pembuatan briket arang dari enceng gondok

23
Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok (Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat Feb 5, '08 8:56 AM for everyone Judul Riset : PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI ENCENG GONDOK ( Eichornia Crasipess Solm ) DENGAN SAGU SEBAGAI PENGIKAT Oleh : Adi Candra Brades, Febrina Setyawati Tobing Pembimbing : Ir.H.A.R.Fachry,M.Eng PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakar perminyakan Indonesia, DR Kurtubi (2004), menyatakan bahwa mulai tahun 2004, produksi perminyakan Indonesia berada pada level terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksi minyak mentah pada triwulan I/2004 hanya sekitar 0,98 juta bph atau sekitar 360 juta barrel dalam satu tahun, sedangkan pada tahun 1999, produksi minyak masih sekitar 1,4 juta bph. Diketahui pula bahwa harga bahan bakar minyak dunia pun meningkat pesat. Permasalahan inilah yang

Upload: wauwa58

Post on 25-Jun-2015

1.033 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok (Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat

Feb 5, '08 8:56 AMfor everyone

Judul Riset     :     PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI ENCENG GONDOK

( Eichornia Crasipess Solm ) DENGAN SAGU SEBAGAI PENGIKAT

 

Oleh                :  Adi Candra Brades, Febrina Setyawati Tobing

Pembimbing    :  Ir.H.A.R.Fachry,M.Eng

PENDAHULUAN

 

1.1        Latar Belakang

Pakar perminyakan Indonesia, DR Kurtubi (2004), menyatakan bahwa mulai tahun

2004, produksi perminyakan Indonesia berada pada level terendah dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Produksi minyak mentah pada triwulan I/2004 hanya sekitar 0,98 juta bph atau

sekitar 360 juta barrel dalam satu tahun, sedangkan pada tahun 1999, produksi minyak masih

sekitar 1,4 juta bph. Diketahui pula bahwa harga bahan bakar minyak dunia pun meningkat

pesat. Permasalahan inilah yang membawa dampak pada meningkatnya harga jual bahan

bakar minyak termasuk minyak tanah Indonesia. Di sisi lain, permintaan bahan bakar minyak

dalam negeri jumlahnya terus meningkat akibat adanya usaha-usaha perbaikan ekonomi dan

pertambahan penduduk. Minyak tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi, menjadi beban

yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi

lebih dari 49 triliun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per

tahun.

Namun dibalik ancaman serius di atas, ada peluang bagi energi-energi alternatif,

khususnya bagi energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Sumber energi alternatif

Page 2: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

yang dapat diperbaharui di Indonesia relatif lebih banyak, satu diantaranya adalah biomassa

ataupun bahan-bahan limbah organik. Biomassa ataupun bahan-bahan limbah organik ini

dapat diolah dan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif, contohnya dengan pembuatan

briket. Selama ini, pembuatan briket hanya terbuat dari batubara saja. Maka, peneliti

mencoba pembuatan briket dari enceng gondok.

Enceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau air, yang mengapung di atas

permukaan air. Di ekosistem air, enceng gondok ini merupakan tanaman pengganggu atau

gulma yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari). Khususnya di Sumatera Selatan,

enceng gondok ini banyak tumbuh di aliran Sungai Musi ataupun saluran-saluran air lainnya.

Pesatnya pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan berbagai kesulitan seperti

terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain karena penyebarannya yang

menutupi permukaan sungai/perairan. Untuk mengurangi permasalahan tersebut, maka perlu

dilakukan pembersihan sungai/saluran-saluran air. Supaya enceng gondok ini tidak

menumpuk dan menjadi limbah biomassa, maka dapat dilakukan suatu pemanfaatan alternatif

terhadap enceng gondok ini dengan jalan pembuatan briket arang. Kandungan selulosa dan

senyawa organik pada enceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik.

Dengan demikian briket arang dari enceng gondok ini dapat dimanfaatan sebagai bahan bakar

alternatif, disamping dapat membuat dampak yang sangat baik pula bagi lingkungan.

