pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

70
RUDI PRADISETIA SUDIRDJA, SH PEMBAHASAN SOAL UAS HUKUM PIDANA www.rudipradisetia.com 1 Bandung, 28 Mei 2014

Upload: rudi-sudirdja

Post on 28-Nov-2014

1.483 views

Category:

Law


3 download

DESCRIPTION

Pembahasan Soal Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Pidana. Materi Percobaan, penyertaan, perbarengan dan pengulangan tindak pidana.

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

R U D I P R A D I S E T I A S U D I R D J A , S H

PEMBAHASAN SOAL UAS HUKUM PIDANA

www.rudipradisetia.com

1

Bandung, 28 Mei 2014

Page 2: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

SOAL UAS HUKUM PIDANA FH UNPAS

www.rudipradisetia.com 2

Page 3: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

www.rudipradisetia.com 3

Page 4: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 1

• Pada prinsipnya untuk dapat memidana seseorang seluruh unsur delik harus terpenuhi. Namun terdapat ketentuan yang mengecualikan prinsip diatas, yaitu ketentuan mengenai percobaan tindak pidana. Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk dapat memidana seseorang tidak perlu terpenuhi semua unsur dalam delik, apabila sebagian rumusan delik dan syarat-syarat percobaan sudah terpenuhi, seseorang sudah dapat dipidana.

• Ketentuan mengenai percobaan tidak berlaku dalam tindak pidana pelanggaran (Pasal 54 KUHP), dan tindak pidana-tindak pidana tertentu, seperti : Percobaan duel / perkelahian tanding (pasal 184 ayat 5); Percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan (pasal 302 ayat 4); Percobaan penganiayaan biasa (pasal 351 ayat 5); Percobaan penganiayaan ringan (pasal 352 ayat 2);

www.rudipradisetia.com 4

Page 5: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 2

• Pasal 53 (1) KUHP yang menyatakan :

“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.

• Mengenai dasar pemidanaan terhadap percobaan ini, terdapat beberapa teori :

1. Teori Subyektif

Menurut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pembuat. Termasuk penganut teori ini ialah Van Hamel

www.rudipradisetia.com 5

Page 6: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

2. Teori Obyektif

Menurut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat. Teori ini terbagi dua, yaitu :

• Teori obyektif-formil. Yang menitik beratkan sifat berbahayanya perbuatan itu terhadap tata hukum.

• Teori obyektif-materiil. Yang menitik beratkan sifat berbahayanya perbuatan itu terhadap kepentingan / benda hukum. Penganut teori ini antara lain Simons.

3. Teori Campuran.

Teori ini melihat dasar patut dipidananya percobaan dari dua segi, yaitu : sikap batin pembuat yang berbahaya (segi subyektif) dan juga sifat berbahayanya perbuatan (segi obyektif). Termasuk dalam teori ini ialah pendapat Langemeyer dan Jonkers.

www.rudipradisetia.com 6

Page 7: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 3

• Berdasarkan pasal 53 KUHP unsur-unsur percobaan

adalah sebagai berikut :

1. Niat

2. Permulaan pelaksanaan

3. Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata

karena kehendak pelaku sendiri.’

www.rudipradisetia.com 7

Page 8: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHSAN NO 4

• Menurut Prof. Moelyatno :

• Niat jangan disamakan dengan kesengajaan, tetapi niat secara potensiil dapat berubah menjadi kesengajaan apabila sudah ditunaikan menjadi perbuatan yang dituju; dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang dilarang tidak timbul (percobaan selesai/voltooidc poging), disitu niat 100% menjadi kesengajaan, sama kalau mengahadapi delik selesai.

• Tetapi kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sikap batin yang membari arah kepada perbuatan, yaitu subjectieve onrechtselement.

• Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan, maka isinya niat jangan diambilkan dari isinya kesengajaan apabila kejahatan timbul; untuk ini diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat belum ditunakan jadi perbuatan.

www.rudipradisetia.com 8

Page 9: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 5

• Dengan adanya penjelasan MvT (memorie van toelichting), maka ada pendapat bahwa unsur ketiga dari percobaan ini merupakan :

1. Alasan penghapusan pidana yang diformulir sebagai unsur (Pompe)

2. Alasan pemaaf (van Hattum, Seno Adji)

3. Alasan penghapusan penuntutan (Vos, Moeljatno)

• Prof. Moelyatno tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan unsur ke-3 ini sebagai alasan pemaaf (fait d’ex-cuse) maupun sebagai alasan pengahpus pidana, sebab perbuatannya tetap tidak baik (yang baik adalah tidak mencoba sama sekali) sehingga tidak ada alasan untuk memaafkan ataupun membenarkan.

www.rudipradisetia.com 9

Page 10: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 6

• Permulaan pelaksanaan, bertolak dari pandangan atau

teori percobaan yang subyektif, VAN HAMEL

berpendapat bahwa dikatakan ada perbuatan

pelaksanaan apabila dilihat dari perbuatan yang telah

dilakukan telah ternyata adanya kepastian niat untuk

melakukan kejahatan.

