pembuatan asap cair - repository.ipb.ac.id · hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °c...

108
PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI SUTIN F34103028 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: tranthuan

Post on 10-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA

DENGAN EKSTRAKSI

SUTIN

F34103028

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUTIN

F34103028

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

i

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUTIN

F34103028

Dilahirkan di Rembang

pada tanggal 05 April 1984

Tanggal Lulus : .... ..............2008

Bogor, ............................2008

Menyetujui,

Dr.Ir. Erliza Noor Dr. Gustan Pari, MSi, APU NIP : 131667793 NIP : 710.005.078

Pembimbing I Pembimbing II

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,

kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2008

Yang membuat pernyataan

Sutin . NRP : F34103028

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 05

April 1984 dan merupakan anak pertama dari dua

bersaudara pasangan Bapak Umbar dan Ibu Semiyati.

Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN

Gunungsari II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Rembang

serta SMUN 2 Rembang. Penulis melanjutkan

pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur

USMI pada tahun 2003.

Selama pendidikannya di IPB, penulis aktif terlibat dalam beberapa

organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa), HKRB (Himpunan

Keluarga Rembang Bogor), staf Departemen Hubungan Luar DPM Fateta

(Dewan Perwakilan Mahasiswa Fateta), serta staf Departemen Kesekretariatan

HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis

aktif mengikuti kepanitiaan ataupun peserta dalam kegiatan seminar dan pelatihan

baik dilingkup IPB maupun di luar IPB.

Penulis juga melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di Pabrik Gula

Rejo Agung (RNI II) Madiun selama dua bulan. Selain itu, penulis pernah

menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri

pada semester 4 dan 6 dan asisten praktium mata kuliah Peralatan Industri pada

semester 8.

iv

Sutin (F34103028). Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Dibawah bimbingan. Erliza Noor dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan. Asap cair banyak digunakan pada industri makanan sebagai preservatif, industri farmasi, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida dan lain sebagainya.

Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pembakaran hemiselulosa, selolusa, dan lignin dari kayu akan menghasilkan senyawa asam dan turunannya dan fenol. Selain kayu juga dapat digunakan tempurung dan sabut kelapa, sampah organik, bambu maupun merang padi sebagai penghasil asap.

Hasil pembakaran dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kondisi proses yaitu tekanan, suhu, dan lamanya waktu pembakaran. Selanjutnya parameter tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas asap cair yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga mengidentifikasi komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi. Pembuatan asap cair dilakukan melalui proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C selama 5 jam. Alat yang digunakan untuk pirolisis adalah reaktor pirolisis. Pada proses pirolisis ini, komponen kayu, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton piridin dan tar. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian untuk memisahkan senyawa tar dan memisahkan fraksi-fraksi yang diharapkan yaitu fenol dan asam. Proses pemurnian dilakukan secara ekstraksi 3 tahap menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan metanol dengan perbandingan 1:1 untuk masing-masing pelarut. Dari ketiga pelarut tersebut dihasilkan tiga fraksi terlarut (terekstrak) dan dua rafinat (crude).

Hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °C menghasilkan asap cair dengan rendemen sebesar 38,69 % untuk tempurung kelapa dan 49,10% untuk sabut kelapa. Pada pemurnian asap cair diperoleh asap cair dari bahan tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Sedangkan pada pemurnian asap cair dari bahan sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Analisa terhadap fraksi-fraksi asap cair dilakukan dengan analisa proksimat dan GC-MS. Komponen dominan pada setiap fraksi ekstraksi adalah fenol (19,28%), 2-metoksi fenol (18,29%) dan 4-ethil-2-metoksi fenol (10,79%) untuk tempurung kelapa-heksan; fenol (30,26%), 2,6-dimetoksi fenol (11,98%)

v

dan fenol (5,01%) untuk tempurung kelapa-etil asetat; serta 2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%), 2-metil asam propanoit (8,13%) dan fenol (6,15%) untuk tempurung kelapa-metanol. Sedangkan pada sabut kelapa didapatkan 29,52% fenol, 14,88% 2-metoksi fenol dan 11,34% 2-metoksi fenol untuk fraksi sabut kelapa-heksan; 41,58% fenol, 7,83% 2-6-metoksi fenol dan 6,14% 3-metil fenol untuk fraksi sabut kelapa-etil asetat serta 32,43% 1-3-tiazol, 18,57% etil ester asam butanoit dan 9,23% tetrahidro-2-furanmethanol untuk fraksi sabut kelapa-metanol. Uji coba fraksi metanol konsentrasi 25% dengan berbagai waktu perendaman (15, 30, 45 dan 60 menit) pada Ikan Selar diperoleh waktu simpan 3 hari. Sedangkan untuk fraksi etil asetat konsentrasi 25% dan 50% serta fraksi metanol konsentrasi 50% dengan waktu perendaman 60 menit diperoleh hasil yang lebih baik secara visual. Aplikasi pada buah pisang menggunakan asap cair yang dihasilkan pada konsentrasi 25% dan 100% dengan waktu perendaman 60 menit tidak didapatkan hasil yang berbeda secara visual dengan kontrol.

vi

Sutin (F34103028). Liquid Smoke Processing from Coconut Coir and Shell by Pyrolisis and its Fractionation by Extraction. Revised by Dr. Ir. Erliza Noor and Dr. Gustan Pari, MSi.

SUMMARY

Liquid smoke is a vinegar resulted from organic material by pyrolisis process. Liquid smoke contains antibacterial and antioxydan compounds.It is used widely in food industries such as preservatives, health industries, bioinsecticides, pesticides, desinfectants, herbisides, etc.

Smoke is obtained from burning procces of organic material which contains cellulose, hemicellulose, and lignin. The product of burning are phenols and acids. Beside wood, coconut coir and shell, organic waste, bamboo, and rice straw can be used to produce liquid smoke.

The burning product are influenced by raw materials and process conditions, such as pressure, temperature, and burning time. These parameters will influence the quality and quantity of liquid smoke.

The aim of this research is to identify liquid smoke products from coconut coir and shell, also to identify the chemical components and composition of liquid smoke from coconut coir and shell.

The liquid smoke product was executed by pyrolisis process using burning temperature of 300° in 5 hours, in the pyrolisis reactor. During the process, the wood components, i.e. cellulose, hemicellulose and lignin, was decomposed resulting acid compounds, alcohols, phenols, aldehids, carbonics, ketones, pyridine and tar. The purification process was done to separate the product of phenol and acid fractions. The purification with extraction was done by using 3 solvents (hexane, etyl acetate and methanol) at the ratio of 1:1 for each solvent. The extraction by using 3 solvents were obtained three extracted fraction and two rafinat (crude).

The temperature of 300°C resulted liquid smoke of 38,69% for coconut coir and 49,10% for coconut shell. The purification process of coconut coir produced 3,22%, 3,25% and 50% (v/v) extracted volume by using hexane, etyl acetate and methanol solvent in a row. While the purification process of coconut shell resulted 1,96%, 2,57% and 50% (v/v) of liquid smoke for each solvents.

The compound largely phenol (19,28%), 2-methoxy phenol (18,29%) and phenol, 4-ethyl-2-methoxy (10,79%) in coconut coir-hexane; phenol (30,26%), phenol 2,6-dimetoxy (11,98%) and phenol (5,01%) in coconut coir-etyl acetate; also Butanoic acid, 2-methylpropyl ester (30,76%), Propanoic acid, 2-methyl (8,13%) and phenol (6,15%) in coconut coir-methanol. While the coconut shell was obtained 29,52% of phenol, 14,88% phenol 2-methoxy and 11,34% phenol 2-methoxy in coconut shell-hexane; 41,58% phenol, 7,83% 2-6-methoksi phenol and 6,14% 3-metyl phenol in coconut shell-etyl acetate and also 32,43% 1-3-thiazole, 18,57% butanoic acid etyl ester and 9,23% 2-furanmethanol, tetrahydro in coconut shell-methanol fraction.

The trial of methanol fraction with concentration 25% and soaking time (15, 30, 45 and 60 minutes) in Selar fish resulted retention time until 3 days. While etyl acetat fraction with concentration 25% and 50% and methanol fraction with

vii

concentration 50% and soaking time 60 minute obtained better visualisation. Aplication of liquid smoke with concentration 20% and 100% and soaking time 60 minute in banana resulted as same as the control.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat

kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan sebagaimana mestinya.

Skripsi ini dilakukan selama bulan April-November 2007 di Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan

penulis selama menyelesaikan skripsi,

2. Dr. Gustan Pari, APU sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana

dan prasarana penelitian serta bimbingan,

3. Ayah dan Ibu, adikku Sutiyah serta keluarga tercinta atas kesabaran, doa,

dorongan, dan saran-saran bijaknya,

4. Pak Mahpudin, Pak Dadang, serta seluruh staf dan karyawan Laboratorium

Kimia Kayu, Pusat Pengembangan dan Penelitian Hasil Hutan Bogor yang

telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian,

5. Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta

yang telah membantu penulis dalam menganalisis dengan GCMS.

6. Arum, Umam, Lita, Iqro sebagai teman selaboratorium dan sebimbingan yang

selalu memberi semangat kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman seperjuangan TIN 40 atas kebersamaan dan

persahabatannya selama ini.

8. Seluruh anggota HKRB dan Alumni pengurus Himalogin 2006/2007 atas

dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh penghuni Wisma Nurul Fitri atas semangat dan kebersamaannya, dan

10. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.

Januari, 2008

Penulis

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................

LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................

RIWAYAT HIDUP...................................................................................

RINGKASAN............................................................................................

SUMMARY...............................................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................

DAFTAR TABEL.....................................................................................

DAFTAR GAMBAR................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................

I. PENDAHULUAN..............................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................

B. Tujuan...........................................................................................

C. Manfaat.........................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

A. Asap Cair.......................................................................................

B. Bahan Pengasap.............................................................................

C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi..........................................

D. Aplikasi Asap Cair.........................................................................

E. Ikan dan Pisang Mas......................................................................

III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................

A. Bahan dan Alat Penelitian..............................................................

B. Metode Penelitian..........................................................................

C. Metode Uji Coba Asap Cair...........................................................

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................

A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis...............................................

B. Komponen-Komponen pada Asap Cair............................................

i

ii

iii

iv

vi

viii

ix

xi

xii

xiii

1

1

3

3

4

4

8

8

11

13

16

16

16

18

20

20

22

x

C. Fraksinasi Asap Cair Dengan Ekstraksi ..........................................

D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair .....................................................

E. Crude.................................................................................................

F. Uji Coba Asap Cair..........................................................................

V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

LAMPIRAN................................................................................................

24

26

33

36

41

42

46

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair..................................................... 5

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g

Bahan.......................................................................................

14 Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan................................................ 15

Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu

300°C.......................................................................................

21 Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung Kelapa

Hasil Deteksi GC-MS..............................................................

23

Tabel 6. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Sabut Kelapa Hasil

Deteksi GC-MS.......................................................................

23

Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi........................................... 25

Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran............................... 27

Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran..................................... 30

Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran................................ 32

Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude........................................................................................

34

Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan

Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS........................................

35

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alat Pembuat Asap Cair......................................................... 16

Gambar 2. Tempurung dan Sabut Kelapa............................................... 20

Gambar 3. Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa dengan Pirolisis

Suhu 300 °C.........................................................................

21

Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa.... 25

Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan

Ekstraksi................................................................................

27

Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi................. 29

Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi 31

Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan

Ekstraksi.................................................................................

33

Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.................................... 36

Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3.................................... 37

Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas. 39

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis.......................................... 46

Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair...................... 48

Lampiran 3. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Heksan..............................................

51

Lampiran 4. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Etil asetat ........................................

52

Lampiran 5. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Metanol .. ........................................

53

Lampiran 6. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude...................................

54

Lampiran 7. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude...............................

55

Lampiran 8. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa- Heksan.. 56

Lampiran 9. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat......................................................

57

Lampiran 10. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol......................................................

58

Lampiran 11. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa- Heksan-Crude............................................

59

Lampiran 12. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude.........................................

60

Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS..................................................................

61

Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS........................................................

63

Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS..................................................................

66

Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS.........................................................

67

Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS............................................

70

Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS........................................................

72

Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS..................................................................

73

Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS..................................................................

75

xiv

Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS..................................................................

77

Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS.......................................................

78

Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen...................................... 79

Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam................................... 82

Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol................................... 83

Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis.................................... 85

Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair.. 87

Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair........................ 88

Lampiran 29. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia............................ 89

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asap cair pada dasarnya merupakan asam cuka (vinegar) kayu yang

diperoleh dari distilasi kering terhadap kayu (Wibowo, 2002). Kayu

mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar akan

menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu,

asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut

kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik.

Indonesia termasuk negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Pada

tahun 2000 produksi kelapa di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun.

Komposisi tempurung kelapa adalah 12%, sehingga dalam satu tahun

Indonesia memproduksi 672.000 ton tempurung kelapa (www.bi.go.id).

Sedangkan 35% dari kelapa adalah sabut kelapa, sehingga dalam satu tahun

Indonesia memproduksi 1,7 juta ton sabut kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa

masih rendah, misalnya digunakan sebagai keset. Dengan produksi asap cair

dari tempurung dan sabut kelapa ini akan meningkatkan nilai tambahnya.

Produk asap cair telah lama dikenal dan digunakan untuk

mengawetkan daging babi dan babi asin serta untuk memberi citarasa pada

beberapa bahan makanan, karena memiliki kelebihan antara lain : 1) flavor

yang khas; 2) kehilangan flavor lebih mudah dideteksi; 3) dapat diaplikasikan

pada berbagai jenis bahan pangan; 4) dapat digunakan oleh konsumen pada

level komersial; dan 5) polusi lingkungan dapat diperkecil (Maga 1998 dalam

Gani 2007).

Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu

tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran. Kualitas asap cair

juga ditentukan dari banyaknya kandungan asam, ter dan fenol didalamnya.

Luditama (2006) mencoba membandingkan kondisi proses pembakaran untuk

menghasilkan asap cair dari tempurung dan sabut kelapa yang terbaik dengan

menggunakan suhu 300°C dan 500°C.

Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan

suhu 300 °C untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Pada

2

suhu 300 °C komponen selulosa dan hemiselulosa terdekomposisi membentuk

senyawa-senyawa asam dan turunannya yang diharapkan pada penelitian ini.

Selain itu pada suhu 300°C dihasilkan senyawa ter yang lebih rendah

daripada suhu yang lebih tinggi dimana senyawa ter merupakan senyawa yang

harus dihilangkan untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik.

Kualitas dari asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawa-

senyawa yang terkandung didalamnya. Asap cair mengandung kelompok

senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid, hidrokarbon, keton, fenol dan

piridin (Zaitsev, 1969). Senyawa-senyawa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan

penggunaan asap cair sebagai zat antimikroba, antioksidan, bioinsektisida dan

penggunaan lainnya. Oleh karena itu, proses pemurnian perlu dilakukan untuk

memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehingga didapatkan komponen asap

cair yang diinginkan.

Pada umumnya proses pemurnian yang dilakukan pada asap cair hanya

sebatas menghilangkan kandungan tar dengan cara mengendapkannya selama

24 jam. Luditama (2006) memisahkan komponen-komponen asap cair dengan

metode distilasi berdasarkan perbedaan titik didih. Dari penelitian ini

dihasilkan beberapa fraksi asam dan fenol sesuai rentang suhu yang digunakan

yaitu T≤100, 100<T≤125, 125<T≤150 dan 150<T≤200. Namun senyawa lain

yang terkandung dalam fraksi tersebut tidak diketahui, jadi masih perlu

identifikasi lebih lanjut sebelum digunakan. Gani (2007) menganalisis

komponen asap cair dari sampah organik menggunakan ekstraksi bertahap

dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol yang dipilih berdasarkan

perbedaan tingkat kepolarannya. Identifikasi pada pemisahan ini hanya

dilakukan pada fraksi metanol yang menghasilkan 61 senyawa dengan

golongan keton yang paling dominan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut,

maka penelitian ini melakukan pemisahan komponen-komponen asap cair

dengan cara ekstraksi bertahap dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan

metanol.

