pembuatan beton serat tandan kosong kelapa sawit

8
Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Nuria Gurning) Akreditasi LIPI Nomor: 377/E/2013 Tanggal 16 April 2013 13 Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit NURIA GURNING Program Studi Magister Ilmu Fisika – USU, Medan E-mail: [email protected] ANGGITO P. TETUKO DAN PERDAMEAN SEBAYANG Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia Diterima: 4 Maret 2013 Revisi: 30 April 2013 Disetujui: 15 Mei 2013 ABSTRAK: Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit yang diperoleh dari Medan, Sumatera Utara dicampur semen (Portland Cement/PC) dan pasir telah dibuat sebagai material beton. Beton serat yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan bangunan relatif ringan, elastis dan mampu meredam suara (absober material). Proses pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit mula-mula dibilas dengan larutan 10% NaOH selama 12 jam, dikeringkan dan dipotong-potong sepanjang 50 mm. Variasi serat dibuat 0, 2, 4, 6, 8, 10% (volum), dicampur semen 350 gram, pasir halus dan kasar masing-masing sebanyak 700 gram serta air sebanyak 500 ml. Pengamatan Weight Loss (WL) dilakukan mulai pada saat proses aging (selama 28 hari), pengujian sifat fisis dan mekanik, morfologi serta kemampuan terhadap peredaman suara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beton serat menghasilkan kondisi optimum adalah pada 6% (volum) serat Tandan Kosong Kelapa Sawit. Karakteristik beton serat pada kondisi optimum menghasilkan nilai Weight Loss (WL) = 8,5 %, Bulk Density (ρ) = 2,4 g/cm 3 , Water Absorption (WA) = 13 %, Modulus of Rupture (MOR) = 2,95 MPa, Compressive Strength (CS) = 4,85 MPa, dan Modulus of elasticity (MOE) = 3,33 GPa. Morfologi beton serat yang diamati dengan mikroskop optik memperlihatkan adanya rongga-rongga yang berukuran lebih kecil dari 30 μm dan partikel pembentuk beton berkisar antara 5 – 30 μm dengan distribusi serat Tandan Kosong Kelapa Sawit cukup merata yang berukuran lebih kecil dari 75 μm. Kemampuan daya redam suara beton serat pada daerah rentang frekuensi 100 – 5000 Hz menghasilkan intensitas sound level sekitar 58 – 90 dB, peredaman suara 19,82 % dan koefisien absorbsi (α rata-rata ) sebesar 0,026. Beton serat dengan penambahan serat tandan kelapa sawit sebanyak 6 % (volum) termasuk klasifikasi beton ringan – normal dan memenuhi syarat sebagai material bangunan peredam suara. KATA KUNCI: Serat Tandan Kelapa Sawit, Weight Loss (WL), MOR, MOE, Bulk Density, Sound Absorber Material ABSTRACT: The hollow bunch fiber of oil palm that have been obtained from Medan, Sumatera Utara mixed with cement (Portland Cement/PC) and sand can be used as a concrete material. The fiber concrete that have been produced can be used as a relatively light-weight building material and can absorb the sound. The process making of the hollow bunch fiber of oil palm is washed with NaOH solution for 12 hours, dried and cut with a length of 50 mm. The fiber variation of 0, 2, 4, 6, 8, 10% (volume) was mixed with 350 gram of cement, 700 gram of particulate and aggregate sand and 500 ml of water. The analysis of Weight Loss (WL), mechanical and physical properties, morphology and sound absorption are conducted at aging time of 28 days. The result shows that the fiber concrete with an optimum condition is achieved at 6% (volume) of oil palm hollow bunch fiber. The optimum condition of fiber concrete are resulting the value of Weight Loss (WL) = 8,5 %, Bulk Density (ρ) = 2,4 g/cm 3 , Water Absorption (WA) = 13%, Modulus of Rupture (MOR) = 2,95 MPa, Compressive strength (CS) = 4,85 MPa and Modulus of elasticity (MOE) = 3,33 GPa. The morphology of concrete fiber that have been analyzed by using an optical microscope show that the pores have size less than 30m and the concrete particle compound have size within a range of 5-30m and the distribution of oil palm hollow bunch fiber is homogenous with size less than 75m. The ability of the sound absorption on oil palm hollow bunch fiber concrete within a frequency range of 100 – 500 Hz are resulting sound intensity level of 58-90 dB, sound absorption of 19,82% and absorption coefficient ( average ) of 0,026. The fiber concrete with 6% (volume) addition of oil palm hollow bunch fiber can be classified as light-weight and normal concrete and fulfill the criteria of sound absorber building material. KEYWORDS: The hollow bunch fiber of oil palm, Weight Loss (WL), MOR, MOE, Bulk Density, Sound Absorber Material 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil kelapa sawit di dunia dengan luas areal 3,76 juta Ha atau 31,4 % dari luas total kebun kelapa sawit dunia [1]. Oleh karenanya jumlah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) bisa mencapai 1,7 juta ton/tahun. Potensi TKKS cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi yang tinggi [2]. Serat TKKS sebenarnya mengandung selulosa dan holoselulosa yang cukup tinggi sehingga layak dikembangkan dalam teknologi bahan, terutama bidang rekayasa beton. Efek penambahan serat TKKS dalam pembuatan bahan bangunan (beton) antara lain: ringan, kekuatan mekanik tinggi dan ramah lingkungan [3]. Serat ini juga berfungsi sebagai penguat serta meningkatkan kekuatan tarik agar lebih daktail dari pada beton pada umumnya. Beton biasanya bersifat getas, adanya serat sebagai penguat pada beton tersebut maka dapat mencegah terjadinya perambatan retakan akibat beban maupun panas hidrasi. Serat TKKS yang digunakan

