pemberian ekstrak jintan hitam (nigella sativa) pada ... · sel tulang. diferensiasi dapat dilihat...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA
KULTUR IN VITRO SEL TULANG TIKUS (Rattus norvegicus)
FITRI SUSANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Ekstrak
Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus
norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Fitri Susana
NIM B04100030


ABSTRAK
FITRI SUSANA. Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In
Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO
dan WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Nigella
sativa terhadap proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus yang ditumbuhkan
secara kultur in vitro. Kultur dilakukan pada sel tulang tikus berumur lima hari
dalam dulbecco’s modified eagle’s medium (DMEM). Penelitian terdiri atas tiga
perlakuan yakni kontrol (mDMEM), dan dua konsentrasi NS: mDMEM + NS
0.05% dan mDMEM + NS 0.5%. Parameter yang diamati adalah konsentrasi sel,
persentase sel, dan diameter osteoblas serta osteosit. Komposisi osteoblas dan
osteosit ditentukan berdasarkan pengamatan morfologi dengan menggunakan
mikroskop setelah diwarnai dengan Alizarin red. Data dianalisis menggunakan
analisis varians dan uji Duncan. Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian
ekstrak Nigella sativa pada konsentrasi 0.05% dan 0.5% menurunkan nilai
population doubling time (PDT) secara signifikan (p<0.05) dibandingkan kontrol.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Nigella sativa dapat meningkatkan proliferasi
sel tulang. Diferensiasi dapat dilihat dengan adanya peningkatan diameter
osteoblas (p<0.05), meskipun persentase osteoblas dan osteosit tidak berbeda
secara nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan. Meskipun demikian, nilai
persentase dan diameter osteoblas dan osteosit pada konsentrasi NS 0.05% dan
0.5% menunjukkan peningkatan dibandingkan kontrol. Pemberian ekstrak Nigella
sativa dalam medium kultur dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel
tulang.
Kata kunci: diferensiasi, Nigella sativa, osteoporosis, proliferasi, sel tulang
ABSTRACT
FITRI SUSANA. Enrichment of Black Seed (Nigella sativa) Extract in In Vitro
Culture of Rat (Rattus norvegicus) Bone Cells. Supervised by ARIEF
BOEDIONO and WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS
The aims of this study are to examine the proliferation and differentiation of
rat bone cells after in vitro culture in medium supplemented by Nigella sativa
extract. The cultures has been conducted of five days old rat (Rattus norvegicus)
bone cells in dulbecco’s modified eagle’s medium (DMEM). The experiment was
set in three groups of treatment, consisted of control (mDMEM), and two
concentrations of Nigella sativa (NS) extracts: mDMEM + NS 0.05% and
mDMEM + NS 0.5 %. The parameters observed were cells concentration,
percentage, and diameter of osteoblasts and osteocytes. Osteoblast and osteocyte
were determined based on morphology after Alizarin red staining. Data were
analyzed using statistical ANOVA and Duncan test. The results showed that
Nigella sativa extract at concentration of 0.05% and 0.5% increased the bone cells
proliferation (p<0.05). Differentiation could be seen with an increase in the

diameter of osteoblasts (p<0.05), although the percentage of osteoblasts and
osteocytes were not significantly different (p>0.05) between treatment groups.
Nevertheless, the percentage value and the diameter of osteocytes at concentration
of NS 0.05 % and NS 0.5 % showed an increase compared to the control. In
conclusion, addition of Nigella sativa extract in the culture medium could increase
the osteoblasts and ostocytes proliferation also differentiation rate of bone cells.
Keywords: bone cells, differentiation, Nigella sativa, osteoporosis, proliferation

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA
KULTUR IN VITRO SEL TULANG TIKUS (Rattus norvegicus)
FITRI SUSANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul skripsi : Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In
Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus)
Nama : Fitri Susana
NIM : B04100030
Disetujui oleh
Prof Drh Arief Boediono, PhD PAVet(K)
Pembimbing I
Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi PAVet
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah kultur in
vitro, dengan judul Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In
Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Drh Arief Budiono, PhD
PAVet(K) dan Ibu Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi PAVet selaku
pembimbing, serta Ibu Dr Drh Ita Djuwita, MPhil PAVet(K) (Alm.) dan Bapak Drh
Kusdiantoro Mohamad, MSi PAVet yang telah banyak memberikan saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mas Wahyu selaku staf
Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Mbak Devi, Mbak Ria, dan teman-teman peneliti
di Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB: Deni, Fatimah, Ijah,
Juju, Mas Boy, Putri atas bantuan dan kerjasama selama penelitian ini berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, alak, cikwo,
ayuk, adek, empat bidadari kecil, dan keluarga besar atas doa, dukungan, dan
kepercayaannya. Tak lupa ucapan terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta:
Susan, Etri, Nindi, Riena; keluarga SQ, keluarga SUIJI, Acromion, alumni SMAN1
Muaradua, yayasan KSE, serta seluruh teman-teman atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Fitri Susana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang 2
Perkembangan Tulang 2
Jintan Hitam (Nigella sativa) 3
Kultur In Vitro 4
METODE
Waktu dan Tempat 5
Bahan 5
Alat 5
Tahapan dan Prosedur Kerja 5
Evaluasi Hasil Kultur Sel Tulang 6
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
SIMPULAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Simpulan 12
Ucapan Terimakasih 12
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL
1 Komposisi biji jintan hitam 4 2 Population Doubling Time (PDT) sel tulang yang tumbuh dalam
kultur yang diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 8 3 Persentase osteoblas dan osteosit yang tumbuh dalam kultur yang
diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 10 4 Diameter osteoblas dan osteosit yang tumbuh dalam kultur yang
diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 11
DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi osteoblas dan osteosit yang telah diwarnai Alizarin red 9


