel : Silicon carbida (SiC) dan boron carbida.

2. Komposit matrik magnesium

a. Serat kontinu: grafit dan serat alumina.

b. Whisker: Silicon carbida (SiC).

c. Partikel : Silicon carbida (SiC) dan boron carbida.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3. Komposit matrik titanium

a. Serat kontinu: Silicon carbida (SiC) dan boron yang dilapisi.

b. Partikel : titanium carbida.

4. Komposit matrik tembaga

a. Serat kontinu: grafit dan silicon carbida (SiC)

b. Wires: niobium-titanium, niobium-tin.

c. Particulates: Silicon carbida (SiC) , boron carbida, dan titanium

carbida.

5. Komposit matrik superalloy

a. Wires : tungsten wires.

2.5.2 Penguat (Reinforcement)

Dalam pembuatan komposit penguat yang digunakan baik berupa serat,

partikel dan monofilamen berfungsi untuk menguatkan material komposit tersebut.

Disamping itu partikel penguat juga berfungsi untuk menahan beban yang diterima

oleh komposit, mempengaruhi ke-elastis-an dan meningkatkan kekuatan dari

komposit tersebut.

Dalam pemilihan jenis penguat untuk pembuatan komposit matrik logam harus

memenuhi beberapa sifat, dimana sifat tersebut sangat menentukan karakteristik dari

material komposit yang dihasilkan. Bebrapa sifat yang harus dimiliki oleh partikel

penguat adalah sebagai berikut:

a. Memiliki densitas yang rendah (low density)

b. Memiliki modulus Young dan Elastisitas yang tinggi

c. Kesetabilan panas.

d. Koefisien ekpansi termal yang rendah.

e. Sifat listrik yang baik.

f. Memiliki kuat tekan dan kuat tarik yang tinggi.

g. Mudah dalam pemerosesan.

h. Tahan terhadap abrasi dan korosi.

i. Biaya

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Penguat yang digunakan dalam proses pembuatan komposit matrik logam

dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: whisker, partikel (particulates), dan serat

pendek, dan penguat serat kontinu, seperti pada gambar 2.6, penguat yang umum

digunakan dalam pembuatan komposit matrik logam adalah penguat yang terbuat dari

keramik. (Karl U. K, 2006)

Gambar 2.6 (a) Penguat Mono filaments, (b) Whiskers/Short fiber, dan (c) Partikel (Karl U. K, 2006)

a. Penguat whisker

Pada akhir tahun 1970-an mulai dikembangkan penelitian dan pengembangan

proses pembuatan penguat SiC whisker. Pembuatan penguat SiCw berpotensi

menurunkan harga dari partikel penguat dan dapat meningkatkan penelitian

dibidang komposit matrik logam. Penguat SiCw memiliki diameter sekitar 0,1 mikron

dan perbandingan diameter dengan panjang penguat SiCw pada proses produksi

adalah 100 : 1. Pembuatan penguat SiCw setiap tahun terus meningkat dan produk

utama adalah dalam berbagai perbandingan panjang dan diameter.

b. Penguat Particulates

Pada tahun 1978 DWA Composite Specialties Inc (USA). Memperkenalkan satu

alternatif dalam pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan penguat

particulates silikon karbida (SiC). Penguat particulates secara komersial tersedia

dengan ukuran kira-kira 0,5 micron sampai dengan 100 micron. Penguat particulates

dapat diaduk (blending), lebih efesien dan memiliki persen volume yang tinggi bila

dibandingkan dengan penguat whisker. Penguat particulates saat ini banyak

dikembangkan dalam jumlah besar untuk industri yang memproduksi bahan yang

tahan terhadap gesekan (friction material).

(a) (b) (c)

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

c. Penguat serat pendek (short fiber reinforcement)

Pada awal 1980-an, komposit dibuat dengan menggunakan serat pendek dan

serat aluminium oksida polycrystalline. Serat aluminium oksida ini pertama

digunakan untuk pembuatan ring piston mesin diesel. Pengembangan ini

bertujuan untuk menyempurnakan dan meningkatkan produksi komposit

disamping harga yang relatif murah dan ketersediaan volume yang tinggi.

Secara umum serat pendek tidak meningkatkan kekuatan akhir dari komposit

matrik logam di dalam temperatur ruang. Akan tetapi, ketahanan suhu

komposit logam dengan mengguankan serat pendek dapat mencapai 573 K

dibandingkan dengan campuran logam biasa yang hanya sampai 473 K.

d. Penguatan serat Kontinu

Dari tahun 1960-an sampai dengan 1970-an, telah dilakukan pengembangan

satu usaha besar membuat untuk mengembangkan penguat serat kontinu untuk

pembuatan komposit logam. Jenis serat kontinu, antara lain: boron pada

tungsten, silicon carbida pada tungsten, dan kristal tunggal alumina.

Pengembangan komposit dengan menggunakan serat kontiniu memiliki

beberapa kendala yaitu biaya pembautan relatif mahal dan hal ini dapat ditekan

apabila ada suatu perusahaan yang memproduksi serat kontiniu dalam skala

besar.

2.6 Mekanisme Penguatan Komposit

Karaktristik material komposit dengan menggunakan matrik logam sangat

ditentukan oleh mikrostruktur dan interfarsial internal. Dengan demikian

mikrostruktur dan interfarsial internal serta fase-fase yang terbentuk mempunyai

pengaruh yang cukup signifikan sebagai matrik pada komposit. Komposisi kimia,

ukuran butiran bentuk, dan cacat kisi merupakan masalah yang cukup menonjol dalam

mempengaruhi sifat mekanik matrik. Penguat dalam material komposit dikenal

sebagai fase kedua (secondary phase) atau fase diskontiniu yang dikarakterisasi

berdasarkan persentase fraksi volume, jenis, ukuran distribusi, dan orientasi. Berbagai

variasi tegangan dalam internal tension yang mengakibatkan adanya perbedaan

koefisien muai panjang (thermal expansion) dari material pembentuk komposit

matrik, penguat, dan juga merupakan faktor tambahan yang sangat berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

terhadap material komposit. Dengan mengetahui karakteristik komponen-komponen

material pembentuk komposit, persentase volum penguat, distribusi, dan orientasi

dapat mengestimasi karakteristik material komposit berbasil matrik logam.

Pendekatan-pendekatan kondisi ideal merupakan suatu cara untuk memudahkan

menganalisa material komposit, seperti optimalisasi batas interaksi interfarsial,

distribusi penguat yang homogen, dan fase atau pengendapan, analisa tegangan pada

material komposit dapat disederhanakan dengan model penguat partikel.

Ketergantungan pada arah beban dan perbedaan konstanta elastisitas pada komposit

logam sangat menentukan dalam menganalisa tegangan-tegangan yang terjadi pada

komposisit saat menerima beban dari luar. Konstanta-konstanta elastisitas seperti E

modulus elastis dan G modulus geser, merupakan hal yang paling berperan dalam

menganalisa tegangan komposit. Hal sederhana dapat digunakan untuk mengestmasi

kekuatan komposit yang diperkuat oleh partikel atau komposit dengan tegangan

anisotropik dan isotropik. (Zainuri, 2007)

2.6.1 Modulus Elastisitas Komposit

Nilai modulus elastisitas komposit matrik logam dapat dihitung secara teori

menggunakan pendekatan dengan rumus ROM (Rule of Mixtures) dan rumus ini dapat

menentukan nilai strength-strain yang belum diketahui. Dari rumus pendekatan ROM

batas antara modulus elastisitas dapat dicari dengan persamaan dibawah ini

Untuk upper limit.

EC = Ep Vp + Em Vm (2.1)

Untuk lower limit.

EC = Em Ep

EpVm + Em Vp (2.2)

Dimana Vp dan Vm adalah persentase volume penguat dan matrik. EC, Ep, dan Em

merupakan modulus elastik dari komposit, partikel penguat dan matrik. (Khaerudini,

2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.7 Aspek Kebasahan (Wettability)

Aspek kebasahan (wettability) material penguat terhadap matrik metalik cair

merupakan faktor utama kaidah terbentuknya ikatan. Variabel kebasahan antara

matrik dan penguat sangat bergantung kepada temperatur pemanasan, struktur

elektrolit pada penguat dan matrik, waktu, lingkungan atmosfir, ukuran partikel dan

kristalografi. Penguat dengan ikatan atom metalik dan kovalen seperti pada material

padat (solid) TiC dan SiC lebih mudah dibasahi dibandingkan dengan material ikatan

ionic seperti pada material alumina. Kekasaran permukaan penguat akan

meningkatnkan interlocking mekanik interfarsial antara keramik dan penguat hal ini

akan berdistribusi terhadap kekuatan geser interfarsialnya disamping ikatan secara

kimiawi. Perbedaan koefisien ekspansi termal antara antara matrik dan penguat akan

mengakibatkan tegangan internal pada matrik dan akan meningkatkan kegagalan pada

daerah interfarcial. Pada material komposit matrik logam reaksi interfarsial yang

dilakukan dengan variabel temperatur, di dalam metal matrik cair cenderung terbentuk

material oksida atau carbida. Dalam beberapa kasus pada kompsoit Al/SiC, reaksi

interfarsial terjadi dibawah garis solidusnya. Reaksi oksidasi yang yang terjadi pada

matrik dapat mereduksi sifat kebasahan dengan material penguat. Rekasi kimiawi

pada daerah interfarsial dapat menyebabkan terlepasnya (debonding) penguat terhadap

matrik. Hal tersebut merupakan fenomena kegagalan dalam proses pembuatan

material komposit. Terbentuknya material yang bersifat getas pada daerah interfarsial

dapat menyebabkan material penguat kurang terdistribusi sebagai pentransmisi

tegangan dari matrik.

Hubungan antara reaksi interfarsial terhadap kekuatan material komposit

sangat bergantung kepada jenis material-material pembentuk komposit. Selama sistem

tidak reaktif seperti terbentuknya material karbida yang bersifat memperlemah

interfarsial yang bersifat destruktif, pada prinsipnya reaksi kimia pada daerah

interfarsial sekecil mungkin dapat dihindari apabila hasil reaksinya akan bersifat

dekstruktif. Salah cara untuk mendapatkan ikatan yang baik antara matrik dan

penguat pada matrik komposit matrik logam, mempercepat proses solidifikasi untuk

menghindari reaksi interfarsial yang berlebihan pada saat proses pendinginan.

Perbedaan kapasitas dan konduktivitas panas antar apenguat dengan matrik akan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

menyebabkan terjadinya lokalisasi gradien temperatur, hal tersebut dikarenakan

proses solidifikasi pada komposit dengan matrik metal, kecendrungan mempunyai

arah pembekuan dari dalam matrik dan diakhiri pada daerah interfarsial penguat.

Dibandingkan dengan material paduan logam, material komposit partikel

keramik dengan matrik logam (Metal Matrix Composites, MMC’s) mempunyai

kekuatan dan kekakuan yang tinggi, mempunyai sifat panas dan pemuluran yang baik,

dan mempunyai kesetabilan dimensi yang tinggi. Salah satu material komposit yang

paling banyak digunakan dalam pembuatan komposit matrik logam adalah sistem

Al/SiC, yang telah dikarakterisasi mempunyai ketahanan aus, kekuatan yang tinggi,

densitas yang rendah dan konduktivitas yang tinggi. Komposit Al/SiC biasanya dibuat

dengan menggunakan matrik Al-7Si atau Al-7Si-0,3Mg, dengan penambahan elemen

pemandu Si yang bertujuan untuk menekan terbentuknya fase Al4C3. Reaksi

terbentuknya Al4C3 pada daerah antar permukaan Al/SiC dapat dinyatakan dari reaksi

kimia heterogen, sebagai berikut:

4 Al (l, alloy) + 3 SiC (s, pure) Al4C3 (s, pure) + 3 Si (l, alloy) (2.3)

Aluminium karbida mempunyai efek negatif terhadap kemampuan sistem

Al/SiC, meyebabkan material komposit menjadi getas, ketahanan kelelahan, dan

stabilitas panas yang rendah. Salah satu kelemahan yang paling menonjol dengan

terbentuknya fase aluminium karbida adalah menjadikan material pada komposit

Al/SiC menjadi reaktif terhadap air yang menyebabkan material mudah mengalami

korosi atau oksidatif. (Zainuri, 2007)

2.8 Pelapisan (Coating) pada Partikel Penguat

Proses pelapisan pada partikel penguat (electroless plating) yang digunakan

pada komponen-konponen teknik atau pada elektronika biasanya bertujuan untuk

meningkatkan ketahanan aus dan korosif pada suatu material. Proses pelapisan

partikel penguat mempunyai keuntungan karena tidak bergantung kepada bentuk

geometri material yang dilakukan pada proses pelapisan. Kebersihan permukaan

material sebelum dilapisi merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan,

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

sebelum proses pelapisan. Seperti pada electroless plating seperti yang dilakukan pada

proses pembuatan hard disc, dimana metal nikel yang dikombinasi dengan bahan

magnetik Cobalt (Co) digunakan sebagai material pelapis. Dengan metode ini

diperoleh ketebalan dan presisi dimensi yang tinggi pada produk yang dibuat.

Komposit dengan electroless plating dengan material nikel yang mengandung SiC

atau teflon dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan aus dan menurunkan gaya

gesek seperti gambar berikut.

Gambar 2.7 SEM struktur mikro penguat SiCp setelah dilapisi dengan Al(NO3)3

Dari gambar 2.7, dapat dilihat hasil analisa mikrostruktur partikel SiC yang

telah dilapisi dengan menggunakan ion logam Al(NO3)3, dengan menggunakan alat uji

SEM (Scanning Electron Microscope). Dalam proses pelapisan partikel SiC dengan

menggunakan ion logam Al(NO3)3 diharapkan ion logam Al(NO3)3 terdistribusi secara

merata pada permukaan partikel SiC, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kebasahan

(wettability) antara partikel penguat SiC dengan matrik Al. Disamping itu apabila

proses pelapisan terdistribusi secara merata dapat meningkatkan ikatan antar muka

(interface) antara partikel penguat dengan matrik dan dapat meningkatkan sifat

mekanik serta sifat fisis dari material komposit tersebut.

Proses pelapisan partikel penguat (electroless platting) dalam proses

pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi serbuk

berdasarkan mekanisme pelapisan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Ion-exchange plating

Proses ini berdasarkan pada proses oksidasi pada material, yaitu ion-ion yang

dibebaskan oleh metal mereduksi ke material yang dideposit melalui larutan

elektrolit. Lapisan deposit akan berhenti apabila seluruh permukaan telah

terlapisi dengan sempurna.

(NO3)3

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

b. Autocatalytic plating

Proses pelapisan dimana pelapisan sangat ditentukan oleh elektron yang

ditimbulkan oleh proses reduksi atau reducing agent (RA). Elektron yang

dibebaskan oleh RA akan bergabung dengan ion metal di dalam larutan

membentuk fase solid di permukaan substrat yang dilapisi.

2.9 Proses Pembuatan Komposit Matrik Logam

Secara umum, proses pembuatan (manufacturing) komposit matrik logam

dapat diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi yaitu, proses fase cair (liquid state

processing), proses fase padat (solid state processing), dan proses PVD (Physical

Vapor Deposition), seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.

Stir Casting Infiltration Spray Casting

Liquid Phase

Sintering

HIPing Hot Pressing Sintering Extrusion

RollingDiffusion Bonding

Deposition

Machining and/or Joining

Casting InsertionCasting

ExtrusionForgingRolling

ExtrusionForgingRolling

Preform Preparation Milling, Blending

Foil-fiber-foilPreparation

Fiber layup

(P, SF) (P, SF, CF ) (P ) Metal Powder (P, SF) Metal Foil (CF, MF) (CF, MF)(P, SF)

Seco

ndar

y P

roce

ssin

gP

rim

ary

Pro

cess

ing

Pre

- Pro

cess

ing

Fin

al

Com

pone

nSh

arpi

ng &

For

min

gC

ompo

site

Pro

duct

ion

Pre

- Pro

cess

ing

Liquid-State Processing Solid-State Processing Vapor-State Processing

P = Particle reinforced MMC, SF = Short-fiber reinforced MMC, CF = Continuous fiber reinforced MMC, MF = Monofilamen MMC

Gambar 2.8 Flowchart Proses MMC Secara Umum (Clyne, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.9.1 Proses Fase Cair (Liquid State Processing)

Salah satu yang membedakan proses pembuatan komposit matrik logam

dengan fasa cair adalah proses infiltrasi, dimana penguat yang telah dibentuk terlebih

dahulu diinfiltrasi (disuntikkan) dengan matrik logam yang telah dicairkan kemudian

dilakukan penekanan dengan menggunakan alat berupa piston (biasa digunakan pada

proses Squeeze Casting), atau dengan cara mengalirkan gas inert (N2 atau Ar) pada

proses pembentukan dan pada proses ini tanpa dilakukan penekanan. Permasalahan

yang sering dihadapi pada saat proses pembuatan komposit matrik logam dengan

metode infiltrasi cair adalah adanya reaksi antar muka partikel dengan penguat, aspek

kebasahan partikel penguat, memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan pada proses

pembuatan komposit matrik logam dengan fasa cair sering menimbulkan proses

degassing (udara terperangkap dalam material sehingga menimbulkan void).

2.9.2 Proses Fase Uap (Physical State Processing)

Proses pembuatan komposit matrik logam dengan proses PVD (Physical

Vapor Deposition) relatif lambat, akan tetapi proses penguapan dapat dipercepat

apabila dilakukan dalam tabung vakum dan diberikan tegangan yang tinggi, dengan

demikian matrik akan menguap dan uap akan melapisi permukaan substrat penguat.

Dalam proses pembuatan, laju penguapan pada proses PVD umumnya dilakukan

dengan kecepatan 5 – 10 m/menit. Proses akhir pembuatan komposit matrik logam

dengan menggunakan metode PVD adalah apabila seluruh permukaan substrat

penguat terlapisi secara merata, kemudian dilakukan proses HIP (Hot Isocasting

Pressing) dengan tekanan panas yang tinggi, hal ini bertujuan untuk meningkatkan

keseragaman antara penguat dengan matrik. Pada proses PVD distribusi keseragaman

antara penguat dan matrik dapat mencapai mencapai 80%. (Surrapa, 2003)

2.9.3 Proses Fase Padat (Solid State Processing)

Proses pembuatan komposit matrik dalam keadaan padat (solid state

processing) lebih cenderung menggunakan proses metalurgi serbuk (Powder

Metallurgy, PM). Proses pembuatan komposit dengan metode metalurgi serbuk

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan proses fase cair maupun

pada proses deposisi uap. Suhu yang digunakan pada proses pembuatan komposit

dengan menggunakan metalurgi serbuk juga relatif rendah (dibawah titik leleh

matrik), hal ini bertujuan untuk mengurangi reaksi antara muka (interface) antara

matrik dengan penguat. Dengan memperkecil reaksi antara partikel penguat dan

matrik yang tidak dikehendaki, maka akan menghasilkan produk komposit matrik

logam yang memiliki sifat mekanis yang lebih baik.