3

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi asap cair dari

tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga untuk mengidentifikasi

kandungan dan komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa

yang dipisahkan dengan ekstraksi.

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai

kualitas asap cair dari bahan pengasap tempurung dan sabut kelapa. Selain itu

juga menambah informasi mengenai kandungan asap cair yang sudah

difraksinasi sehingga dapat digunakan secara tepat.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Asap Cair

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan

untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002).

Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai

lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri

pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi

pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan

dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).

Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu

macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul

besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran

organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2

dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan

molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas

permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).

Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung

karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang

menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi

destilat (Paris et al., 2005 dalam Gani 2007). Menurut Demirbas (2005 dalam

Gani 2007), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas

300°C dalam waktu 4-7 jam.

Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi,

oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama

pirolisa kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C,

pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280-

320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C. Pirolisa pada suhu 400 °C ini

menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan

pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan

senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa

tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).

5

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna

yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa

organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi

reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media

pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui

pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian

dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap

(Hanendoyo, 2005)

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet

dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat

dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat

diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah

diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton

dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam.

Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam

dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap

cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair

Komposisi Kimia Kandungan (%) Air 11 – 92 Fenol 0,2 – 2,9 Asam 2,8 – 4,5 Karbonil 2,6 – 4,6 Ter 1 - 17 Sumber : Maga (1988)

Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling

awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa

tersusun atas pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata

proporsi ini tergantung pada spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk

furfural, furan dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam

karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis heksosan membentuk

6

asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu

200-250 °C (Girrard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa

fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta

turunannya yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil

pengasapan. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu

300 °C dan berakhir pada suhu 450 °C (Girrard, 1992). Proses selanjutnya

yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa

karbonil seperti asetaldehida, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan

menghasilkan senyawa fenol, guaiakol, siringol bersama dengan homolog dan

derivatnya (Maga, 1988).

Zaitsev et al. (1969) mengemukakan bahwa asap mengandung

beberapa zat antimikroba, antara lain :

a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, metil ester.

b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol.

c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural.

d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene.

e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton.

f. Fenol

g. Piridin dan metil piridin.

Senyawa-senyawa seperti alkohol, aldehid, keton, asam organik

termasuk furfural, formaldehid merupakan bahan pengawet yang sudah

dikenal sedangkan fenol, quinol, quicol dan pirogalol merupakan bagian dari

20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982a)

Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain :

a. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional.

b. Lebih intensif dalan pemberian flavor.

c. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah

d. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.

e. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.

f. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.

g. Polusi lingkungan dapat diperkecil.

7

Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa

fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua

senyawa tersebut ada bersama–sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa

aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal

pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair

berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu

mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap

dalam asam akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat

pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan

Karmas (1989), kerja bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam

perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis.

Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini

terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi

fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil fenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson

dan Tauber, 1973). Senyawa – senyawa fenolat lainnya yang terdapat dalam

asap dan memperlihatkan aktivitas oksidatif adalah pirokathkol, hidrokuinon,

guaiakol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisilaldehid, asam 2-hidroksibenzoat,

dan senyawa-senyawa tersebut hampir semuanya bersifat larut dalam eter

(Maga, 1988; Fiddler et al., 1970). Senyawa fenol dengan titik didih rendah

memiliki sifat antioksidan yang agak rendah. Aktivitas antioksidan dari

komponen asap adalah sifat yang penting dalam melindungi penyusutan nilai

gizi produk yang diasap (Daun, 1979).

Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat

fungisidal. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh

senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992)

mengatakan bahwa dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa

senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6-

dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan yang diasap

dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan aroma

asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh

senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada

makanan (Daun, 1979).

8

B. Bahan Pengasap

Dalam buah kelapa, sabut merupakan komponen utama yaitu sebesar

35% dan tempurung 12-19% dari berat total buah kelapa. Komposisi kimia

tempurung kelapa adalah abu 0,23%, lignin 33,30%, selulosa 27,31%,

pentosan 17,67% dan metoksil 5,39% (Djatmiko, 1985). Sedangkan

komponen kimia sabut kelapa adalah air 26,0%, pektin 14,25%, hemiselulosa

8,50%, lignin 29,23% dan selulosa 21,07% (Joseph dan Kindagen, 1993).

Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu

keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih

rendah. Dalam penelitian yang dilakukan Tranggono, dkk. (1996) terbukti

bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam komponen dominan

yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4-

metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dasn 2,5-dimetoksi

benzil alkohol, yang semuanya larut dalam eter. Selanjutnya dari beberapa

jenis kayu lain (jati, lamtoro gung, mahoni, kamper, bangkirai, keruing dan

glugu) asap cair yang dihasilkan mengandung asam (sebagai asam asetat)

antar 4,27-11,3%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2,10-5,13% dan senyawa

karbonil (sebagai aseton) 8,56-15,23%. Yulistiani (1997) mendapatkan data

kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1,28%.

C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi

Menurut Harris dan Karmas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4

kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap,

yaitu:

a. Zat yang melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap dengan

menghambat perubahan kimiawi dan biologis yang merugikan.

b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi.

c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan

menurunkan nilai gizi produk yang diasap.

d. Komponen beracun.

Eklund (1982) mengemukakan bahwa asap cair tidak menunjukkan

karsinogenik atau sifat-sifat toksik lain dari hasil pengujian Hidrokarbon

9

Aromatik Polisiklik (HAP). Hal ini didukung oleh pernyataan Hollenbeck

(1978), bahwa asap cair mempunyai sifat anti bakterial, mudah diaplikasikan

dan lebih aman dari asam konvensional dan fraksi tar yang mengandung

hidrokarbon aromatik dapat dipisahkan, sehingga produk asap cair bebas

polutan dan karsinogenik.

Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk

memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalan suatu cairan ke

cairan lainnya (Noor, 2002).

Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas,

menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen

terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengekstraksi komponen terlarut

dari campuran. Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta

mempunyai aroma yang khusus. Konsentrasi larutan mempengaruhi

komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut.

Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi polar (hidrofilik) dan non-polar

(lipofilik). Polaritas pelarut berbanding lurus dengan tipe komponen yang

dapat di larutkan. Hukumnya pelarut polar merupakan pelarut komponen polar

terbaik dan pelarut non-polar merupakan pelarut komponen non-polar terbaik.

Seperti air dengan minyak dan heksan dengan vinegar adalah tidak cocok

maka dengan cepat akan terbentuk dua lapisan setelah melalui pengocokan

yang baik.

Pada umumnya pelarut organik mempunyai densitas yang lebih rendah

daripada air, sehingga akan membentuk lapisan terpisah yang berada di atas

air. Pelarut akan membentuk beberapa ikatan kimia yang lemah dengan solut

untuk melarutkannya. Sebagian besar ikatan yang terjadi adalah ikatan van der

waals, ikatan dipol-dipol terkuat, dan ikatan rantai hidrogen (ikatan antara O-

H atau N-H hidrogen dengan batas atom O atau N) (www.wikipedia.com).

Meskipun tetapan dielektrik dapat memberikan pedoman dalam memilih

pelarut, tidak ada aturan yang tetap mengenai bagaimana meramalkan pelarut

mana yang terbaik untuk suatu reaksi tertentu. (Kelarutan pereaksi harus pula

diperhitungkan) (Fessenden, 1982).

10

~ Heksan

Heksan merupakan hidrokarbon alkana dengan rumus kimia

CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksan mempunyai titik didih 69°C, densitas

0,655g/ml dan tetapan dielektrik 2,0. Nama lain dari heksan adalah n-heksan.

Isomer dari heksan pada umumnya tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai

pelarut lemah pada reaksi organik karena heksan sangat non-polar.

Heksan mempunyai lima isomer :

1. Heksan, CH3CH2CH2CH2CH2CH3, rantai lurus dari enam atom karbon.

2. 2-Metilpentan (Isoheksan), CH3CH(CH3)CH2CH2CH3, rantai lima atom

karbon dengan satu cabang metil pada karbon keduanya.

3. 3-Metilpentan, CH3CH2CH(CH3)CH2CH3, rantai lima atom karbon dengan

satu cabang metil pada karbon ketiganya.

4. 2,3-Dimetilbutan, CH3CH(CH3)CH(CH3)CH3, rantai empat atom karbon

dengan satu cabang metil pada rantai kedua dan ketiganya.

5. 2,2-Dimetilbutan, CH3C(CH3)2CH2CH3, rantai empat atom karbon dengan

dua cabang metil pada rantai keduanya.

Sifat beracun dari heksan relatif rendah, walaupun heksan tergolong

obat bius ringan. Pada 1994, n-heksan digolongkan pada daftar zat kimia pada

Toxic Release Inventori (TRI).

~ Etil asetat

Etil asetat merupakan komponen organik dengan rumus

CH3CH2OC(O)CH3 atau C4H8O2. Etil asetat mempunyai nama lain

diantaranya etil ester, acetic ester, dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan

bening yang mempunyai karakteristik bau tidak sedap, mempunyai densitas

0,894g/ml, titik didih 77°C dan tetapan dielektrik 6,0.

Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah

menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor

hidrogen yang lemah. Etil asetat dapat melarutkan lebih dari 3% solut dan

mempunyai solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur

yang lebih tinggi solubilitasnya pada air meningkat.

11

~ Metanol

Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH

dan alkohol yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening,

mudah terbakar, cairan beracun dengan bau khusus yang sedang dan

lebih manis daripada etanol. Metanol juga dikenal sebagai metil

alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol mempunyai

titik didih 65°C, densitas 0.791g/ml dan tetapan dielektrik 33. Metanol

digunakan sebagai antibeku, pelarut, bahan bakar, dan pemecah untuk

etil alkohol.

Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu karena dapat diproduksi

dari produk samping pada destruksi kayu dengan distilasi. Jika diproduksi dari

kayu atau bahan organik lain, akan menghasilkan methanol organik

(bioalkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan dasar hidrokarbon bahan

bakar. Metanol akan beracun pada pemecahan dengan enzim alkohol

dehidrogenase di dalam hati dengan terbentuknya asam formik dan

formaldehid. Penggunaan terbesar metanol sejauh ini adalah untuk membuat

zat kimia lain. Sekitar 40% metanol dikonversi menjadi formaldehid, dan dari

sana menjadi produk turunan seperti plastik, kayu lapis, dan cat

(www.wikipedia.com).

D. Aplikasi Asap Cair

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan

makanan, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan

produk dengan aroma tertentu, meningkatkan cita rasa, memperbaiki

penampilan dan meningkatkan daya simpan produk yang diasap (Girard,

1992).

Mekanisme senyawa fenol dalam membunuh mikroba adalah reaksi

antara asam fenoleat dengan protein (dalam hal ini mikroba). Pada kondisi

enzimatis dengan adanya enzim fenolase yang bekerja secara alami pada pH

netral, asam fenoleat dioksidasi menjadi kuinon yang dapat bereaksi dengan

lisin dari protein yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat digunakan

secara biologis (Hurrell, 1984).

12

Pengasapan dibagi menjadi dua yaitu pengasapan panas dan

pengasapan dingin. Pengasapan panas adalah proses yang membutuhkan

waktu agak lama yang dapat digunakan untuk memasak daging atau ikan,

barbeque. Pada umumnya pengasapan panas meliputi memanggang makanan

secara langsung di atas api, atau di atas lembaran yang dipanaskan oleh api.

Suhu pemasakan panas berada pada kisaran 60-100°C (140–212°F). Suhu

pada pengasapan panas dapat membunuh mikroba secara menyeluruh pada

makanan. Pengasapan dingin dilakukan dengan meletakkan makanan pada

suhu 15–30°C (60–86°F). Pengasapan dingin mempunyai tingkat sterelisasi

yang masih rendah sehingga sering dilakukan proses penggaraman, pada

bahan sebelum diasap (Cutting, 1965).

Pengasapan cair lebih mudah diaplikasikan karena konsentrasi asap

cair dapat dikontrol agar memberi flavor dan warna yang sama dan seragam.

Asap cair telah disetujui oleh banyak negara untuk digunakan pada bahan

pangan dan sekarang ini banyak digunakan pada produk daging (Eklund,

1982). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang

sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini

dilakukan dengan menggunakan larutan asap, baik asap cair alami ataupun

sintetik (Maga, 1988).

Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada

pembuatan makanan yang diasap adalah dengan cara :

a. Mencampur secara langsung ke dalam emulsi daging.

b. Pencelupan.

c. Pemercikan cairan (spraying).

d. Penyemprotan kabut asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing).

e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas

permukaan yang panas.

Saat ini, asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah

dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik

Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara

pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak

kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO,

13

propana, metana, etilen, amonia, metanol, air dan campuran dari satu atau

lebih komponen tersebut (Plaschke, 2002).

Di Jepang, asap cair dari bambu diaplikasikan sebagai anti alergi dan

antioksidan. Asap cair ini dibuat dengan suhu pembakaran 350 °C sampai 450

°C dan didistilasi pada suhu rendah, yaitu 50 °C sampai 60 °C. Asap cair ini

untuk konsumsi sehingga umumnya 1 liter asap cair dicampur dengan 100

liter air atau jus jeruk. Komponen utama dari asap cair ini adalah asam asetat

dan tidak mengandung senyawa penyebab kanker seperti benzopyren,

dibenzathracene, dan methylcholanthrene (Imamura dan Watanabe, 2004).

Asap mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis

dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat

terjadi jika asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan

pangan yang diasap (Winarno, 1980).

E. Ikan dan Pisang Mas

Pada pengawetan ikan semakin banyak asap yang menempel, makin

banyak pula komponen asap yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal,

terutama formaldehid, asam asetat dan fenol. Fenol bersifat bakteristatis

sehingga bakteri tidak berkembang biak dan fungisidal sehingga jamur tidak

tumbuh. Fenol adalah senyawa utama pembentuk aroma asap yang khas

khususnya guaikol, 4,metil-guaikol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Senyawa asam

organik dalam asap akan memberikan warna pada asap cair (Wibowo, 2002).

Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung pada

spesies, tingkat umur, musim, habitat dan kebiasaan makan. Nilai gizi daging

ikan terutama ditentukan oleh kandungan lemak dan proteinnya. Ikan selar

termasuk kategori ikan berlemak rendah karena kurang dari 5 % dan memiliki

protein yang tergolong tinggi yaitu antara 15-20% (Stansby 1963)

Ikan Selar (Caranx leptolepis) mempunyai panjang tubuh sampai 16

cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar kuning dari mata sampai ekor.

Sirip punggung ikan selar terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh

jari-jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan

lekukan yang dalam. Sirip perut terletak dibawah siirp dada. Duri punggung

14

berjumlah 9-9, duri punggung lunak berjumlah 24-26, duri anal 3, duri anal

lunak berjumlah 21-23. Lingkungan hidupnya berasosiasi dengan karang,

amphidromus, habitatnya di air payau, air laut dengan kisara kedalaman 1-25

m. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Daerah penyebaran

ikan ini adalah semua laut di daerah tropis dan semua lautan indopasifik. Ikan

ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai

kedalaman 80 m (Djuhanda 1981).

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan

Jenis kandungan Jumlah

Kadar air 75.4 g

Kadar abu 1.36 g

Kadar protein 18.8 g

Kadar lemak 2.2 g Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan RI (1989)

Ikan segar memiliki ciri-ciri (Stansby, 1963) sebagai berikut :

- Daging ikan padat elastik, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya.

- Aroma atau baunya “seg lunak” yaitu seperti bau rumput laut.

- Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan.

- Insang berwarna merah cerah

- Kulit mengkilat dengan warna cerah.