• Jadi yang dipentingkan atau yang dijadikan ukuran

oleh VAN HAMEL ialah ternyata adanya sikap batin

yang jahat dan berbahaya dari si pembuat. Ukuran

demikian menurut VAN HAMEL sesuai dengan ajaran

hukum pidana yang lebih baru yang bertujuan

memberantas kejahatan sampai ke akar-akarnya.

www.rudipradisetia.com 10

Page 11: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Bertolak dari pandangan atau teori percobaan

yang obyektif materiil, SIMIONS berpendapat sbb :

1. Pada delik formil, perbuatan pelaksanaan ada

apabila telah dimulai perbuatan yang disebut

dalam rumusan delik;

2. Pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada

pabila telah dimulai/dilakukan perbuatan yang

menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan

akibat yang dilarang oleh undang-undang tanpa

mensyaratkan adanya perbuatan lain.

www.rudipradisetia.com 11

Page 12: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Contoh : A bermaksud melakukan pencurian dirumah B untuk melaksanakan aksinya, A telah mempersipkan segala sesuatu peralatan untuk mencuri, kemudian pada malam hari ia mendatangi rumah B. Sesampainya di rumah B, ia mematikan lampu teras, melepas kaca jendela dan baru saja A masuk rumah lewat jendela itu ia tertangkap.

• Apabila digunakan ukuran Van Hamel, maka dalam hal ini dikatakan sudah ada perbuatan pelaksanaan, tetapi menurut ukuran Simons baru merupakan perbuatan persiapan, karena belum mulai melakukan perbuatan seperti yang disebut dalam rumusan delik (pencurian : pasal 362 KUHP) yaitu “ mengambil barang “. Apabila A sudah mengambil barang dan pada saat itu ketahuan dan tertangkap, barulah dikatakan pada saat itu A telah melakukan perbuatan pelaksanaan yang oleh karenanya dapat dituntut telah melakukan percobaan pencurian.

www.rudipradisetia.com 12

Page 13: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Menurut Prof Moelyatno perbuatan pelaksanaan harus

memenuhi 3 syarat yaitu :

1. Secara Obyektif, apa yang telah dilakukan terdakwa

harus mendekatkan kepada delik/kejahatan yang

dituju atau dengan kata lain, harus mengandung

potensi untuk mewujudkan delik tersebut;

2. Secara Subyektif, dipandang dari sudut niat, harus

tidak ada keraguan lagi bahwa yang telah dilakukan

oleh terdakwa itu ditujukan atau diarahkan pada

delik/kejahatan yang tertentu tadi;

3. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu

merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum.

www.rudipradisetia.com 13

Page 14: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 7

• Percobaan yang alatnya tidak sempurna secara absolut, tidak mungkin menimbulkan delik selesai, sehingga tidak mungkin juga menimbulkan delik percobaan, oleh karenanya tidak dapat dipidana. Namun dalam alat yang tidak sempurna secara realtif memungkinkan timbul delik sesuai dengan keadaannya. Sebagai contoh :

1. Apabila dilihat sebagai jenis tersendiri, maka gula adalah alat yang tidak mampu digunakan untuk membunuh, sedangkan warangan (arsenicum) adalah mampu;

2. Apabila dilihat dari keadaan konkritnya, maka alat yang pada umumnya mampu untuk membunuh (misal warangan) dapat menjadi alat yang tidak mampu apabila jumlahnya tidak memenuhi dosis yang cukup mematikan (untuk arsenicum 5 mg). Begitupun sebaliknya, gula tidak berbahaya pada orang pada umumnya namun berbahaya dan dapat mematikan untuk penderita diabetes.

www.rudipradisetia.com 14

Page 15: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 8

• Telah dikemukakan di muka bahwa menurut system KUHP, yang dapat dipidana hanyalah percobaan terhadap kejahatan, sedangkan terhadap pelanggaran tidak dipidana. Dalam hal percobaan terhadap kejahatan, maka menurut pasal 53 (2) KUHp maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana untuk kejahatan (pasal) yang bersangkutan dikurangi sepertiga.

• Jadi misalnya untuk percobaan pembunuhan (pasal 53 jo pasal 338 KUHP), maksimumnya ialah 10 tahun penjara. Bagaimanakah apabila kejahatan yang bersangkutan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, seperti halnya dalam pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). Menurut pasal 53 (3), maksimum pidana yang dapat dijatuhkan hanya 15 tahun penjara.

• Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut KUHP, maksimum pidana pokok untuk percobaan adalah lebih rendah daripada apabila kejahatan itu telah selesai seluruhnya. Sedangkan untuk pidana tambahannya, menurut pasal 53 (4) adalah sama dengan kejahatan selesai.

www.rudipradisetia.com 15

Page 16: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 9

• Pembagian penyertaan menurut KUHP Indonesia adalah :

• Pembuat/dader (pasal 55) yang terdiri dari :

1. Pelaku (pleger)

2. yang menyuruh lakukan (doenpleger)

3. yang turut serta (medepleger)

4. penganjur (uitlokker)

• Pembantu / mendeplichtige (pasal 56) yang terdiri dari :

1. pembantu pada saat kejahatan dilakukan

2. pembantu pada saat kejahatan belum dilakukan.

www.rudipradisetia.com 16

Page 17: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 10

• Syarat-syarat dalam masing-masing bentuk penyertaan :

1. Pleger (pelaku)

Pelaku (pleger) ialah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik.

2. Doenpleger (yang menyuruh lakukan)

Doenpleger ialah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara ini hanya diumpamakan sebagai alat. Dengan demikian terdapat : • Pelaku langsung

• pelaku tidak langsung

www.rudipradisetia.com 17

Page 18: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Pada Doenpleger terdapat unsur-unsur sbb : 1. Alat yang dipakai adalah manusia;

2. Alat yang dipakai itu “berbuat” (bukan alat yang mati)

3. Alat yang dipakai itu “tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana” unsur ketiga inilah yang merupakan tanda ciri dari doenpleger .

