digilib.uns.ac.id/pembinaan-moral-narapidana...ii pembinaan moral narapidana residivis dalam...

238
PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: ROSIANA RAHAYU K6407011 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: others

Post on 22-Mar-2020

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS

DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN

NEGARA KLAS 1 SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh:

ROSIANA RAHAYU

K6407011

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

ii

PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS

DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN

NEGARA KLAS 1 SURAKARTA

Oleh

ROSIANA RAHAYU

K6407011

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

iv

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

v

ABSTRAK

Rosiana Rahayu. PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. November 2011.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan moral narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait pengulangan tindak pidana yang dilakukan. (2) Mengetahui pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. (3) Mengetahui faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait pembentukan good citizen.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah informan, peristiwa, tempat atau lokasi, dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Validitas data yang diperoleh dengan teknik trianggulasi data, trianggulasi metode dan review informan. Analisis data menggunakan analisis data model interaktif yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta hanya sebatas pemahaman moral saja sedangkan sebagian narapidana residivis belum memiliki perasaan moral dan tindakan moral juga belum terbentuk. (2). Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak berhasil membentuk narapidana residivis menjadi warga negara yang baik (good citizen) sebab sebanyak 70 % narapidana residivis tidak terbentuk sebagai pribadi yang terdidik secara moral. Hal tersebut diketahui bahwa dari 10 narapidana residivis yang mempunyai kesadaran moral hanya 4 orang (40%) sedangkan ditinjau dari tindakan moral hanya 2 orang (20%). Selain itu, masih terjadi pengulangan tindak pidana sehingga arah pembinaan moral yang sesuai tujuan pemasyarakatan tidak tercapai. (3). Faktor pendorong pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi: kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan, peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan pembinaan, sarana dan prasarana yang menunjang, motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma negatif masyarakat, dan pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis terkait pembentukan good citizen meliputi: perilaku narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan, perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang rendah, terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembinaan, belum ada peraturan tentang pola pembinaan khusus narapidana residivis, dan stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

vi

ABSTRACT Rosiana Rahayu. CREATING GOOD CITIZEN IN THE FIRST CLASS OF SURAKARTA PENITENTIARY. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. October 2011.

moral in the First Class of Surakarta penitentiary relative to the crime

building in creating good citizen in the First Class of Surakarta Penitentiary, and

moral building in the First Class of Surakarta Penitentiary relative to creating good citizen.

This study employed a descriptive qualitative method with a single embedded research strategy. The data source used consisted of informant, event and document. The sampling technique used was purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data used were interview, observation, and document analysis. Data validity was obtained using data and method triangulation techniques and review informant. The data analysis was done using an interactive analysis encompassing data reduction, data display and conclusion drawing.

Based on the result of research, it can be concluded that: (1) the recurrent ry is only limited to

moral conception. It is because their moral feeling and moral action have not been established. (2) The implementation of moral building to the recurrent prisoners in the First Class of Surakarta penitentiary has not successfully created the recurrent prisoners into good citizens because any 70% the recurrent prisoners formed as a education morality person. Is known that 10 people who has morality consciousness while only 40 % whereas in term of moral only 2 people (20%). In addition, some recurrent prisoners still repeat the criminal action so that the direction of moral building consistent with the objective of moral building has not been achieved. (3) The factors supporting the moral building to the recurrent prisoners in the First Class of Surakarta penitentiary

supporting the implementation of building, supporting infrastructures, moral r the negative

stigma among the society, and good supervision during the building process.

moral building relative to the good citizen creation includes the recurrent s not-good behavior during building process, the difference of

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

vii

MOTTO

Kotornya akhlak itu lebih besar bahayanya dari pada kotornya materi. Maka,

wajib bagi setiap individu untuk membersihkan jasmani dan rohaninya sebelum

memasuki kehidupan baru

(Dr. Kasis Karel)

Sesungguhnya kerendahan moral itu adalah tantangan yang paling besar yang

sangat ditakuti manusia. Dan, keutamaan moral itu adalah suatu harapan yang

paling besar yan

(Plato)

Mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, mereka yang menyuruh

mungkar dan bersegera mengerjakan berbagai

kebaikan. Maka, mereka itu termasuk orang-orang yang sholeh

(Al- Surat Ali-Imron: 114)

Akhlak yang baik bergantung pada kesiapan diri untuk berakhlak. Manusia

menjadi adil karena menegakkan keadilan, menjadi bijaksana karena menekuni

kebijaksanaan, dan menjadi berani karena bertindak berani. Untuk

mewujudkannya, perlu niat, usaha keras, dan pembiasaan maka, hasil yang

diperoleh akan memuaskan

(Penulis)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya

Bapak dan Ibu tercinta yang telah

memberikan restu dalam setiap

perjalanan hidup

Kakak-kakak kandung tersayang, Eko

Rosdianto dan Windi Rosdiana yang

telah memberikan doa dan motivasi

Priema Ariz Setiawan yang selalu

mendokan dan memberikan dukungan

Teman-teman PPKn angkatan 2007 yang

selalu memberikan semangat

Sahabat terbaik Nur Aprilia, Indriyani,

Rizki Tri. K, dan Sri Sulastri yang selalu

membantu dan memberikan semangat

Almamater

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada program

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya

kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk

bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Sri Haryati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk

menyusun skripsi.

4. Dr. Winarno, S.Pd, M.Si., selaku Pembimbing I yang dengan sabar telah

memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Triana Rejekiningsih, SH, KN, MP.d., selaku Pembimbing II yang dengan

sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. E. Sunar Ardinarto, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan serta pengarahan.

7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

x

8. Petugas dan penghuni Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang dengan

senang hati membantu penulis dalam pengumpulan data yang penulis perlukan

dalam penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang membantu penulis baik moril maupun materiil yang tidak

bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis berharap, semoga Allah SWT selalu memberikan barokah dan

anugerah yang terbaik atas jasa yang mereka berikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal

mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan

karena keterbatasan penulis. Dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan

skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya,

dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, November 2011

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK .................................................................................. v

ABSTRACT ....................................................................................................... vi

MOTTO ........................................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 10

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10

1. Tinjauan tentang Moral .............................................................. 10

2. Tinjauan tentang Pembinaan Moral ........................................... 27

3. Tinjauan tentang Teori Pemidanaan............................................ 32

4. Tinjauan tentang Narapidana Residivis ...................................... 38

5. Tinjauan Umum tentang Pembinaan Berdasarkan Sistem

Pemasyarakatan ........................................................................... 47

6. Tinjauan tentang Good Citizen ................................................... 59

7. Hubungan antara Warga Negara yang Baik dengan Moral ....... 64

8. Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dengan

Pembinaan Moral di Lembaga Pemasyarakatan ........................ 66

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xii

B. Kerangka Berfikir ........................................................................... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 74

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 74

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................................ 75

C. Sumber Data ................................................................................... 77

D. Teknik Sampling ............................................................................. 80

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 82

F. Validitas Data .................................................................................. 86

G. Analisis Data ................................................................................... 89

H. Prosedur Penelitian .......................................................................... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 94

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 94

1. Sejarah Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta .................... 94

2. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta .. 98

3. Proses Penerimanaan, Pendaftaran dan Penempatan Narapidana

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta .............................. 102

4. Kondisi Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta ..................................................................................... 105

5. Petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ..................... 108

6. Bentuk-Bentuk Kerja Sama Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta dengan Berbagai Instansi yang Terkait dengan

Pelaksanaan Pembinaan .............................................................. 111

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .................................................. 112

1. Moral Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta Terkait dengan Pengulangan Tindak Pidana yang

Dilakukan ................................................................................... 112

2. Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis

dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta .......................................................................... 138

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pembinaan Moral terhadap

Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta Terkait Pembentukan Good Citizen ............................ 172

C. Temuan Studi ................................................................................... 194

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xiii

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................... 214

A. Kesimpulan ...................................................................................... 214

B. Implikasi .......................................................................................... 217

C. Saran ................................................................................................ 218

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 221

LAMPIRAN ..................................................................................................... 225

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

1. Jadual Kegiatan Penelitian ................................................................

2. Jumlah Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

per Bulan Juni 2011 .....................................................................................

3. Daftar Nama Narapidana Residivis per Bulan Juni 2011 di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ...................................................

4. Petugas Pembinaan atau Pembina Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta. ................................................................................................

5. Daftar Nama dan Tindak Pidana yang Pernah Dilakukan

Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta ................................................................................................

6. Hasil Identifikasi Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang

Dilakukan oleh Narapidana Residivis Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta pada Bulan Juni 2011. ......................................................

7. Jumlah Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta yang Didasarkan pada Tingkat Pendidikan Tahun

2011. ................................................................................................

8. Faktor Penyebab Narapidana Residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta Melakukan Tindak Pidana ................................

9. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesadaran Agama

Islam di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. ................................

10. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kemandirian di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. ..................................................

11. Metode dan Wujud Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta ................................................................................................

12. Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap

Narapidana Residivis Terkait dengan Pembentukan Good

Citizen. ................................................................................................

13. Jumlah Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta tahun 2009-2011 ................................................................

75

106

107

109

113

115

130

135

150

160

162

166

170

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Alur Tahapan Pelaksanaan Pembinaan ............................................................

Skema Kerangka Berfikir ................................................................

Analisis Data Model Interaktif ................................................................

Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta ................................................................................................

53

73

92

99

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

1. Daftar Informan ..........................................................................................

2. Data Jumlah Residivis Tahun 2009-2011 di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ..............................................................

3. Jadual Kegiatan Pembinaan Bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta ................................................................................................

4. Hasil Evaluasi Perkembangan Diri Narapidana Residivis

yang Belum Menunjukkan Perilaku yang Baik Ditinjau

dalam Laporan Perkembangan Warga Binaan

Pemasyarakatan Tahun 2011................................................................

5. Pedoman Wawancara ................................................................

6. Catatan Lapangan dengan Narapidana residivis ................................

7. Catatan Lapangan dengan Petugas Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta................................................................

8. Catatan Lapangan dengan Pembina Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta................................................................

9. Catatan Lapangan dengan Perwakilan dari Narapidana

Residivis ................................................................................................

10. Foto-Foto Hasil Observasi ................................................................

11. Trianggulasi Data .......................................................................................

12. Trianggulasi Metode ................................................................

13. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan

FKIP UNS ................................................................................................

14. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Ijin

Penyusunan Skripsi ................................................................

15. Surat Permohonan Ijin Research/ Penelitian Kepada

Rektor UNS ................................................................................................

16. Surat Permohonan Pengantar Ijin Penelitian Kepada

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM

225

227

234

236

242

246

268

284

299

307

313

321

330

331

332

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

xvii

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Jawa Tengah di Semarang ................................................................

17. Surat Ijin Penelitian dari Kepala Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah di Semarang ......................

18. Surat Ijin Masuk untuk Mengadakan Penelitian di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ..............................................................

19. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. .............................................................

333

334

335

336

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum atau rechstaat.

Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) disebutkan dengan tegas bahwa

Pasal tersebut mengandung arti bahwa, hukum

memegang kekuasaan tertinggi. Setiap warga negara Indonesia wajib menjunjung

tinggi hukum dan berhak untuk memperoleh persamaan dalam hukum dan

pemerintahan. Hal tersebut dipertegas dalam bunyi pasal 27 ayat (1)

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib

Selanjutnya, dalam bunyi pasal 28 D ayat (1) yang disebutkan bahwa

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil,

memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan keadilan.

Hukum merupakan salah satu pranata yang dibutuhkan untuk

mengantisipasi perkembangan yang pesat dalam kehidupan manusia yang

menetapkan apa yang harus dilakukan atau apa yang boleh serta dilarang dalam

rangka menjaga ketertiban dan keteraturan masyarakat. Selain itu, hukum

diperlukan guna mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di

dalam masyarakat. Timbulnya kejahatan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

individu saja melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan masyarakat.

Pada awalnya, manusia dalam melangsungkan kehidupan berawal dari hasrat

untuk memenuhi kebutuhan pokok dan seseorang dalam keadaan ekonomi buruk

akan kesulitan memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, manusia terdorong

melakukan perbuatan menyimpang yaitu melakukan kejahatan. Kejahatan tersebut

menyebabkan terganggunya kenyamanan dan ketertiban dalam kehidupan

masyarakat pada khususnya dan kehidupan negara pada umumnya. Pada dasarnya,

segala macam bentuk kejahatan menimbulkan dampak buruk yang merugikan

baik terhadap diri pelaku kejahatan tersebut maupun masyarakat luas. Oleh sebab

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

2

itu, diperlukan sanksi pidana dalam upaya menanggulangi kejahatan. Sanksi

pidana merupakan salah satu sarana yang paling efektif yang digunakan dalam

menanggulangi kejahatan. Sebab, sanksi pidana diberikan agar pelanggar jera atas

perbuatan pidana yang dilakukan dan tidak mengulangi kejahatan kembali. Sanksi

pidana diatur dalam pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang

menyebutkan tentang pidana pokok dan pidana tambahan.

meliputi: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda.

Sedangkan pidana tambahan meliputi: pencabutan hak-hak tertentu, perampasan

barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim . (Moelyatno, 2003: 5-

6). Penerapan sanksi pidana tersebut diatur dalam sistem hukum di Indonesia yang

dikenal dengan pemidanaan.

Seiring dengan perkembangan masalah-masalah pemidanaan yang terjadi

di dunia barat, pandangan dan sikap hidup bangsa Indonesia dalam menghadapi

berbagai masalah dalam negara khususnya kepenjaraan baru diwujudkan pada

tahun 1963 dengan mengubah sistem kepenjaraannya menjadi sistem

pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan adalah salah satu pranata hukum yang

tidak dapat dipisahkan dalam kerangka besar bangunan hukum di Indonesia,

khususnya dalam kerangka hukum pidana. Tujuan pembinaan dalam pemidanaan

adalah agar narapidana tidak mengulangi kembali perbuatannya dan bisa

menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima kembali menjadi

bagian dari anggota masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dwidja

Priyatno (2006: 53-54) mengatakan bahwa, danaan meliputi

pencegahan, pembinaan, keseimbangan masyarakat, dan pembebasan rasa

bersalah Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pencegahan berarti mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan

norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2. Pembinaan berarti memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

sehingga menjadi orang baik dan berguna. Pembinaan dilakukan dengan

merehabilitasi tetapi juga meresosiliasi terpidana dan mengintegrasikan yang

bersangkutan ke dalam masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

3

3. Keseimbangan dalam masyarakat berarti penyelesaian konflik yang

ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan

mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Dimaksudkan untuk

mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat tindak pidana yang telah

dilakukan.

4. Pembebasan rasa bersalah berarti membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Tujuannya bersifat spiritual yang dicerminkan dalam Pancasila sebagai dasar

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya, disebutkan pula dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan dalam pasal 2 dinyatakan bahwa:

Tujuan pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga negara binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. (Dwidja Priyatno, 2006: 180).

Pola pembinaan terhadap narapidana di Indonesia didasarkan pada

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990

tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan alenia kedua ditegaskan bahwa:

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila dan sebagainya) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun warga negara yang meyakini pribadinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa (Ismail Sholeh, 1990: 3).

Berdasarkan peraturan tersebut maka, pola pembinaan di lembaga

pemasyarakatan diberikan melalui pembinaan mental seperti pendidikan agama

dan pendidikan budi pekerti. Arah pembinaan di lembaga pemasyarakatan harus

dimulai dengan membentuk moral narapidana sebab, moral yang baik akan

menangkal seseorang untuk melakukan perbuatan jahat. Sebagaimana yang

diungkapkan menurut filosof Jerman Kenith dalam Miqdad Yaljan (2004:21)

menyatakan bahwa:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

4

Sesungguhnya manusia tidak akan sampai pada kesempurnaan, kecuali melalui pendidikan. Melalui pendidikan dapat mencerdaskan dan membuat hati baik. Jadi akhlak tidak hanya berbicara tentang tingkah laku (perbuatan) yang telihat dengan kasat mata, tetapi lebih dari pada itu membersihkan jiwa dari segala perbuatan hina dan jahat bahkan menghiasinya dengan segala sisi keutamaan secara lahir dan batin.

Pembinaan yang terbaik bagi keberhasilan warga binaan sangat

tergantung oleh faktor narapidana itu sendiri, bentuk pembinaan, dan pranata

hukum. Selama ini, perhatian banyak diberikan terhadap lembaga-lembaga hukum

yang bergerak langsung dalam penegakan hukum baik di lembaga pembuat

undang-undang maupun pihak yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya

seperti polisi, hakim ataupun jaksa. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah

peran serta masyarakat yang diharapkan dapat membantu pelaksanaan pembinaan

narapidana. Masyarakat memiliki peranan yang sangat berarti dalam proses

resosialisasi narapidana yang saat ini masih sulit dilaksanakan. Hal ini

dikarenakan, setelah narapidana selesai menjalani hukumannya kemudian siap

kembali ke masyarakat, tidak jarang muncul permasalahan misalnya dikarenakan

kurang siapnya masyarakat menerima mantan narapidana serta sulitnya

narapidana memperoleh pekerjaan. Perhatian tersebut dirasa kurang oleh lembaga

pemasyarakatan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keberhasilan dalam suatu

lembaga pemasyarakatan yang masih kurang. Salah satu diantaranya masih

ditemukan residivis atau pelaku pidana yang pernah menjalani pemidanaan dalam

suatu lembaga pemasyarakatan dan kemudian mengulangi kembali tindak pidana.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari berbagai sumber informasi

ternyata, masih banyak residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana

setelah keluar dari dari lembaga pemasyarakatan khususnya di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta. Adapun data-data narapidana residivis yang melakukan

pengulangan tindak pidana adalah sebagai berikut:

Operasi Sikat Lindas Bandar (Silindar) yang digelar dalam setahun

terakhir, terdapat 117 pengedar dan pengguna narkotika dan obat terlarang

(narkoba) ditangkap petugas Polresta Surakarta. Ratusan tersangka yang berasal

dari berbagai kelompok sindikat maupun perseorangan yang diringkus polisi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

5

Termasuk di dalamnya seorang mantan narapidana residivis. (Suara Merdeka,

tanggal 13 Maret 2011 dikutip dalam http://suaramerdeka.com/v1/indeks

Php/read/news).

Fakta lainnya dalam sebuah media massa yang menyebutkan ditemukan

seorang residivis di Solo, Jawa Tengah, kembali berurusan dengan polisi karena

mencuri beberapa handphone tempat counter di kawasan Sumber, Banjarsari pada

hari Selasa (10/2/2011). Tersangka bernama, Agus Waluyo sebenarnya baru saja

keluar dari penjara satu bulan lalu karena mencuri. (Antara News, tanggal 10

Maret 2011 dikutip dalam http://antaranews.hileud.com/ hileudnews

/title=residivis kembali berurusan dengan polisi &id =226380).

Fakta selanjutnya menyebutkan seorang residivis kembali diciduk aparat

Satuan Reskrim Polres Karanganyar, Jawa Tengah, karena memiliki 0,2 gram

shabu. Tersangka bernama Sardi Haryanto alias Penguk, ditangkap di rumahnya

di Dusun Jumog, Desa Jaten, Karanganyar. Sebelumnya, Sardi pernah mendekam

di Rumah Tahanan Klas 1 Surakarta karena kasus narkoba pada tahun 2005.

(Harian Joglo Semar, tanggal 12 April 2010 dikutip dalam

http://harian.joglosemar.com).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat diketahui bahwa banyak

kejahatan yang dilakukan residivis. Hal ini menunjukkan bahwa, para pelaku

tindak pidana yang dikategorikan residivis belum jera setelah mereka menjalani

pidana di lembaga pemasyarakatan. Kenyataan ini kemudian mengantarkan kita

pada sebuah pertanyaan bahwa, bagaimana sebenarnya pelaksanaan pembinaan

yang diberikan lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana residivis selama ini.

Sampai dimanakah efek positif yang di dapat dari proses pembinaan yang pernah

diberikan petugas pemasyarakatan kepada pelaku kejahatan khususnya narapidana

residivis. Tindak kejahatan yang dilakukan berulang-ulang oleh residivis mungkin

ada yang salah dalam mekanisme pembinaan sehingga tujuan dari pemidanaan

dalam upaya mencegah narapidana residivis untuk tidak mengulangi tindak pidana

kembali belum tercapai. Pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh residivis

menunjukkan bahwa residivis mengalami masalah moral. Dikatakan demikian

sebab, mereka masih tetap melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

6

hukum. Oleh sebab itu, perlu mengetahui bagaimana moral residivis selama ini.

Apa yang menyebabkan residivis melakukan tindakan tidak bermoral yaitu

pengulangan tindak pidana.

Kondisi inilah yang menjadi tantangan besar bagi khususnya Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta untuk melaksanakan pembinaan moral bagi

narapidana residivis dalam upaya membentuk perilaku moral yang baik sehingga

pada akhirnya setelah ia keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

mampu menjadi manusia normal yang mengemban tugasnya sebagai warga

negara yang baik dalam memajukan pembangunan nasional. Pembinaan terhadap

narapidana residivis diharapkan menjadi perhatian khusus oleh pembina

pemasyarakatan. Pembina pemasyarakatan diharapkan memiliki metode

pembinaan yang tepat bagi narapidana kambuhan seperti residivis.

Narapidana residivis sebagai warga negara yang hilang kemerdekaannya

di lembaga pemasyarakatan merupakan insan dan sumber daya manusia yang

masih memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kemajuan pembangunan

negara. Dalam pasal 31 UUD 1945 ayat (1) berbunyi bahwa etiap warga negara

,

setiap warga negara berhak mendapat pendidikan tidak terkecuali bagi narapidana

residivis. Dengan harapan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, ia dapat

melaksanakan perannya sebagai warga negara yang baik (good citizen) untuk

berpartisipasi dalam pembangunan negara. Untuk menjadi warga negara yang

baik, memerlukan sejumlah kompetensi kewarganegaraan yang meliputi

pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, dan nilai warga

negara (civic knownladge, civic skills, dan civic value). Bagi narapidana,

penguasaan mengenai kompetensi kewarganegaraan dapat diperoleh melalui

pembinaan yang diberikan lembaga pemasyarakatan.

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebagai lembaga

pemasyarakatan melaksanakan pembinaan moral berdasarkan pemasyarakatan.

Tujuan pembinaan diarahkan agar narapidana dapat memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi kembali perbuatan tindak pidana, serta mampu berintegrasi dengan

masyarakat. Pelaksanaan pembinaan moral diberikan dengan berbagai program

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

7

pembinaan. Salah satu program pembinaan yang diselenggarakan di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah pembinaan kesadaran agama islam. Pada

awal tahun 2009 Rutan mendirikan pondok pesantren dalam Rutan sebagai bentuk

kegiatan pembinaan kesadaran agama islam.

Menurut keterangan Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta, Bapak Agustiyar Ekantoro di Solo menjelaskan bahwa, pondok pesantren yang didirikan di dalam Rutan Klas 1 Surakarta merupakan yang pertama di Indonesia. Pendirian pesantren tersebut, merupakan proyek percontohan Departemen Hukum dan HAM dalam pembinaan narapidana. Program dari pesantren diharapkan dapat sinergi dengan proram rehabilitasi yang dimiliki Rutan. Sementara itu, pendiri Yayasan Wisata Hati, Ustad Mansur mengatakan bahwa pendirian pesantren di dalam Rutan ini, merupakan keinginan dari para narapidana yang menjadi warga binaan Rutan Klas I Surakarta. Respon untuk mendirikan pesantren tersebut oleh pihak Rutan dan Departemen Hukum dan HAM sangat berguna sekali dalam membantu narapidana agar lebih bisa diterima kembali oleh masyarakat ketika masa pidana narapidana telah berakhir. (Antara News, tanggal 13 Oktober 2009 halaman 7).

Pembinaan yang diberikan kepada narapidana bertujuan membentuk

mental narapidana agar memiliki moral yang baik diharapkan dapat membentuk

watak dan mampu menyerap nilai-nilai positif dari program-program pembinaan

yang telah diberikan. Watak yang dimaksud disini merupakan kualitas individu

dalam mengaktualisasikan potensinya berupa sikap atau perilaku sesuai tuntutan

hidup atas dasar nilai, norma, dan moral yang menjadi komitmennya. Menurut W.

L Dewarant dalam Miqdad Yaljan (2004: 76) menyampaikan bahwa -

faktor yang dapat membangun dan menjaga peradaban adalah akhlak. Andaikata

faktor-faktor ini hilang dapat dipastikan bahwa dasar-dasar peradaban atau negara

tersebut mengandung arti bahwa, untuk dapat membangun suatu

peradaban dalam hal ini negara maka, harus dimulai dari akhlak atau moral yang

baik yang dimulai dari setiap warga negara atau masyarakat.

Bertitik tolak dari uraian di atas maka, penulis merasa tertarik untuk

mengambil skripsi dengan judul Moral Narapidana Residivis

dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dan untuk mempermudah pembahasan

dalam penelitian sehingga sasaran yang hendak dicapai jelas dan tegas maka,

penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta terkait pengulangan tindak pidana yang dilakukan?

2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam

membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ?

3. Faktor apa sajakah yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan

pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta terkait pembentukan good citizen?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa

tujuan maka, penelitian yang dilakukan tidak akan memberikan manfaat. Adapun

tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta terkait pengulangan tindak pidana yang dilakukan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis

dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

3. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendorong dan penghambat

pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta terkait pembentukan good citizen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain

sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

9

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan wawasan dan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

dalam mengimplementasikan mata kuliah yang berhubungan dengan

pendidikan budi pekerti seperti mata kuliah Dasar dan Konsep Pendidikan

Moral (DKPM) dan Hukum Pidana.

b. Sebagai bahan masukan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi pihak Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta terkait dengan pembinaan moral terhadap narapidana residivis

untuk memperbaiki akhlak atau moral sehingga tidak mengulangi tindak

pidana kembali dan mampu berbaur dengan masyarakat.

b. Dengan penelitian ini, diharapkan akan lebih meningkatkan dan

menyempurnakan pembinaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta kepada

narapidana residivis agar lebih efektif. Sehingga arah pembentukan good

citizen dapat terwujud yaitu narapidana residivis mampu mengembangkan

kompetensi kewarganegaraan yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

c. Memotivasi para residivis agar lebih percaya diri untuk berintegrasi dengan

masyarakat setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

a. Tahap-Tahap Perkembangan Moral

Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan

enam tahap perkembangan moral yang dikaitkan satu sama lain dalam tiga

tingkat (levels) berturut-

Keenam tahap perkembangan moral dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Tingkat prakonvensional

Pada tingkat ini, seseorang mengakui adanya aturan-aturan yang baik dan

buruk. Penilaian tentang baik buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

10

faktor-faktor dari luar. Pada tingkat prakonvensional ini dapat dibedakan

dua tahap yaitu:

a) The punishment and obidience orientation (orientasi hukuman dan

kepatuhan) yaitu patuh karena tata hukuman. Seorang anak mendasarkan

perbuatannya atas otoritas konkret (orang tua atau guru) dan atas

hukuman yang akan menyusul bila ia tidak patuh.

b) The instrumental relatives orientation yaitu patuh sekedar memuaskan

orang lain. Perbuatan adalah baik, jika instrumen atau alat dapat

memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang

lain.

2). Tingkat konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa, biasanya anak mulai beralih ke

tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun. Di sini perbuatan-

perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-norma umum, kewajiban, dan

otoritas yang dijunjung tinggi. Dalam tingkat ini, anak mampu

mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosialnya beserta norma-

normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup dua tahap:

a) Interpersonal concordance good boy-nice girl orientation

(penyesuaian dengan kelompok dan orientasi menjadi anak manis).

Dalam tahap ini, anak cenderung mengarahkan diri pada keinginan serta

harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain (sekolah di sini

tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan

dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka. Anak mengambil

sikap: saya adalah anak manis (good boy-nice girl) sebagaimana

diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya ia ingin bertingkah laku

secara wajar artinya, menurut norma-norma yang berlaku. Jika ia

melanggar norma-norma kelompoknya, ia merasa malu dan bersalah.

b) Law and order orientation (orientasi hukum dan ketertiban).

Dalam tahap ini anak mampu menyesuaikan diri dengan otoritas

kelompok. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya,

menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

11

berlaku demi ketertiban itu sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan

tradisional atau menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.

3). Tingkat pascakonvensional

(principled level). Pada tingkat ketiga ini, hidup moral dipandang sebagai

penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut

dalam batin. Norma-norma yang ditentukan dalam masyarakat tidak dengan

sendirinya berlaku, tetapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip dari

kebebasan pribadi. Tingkat ketiga ini mempunyai dua tahap yaitu:

a) Social contract legalistik orientation (orientasi kontrak-sosial legalistis).

Di sini disadari relativisme nilai-nilai, pendapat-pendapat pribadi, dan

kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus. Disamping apa

yang disetujui secara demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-

nilai, dan pendapat pribadi. Segi hukum ditekankan tetapi diperhatikan

secara khusus kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi

demi kegunaan sosial.

b) Universal ethical principle orientation (orientasi prinsip etika yang

universal). Dalam tahap ini, orang mengatur tingkah laku dan penilaian

moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa

prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada

dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan membantu

satu sama lain, persamaan hak manusia, dan hormat untuk martabat

manusia. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan

mengalami penyesalan yang mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya,

karena tidak mengikuti keyakinan moralnya sendiri. Menurut Kohlberg,

penelitiannya telah menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang

mencapai tahap keenam ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dari ketiga

tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai

motif. Dengan adanya perkembangan moral, seseorang akan memiliki

pemahaman moral sehingga dalam perilaku mereka selalu memperhatikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

12

aturan-aturan yang ada. Namun, apabila perkembangan moral seseorang tidak

mencapai pada tingkat sesudah konvensional maka, akan mengakibatkan

seseorang menjadi salah bertindak. Pada tingkat ini, seseorang berusaha

mendapatkan perumusan mengenai nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan

prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan baik yang berasal

dari individu atau kelompok. Dalam tingkat ini, seseorang akan mengetahui

benar-salahnya tindakan yang ia lakukan. Karena hal tersebut ditentukan oleh

keputusan suara hati nurani manusia sebagai individu. Pada intinya keputusan

tersebut berkaitan dengan prinsip keadilan, kesamaan hak asasi, dan hormat

pada harkat (nilai) manusia sebagai pribadi. Berdasarkan permasalahan yang

peneliti teliti yaitu berkaitan dengan harkat dan martabat manusia sebagai

pribadi yang bermoral.

Melihat perkembangan moral manusia di atas, maka tentu akan ada

sebuah proses yang tidak lepas dari perkembangan moral itu sendiri. Proses

yang dimaksud adalah dengan pembinaan moral. Pembinaan moral sangat

penting diberikan kepada narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta agar mereka menghargai dirinya sendiri sebagai manusia yang

bermoral. Dengan adanya pembinaan moral yang efektif, akan membawa

perubahan sikap yang positif bagi peserta didiknya (narapidana residivis

sebagai warga binaan). Sebaliknya, dengan pembinaan moral yang dinilai

kurang efektif akan membawa perubahan yang negatif bagi peserta didik yang

bahkan dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

13

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Moral

b. Pengertian Moral

Menurut Bambang Daroeso (1988: 22) menjelaskan pengertian moral

adalah sebagai berikut:

mos moresyang berarti adat istiadat, kebiasaan, atau tingkah laku. Dalam bahasa Yunani moral dikenal dengan kata ethos

yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku baku dalam hidup.

Menurut Magnis Suseno dalam Asri Budiningsih (2008: 24) disebutkan

bahwa

manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari

Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Masganti Sit (2010: 3) dinyatakan

bahwa:

Kata moral selalu dipandang memiliki makna yang tumpang tindih dengan kata akhlak, etika, budi pekerti dan nilai. Namun, pada hakekatnya ada beberapa perbedaan diantara kelima istilah ini. Akhlak menekankan perbuatan baik yang dilakukan dalam berhubungan dengan Allah, manusia, dan alam untuk mencari keridhoan Allah. Etika adalah bagian dari filsafat yang membicarakan perbuatan baik dan buruk. Budi pekerti adalah kumpulan tata krama yang dipandang baik dalam budaya tertentu. Nilai merupakan rujukan dalam menentukan keputusan dalam melakukan suatu perbuatan. Sedangkan moral adalah perbuatan baik yang mensejahterakan kehidupan manusia. Persamaan kelima istilah ini terletak pada inti pembicaraannya tentang perbuatan terpuji yang seharusnya dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Menurut Kaelan (2004: 93) dinyatakan bahwa

ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

14

peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup

Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi (2009:

50) mengatakan bahwa,

Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Halim yang mengutip para pakar

ilmu-ilmu sosial dalam Sabar Budi Raharjo (2010: 233) dinyatakan bahwa

akhlak atau moral mempunyai empat makna yaitu:

1) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang diterima dalam satu zaman atau sekelompok orang.

2) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukan berdasarkan syarat.

3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan menurut filsafat.

4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanisme yang kental, yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, moral adalah

kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang

baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan manusia yang

dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan berkembang dalam

pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat, akhirnya terbentuklah

moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.

c. Tahap-Tahap Perkembangan Moral

Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan

enam tahap perkembangan moral yang dikaitkan satu sama lain dalam tiga

tingkat (levels) berturut-

Keenam tahap perkembangan moral dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Tingkat prakonvensional

Pada tingkat ini, seseorang mengakui adanya aturan-aturan yang baik dan

buruk. Penilaian tentang baik buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

15

faktor-faktor dari luar. Pada tingkat prakonvensional ini dapat dibedakan

dua tahap yaitu:

c) The punishment and obidience orientation (orientasi hukuman dan

kepatuhan) yaitu patuh karena tata hukuman. Seorang anak mendasarkan

perbuatannya atas otoritas konkret (orang tua atau guru) dan atas

hukuman yang akan menyusul bila ia tidak patuh.

d) The instrumental relatives orientation yaitu patuh sekedar memuaskan

orang lain. Perbuatan adalah baik, jika instrumen atau alat dapat

memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang

lain.

2). Tingkat konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa, biasanya anak mulai beralih ke

tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun. Di sini perbuatan-

perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-norma umum, kewajiban, dan

otoritas yang dijunjung tinggi. Dalam tingkat ini, anak mampu

mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosialnya beserta norma-

normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup dua tahap:

c) Interpersonal concordance good boy-nice girl orientation

(penyesuaian dengan kelompok dan orientasi menjadi anak manis).

Dalam tahap ini, anak cenderung mengarahkan diri pada keinginan serta

harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain (sekolah di sini

tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan

dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka. Anak mengambil

sikap: saya adalah anak manis (good boy-nice girl) sebagaimana

diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya ia ingin bertingkah laku

secara wajar artinya, menurut norma-norma yang berlaku. Jika ia

melanggar norma-norma kelompoknya, ia merasa malu dan bersalah.

d) Law and order orientation (orientasi hukum dan ketertiban).

Dalam tahap ini anak mampu menyesuaikan diri dengan otoritas

kelompok. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya,

menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

16

berlaku demi ketertiban itu sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan

tradisional atau menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.

3). Tingkat pascakonvensional

(principled level). Pada tingkat ketiga ini, hidup moral dipandang sebagai

penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut

dalam batin. Norma-norma yang ditentukan dalam masyarakat tidak dengan

sendirinya berlaku, tetapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip dari

kebebasan pribadi. Tingkat ketiga ini mempunyai dua tahap yaitu:

c) Social contract legalistik orientation (orientasi kontrak-sosial legalistis).

Di sini disadari relativisme nilai-nilai, pendapat-pendapat pribadi, dan

kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus. Disamping apa

yang disetujui secara demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-

nilai, dan pendapat pribadi. Segi hukum ditekankan tetapi diperhatikan

secara khusus kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi

demi kegunaan sosial.

d) Universal ethical principle orientation (orientasi prinsip etika yang

universal). Dalam tahap ini, orang mengatur tingkah laku dan penilaian

moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa

prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada

dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan membantu

satu sama lain, persamaan hak manusia, dan hormat untuk martabat

manusia. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan

mengalami penyesalan yang mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya,

karena tidak mengikuti keyakinan moralnya sendiri. Menurut Kohlberg,

penelitiannya telah menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang

mencapai tahap keenam ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dari ketiga

tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai

motif. Dengan adanya perkembangan moral, seseorang akan memiliki

pemahaman moral sehingga dalam perilaku mereka selalu memperhatikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

17

aturan-aturan yang ada. Namun, apabila perkembangan moral seseorang tidak

mencapai pada tingkat sesudah konvensional maka, akan mengakibatkan

seseorang menjadi salah bertindak. Pada tingkat ini, seseorang berusaha

mendapatkan perumusan mengenai nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan

prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan baik yang berasal

dari individu atau kelompok. Dalam tingkat ini, seseorang akan mengetahui

benar-salahnya tindakan yang ia lakukan. Karena hal tersebut ditentukan oleh

keputusan suara hati nurani manusia sebagai individu. Pada intinya keputusan

tersebut berkaitan dengan prinsip keadilan, kesamaan hak asasi, dan hormat

pada harkat (nilai) manusia sebagai pribadi. Berdasarkan permasalahan yang

peneliti teliti yaitu berkaitan dengan harkat dan martabat manusia sebagai

pribadi yang bermoral.

Melihat perkembangan moral manusia di atas, maka tentu akan ada

sebuah proses yang tidak lepas dari perkembangan moral itu sendiri. Proses

yang dimaksud adalah dengan pembinaan moral. Pembinaan moral sangat

penting diberikan kepada narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta agar mereka menghargai dirinya sendiri sebagai manusia yang

bermoral. Dengan adanya pembinaan moral yang efektif, akan membawa

perubahan sikap yang positif bagi peserta didiknya (narapidana residivis

sebagai warga binaan). Sebaliknya, dengan pembinaan moral yang dinilai

kurang efektif akan membawa perubahan yang negatif bagi peserta didik yang

bahkan dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan.

d. Pribadi yang bermoral

Ronal Durka menyebutkan tentang ciri-ciri orang yang matang secara

moral (morally nature person) adalah sebagai berikut:

1) Mampu memperbaiki situasi moral dan memposisikan diri atas perbuatan

yang telah disepakati sehingga mereka akan bertindak sesuai dengan norma

dalam masyarakat.

2) Mengetahui perbuatan mana yang baik dan buruk sehingga seseorang

mampu memberikan keputusan moral.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

18

3) Memiliki karakter baik atas perbuatan yang dilakukan untuk mencapai

kesepakatan bersama.

4) Mengetahui perbuatan yang paling baik tentang apa yang akan atau

seharusnya dilakukan.

5) Kemampuan untuk mengolah sebab-sebab moral (Hamid Darmadi, 2009:

30-31).

Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa seseorang yang matang

secara moral adalah orang yang bertindak sesuai dengan aturan yang ada.

Dalam hal ini, berarti orang tersebut sudah menjadi pribadi yang terdidik

secara moral.

Menurut Cheppy Haricahyono (1988: 110-111) disebutkan bahwa,

Pribadi yang terdidik secara moral adalah seseorang yang belajar (di sekolah

atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan

dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-norma dan cita-cita

Higgins dan Gilingan dalam Hamid Darmadi (2009: 31) dikemukakan

bahwa:

Ciri orang bermoral ialah selalu merasakan adanya moral basesand (tuntutan dan keharusan moral) untuk selalu bertanggung jawab terhadap atau akan adanya yaitu 1) Needs and welfare of the individual and others, 2) The involpment and implication of the self and consequences of outher, 3) Intrinsik value of sosial relationships.

Jadi, inti dari kutipan di atas bahwa, ciri orang yang bermoral adalah

orang yang selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan kesejahteraan

individu dan masyarakat, bertanggung jawab terhadap perkembangan, dan

implikasi diri dan konsekuensi dari masyarakat, serta bertanggung jawab

terhadap nilai intrinsik dari hubungan sosial. Nilai intrinsik yang dimaksud

disini adalah nilai dari suatu nilai moral dan norma dan kehidupan secara

umum. Orang dikatakan bermoral apabila orang tersebut tidak melanggar nilai-

nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.

e. Nilai Moral

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

19

Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat bahwa,

sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar-salah), estetika

(baik-buruk), etika (adil atau tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) dan

value am bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda

worth goodnessdan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).

Menurut Winarno (2006: 5) menyatakan bahwa,

Dalam dictionary of sosiology and related sciences dikemukakan

Jadi, nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat pada

suatu objek, bukan objek itu sendiri.

yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Setelah mengetahui pengertian nilai, selanjutnya dikemukakan

mengenai pengertian moral. Hamid Darmadi (2009: 50) mengatakan bahwa,

Sedangkan Sjarkawi (2006: 29) menyatak

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral adalah suatu

nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian

terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi

nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan

buruk. Sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

20

Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan bahwa, -ciri

nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,

Ciri-ciri moral tersebut, dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Berkaitan dengan tanggung jawab kita.

Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.

Dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang dianggap bersalah

atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.

2) Berkaitan dengan hati nurani.

Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani. Nilai ini

menimbulkan suara dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan

atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-

nilai moral.

3) Mewajibkan.

Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan tidak bisa ditawar-tawar.

Sehingga, nilai moral ini harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak bisa

diterima bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini.

4) Bersifat formal.

Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai

moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah

laku moral.

Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang

menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang

dilakukan secara sengaja, secara mau, dan mengetahui bahwa tindakan itu

secara langsung berkenaan dengan nilai pribadi manusia (person) dan

masyarakat. Dengan demikian, perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia

mempunyai moral yang baik. Nilai moral mengacu pada perilaku manusia yang

diwujudkan dalam bentuk tindakan baik disengaja maupun tidak. Tindakan

tersebut berkaitan dengan manusia sebagai pribadi maupun manusia dalam

masyarakat. Sehingga, nilai moral ini perlu ditanamkan agar manusia menjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

21

pribadi yang bermoral yang tidak hanya mengetahui benar atau salah namun,

mampu bertindak secara moral.

Menurut Lickona di dalam bukunya yang berjudul educating for

character yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008: 6) mengatakan

pentingnya menekankan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral yaitu,

Pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral

feeling), dan tindakan moral (moral action

Berikut ini penjelasan mengenai pengetahuan moral, perasaan moral

dan tindakan moral.

1) Pengertian atau pemahaman moral

Pengertian atau pemahaman moral adalah kesadaran rasionalitas moral atau

alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu atau suatu pengambilan

keputusan berdasarkan nilai-nilai moral. Pengetahuan atau pemahaman

moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang

melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. Penalaran moral

sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing) artinya penalaran moral

pada intinya bersifat rasional. Suatu keputusan moral bukanlah soal

perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan

memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau

kelompok terhadap hal-hal yang lain.

2) Perasaan moral

Perasaan moral adalah perasaan yang lebih pada kesadaran akan hal-hal

yang baik dan tidak baik dengan perasaan empati terhadap orang lain

merupakan ekspresi dari perasaan moral. Menurut Hoffman (1984)

mengatakan bahwa, tingkat empati muncul ketika seseorang sanggup

memahami kesulitan-kesulitan yang ada dalam lingkungannya dan

menyadari bahwa situasi atau status seseorang dalam kehidupannya menjadi

sumber beban stres dan merasakan kesengsaraan orang lain. Seseorang dapat

dikatakan memiliki perasaan moral yang baik apabila ia memiliki

kemampuan untuk memahami perasaan orang lain sehingga mampu

mengkomunikasikan perasaan disebut underlying feelings.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

22

3) Tindakan moral

Tindakan moral adalah kemampuan untuk melakukan keputusan-keputusan

moral ke dalam perilaku nyata.

Menurut Thomas Lickona dalam Winarno (2009: 13) dinyatakan

bahwa,

baik (knowing the good), menginginkan hal yang baik (describing the good)

dan melakukan hal yang baik (doing the good

Terkait dengan hal tersebut, Asri Budiningsih (2008: 71) mengatakan

bahwa:

Tingkat empati seseorang akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan

moralnya. Moral selain dapat didekati dari segi kognitif (penalaran moral) juga

dapat dapat didekati dari segi afektif (perasaan moral). Secara terintegrasi

aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan moral

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai

moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu individu

yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan

mencintai kebaikan (desiring and loving the good), dan melakukan kebaikan

(acting the good). Dalam penelitian ini, peneliti menekankan pada unsur

pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan

tindakan moral (moral action). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk

mengetahui moral seseorang, apabila sudah memiliki pemahaman tentang

moral, dan seseorang akan mempunyai rasa cinta terhadap perbuatan yang baik

ketika mereka memiliki perasaan moral, sehingga setelah seseorang memiliki

pengetahuan dan perasaan moral maka ia akan mampu melakukan keputusan

dan perasaan moralnya kedalam perilaku nyata yang berupa tindakan moral.

Tindakan moral diartikan sebagai tindakan manusia yang muncul melalui

pertimbangan rasional yang mandiri, sehingga selalu dilakukan secara sadar,

bebas, bukan paksaan. Dengan demikian, ia pasti bertanggung jawab atas apa

yang telah ia pilih dan menetapkannya sebagai sesuatu yang pasti dilakukan

dan menjadikannya sebagai bagian yang tidak dapat dilepaskan dari dirinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

23

Sesuai dengan rumusan masalah yang terkait dengan moral narapidana

residivis berarti bahwa, seberapa jauh tingkat kematangan pemahaman moral

dan perasaan moral serta tindakan moral yang dimilikinya. Pengetahuan moral

narapidana residivis yang terkait dengan pengulangan tindak pidana yang

dilakukan dapat diketahui melalui pemahaman mereka terhadap konsep tindak

pidana yang telah dilakukannya. Seberapa jauh narapidana residivis

mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan melanggar norma-norma

masyarakat khususnya norma hukum. Kemudian, perasaan moral dapat

diketahui melalui tingkat kesadaran moral narapidana atas perbuatan yang

dilakukan serta kepekaan mereka terhadap kesulitan yang dialami orang lain

dalam hal ini korban. Winarno (2006: 9) berpendapat bahwa,

adalah kesadaran dalam diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa

mengenai tindakan tidak bermoral narapidana residivis yang terkait dengan

pengulangan tindak pidana. Untuk menilai tindakan narapidana residivis yang

terkait dengan pengulangan tindak pidana, peneliti akan menjabarkan teori

tentang penilaian tindakan moral. Dengan demikian, akan diketahui bagaimana

sebenarnya tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis jika ditinjau

dari segi moral

f. Teori tentang Penilaian Tindakan Moral

Dalam Cheppy Haricahyono (1995: 107) menyebutkan teori moral

Pentingnya pertimbangan moral sebagai alat

penilaian atau evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan-

tindakan seseorang. Pertimbangan moral tersebut menunjuk pada tindakan

yang merupakan kewajiban moral, larangan moral, dan tindakan non trival

Penjelasan mengenai kewajiban moral, larangan moral, dan tindakan

non trival adalah sebagai berikut:

1) Tindakan sebagai kewajiban moral adalah tindakan yang benar kalau

diwujudkan dan salah kalau tidak diwujudkan.

2) Tindakan sebagai larangan moral adalah tindakan-tindakan yang salah kalau

diwujudkan dan benar kalau tidak diwujudkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

24

3) Tindakan sebagai non trival adalah tindakan-tindakan yang mempunyai

konsekuensi penting. Artinya tindakan tindakan-tindakan yang ada dibalik

apa yang secara moral memang dituntut, meskipun mengandung resiko dan

pengorbanan moral.

Menurut Elisa (2011: 2) yang dimuat dalam

http://www.scribd.com/doc 58523585/teorijeremy-bentham menyebutkan

mengenai teori tindakan moral menurut Jeremy Bentham adalah sebagai

berikut:

1) Teori egois etis Tindakan dari setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Egois dianggap bermoral karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak dan keamanan. Secara moral dianggap baik dan untuk dilakukan.