Dengan pengasapan warna ikan berubah menjadi kuning emas sampai

kecokelat-cokelatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan O2

dari udara. Proses oksidasi akan berjalan lebih cepat bila lingkungan bersifat

asam. Hal inipun sudah tersedia pada ikan asap (Moeljanto, 1982a).

Untuk mengenali kesegaran ikan dilakukan pengamatan secara visual

terhadap penampilan ikan atau metode 4 M, yaitu melihat (mengamati

penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang,

adanya lendir dan sebagainya), meraba (mengamati kondisi ikan terutama

adanya lendir, kelenturan ikan dan sebagainya), menekan (untuk melihat

teksturnya) dan mencium (bau ikan) (wibowo dan yunizal, 1998).

15

Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan.

No. Golongan Deskripsi

1 Ikan yang

kesegarannya

masih baik

sekali (prima)

Ikan baru saja ditangkap dan baru saja mengalami

kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata,

maupun insang masih benar-benar dalam keadaan

segar.

2 Ikan yang

Kesegarannya

masik baik

(advanced)

Ikan masih dalam kondisi segar namun tidak sesegar

kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang

agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak

kusam, warna daging masih cemerlang dan lunak bila

ditekan.

3 Ikan yang

kesegarannya

sudah mulai

mundur (sedang)

Organ tubuh ikan sudah banyak mengalami perubahan,

bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna

insang mulai berubah menjadi merah muda, warna

sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.

4 Ikan yang

sudah tidak

segar lagi

(busuk)

Ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya

adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak

cemerlang, bola mata cekung, insang berubah warna

menjadi cokelat tua, sisik mudah lepas dan sudah

menyebarkan bau busuk.

Sumber : Hadiwiyoto (1993)

Pisang mas bentuk buahnya kecil dengan panjang 8-12 cm dan diameter 3-4

cm. Berat pertandannya 8-12 kilogram dan terdiri dari 5-9 sisir. Setiap sisirnya

mempunyai 14-18 buah. Saat masak kulitnya berwarna kuning cerah. Kulitnya

tipis, rasanya sangat manis, dan aromanya kuat (Satuhu dan Suryadi, 2000).

Desinfektan yang umum digunakan sebagai desinfektan buah pisang untuk

pengawetannya adalah Al2(SO4)3. Pisang mas yang disimpan dalam ruang

pendingin dapat tetap segar dan hijau selama 6 minggu apabila diberi zat penyerap

etilen. Bahan penyerapnya berupa campuran vermiculite dan semen dengan

perbandingan 3:1 yang dicelupkan dalam larutan KMnO4 (Redaksi Trubus, 1998).

16

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sabut kelapa dan

tempurung kelapa yang diperoleh dari penjual kelapa di Pasar Gunung Batu,

Bogor. Untuk bahan analisis digunakan etanol 95 %, akuades, reagen Folin-

Ciocalteu, asam tanat 0,2 %, Na2S2O3 5 %, Na2CO3 5 %, indikator

fenolphthalein, NaOH 0,1 N, asam oksalat, etil asetat (PA), n-heksan (teknis)

dan metanol (PA).

Peralatan yang digunakan adalah pembuat arang, labu leher tiga,

kondensor, golok, cawan porselen, oven, piknometer, termometer, pH meter,

erlenmeyer, gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur, buret, pipet tetes, labu

pemisah, labu ukur, vortex shaker, sentrifuse, spektrofotometer, piknometer,

dan GC-MS.

B. Metode Penelitian

Adapun metodologi pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa

tahap, yaitu :

1. Pembuatan Asap Cair

Gambar 1. Alat pembuat asap cair

Sebelum dibakar, bahan baku dibersihkan terlebih dahulu. Tempurung

kelapa dibersihkan untuk menghilangkan sabut dari permukaannya. Setelah

itu, tempurung kelapa dipotong-potong dengan golok sampai berukuran

diameter kira-kira 6-8 cm, sedangkan sabut dilepaskan serat-seratnya agar

17

mudah dimasukkan ke dalam alat pembakar. Pengukuran kadar air dan kadar

abu dilakukan pada setiap bahan baku sebelum dibakar. Pembuatan asap cair

dilakukan dengan menggunakan kiln yang terbuat dari baja tahan karat yang

dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tiga kondensor dan dua buah labu

penampung destilat. Setiap kali pembakaran, kiln dapat memuat 2000 – 3000

gram tempurung kelapa atau 400-600 gram sabut kelapa. Suhu pengolahan

diukur dengan thermokopel. Suhu yang digunakan adalah 300 °C untuk

masing-masing bahan dengan pemanasan selama 5 jam. Cairan yang terbentuk

mengalir melalui bagian bawah kiln ke alat pendingin, kemudian destilat

ditampung dalam labu dengan volume 2 liter. Destilat dikumpulkan dalam

labu dibiarkan hingga dingin kemudian disaring. Bagian atas larutan destilat

adalah pyroligneous liquor sedangkan bagian bawah adalah endapan ter

(settled ter).

2. Pemurnian Asap Cair

Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara ekstraksi. Asap cair

dimasukkan sebanyak 200 ml untuk yang berbahan tempurung dan 50 ml

untuk yang berbahan dari sabut dimasukkan ke dalam labu pemisah. Ekstraksi

ini dilakukan untuk mengambil fraksi-fraksi asap cair yang dibutuhkan dengan

menggunakan tiga tahap pelarutan dengan perbandingan 1 : 1. Pelarut yang

digunakan adalah n-heksan, etil asetat, metanol. Pelarutan dilakukan pada

suhu ruang dengan pengocokan secara manual selama 10 menit yang

dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi. Hasil ekstraksi adalah larutan

pelarut yang mengandung fraksi-fraksi asap cair didalamnya dan rafinat

(crude) yang akan dilarutkan kembali pada pelarut tahap selanjutnya.

3. Analisis

Analisis – analisis yang dilakukan antara lain :

a. Rendemen (LTP, 1974)

b. pH (AOAC, 1995)

c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992)

d. Kadar Fenol (Hammerschmidt,1978)

e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)

18

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yang

diperoleh dan menarik kesimpulan dari apa yang diteliti. Studi pustaka ini

dapat berasal dari buku, jurnal, laporan penelitian, majalah, atau melalui

media elektronik seperti internet.

C. Metode Pengujian Asap Cair

Dalam penelitian ini asap cair digunakan dalam pengawetan Ikan Selar

dan Pisang Mas. Ikan selar yang digunakan berasal dari Pasar Anyar Bogor.

Ikan dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Ikan

selar direndam dalam fraksi asap cair setelah ekstraksi kemudian diletakkan

pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Sedangkan Pisang Mas yang

digunakan diperoleh dari toko buah di Darmaga. Percobaan ini menggunakan

asap cair hasil pirolisis sebelum di ekstraksi. Sebelum perlakuan, pisang

dilepaskan dari sisirnya dan dibersihkan. Setelah itu dilakukan perendaman

dengan asap cair dan diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual.

Perlakuan pada Ikan Selar dan Pisang Mas dapat dilihat pada Tabel 4.

19

Tabel 4. Perlakuan Pengujian pada Ikan Selar dan Pisang Mas

Konsentrasi

No. Simbol Sampel Jenis Asap Cair Asap Cair

(%v/v)

Fenol (%b/v)

Asam (%b/v)

Waktu Peren-daman (menit)

1 Kontrol Ikan Selar - - - - - 2 25 TM 15 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 15 3 25 TM 30 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 30 4 25 TM 45 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 45 5 25TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 60 6 25 SM 15 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 15 7 25 SM30 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 30 8 25 SM 45 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 45 9 25 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 60 10 50 TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 50 0,179 3,110 60 11 50 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 50 0,132 1,220 60 12 25 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 25 0,219 0,702 60 13 25 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 25 0,252 1,746 60 14 50 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 50 0,437 1,400 60 15 50 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 50 0,505 3,491 60 16 Kontrol Pisang Mas - - - - - 17 S 60 Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 100 1,910 6,520 60 18 T 60 Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 100 2,245 15,590 60 19 S 60 25% Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 25 0,477 1,630 60 20 T 60 25% Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 25 0,561 3,898 60

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair pada

penelitian ini adalah tempurung dan sabut kelapa (Gambar 2) yang mengalami

proses pirolisis pada suhu 300 °C. Suhu 300 °C dipilih sebagai suhu

pembakaran, karena menurut Girard (1992) dan Maga (1988), pada suhu 300

°C komponen selulosa terdekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan

beberapa senyawa fenol. Dalam Luditama (2006) disebutkan suhu

pembakaran 300 °C menghasilkan kualitas asap cair yang lebih baik daripada

suhu 500°C karena lebih sedikit menghasilkan ter yang tidak dikehendaki

pada penelitian ini. Diperoleh kadar asam pada suhu 300°C sebesar 8,390%

untuk tempurung kelapa dan 7,918% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu

500°C diperoleh 8,273% untuk tempurung kelapa dan 6,819% untuk sabut

kelapa. Kadar fenol pada suhu 300°C sebesar 1,40% untuk tempurung kelapa

dan 0,89% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 1,44%

untuk tempurung kelapa dan 1,40% untuk sabut kelapa.

Gambar 2. Tempurung dan Sabut kelapa

Hasil analisis tempurung dan sabut kelapa diperoleh masing-masing

11.59% dan 23.12% air (Tabel 4). Kadar air sabut kelapa lebih besar daripada

tempurung kelapa yang menyebabkan persen kondensat yang didapatkan lebih

besar. Hal ini disebabkan pada saat pembakaran berlangsung, kandungan air

pada bahan akan ikut menguap pada suhu 100 °C dan mengalami kondensasi

21

ketika uap air melalui kondensor sehingga meningkatkan jumlah kondensat

asap cair yang dihasilkan.

Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C.

No. Sampel Suhu (°C)

Kadar Air (%)

Persen Kondensat

(%b/b)

Persen Arang (%b/b)

Kadar Abu (%)

1 Tempurung 300 11.59 38.69 46.61 3.16

2 Sabut 300 23.12 49.10 59.52 8.28 Keterangan : Data dan perhitungan pada lampiran 1

Hasil kondensat yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda

dengan hasil penelitian Tranggono (1996) yaitu sebesar 52,85 %. Tranggono

menggunakan bahan baku berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa serta

dilakukan pada suhu pembakaran 350 - 400 °C. Hasil kondensat pada

penelitian ini juga tidak jauh berbeda dari penelitian Luditama (2006) yaitu

sebesar 40,29% pada sabut kelapa dan 40,08% pada tempurung kelapa pada

suhu pembakaran 300°C.

Perbedaan jumlah rendemen distilat asap disebabkan oleh semakin

tinggi kandungan air dalam bahan baku maka semakin tinggi pula jumlah

rendemen distilat asap yang dihasilkan dan semakin panjang kondensor maka

kemungkinan mengkondisikan asap hasil pembakaran yang tidak sempurna

dalam proses ekstraksi distilat asap akan lebih optimal.

Gambar 3. Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa dengan Pirolisis

Suhu 300 °C.

(A) (B)

22

Warna contoh asap cair yang diperoleh dari tempurung kelapa lebih

gelap daripada yang dihasilkan dari sabut kelapa (Gambar 3). Warna asap cair

dari tempurung kelapa berwarna merah bata kecoklatan, sedangkan asap cair

dari sabut kelapa berwarna merah bata kekuningan. Pembakaran tempurung

kelapa cenderung lebih banyak menghasilkan endapan ter yang dapat dilihat

dari endapan ter pada dasar wadah kondensat sehingga warna asap cair yang

dihasilkan lebih gelap.

Pada produksi asap cair secara pirolisis pada suhu 300°C dari sabut

kelapa terdapat kehilangan (loss) bobot rata-rata sebesar 12,31% sedangkan

pada tempurung kelapa rata-rata 23,56 %. Kehilangan bobot ini adalah

banyaknya bahan baku yang tidak terkonversi menjadi produk (kondensat

asap). Bobot yang hilang dapat berupa gas yang tidak terkondensasi dan

langsung manguap setelah melewati kondesor dan gas CO yang diproduksi

pada pembakaran tidak sempurna pada pirolisis. Selain itu, kehilangan bobot

pada proses pirolisis ini juga dapat berupa kerak yang tertinggal pada alat

pembakaran ataupun pada kondensor.

B. Komponen-Komponen pada Asap Cair

Pada penelitian ini fraksinasi komponen asap cair dilakukan dengan

ekstraksi bertahap menggunakan tiga pelarut, yaitu n-heksan, etil asetat, dan

metanol. Dari proses ekstraksi dihasilkan tiga fraksi utama dan dua fraksi

rafinat (crude). Untuk mengidentifikasi fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan

analisis proksimat dan uji GC-MS. Analisis GC-MS dilakukan untuk

mengetahui jenis-jenis senyawa yang terdapat pada asap cair. Campuran

senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi

komponen-komponen individual. Tiga senyawa dominan untuk masing-

masing fraksi utama asap cair setelah proses ekstraksi dapat dilihat pada tabel

5 dan tabel 6.

Luditama (2006) mengidentifikasi komponen asap cair dari tempurung

dan sabut kelapa dengan pirolisis suhu 300 °C dengan GC-MS. Pada asap cair

tempurung kelapa diperoleh 26 senyawa dengan senyawa dominan fenol

(34,45%), 2,6-dimethoxy fenol (12,58%) dan 2-methoxy fenol (9,81%).

23

Sedangkan pada asap cair sabut kelapa didapatkan 31 senyawa dengan

senyawa dominan fenol (44,10%), 2-methoxy fenol (14,84%) dan 1,2-

benzenediol (7,22%).

Gani (2007) mengidentifikasi komponen asap cair dari sampah organik

dengan ekstraksi bertahap pada fraksi metanolnya. Dari GC-MS diperoleh 61

senyawa dengan dua senyawa dominan yaitu 1,1-dimetil hidrazin (8,98%) dan

2,6-dimetoksi fenol (8,68%). Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi

terdapat 17 senyawa (27,9%) golongan keton, 14 senyawa (23%) golongan

fenolik, 8 senyawa (13%) golongan asam karboksilat, 7 senyawa (11,5%)

golongan alkohol, 4 senyawa (6,6%) golongan ester, 3 senyawa (4,9%)

golongan aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa (1,6%).

Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung kelapa Hasil

Deteksi GC-MS

No Sampel Komponen % Relatif Fenol 19,28 2-metoksi fenol 18,29

1 Tempurung-heksan

4-etil-2-metoksi fenol 10,79 Fenol 30,26 2,6-metoksi fenol 11,98

2 Tempurung-Etil asetat

Fenol 5,01 2-metilpropil ester asam butanoat

30,76

2-metil asam propanoat 8,13

3 Tempurung-Metanol

Fenol 6,15 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 13-15.

Tabel 6. Senyawa Dominan di dalam Asap Cair Sabut kelapa Hasil

Deteksi GC-MS

No Sampel Komponen % Relatif Fenol 29,52 2-metoksi fenol 14,88

1 Sabut-Heksan

2-metoksi fenol 11,34 Fenol 41,58 2-6-metoksi fenol 7,83

2 Sabut-Etil asetat

3-metil fenol 6,14 1-3-thiazol 32,43 Asam butanoat etil ester 18,57

3 Sabut-Metanol

Tetrahidro 2-furanmetanol 9,23 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 18-lampiran 20.

24

Dari hasil pengukuran menggunakan GC-MS diatas dapat diketahui

bahwa senyawa utama asap cair sebelum dan sesudah ekstraksi adalah

golongan fenolik dan asam. Pada fraksi tempurung-heksan diperoleh 56

senyawa dimana 27 senyawa diantaranya termasuk golongan fenolik dan

senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid dan piridin dengan

persentase kurang dari 2%. Pada fraksi tempurung-etil asetat diperoleh 76

senyawa dimana 32 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi

tempurung-metanol diperoleh 32 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk

golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan diperoleh 26 senyawa dimana 15

diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil asetat diperoleh

52 senyawa dimana 24 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi

sabut-metanol diperoleh 13 senyawa dimana 5 diantaranya termasuk golongan

fenolik.

