pembahasan makalah agama fix

33
PEMBAHASAN A. Sejarah Ekonomi Islam Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya. Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari

Upload: saniastari

Post on 23-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMBAHASAN

A. Sejarah Ekonomi Islam

Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat

sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem

ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah

miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.

Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-

negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-

an karena keserakahan kapitalisme ini.

Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena

masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan

dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi

tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang

menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara

muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah.

Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem

ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil

membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari

pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi

Syariah dan Sistem Ekonomi

Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi

Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem

Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi

lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk

menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi

ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan

umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat

Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat

memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman

jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di

dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

C. Sistem Ekonomi Islam

1. Definisi Ekonomi Islam

Tidak ada definisi ekonomi islam baku yang dapat digunakan sebagai pedoman umum, yang

menjadikan secara pasti perbedaan definisi ekonomi islam dengan ekonomi konvesional. Beberapa

ekonom muslim berusaha mendefinisikan, tetapi hal itu tidak terlepas dari konteks permasalahan-

permasalahan ekonomi yang mereka hadapi sehingga kesan yang terjadi ada perbedaan dalam

mendefinisikan “ekomomi islam” dari beberapa ekonom muslim sendiri. Oleh karena itu, perbedaan

pendefinisian lebih diartikan sebagai usaha para ekonom muslim untuk menjawab masalah ekonomi

yang ditangkapnya, sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.

Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi islam sebagai upaya untuk

mengoptimalkan nilai islam dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Mannan mengatakan :

Ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah

ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. (Mannan, 1993 : 19)

Definisi Mannan hampir semakna dengan apa yang didefinisikan oleh M. M Metwally.

Metwally menekankan pada usaha dalam mempelajari masalah masyarakat islam dalam memenuhi

kebutuhanya :

Ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang

beriman) dalam suatu masyarakat islam yang mengikuti Al-Quran, Hadist Nabi, Ijma dan

Qiyas. (Metwally, 1995 : 1)

Sementara itu, Hasanuzzaman mengatakan masalah pokok yang ada dalam perekonomian

yang menjadikan masalah besar bagi kehidupan nantinya adalah masalah ketidakadilan atau

distribusi. Hasanuzzaman menyatakan :

Ilmu ekonomi islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang

mencegah ketidakadilan dalam pemperoleh sumber-sumberdaya material sehingga tercipta

kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat.

(Chapra, 2001 : 121)

Selain itu, ekonomi islam bisa ditinjau dari perilaku orang islam dalam memenuhi

kebutuhanya sehari-hari dari produksi hingga distribusi secara sistematis. Sebagaimana yang

dikatakan Khursid Ahmad :

Ekonomi islam adalah suatu usaha sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan perlaku

manusia dalam hubunganya kepada persoalan tersebut menurut perspektif islam. (Chapra, 2001

: 121)

Sedangkan perbedaan masalah ekonomi yang dihadapi manusia disebabkan oleh kegiatan

manusia antar satu dengan yang lain berbeda karena perbedaan geografi, demografi dan ideologi.

Manusia tidak bisa mengefisienkan kegiatan ekonomi dalam satu konsep maka, upaya untuk

mengantisipasi hal tersebut hendaknya dikembalikan pada Al-Quran dan Hadist untuk menemukan

penyelesaian. Hal ini sebagaimana dikatakan Nejatullah Siddiqi :

Bahwa ekonomi islam adalah jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan

ekonomi pada jamannya. Dalam upaya ini mereka dihantui oleh Al-Quran dan As-Sunnah, akal

dan pengalaman. (Chapra, 2001 : 121)

Menurut Arkham Khan, ekonomi islam berarti juga metode mengakomodasi berbagai faktor

ekonomi dengan melibatkan seluruh manusia yang mempunyai potensi yang berbeda guna

melibatkan sumber daya ekonomi yang ada di bumi. Ilmu ekonomi memusatkan pada studi tentang

kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya atas dasar kerjasama

dan partisipasi.