2) Teori utilitarianisme Tindakan adalah baik dan tepat secara moral jika tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Tindakan yang mempunyai manfaat terbesar adalah tindakan yang baik.

Teori di atas digunakan peneliti dalam menilai tindakan narapidana

residivis terkait dengan pengulangan tindak pidana. Sebelum dilakukan

penilaian moral, peneliti perlu menyelidiki tindakan narapidana residivis

dengan beberapa pendekatan etika.

Menurut K. Bertens (2007: 4-

etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia moral tetapi ada

cara untuk mempelajari moralitas atau pendekatan ilmiah tentang tingkah laku

moral.

Menurut K. Bertens (2007: 15) menyebutkan tiga pendekatan tentang

etika yaitu Etika deskriptif, etika normatif, dan etika metaetika. Dimana ketiga

pendekatan tersebut sebagai dasar untuk mempelajari moralitas seseorang

Penjelasan mengenai ketiga pendekatan tentang etika adalah sebagai

berikut:

1) Etika deskriptif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

25

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas misalnya

adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-

tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif

mempelajari moralitas yang terdapat dalam individu tertentu, dalam

kebudayaan tertentu, atau subkultur yang tertentu dalam suatu periode

sejarah dan sebagainya. Sebab, etika ini tidak memberikan penilaian moral.

2) Etika normatif

Etika normatif merupakan bagian penting dari etika karena menitikberatkan

pada diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral.

Di sini ahli bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, tetapi ia

melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.

Penilaian itu dibentuk atas dasar norma-norma. Etika normatif itu tidak

deskriptif melainkan preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan

melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral.

Untuk itu, ia mengemukakan argumentasi-argumentasi yang bertumpu pada

norma-norma atau prinsip-prinsip etis yang dianggap tidak dapat ditawar-

tawar.

3) Etika metaetika

Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika

mengarahkan perhatiannya kepada arti khusus dari bahasa etika itu.

Misalnya penggunaan kata baik dalam menafsirkan sesuatu memiliki

pengertian yang sama.

Dari ketiga pendekatan etika yang telah dipaparkan di atas, peneliti

menggunakan 2 pendekatan yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan

normatif. Pendekatan deskriptif digunakan peneliti untuk mendeskripsikan

moralitas narapidana residivis mengenai anggapan-anggapan tentang perbuatan

baik dan buruk sehingga muncul keputusan moral misalnya anggapan tentang

tindak pidana yang telah dilakukan (pemahaman moral), perasaan empati

dalam diri narapidana residivis atas tindak pidana yang telah dilakukan

(perasaan moral), dan latar belakang pendidikan moral yang telah diterima.

Jadi, pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan moralitas dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

26

diri narapidana residivis yang terkait dengan pemahaman dan perasaan moral

atas tindak pidana yang dilakukan. Sedangkan etika normatif digunakan

penelti guna menilai tindakan moral narapidana residivis atas dasar teori-teori

penilaian tindakan moral.

g. Norma Moral

Winarno (2006: 6) mengatakan bahwa,

manusia sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia

Sedangkan Kaelan (2004: 92) mengatakan

bahwa,

Sementara itu,

norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh

dilakukan berdasarkan nilai-

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan

perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan untuk

berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.

Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa berbentuk

tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi berbagai macam.

Menurut Winarno (2006: 6-7) Norma-norma yang

berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam yaitu

Penjelasan mengenai keempat norma tersebut adalah sebagai berikut:

1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan

larangan yang berasal dari Tuhan.

2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang bersunber dari hati

nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan

hidup antar sesama manusia.

4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan

resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

27

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat berupa

norma agama, moral/kesusilaan, kesopanan dan hukum. Sehingga semua

perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 24) -norma moral adalah

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan

bahwa, norma moral adalah kaidah atau patokan yang dijadikan manusia

sebagai tolok ukur untuk menentukan baik buruknya perilaku manusia dan

untuk menjadikan seseorang menjadi bermoral maka diperlukan suatu

pendidikan yang dapat memperbaiki moral tersebut.

h. Teori Teori tentang Etika

Menurut K. Bertens (2007: 235-260) mengemukakan teori tentang etika

Hedonisme, eudemonisme, utilitarisme, dan deontologi

Keempat teori etika dijelaskan sebagai berikut:

1) Hedonisme

Hedomisme berasal dari bahasa Yunani (hedone) berarti kesenangan yaitu

baik apa yang memuaskan keinginan. Hedonisme mengandung suatu

egoisme, karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja. Yang

dimaksud egoisme disini adalah egoisme etis atau egoisme yang mengatakan

bahwa seseorang tidak mempunyai kewajiban moral membuat sesuatu yang

lain dari pada yang terbaik bagi dirinya sendiri.

2) Eudemonisme

Berasal dari filsuf Aristoteles. Teori ini menegaskan bahwa, setiap kegiatan

manusia mengejar suatu tujuan. Seseorang mencapai tujuan akhir dengan

menjalankan fungsinya dengan baik. Karena itu, manusia mencapai

kebahagiaan dengan menjalankan secara paling baik kegiatan-kegiatan

rasionalnya dan tidak cukup dengan melakukan beberapa kali saja, namun

sebagai suatu sikap tetap. Menurut Aristoteles, manusia yang baik dalam arti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

28

moral, jika selalu mengadakan pilihan-pilihan rasionalnya yang tepat dalam

perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran

intelektual. Orang seperti itu adalah bahagia.

3) Utilitarisme

Utilitarisme dibagi menjadi dua yaitu:

a) Utilitarisme klasik

Teori ini menjelaskan bahwa, menurut kodratnya manusia menghindari

ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan akan tercapai

jika memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan

dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau

mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin. Kebahagiaan itu

menyangkut seluruh umat manusia. Moralitas itu menyangkut suatu

tindakan harus ditentukan dengan menimbang kegunaanya untuk

mencapai kebahagiaan umat manusia.

b) Utilitarisme aturan

Teori ini menegaskan bahwa, prinsip kegunaan tidak harus diterapkan

atas salah satu perbuatan, melainkan atas aturan-aturan moral yang

mengatur perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan adalah baik secara moral

bila sesuai dengan aturan moral yang paling berguna bagi suatu

masyarakat.

4) Deontologi

Sistem etika yang tidak mengukur baik tidaknya suatu perbuatan

berdasarkan hasilnya, melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku

dalam melakukan perbuatan tersebut. Sistem ini tidak menyoroti tujuan yang

dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita, melainkan semata-mata wajib

tidaknya perbuatan dan keputusan kita.

a) Deontologi menurut Immanuel Kant

Menurut Immanuel Kant yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya

hanyalah kehendak yang baik. Kehendak menjadi baik jika bertindak

karena kewajiban. Perbuatan adalah baik jika hanya dilakukan karena

wajib dilakukan. Bertindak sesuai dengan kewajiban oleh Immanuel Kant

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

29

disebut legalitas. Dengan legalitas kita memenuhi norma hukum. Suatu

perbuatan bersifat bermoral jika dilakukan semata-mata karena rasa

hormat untuk hukum moral. Dengan hukum moral dimaksudkannya

kewajiban. Menurut Immanuel Kant membedakan kewajiban moral

sebagai imperatif kategoris dan imperatif hipotetis. Kewajiban moral

mengandung suatu imperatif kategoris artinya perintah yang mewajibkan

begitu saja tanpa syarat. Sebaliknya, imperatif hipotetis selalu

diikutsertakan sebuah syarat. Hukum moral harus dipahami sebagai

imperatif kategoris, maka dalam bertindak secara moral kehendak harus

otonom dan bukan heteronom. Kehendak bersifat otonom bila

menentukan dirinya sendiri sedangkan heteronom membiarkan diri

ditentukan oleh faktor di luar dirinya seperti kecenderungan dan emosi.

b) Deontologi menurut W.D. Ross

Menurut W.D. Ross, setiap manusia mempunyai intuisi tentang

kewajiban artinya kewajiban itu berlaku langsung kepada manusia. Tetapi

manusia tidak mempunyai intuisi tentang apa yang terbaik dalam situasi

konkret. Untuk itu, perlunya akal budi yang mempertimbangkan dalam

setiap kasus mana kewajiban yang paling penting. Kewajiban itu

merupakan kewajiban prima facie artinya suatu kewajiban untuk

sementara dan hanya berlaku sampai timbul kewajiban penting lagi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori etika digunakan peneliti untuk

menilai moralitas seseorang dalam hal ini narapidana residivis. Moralitas

diukur setelah narapidana residivis mengikuti pembinaan moral di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Teori etika tersebut meliputi: hedonisme,

eudemonisme, utilitarisme, dan deontology.

2. Tinjauan Umum tentang Pembinaan Moral

a. Pengertian Pembinaan Moral

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa yang

2)

Pembaharuan dan penyempurnaan; 3) Usaha, tindakan dan kegiatan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

30

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil

(Peter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 205).

Menurut Miftah Thoha (2003: 12)

proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan

adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembinaan

merupakan suatu cara, proses, tindakan yang diwujudkan dalam bentuk

kegiatan tertentu dengan maksud adanya kemajuan atau peningkatan guna

memperoleh hasil yang lebih baik.

Sedangkan mengenai pengertian moral telah dijelaskan sebelumnya

bahwa, moral berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku

manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat.

Menurut Zubaedi (2005: 11) dijelaskan mengenai pengertian

pembinaan adalah sebagai berikut:

Pembinaan sebagai latihan pendidikan. Sejauh berhubungan dengan pengembangan manusia. Pembinaan menekankan pengembangan manusia pada segi praktis, pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Dalam pembinaan, orang dibantu untuk mendapatkan pengetahuan dan menjalankannya.

Menurut Parsono (1989: 1) secara hakiki mengenai pengertian

pendidikan adalah sebagai berikut:

Proses pemanusiaan manusia atau suatu kegiatan memanusiakan manusia. Melalui pendidikan yang terprogram dan terkelola dengan baik dan intensif, titik optimum usaha pendidikan akan terwujud. Pendidikan dikatakan berhasil apabila mampu mengubah tingkah laku manusia ke arah yang positif.

Menurut Redja Mudyahardjo (2001: 56) dinyatakan bahwa:

Proses pendidikan dapat dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah baik yang dilembagakan (pendidikan nonformal, seperti kursus, pelatihan, kelompok belajar, penitipan bayi, dan sebagainya), maupun yang tidak dilembagakan (pendidikan informal, seperti pendidikan dalam keluarga,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

31

pendidikan dalam perpustakaan, pendidikan dalam perusahaan, pendidikan dalam tempat peribadatan, dan sebagainya).

Menurut Emma Handoko (2001 dalam

http://emmahandoko.blogspot.com) menyebutkan

mengatakan bahwa pendidikan berlangsung di dalam lembaga sekolah,

keluarga dan masyarakat atau disebut

Adapun yang dimaksud Tri Pusat Pendidikan tersebut antara lain:

1) Pendidikan keluarga

Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua

kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak

itu di masyarakat kelak. Materi pendidikannya meliputi nilai agama ataupun

nilai dan norma dari sikap yang baik. Dalam hal ini, orang tua harus

memberikan pendidikan dengan cara memberi contoh yang baik dalam

perkataan maupun perbuatan agar anak dapat menyerap apa yang dilihat dan

didengar dari lingkungannya terutama lingkungan keluarga.

2) Pendidikan sekolah

Pendidikan sekolah adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan

dengan sengaja, tertib dan berencana di dalam kegiatan persekolahan. Di

sekolah terdapat norma-norma atau aturan yang harus diikuti oleh setiap

peserta didiknya dan norma itu berpengaruh sekali dalam pembentukan

kepribadiannya guna bekal kehidupan di masyarakat kelak.

3) Pendidikan masyarakat

Pendidikan masyarakat adalah bentuk pendidikan yang diselenggarakan

dengan sengaja, tertib dan berencana di luar kegiatan persekolahan atau di

lingkungan masyarakat sesuai dengan kebutuhan tertentu. Masyarakat

sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Di

masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh

warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan

kepribadian. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

32

merupakan aturan-aturan yang ditularkan dari generasi tua kepada generasi

muda.

Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Masganti Sit (2010: 2) dinyatakan

bahwa, tentang pendidikan juga telah memunculkan berbagai

rumusan tujuan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan

sarana menyempurnakan perkembangan potensi-potensi manusia termasuk

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 123)

mengatakan bahwa:

Pengajaran moral tidak lain adalah mendukung perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Sedangkan syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara disebut dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni (menyadari, menginsafi, dan melakukan).

Berdasarkan pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

pembinaan moral adalah suatu usaha atau kegiatan dalam rangka membina

tingkah laku agar menjadi manusia yang baik sesuai dengan norma yang

berlaku. Pembinaan moral dapat diwujudkan melalui pendidikan yang akan

membantu proses perkembangan moral seseorang. Dimana dalam pembinaan

moral tersebut terjadi proses pembelajaran yang mengubah tingkah laku

manusia ke arah yang lebih baik (positif). Jadi, pembinaan moral ini

menyangkut pembinaan sikap dan tingkah laku moral yang baik.

Berdasarkan masalah yang peneliti lakukan mengenai pembinaan moral

terhadap narapidana residivis yaitu, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

menyelenggarakan pembinaan moral melalui pendidikan nonformal yang

menyangkut pendidikan agama, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan

lainnya bagi warga binaan pemasyarakatan termasuk narapidana residivis.

Pembinaan moral diberikan kepada narapidana residivis sebagai usaha untuk

memperbaiki moral mereka menjadi baik sehingga dapat berperilaku atau

bertindak sesuai dengan aturan atau norma dalam masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

33

b. Tujuan Pembinaan Moral

Telah disinggung sebelumnya bahwa, pembinaan moral diberikan

melalui pendidikan. Salah satu bentuk pendidikan yang mampu merubah moral

seseorang adalah pendidikan moral dan pendidikan agama. Melalui kedua

wadah tersebut akan diajarkan mengenai nilai moral, nilai ketuhanan, dan nilai

sosial yang sangat berguna untuk membentuk akhlak manusia menjadi baik.

Hamid Darmadi (2007: 56-57) menyampaikan mengenai pengertian

pendidikan moral menurut pandangan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan

moral merupakan suatu proses pembelajaran antara guru dan peserta didik

tentang ajaran moral atau budi pekerti yang sesuai dengan amanat nilai-nilai

Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu, pendidikan moral dapat disajikan

dalam bentuk keilmuan maupun mental spiritual keagamaan. Pendidikan moral

tersebut harus diberikan secara terus-menerus kepada peserta didik sehingga

proses pembelajaran bukan hanya bersifat teknis melainkan nomatif dalam arti

perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan yang diinginkan

yaitu terbentuknya pribadi yang bermoral dan berbudi pekerti luhur.

Tujuan pendidikan moral menurut Dreeben dalam Nurul Zuriah (2007:

mengarahkan seseorang menjadi

bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan

Sedangkan tujuan dari pendidikan

moral menurut Hamid Darmadi (2009: 51) adalah

menghormati manusia sebagai manusia serta memperlakukan manusia sebagai

Jadi, berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

tujuan pembinaan moral adalah menyalurkan nilai-nilai moral kepada warga

negara menjadi pribadi manusia yang memiliki ahlak dan watak yang bermoral

sehingga mampu menerapkan nilai-nilai moralnya tersebut dalam

kehidupannya. Terkait dengan pembinaan moral bagi narapidana residivis

adalah bahwa narapidana residivis memperoleh pembinaan selama di lembaga

pemasyarakatan yaitu Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam upaya

memperbaiki moral narapidana residivis agar memiliki watak dan ahlak yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

34

bermoral sehingga setelah keluar dari Rutan tidak mengulangi tindak pidana

kembali.

3. Tinjauan tentang Teori Pemidanaan

Sebelum menguaraikan tentang teori pemidanaan perlu dijelaskan terlebih

dahulu mengenai konsep pidana, pemidanaan, dan tujuan pemidanaan.

a. Pengertian Pidana dan Pemidanaan Menurut Hambali Tholib (2009: 12) mengenai pengertian pidana adalah

sebagai berikut:

Pidana berasal dari kata straf (Belanda) diartikan dengan hukuman. Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.

Hal senada disampaikan oleh Sudarto dalam Hambali Tholib (2009: 12)

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat

Pendapat lain ditambahkan oleh Muladi dan Nawawi Arief dalam

Hambali Tholib (2009: 13) yang mengatakan bahwa unsur-unsur dalam pidana

adalah sebagai berikut:

1) Pidana pada hakekatnya merupakan pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

2) Pidana diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai wewenang.

3) Pidana dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pidana merupakan

sesuatu penderitaan atau pengenaan yang secara sengaja diberikan kepada

orang yang melakukan perbuatan tindak pidana karena bertentangan dengan

undang-undang.

Sedangkan pengertian pemidanaan menurut Hambali Tholib (2009: 15)

Pemidanaan berarti pengenaan atau pemberian atau penjatuhan pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

35

Selanjutnya menurut Sholehuddin dalam Dwidja Priyatno (2006: 14)

mengatakan bahwa,

tindakan aktivis program legislasi atau yuridiksi untuk menormatifkan jenis

dan bentuk sanksi sebagai landasan keabsahan penegakan hukum dengan

Hambali Tholib (2009: 13) mengatakan bahwa:

mempunyai kekuasaan berupa pengenaan penderitaan nestapa atau akibat lain

yang tidak menyenangkan kepada seseorang yang telah melakukan

pelanggaran kaidah hukum atau tindak pidana menurut undang-

Packer dalam Hambali Tholib (2009: 15) menyebutkan pentingnya

sanksi pidana sebagai salah satu instrumen kebijakan dalam upaya

penanggulangan kejahatan adalah sebagai berikut:

1) Sanksi pidana sangat diperlukan, kita tidak dapat hidup sekarang maupun masa yang akan datang tanpa pidana.

2) Sangksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia dan dimiliki untuk menghadapi kejahatan atau bahaya besar.

3) Sanksi pidana suatu ketika merupakan jaminan utama yang merupakan pengancaman sebagai penjamin secara manusiawi. Moelyatno (2003: 5-6) menyebutkan tentang sanksi pidana pokok dan

pidana tambahan menurut pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Pidana pokok meliputi pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan, dan pidana denda sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan

hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman

Sanksi pidana tersebut digunakan dalam menanggulangi kejahatan agar

pelanggar jera atas perbuatan pidana yang dilakukan dan tidak mengulangi

kejahatan kembali.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemidanaan

merupakan pengenaan atau pemberian pidana melalui sanksi pidana. Sanksi

pidana diberikan sebagai suatu ancaman yang berupa penderitaan atas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

36

pelanggaran terhadap norma hukum atau tindak pidana menurut undang-

undang. Sanksi pidana diperlukan sebagai upaya penenggulangan kejahatan

yakni melalui acaman pidana. ancaman pidana tersebut meliputi pidana pokok

berupa pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda serta

pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-

barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim

b. Teori Pemidanaan tentang Tujuan Pemidanaan Menurut Sudarto dalam Hambali Tholib (2009: 13) sebagai berikut:

Tujuan dari kebijakan pemidanaan adalah menetapkan suatu pidana tidak

terlepas dari tujuan politik hukum yang pada umumnya mengandung arti

bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundangan

yang paling baik untuk memenuhi keadilan dan

Dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa teori yang mendasari

tujuan pemidanaan. Teori-teori ini berkembang seiring dengan pertumbuhan

pemikiran dan budaya manusia yang semakin maju yaitu dalam hal semakin

diperhatikannya nilai-nilai kemanusiaan. Dwidja Priyatno (2006: 22-28)

Penjelasan mengenai teori absolut atau pembalasan, teori relatif atau

tujuan dan teori gabungan adalah sebagai berikut:

1) Teori Absolut atau Pembalasan

Penganut teori ini adalah J. M van Bemmelen, Immanuel Kant, dan Hegel.

Teori absolut atau pembalasan mengajarkan bahwa pidana dijatuhkan

semata-mata karena telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Setiap

kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak dan tidak dapat

ditawar. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan

dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin akan

dirugikan sehingga pembalasan (vergelding) sebagai alasan untuk

memidana kejahatan.

2) Teori Relatif atau Tujuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

37

Penganut teori ini adalah J.Andenaes dan Nigel Walker. Teori ini

mengajarkan bahwa, memidana bukanlah memutuskan tuntutan absolut dari

keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak memiliki nilai, tetapi hanya sebagai

sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga pemidanaan

harus mempunyai tujuan-tujuan yang bermanfaat. Tujuan pidana menurut

teori tujuan adalah menjamin tertib hukum dan masyarakat serta untuk

mencegah kejahatan dan menahan niat buruk pembuat.

3) Teori Gabungan

Penganut teori ini adalah Pallegrino Rossi. Teori ini mengajarkan bahwa

sekalipun pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya tidak

boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun pidana harus

mempunyai pengaruh yaitu perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat

dan prevensi general. Sehingga tujuan pemidanaan adalah untuk

memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan tindak

pidana.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, teori tentang tujuan pemidanaan

meliputi teori absolut atau pembalasan, teori relatif atau tujuan, dan teori

gabungan. Dari ketiga teori yang digunakan peneliti adalah teori gabungan

yakni sebagai acuan peneliti untuk menganalisis pelaksanaan pembinaan di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam kerangka pemidanaan di

Indonesia yang sesuai dengan prinsip Pancasila yaitu pemidanaan dilakukan

dengan upaya untuk memperbaiki kerusakan moral narapidana residivis dan

bertujuan untuk melindungi masyarakat atas tidak pidana yang dilakukan oleh

narapidana residivis.

c. Tujuan Pemidanaan di Indonesia Menurut Djoko Prakoso (1991: 24) dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) tahun 1972 dapat dijumpai tentang maksud tujuan

pemidanaan disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut :

1) Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman masyarakat, negara, masyarakat, dan penduduk.

2) Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

38

3) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindakan pidana.

4) Pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.

Menurut Hambali Tholib (2009: 20) disebutkan bahwa:

Tujuan hukum pidana di Indonesia adalah agar supaya dengan ridho Tuhan Yang Maha Esa cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat Pancasila jangan dihambat dan dihalangi oleh tindak pidana. Sehingga baik negara Indonesia, masyarakat, badan-badan hukum, maupun warga negara Republik Indonesia, serta penduduk lainnya mendapat pengayoman.

Dwidja Priyatno (2006: 18-19) menjelaskan bahwa,

Indonesia menekankan pada perspektif Pancasila yang berorientasi pada

prinsip sila-sila Pancasila

Penjelasan mengenai pemidanaan di Indonesia yang menekankan pada

prinsip sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut:

1) Pemidanaan harus diarahkan pada penyadaran iman dari terpidana agar

bertobat menjadi manusia yang beriman dan taat.

2) Pemidanaan tidak boleh mencerai-beraikan hak-hak asasinya yang paling

dasar dan tidak boleh merendahkan martabat masyarakat.

3) Pemidanaan diarahkan untuk menanamkan rasa cinta terhadap bangsa.

4) Pemidanaan diarahkan untuk menumbuhkan kedewasaan bagi warga negara

yang mampu mengendalikan diri, disiplin, dan menghormati serta menaati

hukum sebagai wujud keputusan rakyat.

5) Pemidanaan diarahkan menumbuhkan kesadaran akan kewajiban setiap

individu sebagai mahluk sosial yang menjunjung keadilan bersama dengan

orang lain sesama warga masyarakat.

Tujuan pemida

-18).

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dalam pasal 1 Rancangan Undang-Undang KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana) disebutkan bahwa tujuan pemidanaan berfungsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

39

sebagai pengayoman artinya narapidana akan diayomi secara bersama-sama

oleh warga masyarakat lain agar memiliki kepribadian yang luhur menjadi

warga negara yang baik dalam rangka ikut membangun masyarakat sosialis

Indonesia yang adil dan makmur. Sedangkan pembimbingan adalah narapidana

dibimbing agar kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat yang selanjutnya

pemidanaan diserahkan kepada lembaga pemasyarakatan yang tidak terlepas

dari fungsi hukum agar narapidana jera atas perbuatan jahat yang dilakukan

sesuai dengan prinsip pemasyarakatan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemidanaan

mengandung arti negara dalam menjatuhkan pidana haruslah menjamin

kemerdekaan individu dan menjaga supaya pribadi manusia tetap dihormati.

Oleh karena itu, pemidanaan harus mempunyai tujuan dan fungsi menjaga

keseimbangan individu dengan kepentingan masyarakat untuk mencapai

kesejahteraan bersama. Pemidanaan ditujukan guna melindungi individu,

masyarakat dan kepentingan negara atas perbuatan tercela atau kejahatan yang

dilakukan seseorang akibat melanggar hukum yang telah ditetapkan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP). Maksud pemidanaan adalah

untuk mencegah dilakukan tindak pidana dengan cara memasyarakatkan

terpidana melalui pembinaan dan pengayoman supaya terpidana menjadi orang

yang baik. Selain itu, pelaksanaan pemidanaan harus mendasarkan pada

perpekstif nilai-nilai Pancasila. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan

pemidanaan yang di Indonesia salah satunya diserahkan dalam lembaga

pemasyarakatan.

4. Tinjauan tentang Narapidana Residivis

a. Pengertian Narapidana Residivis

dikenai hukuman atau pidana atau terpidana yang telah menerima putusan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

40

Selanjutnya Lin Song dan Roxanne (1994: 3) dalam jurnal internasional

menyebutkan bahwa,

Dari kutipan dalam jurnal internasional tersebut dapat diartikan bahwa,

pengulangan tindak pidana (residive) didefinisikan penangkapan kembali,

pemulihan kembali, atau pulang kembali seseorang.

Menurut Kartini Kartono (2001: 130) mengatakan bahwa,

merupakan penjahat-penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara.

Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa ataupun yang berbeda

Sedangkan Elliot dalam Simadjuntak (1981: 75)

narapidana sebagai penjahat ialah orang yang telah membuang atau tidak

mengakui nilai-nilai masyarakat dimana masih berkeliaran di luar penjara yaitu

residivis yang tertangkap. Mereka itu benar-

orang yang selalu mengulangi perbuatan seperti perampok, pengemis, dan

pencuri. Dan perbuatannya tertera dalam pasal 104 sampai 485 KUHP (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia. Mereka termasuk the habitual

criminal

Menurut pendapat dari R. Achmad Soemadi Praja dan Romli

Atmasasmita (1979: 14) mengenai pengertian residivis dan bukan residivis

adalah sebagai berikut:

1) Residivis yaitu seseorang yang telah dijatuhi pidana oleh hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap suatu perbuatan pidana dan sebelumnya telah mendapat putusan hakim atas kejahatan lain yang telah dilakukan.

2) Bukan residivis yakni seseorang yang dijatuhi putusan pidana oleh hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap suatu perbuatan pidana yang pertama dilakukan.

Tindak pidana yang terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi putusan hakim yang bersifat tetap (in kracht van gewijsde), kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Pengertian residive hampir sama dengan seseorang yang melakukan lebih dari satu tindak pidana (concursus realis), tetapi perbedaannya ada pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

41

ditetapkannya putusan hakim yang bersifat tetap yang berupa pemidanaan terhadap tindak pidana yang dilakukan terdahulu atau sebelumnya (Winarno Budyatmojo, 2000: 71).

Menurut Djoko Prakoso (1991: 30) dinyatakan bahwa,

merupakan pelaksana perbuatan yang membahayakan kepentingan hukum.

Kepentingan hukum adalah hak-hak, hubungan-hubungan, keadaan-keadaan

dan gangguan-

Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa narapidana residivis yaitu seseorang dijatuhkan hakim dengan kekuatan

hukum tetap diberikan pidana kepadanya karena suatu perbuatan melanggar

hukum atas perbuatan kejahatan atau tindak pidana yang diulanginya.

b. Pengelompokkan Narapidana Residivis menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia

Winarno Budiyatmojo (2000: 72-78) Sistem

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia menganut residive

khusus yang diatur dalam Buku II tentang Kejahatan yaitu: residive sejenis dan

residive kelom

Penjabaran mengenai residive sejenis dan residive kelompok adalah

sebagai berikut:

1) Residive sejenis

Residive sejenis meliputi pasal 144 (2) KUHP tentang penghinaan kepada

kepala negara sahabat yang berhubungan dengan penerbitan dan percetakan,

pasal 157 (2) KUHP tentang penghinaan terhadap golongan-golongan rakyat

Indonesia yang berhubungan dengan penerbitan dan percetakan, pasal 161

(2) KUHP tentang perbuatan menghasut supaya melakukan perbuatan

pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan yang berhubungan

dengan penerbitan dan percetakan, pasal 163 (2) KUHP tentang

penawaran/sarana melakukan tindak pidana yang berhubungan dengan

penerbitan dan percetakan, pasal 208 (2) KUHP tentang penghinaan

terhadap penguasa atau badan umum, pasal 216 (3) KUHP tentang

penyalahgunaan jabatan atau wewenang atau menghalangi pejabat untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

42

melaksanakan tugas guna menjalankan ketentuan perundang-undangan,

pasal 321 (2) KUHP tentang penghinaan yang dilakukan pada saat

menjalankan mata pencaharian, pasal 393 (2) KUHP tentang menjual,

menawarkan atau mengedarkan dan sebagainya barang-barang yang

bermerk palsu, dan pasal 303 bis (2) tentang perjudian.

Syarat residive sejenis adalah sebagai berikut:

a) Kejahatan yang diulangi harus sama atau sejenis dengan kejahatan

terdahulu.

b) Antara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus ada

keputusan hakim.

c) Pengulangannya dilakukan dalam tenggang waktu tertentu yaitu 5 tahun

sejak ada keputusan hakim tetap.

2) Residive Kelompok

Residive kelompok terbagi atas 3 bagian sebagai berikut:

a) Pasal 486 KUHP mengenai kejahatan-kejahatan terhadap harta benda dan

pemalsuan terdiri dari pemalsuan mata uang (pasal 244 KUHP sampai

pasal 248 KUHP), pemalsuan surat (pasal 263 sampai Pasal 264 KUHP),

pencurian (pasal 362, 363, dan 365 KUHP), pemerasan (Pasal 368

KUHP), pengancaman (pasal 369 KUHP), penggelapan (pasal 372,

374,375 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), kejahatan jabatan (pasal

415, pasal 417, pasal 432 KUHP), penadahan (pasal 480, pasal 481

KUHP).

b) Pasal 487 KUHP mengenai kejahatan-kejahatan terhadap orang terdiri

dari Penyerangan dan makar kepala negara (pasal 131, pasal 140, pasal

141 KUHP), pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana (pasal 338,

pasal 339, 340 KUHP), pembunuhan anak (pasal 341, pasal 342 KUHP),

abortus (pasal 347 KUHP, pasal 348 KUHP), penganiayaan biasa/berat

dan penganiayaan berencana (pasal 351, pasal 353, pasal 354, pasal 355

KUHP), kejahatan pelayaran yang berupa pembajakan (pasal 438 KUHP,

pasal 443 KUHP), dan insubordinasi (pasal 459 sampai pasal 460

KUHP).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

43

c) Pasal 488 mengenai kejahatan penghinaan yang berhubungan dengan

penerbitan atau percetakan terdiri dari penghinaan terhadap kepala negara

sahabat (pasal 142 sampai pasal 144 KUHP), penghinaan terhadap

penguasa atau badan umum (pasal 207 KUHP, pasal 208 KUHP),

penghinaan terhadap orang pada umumnya (pasal 310 dan pasal 321

KUHP), kejahatan penerbitan dan percetakan (pasal 483 KUHP dan pasal

484 KUHP).

Syarat residive kelompok adalah sebagai berikut:

(1) Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis

dengan kejahatan yang pertama atau yang terdahulu.

(2) Dengan adanya kelompok jenis residive yang telah dikemukakan,

seseorang bisa dikatakan melakukan pengulangan apabila ia

mengulangi tindak pidana dalam satu kelompok jenis yang sama.

Seseorang yang melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 351

KUHP yaitu penganiayaan kemudian melakukan tindak pidana lagi

yang dijerat dengan Pasal 338 tindak pidana pembunuhan, dapat

dikatakan sebagai residive karena tindak pidana tersebut masih

termasuk dalam satu kelompok jenis yaitu kejahatan terhadap orang

dan diatur dalam pasal 487 KUHP.

(3) Antara kejahatan yang diulangi dengan yang pertama atau terdahulu

harus sudah ada putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap.

(4) Pidana yang pernah dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana

penjara.

(5) Ketika melakukan pengulangan, tenggang waktunya adalah

(a) Belum lewat 5 tahun sejak menjalani untuk seluruh atau sebagian

pidana penjara yang dijatuhkan terdahulu atau sejak pidana

tersebut sama sekali telah terhapuskan.

(b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankan

pidana penjara yang terdahulu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

44

Berdasarkan uraian di atas makadapat disimpulkan bahwa menurut

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia terdapat dua

kelompok residive yaitu residive yang sejenis dan residive kelompok sejenis.

Syarat berlakunya narapidana residivis adalah sebagai berikut:

1) Mengulang kejahatan yang sama atau oleh undang-undang dianggap sama.

Misalnya kali ini ia mencuri lain kali ia mencuri lagi walaupun benda yang

dicuri berbeda dan juga mengenai waktu maupun cara mencurinya tidak

sama.

2) Antara perbuatan yang satu dengan yang lain pernah ada keputusan hakim

yang menjatuhkan pidana secara sah.

3) Pernah menjalani pidana baik untuk seluruh maupun sebagian.

4) Waktu melakukan tindak pidana yang diulang itu kewajiban melaksanakan

pidana terhadap perbuatan yang pertama belum kadaluarsa. Misalnya setelah

dijatuhi pidana maka terpidana melarikan diri kemudian dalam waktu

tertentu melakukan tindak pidana lagi sedangkan yang diadili dan dipidana

untuk perkara yang diulang itu dan waktu untuk melaksanakan pidana yang

pertama belum daluwarsa.

5) Yang bersalah atau terpidana melakukan tindak pidana ulangan belum 5

tahun berselang sejak bebas menjalankan pidana dari perbuatan yang sama.

c. Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan oleh Narapidana Residivis

Kejahatan adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh hukum publik

untuk melindungi masyarakat dan memberi sanksi berupa pidana negara.

Perbuatan itu diberi hukuman karena melanggar norma-norma

(Abdulsyani, 1987: 13).

Pendapat lain oleh Simadjuntak (1981: 71) menyebutkan bahwa,

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, kejahatan yang

dilakukan oleh narapidana residivis merupakan suatu perbuatan yang tidak

boleh dibiarkan sebab menimbulkan goncangan dalam masyarakat. Gejala

munculnya kejahatan dalam masyarakat ternyata disebabkan oleh banyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

45

faktor. Untuk menjawab mengenai faktor sebab-sebab timbulnya kejahatan

maka, peneliti mengemukakan beberapa teori dalam ilmu kriminologi.

Menurut Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa (2005: 19-64)

menyebutkan bahwa, untuk mencari kejelasan mengenai sebab kejahatan dalam

peradaban manusia lahirlah teori-

spiritualis, teori differential organization, teori ekonomi, teori sosial bond, dan

teori mental disorder

Berikut ini akan dijabarkan mengenai teori-teori tersebut:

1) Teori spiritualis menurut George B Vold.

Dalam teori spiritualis dijelaskan bahwa, seseorang yang telah melakukan

suatu kejahatan dipandang sebagai orang yang terkena bujukan setan (evil

atau demon). Sehingga orang berbuat jahat karena lepasnya iman yang

dimiliki oleh manusia sehingga mudah terpengaruh oleh roh jahat. Jadi, teori

ini menjelaskan bahwa, penyebab seseorang melakukan kejahatan karena

sistem keyakinan atau iman seseorang yang lemah.

2) Teori differential organization menurut Sutherland

Teori ini menjelaskan bahwa, pergaulan seseorang berperan terhadap

pembentukan tingkah laku. Dari lingkungan tertentu lahir norma tertentu.

Jika seseorang bergaul dengan pencuri, maka lama-kelamaan menganggap

bahwa mencuri adalah hal wajar. Kejahatan dipelajari dalam pergaulan

manusia. Kejahatan hanya ada dalam masyarakat diantara pergaulan

individu. Orang belajar jahat dalam masyarakat, tanpa ada masyarakat tidak

ada kejahatan. Jadi, teori ini menjelaskan bahwa, penyebab seseorang

melakukan kejahatan karena pengaruh lingkungan atau pergaulan yang

salah.

3) Teori ekonomi menurut Marx

Penganut teori ini adalah Marx, pengikutnya William Bonger, dan Mr.H

Calkoen. Dalam teori ini dijelaskan bahwa kejahatan timbul karena

kemiskinan. Kemiskinan mendorong kepada kejahatan. Orang miskin

meminum alkohol diluar batas, akibatnya tidak langsung adalah kejahatan.

Miskinnya masyarakat erat sekali dengan hubungannya dengan rendahnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

46

penghasilan. Mereka tidak puas dengan penghasilannya yang sah.

Selanjutnya Mr.H.Calkoen menambahkan bahwa, kemiskinan dan

pengangguran dipandangnya sebagai sebab utama dari kejahatan ekonomi.

Sebagai bukti kejahatan para orang Yahudi di Amsterdam. Jadi, teori ini

menjelaskan bahwa penyebab seseorang melakukan kejahatan karena

kemiskinan, rendahnya penghasilan, dan pengangguran.

4) Teori sosial bond menurut Travis Hirchi

Menurut teori ini menjelaskan bahwa, seseorang melakukan perbuatan

menyimpang disebabkan karena hilangnya ikatan kontrol sosial dalam diri

seseorang. Ikatan kontrol sosial tersebut meliputi: a) commitment yaitu

hilangnya keterikatan seseorang pada sub sistem seperti sekolah, pekerjaan,

organisasi dan kelompok sosial, b) beliefs yaitu hilangnya aspek moral yang

terdapat dalam ikatan sosial.

5) Teori mental disorder menurut James C.Prichard

Dalam teori ini dijelaskan bahwa seseorang melakukan kejahatan

disebabkan karena terjadi kekacauan mental. Berdasarkan hasil penelitian

oleh James C. Prichard sebanyak 20 hingga 60 persen penghuni lembaga

pemasyarakatan mengalami satu tipe mental disorder (penyakit mental).

Menurutnya penyakit mental tadi disebut dengan psychopathy atau

antisocial personality yaitu suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman,

kurang keramahan dan perasaan tidak bersalah. Seorang psychopath telihat

memiliki kesehatan mental yang bagus tetapi sebenarnya hanyalah suatu

mask of sanity (topeng kewarasan) Seorang psychopath ditandai dengan

tidak menghargai kebenaran, tidak tulus, tidak merasa malu, bersalah atau

terhina. Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan.

Jadi, teori ini menjelaskan bahwa sebab seseorang melakukan kejahatan

karena penyakit mental.

Jadi, teori-teori di atas digunakan peneliti untuk menganalisis faktor

penyebab pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Teori tersebut berupa teori

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

47

spiritualis, teori differential organization, teori ekonomi, teori sosial bond, dan

teori mental disorder.

d. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Menurut Abdulsyani (1987: 28) menyebutkan tentang beberapa metode

untu Metode moralistik, abolisionalistik dan

Berikut ini penjelasan mengenai metode tersebut:

1) Metode moralistik artinya pembinaan yang dilakukan dengan cara bentuk

mental-spiritual ke arah yang positif misalnya dilakukan oleh para pendidik,

para ahli agama, dan ahli jiwa.

2) Metode abilasionalistik artinya pembinaan dilakukan dengan cara

konseptual yang harus direncanakan atas dasar hasil penelitian kriminologis

dengan menggali sumber-sumber penyebabnya dari faktor-faktor yang

berhubungan dengan perbuatan kejahatan.

3) Metode operasional artinya metode pencegahan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian.

Reckless dalam Abdulsyani (1987: 135) mengemukakan tentang konsep

penanggulangan kejahatan adalah sebagai berikut:

Konsepsi umum dalam penanggulangan kejahatan yang berhubungan dengan mekanisme peradilan pidana dan partisipasi masyarakat yang meliputi pemantapan aparatur penegak hukum, perundang-undangan, mekanisme peradilan pidana, koordinasi aparatur penegak hukum dan pemerintah, dan partisipasi masyarakat.

Reckless

dilakukan melalui treatment (perlakuan) dan punishment (penghukuman)

(Abdulsyani, 1987: 138-142).

Penjelasan mengenai treatment (perlakuan) dan punishment

(penghukuman) adalah sebagai berikut:

1) Treatment (perlakuan) menitikberatkan kepada usaha perlakuan dengan

tidak Menerapkan sanksi pidana. Perlakuan ini bertujuan supaya pelaku

kejahatan dapat kembali sadar akan kekeliruan atau kesalahan dan dapat

bergaul kembali di dalam masyarakat .

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

48

2) Punishment (pengukuman) merupakan tindakan untuk memberikan

penderitaan terhadap pelaku kejahatan yang sebanding atau mungkin lebih

berat dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan kejahatan tersebut, baik

berupa hukuman pemenjaraan atau hukuman yang bersifat penderaan.

e. Penanggulangan Kejahatan berdasarkan Pemasyarakatan

Abdulsyani (1987: 27) menyebutkan tentang upaya penanggulangan

kejahatan adalah sebagai berikut:

Penanggulangan terhadap kejahatan mencakup aktivitas preventif yang berupaya memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah (terhukum) di lembaga pemasyarakatan. Upaya perbaikan terhadap perilaku kejahatan tersebut dilaksanakan dengan mengubah cara-cara penyiksaan dan isolasi sebagai ganjaran atas penebus kesalahan ke arah suatu sistem pembinaan dan pendidikan serta penyadaran sehingga tidak terulang kembali.

Sedangkan menurut pendapat Stephan Hurwitz tentang upaya

menanggulangi kejahatan adalah sebagai berikut:

Kejahatan yang dipandang sebagai kebiasaan seseorang yang menjadi kebiasaan (berulang-ulang) bahkan menjadi mata pencaharian misalnya pencurian, pencopetan, pencurian dengan kekerasan dan penadahan dengan cara diberikan pemidanaan adalah sia-sia. Sebab diperkirakan mereka akan meneruskan cara hidup kriminal sehingga tindakan-tindakan keras demi keamanan masyarakat. Oleh sebab itu, perlu upaya yang lebih berat dari sekedar pidana terhadap pelaku kejahatan (Abdulsyani, 1987: 141)

Bertitik tolak pada upaya penanggulangan kejahatan yang diuraikan di

atas, bahwa upaya penanggulangan kejahatan menekankan pada usaha

pembinaan yang tidak lepas dari pemidanaan sebab, dengan pemidanaan yang

sifatnya penghukuman saja tidak efektif mengurangi angka kejahatan.

Saharjo dalam Abdulsyani (1987: 141) mengatakan bahwa:

na penjara ialah pemasyarakatan. Artinya, masyarakat diayomi

terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana tetapi juga orang-orang

yang tersesat (terpidana) juga diayomi dengan memberikan bekal hidup

Berdasarkan uraian di atas maka, penulis menyimpulkan bahwa cara

yang paling efektif dilakukan untuk menanggulangi pengulangan tindak pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

49

yang dilakukan oleh narapidana residivis adalah pembinaan (treatment) dari

pada sekedar penghukuman (punishment). Penganggulangan diserahkan salah

satu diantaranya oleh lembaga pemasyarakatan dalam kerangka hukum pidana.

5. Tinjauan Umum tentang Pembinaan Berdasarkan Sistem

Pemasyarakatan

a. Pengertian Pembinaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan tentang pengertian

dan cara membina, 2) Pembaharuan

dan penyempurnaan, dan 3) Usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan

secara berdaya dan berhasil guna untuk memperoleh has

(Peter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 205).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembinaan

merupakan suatu usaha atau cara atau kegiatan dalam rangka meningkatkan

kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan

perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani dari narapidana untuk

memperoleh hasil yang lebih baik.

b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

pendapat, peristiwa, kepercayaan dan sebagainya yang disusun dan diatur

Peter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 1442).

Menurut Romli Atmasasmita (1982: 44) disebutkan bahwa,

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 162) disebutkan mengenai pengertian

sistem pemasyarakatan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995 tentang

pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

50

pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 180) dinyatakan bahwa,

pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana.

Oleh karena itu, pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, sistem

pemasyarakatan merupakan rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana yang

tidak terlepas dari konsep pemidanaan dalam upaya memasyarakatkan kembali

warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila untuk meningkatkan

kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak

mengulangi tindak pidana serta dapat berperan aktif dalam pembangunan dan

dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.

02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia disebutkan beberapa pengertian

tentang:

Warga binaan pemasyarakatan, lembaga pemasyarakatan, Rumah Tahanan

Negara, pembinaan narapidana, pembina pemasyarakatan dan Tim Pengamat

Pemasyarakatan (TPP). Dimana, cakupan konsep tersebut merupakan

komponen dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan

Penjelasan mengenai komponen tersebut, adalah sebagai berikut:

1) Warga binaan pemasyarakatan sebagai penghuni Rutan yang meliputi,

narapidana, anak negara, dan tahanan Rutan.

2) Lembaga pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang

menampung, merawat, dan membina narapidana.

3) Rumah tahanan negara adalah unit pelaksana teknis tempat tersangka atau

terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan.

4) Pembinaan narapidana ialah semua usaha yang ditujukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

51

anak didik yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan atau Rumah

tahanan (intramural treatment).

5) Pembina pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melakukan

pembinaan secara langsung terhadap narapidana, anak negara, dan tahanan

(intramural treatment) atau mereka yang terdiri dari perorangan, kelompok

atau organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung ikut melakukan

atau mendukung pembinaan narapidana, anak negara, dan tahanan

(intramural treatment).

6) Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah tim yang bertugas memberi

pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka tugas pengamatan terhadap

pelaksanaan pembinaan narapidana, anak negara atau sipil, dan klien

pemasyarakatan.

c. Pembinaan berdasarkan Pemasyarakatan

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 194) dinyatakan bahwa,

merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani

Menurut Bambang Poernomo (1986: 187) menyebutkan tentang

pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan adalah sebagai

berikut:

Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, pembinaan

berdasarkan sistem pemasyarakatan merupakan usaha melalui suatu kegiatan

dalam rangka perbaikan terhadap seseorang yang terpidana dalam hal ini

narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

52

tindak pidana. Usaha pembinaan tersebut meliputi: peningkatan kualitas

ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

profesionalisme, kesehatan jasmani dan rohani. Melalui pembinaan tersebut

maka, narapidana akan diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal

hidupnya kelak setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam

pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.

d. Tujuan Pembinaan Berdasarkan Pemasyarakatan

Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan yang dapat dibagi dalam tiga

hal yaitu:

1) Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana.

2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif membangun bangsa dan negaranya.

3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat (C. I. Harsono, 1995: 47). Menurut Dwidja Priyatno (2006: 10) dijelaskan bahwa:

Tujuan dari pembinaan dalam sistem pemasyarakatan adalah membentuk warga binaan agar menjadi manusia seutuhnya menyadari kesalahan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan pembinaan

pemasyarakatan dimaksudkan membentuk warga binaan agar memperbaiki

diri, tidak mengulangi tindak pidana dan berperan aktif dalam pembangunan

sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

e. Tahap-Tahap Pembinaan dalam Lembaga Pemasayarakatan

Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:

M. 02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan,

menyebutkan tentang tahapan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan

adalah sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

53

1) Tahap pertama adalah pembinaan awal yang didahului dengan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan (mapenaling), sejak diterima sampai sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya.

2) Tahap kedua adalah pembinaan lanjutan di atas 1/3 sampai sekurang-kurangnya 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya.

3) Tahap ketiga adalah pembinaan lanjutan di atas 1/2 sampai sekurang-kurangnya 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya.