Komponen fenol pada asap cair berasal dari dekomposisi lignin pada

suhu pembakaran mulai suhu 300°C sampai suhu 450°C (Girrard, 1992) yang

berarti pada suhu pembakaran 300 °C seharusnya tidak terdapat fenol. Namun,

pada penelitian ini diketahui bahwa pada suhu pembakaran 300 °C terdapat

fenol yang jumlahnya cukup besar. Dengan begitu dapat diketahui bahwa

fenol ternyata tidak hanya dihasilkan dari dekomposisi lignin saja, namun juga

dapat dihasilkan dari dekomposisi hemiselulosa atau selulosa pada suhu

pembakaran 300 °C.

C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi

Fraksinasi bertujuan untuk mendapatkan fraksi-fraksi asap cair

sehingga pemanfaatannya lebih tepat. Fraksinasi dilakukan dengan cara

mengukur sampel hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa pada suhu

300°C. Selanjutnya contoh asap cair diekstraksi secara berturut-turut dengan

pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol menggunakan botol pisah. (Gani,

2007). Ketiga pelarut ini dipilih berdasarkan sifat kepolarannya sehingga

diharapkan akan dapat memisahkan komponen-komponen asap cair yang

diinginkan.

25

Ekstraksi dilakukan dengan cairan umpan yang dalam penelitian ini

adalah sampel penelitian dengan pelarut yang dalam penelitian ini adalah n-

heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut yang sudah mengandung komponen

asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil

pelarutan ini adalah rafinat yang dalam penelitian disebut dengan crude. Crude

yang diperoleh pada ekstraksi akan dilarutkan dalam pelarut pada ekstraksi

tahap selanjutnya. Sampel hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa.

(A) (B)

Dalam ekstraksi tiga tahap dengan pelarut yang berbeda tingkat

kepolarannya didapatkan fraksi-fraksi yang berbeda juga dari setiap ekstraksi.

Karena asap cair cenderung bersifat polar, maka pada saat dilarutkan ke dalam

heksan, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Sedangkan komponen asap cair

yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair yang

terlarut dalam heksan tetapi lebih kecil jika dibandingkan komponen yang

terlarut dalam metanol. Dalam metanol asap cair terlarut 100%, sehingga

rendemen yang diperoleh adalah 50%.

Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi.

No. Sampel Volume terekstrak (%v/v)

1 Tempurung Heksan 3,222 2 Tempurung Etil asetat 3,248 3 Tempurung Metanol 50,00 4 Sabut Heksan 1,961 5 Sabut Etil asetat 2,574 6 Sabut Metanol 50,00

Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2

26

Proses ekstraksi ini dilakukan dalam rentang waktu total 10 menit

sampai 30 menit. Pada ekstraksi asap cair dengan pelarut dilakukan

pengocokan yang berfungsi untuk mempercepat dan mempermudah proses

ekstraksi. Proses pengocokan dilakukan selama 10 sampai 30 menit secara

manual. Dari pengamatan visual dan analisa lamanya pengocokan tidak

memberikan hasil yang berbeda nyata, sehingga digunakan waktu minimal

pengocokan yaitu 10 menit. Pada ekstraksi dengan metanol semua asap cair

larut ke dalamnya, sehingga tidak di dapatkan crude dari tahap ini.

Untuk masing-masing sampel asap cair (tempurung dan sabut kelapa),

dihasilkan jumlah rendemen asap cair yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah rendemen yang dihasilkan dari tahap satu (pelarut n-heksan) sampai

tahap tiga (pelarut metanol) semakin besar.

Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi asap

cair yang terbesar adalah fraksi pada metanol yaitu sebesar 50%. Hal ini

disebabkan setelah melalui ekstraksi dua tahap dengan heksan yang bersifat

non polar dan etil asetat yang bersifat semipolar maka fraksi asap cair akan

cenderung bersifat polar sehingga larut 100% ke dalam metanol. Sedangkan

hasil yang terkecil adalah pada fraksi heksan. Hal ini dikarenakan asap cair

yang dihasilkan adalah berbahan organik sehingga menghasilkan asap cair

yang cenderung bersifat polar, sehingga hanya sedikit komponen yaitu 3,222%

untuk tempurung dan 1,961% untuk sabut kelapa yang terlarut dalam heksan.

D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair

Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-

senyawa yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun

aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa

asam dan fenol yang dikandungnya. Komponen kimia yang telah diidentikasi

pada asap cair antara lain senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asam-

asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton (Girard, 1992).

Pengujian kualitas asap cair terdiri dari pengujian sifat asap cair secara fisik

maupun kimia. Sifat fisik yang diamati adalah bobot jenis, sedangkan sifat

kimia yang diamati meliputi pH, kadar asam, dan kadar fenol.

27

1. Kadar Asam

Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan

kualitas dari asap cair. Asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam

pemanfaatan asap cair adalah asam asetat. Asam asetat terbentuk sebagian dari

lignin dan sebagian lagi dari komponen karbohidrat dari selulosa.

Senyawa-senyawa asam pada asap cair memiliki sifat antimikroba.

Sifat antimikroba tersebut akan semakin meningkat apabila asam organik ada

bersama-sama dengan senyawa fenol. Senyawa asam organik terbentuk dari

pirolisis komponen-komponen kayu seperti hemiselulosa dan selulosa pada

suhu tertentu. Penentuan kadar asam ini dengan menggunakan metode total

asam tertitrasi yang dihitung sebagai jumlah asam asetat dalam asap cair.

Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran

No. Sampel Suhu (°C) Kadar asam (%) 1 Tempurung-Awal 300 15,59 2 Sabut-Awal 300 6,518

Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24

Hasil pengamatan (tabel 8) kadar asam asap cair sebelum ekstraksi

menunjukkan bahwa asap cair memiliki kadar asam yang lebih kecil pada

sampel berbahan sabut kelapa. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan

perbedaan kandungan hemiselulosa dan selulosa pada bahan pengasap yang

mengalami dekomposisi pada proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300

°C. Kadar asam asap cair pada berbagai variasi bahan pengasap dan ektraksi

dengan pelarut dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,002,004,006,008,00

10,0012,0014,0016,00

% K

adar

Asa

m

Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol

Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24

28

Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,11%

sampai 15,59% yang jauh berbeda dengan hasil Luditama (2006) yang

dihasilkan dengan distilasi yaitu berkisar antara 4,262 % sampai 59,934 %

dengan metode distilasi dan suhu 500°C. Darmadji (2002) menghasilkan kadar

asam berkisar antara 4,94 % sampai 29,10 % pada suhu 400 °C selama 1 jam.

Pada penelitian ini menghasilkan fraksi-fraksi berdasarkan perbedaan

kepolaran komponen dalam asap cair. Hal ini menyebabkan komponen yang

bersifat polar akan terdistribusi dalam pelarut etil asetat dan metanol dan

sangat kecil pada heksan yang merupakan pelarut non-polar. Keasaman dari

asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair. Semakin tinggi

kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Fraksi hasil ekstraksi

yang mengandung kadar asam paling besar adalah pada fraksi etil asetat yaitu

6,982% tempurung dan 2,806% sabut kelapa.

Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk

dalam golongan asam organik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa

asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah asam asetat

(0,28) dan metil 3-asetilpropanoat (0,10%) pada fraksi tempurung-heksan;

tetrahidrofurfuralasetat (0,45%) pada fraksi tempurung-etil asetat; dan 1,1-

dimetilpropil-2-etilheksanoat (2,32%) pada fraksi tempurung-metanol.

Sedangkan senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya

adalah 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoid (4,56%) pada fraksi sabut-heksan,

3-hidroksi metil asam benzoid (0,21%) pada fraksi sabut-etil asetat; dan etil

ester asam butanoid (18,57%) pada fraksi sabut-metanol.

2. Kadar Fenol

Fenol merupakan salah satu komponen utama asap cair yang

digunakan sebagai salah satu parameter mutu dalam menentukan kualitas asap

cair. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan

dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga sasaran

penggunaannya lebih tepat. Fenol pada asap cair dapat memberikan efek

antibakteri dan antimikroba pada bahan yang diasap. Selain itu, fenol juga

dapat memberikan efek antioksidan pada bahan makanan yang akan

diawetkan. Kadar fenol yang rendah pada asap cair memungkinkan asap cair

29

tersebut dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. Kadar fenol pada pirolisis

dengan suhu 300°C adalah 2,425% pada asap cair tempurung kelapa dan

1,907% pada asap cair sabut kelapa. Kadar fenol asap cair dari tempurung dan

sabut kelapa dan hasil fraksinasi dengan esktraksi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

% K

adar

Fen

ol

Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol

Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 25

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbedaan penggunaan bahan

pengasap mempengaruhi kadar fenol pada asap cair yang dihasilkan.

Perbedaan kadar fenol pada bahan pengasap ini disebabkan oleh perbedaan

kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu

yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawa fenol. Bahan

pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu

keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin,

persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawa-

senyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985).

Kadar total fenol tertinggi pada penelitian ini, yaitu 2,425% untuk

sabut kelapa dan 1,907%. Nilai ini tidak berbeda jauh dari yang dihasilkan

Luditama 2006 yang berhasil memperoleh nilai fenol masing-masing 0.89%

dan 1.40% untuk sabut kelapa dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Kadar

senyawa fenolik yang diperoleh Yulistiani 1997 dalam asap cair hasil pirolisis

tempurung kelapa adalah 1.28%, sedangkan Nurhayati (2000) berhasil

memperoleh kadar fenol 3.24% dalam asap cair hasil pirolisa kayu tusam. Dari

hasil pengamatan nilai kadar fenol terbesar didapatkan pada sampel hasil

30

ekstraksi adalah pada fraksi etil asetat yaitu 1,009% pada tempurung dan

0,8747% pada sabut. Kadar fenol asap cair pada penelitian ini berkisar antara

0,2639 – 2,425% yang tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Luditama

(2006) yang mendapatkan kadar fenol pada rentang 0,39 - 1,44% dan hasil

penelitian Maga (1988) yaitu kadar fenol sebesar 0,2 % - 2,9 %.

Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk

dalam golongan fenolik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa

fenolik dari berbagai fraksi yang dihasilkan pada umumnya merupakan

senyawa yang dominan seperti dapat dilihat pada tabel sebelumnya tentang

komponen dominan asap cair pada tabel 7 dan 8. Selain senyawa dominan

tersebut juga dihasilkan beberapa senyawa fenolik lain diantaranya 2,6-

xylenol dan 2,6 metoksi fenol pada fraksi tempurung-heksan yang merupakan

pemberi aroma saat digunakan. Selain itu juga terdapat cis-metil isoeugenol

(0.06%) pada fraksi tempurung-etil asetat, maltol (1.09%) pada fraksi

tempurung-metanol dan 1,2-benzenediol (total 9.28%) pada fraksi sabut-etil

asetat.

3. Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang

dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan

untuk mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan

asam organik berupa asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata

dalam asap cair hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa dapat dilihat pada

tabel 9.

Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran

No. Sampel Suhu (°C) pH

1 Tempurung-Awal 300 2,997

2 Sabut-Awal 300 3,563 Keterangan : Data lebih lengkap pada Lampiran 2

31

Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,0000,5001,0001,5002,0002,5003,0003,5004,0004,500

pH

Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol

Sampel

Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2

Jika nilai pH rendah berarti asap yang dihasilkan berkualitas tinggi

terutama dalam hal penggunaanya sebagai bahan pengawet makanan

(Nurhayati 2000). Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh

terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat

organoleptiknya. Karena pada pH yang rendah mikroba atau bakteri sebagai

pengganggu dalam proses pengawetan cenderung tidak dapat hidup dan

berkembangbiak dengan baik.

Dilihat dari nilai pH pada semua hasil pengukuran asap cair tergolong

asam. Pengukuran nilai pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Pada hasil pengukuran dapat dilihat nilai pH pada setiap tahap ekstraksi

mengikuti pola naik yaitu dari tahap satu ke tahap berikutnya nilai pH semakin

naik. Dari bahasan kadar asam dan kadar fenol dapat diketahui bahwa semakin

tinggi kadar fenol dan kadar asam maka semakin tinggi tingkat keasaman asap

cair atau nilai pH-nya rendah. Pada fraksi hasil ekstraksi komponen asam dan

fenol asap cair terekstrak pada tahap ekstraksi, sehingga sifat keasaman fraksi

yang dihasilkan menurun.

Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa sabut kelapa memiliki

nilai pH yang lebih besar dibandingkan dengan tempurung kelapa. Hal ini

dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen hemiselulosa dan selulosa

lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih

besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila

32

terdekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti

asam asetat. Selain itu, perbedaan nilai pH dari sabut dan tempurung kelapa

juga dipengaruhi oleh kadar fenol dari kedua bahan tersebut. Semakin tinggi

kadar fenol dari asap cair, maka semakin tinggi tingkat keasamannya yang

artinya semakin rendah pula nilai pH dari asap cair tersebut.

4. Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan rasio antara berat suatu contoh dengan

volumenya. Dalam sifat fisik asap cair, bobot jenis tidak berhubungan

langsung dengan tinggi rendahnya kualitas asap cair yang dihasilkan. Namun

bobot jenis dapat menunjukkan banyaknya komponen yang ada dalam asap

cair. Penentuan bobot jenis asap cair dilakukan dengan menggunakan alat

piknometer. Bobot jenis asap cair pada berbagai bahan pengasap hasil

pembakaran dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran

No. Sampel Suhu (°C) Bobot jenis (g/ml)

1 Tempurung-Awal 300 1,040

2 Sabut-Awal 300 1,019 Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26

Hasil pengamatan bobot jenis asap cair hasil pirolisis menunjukkan

bahwa jenis sampel tidak mempengaruhi nilai bobot jenis asap cair. Bobot

jenis dari kedua sampel asap cair menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda

yaitu berkisar antara 1,040 untuk tempurung kelapa dan 1,019 untuk sabut

kelapa. Hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian

Nurhayati (2000) yang menggunakan bahan pengasap kayu mengium dan

tusam dengan bobot jenis asap cair antara 1,019 sampai 1,028 dan Luditama

(2006) yaitu 1,084 sampai1,119 menggunakan tempurung dan sabut kelapa.

Hasil pengamatan bobot jenis fraksi asap cair pada penelitian ini lebih besar

daripada standar wood vinegar Jepang yang bernilai 1,001 sampai 1,005.

33

Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,000

0,200

0,400

0,600

0,800

1,000

1,200

Bobo

t Jen

is m

g/m

l

Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol

Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26

Dari hasil pengamatan fraksi ekstraksi bobot jenis terbesar adalah

fraksi asap cair dengan pelarut etil asetat yaitu 0,9385 g/ml pada tempurung

kelapa dan 0,6619 g/ml pada sabut kelapa dengan pelarut heksan.

E. Crude

Dalam proses ekstraksi dihasilkan dua produk, yaitu produk yang

terlarut dalam larutan pengekstrak atau ekstrak dan sisa ekstraksi yang

merupakan larutan induk yang tidak larut dalam pelarut atau rafinat. Dalam

penelitian ini digunakan istilah fraksi ekstraksi utama untuk ekstrak dan crude

untuk rafinat. Crude pada masing-masing bahan pengasap (tempurung dan

sabut kelapa) dalam penelitian ini dihasilkan dari ekstraksi tahap pertama

dengan pelarut heksan dan tahap kedua dengan pelarut etil asetat. Sedangkan

pada ekstraksi tahap ketiga dengan metanol tidak di dapatkan crude karena

semua sampel larut ke dalamnya. Identifikasi terhadap crude dilakukan

dengan analisa proksimat dan GC-MS seperti yang dilakukan pada fraksi

utama. Hal ini dilakukan untuk membandingkan kandungan fraksi utama dan

fraksi crude, sehingga dapat dimanfaatkan dengan tepat. Hasil analisa sifat

fisik dan kimia crude dapat dilihat pada tabel 11.