3. Medepleger (orang yang turut serta)

Undang-undang tidak memberikan definisi tentang medepleger Menurut M.v.T : Orang yang turut serta melakukan (medepleger) ialah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu.

www.rudipradisetia.com 18

Page 19: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Syarat adanya medepleger : 1. Ada kerjasama secara sadar (bewuste samenwerking).

Adanya kesadaran bersama tidak berarti ada permufakatan lebih dulu, cukup apabila ada pengertian antara peserta pada saat perbuatan dilakukan dengan tujuan mencpai hasil yang sama. Yang penting aialah harus ada kesenjangan secara sadar. Tidak ada turut serta, bila orang yang satu hanya menghendaki untuk menganiaya, sedang kawannya menghendaki matinya si korban. Penentuan kehendak atau kesenjangan masing-masing peserta itu dilakukan secara normatif.

2. Ada pelaksanaan bersama secara fisik (gezamenlijke ultvoering/physieke samenwerking).

www.rudipradisetia.com 19

Page 20: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

4. Uitlokker (penganjur atau pembujuk)

Pembujuk ialah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang untuk melakukan kejahatan.

• Syarat pembujukan yang dapat dipidana : a. Ada kesenjangan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang

terlarang. b. Menggerakkannya dengan menggunakan upaya-upaya (sarana-sarana) seperti

tersebut dalam undang-undang (bersifat limitatif). c. Putusan kehendak dari si pembuat materiil ditimbulkan karena hal-hal tersebut

pada a dan b (jadi ada psychise causaliteit). d. Si pembuat materiil tersebut melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau

percobaan melakukan tindak pidana. e. Pembuat materiil tersebut harus dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana

• Dari lima syarat yang disebutkan diatas, jelas bahwa syarat 1 dan 2 merupakan syarat yang harus ada pada si pembujuk, sedangkan syarat 3, 4 dan 5 merupakan syarat yang melekat pada orang yang dibujuk (pembuat materiil).

www.rudipradisetia.com 20

Page 21: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

5. Pembantuan (medeplichtige)

Dilihat dari perbuatannya. Pembantuan ini bersifat accessoir artinya untuk adanya pembantuan harus ada orang yang melakukan kejahatan (harus ada orang yang dibantu). Tetapi dilihat dari pertanggungjawaban tidak accessoir. Artinya dipidananya pembantu tidak tergantung pada dapat tidaknya si pelaku dituntut pidana.

• Menurut pasal 56 KUHP, ada dua jenis pembantu : a. Jenis pertama : Waktunya : Pada saat kejadian dilakukan; Caranya : Tidak ditentukan secara limitatif dalam undang- undang

b. Jenis kedua : Waktunya : sebelum kejahatan dilakukan; Caranya : Ditentukan secara limitatif dalam undang-undang (yaitu dengan cara : memberi kesempatan, sarana atau keterangan).

www.rudipradisetia.com 21

Page 22: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 11

• Istilah asing untuk pelaku langsung dan pelaku tidak

langsung

1. Pelaku langsung (onmiddelijke dader, auctor

physicus, manus ministra)

2. Pelaku tidak langsung (middelijke dader,

doenpleger, auctor intellectuals, manus domina)

www.rudipradisetia.com 22

Page 23: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 12

• Pelaku tidak langsung tidak dipidana ketika pelaku

langsung tidak melaksanakan perintah atau

kehendak dari pelaku tidak langsung tersebut,

Sehingga tidak terjadi tindak pidana.

• Namun, menurut saya dalam hal terjadi

penyuruhan yang gagal, pelaku masih

dimungkinkan untuk dipidana dengan tuduhan

percobaan menyuruh melakukan tindak pidana.

Walaupun demikian, tentunya perlu dilihat

permasalahan tersebut secara kasuistis. Apakah

unsur percobaan sudah terpenuhi atau belum.

www.rudipradisetia.com 23

Page 24: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 13

• Terdapat dua pendapat untuk menjawab pertanyaan ini, apakah kualifikasi orang yang menyuruh harus sama dengan orang yang disuruh :

1. Pendapat pertama : “harus”. Alasannya, karena tidak mungkin

seorang A menyuruh orang lain B melakukan sesuatu yang A sendiri tidak dapat melakukannya. Misalnya : A bukan pegawai negeri, maka ia tidak dapat melakukan “delik jabatan”, jadi A tidak bisa menjadi pembuat langsung (onmiddelijke dader) oleh karena itu ia juga tidak bisa menjadi pembuat tidak langsung, maka A tidak bisa menjadi doenpleger. Jadi walaupun B (yang disuruh) adalah “ pegawai negeri, tetap dikatakan tidak ada doenpleger.

2. Pendapat kedua : “tidak harus”. “Menyuruh-lakukan sesuatu delik jabatan tidak hanya terdapat apabila pembuat materiilnya adalah seorang pejabat, akan tetapi juga sebaliknya, ialah apabila pelaksanaanya bukan, sedang yang menyuruh-lakukan itu adalah pejabat”.

www.rudipradisetia.com 24

Page 25: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 14

• Perbedaan bentuk penyertaan menyuruh dan

membujuk :

www.rudipradisetia.com 25

Membujuk Menyuruh

Menggerakannya dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) (lihat pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP)

Sarana menggerakannya tidak ditentukan (tidak limitatif)

Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan pidana (tidak merupakan manus ministra)

Pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana (merupakan manus ministra)

Page 26: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 15

• Menurut Pompe, “turut mengerjakan terjadinya

sesuatu tindak pidana itu ada tiga kemungkinan :

1. Mereka masing-masing memenuhi semua unsur

dalam rumusan delik.