Ilmu ekonomi islam bertujuan untuk melakukan studi terhadap kesejahteraan (falah) manusia

yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber-sumber daya di bumi berdasarkan kerjasama

dan partisipasi. (Chapra, 2001 : 121)

Ekonomi Islam adalah ilmu yang memperlajari kegiatan-kegiatan manusia dalam

perekonomian di segala aspek kehidupan. Ekonomi islam lebih ditekankan sebagai sains yang

bertugas menyibak permasalahan-permasalahan manusia dalam mengimplementasikan ajaran islam

dalam perekonomian, sebagaimana Syed Nawad Haider Naqvi katakan :

Ekonomi islam adalah perwakilan perilaku kaum muslimin dalam suatu masyarakat muslim

tipikal ( Chapra, 2001 :121)

Berbeda dengan apa yang dikemukakan Umer Chapra, ekonomi islam merupakan

representasi Al-Quran dan Al-Hadist yang membangun kehidupan manusia dalam kehidupan yang

lebih baik dari konsep ekonomi manapun. Hal ini terjadi bila kebebasan manusia dalam

menyelenggarakan kebutuhan hidupnya didasarkan pedoman Al-Quran dan Al-Hadist. Definisi

Chapra sebagai berikut :

Ekonomi islam sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan

kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang

seirama dengan maqasid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan

ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan

solidaritas keluarga dan social serta jaringan moral masyarakat. (Chapra, 2001 : 121)

Sejalan dengan definisi Umer Chapra, Louis Cantori menyatakan :

Ekonomi islam pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk memformulasikan suatu ilmu

ekonomi yang berorientasi kepada manusia dan masyarakat yang tidak mengakui individualism

yang berlebih-lebihan sebagaimana dalam ekonomi klasik. (Chapra, 2001 : 121)

Munawar Iqbal menitik beratkan bahwa penyelenggaraan kebutuhan manusia harus

didasarkan pada aturan Al-Quran, dan lebih lanjutnya pedoman teknis dalam melakukan praktek

ekonomi harus merupakan derivasi dari aturan-aturan syariah yang ada dalam Hadist. Iqbal

mengemukakan :

Ekonomi islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syariat islam. Islam

memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar

yang dicantumkan dalam Al-Quran dan Hadist adalah batu ujian untuk menilai teori-teori baru

berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi islam. Dalam hal ini himpunan hadist merupakan sebuah

buku sumber yang sangat berguna. (Rahardjo, 1999 : 22)

3. Prinsi-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam

a. Kebebasan Individu

Manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu keputusan yang berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas

mengoptimalkan potensinya. Kebebasan manusia dalam Islam di dasarkan atas nilai-nilai tauhid

suatu nilai yang membebaskan dari segala sesuatu, kecuali Allah. Nilai tauhid akan membentuk

pribadi manusia yang berani dan kepercayaan diri karena segala sesuatu yang diperlakukan

hanya dipertanggungjawabkan sebagai pribadi di hadapan Allah. Firman Allah dalam surah An-

Nissa’ (4) ayat 85.

“Barang siapa memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian

(pahala) dari padanya. Dan barang siapa yang memberi syafa’at buruk, niscaya ia akan

memikul bagian (dosa) dari padanya”

Tidak ada sesuatu apapun yang bisa membantu dirinya, kecuali dirinya sendiri. Dalam

surah Al-Muddastsir (74) ayat 38, Allah berfirman:

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”

Kebebasan manusia sebagai seorang hamba Allah merupakan modal utama bagi

seorang muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang Islami. Tanpa kebebasan tersebut

seorang muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar sebagai seorang khalifah.

b. Hak Terhadap Harta

Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya

diperoleh dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan Islam yang didasarkan atas kemaslahatan

masyarakat sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan

menghormati. Hal ini dikarenakan harta hanyalah titipan Allah semata.

“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan

yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara

kamu. Dan janganlah membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu”. (QS An-Nissa’ (4) : 29)

c. Ketidaksamaan Ekonomi dalam Batas yang Wajar

Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan. Dalam hal

ini menentukan kehidupan manusia untuk lebih bisa memahami keberadaan dirinya sebagai

manusia yang satu dengan yang lain telah didesain oleh Allah untuk saling memberi dan

menerima.