4) Tahap keempat adalah pembinaan lanjutan/bimbingan di atas 2/3 sampai selesai masa pidananya (Ismail Saleh, 1990: 16)

Menurut Surat Edaran K.P.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang

pemasyarakatan di Indonesia dalam Dwidja Piyatno (2006: 99-

pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan meliputi tahap pertama, tahap

Penjabaran tahapan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan adalah

sebagai berikut:

1) Tahap pertama

Setiap narapidana yang masuk di lembaga pemasyarakatan dilakukan

penelitian untuk segala hal ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia

melakukan kejahatan, dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya,

latar belakang pendidikan dan sebagainya.

2) Tahap kedua

Jika proses pembinaan narapidana yang bersangkutan telah berlangsung

selama-lamanya 1/3 dari masa pidana, dan menurut Dewan Pembina

Pemasyarakatan sudah mencapai kemajuan antara lain menunjukkan

keinsyafan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di

lembaga pemasyarakatan maka, kepada narapidana yang bersangkutan

diberikan kebebasan lebih banyak.

3) Tahap lanjutan

Bilamana proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah

menjalani 1/2 dari masa pidana, dan menurut Dewan Pembinaan

Pemasyarakatan telah dicapai kemajuan yang baik secara fisik maupun

mental dan dari segi keterampilan telah baik, maka dapat diperluas dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

54

mengadakan asimilasi dengan masyarakat luar tetapi masih dengan

pengawasan dari lembaga pemasyarakatan.

4) Tahap akhir

Jika proses pembinaan telah dijalani 2/3 masa pidana dan dinyatakan oleh

Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah mencapai cukup kemajuan dalam

proses pembinaan antara lain bahwa, narapidana telah cukup menunjukkan

perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka,

tempat atau wadah utama dari proses pembinaanya ialah Balai

Pemasyarakatan (BAPAS). Di tempat baru ini, narapidana diberi akan

memperoleh pembimbingan sehingga prosesnya bukan lagi pembinaan. Di

tempat baru ini, bersamaan dengan ini dipupuk rasa harga diri, tata krama,

sehingga dalam masyarakat luas timbul kepercayaannya dan berubah

sikapnya terhadap narapidana.

Berikut ini, secara ringkas dapat dilihat dalam bagan tentang alur

tahapan pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

Tahap pertama

Tahap kedua (pembinaan)

Tahap ketiga( lanjutan)

Tahap akhir

Gambar 1. Alur Tahapan Pelaksanaan Pembinaan

f. Metode Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Menurut C.I. Harsono (1995: 431) disebutkan bahwa:

agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana sehingga dapat

menghasilkan perubahan dalam diri narapidana baik perubahan dalam berfikir,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

55

Beberapa hal tentang metode pembinaan di lembaga pemasyarakatan

menurut C.I.Harsono (1995: 342-385) meliputi, dalam

lembaga pemasyarakatan meliputi: metode pembinaan berdasarkan situasi

sesuai dengan kebutuhan pembinaan narapidana, metode pembinaan

perorangan (individual treatment), dan metode pembinaan secara kelompok

(classical treatment)

Penjelasan mengenai metode pembinaan di lembaga pemasyarakatan

adalah sebagai berikut:

1) Metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan pembinaan

narapidana. Metode ini dibagi menjadi dua pendekatan yaitu:

a) Pendekatan dari atas kebawah (top down approach).

Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari pembina atau paket

pembinaan dari narapidana yang telah disediakan dari atas. Warga binaan

tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi

langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Paket pembinaan

narapidana dengan pendekatan dari atas, dipilihkan materi-materi umum

yang harus diketahui setiap narapidana dalam rangka pembinaan bagi diri

sendiri, pendekatan kepada Tuhan Yang Maha, bagi persatuan dan

kesatuan bangsa dan untuk kehidupan di masa mendatang setelah keluar

dari lembaga pemasyarakatan. Metode pembinaan dengan pendekatan

dari atas ke bawah harus memperhatikan faktor situasi artinya pembina

harus memiliki kemampuan untuk mengubah situasi yang berbeda dalam

sebuah pembinaan, menjadi sebuah situasi yang disukai dan disepakati

oleh narapidana sehingga mampu menghilangkan kendala dalam situasi

pribadi. Semua narapidana yang ikut dalam pembinaan tersebut akan

terikat dalam situasi pembinaan, sehingga tidak seorangpun yang mampu

melepaskan diri dari situasi tersebut.

b) Pendekatan dari bawah ke atas (botton up approach)

Suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan

pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

56

mempunyai kebutuhan belajar dan minat belajar yang sama. Semua

sangat tergantung pada diri pribadi narapidana dan fasilitas pembinaan

yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan setempat. Seringkali seorang

narapidana tidak tahu atas kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau

kebutuhan belajarnya. Hal ini dikarenakan narapidana tersebut tidak tahu

apa kebutuhan pembinaan narapidana bagi dirinya atau kebutuhan

belajarnya.

2) Pembinaan perorangan (individual treatment)

Pembinaan perorangan (individual treatment) adalah pembinaan yang

diberikan kepada narapidana secara perseorangan oleh petugas pembina.

Diterapkannya pembinaan secara perorangan ini dikarenakan tingkat

kematangan intelektual, emosi dan logika dari tiap narapidana tidak sama.

Namun, pembinaan secara perorangan sangat bermanfaat jika narapidana

juga mempunyai kemauan untuk merubah dirinya sendiri. Pembinaan secara

perorangan juga akan mendekatkan diri antara petugas dengan narapidana,

sehingga tidak timbul rasa takut yang berlebihan dari narapidana terhadap

petugas.

3) Pembinaan secara kelompok (classical treatment)

Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode tanya jawab,

simulasi, permainan atau pembentukan tim. Dalam pembinaan kelompok,

pembina harus mampu mengajak narapidana untuk memahami nilai-nilai

positif yang tumbuh di masyarakat atau di kelompok untuk dijadikan bahan

pembinaan secara kelompok. Hal ini dikarenakan, setelah keluar dari

lembaga pemasyarakatan narapidana akan berbaur lagi dengan masyarakat

atau kelompok (keluarga) sehingga nilai positif yang tumbuh dalam

kelompok, keluarga, dan masyarakat akan sangat berguna bagi pemahaman

hidup masyarakat untuk hidup yang saling bergantungan.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa, metode pembinaan

digunakan sebagai sarana bagi warga binaan untuk menyampaikan materi

binaan dengan harapan agar pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan

akan lebih efektif dan efisien. Berhasil tidaknya pelaksanaan metode

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

57

pembinaan sangat bergantung pada materi pembinaan, warga binaan, dan

pembina. Jika metode yang digunakan tepat maka, proses pembinaan akan

dikatakan berhasil yang dapat dilihat dari perubahan sikap atau perilaku warga

binaan ke arah yang lebih baik.

g. Faktor Pendorong dan Penghambat Pembinaan Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan

1) Faktor Pendorong Pembinaan Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan

Menurut C. I. Harsono (1995: 36-73) disebutkan bahwa, -

faktor yang mempengaruhi pembinaan narapidana di lembaga

pemasyarakatan meliputi narapidana, petugas pembina, sarana fisik lembaga

pemasyarakatan, keluarga dan masyarakat

Berikut ini penjabaran mengenai faktor-faktor di atas:

a) Narapidana

Narapidana sebagai subyek sekaligus obyek yang akan menerima

pembinaan selama berada di lembaga pemasyarakatan. Pembinaan yang

terbaik bagi keberhasilan narapidana dalam menjalani pidana dan dapat

kembali ke masyarakat serta tidak mengulangi perbuatannya adalah

pembinaan yang berasal dari dalam diri narapidana itu sendiri. Artinya,

narapidana perlu membina dirinya sendiri dengan merubah diri. Adanya

kemauan dan kesadaran dalam diri narapidana sangat menentukan

keberhasilan pembinaan.

b) Petugas atau pembina

Petugas atau pembina merupakan komponen utama dalam menunjang

keberhasilan pembinaan. Petugas pemasyarakatan mempunyai tugas

pokok membina narapidana. Tanpa bantuan orang lain, petugas

pemasyarakatan tetap harus menjalin kerja sama sebagai pembina

narapidana.

c) Sarana fisik lembaga pemasyarakatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

58

Dengan adanya sarana dan prasarana akan memperlancar keberhasilan

pembinaan. Sarana dan prasarana tersebut akan memudahkan petugas

untuk menyampaikan materi pembinaan sehingga lebih efektif.

d) Keluarga dan masyarakat

Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam pembinaan

narapidana. Dalam sistem pemasyarakatan, muncul pentingnya hubungan

keluarga dengan narapidana untuk memotivasi narapidana agar tidak stres

selama di lembaga pemasyarakatan. Untuk mendapatkan hasil yang

maksimal maka, keluarga ikut serta membina narapidana dengan

membangun kesadaran diri atau self development. Sedangkan masyarakat

mempunyai fungsi memberikan motivasi bagi keluarga dan berusaha

menerima kehadiran narapidana setelah mereka bebas dari lembaga

pemasyarakatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor yang

dapat mendorong pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan

meliputi narapidana, petugas pembina, sarana fisik lembaga

pemasyarakatan, keluarga dan masyarakat.

2) Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan

Menurut Romli Atmasasmita, faktor-faktor yang menghambat

pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan antara lain: ) Masalah

peraturan perundangan, b) masalah sarana personalia, c) sarana fisik

lembaga pemasyarakatan, dan

Atmasasmita, 1982: 15).

Dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-

PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan

disebutkan bahwa:

Faktor penghambat pelaksanaan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan yaitu sikap acuh keluarga narapidana, ketidakpercayaan masyarakat terhadap mantan narapidana, kualitas dan kuantitas petugas pemasyarakatan yang belum memadai, sarana dan prasarana yang kurang, dan anggaran yang kurang (Ismail Saleh, 1990: 6).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

59

Penjabaran mengenai faktor penghambat di atas adalah sebagai

berikut:

a) Sikap acuh keluarga narapidana. Sikap acuh tak acuh keluarga narapidana

menghambat pelaksanaan pembinaan, karena masih ada keluarga

narapidana yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib narapidana

tersebut.

b) Ketidakpercayaan masyarakat terhadap mantan narapidana. Partisipasi

masyarakat yang masih perlu ditingkatkan karena masih didapati

kenyataan bahwa, sebagian anggota masyarakat masih enggan menerima

kembali bekas narapidana.

c) Kualitas dan kuantitas petugas yang kurang memadai. Kualitas dan

kuantitas petugas yang kurang memadai akan menghambat pelaksanaan

pembinaan. Oleh sebab itu, haruslah selalu diusahakan agar kualitas

petugas dapat mampu menjawab tantangan-tantangan dan masalah-

masalah yang selalu ada dalam muncul di lingkungan lembaga

pemasyarakatan. Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas,

hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan

pengorganisasian yang rapih sehingga tidak menjadi faktor penghambat

atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan atau

ketertiban.

d) Sarana atau fasilitas pembinaan. Kekurangan sarana dan fasilitas baik

dalam jumiah maupun mutu telah menjadi penghambat pembinaan

bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan atau

ketertiban. Hal tersebut menjadi tugas dan kewajiban bagi lembaga

pemasyarakatan untuk memelihara dan merawat semua sarana atau

fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal.

e) Anggaran. Anggaran yang kurang dapat menghambat pelaksanaan

pembinaan sebab anggaran dipergunakan untuk membiayai keperluan

peralatan. Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

60

seluruh program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan

anggaran yang tersedia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor yang

menghambat pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan meliputi

masalah dalam diri narapidana, masalah peraturan perundangan, sikap acuh

keluarga narapidana, ketidakpercayaan masyarakat terhadap mantan

narapidana, kualitas dan kuantitas petugas pemasyarakatan yang belum

memadai, sarana dan prasarana yang kurang, dan anggaran (dana) yang

kurang.

6. Tinjauan tentang Good Citizen

a. Pengertian Good Citizen

Istilah good citizen sering disebut sebagai warga negara yang baik. Good

citizen diambil dari istilah bahasa Inggris. Good berarti baik, dan citizen berarti

warga negara. Dari kedua pengertian tersebut jika digabungkan bahwa good

citizen berarti warga negara yang baik.

Menurut Winarno dan Wijianto (2010: 23) disebutkan bahwa,

mengandung pengertian peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi

perkumpulan. Warga negara merupakan anggota yang sah dari suatu

mas

Menurut Tunner dalam Winarno (2009: 4-5) mengatakan bahwa,

a citizen a member of group living under certain

laws warga negara adalah anggota dari sekelompok

manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu. Dikatakan

demikian karena warga negara terdiri dari orang-orang yang mengambil peran

dalam kehidupan bernegara yaitu yang bisa memerintah dan diperintah. Orang

yang memerintah dan diperintah itu sewaktu-waktu dapat bertukar peran dan

mereka harus sanggup memainkan peran yang berguna dalam negara. Peran

warga negara tersebut meliputi 2 hal yaitu:

1) Peran warga negara dalam kondisi masyarakat demokratis yang sudah

mapan dengan iklim politik yang normal yang memiliki aktivitas seperti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

61

kegiatan partai politik, mengabdikan diri dalam organisasi sosial, dan ikut

dalam bela negara.

2) Peran warga negara terlibat aktif dalam berbagai aktivitas dalam masyarakat

pluralistik hingga memperoleh pemahaman, bukan mengabaikan situasi

berlangsung begitu saja.

Menurut Gross dan Zeleney dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 17)

mengatakan bahwa:

Caharacteristic good citizen bay defining him in of five essential as one who 1) caherises democraic value and bases him action on them, 2) recognizes the work toward their solutions, 3) is aware and takes responsibility for meeting basic human needs, 4) practices democratic human relations in family, school and community 5) proseses and uses knowledge, skill and abilities nessary in a democratic society.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diterjemahkan bahwa

karakteristik seorang warga negara yang baik memenuhi salah satu diantaranya,

1) menghargai nilai-nilai demokrasi dan menjadikannya dasar dalam setiap

perilaku, 2) menyadari permasalahan-permasalahan sosial dan memiliki

keinginan dan kemampuan memberi solusi, 3) menyadari dan mengambil

tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, 4) menjunjung

demokrasi dalam hubungan keluarga, sekolah dan kelompok, 5) proses dan

penggunaan pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab yang dibutuhkan

dalam masyarakat demokrasi.

Menurut Margaret Stimman Branson dalam Winarno dan Wijianto

(2010: 50) menjelaskan mengenai warga negara yang baik adalah sebagai

berikut:

Warga negara yang baik adalah warga negara yang mau dan mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan penerapan nilai warga negara (civic knownladge, skills and valuedes) yang dapat diperoleh dari berbagai disiplin ilmu sosial yang dapat digunakan secara baik guna memudahkannya dalam kehidupannya di masyarakat terutama di dalam membuat keputusan serta dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya baik sebagai individu, anggota masyarakat ataupun warga negara.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

62

Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 55) yang menegaskan kembali bahwa,

civic knownladge, civic skills dan civic

dispositions

Berikut ini penjelasan mengenai civic knowledge, civic skills dan civic

disposition.

1) Pengetahuan warga negara (civic knowledge) yaitu berkenaan dengan apa-

apa yang perlu diketahui dan dipahami secara layak oleh warga negara.

Pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang: prinsip dan

proses demokrasi, lembaga pemerintah dan nonpemerintah, identitas

nasional, pemerintahan berdasarkan hukum, peradilan yang bebas dan tidak

memihak, korupsi, sejarah nasional, hak dan kewajiban warga negara, hak

asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.

2) Keterampilan warga negara (civic skills) yaitu berkaitan dengan apa yang

seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi kelangsungan bangsa

dan negara . Keterampilan warga negara (civic skills) meliputi: kecakapan

intelektual dan kecakapan partisipatoris. Kecakapan intelektual meliputi:

mengidentifikasikan (identifying), menggambarkan (describing),

menganalisis, menilai, mengambil, dan mempertahankan posisi atas suatu

isu (taking and definding position on public issue). Sedangkan kecakapan

partisipatoris meliputi: berinteraksi (interacting), mamantau (monitoring),

dan mempengaruhi (influencing).

3) Karakter warga negara (civic dispositions) yaitu berkaitan dengan watak,

sikap atau karakter kewarganegaraan. Karakter memfokuskan bagaimana

mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Watak kewarganegaraan (civic disposition) menunjuk pada karakter privat

dan karakter publik. Dalam karakter privat meliputi: tanggung jawab moral,

disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari

setiap individu. Sedangkan karakter publik meliputi kepedulian sebagai

warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berfikir

kritis, dan kemampuan untuk mendengar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

63

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, good citizen memiliki

istilah yang sama dengan warga negara yang baik. Sebagai warga negara yang

baik, harus mampu menjalankan perannya dalam pembangunan negara.

Seseorang dapat dikatakan sebagai warga negara yang baik, apabila memiliki

berbagai kemampuan atau kompetensi kewarganegaraan. Kompetensi

kewarganegaraan tersebut meliputi: pengetahuan kewarganegaraan,

keterampilan kewarganegaraan, dan watak atau karakter kewarganegaraan,

serta penerapan nilai kewarganegaraan (civic knownladge, skills, civic

disposition, and civic value). Kompetensi tersebut digunakan secara baik

dimaksudkan untuk memudahkan warga negara terutama dalam membuat

keputusan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya baik sebagai

individu, anggota masyarakat, ataupun warga negara.

b. Unsur Pembentukan Good Citizen

Menurut Van Gunsteren dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 204)

disebutkan bahwa:

The degree to which people succeed in directing their construction of plurality toward citizenship also depend on supportive instiutution, as well as on the intensity of the emotion and the nature of the identies at stake all factors that to some degree exeed the reach of even the best trained and most rational individuals.

Dari pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat empat unsur

untuk mendukung pembentukan kewarganegaraan yang menentukan

pencapaian warga negara yang telah terlatih dan mampu berfikir secara rasional

yaitu kompetensi, institusi, emosi, dan identitas. Dari empat unsur tersebut

dikategorikan sebagai syarat warga negara yang baik dalam masyarakat

demokratis.

Berikut ini penjelasan mengenai keempat unsur tersebut:

1) Unsur kompetensi

Kompetensi berarti kemampuan pikir secara baik dan kecakapan sosial

praktis. Kemampuan itu meliputi: kecakapan yang terkait dengan potensi

diri seperti kemampuan mendengarkan, kemampuan mengungkapkan

pendapat, gagasan, dan perasaan secara jelas, dan melatih pengendalian diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

64

serta pengetahuan diri. Unsur-unsur kompetensi kewarganegaraan meliputi

tindakan berfikir praktis tentang penerapan aturan bagaimana mengatasi

kekurangan yang dimiliki dan kegagalan berusaha serta menerima gagasan

orang lain sehingga mampu bertindak secara benar. Seseorang warga negara

yang baik bukan hanya mampu mengembangkan potensinya semata,

melainkan menyadari kelemahan yang ada dalam dirinya dan mampu

mengatasi kelemahan itu.

2) Unsur organisasi

Warga negara yang kompeten tidak hanya tergantung pada individu dan

orang lain, tetapi juga keadaan institusi dimana warga negara itu berada.

3) Unsur identitas

Unsur identitas menjadi penting bagi warga negara sebab, dengan identitas

inilah seseorang yang sebelumnya tidak dikenal menjadi terkenal.

4) Unsur emosi

Emosi bagi warga negara merupakan keniscayaan karena setiap orang pasti

mempunyai emosi. Emosi tersebut berupa tindakan yang sifatnya emosional

seperti antusiasme, jatuh cinta, takut, solidaritas kelompok, mengalah, dan

menghambakan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang

membentuk seseorang menjadi warga negara yang baik (good citizen) meliputi:

kompetensi, institusi, emosi, dan identitas. Keempat unsur tersebut, sebagai

syarat menjadi warga negara yang baik dalam masyarakat demokratis. Dalam

penelitian ini, narapidana residivis sebagai warga negara yang hilang

kemerdekaannya di lembaga pemasyarakatan akan diasah kemampuannya

melalui pembinaan selama berada di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Apabila keempat unsur di atas telah ditanamkan dalam diri narapidana residivis

berarti dikatakan telah terbentuk pribadi good citizen.

7. Hubungan antara Warga Negara yang Baik dengan Moral

Menurut Emaile Durkeim dalam Cheppy Haricahyono (1995: 346)

disebutkan bahwa, Morality is a sistem of rules of conduct. Morality consist of

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

65

system of action that predetermine conduc

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa, untuk menjadi bermoral

seseorang tidak hanya dituntut untuk sekedar mampu bertindak. Tetapi akan lebih

dari pada itu mampu bertindak demi masyarakat dan negara.

Peran warga negara dimulai dari membangun individu manusia yang bermoral baik, menjalankan norma yang ada dalam masyarakat dan agama, dan mentaati peraturan yang ada dalam suatu negara. Menekankan bahwa kedamaian suatu negara atau dunia akan tercapai jika setiap individu dapat mengamankan dirinya sehingga kedamaian dapat dimulai dari diri sendiri dan berkembang dalam lingkungan yang lebih luas. Dengan dimulai dari individu yang baik maka, dapat diterima dalam masyarakat, sehingga mampu memberikan ide atau gagasan untuk diterima di dalam masyarakat. (Ari Mariyono, 2009: 2 diakses dalam http://www.tanahputih.org/artikel/74.)

Hal senada disampaikan menurut Bambang Daroeso (1988: 45-46)

ekatnya adalah etis, mempunyai potensi untuk menjadi

manusia yang bermoral, dan potensi untuk hidup penuh dengan nilai dan norma.

Manusia sebagai warga negara yang bermoral berperan penting dalam

Moral warga negara adalah baik-buruknya tindakan, sikap, dan tingkah laku manusia yang menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Moral warga negara menjadi salah satu penentu atau prasyarat kualitas seorang agar berhasil dalam menggerakkan pembangunan di segala bidang kehidupan. Oleh sebab itu, moralitas merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia secara individu maupun secara kelompok, untuk menjadi panduan dasar bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka mewujudkan keteraturan dan ketertiban. Apabila moralitas suatu bangsa buruk maka, yang terjadi adalah kekacauan-kekacauan yang berujung pada terhentinya pembangunan. (Heru Hendarto, 2011: 1 diakses dalam http://filsafat. kompasiana.com/2011/03/27).

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa, hubungan antara

warga negara yang baik dengan moral adalah moral sebagai pedoman warga

negara untuk bertindak sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Setiap

warga negara berperan menjalankan kewajiban untuk mematuhi norma yang telah

disepakati oleh masyarakat dan negara. Oleh sebab itu, sebagai warga negara yang

baik harus dimulai dengan membangun moral yang baik. Sebab, untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

66

membangun negara yang damai dan sejahtera harus dimulai dari individu yang

bermoral. Moral warga negara menjadi penentu kualitas seseorang agar berhasil

menggerakkan pembangunan. Moral warga negara yang baik, akan menimbulkan

ketertiban dan mewujudkan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Perlu diketahui bahwa warga negara yang baik (good citizen) berbeda

dengan orang yang baik (good man). Menurut Winarno (2009: 39) disebutkan

bahwa, good man adalah mereka yang hidup dengan kebajikan dan rasa

hormat dalam kehidupannya. Sedangkan good citizen tidak hanya hidup dengan

hal tersebut termasuk kehidupan privat, tetapi juga komitmen untuk berpartisipasi

Menurut Sapriya dalam Winarno (2009: 10) menyebutkan penegasan

tentang pendapat Aristoteles yaitu:

good citizen dan bad citizen. We must notes

different constitution require different type of good citizen, while the good man is

always same. Good citizen berbeda dengan good man. Good citizen amat

Selanjutnya Aristoteles mengatakan, ia dipaksa menjadi warga

negara yang baik meskipun mereka tidak baik secara moral (man is forced to be a

good citizen even if not a morally good person) . (Aziz Wahab dan Sapriya, 2009:

55).

Dari kedua pendapat di atas dapat diartikan bahwa, antara warga negara

yang baik (good citizen) dengan orang yang baik (good man) mengandung arti

yang berbeda. Warga negara yang baik (good citizen) belum tentu bermoral sebab,

mereka dituntut berperilaku baik karena melaksanakan kewajibannya terhadap

negara sesuai dengan konstitusi. Warga negara memiliki kewajiban untuk

berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara dan mematuhi norma-norma yang

ada dalam negara. Negara menerapkan norma hukum yang mengatur warga

negara agar mematuhi peraturan perundang-undangan. Sehingga secara otomatis

warga negara harus tunduk terhadap konstitusi atau perundang-undangan yang

telah ditetapkan oleh negara. Hukum bersifat memaksa serta memberikan sanksi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

67

jika melakukan tindakan yang tidak bermoral atau menyimpang dari peraturan

tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa, hukum mampu menempatkan diri

untuk menciptakan moral dalam diri seseorang. Sedangkan good man atau orang

yang baik adalah mereka yang selalu hidup dengan kebajikan dan rasa hormat

dalam kehidupannya. Moral telah terbentuk secara alamiah dalam dirinya

sehingga mampu menempatkan diri untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai

moral yang dimilikinya sehingga tanpa dipaksa ia telah memiliki kesadaran untuk

bertindak secara moral.

8. Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pembinaan

Moral di Lembaga Pemasyarakatan

Menurut Stanley B. Diamond dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 28)

mengatakan bahwa:

Pendidikan kewarganegaraan memiliki pengertian dalam arti luas dan arti sempit. Pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas diorientasikan pada citizen education yang menekankan pada keterlibatan dan partisipasi warga negara dalam permasalahan-permasalahan kemasyarakatan. Sedangkan dalam arti sempit civic education berkaitan dengan kehidupan sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan

kewarganegaraan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas civic education

adalah partisipasi dalam masalah kemasyarakatan sedangkan arti sempit berkaitan

dengan mata pelajaran dalam sekolah dan masyarakat.

Kemudian dijelaskan bahwa, pendidikan kewarganegaraan membahas

masalah yang lebih kompleks dan beraneka segi yang mungkin dibutuhkan jika

warga negara. Hal tersebut disampaikan oleh Cogan dan Derriot dalam Winarno

(2009: 1-4) mengatakan bah

sebagai suatu masalah kompleks dalam multidimensi yang terdiri atas 4 dimensi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

68

Penjelasan mengenai dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dimensi pribadi

Dimensi pribadi diartikan bahwa kewarganegaraan yang multidimensi

membutuhkan pengembangan satu kapasitas pribadi dan sosial. Dalam konteks

ini, kewarganegaraan bukanlah sesuatu yang dibatasi pada suatu mata pelajaran

tertentu melainkan membangun iklim sosial dan dapat diidentifikasikan sebagai

satu prioritas oleh setiap orang yang terlibat dalam jalannya pendidikan. Jadi,

masyarakat umum terutama lembaga masyarakat ikut berperan dalam

mengembangkan praktik pendidikan kewarganegaraan kepada lingkungan

masyarakat.

b. Dimensi sosial

Dimensi sosial kewarganegaraan mengakui bahwa, meskipun sifat-sifat pribadi

perlu namun tidaklah cukup untuk menghasilkan warga negara multidimensi.

Kewarganegaraan merupakan aktivitas sosial yang melibatkan orang yang

hidup dan bekerja sama untuk tujuan kewarganegaraan maka, warga negara

harus mampu bekerja dan berinteraksi dengan orang lain di dalam berbagai

keadaan dan konteks.

c. Dimensi spasial

Pada dimensi spasial, mengharuskan warga negara mampu hidup dan bekerja

pada serangkaian tingkat yang saling berhubungan dari tingkat lokal sampai

multinasional. Warga negara harus memandang diri mereka sebagai anggota

dari komunitas yang tumpang tindih antar lokal, regional, nasional, dan

multinasional.

d. Dimensi temporal

Dimensi temporal diartikan kewarganegaraan dimaksudkan bahwa warga

negara dalam menghadapi tantangan-tantangan sekarang tidaklah begitu terikat

pada masa lalu dan masa mendatang. Tetapi kewarganegaraan multidimensi

menekankan pada keadaan sekarang dan tantangan agar ditempatkan dalam

konteks baik masa lalu maupun masa yang akan datang sebagai solusi pendek

semata terhadap persoalan dapat dihindari dan dimanapun memungkinkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

69

Pendapat lain ditambahkan oleh Winarno dan Wijianto (2010: 62)

mengatakan bahwa:

diterapkan dalam dunia pendidikan persekolahan dan masyarakat. Sebagai kajian lintas bidang keilmuan, pendidikan kewarganegaraan mempunyai 2 tugas pokok. Pertama, membangun body knowledge dimana pendidikan kewarganegaraan membutuhkan pendekatan ilmu sosial sebagai pendukungnya. Kedua, membangun karakter warga negara sebagai bidang pengembangan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan

kewarganegaraan memiliki tujuan yang urgen yaitu menjadikan masyarakat

Indonesia agar menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD

1945 sehingga mampu mengembangkan peranan dalam setiap kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan ternyata membahas

sesuatu yang sangat kompleks yang memiliki berbagai aspek yaitu dimensi

pribadi, dimensi sosial, dimensi spasial dan dimensi temporal. Dengan demikian,

pendidikan kewarganegaraan merangkum tentang bagaimana setiap warga negara

dituntut untuk memiliki kepekaan untuk berperan aktif dalam mengatasi terhadap

masalah-masalah sosial (masyarakat) dalam setiap ruang dan waktu. Selain itu,

pendidikan kewarganegaraan dapat diterapkan dalam lingkup persekolahan

maupun masyarakat.

Selanjutnya Cogan dan Derriot dalam Winarno (2009: 37) menyebutkan

tentang konsep kewargenegaraan secara umum dapat diklasifikasikan dalam 5

kategori yaitu:

Sense of identify (perasaan identitas), the enjoyment of certain right (pemilikan hak-hak tertentu), the fulfiment of corresponding obligation (pemenuhan kewajiban-kewajiban yang sesuai), a degree of interest and involvement in public affair (tingkat ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah publik), an acceptance of basic social values (penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar).

Dari keempat elemen di atas, peneliti menekankan pada elemen ketiga dan

keempat dimana kewarganegaraan terdiri atas ragam tanggung jawab, kewajiban

dan tugas. Peran kewarganegaraan mencakup atas tanggung jawab untuk ikut

andil atau aktif dalam masalah publik. Pendidikan kewarganegaraan menuntut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

70

agar setiap warga negara mampu menerima nilai-nilai sosial. Hal tersebut

disampaikan pula oleh pendapat Winarno ( 2009: 1) mengatakan bahwa:

Citizen education diartikan sebagai the constribution of education to the development of those characteristic of being a citizen diartikan sebagai kontribusi atau dampak pendidikan terhadap pengembangan karakteristik yang menandai seorang warga negara. Pendidikan yang dimaksudkan juga diartikan dalam pengertian yang luas mencakup formal, informal, dan nonformal sehingga konteks pendidikan kewarganegaraan harus dikampanyekan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi atau jajaran pemerintahan. Dengan demikian, warga negara mampu menerima nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

Winarno dan Wijianto (2010: 68-

pendidikan kewarganegaraan dapat berlangsung dalam berbagai lingkup

a. Pendidikan formal taman kanak-kanak atau sekolah dasar sampai perguruan

tinggi baik dalam mata pelajaran tersendiri atau terintegrasi.

b. Pendidikan formal yang berkaitan dengan lembaga keagamaan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,

atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

sepanjang hayat.

d. Pendidikan kedianasan yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga

non departemen.

e. Pendidikan di lingkungan perusahaan.

f. Pendidikan di lingkungan organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang

berkaitan dengan pendidikan dasar kepemimpinan maupun pendidikan

perjenjangan kader yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa, pendidikan

kewarganegaraan bukanlah sebuah pendidikan yang dibatasi pada lingkungan

formal saja sebagai suatu mata pelajaran kewarganegaraan yang berdiri sendiri

namun, dapat dilaksanakan dalam lingkungan nonformal, masyarakat, organisasi,

dan perusahanaan. Oleh sebab itu, pendidikan kewargenegaraan dapat diselipkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 88: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

71

atau terintegrasi dalam mata pelajaran lain yaitu pendidikan moral sebab

pendidikan moral merupakan bagian dari ranah pendidikan kewarganegaraan.

Kedua mata pelajaran tersebut tidak hanya diajarkan dalam persekolahan tetapi

dikembangkan dalam konteks sosial (masyarakat). Seperti yang diungkapkan oleh

Cheppy Haricahyono (1995: 209) mengemukakan bahwa:

Pendidikan moral dewasa ini dikatakan unik sebab diajarkan dalam berbagai kegiatan pendidikan, dimana pendidikan moral tidak hanya meliput realitas hidup manusia sehari-hari yang nampak dalam kegiatan kelas tetapi mencakup berbagai permasalahan yang terkait dengan eksistensi manusia bahkan yang paling mendasar sekalipun.

Selanjutnya ditambahkan oleh Durkeim dalam Cheppy Haricahyono

yang penting dalam segala sesuatu yang berobyekkan masyarakat sehingga

berkembang bersamaan dengan ranah sosial, sehingga moralitas dimulai dengan

keterlibatan individu dalam masyarakat dan bukan semata untuk merefleksikan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hubungan antara pendidikan

kewarganegaraan dan pendidikan moral adalah bahwa pendidikan moral

merupakan disiplin ilmu yang merupakan bagian dari substansi dalam pendidikan

kewarganegaraan. Keduanya sama-sama membahas mengenai bagaimana

membentuk seorang menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Pendidikan

kewarganegaraan dalam penelitian ini mengarahkan penyelesaian yang merujuk

pada konteks sosial yaitu pendidikan kewarganegaraan berbasis masyarakat (civic

community) bahwa, pendidikan kewarganegaraan ikut andil dalam memecahkan

masalah publik (sosial). Dalam penelitian ini, sebagai upaya untuk mengatasi

masalah publik salah satunya diserahkan kepada lembaga sosial yaitu lembaga

pemasyarakatan (Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta) yang terkait dengan

penerapan pendidikan moral sebagai salah satu disiplin ilmu dalam pendidikan

kewarganegaraan. Sebagai suatu lembaga nonformal, Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta melaksanakan pembinaan moral sebagai salah satu wujud

sebagai upaya merubah narapidana residivis menjadi warga negara yang bermoral.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 89: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

72

Pembinaan moral tersebut dilaksanakan melalui pendidikan agama dan

pendidikan moral.

B. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir adalah alur pemikiran atau penalaran seseorang yang

didasarkan pada masalah penelitian yang digambarkan dengan skema secara

sistematik. Atau dapat juga menjelaskan suatu variabel yang mengacu pada

landasan teori. Berdasarkan kajian teori di atas, maka penulis dapat menyusun

kerangka berpikir sebagai berikut:

Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang

berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku

manusia mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Apabila seseorang mengindahkan norma tersebut, maka akan banyak terjadi

tindakan menyimpang. Fenomena meningkatnya kejahatan seperti pembunuhan,

kekerasan, pencurian dan lain-lain menunjukkan bahwa, norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat sudah terabaikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan hukum

guna menanggulangi tindak kejahatan yang dilakukan masyarakat. Dalam upaya

menanggulangi masalah kejahatan, dikeluarkan sistem hukum di Indonesia yang

dikenal dengan sistem pemidanaan. Sistem pemidanaan di Indonesia diatur dalam

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pemidanaan mengatur semua

perbuatan yang boleh dilakukan dan dilarang yang disertai dengan sanksi pidana

yang tegas. Pemidan

narapidana yang dikenal dengan nama pemasyarakatan. Sehingga masalah

pemidanaan salah satunya diserahkan kepada lembaga pemasyarakatan.

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebagai lembaga

pemasyarakatan melaksanakan pembinaan yang didasarkan pada Keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang pola

pembinaan narapidana atau tahanan. Pola pembinaan dimulai dengan membentuk

moral narapidana melalui pembinaan mental. Tujuan pembinaan tersebut,

diarahkan sesuai dengan UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yaitu

agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi kembali perbuatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 90: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

73

tindak pidana. Lebih dari pada itu, narapidana akan dibekali sejumlah penguasaan

kompetensi kewarganegaraan dengan harapan menjadi warga negara yang baik

(good citizen). Penguasaan kompetensi kewarganegaraan tersebut meliputi: civic

knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan

kewarganegaraan), dan civic virtue (penerapan nilai-nilai kewarganegaraan).

Namun, kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa, masih terjadi

pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis. Kenyataan

ini kemudian mengantarkan pada sebuah asumsi bahwa, pemidanaan yang

diberikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta belum memberikan efek

jera bagi narapidana residivis. Pengulangan tindak pidana oleh narapidana

residivis mungkin ada yang salah dalam mekanisme pelaksanaan pembinaan di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta hingga tujuan dari pembinaan itu sendiri

yaitu mengembalikan narapidana ke tengah masyarakat tidak tercapai.

Pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis

menunjukkan bahwa moral yang dimiliki masih rendah. Oleh sebab itu itu,

peneliti perlu mengetahui bagaimanakah moral narapidana residivis selama ini

yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan. Pengulangan tindak pidana

yang dilakukan narapidana residivis menunjukkan bahwa, pelaksanaan pembinaan

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam mengembalikan moral

narapidana residivis selama ini belum efektif. Oleh sebab itu, peneliti perlu

mengetahui faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral

terhadap narapidana residivis sehingga arah pembentukan good citizen belum

tercapai.

Untuk memperjelas keterangan di atas agar memudahkan dalam

memahaminya, telah disediakan dalam bentuk skema kerangka berpikir sebagai

berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 91: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

74

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir

Keberhasilan Pembentukan Good Citizen Narapidana

Residivis

UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Pembinaan Moral di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta

Faktor Pendorong Pembinaan

Faktor Penghambat Pembinaan

Moral Narapidana Residivis

Terkait Pengulangan Tindak Pidana

Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidana atau Tahanan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 92: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

74

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Kualitas dari penelitian kualitatif tidak tergantung oleh luas tidaknya masalah

dan besar kecilnya populasi tetapi ditentukan oleh ketajaman di dalam menganalisa

data atau permasalahannya. Sehingga perlu adanya suatu pembatasan tempat

penelitian yang jelas. Tempat penelitian merupakan suatu lokasi dimana penelitian

akan dilakukan untuk memperoleh data sesuai dengan permasalahan yang diajukan.

Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis memilih lokasi penelitian di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi No. 18

Surakarta. Hal ini diambil dengan alasan bahwa peneliti melihat adanya masalah yang

menarik untuk diteliti yaitu sebagai berikut:

a. Terjadi peningkatan jumlah penghuni narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta pada tahun 2010-2011.

b. Peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian guna mengetahui bagaimana

pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta selama ini.

c. Tahun 2009 Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mendirikan pondok

pesantren sebagai proyek percontohan Departemen Hukum dan HAM bagi Rumah

Tahana Negara di seluruh wilayah Indonesia. Pondok pesantren tersebut sebagai

salah satu kegiatan pembinaan agama dalam membentuk pribadi narapidana yang

bermoral.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul

sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian. Waktu ini meliputi persiapan

sampai penyusunan laporan penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 93: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

75

Jadual kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tahun 2011

Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov

1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan Proposal

3. Ijin Penelitian

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam

menyusun penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu masalah dan cara

pemecahan masalah tersebut. Menurut Lexy J. Moleong (2009: 4) yang mengutip

pendapatnya Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa, Penelitian kualitatif adalah

prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-

Menurut H.B Sutopo (2006: 37) disebutkan bahwa,

diarahkan pada kondisi asli dimana dan kapan subjek penelitian berada, artinya

Bentuk penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif dan bersifat

deskriptif karena dalam penelitian ini mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan

mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa

yang ada di lapangan studinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 94: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

76

Sesuai dengan penjelasan di atas, peneliti akan mendeskripsikan mengenai

masalah sebagai berikut:

a. Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

pengulangan tindak pidana yang dilakukan.

b. Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk

good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

c. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

pembentukan good citizen.

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian diperlukan untuk mengkaji permasalahan yang diteliti

secara tepat. Strategi yang dipilih akan digunakan untuk mengamati, mengumpulkan

informasi, mengkaji analisis hasil penelitian, dan untuk menetapkan sampel, serta

pemilihan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan informasi.

Menurut H.B. Sutopo (2006: 39) dijelaskan bahwa:

bentuk penelitian terpancang

(embedded research) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus

penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan

minat penelitinya sebelum peneliti .

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tunggal

terpancang. Maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini,

mengandung pengertian sebagai berikut: tunggal artinya hanya ada satu lokasi yang

akan diteliti yaitu Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta serta pembahasan

masalah hanya terpancang pada perumusan masalah yang telah diuraikan di depan

pada bab pendahuluan yaitu a. Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta terkait pengulangan tindak pidana yang dilakukan, b. Pelaksanaan

pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk good citizen di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, c. Faktor pendorong dan penghambat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 95: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

77

pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta terkait pembentukan good citizen.

C. Sumber Data

Menurut H.B. Sutopo (2006: 56) menyatakan bahwa,

penelitian kualitatif dapat berupa sumber atau informan, peristiwa atau aktifitas,

perilaku, tempat atau lokasi, benda, gambar, rekaman, dan

Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif adalah yang

diungkap oleh Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2009: 157) dijelaskan

bahwa, -kata, dan tindakan,

selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-

tersebut, pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata, tindakan, sumber

data tertulis, dan foto.

Sebelum menentukan sumber data, peneliti akan menentukan data apa saja

yang ingin peneliti peroleh yang terkait dengan rumusan masalah. Data yang ingin

dicari adalah 1. Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta terkait pengulangan tindak pidana yang dilakukan, 2. Pelaksanaan

pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk good citizen di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, 3. Faktor pendorong dan penghambat

pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta terkait pembentukan good citizen.

Untuk mendapatkan data di atas maka, peneliti dapat menentukan sumber data.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data yang berupa

informan, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi serta dokumen dan arsip. Untuk

lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1. Informan

Pengertian informan menurut H.B. Sutopo (2006: 57) menyebutkan bahwa,

berupa manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai

individu yang memiliki informasinya, karena posisi inilah sumber data yang berupa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 96: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

78

manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan daripada

Menurut M. Burhan Bungin (2008: 138) dijelaskan bahwa,

informan dengan maksud tidak selalu menjadi wakil dari seluruh objek penelitian,

tetapi yang penting informan memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu

Informan adalah orang yang dipandang mengetahui permasalahan dalam

penelitian secara mendalam dan dapat dipercaya, sehingga dapat dijadikan sumber

yang mantap. Adapun informan yang diperlukan antara lain:

a. Narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang berjumlah

10 orang.

b. Petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

1) Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S. Sos. M.M selaku Kepala Seksi Pelayanan

Tahanan.

2) Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan.

c. Pembina Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi:

1) Bapak Suramto selaku Wakil Kepala Sub Seksi Bantuan Hukum dan

Penyuluhan berperan sebagai ketua program pembinaan kesadaran agama islam.

2) Bapak Didit Santoso, S.Pd selaku Staff Sub Seksi Bantuan Hukum dan

Penyuluhan berperan sebagai ketua program pembinaan kesadaran agama

nasrani.

3) Bapak Slamet S.St. selaku Kepala Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan

berperan sebagai ketua program pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.

4) Bapak Tentrem Basuki, S.Pd. selaku Staff Sub Seksi Bantuan Hukum dan

Penyuluhan berperan sebagai ketua program pembinan intelektual.

5) Bapak Wagimin, SE. selaku Staff Bantuan Hukum dan Penyuluhan berperan

sebagai ketua program pembinaan kesadaran hukum.

6) Bapak Wiyono, SE. selaku Kepala Seksi Bimbingan Kerja dan Kegiatan

berperan sebagai ketua program pembinaan kemandirian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 97: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

79

7) Bapak Sarwono selaku Staff Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan

berperan sebagai ketua program pembinaan bentuk olah raga.

Adapun daftar informan di atas dapat dilihat pada lampiran 1.

2. Peristiwa atau Aktivitas

Menurut H.B Sutopo (2006: 58) dijelaskan bahwa,

peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui bagaimana sesuatu terjadi secara

.

Aktivitas yang peneliti amati adalah pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta. Aktivitas pembinaan moral tersebut meliputi:

a. Kegiatan atau aktivitas narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan kesadaran

keagamaan islam di masjid An-Nur Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

b. Kegiatan atau aktivitas narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan kesadaran

intelektual di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

c. Kegiatan atau aktivitas narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan kesadaran

hukum di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

d. Sikap narapidana residivis setelah diberikan pembinaan (sudah menunjukkan

perubahan atau belum).

e. Faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan pembinaan moral seperti:

1) Sikap narapidana residivis saat mengikuti pembinaan.

2) Sikap pembina Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam

menyampaikan pembinaan.

3) Sarana dan prasarana yang terkait dengan sarana personil dan fasilitas

pelaksanaan pembinaan.

4) Peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan moral di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

5) Kunjungan keluarga dalam ruang besukan yang terkait dengan motivasi dan

dukungan moril terhadap narapidana.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 98: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

80

3. Tempat atau Lokasi

Menurut H.B Sutopo (2006: 60) menyatakan bahwa,

adalah berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian. Sering juga

m

Dalam penelitian ini, lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

4. Dokumen dan Arsip

Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu

peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa

yang tertulis, tetapi juga berusaha menggali dan menangkap makna yang tersirat dari

dokumen tersebut.

Adapun dokumen dan arsip yang digunakan peneliti sebagai sumber data

adalah:

a. Data jumlah residivis tahun 2009-2011 di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. (Dapat dilihat lampiran 2).

b. Jadual kegiatan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta. (Dapat dilihat pada lampiran 3).

c. Hasil evaluasi perkembangan diri narapidana residivis yang belum menunjukkan

perilaku yang baik ditinjau dalam laporan perkembangan warga binaan

pemasyarakatan tahun 2011. (Dapat dilihat dalam lampiran 4).

D. Teknik Sampling

Menurut Lexy J. Moleong (2009: 224)

kualitatif, sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari

berbagai macam sumber dan bangunannya (construction). Sampling ialah menggali

Menurut Bogdan dan Biklen dalam H.B. Sutopo (2006: 63) dinyatakan bahwa:

Cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yaitu sampling diambil untuk mewakili informasinya bukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 99: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

81

populasinya, dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi tertentu secara lebih lengkap dan benar dari pada informasi yang diperoleh dari jumlah narasumber yang lebih banyak, yang mungkin kurang mengetahui dan memahami informasi yang sebenarnya.

Menurut Lexy J. Moleong (2009: 224) menyebutkan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, menyarankan sampling yang memadai dapat disusun yaitu bahwa kelompok harus terdiri atas anggota-anggota dari sesuatu populasi yang lebih besar. Peserta dipilih sekitar 20% dari orang-orang yang ada. Pemilihan peserta jangan terlalu besar sehingga partisipasi anggota menjadi sangat berkurang dan jangan terlalu kecil sehingga gagal memperoleh cakupan yang luas dibanding hanya seorang. Bagaimanapun jumlah peserta tergantung tujuan penelitian.

Menurut Sugiyono (2010: 300) menyatakan bahwa

kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan

snowball sampling Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut

paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan. Sedangkan snowball sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-

lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit

tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, sehingga mencari orang lain

lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian, jumlah sampel

data akan semakin besar seperti bola salju yang menggenlinding.

Jadi, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling dan snowball sampling

Dari hasil yang didapat setelah melakukan penelitian di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta maka, peneliti memperoleh sumber data sebagai berikut:

1. Sumber data secara purposive sampling yaitu

a. Sumber data secara purposive sampling dilakukan kepada narapidana residivis

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebab, mereka merupakan sumber

informan yang paling mengetahui terkait dengan moral atas pengulangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 100: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

82

tindak pidana yang dilakukannya. Peneliti mengambil narapidana residivis

yang berjumlah 10 orang untuk dijadikan informan dari jumlah narapidana

residivis 20 secara keseluruhan (populasi) yaitu tindak pidana pencurian 6

orang, tindak pidana pembunuhan 1 orang, tindak pidana penggelapan 1 orang,

tindak pidana kekerasan 1 orang, dan tindak pidana penipuan 1 orang.

b. Sumber data secara purposive sampling juga ditujukan petugas Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yaitu Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M selaku Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Klas 1

Surakarta. Beliau adalah sumber data yang paling mengetahui informasi secara

mendalam mengenai pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis serta

faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam membentuk good

citizen.

