pembelajaran penjas

33
Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Tingkat SLTP BAB I A. Latar Belakang Masalah Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang studi Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum memberdayakan seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam menguasai materi maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien. Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini disinyalir karena tidak tersedianya alat bantu tersebut

Upload: istana-walet

Post on 30-Jun-2015

10.733 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Di Tingkat SLTP

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang

studi Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum

memberdayakan seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam

menguasai materi maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan

hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-

materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan

saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di

lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien.

Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat

bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu

informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh

siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.  Hal ini disinyalir

karena tidak tersedianya alat bantu tersebut dan kurangnya kreativitas para guru.

Tidak tersedianya media pembelajaran/alat bantu di sekolah menjadi salah satu faktor

penyebab guru malas dan kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran sehingga

hanya bermodalkan talk and chalk.

Hal ini sering kita jumpai dalam KBM bidang studi Penjas yang efeknya dapat

mengkondisikan siswa dalam situasi Duduk Diam Catat Hafal (DDCH). Hal ini tentu

bertentangan dengan tujuan pengajaran Penjas yang sangat kompleks yang

seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan

sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya. Di samping itu, hal ini tentu bertentangan

dengan harapan masyarakat (orang tua anak) yang menginginkan anak–anaknya

tumbuh lebih kreatif, dapat menggunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang

diperolehnya secara efektif dalam pemecahan masalah–masalah sehari-hari yang

kontekstual.

Hal ini sesuai dengan tuntutan  dari UU RI No: 20 tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2A : “Pendidikan dan tenaga kependidikan

berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,

kreatif, dinamis dan dialogis”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi

masalah dalam hal ini adalah :

1. Apakah penggunaan media (alat bantu) dapat membantu kelancaran proses

pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah yang lebih efektif dan efisien?

2. Bagaimana caranya memodifikasi alat bantu peluru dan pelampung dengan

memanfaatkan limbah masyarakat?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan

bagi para guru Pendidikan Jasmani untuk lebih kratif dan inovatif dalam menjalankan

tugas dan tanggungjawabnya.

2. Manfaat

Dengan dibuatnya karya tulis ini diharapkan para guru pendidikan jasmani

termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain media/alat bantu

pembelajaran materi yang efektif dan efisien

BAB II

A. Hakekat Media

Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran” (2000:3) menyatakan

bahwa  media adalah kata jamak dari medium, berasal dari bahasa Latin yang berarti

perantara atau pengantar. Pengertian secara harfiah ini selanjutnya menurunkan

berbagai definisi media seirama dengan perkembangan teknologi dalam pendidikan

seperti yang dikatakan dosen Program D2 PGSD Pendidikan Jasmani (1991),

Association for Education and Communication Technology (AECT) mendefinisikan

media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran

informasi. Sedang National Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa

media adalah segala hal yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau

dibicarakan beserta perantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut

sebagai perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk

disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan

kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6)

Latuheru (1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat,

atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar

proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara

tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran

memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi

pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa

pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.

B. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan apa itu

pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar.

Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra M.Ed menyatakan dalam bukunya

“Belajar dan Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses

perubahan tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan

sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati dan

yang tidak. Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan behavioral performance,

sedangkan yang tidak dapat diamati disebut behavioral tendency.

Muhibbin Syah M.Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan

Pendekatan Baru” (1995:89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang

berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau

gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang

dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau

keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang dikutip

dari buku “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:90) karangan

Muhibbin Syah, M.Ed adalah sebagai berikut :

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational

Psychology :The Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah suatu

proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progesif.

Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah . . . a

process of progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya, B.F.

Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang

optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).

Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar

berdasarkan proses conditioning yang  pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa

timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan)

dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa definisi yang bersifat behavioristik ini

dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan menggunakan hewan, sehingga tidak

sedikit pakar yang menentangnya.

Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam

rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively permanent

change in behavior as a result of practice and experience. Belajar adalah perolehan

perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.