Upload: alfisyahrica

Post on 23-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Sawit

TRANSCRIPT

Page 1: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Nuria Gurning) Akreditasi LIPI Nomor: 377/E/2013

Tanggal 16 April 2013

13

Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

NURIA GURNING Program Studi Magister Ilmu Fisika – USU, Medan

E-mail: [email protected]

ANGGITO P. TETUKO DAN PERDAMEAN SEBAYANG Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia

Diterima: 4 Maret 2013 Revisi: 30 April 2013 Disetujui: 15 Mei 2013

ABSTRAK: Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit yang diperoleh dari Medan, Sumatera Utara dicampur semen (Portland Cement/PC) dan pasir telah dibuat sebagai material beton. Beton serat yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan bangunan relatif ringan, elastis dan mampu meredam suara (absober material). Proses pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit mula-mula dibilas dengan larutan 10% NaOH selama 12 jam, dikeringkan dan dipotong-potong sepanjang 50 mm. Variasi serat dibuat 0, 2, 4, 6, 8, 10% (volum), dicampur semen 350 gram, pasir halus dan kasar masing-masing sebanyak 700 gram serta air sebanyak 500 ml. Pengamatan Weight Loss (WL) dilakukan mulai pada saat proses aging (selama 28 hari), pengujian sifat fisis dan mekanik, morfologi serta kemampuan terhadap peredaman suara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beton serat menghasilkan kondisi optimum adalah pada 6% (volum) serat Tandan Kosong Kelapa Sawit. Karakteristik beton serat pada kondisi optimum menghasilkan nilai Weight Loss (WL) = 8,5 %, Bulk Density (ρ) = 2,4 g/cm3, Water Absorption (WA) = 13 %, Modulus of Rupture (MOR) = 2,95 MPa, Compressive Strength (CS) = 4,85 MPa, dan Modulus of elasticity (MOE) = 3,33 GPa. Morfologi beton serat yang diamati dengan mikroskop optik memperlihatkan adanya rongga-rongga yang berukuran lebih kecil dari 30 µm dan partikel pembentuk beton berkisar antara 5 – 30 µm dengan distribusi serat Tandan Kosong Kelapa Sawit cukup merata yang berukuran lebih kecil dari 75 µm. Kemampuan daya redam suara beton serat pada daerah rentang frekuensi 100 – 5000 Hz menghasilkan intensitas sound level sekitar 58 – 90 dB, peredaman suara 19,82 % dan koefisien absorbsi (α rata-rata) sebesar 0,026. Beton serat dengan penambahan serat tandan kelapa sawit sebanyak 6 % (volum) termasuk klasifikasi beton ringan – normal dan memenuhi syarat sebagai material bangunan peredam suara. KATA KUNCI: Serat Tandan Kelapa Sawit, Weight Loss (WL), MOR, MOE, Bulk Density, Sound Absorber Material ABSTRACT: The hollow bunch fiber of oil palm that have been obtained from Medan, Sumatera Utara mixed with cement (Portland Cement/PC) and sand can be used as a concrete material. The fiber concrete that have been produced can be used as a relatively light-weight building material and can absorb the sound. The process making of the hollow bunch fiber of oil palm is washed with NaOH solution for 12 hours, dried and cut with a length of 50 mm. The fiber variation of 0, 2, 4, 6, 8, 10% (volume) was mixed with 350 gram of cement, 700 gram of particulate and aggregate sand and 500 ml of water. The analysis of Weight Loss (WL), mechanical and physical properties, morphology and sound absorption are conducted at aging time of 28 days. The result shows that the fiber concrete with an optimum condition is achieved at 6% (volume) of oil palm hollow bunch fiber. The optimum condition of fiber concrete are resulting the value of Weight Loss (WL) = 8,5 %, Bulk Density (ρ) = 2,4 g/cm3, Water Absorption (WA) = 13%, Modulus of Rupture (MOR) = 2,95 MPa, Compressive strength (CS) = 4,85 MPa and Modulus of elasticity (MOE) = 3,33 GPa. The morphology of concrete fiber that have been analyzed by using an optical microscope show that the pores have size less than 30m and the concrete particle compound have size within a range of 5-30m and the distribution of oil palm hollow bunch fiber is homogenous with size less than 75m. The ability of the sound absorption on oil palm hollow bunch fiber concrete within a frequency range of 100 – 500 Hz are resulting sound intensity level of 58-90 dB, sound absorption of 19,82% and absorption coefficient (average) of 0,026. The fiber concrete with 6% (volume) addition of oil palm hollow bunch fiber can be classified as light-weight and normal concrete and fulfill the criteria of sound absorber building material. KEYWORDS: The hollow bunch fiber of oil palm, Weight Loss (WL), MOR, MOE, Bulk Density, Sound Absorber Material 1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil kelapa sawit di dunia dengan luas areal 3,76