2. Teknik snowball sampling ditujukan kepada Bapak Drs. Haryana selaku Kepala

Pengelolaan Rutan, dan pembina Rutan yaitu Bapak Suramto, Bapak Didit

Santoso, Bapak Slamet S.St, Bapak Tentrem Basuki S.Pd, Bapak Wagimin,

Bapak Wiyono, SE, dan Bapak Sarwono, dan perwakilan 3 orang narapidana

residivis. Kepada beberapa sumber data tersebut, maka akan diperoleh data yang

lebih lengkap terkait pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis serta

faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam membentuk good

citizen.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh oleh

penulis untuk memperoleh data yang diperlukan. Berhasil tidaknya suatu penelitian

tergantung pada data yang obyektif. Oleh karena itu, sangat perlu diperhatikan teknik

pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambil data.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan adalah :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 101: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

83

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Lexy J.

(interviwer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (responden) yang

Menurut H.B. Sutopo, (2006: 69) dinyatakan bahwa:

Wawancara mendalam (in depth interviewing) yaitu teknik wawancara yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama pada penelitian lapangan dan ingin menggali informasi secara mendalam dan lengkap dari narasumber... .Di dalam melakukan wawancara, situasi akrab harus diusahakan dan dikembangkan peneliti.

Menurut Sugiyono (2010: 194-199) mengatakan bahwa, penelitian

kualitatif terdapat 2 teknik pengumpulan data melalui wawancara yaitu wawancara

Berikut ini penjelasan mengenai wawancara terstuktur dan wawancara tidak

terstuktur.

a. Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data, bila peneliti telah

mengetahui pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam melakukan

wawancara, pewawancara menggunakan pedoman wawancara.

b. Wawancara tidak terstuktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti

hanya menggunakan pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis

dan lengkap namun hanya berupa garis-garis besarnya permasalahan yang akan

ditanyakan. Teknik wawancara ini sering digunakan dalam penelitian pendahuluan

atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam. Peneliti lebih banyak

mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis terhadap

setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan

pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interviewing)

sebab peneliti berusaha menggali lebih dalam untuk memperoleh data yang lebih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 102: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

84

lengkap. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan kepada petugas dan

pembina Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Peneliti telah membuat pedoman

wawancara sebelum melaksanakan wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

informasi tentang pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam membentuk good citizen, serta faktor

pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis

terkait pembentukan good citizen.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada narapidana residivis

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Teknik wawancara tidak terstruktur

dilakukan kepada narapidana residivis sebab informan sulit diajak berinteraksi

sehingga sulit diperoleh keterangan darinya dengan maksud untuk mengetahui moral

narapidana residivis yang terkait dengan pengulangan tindak pidana. Untuk

memperoleh data dari informan peneliti berusaha mendengarkan terlebih dahulu

beberapa keterangan yang disampaikan oleh informan baru kemudian dapat

mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

Adapun pedoman wawancara di atas, dapat dilihat pada lampiran 5, catatan

lapangan dengan narapidana residivis, catatan lapangan dengan petugas Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, catatan lapangan dengan pembina Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta, dan catatan lapangan dengan perwakilan narapidana

residivis secara urut dapat dilihat pada lampiran 6, lampiran 7, lampiran 8 dan

lampiran 9.

2. Observasi

Menurut H.B Sutopo (2006: 64)

data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta

Menurut Susan Sainback dalam Sugiyono (2010: 310) membagi observasi

berpartisipasi menjadi empat yang meliputi, Passive participation, moderate

participation, active participation, dan complete participation

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 103: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

85

Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Partisipasi pasif (passive participation), peneliti datang sendiri di tempat kegiatan

orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat.

b. Partisipasi moderat (moderate participation), peneliti dalam mengumpulkan data

ikut observasi partisipasif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

c. Partisipasi aktif (active participation), peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan

oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.

d. Partisipasi lengkap (complete participation), peneliti sudah terlibat sepenuhnya

terhadap apa yang dilakukan narasumber data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi moderat

(moderate participation) yaitu peneliti dalam mengumpulkan data melakukan

pengamatan dan juga ikut dalam beberapa kegiatan pembinaan moral narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dengan mencatat berbagai hal

yang dianggap perlu mendukung penelitian ini, tetapi tidak semuanya. Observasi

yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati kondisi dan perilaku pelaku dalam

hal ini narapidana residivis pada saat mengikuti pembinaan di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta. Mengenai hasil observasi, peneliti melampirkan foto

mengenai aktivitas kegiatan dalam pelaksanaan pembinaan moral narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Adapun foto-foto hasil

observasi dapat dilihat pada lampiran 10.

3. Analisis Dokumen

Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan content

analysis. Menurut H.B Sutopo (2006: 69) berpendapat bahwa,

disebut juga content analysis dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan hanya sekedar

mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi juga tentang

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah residivis

tahun 2009-2011 di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, jadual kegiatan

pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan dan hasil evaluasi perkembangan diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 104: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

86

narapidana residivis yang belum menunjukkan perilaku yang baik ditinjau dalam

laporan perkembangan warga binaan pemasyarakatan tahun 2011.

F. Validitas Data

Menurut Sugiyono (2010: 363) dinyatakan bahwa,

derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang

Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian atau

suatu data yang diakui keabsahannya. Pengujian data dilakukan dengan trianggulasi

data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data yang telah

dikumpulkan, diolah, diuji kesahihannya melalui teknik pemeriksaan tertentu. Dalam

penelitian kualitatif terdapat beberapa cara antara lain berupa teknik trianggulasi dan

review informan.

1. Trianggulasi

Menurut H.B Sutopo (2006: 78) dinyatakan bahwa,

cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam peningkatan

Menurut Patton yang dikutip oleh H.B. Sutopo (2006: 78-82) Triangulasi data

ada 4 (empat) macam yaitu,

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Triangulasi data atau trianggulasi sumber, artinya data yang sama atau sejenis akan

lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda.

b. Triangulasi metode, jenis triangulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti

dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik dan

metode yang berbeda.

c. Triangulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai

bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 105: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

87

d. Triangulasi teori, triangulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan

perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi

metode. Trianggulasi data diartikan bahwa, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama atau

sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang

berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari data dari informan.

Sedangkan trianggulasi metode disini dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data

dengan metode yang berbeda-beda antara lain dilakukan dengan wawancara,

pengamatan dan analisis dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

a. Trianggulasi data dilakukan kepada narapidana residivis yang berjumlah 10 orang

dengan mengajukan pertanyaan yang sama melalui metode wawancara dengan

maksud untuk mengetahui moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta yang terkait dengan pengulangan tindak pidana. Selain itu,

trianggulasi data juga dilakukan petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

yaitu Bapak Agustiyar Ekantoro Bc.IP.S.Sos M.M, Bapak Drs. Haryana, Bapak

Suramto, Bapak Didit Santoso, S.Pd, Bapak Tentrem Basuki, S.Pd, Bapak

Wagimin, SE, Bapak Wiyono, SE, dan Bapak Sarwono. Kepada beberapa informan

tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan maksud untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta khususnya tahapan pelaksanaan pembinaan bagi

narapidana residivis dan juga untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat

pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk

good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Untuk lebih jelasnya mengenai trianggulasi data dapat dilihat lampiran 11.

b.Trianggulasi metode digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan moral

kepada narapidana residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta serta faktor pendorong dan penghambat pembinaan moral

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 106: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

88

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Trianggulasi metode dilakukan

dengan mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan metode yang berbeda yaitu

metode wawancara, observasi dan analisis dokumen. Wawancara dilakukan kepada

petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yaitu Bapak Agustiyar Ekantoro

Bc.IP.S.Sos M.M, Bapak Drs. Haryana, Bapak Slamet.S.St Bapak Suramto, Bapak

Didit Santoso, S.Pd, Bapak Tentrem Basuki, S.Pd, Bapak Wagimin, SE, Bapak

Wiyono, SE, dan Bapak Sarwono. Berdasarkan data dari hasil wawancara tersebut,

kemudian dibandingkan dengan hasil pengamatan dan analisis dokumen. Hasil

pengamatan berhubungan dengan pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis yaitu aktivitas pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta terhadap narapidana residivis dan perilaku narapidana residivis selama

mengikuti pembinaan. Sedangkan faktor yang mendorong dan menghambat

pelaksanaan pembinaan moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta seperti

perilaku narapidana residivis, sarana dan prasarana, dana, dan kunjungan keluarga.

Mengenai analisis dokumen meliputi: hasil evaluasi perkembangan diri narapidana

residivis yang belum menunjukkan perilaku yang baik ditinjau dalam laporan

perkembangan warga binaan pemasyarakatan tahun 2011 dan data jumlah residivis

tahun 2009-2011 di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Untuk lebih jelasnya

mengenai trianggulasi metode dapat dilihat lampiran 12.

2. Review infoman

H.B Sutopo (2006:83) menyatakan bahwa:

Cara ini merupakan usaha pengembangan validitas penelitian yang sering digunakan oleh penelitian kualitatif. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun mungkin masih belum menyeluruh, maka unit-unit laporan yang disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informan pokok (key informan).

Setelah peneliti mendapatkan data yang cukup lengkap dari hasil wawancara,

observasi dan analisis dokumen, selanjutnya peneliti perlu mengomunikasikan

kembali hasil penelitian tersebut kepada sumber informan. Tujuannya adalah apakah

data yang diperoleh peneliti itu setelah dicek kembali ke lapangan sudah benar atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 107: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

89

perlu dilakukan perbaikan. Peneliti melakukan review informan dengan

mengkomunikasikan kembali kepada sumber informan yaitu Bapak Agustiyar

Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. selaku Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta yang dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 3 September

2011 pukul 09.00 WIB.

G. Analisis Data

Lexy J. Moleong (2009: 280) menyatakan bahwa,

mengatur urutan data, mengorganisasikan data ke dalam suatu pola, kategori, dan

satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesis

kerja seperti disar

Menurut H.B Sutopo (2006

dari tiga komponen utama pokok meliputi pengumpulan data, reduksi data, sajian

data, dan penarikan

Sedangkan menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16),

disebutkan bahwa, Analisis terdiri dari empat alur kegiatan yang terjadi secara

bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan

Adapun komponen utama dalam proses analisis ini sebelum tahap reduksi data

adalah pengumpulan data yaitu:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk memperoleh

informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi,

wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak

teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur.

2. Reduksi Data

Menurut H.B. Sutopo (2006: 92) berpendapat,

dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 108: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

90

hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan

penelitian

Sedangkan Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16)

mengatakan bahwa,

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-

3. Penyajian Data

Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 17) disebutkan

bahwa,

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengam

Sajian data merupakan suatu rakitan dari organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya (H.B. Sutopo, 2006: 93).

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti kemudian menyajikan data yang

terkait dengan judul penelitian yaitu pembinaan moral narapidana residivis dalam

membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Adapun data yang dapat disajikan untuk menjawab rumusan masalah adalah

sebagai berikut:

a. Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

pengulangan tindak pidana yang dilakukan.

b. Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk

good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

c. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

pembentukan good citizen.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan

data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa pengulangan dengan melihat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 109: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

91

kembali fieldnote (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa

dipertanggungjawabkan.

Menurut H.B Sutopo (2006: 116) menyatakan bahwa,

tidak akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu

diverifikasi agar cukup mantap dan benar-

Sedangkan Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 19),

disebutkan bahwa,

sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh... . Singkatnya, makna-makna

yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya,

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 19) menyatakan bahwa,

sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan

data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut

Keempat komponen utama tersebut, merupakan suatu rangkaian dalam

proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan,

dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya,

sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil

salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu proses

penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena merupakan

satu kesatuan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 110: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

92

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Gambar 3: Analisis Data Model Interaktif

(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 20).

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini dilakukan dengan melakukan kegiatan mulai dari penentuan lokasi

penelitian, meninjau lokasi penelitian, membuat dan mengurus proposal serta

mengurus perijinan guna melaksanakan penelitian di lapangan.

2. Tahap Pelaksanaan Lapangan

Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi :

a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara

mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumen.

b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.

c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.

Pengumpulan Data

Kesimpulan-kesimpulan:

Penarikan/ Verifikasi

Reduksi Data

Penyajian data

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 111: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

93

3. Tahap Analisis Data

Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi :

a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.

b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check

dengan temuan di lapangan.

c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses

verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang dianggap

lebih ahli.

d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi :

a. Penyusunan laporan awal.

b. Review laporan: dengan melakukan pengecekan ulang laporan yang telah tersusun

bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk kemudian dilakukan perbaikan

laporan.

c. Penyusunan laporan akhir.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 112: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

94

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Deskripsi lokasi penelitian adalah tahapan dimana data yang diperoleh peneliti

di lapangan penelitian yaitu di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang terkait

dengan pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam membentuk good

citizen dikumpulkan, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis sehingga dapat

disajikan secara sistematis. Aspek-aspek yang diteliti dapat dijabarkan sebagai

berikut: 1. Sejarah Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, 2. Struktur organisasi

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, 3. Proses penerimanaan, pendaftaran dan

penempatan narapidana di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, 4. Kondisi

warga binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, 5. Petugas Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta, 6. Bentuk-bentuk kerja sama Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta dengan berbagai instansi yang terkait dengan pelaksanan pembinaan.

Aspek-aspek tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Sejarah Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 pasal 1 tentang pemasyarakatan

Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan

pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan

dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemindahan dalam tata

peradi Untuk menerapkannya, dilaksanakan dengan menggunakan sistem

pemasyarakatan yaitu suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan

warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilakukan secara terpadu

antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga

binaan pemasyarakatan agar dapat menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, serta berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai

warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, untuk menjadi warga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 113: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

95

negara yang baik, warga binaan perlu dibekali beberapa kompetensi dasar dimana

mereka peroleh dari pembinaan selama di Rutan atau lembaga pemasyarakatan.

Kompetensi tersebut meliputi kompetensi kewarganegaraan berupa pengetahuan

kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan watak kewarganegaraan (civic

knowledge, civic skils dan civic dispositions).

Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana residivis disediakan suatu

lembaga pemasyarakatan yang berfungsi sebagai sarana pembinaan. Disebutkan pula

bahwa, setiap Ibukota Kabupaten dan Kotamadya idealnya didirikan lembaga

pemasyarakatan. Namun dalam kenyataannya, tidak semua narapidana dapat

ditempatkan lembaga pemasyarakatan, tetapi ada juga yang ditempatkan di Rumah

Tahanan Negara (Rutan). Di Karisidenan Surakarta, narapidana residivis yang

ditempatkan di lembaga pemasyarakatan yaitu lembaga pemasyarakatan Sragen.

Dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03.UM.01.06

tahun 1983 tentang penetapan lembaga pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah

Tahanan Negara, disebutkan pula bahwa Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

disamping sebagai Rutan, juga ada beberapa ruangan yang digunakan sebagai

lembaga pemasyarakatan.

Peneliti melakukan penelitian di kota Surakarta. Di kota Surakarta tidak

terdapat lembaga pemasyarakatan namun hanya ada Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Karena tidak terdapat lembaga pemasyarakatan maka, sebagian besar narapidana

ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Lokasi penelitian di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terletak di Jalan Slamet Riyadi No. 18 Surakarta.

Lokasi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman

No.M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan

yang menganjurkan agar letak bangunan berada di luar kota. Pada kenyataannya,

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta justru berada di tengah kota. Meskipun

tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, terdapat keuntungan yang diperoleh

dengan letak Rumah Tahanan Negara (Rutan) di tengah kota yaitu kemudahan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 114: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

96

hal transportasi, komunikasi, penerangan, air bersih, dan jauh dari kemungkinan

bencana alam.

Bangunan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta berdiri di atas tanah

seluas kurang lebih 8110 m2. Bila dilihat dari luar masih kelihatan menggunakan

model bangunan lama karena merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda yang

didirikan pada tahun 1878 dan terakhir direnovasi pada tahun 1983. Sampai sekarang

baru sekali mengalami renovasi sehingga beberapa ruangan Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta sudah tidak layak huni. Terletak dibagian sebelah depan yaitu

bangunan di sebelah selatan sendiri dan memiliki dua lantai. Karena ruang kantor-

kantor mulai dari Kepala Rumah Tahanan Negara hingga Kepala Seksi-Seksi dan Sub

Seksi berada disini, kecuali untuk kantor Kepala Seksi Pelayanan Tahanan, kantor

Sub Seksi Bantuan dan Penyuluhan (Ban-Huk), kantor Bimbingan Kerja dan

Kegiatan (Bim-Keg). Kantor Sub Seksi Bantuan dan Penyuluhan (Ban-Huk), terletak

di dalam bersebelahan dengan ruang klinik, sebelah barat aula dan di utara masjid

Rutan bernama masjid An-Nur sebagai pembinaan keagamaan islam. Sedangkan

kantor Bimbingan Kerja dan Kegiatan berada di dalam gedung bengkel kerja yang

terletak di sebelah utara klinik.

Penghuni Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terdiri dari narapidana

dan tahanan yang kapasitas daya tampung keseluruhannya mencapai ±600 orang.

Namun saat peneliti melakukan penelitian, berdasarkan data dari Kepala Seksi

Administrasi dan Perawatan menyebutkan bahwa penghuni Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta berjumlah hingga bulan Juni 2011 sebanyak 597 orang, yang terdiri

dari narapidana dan tahanan baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan daftar

laporan registrasi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, penghuni narapidana

residivis sendiri terhitung per bulan Juni tahun 2011 sebanyak 20 orang.

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memiliki blok-blok yang berisi sel-

sel. Pengertian Blok adalah bangunan yang terdiri dari beberapa kamar yang

ditempati oleh warga binaan dengan klasifikasi tertentu. Seperti jenis kelamin, status

warga binaan tersebut, apakah tahanan atau narapidana serta khususnya narapidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 115: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

97

dengan tindak pidana kriminal, narkoba dan terorisme. Fasilitas dalam setiap blok ada

kamar mandi, cuci, dan kakus (MCK). Dalam Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta terdapat empat blok yaitu blok A, B, C, dan D, ditambah satu ruang khusus

straff cell. Dalam blok-blok dibagi dalam kamar-kamar. Kamar terbagi menjadi dua

jenis yakni kapasitas besar dan kecil. Kapasitas besar dapat menampung maksimal 40

orang sedangkan kamar kapasitas kecil menampung maksimal 6 orang. Untuk kamar

di straff cell ada 3 kamar, tiap kamar berisi satu orang.

a. Blok A

Blok A terdiri dari 8 kamar meliputi kamar ukuran kecil dan kamar ukuran sedang.

Blok A dihuni oleh warga binaan perempuan baik yang bersangkutan masih

berstatus tahanan maupun narapidana, tanpa membedakan jenis kasusnya. Artinya

blok A dihuni oleh warga binaan yang jenis kelaminnya perempuan saja atau waria

dengan catatan atas persetujuan Kepala Rutan.

b. Blok B

Blok B terdiri atas 11 kamar yang terdiri dari 4 kamar ukuran kecil, 2 kamar

ukuran sedang, dan 5 kamar ukuran besar. Blok B dihuni oleh tahanan laki-laki

yang statusnya tersangka maupun terdakwa. Blok ini diperuntukan bagi warga

binaan yang statusnya masih tahanan yaitu selama dalam proses penyidikan atau

proses pengadilan sebelum diputuskan oleh hakim pengadilan.

c. Blok C

Blok C terdiri dari 4 kamar yang semuanya merupakan kamar besar. Blok C

khusus dihuni oleh warga binaan yang berstatus narapidana dengan kasus kriminal.

Kasus kriminal diantaranya pembunuhan, perampokan, perjudian, penodongan,

penipuan, pemerkosaan, penggelapan, pencurian, penganiayaaan, penjambretan

dan korupsi. Khusus bagi narapidana residivis, dibuatkan blok kamar tersendiri

sehingga terpisah dengan narapidana lain. Narapidana residivis ditempatkan di

kamar 2 yang menampung sampai 40 orang. Alasan penempatan narapidana

residivis secara terpisah dengan narapidana biasa dikarenakan faktor keamanan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 116: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

98

Sebab dikhawatirkan memberikan pengaruh buruk bagi narapidana bukan residivis

yang kemudian menimbulkan kekacauan.

d. Blok D

Blok D terdiri atas 9 kamar meliputi 1 kamar ukuran besar dan 8 kamar ukuran

kecil. Blok D diperuntukkan bagi warga binaan yang statusnya tahanan maupun

narapidana dengan kasus narkoba berjenis kelamin pria.

e. Straff cell atau ruang isolasi

Selain keempat blok kamar di atas, terdapat sel khusus untuk pengasingan yang

disebut dengan straff cell. Straff cell atau sel isolasi yaitu sel khusus yang

difungsikan untuk memberikan shock therapy atau hukuman disiplin khusus bagi

warga binaan yang melanggar tata tertib Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

yang dipandang sangat meresahkan atau mengganggu jalannya pembinaan serta

keamanan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta misalnya perkelahian antar

narapidana. Straff cell berukuran 1 m dibanding 2,5 m cukup untuk satu orang

yang terdiri dari 3 kamar. Sebelum warga binaan yang dimasukan ke dalam straff

cell akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Namun, jika dengan teguran ia

masih tetap membandel maka, akan dimasukkan kesana. Selanjutnya, jika ia

melakukan pelanggaran lagi terhadap tata tertib maka, akan dilaporkan polisi

untuk dibuat Berita Acara. Dilaporkan polisi apabila warga binaan telah

melakukan tindak pidana di dalam Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

misalnya melakukan pemerasan antar narapidana, memakai obat-obat terlarang

(narkoba), penganiayaan, dan lain-lain yang merupakan peristiwa hukum. Dalam

sel isolasi yang bersangkutan tidak bisa keluar dari selnya paling lama 7 hari

sesuai dengan Prosedur Tetap (Protap) yang ada.

2. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta merupakan salah satu Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Hak Asasi

Manusia) Jawa Tengah yang terletak di Jalan Dr. Cipto No.64 Semarang yang

mempunyai tugas pokok dan fungsi merawat dan membina narapidana, tahanan, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 117: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

99

anak didik pemasyarakatan dalam rangka proses pemasyarakatan. Agar pelaksanaan

pembinaan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan susunan pengurus

organisasi. Susunan pengurus organisasi didasarkan pada Surat Keputusan Menteri

Kehakiman R.I No.M.04 PR 07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

Berikut Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Gambar 4. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Agar memudahkan memahami susunan struktur organisasi Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta berikut ini penjelasan mengenai tugas dari setiap bagian :

a. Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Tugas Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) adalah melaksanakan perawatan

terhadap terdakwa dan tersangka menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Selain itu, Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) berfungsi atas

Kepala Rumah

Urusan Tata Usaha

Ka. Seksi Pelayanan Tahanan

Ka. Seksi Pengelolaan Rutan

Kepala K.P. Rutan

Ka. Subsi Bimb. Keg

Ka. Subsi Umum

Ka.Subsi Keu &

Perlengkp

Ka. Subsi Ban-Huk & Penyuluhan

Ka.subsi Adm &

Perawatan

Staff K. Regu

Pengamanan Staff Staff Staff Staff

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 118: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

100

pelayanan tahanan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan, melaksanakan

pengelolaan Rutan, dan melaksanakan urusan tata usaha. Kepala Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta yang menjabat saat ini adalah Azwar, Bc,IP. SH.MM.

b. Seksi Pelayanan Tahanan.

Seksi Pelayanan Tahanan mempunyai tugas melakukan pengadministrasian dan

perawatan, mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan serta

memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan. Kepala seksi Pelayanan Tahanan

saat ini dipimpin oleh Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M.

Untuk melakukan tugas tersebut, seksi pelayanan tahanan mempunyai fungsi :

1) Melakukan pengadministrasian, membuat statistik dan dokumentasi tahanan

serta memberikan perawatan dan pemeliharaan kesehatan tahanan.

2) Mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan.

3) Memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan.

Seksi Pelayanan Tahanan terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu:

1) Sub Seksi Administrasi dan Perawatan.

Mempunyai tugas melakukan penataan tahanan dan barang-barang bawaannya,

membuat statistik dan dokumentasi serta memberikan perawatan dan mengurus

kesehatan tahanan. Sub Seksi Administrasi dan Perawatan saat ini dipimpin

oleh Dra. Cariati Mahanani.

2) Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan.

Mempunyai tugas mempersiapkan pemberian bantuan hukum dari penasehat

hukum, memberikan penyuluhan rohani dan jasmani serta mempersiapkan

bahan bacaan bagi tahanan. Sub Seksi Bantuan hukum dan penyuluhan saat ini

dipimpin oleh Slamet, S.St.

3) Sub Seksi Bimbingan Kegiatan.

Mempunyai tugas bimbingan kegiatan tahanan. Sub Seksi Bimbingan Kegiatan

saat ini dipimpin oleh Wiyono, SE.

c. Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (Rutan).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 119: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

101

Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang saat ini dipimpin oleh

Drs. Haryana mempunyai tugas melakukan pengurusan keuangan, perlengkapan

dan rumah tangga Rumah Tahanan Negara (Rutan). Untuk menyelenggarakan

tugas-tugas tersebut Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (Rutan)

mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Melakukan urusan keuangan dan perlengkapan.

2) Melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian

Seksi Pengelolaan Rutan dalam tugasnya dibantu 2 (dua) sub seksi yang

terdiri dari:

1) Sub Seksi Keuangan dan Perlengkapan.

Mempunyai tugas melakukan urusan keuangan dan perlengkapan Rutan.

Dipimpin oleh Suwondo, SE.

2) Sub Seksi Umum.

Mempunyai tugas melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.

Dipimpin oleh Drs. Sutarjo.

d. Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR)

Kesatuan Pengamanan Rutan mempunyai tugas melakukan pemeliharaan

keamanan dan ketertiban Rutan. Adapun tugas dari Kesatuan Pengamanan Rutan

adalah sebagai berikut:

1) Melakukan administrasi keamanan dan ketertiban Rutan.

2) Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap tahanan.

3) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan.

4) Melakukan penerimaan, penempatan dan pengeluaran tahanan serta memonitor

keamanan dan tata tertib tahanan pada tingkat pemeriksaan.

5) Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan pengamanan dan penertiban.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 120: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

102

Sasaran pengamanan diarahkan pada Rutan dengan perangkat sarana dan

prasarana yang meliputi :

1) Tahanan.

2) Pegawai.

3) Bangunan dan perlengkapannya.

4) Anggota regu kerja.

Agar Kesatuan Pengamanan Rutan dapat menjalankan tugas sesuai dengan

yang diharapkan, Kesatuan Pengamanan Rutan dipimpin oleh seorang Kepala

Kesatuan Pengamanan Rutan yaitu Oga Giofanni Darmawan, Amd.IP, S.Sos,

S.H, M.Si yang membawahi 5 regu petugas penjagaan, dimana setiap regu terdiri

dari 14 orang dan bertugas secara bergilir selama 24 jam.

e. Urusan Tata Usaha yang mempunyai tugas untuk melakukan surat-menyurat dan

kearsipan. Surat-surat yang berasal dari instansi lain harus melalui urusan tata

usaha untuk diagendakan. Urusan tata usaha dipimpin oleh Lusita, S.Sos.

3. Proses Penerimanaan, Pendaftaran, dan Penempatan Narapidana

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

a. Penerimaan Narapidana

Dalam menerima penghuni baru, Rutan tidak bisa melakukan dengan

sesuka hati, namun harus melalui prosedur aturan Rutan yang mana melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

1) Dalam penerimaan narapidana yang baru masuk Rutan harus disertai dengan

surat-surat keterangan yang sah (surat penetapan atau perintah dari

Pengadilan Negeri atau Kepolisian).

2) Penerimaan narapidana pertama kali dilakukan oleh penjaga pintu gerbang

yang sedang bertugas dan telah ditunjuk oleh Kepala Kesatuan Pengamanan

Rutan.

3) Regu jaga yang menerima narapidana segera memeriksa surat-surat yang

dibawa adalah sah atau tidak, serta mencocokkan identitas narapidana

dengan surat keterangan yang dibawa tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 121: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

103

4) Regu jaga yang menerima narapidana kepada komandan regu jaga.

5) Komandan jaga meneliti dan memeriksa ulang surat-surat tersebut, barang

bawaan dan mencocokkan surat-surat tersebut dengan diri narapidana yang

bersangkutan.

6) Setelah selesai dilakukan pemeriksaan, dilakukan penggeledahan terhadap

narapidana tersebut.

7) Dalam melakukan penggeledahan tetap memperhatikan norma-norma yang

berlaku yaitu bila narapidana tersebut adalah wanita maka petugas yang

menggeledahnya pun juga harus petugas wanita.

8) Jika dalam penggeledahan tersebut ditemukan barang-barang yang

berbahaya, maka barang tersebut diamankan oleh petugas.

9) Setelah penggeledahan selesai dilakukan maka komandan jaga

memerintahkan anggota regu jaga untuk mengantarkan narapidana beserta

surat-surat dan barang-barangnya kepada petugas pendaftaran di bagian sub

seksi administrasi.

b. Pendaftaran Narapidana

1) Petugas bagian pendaftaran memeriksa kembali surat keterangan (perintah

atau penetapan) dan mencocokkannya dengan diri narapidana yang

bersangkutan.

2) Mencatat identitas narapidana pada buku register B.

3) Memeriksa kembali barang-barang bawaan narapidana, kemudian dicatat

dalam buku penitipan barang, selanjutnya barang-barang tersebut diberi label

misalnya ditulis nama pemiliknya.

4) Perhiasan maupun barang-barang berharga lainnya dicatat dalam buku

register D, selanjutnya barang-barang tersebut disimpan dalam lemari besi.

5) Petugas pendaftaran mencatat identitas narapidana, mengambil sidik jari,

serta mengambil foto narapidana yang bersangkutan.

6) Dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter maupun petugas medis di

Rutan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 122: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

104

7) Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, petugas pendaftaran membuat

berita acara narapidana yang ditandatangani bersama dengan petugas

pendaftaran atas nama Kepala Rutan.

c. Penempatan narapidana

1) Petugas baru ditempatkan dalam blok penerimaan dan pengenalan

lingkungan dan wajib mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan.

2) Narapidana yang memiliki penyakit menular, dikarantina agar tidak menular

pada narapidana yang lain dan dicatat dalam buku khusus. Bila pihak Rutan

tidak bias mengatasi penyakit tersebut maka narapidana dirujuk ke Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD).

3) Setiap narapidana wajib diteliti latar belakang kehidupannya untuk

kepentingan pembinaan seperti identitas diri, riwayat pendidikan, latar

belakang keluarga, pekerjaan, dan potensi diri (minat dan bakat atau

keterampilan yang dimiliki).

4) Dalam penempatan narapidana harus memperhatikan penggolongan mereka

yang didasarkan pada: umur, jenis kelamin, residivis, jenis tindak pidana,

lama masa hukuman.

5) Khusus narapidana residivis, akan ditempatkan secara khusus pada blok

tersendiri yaitu di Blok C agar tidak mengganggu narapidana biasa yang

dapat memberikan pengaruh buruk.

6) Untuk mengetahui data penghuni blok dapat dilihat pada papan yang

ditempel di sebelah kanan/kiri pintu setiap kamar, informasi berupa nama,

lama masa hukuman, nomor, tanggal keluar dari Rutan.

7) Pengenalan lingkungan dilakukan petugas blok dengan bekerja sama dengan

Ban-Huk (Bantuan Hukum) untuk memberikan penjelasan tentang hak dan

kewajiban narapidana serta pengenalan terhadap peraturan dan ketentuan

yang berlaku. Namun, untuk narapidana residivis tidak dilakukan pengenalan

lingkungan sebab sebelumnya mereka telah menjalani pemidanaan di Rumah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 123: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

105

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sehingga telah mengetahui kondisi

lingkungan Rutan.

8) Guna mendukung pelaksanaan proses pembinaan, maka Rutan menyerahkan

tugas secara khusus kepada pembina pemasyarakatan dan petugas

pengamanan pemasyarakatan. Sedangkan penilaian pelaksanaan pembinaan

dilaksanakan oleh wali pemasyarakatan dan TPP (Tim Pengamat

Pemasyarakatan).

4. Kondisi Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

a. Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta menampung warga binaan yang

berstatus tahanan dan narapidana. Tahanan adalah orang yang dikenakan

hukuman sementara untuk menunggu keputusan dari hakim. Sedangkan

narapidana adalah orang yang telah mendapat putusan hakim memiliki kekuatan

hukum tetap menjalani pidana yang hilang kemerdekaannya di lembaga

pemasyarakatan.

Narapidana di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dikelompokkan

menjadi 2 kelas penggolongan yaitu:

1) Narapidana dijatuhi hukuman kurang dari 1 tahun.

2) Narapidana yang dijatuhi hukuman lebih dari 1 tahun atau 12 bulan.

Narapidana yang masa hukumannya kurang dari 1 tahun akan ditempatkan

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sedangkan bagi narapidana yang sisa

masa hukumannya lebih dari 1 tahun atau 12 bulan, akan dipindahkan ke lembaga

pemasyarakatan terdekat yaitu lembaga pemasyarakatan Sragen atau lembaga

pemasyarakatan lainnya setelah menjalani masa pidana 1 tahun di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Pertimbangannya adalah biaya yang murah dan

agar narapidana tersebut tidak jauh dari domisilinya. Bertujuan agar pihak

keluarga tidak kesulitan untuk menjenguk atau membesuk, karena adanya

kedekatan dengan keluarga akan menentramkan jiwa narapidana sehingga akan

meminimalisir kemungkinan tekanan jiwa yang akhirnya menyulitkan proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 124: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

106

pemulihannya. Pemindahan narapidana harus mendapatkan rekomendasi dari

Kepala Kantor Wilayah (Ka.Kanwil) Departemen Hukum dan HAM (Hak Asasi

Manusia) provinsi Jawa Tengah. Narapidana yang sisa masa hukumannya lebih

dari 12 bulan atau 1 tahun namun karena masih diperlukan tenaganya atau

keahliannya untuk membantu Rutan maka, yang bersangkutan dapat diajukan

untuk tidak dipindah.

Warga binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang berstatus

narapidana dan tahanan berseragam kaos warna biru muda. Di bagian belakang

tamping berseragam

berwarna biru tua dan diberi kartu identitas diri. Tamping merupakan istilah oleh

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bagi narapidana yang diberi

kepercayaan untuk membantu petugas pemasyarakatan menyelesaikan tugasnya.

Tamping merupakan narapidana yang diberi lisensi khusus melalui berbagai

penilaian yang kemudian diajukan ke Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)

untuk menyalurkan keahliannya. Tamping diperuntukkan hanya pada narapidana

kasus kriminal tidak untuk kasus narkoba dan terorisme. Adapun jumlah warga

binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta keseluruhan baik yang berstatus

sebagai tahanan maupun narapidana pada bulan Juni 2011 yang terlihat dalam

tabel berikut :

Tabel 2. Jumlah Warga Binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta pada Bulan Juni 2011

Narapidana Anak Pemuda Dewasa Jumlah total

Pria Wanita

Pria Wanita Pria Wanita

7 - 28 - 174 16

7 28 190 255

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 125: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

107

Tahanan

Anak Pemuda Dewasa Jumlah total

Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita

11 1 51 3 256 20

12 54 276 342

Sumber Data: Sub Seksi Administrasi dan Perawatan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Tanggal 23 Juni 2011.

Keterangan dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, jumlah penghuni atau

warga binaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta secara keseluruhan adalah

597 orang, dimana terdiri dari 255 yang berstatus narapidana dan 342 yang

berstatus tahanan.

b. Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta menyebut narapidana residivis

dengan perdikat R atau residivis. Sejak narapidana residivis pertama masuk Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, akan diberi tanda mana R khususnya dalam

buku register yang berkode tulisan warna merah dengan maksud untuk

memudahkan petugas untuk mencari data narapidana residivis. Jumlah narapidana

residivis pada bulan Juni 2011 di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah

20 orang. Mengenai daftar nama narapidana residivis pada bulan Juni 2011 adalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Daftar Nama Narapidana Residivis pada Bulan Juni 2011 di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Nama Residivis

Kasus Terakhir (KUHP) Masa Pidana

Intensitas Pengulangan

Tindak Pidana 1 Bayu Waluyo Pasal 378 KUHP (Penipuan) 9 bulan 2 kali 2. Afif Solokhin Pasal 363 KUHP (Pencurian

Turut Serta) 5 bulan 4 kali

3 Pradana Setiawan

Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 5 kali

4 Tedy Surahman

Pasal 372 KUHP (Penggelapan)

1 tahun 6 bulan

2 kali

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 126: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

108

5. Handoko Sri Hartanto

Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan)

12 bulan 3 kali

6. Suwandi Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 3 kali

7. Ramlan Butar Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan)

12 bulan 3 kali

8 Rohadi Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 4 kali

9 Dwi Martanto Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana)

5 tahun 2 kali

10 Iwan Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 2 kali

11 Marcus Sudarmo

Pasal 362 KUHP (Pencurian)

1 tahun 2 bulan

7 kali

12. Agus Waluyo Pasal 170 KUHP (Kekerasan)

1 tahun 4 bulan

5 kali

13 Boro Enteng Pasal 170 KUHP (Kekerasan)

1 tahun 4 bulan

3 kali

14 Ardi Eli.L Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 4 kali

15 Eko Tri Hartanto

Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 3 kali

16 Triyadi Pasal 363 KUHP (Pencurian Turut Serta)

5 bulan 2 kali

17 Siswanto Pasal 362 KUHP (Pencurian)

1 tahun 2 bulan

4 kali

18 Kusnadi Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan)

12 bulan 3 kali

19 Puji Hariyanto

Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan)

12 bulan 2 kali

20 Dedi Rosadi Pasal 362 KUHP (Pencurian)

1 tahun 2 bulan

2 kali

Sumber Data: Sub Seksi Administrasi dan Perawatan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Tanggal 23 Juni 2011.

5. Petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Petugas Rumah Tahanan (Rutan) merupakan unsur aparatur negara yang

bertugas untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam usaha

mencapai tujuan nasional, sehingga sebagai petugas Rumah Tahanan Negara Klas 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 127: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

109

Surakarta tidak terlepas juga dari tugas pembinaan dan tugas keamanan terhadap

warga binaan pemasyarakatan.

a. Petugas Pembinaan atau Pembina Rutan

Petugas pembinaan berfungsi membina narapidana residivis dalam usaha

memberikan bekal kepada narapidana untuk hidup bermasyarakat sehingga warga

negara yang baik (good citizen), bermoral, taat terhadap norma, dan tidak

mengulangi perbuatan tindak pidana. Adapun nama petugas pembinaan atau

pembina di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebagai berikut:

Tabel 4. Petugas Pembinaan atau Pembina Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Nama Pembina Rutan Sub Seksi Program Pembinaan 1. 1. Bapak Suramto

2. Bapak Tentrem Basuki, S.Pd

Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Kesadaran Agama Islam

2. 1. Bapak Didit Santoso, S.Pd

2. Ibu Salome Titalo 3. Bapak Herman

Songkoloyo

Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Kesadaran Agama Nasrani

3. Bapak Slamet, S.St Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

4. Bapak Tentrem Basuki, S.Pd

Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Intelektual

5. Bapak Wagimin, SE

Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Kesadaran Hukum

6. Bapak Wiyono, SE Bimbingan Kerja dan Kegiatan

Pembinaan Keterampilan Untuk Usaha Mandiri

7. Bapak Sarwono Bantuan Hukum dan Penyuluhan

Pembinaan Olah Raga

Sumber Data: Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Tahun 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 128: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

110

b. Petugas Pengamanan Rutan

Petugas pengamanan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

dilaksanakan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) berfungsi menjaga

keamanan dan memelihara ketertiban Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

dalam mencegah pelarian narapidana keluar tembok Rutan, melakukan penjagaan,

pengawasan terhadap tahanan, melakukan penerimaan, penempatan, dan

pengeluaran tahanan, serta memonitor tata tertib tahanan pada tingkat

pemeriksaan.

Dalam pelaksanaannya, petugas pengamanan Rutan dibantu oleh petugas

regu jaga yang bertugas secara bergilir selama 24 jam. Kesatuan pengamanan

Rutan (KPR) membawahi 2 sub kelompok area kerja pengamanan Rutan.

1) Sub kelompok pertama berkewajiban menjaga keamanan secara umum

lingkungan Rutan, baik yang menjaga keluar masuknya warga binaan dalam

pintu blok dan orang-orang yang akan masuk Rutan. Yang dimaksud pihak luar

disini adalah pihak kepolisian, pengacara, utusan dari instansi lain yang

berkepentingan baik jaksa maupun pengadilan atau kedinasan atau departemen

tertentu dan pembesuk serta pihak lain yang berkepentingan dengan Rutan.

2) Sub kelompok kedua terdapat 4 (empat) regu. Tiap regu berkekuatan kurang

lebih 16 orang. Tiap regu mempunyai satu komandan dan wakil komandan.

Sistem kerjanya dengan bergantian (shift) pagi, siang, dan malam dengan libur

2 hari setiap minggunya. Untuk waktu shift adalah sebagai berikut:

a) Shift pagi : Pukul 07.00WIB s.d 13.00 WIB.

b) Shift siang : Pukul 13.00 WIB s.d 20.00 WIB.

c) Shift malam : Pukul 20.00 WIB s.d 07.00 WIB.

Shift pagi bertugas membukakan pintu-pintu blok kamar di masing-masing dan

petugas shift siang untuk mengunci pintu-pintu dan sel-sel kamar. Pada setiap

pergantian shift terdapat berita acara penyerahan tugas dan hasil selama

penjagaan dari petugas penjaga shift sebenarnya kepada petugas penjaga yang

menggantikannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 129: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

111

6. Bentuk-Bentuk Kerja Sama Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

dengan Berbagai Instansi yang Terkait dengan Pelaksanaan Pembinaan

Dalam pelaksanaan pembinaan, Rutan Klas 1 Surakarta menjalin kerjasama

dengan beberapa instansi pemerintah maupun swasta. Bentuk kerja sama tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Kerja sama dengan Departemen Agama yang berupa pengiriman seseorang

pembimbing rohani yang bertugas memberikan bimbingan, ceramah dan

pengetahuan agama dan memberikan sumbangan berupa buku-buku pendidikan

agama.

b. Kerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional yaitu berupa program

pemberantasan buta huruf dan perpustakaan keliling.

c. Kerjasama dengan Departemen Kesehatan yaitu program pemeriksaan kesehatan

fisik dan psikologis warga binaan.

d. Kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja yaitu program pemberian latihan

kerja yang dianggap penting dalam proses pembinaan.

e. Kerja sama dengan Yayasan Wisata Hati yaitu pengiriman ustad dari Pondok

f. Kerjasama dengan masyarakat baik kelompok atau perorangan. Biasanya

dilaksanakan eks narapidana atau lembaga swadaya masyarakat.

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

Deskripsi masalah penelitian merupakan tahapan dimana peneliti memperoleh

data an moral narapidana residivis

dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara

dikumpulkan melalui teknik wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Kemudian

data tersebut diolah dan dianalisis sehingga dapat disajikan secara sistematis. Data

tersebut disajikan sesuai dengan rumusan masalah dalam bab pendahuluan. Adapun

aspek-aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu 1. Moral narapidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 130: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

112

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait dengan pengulangan

tindak pidana yang dilakukan, 2. Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana

residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta,

3. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait pembentukan

good citizen. Aspek-aspek tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Moral Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Terkait dengan Pengulangan Tindak Pidana yang Dilakukan

Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang

berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku

ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Seseorang dikatakan bermoral, bilamana seseorang telah memiliki pemahaman

moral yang kemudian mampu mengaplikasikan dalam tindakannya. Tindakan yang

dilakukan, tentu saja harus sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat.

Apabila seseorang telah melanggar norma maka, ia dikatakan tidak bermoral. Hal

tersebut nampak pada narapidana residivis yang melakukan perbuatan tindak

pidana. Mereka dikatakan tidak bermoral disebabkan melakukan tindakan yang

dilakukan melanggar norma hukum. Sebutan narapidana residivis berarti seseorang

yang pernah menjalani pemidanaan dalam lembaga pemasyarakatan, kemudian

setelah keluar ia mengulangi perbuatan tindak pidana baik yang sejenis maupun

tidak, sehingga harus menjalani pemidanaan kembali.

Penelitian dalam rumusan masalah ini, dimaksudkan untuk mengetahui

moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

dengan pengulangan tindak pidana yang dilakukan. Sesuai dengan kajian pustaka,

peneliti akan mengkaji beberapa aspek yang meliputi a. Identifikasi bentuk-bentuk

tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, b. Pengetahuan moral narapidana residivis atas

tindak pidana yang dilakukan, c. Perasaan moral narapidana residivis atas tindak

pidana yang dilakukan, d. Latar belakang pendidikan moral yang diperoleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 131: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

113

narapidana residivis, e. Perilaku narapidana residivis terkait pengulangan tindak

pidana (tindakan moral). Berikut ini penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut:

a. Identifikasi Bentuk-Bentuk Tindak Pidana atau Kejahatan yang Dilakukan

Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Identifikasi dilakukan guna mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana atau

kejahatan apa saja yang dilakukan narapidana residivis. Setelah peneliti melakukan

melakukan obeservasi pada Sub Seksi Administrasi dan Perawatan, peneliti

mendapatkan data mengenai tindak pidana yang pernah dilakukan narapidana

residivis. Adapun data mengenai tindak pidana yang pernah dilakukan narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Tabel 5. Daftar Nama dan Tindak Pidana yang Pernah Dilakukan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Nama Residivis Tindak pidana yang pernah dilakukan 1 Bayu Waluyo Pencurian dan Penipuan 2. Afif Solokhin Pencurian 3 Pradana Setiawan Pencabulan dan Pencurian 4 Tedy Surahman Pencurian dan Penggelapan 5. Handoko Sri Hartanto Pencurian 6. Suwandi Pencurian 7. Ramlan Butar Pencurian 8 Rohadi Penipuan, Kekerasan, dan Pencurian 9 Dwi Martanto Pencurian dan Pembunuhan

10 Iwan Kekerasan dan Pencurian 11 Marcus Sudarmo Penganiayaan dan Pencurian 12. Agus Waluyo Pencurian dan Kekerasan 13 Boro Enteng Pencurian dan Kekerasan 14 Ardi Eli.L Pencurian 15 Eko Tri Hartanto Pencurian 16 Triyadi Pencurian 17 Siswanto Pencurian 18 Kusnadi Penipuan dan Kekerasan 19 Puji hariyanto Pencurian 20 Dedi rosadi Pencurian

Sumber Data: Sub Seksi Administrasi dan Perawatan Bulan Juli 2011.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, tidak semua narapidana

residivis melakukan pengulangan tindak pidana dengan jenis tindak pidana yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 132: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

114

sama artinya seorang narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana

dapat berbeda jenis tindak pidananya. Misalnya narapidana residivis bernama

Pradana Setiawan sebelum kasus terakhir tindak pidana pencurian, sebelumnya ia

pernah terjerat kasus pencabulan. Dari 20 narapidana residivis yang melakukan

pengulangan tindak pidana tidak sejenis adalah 10 orang. Selebihnya, narapidana

residivis melakukan pengulangan tindak pidana sejenis yaitu melakukan tindak

pidana pencurian.