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat
penyokong, perlekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral. Jaringan ini
dilengkapi dengan rigiditas atau kekakuan, kekuatan yang sangat besar, serta
elastisitas yang terbatas. Tulang terdiri atas material interseluler terkalsifikasi,
matriks tulang, dan tiga tipe sel yaitu osteosit yang dapat ditemukan di ruang
(lakuna) diantara matriks, osteoblas yang merupakan tempat sintesis komponen
organik dari matriks, serta osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear
yang terlibat dalam proses reabsorpsi dan pembentukan jaringan tulang (Junqueira
dan Carneiro 2005).
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tulang, antara lain osteoporosis,
osteomalasia, dan riketsia. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang
ditandai dengan kepadatan tulang yang rendah dan kerusakan jaringan tulang pada
struktur mikro tulang yang menyebabkan terjadinya kerapuhan pada tulang (WHO
2003). Osteoporosis umumnya terjadi pada individu dewasa, terutama pada wanita
pascamenopause. Osteomalasia dan riketsia terjadi akibat defisiensi kalsium per
unit dari matriks tulang sehingga kalsifikasi tulang terganggu. Riketsia terjadi
pada individu muda, sedangkan osteomalasia terjadi pada individu dewasa (Ott
2002).
Kepadatan tulang sangat ditentukan oleh keutuhan mikroarsitektur tulang
sebagai hasil keseimbangan antara proses remodeling tulang (proses pembentukan
tulang) dan reabsorpsi tulang. Kepadatan tulang yang didapat selama masa
pertumbuhan merupakan faktor yang menentukan terjadinya kasus osteoporosis di
kemudian hari. Individu dengan kepadatan tulang yang tinggi pada masa
pertumbuhan sampai masa pramenopause akan terhindar dari osteoporosis pada
masa pascamenopause (Compston et al. 1993).
Parhizkar et al. (2011) menyatakan bahwa jintan hitam (Nigella sativa)
memiliki aktivitas estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda
menopause sehingga dapat digunakan sebagai terapi alternatif pengganti hormon.
Pencegahan osteoporosis dengan mengonsumsi Nigella sativa diharapkan mampu
menginduksi proliferasi dan diferensiasi sel tulang, serta meningkatkan aktivitas
estrogenik sehingga kepadatan tulang akan meningkat dan kejadian osteoporosis
dapat dihindari.
Perumusan Masalah
Jintan hitam (Nigella sativa) atau dikenal luas dengan nama habatussauda
telah banyak dikonsumsi masyarakat karena dipercaya memiliki berbagai khasiat.
Sebagian masyarakat percaya bahwa jintan hitam adalah obat dari semua jenis
penyakit dan baik dikonsumsi pada masa pertumbuhan. Efek pemberian jintan
hitam pada sel tulang tikus muda (prapubertas) secara in vitro belum diketahui
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek ekstrak jintan hitam
terhadap proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus secara in vitro.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Nigella
sativa terhadap proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus secara in vitro pada
beberapa konsentrasi ekstrak Nigella sativa 0.05% dan 0.5%.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kemampuan
sel tulang tikus mengalami proliferasi dan diferensiasi dalam medium dengan dan
tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa yang diharapkan dapat berguna untuk
mengatasi gangguan pada tulang.
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang
Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai
pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ-organ internal, serta
tempat penyimpanan mineral (kalsium-fosfat). Proses pembentukan tulang disebut
dengan osifikasi. Proses osifikasi terjadi pada masa perkembangan fetus (prenatal)
dan setelah individu lahir (postnatal). Pada tulang panjang perkembangan terjadi
sampai individu mencapai dewasa (Djuwita et al. 2012).
Secara makroskopis tulang tersusun atas beberapa bagian, yakni diafise,
epifise, metafise, tulang rawan artikular, periosteum, ruang medular, dan osteum.
Secara mikroskopis tulang terbentuk atas tiga jenis sel tulang, matriks
ekstraselular tulang, dan saluran-saluran yang tersusun secara sempurna dan
kompak (Djuwita et al. 2012). Tiga jenis sel utama penyusun tulang yaitu
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berasal dari sel pluripoten mesenkim
dan menyimpan osteoid, yakni matriks organik yang tidak termineralisasi pada
tulang. Osteoblas berfungsi untuk menginisiasi dan mengontrol proses
mineralisasi osteoid (Kierszenbaum 2002). Ketika aktivitas sintesis matriks
berhenti dan osteoblas telah memasuki matriks tersebut maka osteoblas berubah
nama menjadi osteosit.
Beberapa osteoblas akan dikelilingi matriks dan menjadi osteosit. Osteosit
berada di dalam lakuna dan hanya satu osteosit yang dijumpai dalam dalam satu
lakuna. Proses metabolisme sitoplasma dalam matriks tulang dibantu melalui
pejuluran kanalikuli yang berbentuk silindris dan kecil (Junqueira dan Carneiro
2005).
Perkembangan Tulang (Osteogenesis)
Proses pembentukan tulang disebut osteogenesis atau osifikasi. Osifikasi
(osteogenesis) berdasarkan asal embriologisnya terdapat dua jenis, yaitu osifikasi
intramembran yang terjadi pada sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi

3
osteoblas di pusat osifikasi secara langsung, tanpa pembentukan kartilago terlebih
dahulu, dan osifikasi endokondral yaitu mineralisasi jaringan tulang yang
dibentuk melalui pembentukan kartilago terlebih dahulu (Leeson et al. 1996;
Junqueira dan Carneiro 2005).
Osifikasi intramembran merupakan proses perkembangan tulang yang
terjadi secara langsung. Selama osifikasi intramembran, sel mesenkim
berproliferasi ke dalam area yang memiliki vaskularisasi yang tinggi pada
jaringan penghubung embrionik dalam pembentukan kondensasi sel atau pusat
osifikasi primer (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Sel ini akan
mensintesis matriks tulang pada bagian periperal dan sel mesenkimal berlanjut
untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Setelah itu, tulang akan dibentuk kembali
dan semakin digantikan oleh tulang lamela matang atau dewasa. Proses osifikasi
ini merupakan sumber pembentukan tulang pipih, salah satu diantaranya yaitu
tulang pipih kepala. Pada awal perkembangan tulang pipih atap kepala, tulang
yang baru dibentuk diendapkan pada pinggir dan permukaan tulang tersebut.
Semua tulang di dalam tubuh selain tulang pipih, dibentuk melalui proses
osifikasi endokondral. Proses ini terjadi secara tidak langsung yaitu melalui
pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu dan kemudian mengalami
penggantian menjadi tulang dewasa. Pada proses pertumbuhan tulang panjang
akan terbentuk pusat osifikasi primer dimana penulangan pertama kali terjadi
yaitu proses dimana kartilago memanjang dan meluas melalui proliferasi
kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Setelah pembentukan tersebut, kondrosit
di daerah sentral kartilago mengalami proses pemasakan menuju hipertropik
kondrosit (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Setelah pusat
osifikasi primer terbentuk maka rongga sumsum mulai meluas ke arah epifise.
Perluasan rongga sumsum menuju ke ujung-ujung epifisis tulang rawan dan
kondrosit tersusun dalam kolom-kolom memanjang pada tulang dan tahapan
berikutnya pada osifikasi endokondral berlangsung pada zona-zona pada tulang
secara berurutan (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).
Jintan Hitam (Nigella sativa)
Tanaman Nigella sativa merupakan salah satu spesies dari genus Nigella
yang memiliki kurang lebih 14 spesies tanaman yang termasuk dalam famili
Ranunculaceae. Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan, Afrika Utara, dan Asia
Selatan. Kandungan kimia jintan hitam antara lain: thymoquine,
thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine,
nigellimine-N-oxide dan α-hedrin (Al-Jabre et al. 2003). Sedangkan menurut
Suryo (2010) kandungan biji jintan hitam antara lain: minyak atsiri, minyak lemak,
saponin, polifenol, nigelin (zat pahit), nigellone, dan thymoquinone. Kandungan
tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa
fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat
pembentuk rasa. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam
tersaji pada Tabel 1.

4
Tabel 1 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam Komposisi Jumlah (μg/gr)
Total tokoferol 340 ± 8,66
α-tokoferol 40 ± 10,00
β-tokoferol 50 ± 15,00
γ-tokoferol
Total polifenol
250 ± 13,00
1744 ± 10,60
Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)
Berbagai manfaat dapat dirasakan dengan mengkonsumsi jintan hitam,
antara lain jintan hitam mampu menstimulasi sumsum tulang dan sel imun,
mampu melindungi sel normal dari kerusakan oleh agen penyakit, serta
peningkatan total jumlah sel darah dan diferensiasinya (Meral et al. 2004). Fungsi
lain dari Nigella sativa adalah dapat meningkatkan kesehatan tubuh, menyediakan
energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan pencernaan,
memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat
gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan jumlah sperma,
antihelmintik, meredakan bronchitis dan batuk, menurunkan demam, iritasi kulit,
serta dapat meningkatkan pengeluaran susu ibu (Agrawala et al. 1971).
Jintan hitam diketahui memiliki berbagai macam khasiat antara lain anti
bakteri, anti jamur, anti kanker, antioksidan, antiparasit, analgesik, anti koagulan,
dan juga agen hipoglikemik (Salama dan Raaga 2010). Aktivitas antimikroba
jintan hitam berasal dari kandungan zat aktifnya yaitu thymoquinone dan
longifolene. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa thymoquinone dan
longifolene mempunyai efek antibakteri terhadap S. aureus dengan nilai IC50
1.8μM (0.3μg/ml) dan 3.0 μM (0.6 μg/ml) (Bourgou et al. 2010). Thymoquinone
juga dilaporkan mempunyai efek sinergi dengan streptomycin dan gentamycin.
Kultur In Vitro
Kultur sel didefinisikan sebagai teknik untuk menumbuhkan dan
memelihara sel-sel dari organisme multisel di luar tubuh dengan menggunakan
wadah khusus yang ditempatkan pada kondisi lingkungan menyerupai kondisi
tubuh, seperti temperatur, kelembaban, nutrisi, dan kondisi bebas kontaminasi.
Menurut Butler (2004) riset kultur sel asal hewan memiliki beberapa tujuan,
antara lain: mengetahui fisiologi normal atau proses biokimia yang terjadi di
dalam sel, misalnya metabolisme sel, menguji pengaruh senyawa kimiawi ataupun
obat pada tipe sel yang spesifik, misalnya senyawa metabolit, hormon, senyawa
toksik, senyawa mutagenik, dan lain-lain. Kultur sel juga berfungsi untuk
mempelajari kombinasi variasi tipe sel sehingga menghasilkan jaringan buatan,
seperti menghasilkan jaringan buatan serta mensintesis produk biologis bernilai
pada kultur sel skala besar.
Menurut Halim et al. (2010) untuk keberhasilan suatu kultur in vitro, maka
komponen-komponen utama perlu diperhatikan, antara lain medium, serum,
antibiotik, dan faktor pertumbuhan. Medium berperan penting untuk menciptakan
suatu kondisi lingkungan yang memiliki pH, tekanan osmotik, dan faktor
pendukung lainnya yang dapat membantu pertumbuhan sel untuk tumbuh dan
berkembang. Serum berperan penting sebagai sumber nutrisi sel untuk tumbuh