juta Ha atau 31,4 % dari luas total kebun kelapa sawit dunia [1]. Oleh karenanya jumlah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) bisa mencapai 1,7 juta ton/tahun. Potensi TKKS cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi yang tinggi [2]. Serat TKKS sebenarnya mengandung selulosa dan holoselulosa yang cukup tinggi sehingga layak dikembangkan dalam teknologi bahan, terutama bidang rekayasa beton. Efek penambahan serat TKKS dalam pembuatan bahan bangunan (beton) antara lain: ringan, kekuatan mekanik tinggi dan ramah lingkungan [3]. Serat ini juga berfungsi sebagai penguat serta meningkatkan kekuatan tarik agar lebih daktail dari pada beton pada umumnya. Beton biasanya bersifat getas, adanya serat sebagai penguat pada beton tersebut maka dapat mencegah terjadinya perambatan retakan akibat beban maupun panas hidrasi. Serat TKKS yang digunakan

Page 2: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Volume 31 (1) 2013: 13-20 ISSN:0125-9121

14

dalam pembuatan beton memberikan prospek dalam penyediaan bahan bangunan yang murah dengan memanfaatkan lokal resources yang ramah lingkungan (eco-friendly).

Untuk memperbaiki sifat – sifat beton, banyak sekali jenis serat yang dapat digunakan, antara lain: baja, plastik, karbon, fiberglass, dan bahkan untuk beton non structural dapat digunakan serat alami seperti ijuk, sabut kelapa atau tumbuh – tumbuhan lainnya [4]. Serat berfungsi untuk memperkuat matriks, sedangkan matriks berfungsi melindungi serat dari efek lingkungan dan benturan. Oleh karena sifatnya yang lebih tahan benturan dari pada beton biasa, maka beton serat sering dipakai pada bangunan hidrolik, landasan pesawat udara, jalan raya dan lantai jembatan.

Beton serat yang memiliki modulus elastisitas rendah, misalnya rami atau plastik, akibatnya hanya mampu menahan benturan saja. Lofgren, I., 2005 [5] melakukan studi pada panel komposit berbasis fiber reinforced concrete (FRC) dari limbah TKKS dan hasilnya menunjukkan bahwa panel komposit mempunyai kerapatan (compatibilitas) yang solid dan kuat mekanik (lentur dan tekan) yang cukup tinggi. Penelitian lain dari Fajriyanto dan Firdaus [6], menggunakan TKKS dengan perlakuan perendaman dalam air dingin. air panas, larutan NaOH dan Ca(OH)2 serta ada juga yang ditambahkan katalis CaCI2 dan MgCI2 dengan konsentrasi bahan katalis divariasi mulai dari 0 - 15%. Hasilnya menunjukkan bahwa papan semen yang ditambah TKKS menggunakan katalis CaCI2 dan MgCI2 dapat meningkatkan dan mempercepat proses pengerasan (curing) dan relatif lebih baik dibandingkan dengan papan semen tanpa TKKS (kontrol).