Hal senada juga diperkuat berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011

menjelaskan yang mengenai tindak pidana narapidana residivis adalah sebagai

berikut:

Untuk tahun 2011 kasus yang dilakukan oleh narapidana residivis lebih banyak pada kasus pencurian. Data tersebut diperoleh dari Sub Seksi Administrasi dan Perawatan. Setiap narapidana yang melakukan pengulangan tindak pidana tidak mutlak melakukan jenis tindak pidana yang sama. Bisa saja ia masuk kembali ke Rutan karena melakukan tindak pidana yang berbeda misalnya kasus Bayu Waluyo, sebelum kasus penipuan dahulu ia pernah terjerat kasus pencurian. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

narapidana residivis menjalani pemidanaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta melakukan pengulangan tindak pidana tidak mutlak selalu dengan tindak

pidana yang sama.

Setelah peneliti mengetahui tindak pidana apa saja yang pernah dilakukan

narapidana residivis, selanjutnya peneliti melakukan identifikasi dengan

menggolongkan bentuk-bentuk tindak pidana pada kasus terakhir yang dilakukan

narapidana residivis. Adapun hasil identifikasi bentuk-bentuk tindak pidana yang

dilakukan oleh narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

pada bulan Juni 2011.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 133: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

115

Tabel 6. Hasil Identifikasi Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta pada Bulan Juni 2011.

No. Tindak Pidana atau Kejahatan Terakhir Jumlah 1 Penipuan 1 orang 2. Pencurian 15 orang 3. Kekerasan 2 orang 4. Pembunuhan 1 orang 5. Penggelapan 1 orang

Sumber Data: Sub Seksi Administrasi dan Perawatan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat 5 bentuk

tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bulan Juni tahun 2011. Kasus pencurian

menduduki posisi terbanyak dengan jumlah 15 orang, disusul kasus kekerasan

berjumlah 2 orang, kemudian kasus penipuaan 1 orang, dan kasus penggelapan 1

orang serta kasus pembunuhan 1 orang. Dengan demikian, peneliti menyimpulkan

bahwa masih ditemukan narapidana residivis yang melakukan pengulangan tindak

pidana di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Tindak pidana tersebut berupa

penipuan, pencurian, kekerasan, pembunuhan dan penggelapan. Pengulangan

tindak pidana yang dilakukan narapidana residivis Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta didominasi dengan tindak pidana pencurian.

b. Pengetahuan Moral Narapidana Residivis atas Tindak Pidana yang

Dilakukan

Pemahaman moral diartikan dengan kesadaran rasionalitas moral atau

alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu. Penalaran moral sebagai unsur

pengetahuan moral dalam pengambilan keputusan berdasarkan nilai moral yang

merujuk pada aspek kognitif tentang yang baik atau buruk dengan memperhatikan

tuntutan, hak, kewajiban dan keterlibatan individu atau kelompok. Pengetahuan

moral yang dimiliki oleh narapidana residivis mengandung arti seberapa jauh

mereka memahami perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Apakah selama ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 134: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

116

mereka menyadari bahwa tindak yang dilakukan telah melanggar norma hukum.

Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh tingkat pemahaman moralnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana residivis bernama Agus

Waluyo (kekerasan pasal 170 KUHP) hasil wawancara pada hari Senin tanggal 11

Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Kekerasan yang saya tahu adalah menyakiti atau melukai badan atau fisik orang lain baik yang di sengaja maupun tidak. Saya tahu bahwa perbuatan kekerasan itu melanggar norma hukum. Tetapi karena emosi akhirnya terpaksa melakukan kekerasan. Setelah melakukan perbuatan tersebut baru saya sadari bahwa saya salah. (Catatan lapangan 7).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Agus Waluyo yang melakukan

tindak pidana kekerasan peneliti menyimpulkan bahwa, informan memahami

mengenai kekerasan yang dilakukan. Menurut pendapatnya, kekerasan berarti

tindakan menyakiti seseorang yang dilakukan secara sengaja sehingga

menimbulkan sakit atau penderitaan. Selain itu, informan menyadari bahwa

perbuatan tindak pidana tersebut melanggar norma hukum.

Hasil wawancara berikutnya dengan narapidana residivis benama Bayu

Waluyo (narapidana residivis kasus penipuan pasal 378 KUHP) pada

tanggal 8 Juli 2011:

Penipuan menurut saya, kalau kita dengan sengaja membohongi orang lain misalnya kita janji pinjem uang trus ndak dikembalikan dalam kurun waktu tertentu. Kalau tindakan saya dengan dengan mencampur pewarna pada makanan kok bisa dibilang menipu. Saya orang miskin, harusnya hukum juga mengerti kondisi saya. Saya ndak ada niatan meracuni orang. Tetapi saya ikhlas berada di Rutan. (Catatan lapangan 1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bambang Waluyo yang melakukan

tindak pidana penipuan peneliti menyimpulkan bahwa, informan telah memahami

tentang konsep penipuan. Namun, ia sendiri kurang mengetahui bahwa perbuatan

menipu bertentangan dengan norma hukum. Bahkan, ia mencoba mencari

kenyamanan dan membela diri atas tindak pidana penipuan yang dilakukan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 135: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

117

Dengan demikian, dikatakan bahwa pengetahuan moral yang dimilikinya masih

rendah.

Selain kasus kekerasan dan penipuan, peneliti juga melakukan wawancara

dengan narapidana residivis atas tindak pidana pencurian. Hasil wawancara dengan

Afif Solikhin (narapidana residivis kasus pencurian turut serta pasal 363 KUHP)

mengambil barang milik orang lain. Saya sadar bahwa mencuri sepeda motor

adalah salah karena memang bukan hak saya. Perbuatan yang saya lakukan

Hasil wawancara berikutnya dengan Ramlan Butar (pencurian dengan

kekerasan pasal 365 KUHP) pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011, menuturkan hal

yang sama adalah sebagai berikut:

Mencuri berarti seseorang yang memang dalam keadaan mendesak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Seseorang yang mencuri pasti karena ia berada dalam posisi yang sulit misalnya kebutuhan ekonomi. Saya sendiri terpaksa mencuri karena yang faktor ekonomi. Niatnya ingin cari kerja tetapi tidak mempunyai keterampilan. Mau usaha nggak ada modal. Ya sudah jadi mencuri saja. (Catatan lapangan 4).

Hasil wawancara lainnya dengan Marcus Sudarmo (pencurian pasal 362

KUHP) pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011 mengatakan:

Mencuri adalah mengambil barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Saya sudah 7 kali masuk Rutan. Petugas Rutan sampai bosan melihat saya bolak-balik masuk sini. Sejak kecil saya sudah hidup merantau. Kehidupan yang keras membuat saya harus melakukan perbuatan tersebut. Tujuan hidup saya adalah bahagia. Mengenai urusan akherat nanti belakangan. Saya sendiri sadar bahwa perbuatan mencuri dilarang, tetapi saya merasa nyaman dengan pekerjaan tersebut. (Catatan lapangan 6).

Hasil wawancara juga dilakukan dengan narapidana residivis bernama Ardi

Eli.L kasus pencurian turut serta pasal 363 KUHP pada hari Kamis tanggal 15 Juli

2011 sebagai berikut:

(Catatan lapangan 8).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 136: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

118

Hasil senada disampaikan oleh narapidana residivis yang bernama Puji

Hariyanto (pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP) wawancara pada hari

berarti mengambil

barang milik orang lain misalnya uang, barang-barang berharga seperti emas,

elektronik, dan yang bisa diuangkan. Perbuatan tersebut dilakukan tanpa ada orang

(Catatan lapangan 9).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh narapidana residivis yang bernama

(Catatan lapangan 10).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

hampir seluruh narapidana residivis dengan kasus pencurian mengetahui mengenai

perbuatan mencuri. Mencuri adalah mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Alasan mereka mencuri karena minimnya keahlian atau keterampilan. Lebih

parahnya lagi adalah perbuatan mencuri sebagai bagian dari mata pencaharian

dengan alasan menompang biaya hidup. Terdapat 2 narapidana residivis yang

mengatakan demikian. Tuntutan ekonomi dan kehidupan yang keras menyebabkan

narapidana residivis melakukan pencurian.

Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan narapidana residivis

bernama Dwi Martanto (pembunuhan berencana pasal 340 KUHP) pada hari Senin

tanggal 11 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Membunuh berarti menghilangkan nyawa orang lain, baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak. Kasus pembunuhan yang saya lakukan terhadap isteri dipicu karena api cemburu. Saya sangat menyesal melakukan perbuatan tersebut sebab selalu dihantui rasa bersalah. Saya berhak mendapat hukuman yang seberat-beratnya untuk menebus dosa. Namun, jika diberi kesempatan saya ingin insyaf. (Catatan lapangan 5).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dwi Martanto dapat diketahui

bahwa, ia memiliki pemahaman moral yang baik sebab memahami tentang konsep

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 137: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

119

perbuatan membunuh. Ia juga memahami bahwa membunuh melanggar norma

hukum sehingga harus menerima sanksi pidana.

Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan narapidana residivis

bernama Tedy Surahman (penggelapan pasal 372 KUHP) pada hari Sabtu tanggal

9 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Saya kurang tau makna penggelapan itu apa. Hanya saya sering dengar istilah itu. Menurut saya, penggelapan merupakan bagian dari korupsi. Saya dijatuhi pidana oleh hakim bilangnya karena kasus penggelapan pasal 372 KUHP atas tuduhan telah menggelapkan uang tunjangan para pegawai. (Catatan lapangan 3).

Hasil wawancara dengan Tedy Surahman, peneliti menyimpulkan bahwa ia

belum memahami mengenai konsep tidak pidana penggelapan bahkan ia tidak

menyadari bahwa tindak pidana penggelapan yang dilakukan melanggar norma

hukum.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 narapidana residivis di atas

peneliti menyimpulkan bahwa, sebanyak 9 orang (90%) narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah memiliki pemahaman atau

pengetahuan moral. Hal tersebut diketahui bahwa mereka memahami mengenai

perbuatan tindak pidana yang mereka lakukan. Pada kasus pencurian misalnya,

hampir semua narapidana mengetahui tentang konsep pencurian. Mereka

mengatakan bahwa: ng atau sesuatu

dengan kasus kekerasan, penipuan, dan pembunuhan. Selain itu, mereka

mengetahui bahwa perbuatan tindak pidana yang dilakukan telah melanggar norma

hukum sehingga harus menerima sanksi pidana. Sebagian besar narapidana

residivis mengalami penyesalan setelah melakukan tindak pidana sebab tidak

mengikuti hati nurani. Mereka tampak menerima dengan ikhlas atas perbuatan

tindak pidana yang dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, hampir

keseluruhan narapidana residivis memiliki pengetahuan atau pemahaman moral

yang sangat baik. Dari 10 narapidana residivis, hanya ada 1 narapidana residivis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 138: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

120

yang belum mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan itu merupakan tindak

pidana yaitu narapidana residivis kasus penggelapan.

c. Perasaan Moral Narapidana Residivis Terkait dengan Tindak Pidana yang

Dilakukan

Perasaan moral merupakan kesadaran akan hal-hal yang baik atau tidak

baik. Salah satu wujud perasaan moral adalah empati. Empati mengandung makna

bahwa, seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagaimana orang

tersebut mengertinya. Dengan adanya sikap empati seseorang mampu memahami

kesulitan-kesulitan yang ada di lingkungannya, memahami situasi seseorang, dan

mampu merasakan kesengsaraan orang lain.

Perasaan moral dari narapidana residivis yang terkait dengan tindak pidana

yang dilakukan mengandung arti bahwa, bagaimana narapidana residivis

memahami perasaan orang lain khususnya korban sebagai akibat perbuatan tindak

pidana yang dilakukan. Perasaan moral ini mengukur seberapa jauh narapidana

residivis memiliki kepekaan untuk memposisikan dirinya terhadap kondisi

kesulitan yang dialami korban jika hal yang sama terjadi pada dirinya sendiri.

Artinya apabila kondisi yang dialami korban atas perbuatan tindak pidana itu

berbalik kepadanya. Untuk mengetahui perasaan moral narapidana residivis,

peneliti mengajukan pertanyaan yang menunjukkan perasaan moral yaitu:

g telah saudara

lakukan merugikan orang lain (korban)? Bagaimana perasaan saudara jika hal

Beberapa narapidana residivis menunjukkan perasaan moral melalui

perasaan empati untuk mengerti kondisi korban atas tindak pidana yang dilakukan.

Selain itu, telah nampak kesadaran moral dalam diri narapidana residivis.

Kesadaran moral timbul ketika mereka menyadari bahwa perbuatan yang

dilakukan telah menimbulkan beban atau kesulitan bagi korban tindak pidana

seperti yang disampaikan oleh narapidana residivis bernama Ramlan Butar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 139: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

121

(pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP) pada hari Rabu tanggal 13 Juli

2011, adalah sebagai berikut:

Saya sadar sekali bahwa perbuatan yang saya lakukan membahayakan. Bahkan, saya sendiri malu untuk membaur orang-orang sekitar. Setelah keluar dari Rutan ini, semoga masyarakat mau menerima kehadiran saya kembali. Sebab kasihan orang tua sendiri dirumah tidak ada yang mengurusi. Padahal saya mencuri sedikit tetapi kenapa hukuman yang dijalani begitu berat. Saya hanya bisa pasrah. (Catatan lapangan 4).

Berdasarkan wawancara dengan narapidana residivis bernama Ramlan

Butar, peneliti menyimpulkan bahwa informan tersebut telah memiliki perasaan

moral yang baik sebab ia menyadari bahwa perbuatannya telah membahayakan

jiwa korban.

Hasil wawancara berikutnya dengan narapidana residivis Agus Waluyo

(kekerasan pasal 170 KUHP) pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 adalah sebagai

berikut:

Saya sadar perbuatan yang saya lakukan (kekerasan) membuat korban terluka. Bahkan, saya harus menanggung resiko ganti rugi biaya Rumah Sakit. Saya juga kasihan melihat kondisi korban bisa separah itu. Pada waktu saya berkelahi saat itu dalam keadaan tidak sadarkan diri sebab mabuk berat sehingga tidak mampu mengontrol emosi. Saya tidak akan mengulangi kembali perbuatan tersebut karena kapok mbak. Saya sadar telah melakukan kesalahan sebab jika hal tersebut dialami saya sendiri pasti tidak enak rasanya. (Catatan lapangan 7).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Agus Waluyo, peneliti

menyimpulkan bahwa perasaan empati dalam dirinya telah ada. Akibat tindak

pidana yang dilakukan, membuat dirinya merasa iba dan ikut merasakan

penderitaan yang dialami korban. Dengan harapan bahwa, hal tersebut (perbuatan

tindak pidana kekerasan) tidak akan menimpa dirinya. Ketika peneliti melakukan

wawancara terlihat ekspresi wajah yang menunjukkan penyesalan yang mendalam

atas perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan. Ia berusaha meyakinkan diri

untuk berubah menjadi orang yang baik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 140: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

122

Berdasarkan hasil wawancara dengan Afif Solikhin (narapidana residivis

adalah sebagai berikut:

Saya mencuri karena terpaksa. Sebenarnya tidak ingin melakukan perbuatan tersebut. Namun, tujuan saya mencuri karena ingin membahagiakan orang terdekat khususnya orang tua. Saya sadar bahwa, mencuri telah merugikan orang lain dalam hal ini korban. Saya merasa perbuatan tersebut tidak disukai banyak orang. Saya tidak pernah berfikir jika hal tersebut menimpa saya, sebab belum pernah mengalaminya. Tau sendiri mbak saya orang tidak mampu. Apa yang mau dicuri dari saya (sembari tertawa). (Catatan lapangan 2).

Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana residivis bernama Afif

Solikhin peneliti menyimpulkan bahwa, ia tampak terbuka dan tenang ketika

memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh pembicara (peneliti).

Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam diri narapidana residivis ini telah

memiliki perasaan empati. Perasaan empati ditunjukkan dengan mengungkapkan

bahwa perbuatan yang dilakukan telah merugikan korban dan tidak disukai oleh

masyarakat. Hal tersebut berarti bahwa ia telah memiliki perasaan moral.

Hasil wawancara selanjutnya dengan Dedi Rosadi (pencurian pasal 365

Saya sadar bahwa mencuri telah menimbulkan penderitaan dan menyebabkan susah orang lain. Tetapi hidup saya juga serba susah. Penghasilan saya gak cukup untuk kebutuhan anak dan isteri. Saya berharap jangan sampai anak saya nantinya mengikuti jejak saya. Walaupun bapaknya mantan penjahat tetapi saya tidak pernah mengajarkan hal-hal tidak baik kepada mereka. (Catatan lapangan 10).

Berdasarkan wawancara dengan narapidana residivis bernama Dedi Rosadi,

peneliti menyimpulkan bahwa, perasaan moral dalam diri narapidana dikatakan

baik. Ia sangat peka terhadap kesulitan orang lain. Muncul kesadaran moral bahwa

perbuatan yang dilakukannya (mencuri) menimbulkan penderitaan bagi korban.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 141: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

123

Wawancara berikutnya dengan narapidana residivis bernama Dwi Martanto

(pembunuhan berencana pasal 340 KUHP) adalah sebagai berikut:

Setiap orang pasti menganggap bahwa membunuh adalah perbuatan paling jahat. Saya sadar bahwa perbuatan yang saya lakukan menjijikkan dan tidak terampuni. Akibat perbuatan ini, membuat hidup saya menjadi tidak tenang. Jiwa selalu diselimuti gelimang dosa berkepanjangan. Seandainya saya mampu mengendalikan emosi mungkin hal tersebut tidak akan terjadi. Saya sangat menyayangi istri saya. Entah bagaimana jadinya jika hal tersebut menimpa saya sendiri. Pasti mertua dendam sekali dengan saya karena membunuhnya anaknya. Saya hanya bisa mengelus dada. (Wawancara: Senin, 11 Juli 2011). (Catatan lapangan 5).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

narapidana residivis yang bernama Dwi Martanto telah memiliki perasaan moral.

Ia mampu memposisikan dirinya untuk berusaha mengerti keadaan yang dialami

isterinya Perasaan moral timbul setelah ia menyadari bahwa isterinya telah

meninggal dunia sehingga muncul penyesalan yang mengakibatkan dirinya

terbebani atau stres. Perasaan moral ditunjukkan dengan perasaan rasa bersalah,

perasaan empati, dan perasaan sabar. Ia nekad membunuh sebab tidak mampu

menahan emosi karena cemburu isterinya berselingkuh.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Puji Hariyanto (pencurian dengan

berikut:

Saya sadar mencuri telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Perasaan tidak tega sewaktu mengambil uang. Rasa takut dan cemas kerap muncul. Saya tidak ingin mengulangi kembali cukup dengan masuk penjara sekarang menjadi pengalaman terpahit dan terakhir dalam hidup saya. Sebab takut karma tidak mau hal tersebut menimpa saya sendiri. Saya ingin tobat. (Catatan lapangan 9).

Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana residivis bernama Puji

Hariyanto, peneliti menyimpulkan bahwa informan telah menunjukkan perasaan

moral. Informan sadar bahwa tindak pidana yang dilakukan telah menimbulkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 142: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

124

kerugian bagi orang lain. Informan mengatakan bahwa ia melakukan perbuatan

tersebut bertentangan dengan hati nurani sebab ada perasaan tidak tega, cemas dan

takut sewaktu mencuri.

Disisi lain, perasaan moral belum ditunjukkan dalam diri narapidana

residivis dimana nampak ketidakpedulian mereka terhadap orang lain khususnya

korban. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bayu Waluyo (narapidana residivis

sebagai berikut: Gimana ya mba, saya juga tidak ingin berbuat menipu dengan

menjual terasi palsu. Saya sadar bahwa perbuatan saya salah tetapi saya butuh

1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bayu Waluyo peneliti menyimpulkan

bahwa belum terlihat perasaan empati dalam dirinya sebab, ketika dilakukan

wawancara informan terkesan tidak fokus pada pertanyaan yang diajukan

pembicara (peneliti).

Hasil wawancara lainnya dengan seorang narapidana residivis bernama

Ardi Eli.L (pencurian turut serta pasal 363 KUHP) pada hari Kamis tangal 15 Juli

2011 adalah sebagai berikut: Gak peduli dengan orang lain. Saya mencuri karena

butuh sekali uang untuk operasi bapak. Melihat dia sehat merupakan kebahagiaan

Catatan lapangan 8).

Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana residivis bernama Ardi

Eli. L, peneliti menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki perasaan moral. Hal

tersebut tampak dari rasa ketidakpeduliaannya terhadap perasaan orang lain atas

perbuatan tindak pidana (pencurian) yang dilakukan. Sifat egois menyebabkan

informan tidak memiliki perasaan moral.

Hal senada disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana

residivis Tedy Surahman (penggelapan pasal 372 KUHP) pada hari Sabtu tanggal

9 Juli 2011 adalah sebagai berikut: Gimana ya mbak saya juga butuh uang.

Kasus penggelapan yang saya lakukan tidaklah separah kasus korupsi yang

dilakukan orang-orang ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 143: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

125

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bernama Tedy Surahman

peneliti menyimpulkan bahwa, informan belum memiliki perasaan moral. Ia

terkesan cuek dan tidak mau peduli terhadap pertanyaan yang diajukan oleh

pembicara (peneliti). Bahkan informan berusaha membela diri atas perbuatan

penggelapan yang dilakukan.

Hasil wawancara selanjutnya dengan Marcus Sudarmo (pencurian pasal

362 KUHP) pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011 mengatakan sebagai berikut:

Selama ini saya mencuri itu melihat kondisi seseorang. Biasanya saya mencuri barang-barang kepunyaan orang kaya yang banyak duitnya. Jadi tidak sembarangan asal mencuri. Saya rasa perbuatan yang saya lakukan wajar. Harusnya hukum tidak memandang saya sebelah mata. Saya sadar kalau mencuri melanggar hukum. Tetapi saya tidak begitu setuju bahwa perbuatan saya merugikan orang lain. (Catatan lapangan 6).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Marcus Sudarmo, peneliti

menyimpulkan bahwa perasaan moral yang dimilikinya dikatakan rendah sebab,

ia tidak peduli atas penderitaan korban. Baginya mencuri tidak merugikan orang

lain sebab perbuatan yang dilakukan dianggap wajar dan sebaliknya ia berharap

agar orang lain mengerti kondisi dirinya. Ia sama sekali tidak memiliki perasaan

bersalah atas perbuatan tindakan mencuri yang dilakukannya sampai berulang-

ulang. Bahkan ketika diwawancarai, narapidana menunjukkan sikap yang tenang

dan tidak ada perasaan takut untuk mengungkapkan perasaannya tersebut.

Setelah peneliti melakukan wawancara dengan 10 narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang terkait dengan perasaan moral,

peneliti menyimpulkan bahwa, hanya 5 orang (50%) narapidana residivis yang

memiliki perasaan moral yang baik. Sikap narapidana residivis yang cukup

terbuka mempermudah peneliti untuk mengetahui perasaan moralnya. Perasaan

moral diketahui dari kondisi emosional yang dialami oleh narapidana residivis.

Ketika peneliti melakukan wawancara, tampak terlihat ekspresi wajah yang

menunjukkan adanya penyesalan dalam diri narapidana sebagai akibat atas tindak

pidana yang dilakukan. Mereka mengatakan bahwa, perbuatan yang dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 144: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

126

telah merugikan dan membahayakan korban ataupun masyarakat. Perasaan moral

narapidana residivis diwujudkan dengan mengungkapkan perasaan empati kepada

korban seperti perasaan peduli, iba, dan ikut merasakan kesulitan korban. Namun,

sejauh ini perasaan moral yang ditunjukkan narapidana residivis diungkapkan

melalui kata-kata (ucapan) ketika melakukan wawancara dengan peneliti.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa, ditemukan beberapa narapidana

yang belum memiliki perasaan moral misalnya ketika peneliti melakukan

wawancara beberapa narapidana residivis menunjukkan perasaan tidak peduli atas

kesulitan yang dialami oleh korban. Ketidakpedulian narapidana residivis

tersebut, dapat diketahui dari ucapan yang disampaikan oleh narapidana residivis

seperti: Saya tidak mau peduli

faktor yang menyebabkan rendahnya perasaan moral narapidana residivis adalah

sifat egois dan keserakahan dalam diri narapidana residivis serta pemahaman arti

pentingnya menghargai perasaan orang lain yang rendah.

d. Latar Belakang Pendidikan Moral yang Diperoleh Narapidana Residivis

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Moral manusia tidak berkembang dengan sendirinya. Moral berkembang

seiring dengan berkembangnya kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral seseorang baik berasal

dari intern maupun ekstern. Pendidikan adalah salah satu faktor ekstern yang

dapat mempengaruhi perkembangan moral seseorang. Salah satu cabang

pendidikan yang mengarahkan seseorang menjadi bermoral adalah pendidikan

moral. Pendidikan moral merupakan suatu proses pembelajaran yang mengubah

tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan moral diperoleh dari

pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat yang sering dikenal dengan

tersebut, yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral seseorang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 145: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

127

adalah keluarga. Sebab, keluarga merupakan pusat pendidikan primer atau utama.

Mengingat pendidikan moral memegang peranan yang sangat penting dalam

membentuk perilaku manusia menjadi baik, kemudian peneliti perlu mengetahui

bagaimana latar belakang pendidikan moral yang selama ini diterima oleh

narapidana residivis dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian, akan

diketahui apakah semua narapidana residivis mendapat pendidikan moral yang

cukup baik atau tidak dari keluarganya.

Setelah peneliti melakukan wawancara, ternyata sebagian besar

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta kurang

mendapatkan pendidikan moral yang baik dari keluarga. Hal tersebut disebabkan

karena faktor orang tua misalnya kesibukan orang tua bekerja, orang tua

meninggal dunia, bercerai (broken home), pendidikan orang tua yang rendah, dan

kecenderungan orang tua mempercayakan narapidana residivis memperoleh

pendidikan moral kepada lembaga pendidikan agama seperti pondok pesantren.

Disisi lain, beberapa narapidana residivis telah memperoleh pendidikan

moral dari keluarga. Salah satu wujud pendidikan moral yang diberikan keluarga

kepada narapidana residivis berupa nilai-nilai agama (religius) serta nilai-nilai

kebaikan seperti nasehat yang baik dari orang tua. Seperti yang diutarakan oleh

narapidana r

(Catatan lapangan 1).

Hal senada juga disampaikan oleh narapidana residivis bernama Dwi

selalu diajarkan mengaji, sholat lima waktu, dan puasa sunnah. Orang tua selalu

memberikan nasehat agar saya menjadi orang yan

(Catatan lapangan 5).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 146: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

128

santun kepada yang lebih tua, dan menjadi lelaki yan

(Catatan lapangan 10).

Meskipun pendidikan orang tua dari narapidana residivis minim,

khususnya pengetahuan agama, namun pada kesempatan tertentu orang tua dari

narapidana residivis tetap dapat memberikan pendidikan moral berupa nasehat

dan ajaran tentang nilai kebaikan.

Berikut hasil wawancara dengan Ramlan Butar pada hari Sabtu tanggal 13

Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Sejak kecil, saya mendapat pendidikan moral dari keluarga misalnya disuruh mengaji setiap hari, sholat lima waktu, diberi wejangan mengenai sikap yang baik kepada orang tua, bergaul dengan orang yang baik, tidak boleh menyakiti perasaan orang lain, dan mengikuti norma-norma masyarakat. Bahkan sampai dewasapun, orang tua tetap memberikan nasehat. (Catatan lapangan 4).

Hasil wawancara selanjutnya disampaikan oleh Tedy Surahman pada hari

Sabtu tanggal 9 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Selama saya hidup, orang tua memberikan kasih sayang yang melimpah. Orang tua saya memang kaya sehingga, saya sendiri selalu hidup berkecukupan. Namun dalam segi agama, saya merasa kurang baik sebab orang tua jarang mengajari mengaji. Namun, mereka selalu mengajari saya agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan tidak boleh menyusahkan orang lain. (Catatan lapangan 3).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti menyimpulkan sebanyak 5

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah

memperoleh pendidikan moral dari keluarga. Pendidikan moral yang diberikan

kepada narapidana residivis melalui keluarga berupa ceramah atau perintah

mengenai sesuatu yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Keluarga

mensosialisasikan nilai-nilai moral kepada narapidana residivis semenjak kecil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 147: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

129

bahkan hingga dewasa. Nilai-nilai moral tersebut berupa nilai religius (agama)

seperti ibadah kepada Tuhan, puasa, dan mengaji. Disamping itu, nilai kebaikan

ditanamkan sebagai suatu kebiasaan dalam diri narapidana residivis. Nilai-nilai

kebaikan itu berupa nasehat seperti menghargai orang tua, tanggung jawab pada

diri sendiri, tidak menyakiti perasaan orang lain, dan tata krama atau unggah-

ungguh. Nilai-nilai tersebut diberikan dengan harapan narapidana residivis mampu

memiliki perilaku moral yang baik.

Selain pendidikan moral diberikan dalam keluarga, penanaman nilai-nilai

moral juga di dapatkan selama narapidana residivis berada di bangku sekolah.

Dalam pendidikan formal (sekolah) diajarkan pendidikan agama dan pendidikan

budi pekerti dari mata pelajaran tertentu seperti mata pelajaran pendidikan agama,

bimbingan dan konseling (BK), ataupun ajaran moral baik dalam bentuk ceramah

maupun memberi contoh teladan dari guru (tenaga pendidik). Kenyataan di

lapangan, beberapa narapidana residivis tidak mampu melanjutkan jenjang

pendidikan.

Adapun jumlah narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta yang didasarkan pada tingkat pendidikan tahun 2011.

Tabel 7. Jumlah Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang Didasarkan pada Tingkat Pendidikan Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah Narapidana Residivis SD tidak lulus 2 orang Lulus SD 5 orang SMP tidak lulus 5 orang SMP lulus 6 orang SMA 2 orang

Sumber Data: Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tahun 2011.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa, jenjang pendidikan formal yang

ditempuh narapidana residivis paling banyak hanya sampai tingkat SMP yaitu

berjumlah 6 orang. Bahkan, ada narapidana residivis yang tidak lulus SD yaitu 2

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 148: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

130

orang. Hal tersebut berarti tingkat pendidikan yang diperoleh sebagian narapidana

residivis masih rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dan data dari tabel di atas dapat peneliti

menyimpulkan bahwa, masih ditemukan beberapa narapidana residivis yang belum

memperoleh pendidikan moral secara maksimal baik dari lingkungan keluarga atau

pendidikan formal (sekolah). Padahal, melalui kedua agen tersebut (pendidikan

keluarga dan sekolah) sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral

narapidana residivis. Seperti yang disampaikan Kohlberg dalam Asri Budiningsih

Orang tua memiliki peran dalam usaha

menumbuhkan perkembangan moral anak. Orang tua akan mengenalkan mengenai

pandangan tertentu dan mendorong terbentuknya dialog. Di samping itu, sekolah

dan masyarakat luas serta kelompok sebaya akan meningkatkan perkembangan

.

e. Perilaku Narapidana Residivis yang Terkait dengan Pengulangan Tindak

Pidana (Tindakan Moral)

Moral berarti berbicara tentang sesuatu yang bertalian dengan baik

buruknya perilaku manusia. Ketika moral dikaitkan dengan subjeknya yaitu

manusia, maka akan semakin terasa derajat urgensi atau kepentingannya apalagi

ketika moral manusia cenderung mengarah ke perilaku tidak bermoral. Untuk

menilai perilaku seseorang yang bermoral atau tidak bermoral dibutuhkan

pertimbangan moral. Pertimbangan moral dimaksudkan sebagai evaluasi atau

penilaian mengenai tindakan seseorang. Dengan pertimbangan moral inilah akan

dijadikan alat penilaian yang merujuk pada tindak pidana narapidana residivis.

Pertimbangan moral digunakan peneliti untuk mengetahui alasan atau faktor yang

menyebabkan narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana.

Demikian pula, dalam ilmu hukum pidana menyebutkan pentingnya menyelidiki

sebab-sebab dari kejahatan pada diri orang dalam rangka memberantas kejahatan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 149: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

131

Oleh sebab itu, peneliti akan mengkaji alasan atau faktor apa sajakah yang

menyebabkan narapidana residivis melakukan tindak pidana.

Masalah kepribadian sering dapat menimbulkan tingkah laku yang

menyimpang, lebih lagi jika seorang individu dapat dikategorikan tertekan

perasaannya. Orang yang tertekan perasaannya mempunyai kecenderungan untuk

melakukan kejahatan. Seperti yang dialami oleh narapidana residivis kasus

pembunuhan berencana pasal 340 KUHP yang bernama Dwi Martanto adalah

sebagai berikut:

Saya membunuh istri karena cemburu atas perselingkuhan yang dilakukannya dengan teman laki-laki sekantornya. Awalnya saya tidak percaya kalau istri selingkuh dan hanya mendengar dari tetangga bahwa setiap pulang kerja, isteri selalu diantar pulang teman sekantornya itu. Saya dan istri sempat adu mulut hebat. Malam hari tanggal 13 November 2009, niat jahat muncul dalam diri karena selalu terbayang-bayang perlakuan isteri selingkuh. Akhirnya pada waktu istri tidur, saya mencekiknya hingga tewas. (Wawancara: Senin, 11 Juli 2011). (Catatan lapangan 5).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

narapidana residivis yang bernama Dwi Martanto melakukan pembunuhan karena

sakit hati akibat isterinya berselingkuh. Secara psikologis, dia melakukan

perbuatan tersebut karena emosi yang tidak dapat dikendalikan.

Selain masalah kepribadian, faktor penyebab melakukan tindak pidana

adalah pengaruh minuman keras. Seperti yang dialami oleh narapidana residivis

Agus Waluyo (kekerasan pasal 170 KUHP). Akibat minuman keras yang sering

dikonsumsi menyebabkan ia tidak dapat mengendalikan emosi sehingga ketika

tanpa sadar berkelahi. Berikut hasil wawancara pada hari Senin tanggal 11 Juli

2011:

Sebelum masuk penjara lagi, saya menjalani masa hukuman karena kasus pencurian. Pada waktu itu, dalam keadaan mabuk berat dan kondisi yang tidak sadar mencuri 6 buah handphone di counter milik tetangga. Selanjutnya, kasus pidana yang kedua adalah kekerasan. Kekerasan yang saya lakukan yaitu berkelahi dengan teman dengan kondisi setengah sadar karena mabuk. (Catatan lapangan 7).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 150: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

132

Terlepas dari masalah kepribadian dan akibat minuman keras, beberapa

narapidana residivis melakukan tindak pidana karena faktor kebutuhan ekonomi

yang mendesak sehingga pada akhirnya terpaksa berbuat menyimpang demi

memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti yang dialami oleh beberapa narapidana

residivis bernama Bayu Waluyo (narapidana residivis kasus penipuan pasal 378

Pekerjaan saya sebagai sales makanan yaitu roti kering. Saya menawarkan dagangan kepada para pelanggan di kios-kios makanan. Pelanggan saya sudah banyak sekitar 10 orang. Namun, awal tahun 2008 usaha yang saya dirikan bangkrut. Akhirnya saya beralih berdagang terasi. Dalam pengolahannya saya campur pewarna buatan agar terlihat segar. Modal sedikit tetapi untungnya banyak. Suatu saat pelanggan mengeluh bahwa terasi yang saya jual palsu kemudian melapor kepada pihak yang berwajib. Saya melakukan tindak pidana tersebut karena ingin membantu orang tua. (Catatan lapangan 1).

Hasil wawancara berikutnya dengan Ramlan Butar (pencurian dengan

kekerasan pasal 365 KUHP) pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011, menuturkan hal

yang sama adalah sebagai berikut:

Dengan maksud ingin membantu orang tua, saya mencuri handphone dan sejumlah uang pada seorang ibu yang pada waktu itu duduk di terminal. Pada waktu itu, kondisi sekitar sepi sehingga saya gunakan kesempatan tersebut dengan merampas tas. Ibu tersebut sempat berusaha melawan. Karena panik, saya mengancam dan memukul keras kepalanya hingga pingsan. Saya mencuri tujuannya karena ingin membahagiakan orang tua agar bisa hidup berkecukupan. (Catatan lapangan 4).

Hasil wawancara lainnya dengan Marcus Sudarmo (pencurian pasal 362

KUHP) pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011 mengatakan sebagai berikut:

digital di sebuah

).

Alasan yang serupa yaitu faktor ekonomi menyebabkan narapidana

residivis bernama Ardi Eli.L (pencurian turut serta pasal 363 KUHP) akhirnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 151: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

133

mencuri karena membutuhkan uang untuk membiayai operasi ayahnya. Pada hari

Kamis tanggal 15 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Saya mencuri karena membutuhkan uang untuk biaya operasi ayah. Sebelumnya, saya telah menguasai teknik kunci sepeda motor sehingga dengan mudah mencuri sepeda motor yang diparkir di pinggir jalan yang tidak dikunci stang. Sebelum saya kabur membawa sepeda motor tersebut, tukang parkir sempat berteriak maling akhirnya saya tikam lengan tangan dia dengan pisau. Namun, belum sempat kabur saya sudah diamuk massa. (Wawancara: Kamis, Tanggal 15 Juli 2011). (Catatan lapangan 8).

Demi menyekolahkan anak, seorang narapidana residivis nekad mencuri.

Seperti yang dilakukan oleh Dedi Rosadi (pencurian pasal 365 KUHP) pada hari

Saya mencuri bersama dengan teman yang sehari-hari sebagai kenet angkutan. Barang yang dicuri adalah sebuah komputer di rental. Ide mencuri berawal dari saya. Karena membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak, akhirnya saya mencuri. Saya mendobrak dan mencongkel gembok pintu rentalan sedangkan teman saya yang mengambil komputer. Esok harinya komputer dijual dengan harga Rp.900.000,-. Uang tersebut kita bagi dua. (Catatan lapangan 10).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narapidana residivis di atas,

peneliti menyimpulkan bahwa narapidana residivis melakukan tindak pidana

disebabkan karena faktor ekonomi dengan alasan seperti ekonomi keluarga yang

rendah (miskin), biaya sekolah, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan memenuhi

kebutuhan yang mendesak seperti biaya operasi Rumah Sakit.

Selain kedua alasan penyebab penyimpangan di atas, narapidana residivis

melakukan tindak pidana dengan mengambil kesempatan yang ada. Seperti yang

dilakukan oleh narapiana residivis bernama Tedy Surahman (penggelapan pasal

372 KUHP) pada hari Sabtu tanggal 9 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

diberi amanah Kepala Kantor untuk menjadi bendahara. Dalam setiap kesempatan,

uang tunjangan karyawan setiap bulannya saya ambil 5 persen. Uang tersebut saya

gunakan untuk modal menika .

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 152: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

134

Ternyata, lingkungan pergaulan juga dapat mempengaruhi seseorang

melakukan tindak pidana. Seperti yang dialami narapidana residivis bernama Afif

Solikhin (narapidana residivis kasus pencurian turut serta pasal 363 KUHP) pada

Saya bersama dengan teman, mencuri uang dalam kotak amal di sebuah masjid yang tidak jauh dari rumah saya. Teman saya memang sudah lama berniat mengajak saya untuk mencuri. Karena terpengaruh, akhirnya saya mau melakukan. Teman saya yang mencongkel gembok kotak amal dan saya yang menjaga sekitar sebab takut ada orang yang melihat. Karena merasa berdosa akhirnya saya mengakui kesalahan dengan melaporkan diri kepada pihak yang berwajib. (Catatan lapangan 2).

Disamping itu, faktor sulitnya mendapatkan pekerjaan yang memadai

merupakan penyebab narapidana residivis melakukan tindak pidana. Artinya

narapidana residivis merasa bahwa karena statusnya sebagai mantan narapidana

sehingga ia merasa sulit memperoleh pekerjaan. Oleh sebab itulah, narapidana

residivis mencari kemudahan memperoleh materi (uang) sehingga mencari jalan

instan dengan melakukan tindak pidana. Seperti yang dilakukan oleh Puji

Hariyanto (pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP) wawancara pada hari

Hidup dalam masyarakat serba sulit mbak. Ingin kerja di pabrik tetapi selalu ditolak. Ujung-ujungya menjadi buruh. Saya merasa kerja menjadi buruh itu capek, sehingga mau tidak mau mencuri lagi. Saya merasa tidak takut berbuat mencuri sebab sudah menjadi pekerjaan saya. Kasu terakhir adalah saya mencuri uang tetangga sebesar Rp. 5.345.000,- sewaktu mereka sedang tertidur. Perbuatan mencuri yang saya lakukan ternyata diketahui oleh Satpam penjaga rumah. Karena saya merasa panik, akhirnya memukulnya dengan sebilah kayu sampai pingsan. (Catatan lapangan 9).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, sebagian besar

narapidana residivis mengalami masalah moral. Masalah moral yaitu mengapa

narapidana residivis melakukan tindak pidana. Masalah moral yang dialami oleh

narapidana residivis disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 153: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

135

menyebabkan narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana adalah

sebagai berikut:

Tabel 8. Faktor Penyebab Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Melakukan Tindak Pidana

No. Faktor melakukan tindak pidana Jumlah 1. Emosi yang tidak terkendali 1 orang 2. Pengaruh minuman keras (alkohol) 1 orang 3. Faktor ekonomi keluarga yang rendah atau

kemiskinan 5 orang

4. Faktor adanya kesempatan 1 orang 5. Sulitnya mendapat pekerjaan 1 orang 6. Lingkungan pergaulan yang buruk 1 orang

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, terdapat 6 faktor penyebab

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta melakukan tindak

pidana. Faktor tersebut meliputi: emosi yang tidak terkendali, pengaruh minuman

keras (alkohol), ekonomi yang rendah atau kemiskinan, adanya kesempatan,

sulitnya mendapat pekerjaan, dan lingkungan pergaulan yang buruk. Dari beberapa

faktor tersebut, ternyata faktor yang paling banyak mempengaruhi narapidana

residivis melakukan pengulangan tindak pidana disebabkan ekonomi yang rendah

dengan jumlah 5 orang. Tindak pidana yang dilakukan narapidana residivis

didominasi dengan kasus pencurian. Kenyataan di lapangan, narapidana residivis

mencuri karena membutuhkan uang demi menyambung kelangsungan keluarga

dan hidupnya. Narapidana residivis terpaksa mencuri untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, membiayai sekolah anak, dan biaya operasi orang tua. Bahkan, seorang

narapidana residivis mengatakan bahwa ia menjadikan tindak pidana sebagai

pekerjaannya (mata pencaharian). Hal tersebut dilakukan oleh narapidana residivis

bernama Puji Hariyanto (pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP). Sulitnya

mencari dan mendapat pekerjaan menjadi alasan dia mencuri.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa meskipun

sebagian besar narapidana residivis telah memiliki pemahaman moral yang sangat

baik, kemudian beberapa narapidana residivis telah memiliki perasaan moral, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 154: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

136

sebagian besar narapidana residivis telah memperoleh pendidikan moral yang baik

dari keluarga atau sekolah namun, dari segi tindakan moral belum terwujud sebab

mereka masih melakukan pengulangan tindak pidana. Tindak pidana yang

dilakukan oleh narapidana residivis dikatakan perbuatan tidak bermoral karena,

tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yaitu tidak memiliki perikemanusiaan, tidak

jujur, tidak memiliki tanggung jawab, dan ketamakan atau keserakahan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa tindakan moralnya belum baik. Menurut Fakhrurazi

yang dikutip dalam Miqdad Yaljan (2004: 26) dinyatakan bahwa:

Kesempurnaan sifat manusia ada dalam dua hal. Yang pertama, hendaknya

seseorang mengetahui yang benar secara benar. Kedua, hendaknya seseorang

mengetahui kebaikan untuk diamalkannya menjadi pintu pembuka jalan kebaikan

tersebut, diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan bermoral apabila dari

pengetahuan yang dimiliknya dapat diwujudkan dalam tindakan moral. Nilai-nilai

moral yang didapatkan oleh narapidana residivis seharusnya dapat diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kecenderungan mereka untuk

berbuat atau berperilaku buruk (jahat) tidak akan terjadi. Namun, kenyataan di

lapangan menyebutkan bahwa narapidana residivis mengalami masalah moral

sehingga melakukan pengulangan tindak pidana. Penyebab narapidana residivis

melakukan pengulangan tindak pidana adalah faktor intern seperti masalah

kepribadian (emosi) dan juga faktor ekstern seperti rendahnya ekonomi keluarga

atau kemiskinan, kesempatan, sulitnya memperoleh pekerjaan, lingkungan

pergaulan yang buruk, dan pengaruh minuman keras.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, pengetahuan moral dan perasaan

moral saja bukanlah unsur mutlak yang menjamin seseorang memiliki moral yang

baik. Namun, dibutuhkan pembiasaan dan iman yang kuat yang dapat

mempengaruhi perkembangan moral seseorang. Jika perkembangan moral

seseorang telah matang, akhirnya seseorang akan bertindak secara moral.

Sebaliknya, jika perkembangan moral seseorang belum matang, maka akan terjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 155: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

137

kecenderungan seseorang dapat melakukan perbuatan menyimpang (jahat) yang

menjadi masalah moral dalam dirinya. Hal tersebut nampak pada narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang mengalami masalah

moral. Dengan demikian, perlunya memperhatikan sisi masalah moral yang

dihadapi narapidana residivis. Hal tersebut menjadi bagian yang cukup penting

sebab dengan mengetahui masalah moral yang dihadapi narapidana residivis, akan

diketahui penyebab mereka melakukan perbuatan menyimpang sehingga dapat

diberikan solusi atau pemecahan masalahnya. Oleh sebab itulah, sebagai alternatif

pemecahan masalah moral yang dihadapi narapidana residivis dapat dilakukan

melalui pembinaan moral dalam lembaga pemasyarakatan. Pembinaan moral yang

diterapkan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebagai salah satu solutif

dalam rangka mensosialisasikan nilai-nilai moral kepada narapidana residivis,

dimana dalam penerapan pembinaan moral tersebut tidak terlepas pula dari sistem

pemidanaan dengan tujuan agar narapidana residivis jera sehingga tidak

mengulangi kembali tindak pidana yang diharapkan nantinya narapidana residivis

menjadi pribadi yang bermoral dan menjadi warga negara yang baik (good citizen).

2. Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam

Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bukanlah lembaga

pemasyarakatan namun, dalam pelaksanaan pemidanaan bagi narapidana residivis

menggunakan sistem pemasyarakatan yang lebih difokuskan pada pembinaan dan

rehabilitasi dari pada sekedar sistem penjara yang lebih pada unsur balas dendam. Hal

tersebut sesuai dengan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.

G8/506, 17 Juni 1964 disebutkan bahwa,

anak pidana telah berubah secara mendasar yaitu sistem kepenjaraan menjadi sistem

t diketahui bahwa sistem

pemenjaraan tidaklah cukup memberikan manfaat yang baik. Perlu dilakukan

perubahan sistem pemidanaan yang efektif dalam mengurangi diulanginya tindak

kejahatan. Sebab melalui sistem pidana penjara saja, ternyata tidak mengurangi angka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 156: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

138

kejahatan. Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam melaksanakan pembinaan

pun, tidak bisa lepas dari sistem pemenjaraan dimana melalui sistem tersebut

bertujuan agar narapidana jera dan tidak mengulangi perbuatan tindak pidana.

Tujuan pembinaan yang diterapkan di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta adalah narapidana tidak melanggar hukum lagi, narapidana dapat

berpartisipasi aktif dan positif dalam pembangunan (manusia mandiri) dan narapidana

hidup bahagia dunia akherat. Dalam rangka mencapai tujuan pembinaan tersebut,

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengupayakan pelaksanaan pembinaan

secara maksimal. Lebih dari pada itu, pembinaan yang dilaksanakan di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta diarahkan guna membentuk moral narapidana

residivis sehingga akhirnya menjadi warga negara yang baik (good citizen).