Rumusan keduanya Process of acquiring responses as a result of special practice,

belajar adalah proses memperoleh respons–respons sebagai akibat adanya latihan

khusus.

Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory

berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect the

organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri

organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat

mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman,

perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar

apabila mempengaruhi organisme.

Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa

pengalaman pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat

memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu

pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian

organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang mengilhami

gagasan everyday learning (belajar sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John B.

Biggs.

Witting dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai

any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs

as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi

dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil

pengalaman.

Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar

dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan

proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa

perubahan tingkahlaku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk,

lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.

Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam

penyampaian informasi dan pesan–pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat

pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat–sifat media tersebut.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media.

Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan

tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.

C. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh

Rohani (1997 : 16) yaitu :

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, foto, buku,

ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain,

gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip),

transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram.

2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer

dan sejenisnya.

5. Benda –benda hidup, simulasi maupun model.

D. Fungsi Media Pembelajaran

1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki

oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung

dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti

ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media

pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak

mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang

dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,

model, maupun bentuk gambar –gambar yang dapat disajikan secara audio

visual dan audial.

2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang

tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas boleh para peserta didik

tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :

- obyek terlalu besar,

- obyek terlalu kecil,

- obyek yang bergerak terlalu lambat,

- obyek yang bergerak terlalu cepat,

- obyek yang terlalu kompleks,

- obyek yang bunyinya terlalu halus,

- obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.

Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan

kepada peserta didik.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta

didik dengan lingkungannya.

4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan

5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.

6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.

8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit

sampai dengan abstrak.

Selain itu media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun

secara luas. Munculnya berbagai macam definisi, disebabkan adanya perbedaan

dalam sudut pandang, maksud dan tujuannya adalah :

- Media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran

informasi.

- Media sebagai segala benda yang yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar,

dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan

tersebut.

- Media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang

dapat merangsang untuk belajar”.

- Media sebagai wahana fisik yang mengandung intruksional.

- Media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan

kurikuler) supaya terjadi proses belajar mengajar.

- Media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan suatu pesan, dimana media

sebagai teknologi pembawa informasi/pesan intruksional.

- Bila media dipandang secara luas/makro dalam sistem pendidikan, maka media

adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri

peserta didik.

E. Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran

adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang

gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan

pesan–pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa

bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh

siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.

Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada

satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi

dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi

pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh

siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang

disampaikan.

Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :

Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (tahu kata–katanya,

tetapi tidak tahu maksudnya)

Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat

diatasi sikap pasif siswa.

Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :

Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran

darah.

Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan

belajar.

Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.

Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.

Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.

Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.

Membangkitkan motivasi belajar

Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.

Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun

disimpan menurut kebutuhan.

Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)

Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

F. Prinsip–Prinsip Memilih Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari

itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau

tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat

dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran,

yaitu :

1. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media

pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk

informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu

kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu,

apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar

Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula

tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya

proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).

2. Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai

karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun

cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan

kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media

pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk

menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi

3. Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau

dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media

pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat

dibandingkan.

G. Peranan Media dan Manfaatnya Dalam Proses Pembelajaran

Proses Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Pengalaman

menunjukkan bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi penyimpangan–

penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Penyebab

penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran antara lain adanya kecenderungan

verbalisme dalam proses pembelajaran, ketidak siapan siswa, kurangnya minat,

kegairahan siswa dan lain–lain.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal–hal tersebut di atas ialah penggunaan

media dalam proses pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi media dalam proses

pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus (informasi, dan lain–lain) dan untuk

meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga dalam hal–hal tertentu

media mempunyai nilai–nilai praktis yang sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun

guru.

Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan digambarkan

dengan warna–warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk berkonsentrasi pada

materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan keinginan dan minat baru

untuk belajar. Dengan media guru juga dapat mengatur kelas sehingga waktu belajar

dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat yang lain adalah media dapat dirancang

sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi kapan saja dan dimana

saja tanpa tergantung kepada keberadaan seorang guru.

Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah memperlancar

proses interaksi antara guru dan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal.