5
dan berkembang. Antibiotik dan anti jamur diperlukan untuk menghindari
kontaminasi mikroorganisme yang dapat mengganggu pertumbuhan dan mampu
bersifat patogen jika diperuntukkan untuk terapi. Faktor pertumbuhan dapat
ditambahkan untuk menginduksi pertumbuhan, mempertahankan pluripotensi,
atau merangsang terjadinya diferensiasi, maka.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli
2014 di Laboratorium Embriologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi,
Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain anak tikus (Rattus norvegicus)
strain Sprague Dawley (SD) umur lima hari. Serbuk jintan hitam (kapsul Kurma
Ajwa®
100% jintan hitam), medium kultur DMEM yang dimodifikasi dengan
penambahan asam amino non-esensial (NEAA Sigma, USA), new born calf
serum (NBCS Sigma, USA), NaHCO3 (Sigma, USA), insulin transferring
selenium (ITS Sigma, USA), pewarna Alizarin red, alkohol 70%, Dubelcco
Phosphate Buffered Saline (DPBS Sigma, USA), preparat ketamin serta xylazin,
dan gentamycin.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting bedah, pinset,
mortar beserta penggerus, timbangan digital, micropipet, incubator, laminar air
flow (clean bench), mikroskop manipulator Olympus Ix70-S8F2 yang dilengkapi
dengan kamera tuscen 3.0 MP, cawan petri, gelas obyek, gelas penutup,
mikrofilter 0.22 µm, spoit 1 mL dan 10 mL, gelas ukur, gelas piala, improved
haemositometer Neubaeur, counter, centrifuge rotor fixed, hot plate, dan vortex.
Tahapan dan Prosedur Kerja
Persiapan Ekstrak jintan hitam (Nigella sativa)
Pembuatan ekstrak Nigella sativa dilakukan dengan cara menggerus serbuk
jintan hitam menggunakan mortar hingga halus, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung kaca. Larutan jintan hitam dibuat dengan cara mendididihkan masing-
masing 0.01 g/mL dan 0.1 g/mL jintan hitam dalam aquabides dan dihomogenkan
menggunakan pipet. Setelah homogen, larutan difilter dengan menggunakan
membran filter berukuran 0.22 µm dan siap untuk digunakan.

6
Persiapan Cawan Petri
Cawan petri steril dilapisi gelatin 0.1% (Sigma, USA) sebanyak 1 mL
dengan menggunakan mikro pipet kemudian didiamkan selama satu jam. Setelah
satu jam gelatin dibuang kemudian cawan petri dibilas menggunakan dulbecco
phosphate saline buffered (DPBS) yang telah ditambahkan Gentamycin 50 µg/mL.
Cawan petri didiamkan selama 5 menit hingga kering. Medium kultur dulbecco
modified eagle medium (DMEM) yang ditambahkan NaHCO3 1%, non-essential
amino acids (NEAA) 1%, gentamycin 50 µg/mL, neonatal calf bovine serum 10%,
dan isulin transferrin selenium (ITS) yang mengandung 5 µg/mL insulin, 10
µg/mL transferin, 5 µg/mL selenium dimasukkan ke dalam cawan petri masing-
masing sebanyak 2 mL. Sebagai perlakuan ke dalam cawan petri 1 dan 2 masing-
masing ditambahkan esktrak Nigella sativa dengan konsentrasi 0.05% dan 0.5%
ke dalam medium masing-masing sebnyak 100 µL/2 mL medium.
Isolasi dan Kultur Sel Tulang
Tikus (Rattus norvegicus) umur lima hari dikorbankan dengan cara
dieuthanasi dengan preparat ketamin-xylazin kemudian didislokasi servikalis
(cervicalis dislocation). Sel tulang diisolasi dari tulang femur, tibia, dan fibula.
Sumsum tulang dibersihkan dengan cara diflushing. Tulang dicacah hingga halus
menggunakan blade dan disuspensi di dalam mPBS. Suspensi tulang
disentrifugasi dengan kecepatan 200 G selama 10 menit, sentrifugasi ini dilakukan
dengan mPBS sebanyak empat kali dan mDMEM sebanyak satu kali. Sebelum
dikultur, jumlah sel dihitung menggunakan hemositometer. Sel dengan
konsentrasi 1 x 104
sel/mL dalam 100 µL dimasukkan ke dalam cawan petri yang
telah berisi medium sebanyak 2 mL. Setiap kultur dilakukan rangkap dua, terdiri
dari cawan petri yang dialasi cover glass sebagai tempat perlekatan sel dan yang
tidak dialasi cover glass. Kultur diinkubasi di dalam inkubator CO2 5% pada suhu
37 °C. Medium mDMEM diganti setiap 2 hari sekali sebanyak 2 mL setiap
penggantian. Perlakuan diberikan dimulai sejak kultur hari ke-2, 4, dan 6.
Pewarnaan Osteosit dan Osteoblas
Identifikasi jumlah dan diameter sel-sel tulang yang dikultur dilakukan
secara pengamatan morfologi setelah sel diwarnai dengan pewarnaan Alizarin red
(Kiernan 1990). Setelah hari ketujuh, sel difiksasi dengan glutaraldehid 2.5%
selama 48 jam pada suhu 4 °C. Selanjutnya sel dicuci dengan mPBS pH 4.2 dan
diwarnai dengan larutan Alizarin red. Sel diinkubasi pada suhu 37 °C selama dua
jam lalu dicuci dengan PBS sebanyak dua kali, kemudian sel diamati dengan
mikroskop.
Evaluasi Hasil Kultur Sel Tulang
Evaluasi hasil kultur sel tulang dilakukan dengan mengukur population
doubling time (PDT) untuk mengetahui tingkat proliferasi serta menghitung
jumlah dan diameter osteoblas dan osteosit untuk mengidentifikasi tingkat
diferensiasi sel tulang.