Dalam proses tertentu, pembuatan komposit matrik logam dapat dilakukan

dengan proses metalurgi serbuk apabila tidak dapat dilakukan dengan metode

metalurgi cair. Seperti contoh, serat atau partikel silikon carbida akan larut kedalam

lelehan logam titanium, sehingga tidak akan menghasilkan sifat mekanik komposit

yang sempurna. Meskipun karakteristik komposit yang diproses dengan metalurgi

serbuk lebih baik dari pada metalurgi cair, akan tetapi pada pada proses metalurgi

serbuk memiliki beberapa kekurangan, antara lain: biaya yang dibutuhkan pada proses

pembuatan memerlukan biaya yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan proses

metalurgi cair dan produk yang dihasilkan juga masih terbatas dan sederhana,

disamping itu aspek kebasahan (wettability) antara partikel penguat dan matrik juga

sering menjadi permasalahan dalam pembuatan komposit matrik logam dengan

metode metalurgi serbuk.

Teknik pembuatan komposit dengan metalurgi serbuk secara konvensional

ialah dengan mencampurkan (blend) bubuk logam dengan bubuk keramik, setelah

tercampur secara homogen kemudian serbuk dikompaksi (press) dan disintering.

Terkadang proses sintering dilakukan dengan tekanan tinggi pada suhu dibawah titik

leleh matrik untuk mendapatkan ikatan yang lebih baik antara partikel penguat dengan

matrik. Komposit matrik logam yang dihasilkan kemudian ditempa (forging) dan dirol

(rolling), sesuai dengan dimensi yang diinginkan. (Hartomo, 1992)

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 2.9 Diagram proses pembuatan komposit matrik logam dengan metalurgi serbuk ”Komposit DWA” (Hartomo, 1992)

Dari gambar 2.9, dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan komposit matrik

logam dengan menggunakan teknik metalurgi serbuk, secara umum dapat dibagi

menjadi tiga proses utama yaitu proses pencampuran (mixing or blending), proses

penekanan (kompaksi), dan proses sintering.

2.9.3.1 Pencampuran (Blending or Mixing)

Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam proses

pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk akan tetapi kedua proses

tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut standar ISO, blending didefenisikan

sebagai proses penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi serbuk yang

merata pada beberapa komposisi nominal. Proses blending dilakukan untuk

menghasilkan serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang diinginkan.

Sedangkan mixing didefenisikan sebagai pencampuran dua atau lebih serbuk yang

berbeda (Downson , 1990)

Aditif dispersi

Serbuk Matrik Partikel Penguat

Blending

Kompaksi

Hilangkan Aditif

Konsolidasi

Pengerjaan

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Proses pembuatan komposit dengan metalurgi serbuk, pencampuran antara

material penguat dengan matrik dikategorikan sebagai proses mixing. Pencampuran

partikel penguat dengan matrik dapat dilakukan dengan cara pencampuran dengan

menggunakan medium cairan (wet mixing) dan pencampuran tanpa menggunakan

cairan (dry mixing), proses pencampuran antara partikel penguat dengan bertujuan

agar partikel penguat dan matrik tercampur secara homogen dan diharapkan tidak

terjadi penggumpalan (aglomerisasi) kedua material tersebut.

2.9.3.2 Penekanan (Kompaksi)

Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan

metode metalurgi serbuk yang paling menentukan adalah terjadinya ikatan permukaan

antar matrik dengan penguat. Ikatan antar penguat terjadi akibat proses difusi antar

permukaan matrik dengan penguat atau antar matrik dengan matrik. Salah satu yang

mempengaruhi ikatan permukaan antara matrik dengan penguat setelah proses

pencampuran adalah proses kompaksi. Dalam penelitian bahwa gaya adhesi dan

kohesi yang terjadi apabila penekanan telah dilakukan dan jarak antara partikel serbuk

diharapkan mencapai 4 �̇�𝐴. Oleh karena itu, dalam proses kompaksi dilakukan diantara

yield streght antara partiekel penguat dengan matrik atau pada proses kompaksi

kerapatan (densitas) yang diperoleh diharapkan mencapai 80%, hal tersebut dilakukan

karena proses kompaksi dapat meningkatkan ikatan partikel bola bidang sebelum

sintering. Proses kompaksi juga bertujuan untuk menghidari gas yang terjebak di

dalam spesimen, apabila ada gas yang terjebak didalam spesimen maka akan

menimbulkan porositas yang cukup besar, dan hal ini merupakan kegagalan dalam

proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi

serbuk.

Pada proses pengkompaksian besar gaya gesekan antara serbuk komposit

dengan cetakan juga harus diperhatikan karena arah gaya gesekan berlawanan dengan

gaya yang diberikan. Oleh karena, itu cetakan sampel harus diolesi dengan pelumas

asam stearat (stearat acid) hal ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara serbuk

dengan cetakan sehingga diprosleh nilai kompaktibilitas yang optimum. Disamping

itu, kecepatan tekanan juga mempengaruhi ikatan antar muka yang terjadi, secara

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

umum kecepatan kompaksi yang digunakan dalam pembuatan komposit matrik logam

dengan menggunakan metode metalurgi serbuk adalah 10 cm/menit. Gaya adhesi dan

kohesi antara matrik dan penguat terjadi akibat adanya gaya Van der Walls.

Tabel 2.6 Tekanan berbagai serbuk logam (Widyastuti, 2007)

Metal Takanan (MPa) Aluminium 70-275

Brass 400-700 Bronse 200-275

Iron 350-800 Tantalum 70-140 Tungsten 70-140

Material Lain Aluminium Oxide 110-140

Carbon 140-165 Cermented

140-400 Carbides Ferrites 110-165

Dari tabel 2.6 dapat dilihat besar tekanan yang dilakukan terhadap beberapa

serbuk material logam dan non logam. Dalam proses pembuatan (manufacturing)

pemberian beban tekanan yang terlalalu besar pada proses kompaksi dapat

mengakibatkan ikatan model bidang-bidang, hal ini disebabkan karena penguat dan

matrik mengalami deformasi plastis. Hal tersebut akan menyebabkan pengembangan

(bloating) pada komposit sehingga sehingga terjadi perubahan dimensi luar batas

toleransi. Untuk tekanan yang terlalu rendah akan menyebabkan ikatan model bola-

bola, dimana ikatan pada model ini porositas terlalu tinggi dan kualitas ikatan antar

muka awal rendah. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya oksidasi pada

permukaan matrik Al, lapisan oksida yang terjadi akan menghalangi ikatan permukaan

partikel penguat dengan matrik. (Heny Faisal dkk, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.9.3.3 Proses Sintering

2.9.3.3.1 Prinsip Dasar Proses Sintering

Komposit mempunyai bermacam-macam karakteristik, salah satunya adalah

struktur polykristal yang pembentukannya dilakukan dengan cara perlakuan panas

atau sering disebut dengan proses sintering dengan temperatur sedikit dibawah titik

lelehnya (melting point). Dalam proses sintering terjadi gaya tarik-menarik antar

molekul atau atom yang menyebabkan terjadinya bentuk padatan dengan masa yang

koheren dari komposit yang dihasilkan. Beberapa variabel yang dapat mempercepat

proses sintering yaitu: densitas awal, ukuran partikel, atmosfer sintering, suhu, waktu

dan kecepatan pemanasan.

Serbuk yang belum disintering memiliki energi permukaan yang tinggi.

Sintering menyebabkan pergerakan atom yang meng-eliminasi energi permukaan.

Energi permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan diameter partikel. Jadi

partikel yang kecil mempunyai energi yang lebih sehingga proses sintering lebih cepat

dibandingkan dengan partikel yang besar. Bagaimanapun, tidak seluruhnya energi

permukaan yang dibutuhkan tersedia sebagai gaya penggerak untuk sintering. Untuk

padatan kristal, hampir setiap kontak partikel akan mengembangkan batas butiran

dengan adanya energi batas butiran.

Fase aditif memperbaiki laju difusi selama proses sintering sehingga sering

digunakan dalam banyak material komposit. Fase ini dapat digunakan untuk

menstabilkan struktur ksirtal atau mendapatkan tipikal komposit yang diinginkan.

2.9.3.3.2 Mekanisme Trasnport Pada Proses Sintering

Mekanisme transport adalah suatu metode dimana laju massa terjadi akibat

respon gaya penggerak. Dua jenis mekanisme transport adalah transport permukaan

dan bulk transport. Kedua jenis mekanisme ini, disebut sebagai kontributor laju massa

seperti pada gambar 2.10.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

difusi permukaan

difusi volume

aliran plastis

difusi batas butiran

evaporasi- kondensasi

adesidifusi

Gambar 2.10. Laju massa sebagai respon gaya penggerak pada metoda

mekanisme transport (Randall M.German, 1991)

2.9.3.3.3 Tahapan Sintering

Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami

konpaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:

1. Ikatan mula antar partikel serbuk.

Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri.

Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari

batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar

partikel-partikel yang berdekatan. Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan

terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel,

maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan

yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar.

Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan

menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen

pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi

jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher.

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher.

Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher

(neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses

sintering berlangsung.

Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi

tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan

terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada

tahap penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap

penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan,

dan proses ini secara bertahap.

Model sederhana sintering terfokus pada pertumbuhan leher isotermal sebagai

perbandingan ukuran leher dan partikel, X/D:

(𝑋𝑋 𝐷𝐷⁄ )𝑛𝑛 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐷𝐷𝑚𝑚⁄ (2.4)

Dengan :

X = Diameter leher

D = Diameter partikel

t = Isothermal waktu sintering

B = Konstanta geometri

Nilai n, m, dan B bergantung kepada mekanisme transport massa. Umumnya

model persamaan 2.4 terbatas untuk X/D < 0,3. (Randall M. German, 1991)

Persamaan diatas menjelaskan beberapa proses yaitu:

a. Sensitivitasnya yang tinggi berbanding terbalik dengan ukuran

partikel, semakin kecil ukuran partikel meyebabkan proses sintering

menjadi cepat.

b. Dalam semua kasus, termperatur memperlihatkan keadaan

eksponensial, yang berarti perubahan suhu yang kecil dapat

memberikan efek besar.

c. Waktu mempunyai efek yang relatif rendah dibandingkan dengan suhu

dan ukuran partikel. Proses ini ditunjukkan pada gambar 2.11.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

leher

xD

Gambar 2.11. Skema pembentukan dan pertumbuhan leher

pada model dua partikel (Randall M. German, 1991)

3. Tahap penutupan saluran pori.

Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan

saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan

pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara

khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti

pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu

penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran.

Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap

kelima dari proses sinter), yang menyebabkan kontak baru yang akan

terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan

pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan

dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus

melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami

proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses

sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan

dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini

akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah

disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan

pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut

juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di

daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan

meningkatkan berat jenis yang telah disinter. Secara keseluruhan laju

penyusutan selama sintering terjadi pada sampel, mengikuti hukum kinetika:

(∆L Lo⁄ )n2 = Bt (2nDm )⁄ (2.5)

Dengan n/2 berkisar antara 2,5 dan 3, D adalah diameter partikel, dan t adalah

waktu isotermal. Parameter B adalah eksponensial yang bergantung pada suhu:

B = Bo exp(−Q kT⁄ ) (2.6)

Dengan k adalah konstanta Boltzman, T adalah suhu mutlak dan Bo adalah

konstanta yang bergantung pada energi permukaan, ukuran atom, frekuensi

vibrasi atom, dan system geometri. Energi aktivasi Q merupakan ukuran pada

energi yang medekati untuk merangsang pergerakan atom. (Randall M.

German, 1991)

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan

sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya

lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total

dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh

pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991)

2.9.3.3.4 Klasifikasi Sintering

Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalam

keadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase sintering).

Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan komposit yang diberi tekanan

diasumsikan sebagai fasa tunggal oleh karena tingkat pegotornya rendah. Sedangkan

sintering pada fasa cair adalah sinering untuk serbuk yang disertai terbentuknya fase

liquid selama proses sinering berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

(a) (b)

Gambar 2.12 Proses sinter padat (a) Sebelum sinter partikel mempunyai permukaan masing-masing.

(b) Setelah sinter hanya mempunyai satu permukaan (Van Vlack, 1989)

Dari gambar 2.12, menunjukkan proses sintering dalam keadaan padat, selama

sintering penyusutan serbuk, kekuatan dari material komposit akan bertambah, pori-

pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh sifat dasar dari serbuk

itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering dan suhu. Proses sintering

memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadi

padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehingga

diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering.

2.9.3.3.5 Efek Sintering Terhadap Sifat Sampel

Efek suhu sintering terhadap sifat fisik dan listrik dari pemadatan serbut

selama proses sintering ditunjukkan pada gambar 2.13.

Temperatur

Sifa

t bah

an

3 4

5

2

1 T1

Gambar 2.13. Pengaruh suhu sintering pada (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Tahanan listrik, (4) Kekuatan, dan (5) Ukuran butir (M M. Ristic, 1979)

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dari gambar 2.13, dapat diketahui bahwa proses sintering yang dimulai dari

suhu T1 dapat meningkatkan tahanan listrik dan nilai porositas menurun dengan

kenaikan suhu sintering, sedangkan densitas, kekuatan dan ukuran butir bertambah

besar secara eksponensial seiring dengan kenaikan suhu sintering. (M M. Ristic,

1979)

2.10 Karakterisasi Material Komposit.

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu

dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas

untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, porositas

koefisien ekspansi termal, dan korosi), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, kekerasan,

dan ketahana erosi), analisa struktur dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning

Electron Microscope), dan untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan

alat uji XRD (X-Ray Diffraction).

2.10.1 Sifat Fisis

2.10.1.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering

didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam

hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut:

ρ = mv

(2.7)

Dimana:

ρ = Densitas (gram/cm3)

m = Massa sampel (gram)

v = Volume sampel (cm3)

(M M. Ristic, 1979)

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai

ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi

sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Oleh karena itu untuk

menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur

(bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:

ρ = mo

mo − (mA + mK) x ρH2O (2.8)

Dimana:

ρ = Densitas bulk sampel (gram/cm3).

mo = Massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram).

mA = Massa sampel yang ditimbang digantung didalam (gram).

mK = Massa kawat yang digunakan untuk menggantungkan sampel (gram).

ρ H2O = Massa jenis air = 1 gram/cm3.

(ASTM C 373)

2.10.1.2 Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume

lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah

dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat.

Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi

volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada

suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan

aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan

porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan

karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak didalam padatan dan serta tidak

ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan

luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan

pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan

dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

P = mU − mo

mo − (mA + mK ) x 100 % (2.9)

Dimana:

P = Porositas (%)

mo = Massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram).

mU = Massa di udara setelah direbus dalam air mendidih (gram).

mA = Massa sampel di air setelah direbus dalam air mendidih lalu ditimbang

dengan digantung di dalam air (gram).

mK = Massa kawat yang digunakan untuk menggantungkan sampel (gram).

(ASTM C 373)

2.10.1.3 Koefisien Ekspansi Termal

Pada umumnya material apabila dipanaskan atau didinginkan akan mengalami

perubahan panjang dan volume secara bolak-balik (reversible), sepanjang material

tersebut tidak mengalami kerusakan (distorsi) yang permanen.

Sifat ekspansi termal suatu bahan material komposit sangat penting karena ada

kaitannya dengan aplikasi komposit tersebut. Perubahan panjang relatif terhadap

panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu (T) disebut sebgagai koefisien

ekspansi termal. Koefisien ekspansi termal dapat ditentukan melalui persamaan

berikut:

αm = [(L2 − L1) Lo (T2 – T1)⁄ ]

= ∆L Lo⁄

(T2 – T1) (2.10)

Dimana:

ΔL/Lo = Perubahan panjang terhadap panjang awal

T2 – T2 = Temperatur akhir – Temperatur awal (oC)

(ASTM E 228)

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.10.1.4 Korosi

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan

lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak

logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada

definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi

logam dari bijih mineralnya. Dampak yang diakibatkan oleh korosi tehadap logam

biasanya mengurangi kekuatan mekanis dan fisis dari metrial tersebut terlebih pada

umur penggunaan material logam.

Secara umum logam aluminium merupakan logam yang lebih reaktif

dinadingkan dengan besi akan tetapi logam aluminium yang mengalami karat akan

cepat membentuk oksida aluminium (Al2O3) sehingga menyebabkan aluminium lebih

awet bila dibandingkan dengan besi. Hal ini disebabkan karena apabila lapisan tipis

oksida terbentuk, maka peroses karata akan terhenti karena lapisan oksida tersebut

melekat kuat pada permukaan logam sehingg melindungi logam yang dibawahnya.

2.10.1.4.1 Pengujian Korosi Dengan Tekanan

Pengujian korosi dengan memberikan tekanan terlebih dahulu dilakukan

dengan mengkombinasikan tegangan tarik elastik dan dilakukan dalam lingkungan

yang dapat menyebabkan korosi pada logam. Ketahanan yang kecil untuk pengujian

korosi dengan cara memberikan tekanan dilakukan pada logam Aluminium yang

dibatasi pada logam yang mengandung beberpa elemen logam seperti paduan Al-Cu,

Al-Si, 2XXX, Cu 7XXX dan 8XXX. Pada logam aluminium, pengujian korosi dengan

tekanan akan membentuk fase anoda pada batas butir.

Karakteristik efek dari intensitas penekanan terhadap keretakan dapat dilihat

pada gambar 2.14. Paduan logam aluminium memiliki ketahan yang tinggi terhadap

korosi walaupun diuji dengan memberikan tekanan sebelum pengujian, hal ini

disebabkan karena mikrostruktur pada paduan logam aluminium adalah isotropik.

Kebalikannya, struktur yang tidak isotropik seperti logam yang ditempa memberikan

hasil yang sangat bergantung kepada orientsi sampel.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Region

I

Region II

Gambar 2.14 Perambatan stress corrosion crack terhadap fungsi intensitas

keretakan (K A. Lukas, 1993)

2.10.2 Sifat Mekanik

2.10.2.1 Kuat Tekan

Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam

menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure).