2. Salah seorang memenuhi semua unsur delik,

sendang yang lain tidak.

3. Tidak seorangpun memenuhi rumusan delik

seluruhnya, tetapi mereka bersama-sama

mewujudkan delik itu.

www.rudipradisetia.com 26

Page 27: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 16

• Perbedaan bentuk penyertaan Turut Serta dan Membantu :

www.rudipradisetia.com 27

Pembantuan Turut Serta Menurut ajaran penyertaan obyektif : perbuatannya hanya membantu / menunjang

Menurut ajaran obyektif : perbuatan merupakan perbuatan pelaksanaan

Menurut ajaran subyektif :

a. Kesenjangan merupakan animus

socii (hanya untuk memberi bantuan

saja pada orang lain);

b. Tidak harus ada kerja sama yang

disadari (beweste samenwerking)

c. Tidak mempunyai kepentingan /

tujuan sendiri.

Menurut ajaran subyektif :

a. Kesenjangan merupakan animus

coauctores (diarahkan untuk

terwujudnya delik);

b. Harus ada kerja sama yang

disadari (bewuste samenworking)

c. Mempunyai kepentingan / tujuan

sendiri. Terhadap pelanggaran tidak dipidana (pasal 60 KUHP).

Terhadap kejahatan maupun pelanggaran dapat dipidana.

Maksimum pidananya dikurangi sepertiga (pasal 57-1).

Maksimum pidananya sam dengan si pembuat.

Page 28: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 17

• Pembujukan yang gagal ini dapat terjadi dalam

hal seseorang telah dengan sengaja

menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

tindak pidana dengan menggunakan salah satu

sarana dalam pasal 55 (1) ke-2, akan tetapi orang

lain itu tidak mau melakukan atau mau melakukan

akan tetapi tidak sampai dapat melaksanakan

perbuatan yang dapat dipidana.

• Apakah pembujuk seperti ini dapat dipidana ?

• Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilihat

dari dua pandangan ;

www.rudipradisetia.com 28

Page 29: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

1. Pendapat pertama : Pembujukan dipandang sebagai bentuk penyertaan yang bersifat accessoir (tidak berdiri sendiri = onzelfstandig). Menurut pandangan ini, pembujukan itu ada apabila ada tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat materiil. Si pembujuk dapat dipidana apabila orang yang dibujuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Karena dalam “percobaan untuk pembujukan” ini, tindak pidana itu tidak terjadi maka si pembujuk juga tidak dapat dipidana. Penganutnya : Hazewinkel-Suring, Simons, van Heml, vos.

2. Pendapat kedua : Pembujukan dipandang sebagai bentuk

penyertaan yang tidak accessoir (berdiri sendiri = zelfstanding, tidak bergantung pada yang lain). Menurut pendapat ini, ada / tidaknya pembujukan tidak tergantung pada ada tidaknya atau terjadi / tidaknya tindak pidana. Si pembujuk tetap dapat dipidana walaupun tindak pidana yang dibujukan kepada si pelaku tidak terjadi. Jadi menurut pandangan kedua ini, “percobaan untuk pembujukan” tetap dapat dipidana. Penganutnya : Blok. Jomkers, Pompe, van Hattum.

www.rudipradisetia.com 29

Page 30: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 18

• Pasal 55 (1) ke 2 junto Pasal 338 KUHP

www.rudipradisetia.com 30

Page 31: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 19

• Pertanggungjawaban pidana terhadap “ orang yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, membujuk melakukan dan membantu melakukan “

1. Orang yang menyuruh melakukan, Pelaku tidak langsung dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, sedangkan pelaku langsung tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.

2. Orang yang membujuk atau yang dibujuk, Pelaku langsung dan tidak langsung sama sama dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Dalam pasal 55 ayat (2) dinyatakan bahwa pembujuk dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang sengaja dianjurkannya beserta akibatnya.

3. Orang turut serta melakukan, Orang-orang yang turut serta melakukan tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.

4. Orang yang membantu melakukan, Pada prinsipnya KUHP menganut system bahwa pidana pokok untuk pembantu lebih ringan dari pembuat. Prinsip ini terlihat didalam pasal 57 (1) dan (2) yaitu :

www.rudipradisetia.com 31

Page 32: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

1. Maksimum pidana pokok untuk pembantuan dikurangi sepertiga (ayat 1);

2. Apabila kejahatan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka maksimum pidana untuk pembantu ialah 15 tahun penjara (ayat 2).

3. Pengecualian terhadap prinsip ini terlihat dalam : Pasal 333 (4) : Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, (lihat juga pasal 415 dan 417). Pasal 231 (3) : Pembantu dipidana lebih berat dari si pembuat, (lihat juga pasal 349).

4. Pidana tambahan untuk pembantu sama dengan ancaman terhadap kejahatannya itu sendiri, jadi sama dengan si pembuat (pasal 57 : 3).

5. Dalam pertanggungjawaban seorang pembantu, KUHP mengamut system bahwa pertanggungjawabannya berdiri sendiri (tidak bersifat accessoir), artinya tidak digantungkan pada pertanggungjawaban si pembuat. Misal pasal 57 (4) dan 58 KUHP.

www.rudipradisetia.com 32

Page 33: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 20

• Penyertaan dalam kealpaan :

• Contoh ;

1. A memberi gunting kepada B yang katanya untuk menggunting kain, tetapi ternyata digunakan oleh B untuk mencuri atau untuk membunuh.