 

1.2        Tujuan Penelitian

         Tujuan dari penelitian ini adalah:

1)            Untuk meningkatkan pemanfaatan enceng gondok dengan membuat briket arang

sebagai bahan bakar alternatif.

2)            Untuk mengetahui pengaruh terhadap kualitas briket arang apabila dalam

pembuatannya dilakukan dengan bermacam-macam variabel seperti perubahan ukuran

partikel arang, jumlah arang, dan jumlah bahan pengikat, serta mengetahui kondisi

optimumnya.

Page 3: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

3)            Untuk mengetahui besarnya nilai uji proximat briket bioarang yang dihasilkan,

meliputi: nilai  kalor, kerapatan, kadar air lembab (Inherent Moisture), kadar abu (Ash),

kadar karbon padat (Fixed Carbon), Uji kecepatan pembakaran, dan kadar sulfur.

 

1.3        Permasalahan

1)            Apakah enceng gondok dan tepung sagu dapat dimanfaatkan pada pembuatan briket.

2)            Bagaimanakah pengaruh ukuran partikel arang, jumlah arang dan jumlah bahan

pengikat yang akan digunakan sehingga dapat dihasilkan kualitas yang optimal dari

briket.

 

 

1.4        Manfaat Penelitian

1)            Dapat memanfaatkan enceng gondok dan tepung sagu pada pembuatan briket sebagai

bahan bakar alternatif dalam usaha penghematan energi.

2)            Mengetahui secara teoritis dan praktek dalam skala kecil (laboratorium) teknik

pembuatan briket arang.

3)            Mengurangi pencemaran lingkungan agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat.

 

1.5        Ruang Lingkup Penelitian

1)            Bahan baku yang digunakan adalah enceng gondok yang berasal dari perairan di

pinggiran Sungai Musi.

2)            Bahan yang digunakan sebagai pengikat adalah larutan kanji (tepung sagu).

Page 4: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

3)            Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran partikel arang, jumlah

arang, dan jumlah bahan pengikat.

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

2.1       Enceng Gondok

   Enceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-

rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang.

   Menurut sejarahnya, enceng gondok di Indonesia dibawa oleh seorang ahli botani dari

Amerika ke Kebun Raya Bogor. Akibat pertumbuhan yang cepat (3% per hari), enceng

gondok ini mampu menutupi seluruh permukaan suatu kolam. Enceng gondok tersebut lalu

dibuang melalui sungai di sekitar Kebun Raya Bogor sehingga menyebar ke sungai-sungai,

rawa-rawa, dan danau-danau di seluruh Indonesia.

Enceng gondok yang berada di perairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran

yang beraneka ragam, mulai dari ketinggian beberapa sentimeter sampai 1,5 meter, dengan

diameter mulai dari 0,9 sentimeter sampai 1,9 sentimeter. Enceng gondok dewasa, terdiri dari

akar, bakal tunas, tunas atau stolon, daun, petiole, dan bunga. Daun-daun enceng gondok

berwarna hijau terang berbentuk telur yang melebar atau hampir bulat dengan garis tengah

sampai 15 sentimeter. Pada bagian tangkai daun terdapat masa yang menggelembung yang

berisi serat seperti karet busa. Kelopak bunga berwarna ungu muda agak kebiruan. Setiap

kepala putik dapat menghasilkan sekitar 500 bakal biji atau 5000 biji setiap tangkai bunga,

sehingga enceng gondok dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu dengan tunas dan

biji.

Pertumbuhan enceng gondok yang sangat cepat (3% per hari) menimbulkan berbagai

masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi

ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai 7 kali

Page 5: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka (Soemarwoto, 1977), sedangkan

Oshawa dan Risdiono (1977) menyatakan bahwa kehilangan air di Rawa Pening karena

penguapan oleh enceng gondok, 4 kali lebih besar daripada penguapan air pada perairan

terbuka.

 

2.1.1    Komposisi Kimia Enceng Gondok

   Komposisi kimia enceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara tempatnya

tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Enceng gondok mempunyai sifat-sifat yang

baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung

protein lebih dari 11,5 %, dan mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non

selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain.