Islam tidak mengajurkan kesamaan ekonomi, tetapi ia mendukung kesamaan sosial,

Islam tidak mengajurkan adanya perbedaan pemberlakuan antara sesamanya, satu dengan yang

lain mempunyai hak dan kewajiban ekonomi sama dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Kesamaan sosial ini membentuk keharmonisan dalam kehidupan manusia. Tetapi tetap ada

perbedaan dalam kekayaannya. Tetapi kekayaan yang didapatnya jangan sampai hanya dipakai

sendiri saja. Seperti yang dijelaskan di QS Al-Hasyr (59) ayat 7:

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”

Demikian juga kekayaan diberikan satu dengan yang lain berbeda manusia dianjurkan

tidak iri, seperti firman Allah di QS An-Nissa’ (4) ayat 32 berikut:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian

kamu lebih banyak dari sebagian yang lain”

Manusia juga dianjurkan untuk bersikap adil dalam memenuhi hajat hidup

masyarakat, seperti yang tertera di QS Al-Araf (7) ayat 29:

“Katakanlah Tuhanku menyukai keadilan”

d. Jaminan Sosial

Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara dan setiap warga

negara dijamin memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas utama

bagi negara untuk menjamin warga negaranya, dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan

prinsip hak untuk hidup. Allah berfirman di QS adz-Dzaariyaat (51) ayat 19:

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang

miskin yang tidak mendapat bagian”

Dalam sistem ekonomi Islam negara mempunyai tanggung jawab untuk

mengalokasikan sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum. Islam

memperhatikan masalah pengelolaan harta melalui pengaturan zakat, infaq, shodakoh, dan

sebagainya sebagai sarana untuk mendapatkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.

e. Distribusi Kekayaan

Islam mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat dan

menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Antara satu orang dengan

orang lain sudah mempunyai batas rejeki yang telah ditentukan oleh Allah, maka usaha untuk

melakukan tindakan diluar jalan syariah merupakan perbuatan dzalim, seperti firman Allah di

QS Al-Baqarah (2) ayat 188:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan

jalan yang batil. . .”

f. Larangan Menumpuk Kekayaan

Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara

berlebihan. Seorang muslim berkewajiban mencegah dirinya dan masyarakat supaya tidak

berlebihan dalam pemilikan harta, seperti firman Allah QS Al-Maidah (5) ayat 87:

“Hai orang-orang beriman janganlah kamu haramkan yang baik yang telah Allah halalkan

bagi kamu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang melampaui batas”

Sikap sederhana dalam memiliki harta materi merupakan sikap manusia yang sehat.

Allah berfirman di QS Al-Maidah (5) ayat 90:

“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)

berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”

g. Kesejahteraan Individu dan Masyarakat

Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu

dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi faktor dominan dalam bentuk sikap individu

sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat, demikian juga

sebaliknya.

Dalam Islam hubungan individu dan masyarakat ini berpengaruh besar untuk

membangun beradaban manusia di massa depan. Untuk itu mendapatkan peradaban yang baik

dalam membangun masyarakat, seperti firman Allah pada QS Al-Maidah (5) ayat 2:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan

tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada

Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya”

4. Nilai-Nilai Instrumental Sistem Ekonomi Islam

Tiap sistim ekonomi, menurut aliran pemikiran dan agama tertentu, memiliki nilai

instrumental tersendiri. Menurut Ahmad M.Syaefudin (A.M.Syaefudin,1984:66) dalam sistim

kapitalis nilai instrumentalnya adalah persaingan sempurna, kebebasan keluar masuk pasar tanpa

restriksi, bentuk pasar yang atomistic dan monopolistic. Dalam sistem Marxis nilai instrumentalnya

adalah perencanaan ekonomi yang bersifat sentral dan mekanistik, kepemilikan factor produksi oleh

kaum proletar secara kolektif. Dalam Sistem Ekonomi Islam, ada lima nilai instrumental yang

strategis yang mempengaruhi tingkah laku orang muslim, masyarakat dan pembangunan ekonomi

pada umumnya. Nilai-nilai instrumental tersebut adalah:

a. Zakat

Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat

berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi

umumnya. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi

mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan.

Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan menunjang hidup di akherat

adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi. Ini merupakan seperangkat alternatif untuk

mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan. Untuk itu perlu dibentuk

lembaga-lembaga sosial Islam sebagai upaya untuk menanggulangi masalah sosial tersebut.

Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana

sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil

Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi

konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti

dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif

kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.

Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau

pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat

tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata.

Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis

zakat dapat dilihat melalui:

(1) zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang.

(2) sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat,

tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang

lain akan terus membayar.