7
Population Doubling Time (PDT)
Population doubling time (PDT) ditentukan dengan menghitung jumlah sel
pada saat sebelum dikultur dan setelah dikultur hari ketujuh. Penghitungan
dilakukan pada sel yang telah terdisosiasi dengan menggunakan improved
hemositometer Neubauer dengan rumus: Total sel = jumlah sel pada 5 kotak x
faktor pengenceran x 104.
Selanjutnya PDT dihitung dengan menggunakan rumus menurut Davis
(2011):
PDT= 1
(log jumlah sel akhir- log jumlah sel awal) x 3.32
Waktu (hari)
Pengukuran persentase Osteosit dan Osteoblas
Penghitungan persentase osteoblas dan osteosit dilakukan menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 40 x 10. Penghitungan dilakukan terhadap 100 sel
osteoblas dan osteosit yang diamati dan dilakukan masing-masing sebanyak tiga
kali ulangan.
Pengukuran diameter Osteosit dan Osteoblas
Pengukuran diameter osteoblas dan osteosit dilakukan pada 10 osteoblas
dan 10 osteosit dari masing-masing perlakuan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan mikrometer eyepiece pada pembesaran 40 x 10. Masing-
masing penghitungan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan terdiri atas kontrol negatif (mDMEM), dan dua konsentrasi jintan
hitam (Nigella sativa) yaitu 0.05% dan 0.5%. Masing-masing kelompok perlakuan
memiliki tiga kali ulangan. Parameter yang diamati yaitu tingkat proliferasi
population doubling time (PDT), persentase osteoblas dan osteosit, serta diameter
osteoblas dan osteosit. Data PDT, jumlah osteoblas dan osteosit, serta diameter
osteoblas dan osteosit dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)
Nilai PDT pada kontrol adalah 2.54 ± 0.28 hari, sedangkan nilai PDT pada
pemberian ekstrak Nigella sativa 0.05% dan 0.5% masing-masing adalah 2.17 ±
0.05 hari dan 1.98 ± 0.11. Hasil PDT sel tulang yang diberi perlakuan ekstrak
Nigella sativa dapat dilihat pada Tabel 2.

8
Tabel 2 Population Doubling Time (PDT) sel tulang tikus yang dikultur dengan
dan tanpa penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa)
Ulangan
Population Doubling Time
Kontrol NS 0.05% NS 0.5%
1 2.21 2.21 2.11
2 2.27 2.11 1.89
3 2.27 2.21 1.95
Rata-rata 2.25 ± 0.28a
2.21 ± 0.05a,b
1.98 ± 0.11b
Ket: Ket: kontrol (dMEM); ekstrak Nigella sativa (NS): NS 0.05% (dMEM + NS 0.05%); NS
0.5% (dMEM + NS 0.5%). Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh
populasi sel untuk menjadi dua kali dari jumlah populasi sel awal (Pellegrini et al.
2008). Tingkat proliferasi ditunjukkan berdasarkan perbandingan jumlah sel awal
dan akhir. Semakin kecil nilai PDT, maka semakin cepat sel tersebut
berproliferasi. Pemberian ekstrak Nigella sativa pada kultur sel tulang dengan
konsentrasi 0.05% dan 0.5% mampu menurunkan nilai PDT jika dibandingkan
dengan kontrol (p<0.05). Nilai PDT yang semakin kecil menandakan pemberian
ekstrak dapat meningkatkan terjadinya proliferasi pada sel tulang yang dikultur
secara in vitro. Menurut Binderman et al. (1974) sel tulang memiliki nilai PDT
sekitar 2-4 hari. Nilai tersebut tidak berbeda dengan hasil yang diperoleh pada
penelitian ini.
Identifikasi Morfologi Osteoblas dan Osteosit
Morfologi osteoblas dan osteosit telah diamati dengan mikroskop dengan
pewarnaan Alizarin red. Pewarnaan ini mendeteksi deposit kalsium yang
dihasilkan oleh sel tulang sehingga sel tulang akan tampak berwarna merah
(Kiernan 1990). Osteoblas yang teramati tempak berbeda dengan osteosit, baik
ukuran maupun warnanya. Osteosit memiliki ukuran yang lebih kecil dan
berwarna lebih merah dibandingkan osteoblas. Gambar 1 menunjukkan morfologi
osteoblas dan osteosit yang telah diwarnai dengan Alizarin red.