34

Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude.

No. Sampel Bobot jenis (g/ml)

pH Kadar asam (%)

Rendemen (%)

Kadar fenol (%)

1 Tempurung-

Awal 1,040 2,997 15,59 38,69 2,425

2 Tempurung-

Heksan-Crude 1,029 3,043 17,65 - 0,951

3

Temputung-

Etil Asetat-

Crude

1,026 3,313 11,05 - 0,777

4 Sabut-Awal 1,019 3,563 6,518 49,10 1,907

5 Sabut-Heksan-

Crude 1,018 3,470 5,296 - 0,9155

6 Sabut-Etil

Asetat-Crude 1,009 3,590 4,197 - 0,5697

Bobot jenis crude dari hasil yang diperoleh mengikuti sebaran teratur

yaitu semakin menurun dari awal pembakaran sampai setelah ekstraksi dua

tahap. Penurunan bobot jenis disebabkan oleh larutnya beberapa komponen

asap cair pada pelarut, sehingga komponen pada asap cair semakin berkurang.

Nilai pH yang didapatkan pada crude pada umumnya semakin tinggi

seiring dengan tahapan ekstraksi. Namun pada sampel sabut-heksan-Crude pH

mengalami penurunan dari pH awal kemudian mengalami kenaikan pada

crude dari fraksi metanol. Nilai pH yang semakin naik ini menunjukkan sifat

asam asap cair semakin berkurang. Hal ini dikarenakan beberapa komponen

fenol dan senyawa asam telah terekstrak, sehingga tingkat keasaman asap cair

semakin rendah.

Kadar fenol yang dihasilkan pada crude sama seperti bobot jenis yaitu

mengalami penurunan pada setiap tahap. Penurunan ini disebabkan karena

beberapa komponen fenolik telah larut dalam pelarut pada tahap sebelumnya.

Kadar fenol yang diperoleh pada crude pada umumnya lebih besar daripada

kadar fenol pada sampel hasil ekstraksi.

35

Kadar asam asap cair pada crude diperoleh hasil semakin lama

semakin menurun. Kadar asam yang semakin menurun disebabkan karena

komponen senyawa asam organik dalam asap cair teresktrak dalam pelarut

pada tahap sebelumnya. Senyawa dominan untuk masing-masing fraksi crude

dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan

Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel Komponen % Relatif fenol 18,12 2,6-metoksi fenol 12,53 1

Tempurung-heksan-Crude

5-metil, 2-heptamin 5,26 Nitro-2 metil-2 butana 34,99 2,6-metoksi fenol 6,71 2

Tempurung-Etil asetat-Crude

3-metil butanal 6,70 fenol 15,50 2,6-metoksi fenol 8,36 1

Sabut-heksan-Crude

fenol 6,69 2-metil-3-betena-2-ol 44,84 tiazol 8,31

2 Sabut-Etil asetat-Crude

3-etil, 1-pentena 6,51 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 16,17,21 dan 22.

Dari hasil GC-MS dapat diketahui bahwa kandungan fenol dan

senyawa lain dalam asap cair masih besar. Dari fraksi tempurung-heksan

crude dipeoleh 90 senyawa dimana 33 senyawa diantaranya termasuk

golongan fenolik dan senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid

dan piridin dengan persentase kurang dari 5%. Pada fraksi tempurung-etil

asetat crude diperoleh 38 senyawa dimana 10 diantaranya termasuk

golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan crude diperoleh 58 senyawa

dimana 27 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil

asetat crude diperoleh 21 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk golongan

fenolik.

36

F. Uji Coba Asap Cair

Pemanfaatan asap secara tradisional sudah ada dalam kurun waktu lama.

Penggunaan asap terutama pada bahan makanan misalnya ikan yang dikenal

dengan ikan asap. Seiring dengan perkembangan waktu, maka penggunaannya

pun semakin luas. Kondensat asap (asap cair) dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pengawet makanan, bahan makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu

asap cair juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bioinsektisida.

Pemanfaatan asap cair sebagai bioinsektisida dilakukan oleh Gani (2007)

dengan membuat asap cair dari sampah organik yang diaplikasikan pada tanaman

daun dewa. Wastono (2006) juga memanfaatkan asap cair dari tempurung kelapa

sebagai desinfektan untuk memperpanjang umur simpan buah pisang ambon.

Sedangkan pada makanan Gumanti (2006) menggunakan asap cair dari tempurung

kelapa untuk mengawetkan mie basah dan Damayanti (2002) dalam pembuatan

tahu asap.

Dalam penelitian ini dilakukan dua percobaan yaitu penggunaan fraksi

dari asap cair hasil ekstraksi pada Ikan Selar dan asap cair hasil pembakaran pada

pisang mas. Fraksi ekstraksi yang digunakan adalah fraksi metanol dan etil asetat

karena mempunyai kandungan asam dan fenol yang lebih besar. Sedangkan

perlakuan perendaman lebih banyak pada fraksi metanol karena fraksi ini

mengandung asam yang cukup tinggi dan kandungan fenol yang lebih rendah dari

fraksi etil asetat. Hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada gambar-gambar

berikut 9 dan 10.

Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.

Kontrol (A) 25 TE 60 (kiri) dan 50 TE 60 (kanan)

37

50 SM 60 (kiri) dan 50 TM 60 (kanan) 50 SE 60 (kiri) dan 25 SE 60 (kanan)

Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)

Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)

Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3.

A B C Keterangan : 50 SM 60 (A kiri), 50 TM 60 (A kanan), 25 SE 60 (B kiri), 50 SE 60 (B kanan),

25 TE 60 (C kiri) dan 50 TE 60 (kanan).

Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)

38

Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)

Pengamatan pada percobaan Ikan Selar dilakukan secara visual dan

organoleptik. Pada H-0 tidak dilakukan pengambilan gambar. Kondisi pada H-0

Ikan termasuk dalam ikan yang kesegarannya masih baik. Hal ini dapat dilihat

dari keadaan mata yang masih cemerlang dan daging ikan tidak lunak. Kondisi

kontrol sudah mengalami masa kemunduran mutu setelah 8 jam. Hal ini dapat

dilihat dari penampakan insang yang sudah mulai kusam dan bau ikan yang

cenderung mendekati busuk. Sedangkan pada ikan yang direndam dengan fraksi

asap cair masih menunjukkan tingkat kesegaran yang baik. Hal ini dikarenakan

fraksi-fraksi asap cair mampu berfungsi sebagai bakterisidal dan fungisidal. Ikan

yang direndam dengan fraksi asap cair mempunyai bau yang khas seperti ikan

asap terutama pada fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan asam dan

fenol yang cukup besar, sehingga menghasilkan aroma asap yang kuat.

Pada H-3 Kondisi ikan sudah mengalami penurunan dimana mulai

terdapat jamur pada permukaan ikan. Pada ikan yang di awetkan dengan fraksi

metanol terdapat jamur yang lebih banyak dari pada ikan yang di awetkan dengan

fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan fenol yang lebih besar pada

fraksi etil asetat, sehingga mempunyai fungsi fungisidal yang lebih baik. Ikan

pada hari ke-3 juga sudah menunjukkan bau yang cenderung tidak sedap kecuali

pada fraksi etil asetat yang masih beraroma asap yang kuat, tetapi sudah tidak

sesegar pada hari sebelumnya. Sedangkan perbedaan waktu perendaman dan

bahan pengasap tidak berpengaruh nyata secara visual dan organoleptik, sehingga

waktu minimal sebaiknya yang digunakan dalam perendaman agar efisien waktu.

Perendaman ikan dengan asap cair juga dilakukan oleh Bambang (www.google-

UGM.com) pada Koperasi Nyiur Melambai dengan konsentrasi 25% asap cair

selama 10-15 menit bertahan selama 25 hari. Ketahanan yang lebih lama ini

didapatkan dengan penggaraman dan pengeringan sebelum pengasapan.

39

Percobaan perendaman pisang pernah dilakukan oleh Wastono (2006)

untuk memperpanjang masa simpan buah pisang ambon. Percobaan pada pisang

mas dilakukan dengan merendam pisang mas dalam larutan asap cair hasil

pirolisis tanpa pengenceran dan dengan konsentrasi 25 % dan perendaman selama

satu jam untuk masing bahan pengasap. Hasil percobaan dapat dilihat pada

gambar 11.

Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas.

A1 B1 C1 D1 E1

A3 B3 C3 D3 E3

A9 B9 C9 D9 E9

Keterangan : A1 (kontrol H-1), B1 (S 60 25% H-1), C1 (T 60 25% H-1), D1 ( S 60 H-1),

E1 (T 60 H-1), A3 (kontrol H-3), B3 (S 60 25% H-3), C3 (T 60 25% H-3),

D3 ( S 60 H-3), E3 (T 60 H-3), A9 (kontrol H-9), B9 (S 60 25% H-9),

C9 (T 60 25% H-9), D9 ( S 60 H-9), dan E9 (T 60 H-9).

Dari hasil percobaaan dapat dilihat bahwa perendaman dengan asap cair

dengan konsentrasi 25% tidak memberikan hasil yang berbeda dengan kontrol

secara visual. Sedangkan pada fraksi asap cair yang tidak diencerkan memberikan

40

penampakan visual pisang mas yang kurang menarik karena lapisan asap cair

yang gelap. Dari perbedaan bahan pembuat asap tidak berpengaruh nyata terhadap

perlakuan baik dari segi penampakan visual. Pisang dengan perlakuan

perendaman dengan asap cair dari tempurung mempunyai penampakan yang lebih

gelap karena warna asap cair tempurung lebih gelap daripada asap cair dari sabut.

Sedangkan dari segi rasa dan aroma, pisang dengan perlakuan perendaman dengan

asap cair 25% tidak berbeda jauh dari kontrol, tetapi aroma dan rasa kontrol lebih

enak. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan asap cair tanpa pengenceran

didapatkan aroma dan rasa pisang seperti dibakar.

41

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kadar fenol dan kadar asam asap cair pada suhu pembakaran 300°C dari

tempurung kelapa lebih tinggi dari asap cair sabut kelapa dengan nilai

masing-masing sebesar 2,25 % dan 15,59 % (b/v) untuk tempurung kelapa

serta 1,91 % dan 6,52% (b/v) untuk sabut kelapa.

2. Pada pemurnian asap cair dengan pelarut heksan, etil asetat dan metanol

pada tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan

50,00% (v/v) dan pada asap cair sabut kelapa diperoleh volume terekstrak

1,96%, 2,57% dan 50,00% (v/v) untuk masing-masing pelarut.

3. Dari identifikasi GC-MS didapatkan senyawa yang sebagian besar adalah

golongan fenol sedangkan golongan asam tidak banyak terdeteksi karena

penggunaan kolom GC-MS yang kurang tepat.

4. Senyawa fenol tertinggi fraksinasi hasil deteksi dengan GC-MS fraksi

tempurung kelapa-heksan adalah fenol (19,28%); fraksi tempurung kelapa-

etil asetat adalah fenol (30,26%); fraksi tempurung kelapa-metanol adalah

2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%); fraksi sabut kelapa-heksan

adalah fenol (29,52%); fraksi sabut kelapa-etil asetat adalah fenol

(41,58%) dan fraksi sabut kelapa-metanol adalah 1-3-tiazol (32,43%).

5. Fraksi asap cair berpotensi sebagai pengawet makanan dengan fraksi-etil

asetat konsentrasi 25% dan 50% v/v tempurung dan sabut kelapa berhasil

mengawetkan Ikan Selar sampai 3 hari.

B. Saran

1. Dilakukan penguapan pelarut pada aplikasi fraksi asap cair hasil ekstraksi

dan analisis lebih lanjut pada produk hasil aplikasinya.

2. Perlu penggunaan kolom GC-MS yang lebih tepat, sehingga komponen

asam pada asap cair dan fraksi-fraksinya dapat teridentifikasi dengan baik.

3. Adanya analisis lebih lanjut dengan ekstraksi menggunakan berbagai

macam perbandingan antara pelarut dan sampel.

42

DAFTAR PUSTAKA

Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis.

16th edition. Assiciation of Official Analytical Chemist, Inc. Washington. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.

Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Indonesian University Press. Jakarta. Cutting, C. I. 1965. Smoking dalam Fish As Food. Vol 3. Edited by Borgstorm. G.

New York. Academic Press. 55-105p. Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas

Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171. Damayanti, R. 2002. Pembuatan Tahu Asap dari Tahu Keras dengan Metode

Pengasapan Panas dan Pengasapan Cair. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Daun, H.1979. Interaction of Wood Smoke Components and Foods. Food

Technol. 33 (5) 66-71. Djatmiko, B., S. Ketaren dan Setyakartini. 1985. Arang Pengolahan dan

Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Djuhanda t. 1981. Dunia ikan. Armico. Bandung. Eklund. 1982. Inhibitor of Clostridium botulinum Types A and B Toxin

Production by Liquid Smoke and NaCl in Hot Process Smoke Flavoured Fish. J. Food Protect. 6:32-41.

Fessenden R. J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1.

Erlangga. Jakarta. Fiddler, W., A.E. Wasserman dan R.C. Doer. 1970. Smoke Flavor Fraction of a

Liquid Smoke Solution. J. Agr. Food Chem. 18 (5) :934 – 936. Gani, Abdul. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca (

Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New

York.

43

Grimwood, B. E. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London. Product Institute.

Gumanti, Fajar M. 2006. Kajian System Produksi Distilat Asap Tempurung

Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hammerschmidt, P.A. dan D.E Pratt. 1978. Phenolic Antioxidant dalam N.

Andarwulan, D. Fardiaz, G.A. Wattimena. Reinw. Jurnal Agricultural Food Chemistry 47: 3158-3163

Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair Dengan Sistem

Kondensasi. Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan.

Terjemahan Achmadi S., Bandung Technology Institute Press, Bandung. Hollenbeck, C. M. 1978. Summaries of Addition Paper on Smoke Curing. The

Symposium Smoke Curing Advances in Theory of Food Tech. Dallas. Texas June 4-7

Hurrell, R.F. 1984. Reactions of Food Proteins During Processing and storage and

Their Nutritional Concequences dalam B.J.F. Hudson (ed). Developments in Food Proteins. Elsivier Applied science Publisher. London

Immamura, E., dan Y. Watanabe. 2004. Anti-Allergy Composition Comprising

Wood Vinegar or Bamboo Vinegar-Distilled Solution. United States Patent Application. Cleveland.

Joseph, G. H. dan J. G. Kindagen. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan

Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III, Yogyakarta.

[LTP] Lembaga Teknologi Pertanian. 1974. Metode dan Prosedur Pemerikasaan

Kimiawi Hasil Perikanan. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian. LTP. Jakarta

Luditama, Candra. 2006. Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar

Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Florida. Moeljanto. 1982a. Pengasapan dan Fermentasi Ikan. PT. Penebar Swadaya IKAPI.

Jakarta

44

Moody, M. W. dan G. J. Flick. 1990. Smoked, Cured, and Dried Fish. Di dalam Martin, R. E. Dan G. J. Flick (eds.) The Seafood Industry. Van Nostrand Reinhold. New York.

Noor, E. 2002. Proses Hilir. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut

Pertanian Bogor. Bogor Nurhayati, T. 2000. Produksi Arang dan Destilat Kayu Mangium dan Tusam dari

Tungku Kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18(3);137-151. Nurhayati, T., Sylviani, dan Mahpudin. 2003. Analisis Teknis dan Ekonomis

Produksi Terpadu Arang dan Cuka Kayu dari Tiga Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 21(2) ; 155-166.

Online Ensiklopedi. 2007. www.wikipedia.com Paris O. C. Zollfrank dan G.A. Zickler. 2005. Decomposition and Carbonization

of Wood Biopolymer Microstructural Study of Softwood Pyrolisis. Carbon 43: 53-66

Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats, second edition. AVI

Publishing Company Inc., Wesport Connecticut. Pszczola, Donald E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based

Flavors. Food Technol. 49(1);70-74. Redaksi Trubus. 1998. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya.