Lebih khusus manfaat media diidentifikasikan oleh Kemp dan Dayton (1985) sebagai

berikut :

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan

2. Proses instruksional menjadi lebih menarik

3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif

4. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi

5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan

6. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja

7. Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu

sendiri dapat ditingkatkan

8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

Berkaitan dengan penyeragaman materi, guru mungkin mempunyai penafsiran

yang beranekaragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini

dapat direduksi dan disampaikan kepada siswa secara seragam. Setiap siswa yang

melihat atau mendengar uraian melalui media yang sama akan menerima informasi

persis sama dengan yang diterima oleh teman–temannya.

Proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena media dapat menyampaikan

informasi yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual) sehingga dapat

mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang

bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lengkap dan jelas. Keingintahuan dapat

bangkit melalui media. Untuk menghidupkan suasana kelas, media merangsang siswa

bereaksi terhadap penjelasan guru, membuat siswa ikut tertawa atau ikut sedih. Media

memungkinkan siswa menyentuh objek kajian pelajaran, membantu siswa

mengkongkritkan sesuatu yang abstrak dan membantu guru menghindarkan suasana

monoton.

Media memungkinkan proses pembelajaran lebih interaktif karena adanya

interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan. Tanpa media guru akan

cenderung berbicara satu arah, namun dengan media guru dapat mengatur kelas

sehingga siswa ikut pula menjadi aktif.

Dengan menggunakan media, waktu lebih efisien. Seringkali seorang guru

terpaksa menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan suatu konsep

atau teori baru  karena tidak menggunakan media, misalnya menerangkan teknik

tangan renang gaya bebas pasti memerlukan banyak waktu jika guru hanya

menggunakan metode ceramah tanpa alat bantu lain. Pada hal jika memanfaatkan

media dengan baik, waktu yang dihabiskan pasti tidak sebanyak itu.

Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien,

tetapi materi pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin sudah

memahami permasalahan melalui penjelasan guru. Pemahaman itu akan lebih baik

lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami

melalui media. Di samping itu, media dapat memperkuat kecintaan dan apresiasi

siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses mencari ilmu itu sendiri.

Dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran peranan guru lebih

positif karena :

1. Guru tidak banyak mengulang–ulang penjelasannya,

2. Dengan mengurangi waktu untuk menjelaskan maka guru dapat memberikan

perhatiaanya kepada aspek–aspek pembelajaran yang lain, dan

3. Peran guru meningkat bukan hanya sebagai pengajar, tetapi berperan juga

sebagai penasehat, konsultan dan manager.

H. Konsep Modifikasi

Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru

agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah

menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara

meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat

memperlancar siswa dalam belajarnya.

Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan

siswa yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi

lebih terampil. Cara-cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari

aktivitas pembelajarannya yang diberikan guru mulai awal hingga akhir pelajaran.

Selanjutnya guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang bisa

dan harus dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Oleh karena itu,

pertanyaan-pertanyaan berikut harus dipahami dengan sebaik-baiknya.

a. Apa yang dimodifikasi ?

Beberapa aspek analisis modifikasi ini tidak terlepas dari pengetahuan guru

tentang tujuan, karakteristik materi, kondisi lingkungan, dan evaluasinya.

Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan,

karakteristik, materi, kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan

media pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai

kegiatan pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang

paling dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah hal-hal yang berkaitan

dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang merupakan media

pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan.

Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-

sekolah, menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam

memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada.

Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu

yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang

semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran

penjas yang diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru

pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani.

Guru pendidikan jasmani di lapangan tahu dan sadar akan kemampuannya.

Namun apakah mereka memiliki keberanian untuk melakukan perubahan atau

pengembangan–pengembangan kearah itu dengan melakukan modifikasi ?

Seperti halnya halaman sekolah, taman, ruangan kosong, parit, selokan dan

sebagainya yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan

dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani.

Dengan melakukan modifikasi sarana maupun prasarana, tidak akan

mengurangi aktivitas siswa dalam melaksanakan pelajaran pendidikan jasmani.

Bahkan sebaliknya, karena siswa bisa difasilitasi untuk lebih banyak bergerak,

melalui pendekatan bermain dalam suasana riang gembira. Jangan lupa bahwa kata

kunci pendidikan jasmani adalah “Bermain–bergerak–ceria”.

b. Mengapa Dimodifikasi ?

Modifikasi digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam

pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan dengan berbagai pertimbangan.

Seperti yang dikemukakan oleh Ngasmain Soepartono (1997) bahwa alasan utama

perlunya modifikasi adalah :

1. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, kematangan fisik dan mental

anak belum selengkap orang dewasa.

2. Pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani selama ini kurang efektif, hanya

bersifat lateral dan monoton.

3. Sarana dan prasarana pembelajaran pendidikan jasmani yang ada sekarang,

hampir semuanya di desain untuk orang dewasa.

Menurut Lutan (1988) menyatakan : modifikasi dalam mata pelajaran

pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar :

Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran.

Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi.

Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.

Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada dalam kurikulum

dapat disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif dan

psikomotorik anak.

Sedangkan, Menurut Aussie (1996), pengembangan modifikasi di Australia

dilakukan dengan pertimbangan :

1. Anak-anak belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang

dewasa

2. Berolahraga dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan

mengurangi cedera pada anak

3. Olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak

lebih cepat dibanding dengan peralatan standar untuk orang dewasa, dan

4. Olahraga yang dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada

anak-anak dalam situasi kompetitif.

Beberapa komponen yang dapat dimodifikasi sebagai pendekatan dalam

pembelajaran pendidikan jasmani diantaranya adalah :

1. Ukuran, berat atau bentuk peralatan yang digunakan,

2. Lapangan permainan,

3. Waktu bermain atau lamanya permainan,

4. Peraturan permainan, dan

5. Jumlah pemain (Aussie : 1996).

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan modifikasi dapat

digunakan sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani,

Kemampuan mengembangkan media pengajaran dan berbagai pendekatan yang

dilakukan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani harus benar-benar dikuasai

dan dimiliki oleh setiap fasilitator pendidikan jasmani, karena kemampuan

mengembangkan media pengajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran itu

sendiri. Sehingga pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dapat

benar-benar dirasakan oleh siswa, yang pada akhirnya diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani secara keseluruhan.

1. Apakah proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dengan

menggunakan media atau alat bantu?

Dengan menggunakan media atau alat bantu dalam pembelajaran Pendidikan

Jasmani di SLTP diyakini akan membantu proses pembelajaran yang lebih efektif dan

efisien. Mengapa? Karena dengan pemikiran secara logika untuk mengajari jumlah

siswa kurang lebih 30 orang tanpa menggunakan media atau alat bantu, sangat kecil

kemungkinannya semua siswanya dapat menangkap apa yang diajarkan guru. Dari

kenyataan yang diamati Penulis terhadap pembelajaran Pendidikan Jasmani tanpa

menggunakan media, kebanyakan siswanya komplain dan sebagai dampaknya adalah

siswa lebing senang bermain–main dan bahkan sama sekali tidak ikut dalam proses

pembelajaran.

Dr. Soepartono dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2000: 14) menyatakan

bahwa penggunaan media atau alat bantu dalam proses pembelajaran sangat

bermanfaat bukan hanya untuk siswa saja melainkan bermanfaat juga bagi guru.

Kemp dan Dayton (1985) dalam buku karangan  Dr. Soepartono “Media

Pembelajaran (2000: 15) juga mengatakan bahwa media itu sangat bermanfaat dalam

proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan

2. Proses instruksional menjadi lebih menarik

3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif

4. Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi

5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan

6. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja

7. Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu

sendiri dapat ditingkatkan

8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

2. Bagaimana memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan

Jasmani di tingkat SLTP.

Dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di

tingkat SLTP dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas masyarakat.

Dalam hal ini penulis membatasi cara pengadaan media pembelajaran yaitu

pengadaan media atau alat bantu pembelajaran tolak puluru dan renang.

1. Pengadaan peluru

Peluru dapat dibuat dengan bahan–bahan sebagai berikut: bola pelastik, pasir,

semen, air, timbangan. Proses pembuatannya adalah semen, pasir, dan air dicampur

dan diaduk dengan merata sesuai dengan porsinya. Setelah agak kering dan merata,

dimasukkan ke dalam bola plastik berukuran sedang kira – kira berdiametr 10 cm

yang sudah dibuat lobang kecil dan diisi penuh kemudian dikeringkan. Setelah

kering, bola yang berisi campuran itu ditimbang dan diujicobakan.

2. Pengadaan pelampung

Pelampung adalah salah satu media atau alat bantu yang dapat digunakan dalam

pembelajaran teknik dasar renang. Dalam hal ini pelampung dapat dibuat dengan

menggunakan botol akua berukuran sedang, benang pancing (nilon), lem setan, tali

pelastik, yang dirancang dan didesain sedemikian rupa.

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembelajaran pendidikan jasmani dapat dikatakan sukses, jika mampu

membangkitkan suasana belajar pada siswa. Perlu diingat baik-baik, bahwa

pendidikan jasmani itu tidak diartikan sempit, hanya sebagai kesempatan bagi siswa

untuk mendapatkan kegiatan sebagai penyeleksi bukan belajar, atau sekedar

mengamankan siswa supaya tertib.

Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, tujuan

yang ingin dicapai bersifat menyeluruh mencakup domain kognitif, afektif dan

psikomotor. Dengan kata lain bahwa melalui aktivitas jasmani anak diarahkan untuk

belajar, sehingga terjadi perubahan perilaku, tidak saja menyangkup fisikal, tetapi

juga intelektual, emosional, sosial dan moral. Untuk itu agar beberapa perubahan

tercipta, maka guru pendidikan jasmani lebih kreatif dalam menganalisis setiap

bentuk pelayanan pembalajaran.

Jadi, dari pembahasan di atas bahwa media atau alat bantu itu sangat

bermanfaat bagi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani

dan juga bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak terlalu sulit, hanya

butuh kemauan dan kreatifitas dari guru.

B. Saran

Pembelajaran selalu bertitik tolak dari perumusan tujuan. Tujuan yang tidak

realistik akan menimbulkan frustasi dan mengorbankan wabah kegagalan pada siswa.

Pembelajaran pendidikan jasmani yang sukses memberikan pengalaman berhasil

kepada siswa. Kerena itu, rumuskan tujuan dari pada pembelajaran pendidikan

jasmani, dan kemudian dianalisis model, metode strategi ataupun pendekatan

pembelajarannya yang sesuai dengan asas praktis pengajaran, dan yang penting untuk

diperhatikan dimana pengajaran tersebut berorientasi serta berlandasan pada tingkat

perkembangan, pertumbuhan dan kebutuhan siswa.

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada semua guru Pendidikan Jasmani

agar tidak mudah putus asa dalam mengajarkan materi-materi dalam mata pelajaran

Penjas, dan sekaligus mengajak para guru untuk berkreasi menyalurkan ide–ide yang

mereka miliki yang mungkin selama ini terpendam dalam pengadaan media atau alat

bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP. Semoga karya tulis ini

bermanfaat bagi setiap pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Cholik dan Lutan (1996), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Depdikbud.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Fery (2009), konsep Pendidikan Jasmani. Internet:http://en.wikipwdia.org

Lutan (2002), Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jendral Olahraga

Depdiknas.

Sukintaka (2004), Teori Pendidikan Jassmani (Filosofi Pembelajaran dan Masa

Depan). Bandung: Nuansa

Wahjudi (2009), Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani.

Bucher (1983), Fundation Of Physycal Education And Sport. (9th ed). St. Louis,

Missouri: The Mosby Co.

Internet :

http://pojokpenjas.blogspot.com/2008/12/modifikasi-pembelajaran-pendidikan.html

http://media-grafika.com/pengertian-media-pembelajaran

http://guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-media-pembelajaran.html