(3) zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat

menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.

b. Pelarangan Riba

Dalam al-quran surat al-Baqara(2) ayat 275,276,278 dengan tegas dan jelas Allah

menyebut larangan riba. Larangan serupa juga ditemui pada al-Quran surah 3:130 dan surah 30

ayat 39.Di dalam surah –surah tersebut Allah dengan tegas melarang riba, walaupun

diungkapkan dengan berbagai macam cara yang berbeda. Dalam kepustakaan ekonomi Islam

disebutkan berbagai macam riba, namun dalam bab ini yang sangat relevan untuk dibicarakan

adalah Riba nasiah. Riba nasiah adalah riba dalam bentuk tambahan tambahan yang terjadi

dalam hutang-piutang berjangka waktu sebagai imbalan jangka waktu tersebut. Riba ini disebut

juga riba jahiliyah, karena dulu sering dilakukan di zaman jahiliyah. Riba nasiah dilarang karena

mengandung unsure eksploitasi manusia atas manusia. Kalau dikaji dengan teliti, riba nasiah ini

menghilangkan unsur tolong-menolong antar sesama.

Riba nasiyah ini mirip sekali dengan bunga yang dibebankan oleh bank. Banyak sekali

hli ahli dalam ekonomi yang menyatakan pendapat yang berbeda tentang kedua hal tersebut, ada

yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram,karena sama dengan riba nasiyah.Ada pula

yang mengatakan bahwa bunga bank ini adalah halal karena dipergunakan untuk kepentingan

umum. Oleh karena banyaknya perbedaan pendapat tersebut,untuk membedakanya,Bank

Pengmbangan Islam yang mulai berjalan sejak 20 Oktober 1975 mengganti istilah intrest

menjadi administration fee, yakni biaya yang dipergunakan untuk menggaji karyawan, dan

keperluan lain lain yang berhubungan dengan kegiatan bank tersebut.

c. Kerjasama Ekonomi

Kerjasama (cooperative) dalam ekonomi Islam adalah merupakan kontra dari kompetisi

bebas dari ekonomi kapitalis dan kediktatoran ekonomi sosialis. Doktrin kerjasama dalam

ekonomi Islam dapat meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesenjangan sosial, mencegah

penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata, melindungi kepentingan

ekonomi lemah. Dengan ekonomi yang berdasarkan kerjasama ini menghendaki organisasi

dengan prinsip syirkah, yang kuat membantu yang lemah. Qiradh atau syirkah dalam Islam jelas

berbeda dengan ekonomi non-Islami yang individualistis yang mengajarkan konflik antar

pesaing dan memenangkan yang terkuat, sehingga melahirkan usaha untuk memupuk kekayaan,

pemusatan kekayaan, pemusatan kekuatan dan ketidakadilan ekonomi, pertentangan antar kelas

dan akhirnya kejatuhan bangsa dan kebudayaan.

Kerjasama atau cooperation merupakan bentuk lain dari organiasi bisnis yang

berorientasi pada jasa yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi realisasi tujuan-

tujuan ekonomi. Kerjasama adalah gabungan individualisme dan kepedulian sosial yang terjalin

erat, yang bekerja demi kesejahteraan orang lain, sehingga memberikan harapan bagi

pengembangan daya guna seseorang.

Prinsip kerjasama dalam Islam terdapat dalam Qur`an Surat : al-Maidah ayat 2:

�ُع�ْد�َو�اِن� َو�اْل � �ِم �ْث �ِإل ا َع�َل�ى �وا �ُع�اَو�ُن �َت َو�َال �ْق�و�ى َو�اْلَّت �ِّر� �ِب اْل َع�َل�ى �وا �ُع�اَو�ُن َو�َت

�ُع�ْق�اِب� اْل ْد�يْد� َش� اْلَلَه� �ِن� ِإ اْلَلَه� �ْق�وا َو�اَت

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,

sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. 5:2)

Bentuk-bentuk Kerjasama (Kemitraan)

1. Kerjasama dalam Perdagangan (as-Syirkah/kemitraan usaha)

Syirkah secara etimologi berarti, “percampuran/penggabungan dua hal atau lebih, sehingga

didalamnya tidak bisa dibeda-bedakan lagi”. Sedangkan secara istilah ekonomi berarti,

“kerjasama antara dua belah oihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing

pihak memberikan konstribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”.