   Pada tabel 1, Anonymous (1966) dalam penelitiannya terhadap enceng gondok dari

Banjarmasin mengemukakan kandungan kimia tangkai enceng gondok tua yang segar.

 

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Enceng Gondok Segar

Senyawa Kimia Persentase (%)

Ai

r

92,6

 

Abu 0,44

Serat kasar 2,09

Karbohidrat 0,17

Lemak 0,35

Protein 0,16

Fosfor sebagai P2O5 0,52

Kalium sebagai K2O 0,42

Klorida 0,26

Alkanoid 2,22

Page 6: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

          (Sumber: Anonymous, 1952)

 

Sedangkan, R. Roechyati (1983) mengemukakan kandungan dari tangkai enceng

gondok kering tanur pada tabel 2.

 

 

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering

Senyawa Kimia Persentase (%)

Selulosa 64,51

Pentosa 15,61

Lignin 7,69

Silika 5,56

Abu 12

          (Sumber: R. Roechyati (1983)

 

2.2              Tepung Sagu

   Sagu merupakan tanaman tropik yang sangat produktif sebagai penghasil pati dan

energi. Diperkirakan produktifitas sagu dapat mencapai dua kali produktifitas ubi kayu. Pada

saat ini potensi produksi sagu di Indonesia diperkirakan 4.913 ton tepung kering per tahun.

Jumlah ini masih dapat dikembangkan menjadi 90 kali lipat jika dilakukan pemanfaatan 50

persen dari total daerah rawa yang ada dan dilakukan perbaikan teknik budidaya (Soekarto

dan Wijandi, 1983).

 

2.2.1    Komposisi Kimia Tepung Sagu

Page 7: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

   Secara kimiawi pati sagu memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dari pada

jagung dan beras, tetapi kandungan protein dan lemaknya rendah. Pati sagu mengandung

28% amilosa dan 72% amilopektin (Harsanto dalam Setyawati, 1989). Komposisi kimia

tepung sagu per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 3.

 

Tabel 2.3. Komposisi Kimiawi Tepung Sagu Per 100 gram Bahan

Bahan Penyusun Jumlah Bahan Penyusun Jumlah

Air (gram) 14,0 Fosfor (miligram) 13,0

Protein (gram) 0,7 Besi (miligram) 1,3

Lemak (gram) 0,2 Vitamin A (SI) 0,01

Karbohidrat (gram) 84,7 Riboflavin -

Thiamin - Niasin -

Kalsium (miligram) 11,0 Asam askorbat -

Serat (gram) 0,2 Abu (gram) 0,4

Kalori (kalori) 353,0    

(Sumber: Harsanto, 1986)

 

            Komponen terbesar yang terdapat dalam tepung sgu adalah pati. Pati adalah

homopolimer yang terdiri dari molekul-molekul glukosa melalui ikatan glikosida dengan

melepaskan molekul air (Matz dalam Zulviani, 1992).

            Menurut Winarno (1989), setiap pati memiliki karakteristik yang khas tergantung

pada rantai C-nya dan bercabang atau lurus rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi

yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak

terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai stuktur lurus dengan ikatan (1,4) a-D

glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (1,6)  a-D glukosa

sebanyak 4 % sampai 5 % dari berat total.

Page 8: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

            Pati dari berbagai tanaman mempunyai bentuk granula (butir) pati yang berbeda-beda.

Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak

hilum yang unik (Fennema, 1976).

            Ukuran granula (butir) pati sagu relatif lebih besar dari pada granula pati jenis

lainnya, yaitu sekitar 15 mikron sampai 65 mikron dan umumnya berukuran antara 20 mikron

sampai 60 mikron. Bentuk granulanya oval (bulat telur) dengan letah hilum granula yang

tidak terpusat (Radley, 1976).

            Menurut Charley (1970), pada pemanasan 60 oC pati sagu mulai mengalami

pengembangan volume dan gelatinisasi mulai berlangsung.