Pembinaan tersebut diperuntukkan bagi seluruh warga binaan pemasyarakatan, tidak

terkecuali bagi narapidana residivis. Sesuai dengan kajian pustaka, peneliti akan

mengkaji beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan pembinaan moral bagi

narapidana residivis. Aspek-aspek tersebut meliputi: a. Pola pembinaan narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, b. Tahapan pelaksanaan

pembinaan narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, c.

Metode pembinaan dan wujud program pembinaan bagi narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, d. Keberhasilan pembinaan narapidana

residivis terkait pembentukan good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Berikut ini penjabaran mengenai aspek-aspek tersebut:

a. Pola Pembinaan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos M.M pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Pola pembinaan yang dilaksanakan bagi narapidana residivis adalah sama dengan narapidana lainnya. Pola pembinaan mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan. Merujuk pada aturan tersebut maka kita terapkan pada narapidana residivis. Pola pembinaan terbagi atas pembinaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 157: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

139

yang dilakukan di dalam Rutan dan pembinaan di luar Rutan. (Catatan lapangan 11).

Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan pada tanggal 29 Juni 2011

menambahkan bahwa:

Tidak ada pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis. Semua narapidana atau warga binaan diperlakukan sama dan mendapat pembinaan yang sama. Pembedaannya hanya fungsi pengawasan yang lebih diperketat. Selain itu, narapidana residivis akan ditempatkan pada blok yang berbeda dengan narapidana lainnya. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi keributan antara narapidana residivis dengan narapidana bukan residivis. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pemasyarakatan di atas,

peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembinaan bagi narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengacu kepada Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana atau Tahanan. Pola pembinaan yang diberikan kepada narapidana

residivis adalah sama dengan narapidana lainnya (bukan residivis) karena belum

ada pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis.

Selama peneliti melakukan pengamatan dan analisis dokumen

menunjukkan bahwa, pola pembinaan bagi narapidana residivis yang dilaksanakan

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memang merujuk pada Keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidana atau Tahanan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa,

pola pembinaan terdiri dari pembinaan yang dilaksanakan di dalam Rutan dan

pembinaan yang dilakukan di luar Rutan. Pola pembinaan yang dilaksanakan di

dalam lembaga pemasyarakatan meliputi pemberian program-program pembinaan

baik yang bersifat mengasah mental (psikis) maupun fisik (keterampilan).

Sedangkan pembinaan di dalam maupun di luar Rutan misalnya belajar di sekolah-

sekolah negeri, belajar di tempat latihan kerja milik industri atau dinas lain,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 158: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

140

beribadah seperti sholat di masjid, gereja dan sebagainya, berolahraga bersama

masyarakat, pemberian asimilasi, dan pengurangan masa pidana/remisi.

Bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, pola

pembinaan dilaksanakan dalam Rutan saja. Tidak ada wujud program pembinaan

yang secara khusus diberikan bagi narapidana residivis sehingga dalam

pelaksanaannya sama dengan narapidana lainnya. Narapidana residivis

memperoleh program pembinaan kepribadian dan program pembinaan

kemandirian. Sedangkan untuk narapidana bukan residivis terkecuali kasus

narkotika, korupsi, penipuan, dan terorisme tetap mendapatkan pembinaan di

dalam maupun di luar Rutan. Hal tersebut menandakan adanya perbedaan

mengenai pola pembinaan bagi narapidana residivis dan bukan residivis.

Perbedaan lainnya adalah dalam hal pengawasan. Selama pembinaan

berlangsung, pengawasan lebih dioptimalkan terhadap narapidana residivis.

Petugas Rutan sering memberikan hukuman disiplin terhadap narapidana residivis

misalnya push up apabila narapidana residivis melakukan pelanggaran. Adapun

maksud petugas bersikap demikian, agar narapidana residivis patuh dan disiplin

dalam mengikuti pembinaan. Sebab bagi pembina, narapidana residivis adalah

seseorang yang memiliki kepribadian buruk dan ndableg sehingga harus diberi

hukuman yang tentunya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip pemasyarakatan.

Dengan demikian, diharapkan narapidana residivis jera atas perbuatan tindak

pidana yang dilakukan sehingga tidak menjalani pemidanaan kembali di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Di samping itu, mengenai penempatan blok kamar, bagi narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dibedakan dengan

narapidana bukan residivis. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya

perkelahian atau pengaruh buruk bagi narapidana lainnya. Bagi narapidana

residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana berkali-kali hingga 3 kali

lebih akan diberikan rehabilitasi secara optimal yaitu mendatangkan psikiater dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 159: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

141

luar sebab dikhawatirkan narapidana residivis dihinggapi keluhan jiwa yang tidak

dapat diatasi sendiri kelainannya sehingga tidak bertambah parah.

b. Tahapan Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta

Tahapan pembinaan merupakan langkah-langkah yang diberikan kepada

narapidana selama menjalani masa pidana di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Dalam tahapan pelaksanaan ini narapidana akan menjalani tahapan awal

sampai tahap akhir. Tahapan pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap

berikutnya ditetapkan oleh TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). TPP (Tim

Pengamat Pemasyarakatan) dapat memutuskan pengalihan tahapan pembinaan

adalah berdasarkan data dari hasil evaluasi dalam laporan perkembangan warga

binaan pemasyarakatan yang diberikan oleh wali pemasyarakatan.

Tahapan pembinaan yang dilaksanakan oleh TPP (Tim Pengamat

Pemasyarakatan) mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Memberikan saran mengenai bentuk dan program pembinaan serta bimbingan

dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan.

2) Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan.

3) Menerima keluhan dan pengaduan dari warga binaan pemasyarakatan.

Secara garis besar, tahapan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana

residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut:

1) Tahap Awal atau Orientasi

Pada tahap awal, semua narapidana didata untuk mengetahui identitas

dan latar belakang kehidupannya. Kemudian diberikan pengarahan tentang tata

tertib, hak dan kewajibannya. Tahap ini berlangsung 0 sampai 1/3 masa pidana.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Tahapan awal pembinaan untuk narapidana residivis hanya dilakukan pendataan ulang yang terkait dengan identitas, perkara pidana dan masa pidana. Narapidana tidak perlu diperkenalkan kembali pada tata tertib Rutan serta hak dan kewajiban yang harus dipatuhi sebab narapidana sudah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 160: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

142

mengetahui sebelumnya karena pernah masuk Rutan. Selanjutnya, narapidana residivis akan ditempatkan dalam blok kamar tersendiri dimana kita bedakan dengan narapidana bukan residivis dengan maksud untuk menghindari adanya keributan. (Catatan lapangan 11).

Menurut Bapak Drs. Haryana .pada tanggal 29 Juni 2011 menambahkan

bahwa:

an pembinaan yaitu

orientasi, tahapan lanjutan, dan tahap akhir sehingga pembinaan diberikan di

dalam Rutan. Mereka tidak memperoleh pembinaan di luar Rutan seperti

(Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara dengannarapidana residivis Bayu Waluyo

Awal masuk Rutan ini, oleh petugas pendaftaran dilakukan pendataan mengenai identitas diri dan keluarga pada buku register B, kemudian pemeriksaan kesehatan oleh petugas medis Rutan, selanjutnya ditempatkan dalam blok penerimaan. Karena dahulu saya pernah terdaftar sebagai mantan narapidana sehingga tidak dilakukan kegiatan pengenalan lingkungan ataupun penjelasan mengenai tata tertib serta hak dan kewajiban narapidana. Namun mewajibkan saya mengikuti kegiatan program pembinaan agama islam dan pembinaan lainnya kecuali pembinaan kemandirian. (Catatan lapangan 20).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

tahapan awal pembinaan untuk narapidana residivis hanya dilakukan pendataan

ulang. Pendataan ulang dilakukan untuk mengetahui kasus baru apa yang

dilakukannya dan berapa lama masa pidananya dengan tujuan sebagai bahan

pertimbangan untuk pembinaannya. Selanjutnya, narapidana residivis akan

ditempatkan dalam blok yang berbeda dengan narapidana bukan residivis

artinya narapidana residivis ditempatkan dalam blok kamar tersendiri dengan

maksud uttuk menghindari adanya keributan. Narapidana tidak perlu

diperkenalkan kembali mengenai tata tertib Rutan serta hak dan kewajiban

sebagai narapidana. Hal tersebut dikarenakan narapidana residivis telah

mengetahui sebelumnya karena pernah menjalani pemidanaan di Rutan Klas 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 161: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

143

Surakarta. Setelah masa orientasi berlangsung selama 1/3 masa pidana, maka

narapidana residivis dapat mengikuti program pembinaan berupa pembinaan

kepribadian. Pembinaan kepribadian di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta meliputi pembinaan kesadaran agama, pembinaan intelektual,

pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, dan pembinaan kesadaran

hukum serta pembinaan bentuk olah raga.

2) Tahap Lanjutan

Tahap ini berlangsung 1/3 sampai 1/2 masa pidana. Dengan berakhirnya

tahap awal maka, setiap narapidana mengikuti tahap lanjutan dengan pemberian

program pembinaan kemandirian. Program pembinaan yang diberikan,

disesuaikan dengan minat dan bakat atau bahkan bagi narapidana yang belum

memiliki potensi dalam dirinya. Pembinaan kemandirian dilaksanakan dengan

memberikan keterampilan sebagai bekal bagi narapidana setelah keluar dari

Rutan. Dalam tahapan lanjutan, juga sebagai bahan pertimbangan apakah

seorang narapidana dapat melanjutkan tahap asimilasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Meskipun narapidana residivis pernah mengikuti kegiatan pembinaan terdahulu namun, ketika masuk kembali tetap ia wajib mengikuti program pembinaan bahkan sangat dianjurkan sebab dapat mengasah minat dan bakat serta keterampilan mereka sehingga setelah keluar dari Rutan, mereka dapat hidup mandiri. (Catatan lapangan 11).

Hal senada disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan

narapidana residivis yang bernama Bayu Waluyo

2011 mengatakan bahwa: telah satu bulan mengikuti pembinaan keagamaan

dan pembinaan lainnya, untuk mengasah keterampilan menjahit saya disarankan

20).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 162: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

144

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

narapidana residivis dianjurkan untuk mengikuti tahapan lanjutan. Tahapan

lanjutan berupa pemberian program pembinaan kemandirian. Meskipun

narapidana residivis pernah mengikuti kegiatan pembinaan terdahulu karena

pernah mengikuti tahapan pelaksanaan pembinaan, namun melalui program

pembinaan kemandirian akan mengasah kembali minat dan bakat yang mereka

miliki sehingga nantinya setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta narapidana residivis memperoleh bekal keterampilan sehingga dapat

hidup mandiri.

3) Tahap Asimilasi

Tahap ini berlangsung 1/2 sampai 2/3 masa pidana. Asimilasi

merupakan proses pembinaan yang dilaksanakan di luar lembaga

pemasyarakatan dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat.

Sesuai dengan hasil evaluasi narapidana pada sidang TPP (Tim Pengamat

Pemasyarakatan) yang didasarkan pada laporan hasil perkembangan warga

binaan pemasyarakatan telah dinyatakan bahwa narapidana menunjukkan

perilaku yang baik dan telah memperoleh keterampilan maka, mereka dapat

mengusulkan diri untuk menjalani tahap pembinaan ketiga yaitu asimilasi.

Pengajuan asimilasi ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kehakiman dan

HAM Provinsi Jawa Tengah melalui Kepala Rutan yang bersangkutan sesuai

dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Bagi narapidana yang dikabulkan

permohonannya maka, dapat melakukan asimilasi dengan cara kepadanya

dipekerjakan diluar tembok namun masih dalam pengawasan yang ringan.

Bentuk program asimilasi misalnya narapidana bekerja di pabrik dimana pabrik

tersebut membutuhkan tenaganya maka, ia pergi ke pabrik pagi hari dan sore

pulang ke Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 163: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

145

Khusus untuk kegiatan asimilasi, narapidana residivis tidak kita berikan seperti halnya narapidana kasus narkoba, teroris dan kasus penipuan. Kalau narapidana narkoba, teroris dan kasus penipuan memang ada surat edarannya untuk supaya tidak diberikan asimilasi, tetapi kalau narapidana residivis merupakan kebijakan kita sendiri karena kita tidak mau menanggung resiko keamanan bila narapidana residivis diijinkan melaksanakan pembinaan di luar tembok Rutan. Secara hukum, Kepala Rutan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal asimilasi tidak diberikan kepada narapidana penipuan, psikotropika dan kasus terorisme. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa

tahap asimilasi bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta tidak diberikan. Kebijakan ini dimaksudkan mengingat pengalaman

pahit petugas atas kaburnya narapidana dari Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak mau

menanggung resiko sebab bila narapidana residivis diijinkan melaksanakan

pembinaan di luar tembok Rutan, dikhawatirkan melarikan diri. Peniadaan

asimilasi Kepala Rutan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan

No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal

penafsiran peraturan tersebut diterapkan pada narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dengan alasan keamanan.

4) Tahap akhir (minimum security)

Tahap ini berlangsung 2/3 masa pidana hingga bebas. Tahap ini

narapidana tidak lagi diberikan pembinaan melainkan pembimbingan.

Pembimbingan tidak dilakukan oleh petugas Rutan, tetapi dilakukan oleh

petugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta. Tahap ini juga disebut

sebagai tahap integrasi yang dilakukan di luar Rutan dapat berupa PB

(Pembebasan Bersyarat) dan remisi (pengurangan masa pidana). Bagi

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 164: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

146

memperoleh PB (Pembebasan Bersyarat) dan remisi (pengurangan masa

pidana).

Berdasarkan penjabaran mengenai tahapan pelaksanaan pembinaan kepada

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yaitu menjalani

menjalani tahap awal atau orientasi, tahap lanjutan, dan tahapan akhir (bebas).

Dalam menjalani tahapan tersebut, narapidana residivis tidak memperoleh

asimilasi, PB (Pembebasan Bersyarat), dan remisi (pengurangan masa pidana).

Narapidana residivis tidak memperoleh hak asimilasi karena Rutan membuat

kebijakan tentang peniadaan asimilasi khususnya bagi kasus penipuan, narkoba,

teorisme dan juga narapidana residivis. Pertimbangan peniadaan asimilasi bagi

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta merujuk pada

Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 tentang,

Asimilasi tidak diberikan kepada narapidana penipuan, psikotropika dan kasus

terorisme . Kemudian dari penafsiran peraturan tersebut, diterapkan pada

narapidana residivis dengan alasan keamanan.

Jika dikaitkan dengan tahapan perkembangan menurut Kohlberg dalam K.

Bertens (2007: 80-84) mengemukakan enam tahap perkembangan moral yang

dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-

prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta belum mengarahkan pada

perkembangan akhir yaitu pembentukan pribadi yang bermoral dalam diri setiap

narapidana, namun ketika narapidana residivis menjalani pembinaan kepribadian

nampaknya diarahkan kepada perkembangan moralnya yaitu dengan penyadaran

moral melalui peningkatan keimanan dan ketakwaan yaitu pembinaan kesadaran

agama.

c. Metode Pembinaan dan Wujud Program Pembinaan Narapidana Residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Metode pembinaan merupakan cara untuk menyampaikan materi

pembinaan agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 165: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

147

dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana baik perubahan dalam

berfikir, bertindak atau bertingkah laku. Melalui metode yang tepat maka materi

pembinaan dapat tersampaikan secara maksimal. Penyampaian materi pembinaan

tidak dapat dilakukan asal saja atau dengan kata lain berdasar kemauan penyampai

materi, tetapi harus memperhatikan sampai seberapa jauh kesiapan narapidana

dalam menerima materi pembinaan. Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

melaksanakan program pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan kemandirian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Program pembinaan yang bersifat kepribadian diarahkan agar narapidana membentuk watak mampu meningkatkan ketakwaan dan intelektual, sehingga diharapkan nantinya menjadi warga negara yang baik, patuh pada peraturan, taat hukum, memiliki jiwa yang bermoral, serta hidup secara produktif. Sedangkan untuk pembinaan yang bersifat kemandirian lebih menitikberatkan pada pembentukan pribadi manusia yang mandiri dan lebih produktif dalam pembangunan. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, secara

garis besar program pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

terbagi atas 2 (dua) macam yaitu :

1) Pembinaan yang bersifat kepribadian.

Pembinaan yang bersifat kepribadian bertujuan membentuk watak narapidana

sehingga mampu meningkatkan ketakwaan dan intelektual yang diharapkan

nantinya menjadi warga negara yang baik, patuh pada peraturan, taat hukum

memiliki jiwa yang bermoral, serta hidup secara produktif.

2) Program pembinaan yang bersifat kemandirian.

Pembinaan yang bersifat kemandirian lebih menitikberatkan pada pembentukan

pribadi manusia yang mandiri dan lebih produktif dalam pembangunan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 166: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

148

Untuk melaksanakan kedua program pembinaan di atas, Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta menentukan metode pembinaan yang sesuai dengan

pemasyarakatan. Adapun metode yang digunakan pihak Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta dalam melaksanakan program pembinaan adalah sebagai berikut:

1) Metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan dengan

pendekatan dari atas ke bawah (top down approach).

Metode ini dimaksudkan bahwa pembinaan yang diberikan harus

disesuaikan dengan latar belakang kehidupan dan tingkat kebutuhan narapidana.

Selain itu, pembina juga harus mempertimbangkan sarana dan prasarana serta

anggaran yang dimiliki Rutan. Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari

pembina yang disesuaikan dengan kebutuhan narapidana sehingga narapidana

tinggal menerima wujud program pembinaan. Melalui metode ini, narapidana

akan terikat dalam situasi pembinaan sehingga ia tidak bisa lepas dari situasi

tersebut. Adapun wujud program pembinaan yang dilaksanakan di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang sesuai dengan metode ini yaitu

pembinaan kesadaran agama islam, pembinaan kesadaran agama nasrani, dan

pembinaan bentuk olah raga. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga wujud

pembinaan tersebut.

a) Pembinaan Kesadaran Agama Islam.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suramto mengenai

metode pembinaan pada pembinaan agama Islam pada hari Senin tanggal 4

Juli 2011 adalah sebagai berikut:

disesuaikan dengan kebutuhan

narapidana. Mereka tinggal menerima materi sehingga sifatnya terikat dan

wajib diikuti. Setiap narapidana membutuhkan siraman rohani sehingga

membentuk perilaku yang baik ).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, metode

yang disampaikan dalam pembinaan kesadaran agama adalah sesuai dengan

kebutuhan narapidana sebab setiap narapidana berhak untuk memperoleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 167: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

149

pendidikan dalam hal ini pendidikan agama. Program pembinaan ini wajib

diikuti oleh narapidana sebagai bentuk perbaikan moral narapidana.

Selama peneliti melakukan pengamatan di lapangan ternyata benar

bahwa metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan

dengan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) yang

dilaksanakan dalam pembinaan kesadaran agama Islam disesuaikan dengan

kebutuhan narapidana. Setiap narapidana berhak mendapatkan pendidikan

agama. Tujuan pembinaan kesadaran agama Islam sifatnya lebih kepada

psikis narapidana dengan maksud meningkatkan keimanan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebab jika iman mereka kuat maka, mereka

mengenal Tuhan dan takut dosa sehingga dapat mengendalikan perbuatan

yang tidak baik. Narapidana disadarkan agar insyaf dan tidak mengulangi

perbuatan jahat lagi. Pembinaan kesadaran agama Islam merupakan wujud

program pembinaan yang paling utama dan wajib diikuti oleh narapidana.

Ketua program pembinaan kesadaran islam adalah Bapak Suramto. Bentuk

kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kesadaran agama Islam

sebagai upaya perbaikan moral meliputi pendidikan agama Islam oleh MTA

(Majelis Tafsir Al- serta sholat

maghrib dan subuh berjamaah.

Adapun jadual pelaksanaan kegiatan pembinaan kesadaran agama

Islam di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesadaran Agama Islam di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Jenis Kegiatan Waktu Kegiatan 1. Pendidikan agama islam dari

MTA (Majelis Tafsir Al- .

Hari senin pukul 15.30-16.30 WIB.

2. Pengajian menjelang sholat dzuhur.

Setiap hari kecuali hari minggu pukul 11.00-12.00 WIB.

3. Sholat maghrib dan subuh berjamaah dalam kamar masing-

Setiap hari.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 168: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

150

masing. Sumber Data: Bagian Sub seksi Bantuan hukum dan Penyuluhan Tanggal 4 Juli 2011.

Dari kegiatan pembinaan kesadaran agama Islam di atas ternyata

merupakan salah satu bentuk pembinaan moral. Narapidana residivis

diberikan bekal pendidikan agama yang diarahkan pada penyadaran moral

yaitu mengasah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tujuan pembinaan tersebut adalah agar narapidana residivis insyaf dan tidak

mengulangi kembali tindak pidana.

Selain kegiatan pembinaan kesadaran Islam di atas, hal menarik

adalah Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengadakan kegiatan

keagamaan islam berbasis pesantren. Awal tahun 2009, sebuah pondok

pesantren didirikan dalam Rutan yang merupakan salah satu program

pembinaan kesadaran agama islam. Pondok pesantren dalam lingkungan

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta merupakan proyek percontohan

Departemen Hukum dan HAM bagi Rutan yang ada di seluruh Indonesia.

Pondok pesantren ini diperuntukkan bagi semua warga binaan

pemasyarakatan. Pondok pesantren yang dijadikan contoh adalah pondok

diawali ketika Ustad Yusuf Masyur mengadakan bakti sosial ke Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dibawah Yayasan Wisata Hati miliknya.

Cita-

yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian melakukan kerja sama

dengan pihak Rutan untuk mendirikan pondok pesantren dalam Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Rutan Surakarta .

Tujuan dibentuk pondok pesantren dalam Rutan adalah memulihkan

kesadaran narapidana terkait dengan kejahatan yang dilakukan, menyeleksi,

mengorganisir, dan mengarahkan narapidana agar menjadi santri, serta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 169: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

151

membekali iman agar memiliki akidah keislaman yang kuat. Sekitar 6 ustad

secara sukarela tanpa mendapat pesangon. Dalam kurun waktu tahun 2011

ini telah mencetak 3 orang yang berstatus narapidana residivis penghafal

mulai hari senin sampai kamis. Penghafalan Al- ro,

Al- - , Al- -surat pendek

lainnya. Selanjutnya,

dapat menghafal surat-surat Al-Qur an pendek oleh ustad jika belum lancar

maka, ustad akan menuntun narapidana sampai hafal selanjutnya pada waktu

akhir masa pidana hampir selesai diberi evaluasi secara tertulis tentang

kemampuan baca tulis Al-

Selama mengadakan kegiatan penelitian, peneliti pernah terlibat

secara langsung dengan mengikuti kegiatan pembinaan kesadaran agama

islam yaitu pengajian menjelang sholat dzuhur pada tanggal 5 Juli 2011

pukul 11.00-12.00 WIB di masjid An-Nur Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Kegiatan pengajian tersebut diisi dengan ceramah keagamaan

islam oleh Ustad Lanjar yang secara khusus di datangkan dari Pondok

Pesantren Al-Bukhori. Materi ceramah yang disampaikan terkait dengan

peningkatan keimanan dan ketakwaan manusia kepada Allah SWT.

b) Pembinaan Kesadaran Agama Nasrani

Metode yang digunakan dalam pembinaan kesadaran agama nasrani

adalah sama dengan pembinaan kesadaran agama islam dimana metode yang

didasarkan pada kebutuhan narapidana. Pembinaan ini, ditujukan kepada

narapidana yang beragama nasrani. Tujuan dari wujud pembinaan ini adalah

memperteguh keimanan narapidana agar mereka dapat menginsafi perbuatan

yang telah mereka lakukan dan menimbulkan niat untuk tidak melakukan

tindak pidana kembali. Pembinaan kesadaran agama nasrani diketuai oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 170: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

152

Bapak Didit Santoso, S.Pd selaku Staff Sub Seksi Bantuan Hukum dan

Penyuluhan.

Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan nasrani adalah

menjalankan ibadah nasrani, doa bersama, dan kegiatan koor. Kegiatan

ibadah nasrani dan doa bersama dilaksanakan secara bersamaan setiap hari

minggu pukul 09.00-11.30 WIB. Sedangkan untuk kegiatan koor

dilaksanak

pelaksanaan kegiatan tersebut, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

menyediakan gereja yang terletak di halaman belakang aula di sebelah timur

gedung Bimbingan Kerja dan Kegiatan, tepatnya di depan blok C. Tersedia

juga alat musik drum guna mendukung kegiatan koor. Namun, pihak Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak menyediakan pendeta atau pastur

sehingga harus menjalin kerja sama dengan pihak luar agar narapidana tetap

memperoleh pelayanan pendeta.

c) Pembinaan Bentuk Olah Raga

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sarwono menyampaikan

tentang metode pembinaan bentuk olah raga pada hari selasa tanggal 5 Juli

2011 adalah sebagai berikut:

dengan

kebutuhan mereka. Setiap warga binaan diberikan hak untuk memperoleh

kesehatan jasmaniah. Sehingga pembinaan ini

(Catatan lapangan 19).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, metode

yang digunakan dalam pembinaan bentuk olah raga yaitu pembina

memberikan materi melalui kegiatan fisik berupa olah raga yang disesuaikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 171: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

153

dengan kebutuhan narapidana. Dengan demikian, setiap warga binaan

pemasyarakatan diberikan kesempatan untuk memperoleh pembinaan olah

raga demi menjaga kesehatan narapidana. Sebab kesehatan merupakan suatu

kebutuhan dalam setiap manusia. Pembinaan ini sifatnya wajib diikuti oleh

narapidana.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan peneliti melihat bahwa,

seluruh narapidana residivis wajib mengikuti pembinaan olah raga. Bentuk

kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan ini adalah senam pagi yang

dilaksanakan setiap hari pada pukul 07.00 WIB dan olah raga volly setiap

hari sabtu pukul 15.00 WIB. Pembinaan olah raga bertujuan untuk menjaga

kebugaran jasmani narapidana.

2) Metode pembinaan dari bawah ke atas (botton up approach).

Metode dari bawah ke atas (botton up approach) yaitu suatu cara

menyampaikan materi pembinaan dengan memperhatikan kebutuhan belajar

narapidana. Hal ini disebabkan karena setiap narapidana mempunyai kebutuhan

belajar dan minat belajar yang tidak sama. Semua sangat tergantung pada diri

pribadi narapidana dan fasilitas pembinaan yang dimiliki oleh oleh Rutan.

Wujud pembinaan yang sesuai dengan metode ini adalah pembinaan intelektual.

Berikut ini penjelasan mengenai pembinaan intelektual di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta:

a) Pembinaan Intelektual

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Tentrem Basuki, SP.d pada

hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Metode dalam pembinaan intelektual disesuaikan dengan kebutuhan narapidana sebab tingkat pendidikan berbeda. Narapidana sendiri ada yang masih SD, SMP, atau SMA malah ada yang belum lulus sekolah atau buta huruf. Selanjutnya, pembina akan memberikan materi pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan belajar dari narapidana tersebut. (Catatan lapangan 16).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 172: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

154

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, metode

yang digunakan dalam pembinaan intelektual adalah dari bawah keatas

(botton up approach) yaitu sebelum pembina Rutan memberikan materi

pembinaan, maka harus mengetahui terlebih dahulu tingkat kebutuhan dan

minat belajar narapidana untuk memudahkan pembina memberikan materi

pembinaan sebab tidak semua narapidana memiliki tingkat pendidikan atau

intelegensi yang sama. Cara metode ini cukup efektif sebab pembina

mengetahui bagaimana materi yang cocok diberikan sesuai dengan tingkat

pendidikan atau intelegensi.

Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan ternyata benar

bahwa, metode dari bawah ke atas (botton up approach) diterapkan pada

pembinaan intelektual. Sebelum pembina memberikan materi pembinaan

terlebih dahulu mengetahui jenjang pendidikan dan minat belajar narapidana.

Semua sangat tergantung pada diri pribadi narapidana dan fasilitas

pembinaan yang dimiliki oleh Rutan. Pembina akan memfasilitasi materi

pembinaan dan sarana yang mendukung demi kelancaran pembinaan.

Pembinaan intelektual bertujuan untuk meningkatkan wawasan narapidana.

Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan intelektual di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah perpustakaan keliling dan

pemberantasan buta huruf. Perpustakaan keliling dilaksanakan setiap

seminggu sekali dimana Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta menerima

kunjungan yang didatangkan dari luar yaitu Kantor Perpustakaan dan Arsip

Kota Surakarta. Sedangkan kegiatan pemberantasan buta huruf dilaksanakan

setiap hari kamis dari pukul 08.00-11.00 WIB. Kegiatan pemberantasan buta

huruf adalah kejar paket A yang setingkat dengan SD. Guna mendukung

kegiatan tersebut, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta menyediakan

fasilitas perpustakaan berupa buku-buku bacaan seperti majalah, novel, buku

pendidikan, buku tentang hukum, agama dan lain-lain. Dalam mengevaluasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 173: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

155

kegiatan pemberantasan buta huruf, dilakukan tes ulangan setelah materi

pelajaran selesai diberikan.

Dalam pelaksanaan pembinaan intelektual, peneliti juga pernah terlibat

secara langsung mengikuti kegiatan pembinaan seperti pemberantasan buta

huruf misalnya dengan mengajari narapidana residivis yang belum lancar

membaca. Selain itu, peneliti diberikan kesempatan oleh pembina Rutan

untuk mengajar materi yang terkait dengan pendidikan moral yang

dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2011 di ruang perpustakaan Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

3) Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treathment).

Metode pembinaan perorangan (individual treathment) yaitu cara

menyampaikan materi pembinaan yang dilakukan secara perseorangan dan

disesuaikan dengan tingkat kematangan intelektual, emosi, dan logika

narapidana. Metode yang diberikan secara perorangan bertujuan terjalinnya

hubungan yang baik antara pembina dengan narapidana sehingga tidak timbul

rasa takut yang berlebihan dari narapidana terhadap petugas. Selain itu juga,

membuka banyak kemungkinan bagi narapidana untuk mengeluarkan isi

hatinya, tujuan hidupnya, kendala yang dihadapi sehingga pembina dapat

memberikan alternatif terbaik bagi pemecahannya. Adapun wujud program

pembinaan yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang

sesuai dengan metode ini yaitu pembinaan kesadaran hukum. Berikut ini

penjelasan mengenai pembinaan kesadaran hukum:

a) Pembinaan Kesadaran Hukum.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wagimin, SE pada hari

Senin tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Kegiatan pembinaan ini dilakukan secara face to face sehingga dapat dicari jalan keluarnya misalnya berkaitan dengan kondisi kejiwaan. Narapidana merasa tertekan, khawatir, cemas dan perasaan lain karena stres akibat pidana yang menimpanya. Metoda pendekatan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 174: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

156

diutamakan ialah metoda persuasif, edukatif, komunikatif, dan akomodatif (PEKA). (Catatan lapangan 17).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

metode yang digunakan dalam pembinaan kesadaran hukum dilakukan

secara perorangan dengan face to face. Metode pendekatan yang diutamakan

ialah metode Persuasif, Edukatif, Komunikatif dan Akomodatif (PEKA).

Melalui metode tersebut, pembina akan memasukan pengaruh, mendidik,

dan juga berkomunikasi secara langsung dengan narapidana. Tugas pembina

Rutan akan mengarahkan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi

permasalahan yang dialami oleh narapidana misalnya berkaitan dengan

kondisi kejiwaan misalnya merasa tertekan, khawatir, cemas, dan perasaan

lain karena stres akibat pidana yang menimpanya dimana narapidana yang

bersangkutan tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut.

Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan memang benar

bahwa, metode pembinaan perorangan (individual treathment) diterapkan

pada pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum bertujuan

untuk menciptakan suatu kesadaran yang tinggi pada setiap narapidana

sehingga mereka mengetahui hak dan kewajibannya. Narapidana akan

disadarkan dengan pendekatan hukum yaitu dengan memberikan penjelasan

tentang akibat-akibat hukum yang diterima oleh seseorang jika melakukan

tindakan yang melanggar hukum. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam

pembinaan hukum seperti ajaran taat pada hukum, konseling, dan ceramah

hukum. Berikut penjelasan mengenai kegiatan pembinaan hukum.

(1) Ajaran taat pada norma hukum

Ajaran taat pada hukum bertujuan agar narapidana selalu disiplin

terhadap peraturan dan norma hukum. Ajaran taat pada hukum

dilaksanakan dengan memerintahkan narapidana untuk disiplin dan

mematuhi tata tertib Rutan. Apabila narapidana melakukan kesalahan

atau melanggar kedisiplinan maka, petugas Bantuan Hukum dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 175: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

157

penyuluhan akan menindaknya. Namun, jika kesalahan tersebut

dirasakan tidak terlalu berat maka, penanganannya hanya dengan

memberikan teguran serta pengarahan terhadap yang bersangkutan.

Sebaliknya, jika kesalahan berat maka, petugas Staff Seksi Bantuan

Hukum dan Penyuluhan atau petugas pengamanan Rutan, akan

menindak lanjuti dengan memberikan hukuman fisik atau jika fatal akan

ditempatkan dalam straff cell untuk pemberian shock therapy.

Narapidana yang dimasukkan dalam straff cell misalnya karena

berkelahi, melawan petugas karena melakukan kekerasan, dan mencoba

kabur dari Rutan.

(2) Konseling

Konseling dilakukan dengan memberikan masukan berupa saran

atau perintah berupa larangan untuk tidak mengulangi tindak pidana dan

akibat yang dilakukan jika melanggar hukum. Konseling diwujudkan

dengan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar

kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai warga negara, menyadari

hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan

keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan

terbentuknya perilaku warga negara Indonesia yang taat kepada hukum.

Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk Keluarga

Sadar Hukum (KADARKUM) yang dibina selama berada dalam

lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali di tengah-tengah

masyarakat. Penyuluhan hukum diselenggarakan secara langsung yaitu

penyuluh (pembina Rutan) berhadapan langsung dengan sasaran yang

disuluh (narapidana) dalam temu sadar hukum dan sambung rasa,

sehingga dapat bertatap muka langsung misalnya melalui ceramah,

diskusi, dan temuwicara. Narapidana secara perorangan menyampaikan

keluhan kepada petugas atau pembinaan di bagian Bantuan Hukum dan

Penyuluhan untuk mengajarkan tentang moral atau ajaran tentang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 176: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

158

Kalau berbuat jahat kita akan memperoleh sanksi

berupa dosa. Kejahatan tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga

merugikan orang lain. Apabila hal ini dialami oleh narapidana sendiri

bagaimana perasaannya . Kegiatan ini dibuka setiap hari pukul 09.00-

12.00 di ruangan bantuan hukum dan penyuluhan. Pemberian konseling

diberikan oleh Bapak Wagimin, SE. Beliau adalah pembina Rutan dari

Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan.

(3) Ceramah hukum

Ceramah kesadaran hukum dilakukan oleh petugas Rutan atau

sekali waktu mendatangkan dari pihak kepolisian dan kejaksaan untuk

memberikan sumbangan dalam menyampaikan materi yang sesuai

dengan bidang hukum. Melalui kegiatan ini, narapidana dapat

menanyakan secara luas mengenai seputar upaya hukum.

4) Metode pembinaan secara kelompok (classical treatment).

Metode pembinaan secara kelompok (classical treatment) dilakukan

dengan pembentukan tim. Dimana dalam metode ini, narapidana mengasah

kembali potensi yang ada di dalam dirinya berdasarkan pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan metode ini, narapidana memahami nilai-nilai

positif yang tumbuh di masyarakat sehingga setelah keluar dari Rutan, ia dapat

berbaur dengan masyarakat. Wujud pembinaan yang sesuai dengan metode ini

adalah pembinaan kemandirian. Berikut ini penjelasan mengenai pembinaan

kemandirian.

a) Pembinaan kemandirian.

Menurut Wiyono, SE. selaku Kepala Seksi Bimbingan Kerja, ketika

dimintai wawancara pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 mengenai metode

yang digunakan dalam pembinaan kemandirian adalah sebagai berikut:

Metode pembinaan kemandirian dilakukan secara kelompok dengan membentuk tim. Narapidana dikelompokkan sesuai dengan bakat masing-masing dengan maksud mengasah potensi dari pengalaman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 177: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

159

sehari-hari. Narapidana yang tidak memiliki keterampilan juga diberi kesempatan untuk mengikuti pembinaan ini. (Catatan lapangan 18).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, metode

yang digunakan dalam pembinaan kemandirian di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta adalah metode pembinaan secara kelompok (classical

treatment). Pembina Rutan akan mengelompokkan narapidana sesuai

dengan bakat dan minatnya. Kemudian narapidana akan memilih jenis

kegiatan kemandirian yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Bagi

narapidana yang tidak memiliki keterampilan apapun, tetap akan diberikan

kesempatan untuk mengikuti pembinaan ini. Metode ini berusaha mengasah

kembali potensi yang ada dalam diri narapidana berdasarkan

pengalamannya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan, memang benar

metode yang pembinaan secara kelompok (classical treatment) diterapkan

dalam pembinaan kemandirian. Narapidana akan dikelompokkan

berdasarkan minat, potensi dan keterampilan yang dimiliki. Setelah itu

pembina akan memfasilitasi dengan berbagai sarana dan prasarana yang

terkait dengan keterampilan. Dalam pembinaan kemandirian ini, Rutan

menyediakan fasilitas seperti bahan baku mebelair, mesin jahit, las dan

bahan baku membuat keset. Pembinaan kemandirian dilaksanakan di ruang

Bimbingan Kerja dan Kegiatan. Pembinaan kemandirian bertujuan untuk

mengasah minat dan bakat narapidana guna mendukung usaha-usaha

mandiri. Melalui pembinaan kemandirian ini, narapidana akan memperoleh

bekal keterampilan dimaksudkan agar setelah habis masa hukumannya dan

kembali ke tengah-tengah masyarakat dapat menghidupi dirinya sendiri

serta meninggalkan perbuatan yang melanggar hukum. Metode ini cocok

digunakan bagi narapidana yang ingin mengembangkan bakat dan minatnya

serta mengasah kemampuan keterampilan yang sudah dimiliki guna

mendukung usaha mandiri setelah keluar dari Rutan. Adapun beberapa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 178: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

160

kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kemandirian di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kemandirian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Hari Jam Jenis Kegiatan Pembinaan Kemandirian

Senin s.d Rabu 08.00-12.00 WIB 1. Mebelair 2. Keset 3. Menjahit 4. Cukur rambut

Kamis 08.00-12.00 WIB 1. Las 2. Elektronika

s.d Sabtu

08.00-10.30 WIB Menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai hari kemarin

Sumber Data: Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Kegiatan Tanggal 5 Juli 2011.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, terdapat 6 kegiatan

dalam pembinaan kemandirian yang berupa mebelair, keset, menjahit, cukur

rambut, las dan elektronika. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari sejak

pagi hingga siang hari. Ada sekitar 5 orang narapidana residivis yang

mengikuti program pembinaan kemandirian. Ukuran keberhasilan

pembinaan kemandirian dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dari beberapa

kegiatan guna mengetahui apakah keterampilan yang selama ini diperoleh

telah dikuasai. Beberapa aspek yang dinilai dalam pembinaan kemandirian

terkait dengan kecakapan narapidana yaitu tingkat kedisiplinan, kerja sama

dengan narapidana lain, keuletan, tanggung jawab, dan motivasi. Bagi

narapidana mampu menghasilkan karya yang produktif maka, mereka akan

diberi upah. Semua hasil karya baik yang berasal dari kegiatan bimbingan

bakat maupun keterampilan dicatat dalam buku hasil karya. Semua hasil

karya disimpan dengan baik dan tertib dalam gudang penyimpanan.

Sebagai catatan, keseluruhan dari wujud program pembinaan kepribadian

harus diikuti oleh semua narapidana tanpa terkecuali. Pembinaan kepribadian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 179: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

161

tersebut meliputi: pembinaan kesadaran agama, pembinaan bentuk olah raga,

pembinaan intelektual, pembinaan kesadaran hukum, dan pembinaan kesadaran

berbangsa dan bernegara. Sedangkan program pembinaan kemandirian sifatnya

hanya jangka pendek. Namun pada dasarnya, setiap narapidana harus mengikuti

paling tidak satu kegiatan dalam pembinaan kemandirian karena merupakan

pemberian bekal kepada narapidana khususnya residivis untuk nantinya sebagai

keterampilan tambahan atau sebagai mata pencaharian pokok dalam mencukupi

kebutuhan hidupnya setelah selesai menjalani masa pidana.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa semua

metode pembinaan yang digunakan oleh pembina Rutan di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta merupakan cara untuk menyampaikan materi pembinaan

agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana sehingga dapat

menghasilkan perubahan dalam diri narapidana baik perubahan dalam berfikir,

bertindak, atau bertingkah laku. Metode yang digunakan oleh pembina dalam

menyampaikan materi pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

meliputi: metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan dari atas

ke bawah (top down approach), metode dari bawah ke atas (botton up approach),

metode pembinaan perorangan (individual treatment), dan metode pembinaan

secara kelompok (classical treatment). Metode pembinaan dan wujud pembinaan

tersebut diberikan kepada semua narapidana termasuk narapidana residivis.

Setelah peneliti mengadakan observasi, kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa ternyata masih ada metode yang dilaksanakan oleh Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam menyampaikan materi pembinaan yaitu

metode pembinaan dengan latihan fisik. Metode ini dimaksudkan untuk melatih

narapidana memiliki semangat bernegara. Metode dilakukan dengan langkah

keamanan yang dilakukan sesuai dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

Selanjutnya, pembina memberikan kegiatan fisik untuk melatih kedisiplinan.

Selain itu, membentuk narapidana mejadi manusia Pancasila dimana mereka

dituntut memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Wujud pembinaan yang sesuai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 180: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

162

dengan metode ini adalah pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Pembinaan ini bertujuan untuk melatih dan membentuk narapidana memiliki jiwa

kebangsaan, cinta tanah air bangsa. Bentuk kegiatan yang diselenggarakan berupa

latihan baris-berbaris, latihan upacara bendera di lapangan Rutan setiap 17

Agustus dan upacara bendera setiap hari senin pagi. Latihan tersebut dilaksanakan

setiap hari senin pukul 15.00 sampai 17.00 WIB. Ketua program pembinaan

kesadaran berbangsa dan bernegara adalah Bapak Slamet, S.St.

Guna mempermudah pemahaman mengenai metode dan wujud pembinaan

di atas, maka peneliti menyediakan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 11. Metode dan Wujud Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Metode Pembinaan

Wujud Pembinaan

1.

Metode Pembinaan Berdasarkan Situasi sesuai dengan Kebutuhan dengan Pendekatan dari Atas ke Bawah (top down approach).

1. Pembinaan Kesadaran Agama Islam

2. Pembinaan Kesadaran Agama Nasrani

3. Pembinaan Bentuk Olah Raga 2. Metode Pembinaan dengan

Pendekatan dari Bawah ke Atas (botton up approach)

Pembinaan Intelektual

3. Metode Pembinaan Perorangan

(individual treathment) Pembinaan Kesadaran Hukum

4. Metode Pembinaan secara Kelompok (classical treatment)

Pembinaan Kemandirian

5. Metode Pembinaan dengan Pendekatan Latihan Fisik.

Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

d. Evaluasi Keberhasilan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis

Terkait Pembentukan Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta

Pelaksanaan pembinaan dikatakan berhasil apabila narapidana dapat

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 181: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

163

kembali. Hal tersebut dipertegas menurut UU No. 12 tahun 1995 tentang

pemasyarakatan dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa:

Tujuan pemasyarakatan adalah membentuk warga negara binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik (good citizen) dan bertanggung jawab (Dwidja Priyatno, 2006: 180).

Dalam mencapai tujuan tersebut, pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta telah berusaha semaksimal mungkin dalam mewujudkan pembinaan

yang sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. Tujuan akhir dari pemasyarakatan

adalah membentuk narapidana menjadi warga negara yang baik (good citizen).

Untuk menjadi warga negara yang baik, harus dimulai dengan membangun pribadi

yang bermoral. Narapidana residivis sebagai warga negara yang hilang

kemerdekaannya selama di lembaga pemasyarakatan memiliki kesempatan untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki. Kompetensi kewarganegaraan diperoleh

melalui program pembinaan yang diberikan Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta kepada narapidana residivis. Melalui pembinaan tersebut, diharapkan

narapidana residivis dapat memperbaiki diri untuk merubah moral mereka menjadi

baik dan tidak mengulangi kembali tindak pidana. Pembinaan moral merupakan

cara yang ditempuh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta agar narapidana

memilki mental dan watak yang bermoral sehingga narapidana bertindak sesuai

dengan hati nurani atau kesadaran diri.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bambang Poernomo (1986: 187) yang

mengatakan bahwa:

Pembinaan narapidana mempunyai arti memberlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang terdorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada orang lain, serta menggambarkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 182: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

164

kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

Dalam mewujudkan moral yang baik pada narapidana residivis tidaklah

mudah karena menyangkut kebiasaan hidup mereka yang biasanya hidup bebas

tanpa aturan. Bahkan, mereka bertindak melanggar norma-norma yang ada dalam

masyarakat yaitu pengulangan tindak pidana. Sehingga pembina dan petugas

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memiliki tugas ekstra dalam

mengembalikan moral narapidana menjadi baik. Adanya metode dan wujud

pembinaan yang telah diberikan selama ini seharusnya mampu merubah

narapidana menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sebanyak 60 % untuk pembinaan mental kepribadian sedangkan 40% untuk pembinaan fisik berupa kemandirian. Menurut saya, program pembinaan yang mampu mengubah moral narapidana menjadi lebih baik adalah program pembinaan kepribadian sebab program pembinaan kepribadian tujuan utamanya adalah merubah moral narapidana untuk tidak mengulangi perbuatan tindak pidana kembali sedangkan pembinaan program kemandirian lebih mengasah pada minat, bakat dan mengembangkan keterampilan agar setelah ia bebas dari Rutan dapat menjadi manusia yang mandiri. (Catatan lapangan 21).

Hal senada disampaikan oleh Bapak Drs. Haryana pada hasil wawancara

tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Menurut saya program pembinaan yang mampu merubah moral narapidana residivis menjadi pribadi yang bermoral adalah pembinaan kesadaran agama, dan pembinaan kesadaran hukum. Melalui pembinaan kesadaran agama maka narapidana residivis akan memperoleh pendidikan agama yang baik. Nilai-nilai religius yang telah di dapat akan menompang narapidana residivis untuk mencegah perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama. Iman mereka akan kuat. Kemudian kesadaran hukum, narapidana akan memperoleh pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti. Narapidana residivis akan memperoleh nilai-nilai moral sehingga nantinya dapat menentukan perbuatan mana yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 183: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

165

baik dan buruk agar bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang ada dalam masyarakat. (Catatan lapangan 22).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, diantara

program pembinaan yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta yang mampu merubah moral narapidana menjadi lebih baik cenderung

kepada program pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran

agama dan pembinaan kesadaran hukum. Melalui pembinaan kesadaran agama,

narapidana residivis akan memperoleh pendidikan agama. Nilai-nilai religius yang

telah di dapat akan menompang narapidana residivis untuk mencegah perbuatan

yang dilarang oleh ajaran agama. Kemudian pembinaan kesadaran hukum,

narapidana residivis akan memperoleh pendidikan moral yang mampu menyerap

nilai-nilai moral sehingga nantinya dapat menentukan perbuatan mana yang baik

dan buruk agar bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang ada dalam

masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

terhadap narapidana residivis

dapat ditinjau dari prestasi narapidana residivis dan perubahan perilaku atau sikap

).