Dalam hal ini Syirkah terbagi pada lima macam, yakni;

a. Syirkah ‘Inan, dimana para pihak yang terlibat didalamnya mempunyai posisi dan komposisi

yang sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, keuntungan, bahkan resiko.

b. Syirkah Mufawwadhah, dimana para pihak yang terlibat mempunyai posisi dan komposisi

yang berbeda, baik modal, pekerjaan, keuntungan dan resiko, sesuai dengan kesepakatan.

c. Syirkah Wujuh, dimana para pihak yang bersekutu didalamnya sama-sama tidak

mengeluarkan modal, tetapi hanya menjalankan usaha milik pihak lain. Dengan keuntungan

dibagi diantara mereka berdasarkan kesepakatan.

d. Syirkah Abdan, dimana dua orang yang berserikat menerima dan melakukan suatu

pekerjaan,yang hasil atau imbalannya dibagi diantara meeka sesuai kesepekatan juga.

e. Syirkah Mudharabah, (kemitraan modal) dimana para pihak yang terlibat dalam suatu

pekerjaan bersekutu dengan pemilik modal sebagai pengelola usahanya, yang keuntungannya

dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka bersama, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik

modal.

2. Kerjasama dalam Pertanian

a. Al-Muzara’ah. Yakni penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan

hasilnya dibagi dua.

b. Al-Musaqah. Yakni kerjasama antara pemilik kebun dengan petani penggarap dengan tujuan

agar kebun tersebut dipelihara dan dirawat. Bila kebun tersebut bisa dipanen, maka hasilnya

dibagi pada upah dan keuntungan masing-masing pihak

d. Jaminan Sosial

Tujuan dari jaminan sosial adalah untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup yang

minimum bagi seluruh lapisan masyarakat. Jaminan sosial secara tradisional berkonotasi dengan

pengeluaran sosial baik untuk kepentingan Negara ataupun untuk kebajikan humanis dan tujuan

bermanfaat lainnya menurut syariat Islam. Nilai jaminan sosial akan mendekatkan manusia

kepada Allah dan karunia-Nya, membuat manusia bersih dan berkembang, menghilangkan sifat

tamak, sifat mementingkan diri sendiri, dan hambatan-hambatan terhadap stabilitas dan

pertumbuhan sosio-ekonomi. Jaminan sosial akan membuat manusia lebih siap memasuki hari

perhitungan karena telah mnejual dirinya untuk mencari kenikmatan Illahi. Pengeluaran sosial

manusia dalam Islam akan memperoleh imbalan nyata dalam kehidupan didunia dan akhirat.

e. Peran Negara

Peran negara pada umumnya,sangat menentukan dalam pelaksanaan nilai-nilai sistem

Ekonomi Islam. Dalam hal ini negara berperan sebagai pemilik manfaat sumber-sumber,

produsen, distributor dan sekaligus sebagai lembaga pengawasan kehidupan ekonomi (lembaga

hisbah). Dalam peran ini diperlukan sekali aspek hukum, perencanaan,pengawasan alokasi,

distribusi sumberdaya dan Sdana,pemerataan pendapatan dan kekayaan,serata pertumbuhan

dan stabilitas ekonomi.

5. Nilai Filosofis Sistem Ekonomi Islam

a. Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.

b. Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan pengembangannya

berlangsung terus-menerus.

D. Dasar-Dasar Ekonomi Islam

1. Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat,tercapainya

pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik

perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan

pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.

2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-

hal yang halal pula.

3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.

4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus

dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.

5. Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.

6. Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.

7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah

prestasi kerja.

E. Landasan Hukum

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kallam Allah, yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang ditulis di mushaf, agar menjadi hujjah bagi Rasulullah bahwa dia adalah

utusan Allah dan menjadi undang-undang dasar bagi orang yang mendapat petunjuk Allah.

a. Ayat tentang pengelolaan harta

Manusia dilarang menggunakan harta pada hal-hal yang merugikan sesamanya dan pada hal

yang kurang bermanfaat:

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim,sebenarnya

mereka itu menelan api sepenuhnya perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang

menyala-nyala” (QS.An-Nisaa (4):10)

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu

dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu ke

hakim,supaya kamu memakan sebagian dan harta benda orang lain itu dengan (jalan

berbuat) dosa,padahal kamu mengetahui.” (QS.Al-Baqarah (2):188)

Jika manusia telah mendapatkan rezeki,wajib berzakat untuk memberikan berjah demi

kemashlatan:

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan

orang miskin yang tidak dapat bagian” (QS.Adz-Dzariat (51):19)

