pembahasan pemetaan

37
BAB V PEMBAHASAN Pada pemetaan kali ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Geologi Struktur pada semester III, kami mendapat wilayah pemetaan di kawasan Banyumanik- Ungaran bagian timur, Kota Semarang. Pemetaan kali ini dilakukan dengan cara pengenalan lapangan, pengeplotan peta, dan mendeskripsikan setiap aspek bentang alam pada peta kota Semarang, Jawa Tengah lembar 47 / XL-d (74-d). Pada pemetaan kali ini daerah yang harus kami teliti mencakup radius 16 km x 16 km, yang pada peta topografi yang mempunyai sklala 1 : 25.000 digambarkan dengan daerah 20 cm x 20 cm. Pada peta topografi kami membagi menjadi 10 stasiun pengamatan (SP) yang memanjang dari arah utara menuju selatan, karena pada kota Semarang perlapisan batuan mengarah dari arah barat ke timur. Pada setiap stasiun pengamatan memiliki kenampakan bentangalam yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. SP I meliputi daerah Tinjomoyo dan Kali Lutung (Padang). SP II meliputi daerah Kali Krengseng (Banyumanik), Srondol Kulon, Gombel, dan Kali Garang (Tinjomoyo). Sedangkan

Upload: fatmawidiyaningsih

Post on 11-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pembahasan

TRANSCRIPT

BAB V

PEMBAHASAN

Pada pemetaan kali ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas

praktikum mata kuliah Geologi Struktur pada semester III, kami mendapat

wilayah pemetaan di kawasan Banyumanik- Ungaran bagian timur, Kota

Semarang. Pemetaan kali ini dilakukan dengan cara pengenalan

lapangan, pengeplotan peta, dan mendeskripsikan setiap aspek bentang

alam pada peta kota Semarang, Jawa Tengah lembar 47 / XL-d (74-d).

Pada pemetaan kali ini daerah yang harus kami teliti mencakup radius 16

km x 16 km, yang pada peta topografi yang mempunyai sklala 1 : 25.000

digambarkan dengan daerah 20 cm x 20 cm.

Pada peta topografi kami membagi menjadi 10 stasiun pengamatan

(SP) yang memanjang dari arah utara menuju selatan, karena pada kota

Semarang perlapisan batuan mengarah dari arah barat ke timur. Pada

setiap stasiun pengamatan memiliki kenampakan bentangalam yang

saling berhubungan satu dengan yang lainnya. SP I meliputi daerah

Tinjomoyo dan Kali Lutung (Padang). SP II meliputi daerah Kali

Krengseng (Banyumanik), Srondol Kulon, Gombel, dan Kali Garang

(Tinjomoyo). Sedangkan pada SP III meliputi daerah Kali Kedungkidang

(Banaran), dan Kali Contak (Patemon).

Dari 10 stop site di atas, maka dapat dibagi menjadi 3 macam

delineasi, yaitu meliputi satuan perbukitan terjal gawir sesar, satuan

perbukitan bergelombang alluvial, dan satuan dataran alluvial sungai.

5.1 Stop Site 1 (Daerah Djabungan)

Stop site pertama yang kita amati adalah satuan denudasi

yang terletak di daerah Djabungan RT 4 RW 5 , daerah yang

terletak pada stasiun pengamatan pertama (SP I). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan perbukitan bergelombang agak miring. Litologinya berupa

batu-pasir halus dan batulanau dimana yang paling dominan adalah

batupasir. Tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, pertanian, perdagangan.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh data strike dan dip sebesar N 75° W

dan 45°. Perhitungan persen lereng dengan menggunakan kompas

geologi sebesar 25% sehingga daerah ini termasuk ke dalam satuan

perbukitan terjal alluvial.

Proses geologi yang terjadi yaitu angular unconformity yaitu

struktur geologi dimana bidang perlapisan batuan sudah tidak lagi

memenuhi hukkum- hukum horisontality of strata, dimana bidang

perlapisan tersebut membentuk sudut terhadap bidang horizontal.

Kenampakan tersebut terjadi karena pengaruh gaya endogen yang

mendeformasi lapisan batuan tersebut. Kenampakan yang didapat

dilapangan adalah ketika kita menjumpai suatu perlapisan miring

yang secara stratigrafi lebih tua umurnya dibanding perlapisan yang

ada dibawahnya, yang berarti sudah tidak memenuhi hokum

superposisi.

Pada daerah Tinjomoyo, tata guna lahan yang umum

digunakan adalah sebagai areal pemukiman penduduk, serta banyak

juga digunakan sebagai lahan hijau, dengan ditanami pepohonan,

contohnya pohon jati.

5.2 Stop Site 2 (Kali Pengkol, Djabungan)

Stop site kedua adalah di Kali Pengkol, daerah Djabungan,

yang terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan dataran bergelombang miring alluvial sungai. Litologinya

berupa batupasir batulanau, breksi, dan batulempung. Perkiraan

tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal pemukiman,

irigasi, penambangan pasir, dan pertanian.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan strike sebesar N 112°E

dan dip 31°.

Gambar 1. Kali Pengkol

( Kamera Menghadap Selatan )

Litologi daerah ini tersusun oleh breksi dengan fragmen

berupa andesit porfir, konglomerat dengan fragmen berupa andesit

porfir, batupasir karbonatan, batulanau, dan batulempung. Proses

geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses erosi,

transportasi dan sedimentasi material yang dapat dijumpai di sekitar

Kali Pengkol.

Gambar 10. Material hasil transportasi

Sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya

dikelompokkan dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah

mengalami gradasi dan berada dalam keadaan seimbang, sehingga

energinya hanya cukup untuk membawa dan memindahkan

bebannya saja. Erosi dan pengendapan seimbang dapat membentuk

hamparan dataran yang luas kearah pantai. Sungai peringkat

dewasa dapat membentuk dataran banjir dengan pengendapan

sebagain bebannya. Pengendapan ini yang membentuk dataran

banjir di kanan-kiri sungai yang disebabkan karena air sungai

semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena

terhambat dan menggenang secara periodik. Jika pengendapan

beban bertumpuk dan terakumulasi di kanan kiri sungai akan

terbentuk tanggul alam (natural levee) yang lebih tinggi dari dataran

banjir di sekitarnya.terdapat jeram, gradien sungainya agak terjal,

dan mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar

sungai 7 meter dan kedalamannya mencapai 1 meter. Pada sungai

ini terdapat endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar

deposit tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup

intensif yang ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang)

pada point bar tersebut. Selain itu terdapat dataran banjir dan tanggul

alam yang berada di sisi kanan dan kiri sungai tersebut.

Gambar 11. Point Bar Deposit Kali Pengkol

( Kamera Menghadap Selatan )

Pada dataran banjir sungai ini terdapat singkapan seperti

tampak pada gampar berikut:

Sruktur sedimen yang tampak pada gambar di atas adalah graded-

bedding karena ukuran butir batuan semakin ke atas semakin besar atau

disebut Coarsening Upward. Litologi penyusunnya adalah batu pasir

kasar ,batu-lempung, dan batuan beku berupa breksi dan konglomerat.

Dari litologi tersebut dan struktur sedimen berupa graded-bedding dapat

diidentifikasi terjadinya transportasi yang relative jauh kemudian

terjadinya pengendapan. Setelah terjadi pengendapan, singkapan ini

mengalami pelapukan yang dikategorikan Lapuk sedang agak kompak

karena sebagian besar litologi yang berupa breksi maupun konglomerat

hancur bila dipukul dangan palu, sebagia besar batuan berubah warna

diskontinuitas ternoda atau berisi bahan lapukan.

Point bar deposit

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, irigasi, pertanian, pariwisata, penambangan pasir sebagai

bahan galian C, dan perdagangan. Sedangkan bahaya geologi pada

daerah ini yaitu berupa bencana banjir.

5.3 Stop Site 3 ( Kali Pengkol)

Stop site ketiga adalah satuan daerah struktural yang terletak pada

stasiun pengamatan ketiga (SP III) di daerah terusan kali Pengkol.

Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke

dalam satuan perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa

batu-lanau,batupasir, batuan beku

. Pada daerah ini terdapat struktur geologi yaitu joint dan

ketidakselarasan yang memanjang dari arah utara ke selatan. Proses

geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses erosi, gerakan

massa, dan pelapukan tingkat lanjut pada breksi yang menghasilkan soil

dan lempung yang cukup tebal. Strike and dip pada lokasi ini yaitu

sebesar N 183° E / 11°.

Bentuklahan struktural dengan adanya litologi yang cukup

kompleks dalam berbagai hal berhubungan dengan perlapisan batuan

sedimen yang berbeda resistensinya terhadap erosi. Bentuklahan

struktural pada daerah ini dasarnya dibedakan menjadi 2 kelompok besar,

yaitu struktur patahan dan lipatan. Dan dari pola aliran yang kita amati dari

foto udara mempunyai korelasi dengan struktur geologisnya.

Dataran tinggi struktural pada daerah ini terbentuk pada suatu

daerah dengan batuan berlapis horizontal, Batuan berlapis yang terlipat

pada daerah ini tercermin secara baik pada bentuk lahannya.Lebih lanjut

retakan mempunyai pengaruh juga pada perkembangan bentuklahan.

Bentuk-bentuk struktural terkadang juga dipengaruhi oleh proses-proses

eksogenitas dari berbagai tipe, sehingga terbentuk satuan struktural.

 Dari pengamatan yang kita lakukan ditemukan Struktur-struktur

geologi seperti perlapisan, kekar. Hal ini diperkuat dengan bukti adanya

pelurusan yang dapat diinterpretasi dari foto udara dan peta geologi,

merupakan bukti kunci bentuk lahan struktural. Pola aliran sungai yang

ada di sekitar bentuk lahan structural yaitu sungai kali garang akan

mengikuti pola struktur utama, dengan anak-anak sungai kan relatif sejajar

dan tegak lurus dengan sungai induk, yang disebut pola

“rectanguler”.Seperti tampak pada foto udara berikut

Adanya fosil dan batu gamping menandakan daerah ini dulu

adalah laut yang mengalami pengangkatan, kemudian terjadi intrusi

magma yang ditandai dengan adanya batuan beku pada stop site ini.

Pada suatu perbukitan lipatan, biasanya pola aliran sedikit “paralel” dan

“annular”, yang kemudian berkembang lebih spesifik lagi mengikuti

struktur utamanya.

Pada dataran banjir sungai ini terdapat singkapan seperti

tapak pada gambar berikut:

Sruktur sedimen yang tampak pada gambar di atas adalah graded-

bedding karena ukuran butir batuan semakin ke atas semakin besar atau

disebut Coarsening Upward. Litologi penyusunnya adalah batu pasir

kasar ,batu-lempung, dan batuan beku berupa breksi dan konglomerat.

Dari litologi tersebut dan struktur sedimen berupa graded-bedding dapat

diidentifikasi terjadinya transportasi yang relative jauh kemudian

terjadinya pengendapan. Setelah terjadi pengendapan, singkapan ini

mengalami pelapukan yang dikategorikan Lapuk sedang agak kompak

karena sebagian besar litologi yang berupa breksi maupun konglomerat

hancur bila dipukul dangan palu, sebagia besar batuan berubah warna

diskontinuitas ternoda atau berisi bahan lapukan.

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman,kebun binatang. Sedangkan bahaya geologi pada daerah ini

yaitu berupa longsoran.

5.4 Stop Site 4 (Banaran, Gunung Pati)

Stop site keempat adalah di daerah Banaran, Gunung Patih yang

terletak pada stasiun pengamatan keempat (SP IV). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam satuan

perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi dan

batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal

perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan pertanian.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.

Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut

dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S ……° E dan dari Gunung

Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter yaitu sebesar

S …..° E.

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini terdapat

struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah utara ke

selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini adalah proses

erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut pada breksi yang

menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip pada lokasi ini yaitu

sebesar N 183° E / 11°.

Daerah denudasional mempunyai relief yang datar hal ini nampak

dari kerapatan konturnya yang sangat renggang hal ini dikarenakan

adanya proses degradasi, pelapukan atau weathering dan gerakan tanah.

Hasil dari proses denudasi ini adalah pendataran relief dengan

pembantukan suatu dataran yang landai dan menurun ke laut yang

disebut dengan peneplain. Peneplain ini dibentuk oleh proses yang lambat

akan tetapi secara kontinu yang mengangkut hasil-hasil rombakan.

Pada observasi lapangan di Perumahan Taman Sentosa daerah

Gunung Pati ini kita dapat melihat gejala-gejala denudasional berupa

gerakan tanah, dalam hal ini adalah longsoran. Dilokasi ini terdapat

gerakan tanah yang cukup kompleks, terdapat 3 jenis gerakan tanah

dilokasi pengamatan yaitu longsoran rotasi (rotational slump), yang diikuti

dengan debris avalanche, serta creep atau rayapan.

Gbr. 4.1. Rotational Slump di kawasan Perumahan Taman

Sentosa, Gunung Pati (Kamera menghadap N 110 E)

Gbr. 4.2. Indikasi adanya creep adalah tiang listrik yang miring (kamera

menghadap N 345 E)

Rotational slump pada bagian atas memicu terjadinya debris

avalanche, yaitu gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah

dengan kecepatan yang relatif cepat, hal ini dibuktikan dengan material

longsoran yang basah dan adanya air yang mengalir pada material

longsoran. Selain itu adanya puing bagian rumah yang terseret longsoran

sampai jarak kurang lebih 1,5m dari lokasi awalnya menunjukan bahwa

Tiang Listrik tidak lagi tegak

lurus

gerakan longsorannya cukup cepat. Selain itu dilokasi ini juga terjadi

proses denudasi yang berlangsung dengan sangat lambat sehingga kita

tidak dapat melihat prosesnya namun kita dapat melihat hasil

bentukannya berupa tiang lampu listrik yang miring. Proses creep ini

dapat saja terjadi sebelum terjadinya longsoran maupun terpicu akibat

adanya longsoran disekitar lokasi.

Gbr. 4.3. Puing rumah yang terseret akibat debris avalanche (kamera

menghadap N 25 E)

Longsoran ini mungkin disebabkan karena tanah tererosi oleh air

sehingga tidak mampu menahan beban rumah-rumah yang berada

diatasnya. Selain itu slope atau kelerengan lokasi yang cukup curam yaitu

25% menjadikan potensi terjadinya longsoran semakin besar. Penyebab

lain yang dapat menyebabkan longsoran ini adalah struktur geologi

daerah tersebut, dari pengamatan ditemuakan batuan yang mengandung

fosil-fosil kerang seperti yang tampak pada gambar 4.4 sehingga dapat

dianalisis bahwa daerah ini dulunya merupakan laut yang mengalami

pengangkatan sehingga struktur tanahnya mempunyai perlapisan seperti

yang tampak pada gambar 4.5. Batuan ini mungkin tersingkap akibat

longsoran. Getaran juga dapat memicu longsoran, lokasi longsoran ini

berada di pinggir jalan sehingga longsoran ini juga dapat dipengaruhi oleh

getaran dari arus lalulintas yang berada diatasnya. Litologinya yang

berupa batulempung, pasir, dan soil hasil pelapukan juga menjadi faktor

pemicu longsoran, karena lempung, pasir dan soil tidak resisten terhadap

erosi air dan mudah tertransport.

Gbr. 4.4. Fragmen batuan yang mengandung fosil (Kamera menghadap N

25 E Vertikal/kebawah)

Gbr. 4.5. Struktur perlapisan di sekitar lokasi (kamera menghadap N 320

E)

Sehingga pemanfaatan lahannya tidak cocok untuk dijadikan

kawasan perumahan atau pemukiman mengingat tanahnya yang labil.

Lahan ini lebih cocok untuk dijadikan lahan pertanian atau perkebunan

dengan membuat teras-teras guna mencegah longsoran dan adanya

vegetasi juga akan memperkuat struktur tanah disekitar lokasi.

5.5 Stop Site 5 (Kali Garang, Daerah patemon)

Stop site kelima adalah di Kali Garang, daerah Patemon, yang

terletak pada stasiun pengamatan kelima (SP V). Sebenarnya stop site 5

ini hampir sama dengan stop site II baik dari bentuk lahan dan litologinya.

Yang membedakan adalah ukuran butir di daerah patemon lebih kasar

daripada daerah tinjomoyo karena jarak transportasi material relative lebih

dekat. Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk

ke dalam satuan dataran bergelombang miring alluvial sungai. Litologinya

berupa batupasir dan breksi. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini

yaitu sebagai areal pemukiman, irigasi, penambangan pasir, dan

pertanian.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 72% dengan sudut lereng sebesar

12 °sehingga daerah ini termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal

alluvial sungai. Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari Gunung Guwo

Gede di sebelah barat laut dengan ketinggian 117 meter yaitu sebesar S

347° E dan dari Gunung Kelir di sebelah barat daya dengan ketinggian

203 meter yaitu sebesar S 5° E.

Gambar 9. Kali Garang ( Kamera Menghadap Selatan )

Litologi daerah ini tersusun oleh breksi dengan fragmen berupa

andesit porfir, konglomerat dengan fragmen berupa andesit porfir,

batupasir karbonatan, batulanau, dan batulempung. Proses geomorfik

yang membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan

sedimentasi material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Garang.

Gambar 10. Konglomerat

Sungai yang terdapat pada satuan ini umumnya dikelompokkan

dalam stadia dewasa, yaitu sungai yang telah mengalami gradasi

dan berada dalam keadaan seimbang, sehingga energinya hanya

cukup untuk membawa dan memindahkan bebannya saja. Erosi dan

pengendapan seimbang dapat membentuk hamparan dataran yang

luas kearah pantai. Sungai peringkat dewasa dapat membentuk

dataran banjir dengan pengendapan sebagain bebannya.

Pengendapan ini yang membentuk dataran banjir di kanan-kiri sungai

yang disebabkan karena air sungai semasa banjir melimpah tebing

dan tidak lagi tersalurkan karena terhambat dan menggenang secara

periodik. Jika pengendapan beban bertumpuk dan terakumulasi di

kanan kiri sungai akan terbentuk tanggul alam (natural levee) yang

lebih tinggi dari dataran banjir di sekitarnya.terdapat jeram, gradien

sungainya agak terjal, dan mengalir sepanjang tahun. Dimensi

sungai ini memiliki lebar sungai 7 meter dan kedalamannya

mencapai 1 meter. Pada sungai ini terdapat endapan gosong tepi

(point bar deposit). Pada point bar deposit tersebut telah mengalami

proses pelapukan yang cukup intensif yang ditandai dengan

tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar tersebut. Selain

itu terdapat dataran banjir dan tanggul alam yang berada di sisi

kanan dan kiri sungai tersebut.

5.6 Stop Site 6 (Srondol Kulon)

Stop site keenam adalah di daerah Srondol Kulon yang

terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan perbukitan bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi

dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu

sebagai areal perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan

pertanian.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.

Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut

dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S 116° E dan dari

Gunung Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter

yaitu sebesar S 50° E.

Gawir Sesar

Gambar 6. Gawir Sesar ( Kamera Menghadap Selatan )

Dari kenampakan gawir sesar yang ada pada gambar 6 jika

dikaitkan dengan peta topografi terdapat sesar yang memanjang dari

selatan-utara yaitu dari daerah srondol-kulon sampai gombel. Bukti

adanya sesar yang memanjang pada daerah tersebut yaitu

kenampakan sumber mata air yang terdapat pada beberapa titik di

daerah bidang sesar. Seperti tampak pada peta topografi berikut

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini

terdapat struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah

utara ke selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini

adalah proses erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut

Sesar

pada breksi yang menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip

pada lokasi ini yaitu sebesar N 183° E / 11°.

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya

geologi pada daerah ini yaitu berupa longsoran, runtuhan batuan,

dan runtuhan tanah.

Gambar 7. Tataguna Lahan Srondol Kulon

( Kamera Menghadap Barat)

5.7 Stop Site 7 (Kali Krengseng, Banyumanik)

Stop site ketiga adalah di Kali Krengseng, daerah Banyumanik

yang terletak pada stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa

konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini

yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta

instansi pemerintah dan swasta.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 40% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah

pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat daya dengan

ketinggian 285 meter yaitu sebesar S 40° E dan dari titik di sebelah

utara dengan ketinggian 239 meter yaitu sebesar S 175° E.

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang

membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi

material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Krengseng.

Kali Krengseng yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke

dalam sungai berstadia dewasa dengan arus yang cukup deras,

terdapat jeram, gradien sungainya agak terjal dan mengalir

sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 3 meter

dan kedalamannya mencapai 30 cm. Pada sungai ini terdapat

endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit

tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang

ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar

tersebut.

Point bar

deposit

Gambar 4. Point Bar Deposit Kali Lutung

( Kamera Menghadap Selatan)

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya

geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.

Gambar 5. Pemukiman ( kiri), Pertanian ( kanan)

( Kamera menghadap Utara )

5.8 Stop Site 8 (Kali Lutung, Padang)

Stop site kedua adalah di Kali Lutung, daerah Padang yang

terletak pada stasiun pengamatan pertama (SP I). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa

konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini

yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta

instansi pemerintah dan swasta.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 25% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah

pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat daya dengan

ketinggian 226 meter yaitu sebesar S 14° E dan dari titik di sebelah

timur laut dengan ketinggian 207 meter yaitu sebesar S 233° E.

Gambar 2. Kali Lutung ( Kamera Menghadap Utara )

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang

membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi

material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Lutung.

Gambar 3. Andesit Porfir (Kiri), Batupasir (Kanan)

Kali Lutung yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke dalam

sungai berstadia dewasa dengan arus yang relatif tenang dan

mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 4

meter dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat

endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit

tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang

ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar

tersebut.

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, tempat pembuangan sampah, dan lahan

pertanian. Sedangkan bahaya geologi pada daerah ini yaitu berupa

bencana banjir.

5.9 Stop Site 9 (Kali Contak, Patemon)

Stop site kedelapan adalah di Kali Contak, daerah Patemon,

yang terletak pada stasiun pengamatan ketiga (SP III). Berdasarkan

pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam

satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya berupa

konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini

yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan, serta

instansi pemerintah dan swasta.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 25% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah

pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut dengan

ketinggian 229 meter yaitu sebesar S 168° E dan dari titik di sebelah

barat daya dengan ketinggian 275 meter yaitu sebesar S 38° E.

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang

membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi

material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Contak.

Gambar 14. Andesit Porfir Pada Kali Kontak

Kali Contak yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke dalam

sungai berstadia dewasa dengan arus yang relatif tenang dan

mengalir sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 3

meter dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat

endapan gosong tepi (point bar deposit). Pada point bar deposit

tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif yang

ditandai dengan tumbuhnya vegetasi (rumput ilalang) pada point bar

tersebut. Selain itu terdapat dataran banjir dan tanggul alam yang

terdapat di sisi kiri dan kanan sungai.

Point Bar

Deposit

Gambar 15. Point Bar Deposit Kali Kontak

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya

geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.

5.10 Stop Site 10 (Kali Kedungkidang, Banaran)

Stop site ketujuh adalah di Kali Kedungkidang, daerah

Banaran, yang terletak pada stasiun pengamatan ketiga (SP III).

Berdasarkan pengamatan pada peta topografi, daerah ini termasuk

ke dalam satuan perbukitan bergelombang alluvial. Litologinya

berupa konglomerat dan batupasir. Perkiraan tataguna lahan pada

daerah ini yaitu sebagai areal pemukiman, pertanian, perdagangan,

serta instansi pemerintah dan swasta.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 40% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan perbukitan terjal alluvial. Orientasi arah

pada lokasi didapatkan dari daerah Bantardowo di sebelah timur

yaitu sebesar S 279° E dan dari daerah Persen di sebelah timur laut

yaitu sebesar S 238° E.

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Proses geomorfik yang

membentuk daerah ini adalah proses erosi, transportasi dan deposisi

material yang dapat dijumpai di sekitar Kali Kedungkidang.

Gambar 12. Breksi

Kali Kedungkidang yang terdapat pada lokasi ini termasuk ke

dalam sungai berstadia dewasa dengan arus yang cukup deras,

terdapat jeram, gradien sungainya cukup terjal, dan mengalir

sepanjang tahun. Dimensi sungai ini memiliki lebar sungai 4 meter

dan kedalamannya mencapai 50 cm. Pada sungai ini terdapat

endapan gosong tepi (point bar deposit) dan endapqan gosong

tengah (middle channel). Selain itu terdapat dataran banjir dan

tanggul alam yang terdapat di sisi kiri dan kanan sungai.

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya

geologi pada daerah ini yaitu berupa bencana banjir.