Pada penelitian ini serat TKKS diperoleh dari salah satu perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara – Medan. Kemudian serat TKKS diproses mulai dari pembilasan dengan larutan 10% NaOH selama 12 jam, dikeringkan dan dipotong-potong sepanjang 50 mm. Variasi serat masing-masing dibuat 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 % (volum), dicampur semen 350 gram, pasir halus dan kasar masing-masing sebanyak 350 gram serta air sebanyak 500 ml. Karakterisasi beton serat yang dilakukan adalah pengukuran Weight Loss (mulai saat proses aging hingga mencapai hari ke 28), pengujian sifat fisis dan mekanik, morfologi serta kemampuan terhadap peredaman suara. 2. METODOLOGI PENELITIAN

Bahan baku Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) diperoleh dari Medan, Sumatera Utara yang masih

basah dijemur, dipisahkan untuk diambil seratnya, kemudian direndam dalam larutan 10% NaOH selama 12 jam. Serat TKKS yang telah direndam, dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 12 jam. Ukuran serat TKKS yang digunakan dalam penelitian ini memiliki diameter sekitar 0,10 – 2, 0 mm, dan panjang serat 50 mm. Metodologi ini mengacu pada pembuatan beton serat dengan menggunakan sabut kelapa dan ijuk [6, 7]. Semen yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis portland cement (PC), dan umumnya digunakan untuk bahan bangunan. Diagram alir pembuatan beton serat TKKS dan pengujiannya diperlihatkan seperti pada Gambar 1.

Prosedur pembuatan beton serat adalah sebagai berikut: semen PC dicampur dengan pasir kasar (lolos ayakan 5,0 mm), pasir halus (lolos ayakan 0,3 mm) dan air sehingga menjadi suatu adukan bahan beton. Adapun komposisi masing-masing adukan yang dibuat adalah sebagai berikut: semen = 350 ml, pasir kasar = 350 ml, pasir halus = 350 ml, air = 500 ml, kemudian ditambahkan serat TKKS dengan variasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 % (volum). Setelah adukan beton diaduk merata, lalu dicetak dalam cetakan (mould) dengan ukuran beton jadi: panjang 200 mm, lebar 50 mm dan tinggi 50 mm. Dalam proses penambahan serat TKKS pada saat pencetakannya dilakukan secara bertahap dan silih berganti dengan bahan adukan sehingga cetakan beton penuh dan terisi merata. Setiap komposisi beton serat masing-masing dibuat sebanyak 3 buah untuk pengujian ulangan yang dibutuhkan.

Karakterisasi beton serat yang telah dibuat meliputi: Weight Loss (WL), pengujian sifat fisis (bulk density dan water absoption), mekanik (modulus of rupture/MOR, Compressive strength/CS, modulus of elasticity/MOE), morfologi serta kemampuan terhadap peredaman suara. Pengukuran Weight Loss (WL) pada beton serat mengacu pada Gibson, 1994 [8], bulk density dan water absoption diukur dengan metoda Archimedes [8], Modulus of Rupture (MOR), Compressive Strength (CS), dan Modulus of Elasticity (MOE) diukur dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Sedangkan pengamatan morfologi beton serat diamati dengan menggunakan mikroskop optik dan peredaman suara mengacu pada pengukuran yang dilakukan oleh P. Sebayang, dkk, 2009 [9].

Page 3: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Nuria Gurning)

15

Gambar 1. Diagram alir pembuatan beton serat TKKS dan pengujiannya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran susut berat (Weight Loss) dan penimbangan massa sampel selama proses penuaan (aging time) pada beton serat sebanyak 6% (volum) yang diamati sampai hari ke-28 diperlihatkan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa susut berat (Weight Loss) dan massa sampel berlangsung sampai hari ke-21 dan setelah itu cenderung relatif konstan. Peningkatan susut berat terjadi seiring dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Hal tersebut terjadi karena adanya proses pelepasan air selama pengeringan. Perubahan susut berat (Weight Loss) maupun massa beton baik pada komposisi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 % volum tidak menunjukkan pola yang signifikan sehingga tidak ditampilkan pada tulisan ini. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa Weight Loss beton serat adalah sekitar 9%. Sedangkan pada massa sampel terjadi penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan yang disebabkan oleh proses pelepasan air atau berkurangnya massa bisa mencapai 100 gram. Sedangkan menurut Candramouli,dkk., 2011 [10] menyatakan bahwa nilai Weight Loss pada beton keras sebagai fungsi temperatur dan waktu dapat mencapai sebesar 5 %.

Page 4: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Volume 31 (1) 2013: 13-20 ISSN:0125-9121

16

Gambar 2. Hubungan antara susut berat (weight loss) dan massa sampel terhadap waktu penuaan (aging

time) pada beton serat (6% volum).