2. B akan memasuki rumah C dengan maksud mencuri, ia berkelakuan seolah-olah (pura-pura) kehilangan kunci rumah, A yang pada waktu itu lewat dan sama sekali tidak tahu bahwa B berdiri dimuka rumah orang lain dan telah merencanakan untuk mencuri, menolong B membuka kaca jendela sehingga B dapat masuk ke rumah C.

www.rudipradisetia.com 33

Page 34: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Dalam contoh-contoh diatas, menurut Vos, A tidak dapat dipidana karena adanya unsur “membujuk” atau “membantu” menurut hukum pidana positif harus ada unsur sengaja. Unsur ini harus juga dipenuhi untuk :

1. Doenplegen / menyuruh lakukan (dianalogikan dengan “membujuk”)

2. Medeplegen / turut serta (dianalogikan dengan “membantu”).

• Terhadap kasus serupa itu, Karni juga berpendapat A tidak dapat dipidana karena adanya unsur “sengaja” didalam pasal 56 merupakan anasir subyektif dari pembantuan, artinya kesengajaan si pembantu harus diarahkan pada kejahatan yang bersangkutan.

www.rudipradisetia.com 34

Page 35: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 21

• Penyertaan yang tidak dapat dihindari :

• Contoh :

1. Pasal 149 : Menyuap (membujuk) seseorang untuk

tidak menjalankan haknya untuk memilih;

2. Pasal 238 : membujuk orang untuk masuk dinas

militer Negara asing;

3. pasal 297 : bigamy

4. pasal 284 : perzinahan;

5. pasal 287 : melakukan hubungan kelamin dengan

anak perempuan di bawah umur 15 tahun;

6. Pasal 345 : menolong orang lain untuk bunuh diri.

www.rudipradisetia.com 35

Page 36: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Dalam contoh-contoh diatas, delik baru terjadi kalau ada orang lain (kawan berbuat), apabila kawan berbuat itu tidak ada maka delik itu tidak dapat dilakukan. Inilah yang dimaksud dengan penyertaan yang tidak dapat dihindarkan atau penyertaan yang harus dilakukan.

• Mr. Karni menyebutnya dengan “istilah” bekerja bersama-sama yang diharuskan oleh penegasan delik . Jadi istilah beliau dimasukkan dalam pengertian “noodzakelijke medeplegen” (turut serta yang diharuskan), karena yang dimaksud dengan istilah “bekerja / berbuat bersama-sama” oleh beliau adalah sama dengan istilah “turut serta” (medeplegen).

www.rudipradisetia.com 36

Page 37: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 22

• Penyertaan pada penyertaan, terjadi dalam hal “ seseorang membujuk orang lain untuk melakukan tindak pidana, kemudian orang itu membujuk atau menyuruh orang lain lagi untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang diperintahkan oleh pembujuk pertama.

• Contoh :

• A membujuk B untuk membunuh C, Namun B tidak melakukanya secara langsung, melainkan dengan cara membujuk D untuk melakukan hal tersebut. Sehingga yang menjadi pelaku langsung adalah D.

• Z membujuk Y untuk membunuh X, kemudian Y tidak melakukannya secara langsung melainkan dengan cara menyuruh Q, untuk melaksanakan perintah Z tersebut.

www.rudipradisetia.com 37

Page 38: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 23

• Concursus terjadi dalam hal seseorang melakukan

lebih dari satu tindak pidana, di mana untuk tindak

pidana itu belum ada putusan hakim diantaranya

dan terhadap perkara-perkara pidana itu akan

diperiksa serta diputus sekaligus.

• Concursus atau perbarengan di dalam KUHP diatur

didalam pasal 63 s/d 71.

www.rudipradisetia.com 38

Page 39: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 24

• Concursus dibagi menjadi tiga bentuk yaitu :

1. Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63. 2. Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum

/Voortgezettehandeling) pasal 64.

3. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65 s/d 71.

• Perbedaan antara ketiganya yaitu :

• Dalam concursus realis pelaku hanya melakukan satu perbuatan dalam satu waktu namun perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan pasal / UU. Misalkan A melakukan penembakan kepada B yang berada dalam mobil, sehingga mengakibatkan B meninggal dunia. Dalam kasus ini A melanggar ketentuan tentang pembunuhan, penyalahgunaan senjata api dan perusakan terhadap barang.

www.rudipradisetia.com 39

Page 40: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Dalam Concursus idealis, pelaku melakukan

beberapa perbuatan, dan masing-masing

perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak

pidana. Misalkan ; A melakukan pemerkosaan,

pencurian dan pembunuhan.

• Sedangkan dalam perbuatan berlanjut, pelaku

melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau

pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada

hubungan sedemikian rupa sehingga harus

dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.

www.rudipradisetia.com 40

Page 41: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Sehingga perbedaanya adalah dalam concursus idealis pelaku hanya melakukan satu perbuatan, namun perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan pasal, sedangkan dalam conrsus realis dan perbuatan berlanjut, pelaku melakukan beberapa perbuatan pidana yang perbuatan itu berdiri sendiri sendiri, sehingga secara otomatis melanggar beberapa ketentuan pasal juga.

• Perbedaan antara concursus realis dan perbuatan berlanjut, dalam perbuatan berlanjut diprasyaratkan adanya hubungan sedemikian rupa antara perbuatan yang satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam conrusus realis tidak diprasyaratkan hal tersebut.

www.rudipradisetia.com 41

Page 42: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 25

• Menurut Hazewinkel Suringa, Ada concursus Idealis apabila suatu

perbuatan yang sudah memenuhi suatu rumusan delik, mau tidak

mau (eoipso) masuk pula dalam peraturan pidana lain. Misal :

perkosaan dijalan umum, disamping masuk 281 (melanggar

kesusilaan di muka umum).