Pengujian kuat tekan dapat dilihat pada gambar 2.15 bentuk sampel uji

biasanya berbentuk silinder dengan perbandingan panjang dan diameter, (L/d) adalah

1 banding 3. Akan tetapi, nilai perbandingan antara panjang dan tinggi bisa sampai 10

pada saat pengujiaan sampel untuk menentukan nilai dari modulus elastik.

Dalam melakukan pengujian kuat tekan, panjang sampel harus sesuai dengan

yang telah ditetapkan. Apabila perbandingan panjang dan diameter terlalu besar maka

akan terjadi buckling. Jika hal ini terjadi, maka hasil dari uji kuat tekan tidak akan

menghasilkan nilai yang berarti artinya kuat tekan dari sampel sangat kecil. Buckling

merupakan nilai yang sangat kecil dalam pengujian kuat tekan dan tidak perlu

dimasukkan kedalam perhitungan tes hasil uji dan perlu di lakukan pengujian kembali.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Seperti contoh pengujian kuat tekan dapat dibuat secara paralel tetapi tidak akan

menghasilkan nilai yang sempurna untuk pengujian tersebut.

Bearing Block

Gambar 2.15 Pengujian kuat tekan dengan menggunakan

Universal Testing Machine-UTM (Norman E. Dawling, 1999)

Apabila perbandingan antara panjang dan diameter terlalu kecil, maka hasil

dari pengujian dapat dilihat secara detail pada kondisi akhir pengujian. Secara umum

apabila sampel ditekan, maka diameter dari sampel akan semakin bertambah karena

keseimbangan dari sampel, tetapi gerakan tersebut diperlambat akibat adanya

pergeseran yang berlawanan pada sampel dan hasil perubahan bentuk berupa silinder.

Perbandingan kedua panjang dengan diameter dimana apabila pangjang jauh

lebuh besar dari pada diameter akan menimbulkan bulcking dan apabila perbandingan

panjang dengan diameter terlalu kecil juga perlu dihindari, jadi perbandingan panjang

dengan diameter yang ideal untuk pengujian kuat tekan adalah L/d = 3 untuk material

yang liat. Nilai pada L/d 1,5 atau 2 untuk material yang rapuh.

Beberapa contoh pengujian kuat tekan terhadap sampel uji sebelum dan

sesudah ditekan dapat dilihat pada gambar 2.16 dan 2.17. Pada logam lemah yang

mudah dibentuk secara umum perubahan bentuknya lebih besar tetapi tidak terjadi

keretakan pada benda uji. Pada logam paduan dan beton dilakukan dengan pengujian

perbandingan panjang dan diameter untuk benda yang rapuh, dan pengujian kuat tekan

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

pada logam aluminium umumnya akan tejadi perubahan bentuk dan keretakan.

Keretakan pada pengujian kuat tekan biasanya terjadi ditengah-tengah sampel (sejajar

panjang) atau pada permukaan sampel.

Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal

Testing Machine adalah sebagai berikut:

Kuat Tekan (τ)

= FA

(2.11)

Dimana :

F = Beban maksimum (lbf).

A = Luas bidang permukaan (mm2).

= (d)2

d = diameter silinder (mm).

(Norman E. Dawling, 1999)

Persamaan untuk menguji kuat tekan dengan menggunakan hydraulic press

secara umum menggunakan hukum Pascal, dimana persamaannya adalah sebagai

berikut:

P1 A1 = P2 A2 (2.12)

Dimana:

P1 = Beban maksimum yang diberikan terhadap benda uji (N/mm2).

P2 = Beban maksimum yang diterima benda uji (N/cm2).

A1 = Luas permukaan silinder piston hydraulic press (mm2).

A2 = Luas permukaan benda uji (mm2).

(Norman E. Dawling, 1999)

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 2.16 Pengujian kuat tekan sebelum dan sesudah uji (kiri ke kanan) pada

logam paduan, logam Aluminium 7075-T651 dan hot rolled AISI 1020 Steel dengan diameter 25 mm dan panjang 76 mm (Norman E. Dawling, 1999)

Gambar 2.17 Pengujian kuat tekan sebelum dan sesudah pada beton dengan

diameter 150 mm (Norman E. Dawling, 1999)

2.10.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness Test)

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi atau

terhadap deformasi dari permukaan bahan. Ada tiga tipe pengujian terhadap ketahanan

yaitu cara tekukan, pantulan (rebound), dan goresan (scratch). Untuk pengujian bahan

dengan cara tekukan biasanya digunkan adalah Brinell, Rockwell dan Vickers.

Pengujian kekerasan dengan menggunakan vickers hardness, umumnya

menggunakan alat microhardness tester yang meiliki identer yang terbuat dari intan

(diamond) dan memiliki bentuk berupa pyramid. Sudut antara permukaan pyramid

adalah α = 136o seperti pada gambar 2.18.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 2.18 Vickers Hardness Indentation

(Norman E. Dawling, 1999)

Hasil dari kedalaman penekanan adalah h dan ukuran kedalam dari penekanan

adalah d dengan ukuran dalam bentuk diagonal. sehingga diperoleh HVN (Vickers

Hardness Number) adalah sebagai berikut:

VHN = 2Pd2 sin

∝2

= 1,854 P

d2 (2.13)

Dimana:

P = Beban penekanan (N).

d = rata-rata panjang diagonal (mm).

α = Sudut antara permukaan diamond (136o).

(Norman E. Dawling, 1999)

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dapat diketahui bahwa bentuk standar pyramid disebabkan oleh penekanan

secara geometris yang mirip dengan pyramid tanpa mempehatikan ukuran dari bentuk

tersebut. Bentuk geometri yang mendekati diharapkan dapat menjadi nilai vickers

hardness yang diperoleh dari nilai kuat tekan yang digunakan. Karena, besar

penekanan standar yang digunakan untuk mengetahui lebar jarak d adalah 1 dan 120

kg, jadi pengujian kekerasan lebih diutamakan pada material padat yang memiliki

skala kekerasan yang tinggi.

2.10.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance)

Dalam ilmu material wear resistance adalah ketahanan erosi suatu material

padat terhadap material lainnya akibat gesekan yang berulang-ulang dengan kekasaran

dan periode tertentu.

Dalam aplikasi tribologi, logam aluminium termasuk logam yang keras karena

memiliki nilai densitas yang rendah dan mudah didapat, akan tetapi, logam aliminium

sangat lemah terhadap ketahanan erosi (wear resistance) dan proses ini sudah

dilakukan secara langsung. Walaupun demikian, dengan perkembangan pada

komposit matrik logam dengan menggunakan bahan baku logam aluminium

berpenguat keramik, secara signifikan dapat meningkatkan ketahanan erosi material

tersebut, komposit dengan menggunakan matrik komposit saat ini sudah banyak

diaplikasikan dalam berbagai industri.

Sifat mekanik pada partikel pengisi (penguat) komposit matrik logam tidak

berarti meningkatkan ketahanan erosi, akan tetapi dapat memperbaiki sifat ketahanan

gesek material tersebut. Partikel yang licin seperti grafit dan mika dapat memperbaiki

sifat antisizing logam aliminium. Proses yang biasa digunakan untuk pembuatan

komposit logam aluminium dengan menggunakan penguat grafik dan mika adalah

dengan cara tempa dan secara umum diaplikasikan untuk bantalan poros, bantalan

poros yang menggunakan komposit matrik aluminium juga memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan menggunakan matrik Cu, Pd, Sn dan Cd yaitu murah

dan lebih ringan. Komposit matrik logam dengan menggunakan penguat grafit yang

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

diaplikasikan untuk piston mesin otomotif dapat mengurangi gesekan dan juga

meningkatkan efesiensi bahan bakar.

Partikel keras seperti SiC, Al2O3, WC, TiC, ZrO, dan BC lebih besar

memperbaiki sifat pengikisan pada matrik aluminium, terlebih pada temperatur tinggi.

Komposit matrik logam aluminium yang menggunakan penguat seperti yang telah

disebutkan tersebut banyak diaplikasikan pada: including impeller, piston, cincin

piston, cylinder linear, conecting rods (batang penggerak), machine shrouds, cakram,

dan beberapa sistem yang digunakan pada temperatur yang relatif tinggi. Dan

umumnya, penguat SiC yang banyak digunakan sebagai penguat dalam pembuatan

komposit matrik aluminium karena memiliki densitas yang rendah, memiliki nilai

modulus elastisitas dan kekuatan yang tinggi, murah, dan mudah didapat.

Alat yang yang biasa digunakan dalam pengujian wear resistance adalah pin

on disc, pin on disc merupakan alat yang terdiri dari piringan yang dapat berputar dan

permukaannya dilapisi dengan menggunakan kertas abrasive SiC dengan grit tertentu,

beban penekanan, kecepatan putaran, dan waktu yang dapat diatur

Dari besaran-besaran yang diperoleh dari alat tersebut maka wear rate dari

sampel yang diuji dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.14 sebagai

berikut:

Wear Rate = ∆W

S (2.14)

Dimana:

ΔW = Perubahan massa (kg).

S = Perubahan panjang (m).

(Al-Haydary, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.10.3 Analisa Mikrostruktur

2.10.3.1 SEM (Scanning Electron Microscope)

Scanning Electron Microscope atau SEM merupakan mikroskop elekteron

yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan

karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan

mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel.

SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis

permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan

didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-pola

difraksi. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran

sel satuan dari sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data-data

kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau

senyawa.

Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada gambar 2.19. Dua sinar elektron

digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike

yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan yang dapat dilihat oleh

operator. Akibat tumbukan pada spesimen dihasilkan satu jenis elektron dan emisi

foton. Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi

tinmgkat keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan

menghasilkan bintik gelap.

SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan

dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain

pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut

dengan scanning.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

A

B

B

Scan Generator

Detector

Scan Deflector

Signal Amp

Incident Beam

Scan Detector

A

Gambar 2.19 Skema Prinsip Dasar SEM (Cahn, 1993)

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display

console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan

display console merupakan elektron skunder yang didalamnya terdapat CRT.

Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya

berdasar pada pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran

elektron tercapai dengan pemanasan tungsten atau filamen katoda lantanumksaborid

pada suhu 1500 K sampai 3000 K. Katoda adalah kutub negatif yang dibutuhkan

untuk mempercepat tegangan Eo ke anoda yang di groundkan, sehingga elektron yang

bermuatan negatif dipercepat dari katoda dan meninggalkan anoda dengan energi Eo

kali elektron volt (KeV). Pistol termionik sangat luas penggunaannya karena relatif

aman untuk digunakan dalam tabung vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari itu.

Sumber alternatif lain dari pistol field emission dimana ujung kawat wolfram

yang tajam dihubungkan tertutup dengan anoda ekstraksi dan diterapkan potensional

sampai beberapa ribu volts. Elektron yang keluar dari kawat wolfram tidak

membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar, menuju tabung

vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik kearah anoda. Pistol field

emission tergantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih, sehingga

harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira-kira 10-9 Torr, namun

jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emiter electron column.

Pemancaran elektron dari electron column pada chamber harus dipompa cukup vakum

menggunakan oil-diffusion, turbo molecular, atau pompa ion. (Chan, 1993)

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

2.10.4 Analisa Sruktur Kristal

2.10.4.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah di kenal pada ilmu optik. Standart

pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang

dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar

yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X

untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal.

Sinar Datang Sinar Pantul

N

P

O

Q

Gambar 2.20 Difraksi bidang kristal

(Smallman, 1991)

Gambar 2.20, menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang

λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang kristal berjarak d. Sinar yang

dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang

berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas

dihambumburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai

dengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Sebagai contoh,

berkas kedua yang ditunjukkan gambar 2.20 harus menempuh jarak lebih jauh dari

berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan

dinyatakan oleh:

nλ = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (2.15)

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

persamaan 2.15 tersebut terkenal dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ untuk

memenuhi hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg.

Arah berkas sinar yang dipantulkan sepenuhnya oleh geometri kisi, dimana

sebaliknya geometri kisi diatur oleh orientasi dan jarak antara bidang-bidang kristal.

Jika untuk suatu kristal kubus simetri, diberikan ukuran struktur sel a, sudut-sudut

dimana berkas sinar didifraksikan oleh bidang-bidang kristal (hkl) dapat dihitung

dengan mudah dari rumus jarak antar bidang:

d(hkl) = a / √(h2 + k2 + l2) (2.16)

Untuk memastikan bahwa hukum Bragg dapat terpenuhi dan pemantulan dari

berbagai bidang kristal dapat terjadi, maka penting untuk memberikan batas ambang

pada harga θ atau λ. Berbagai cara dimana hal tersebut mengawali metode standart

difraksi sinar X yang dinamakan dengan metode Laue, metode perputaran kristal dan

metode serbuk. (Smallman, 1991)

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan komposit matrik logam adalah:

a. Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000).

Alat ini berfungsi untuk menguji kuat tekan (compressive) sampel.

b. Hydraulic press (Hydraulic Jack).

Berfungsi untuk menekan pada proses cold compaction sampel yang telah

dimasukan kedalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan

kapasitas tekanan sampai dengan 100 ton (700 kg/cm2).

c. Cylindrical furnace (Stanton Rendcroft max temp 1500 oC).

Berfungsi untuk tempat pembakaran sampel dalam proses sintering, dengan

kapasitas sintering sampai dengan 1200 oC.

d. Ayakan < 50 𝜇𝜇𝑚𝑚.

Berfungsi sebagai untuk memisahkan butiran sesuai dengan yang dibutuhkan.

e. Cetakan sampel.

Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak berupa sampel uji silinder, dengan

dimensi diameter x tinggi = 1,5 cm x 5 cm.

f. Neraca digital (Sartorius Analytic Digital AC210P)

Berfungsi untuk menimbang massa sampel dengan ketelitian 0,0000001 g.

g. Gelas ukur (Pyrex 1000 ml).

Berfungsi untuk mengukur volume dari bahan baku.

h. Magnetic stirrer (Thermolyne Cimarec 2).

Berfungsi sebagai alat untuk mengaduk sampel agar serbuk logam Al dan

partikel SiC tercampur secara homogen atau bahan baku lainnya.

i. Pengaduk magnet bar.

Berfungsi sebagai mixer atau pengaduk bahan baku dalam bentuk larutan.

j. Dilatometer Harrop T-70.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Berfungsi untuk mengukur koefisien ekspansi termal (Coefecient of Thermal

Expansion, CTE).

k. Microhardness Tester, tipe MXT-50 (Matsuzawa).

Berfungsi sebagai alat untuk menguji kekerasan sampel.

l. Pin On Disc Tester.

Berfungsi sebagai alat untuk menguji ketahanan erosi (Wear Resistance) pada

sampel uji.

m. Autoclave + Kompor gas.

Berfungsi sebagai tempat merebus sampel pada saat pengujian densitas

porositas.

n. Vernier Calipper.

Berfungsi untuk mengukur dimensi dari sampel uji dengan ketelitian 0,001

mm.

o. Refluks + labu.

Berfungsi untuk menguji ketahan korosi sampel uji dan menjaga kondisi

sirkulasi penguapan selama proses berlangsung.

p. XRD (X-Ray Diffraction).

Berfungsi untuk mengetahui komposisi kimia dari sampel.

q. SEM (Scanning Electron Microscop).

Berfungsi untuk mengetahui struktur mikro sampel.

r. Abrasive paper SiC 800 grit.

Berfungisi untuk melapisi piringan alat uji pin on disc.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Al alloy powder type 2124, ukuran butiran serbuk < 50 𝜇𝜇𝑚𝑚.

Berfungsi sebagai matrik.

b. SiC Partikel, ukuran butiran serbuk < 50 𝜇𝜇𝑚𝑚.

Berfungsi sebagai penguat (rainforce).

c. Larutan Aseton (CH3COCH3).

Berfungsi sebagai pembersih kotoran yang terdapat di dalam serbuk SiC.

d. Asam Stearat (Stearat Acid).

Berfungsi sebagai pelumas (lubricant) agar memudahkan proses kompaksi dan

mereduksi gesekan antara serbuk Al 2124 terhadap dinding mold (cetakan)

serta menghindari spesimen Al/SiC melekat pada dinding cetakan.

e. Larutan HNO3 + Al2O3 atau Al(NO3)3, 5 % wt.

Berfungsi untuk meningkatkan wettability (tingkat kebasahan) pada partikel

SiC, yang mempengaruhi daya ikat SiC terhadap matrik Al alloy

f. Ethanol (C2H5OH).

Berfungsi sebagai mixing agent.

g. Gas Nitrogen (N2)

Berfungsi sebagai gas innert untuk menghindari proses terjadinya oksidasi

(degradasi) terhadap spesimen komposit Al/SiC yang dialirkan kedalam

tungku selama proses sintering berlangsung.

h. Natrium Chloride (NaCl).

Berfungsi sebagai larutan untuk menguji sifat korosi sampel uji.

i. Air (H2O).

Berfungsi sebagai medium pencampur larutan dengan kualitas standar air

minum.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

SiCp serbuk + Al(NO3)3

Drying

Kalsinasi di dalam furnace (kenaikan suhu bertahap, 200 0C – HT 2 jam dan

400 0C – HT 2 jam)

Mixing dalam media pure ethanol

SiCp coated (Bahan baku)

3.2 Diagram Alir Penelitian 3.2.1 Diagram Pre Treatment Electroless Coating SiC

Gambar 3.1 Skema proses electroless coating SiCp untuk meningkatkan kebasahan keramik (wettability)

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.2.2 Skema Diagram Alir Pembuatan Komposit Matrik Al/SiCp

Gambar 3.2 Skema diagram alir pabrikasi alloy aluminum 2124-SiCp komposit

matrik logam melalui proses metalurgi serbuk

Wet-mixing (80:20, 70:30 %wt)

Compacting (CIP), uniaxial 300 MPa

Sintering dalam atmosfir gas Nitrogen, HT 1 jam (450, 500, 550, 600 0C)

Spesimen Uji

Pure ethanol slurry

Magnetic stirring

Dry & degassing

Alloy Al serbuk SiCp serbuk

Heat treatment Processing

Aditif lubricant (serbuk asam stearat)

0.2 – 1 wt.%

Uji dan Analisis

Laporan Penelitian (Skripsi)

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.3 Variabel Eksperimen

3.3.1 Variabel Penelitian

a. Variasi suhu sintering dimulai dari 450, 500, 550, sampai dengan 600 0C.

b. Perbandingan komposisi berat antara matrik Al alloy dan penguat SiCp yaitu

70 : 30 %wt dan 80 : 20 %wt.