Hasil pengukuran rapat massa (bulk density) dan penyerapan air (water absorption) sebagai fungsi penambahan serat TKKS (dalam % volum) diperlihatkan pada Gambar 3. Besarnya nilai rapat massa dari beton serat yang diperoleh berkisar antara 1,5 – 2,5 g/cm3 dan memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan pertambahan volume serat dengan nilai optimum pada penambahan 6% serat. Hal tersebut disebabkan pada penambahan 6% serat memiliki ikatan yang baik antara campuran air - semen dengan serat. Sedangkan pada penambahan serat > 6 – 10% cenderung memiliki kerapatan yang lebih rendah karena air yang dibutuhkan relatif lebih banyak dimana pelepasan air akan menimbulkan rongga. Rapat massa beton tanpa serat adalah 1,73 g/cm3 dengan nilai penyerapan air diperoleh terkecil, yaitu sekitar 5,26%. Pengaruh penambahan serat hingga mencapai 2% (volum) menghasilkan nilai rapat massa cenderung turun dan mencapai nilai tertinggi pada penambahan serat sebanyak 6% volum, yaitu sebesar 2,4 g/cm3. Sedangkan nilai penyerapan air dari beton serat adalah berkisar antara 5,26 – 13,48% dan nilai penyerapan air pada beton serat yang tertinggi adalah pada penambahan 10% serat.

Gambar 3. Hubungan antara bulk density dan water absorption terhadap penambahan serat (% volum) pada beton serat.

Hasil pengamatan Roslan Kolop, dkk, 2010 [11] dengan perbandingan semen dengan serat kelapa

sawit dalam % (berat semen) menunjukkan bahwa penyerapan air akan berbanding lurus dengan penambahan serat yang ditambahkan. Nilai penyerapan air yang diperoleh adalah berkisar antara 8 – 15 % untuk penambahan serat hingga mencapai 30 % (dari berat semen). Sedangkan nilai densitas yang diperoleh adalah berkisar 1 – 2 g/cm3 pada umur beton 28 hari dan pengaruh penambahan serat cenderung menurunkan nilai densitas beton yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa serat TKKS relatif mengikat air bebas (H2O). Sebagai pembanding nilai densitas untuk beton konvensional (semen portland) adalah sekitar 2,4 g/cm3, [12]. Apabila dilihat dari nilai densitas yang diperoleh maka beton serat ini dapat diklasifikasikan sebagian termasuk beton ringan - normal, dimana nilai rapat massa beton ringan < 2 g/cm3, dan normal 2 - 2,4 g/cm3 [7]. Hasil penelitian lain oleh Mulyono, 2002 [13] dengan menggunakan serat ijuk dan sabut kelapa dengan

Page 5: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Nuria Gurning)

17

Strain (a)

variasi 0 – 16 % (dari berat semen) diperoleh nilai densitasnya adalah sekitar 2 - 2,2 g/cm3 dan penyerapan air berkisar 9 – 12 %. Hasil pengujian Modulus of Rupture (MOR) dari beton serat diperlihatkan pada Gambar 4. Nilai MOR beton serat dengan variasi penambahan serat hingga 10 % volum adalah berkisar 2,12 – 2,95 MPa. Nilai tertinggi MOR beton serat adalah pada penambahan 6 % (volum) serat TKKS, yaitu sekitar 2,95 MPa. Hasil MOR memiliki kecenderungan menurun di atas penambahan volume serat > 6 – 10 % yang disebabkan reaksi antara campuran air-semen dengan serat yang kurang baik dan cenderung berongga sehingga menurunkan nilai MOR beton serat tersebut. Nilai ini, apabila dibandingkan dengan karakteristik beton pada umumnya adalah termasuk pada klasifikasi beton ringan - normal [14]. Penggunakan serat bambu sebanyak 0,5 – 1,5 % (berat) dari total semen dan panjang serat yang digunakan 1 – 2 cm, menghasilkan nilai MOR sebesar 5 – 7 MPa. Penelitian lain oleh Mulyono, 2002 [13] yang telah dilakukan dengan menggunakan serat ijuk dan sabut kelapa adalah sekitar 8 – 11 MPa, artinya nilai MOR beton yang telah dibuat relatif cukup rendah dan perlu ditingkatkan lagi untuk proses pabrikasinya.

Hasil pengujian kuat tekan (Compressive Strength) dari beton serat dengan variasi penambahan serat TKKS diperlihatkan pada Gambar 5. Dari hasil pengujian kuat tekan beton serat dengan variasi penambahan serat TKKS hingga mencapai 10 % (volum), diperoleh sekitar 3 – 5 MPa. Nilai tertinggi adalah pada penambahan 6 % (volum) serat TKKS, yaitu sebesar 4,85 MPa. Kecenderungan serupa seperti hasil pada MOR juga diperloleh pada nilai compressive strength dimana ikatan yang kurang baik antara campuran air-semen dengan serat dapat menurunkan nilai compressive strength beton.