9
Gambar 1 Morfologi osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus yang
diwarnai dengan Alizarin red. (A) osteoblas, (B) osteoid osteosit, (C) osteosit muda, (D) osteosit tua
Tanda panah menunjukkan kanalikuli. Bar = 40 µm.
Osteoblas merupakan sel yang berbentuk kubus atau kolumnar dalam
keadaan aktif dan berbentuk pipih dalam keadaan tidak aktif (Einhorn 1996;
Kierszenbaum 2002). Osteoblas yang sedang aktif mensintesis matriks tulang
akan memiliki inti yang besar, aparatus golgi, dan retikulum endoplasma yang
banyak. Osteoblas mengeluarkan kolagen tipe I dan protein matriks lainnya.
Osteoid osteosit merupakan proses transisi dari osteoblas menjadi osteosit. Sel ini
bertanggungjawab dalam proses mineralisasi. Osteoid osteosit yang mengalami
mineralisasi selanjutnya berdiferensiasi menjadi osteosit dan mengalami
penurunan volume mencapai 70% (Palumbo 1986). Osteosit merupakan sel
dewasa yang memiliki aparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar yang lebih
sedikit tetapi memiliki jumlah lisosom yang lebih banyak serta memiliki
penjuluran pada sitoplasma (Stevenson dan Marsh 1992). Osteosit yang semakin
tua mengalami penurunan jumlah retikulum endoplasma dan aparatus golgi
sehingga ukurannya semakin mengecil. Osteosit memiliki dendritik yang disebut
kanalikuli. Sejumlah kanalikuli dapat menghubungkan satu osteosit dengan
osteosit lainnya. Karakterisrik morfologi tesebut penting agar nutrisi dan sinyal
biokimia dapat masuk ke dalam osteosit.

10
Persentase Osteoblas dan Osteosit
Persentase osteoblas pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% berturut-turut
adalah 82.00% dan 79.67%. Persentase osteoblas yang diberi ekstrak Nigella
sativa lebih kecil dibandingkan persentase osteoblas pada kontrol yang memiliki
persentase sebesar 83.00%. Sebaliknya nilai persentase osteosit pada perlakuan
NS 0.05% dan NS 0.5% lebih kecil deibandingkan dengan kontrol, dimana nilai
persentase osteosit pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% berturut-turut adalah
18.00% dan 20.30%, sedangkan nilai persentase osteosit pada kontrol 17.00%.
Komposisi jumlah osteoblas dan osteosit dalam kultur selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Persentase osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus dengan dan
tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa Ulangan Kontrol NS 0.05% NS 0.5%
Persentase
osteoblas
(%)
1 84.00 83.00 81.00
2 87.00 87.00 83.00
3 78.00 76.00 75.00
Rata-rata 83.00 ± 4.58a
82.00 ± 5.56 a 79.67 ± 4.16
a
Persentase
osteosit (%)
1 16.00 17.00 19.00
2 13.00 13.00 17.00
3 22.00 24.00 25.00
Rata-rata 17.00 ± 4.58 a 18.00 ± 5.56
a 20.30 ± 4.16
a
Ket: kontrol (dMEM); ekstrak Nigella sativa (NS): NS 0.05% (dMEM + NS 0.01 g/ml); NS 0.5%
(dMEM + 0.1 g/ml). Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Secara uji statistik persentase osteoblas dan osteosit tidak berbeda secara
nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan, namun dari tabel di atas dapat terlihat
bahwa terjadi penurunan persentase osteoblas pada kelompok perlakuan NS
0.05% dan NS 0.5%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Nigella
sativa menginduksi terjadinya proses diferensiasi osteoblas menjadi osteosit.
Osteosit merupakan sel akhir dari proses diferensiasi osteoblas dan bukan sel hasil
dari proliferasi osteoblas (Kogianni dan Noble 2007).
Jumlah dan diameter sel dapat menggambarkan terjadinya diferensiasi sel.
Diferensiasi sel terjadi apabila adanya interaksi berbagai sinyal sel (McGeady et
al. 2006). Banyak faktor yang dapat menimbulkan ekspresi dari sifat osteoblas
dan osteosit dalam kultur, antara lain medium kultur yang digunakan, waktu
kultur, dan adanya komponen yang dapat menyebabkan sel berproliferasi dan
berdiferensiasi. Komponen tersebut dapat berupa hormon maupun faktor
pertumbuhan.
Diameter Osteoblas dan Osteosit
Diameter osteoblas pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% berturut-turut
adalah 34 µm dan 35.63 µm. Sedangkan diameter osteosit pada perlakuan NS
0.05% dan NS 0.5% berturut-turut adalah 18.5 µm dan 18.93 µm. Diameter
osteoblas dan osteosit pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