• Menurut Pompe, Ada concursus Idealis, apabila orang melakukan

sesuatu perbuatan konkrit yang diarahkan kepada satu tujuan

merupakan benda / obyek aturan hukum. Misalnya bersetubuh

dengan anak sendiri yang belum berusia 15 tahun, perbuatan ini

masuk pasal 294 (perbuatan cabul dengan anak sendiri yang belum

cukup umur) dan pasal 287 (bersetubuh dengan wanita yang belum

berusia 15 tahun diluar perkawinan).

• Menurut Van bemmelen, Ada Concursus Idealis, apabila dengan

melanggar satu kepentingan hukum, dengan sendirinya melakukan

perbuatan (feit) yang lain pula. Contoh Perkosaan dijalan umum

(melanggar pasal 285 & 281 KUHP).

www.rudipradisetia.com 42

Page 43: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 26

• Concursus Idealis (pasal 63).

a. Menurut ayat 1 digunakan system absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat. Misal : perkosaan dijalan umum, melanggar pasal 285 (12 tahun penjara) dan pasal 281 (2 tahun 8 bulan penjara). Maksimum pidana penjara yang dapat dikenakan ialah 12 tahun.

b. Apabila Hakim menghadapi pilihan antara dua pidana pokok sejenis yang maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok dengan tambahan yang paling berat.

c. Apabila menghadapi dua pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka penetuan pidana yang terberat didasarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dalam pasal 10 (lihat pasal 69 ayat (1) jo pasal 10), jadi misalnya memilih antara 1 minggu penjara, 1 tahun kurungan dan denda 5 juta rupiah, maka pidana yang terberat adalah 1 minggu penjara.

d. Dalam pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip umum dalam ayat (1), dalam hal ini berlaku adagium “lex specialis derogate legi generali” Contoh : seorang ibu membunuh anaknya sendiri pada saat anaknya dilahirkan. Perbuatan ibu ini dapat masuk dalam pasal 338 (15 tahun penjara dan pasal 341 (7 tahun penjara). Maksimum pidana penjara yang dikenakan ialah yang terdapat dalam pasal 341 (lex specialis) yaitu 7 tahun penjara.

www.rudipradisetia.com 43

Page 44: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Perbuatan berlanjut (pasal 64).

a. Menurut pasal 64 ayat (1), pada prinsipnya berlaku system absorbsi yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan satu aturan pidana yang memuat ancaman pidana pokok yang terberat.

b. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang. Misal A setelah memalsu mata uang (pasal 244 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun) kemudian menggunakan / mengedarkan mata uang yang palsu itu (pasal 245 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun). Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang sebagai concursus Realis, tetapi tetap dipandang sebagai perbuatan berlanjut sehingga ancaman maksimum pidananya dapat dikenakan 15 tahun penjara

c. Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatn ringan yang terdapat dalam pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan) dan 407 (1) (perusakan barang ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.

d. Apabila nilai kerugian yang timbul dari kejahatan-kejahatn ringan yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,- maka menurut pasal 64 ayat (3) dikenakan aturan pidana yang berlaku untuk kejahatan biasa. Berarti yang dikenakan adalah pasal 362 (pencurian), 372 (penggelapan), 378 (penipuan) atau 406 (perusakan barang).

www.rudipradisetia.com 44

Page 45: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Concursus Realis (pasal 65 s/d 71).

a. Untuk concursus realis berupa kejahatan yang

diancam pidana pokok sejenis, berlaku pasal 65 yaitu

hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan

bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih

dari maksimum terberat ditambah sepertiga.

Misal : A melakukan 3 jenis kejahatan yang masing-

masing diancam pidana 4 tahun, 5 tahun dan 9 tahun.

Dalam hal ini yang dapat digunakan ialah 9 tahun +

(1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara. Jadi disini berlaku

system absorbsi yang dipertajam.

www.rudipradisetia.com 45

Page 46: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

b. Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku pasal 66 yaitu semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga, system ini disebut system Kumulasi yang diperlunak.

Misal : A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan dua tahun penjara. Dalam hal ini semua jenis pidana (penjara dan kurungan) harus dijatuhkan. Adapun maksimumnya adalah 2 tahun ditambah (1/3 x 2) tahun = 2 tahun 9 bulan atau 33 bulan. Dengan demikian pidana yang dijatuhkan misalnya terdiri dari 2 tahun penjara dan 8 bulan kurungan.

www.rudipradisetia.com 46

Page 47: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

c. Untuk Concursus Realis berupa pelanggaran, berlaku pasal 70 yang menggunakan system kumulasi. Misal A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam piadan kurungan 6 bulan dan 9 bulan, maka maksimumnya adalah (6+9) bulan = 15 bulan. Namun menurut pasal 70 ayat 2, system kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan. Jadi misal A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam pidana kurungan 9 bulan, maka maksimum pidana kurungan yang dapat dijatuhkan bukanlah (9+9) bulan = 18 bulan, tetapi maksimumnya adalah 1 tahun 4 bulan atau hanya 16 bulan.

www.rudipradisetia.com 47

Page 48: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

d. Untuk Concursus Realis berupa kejahatan ringan, khusus untuk pasal 302 (1), 352, 364, 373, 379 dan 482 berlaku pasal 70 bis yang menggunakan system kumulasi tetapi dengan pembatan maksimum untuk penjara 8 bulan.