Gambar 13. Tataguna Lahan Kali Kedung Kidang, Banaran

( Kamera Menghadap Utara )

5.11 Stop Site 11 (Gombel)

Stop site kelima adalah di daerah Gombel yang terletak pada

stasiun pengamatan kedua (SP II). Berdasarkan pengamatan pada

peta topografi, daerah ini termasuk ke dalam satuan perbukitan

bergelombang struktural. Litologinya berupa breksi dan batupasir.

Perkiraan tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai areal

perdagangan, penambangan pasir, pemukiman, dan pertanian.

Setelah melakukan pengamatan secara langsung di lokasi

pengamatan, kami memperoleh perhitungan persen lereng dengan

menggunakan kompas geologi sebesar 75% sehingga daerah ini

termasuk ke dalam satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar.

Orientasi arah pada lokasi didapatkan dari titik di sebelah barat laut

dengan ketinggian 208 meter yaitu sebesar S 116° E dan dari

Gunung Selekor di sebelah barat daya dengan ketinggian 204 meter

yaitu sebesar S 50° E.

Litologi daerah ini tersusun oleh andesit porfir, breksi dengan

fragmen berupa andesit porfir, dan batupasir. Pada daerah ini

terdapat struktur geologi yaitu gawir sesar yang memanjang dari arah

utara ke selatan. Proses geomorfik yang membentuk daerah ini

adalah proses erosi, gerakan massa, dan pelapukan tingkat lanjut

pada breksi yang menghasilkan soil yang cukup tebal. Strike and dip

pada lokasi ini yaitu sebesar N 183° E / 11°.

Gambar 8. Breksi ( Kamera Menghadap Utara)

Tataguna lahan yang ada pada daerah ini yaitu sebagai areal

pemukiman, perdagangan, dan lahan pertanian. Sedangkan bahaya

geologi pada daerah ini yaitu berupa longsoran, runtuhan batuan,

dan runtuhan tanah.

BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan anatara lain :

6.1Pada peta topografi dapat dibagi menjadi 3 macam satuan delineasi,

antara lain satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar, satuan

perbukitan terjal alluvial, dan satuan perbukitan terjal alluvial sungai.

6.2Satuan pegunungan sangat terjal gawir sesar meliputi daerah Srondol

Kulon dan Gombel, adapun ciri-cirinya :

a. Relief : Beda tinggi 173 m, % lereng 75%, dan

sudut lereng 36°.

b. Pola penyaluran : Trellis.

c. Litologi : Andesit porfir, konglomerat, breksi,

batupasir, dan batulanau.

d. Struktur geologi : Kekar dan gawir sesar.

e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan gerakan massa.

f. Tataguna lahan : Perdagangan, penambangan pasir,

pemukiman, dan pertanian.

g. Bahaya geologi : Longsor, runtuhan batuan, dan runtuhan

tanah.

6.3Satuan perbukitan terjal alluvial meliputi daerah Pedalangan, Kali

Lutung (Padang), Kali Krengsesng (Banyumanik), Kali Kedungkidang

(Banaran), dan Kali Contak (Patemon), adapun ciri-cirinya :

a. Relief : Beda tinggi 90 m, % lereng 30%, dan sudut

lereng 15°.

b. Pola penyaluran : Dendritik.

c. Litologi : Andesit porfir, breksi, batupasir, dan

batulanau.

d. Struktur geologi : -

e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan deposisi.

f. Tataguna lahan : Pemukiman, pertanian, perdagangan,

instansi pemerintah dan swasta, dan tempat

pembuangan sampah.

g. Bahaya geologi : Banjir.

6.4Satuan perbukitan terjal alluvial sungai meliputi daerah Kali Garang

(Tinjomoyo), adapun ciri-cirinya :

a. Relief : Beda tinggi 28 m, % lereng 27%, dan sudut

lereng 36°.

b. Pola penyaluran : Paralel.

c. Litologi : Breksi, konglomerat, batupasir karbonatan,

batulanau, dan batulempung.

d. Struktur geologi : -

e. Proses geomorfik : Pelapukan, erosi, dan sedimentasi.

f. Tataguna lahan : Pemukiman, irigasi, pertanian, pariwisata,

penambangan pasir, dan perdagangan.

g. Bahaya geologi : Banjir.