11
Tabel 4 Diameter osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus dengan dan
tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa Ulangan Kontrol NS 0.05% NS 0.5%
Diameter
osteoblas
(µm)
1 29.80 36.80 33.60
2 29.40 34.80 38.80
3 30.70 30.40 34.50
Rata-rata 29.96 ± 0.66 a 34 ± 3.77
a,b 35.63 ± 2.77
b
Diameter
osteosit
(µm)
1 17.40 19.60 18.00
2 18.40 18.20 20.20
3 16.50 17.90 18.60
Rata-rata 17.43 ± 0.95 a 18.5 ± 0.9
a 18.93 ± 1.13
a
Ket: kontrol (dMEM); ekstrak Nigella sativa (NS): NS 0.05% (dMEM + NS 0.05%); NS 0.5%
(dMEM + 0.5%). Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Osteoblas memiliki diameter antara 20-30 µm (Kierszenbaum 2002),
sedangkan osteosit memiliki ukuran sekitar 9-20 µm (Kogianni dan Noble 2007).
Rata-rata diameter osteoblas pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda
nyata antar kelompok perlakuan (p<0.05). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak
Nigella sativa berpengaruh secara nyata terhadap diameter osteoblas. Diameter
osteosit tidak berbeda secara nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan,
yang artinya ekstrak Nigella sativa tidak berpengaruh secara nyata terhadap
diameter osteosit secara uji statistik, namun perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5%
tetap menunjukkan peningkatan terhadap diameter osteosit. Hal ini membuktikan
bahwa pemberian ekstrak Nigella sativa menginduksi terjadinya proses
diferensiasi osteoblas menjadi osteosit yang disertai perubahan morfologi dan
penurunan ukuran sel sehingga diameter osteosit akan semakin mengecil.
Berdasarkan nilai PDT, persentase, dan diameter osteoblas dan osteosit,
diketahui bahwa pemberian ekstrak Nigella sativa dapat meningkatkan proliferasi
dan diferensiasi terhadap sel tulang tikus yang dikultur. Menurut Nergiz dan Ötles
(1993) minyak jintan hitam mengandung senyawa aktif dalam kadar tinggi
diantaranya karoten, β-karoten, tokoferol, asam lemak, dan sterol yang dapat
mempengaruhi aktivitas sel. Senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi kompleks
estrogen dan reseptor beta (REβ) untuk selanjutnya berdifusi ke dalam inti sel dan
melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan DNA menginduksi
sintesis dan ekspresi mRNA untuk mensintesis protein sehingga meningkatkan
aktivitas sel target yang digambarkan dengan terjadinya proliferasi sel (Ganong
2005). Kandungan kalsium yang tinggi pada Nigella sativa juga dapat digunakan
dalam pembentukan tulang sehingga kepadatan tulang akan meningkat. Tingginya
kadar kalsium dalam darah akan memicu kelenjar thyroid dalam penyimpanan
kalsium ke dalam tulang. Selain itu, dapat menekan kerja kelenjar parathyroid
dalam mengaktivasi kerja osteoklas dalam perombakan tulang.
Menurut Parhizkar et al. (2011) pemberian jintan hitam memiliki aktivitas
estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda menopause
sehingga mampu digunakan sebagai terapi alternatif pengganti hormon. Jintan
hitam memiliki kandungan sterol yang merupakan salah satu zat yang bermanfaat
terhadap organ reproduksi wanita karena mampu meningkatkan sintesis dan
bioaktivitas hormon-hormon dalam tubuh termasuk hormon reproduksi (Junaedi
et al. 2011). Sterol terdiri dari sterol hewani (zoosterol) dan sterol nabati

12
(fitosterol). Stigmasterol dan β-sitosterol merupakan senyawa kandungan
fitosterol yang berasal dari jintan hitam. Menurut Montgomery et al. (1993),
senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang
merupakan prekursor pembentuk hormon reproduksi, salah satunya hormon
estrogen. Menurut penelitian Ohashi et al. (1991) reseptor estrogen terdapat pada
sel osteogenik dan berperan langsung terhadap proses osteogenesis. Dosis
estrogen yang tinggi akan meningkatkan proses osteogenesis melalui ikatan
dengan reseptor estrogen dan menstimulasi proliferasi sel.
SIMPULAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Simpulan
Penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada kultur sel tulang
secara in vitro dapat meningkatkan proliferasi dan menginduksi terjadinya proses
diferensiasi osteoblas menjadi osteosit.
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini merupakan bagian Hibah kompetensi a.n Dr Drh Ita Djuwita,
MPhil PAVet (K) yang dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
no. 035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2013 tanggal Mei 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawala IP, Achar MV, Tamankar BP. 1971. Galactogogue action of Nigella
sativa. Indian J Med Sci. 25:535-537.
Al-Jabre S, Al-Akloby OM, Al-Qurashi AR, Akhtar N, Al-Dossary A, Randhawa
MA. 2003. Thymoquinone, an active principle of Nigella sativa, inhibited
Aspergillus niger. Pakistan J Med Res. 42(3): 1-2.
Binderman I, Duksin D, Harell A, Katzir E, Sachs L. 1974. Formation of bone
tissue in culture from isolated bone cells. J Cell Biol. 61:427-439.
Bourgou S, A Pichette, B Marzouk, J Legault. 2010. Bioactivities of black cumin
essential oil and its main terpenes from Tunisia. S Afr J Bot. 76(2): 210-216.
Butler M. 2004. Animal Cell Culture and Technology. Cornwall (GB): Bios
Scientific Publishers.
Chan ME, Lu XL, Huo B, Baik AD, Chiang V, Guldberg RE, Lu HH, Guo XE.
2009. A trabecular bone explant model of osteocyte-osteoblas co-culture for
bone mechanobiology. J Cell Mol Bioengin. 2(3):405-415.
Compston JE, Garraham NJ, Croucher PI, Wright CDP, Yamaguchi K. 1993.
Quantitative analysis of trabecular bone structure. J Bone. 14:187-1992.
Davis, JM. 2011. Basic Techniques and Media, The Maintenance of Cell Lines
and Safety. Di dalam: John MD, editor. Animal Cell Culture Essential
Methods. England (GB): John Wiley and Sons Ltd.