            Dilihat dari komposisi kimianya, sagu merupakan bahan pangan yang kurang

menguntungkan jika ditinjau dari kandungan protein, lemak dan vitaminnya yang sangat

rendah. Salah satu cara untuk menaikkan nilai gizi tepung sagu adalah dengan

mencampurkan bahan pangan lain yang kaya protein, lemak, dan vitamin sehingga dapat

saling melengkapi kekurangan zat gizi masing-masing bahan pangan itu sendiri.

 

2.3              Briket Bioarang

Menurut Supriyono (1997), arang merupakan bahan padat yang berpori dan

merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori

arang masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang komponennya

terdiri dari karbon tertambat (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur.

Sedangkan, bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari

aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput,

jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui

proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang.

Adan (1998) menyatakan, briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang

dikeraskan. Sedangkan briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan

aranga yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak

Page 9: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu.

Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakr jenis arang lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhisifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar

atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pengempaan.

Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket.

Menurut Mahajoeno (2005), syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya

halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket

juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.       Mudah dinyalakan

b.      Tidak mengeluarkan asap

c.       Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun

d.      Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama

e.       Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu

pembakaran) yang baik.

(Nursyiwan dan Nuryetti, 2005)

 

2.4              Bahan Pengikat

   Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan

briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Berdasarkan

fungsi dari pengikat dan kualitasnya, pemilihan bahan pengikat dapat dibagi sebagai berikut :

 

1)      Berdasarkan sifat / bahan baku perekatan briket :

Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah sebagai

berikut :

Page 10: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

      Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau batu bara.

      Mudah terbakar dan tidak berasap.

      Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya.

      Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya.

 

2)      Berdasarkan jenis

Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk pembuatan briket, yaitu :

      Pengikat anorganik

Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga

dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu. Pengikat anorganik ini mempunyai

kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan pengikat sehingga dapat

menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh dari pengikat anorganik

antara lain semen, lempung, natrium silikat.

 

      Pengikat organik

Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan

umumnya merupakan bahan perekat yang efektif. Contoh dari pengikat organik di

antaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase dan parafin.

(a)    Clay (lempung)

Clay atau yang sering disebut lempung umumnya banyak digunakan sebagai bahan

pengikat briket. Jenis-jenis lempung yang dapat dipakai untuk pembuatan briket terdiri

dari jenis lempung warna kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan abu-abu.

(b)   Tapioka dan Caustic Soda

Page 11: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

Jenis tapioka beragam kualitasnya tergantung dari pemakaian. Jenis Caustic Soda yang

dipergunakan memiliki konsentrasi 98 % dan berbentuk Flake. Apabila dicampur dengan

tapioka akan membentuk sebagai perekat.

 

Dari jenis-jenis bahan pengikat atau perekat di atas, yang paling umum digunakan adalah

bahn perekat kanji.

           

2.5              Proses Karbonisasi

Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan-bahan berupa batang, daun,

batubara, serbuk gergaji, tempurung kelapa, dan lain-lain, dipanaskan dalam ruangan tanpa

kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang.

Proses karbonisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembuatan briket

bioarang. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur 500 – 800 oC. Kandungan zat

yang mudah menguap akan hilanh sehingga akan terbentuk struktur pori awal. (Widowati,

2003)

Menurut Hasani (1996), proses karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak

sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang

menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur

bahan membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon.

Proses pengarangan dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:

(a)    Penguapan air, kemudian penguraian selulosa menjadi destilat yang sebagian besar

mengandung asam-asam dan metanol.

(b)   Penguraian selulosa secara intensif hingga menghasilkan gas serta sedikit air.

(c)    Penguraian senyawa lignin menghasilkan lebih banyak tar yang akan bertambah

jumlahnya pada waktu yang lama dan suhu tinggi.

(d)   Pembentukan gas hidrogen merupan proses pemurnian arang yang terbentuk.

Page 12: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

 

2.6              Teknologi Pembriketan

   Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan

penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu,

sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu.

Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bakar,

mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam

bentuk debu pada proses pengangkutan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembriketan antara lain:

(a)    Ukuran dan distribusi partikel

Ukuran partikel mempengaruhi kekuatan briket yang dihasilkan karena ukuran yang lebih

kecil akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula sehingga kuat tekan briket akan

semakin besar. Sedangkan distribusi ukuran akan menentukan kemungkinan penyusunan

(packing) yang lebih baik.

(b)   Kekerasan bahan

Kekuatan briket yang diperoleh akan berbanding terbalik dengan kekerasan bahan

penyusunnya.

(c)    Sifat elastisitas dan plastisitas bahan.

(Hasjim, 1991)

   Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi

alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air pada pembriketan antara 10 – 20

% berat. Ukuran briket bervariasi dari 20 – 100 gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya

harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, tekhnis dan lingkungan yang

optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang

dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti.

Page 13: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

   Beberapa tipe / bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), sarang

tawon (honey comb), silinder (cylinder, telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan dari

bentuk briket adalah sebagai berikut :

1.    Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2.    Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran.

3.    Mudah dipakai sebagai bahan bakar.

   Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah

sebagai berikut :

1.    Daya tahan briket.

2.    Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya.

3.    Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga.

4.    Bebas gas-gas berbahaya.

5.    Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi energi,

pembakaran yang stabil).

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam pembuatan briket antara lain :

 

(a)          Bahan baku

Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi,

serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam bahan baku adalah selulosa.

Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat

terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.

 

(b)          Bahan pengikat

Page 14: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket

maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak.

 

Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan, pencampuran,

pencetakan, pengeringan dan pengepakan.

(a)    Penggerusan adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran butir

tertentu. Alat yang digunakan adalah crusher.

(b)   Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisis tertentu untuk

mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan adalah mixer, combining

blender, horizontal kneader dan freet mill.

(c)    Pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuaikan

yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah Briquetting Machine.

(d)   Pengeringan adalah proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara panas pada

temperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket.

(e)    Pengepakan adalah pengemasan produk briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan

kuantitas yang telah ditentukan.

Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya antara

lain :

 

1)   Kandungan Air

Moisture yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam :

(a)  Free moisture (uap air bebas)

Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying.

Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling dan

preperation equipment.

Page 15: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

(b)       Inherent moisture (uap air terikat)

Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara

temperatur 104 – 110 oC selama satu jam.

 

2)   Kandungan Abu

       Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya

sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini

disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya.

Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan

membentuk kerak.

 

3)   Kandungan Zat Terbang (Volatile matter)

       Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon

monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang

tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket dimana akan

berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada

suhu lebih kurang 950 oC. Untuk kadar volatile matter ± 40 % pada pembakaran akan

memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan

untuk kadar volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian

karena asap yang dihasilkan sedikit.

 

4)   Nilai Kalor

       Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang

penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu

sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient

tempertur. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value dan tergantung

dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket.

Page 16: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok

 

2.7              Standar Kualitas Briket Bioarang

Saat ini belum ada suatu standar kualitas briket bioarang. Namun, persyaratan briket

arang kayu menurut Sudrajat (1982) adalah:

         Fixed Carbon               >          60 %

         Kadar abu                    <          8 %

         Nilai kalor                    >          6000 cal/gr

         Kerapatan                    >          0,7 gr/cm3

Sifat briket arang kayu diantaranya dapat dipengaruhi oleh jenis kayunya (bahan

baku). Kayu dengan berat jenis tinggi akan menghasilkan briket arang dengan kadar fixed

carbon dan nilai kalor yang tinggi pula.

METODOLOGI PENELITIAN

 

Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang data-datanya diperoleh dengan

jalan melakukan eksperimen. Pada prinsipnya untuk membuat briket ini digunakan proses

yang meliputi : Pengeringan, pemisahan, karbonisasi, pencampuran dan pencetakan.

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Batubara Departemen

Pertambangan dan Energi Palembang.

Adapun variabel penelitian yang dilakukan adalah :

1)      Ukuran partikel arang

2)      Jumlah arang enceng gondok

3)      Jumlah bahan pengikat

Page 17: Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok