pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division
DESCRIPTION
pembelajaran kooperatifTRANSCRIPT
PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR SATU
VARIABEL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMatematika merupakan
B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah“ Bagaimanakah Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Matematka Realistik Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Satu Variabel di Kelas VII SMP ?”
C. Tujuan Penulisan MakalahAdapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Matematka Realistik Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Satu Variabel di Kelas VII SMP.
D. Manfaat Penulisan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengeritan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Menurut Eggen and Kauchak (dalamTrianto,2007: 42),
pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Sedangkan menurut Slavin (Buchari, 2009: 81), pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang angggotanya 4-6
orang, dengan struktur kelompok heterogen.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa
yang berbeda latar belakangnya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi
lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok
berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon
terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok,
masing-masing menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk
didiskusikan dengan seluruh siswa.
2. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lundgren (dalam Trianto, 2007: 47), Unsur-unsur dasar yang perlu
ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih
efektif sebagai berikut.
a. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam”
atau “berenang” bersama
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam
mempelajari materi yang dihadapi
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki
tujuan yang sama
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
bersarnya di antara para anggota kelompok
e. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerjasama selama belajar
g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Sementara itu, Menurut Arends (Trianto,2007:47) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
3. Bilamana memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yang beragam.
4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
3. Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki Siswa dalam Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Lundgren (dalam Trianto, 2007: 46), Keterampilan-keterampilan
kooperatif terdiri atas tiga tingkatan, yaitu: keterampilan kooperatif tingkat
awal, tingkat menengah, dan tingkat mahir
a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:
1. Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai tanggung
jawabnya
2. Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman
dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam
kelompok
3. Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan konstribusi
4. Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi/ pendapat
b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:
1. Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan
verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap
informasi
2. Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klasifikasi
lebih lanjut
3. Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
berbeda
4. Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan
bahwa jawaban tersebut benar
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, antara lain: mengolaborasi yaitu
memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan
pendapat-pendapat dengan topik tertentu
4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim, dkk (2000:10), terdapat enam langkah atau tahapan di
dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah laku guruFase 1
Menyampaika tujuan dan
memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi.
Fase 3
Mangorganisasikan siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Gu
ru menyajikan informasi dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
G
uru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
kedalam kelompok-kelompok
belajar.
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan penghargaan.
setiap kelompok belajar agar
melakukan transisi secara efesien.
G
uru membimbing kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Guru mengevalusi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Gu
ru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Adapun kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif sebagai berikut
(Widyaningsih, dkk (2008: 28-29):
a. Kelebihan
1. Meningkatkan harga diri tiap individu
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar
3. Konflik antar pribadi berkurang
4. Sikap apatis berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Retensi atau penyimpanan yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Cooperatif learning dapat mencegah keagresivan dalam dalam sistem
kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa
mengorbankan aspek kognitif
b. Kekurangan
1. Guru khawatir akan terjadi kekacauan di kelas. Kondisi seperti ini
dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran
dilakuakan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau
di tempat yang terbuka.
2. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan
yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa
yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu
merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih
pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu
hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu
dikhawatirkan sebab dalam cooperative learning bukan kognitifnya
saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga
dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam
kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.
3. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya
karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus
menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak
luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan
itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.
4. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau
secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan
tersebut. Dalam cooperative learning pembagian tugas rata, setiap
anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah
didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban
secara individu.
B. Pendekatan Matematika Realistik
1. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik
Realistic Mathematics Education (RME) atau pendekatan matematika
realistik merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di Belanda. Pendekatan ini berangkat dari pendapat
Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus
dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan
dari sifat matematika seseorang dalam memecahkan masalah, mencari
masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran.
Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai
penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus
diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang
memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika
berdasarkan usaha mereka sendiri (Supinah & Agus, 2009: 70).
Pendekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran
matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual
problems) sebagai langkah awal dalam proses pembelajaran (Afifah, 2011:
3). Sedangkan menurut Saleh (2012: 60), Pendekatan matematika realistik
adalah suatu pendekatan yang dapat membantu guru melaksanakan proses
pembelajaran yang membawa siswa masuk kedalam konteks dunia nyata,
sehingga siswa memiliki kesan yang ”berkualitas” karena siswa mengalami
langsung dalam menemukan konsep matematika yang dihadapkan dan
mereka pelajari. Lebih lanjut Soedjadi (dalam Afifah, 2011: 3)
mengemukakan bahwa pendekatan matematika realistik pada dasarnya
adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan
pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu.
Yang dimaksud dengan realitas dalam hal ini adalah hal-hal yang nyata atau
konkret yang dapat diamati atau dapat dipahami lewat membayangkan.
Sedangkan lingkungan yang dimaksudkan yakni lingkungan tempat anak
atau peserta didik atau siswa berada, mungkin lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat yang dapat dipahami
siswa.
Dalam RME, dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan
ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss (dalam Supinah & Agus,
2009: 70), dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata
pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan
sekitar kita. Sementara itu, De Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai
suatu dunia nyata yang konkrit, yang disampaikan kepada siswa melalui
aplikasi matematika. Sementara itu, Treffers membedakan dua macam
matematisasi, yaitu vertikal dan horisontal (Supinah & Agus, 2009: 71).
Digambarkan oleh Gravemeijer (1994) sebagai proses penemuan kembali
(reinvention process), seperti ditunjukkan gambar/skema di bawah.
2. Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik
Menurut Gravemeijer (dalam Afifah, 2011: 3), mengemukakan bahwa ada
tiga prinsip kunci (utama) dalam pendekatan matematika realistik, yaitu:
a. Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali
dengan bimbingan/proses matematisasi secara progresif)
Berdasarkan prinsip reinvention, para siswa semestinya diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat
konsep-konsep matematika ditemukan. Selain itu prinsip reinvention
dapat pula dikembangkan berdasarkan prosedur penyelesaian informal.
Dalam hal ini strategi informal dapat difahami untuk mengantisipasi
prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut, maka perlu
dirumuskan masalah kontekstual yang dapat mengundang beragam
prosedur penyelesaian yang mengindikasikan rute belajar melalui proses
matematisasi progresif
b. Didactical phenomenology (fenomena didaktik)
Berdasarkan prinsip ini penentuan situasi yang mengandung penerapan
topik matematika didasarkan pada dua pertimbangan, yaitu; (i) untuk
mengungkapkan jenis aplikasi yang harus diantisipasi dalam
pembelajaran, dan (ii) mempertimbangkan pantas tidaknya konteks itu
sebagai hal yang berpengaruh dalam proses matematisasi progresif.
c. Self - developed models (model-model dibangun sendiri oleh siswa)
Pada prinsip ini dinyatakan bahwa model yang dikembangkan sendiri
oleh siswa berperan menjembatani perbedaan antara pengetahuan
informal dan matematika formal. Pada mulanya, model ini merupakan
model yang sudah dikenal siswa. Melalui proses generalisasi dan
formalisasi, model itu menjadi sesuatu yang berdiri sendiri, tidak
tergantung pada situasi asalnya.
3. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik
4. Menurut Gravemeijer & De Lange (dalam Mukhlis, 2005: 26)
mengemukakan bahwa ada lima karakteristik pendekatan matematika
realistik, yaitu : (1) the use of context , (2) the use of models, bridging by
vertical instrument, (3) student contribution, (4) interactivity and (5)
intertwining. Adapun penjelasan kelima karakteristik tersebut sebagai
berikut.
a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak
dimulai dengan sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat
sebagai topik pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang
‘dikenal’ siswa.
b. Menggunakan model (the use models, bridging by vertical instruments)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika
yang dikembangkan sendiri oleh siswa sebagai jembatan antara level
pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain dengan
menggunakan instrumen-instrumen vertikal seperti model-model, skema-
skema, diagram-diagram, simbol-simbol dan sebagainya
c. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)
Kontribusi yang besar pada proses belajar diharapkan datang dari siswa,
artinya semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa diperhatikan
d. Proses pengajaran yang interaktif (interactivity)
Mengoptimalkan proses mengajar-belajar dan terdapat interaksi yang
terus-menerus antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa
dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam pembelajaran
matematika realistik, sedemikian hingga setiap siswa mendapatkan
manfaat positif dari interaksi tersebut.
e. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining)
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur. Oleh karena itu
keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus
dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses mengajar belajar yang
lebih bermakna.
C. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan
Matematika Realistik
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan matematika
realistik merupakan perpaduan antara sintaks pada pembelajaran kooperatif
dengan prinsip dan karakteristik pada pendekatan matematika realistik. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut.
Tabel. 2.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
matematika realistik
Fase Aktivitas Guru dan Siswa
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
a. Guru membuka pelajaran dan mengorganisir
kelas untuk belajar. Siswa mengambil
tempat dalam kelompok masing-masing.
b. Guru menyampaikan kepada siswa tentang
materi pokok, standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran.
c. Guru menyampaikan kepada siswa apa yang
mereka akan lakukan dalam kerja
kelompok: menyelesaikan masalah
kontekstual pada LKS
d. Guru mendorong siswa dengan mengaitkan
materi yang akan dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari siswa
Fase-2
Menyajikan informasi
a. Guru menyajikan informasi tentang materi
yang akan dipelajari siswa dengan cara
demonstrasi atau merujut kepada buku
dengan menggunakan masalah kontekstual
sesuai materi pelajaran yang sedang
dipelajari siswa.
b. Meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya.
d. Jika terdapat hal-ha yang kurang dipahami
oleh siswa, guru menjelaskan atau
memberikan petunjuk seperlunya
Karakteristik realistik yang muncul adalah
menggunakan masalah kontekstual sebagai
awal pembelajaran
Fase-3
Mengorganisir siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
a. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
b. Guru membagikan LKS atau tugas yang
akan diselesaikan siswa kepada masing-
masing kelompok
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
a. Siswa melakukan aktivitas yang telah
ditentukan guru (mempelajari materi
tertentu, menyelesaikan masalah kontekstual
pada LKS, menyelesaikan masalah tertentu,
melakukan investigasi, dsb) dalam
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Pada langkah ini karakteristik PMR yang
muncul adalah menggunakan model.
b. Guru berkeliling dan memberikan bantuan
terbatas kepada kelompok. Bantuan ini
dapat berupa penjelasan secukupnya (tanpa
memberikan jawaban terhadap masalah
yang sementara dihadapi siswa), dapat pula
memberikan pertanyaan yang merangsang
berpikir siswa dan mengarahkan untuk lebih
jelas melihat masalah yang sebenarnya atau
mengarahkan siswa kepada pemecahan
masalah yang dihadapi.
c. Setiap kelompok diminta untuk memeriksa
kembali apa yang mereka telah lakukan atau
mereka pelajari sebelum menuliskan
jawaban kelompok.
d. Guru memberikan penekanan, bahwa setiap
anggota kelompok harus saling membantu
agar materi yang dipelajari dipahami oleh
semua anggota kelompoknya
Fase-5
Evaluasi
a. Siswa melaporkan hasil penyelesaian
masalah atau hasil dari aktivitas kelompok
b. Guru menentukan siswa tertentu atau
kelompok tertentu untuk mempresentasikan
hasil kerjanya
c. Guru memimpin diskusi. Peran guru disini
sangat menentukan berhasilnya proses
negosiasi
d. Guru dapat mengajukan pertanyaan apakah,
mengapa, dan bagaimana, sehingga lebih
mengarakah siswa untuk mencapai tujuan
e. Guru meminta kepada siswa membuat
kesimpulan dari hasil diskusi
Karakteristik PMR yang muncul pada langkah
ini adalah penggunaan konstibusi siswa dan
terdapat interaksi antara siswa dengan siswa
dan antara siswa dengan guru
Fase-6
Penghargaaan
a. Penilaian dapat dilakukan sebelum (pre-
test), selama dan setelah pembelajaran
dilakukan
b. Guru memberikan penghargaan kepada
setiap kelompok sesuai dengan hasil
penilaian yang dilakukan.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan pendidikan : SMP
Kelas/ Semester : VII/ 2
Mata Pelajaran : Matematika
Materi Pokok : Sistem Persamaan Linear Satu Variabel
Pertemuan : Ke-1 (Pertama)
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
A. Standar KompetensiB. Kompetensi DasarC. IndikatorD. Tujuan PembelajaranE. Materi AjarF. Model PembelajaranG. Skenario Pembelajaran