Hal senada disampaikan oleh Bapak Drs. Haryana pada hasil wawancara

tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Pembinaan moral dikatakan berhasil apabila semua narapidana mampu

menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengulangi

tindak pidana dan hidup wajar sebagai pribadi yang beriman kepada Tuhan, dan

patuh terhadap norma-norma yang ada

Berdasarkan uraian di atas peneliti menentukan indikator keberhasilan

pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis terkait dengan

pembentukan good citizen yang ditinjau dari tujuan pembinaan berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 184: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

166

pemasyarakatan yaitu kesadaran diri berubah, perbaikan perilaku dalam kehidupan

sehari-hari serta tidak mengulangi kembali tindak pidana. Peneliti menentukan

indikator keberhasilan pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis

terkait dengan pembentukan good citizen meliputi: kesadaran moral (moral

feeling) dan tindakan moral (moral action). Adapun hasil evaluasi tentang

keberhasilan pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis terkait

dengan pembentukan good citizen yang terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 12. Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis Terkait dengan Pembentukan Good Citizen.

No.

Indikator

Aspek

Jumlah narapidana

residivis (%) 1.

Kesadaran moral (moral feeling)

Kesadaran narapidana residivis selama mengikuti pembinaan kesadaran agama islam dan kesadaran hukum.

40%

2.

Tindakan moral (moral action)

Perilaku yang baik dalam mengikuti pembinaan moral.

20%.

Perubahan perilaku yang baik setelah mengikuti pembinaan moral.

0%.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, ditinjau pada kesadaran

moral (moral feeling) dari 10 narapidana residivis yang memiliki kesadaran diri

untuk mengikuti pembinaan kesadaran agama islam dan pembinaan kesadaran

hukum hanya 4 orang (40%). Hal tersebut diketahui berdasarkan absensi yang

dipegang oleh pembina Rutan dimana mereka rutin mengikuti pembinaan tersebut.

Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa narapidana

residivis untuk mengetahui kesadaran moral mereka.

tanggal 8 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Melalui pembinaan agama saya merasa lebih mengenal Tuhan, menyadari bahwa selama ini melakukan kesalahan atas tindak pidana yang saya lakukan. Sekarang terbiasa sholat lima waktu yang tadinya bolong-bolong. Sedangkan dengan mengikuti kegiatan kemandirian (menjahit) lebih bisa mengasah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 185: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

167

kemampuan dan mendapat teman-teman baru sehingga diharapkan setelah keluar nanti bisa membuka usaha menjahit pakaian. (Catatan lapangan 20).

Hal senada disampaikan oleh narapidana residivis Afif Solikhin pada hari

Dengan mengikuti pembinaan di Rutan, saya mendapat ilmu yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya misalnya pengetahuan agama, disiplin, keharusan patuh pada tata tertib. Di Rutan ini, saya bisa sharing dengan petugas Rutan dan narapidana lain. Perubahan setelah mengikuti pembinaan adalah saya merasa dapat menjalani hidup lebih baik, optimis dan semangat. (Catatan lapangan 21).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, program-

program pembinaan yang dilaksanakan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

memiliki pengaruh yang baik terhadap perubahan perilaku narapidana residivis.

Melalui pembinaan kepribadian seperti pembinaan kesadaran agama dan

pembinaan kesadaran hukum, narapidana akan memperoleh pengetahuan agama,

pengetahuan moral, dan wawasan tentang arti pentingnya taat terhadap norma.

Dari pengetahuan yang diperoleh setelah mengikuti pembinaan tersebut, ternyata

mampu merubah perilaku moral narapidana residivis menjadi lebih baik seperti

rajin beribadah, menjalani hidup yang lebih optimis, dan sikap disiplin.

Untuk mengecek kesadaran moral yang dimiliki oleh narapidana residivis

maka, peneliti melakukan pengamatan pada tanggal 20 Juli 2011. Kenyataan di

lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 6 orang narapidana residivis belum

memiliki kesadaran moral tentang arti pentingya pembinaan moral. Mereka

mengatakan bahwa mengikuti pembinaan moral karena ikut-ikutan yaitu sebanyak

2 orang, mengikuti pembinaan moral karena perintah dari pembina Rutan yaitu

sebanyak 2 orang dan alasan mengikuti pembinaan kesadaran hukum atau

kesadaran agama islam karena alasan mengisi waktu luang dari pada menganggur

yaitu sebanyak 2 orang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 186: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

168

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta yang diberikan melalui pembinaan kesadaran agama dan

kesadaran hukum dikatakan belum berhasil menyadarkan moral (moral feeling)

dari narapidana residivis.

Selanjutnya ditinjau dari tindakan moral yaitu perubahan perilaku

narapidana residivis menjadi bermoral. Kenyataan di lapangan menyebutkan

bahwa dari 10 narapidana residivis yang memiliki perilaku yang baik setelah

mengikuti pembinaan hanya 2 orang (20 %). Hal tersebut dapat diketahui

berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Narapidana residivis

telah menunjukkan kecakapan sosial artinya mereka mampu menjalin interaksi

yang baik dengan narapidana yang lain ataupun dengan petugas Rutan. Narapidana

residivis menunjukkan sikap saling hormat menghomati dan tenggang rasa selama

mengikuti pembinaan. Selain kecakapan sosial, beberapa narapidana residivis telah

memiliki skill yang ditunjukkan dengan bakatnya masing-masing. Pada pembinaan

kesadaran agama islam, sejumlah 2 narapidana residivis dipercaya oleh petugas

Rutan untuk menjadi tamping. Misalnya mengisi kegiatan ceramah keagamaan

(ustad) dalam kegiatan ceramah menjelang dzuhur dan ditugaskan untuk

mengelola kegiatan pesantren. Selanjutnya dilihat dari penerapan nilai-nilai moral

dalam keseharian mereka berada di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

a) Nilai religius dan nilai tanggung jawab.

Setelah peneliti mengadakan pengamatan di lapangan pada tanggal 20-23 Juli

2011, ternyata penerapan nilai religius dan nilai tanggung jawab tampak dalam

keseharian narapidana residivis selama berada di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta. Nilai-nilai tersebut mereka peroleh setelah mengikuti pembinaan

kesadaran agama islam. Sebanyak 2 orang narapidana residivis rajin

menjalankan sholat berjamaah dan mengikuti ceramah harian menjelang dzuhur

di masjid An-Nur Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Narapidana

residivis menjalankan kegiatan tersebut sebagai bentuk rasa tanggung jawab

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 187: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

169

moralnya sebagai manusia kepada Sang Kholik (Tuhan), sesama manusia dan

lingkungan sekitar.

b) Nilai kerukunan dan sosial

Penerapan nilai kerukunan nampak dalam aktivitas pembinaan atau keseharian

narapidana residivis. Hal tersebut dapat diketahui dari hubungan saling hormat-

menghormati antara narapidana residivis dengan petugas pemasyarakatan

ataupun interaksi dengan sesama narapidana. Kemudian terlihat juga pada

kegiatan kerja bakti yang dilaksanakan tanggal 23 Juli 2011, menunjukkan

bahwa antara narapidana residivis dengan narapidana lain saling bergotong

royong untuk membersihkan lingkungan Rutan.

Untuk mengecek perubahan sikap atau perilaku yang baik dalam diri

narapidana residivis, peneliti melihat hasil evaluasi laporan perkembangan warga

binaan pemasyarakatan yang dipegang oleh wali Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Wali adalah petugas Rutan yang ditugaskan untuk membimbing dan

mengevaluasi perkembangan diri narapidana. Kenyataannya, setelah peneliti

melakukan pengamatan pada hasil evaluasi laporan perkembangan warga binaan

pemasyarakatan yang dipegang oleh wali diketahui 2 orang narapidana residivis

yang mendapatkan catatan kurang baik karena pernah melakukan pelanggaran tata

tertib Rutan yaitu percobaan pelarian diri atau pernah bertengkar dengan

narapidana lainnya sehingga harus dimasukkan ke dalam straff cell. Narapidana

residivis tersebut adalah Marcus Sudarmo dan Agus Waluyo. Selain itu, peneliti

juga melakukan wawancara dengan pembina Rutan menunjukkan bahwa,

sebanyak 7 narapidana residivis belum menunjukkan kesadaran diri selama

mengikuti pembinaan yaitu malas (2 orang), membuat gaduh saat mengikuti

pembinaan kesadaran agama islam (1 orang), mengobrol sendiri (1 orang),

berkelahi (1 orang), tidur saat mengikuti pembinaan (1 orang), bahkan berusaha

melarikan diri dari Rutan (1 orang). Selama peneliti melakukan pengamatan

mengenai aktivitas narapidana residivis dalam mengikuti berbagai pembinaan pada

tanggal 23-28 Juli 2011 diketahui bahwa, beberapa narapidana residivis malas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 188: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

170

mengikuti kegiatan ceramah menjelang dzuhur dan tidur pada saat mengikuti

pembinaan tersebut, pura-pura sakit sehingga tidak mengikuti pembinaan

kemandirian, dan tidak serius mengikuti latihan baris-berbaris pada pembinaan

kesadaran berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya, peneliti juga melakukan kroscek pada tanggal 24 Juli 2011

menyebutkan dari data yang diperoleh peneliti pada Seksi Administrasi dan

Perawatan Rutan Klas 1 Surakarta. Adapun jumlah narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam kurun waktu tahun 2009-2011 adalah

sebagai berikut:

Tabel 13. Jumlah Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Tahun 2009-2011.

No Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

1. 27 17 20

Sumber: Seksi Administrasi dan Perawatan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Tanggal 3 Agustus 2011.

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengulangan tindak

pidana meningkat dari tahun 2010 sampai 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa

masih ditemukan narapidana residivis yang tetap saja melakukan perbuatan tindak

pidana. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta yang diberikan melalui pembinaan kesadaran agama dan

kesadaran hukum dikatakan tidak berhasil membentuk tindakan moral (moral

action) dari narapidana residivis. Hal tersebut karena masih ditemukan perilaku

yang tidak baik selama atau setelah narapidana residivis menmgikuti pembinaan

moral.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembinaan moral

terhadap narapidana residivis yang terkait dengan pembentukan good citizen

dikatakan tidak berhasil. Hal tersebut diketahui bahwa sebesar 70 % dari 10

narapidana residivis belum terdidik sebagai pribadi yang bermoral yang ditinjau

dari kesadaran moral dan tindakan moral mereka. Dari 10 narapidana residivis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 189: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

171

yang mempunyai kesadaran moral hanya 4 orang (40%) sedangkan ditinjau dari

tindakan moral hanya 2 orang (20%). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh

moral adalah seseorang yang belajar (di sekolah atau di manapun juga) untuk

hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk

mengembangkan norma-norma dan cita-

yang terdidik secara moral adalah seseorang yang telah belajar atau dibina untuk

bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan menjadi sadar dan bahagia

dengan tindakan-tindakan dan nilai-nilainya. Fakta di lapangan menunjukkan

bahwa, narapidana residivis yang belum memiliki kesadaran moral selama

pembinaan berlangsung misalnya mengikuti pembinaan moral karena ikut-ikutan,

mengikuti pembinaan moral karena perintah dari pembina Rutan dan alasan

mengikuti pembinaan kesadaran hukum atau kesadaran agama islam karena

mengisi waktu luang dari pada menganggur. Sedangkan dari segi tindakan moral

adalah narapidana residivis belum menunjukkan perilaku yang baik selama

mengikuti pembinaan yaitu malas, membuat gaduh saat mengikuti pembinaan,

mengobrol sendiri, berkelahi, tidur saat mengikuti pembinaan, pura-pura sakit

sehingga tidak mengikuti pembinaan, bahkan berusaha melarikan diri dari Rutan.

Selain itu, ditinjau juga dari meningkatnya pengulangan tindak pidana yang

dilakukan oleh narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

selama kurun waktu 2010-2011. Hampir semua narapidana residivis melakukan

pengulangan tindak pidana padahal mereka sebelumnya telah mendapatkan

pembinaan moral selama di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jika

dikaitkan dengan tujuan akhir dari pembinaan berdasarkan pemasyarakatan yaitu

narapidana residivis mampu memperbaiki diri, menyadari kesalahan dan menjadi

warga negara yang baik (good citizen) dan bermoral nampaknya tidak terealisasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 190: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

172

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap

Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta

a. Faktor Pendorong Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana

Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Klas 1

Surakarta

Keberhasilan pembinaan bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang

mendorong keberhasilan pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana

residivis meliputi 1) Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan,

2) Peraturan perundang-undangan yang mendukung, 3) Sarana dan prasarana yang

menunjang, 4) Motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis

atas stigma negatif masyarakat, dan 5) Pengawasan yang baik saat pembinaan

berlangsung. Berikut ini penjabaran mengenai faktor tersebut:

a. Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan

Narapidana residivis merupakan subyek utama dalam berlangsungnya

proses pembinaan. Selama di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta,

narapidana residivis akan diberikan program pembinaan baik pembinaan

kepribadian maupun pembinaan keterampilan. Sifat dan tingkat intelegensi yang

dimiliki oleh setiap narapidana residivis berbeda-beda sehingga menimbulkan

tanggapan yang berbeda pula terhadap pembinaan yang diberikan. Oleh sebab

itu, keberhasilan pembinaan sangat ditentukan oleh narapidana residivis itu

sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M pada hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Narapidana merupakan faktor keberhasilan pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jika kesadaran narapidana telah mencapai high consciousness (narapidana yang telah memiliki kesadaran penuh) yaitu narapidana yang telah mengenal dirinya sendiri dan mampu memotivasi diri sendiri ke arah yang positif maka, pembina dalam memberikan materi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 191: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

173

pembinaan juga menjadi ringan namun sebaliknya jika tingkat kesadaran rendah maka akan sulit bagi pembina untuk membina mereka. (Catatan lapangan 11).

Hal senada juga disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan

Bapak Drs. Haryana pada tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Bagi narapidana residivis yang telah yang telah memiliki kesadaran yang penuh artinya konsisten dan berkesinambungan dalam bertindak secara moral misalnya rutin mengikuti setiap pembinaan, telah menunjukkan sikap yang baik, maka akan mempermudah pembina menyampaikan materi pembinaan. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa,

keberhasilan pembinaan ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Narapidana

yang memiliki kesadaran penuh (tinggi) akan mempermudah berlangsungnya

proses pembinaan. Dalam kenyataan di lapangan menyebutkan, sebagian

narapidana residivis telah memiliki kesadaran akan pentingnya pembinaan. Dari

pembinaan yang diberikan Rutan, narapidana mampu menyerap nilai positif

dengan harapan tidak mengulangi kembali tindak pidana. Lebih dari pada itu,

melalui pembinaan akan mengubah narapidana residivis menjadi sosok pribadi

yang bermoral.

Setelah peneliti melakukan pengamatan pada lembar absensi yang

dipegang oleh pembina Rutan pada tanggal 25 Juli 2011 menyebutkan bahwa,

beberapa narapidana residivis mengikuti pembinaan secara rutin khususnya

pada pembinaan kesadaran agama. Sebanyak 16 narapidana residivis rutin

mengikuti kegiatan baca tulis Al-

menjelang sholat dzuhur. Pada pembinaan intelektual, hanya 3 narapidana

residivis yang rutin mengikuti kegiatan pemberantasan buta huruf. Kemudian

pada pembinaan berbangsa dan bernegara 10 orang narapidana residivis rutin

mengkuti kegiatan latihan baris-berbaris. Selanjutnya, pada pembinaan

kesadaran hukum hanya 9 narapidana residivis yang rutin mengikuti kegiatan

konseling. Kamudian pada pembinaan kemandirian, sebanyak 2 orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 192: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

174

narapidana residivis rutin mengikuti kegiatan usaha kemandirian misalnya

kegiatan mebelair dan kegiatan las. Sedangkan pada pembinaan bentuk olah

raga hanya 2 narapidana residivis yang mengikuti yaitu kegiatan olah raga

volly.

Narapidana residivis mengikuti pembinaan di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta atas kesadaran diri walaupun awalnya hanya ikut-ikutan dalam

mengikuti pembinaan seperti narapidana lainnya. Namun, setelah mengikuti

pembinaan ternyata tergerak hatinya untuk selalu mengikuti pembinaan

tersebut. Dengan mengikuti pembinaan tersebut, mereka merasakan adanya

perubahan yang lebih baik yaitu menjadi sosok pribadi yang ikhlas, peningkatan

keimanan dan ketakwaan, tumbuhnya sikap disiplin, motivasi, dan sikap

optimis dalam menjalani hidup.

Seperti yang diungkapkan oleh salah satu narapidana residivis yang

berikut:

Saya selalu Rutin mengikuti pembinaan yang dilaksanakan di Rutan. Sejak awal masuk Rutan, saya merasa tertarik pada pembinaan yang diberikan khususnya keagamaan dan kemandirian. Setelah mengikuti kegiatan keagamaan ceramah yang dilaksanakan menjelang dzuhur rasanya hati saya menjadi tenang sehingga rajin beribadah. Saya mengikuti pembinaan atas kemauan pribadi sebab dengan pembinaan dirasa sangat penting sebagai bekal hidup setelah keluar dari Rutan. (Catatan lapangan 20).

Hal senada disampaikan oleh narapidana residivis Afif Solikhin pada

Awalnya saya mengikuti pembinaan karena terpaksa dan ikut-ikutan saja. Alhamdulilah saat ini rutin kegiatan pondok pesantren. Tidak hanya sebatas pembinaan kesadaran agama islam, pembinaan lainnya seperti olah raga, intelektual dan kemandirian juga aktif mengikuti. Setelah saya mengikuti pembinaan-pembinaan di Rutan, saya merasa menjadi sosok yang penuh semangat. Awalnya sangat frustasi karena bolak-balik masuk Rutan. Keluar dari penjara mau kerja apa bingung. Berkat pembinaan kemandirian, saya mampu mengasah potensi keterampilan las. Petugas selalu memberikan motivasi dan kerap mengatakan bahwa manusia selalu bergelimang dosa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 193: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

175

Buat apa mengutuk diri, kalau kamu ingin berubah pasti Tuhan memberikan jalan . Kata-kata tersebut selalu teringat dan menjadikan diri untuk optimis dalam menjalani hidup. (Catatan lapangan 21).

b. Peraturan perundang-undangan yang mendukung

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan

merupakan hasil pemikiran secara mendasar dari sistem kepenjaraan menjadi

sistem pemasyarakatan. Di dalam pelaksanaannya dibuatlah peraturan

perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan pembinaan.

Adapun peraturan yang mendukung pelaksanaan pembinaan di antara

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta antara lain:

a) Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dengan peraturan ini, akan mempermudah pihak Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta dalam menyusun program pembinaan bagi narapidana.

b) Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 tahun 1999 tentang Kerja Sama

Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah ini, memberikan peluang bagi pihak Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta untuk menjalin kerja sama baik bersifat fungsional

maupun kemitraan guna melaksanakan program pembinaan dan

pembimbingan tertentu dengan instansi pemerintah, badan-badan

kemasyarakatan, dan perorangan. Sebagai contoh bentuk kerja sama dalam

mendukung pembinaan keagamaan islam antara Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta dengan Yayasan Wisata Hati dalam mendirikan Pondok

Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta.

c) Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal

Asimilasi tidak Diberikan kepada Narapidana Penipuan, Psikotropika dan

Kasus Terorisme.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 194: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

176

Peraturan ini diterapkan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta guna

mempermudah pelaksanaan pembinaan. Dengan peraturan ini, sebagai dasar

peniadaan tahapan asimilasi bagi narapidana residivis dengan alasan

keamanan yang dikhawatirkan terjadi pelarian dari narapidana residivis.

c. Sarana dan prasarana yang menunjang

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang tidak kalah

penting dalam memperlancar pelaksanaan pembinaan. Sarana dan prasarana

yang terkait meliputi pembina pemasyarakatan (sarana personil) yang memadai,

dana, dan fasilitas yang mendukung. Berikut ini penjabaran mengenai sarana

dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pembinaan moral di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta:

a) Pembina pemasyarakatan dan sarana personil yang memadai

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

menunjang pelaksanaan pembinaan, sangat bergantung kepada

pembina pemasyarakatan. Oleh karenanya, pembina harus dapat menjadi

(Catatan lapangan 11).

Hasil wawancara berikutnya dengan Bapak Drs. Haryana selaku

Kepala Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Pembina menjadi faktor yang penting dalam proses pelaksanaan pembinaan. Penyampaikan materi pembinaan oleh pembina sangat mempengaruhi pemahaman narapidana residivis sehingga dibutuhkan pembina yang berkompeten. Dengan demikian perlu ditingkatkan profesionalismenya dengan menempuh pendidikan yang tinggi. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

pembina pemasyarakatan menjadi faktor yang penting dalam pelaksanaan

pembinaan moral bagi narapidana residivis. Sebagai seorang pendidik,

pembina pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang luas untuk

meningkatkan profesionalisme yang tentu saja disesuaikan dengan bidang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 195: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

177

pembinaannya. Hal tersebut disebabkan pembina sebagai fasilitator dalam

menyampaikan materi pembinaan dan sekaligus sebagai teladan yang baik

bagi narapidana residivis untuk mewujudkan pribadi narapidana yang

terdidik secara moral.

Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan, ternyata

melihat komposisi personalia di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

sekarang ini belum menunjukkan adanya kualitas dan kuantitas tenaga yang

dibutuhkan untuk menjamin pelaksanaan pembinaan secara berdaya guna

dan berhasil guna. Untuk mengatasi keterbatasan personil tersebut, maka

diadakan usaha-usaha pendidikan, penataran, kursus, dan penambahan

personil yang secara khusus didatangkan dari luar. Oleh sebab itu, Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta berusaha menambah personil yang

mampu memperlancar jalannya proses pembinaan seperti ustad untuk

pembinaan kesadaran agama islam, pastur yang didatangkan dari luar dalam

menunjang kegiatan pembinaan kesadaran agama nasrani, dan seorang

tamping yang bertugas menggantikan pembina apabila tidak dapat hadir

mengisi kegiatan pembinaan.

b) Dana atau keuangan yang menunjang kegiatan program pembinaan

Dana atau keuangan merupakan salah satu faktor pendukung dalam

pelaksanaan pembinaan. dana tersebut dipergunakan untuk membiayai

sarana dan fasilitas pembinaan misalnya pembiayaan peralatan pembinaan,

pembiayaan gedung dan biaya kantor-kantor yang diperlukan. Yang

menonjol disini adalah pembiayaan peralatan pembinaan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

laksanaan pembinaan di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 196: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

178

Rutan. Sebab dana tersebut dipergunakan untuk membeli fasilitas yang

terkait dengan . (Catatan lapangan 11).

Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Drs. Haryana selaku Kepala

Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa

Dana untuk pelaksanaan pembinaan dapat menunjang keberhasilan pembinaan. Dana yang diperoleh Rutan selama ini dari DIPA atau eks narapidana yang telah sukses. Selama ini, dana dipergunakan untuk kegiatan pembinaan seperti pembinaan kesadaran keagamaan dan pembinaan kemandirian. Dana tersebut diperoleh dari DIPA sehingga sangat membantu sekali bagi keberhasilan pembinaan. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa,

dana mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembinaan. Dana tersebut

dipergunakan untuk membiayai sarana dan prasarana khususnya terkait

dengan fasilitas pembinaan. Untuk program pembinaan fisik seperti

program pembinaan kemandirian, biaya diperoleh dari DIPA (Daftar Isian

Penunjang Anggaran). Begitu pula pada program pembinaan kepribadian,

dana juga diperoleh dari DIPA (Daftar Isian Penunjang Anggaran).

Selama peneliti melakukan pengamatan di lapangan menunjukkan

bahwa, selain dana diperoleh dari DIPA (Daftar Isian Penunjang Anggaran),

pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah menjalin kerjasama

dengan pihak luar dalam bentuk kemitraan seperti kerja sama dengan

pondok pesantren Al-Bukhori, Yayasan Wisata Hati, MTA (Majelis Tafsir

Al- Selain itu, dana juga diperoleh dari eks narapidana yang telah

sukses misalnya Bapak Sugondo. Dana tersebut dipergunakan oleh Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta untuk membeli peralatan yang terkait

dengan pembinaan kemandirian misalnya mesin jahit, bahan baku mebelair,

dan bahan baku pembuatan kanopi. Selain itu, dana tersebut juga

dipergunakan untuk membiayai pembina yang didatangkan dari luar

misalnya pastur, ustad, dan psikiater.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 197: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

179

c) Fasilitas yang menunjang pelaksanaan pembinaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

pembinaan di

Rutan ini. Dengan fasilitas tersebut akan mempermudah dan memperlancar

(Catatan lapangan 11). Hal tersebut dibenarkan oleh

Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni

2011 mengatakan bahwa: itas yang mendukung jalannya proses

pembinaan meliputi tempat dan peralatan untuk pembinaan. Fasilitas di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memang cukup memadai. Dimana

(Catatan lapangan

12).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan

fasilitas yang disedikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

memperlancar proses pembinaan. Fasilitas tersebut berupa peralatan

maupun tempat untuk berlangsungnya pembinaan. Ternyata fasilitas yang

diberikan selama ini dirasa telah cukup memadai.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan peneliti

pada tanggal 30 Juni 2011 diketahui bahwa, terdapat beberapa fasilitas yang

diberikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta guna mendukung

keberhasilan proses kegiatan pembinaan. Fasilitas tersebut antara lain

sebagai berikut:

(1) Pembinaan kesadaran agama meliputi: masjid An-Nur, Al-

tenda.

(2) Pembinaan kesadaran agama nasrani meliputi: gereja dan alat musik

drum.

(3) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara meliputi: lapangan

sebagai latihan baris-berbaris.

(4) Pembinaan intelektual meliputi: perpustakaan dan buku-buku bacaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 198: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

180

(5) Pembinaan kesadaran hukum berupa ruang konseling

(6) Pembinaan usaha mandiri meliputi: bahan baku keterampilan yang

meliputi kain untuk membuat keset, mesin jahit, alat-alat cukur, dan las.

(7) Pembinaan bentuk olah raga meliputi: lapangan dekat aula untuk

kegiatan olah raga dan tape untuk senam pagi.

d. Motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma

negatif masyarakat

Adanya asumsi dari sebagian besar masyarakat yang belum

memberikan kepercayaan kepada narapidana residivis dan memberikan stigma

negatif kepada mereka menyebabkan hilangnya rasa percaya diri. Selain itu,

narapidana residivis cenderung dikucilkan sebab mereka dicap sebagai orang

jahat. Apalagi bagi seorang narapidana residivis yang kerap keluar masuk

penjara sehingga citra buruk sebagai mantan penjahat semakin melekat dalam

diri mereka dan sukar untuk dihilangkan. Oleh sebab itu, keluarga memiliki

peran dalam memberikan motivasi dan dukungan moril untuk mengembalikan

rasa percaya diri narapidana residivis ketika keluar dari Rutan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembinaan khususnya mengembalikan moral narapidana adalah keluarga. Apabila keluarga dari narapidana residivis kerap memberikan motivasi maka mereka tidak akan stres selama berada di Rutan. Stres yang berkepanjangan mengakibatkan ketidakefektifan proses pembinaan. Oleh sebab itu, hendaknya keluarga secara rutin melihat kondisi narapidana dengan melakukan kunjungan untuk mengetahui perkembangan pribadi narapidana. Sehingga setelah keluar dari Rutan ia mampu beradaptasi dan tegar atas stigma negatif yang akan mempengaruhi kehidupannya. (Catatan lapangan 11).

Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Drs. Haryana selaku Kepala

Pengelolaan Rutan, pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Selain pembina pemasyarakatan, dana dan fasilitas yang memadai, peran keluarga menjadi pendorong keberhasilan pembinaan. Sebab merekalah yang paling mengetahui kondisi narapidana sebab pembina kadang tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 199: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

181

mengetahui kebutuhan mereka. Oleh sebab itulah keluarga hendaknya rutin melakukan kunjungan paling tidak seminggu sekali untuk memberikan dorongan atau motivasi kepada narapidana residivis dalam memberikan pesan moral. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, keluarga

merupakan salah satu faktor yang mendorong keberhasilan pembinaan.

Keluarga memilliki peran yang besar dalam memberikan motivasi dan rasa

percaya diri kepada narapidana residivis agar tidak stres ketika mereka

berhadapan dengan masyarakat luar. Stres berkepanjangan yang dialami oleh

narapidana residivis, mengakibatkan ketidakefektifan proses pembinaan. Sebab,

pembina Rutan harus berusaha ekstra dalam mengembalikan rasa percaya diri

mereka dimana hal tersebut pasti membutuhkan waktu yang cukup lama. Disisi

lain, pembina Rutan kurang begitu mengetahui kondisi yang dialami narapidana

residivis, sebab yang paling mengetahui kondisi narapidana residivis adalah

keluarga yang bersangkutan. Kedekatan diantara keduanya mempengaruhi

kondisi kejiwaan narapidana residivis. Oleh sebab itu, hendaknya keluarga

secara rutin melihat kondisi narapidana dengan melakukan kunjungan untuk

mengetahui perkembangan pribadi narapidana sehingga setelah keluar dari

Rutan, narapidana residivis mampu beradaptasi dan tegar atas stigma negatif

yang akan mempengaruhi kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada tanggal 1 September

2011 peneliti melihat beberapa keluarga dari narapidana residivis kerap

mengunjungi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, walaupun hanya

sekedar memberikan makanan, pakaian atau keperluan lainnya. Dalam aula

besukan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tampak ramai keluarga

duduk-duduk bercengkrama dengan narapidana. Terlihat hubungan yang

harmonis dan akrab diantara anak-anak, isteri, atau orang tua dari narapidana.

Peneliti sempat bergabung dengan salah satu keluarga dari narapidana residivis

yang bernama Triyadi. Peneliti mengamati bahwa, nampaknya narapidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 200: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

182

residivis tersebut, berusaha menumpahkan keluh kesah mereka kepada keluarga.

Dibalik ekspresi wajahnya yang gembira karena dikunjungi oleh keluarga,

terlihat jelas narapidana residivis tersebut mengalami stres. Dia mengungkapkan

bahwa:

memberikan nasehat-nasehat atau pesan moral kepada narapidana residivis agar

sabar dan ikhlas selama menjalani pemidanaan di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta.

e. Pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada Hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memiliki petugas tersendiri yaitu petugas pengamanan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembina juga turut serta dalam menjaga keamanan. Pembina akan melakukan pengawasan khususnya kepada narapidana residivis. Hal ini disebabkan pengalaman pahit Rutan atas pelarian narapidana residivis. (Catatan lapangan 11).

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Haryana

selaku kepala pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Keberhasilan pembinaan moral, juga didorong oleh pengawasan pembina terhadap narapidana residivis. Selama proses pembinaan berlangsung, pembina akan memantau ketat aktivitas narapidana residivis. Usaha ini sebagai bentuk upaya Rutan untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan seperti perkelahian antara naripada residivis dan bukan residivis dan percobaan perlarian narapidana residivis. Jika tidak dilakukan pengawasan ektra, tidak akan timbul kesadaran diri dari narapidana untuk berubah. (Catatan lapangan 22).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pembina

pemasyarakatan di atas dapat diketahui bahwa, pengawasan yang baik saat

proses pembinaan berlangsung sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan

pembinaan. Pengalaman pahit yang dirasakan oleh pihak Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta atas pelarian narapidana residivis agaknya menjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 201: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

183

perhatian pembina Rutan dalam melakukan pengawasan yang lebih baik pada

saat proses pembinaan berlangsung. Selain itu, pengawasan dilakukan sebagai

upaya meningkatkan kedisiplinan dan menyadarkan narapidana residivis yang

berperilaku tidak baik misalnya malas atau semaunya sendiri dalam mengikuti

pembinaan. Sebab, dengan pengawasan dari pembina Rutan maka narapidana

residivis akan bersungguh-sungguh mengikuti kegiatan pembinaan. Disamping

itu, sebagai pembelajaran bagi narapidana residivis agar mereka jera untuk tidak

melakukan perbuatan tindak pidana. Pengawasan ini dirasa sangat efektif

terhadap keberhasilan proses pembinaan.

Selama peneliti melakukan observasi di lapangan tanggal 15 Juni sampai

29 Juli 2011 selama proses pembinaan, pembina Rutan melakukan pengawasan

terhadap semua narapidana baik yang residivis maupun yang bukan residivis.

Misalnya Bapak Suramto selaku pembina kesadaran agama islam selalu

memantau proses berlangsungnya pembinaan. Semua narapidana yang

mengikuti pembinaan akan dicek satu persatu dengan absensi. Pada pembinaan

lain seperti pembinaan intelektual, pembinaan kemandirian, pembinaan

kesadaran berbangsa dan bernegara juga demikian. Bahkan, pembina

menggunakan seperangkat alat pengamanan seperti tongkat, borgol, dan pistol

untuk melengkapi kegiatan pengawasan dalam berlangsungnya pembinaan

sebab dikhawatirkan ada narapidana yang melakukan pelanggaran tata tertib

seperti perkelahian dengan narapidana lain, percobaan lari dari Rutan, atau

berusaha melawan pembina. Pada tanggal 16 Juli 2011 peneliti pernah

menjumpai seorang narapidana residivis bernama Bayu Waluyo mencoba lari

kabur dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta pada saat mengikuti

pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Akhirnya, Bayu Waluyo

ditangkap dan langsung diborgol oleh pembina Rutan yaitu Bapak Slamet, S.St.

Kemudian diserahkan kepada petugas pengamanan Rutan untuk diberikan

peringatan keras. Oleh karena perbuatannya tersebut, petugas pengamanan

Rutan akan memasukkannya ke dalam straff cell atau ruang isolasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 202: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

184

b. Faktor Penghambat Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam

Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ternyata mengalami beberapa kendala. Adapun

faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis dalam membentuk good citizen meliputi: 1) Perilaku

narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan, 2). Perbedaan

tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang

rendah, 3). Terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan

pembinaan, 4). Belum ada peraturan tentang pola pembinaan khusus narapidana

residivis, 5). Stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis.

Berikut penjabaran mengenai faktor-faktor penghambat:

1) Perilaku Narapidana Residivis yang Tidak Baik Saat Mengikuti Pembinaan

Narapidana residivis merupakan salah satu penghuni Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta, dimana mereka adalah subyek sekaligus obyek utama

dalam pelaksanaan pembinaan. Narapidana residivis yang pernah menerima

pembinaan selama di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, seharusnya

setelah keluar dari Rutan telah berubah menjadi pribadi yang bermoral. Namun

dalam kenyataannya, masih menunjukkan moral yang rendah. Hal tersebut

diketahui dari pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana

residivis. Selain itu, selama pelaksanaan pembinaan berlangsung ditemukan

beberapa narapidana residivis masih menunjukkan tingkah laku yang tidak

baik. Berdasarkan hasil wawancara kepada Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai

berikut:

Saya sering mendapat laporan dari pembina tentang kasus yang dilakukan residivis. Narapidana mencoba kabur dari Rutan dengan cara mengelabui petugas, laporan kekerasan karena motif balas dendam ketika pihak korban mengunjungi Rutan, serta pertengkaran dengan narapidana biasa. Namanya juga bekas penjahat dari segi pengalaman mereka sudah lihai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 203: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

185

sulit sekali merubah mereka menjadi manusia yang baik. Kebanyakan dari mereka melakukan kejahatan karena urusan perut. Nampaknya perilaku tersebut menghambat proses pembinaan. (Catatan lapangan 11).

Hal senada disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan

pembina kesadaran agama islam, Bapak Suramto pada hari Senin tanggal 4 Juli

2011 adalah sebagai berikut:

Pernah saya temui narapidana residivis yang pada waktu pembinaan residivis tidur pada saat kegiatan ceramah. Bahkan pada waktu pembinaan ada yang malas-malasan bahkan pernah pura-pura dengan alasan sakit sehingga tidak bisa mengikuti pembinaan. Akibatnya mempengaruhi narapidana lainnya untuk ikut-ikutan. Padahal sudah sering diperingatkan. (Catatan lapangan 13).

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Slamet, S.St

pada hari Sabtu tanggal 3 Juli 2011 mengatakan bahwa:

tidak serius dan malas pada saat mengikuti kegiatan latihan baris-berbaris

(Catatan lapangan

15).

Narapidana residivis mengatakan bahwa mereka terpaksa mengikuti

pembinaan, dimana hanya ikut-ikutan saja bahkan ada yang berpura-pura mau

mengikuti pembinaan. Seperti yang disampaikan narapidana residivis Marcus

Sudarmo pada tanggal 14 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Selama saya ikut pembinaan di Rutan, program pembinaan yang pertama wajib dilaksanakan adalah keagamaan. Saya disuruh sholat jamaah dan mengaji bareng-bareng narapidana lain. Saya hanya ikut-ikutan saja mengikutinya karena takut dimarahi oleh petugas. Pembinaan lain seperti olah raga, intelektual, dan keterampilan juga seperti itu. Selain itu, dari pada nganggur mbak, tidak ada kerjaan ya saya ikuti saja pembinaan disini. (Catatan lapangan 22).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

dari segi pengalaman seharusnya narapidana residivis lebih menguasai tentang

program pembinaan yang mampu meningkatkan kualitas perubahan sikap baik

pada diri mereka. Namun dalam kenyataan menunjukkan bahwa program

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 204: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

186

pembinaan yang diberikan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta untuk

menjadikan narapidana residivis menjadi warga negara yang baik, belum

terealisasi. Hal tersebut terbukti masih ditemukannya perilaku narapidana

residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan yang ternyata menghambat

pelaksanaan pembinaan moral. Perilaku tersebut misalnya tidak mengikuti

pembinaan dengan berpura-pura karena alasan sakit, narapidana yang malas

mengikuti pembinaan, dan tidur pada saat proses pembinaan berlangsung.

Perilaku narapidana residvis tersebut ternyata mempengaruhi narapidana

lainnya untuk ikut-ikutan melakukan hal demikian.

Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan, sepanjang ini

sikap yang ditunjukkan narapidana residivis selama mengikuti kegiatan

pembinaan dikatakan cukup baik. Mereka mengikuti kegiatan pembinaan

dengan serius, namun ada beberapa narapidana residivis yang belum

menunjukkan perilaku yang baik misalnya membuat gaduh pada saat

mengikuti pembinaan kesadaran agama islam yaitu kegiatan ceramah

keagamaan menjelang dzuhur. Kemudian pada waktu pembinaan kesadaran

berbangsa dan bernegara yaitu kegiatan upacara bendera hari senin pagi

peneliti menemukan 2 orang narapidana residivis asyik mengobrol sendiri atau

bersenda gurau dengan narapidana lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa

masih ditemukan perilaku yang tidak baik selama narapidana residivis

mengikuti kegiatan pembinaan.

2) Perbedaan Tingkat Intelektual yang Dilatarbelakangi Pendidikan Narapidana

Residivis Rendah

Selain masalah yang terkait dengan perilaku yang tidak baik dari

narapidana residivis, ada pula faktor lain yang menjadi penghambat bagi

pembina dalam pelaksanaan kegiatan program pembinaan. Faktor tersebut

adalah perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan

narapidana residivis rendah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 205: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

187

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suramto pada hari Senin

tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

-

sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan

(Catatan lapangan 13).

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tentrem

Basuki, S.Pd pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

r,

buta huruf sehingga pembina merasakan kesulitan dalam menyampaikan

).

Hasil wawancara berikutnya dengan Bapak Wagimin, SE pada hari

Senin tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

memberikan konseling disebabkan sebagian

dari narapidana tingkat pendidikan rendah menyebabkan sulitnya terjalin

17).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa

perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana

residivis rendah menghambat pelaksanaan pembinaan moral. Hal tersebut

menyebabkan sulitnya pembina Rutan memberikan materi pembinaan secara

maksimal. Kenyataan di lapangan, masih ditemukan narapidana residivis yang

tidak mampu baca tulis atau buta huruf yaitu sebanyak 3 orang. Hal tersebut

dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang rendah.

3) Terbatasnya Sarana dan Prasarana yang Mendukung Kegiatan Pembinaan

Sarana dan prasarana merupakan faktor yang penting dalam menunjang

keberhasilan pembinaan. Namun, mengingat terbatasnya anggaran yang

dimiliki Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta maka, sarana dan prasarana

pembinaan tidak semuanya dapat dilengkapi. Hal tersebut menyebabkan

kegiatan pembinaan menjadi terhambat. Hambatan yang terkait dengan sarana

dan prasarana meliputi: kurangnya sarana personil dan kesibukan pembina

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 206: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

188

Rutan, dan kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program pembinaan.

Berikut penjabaran mengenai faktor penghambat pelaksanaan pembinaan yang

terkait dengan sarana dan prasarana:

a) Kurangnya sarana personil dan kesibukan pembina Rutan

Berdasarkan hasil wawancara kepada Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu, tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai

berikut:

Terbatasnya tenaga pengajar membuat pelaksanaan pembinaan terhambat. Untuk pembinaan kesadaran agama, masih kekurangan ustad dan pembina untuk kegiatan koor. Sedangkan mengenai program kemandirian, masih mengandalkan kemampuan narapidana itu sendiri. Sebab, pembina Rutan belum menguasai semua bidang keterampilan seperti las dan elektronik. (Catatan lapangan 11).

Hal senada diperkuat dari hasil wawancara dengan Bapak Suramto

pada tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

ustad untuk kegiatan penghafalan Al- ).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Didit Santoso, S.Pd pada hari

Senin tanggal 4 Juli 2011 mengatakan bahwa:

dengan pembinaan kesadaran agama nasrani adalah kita masih harus

mendatangkan pastur ).

Hasil wawancara berikutnya dengan Bapak Tentrem Basuki, S.Pd pada hari

Selasa tanggal 5 Juli 2011 mengatakan

intelektual, Rutan kekurangan tenaga pendidik sehingga masih

. (Catatan lapangan 16). Berdasarkan hasil

wawancara dengan Bapak Wagimin, SE pada hari Selasa tanggal 5 Juli

2011 adalah sebagai berikut:

pembinaan kesadaran hukum adalah kesibukan pembina sehingga tidak

dapat memberikan pelayanan konseling secara maks

lapangan 17).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 207: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

189

Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa faktor yang

menghambat pelaksanaan pembinaan moral di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta yang terkait sarana personil adalah kurangnya tenaga

pengajar pada pembinaan kesadaran agama dan intelektual seperti ustad,

pastur, pembina koor dan tenaga pendidik. Disisi lain, pada pembinaan

kesadaran hukum terhambat oleh kesibukan pembina Rutan. Oleh sebab

itu, pelaksanaan pembinaan menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, memang selama

pembina Rutan menyampaikan materi pembinaan dibantu oleh beberapa

pihak seperti ustad, pembina koor, pastur, dan tamping. Ada sebanyak 6

orang ustad yang dikirim dari pondok pesantren untuk mengisi kegiatan

baca tulis Al- n. Namun, dengan jumlah ustad tersebut kurang

mengimbangi banyaknya narapidana residivis yang mengikuti kegiatan

baca tulis Al- an. Selanjutnya, pembina koor dan pastur sendiri masih

harus di datangkan dari luar. Disisi lain, adanya kesibukan petugas Rutan

menyebabkan pembinaan menjadi terhambat misalnya acara penataran dan

dinas luar kota sehingga, kadangkala pembina Rutan menyerahkan tugas

pembinaan kepada tamping. Tamping adalah narapidana yang dipercaya

pihak Rutan untuk membantu petugas Rutan menyelesaikan pekerjaan

mereka.

b) Kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program pembinaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suramto pada hari

Senin tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Kegiatan kesadaran agama islam belum maksimal terkait dengan kurangnya tempat untuk kegiatan ceramah. Sebab selama ini belum ada tempat atau ruangan khusus untuk kegiatan pembinaan kesadaran agama islam. Disisi lain, kita juga kekurangan Al- . (Catatan lapangan 13).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 208: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

190

Hasil wawancara berikutnya dengan Bapak Tentrem Basuki, S.Pd

pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 mengatakan bahwa:

Kendala pada kegiatan intelektual yang terkait dengan sarana dan prasarana adalah sempitnya ruang perpustakaan, buku bacaan, serta minimnya bangku atau kursi. Padahal kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan narapidana. (Catatan lapangan 16).

Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wiyono,

SE pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 mengatakan bahwa:

kemandirian belum berjalan secara optimal karena tersendat bahan baku

yang masih kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Bahan baku

(Catatan

lapangan 18). Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Sarwono tanggal 5 Juli 2011 y,

Rutan belum menyediakan lapangan kh (Catatan

lapangan 19).

Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa, kurangnya fasilitas menjadi penghambat

pelaksanaan pembinaan. Hambatan yang terkait dengan fasilitas di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut:

(1) Pembinaan kesadaran agama islam: masih kekurangan tempat untuk

kegiatan ceramah agama dimana Rutan harus menggunakan lapangan

sebab, masjid tidak dapat menampung jumlah narapidana yang

mengikuti kegiatan tersebut. Selain masalah tempat, kendala lainnya

berupa kurangnya fasilitas berupa Al-Q

(2) Pembinaan intelektual: kendala terkait dengan ruangan perpustakaan

yang sempit, kurangnya buku-buku bacaan, bangku atau kursi

sehingga dari narapidana sendiri kurang antusias untuk mengunjungi.

(3) Pembinaan keterampilan: masih kurang dari segi jumlah dan

kualitasnya. Di samping itu, masih terbentur mengenai bahan baku

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 209: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

191

yang disebabkan minimnya anggaran yang dimiliki Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta. Bahan baku tersebut meliputi: las, bahan

baku elektronik, dan mebelair. Bahkan, bahan baku berasal dari

narapidana.

(4) Pembinaan bentuk olah raga: belum ada lapangan khusus kegiatan

olah raga volly.

Setelah peneliti melakukan obervasi pada tanggal 23 Juli 2011,

beberapa fasilitas Rutan Klas 1 Surakarta yang terkait dengan kegiatan

pembinaan memang nampak belum memadai. Pada kegiatan pembinaan

kesadaran agama islam misalnya kegiatan baca tulis Al-Q

kekurangan Al- aik terjemahan maupun bukan. Peneliti

menjumpai beberapa Al-

ceramah menjelang dzuhur, masih kekurangan tempat sehingga harus

memakai lapangan karena tidak mampu menampung jumlah narapidana

secara keseluruhan. Selanjutnya pada pembinaan intelektual, dalam

perpustakaan terlihat kursi yang sudah rusak, ruangan yang sempit dan

tampak tidak terawat sehingga terlihat kotor. Kemudian pada pembinaan

kemandirian, meskipun ruangan untuk kegiatan kemandirian begitu luas,

namun tampak beberapa fasilitas seperti 2 buah mesin jahit dan 1

perlengkapan las tidak dapat difungsikan lagi.

4) Belum Ada Peraturan tentang Pola Pembinaan Khusus Narapidana Residivis

Peraturan yang digunakan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

mengenai pola pembinaan bagi narapidana residivis mengacu kepada Menteri

Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidan atau Tahanan, sehingga tidak ada perbedaan antara pola

pembinaan bagi narapidana residivis atau bukan residivis. Oleh karena itu,

dalam pelaksanaannya, ditafsirkan sama dengan pola pembinaan narapidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 210: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

192

yang bukan residivis sebab belum ada pola pembinaan khusus bagi narapidana

residivis. Karena belum adanya pola pembinaan khusus bagi narapidana

residivis maka pembinaan menjadi tidak efektif.