13
Djuwita I, Pratiwi IA, Winarto A, Sabri M. 2012. Proliferasi dan diferensiasi sel
tulang tikus dalam medium kultur in vitro yang mengandung ekstrak batang
Cissus quadrangula Salisb. (sipatah-patah). J Med Vet. 6(2):75-80.
Einhorn. 1996. Cellular control of bone homeostasis. Di dalam: Mishell’s textbook
of infertility, Contraception and Reproductive Endrocinology. Ed ke- 4.
New York (US): Blackwell Science.
Ganong WF. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke- 22. Andrianto P
penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Rev Med Phys. hlm 486-
507.
Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B.2010. Stem
Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis. Jakarta (ID): Erlangga.
Junaedi E, Yuliarti S, Suty S, Kuncari ES. 2011. Kedahsyatan Habbatussauda
Mengobati Berbagai Penyakit. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. Ed ke- 11. Poule
(Br): McGraw-Hill.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histo Methods Theory and Practice. England
(GB): Pergamon Pr.
Kierszenbaum AL. 2002. Histology and Cell Biology: An Introduction to
Pathology. St. Louis (US): Mosby, Inc. An Affiliate of Elsevier.
Kogianni G, Noble BS. 2007. The biology of osteocytes. J Med Group LLC. 5:81-
86.
Korzynska A, Zychowicz M. 2008. A method of estimation of cell doubling time
on basis of the cell culture monitoring data. JBBE. 4(28):75-82.
Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histology. Ed. 7.
Tambajong et al. Editor. Jakarta (ID). Terjemahan dari: Textbook of
Histology.
McGeady TA, Quinn PJ, Fitzpatrick ES, Ryan MT. 2006. Veterinary Embryology.
England (GB): Blackwell Publishing.
Meral I, Donmer N, Baydas B, Belge F, Kanter M. 2004. Effect of Nigella sativa
L. on heart rate and some haematological values of alloxan-induced diabetic
rabbits. Scand J Lab Anim Sci. 11(31):49-53.
Montgomery R, Robert LG, Thomas WC, Arthur AS. 1993. Biokimia: Suatu
Pendekatan Berorientasi Kasus. Ismadi, penerjemah. Yogyakarta (ID):
UGM Pr. Terjemahan dari: Biochemistry A Case-Oriented Approach.
Nergiz C, Ötles S. 1993. Chemical composition of Nigella sativa seeds. J Food
Chem. (48):259-261.
Ohashi T, Kusuhara S, Ishida K. 1991. Estrogen target cells during the early stage
of medullary boe osteogenesis: immunohistochemical detection of estrogen
reseptors in osteogenic cells of estrogen-treated male japanese quail. Calcif
Tissue Int. 49:124-127.
Ott SM. 2002. Osteoporosis and bone physiology. J Am Med. 228:334-341.
Palumbo C. 1986. A three-dimensional unstructural study of osteoid-osteocytes in
tibia of chick embryos. Cell Tissue Research. 246(1):125-131.
Parhizkar S, Latiff LA, Rahman SA, Dollah MA, Parichehr H. 2011. Assessing
estrogenic activity of Nigella sativa in ovariectomized rats using vaginal
cornification assay. Afr J Pharm Pharmacol. 5(2):137-142.

14
Pellegrini MP, Pinto RCV, Castilho LDR. 2008. Animal Cell Technology: from
Biopharmaceuticals to Gene Therapy. Castilho LR, Moraes AM, Augusto
EFP, Butler M, editor. New York (US): Taylor and Francis Group.
Salama, Raaga H M. 2010. Clinical and therapeutic trials of Nigella sativa. Taf
Prev Med Bull. 9(5): 513-522.
Sugawara Y, Ando R, Kamioka H, Ishihara Y, Honjo T, Kawanabe N, Kurosaka
H, Yamamoto TT, Yamashiro T. 2011. The three-dimension morphometry
and cell-cell communication of the osteocyte network in chick and mouse
embryonic calvaria. Calcif Tissue Int. (88):416-424.doi:10.1007/s00223-
011-9471-7.
Suryo J. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta
(ID): B First.
Stevenson JS, Marsh MS. 1992. An Atlas of Osteoporosis. New Jersey (US):
Parthenon Publishing Group.
[WHO] World Health Organization. 2003. Prevention and Management of
Osteoporosis. Geneva (CH): WHO.

15
RIWAYAT HIDUP
Fitri Susana lahir di Desa Sukarami, Kecamatan Buay Sandang Aji,
kabupaten OKU Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis adalah anak keempat
dari lima bersaudara dari pasangan bapak Alian dan Ibu Cik Intan.
Jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah SDN 1
Sukarami lulus pada tahun 2004. SMPN 1 Buay Sandang Aji lulus pada tahun
2007 dan SMAN1 Muaradua lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan
pendidikannya dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama menjadi
mahasiswi, penulis aktif dalam kegiatan organisasi himpunan profesi hewan
kesayangan dan satwa akuatik eksotik (HKSA) divisi kuda, ikatan mahasiswa
kedokteran hewan Indonesia (IMAKAHI), six university initiative Japan-
Indonesia (SUIJI), dan TRASHSURE Foundation.
Penulis mendapat kesempatan mengikuti kegiatan service learning program
(SLP) di Jepang (2013) dan pelatihan global health true leaders (GHTL) di
Makassar (2014). Selain itu penulis juga berkesempatan mengikuti pemilihan
mahasiswa berprestasi tingkat Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan meraih posisi
keempat.