Hasil penelitian yang telah dilakukan [15] menunjukkan bahwa beton dengan penambahan serat TKKS sebanyak 10 – 30 % (berat) semen dengan umur 28 hari menghasilkan kuat tekan sekitar 0,9 – 2,3 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan tanpa penambahan serat adalah sebesar 7,2 MPa [15], nilai ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dari beton serat yang telah dibuat. Penggunakan serat bambu sebanyak 0,5 – 1,5 % (berat) semen dan panjang serat yang digunakan 1 – 2 cm, menghasilkan kuat tekan sebesar 33 – 46 MPa, artinya beton serat bambu relatif lebih kompetitif bila dilihat dari karakteristiknya. Hasil lain dari Mc Bride and Shukla, 2002 [16], kuat tekan dengan menggunakan bahan adif adalah ceramics microspere berkisar 15 - 21 MPa, dan nilai ini sangat dipengaruhi ukuran butir dalam orde mikro.

Gambar 4. Sifat mekanik beton serat a). Modulus of Rupture (MOR), dan b). Compressive Strength (CS) masing-masing terhadap penambahan serat (dalam % volum).

Gambar 5. a). Hubungan antara stress terhadap strain dan b). MOE terhadap variasi penambahan serat (% volum) pada beton serat.

Penambahan Serat ( %Vol ) (b)

Page 6: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Volume 31 (1) 2013: 13-20 ISSN:0125-9121

18

Besaran Modulus of elasticity (MOE) dari beton serat diperoleh dari hasil pengukuran stress terhadap strain, seperti terlihat pada Gambar 5. Dari gambar 5 terlihat bahwa hubungan antara stress vs strain sebagai variasi penambahan serat TKKS memperlihatkan pola yang sama. Menurut Roslan Kolop, dkk., 2010 [11] nilai Stress beton menggunakan serat TKKS dapat mencapai 3 MPa dan strain 0.08, dimana nilai ini mirif dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Nilai stress terhadap strain cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya nilai strain, artinya semakin kecil nilai strain pada beton maka semakin rapuh (brittle) karena nilai elastisitasnya yang rendah.

Berdasarkan kurva stress vs strain maka dapat dihitung besarnya Modulus of elasticity (MOE) dari beton serat tersebut, seperti terlihat pada Gambar 5 b. Nilai MOE dari beton serat dengan penambahan serat TKKS hingga mencapai 10 % (volum) adalah berkisar antara 1,7 – 3,4 GPa. Nilai MOE memiliki kecenderungan menurun pada penambahan volume > 6 – 10 % dengan nilai optimum sebesar 3.33 GPa. Nilai MOE dari pembuatan beton ringan dengan metoda autoclave adalah sebesar 0,18 – 3,58 GPa [15]. Penelitian lain, Teo, dkk, 2006 [17] telah membuat beton struktur dengan menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai pengganti bahan agregat halusnya yang menghasilkan nilai MOE sebesar 5,31 GPa, artinya cangkang kelapa sawit juga dapat meningkatkan elastisitasnya. Berdasarkan perhitungan teoritis menggunakan persamaan

modulus elastisitas, TekanKuat 4700E , [18] didapatkan nilai MOE adalah 10 Gpa, nilai tersebut dapat dikategorikan sebagai beton normal. Oleh karena itu apabila nilai MOE yang dihasilkan relatif besar maka beton tersebut akan semakin mampu menahan beban yang dipikulnya.

Berdasarkan hasil pengukuran sifat fisis maupun mekanik di atas maka ditetapkan pengamatan morfologi maupun peredaman suara hanya pada beton serat TKKS dengan komposisi 6 % (volum). Foto mikroskop optik dari beton tanpa dan dengan serat sebanyak 6 % (volum) seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa adanya perbedaan antara material beton yang berwarna putih dan abu-abu, sedangkan rongga (pori) yang bewarna gelap atau hitam. Apabila dilihat dari morfologi beton serat yang terbentuk terdapat rongga-rongga yang berukuran lebih kecil dari 30 µm dan ukuran partikel pembentuk beton berkisar antara 5 – 30 µm.

Gambar 6. Foto mikroskop optik dari beton a). tanpa serat dan b). 6 % serat Tandan Kosong Kelapa Sawit.