5) Stigma Negatif Masyarakat terhadap Narapidana Residivis

Berdasarkan hasil wawancara kepada Bapak Agustiyar Ekantoro,

Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu, tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai

berikut:

Terhambatnya pelaksanaan pembinaan moral tidak hanya disebabkan faktor pelaksanaan pembinaan yang dilaksanakan di Rutan namun, stigma negatif dari masyarakat terhadap narapidana residivis juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pembinaan. Kenyataan di lapangan, banyak masyarakat belum bisa menerima keberadaan bekas narapidana. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Haryana pada hari

Sabtu tanggal 3 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

Stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri. Kesulitan narapidana residivis beradaptasi dengan masyarakat, mendorong mereka melakukan tindak pidana kembali. Sehingga pembinaan menjadi tidak efektif. (Catatan lapangan 12).

Seperti yang diutarakan oleh narapidana residivis Marcus Sudarmo

pada tanggal 14 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

jika berada dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat memandang saya

sebagai orang yang jahat. Saya sadar, sebagai bekas penjahat belum bisa

me ).

Hal senada juga disampaikan oleh narapidana residivis bernama Afif

Solikhin, wawa Juli 2011 adalah sebagai

berikut:

Saya kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitar masih menganggap saya sebagai orang jahat. Padahal saya berniat menjadi orang yang baik. Setelah keluar dari sini saya mau mencari kerja yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 211: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

193

halal yaitu bisnis buka warung nasi. Saya hadapi semua ini dengan tabah. (Catatan lapangan 21).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, stigma

negatif masyarakat menghambat pelaksanaan pembinaan moral di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Masyarakat masih kerap memberikan

stigma negatif terhadap narapidana residivis yang masih mengecap citra buruk

sebagai mantan penjahat. Hal tersebut menyebabkan hilangnya rasa percaya

diri mereka dan akhirnya melakukan tindak pidana kembali. Dalam

kenyataannya, masih ditemukan narapidana residivis yang melakukan

pengulangan tindak pidana. Melihat kondisi demikian, Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta harus bekerja ekstra memberikan pembinaan dan berupaya

mengembalikan rasa percaya diri yang hilang terhadap narapidana residivis.

Hal tersebut belum dapat sepenuhnya direalisasikan oleh Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta.

C. Temuan Studi

Dalam subbab ini, peneliti menganalisis informasi yang berhasil dikumpulkan

di lapangan sesuai dengan perumusan masalah dan selanjutnya dikaitkan dengan teori

yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan dengan kajian teori maka,

peneliti menemukan beberapa hal yang penting yaitu sebagai berikut :

1. Moral Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Terkait dengan Pengulangan Tindak Pidana yang Dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 212: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

194

Untuk mengetahui seseorang dikatakan bermoral dapat dilihat dari tiga unsur

yaitu pemahaman moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Menurut Lickona

dalam bukunya educating for character dalam Asri Budiningsih (2008: 6)

menyebutkan unsur dalam menanamkan nilai moral

penelitian di lapangan menyebutkan bahwa, pengetahuan moral sebagian besar

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dikatakan sangat

baik. Dari 10 narapidana residivis, hanya ada 1 narapidana residivis yang tidak

mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan itu termasuk tindak pidana yaitu pada

narapidana residivis kasus penggelapan. Itu berarti pemahaman moral narapidana

residivis mencapai 90% dari 10 orang. Pengetahuan moral narapidana residivis

dikatakan sangat baik sebab mereka memahami konsep tindak pidana yang dilakukan.

Pada kasus pencurian misalnya, hampir semua narapidana residivis mengetahui

tentang makna pencurian. Mereka mengatakan bahwa,

oleh narapidana residivis dengan kasus kekerasan, penipuan, dan pembunuhan.

Mereka mengetahui konsep tindakan yang telah dilakukan. Selain itu, mereka juga

mengetahui bahwa perbuatan tindak pidana yang dilakukan telah melanggar norma

hukum sehingga harus menerima sanksi pidana. Sebagian besar narapidana residivis

mengalami penyesalan setelah melakukan tindak pidana sebab tidak mengikuti hati

nurani. Mereka tampak menerima dengan ikhlas atas perbuatan yang dilakukan. Jika

dikaitkan dengan teori perkembangan moral menurut Kohlberg dapat diketahui

bahwa, tingkat kematangan pemahaman moral narapidana residivis (kasus pencurian,

pembunuhan, kekerasan dan penipuan) berada pada tingkat VI (orientasi prinsip etis

universal). Secara moral, mereka memahami perbuatan tindak pidana yang dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 213: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

195

adalah bertentangan dengan norma hukum. Sebagian narapidana mengalami

penyesalan setelah melakukan tindak pidana karena perbuatan yang dilakukan

bertentangan dengan hati nurani.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens

(2007: 80-84) dalam tahap perkembangan moral dijelaskan bahwa:

Dalam tahap VI (orientasi prinsip etis universal) orang mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan, kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan moralnya sendiri.

Selain pengetahuan moral di atas, perasaan moral yang dimiliki sebagian

besar narapidana residivis dikatakan cukup baik. Dari 10 orang narapidana residivis

hanya 5 orang telah memiliki perasaan moral yang sangat baik. Itu berarti perasaan

moral narapidana residivis sekitar 50% dari 10 orang. Narapidana residivis tersebut

berada dalam skala empati tahapan underlying feelings yaitu kemampuan untuk

memahami perasaan orang lain. Perasaan moral ditunjukkan dengan mengungkapkan

Mencuri dapat memba Artinya mereka

paham bahwa, perbuatan yang dilakukan telah merugikan orang lain. Perasaan moral

diketahui dari kondisi emosional yang dialami oleh narapidana residivis. Ketika

peneliti melakukan wawancara, tampak terlihat dari ekspresi wajah yang

menunjukkan adanya penyesalan dari narapidana sebagai akibat atas tindak pidana

yang dilakukan. Mereka mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan telah

merugikan, membahayakan dan menyusahkan orang dalam hal ini (korban). Perasaan

moral narapidana residivis diwujudkan dengan mengungkapkan perasaan empati

kepada korban seperti perasaan peduli, iba, dan ikut merasakan kesulitan si korban.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 214: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

196

Namun, sejauh ini perasaan moral yang ditunjukkan narapidana residivis hanya

diungkapkan melalui kata-kata (ucapan) yang diketahui ketika dilakukan wawancara.

Hal tersebut relevan dengan apa yang disampaikan oleh Hoffman (1984) dalam Asri

Budiningsih (2008: 53) dari hasil penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa

Tingkat empati paling lanjut muncul ketika seseorang sanggup memahami kesulitan-

kesulitan yang ada dalam lingkungannya dan menyadari bahwa situasi atau status

seseorang dalam kehidupannya menjadi sumber beban stres dan merasakan

kesengsaraan orang l

Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa, hampir seluruh narapidana

residivis memiliki pemahaman moral yang sangat baik. Selain itu, perasaan empati

(perasaan moral) yang dimiliki sebagian besar narapidana residivis sudah ada.

Namun, dari sudut tindakan moral belum dikatakan baik sebab narapidana residivis

masih melakukan pengulangan tidak pidana seperti pencurian, penggelapan,

penipuan, pembunuhan dan kekerasan yang secara moral bertentangan dengan nilai-

nilai moral seperti tidak memiliki perikemanusiaan, tidak jujur, tidak memiliki

tanggung jawab, dan ketamakan atau keserakahan. Berdasarkan hasil penelitian

menyatakan bahwa sebagian besar narapidana residivis mengalami masalah moral

sehingga melakukan tindak pidana. Masalah moral tersebut yaitu mengapa

narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana. Masalah moral yang

dialami oleh narapidana residivis disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab

narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana adalah faktor intern

seperti masalah kepribadian (emosi) dan juga faktor ekstern seperti rendahnya

ekonomi keluarga atau kemiskinan, kesempatan, sulitnya memperoleh pekerjaan,

lingkungan pergaulan yang buruk, dan pengaruh minuman keras. Dalam teori dari

beberapa faktor tersebut, ternyata faktor yang paling banyak mempengaruhi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 215: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

197

narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana adalah disebabkan

ekonomi yang rendah dengan kasus pencurian yang paling mendominasi.

Dalam teori ekonomi menurut Marx dalam Topo Santoso dan Eva Achjani

Zulfa (2005: 34) mengatakan bahwa, Kejahatan timbul karena kemiskinan. Orang

miskin meminum alkohol diluar batas, akibatnya tidak langsung adalah kejahatan

Miskinnya masyarakat erat sekali dengan hubungannya dengan rendahnya

askan bahwa penyebab seseorang melakukan

kejahatan karena kemiskinan, rendahnya penghasilan, dan pengangguran. Dalam

kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa, narapidana residivis yang melakukan

pengulangan tindak pidana disebabkan karena keadaan ekonomi keluarga yang

rendah dimana mereka tidak mampu menghidupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu,

sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat mereka melakukan perbuatan tersebut.

Tindak pidana yang dilakukan didominasi dengan kasus pencurian.

Sedangkan teori sosial bond menurut Travis Hirchi dalam Topo Santoso dan

Eva Achjani Zulfa (2005: 43) mengatakan bahwa:

Seseorang melakukan perbuatan menyimpang disebabkan karena hilangnya ikatan kontrol sosial dalam diri seseorang. Ikatan kontrol sosial tersebut meliputi: a. commitment yaitu hilangnya keterikatan seseorang pada sub sistem seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dan kelompok sosial, b. beliefs yaitu hilangnya aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial.

Dari teori tersebut berarti bahwa, penyebab seseorang melakukan kejahatan

disebabkan karena hilangnya sistem kontrol dalam diri yaitu tidak memiliki

pekerjaan, pendidikan yang rendah, dan hilangnya nilai-nilai moral dalam diri

seseorang. Jika dikaitkan dengan penyebab narapidana residivis melakukan

pengulangan tindak pidana khususnya kasus pencurian adalah sebagian besar

narapidana residivis terus melakukan perbuatan mencuri karena sulitnya

mendapatkan pekerjaan yang layak sebab ketidakpercayaan masyarakat atau instansi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 216: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

198

terhadap mantan narapidana residivis menyebabkan sulit diterima untuk bekerja.

Selain itu, beberapa narapidana residivis masih berpendidikan rendah sehingga tidak

memiliki keahlian dan pada akhirnya mencuri. Kemudian dari segi hilangnya nilai-

nilai moral yang dianut oleh sebagian besar narapidana residivis adalah meskipun

narapidana residivis telah memiliki pemahaman dan perasaan moral yang baik.

Bahkan beberapa narapidana residivis telah memperoleh pendidikan moral dari

keluarga dan pendidikan formal namun, mereka masih melakukan pengulangan

tindak pidana. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan narapidana residivis

dipandang sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral seperti

ketamakan, keegoisan, tidak memiliki perasaan terhadap orang lain, keserakahan, dan

ketidakpedulian. Hal tersebut berarti nilai moral tidak lagi dianut oleh mereka.

Selain itu, pandangan dari teori differential organization menurut Sutherland

dalam Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa (2005: 23) yang mengatakan bahwa:

Kejahatan dipelajari dalam pergaulan manusia. Kejahatan hanya ada dalam

masyarakat diantara pergaulan individu. Orang belajar jahat dalam masyarakat, tanpa

ada Jadi, teori ini menjelaskan bahwa, penyebab

seseorang melakukan kejahatan karena pengaruh lingkungan atau pergaulan yang

salah. Dari teori tersebut benar bahwa, salah satu penyebab seseorang melakukan

tindak pidana dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan. Seperti yang dialami oleh

Suwandi dimana ia mencuri karena bergaul dengan temannya seorang pencuri.

Teori selanjutnya adalah teori mental disorder menurut James C.Prichard

dalam Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa (2005: 54) yang menyebutkan bahwa:

Seseorang melakukan kejahatan disebabkan karena terjadi kekacauan mental Berdasarkan hasil penelitian oleh James C. Prichard sebanyak 20 hingga 60 persen penghuni lembaga pemasyarakatan mengalami satu tipe mental disorder (penyakit mental) yang disebut dengan psychopathy atau antisocial personality

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 217: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

199

yaitu suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman, kurang keramahan dan perasaan tidak bersalah.

Dari teori tersebut berarti bahwa, seseorang dapat melakukan perbuatan jahat

karena gangguan mental. Seperti yang dialami oleh narapidana residivis bernama Puji

Hariyanto (pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP). Ia menjadikan tindak

pidana sebagai pekerjaannya (mata pencaharian). Hal tersebut dilakukan oleh karena

sulitnya mencari dan mendapat pekerjaan sehingga menjadi alasan dia mencuri. Ia

mencuri dengan penuh kesadaran bahkan, tidak merasa bersalah setelah mencuri.

Menurutnya mencuri adalah perbuatan wajar.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana penilaian terhadap tindakan yang

dilakukan narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

dengan masalah moral (pengulangan tindak pidana). Dalam menilai tindakan atau

perilaku narapidana residivis yang terkait dengan pengulangan tindak pidana, peneliti

menggunakan pada pendekatan etika normatif menurut K. Bertens (2007: 15) yang

bertumpu pada masalah-masalah moral. Ahli yang bersangkutan melibatkan diri

dengan mengemukakan penilaian perilaku manusia . Jadi, menurut pendekatan etika

ini peneliti berusaha menilai perilaku narapidana residivis terkait dengan pengulangan

tindak pidana yang dilakukan jika ditinjau dari segi moral.

Berdasarkan teori egois etis menurut Jeremy Bentham dalam Elisa (2011: 2)

yang dikutip dari http://www.scribd.com/doc58523585/teorijeremy-bentham

menyebutkan bahwa Tindakan dari setiap orang pada dasarnya adalah untuk

mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Egois dianggap

bermoral karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak dan

keamanan. Secara moral di Menurut teori tersebut,

jika dikaitkan dengan kondisi yang dialami oleh narapidana residivis bernama Ardi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 218: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

200

Eli.L (pencurian turut serta pasal 363 KUHP). Ia mencuri karena membutuhkan biaya

operasi ayahnya. Atas tindakan yang telah dilakukan adalah dianggap baik sebab

demi mencapai kebahagiaan yaitu terpenuhinya hak hidup ayahnya. Secara moral,

berdasarkan teori ini tindakan yang dilakukan dianggap baik dan pantas untuk

diupayakan sebab ia melakukan perbuatan tersebut demi menjaga kelangsungan

hidup. Begitu pula pada kasus pencurian yang dilakukan narapidana residivis

bernama Dedi Rosadi (pencurian pasal 365 KUHP). Demi menyekolahkan anak

seorang narapidana residivis akhirnya mencuri. Demi kelangsungan hidup keluarga,

tidak peduli benar atau salah, asal mendapatkan apa yang diinginkannya. Sehingga

dapat dikatakan mencuri adalah tindakan baik. Baik karena tujuannya demi untuk

menolong keluarga tetapi caranya salah karena bertentangan dengan nilai moral yaitu

ketamakan, ketidakpedulian, dan tidak memiliki perasaan terhadap kesulitan orang

lain.

Selanjutnya teori utilitarianisme menurut Jeremy Bentham dalam Elisa (2011:

2) yang dikutip dari http://www.scribd.com/doc58523585/teorijeremy-bentham

Tindakan adalah baik dan tepat secara moral jika tindakan

tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan dan sebaliknya tindakan yang

dilakukannya tidak mendatangkan manfaat apapun baik bagi diri sendiri maupun

orang lain maka tindakan yang dilakukan dikatakan tidak bermoral

teori tersebut, dapat dikaitkan dengan kasus pencurian yang dilakukan oleh Ramlan

Butar (pencurian dengan kekerasan pasal 365 KUHP). Ia merasa bahwa perbuatan

mencuri sebenarnya ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Namun, ia tidak

menyadari bahwa akibat dari perbuatannya tersebut merugikan dirinya sendiri dan

orang lain. Seperti halnya yang dialami oleh narapidana residivis lainnya yang

melakukan pengulangan tindak pidana seperti pembunuhan, penggelapan, penipuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 219: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

201

dan kekerasan. Atas perbuatan yang mereka lakukan tidak menimbulkan manfaat

yang baik, malah sebaliknya merugikan diri sendiri, korban serta meresahkan

masyarakat.

Berikutnya adalah teori moral menurut Sokrates dalam Cheppy Haricahyono

(1995: 107) mengatakan bahwa:

Dalam tindakan seseorang dilakukan dengan pertimbangan moral. Pertimbangan moral meliputi meliputi a. tindakan sebagai kewajiban moral (tindakan yang benar kalau diwujudkan dan salah kalau tidak diwujudkan). b. tindakan yang merupakan larangan moral (tindakan yang salah kalau diwujudkan dan benar kalau tidak diwujudkan). c. tindakan non trival (tindakan yang ada dibalik apa yang dituntut meski mengandung resiko atau pengorbanan).

Pada kasus pencurian oleh narapidana residivis yang bernama Ardi Eli.L

(pencurian turut serta pasal 363 KUHP). Secara moral, tindakan yang dilakukan

sebagai kewajiban moral. Narapidana residivis mencuri karena mermbutuhkan uang

demi biaya operasi ayahnya. Mencuri merupakan perbuatan yang dibenarkan demi

menyelamatkan nyawa ayahnya sebab jika membiarkan maka ayahnya dapat

meninggal dunia. Oleh sebab itu, ia terpaksa mencuri. Demi kelangsungan hidup

ayahnya, Ardi Eli.L berusaha mengorbankan dirinya dengan cara mencuri walaupun

harus mendapat hukuman atau pemidanaan di Rutan. Atas tindakan yang dilakukan

oleh Ardi Eli.L tersebut, juga termasuk dalam kategori non trivial yaitu tindakan yang

ada dibalik apa yang secara moral memang dituntut, meskipun mengandung resiko

dan pengorbanan diri secara total. Berbeda halnya dengan kasus pencurian yang

dilakukan oleh Puji Hariyanto. Ia mencuri karena sulit memperoleh pekerjaan.

Bahkan, mencuri sebagai sebuah pekerjaan (mata pencaharian). Secara moral,

tindakan yang dilakukan merupakan larangan moral sebab mencuri demi

kepentingannya sendiri dan menyalahi aturan hukum serta bertentangan dengan nilai-

nilai moral yaitu keegoisan dan keserakahan. Pada kasus penggelapan, penipuan,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 220: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

202

pembunuhan dan kekerasan juga demikian. Tindakan yang dilakukan merupakan

larangan moral sebab mengakibatkan kerugian atau dampak bagi orang lain.

2. Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam

Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bukanlah lembaga

pemasyarakatan, namun dalam pelaksanaan pemidanaan bagi narapidana residivis

menggunakan sistem pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

melaksanakan pembinaan pun, tidak bisa lepas dari sistem pemenjaraan dimana

melalui sistem tersebut bertujuan agar narapidana jera dan tidak lagi mengulangi

perbuatan. Tujuan dari pembinaan Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah

tidak melanggar hukum lagi, dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam

pembangunan (manusia mandiri), dan hidup bahagia dunia akherat. Hal tersebut

sesuai dengan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G8/506

17 Juni 1964 yang menjelaskan bahwa

pidana telah berubah secara mendasar yaitu sistem kepenjaraan menjadi sistem

Dalam teori gabungan menurut Pallegrino Rossi dalam Dwidja

Priyatno (2006: 24) tentang tujuan pemidanaan disebutkan bahwa:

Sekalipun pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun pidana harus mempunyai pengaruh yaitu perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Sehingga tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan tindak pidana.

Dari teori tersebut, narapidana residivis berada di Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta dalam rangka melaksanakan pemidanaan dimana mereka akan

dibatasi kemerdekaannya sebagai akibat melakukan tindak pidana. Namun, mereka

diberikan hak untuk memperoleh pembinaan sebagai upaya rehabilitasi agar setelah

keluar dari Rutan tidak mengulangi kembali tindak pidana dan akhirnya menjadi

warga negara yang baik (good citizen) karena tujuan pemidanaan bukanlah sebagai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 221: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

203

unsur balas dendam tetapi lebih kepada perbaikan moral narapidana residivis yang

dilakukan melalui pembinaan.

Pelaksanaan pembinaan yang diterapkan Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta terhadap narapidana residivis merujuk kepada Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana atau Tahanan. Dikatakan demikian sebab, Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta telah menerapkan beberapa pembinaan baik berupa pembinaan yang

sifatnya kepribadian maupun kemandirian. Pembinaan yang bersifat kepribadian

bertujuan membentuk watak narapidana sehingga mampu meningkatkan ketakwaan

dan intelektual yang diharapkan nantinya menjadi warga negara yang baik, patuh

pada peraturan, taat hukum memiliki jiwa yang bermoral serta hidup secara produktif.

Sedangkan pembinaan yang bersifat kemandirian lebih menitikberatkan pada

pembentukan pribadi manusia yang mandiri dan lebih produktif dalam pembangunan.

Wujud program yang diberikan meliputi pembinaan kesadaran agama, pembinaan

intelektual, pembinaan kesadaran hukum, pembinaan kesadaran berbangsa dan

bernegara, pembinaan bentuk olah raga, dan pembinaan kemandirian. Hal tersebut

berarti pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah

sesuai dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun

1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan alenia kedua, menegaskan

bahwa:

Pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila dan sebagainya) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warganegara yang meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa dan oleh karena itu mereka dididik (dilatih) juga untuk menguasai ketrampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan. lni berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan. (Ismail Sholeh, 1990: 3).

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah melaksanakan

berdasarkan sistem pemasyarakatan dan pola pembinaan berdasarkan Keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 222: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

204

Pembinaan Narapidana atau Tahanan, namun nampaknya keberhasilan pembinaan

narapidana residivis belum sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. Tujuan

pemasyarakatan menurut UU No 12 tahun 1995 adalah agar narapidana residivis

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana. Dalam

kenyataannya, masih ditemukan beberapa narapidana residivis yang belum

menunjukkan perilaku yang baik selama mengikuti pembinaan. Narapidana residivis

mengatakan bahwa mereka mengikuti pembinaan hanya ikut-ikutan saja sebab jika

tidak mengikuti takut ditegur oleh pembina atau petugas Rutan. Dalam teori etika

deontologi menurut Immanuel Kant dalam K.Bertens (1998: 235-260) mengatakan

Kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban. Menurut pemikiran

Kant adalah menyimpulkan otonomi kehendak dan heteronom kehendak. Kehendak

bersifat otonom bila menentukan dirinya sendiri sedangkan heteronom membiarkan

diri ditentukan oleh faktor di luar dirinya

Dari teori tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan baik apabila

bertindak karena kewajiban. Seseorang akan bertindak sesuai dengan kesadaran diri

bukan karena perintah orang lain. Jika dikaitkan dengan teori tersebut dapat diartikan

bahwa perilaku narapidana residivis yang belum menunjukkan kesadaran diri selama

mengikuti pembinaan seperti malas, tidur, membuat gaduh, pura-pura sakit,

mengobrol sendiri, tidak serius, dan bahkan mencoba kabur dari Rutan menunjukkan

bahwa mereka belum moral. Berdasarkan fakta tersebut maka, dapat dikatakan bahwa

pembinaan moral terhadap narapidana residivis yang terkait dengan pembentukan

narapidana residivis menjadi warga negara yang baik dan bermoral (good citizen)

dikatakan belum berhasil sebab, beberapa narapidana residivis yang belum terbentuk

sebagai pribadi yang terdidik secara moral. Selain itu, masih terjadi pengulangan

tindak pidana bahkan meningkat dari tahun 2010 sampai 2011. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Cheppy H.C (1988: 110: 111) mengatakan bahwa,

terdidik secara moral adalah seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga)

untuk hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk

mengembangkan norma-norma dan cita-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 223: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

205

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan pembinaan di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sangat ditentukan oleh kesadaran moral

dari narapidana residivis selama mengikuti pembinaan sehingga upaya penyadaran

moral terhadap narapidana harus lebih ditekankan. Selama ini, usaha dari pihak Rutan

melaksanakan pembinaan kepada narapidana residivis dikatakan sudah cukup

maksimal. Terbukti dari dengan dibentuknya lagi wujud pembinaan yaitu pembinaan

latihan fisik dan menambahkan kegiatan pada pembinaan kesadaran agama islam

melalui kegiatan pesantren.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap

Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta

a. Faktor Pendorong Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam

Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Faktor pendorong pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam

membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah

sebagai berikut:

1) Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan

Keberhasilan pembinaan ditentukan oleh narapidana itu sendiri.

Narapidana yang memiliki kesadaran penuh (tinggi) akan mempermudah

berlangsungnya proses pembinaan. Dalam kenyataan di lapangan menyebutkan,

sebagian narapidana residivis telah memiliki kesadaran akan pentingnya

pembinaan. Dari pembinaan yang diberikan Rutan, narapidana mampu

menyerap nilai positif dengan harapan tidak mengulangi kembali tindak pidana.

Lebih dari pada itu, melalui pembinaan akan mengubah narapidana residivis

menjadi sosok pribadi yang bermoral.

Hal tersebut relevan dengan pendapat C.I Harsono (1995: 36)

mengatakan bahwa:

Narapidana subyek sekaligus obyek yang akan menerima pembinaan selama berada di lembaga pemasyarakatan sebab pembinaan yang terbaik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 224: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

206

bagi keberhasilan narapidana dalam menjalani pidana dan dapat kembali ke masyarakat serta tidak mengulangi perbuatannya adalah pembinaan yang berasal dari dalam diri narapidana itu sendiri. Artinya narapidana perlu membina dirinya sendiri dengan merubah diri. Adanya kemauan dan kesadaran dalam diri narapidana sangat menentukan keberhasilan pembinaan.

2) Peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan pembinaan

Peraturan perundang-undangan sangat mendukung pelaksanaan

pembinaan moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta. Misalnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1999 tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dengan peraturan tersebut, akan mempermudah pihak Rutan dalam menyusun

program pembinaan bagi narapidana khususnya residivis. Selain itu juga,

Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 tahun 1999 tentang Kerja Sama

Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah ini memberikan peluang kepada

instansi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan dan perorangan untuk ikut

berperan aktif dalam membina narapidana menjalin kerja sama baik bersifat

fungsional maupun kemitraan guna melaksanakan program pembinaan dan

pembimbingan tertentu. Kemudian, Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan

No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal Asimilasi tidak Diberikan Kepada

Narapidana Penipuan, Psikotropika dan Kasus Terorisme. Peraturan ini

diterapkan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta guna mempermudah

pelaksanaan pembinaan. Dengan peraturan ini sebagai dasar peniadaan tahapan

asimilasi bagi narapidana residivis sebagai alasan keamanan.

3) Sarana dan prasarana yang menunjang

a) Pembina Rutan dan sarana personil yang memadai

Pembina pemasyarakatan menjadi faktor yang penting dalam

pelaksanaan pembinaan moral bagi narapidana residivis. Hal tersebut

disebabkan pembina sebagai fasilitator dalam menyampaikan materi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 225: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

207

pembinaan dan sekaligus sebagai teladan yang baik bagi narapidana

residivis untuk mewujudkan pribadi narapidana yang terdidik secara moral.

Guna mendukung kelancaran pembinaan, Rutan juga menambah sarana

personil seperti seperti ustad, pastur dan tamping.

Hal tersebut relevan dengan pendapat C.I Harsono (1995: 73)

Petugas atau pembina merupakan komponen utama

dalam menunjang keberhasilan pembinaan. Petugas pemasyarakatan

mempunyai tugas pokok membina narapidana. Tanpa bantuan orang lain,

petugas pemasyarakatan tetap harus menjalin kerja sama sebagai pembina

narapidana

b) Dana atau keuangan yang menunjang kegiatan program pembinaan

Dana atau keuangan merupakan salah satu faktor pendukung

dalam pelaksanaan pembinaan. Dana diperoleh dari Rumah Tahanan Negara

Klas 1 Surakarta, bantuan dari pemerintah dan swasta ataupun bantuan dari

eks narapidana yang telah sukses. Biaya tersebut digunakan untuk

menompang biaya kegiatan dari masing-masing program pembinaan.

c) Fasilitas yang menunjang pelaksanaan pembinaan

Fasilitas yang disedikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta memperlancar proses pembinaan. Fasilitas berupa alat-alat,

tempat, dan barang-barang tertentu yang disediakan Rutan guna menunjang

kegiatan pembinaan.

Hal tersebut senada dengan pendapat C.I. Harsono (1995: 35)

dinyatakan bahwa,

memperlancar keberhasilan pembinaan. Sarana dan prasarana tersebut akan

memudahkan petugas untuk menyampaikan materi pembinaan sehingga

4) Motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma

negatif masyarakat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 226: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

208

Keluarga memilliki peran yang besar dalam memberikan motivasi

dan rasa percaya diri kepada narapidana residivis agar tidak stres ketika

mereka berhadapan dengan masyarakat luar. Stres yang berkepanjangan yang

dialami oleh narapidana residivis, mengakibatkan ketidakefektifan proses

pembinaan. Kedekatan di antara keduanya mempengaruhi kondisi kejiwaan

narapidana. Dalam kenyataan dilapangan keluarga dari narapidana residivis

kerap melakukan kunjungan ke Rutan untuk memberikan motivasi dan

dukungan moril kepada narapidana residivis. Hal tersebut dirasa cukup efektif

untuk memperlancar proses pembinaan moral bagi narapidana residivis.

Hal tersebut relevan dengan pendapat pendapat C.I. Harsono (1995:

67) mengatakan bahwa:

Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam pembinaan narapidana. Dalam sistem pemasyarakatan, muncul pentingnya hubungan keluarga dengan narapidana untuk memotivasi narapidana agar tidak stres selama di lembaga pemasyarakatan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka keluarga ikut serta membina narapidana dengan membangun kesadaran diri atau self development.

5) Pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung

Pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung sangat

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembinaan. Pengalaman pahit yang

dirasakan oleh pihak Rutan atas pelarian narapidana residivis agaknya menjadi

perhatian petugas Rutan dalam melakukan pengawasan dan keamanan yang

lebih baik pada saat proses pembinaan berlangsung. Pengawasan dilakukan

sebagai bentuk upaya meningkatkan kedisiplinan dalam diri narapidana dan

menyadarkan narapidana residivis agar mereka tidak malas dan semaunya

sendiri dalam mengikuti pembinaan.

Berdasarkan uraian mengenai faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan

pembinaan moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam membentuk

good citizen maka, ternyata tidak relevan dengan C.I Harsono ( 1995: -

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 227: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

209

faktor yang mendorong yang mendorong dan menghambat pembinaan narapidara

di lembaga pemasyarakatan antara lain meliputi narapidana, petugas atau pembina,

keluarga dan sarana fisik lembaga pemasyarakatan

menyebutkan bahwa, masih ada faktor lain yang dapat mendorong keberhasilan

pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bagi

narapidana residivis yang terkait dengan pembentukan good citizen yaitu peraturan

perundang-undangan, dana atau keuangan, dan pengawasan yang baik saat proses

pembinaan berlangsung.

b. Faktor Penghambat Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam

Membentuk Good Citizen di Rutan Klas 1 Surakarta

1) Perilaku narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan

Masih ditemukannya perilaku narapidana residivis yang tidak baik

saat mengikuti pembinaan yang ternyata menghambat pelaksanaan pembinaan

moral. Perilaku tersebut misalnya tidak mengikuti pembinaan dengan berpura-

pura karena alasan sakit, narapidana yang malas mengikuti pembinaan dan

tidur pada saat proses pembinaan berlangsung. Perilaku narapidana residvis

tersebut ternyata mempengaruhi narapidana lainnya untuk ikut-ikutan

melakukan hal demikian.

2) Perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana

residivis yang rendah

Faktor perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan

narapidana residivis yang rendah mempengaruhi terhambatnya pelaksanaan

pembinaan yang menyebabkan sulitnya pembina memberikan materi

pembinaan secara maksimal. Masih ditemukan narapidana residivis yang tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 228: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

210

mampu baca tulis atau buta huruf yaitu sebanyak 3 orang. Hal tersebut

dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah.

Berdasarkan uraian di atas ternyata, perilaku narapidana residivis yang

tidak baik saat mengikuti pembinaan dan perbedaan tingkat intelektual dan

latar belakang pendidikan narapidana residivis yang tidak sama dapat

menghambat pelaksanaan pembinaan moral. Kedua faktor tersebut merupakan

masalah yang berasal dari dalam diri narapidana. Hal tersebut relevan menurut

pendapat Romli Atmasasmita (1982: 15) mengatakan bahwa,

menghambat pelaksanaan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dapat

.

3) Terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembinaan

Sarana dan prasarana tersebut meliputi kurangnya sarana personil

(tenaga pengajar) dan kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program

pembinaan.

a) Kurangnya sarana personil dan kesibukan pembina Rutan

Salah satu yang menghambat pelaksanaan pembinaan moral di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang terkait dengan sarana

personil adalah kurangnya tenaga pengajar pada pembinaan kesadaran

agama seperti ustad, pastur, dan pembina kegiatan koor. Pada pembinaan

intelektual masih kekurangan tenaga pengajar seperti guru. Disisi lain, pada

pembinaan kemandirian terhambat oleh kesibukan pembina karena tidak

dapat mengisi pembinaan. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembinaan menjadi

tidak maksimal.

Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana atau Tahanan yang menyebutkan bahwa :

Kualitas dan kuantitas petugas yang kurang memadai akan menghambat pelaksanaan pembinaan Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi faktor

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 229: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

211

penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan atau ketertiban (Ismail Sholeh, 1990: 6).

b) Kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program pembinaan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyebutkan bahwa

kurangnya fasilitas menjadi penghambat pelaksanaan pembinaan. Hambatan

yang terkait dengan fasilitas di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

meliputi kurangnya peralatan atau kurangnya tempat yang terkait dengan

pelaksanan pembinaan. Misalnya dalam kegiatan pembinaan kesadaran

keagamaan islam masih harus menggunakan lapangan untuk kegiatan

ceramah sebab masjid tidak bisa menampungnya dan kurangnya fasilitas

berupa Al-Q Dalam kegiatan pembinaan intelektual

kendala terkait dengan sarana yaitu ruangan perpustakaan yang sempit,

kurangnya buku-buku bacaan, bangku dan kursi. Fasilitas untuk pembinaan

kemandirian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta masih kurang dari

segi jumlah dan kualitasnya seperti bahan baku tersebut meliputi: las, bahan

baku elektronik dan mebelair. Bahkan bahan baku juga diperoleh dari

narapidana sendiri.

Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana atau Tahanan Kekurangan sarana

dan fasilitas baik dalam jumlah maupun mutu telah menjadi penghambat

pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan

atau ketertiban (Ismail Sholeh, 1990: 6).

4) Belum ada peraturan tentang pola pembinaan khusus narapidana residivis.

Peraturan yang mengatur mengenai pola pembinaan khusus bagi

narapidana residivis tidak ada. Yang ada adalah pola pembinaan narapidana

secara umum (bukan residivis), sehingga dalam pelaksanaannya ditafsirkan

sama dengan pola pembinaan narapidana yang bukan residivis. Jika terdapat

pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis mungkin, pembinaan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 230: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

212

lembaga pemasyarakatan menjadi lebih efektif. Hal tersebut relevan menurut

pendapat Rom

menghambat pelaksanaan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan yaitu

masalah peraturan perundangan .

5) Stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis

Stigma negatif masyarakat menghambat pelaksanaan pembinaan

moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Masyarakat masih kerap

memberikan stigma negatif terhadap narapidana residivis yang masih

mengecap citra buruk sebagai mantan penjahat. Hal tersebut menyebabkan

hilangnya rasa percaya diri sehingga melakukan tindak pidana kembali.

Melihat kondisi demikian, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta harus

bekerja ekstra dalam memberikan pembinaan serta upaya mengembalikan rasa

percaya diri yang hilang dan citra buruk sebagai mantan penjahat.

Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau

Tahanan rhadap mantan narapidana

menghambat pelaksanaan pembinaan. Partisipasi masyarakat yang kurang perlu

juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat

masih eng (Ismail

Saleh, 1990: 6).

Berdasarkan faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan pembinaan

moral narapidana residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta maka, hal tersebut relevan dengan pendapat Romli

Atmasasmita (1982: 15) -faktor yang menghambat pembinaan narapidana

di lembaga pemasyarakatan meliputi: masalah peraturan perundangan, masalah

sarana personalia, sarana fisik lembaga pemasyara

Selanjutnya ditambahkan pula menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau

Tahanan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 231: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

213

lembaga pemasyarakatan yaitu sikap acuh keluarga narapidana, ketidakpercayaan

masyarakat terhadap mantan narapidana, kualitas dan kuantitas petugas

pemasyarakatan yang belum memadai, sarana dan prasarana yang kurang, serta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 232: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

214

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan di lapangan dan analisis yang

telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik suatu kesimpulan guna menjawab

perumusan masalah. Adapun kesimpulan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta hanya

sebatas pemahaman moral saja. Kenyataan di lapangan diketahui bahwa, meskipun

seluruh narapidana residivis memiliki pemahaman moral sangat baik yaitu

mencapai 90% dari 10 narapidana residivis namun, ditinjau dari perasaan moral

hanya mencapai 50% dari jumlah 10 orang narapidana residivis sebab hanya 5

orang saja yang telah memiliki perasaan moral yang baik sedangkan tindakan

moral mereka juga belum terbentuk. Hal tersebut diketahui dari pengulangan

tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis. Dari hasil penelitian

menyebutkan bahwa, tindak pidana terakhir yang dilakukan narapidana residivis

meliputi pencurian, penipuan, kekerasan, penggelapan dan pembunuhan. Diketahui

bahwa, ternyata narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

mengalami masalah moral sehingga melakukan pengulangan tindak pidana.

Penyebab narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana adalah faktor

intern seperti masalah kepribadian (emosi) dan juga faktor ekstern seperti

rendahnya ekonomi keluarga atau kemiskinan, kesempatan, sulitnya memperoleh

pekerjaan, lingkungan pergaulan yang buruk, dan pengaruh minuman keras.

2. Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta merujuk kepada Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau

Tahanan yang mengacu pada sistem pemasyarakatan. Pola pembinaan terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 233: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

215

narapidana residivis dilaksanakan di dalam Rutan dengan pemberian program

pembinaan kepribadian dan kemandirian. Hal tersebut nampak dalam tahapan

pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana residivis, metode pembinaan yang

meliputi: a. Metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan

dengan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach), b. Metode pembinaan

dengan pendekatan dari bawah ke atas (botton up approach), c. Metode pembinaan

perorangan (individual treathment). d. Metode pembinaan secara kelompok

(classical treatment), e. Metode pembinaan dengan pendekatan latihan fisik.

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah melaksanakan

pembinaan moral berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan yang

mengacu pada sistem pemasyarakatan, namun nampaknya pembinaan moral

terhadap narapidana residivis yang sesuai dengan tujuan pemasyarakatan dikatakan

tidak berhasil. Hal tersebut diketahui bahwa sebesar 70 % dari 10 narapidana

residivis tidak terdidik sebagai pribadi yang bermoral yang ditinjau dari kesadaran

moral dan tindakan moral mereka. Dari 10 narapidana residivis yang mempunyai

kesadaran moral hanya 4 orang (40%) sedangkan ditinjau dari tindakan moral

hanya 2 orang (20%). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, narapidana

residivis yang belum memiliki kesadaran moral selama pembinaan berlangsung

misalnya mengikuti pembinaan moral karena ikut-ikutan, mengikuti pembinaan

moral karena perintah dari pembina Rutan dan alasan mengikuti pembinaan

kesadaran hukum atau kesadaran agama islam karena mengisi waktu luang dari

pada menganggur. Sedangkan dari segi tindakan moral adalah narapidana residivis

belum menunjukkan perilaku yang baik selama mengikuti pembinaan yaitu malas,

membuat gaduh saat mengikuti pembinaan, mengobrol sendiri, berkelahi, tidur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 234: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

216

saat mengikuti pembinaan, pura-pura sakit sehingga tidak mengikuti pembinaan,

bahkan berusaha melarikan diri dari Rutan. Selain itu, ditinjau juga dari

meningkatnya pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana residivis

di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta selama kurun waktu 2010-2011.

Hampir semua narapidana residivis melakukan pengulangan tindak pidana padahal

mereka sebelumnya telah mendapatkan pembinaan moral selama di Rumah

Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jika dikaitkan dengan tujuan akhir dari

pembinaan berdasarkan pemasyarakatan yaitu narapidana residivis mampu

memperbaiki diri, menyadari kesalahan dan menjadi warga negara yang baik

(good citizen) dan bermoral nampaknya tidak terealisasi.

3. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terkait

pembentukan good citizen adalah sebagai berikut:

f. Faktor pendorong pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam

membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi:

1) Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan, 2) Peraturan

perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan pembinaan, 3) Sarana dan

prasarana yang menunjang seperti pembina pemasyarakatan dan sarana personil

yang memadai, dana atau keuangan yang menunjang kegiatan program

pembinaan, dan fasilitas yang menunjang pelaksanaan pembinaan, 4) Motivasi

dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma negatif

masyarakat, dan 5) Pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung.

g. Faktor penghambat pembinaan moral terhadap narapidana residivis dalam

membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi:

1) Perilaku narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan, 2)

Perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana

residivis yang rendah, 3). Terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 235: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

217

kegiatan pembinaan seperti kurangnya sarana personil dan kesibukan pembina

pemasyarakatan serta kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program

pembinaan, 4) Belum ada peraturan tentang pola pembinaan khusus narapidana

residivis, dan 5) Stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis.

B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan di atas,

ternyata dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut:

1. Meskipun pemahaman moral narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta dikatakan sangat baik namun hanya sebagian narapidana residivis yang

memiliki perasaan moral sedangkan tindakan moral mereka belum terbentuk sebab

masih melakukan pengulangan tindak pidana maka narapidana residivis belum

dikatakan bermoral. Hal tersebut berarti moral narapidana residivis hanya sebatas

pada pemahaman moral saja. Jika moral narapidana residivis hanya sebatas pada

pengetahuan moral maka sulit terbentuk tindakan moral sehingga kecenderungan

terjadinya pengulangan tindak pidana oleh narapidana residivis akan tetap terjadi

sebab orang dikatakan bermoral apabila dari pengetahuan moral yang dimilikinya

dapat dipalikasikan dalam tindakan moral.

2. Pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta dikatakan tidak berhasil membentuk good citizen sebab

hampir seluruh narapidana residivis belum terbentuk sebagai pribadi yang terdidik

secara moral yaitu belum menunjukkan kesadaran diri selama mengikuti

pembinaan, masih ditemukan perilaku narapidana residivis yang tidak baik, dan

masih terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan narapidana residivis.

Melihat kondisi tersebut maka pembinaan yang sesuai dengan tujuan

pemasyarakatan tidak dapat terwujud.

3. Karena dalam pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengalami beberapa kendala (faktor

penghambat) mengakibatkan ketidakefektifan perbaikan moral narapidana

residivis sehingga sulit terbentuk good citizen.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 236: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

218

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti

dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Setelah mengetahui bahwa moral sebagian narapidana residivis hanya sebatas pada

pemahaman moral saja maka narapidana residivis perlu mengasah pengetahuan

moral sehingga terbentuk tindakan moral yaitu rutin mengikuti pembinaan

khsususnya pembinaan kepribadian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

2. Setelah mengetahui bahwa pelaksanaan pembinaan moral di Rumah Tahanan

Negara Klas 1 Surakarta tidak berhasil membentuk narapidana residivis menjadi

pribadi yang bermoral sehingga arah pembentukan warga negara yang baik (good

citizen) menjadi tidak tercapai. Oleh sebab itu, peneliti memberikan saran-saran

sebagai berikut:

a. Bagi narapidana residivis hendaknya segera menyadari kesalahan dengan cara

lebih mendekatkan lagi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan begitu, maka

kemungkinan untuk melakukan tindak pidana sangat kecil sebab takut dosa.

b. Pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

1) Perlu mendatangkan seorang psikiater yang profesional atau ahli spiritual

agama yang dapat membantu narapidana residivis untuk memecahkan

permasalahan dalam dirinya khususnya berkaitan dengan kondisi kejiwaan

atas kemungkinan terjadinya depresi atau masalah moral yang tidak dapat

diatasi oleh narapidana residivis sendiri. Dengan demikian, akan dapat

ditemukan solusi atau jalan keluarnya.

2) Pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta perlu membuat penempatan

khusus untuk pelaksanaan pembinaan moral bagi narapidana residivis agar

disendirikan dengan narapidana lain.

3) Pihak Rutan perlu melakukan monitoring terkait pelaksanaan pembinaan

moral sejak narapidana residivis menerima program pembinaan moral

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 237: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

219

sampai berakhirnya pelaksanaan pembinaan moral tersebut. Dengan

demikian, narapidana residivis akan memperoleh pengetahuan moral yang

baik sebab hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat kematangan

perkembangan moral mereka.

4) Pihak Rutan perlu mencoba menerapkan sebuah model pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan yang inovatif dan menyegarkan bagi warga

binaan pemasyarakatan dimana model pembelajaran tersebut terintegrasi

dalam materi pembinaan moral sebab mengingat tujuan pendidikan

kewarganegaraan adalah membentuk masyarakat Indonesia menjadi warga

negara yang baik (good citizen).

5) Meningkatkan kerja sama dengan pihak instansi baik pemerintah maupun

swasta untuk menyalurkan narapidana agar dapat dipekerjakan sesuai

dengan bidang keahlian atau keterampilan yang dimiliki sebab masalah

pengulangan tindak pidana terletak pada ekonomi rendah dan sulitnya

narapidana memperoleh pekerjaan. Dengan mereka bekerja maka

memperkecil kemungkinan melakukan tindak pidana kembali.

c. Bagi pemerintah

1) Perlu dibuatkan kurikulum pendidikan moral yang secara khusus diterapkan

dalam lembaga pemasyarakatan.

2) Mengeluarkan kebijakan khusus tentang pola pembinaan bagi narapidana

residivis.

3) Hasil penelitian menyatakan bahwa, sebagian besar narapidana residivis di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta melakukan pengulangan tindak

pidana karena faktor ekonomi dan sulitnya memperoleh pekerjaan. Oleh

karena itu, pemerintah seharusnya memberikan dan memperluas lapangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 238: digilib.uns.ac.id/Pembinaan-Moral-Narapidana...ii PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA RESIDIVIS DALAM MEMBENTUK GOOD CITIZEN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS 1 SURAKARTA Oleh ROSIANA RAHAYU K6407011

220

pekerjaan khususnya kepada eks narapidana residivis agar bekal

keterampilan yang diperoleh selama di Rumah Tahanan Negara Klas 1

Surakarta dapat bermanfaat sehingga frekuensi pengulangan tindak pidana

akan berkurang.

d. Bagi mahasiswa hendaknya ikut berpartisipasi aktif dalam hal pengabdian

masyarakat, misalnya mengajarkan materi pendidikan moral di lembaga

pemasyarakatan atau ikut berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan-

penyuluhan baik yang dilakukan oleh aparat hukum atau lembaga masyarakat.

e. Bagi masyarakat hendaknya memberikan kesempatan kepada narapidna

residivis yang telah kembali ke dalam masyarakat dengan mellibatkan mereka

dalam kegiatan kemasyarakatan atau organisasi tertentu serta menerima

keberadaan mereka kembali dengan mambuang stigma dan asumsi negatif

tentang narapidana residivis sebagai mantan penjahat sehingga mereka dapat

menjalankan fungsi sosial sebagai anggota masyarakat.

3. Setelah mengetahui bahwa dalam pelaksanaan pembinaan moral terhadap

narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengalami

beberapa kendala (faktor penghambat) sehingga sulit terbentuk good citizen maka,

petugas dan pembina Rutan perlu meminimalisir faktor penghambat tersebut yaitu

menambah tenaga pengajar khusus untuk membimbing narapidana residivis yang

buta huruf dan tidak bisa baca tulis, menjalin kerjasama dengan instansi yang

terkait dengan penerangan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk

meminimalisir stigma negatif dari masyarakat, dan pembina Rutan lebih mengasah

kembali pengetahuan yang sesuai dengan disiplin ilmu misalnya dengan

menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user