3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji

a. Sifat Fisis

- Porositas (Porosity).

- Densitas (Density).

- Koefisien Ekspansi Termal (Coeffecient of Thermal Expansions).

- Korosi (Corrosion).

b. Sifat Mekanik

- Kuat Tekan (Compressive).

- Kekerasan (Hardness).

- Ketahanan Erosi (Wear Resistance).

c. Analisa Mikrostruktur

- XRD (X-Ray Diffraction.)

- SEM (Scanning Electron Microscope).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Preparasi Serbuk

Partikel SiC diayak dengan lolos ayakan berukuran < 50 µm (200 mesh),

kemudian dicuci dengan menggunakan larutan aseton untuk membersihkan kotoran

yang terdapat di dalam serbuk. Setelah dicuci, partikel SiC dievaporasikan (pre-heat)

pada suhu 100 0C selama 4 jam di dalam dry oven untuk menghindari terjadinya reaksi

oksidasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Proses selanjutnya, dilakukan pre-treatmernt terhadap partikel SiC untuk

meningkatkan wettability dengan menggunakan larutan Al(NO3)3 dengan konsentrasi

tertentu. Kemudian larutan Al(NO3)3 dicampurkan dengan serbuk SiC dan diaduk

selama ±30 menit di dalam magnetic stearerm dengan medium larutan ethanol

(larutan organik). Setelah tercampur secara homogen kemudian dikeringkan dan

dipanaskan (dikalsinasi) secara bertahap yaitu pada tahap pertama pada suhu 200 oC

selama 2 jam dan tahap kedua pada suhu 400 oC selama 2 jam di dalam tungku

(furnace).

3.4.2 Pencampuran (mixing)

Proses selanjutnya adalah proses pencampuran (mixing) antara bahan baku

matriks (serbuk aluminium alloy ) yang berukuran 38 – 50 µm (200 mesh) dan bahan

penguat (reinforce) partikel SiCp sampai merata (homogen). Pencampuran dilakukan

di dalam beaker glass dengan menggunakan magnetic stirrer sebagai media

pengaduknya. Pencampuran dilakukan dengan cara wet mixing artinya pada saat

pencapuran digunakan larutan ethanol sebagai mixing agent agar serbuk matrik Al

alloy dan penguat partikel SiCp tercampur homogen. Perbandingan volume antara

serbuk Al/SiCp terhadap larutan ethanol adalah 1 : 2, proses pengadukan dilakukan

selama ±30 menit. Setelah tercampur secara homogen kemudian dikeringkan dalam

oven selam 2 jam dengan suhu 100 0C. Variasi persentase berat partikel SiCp yang

dilakukan adalah 20 dan 30 %wt terhadap matrik Al alloy.

3.4.3 Pembuatan Sampel Uji

Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara cold compaction dengan

menggunakan hydraulic press kapasitas 100 ton. Sebelum sampel dimasukkan

kedalam cetakan, dinding cetakan terlebih dahulu dilapisi (diolesi) dengan asam

stearat (stearat acid) agar mempermudah proses kompaksi (penekanan), mereduksi

gesekan antara serbuk logam (aluminium alloy 2124) terhadap dinding cetakan, dan

menghindari spesimen Al/SiCp melekat pada dinding cetakan. Penambahan jumlah

asam stearat (bahan pelicin) adalah sekitar 0,2 – 1 %wt. Campuran bahan baku matrik

(serbuk Al alloy 2124) dan penguat (partikel SiC) dengan berat 10 g dimasukkan ke

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

dalam cetakan (moulding) dan dilakukan penekanan (kompaksi) sebesar 300 MPa

dengan kecepatan tekanan 10 cm/menit. Proses kompaksi ditahan selama 5 menit

untuk memperoleh spesimen dengan kekuatan yang mencukupi agar mudah

dikeluarkan dari cetakan dan tidak hancur pada saat dipegang.

3.4.4 Proses Sintering

Sintering merupakan suatu proses pembakaran bahan komposit agar butiran-

butiran saling mengikat (difusi) dan terjadi penurunan nilai porositas. Pada penelitian

ini variasi suhu sintering adalah 450, 500, 550, dan 600 0C.

Proses sintering dilakukan dengan menggunakan tungku listrik tabung

(furnace) yang dapat diatur sesuai dengan suhu pembakaran yang telah ditentukan

dengan waktu penahanan selama 1 jam. Selama proses pembakaran berlangsung gas

Nitrogen (N2) dialirkan kedalam tungku untuk menghindari terjadinya proses oksidasi

terhadap spesimen komposit Al/SiCp dan jumlah gas Nitrogen (N2) yang dialirkan

selama proses sintering adalah 5 lt/menit dengan tekanan aliran gas 1000 kgf/cm2.

Gambar 3.3 Skema Proses Sintering: (1) Gas Nitrogen (N2), (2) Manometer (regulator), (3) Tungku, dan (4) Kontrol Temperatur

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.5 Pengujian

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: porositas, densitas,

koefisien ekspansi termal, ketahanan korosi, kuat tekan, kekerasan (vickers hardness),

ketahanan erosi (wear rasistance), pengujian mikrostruktur dan analisa striktur kristal.

3.5.1 Sifat Fisis

3.5.1.1 Densitas

Tujuan dari pengukuran densitas adalah untuk mendapatkan hasil komposit

matrik logam yang memiliki densitas yang sesuai dengan densitas teori yaitu 2,6 – 3,1

g/cm3 dan pengujian densitas mengacu kepada standard ASTM C 373.

Pengukuran densitas pada pembuatan komposit matrik logam dilakukan

dengan menggunakan prinsip Archimedes. Pengukuran dilakukan dengan dua tahapan

yaitu: pengukuran densitas prasintering dan pasca sintering.

1. Pengukuran densitas prasintering.

a. Sampel yang telah dikompaksi dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC

dengan waktu pengeringan selama 2 jam.

b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang dengan menggunakan neraca

digital (m0).

c. Ditimbang massa sampel dengan digantung dalam air (mA).

d. Kemudian ditimbang massa kawat penggantung (mK).

2. Pengukuran densitas pasca sintering

a. Sampel yang telah disintering dikeringkan didalam oven dengan suhu 100 oC

dengan waktu pengeringan selama 2 jam.

b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang dengan menggunakan neraca

digital (m0).

c. Ditimbang massa sampel dengan digantung dalam air (mA).

d. Kemudian ditimbang massa kawat penggantung (mK).

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut, maka densitas prasintering dan

pasca sintering dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.8).

3.5.1.2 Porositas

Tujuan dari pengukuran porositas adalah untuk mengetahui hasil apakah

komposit matrik logam yang memiliki porositas sesuai dengan yang diharapkan dan

pengujian porositas mengacu kepada standard ASTM C 373.

Dalam pembuatan komposit matrik logam,pengukuran porositas dilakukan

dengan dua tahapan yaitu: pengukuran porositas prasintering dan pasca sintering.

1. Pengukuran porositas prasintering.

a. Sampel yang telah dikompaksi dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC

dengan waktu pengeringan selama 2 jam.

b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang dengan menggunakan neraca

digital (m0).

c. Sampel yang telah ditimbang kemudin direndam di dalam air selama 1 jam,

bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji.

d. Sampel yang telah direndam didalam air selama 1 jam tersebut dilap terlebih

dahulu dengan kain halus, kemudian ditimbang massanya. (mU).

e. Sampel yang telah direndam didalam air selama 1 jam kemudian ditimbang

dengan digantung di dalam air (mA).

f. Ditimbang massa kawat penggantung (mK).

2. Pengukuran porositas pasca sintering.

a. Sampel yang telah dikompaksi dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC

dengan waktu pengeringan selama 2 jam.

b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang dengan menggunakan neraca

digital (m0).

c. Sampel yang telah ditimbang kemudin direbus didalam air mendidih dengan

menggunakan kompor gas selama 2 jam yang bertujuan untuk

mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

d. Sampel yang telah direbus didalam air mendidih selama 2 jam terlebih dahulu

dilap dengan kain halus, kemudian ditimbang massanya (mU).

e. Sampel yang telah direbus didalam air mendidih selam 2 jam kemudian

ditimbang dengan digantung di dalam air (mA).

f. Ditimbang massa kawat penggantung (mK).

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut, maka porositas prasintering dan

pasca disintering dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.9).

3.5.1.3 Koefisien Ekspansi Termal

Pengukuran koefisien termal ekspansi dilakukan dengan menggunakan alat

Dilatometer Harrop Laboratories T-70 dengan rentang suhu pengukuran diatur mulai

dari 30 – 300 oC dan mengacu kepada standard ASTM E 228.

Prosedur pengukuran koefisien ekspansi termal adalah sebagai berikut:

a. Diukur panjang sampel dengan menggunakan jangka sorong (vernier calliper).

b. Kemudian sampel diletakkan pada tempat sampel (sampel hoder)

c. Ditentukan nilai Gain (A), kemudian hitung nilai corection (C) dengan rumus

C = A.L/2,54 dimana L = panjang sampel (cm)

d. Tekan tombol power kemudian tekan tombol hold hingga lampu hold menyala.

e. Tetapkan Upper Temp dengan menggunakan tombol Upper

f. Tetapkan rate kenaikan suhu dengan mengatur tombol rate

g. Diatur posisi suhu pembacaan dengan mengatur tombol meter ke posisi temp.

Apabila suhu yang terbaca belum mencapai 30oC, maka perlu diturunkan

suhunya hingga mencapai 30oC dengan menekan tombol down dan slew

sehingga lampu slew dan down menyala.

h. Tentukan skala T range yang diinginkan dengan memilih skala S1 dan S2.

i. Letakkan Pen Recorder dan kertas Recorder ke posisinya.

j. Arahkan tuas pen ke posisi Up dan diatur posisi pen dengan mengatur tombol

X dan Y, kemudian tekan tombol INST.POWER ke posisi ON dan diatur

kembali posisi pen hingga posisi pen dalam keadaan stabil.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

k. Bila posisi pen belum stabil, atur kembali dengan memutar skala micrometer

sampai posisi berada paling bawah kemudian di atur lagi ke posisi yang

diinginkan dengan mengatur tombol X dan Y.

l. Apabila posisi pen sudah tepat dan stabil kemudian arahkan tuas Pen Recorder

ke posisi ON.

m. Nyalakan tungku furnace dengan mengarahkan tombol furnace ke posisi ON.

n. Amati dan catat suhu yang ditunjukkan pada display layar suhu setiap

kenaikan skala X yang diinginkan.

3.5.1.4 Pengujian Ketahanan Korosi

Tujuan dari pengujian korosi adalah untuk mengetahui sifat korosif dari

sampel uji, pengujian korosi mengacu pada standard ASTM G103.

Prosedur pengukuran ketahan korosi sampel uji adalah sebagai berikut:

a. Dihitung seluruh luas permukaan sampel yang akan diuji.

b. Diukur volume air da NaCl dengan perbandingan 6 % NaCl dan 96 % air dari

jumlah volume keseluruhan, kemudian NaCl dimasukkan kedalam air dan

diaduk hingga merata.

c. Larutan yang telah diaduk kemudian dimasukkan kedalam refluks kemudian

dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik.

d. Setelah larutan NaCl mendidih, dibiarkan terlebih dahulu selam 10 menit

kemudian sampel dimasukkan (ditenggelamkan).

e. Tenggelamkan sampel secepat mungkin setelah dilakukan penekanan

(setengah dari maksimum kuat tekan sampel) sehingga terjadi retakan awal,

kemudian sampel dimasukkan kedalam sealed kantong plastik yang tertutup

rapat.

f. Lakukan pengamatan visual dalam periode tertentu, jika sampel harus

dikeluarkan untuk ditimbang, maka pengeluaran sampai dengan sampel

dimasukkan kembali kedalam larutan ≤ 5 menit.

g. Dicatat pertama kali terjadinya korosi pada sampel.

h. Durasi total pengujian adalah 168 jam (7 hari) dengan waktu penimbangan

setiap 24 jam (1 hari) sekali.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

3.5.2 Sifat Mekanik

3.5.2.1 Kuat Tekan(Compressive Strength)

Pengujian kekuatan tekan adalah untuk mengukur kekutan tekan bahan

(sampel uji) terhadap tekanan mekanis. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan

adalah Universal Testing Mechinen (UTM) dan Hydraulic press. ASTM C-773.

Gambar 3.4 Gambar sampel uji kuat tekan komposit matrik logam Al/SiCp

a. Sampel yang akan diuji, diukur luas permukaannya yang dinyatakan dengan A.

b. Sampel diletakkan diantara tumpuan ( lempengan ) penekan (gambar 3.5).

Gambar 3.5 Sampel uji kuat tekan yang diletakkan diantara lempengan

penekan

c. Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum

penunjuk tepat pada angka nol.

d. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala

pengukuran pada alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi hancur (gambar

3.6).

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 3.6 Sampel yang hancur setelah pengujian kuat tekan

e. Apabila kuat tekan sampel melebihi batas ukur pada Universal Testing

Machine, maka sampel diuji dengan menggunakan hydraulic press, maka

untuk sampel uji yang memiliki kuat tekan diatas 4000 lbf diuji dengan

menggunakan hydraulic press.

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka nilai kekuatan tekan dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.12).

3.5.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness Test)

Alat untuk menguji kekerasan dengan menggunakan Microhardness Tester,

Merek Matsuzawa tipe MXT-50, dengan penumpu berupa diamond pyramid dan

pengujian ini mengacu pada standard ASTM E 18-02

Prosedur uji kekerasan adalah sebagai berikut:

a. Pastikan permukaan benda uji benar-benar halus dan rata.

b. Atur posisi pembebanan yang diinginkan (1 kg) dan set waktu identifikasi

secukupnya (5 detik).

c. Pilih permukaan yang akan diamati benar-benar baik dan dalam kondisi fokus

dalam pengujian ini dilakukan pengujian sebanyak lima kali pada permukaan

atas dan bawah sampel uji, seperti pada gambar 3.7.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Permukaan I

Gambar 3.7 Daerah uji kekerasan dari sampel secara acak

d. Ukur panjang masing-masing diagonal dari hasil penekanan tersebut

(berbentuk diamond), sehingga nilai kekerasan yang terukur dapat terbaca di

dalam monitor microhardness tester.

Gambar 3.8 Hasil pengujan vickers hardness

Dengan mengetahui besaran tersebut maka kekerasan dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan (2.13).

3.5.2.3. Pengujian Ketahanan Erosi (Wear Resistance)

Tujuan dilakukan pengujian ketahanan erosi adalah untuk mengetahui

ketahanan sampel uji terhadap gesekan yang berulang-ulang pada permukaan suatu

material dengan grit (kekasaran) dan periode tertentu. Pengujian ketahanan erosi pada

penelitian ini mengacu kepada Standar ASTM G-99

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Prosedur pengujian ketahan erosi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebelum dilakukan percobaan terlebih dahulu diukur dimensi sampel uji, yaitu:

diameter, tinggi, dan massa awal.

b. Setelah dimensi diketahui, sampel diletakkan (dijepit) dengan menggunakan statif

kemudian diletakkan di atas permukaa pin on disc (piringan yang berputar) yang

terdapat abrasive paper SiC 800 grit pada permukaannya.

c. Sebelum alat dinyalakan, ditentukan terlebih dahulu parameter uji, berupa: beban

penekanan (aplied load), lama pengujian (durasi), dan kecepatan putaran. Dalam

pengujian ini beban penekanan adalah 10 N, lama pengujian 60 detik, dan

kecepatan putaran adalah 80 rpm.

d. Kemudian dinyalakan alat pin on disc tester bersamaan dengan stop watch,

setelah lama pengujian tercapai (60 detik), alat sampel diangkat dan alat uji

dimatikan.

e. Dihitung perubahan massa yaitu massa awal - massa akhir (Δm) dan dihitung

jarak sliding yaitu tinggi awal – tinggi akhir (S).

Dengan mengetahui besaran tersebut, maka dapat dihitung nilai wear rate

dengan menggunakan persamaan (2.14.)

3.5.3 Analisa Mikrostruktur

3.5.3.2 SEM (Scaning Electron Microscope)

Bentuk dan ukuran partikel komposit matrik logam Al/SiC dapat

diidentifikasikan berdasarkan data yang di peroleh dari alat ukur SEM (Scanning

Electron Microscope).

Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Sampel diletakkan dalam cawan yang dilapisi emas.

b. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV

sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan

elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan

detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

c. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari

objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto sesuai yang

diinginkan.

d. Gambar yang didapat selanjutnya diidentifikasi.

3.5.4 Analisa Struktur Kristal

3.5.4.1 Difraksi Sinar –X (X-Ray Diffraction)

Dalam penelitian ini, karakterisasi struktur kristal sampel uji dilakukan dengan

menggunakan metode difraksi sinar-x. Tujuan dilakukannya pengujian analisis

struktur kristal adalah untuk mengeahui perubahan fase struktur bahan dan mngetahui

fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.

XRD adalah suatu peralatan yang dapat memberikan data-data difraksi dan

besar kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ). Secara umum prinsip

kerja XRD dapat diperluhatkan pada gambar 3.9.