Misal :

• A melakukan pencurian ringan (pasal 364) dan penggelapan ringan (pasal 373) yang masing-masing diancam pidana 3 bulan penjara. Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah 6 bulan penjara (system kumulasi).

• Tetapi apabila A misalnya melakukan 3 kejahatan ringan yang masing-masing diancam pidana penjara 3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan penjara (kumulasi) tetapi 8 bulan penjara.

www.rudipradisetia.com 48

Page 49: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

e. Untuk Concursus Realis, baik kejahatan maupun

pelanggaran untuk diadili pada saat berlainan,

berlaku pasal 71 yang berbunyi sbb: “Jika

seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian

dinyatakan salah lagi karena melakukan

kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada

putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu

diperhitungkan pada pidana yang akan

dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan

dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara

diadili pada saat yang sama”.

www.rudipradisetia.com 49

Page 50: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 27

• Syarat dari concursus yaitu belum ada putusan hakim

diantara perbuatan pidana satu dengan yang lain,

dengan demikian terhadap perkara-perkara pidana itu

akan diperiksa serta diputus sekaligus.

• Concursus dibagi menjadi tiga bentuk yaitu :

1. Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63.

2. Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum

/Voortgezettehandeling) pasal 64.

3. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65

s/d 71

www.rudipradisetia.com 50

Page 51: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 28

• Pembahasan terhadap soal ini dapat dilihat dalam

pembahasan no 26.

www.rudipradisetia.com 51

Page 52: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 29

Alasan penghapusan kewenangan menuntut pidana :

• Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan

(Pasal 72-75 KUHP)

• Ne bis in idem (pasal 76 KUHP)

• Matinya terdakwa (Pasal 77 KUHP)

• Daluarsa (Pasal 78 KUHP)

• Telah ada pembayaran denda maksimum kepada

pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya

diancam dengan denda saja (Pasal 82 KUHP)

• Ada abolisi atau amnesti (diluar KUHP, diatur dalam

pasal 14 UUD 1945 )

www.rudipradisetia.com 52

Page 53: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

Alasan penghapusan kewenangan menjalankan

pidana :

• Yang terdapat didalam KUHP :

a. Matinya terpidana (Pasal 83)

b. Daluarsa (pasal 84 dan 85)

• Yang terdapat diluar KUHP :

a. Pemberian amnesti ( Pasal 14 UUD 1945)

b. Pemberian grasi ( UU No 22 tahun 2002 Tentang

Grasi)

www.rudipradisetia.com 53

Page 54: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 30

• Pengertian asas nebis in idem adalah seseorang

tidak dapat dituntut lantaran perbuatan (peristiwa)

yang baginya telah diputuskan oleh hakim (vide

ps.76 (1) Kitab Undang-udang Hukum Pidana).

• Dasar pikiran atau ratio dari azas ini ialah :

a. Untuk menjaga martabat pengadilan (untuk tidak

memerosotkan kewibawaan Negara);

b. Untuk rasa kepastian bagi terdakwa yang telah

mendapat keputusan.

www.rudipradisetia.com 54

Page 55: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Ne bis in idem diatur dalam pasal 76 KUHP yang merumuskan : “Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi (herzeining), orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap”.

• Syarat-syarat penuntutan dikategorikan ne bis in idem :

a. Ada putusan yang berkekuatan hukum tetap;

b. Orang dalam putusannya adalah sama;

c. Perbuatan (yang dituntut kedua kali) adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu itu.

www.rudipradisetia.com 55

Page 56: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 31

• Menurut saya pengajuan peninjauan kembali tidak

melanggar prinsip ne bis in idem. Hal ini

berdasarkan pada ketentuan pasal 76 KUHP yang

menjelaskan bahwa peninjauan kembali

merupakan pengecualian dari prinsip ne bis in

idem. Sehingga pengajuan peninjauan kembali

tidak melanggar prinsip ne bis in idem.

www.rudipradisetia.com 56

Page 57: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN 32

• Berdasarkan pada pasal 77 KUHP, bahwa bagi

terdakwa yang meninggal dunia sebelum dijatuhi

vonis, maka terdakwa tersebut tidak dapat

dipidana.

• Pasal 77 KUHP : “ Kewenangan menuntut pidana

hapus jika terdakwa meninggal dunia”

www.rudipradisetia.com 57

Page 58: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN 33

• Contoh ne bis in idem, A melakukan pembunuhan terhadap B di Kota Bandung pada tanggal 6 Juni 2000 , kemudian A dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Negeri Bandung 10 tahun penjara. Pada tahun 2011 setelah A selesai menjalani hukuman, Polisi Surabaya kembali menangkap A, karena A dianggap telah melakukan pembunuhan kepada B pada tahun 2000.

• Dalam kasus ini kewenangan menuntut pidana menjadi gugur, karena berdasarkan putusan pengadilan negeri bandung yang sudah berkekuatan hukum tetap bahwa A sudah pernah diadili di pengadilan tersebut dan telah menjalani hukuman yang dijatuhkan, oleh karenanya A tidak dapat diadili lagi di pengadilan manapun atas kasus tersebut.

www.rudipradisetia.com 58

Page 59: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Contoh daluwarsa ; • Pada tanggal 4 Juni 1990 di kota Bandung, A melakukan

pembunuhan terhadap B, kemudian A melarikan diri keluar negeri. • Pada tanggal 4 Juni 2014, A kembali ke kota Bandung dan pada saat

yang bersamaan A ditangkap oleh polisi dengan tuduhan pembunuhan terhadap B pada tahun 1990.