Dari Gambar di atas dapat dibedakan antara serat TKKS, rongga dan beton itu sendiri, dimana serat TKKS diwakili oleh warna coklat. Sedangkan tumpukan serat yang terlihat pada foto tersebut cukup terdistribusi merata dan masing-masing tumpukan relatif lebih kecil dari 75 µm. Dari hasil tersebut (morfologinya) dapat dinyatakan bahwa proses pengadukan dan pencetakan beton serat relatif sudah cukup baik. Rongga atau pori-pori (bisa makro atau mikro) terbentuk disebabkan adanya pelepasan air (H2O) selama proses penuaan (aging). Pori makro, terbentuk kerena terjadinya perubahan massa atau adanya peristiwa ekspansi atau penyusutan, sedangkan pori mikro akan muncul di dinding diantara pori-pori makro. Pori-pori makro dapat dikarakterisasi melalui pengukuran diameter atau dimensi rongga yang ada dengan menggunakan mikroskop optik atau foto Scanning Elektron Microscope (SEM). Pada pembuatan beton ringan yang sengaja dibuat berpori dan diameternya bisa lebih dari 60 µm [19]. Pembuatan beton berpori dan dikeringkan secara alami memperlihatkan permukaan lebih kasar, pori lebih besar, jumlahnya relatif sedikit dan distribusinya tidak merata [19].

Hasil pengujian peredaman suara (sound level) dari beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) sebagai fungsi frekuensi diperlihatkan pada Gambar 7. Hasil pengujian peredaman suara (sound level) beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) pada rentang frekuensi 100 – 5000 Hz adalah sekitar 58 – 90 dB. Pada kondisi

(a) (b)

Page 7: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Nuria Gurning)

19

terbuka atau tanpa beton relatif lebih tinggi dibanding dengan menggunakan beton, artinya ada peredaman suara oleh beton serat sebagainama ditunjukkan pada Gambar 7 a. Level intensitas suara (I datang) tanpa menggunakan beton adalah berkisar 78 – 90 dB dan level intensitas yang terserap (I serap) oleh beton adalah sekitar 58 – 76 dB.

Gambar 7. a). Sound level (dB) dan b). peredaman suara (%), masing-masing terhadap frekuensi (Hz) pada beton serat 6% (volum).

Pada Gambar 7 b, menunjukkan hubungan antara peredaman suara (%) terhadap frekuensi (Hz) pada

beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum). Hasil peredaman suara adalah berkisar antara 12 - 31 % pada rentang frekuensi 100 – 5000 Hz, dan nilai rata-rata peredaman suara adalah sebesar 19,82%. Menurut Perdamean Sebayang, dkk., 2009 [9] untuk beton ringan yang dikeringkan secara alami hanya mampu menyerap sebesar 4,4% pada 500 Hz dan 12,62% pada frekuensi 125 Hz. Apabila dilihat dari nilai % peredaman suaranya maka dapat dikatakan bahwa beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) dapat digunakan sebagai material bangunan alternatif untuk meredam suara. Koefisien absorbsi (absorption coeficient) dari beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) setelah dihitung adalah sekitar 0 - 0,104 dan nilai rata-rata koefisien absorbsinya (α rata-rata) adalah sebesar 0,026. Sedangkan nilai koefisien absorbsi dari material bangunan, misalnya concrete dan tile (bahan lantai) sekitar 0,01 – 0,02 [19] dan hasil penelitian Perdamean Sebayang, dkk., [9] untuk beton ringan sebesar 0,39. Menurut referensi [19], koefisien absorbsi (α) untuk material beton berkisar antara 0,01 – 0,05 dan untuk bahan akustik sekitar 0,2 – 0,8. Untuk bahan dinding bangunan (brick unglazed) adalah berkisar 0,03 – 0,07 dan concreate block coarse sekitar 0,25 – 0,44 [19]. Dengan demikian beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) sudah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai material bangunan yang dapat meredam suara. 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pembuatan beton serat dapat disimpulkan bahwa komposisi optimum dicapai pada penambahan 6 % (volum) serat Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pada kondisi ini dihasilkan Weight Loss (WL) = 8,5 %, Bulk Density (ρ) = 2,4 g/cm3, Water Absorption (WA) = 13 %, Modulus of Rupture (MOR) = 2,95 MPa, Compressive Strength (CS) = 4,85 MPa, dan Modulus of elasticity (MOE) = 3,33 GPa. Sedangkan pada beton tanpa serat memiliki nilai Weight Loss (WL) = 11 %, Bulk Density (ρ) = 1,73 g/cm3, Water Absorption (WA) = 5,26 %, Modulus of Rupture (MOR) = 2,60 MPa, Compressive Strength (CS) = 3,05 MPa, dan Modulus of elasticity (MOE) = 2,12 GPa. Dari morfologi beton serat TKKS memperlihatkan bahwa serat sudah terdistribusi cukup merata dan berukuran < 75 µm, adanya rongga – rongga yang berukuran < 30 µm, dan partikel pembentuk beton berkisar antara 5 – 30 µm. Pada rentang frekuensi pengukuran 100 – 5000 Hz, beton serat TKKS dengan 6 % (volum) menghasilkan peredaman suara 19,82 % dan koefisien absorbsi (α rata-rata) sebesar 0,026. Beton serat TKKS sebanyak 6 % (volum) sudah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai material bangunan peredam suara. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengamati pengaruh panjang, jumlah serat dan pengaruh proses pencucian dalam menghilangkan lindi pada