A

B C

D

E

F GH

θ

θ2

Gambar 3.9 Skema alat uji XRD

a. A adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu daya sumbu

sinar -X (B)

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

b. Sampel (C) diletaakan di atas tatakan (D) yang dapat diatur.

c. Sinar-X dari sumber (B) didifraksi oleh sampel menjadi berkas sinar konfergen

yang terfokus di celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F).

d. D dan F dihubungkan secara mekanis. Jika (F) berputar 2θ maka D berputar

sebesar θ.

e. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam plat pencacah (F), dikonversikan

dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan yang disesuaikan dan direkam

oleh recorder (H) dalam bentuk kurva.

f. Dari pengujin ini diperoleh grafik hubungan sudut 2θ dengan intensitas pola

struktur dari berbagai puncak.

g. Dengan persamaan 2.16. dapat ditentukan jarak kekisi (d).

h. Nilai-nilai d yang telah dihitung dicocokan dengan nilai-nilai d pada JCPDS

yang sesuai dengan fase-fase kristal yang terbentuk pda cmpurn bahan yang

dibuat.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis

4.1.1 Densitas dan Porositas

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai densitas dan porositas

pra sintering dan pasca sintering dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

2.8 dan 2.9 yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 373 dengan

menggunakan metode Archimedes. Sebuah contoh perhitungan untuk pengujian

densitas dan porositas sebagai berikut:

Kode sampel I Al/SiCp 80 : 20 %wt; pra sintering.

mo = 7,52 g

mU = 7,62 g

mA = 3,99 g

mK = 0,52 g

a. Densitas

ρ = mo

mo − (mA + mK) x ρH2O

ρ = 7,52 g

7,52 g − (3,99 g + 0,52 g) x 1 g cm3⁄

ρ = 7,52 g3,01 g

x 1 g cm3⁄

𝛒𝛒 = 𝟐𝟐,𝟓𝟓𝟓𝟓 𝐠𝐠 𝐜𝐜𝐜𝐜𝟑𝟑⁄

b. Porositas

P = mU − mo

mo − (mA + mK) x 100 %

P = 7,62 g − 7,52 g

7,52 g − (3,99 g + 0,52 g) x 100 %

P = 0,1 g

3,01 g x 100 %

P = 3,43 %

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

4.1.1.1 Densitas dan Poroitas Prasintering

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat table pengukuran nilai densitas dan

porositas pra sintering sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengukuran densitas dan porositas prasintering untuk komposisi

80 : 20 %wt Al/SiCp Kode mo mU mA mK Densitas Porositas

Sampel (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%) I 7.52 7.62 3.99 0.52 2.50 3.43

Tabel 4.2 Pengukuran densitas dan porositas prasintering untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Kode mo mU mA mK Densitas Porositas Sampel (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%)

I 7.86 7.96 4.23 0.52 2.52 3.22

Pengukuran nilai densitas dan porositas sebelum disintering ditentukan dengan

menggunakan metode Archimedes. Nilai densitas yang diperoleh dengan

menggunakan metode Archimedes untuk variasi komposisi dapat dilihat dalam tabel

4.1 dan 4.2, hasil pengukuran yang diperoleh untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

adalah 2,50 g/cm3 dengan nilai porositas 3,43 %, sedangkan pada komposisi

70 : 30 %wt Al/SiCp didapat densitas 2,52 g/cm3 dan nilai porositas yang didapat

adalah 3,22 %, dari nilai yang diperoleh dalam pengukuran densitas dan porositas

sebelum disintering telah menunjukkan bahwa nilai-nilai densitas tersebut diharapkan

mendekati ± 80% dari nilai densitas sintering. Nilai tersebut dapat diperoleh melalui

proses pencetakan (casting) dan penekanan (kompaksi) dengan menggunakan alat

hydraulic press pada nilai beban penekanan sebesar 300 MPa dan waktu tahan

(holding time) selama 5 menit. Nilai densitas setelah proses kompaksi (green density)

terjadi karena adanya ikatan kohesivitas (adhesif-kohesif) bahan komposit. Ikatan

kohesivitas dapat dipengaruhi oleh: ikatan antar muka (interface) partikel penguat SiC

dan matrik Al Alloy, gaya elektrostatik, dan ikatan Van Der Walls.

Ikatan antar muka partikel penguat dan matrik erat kaitannya dengan

kekasaran permukaan partikel, dimana kekasaran partikel yang tinggi menyebabkan

kontak antar pernukaan menjadi lebih luas, sehingga interaksi antar partikel juga

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

semakin tingi, sedangkan pengaruh dari ikatan elektrostatik terjadi akibat adanya

penekanan, dengan adanya tekanan, maka permukaan antar partikel akan mengalami

gesekan, sehingga dengan adanya gesekan antar partikel menyebabkan terjadinya

ikatan elektrostatik. (Zainuri, 2007)

Hal lain yang mempengaruhi kohesivitas adalah gaya Van Der Walls. Gaya

Van Der Walls merupakan gaya yang terjadi akibat dari fluktuasi dipol pada partikel

penguat maupun matrik. Besar beban penekanan yang diberikan pada saat proses

pembentukan akan menghasilkan tiga kemungkinan model ikatan yang disebabkan

oleh gaya Van Der Walls pada pertikel serbuk seperti gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4.1. Kemungkinan bentuk serbuk Al dan SiCp pada saat proses kompaksi (a) bola-bola, (b) bola-bidang, dan (c) bidang-bidang

(Widyastuti dkk, 2007)

a. Bola-bola, apabila gaya tekan yang diberikan berada dibawah yield strenght

dari matrik dan dibawah yield streght penguat. Gaya ini menyebabkan matriks

dan penguat terdeformasil elastis dan hal ini akan mengakibatkan nilai

porositas yang terlalu tinggi dan ikatan antar muka awal juga rendah.

b. Bola-bidang, apabila gaya tekan yang diberikan berada diatas yield strenght

dari matrik dan dibawah yield streght penguat, dan model seperti inilah yang

diharapkan terjadi dalam proses pembuatan komposit dengan menggunakan

metode metalurgi serbuk karena matriks akan terdeformasi plastis dan penguat

terdeformasi elastis.

H H H

(a) (b) (c)

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

c. Bidang-bidang, apabila gaya tekan yang diberikan diatas yield strenght dari

matrik dan penguat. Hal ini mengakibatkan pengembangan (bloating) pada

komposit sehingga terjadi perubahan dimensi diluar batas toleransi. (Heny

Faisal, 2007)

Aspek kebasahan (wettability) pada penguat SiCp juga sangat mempengaruhi

nilai densitas sebelum sintering. Oleh karena itu, pada saat proses pelapisan partikel

penguat SiC diharapkan seluruh permukaan partikel penguat dapat terlapisi secara

sempurna seperti terlihat pada gambar (2.7), karena apabila pelapisan penguat SiCp

tidak sempurna dapat mempengaruhi ikatan antar muka penguat SiCp dengan matrik

Al Alloy, apabila hal ini terjadi maka akan menumbulkan porositas yang besar dan

dapat menurunkan sifat mekanik dari komposit matrik logam tersebut.

4.1.1.2 Densitas dan porositas pasca sintering

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat table pengukuran nilai densitas dan

porositas pasca sintering sebagai berikut:

Tabel 4.3 Pengukuran densitas dan porositas pasca sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel mo mU mA mK Densitas Porositas (oC) (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%) 450 I 8.22 8.28 4.75 0.52 2.79 2.12

II 8.13 8.19 4.69 0.52 2.78 2.09 8.17 8.23 4.72 0.52 2.78 2.11

500 I 8.09 8.14 4.69 0.52 2.81 1.83 II 7.96 8.01 4.61 0.52 2.81 1.71 8.03 8.08 4.65 0.52 2.81 1.77

550 I 8.53 8.56 5.13 0.52 2.97 1.10 II 8.37 8.40 4.99 0.52 2.92 1.01 8.45 8.48 5.06 0.52 2.94 1.05

600 I 8.05 8.07 4.90 0.52 3.06 0.99 II 7.73 7.75 4.65 0.52 3.02 0.97

7.89 7.91 4.78 0.52 3.04 0.98

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 4.4 Pengukuran densitas dan porositas pasca sintering pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel mo mU mA mK Densitas Porositas (oC) (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%) 450 I 7.66 7.71 4.41 0.52 2.81 2.01

II 7.67 7.72 4.39 0.52 2.78 1.98

7.66 7.72 4.40 0.52 2.79 2.00 500 I 7.68 7.72 4.55 0.52 2.94 1.77

II 7.68 7.73 4.55 0.52 2.94 1.79

7.68 7.72 4.55 0.52 2.94 1.78 550 I 7.52 7.55 4.49 0.52 3.00 1.00

II 7.54 7.57 4.51 0.52 3.00 1.15

7.53 7.56 4.50 0.52 3.00 1.08 600 I 7.62 7.64 4.64 0.52 3.10 0.84

II 7.62 7.65 4.65 0.52 3.11 0.89

7.62 7.64 4.65 0.52 3.10 0.87

Dari tabel 4.3 dan 4.4, maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas

dan porositas terhadap perubahan suhu sinering seperti gambar dibawah ini

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara densitas terhadap perubahan suhu sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara porositas terhadap perubahan suhu

sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

2,602,702,802,903,003,103,20

450 500 550 600

Den

sita

s (g/

cm3 )

Suhu Sintering (oC)

80 : 20 %wt Al/SiCp70 : 30 %wt Al/SiCp

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

450 500 550 600

Poro

sita

s (%

)

Suhu Sintering (oC)

80 : 20 %wt Al/SiCp70 : 30 %wt Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Secara umum, mekanisme proses sintering mengalami tiga tahapan yaitu:

pembentukan leher (necking), pertumbuhan butir baru (seperti diperlihatkan pada

gambar 2.11), dan yang terakhir adalah proses penyusutan atau shringkage (seperti

diperlihatkan pada gambar 2.12). Pada proses awal sintering terjadi difusi atom pada

bagian titik kontak permukaan partikel. Pada saat pemberian energi panas di dalam

furnace sama artinya dengan memberikan energi aktivasi pada atom penyusun bahan

tersebut, sehingga dengan adanya energi aktivasi menyebabkan atom penyusun bahan

akan bervibrasi kemudian melepaskan ikatannya dan bergerak ke posisi baru atau

berpindah ke kisi yang lain, proses tersebut sering disebut dengan proses difusi.

Karena difusi yang terjadi pada proses tersebut hanya berada pada daerah permukaan

kontak partikel, maka difusi tersebut disebut dengan solid sintering. Dari proses

difusi, maka akan terbentuk solid solution yang berada pada daerah kontak antar

partikel yang disebut dengan liquid bridge. Dengan liquid bridge tersebut, maka

bahan akan mengalami kompaktibilitas (densitas semakin meningkat).

Sintering pada proses pembuatan komposit dengan menggunakan metode

metalurgi serbuk merupakan fenomena yang menarik untuk diperhatikan lebih

seksama, karena proses ikatan akhir antar penguat SiCp dengan matrik Al Alloy sangat

menentukan sifat mekanis dan sifat fisis dari bahan komposit yang akan dibuat. Proses

sintering merupakan fenomena difusi antar permukaan partikel dalam skala atomik

yang sangat bergantung kepada kereaktifan permukaan antar partikel yang

berinteraksi, dalam proses pembuatan komposit matrik logam Al/SiCp sangat

diharapkan pada material matrik Al Alloy dan penguat SiCp berinteraksi dengan

sempurna. Oleh sebab itu, dengan pelapisan partikel SiCp dengan oksida logam

Al(NO3)3 diharapkan dapat meningkatkan interaksi penguat SiCp dengan matrik Al

Alloy.

Dari gambar 4.2, dapat dilihat bahwa nilai densitas untuk masing-masing

komposisi meningkat secara linear dengan meningkatnya suhu sintering dan dari

gambar 4.3, nilai porositas untuk masing-masing komposisi semakin kecil dengan

meningkatnya suhu sintering. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu sintering

maka densitas material akan semakin meningkat dan pori-pori yang dihasilkan juga

akan semakin berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai densitas tertinggi untuk

masing-masing komposisi sampel adalah pada suhu pembakaran 600 oC. Untuk

komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dengan nilai densitas yang diperoleh adalah

3,04 g/cm3, serta nilai porositas yang diperoleh adalah 0,98%. Untuk komposisi

70 : 30 %wt Al/SiCp, nilai densitas yang diperoleh adalah 3,10 g/cm3 dan nilai

porositas yang diperoleh adalah 0,87%.

Dari hasil yang diperoleh, perbedaan nilai densitas untuk masing-masing

komposisi disebabkan oleh densitas masing-masing material penyusun komposit itu

sendiri. Dimana nilai densitas untuk partikel SiC adalah 3,22 g/cm3 dan nilai densitas

matrik Al adalah 2,78 g/cm3. Dengan demikian nilai densitas untuk komposisi

70 : 30 %wt Al/SiCp lebih besar dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt

Al/SiCp. Dan dari nilai yang diperoleh pada penelitian ini telah mendekati dengan

nilai literatur dan penelitian yang dilakukan oleh Oliver Beffort (2002) bahwa nilai

densitas untuk komposit matrik logam aluminium dengan penguat SiCp adalah antara

2,60 g/cm3 sampai dengan 3,10 g/cm3.

4.1.2 Koefisien Ekspansi Termal

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai koefisien ekspansi

termal dapat dicari dengan meggunakan persamaan 2.10 dengan menyesuaikan

persamaan yang dihasilkan oleh plotter alat Dilatometer Harrop yang mengacu pada

standart pengujian ASTM E 228 – 95.

C = A lo

2,54

Y = 254A lo

Dimana: C = Faktor koreksi.

A = Faktor penguat alat (Gain).

lo = Panjang awal sampel.

Y = Perubahan panjang dinyatakan dengan Δl/lo (% per inchi).

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Sehingga grafik fungsi perubahan panjang (Δl) terhadap suhu (T) dapat

dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

∆l = 254A lo

Karena Y sama dengan Δl dan plotter alat Dilatometer memberikan fungsi

perubahan panjang adalah Δl sedangkan secara teori perubahan panjang

dinyatakan dengan Δl/lo, maka perubahan panjang dari plotter alat sama-sama

dibagi dengan lo, maka didapat persamaan sebagai berikut: ∆llo

= 254

A lo lo

Sehingga;

∆llo

= � 254

A lo lo�

2,54 Y

2,54 diperoleh dari nilai Y, karena Δl/lo (% per inchi).

1 inchi = 2,54 cm

1 inchi = 25,4 mm

Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai koefisien ekspansi

termal untuk sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC adalah

sebagai berikut:

Dik: A = 10

Lo= 6,6 cm

Y = 3,7

Maka:

αm = � 254

10 (6,6 . 6,6)�

2,54 . 3,7

αm = 0,084940/ Co

Dari table hasil pengujian nilai koefisien ekspansi termal (Lampiran A), maka

dapat dibuat grafik hubungan antara perubahan panjang sampel terhadap kenaikan

temperature pengujian.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu

pengukuran pada suhu sintering 450 oC pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4. 5 Grafik hubungan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu pengukuran pada suhu sintering 500 oC pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu

pengukuran pada suhu sintering 550 oC pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

0,00,10,20,30,40,50,60,70,8

30 91 116

138

153

169

185

199

213

225

237

250

262

276

290

298

297

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1 T2

T3

T0

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

30 86 111

131

149

165

180

194

209

221

234

247

259

272

284

294

298

298

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

0,00,10,20,30,40,50,60,70,8

30 79 100

115

129

141

154

164

174

184

198

206

215

224

232

240

248

256

264

271

279

287

294

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 4.7 Grafik hubungan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu

pengukuran pada suhu sintering 600 oC pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu

pengukuran pada suhu sintering 450 oC pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Gambar 4. 9 Grafik hubunguan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu pengukuran pada suhu sintering 500 oC pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

0,00,10,20,30,40,50,60,70,8

30 91 114

131

146

160

172

184

194

204

214

223

231

239

249

257

265

272

280

287

293

299

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,9

30 87 112

130

149

158

170

183

191

204

212

222

227

235

243

254

261

268

278

285

292

298

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,9

30 81 101

115

128

140

153

162

172

182

190

199

207

216

223

231

239

247

255

263

270

279

286

293

298

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 4. 10 Grafik hubunguan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu pengukuran pada suhu sintering 550 oC pada komposisi 70 : 30%wt Al/SiCp

Gambar 4. 11 Grafik hubunguan antara koefisien ekspasi termal dengan suhu pengukuran pada suhu sintering 600 oC pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Pengujian sifat ekspansi termal suatu bahan material komposit sangat penting

dilakukan karena ada kaitannya dengan aplikasi komposit tersebut. Tujuan dari

pengujian koefisien ekspansi termal adalah untuk mengetahui perubahan panjang

relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu (T) .Pengukuran

koefisien ekpansi termal (CTE) dilakukan dengan menggunakan alat ukur Dilatometer

Harrop T-70. Koefisien ekspansi termal diukur mulai dari suhu 30 oC sampai dengan

300 oC. Dari gambar 4.4, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, dan 4.11, nilai-nilai koefisien

ekspansi termal tersebut ditentukan berdasarkan nilai kemiringan (slope) grafik

hubungan antara kenaikan suhu terhadap pertambahan panjang sampel. Slope

koefisien ekspansi termal dapat dicari dengan persamaan 4.1 dibawah ini.

0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,9

30 82 100

116

129

141

153

162

172

182

191

199

207

216

224

231

239

247

255

262

269

277

284

291

298

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

00,10,20,30,40,50,60,70,8

30 89 114

134

150

164

176

186

201

216

226

236

245

253

261

266

278

289

295

300

ΔL/L

o (o C

-1)

Temperatur (oC)

T1

T2

T3

T0

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

αm1 = Y1 − Y0

T1 − T0 = Slope (4.1)

αm1 = 13,5 − 0181 − 30

= 0,111111 / Co

Dilihat dari grafik diatas, maka dengan persamaan 4.1 maka nilai slope untuk

memperoleh nilai koefisien ekspansi termal dapat dihitung dengan memanfaatkan

nilai slope yang telah dipartisi menjadi tiga nilai slope, yaitu: T0 - T1, T1 – T2, T2 -T3

kemudian dari ketiga nilai tersebut dirata-ratakan. Dari hasil nilai slope rata-rata maka

diperoleh data seperti tabel 4.5 dan 4.6.

Tabel 4.5 Slope grafik hubungan antara perubahan temperatur terhadap perubahan panjang sampel pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Sintering αm1 αm2 αm3 αmrata-rata (oC) (oC-1) (oC-1) (oC-1) (oC-1) 450 0.14000 0.12267 0.10667 0.12311 500 0.13600 0.13810 0.17222 0.14877 550 0.12014 0.13467 0.15000 0.13494 600 0.10063 0.13889 0.16667 0.13539

Tabel 4.6 Slope grafik hubungan antara perubahan temperatur terhadap perubahan panjang sampel pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Sintering αm1 αm2 αm3 αmrata-rata (oC) (oC-1) (oC-1) (oC-1) (oC-1) 450 0.11111 0.14167 0.14035 0.13104 500 0.14085 0.13433 0.13443 0.13653 550 0.11776 0.12763 0.13810 0.12783 600 0.08940 0.11806 0.15319 0.12022

Dari tabel 4.5 dan 4.6, dapat dilihat bahwa perubahan panjang (dilatasi) yang

terjadi pada saat pengujian menunjukkan nilai yang sesuai dengan nilai koefisien

ekspansi termal secara teoretis. Secara teoretis nilai koefisien ekspansi termal dalam

pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan partikel penguat SiC adalah

7 x 10-6/oC sampai dengan 20 x 10-6/oC (Olivier Beffort, 2002), sedangkan dari tabel

perhitungan untuk nilai slope rata-rata pada sampel uji bahwa nilai koefisien ekspansi

termal tertinggi adalah 14 x 10-6/oC yaitu pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisien ekspansi termal dalam proses

pembuatan komposit matrik logam adalah material penyusun komposit itu sendiri.