Jakarta Satuhu, S. Dan Suryadi. 2000. Pisang: Budidaya, Pengelolaan dan Prospek Pasar.

Penebar Swadaya. Jakarta Stansby ME. 1982. Properties of Fish Oils and Their Application to Handling of

Fish and to Nutrional and Industrial Use. In Chemistry And Biochemistry Of Marine Food Products. RE Martin (Ed). Westport conecticut : the AVI Publishing company

SIPUK dalam www.bi.go.id. Tillman, D. A., A. J. Rossi dan W. D. Kitto. 1981. Wood Combustion, Principles,

Processes, and Economics.Academic Press. New York. Tranggono, Suhardi, B. Setiadji, P.Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1996.

Identifikasi Asap Cair dari Berbagai jenis Kayu dan tempurung Kelapa. J. Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2);15 – 24.

45

Wastono. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa Dan

Aplikasinya Sebagai Disinfektan Untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah

Pisang Ambon (Musa paradisica L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Whittle, K. J., P. Howgate. 2002. Glossary of Fish Technology Terms.

www.onefish.org/global/ishTechnologyGlossaryFeb02. Wibowo, Singgih. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Winarno, F.G., S. Fardias dan D. Fardias. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia. Jakarta Yulistiani, R. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap Cair Terhadap

Pertumbuhan Bakteri Pathogen dan Perusak Pada Lidah Sapi. Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Zaitsev, I., I. Kizeveter, L. Lacunov, T. Makarova, L. Mineer, dan V. Podsevalor.

1969. Fish Curing and Processing. Mir Publishers. Moskow.

46

Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis

No. Sampel Suhu (°C)

Bobot Basah (g)

Bobot Kering

(g)

Kadar Air (%)

Bobot Kondensat

(g)

Persen Kondensat

(%b/b)

Bobot Arang

(g)

Persen Arang (%b/b)

Kadar Abu (%)

1 Tempurung 1 300 2567 2292.32 12.07 851 37.12 1057 46.11 3.40

2 Tempurung 2 300 2500 2239.46 11.63 959 42.82 1029 45.95 3.04

3 Tempurung 3 300 2509 2258.94 11.07 816 36.12 1079 47.77 3.05

Rata-rata 2525.33 2263.57 11.59 875.33 38.69 1055 46.61 3.16

4 Sabut 1 300 533 427.12 24.79 191 44.72 258 60.40 7.36

5 Sabut 2 300 622 508.57 22.30 239 46.99 267 52.50 9.52

6 Sabut 3 300 510 417.25 22.27 232 55.60 274 65.67 7.97

Rata-rata 555.00 450.98 23.12 220.37 49.10 266.33 59.52 8.28

47

Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis Contoh perhitungan :

Tempurung 1

Berat kering = Bobot basah × 100 %

100 + % kadar air

= 2567 g × 100 % = 2292.32 g

100 + 12.07

Persen Kondensat = Bobot Kondensat × 100 % Bobot Kering

= 851 g x 100 % = 37.12 % 2292.32 g

Persen Arang = Bobot Arang × 100 % Bobot Kering

= 1057 g × 100 % = 46,11% 2292.32 g Rata-rata

Persen kondensat rata-rata = % kondensat ulangan 1 + % kondensat ulangan 2 + % kondensat ulangan 3 3

= 37.12 % + 42.82 % + 36.12 3

= 38.69 %

48

Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sebelum Ekstraksi

No. Sampel Suhu ( °C ) Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam

(%) Rendemen (%) Kadar fenol (%)

1 Tempurung 1 300 1,037 3,16 15,29 37,12 2,287 2 Tempurung 2 300 1,041 2,89 15,44 42,82 2,482 3 Tempurung 3 300 1,042 2,94 16,05 36,12 2,505 Tempurung-Awal 300 1,040 2,997 15,59 38,69 2,425 4 Sabut 1 300 1,027 4,11 5,930 44,72 2,604 5 Sabut 2 300 1,016 3,35 6,661 46,99 2,137 6 Sabut 3 300 1,015 3,23 6,962 55,60 0,9784 Sabut-Awal 300 1,019 3,563 6,518 49,10 1,907

Contoh Perhitungan : Sabut 1 Rata-rata bobot jenis (g/ml) = Bobot jenis sabut 1 + Bobot jenis sabut 2 + Bobot jenis sabut 3 3 = 1.027 (g/ml) + 1.016 (g/ml) + 1.015 (g/ml) 3 = 1.019 (g/ml)

49

Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sesudah Ekstraksi

No. Sampel Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam (%) Rendemen (%) Kadar fenol (%) 1 Tempurung 1-Heksan 0,6654 3,36 0,3579 3,846 0,424 2 Tempurung 2-Heksan 0,6685 3,47 0,3927 2,439 0,523 3 Tempurung 3-Heksan 0,6645 3,03 0,2882 3,382 0,373

Rata-rata Tempurung-Heksan 0,6661 3,29 0,3462 3,222 0,4398 4 Tempurung 1-Etil asetat 0,9339 3,84 6,590 2,837 0,975 5 Tempurung 2-Etil asetat 0,9410 3,31 8,370 3,488 1,052 6 Tempurung 3-Etil asetat 0,9405 3,51 5,985 3,419 1,000

Rata-rata Tempurung-Etil asetat 0,9385 3,55 6,982 3,248 1,009 7 Tempurung 1-Metanol 0,9217 4,15 5,704 50,00 0,356 8 Tempurung 2-Metanol 0,9177 3,72 5,925 50,00 0,292 9 Tempurung 3-Metanol 0,9212 3,85 7,050 50,00 0,425

Rata-rata Tempurung-Metanol 0,9202 3,91 6,227 50,00 0,3575 10 Sabut1-Heksan 0,6617 3,83 0,0841 1,961 0,290 11 Sabut 2-Heksan 0,6636 3,01 0,1631 1,961 0,301 12 Sabut 3-Heksan 0,6604 3,15 0,09464 1,961 0,216

Rata-rata Sabut-Heksan 0,6619 3,33 0,1140 1,961 0,2692 13 Sabut 1-Etil asetat 0,9192 4,16 2,994 2,857 1,076 14 Sabut 2-Etil asetat 0,9164 3,32 3,173 3,226 0,872 15 Sabut 3-Etil asetat 0,9194 3,24 2,252 1,639 0,676

Rata-rata Sabut-Etil asetat 0,9183 3,57 2,807 2,574 0,8747 16 Sabut1-Metanol 0,9193 4,39 2,261 50,00 0,446 17 Sabut 2-Metanol 0,9202 3,71 2,516 50,00 0,180 18 Sabut 3-Metanol 0,9191 4,10 2,567 50,00 0,165

Rata-rata Sabut-Metanol 0,9195 4,07 2,448 50,00 0,2639

50

Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair

Rafinat (crude) dari ekstraksi

No. Sampel Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam (%) Kadar fenol (%) 1 Tempurung 1-Heksan-C 1,034 3,26 17,10 1,150 2 Tempurung 2-Heksan-C 1,016 2,99 16,20 0,5233 3 Tempurung 3-Heksan-C 1,038 2,88 19,63 1,179 Tempurung-Heksan-C 1,029 3,04 17,65 0,951 4 Tempurung 1-Etil asetat-C 1,017 3,56 10,60 0,4915 5 Tempurung 2-Etil asetat-C 1,040 3,19 10,08 1,182 6 Tempurung 3-Etil asetat-C 1,021 3,19 12,48 0,6558 Tempurung-Etil asetat-C 1,026 3,31 11,05 0,777 7 Sabut1-Heksan-C 1,025 3,85 7,06 1,155 8 Sabut 2-Heksan-C 1,015 3,35 8,84 0,6558 9 Sabut 3-Heksan-C 1,015 3,21 7,94 0,9355 Sabut-Heksan-C 1,018 3,47 7,95 0,9155

10 Sabut 1-Etil asetat-C 1,005 4,12 3,90 0,2752 11 Sabut 2-Etil asetat-C 1,015 3,41 4,12 0,8642 12 Sabut 3-Etil asetat-C 1,007 3,24 4,57 - Sabut-Etil asetat-C 1,009 3,590 4,197 0,5697

51

Lampiran 3. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan

phenol

2-methoxy phenol

4-ethyl-2-methoxy phenol

52

Lampiran 4. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat

2,6-methoxy phenol

phenol

phenol

53

Lampiran 5. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol

phenol 2-methylpropyl ester butanoic acid

2-methyl propanoic acid

54

Lampiran 6. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude

phenol

2,6-methoxy phenol

5-methyl-2-heptanamine

55

Lampiran 7. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude

Nitro-2-methyl-2 butena

3-methyl butanal

2,6-methoxy phenol

56

Lampiran 8. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan

phenol

2-methoxy phenol

2-methoxy phenol

57

Lampiran 9. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat

phenol

3-methyl phenol

2,6-methoxy phenol

58

Lampiran 10. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol

1,3-thiazoleEthyl ester butanoic acid

Tetrahydro 2-furanmethanol

59

Lampiran 11. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude

phenol

phenol

2,6-methoxy phenol

60

Lampiran 12. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude

2-methyl-3-buten-2-ol

thiazole

3-ethyl 1-pentene

61

Lampiran 13.Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 2,5-dimethoxytetrahydro furan 0,18

2 2-methyl-2-cyclopenter-1-one 0,13

3 2-ethyl-5-methyl furan 0,34

4 1,2,3,4-tetramehyl Cyclobutene 0,17

5 Methoxy benzene 0,27

6 2-isopropilfuran 0,16

7 phenol 19,28

8 phenol 2,52

9 Methyl 3-acetylpropanoate 0,10

10 1,2-dimethyl cyclohexene 0,20

11 2,3-dimethylcyclopent-2-en-1-one 0,31

12 2,4-dihydro-2,4-3H-pyrazol-3-one 0,12

13 Tetrahedro-2-methyl-2-furanol 0,35

14 1-propanone, 1-(2-furanyl) 0,09

15 1-methoxy-4-methyl benzene 0,11

16 2, 3, 5-trimethylfuran 0,13

17 3-methyl-1,2-cyclopentanedione 0,47

18 2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,39

19 Acetic acid 0,28

20 2-methylphenol 0,84

21 2-methyl phenol 0,76

22 2-methoxy phenol 18,29

23 Methyl ester benzoic acid 0,31

24 1-propyl-1-cyclohexene 0,21

25 3-methylbenzofuran 0,18

26 2,6-xylenol 0,11

27 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenter 0,39

28 2-hydroxy-4, 6-dimethylpyrimidine 0,15

29 4-methoxy-2-methyl phenol 0,18

30 2-ethyl phenol 0,55

31 2,4-dimethyl phenol, 0,39

32 2-methoxy-4-methyl phenol 1,36

33 3-ethyl phenol 0,22

62

Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel %

34 2-methoxy-4-methyl phenol 1,12

35 2-methoxy-4-methylphenol 9,28

36 2-hydroxy-3-propil-2-cyclopenten-1 0,30

37 3,4-dimetoxytoluene 0,41

38 2,6-dimethoxy phenol 0,25

39 4-ethyl-2-methoxy phenol 0,27

40 4-ethyl-2-methoxy phenol 10,79

41 1, 2, 3-trimethoxy benzene 0,21

42 2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol 0,24

43 2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol 0,22

44 2,6-dimethoxy phenol 8,13

45 2-methoxy-4-propyl phenol 1,59

46 Methyl-4-methoxybenzoate 1,49

47 Ethyl vanillin 0,35

48 2-methoxy-4 phenol 0,88

49 5-acetyl-2-methylthiopyridine 5,58

50 2,3,5-trimethoxytoluene 5,22

51 2-methoxy-4-propyl phenol 0,26

52 2,6-dimethoxy-4 phenol 0,72

53 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 2,24

54 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,35

55 3-hydroxy-4-methoxycinnamic acid 0,28

56 2,6-dimethoxy-4 phenol 0,29

63

Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 3-methyl-hexane-2-one 0,04

2 2-proanone, 1-(acetyloxy) 0,23

3 3-methylcyclopent-2-enone 0,05

4 1-(2-furanyl)-ethanone 0,05

5 4,4-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,09

6 1-(2-furanyl)-ethanone 0,07

7 2,4-dimethylfuran 0,26

8 2-methyl-cyclopentanone 0,89

9 Dihyro-2(3h)-furanone 0,19

10 Phenol 30,26

11 Phenol 5,01

12 Phenol 2,54

13 2, 3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,20

14 1, 2, 4-cyclopentanetrione 0,20

15 Tetrahydro-2-furanmethanol 0,39

16 2,5-diethoxytetrahydro-furan 0,14

17 4-methylthiazole 0,08

18 Corylone 1,85

19 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,08

20 2-methyl-phenol 0,39

21 2-methyl-phenol 0,41

22 3-ethylcyclopent-2-en-1-one 0,08

23 Allyl butyrate 0,08

24 2-methoxy-phenol 4,37

25 2-methoxy-phenol 3,07

26 Allyl butyrate 0,41

27 Tetrahydrofurfurylacetate 0,45

28 Allyl butyrate 0,69

29 2-furancarboxylic acid 0,24

30 3-hydroxy-2-methyl 4h-pyran-4-one 0,93

31 2-ethyl-phenol 0,06

32 2,4-dimethyl-phenol 0,19

64

Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 33 2,3-dihydroxy-benzaldehyde 0,12