• Dalam hal terjadi kasus seperti ini, maka berlaku ketentuan daluwarsa. Ancaman hukuman dalam pasal 338 KUHP adalah paling lama limabelas tahun. Dalam pasal 78 (1) ke 3 dikatakan bahwa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, maka daluarsanya adalah sesudah dua belas tahun.

• Dalam kasus ini jarak antara terjadinya tindak pidana dengan tertangkapnya pelaku adalah duapuluh empat tahun. Oleh karenanya berlaku ketentuan daluarsa, pelaku tidak dapat dituntut secara pidana.

www.rudipradisetia.com 59

Page 60: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN 34

• Amnesti (dari bahasa Yunani, amnestia) adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya.

• Amnesti diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif tertinggi, badan legislatif atau badan yudikatif.

• Di Indonesia, amnesti merupakan salah satu hak presiden di bidang yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.

• Diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 jo UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi

www.rudipradisetia.com 60

Page 61: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Abolisi Merupakan suatu keputusan untuk

menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu

perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan

keputusan terhadap perkara tersebut.

• Seorang presiden memberikan abolisi dengan

pertimbangan demi alasan umum mengingat

perkara yang menyangkut para tersangka tersebut

terkait dengan kepentingan negara yang tidak bisa

dikorbankan oleh keputusan pengadilan.

• Diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 jo UU No.

11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi

www.rudipradisetia.com 61

Page 62: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

LANJUTAN

• Grasi adalah salah satu dari lima hak Presiden Indonesia di bidang yudikatif. Grasi adalah Hak untuk memberikan pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman sama sekali.

• Menurut pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.

• Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat hukuman mati dikurangi menjadi hukuman penjara seumur hidup.

• Diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 jo UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi,

www.rudipradisetia.com 62

Page 63: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN 35

• Residive atau pengulangan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “in kracht van gewijsde”, kemudian melakukan tindak pidana lagi.

• Perbedaannya dengan Concursus Realis ialah pada Residive sudah ada putusan Pengadilan berupa pemidanaan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sedangkan pada Concursus Realis terdakwa melakukan beberapa perbuatan pidana dan antara perbuatan sang satu dengan yang lain belum ada putusan Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap

www.rudipradisetia.com 63

Page 64: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 36

• Residive merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Dalam ilmu hukum pidana dikenal ada dua sistem residive ini, yaitu :

1. Sistim Residive Umum

Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam residivenya.

2. Sistem Residive Khusus

Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula.

www.rudipradisetia.com 64

Page 65: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 37

• Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan maupun pelanggaran.

• Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP termasuk ke dalam sistem Residive Khusus. artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.

www.rudipradisetia.com 65

Page 66: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHSAN NO 38

• Sesuai dengan definisi yang telah dikemukakan

pada pembahasan no 35, bahwa syarat dari

residive haruslah antara perbuatan yang satu

dengan perbuatan yang lain, harus sudah terdapat

putusanya telah memiliki kekuatan hukum tetap.

• Dengan berdasarkan kepada persyaratan diatas,

saya berpendapat bahwa apabila antara

perbuatan yang satu dengan yang lain terdapat

putusan namun belum memiliki kekuatan hukum

tetap maka tidak dapat dikategorikan sebagai

recidive.

www.rudipradisetia.com 66

Page 67: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 39

• Residive Kejahatan. Residive terhadap kejahatan dalam pasal : 137(2), 144(2), 155(2), 161(2), 163(2), 208(2), 216(3), 321(2), 393(2) dan 303 bis (2). Jadi ada 11 jenis kejahatan yang apabila ada pengulangan menjadi alasan pemberat. Perlu diingat bahwa mengenai tenggang waktu dalam residive tersebut tidak sama, misalnya : • Pasal : 137, 144, 208, 216, 303 bis dan 321 tenggang waktunya dua

tahun • Pasal 154, 157, 161, 163 dan 393 tenggang waktunya lima tahun. • Sedangkan untuk residive yang diatur dalam Pasal 486, 477 dan 488

KUHP mensyaratkan bahwa tindak pidana yang diulangi termasuk dalam kelompok jenis tindak pidana tersebut.

• Residive Pelanggaran Residive dalam pelanggaran ada 14 jenis tindak pidana, yaitu : • Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545,

549 KUHP. Syarat-syarat Recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan.

www.rudipradisetia.com 67

Page 68: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

PEMBAHASAN NO 40

• Recidive diluar KUHP antara lain diatur di dalam berbagai peraturan perunang undangan. Salah satu contohnya adalah UU Tindak Pidana Korupsi.

• Pasal 2 ayat 2 UU No 31 Tahun 1999 merumuskan dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

• Dalam penjelasan pasal 2 ayat 2 UU ini dijelaskan bahwa ” Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

www.rudipradisetia.com 68

Page 69: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

REFERENSI

• Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008

• Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008

• Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

• Blog Kitab Pidana, Materi ; Percobaan, Penyertaan, Gabungan Tindak Pidana, Residive, http://kitabpidana.blogspot.com

• Zriemaroni, http://zriefmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan-hapusnya-kewenangan-menuntut.html

• Rahmat Sahrudin, http://rahmatsahrudin96.blogspot.com/2012/12/pengertian-amnesti-banding-kasasi-grasi.html

www.rudipradisetia.com 69

Page 70: Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014

70 www.rudipradisetia.com