(a) (b)

Page 8: Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit

TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Volume 31 (1) 2013: 13-20 ISSN:0125-9121

20

serat tersebut. Untuk melengkapi kajian beton serat lebih lanjut perlu analisa morfologi dengan menggunakan scanning electron microscope, pengujian kuat tarik, dan ketahanannya terhadap api atau sifat termal lainnya. DAFTAR PUSTAKA [1] P. Simanungkalit, Prospek dan Kendala Bisnis Properti di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional

Prospek dan Kendala Bisnis Properti di Indonesia, Magister teknik Sipil UII (2004). [2] A. H. Intan., E.G. Said dan I.T. Saptono, Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Sabut Kelapa

Nasional. Jurnal Manajemen dan Agrobisnis, Vol.1, No.1, Hal. 42-54 (2005). [3] A. Wismogroho, The Use of Natural Fibre Reinforced Composites in Building Materials, Proceedings-

International Symposium; Building Research and The Sustainability of The Built Environment in The Tropics, Tarumanagara University Indonesia. pp. 598-610 9 (2002).

[4] Satwarnirat., Pengaruh Penambahan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Terhadap Kuat Tekan Dan Kuat Tarik Belah Beton, Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1 (2003).

[5] I. Lofgren, Fibre Reinforced Concrete for Industrial Construction, Thesis for Doctorate Degree, Chalmers University of Technology, Goteborg – Sweden (2005).

[6] Fajriyanto dan F. Firdaus, Potensi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sebagai Panel Dinding Bangunan Berbasis Fiber Reinforced Concrete (FRC). Progress Report of Foundamental Research, Pusat Sains dan Teknologi DPPM UII (2007).

[7] T. Mulyono dan B. Gina, Penggunaan Sabut Kelapa dan Ijuk Sebagai Campuran Pembuatan Serat Nylon, Jurnal Rekayasa dan Teknologi, Reviu Teknik. Vol. 1. No. 1. Jakarta April, 2002. pp. 1-10 (2002).

[8] R.F. Gibson, Principle of Composites Materials Mechanics, McGraw-Hill Book Company, New York, USA (1994).

[9] P. Sebayang dkk, Koefisien Peredaman Suara Dan Konduktivitas Termal Dari Panel Beton Ringan, Prosiding Seminar Nasional Fisika, Tangerang Selatan (2009).

[10] Chandramouli, dkk, The Effect of Weight Loss on High Strength Concrete at Different Temperature and Time. Journal of Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences. Scholarlink research Institute journals (2011)

[11] Roslan Kolop, Haziman W. I.M, J. W. Eng, Properties Of Cement Blocks Containing High Content Of Oil Palm Empty Fruit Bunches (Efb) Fibres. International Conference On Civil Engineering Practice. Faculty Of Civil & Environmental Engineering, University Tun Hussein Onn Malaysia (2010).

[12] Van Vlack, Elements of Material Science and Engineering, 6th edition, Pearson (2002). [13] T. Mulyono, Kinerja Kuat Geser Beton dengan Bahan Tambah Serat Nylon. Jurnal Rekayasa dan

Teknologi, Reviu Teknik. Vol. 1. No. 1, pp. 24-31 (2002). [14] T. Mulyono, Teknologi Beton, Penerbit Andi (2005). [15] S. P. McBride, dan A. Shukla, Processing and characterization of a lightweight concrete using

cenospheres. Journal Of Materials Science 37 (2002). [16] D. C. L. Teo, et al, Structural Concrete Using Oil Palm Shell (OPS) as Lightweight Agregate. University

Malaysia Sabah, Civil Engineering Program, Sabah – Malaysia (2006). [17] N. Suryadi, I. Satyarno, dan K. Tjokrodimulyo, Pemanfaatan Pasir Pulau Pecinan Dan Kerikil Sungai

Batanghari Wilayah Muara Tebo Kabupaten Tebo Untuk Pembuatan Beton Normal, Program Magister Teknik Sipil JTSL FT UGM (2006).

[18] E. Guneyisi, M.Gesog., and K. Mermerdas., Improving strength, drying shrinkage, and pore structure of concrete using metakaolin, Material and Structures, DOI 10.1617/s11527-007-9296-z (2007).

[19] http://www.engineeringtoolbox.com/accoustic-sound-absorption-d_68.html, diakses tanggal 2 Mei 2013.