34 4-ethyl-phenol 0,22

35 3-ethyl-phenol 0,08

36 2-methoxy-4-methyl phenol 0,17

37 2-methoxy-4-methyl phenol 1,52

38 2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1 0,14

39 1,2-benzenediol 4,43

40 1,2-benzenediol 1,76

41 3,4-dimethoxy-phenol 0,15

42 3-methoxy1,2-benzenediol 3,45

43 4-ethyl-2-mehoxy-phenol 0,29

44 4-ethyl-2-methoxy-phenol 0,71

45 3-methyl-1,2-benzenediol 0,37

46 4-methyl catechol 0,18

47 4-methyl catechol 2,82

48 1,4-benzenediol 0,23

49 Allyl butyrate 0,41

50 2, 6-dimethoxy-phenol 11,98

51 3,4-dimethoxy-phenol 0,36

52 5-methyl-1,3-benzenediol 0,47

53 4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde 0,76

54 1,4-dimethoxy benzene 0,35

55 1,2,3-trimethoxy-benzene 3,50

56 2-fluoro-4-methoxyacetophenone 0,55

57 4-propyl-phenol 0,15

58 4-hydroxy- methyl benzoic acid 1,04

59 Acetavanillone 0,35

60 4-hydroxy-3-methoxy-benzoic acid 0,18

61 2,4-dimethyl-3-(methoycarbonyl)-5 1,95

62 2,3,5-trimethoxytoluene 0,92

63 2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline 1,94

65

Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS

No sampel % 64 1- (2,4,6-trihydroxyph)-1-propanone 0,14

65 Cis-methyl isoeugenol 0,06

66 4-hydroxy-benzoic acid 0,31

67 Propiovanillone 0,17

68 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,20

69 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 0,33

70 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,16

71 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,38

72 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,35

73 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxy) ethanone 0,45

74 1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone 1,65

75 9H-fluoren-2-amine 0,20

76 1-hydroxy-3-(4-hydroxy) 2-propanone 0,10

66

Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 3-methyl-2-butanone 0,39

2 2,5-dimethoxytetrahydrofuran 1,26

3 Cyclopentanone 2,44

4 1,3-cyclopentanedione 0,65

5 Phenol 6,15

6 Phenol 2,13

7 Phenol 3,94

8 Allyl butyrate 3,38

9 3-methoxy pyridine 2,07

10 Allyl butyrate 1,43

11 Corylone 2,85

12 Dimethyl acetal Hexanal 0,61

13 2-methoxy phenol 1,31

14 2-methyl-3-buten-2-ol 2,07

15 2-methyl hexadecane 4,31

16 4-methyl decane, 1,70

17 5-carboxy-2-tetra-butoxythiophene 0,69

18 Maltol 1,09

19 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1 0,55

20 Isobutyraldehuhyde 2,42

21 2-methyl-2-(ethoxycarbonylmethyl) 0,67

22 2-methylpropyl ester butanoic acid, 3,80

23 2-methylpropyl ester butanoic acid 30,76

24 2-methyl propanoic acid 8,13

25 1,2-benzenediol 1,60

26 2-ethyl-1-thia-cyclohexane 1,26

27 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,25

28 1,1-dimethylpropyl 2-ethylhexanoat 2,32

29 2,6-dimethoxy phenol 5,81

30 5-acetyl-2-methylthuopyrimidine 0,71

31 4-ethyl-2-methoxy phenol 1,14

32 1-(2,4,6-trihydroxy-3) 1-butanone 1,12

67

Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 2-methyl-propanal 0,26

2 Diacetate 1,2-ethanediol 0,14

3 Tetrahydro 2-furanmehanol 0,03

4 2,5-dimethyl-ethanone 0,08

5 2-methyl-2-cyclcpenten-1-one 0,05

6 Dihydro 2 (3H)-furanone 1,71

7 3-methoxy-propionaldehyde 0,13

8 Phenol 3,27

9 Phenol 0,79

10 Phenol 18,12

11 Phenyl ester 4,14

12 Phenol 1,43

13 Phenol 1,19

14 Phenol 0,35

15 Cis-1-butyl-2-methylcyclopropane 0,05

16 3-methyl hydantoin 0,06

17 4-methyl-2-heptene 0,19

18 Tetrahydro 2-furanmethanamine 0,19

19 Cyclopentylacetone 0,09

20 Glycocianidine 0,07

21 3-methyl1,2-cyclopentanedione 1,96

22 1-one, 2-hydroxy-3-2-cyclopenten 0,22

23 2-ethyl-3-methyl 1-butene 0,10

24 2-methyl phenol 0,13

25 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,37

26 2-methyl phenol 0,13

27 2-methyl phenol 0,31

28 5,5-dimethyl-3-cyclohexen-1-ol 0,10

29 2-methoxy phenol 1,74

30 2-methoxy phenol 1,32

31 2-methoxy phenol 1,82

32 2,4,4-trimethyl-1-hexene 0,54

68

Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 33 2-propenamide 0,52 34 3-methyl-1-hexen-ol 0,73 35 Tetrahydro 2-furanmethanol 1,19 36 Allyl butyrate 0,47 37 5-methyl-2-heptanamine 5,26 38 5-methyl-2-heptanamine 0,59 39 2-butanamine 0,84 40 Maltol 0,51 41 3-nitropyrole 0,25 42 2,3-dyhidroxy-benzaldehide 0,15 43 4-ethyl phenol 0,16 44 2-methoxy-4-methyl phenol 0,32 45 2-methoxy-4-methyl phenol 0,84 46 2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1 0,23 47 4-hydroxypyridine 0,22 48 1,2-benzenediol 1,75 49 1,2-benzenediol 0,34 50 1,2-benzenediol 2,00 51 1,2-benzenediol 1,07 52 1,2-benzenediol 3,95 53 3-methoxy-1,2-benzenediol 0,85

54 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,65

55 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,89

56 3-methyl-1,2-benzenediol 0,34

57 3-methyl-1,2-benzenediol 0,45

58 4-methyl-4-phosphacyclopentene 0,23

59 Butanoic acid 0,08 60 4-methyl catechol 1,49

61 4-mehyl catechol 1,52

62 Methyl 1-ethenylbtyl ether 0,29

63 2,6-dimehtoxy phenol 12,53

64 1,3-dimethyl-melamine 0,09

69

Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 65 4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde 1,30

66 4-acetyl-1,5-dimethylpyrazole 1,30

67 1,3-cyclohexa,alpha,-terpipene 0,18

68 1,2,3-trimethoxy benzene 3,06

69 2-fluoro-4-methoxyacetophenone 0,29

70 4-hydroxy benzoic acid 1,18

71 Acetovanillone 0,49

72 4-hydroxy-3-methoxy benzoid acid 0,17

73 2,3,5-trimethoxytoluene 2,61

74 2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline 0,83

75 Trans-3-butyl-3,6-dimetoxy-6-methyl 0,18

76 6,10-dimethylbicyclo 0,06

77 6-methyl-7-hydroxypteridine 0,23

78 3-methoxy-4-hydroxyphenone propane 0,39

79 Propiovanillone 0,65

80 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol 0,39

81 3-methyl-2,4-hexadienedioic acid 0,40

82 2-methyl-6-nitrophenol 0,29

83 4-hydroxy-3,5dimethyl benzaldehide 0,65

84 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol 0,11

85 1-(1,1’-byphenyl)-4-yl) ethanone 0,47

86 1-2,4,6-trihydroxy-3-1-butanone 0,56

87 Aspidinol 0,51

88 1,1-diphenylmethylamine 0,16

89 1-methyl-2,4,5-trioxopyrrolo 0,12

90 Phenol 0,11

70

Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 3,4-dimethyl-2-hexanone 0,45

2 2-methyl-, ethyl propanoic acid 0,41

3 2-ethyl pyridine 0,34

4 3,4-dihydropyran 3,67

5 Thiophene 0,25

6 2-hydroxycyclopent-2-en-1-one 0,74

7 Acetate-2-heptanol 0,23

8 1,3,6-trioxocane 0,28

9 3-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,70

10 Phenol 0,77

11 Phenol 2,05

12 Phenol 1,08

13 Phenol 5,63

14 3-methoxy pyridine 1,58

15 2-hydroxy-3-2-cyclopenten-1-one 2,86

16 2,2,4-trimethyl oxepane 0,47

17 Ethyl isobutirate 0,72

18 2-methoxy phenol 1,18

19 2-methoxy phenol 0,65

20 3-methyl-hexane 2,05

21 Nitro-2 methyl-2 butane 34,99

22 3-methyl butanal 6,70

23 2-aminopyrazine 0,29

24 5-ethyldihydro-2 (3H)-furanone 5,85

25 2,6,6-trideuterio-2-dimethylaminoc 0,84

26 4-ethylbutan-4-olide 0,93

27 2,6,6-trideutrio-2-dimrthylaminoc 0,74

28 2,6,6-trideutrio-2-dimethylaminoc 4,62

29 3-methoxy-1,2-benzenediol 2,80

30 hexyl ester butanoic acid 3,88

31 Methyl 1-ethenylbutyl ether 0,56

32 2,6-dimethoxy phenol 6,71

71

Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % 33 1-hydroxy-3-methyl-2-butanone 0,84

34 Vanillin 0,80

35 5-acetyl-2-methylthiopyridin 0,85

36 2-methoxy-4-propiyl phenol 0,93

37 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,62

38 1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone 0,93

72

Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 2-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,34

2 1-(2-furanyl)-ethanone 0,90

3 5-methyl furancarboxaldehyde 0,28

4 Phenol 29,52

5 2,5-dimethyl-2, 4-hexadiene 0,24

6 2,3-dimethylcyclopenten-1-one 0,29

7 2-methyl-1-penten-3-ol 0,84

8 Corylone 0,41

9 2, 3-dimethylcyclopent-2-en-1-one 0,58

10 2-methyl phenol 4,50

11 2-methoxy-phenol, 11,34

12 2-methoxy phenol 14,88

13 2, 6-dimethyl phenol 0,30

14 2-ethyl phenol 0,51

15 2, 4-dimethyl phenol 1,75

16 4-methoxymethylphenol 1,53

17 3, 4-dimethyl phenol 0,76

18 2-methoxy-4-methyl phenol 1,01

19 2-methoxy-4-methyl phenol 7,03

20 4-ethyl-2-methoxy-phenol 0,52

21 4-ethyl-2-methoxy-phenol 4,62

22 2, 6-dimethoxy-phenol 8,88

23 2-methoxy-4-propyl-phenol 0,40

24 4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid 4,56

25 2, 3, 5-trimethoxytoluene 3,13

26 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 0,90

73

Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 2-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,04

2 1-(2-furanyl) ethanone 0,10

3 1-(2-furanyl) ethanone 0,15

4 2-methyl-2cyclopenten-1-one 0,25

5 Dihydro-2(3H)-foranone 0,81

6 Phenol 41,58

7 Phenol 3,59

8 1,2,3,4-tetramethyl cyclobutene 0,10

9 3-mehtylcyclohexanone 0,22

10 Tetrahydro-2-(methoxymethyl) furan 0,62

11 Corylone 1,21

12 2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,19

13 2-methyl phenol 1,56

14 3-mehtyl phenol 6,14

15 2 methoxy phenol 1,75

16 Hydroxy-6-cytosine 0,18

17 Maltol 0,23

18 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1-one 0,37

19 2,4-dimethyl phenol 0,22

20 4-ethyl phenol 0,26

21 3-ethyl phenol 0,19

22 2-methoxy-4-methylphenol 0,14

23 2-methoxy-4-methylphenol 0,89

24 1,2-benzenediol 5,16

25 1,2-benzenediol 1,17

26 1,2-benzenediol 3,95

27 3-methoxy-1,2-benzenediol 3,34

28 2,3-dihydroxy-acetophenone 0,16

29 4-ethyl-2-methoxy phenol 0,28

30 3-methyl-1,2-benzenediol 1,74

31 4-methyl catechol 4,56

32 2,6-dimethoxy phenol 7,83

74

Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 33 3,4-dimethoxy phenol 0,51

34 2-methoxy-4-methylphenol 0,41

35 Vanillin 0,93

36 2-methoxy-4-methyl phenol 0,69

37 3-hydroxy, methyl benzoic acid 0,21

38 1,2,3-trimethoxy benzene 2,25

39 4-hydroxy-,methyl benzoic acid 1,42

40 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,49

41 Evodone 0,81

42 2,3,5-trimethoxytoluene 0,58

43 2-methoxy-4-propyl phenol 0,55

44 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,20

45 N-methyl-2-pyridone-4-carborxylic A 0,24

46 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,32

47 2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2 0,26

48 2,5-dimethoxy-1-(1-hydroxybutyl) 0,19

49 Aspidinol 0,19

50 Methyl ester hexadecanoic acid 0,15

51 9,12-octadecadienoic acid 0,30

52 Methyl 9-octadecenoate 0,36

75

Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 Dihydro-2 (3H)- furanone 3,44

2 Methyl 4-hydroxybutanoate 3,30

3 Phenol 5,36

4 Phenol 2,14

5 3-methoxy-pyridine 7,00

6 Corylone 2,24

7 Tetrahydro-2-furanmethanol 9,23

8 Ethyl ester butanoic acid 18,57

9 Pentanal 4,53

10 Cyclopropyl carbinol 3,57

11 1,3-thiazole 32,43

12 2-methyl-3-hexene 4,19

13 2,6-dimethoxy-phenol 4,00

76

Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 3-methyl-2-butanone 0,07

2 2-methyl-pyridine 0,06

3 1-hexene 1,71

4 Phenol 15,50

5 Phenol 3,18

6 Phenol 6,69

7 Phenol 1,34

8 Phenol 0,56

9 3-methoxy-pyridine, 0,99

10 2, 3-dimethyl-pyridine, 0,45

11 Corylone 1,66

12 2-methyl-1-penten-3-one 0,10

13 2-methyl phenol 0,31

14 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,37

15 2-methoxy phenol 2,77

16 3-methyl phenol, 0,82

17 4-methxy phenol, 0,66

18 Isobutyl isopentanoic acid ester 1,11

19 2-methyl-3-buten-2-ol 1,68

20 2-methyl-3-buten-2-ol 3,59

21 3-penten-2-ol 3,09

22 Ethyl ester butanoic acid 3,13

23 2-hydroxy-3-methyl-4H-pyran-4-one 0,82

24 3-hydroxy-2-methyl-4H-pyran-4-one 0,31

25 2-methoxy-4-methylphenol 0,34

26 Ethyl-D5 phenyl ether 0,21

27 2-acetyl furan 0,67

28 3-pyridinol 0,49

29 4-hydroxypyridine 0,79

30 2-methyl-3-pyridinol 0,12

31 1,2-benzenediol 6,09

32 1,2-benzenediol 1,12

77

Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 33 1,2-benzenediol 4,39

34 1,2-benzenediol 2,48

35 1,2-benzenediol 1,22

36 1,2-benzenediol 0,49

37 3-methoxy-1,2-benzenediol 4,15

38 3-methyl-1,2-benzenediol 1,55

39 3-methyl-1,2-benzenediol 0,29

40 4-methyl-4-phosphacyclopentene 0,27

41 4-methyl catechol 5,23

42 2,6-dimethoxy phenol 8,36

43 3,4-dimethoxy phenol 0,47

44 Vanillin 0,93

45 4-acetyl-1,3-dimethylpyrazole 1,11

46 4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid 1,77

47 2-ethylthieno [2,3-b] thiophene 0,21

48 4-hydroxy-methyl benzoic acid 1,76

49 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,66

50 Evodone 0,31

51 7, 8-dimethylbenzocyclooctene 0,56

52 3-hydroxy-oxime benzaldehyde 0,36

53 3-methoxy-4-hydroxyphenone propanol 0,63

54 2-methyl-6-nitrophenol 0,33

55 4-hydroxy-3, 5-dimethyl benzaldehyde 0,41

56 2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2 0,43

57 1-(2, 4, 6-trihydroxy-3)-1-butanone 0,46

58 Aspidinol 0,36

78

Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Deteksi GC-MS

No Sampel % Relatif 1 3-methyl pyridine 1,19

2 Butyrolactone 6,22

3 3,4-dimethyl pyridine 1,01

4 2,3-dimethylpyridine 0,93

5 Phenol 3,28

6 Phenol 1,79

7 Phenol 1,84

8 Phenol 1,58

9 3-methoxy pyridine 4,03

10 2-hydroxy-3-methyl-2-C 3,18

11 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 1,10

12 2-methoxy phenol 0,49

13 2-methyl-3-buten-2-ol 44,84

14 Maltol 2,52

15 4(1H)-pyridinone 0,37

16 2-methyl-3-pyridinol 1,40

17 Thiazole 8,31

18 1-methoxy-1-cyclopropylpentane 2,50

19 3-ethyl-1-pentene 6,51

20 3-methoxy-1,2-benzenediol 2,02

21 2,6-dimethoxy phenol 4,90

79

Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sebelum Ekstraksi

No Sampel Bobot kering

sampel (g)

Bobot kondensat

(g)

Rendemen

(% b/b)

1 Tempurung 1 2292,32 851 37,12

2 Tempurung 2 2239,46 959 42,82

3 Tempurung 3 2258,94 816 36,12

4 Sabut 1 427,12 191 44,72

5 Sabut 2 508,57 239 47,00

6 Sabut 3 417,25 232 55,60

Contoh Perhitungan :

Tempurung 1

Persen Rendemen = Bobot Kondensat (g) x 100 %

Bobot kering sampel

= 851 (g) x 100 %

2292,32

= 37,12 %

80

Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sesudah ekstraksi

No Sampel Vol.

sampel (ml)

Vol. pelarut

(ml)

Vol. Produk

(ml)

Vol. Terlarut

(ml)

Vol. Terekstrak

(%) 1 Tempurung 1-Heksan 200 200 208 8 3,846

2 Tempurung 2-Heksan 200 200 205 5 2,439

3 Tempurung 3-Heksan 200 200 207 7 3,382

4 Tempurung 1-Etil asetat 137 137 141 4 2,837

5 Tempurung 2-Etil asetat 166 166 172 6 3,488

6 Tempurung 3-Etil asetat 113 113 117 4 3,419

7 Tempurung 1-Metanol 57 57 114 57 50,00

8 Tempurung 2-Metanol 88 88 176 88 50,00

9 Tempurung 3-Metanol 57 57 114 57 50,00

10 Sabut1-Heksan 50 50 51 1 1,961

11 Sabut 2-Heksan 50 50 51 1 1,961

12 Sabut 3-Heksan 50 50 51 1 1,961

13 Sabut 1-Etil asetat 34 34 35 1 2,857

14 Sabut 2-Etil asetat 30 30 31 1 3,226

15 Sabut 3-Etil asetat 30 30 30,5 0,5 1,639

16 Sabut1-Metanol 15 15 30 15 50,00

17 Sabut 2-Metanol 15 15 30 15 50,00

18 Sabut 3-Metanol 18,5 18,5 37 18,5 50,00

Contoh Perhitungan :

Sabut 1-Etil asetat

Persen Rendemen = Volume terlarut (ml) x 100 %

Volume produk (ml)

= 1 (ml) x 100 %

35 (ml)

= 2,857 %

81

Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam Sebelum Ekstraksi

No Sampel Bobot sampel (g)

Vol. NaOH titrasi (ml) NaOH (N) Kadar

asam (%) 1 Tempurung 1 10,371 26,95 0,098039 15,29

2 Tempurung 2 10,406 27,05 0,09901 15,44

3 Tempurung 3 10,418 28,15 0,09901 16,05

4 Sabut 1 10,267 10,35 0,098039 5,930

5 Sabut 2 10,155 11,50 0,098039 6,661

6 Sabut 3 10,147 11,95 0,098522 6,962

Sesudah Ekstraksi

No Sampel Bobot sampel (g)

Vol. NaOH

titrasi (ml)

NaOH (N)

Kadar Asam (%)

1 Tempurung 1-Heksan 6,654 0,385 0,103 0,358

2 Tempurung 2-Heksan 6,685 0,420 0,104 0,393

3 Tempurung 3-Heksan 6,645 0,300 0,106 0,288

4 Tempurung 1-Etil asetat 9,339 9,95 0,103 6,59

5 Tempurung 2-Etil asetat 9,409 12,6 0,104 8,37

6 Tempurung 3-Etil asetat 9,405 9,10 0,103 5,98

7 Tempurung 1-Metanol 9,217 8,50 0,103 5,70

8 Tempurung 2-Metanol 9,177 8,70 0,104 5,93

9 Tempurung 3-Metanol 9,212 10,5 0,103 7,05

10 Sabut1-Heksan 6,617 0,0900 0,103 0,0841

11 Sabut 2-Heksan 6,637 0,175 0,103 0,163

12 Sabut 3-Heksan 6,604 0,100 0,104 0,0946

13 Sabut 1-Etil asetat 9,193 4,45 0,103 3,00

14 Sabut 2-Etil asetat 9,161 4,70 0,103 3,17

15 Sabut 3-Etil asetat 9,182 3,24 0,106 2,25

16 Sabut1-Metanol 9,3 3,40 0,103 2,26

17 Sabut 2-Metanol 9,221 3,75 0,103 2,52

18 Sabut 3-Metanol 9,199 3,70 0,106 2,57

82

Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam

Rafinat (crude) dari ekstraksi

No Sampel Bobot sampel

(g)

vol, NaOH titrasi (ml) NaOH (N)

Kadar asam (%)

1 Tempurung 1-Heksan-C 10,34 28,6 0,103 17,10

2 Tempurung 2-Heksan-C 10,38 26,9 0,104 16,20

3 Tempurung 3-Heksan-C 10,40 32,0 0,106 19,63

4 Tempurung 1-Etil asetat-C 10,16 17,4 0,103 10,60

5 Tempurung 2-Etil asetat-C 10,17 16,4 0,104 10,10

6 Tempurung 3-Etil asetat-C 10,21 20,6 0,103 12,48

7 Sabut1-Heksan-C 10,25 11,7 0,103 7,060

8 Sabut 2-Heksan-C 10,15 1,45 0,103 8,840

9 Sabut 3-Heksan-C 10,15 12,9 0,104 7,943

10 Sabut 1-Etil asetat-C 10,15 6,40 0,103 3,900

11 Sabut 2-Etil asetat-C 10,05 6,70 0,103 4,124

12 Sabut 3-Etil asetat-C 10,07 7,20 0,106 4,566

Contoh perhitungan : Tempurung 1-Heksan-C Kadar Asam

= Vol, NaOH (l) × N NaOH × BM as, Asetat x fak, pengenceran ×100% Bobot Sampel (g)

= 28,6 (ml) x 1 (l) × 0,103 × 60 x 10 x 100 % 10,343(g) x 1000 (ml)

= 17,10 %

83

Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Sebelum Ekstraksi

No Sampel Kadar fenol (g/l)

BJ fenol (g/ml)

Kadar fenol (%)

1 Tempurung 1 2419,16 1057,6 2,287

2 Tempurung 2 2625,14 1057,6 2,482

3 Tempurung 3 2649,10 1057,6 2,505

4 Sabut 1 2754,50 1057,6 2,604

5 Sabut 2 2260,02 1057,6 2,137

6 Sabut 3 1034,73 1057,6 0,9784

Sesudah Ekstraksi

No Sampel Kadar Fenol (g/l)

BJ fenol (g/ml)

Kadar fenol (%)

1 Tempurung 1-Heksan 447,98 1057,6 0,4236

2 Tempurung 2-Heksan 553,39 1057,6 0,5233

3 Tempurung 3-Heksan 394,08 1057,6 0,3726

4 Tempurung 1-Etil asetat 1031,3 1057,6 0,9751

5 Tempurung 2-Etil asetat 1112,8 1057,6 1,052

6 Tempurung 3-Etil asetat 1057,7 1057,6 1,000

7 Tempurung 1-Metanol 376,11 1057,6 0,3556

8 Tempurung 2-Metanol 309,03 1057,6 0,2922

9 Tempurung 3-Metanol 449,18 1057,6 0,4247

10 Sabut1-Heksan 306,64 1057,6 0,2899

11 Sabut 2-Heksan 318,62 1057,6 0,3013

12 Sabut 3-Heksan 228,78 1057,6 0,2163

13 Sabut 1-Etil asetat 1137,9 1057,6 1,076

14 Sabut 2-Etil asetat 922,31 1057,6 0,8721

15 Sabut 3-Etil asetat 715,09 1057,6 0,6761

16 Sabut1-Metanol 471,94 1057,6 0,44624

17 Sabut 2-Metanol 190,45 1057,6 0,1801

18 Sabut 3-Metanol 174,88 1057,6 0,1654

84

Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Rafinat (crude) dari ekstraksi

No Sampel Kadar Fenol (g/l) BJ fenol (g/ml) Kadar fenol

(%) 1 Tempurung 1-Heksan-C 1215,8 1057,6 1,150

2 Tempurung 2-Heksan-C 1246,9 1057,6 1,179

3 Tempurung 3-Heksan-C 1250,5 1057,6 1,182

4 Tempurung 1-Etil asetat-C 553,39 1057,6 0,5233

5 Tempurung 2-Etil asetat-C 519,85 1057,6 0,4915

6 Tempurung 3-Etil asetat-C 693,53 1057,6 0,6558

7 Sabut1-Heksan-C 1221,7 1057,6 1,155

9 Sabut 2-Heksan-C 989,39 1057,6 0,9355

11 Sabut 3-Heksan-C 913,93 1057,6 0,8642

10 Sabut 1-Etil asetat-C 693,53 1057,6 0,6558

12 Sabut 2-Etil asetat-C 291,07 1057,6 0,2752

8 Sabut 3-Etil asetat-C - - -

Contoh Perhitungan :

Tempurung 1-Heksan-C

Kadar Fenol (%) = Kadar Fenol (g/l) × 1 l BJ Fenol (g/ml) 1000 ml

= 1215,8 (g/l) × 1 l 1,0576 (g/ml) 1000 ml

= 1,150 %

85

Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Sebelum Ekstraksi

Sesudah Ekstraksi

No Sampel Bobot

piknometer kosong (g)

Bobot piknometer dan air (g)

Bobot piknometer dan sampel

(g)

Bobot jenis

(g/ml)

1 Tempurung 1-Heksan 15,69 25,857 22,455 0,6654

2 Tempurung 2-Heksan 15,691 25,848 22,481 0,6685

3 Tempurung 3-Heksan 15,69 25,848 22,44 0,6645

4 Tempurung 1-Etil asetat 15,69 25,858 25,186 0,9339

5 Tempurung 2-Etil asetat 15,69 25,857 25,257 0,9410

6 Tempurung 3-Etil asetat 15,69 25,858 25,253 0,9405

7 Tempurung 1-Metanol 15,69 25,858 25,062 0,9217

8 Tempurung 2-Metanol 15,69 25,847 25,011 0,9177

9 Tempurung 3-Metanol 15,69 25,857 25,056 0,9212

10 Sabut1-Heksan 15,689 25,848 22,411 0,6617

11 Sabut 2-Heksan 15,69 25,849 22,432 0,6637

12 Sabut 3-Heksan 15,69 25,848 22,398 0,66034

13 Sabut 1-Etil asetat 15,69 25,857 25,036 0,9192

14 Sabut 2-Etil asetat 15,691 25,845 24,996 0,9164

15 Sabut 3-Etil asetat 15,691 25,847 25,028 0,9194

16 Sabut1-Metanol 15,69 25,857 25,037 0,9193

17 Sabut 2-Metanol 15,691 25,848 25,037 0,9202

18 Sabut 3-Metanol 15,691 25,857 25,035 0,9191

No, Sampel Bobot

Piknometer kosong (g)

Bobot piknometer dan air (g)

Bobot piknometer dan sampel (g)

Bobot jenis

(g/ml) 1 Tempurung 1 16,544 27,377 27,779 1,037

2 Tempurung 2 13,005 18,494 18,717 1,041

3 Tempurung 3 17,038 26,899 27,311 1,042

4 Sabut 1 17,029 26,891 27,154 1,027

5 Sabut 2 17,029 26,891 27,044 1,016

6 Sabut 3 17,029 26,891 27,036 1,015

86

Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Rafinat (crude) dari ekstraksi

No Sampel Bobot

piknometer kosong (g)

Bobot piknometer dan air (g)

Bobot piknometer dan sampel

(g)

Bobot jenis

(g/ml)

1 Tempurung 1-Heksan-C 15,69 25,857 26,206 1,034

2 Tempurung 2-Heksan-C 15,691 25,848 26,234 1,038

3 Tempurung 3-Heksan-C 15,69 25,848 26,257 1,040

4 Tempurung 1-Etil asetat-C 15,69 25,858 26,017 1,016

5 Tempurung 2-Etil asetat-C 15,69 25,857 26,027 1,017

6 Tempurung 3-Etil asetat-C 15,69 25,858 26,070 1,021

7 Sabut1-Heksan-C 15,689 25,848 26,101 1,025

8 Sabut 2-Heksan-C 15,69 25,849 25,997 1,015

9 Sabut 3-Heksan-C 15,69 25,848 26,000 1,015

10 Sabut 1-Etil asetat-C 15,688 25,857 26,006 1,015

11 Sabut 2-Etil asetat-C 15,691 25,848 25,898 1,005

12 Sabut 3-Etil asetat-C 15,691 25,847 25,914 1,007

Contoh perhitungan :

Tempurung1-Heksan-C

Bobot Jenis = Bobot piknometer dan sampel (g) – Bobot piknometer kosong (g)

Bobot piknometer dan air (g) – Bobot piknometer kosong (g)

= 26,206 (g) – 15,69 (g)

25,857 (g) – 15,69 (g)

= 1,034 g/ml

87

Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair

Dibersihkan, dipotong-potong (tempurung kelapa), dilepaskan seratnya (sabut kelapa).

Pengukuran kadar air dan kadar abu untuk setiap bahan

Ditimbang sebanyak 2- 3,0 kg untuk tempurung kelapa dan 0,4-0,6 kg untuk sabut kelapa.

Dimasukkan ke dalam tabung pirolisis.

Tabung pirolisis ditutup dan dirangkai

Bahan dalam tabung dibakar dengan suhu 300°C selama 5 jam

Setelah proses pembakaran berlangsung ±10 menit, dialirkan air secara kontinyu ke dalam tabung pendingin.

Bahan (tempurung dan sabut kelapa)

Analisa asap cair

Asap cair ditampung

Asap cair disaring

Asap cair difraksinasi dengan ekstraksi

Karakterisasi dengan GC-MS Analisa asap cair Uji coba

88

Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair

Ikan Selar

Dibersihkan dan dicuci

Perendaman dalam fraksi asap cair

Pengamatan

Pisang Mas

Pengamatan

Perendaman dengan asap cair

Dilepaskan dari sisirnya, dibersihkan

Uji coba

89

Lampiran 29. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia a. Rendemen (LTP, 1974)

Rendemen diukur berdasarkan volume kondensat yang dihasilkan (ml) dari

setiap satuan berat bahan yang dibakar,

Rendemen (%) = Volume (ml) × 100 %

Berat bahan (gram)

b. pH (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 10 ml diukur dengan menggunakan pH meter, dengan

terlebih dahulu dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4,0 dan 7,0,

pengukuran sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter ke

dalam sampel dan skala dibaca setelah jarum penunjuk konstan,

c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992)

Sampel sebanyak 10 gram diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades,

Larutan sampel sebanyak 10 ml ditambah indikator fenolphthalein sebanyak

2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi,

yaitu berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak

berubah bila dihomogenkan), Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen

asam asetat,

% Total Asam = V × N × BM × 100 %

BC

V = Volume titar NaOH

N = Normalitas NaOH

BM = Berat molekul asam asetat

BC = Bobot contoh (gram)

d. Kadar Fenol (Hammerschidt, 1978)

Sampel sebanyak 10 ml disentrifuse pada 400 rpm selama 10 menit, Lalu 10

ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol

95 % dan 5 ml air destilat ke dalam tabung reaksi tersebut, Kemudian

ditambahkan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu ke masing-masing tabung

90

tersebut, Diamkan selama 5 menit, lalu ditambahkan 1 ml Na2S2O3 5 % ke

tiap-tiap sampel, lalu dikocok dalam Vortex Shaker, lalu disimpan dalam

ruang gelap selama 60 menit, Setelah 60 menit, sampel kembali dikocok

dengan menggunakan Vortex Shaker dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 725 nm,

Pembuatan kurva standar : 0,2 % asam galat dibuat dengan pelarut air,

Kemudian ambil masing-masing 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml dan masukkan dalam labu

ukur 10 ml, Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu ukur sampai tanda

tera, Kemudian masing-masing standar dipipet ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 1 ml etanol 95 %, 5 ml akuades, 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu,

dan 1 ml Na2CO3 5 %, Diamkan selama 60 menit, lalu di ukur absorbansinya

pada panjang gelombang 725 nm,

e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)

Piknometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian dikeringkan dan ditimbang

dengan teliti, Sampel diisi ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera,

kemudian ditutup dan dihindarkan dari adanya gelembung-gelembung udara,

bagian luar piknometer dikeringkan dari bahan yang menempel, Piknometer

yang telah diisi oleh akuades didiamkan beberapa saat, kemudian ditimbang,

Bobot Jenis =

(berat sampel + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr)

(berat air + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr)

f. GC-MS

Instrument : Agilent Technologies 6890 Gas

Chromatograph with Auto Sampler and 5973

Mass Selective Detector and Chemstation

Data System

Ionisation mode : Electron Impact

Electron energy : 70 eV

Coloumn : HP Ultra , Capillary Coluomn

Length 50 (m) × 0,2 (mm) I,D × 0,11 (µm)

91

Film Thickness

Oven temperature : Initial temperature at 60 ºC hold for 2

minutes, rising at 5 ºC/min to 280 ºC hold for

5 minutes

Injection port temperature : 250 ºC

Ion source temperature : 230 ºC

Interface temperature : 280 ºC

Quadrupole temperature : 140 ºC

Carrier gas : Helium

Colounm mode : Constant flow

Flow coloumn : 0,6 µL/minute

Injection volume : 5 µL

Split : 100 : 1