Secara teori nilai koefisien termal ekspansi matrik aluminium adalah 22,9 x 10-6/oC

sedangkan nilai koefisien ekspansi termal partikel SiC adalah 4,51 – 4,73 x 10-6/oC.

Jadi, dengan penggabungan meterial aluminium dan partikel SiC, diharapkan

diperoleh nilai koefisien ekspansi termal di antara nilai koefisien ekspansi termal

material penyusun (konstituen) pada komposit matrik aluminium berpenguat partikel

penguat SiCp secara teoretis.

Sedangkan pengaruh lain dari proses pembuatan komposit matrik logam

dengan menggunakan metode metalurgi serbuk yang biasanya menggunakan rekayasa

pelapisan partikel penguat SiC dengan menggunakan ion logam (dalam penelitian ini

digunakan Al(NO3)3) yang akan berpengaruh terhadap nilai koefisien ekspansi termal

sampel uji. Proses pelapisan wettability bertujuan untuk meningkatkan kebasahan

antara partikel penguat SiC dengan matrik aluminium. Menurut penelitian Pay Yih

(1995) dalam Journal of Powder Metallurgy, pembuatan komposit matrik logam

dengan menggunakan metode metalurgi serbuk secar umum dilakukam proses

pelapisan partikel penguat untuk meningkatkan kebasahan (wettability) partikel

penguat dan meningkatkan ikatan antar muka partikel penguat dengan matrik. Apabila

ikatan antar muka matrik dengan penguat saling berikatan secara sempurna,

kemungkinan material terkontaminasi oleh pengotor (seperti oksida) dapat dihindari

pada saat proses sintering berlangsung. Dengan demikian, apabila proses pelapisan

dan ikatan terjadi secara sempurna, maka dapat menurunkan nilai koefisien ekspansi

termal pada material komposit matrik logam tersebut.

Disamping itu, nilai koefisien ekspansi termal yang diperoleh juga dipengaruhi

oleh komposisi partikel penguat SiC. Menurut Al-Haidary (2007) dalam jurnal

Material Scince-Poland, dalam pembuatan komposit matrik logam berpenguat

partikel keramik SiC, dengan penambahan komposisi partikel penguat SiC maka dapat

menurunkan nilai koefisien ekspansi termala material komposit tersebut. Dan dari

hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai koefisien ekspansi termal untuk komposisi

70 : 30 %wt Al/SiCp lebih rendah dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt

Al/SiCp seperti yang diperlihatkan dalam tabel 4.5 dan 4.6.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

4.1.3 Ketahanan Korosi

Dari hasil pengujian ketahan korosi pada sampel uji yang dilakukan selama

168 jam (7 hari) dengan menggunakan larutan 6% NaCl, maka dapat dibuat tabel

perubahan massa sampel uji sebagai berikut:

Tabel 4.7 Pengukuran ketahanan korosi pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Waktu (Jam) 0 24 48 72 96 120 144 168

450 oC 7.896 7.879 7.880 7.887 7.894 7.872 7.891 7.897 500 oC 7.791 7.808 7.803 7.777 7.787 7.791 7.791 7.803 550 oC 8.050 8.056 8.027 8.059 8.057 8.070 8.048 8.049 600 oC 7.789 7.798 7.791 7.793 7.787 7.797 7.790 7.793

Tabel 4.8 Pengukuran ketahanan korosi pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Waktu (Jam)

0 24 48 72 96 120 144 168 450 oC 8.290 8.300 8.240 8.181 8.282 8.290 8.271 8.293 500 oC 7.973 8.006 7.999 7.972 7.974 7.974 7.975 7.974 550 oC 8.102 8.195 8.185 8.187 8.186 8.185 8.108 8.103 600 oC 7.707 7.716 7.739 7.740 7.723 7.719 7.709 7.706

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dari tabel 4.7 dan 4.8 diatas maka dapat dibuat grafik hubungan antara

perubahan massa terhadap waktu pengujian seperti gsmbsr berikut:

Gambar 4.12 Grafik hubungan antara perubahan massa terhadap waktu

perendaman pada pengujian korosi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4.13 Grafik hubungan antara perubahan massa terhadap waktu

perendaman pada pengujian korosi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.12 dan 4.13, memperlihatkan grafik hubungan antara perubahan

massa terhadap waktu pengujian korosi untuk masing-masing komposisi. Dalam

proses pengujian korosi yang dilakukan selama 168 jam (7 hari) dengan menggunakan

larutan 6% NaCl. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada material komposit matrik

logam aluminium berpenguat partikel SiC tidak menimbulkan korosi, hal ini

disebabkan oleh faktor tingkat kebasahan (wettability) partikel penguat SiC pada saat

proses pelapisan dengan menggunakan ion metal Al(NO3)3 telah terjadi secara

sempurna seperti ditunjukkan pada gambar 2.9. Dalam hal ini, apabila proses

7,70

7,75

7,80

7,85

7,90

7,95

8,00

8,05

8,10

0 24 48 72 96 120 144 168

Peru

baha

n M

assa

(g)

Waktu (Jam)

450 oC500 oC550 oC600 oC

7,47,57,67,77,87,98,08,18,28,38,4

0 24 48 72 96 120 144 168

Peru

baha

n M

assa

(g)

Waktu (Jam)

450 oC500 oC550 oC600 oC

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

pelapisan terjadi dengan sempurna maka akan meningkatkan ikatan antar muka

partikel penguat SiC dengan matrik Al dan akan mereduksi (mengurangi) fase

aluminium carbida (Al4C3). Fase aluminium carbida sangat tidak diharapkan terjadi

pada saat proses pembuatan komposit matrik logam Al/SiCp, karena apabila fase ini

terbentuk pada saat proses pembuatan, maka akan menyebabkan material komposit

Al/SiCp menjadi lebih getas, ketahanan lelah dan stabilitas panas yang rendah, dan

akibat yang paling menonjol dengan terbentuknya fase aluminium carbida adalah

terjadinya korosi pada material komposit logam karena material lebih reaktif terhadap

air.

Disamping itu, ketahanan korosi komposit matrik logam Al/SiCp juga

dipengaruhi oleh unsur kimia material penyusun komposit matrik logam. Dimana

logam aluminium merupakan logam yang memiliki kandungan Mg yang cukup tinggi

(1,5 %wt), sehingga aluminium menjadi material yang memiliki ketahanan korosi

yang baik. Sedangkan SiCp merupakan material keramik yang tahan terhadap korosi.

Dengan demikian, material komposit Al/SiCp merupan material yang memiliki

ketahanan korosi yang baik.

Dari gambar 4.12 dan 4.13, perubahan massa yang tidak konstan disebabkan

oleh terlepasnya sebagian material sampel uji pada saat proses pengujian berlangsung,

hal ini terjadi karena pada saat pengujian, sampel terlebih dahulu diberi tekanan

setengah dari beban maksimum (sesuai dengan ASTM G 103). Kenaikan massa yang

terjadi diakibatkan oleh larutan NaCl yang mengendap pada sampel saat proses

penimbangan dilakukan, dan pengurangan massa sampel uji pada saat ditimbang

bukan akibat dari korosi tetapi terlepasnya sebagaian material pada saat pengujian.

Dan pengamatan secara visul yang dilakukan juga tidak menimbulkan adanya gejala

terjadinya korosi pada sampel.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

4.2 Sifat Mekanis

4.2.1 Kuat Tekan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai kuat tekan dapat dicari

dengan menggunakan persamaan 2.14 yang mengacu pada standart pengujian ASTM

C 773. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai kuat tekan adalah

sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC.

Dik: P1 = 11,67 kgf/cm2

A1 = 143,108 cm2

A2 = 1,81 cm2

Dit: P2…?

Maka

P1 A1 = P2 A2

12,5 kg cm2⁄ 143,108 cm2 = P2 . 1,81 cm2

P2 = 11,67 kgf cm2⁄ 143,108 cm2

1,81 cm2

P2 = 912,50 kgf cm2⁄

Karena;

1 kgf/cm2 = 0,1 MPa

1 MPa = 10 kgf/cm2

Maka;

P2 = 91,25 MPa

Universitas Sumatera Utara

Page 105: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai kuat tekan

sebagai berikut:

Tabel 4.9 Pengukuran kuat tekan pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan (oC) (cm) (cm2) (kgf/cm2) (MPa) 450 1.53 1.83 11.67 91.25 500 1.53 1.84 13.33 103.84 550 1.53 1.83 18.33 143.40 600 1.53 1.83 19.67 153.83

Tabel 4.10 Pengukuran kuat tekan pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan (oC) (cm) (cm2) (kgf/cm2) (MPa) 450 1.53 1.84 10.83 84.37 500 1.52 1.81 12.33 97.32 550 1.52 1.81 13.33 105.21 600 1.53 1.83 17.33 135.58

Dari table 4.9 dan 4.10, maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kuat

tekan terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar berikut:

Gambar 4.14 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan perubahan suhu

sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.14 diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan meningkat dengan

kenaikan suhu sintering. Dari data yang diperoleh (Tabel 4.9 dan 4.10), nilai kuat

tekan suhu sintering 600 oC untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp adalah 153,83 MPa

sedangkan untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp adalah 135,58 MPa. Peningkatan

nilai kuat tekan juga dipengaruhi oleh nilai densitas dari sampel uji karena apabila

60

80

100

120

140

160

450 500 550 600

Kua

t Tek

an (M

Pa)

Suhu Sintering (oC)

Al/SiC 80:20 %wtAl/SiC 70:30 %wt

Universitas Sumatera Utara

Page 106: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

nilai densitas sampel uji semakin tinggi maka nilai kuat tekan dari sampel juga

meningkat.

Perbedaan nilai kuat tekan untuk masing-masing komposisi disebabkan oleh

faktor penguat partikel SiCp, secara umum partikel SiC memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan dengan matrik logam Al, seperti: kekerasan, ketahanan erosi, modulus

elastisitas, dan lain-lain, disamping itu partikel penguat keramik SiC juga memiliki

kekurangan yaitu dalam hal sifat yang getas. Dengan demikian, penambahan

komposisi partikel SiC dalam proses pembuatan komposit matrik logam aluminium,

dapat menurunkan nilai kuat tekan dari material komposit tersebut, akan tetapi dengan

penambahan komposisi partikel SiC dapat meningkatkan sifat mekanik seperti:

kekerasan dan ketahanan gesek, serta sifat termal material komposit matrik logam.

Oleh karena itu, pada saat proses pabrikasi perlu diperhatikan penambahan komposisi

SiCp yang tepat sehingga sifat-sifat fisis dan mekanis sampel seperti yang diharapkan

(direncanakan).

4.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka nilai kekerasan dari sampel uji

dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.13 yang mengacu pada standart

pengujian ASTM E 18-02. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai

kekerasan sampel uji sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC

Dik: d1 = 139,68 µm

d2 = 137,00 µm

drata-rata = 138,84 µm

= 0,138 mm

Dit: VHN (Vickers Hardness Number)?

VHN = 1,854 . P

d2 dengan P = 1 kgf

VHN = 1,854 . P

(0,138 mm)2

VHN = 99,44 kgf mm2⁄ = 994,4 MPa

Universitas Sumatera Utara

Page 107: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengujian kekerasan sebagai

berikut:

Tabel 4.11 Pengujian kekerasan (Hardness Test) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN (oC) (µm) (µm) (µm) (mm) (mm) (kgf/mm2) (MPa) 450 139.68 137.00 138.34 0.138 0.019 99.42 994.4 500 139.50 121.94 130.72 0.130 0.017 108.74 1087.8 550 127.22 129.34 128.28 0.128 0.016 113.90 1139.3 600 108.44 92.36 100.40 0.100 0.010 186.70 1865.3

Tabel 4.12 Pengujian kekerasan (Hardness Test) pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN (oC) (µm) (µm) (µm) (mm) (mm) (kgf/mm) (MPa) 450 122.64 111.40 117.02 0.117 0.013 136.50 1365.2 500 116.72 114.28 115.50 0.115 0.013 139.20 1391.7 550 106.74 107.40 107.07 0.107 0.011 166.04 1660.4 600 107.50 92.72 101.11 0.101 0.010 187.78 1924.1

Dari tabel 4.11 dan 4.12 diatas, maka dapat dibuat gambar grafik hubungan

antara perubahan nilai kekerasan terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar

berikut:

Gambar 4. 15 Grafik hubungan antara kekerasan terhadap perubahan suhu

sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan70 : 30 %wt Al/SiCp

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

180,0

200,0

450 500 550 600

Kek

eras

an (M

Pa)

Suhu Sintering (oC)

Al/SiC 80:20 %wtAl/SiC 70:30 %wt

Universitas Sumatera Utara

Page 108: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Hasil pengukuran kekerasan (vickers hardness) yang dilakukan dengan

menggunakan Vickers Microhardness Tester ditunjukkan pada gambar 4.15.

Pembebanan yang diberikan pada saat dilakukan pengukuran adalah 1 kgf dan dengan

arah pembebanan uniaksial, jejak identor yang dihasilkan dapat terlihat dengan jelas

dan baik. Nilai kekerasan untuk kedua komposisi sampel cenderung naik dengan

kenaikan suhu sintering, hal ini memiliki korelasi terhadap densitas dan porositas

sampel, dimana dengan kenaikan nilai densitas maka nilai porositas akan menurun dan

dengan demikian nilai kekerasan juga akan semakin meningkat.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel dengan

komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp, nilai kekerasan yang tertinggi

untuk komposisi 80 : 20 %wt adalah 1860,50 MPa, sedangkan untuk komposisi

70 : 30 %wt Al/SiCp adalah 1879.67 MPa. Dari tabel 4.9 dan 4.10 diperoleh nilai

kekerasan untuk variasi komposisi memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Selain

perubahan suhu sintering, densitas, dan porositas, nilai kekerasan juga dipengaruhi

oleh komposisi partikel penguat SiC. Dilihat dari tabel tersebut bahwa nilai kekerasan

untuk 70 : 30 %wt Al/SiCp lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt

Al/SiCp. Perbedaan nilai kekerasan yang diperoleh memiliki persamaan hasil dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh C.Y Lin (1998), dalam penelitian tersebut,

dengan penambahan komposisi partikel penguat SiC, maka nilai kekerasan yang

dihasilkan akan semakin meningkat.

4.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai ketahanan erosi (wear

resistance) dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.14 yang mengacu pada

standart pengujian ASTM G 99 – 95a. Salah satu contoh perhitungan untuk

menentukan nilai ketahanan erosi adalah sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC.

Wear Rate = ∆W

S [mg cm−1⁄ ]

Wear Rate = ∆W

S

Universitas Sumatera Utara

Page 109: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dimana ΔW = Perubahan massa sampel sebelum dan sesudah pengujian (mg).

S = Total jarak sliding (cm).

Maka:

ΔW = 5,714 – 5,708 = 0,006 gr = 6 mg

S = 1 mm = 0,1 cm

Wear Rate = 6

0,1= 60,00 mg. cm−1 = 6,00 kg. m−1

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai ketahanan

erosi (wear resistance) sebagai berikut:

Tabel 4.13 Pengujian ketahanan erosi (Wear Resistance) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak Sliding Wear Rate

(0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1) 450 8 10 5.714 5.708 6.0 0.100 6.00 500 8 10 5.720 5.714 5.8 0.098 5.91 550 8 10 5.768 5.762 5.4 0.092 5.86 600 8 10 5.780 5.775 4.9 0.090 5.44

Tabel 4.14 Pengujian ketahanan erosi (Wear Resistance) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak Sliding Wear Rate

(0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1) 450 8 10 6.022 6.018 4.0 0.092 4.34 500 8 10 6.094 6.090 3.9 0.091 4.28 550 8 10 6.130 6.126 3.4 0.087 3.90 600 8 10 6.222 6.219 3.0 0.085 3.52

Dari tabel 4.13 dan 4.14, maka dapat dibuat grafik hubungan antara perubahan

nilai ketahanan erosi (wear rate) terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar

berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 110: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Gambar 4.16 Grafik hubungan antara ketahanan erosi (wear resistance)

terhadap perubahan suhu sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.16, menunjukkan bahwa nilai ketahanan erosi untuk kedua

komposi sampel menurun terhadap kenaikan suhu sintering (apabila nilai wear rate

kecil, maka ketahanan erosi akan menjadi lebih baik), dalam proses sintering, semua

mekanisme yang terjadi pada proses sintering (seperti: proses difusi, liquid bridge,

pertumbuhan butir, dan lain-lain) dapat mempengaruhi terhadap nilai ketahanan erosi

dari sampel karena sampel setelah disintering akan mengalami peningkatan densitas

dan penurunan nilai porositas. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan

kekerasan di atas, bahwa proses sintering juga dapat meningkatkan kekerasan dari

sampel, dan secara umum, apabila nilai kekerasan sampel tinggi maka ketahanan

terhadap erosi akan semakin baik (nilai ketahanan erosi semakin kecil), hasil

penelitain sama dengan penelitian yang dilakukan oleh C.Y Lin (1998) dan W. M.

Khairaldien (2008).

Perbedaan nilai ketahanan erosi pada masing-masing sampel uji sangat

dipengaruhi oleh komposisi penguat SiCp. Dalam penelitian ini, nilai ketahanan erosi

yang paling baik adalah pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp yaitu 3,52 kg.m-1,

sedangkan untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp adalah 5,44 kg.m-1. Menurut

Al-Haidary (2007), dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan

menggunakan SiCp sebagai penguat, maka sifat mekanik komposit matrik logam

seperti ketahanan erosi dan kekerasan akan meningkat, hal ini disebabkan karena sifat

30

35

40

45

50

55

60

65

450 500 550 600

Wea

r R

ate

(kg.

m-1

)

Suhu Sintering (oC)

Al/SiC 80:20 %wtAl/SiC 70:30 %wt

Universitas Sumatera Utara

Page 111: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

mekanis dan fisis dari partikel penguat SiC (seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.5)

itu sendiri.

Dalam penelitian ini, dengan penambahan komposisi penguat SiCp, maka

ketahanan erosi dari sampel akan lebih baik (nilai wear rate semakin kecil), hal ini

dapat dilihat dari grafik hubungan antara pengaruh suhu sintering terhadap wear rate

untuk masing-masing komposisi partikel penguat SiC terhadap komposisi matrik Al

(gambar 4.16).

4.3 Analisa Mikrostruktur

4.3.1 SEM (Scanning Electron Microscope)

Gambar 4.17 SEM Micrograph 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4.18 SEM Micrograph 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.17, menunjukkan hasil pengamatan X1000 dan X1500

perbesaran SEM micrograph pada komposit matrik logam dengan komposisi 20%wt

Universitas Sumatera Utara

Page 112: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

dan pada gambar 4.18 menunjukkan hasil pengamatan X1000 dan X3500 perbesaran

pada komposisi 30%wt.

Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan

metalurgi serbuk, sangat diharapkan partikel penguat SiC terdistribusi secara merata

pada matrik Al dan tidak terjadi penggumpalan (aglomerisasi), karena apabila hal ini

terjadi maka dapat mengurangi sifat mekanis dan sifat fisis dari komposit matrik

logam tersebut. Disamping itu, proses pembuatan komposit matrik logam dengan

menggunakan metode metalurgi serbuk umumnya melakukan proses rekayasa

pelapisan partikel penguat SiC dengan menggunakan ion metal Al(NO3)3. Hal ini

bertujuan untuk meningkatkan kebasahan antara partikel penguat dengan matrik yang

rendah. Pada proses pelapisan partikel penguat SiC, diharapkan seluruh permukaan

partikel SiC terlapisi secara sempurna dalam skala orde mikron. Apabila proses

pelapisan partikel penguat SiC tidak sempurna dapat mempengaruhi ikatan antar muka

(Interlocking) partikel penguat SiC dengan matrik Al. Hal ini juga menyebabkan

komposit menjadi getas dan mudah mengalami korosi karena lebih reaktif dengan air.

Jadi, dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metode

metalurgi serbuk, diharapkan semua partikel penguat SiC terdistribusi secara merata

dengan matrik Al dan proses pelapisan pertikel pengaut SiC juga terjadi secara

sempurna untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.

Dari hasil pengamatan SEM (gambar 4.18 dan 4.19) untuk masing-masing

komposisi menunjukkan bahwa partikel penguat SiC terdistribusi secara merata

dengan matrik Al dan proses pelapisan partikel penguat dengan ion metal Al(NO3)3

juga terlapisi dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

4.4 Analisa Struktur Kristal

4.4.1 XRD (X- Ray Diffraction)

Pengujian analisa XRD bertujuan untuk mengamati unsur-unsur (fase-fase)

yang terbentuk pada sampel uji setelah proses sintering dalam pembuatan komposit

matrik logam. Hasil pengjian XRD ditunjukkan pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 X-Ray Difraktogram komposit matrik logam 70: 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.19 diatas, posisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 merupakan posisi

dimana fase-fase dominan yang muncul dalam proses fabrikasi Al/SiCp pasca

sintering dengan komposisi 70 : 30 %wt. Berdasarkan perhitungan maka tiap – tiap

fase pada sudut 2Ө atau sumbu – x, antara lain: posisi no 1 yaitu 34,1890, no 2 yaitu

35,3750, no 3 yaitu 38,2100, no 4 yaitu 44,6950, no 5 yaitu 59,6750, no 6 yaitu 64,9400,

no 7 yaitu 71,4200, dan no 8 yaitu 77,9000.

Setelah memperoleh atau mendapatkan nilai 2Ө dari fase –fase dominan yang

muncul, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai d atau panjang kisi kristal

SiO2 5

Al4C3 6

Al2O3 7

Al 8

SiC 1

SiC 2

Al 3

Al 4

Universitas Sumatera Utara

Page 114: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

yaitu jarak antar atom penyususun suatu fase (senyawa), dengan menggunakan hukum

Bragg:

nλ=2d sinӨ

atau dapat juga menggunakan daftar tabel hanawalt. Setelah dilakukan perhitungan

atau pencarian pada daftar tabel, maka nilai – nilai d dari masing-masing fase, antara

lain: posisi no 1 yaitu 2,6233 Ǻ, no 2 yaitu 2,5370 Ǻ, no 3 yaitu 2,3555 Ǻ, no 4 yaitu

2,0277 Ǻ, no 5 yaitu 1,5493 Ǻ, no 6 yaitu 1,4360 Ǻ, no 7 yaitu 1,3208 Ǻ, dan no 8

yaitu 1,2263 Ǻ.

Berdasarkan nilai – nilai d tersebut, maka fase-fase (senyawa) dominan yang

muncul maka dapat diketahui, antara lain: posisi no 1 yaitu SiC, no 2 yaitu SiC, no 3

yaitu Al, no 4 yaitu Al, no 5 yaitu SiO2, no 6 yaitu Al4C3, no 7 yaitu Al2O3, dan no 8

yaitu Al.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pembuatan komposit matriks logam berpenguat keramik

Al/SiCp dan karakterisasinya melalui metode metalurgi serbuk, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa:

1. Dari hasil pengujian sifat fisis untuk komposisi Al/SiCp 80 : 20 %wt diperoleh:

densitas dan porositas pra sintering adalah 2,50 g/cm3 dan 3,43 %, densitas dan

porositas pasca sintering adalah 3,05 g/cm3 dan 0,98 %, dan nilai koefisien

ekspansi termal adalah 13 x 10-6/oC. Untuk komposisi Al/SiCp 70 : 30 %wt

diperoleh: densitas dan porositas pra sintering adalah 2,52 g/cm3 dan 3,22 %,

densitas dan porositas pasca sintering adalah 3,11 g/cm3 dan 0,87 %, dan nilai

koefisien ekspansi termal adalah 12 x 10-6/oC.

2. Dari hasil pengujian sifat mekanik untuk komposisi Al/SiCp 80 : 20 %wt

diperoleh: nilai kuat tekan adalah 153,83 MPa, nilai kekerasan adalah 1865,3

MPa, nilai ketahanan erosi adalah 5,44 kg.m-1. Untuk komposisi Al/SiCp 70 : 30

%wt diperoleh: nilai kuat tekan adalah 135,58 MPa, nilai kekerasan adalah

1924,1 MPa, dan nilai ketahanan erosi adalah 3,52 kg.cm-1.

3. Dari hasil analisa mikrostruktur dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning

Electron Microscope) menunjukkan bahwa partikel penguat SiC terdistribusi

secara merata pada saat peruses pencampuran partikel penguat dengan matrik Al.

4. Dari hasil analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray

Diffraction), fase-fase yang terbentuk selama proses pembuatan komposit matrik

logam berpenguat keramik Al/SiCp adalah sebagai berikut: SiC, Al, SiO2, Al4C3,

dan Al2O3.

Universitas Sumatera Utara

Page 116: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

4.2 Saran

Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan komposit matrik logam

aluminium dengan menggunakan penguat Al/SiCp disarankan:

1. Dalam penelitian ini, bahan baku utama dalam pembuatan komposit matriks

logam dalam penelitian ini menggunakan aluminium dan silikon karbida yang

sudah jadi (pabrikan), maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan bahan baku

aluminium dari kaleng minuman dan makan bekas serta silikon karbida disintesa

dari sekam padi dan tempurung kelapa.

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pengujian sifat mekanik dan

fisis untuk variasi kuat tekan pada saat pencetakan sampel (cold compaction).

3. Untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sifat listrik,

konduktivitas termal, dan modulus elastisitas serta kuat patah dari komposit

matriks logam Al/SiCp.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

Tabel 1 Data pengujian densitas dan porositas pasca disintering untuk komposisi

80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel mo mU mA mK Densitas Porositas (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%)

450 oC Sampel I 7.661 7.719 4.416 0.521 7.661 7.716 4.415 0.520 7.661 7.713 4.414 0.520 7.661 7.716 4.415 0.520 2.81069 2.01785

Sampel II 7.672 7.728 4.399 0.521

7.672 7.726 4.397 0.520 7.672 7.726 4.396 0.520 7.672 7.727 4.397 0.520 2.78543 1.98475

500 oC Sampel I 7.680 7.729 4.556 0.521 7.680 7.726 4.554 0.520 7.680 7.724 4.552 0.520 7.680 7.726 4.554 0.520 2.94742 1.77818

Sampel II 7.683 7.730 4.559 0.521

7.683 7.730 4.558 0.520 7.683 7.729 4.556 0.520 7.683 7.730 4.558 0.520 2.94933 1.79143

550 oC Sampel I 7.523 7.554 4.499 0.521 7.533 7.553 4.499 0.520 7.528 7.553 4.496 0.520 7.528 7.553 4.498 0.520 2.9996 1.00943

Sampel II 7.543 7.574 4.514 0.521

7.544 7.573 4.513 0.520 7.544 7.571 4.512 0.520 7.544 7.573 4.513 0.520 3.00505 1.15523

600 oC Sampel I 7.620 7.642 4.641 0.521 7.621 7.642 4.649 0.520 7.620 7.639 4.648 0.520 7.620 7.641 4.646 0.520 3.10527 0.84216

Sampel II 7.629 7.652 4.658 0.521

7.628 7.651 4.657 0.520 7.629 7.649 4.656 0.520 7.629 7.651 4.657 0.520 3.11205 0.89747

Universitas Sumatera Utara

Page 118: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 2 Data pengujian densitas dan porositas pasca disintering untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel mo mU mA mK Densitas Porositas (g) (g) (g) (g) (g/cm3) (%)

450 oC Sampel I 8.222 8.284 4.759 0.521 8.222 8.285 4.758 0.520 8.222 8.285 4.755 0.520 8.222 8.285 4.757 0.520 2.79248 2.12838

Sampel

II 8.130 8.193 4.693 0.521

8.130 8.191 4.692 0.520 8.130 8.189 4.691 0.520 8.130 8.191 4.692 0.520 2.78647 2.09071

500 oC Sampel I 8.094 8.149 4.696 0.521 8.094 8.146 4.699 0.520 8.094 8.145 4.695 0.520 8.094 8.147 4.697 0.520 2.81335 1.83061

Sampel

II 7.969 8.020 4.615 0.521

7.969 8.017 4.612 0.520 7.969 8.016 4.611 0.520 7.969 8.018 4.613 0.520 2.80994 1.71603

550 oC Sampel I 8.530 8.563 5.139 0.521 8.530 8.562 5.138 0.520 8.529 8.559 5.137 0.520 8.530 8.561 5.138 0.520 2.97063 1.10286

Sampel

II 8.373 8.405 4.989 0.521

8.373 8.401 4.996 0.520 8.373 8.400 4.993 0.520 8.373 8.402 4.993 0.520 2.92762 1.01399

600 oC Sampel I 8.050 8.079 4.908 0.521 8.050 8.076 4.907 0.520 8.050 8.073 4.906 0.520 8.050 8.076 4.907 0.520 3.0694 0.99136

Sampel

II 7.731 7.757 4.654 0.521

7.730 7.755 4.655 0.520 7.730 7.754 4.651 0.520 7.730 7.755 4.653 0.520 3.0236 0.97784

Universitas Sumatera Utara

Page 119: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 3 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 450 oC untuk komposisi 80 : 20%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 68 6.0 0.115741 2 81 7.5 0.144676 3 91 9.0 0.173611 4 101 10.0 0.192901 5 108 11.0 0.212191 6 116 12.2 0.235340 7 123 13.5 0.260417 8 130 13.8 0.266204 9 138 14.8 0.285494 10 141 15.9 0.306713 11 148 16.6 0.320216 12 153 17.5 0.337577 13 158 18.2 0.351080 14 164 19.4 0.374228 15 169 20.0 0.385802 16 174 20.8 0.401235 17 180 21.0 0.405093 18 185 22.0 0.424383 19 190 22.8 0.439815 20 194 23.3 0.449460 21 199 24.0 0.462963 22 204 24.0 0.462963 23 208 24.5 0.472608 24 213 25.0 0.482253 25 217 25.4 0.489969 26 221 26.0 0.501543 27 225 26.8 0.516975 28 229 27.5 0.530478 29 234 27.8 0.536265 30 237 28.2 0.543981 31 242 28.8 0.555556 32 246 29.2 0.563272 33 250 29.8 0.574846 34 255 30.2 0.582562 35 259 31.0 0.597994 36 262 31.5 0.607639 37 266 32.0 0.617284 38 275 32.5 0.626929 39 276 33.0 0.636574

Universitas Sumatera Utara

Page 120: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

40 282 33.5 0.646219 41 286 34.0 0.655864 42 290 34.5 0.665509 43 295 34.9 0.673225 44 297 35.2 0.679012 45 298 36.0 0.694444 46 298 34.0 0.655864 47 295 35.0 0.675154 48 297 37.0 0.713735 49 298 37.0 0.713735 50 299 35.0 0.675154 51 300 35.0 0.675154

Tabel 4 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 500 oC untuk

komposisi 80 : 20%Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 65 5.0 0.118343 2 77 6.0 0.142012 3 86 8.5 0.201183 4 97 9.5 0.224852 5 105 11.0 0.260355 6 111 12.0 0.284024 7 119 13.0 0.307692 8 126 13.8 0.326627 9 131 14.2 0.336095 10 137 15.0 0.355030 11 143 16.0 0.378698 12 149 16.8 0.397633 13 155 17.5 0.414201 14 160 18.2 0.430769 15 165 19.0 0.449704 16 170 19.4 0.459172 17 175 20.0 0.473373 18 180 20.4 0.482840 19 186 21.5 0.508876 20 189 22.2 0.525444 21 194 23.0 0.544379 22 199 23.4 0.553846 23 204 24.0 0.568047 24 209 24.8 0.586982 25 213 25.5 0.603550 26 217 26.0 0.615385

Universitas Sumatera Utara

Page 121: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

27 221 26.7 0.631953 28 225 27.3 0.646154 29 229 28.0 0.662722 30 234 28.6 0.676923 31 238 29.2 0.691124 32 243 30.0 0.710059 33 247 30.4 0.719527 34 251 30.4 0.719527 35 255 31.0 0.733728 36 259 31.5 0.745562 37 264 32.0 0.757396 38 267 32.8 0.776331 39 272 33.0 0.781065 40 277 33.8 0.800000 41 280 34.0 0.804734 42 284 34.7 0.821302 43 287 35.0 0.828402 44 291 35.6 0.842604 45 294 36.5 0.863905 46 298 37.0 0.875740 47 928 37.0 0.875740 48 298 37.0 0.875740 49 298 37.0 0.875740 50 298 37.0 0.875740 51 298 37.5 0.887574 52 299 37.7 0.892308 53 299 38.0 0.899408 54 300 38.2 0.904142

Tabel 5 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 550 oC untuk

komposisi 80 : 20%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 65 3.5 0.069431 2 79 5.5 0.109105 3 90 6.5 0.128943 4 100 8.0 0.158699 5 107 9.0 0.178536 6 115 9.8 0.194406 7 124 10.9 0.216227 8 129 11.6 0.230113 9 136 12.2 0.242015 10 141 13.0 0.257885

Universitas Sumatera Utara

Page 122: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

11 147 14.0 0.277723 12 154 14.8 0.293593 13 159 15.2 0.301527 14 164 15.8 0.313430 15 169 16.7 0.331283 16 174 17.0 0.337235 17 179 17.9 0.355088 18 184 18.0 0.357072 19 192 18.5 0.366991 20 198 19.9 0.394763 21 202 20.0 0.396747 22 206 21.0 0.416584 23 211 21.6 0.428486 24 215 22.0 0.436421 25 221 22.6 0.448324 26 224 23.6 0.468161 27 228 24.0 0.476096 28 232 24.5 0.486015 29 236 25.5 0.505852 30 240 26.1 0.517754 31 244 26.8 0.531641 32 248 27.2 0.539575 33 252 27.9 0.553462 34 256 28.2 0.559413 35 260 29.0 0.575283 36 264 29.8 0.591153 37 268 30.0 0.595120 38 271 30.8 0.610990 39 275 31.0 0.614957 40 279 32.0 0.634795 41 283 32.2 0.638762 42 287 33.0 0.654632 43 290 33.7 0.668518 44 294 34.1 0.676453 45 296 34.6 0.686372 46 300 35.2 0.698274

Universitas Sumatera Utara

Page 123: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 6 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 600 oC untuk komposisi 80 : 20%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 76 4.0 0.089107 2 91 5.0 0.111383 3 104 6.5 0.144798 4 114 7.2 0.160392 5 123 8.2 0.182669 6 131 9.5 0.211628 7 140 10.2 0.227222 8 146 11.0 0.245043 9 154 11.8 0.262865 10 160 12.8 0.285141 11 166 13.2 0.294052 12 172 14.0 0.311873 13 178 15.0 0.334150 14 184 15.5 0.345288 15 189 16.0 0.356427 16 194 17.0 0.378703 17 199 17.5 0.389842 18 204 18.2 0.405436 19 209 19.0 0.423257 20 214 19.8 0.441078 21 218 20.3 0.452217 22 223 20.0 0.445534 23 227 21.0 0.467810 24 231 22.0 0.490087 25 235 22.8 0.507908 26 239 23.0 0.512364 27 245 23.5 0.523502 28 249 24.2 0.539096 29 253 25.0 0.556917 30 257 25.2 0.561372 31 261 26.0 0.579194 32 265 26.2 0.583649 33 269 27.0 0.601470 34 272 27.7 0.617064 35 277 28.1 0.625975 36 280 29.0 0.646024 37 283 29.0 0.646024 38 287 29.9 0.666073 39 291 30.0 0.668300

Universitas Sumatera Utara

Page 124: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

40 293 31.0 0.690577 41 297 31.5 0.701715 42 299 32.0 0.712854 43 300 32.5 0.723992

Tabel 7 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 450 oC untuk

komposisi 70 : 30%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 73 3.7 0.084940 2 87 5.0 0.114784 3 101 7.0 0.160698 4 112 8.1 0.185950 5 120 10.5 0.241047 6 130 10.8 0.247934 7 138 11.2 0.257117 8 149 12.3 0.282369 9 152 12.9 0.296143 10 158 13.4 0.307622 11 165 14.3 0.328283 12 170 15.5 0.355831 13 176 16.5 0.378788 14 183 17.0 0.390266 15 186 18.0 0.413223 16 191 18.2 0.417815 17 198 19.2 0.440771 18 204 19.6 0.449954 19 208 20.9 0.479798 20 212 21.2 0.486685 21 218 21.8 0.500459 22 222 22.1 0.507346 23 226 22.4 0.514233 24 227 23.9 0.548669 25 230 24.0 0.550964 26 235 24.8 0.569330 27 239 24.9 0.571625 28 243 25.5 0.585399 29 248 25.9 0.594582 30 254 26.9 0.617539 31 258 27.2 0.624426 32 261 27.8 0.638200 33 265 28.5 0.654270 34 268 28.7 0.658861

Universitas Sumatera Utara

Page 125: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

35 272 29.5 0.677227 36 278 29.9 0.686410 37 282 30.2 0.693297 38 285 31.0 0.711662 39 289 31.2 0.716253 40 292 32.2 0.739210 41 295 32.5 0.746097 42 298 33.0 0.757576 43 298 33.4 0.766758 44 300 33.5 0.769054

Tabel 8 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 500 oC untuk

komposisi 70 : 30%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 70 6.0 0.133660 2 81 7.2 0.160392 3 91 8.7 0.193807 4 101 10.3 0.229450 5 108 11.0 0.245043 6 115 12.0 0.267320 7 123 13.0 0.289597 8 128 14.0 0.311873 9 135 15.0 0.334150 10 140 16.0 0.356427 11 145 16.8 0.374248 12 153 17.2 0.383159 13 156 18.3 0.407663 14 162 19.0 0.423257 15 167 19.5 0.434395 16 172 20.0 0.445534 17 177 21.0 0.467810 18 182 21.5 0.478949 19 186 22.0 0.490087 20 190 22.8 0.507908 21 194 23.5 0.523502 22 199 24.0 0.534640 23 203 24.8 0.552462 24 207 25.3 0.563600 25 211 26.0 0.579194 26 216 26.5 0.590332 27 220 26.5 0.590332 28 223 27.2 0.605926

Universitas Sumatera Utara

Page 126: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

29 227 27.9 0.621519 30 231 28.0 0.623747 31 235 28.6 0.637113 32 239 29.0 0.646024 33 243 29.2 0.650479 34 247 30.0 0.668300 35 251 30.5 0.679439 36 255 31.0 0.690577 37 259 31.8 0.708398 38 263 32.0 0.712854 39 267 32.8 0.730675 40 270 33.0 0.735130 41 275 33.8 0.752952 42 279 34.2 0.761862 43 282 34.5 0.768545 44 286 35.0 0.779684 45 289 35.5 0.790822 46 293 36.0 0.801960 47 296 36.5 0.813099 48 298 36.8 0.819782 49 300 37.2 0.828692

Tabel 9 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 550 oC untuk

komposisi 70 : 30%wt Al/SiCp

x Suhu y % Ekspansi (mm) (oC) (mm)

0 30 0.0 0.000000 1 70 3.5 0.082840 2 82 5.0 0.118343 3 92 6.5 0.153846 4 100 7.8 0.184615 5 108 8.5 0.201183 6 116 9.9 0.234320 7 122 10.5 0.248521 8 129 11.6 0.274556 9 135 12.0 0.284024 10 141 12.8 0.302959 11 146 13.9 0.328994 12 153 14.6 0.345562 13 158 15.0 0.355030 14 162 15.9 0.376331 15 167 16.2 0.383432 16 172 16.9 0.400000 17 177 17.0 0.402367

Universitas Sumatera Utara

Page 127: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

18 182 17.9 0.423669 19 186 19.3 0.456805 20 191 20.0 0.473373 21 195 20.0 0.473373 22 199 21.0 0.497041 23 203 21.5 0.508876 24 207 22.0 0.520710 25 212 22.5 0.532544 26 216 23.3 0.551479 27 220 23.9 0.565680 28 224 24.0 0.568047 29 228 24.8 0.586982 30 231 25.1 0.594083 31 235 25.8 0.610651 32 239 26.0 0.615385 33 243 27.0 0.639053 34 247 27.2 0.643787 35 251 27.8 0.657988 36 255 28.5 0.674556 37 258 29.0 0.686391 38 262 29.5 0.698225 39 266 30.0 0.710059 40 269 30.2 0.714793 41 273 30.8 0.728994 42 277 31.6 0.747929 43 280 32.0 0.757396 44 284 32.5 0.769231 45 288 33.0 0.781065 46 291 33.5 0.792899 47 295 33.5 0.792899 48 298 34.0 0.804734 49 299 34.8 0.823669 59 300 34.8 0.823669

Tabel 10 Data pengujian koefisien ekspansi termal pada suhu 600 oC untuk

komposisi 70 : 30%wt Al/SiCp X Suhu y % Ekspansi

(mm) (oC) (mm) 0 30 0.0 0.000000

1 72 2.3 0.056152 2 89 3.8 0.092773 3 104 5.1 0.124512 4 114 5.9 0.144043 5 125 6.9 0.168457

Universitas Sumatera Utara

Page 128: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

6 134 7.9 0.192871 7 142 8.6 0.209961 8 150 10.8 0.263672 9 157 10.8 0.263672 10 164 11.9 0.290527 11 168 12.6 0.307617 12 176 13.0 0.317383 13 181 13.5 0.329590 14 186 14.5 0.354004 15 192 15.0 0.366211 16 201 15.3 0.373535 17 212 16.0 0.390625 18 216 17.4 0.424805 19 221 17.7 0.432129 20 226 18.2 0.444336 21 230 18.4 0.449219 22 236 18.9 0.461426 23 240 19.7 0.480957 24 245 20.4 0.498047 25 248 21.6 0.527344 26 253 22.0 0.537109 27 257 23.0 0.561523 28 261 23.2 0.566406 29 264 23.3 0.568848 30 266 23.9 0.583496 31 270 24.2 0.590820 32 278 25.5 0.622559 33 285 26.2 0.639648 34 289 26.3 0.642090 35 293 27.2 0.664063 36 295 28.0 0.683594 37 298 28.5 0.695801 38 300 29.2 0.712891

Tabel 11 Data Pengujian Ketahanan Korosi Untuk Komposisi

80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Waktu (Jam)

0 24 48 72 96 120 144 168 450 oC 7.896 7.811 7.901 7.889 7.895 7.908 7.891 7.899

7.896 7.809 7.902 7.887 7.894 7.905 7.892 7.897

7.896 7.808 7.899 7.885 7.893 7.804 7.891 7.894

7.896 7.809 7.901 7.887 7.894 7.872 7.891 7.897 500 oC 7.791 7.803 7.805 7.779 7.789 7.792 7.791 7.803

Universitas Sumatera Utara

Page 129: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

7.791 7.802 7.803 7.776 7.788 7.791 7.791 7.805

7.791 7.999 7.801 7.775 7.785 7.789 7.792 7.801

7.791 7.868 7.803 7.777 7.787 7.791 7.791 7.803 550 oC 8.050 8.060 8.028 8.166 8.192 8.110 8.148 8.049

8.050 8.057 8.027 8.139 8.191 8.110 8.148 8.049

8.050 8.052 8.025 8.142 8.191 8.109 8.148 8.050

8.050 8.056 8.027 8.149 8.191 8.110 8.148 8.049 600 oC 7.789 7.884 7.891 7.790 7.789 7.799 7.891 7.790

7.789 7.880 7.890 7.789 7.788 7.796 7.890 7.789

7.789 7.877 7.890 7.800 7.785 7.796 7.890 7.800

7.789 7.880 7.890 7.793 7.787 7.797 7.890 7.793

Tabel 12 Data Pengujian Ketahanan Korosi Untuk Komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Waktu (Jam)

0 24 48 72 96 120 144 168 450 oC 8.290 8.301 8.249 8.182 8.282 8.291 8.272 8.293

8.290 8.299 8.237 8.181 8.283 8.289 8.271 8.294

8.290 8.301 8.234 8.179 8.281 8.290 8.269 8.291

8.290 8.300 8.240 8.181 8.282 8.290 8.271 8.293 500 oC 7.973 8.008 8.000 7.973 7.976 7.976 7.977 7.973

7.973 8.007 7.997 7.972 7.973 7.972 7.976 7.976

7.973 8.004 7.999 7.971 7.973 7.974 7.973 7.973

7.973 8.006 7.999 7.972 7.974 7.974 7.975 7.974 550 oC 8.102 8.197 8.187 8.189 8.189 8.187 8.109 8.106

8.102 8.196 8.186 8.186 8.186 8.186 8.108 8.102

8.102 8.193 8.183 8.185 8.183 8.183 8.106 8.102

8.102 8.195 8.185 8.187 8.186 8.185 8.108 8.103 600 oC 7.707 7.717 7.740 7.740 7.724 7.721 7.711 7.707

7.707 7.715 7.739 7.741 7.723 7.719 7.709 7.706

7.707 7.716 7.738 7.738 7.722 7.716 7.706 7.704

7.707 7.716 7.739 7.740 7.723 7.719 7.709 7.706

Universitas Sumatera Utara

Page 130: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 13 Data Pengujian kuat tekan dengan komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan

(oC) (cm) (cm2) (kgf/cm2) (MPa) 450 I 1.52 1.81

12.5 98.63 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

II 1.53 1.84

12.5 97.35 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

III 1.53 1.84

10 77.88 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.83 11.67 91.25 500 I 1.53 1.84

15 116.82 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

II 1.53 1.84

15 116.82 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

III 1.53 1.84

10 77.88 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84 13.33 103.84 550 I 1.53 1.84

20 155.75 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

II 1.52 1.81

20 157.81 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

III 1.53 1.84

15 116.82 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.83 18.33 143.40 600 I 1.53 1.84

Universitas Sumatera Utara

Page 131: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

1.53 1.84

1.53 1.84 17 132.39 1.53 1.84

II 1.52 1.81

22 173.59 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

III 1.53 1.84

20 155.75 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.83 19.67 153.83

Tabel 14 Data Pengujian kuat tekan dengan komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Sampel Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan

(oC) (cm) (cm2) (kgf/cm2) (MPa) 450 I 1.53 1.84

10 77.88 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

II 1.53 1.84

12.5 97.35 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

III 1.53 1.84

10 77.88 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84 10.83 84.37 500 I 1.52 1.81

12 94.69 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

II 1.52 1.81

15 118.36 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

III 1.52 1.81

10 78.91 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81 12.33 97.32 550 I 1.52 1.81 15 118.36

Universitas Sumatera Utara

Page 132: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

II 1.52 1.81

15 118.36 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

III 1.52 1.81

10 78.91 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81 13.33 105.21 600 I 1.53 1.84

15 116.82 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

II 1.52 1.81

20 157.81 1.52 1.81

1.52 1.81

1.52 1.81

III 1.53 1.84

17 132.39 1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.84

1.53 1.83 17.33 135.58 Tabel 15 Data pengujian vickers hardness dengan komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN (oC) (µm) (µm) (µm) (mm) (mm) (kgf/mm2) (MPa)

450 104.6 129.8 117.20 0.1172 0.0137 135.0 1349.75 156.3 124.9 140.60 0.1406 0.0198 93.8 937.86

147.2 126.2 136.70 0.1367 0.0187 99.2 992.13

139.2 142.8 141.00 0.1410 0.0199 93.2 932.54

151.1 161.3 156.20 0.1562 0.0244 75.9 759.88

139.6 137 138.34 0.13834 0.01929 99.42 99.44377

500 127.3 139.9 133.60 0.1336 0.0178 103.8 1038.71 130.2 120.1 125.15 0.1252 0.0157 118.3 1183.71

160.6 107.1 133.85 0.1339 0.0179 103.5 1034.83

152.7 115.1 133.90 0.1339 0.0179 103.4 1034.06

126.7 127.5 127.10 0.1271 0.0162 114.7 1147.67

139.5 121.94 130.72 0.13072 0.01710 108.74 1087.80

550 120.1 144.9 132.50 0.1325 0.0176 105.5 1056.03 132.7 126.9 129.80 0.1298 0.0168 110.0 1100.42

Universitas Sumatera Utara

Page 133: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

115.9 111.6 113.75 0.1138 0.0129 143.3 1432.87

125.1 136.9 131.00 0.1310 0.0172 108.0 1080.35

142.3 126.4 134.35 0.1344 0.0180 102.7 1027.15

127.2 129.34 128.28 0.12828 0.01651 113.9 1139.36

600 100.3 111.9 106.10 0.1061 0.0113 164.7 1646.94 92.6 108.6 100.60 0.1006 0.0101 183.2 1831.95

126.8 83.7 105.25 0.1053 0.0111 167.4 1673.65

105.7 70.3 88.00 0.0880 0.0077 239.4 2394.11

116.8 87.3 102.05 0.1021 0.0104 178.8 1780.26

108.4 92.36 100.4 0.1004 0.01012 186.7 1865.38 Tabel 16 Data pengujian vickers hardness dengan komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN (oC) (µm) (µm) (µm) (mm) (mm) (kgf/mm2) (MPa)

450 148.4 103.8 126.1 0.1261 0.0159 116.6 1165.94 116.2 100.7 108.5 0.1085 0.0118 157.6 1576.34

129.2 113.8 121.5 0.1215 0.0148 125.6 1255.90

117.9 109.0 113.5 0.1135 0.0129 144.0 1440.45

101.5 129.7 115.6 0.1156 0.0134 138.7 1387.37

122.64 111.4 117.0 0.1170 0.0137 136.5 1365.20

500 134.5 92.3 113.4 0.1134 0.0129 144.4 1441.72 115.2 119.5 117.4 0.1174 0.0138 134.5 1346.30

102.9 121.4 112.2 0.1122 0.0126 147.4 1474.04

124.8 106.2 115.5 0.1155 0.0133 139.0 1389.77

106.2 132.0 119.1 0.1191 0.0142 130.7 1307.03

116.72 114.28 115.5 0.1155 0.0133 139.2 1391.77

550 92.3 105.9 99.1 0.0991 0.0098 188.8 1887.82 119.4 129.1 124.3 0.1243 0.0154 120.1 1200.92

100.3 104.7 102.5 0.1025 0.0105 176.5 1764.66

111.9 114.7 113.3 0.1133 0.0128 144.3 1443.25

109.8 82.5 96.2 0.0962 0.0092 200.5 2005.44

106.74 107.39 107.06 0.1070 0.0115 166.04 1660.42

600 111.6 81.7 96.7 0.0967 0.0093 198.4 1984.75 85.9 82.0 84.0 0.0840 0.0070 263.1 2630.68

110.7 104.3 107.5 0.1075 0.0116 160.4 1604.32

110.7 92.3 101.5 0.1015 0.0103 179.1 1799.60

128.6 103.3 116.0 0.1160 0.0134 137.9 1379.01

109.5 92.72 101.11 0.1011 0.0103 187.78 1879.67

Universitas Sumatera Utara

Page 134: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel 17 Data Pengujian ketahanan erosi (wear rate) untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak Sliding Wear Rate

(0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1) 450 8 10 5.714 5.708 6.0 0.100 6.00 500 8 10 5.720 5.714 5.8 0.098 5.91 550 8 10 5.768 5.762 5.4 0.092 5.86 600 8 10 5.780 5.775 4.9 0.090 5.44

Tabel 18 Data Pengujian ketahanan erosi (wear rate) untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak Sliding Wear Rate

(0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1) 450 8 10 6.022 6.018 4.0 0.092 4.34 500 8 10 6.094 6.090 3.9 0.091 4.28 550 8 10 6.130 6.126 3.4 0.087 3.90 600 8 10 6.222 6.219 3.0 0.085 3.52

Universitas Sumatera Utara

Page 135: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

LAMPIRAN B

GAMBAR BAHAN PENELITIAN

Serbuk Aluminium (Al 2124) Partikel SiC Larutan Aceton

Asam Stearat Larutan Ethanol

Gas Nitrogen (N2) Aluminium Nitrate Al(NO3)3

Universitas Sumatera Utara

Page 136: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Tabel Spesifikasi Bahan

Nama Bahan Spesifikasi

Serbuk Aluminium Al 2124

Al (Alumunium fine powder bronze) (M = 26,98 gr/mol) Gehalt (Al) : > 90 % Pb : < 0,03 % Arsen (As) : < 0,005% Eisen (Fe) : < 0,05 % Fett : < 1 %

Partikel Silicon Carbida (SiC)

SiC : 98,70% SiO2 : 0,60 % Al2O3 : 0,50 % Fe2O3 :0,20 %

Larutan Aceton

Aceton (CH3COCH3) (M = 58,08 gr/mol) (1 l = 0,79 kg) Purrity : ≥ 99,8%

Larutan Ethanol

Etanol (C2H5OH) (M = 58,08 gr/mol) (1 l = 0,79 kg) Purrity : ≥ 99,9%

Aluminium Nitrate Al(NO3)3

Al(NO3)3 (Alumunium Nitrate) (M = 375,13 gr/mol) Gehalt (Al) : > 98,5 % pH-Wrt : (5%, waster) 2-4 Chlorid (Cl) : < 0,001 % Sulfat (SO4) : < 0,005 % Pb : < 0,001 % Eisen (Fe) : < 0,002 % Kalium (K) : < 0,002 % Amonium (NH4) : < 0,02 % Natrium (Na) : < 0,005 %

Natrium Chlorid (NaCl)

Universitas Sumatera Utara

Page 137: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Asam Stearat (Stearic Acid)

C18H36O2 M = 284,48 g/mol Assay (GC) Area ≥ 97 % Melting range (lower value) ≥ 60 oC Melting range (upper value) ≤ 70 oC Identity (IR) Passes test

Gas Nitrogen (N2)

Pressure 150 Bar Purity > 99,995 % O2 < 10 ppm H2O < 10 ppm H/Cs as CH4 < 1 ppm

Natrium Chlorid

Gehalt (Argentometrich) min 99,5 % pH wwert (5 % Wesser) max 5 – 8 Bromid (Br) max 0,005 % Hexacyraroferrat (Fe(CN)6) max 0,0001% Iodid (I) max 0,001 % Phosphat (PO4) max 0,0005% Sulfat (SO4) max 0,001 % Gesamtstickotoff (N) max 0,001 % Schwemetalle (als Pb) max 0,0005% BariumBr) max 0,002 % Calcium (C) max 0,002 % Kalium (K) max 0,0001% Magnesium (Mg) max 0,0005 % Acs ISO Reagent max 0,001 %

Universitas Sumatera Utara

Page 138: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

LAMPIRAN C

GAMBAR PERALATAN

Hydraulic press dengan kapasitas 100 ton (700 kg/cm2)

Beaker Glass 1000 ml

Universal Testing Machine (UTM)

Neraca Analitik

Cetakan Sampel (moulding)

Oven(memmert)

Universitas Sumatera Utara

Page 139: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Magnetic Stirrer (Thermolyne) Magnetic bar

Vickers Hardness Tester (Matsuzawa MXT-50)

Tungku listrik (Stanton Redcroff)

Pin On Disc

Ayakan

Autoclave

Universitas Sumatera Utara

Page 140: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Dilatometer Harrop Laboratories T-70

Refluks + Labu

Sampel Uji Komposit Matriks Aluminium Berpenguat Keramik Al/SiCp

Universitas Sumatera Utara

Page 141: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 142: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 143: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 144: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 145: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 146: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 147: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara

Page 148: PEMBUATAN KOMPOSIT MATRIK LOGAM BERPENGUAT …

Universitas Sumatera Utara