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu; bagi orang (miskin)

yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”

(QS.Al-Ma’arij (70): 24-25)

b. Ayat tentang perdagangan

Manusia dalam mencari rezeki harus memperhatikan kehendak sesama,tidak saling memaksa

dan atas dasar suka sama suka:

“Hai orang-oran yang beriman,janganlah kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil,kecuali dengan jalan prniagaan yang berlaku dengan suka sama

suka diantara kamu” (QS.An-Nisa (4):29)

Manusia juga harus adil dan jujur dalam berdagang:

“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca

itu” (QS.Ar-Rahman (55):9)

2. Hadits

Al-Hadits adalah berita yang berasal dari Nabi. Bisa dalam wujud qauliyah (perkataan),

fi’liyah (perbuatan) dan taqrir (persetujuan terhadap perkataan orang lain)

a. Hadits tentang riba

“Sesungguhnya riba itu bias terjadi pada jual beli secara utang (kredit)” (HR.Bukhari

Muslim dan Ahmad)

Dari Jubair ra,Rasulullah SAW mencela penerima dan pembayar bunga,orang yan mencatat

beguitu pula orang yang menyaksikan. Beliau bersbda; “Mereka semua sama-sama berada

dalam dosa” (HR,Muslim,Tirmizi dan Ahmad)

Dari Ubada bin Sami ra, Nabi bersabda; “Emas untuk emas,perak untuk perak,gandum

untun gandum.Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat

riba,pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa)” (HR.Muslim dan Ahmad)

b. Hadits tentang utang

“Sebaik-baik manusia adalah yang sebaik-baik membayar utang” (HR.Muslim)

“Barang siapa member kesempatan kepada si pengutang yang dalam kesulitan untuk

mengundurkan waktu pelunasan utangnya,atau meringankan perhitungan baginya, maka

Allah akan menaungi dibawah naungan ‘arsy-Nya kelak pada hari ketika tak ada naungan

selain naungan-Nya” (HR.Muslim)

“Barang siapa berutang sedangkan ia benar-benar berniat aka melunasinya, maka Allah

akan menugaskan sekelompok malaikat untuk menjaganya dan mendoakan baginya

sehingga ia dapat melunasinya” (HR.Ahmad dri Aisyah)

3. Ijtihad

Ijtihad adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-

dalil syara’ secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara istimbat (mengambil kesimpulan

hukum)

Ijtihad dapat digunakan dalam peristiwa-peristiwa tertentu,antara lain :

a. Peristiwa yang ditunjuk oleh nash yang dzanniyu-wurud (hadits-hadits ahad) dan

dzanniyuddalalah ( nash Al-Qur’an dan Al-Haits yang masih dapat ditafsirkan dan di

ta’wilkan)

b. Peristiwa-peristiwa yang tidak ada nash-nya sama sekali.Seorang mujtahid hendak

menetapkan hukumnya dengan perantara qiyas,istihsan,istihsab,urf dan mashlaha Al-

mursalah.

4. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid muslim memutuskan suatu masalah sesudah terhadap

hukum syar’i pada suatu peristiwa. Ijma’ dapat dibagi menjadi dua, yakni :

a. Ijma’ Sharih (ijma’ hakiki), yaitu kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu

peristiwa. Masing-masing mujtahid bebas mengeluarkan pendapat dan dijadikan sebagai

sumber hukum syariat.

b. Ijma’ Sukuti (ijma’ I’tibari), yaitu sebagian mujtahid terang-terangan menyatakan

pendapatnya dengan fatwa dan sebagian lagi berdiam diri yang berarti dia menyetujui

pendapat tersebut. Ijma’ ini merupakan sumber hukum yang kedudukannya relatif.

5. Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa

yang terdapat nash bagi hukumnya.

Macam-macam qiyas :

a. Qiyas Aula, yaitu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum dan yang disamakan

(mulhaq) mempunyai hukum yang lebih utama daripada tempat menyamakannya

(mushaqbih).

b. Qiyas Musawi, yaitu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum dan illat hukumnya

yang terdapat pada mulhaq-nya adalah sama dengan yang terdapat pada mulhaqbih.

c. Qiyas Dalalah, yaitu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq menunjukkan hukum, tetapi

tida mewajibkan hukum kepadanya.

d. Qiyas Syibhi, yaitu qiyas yang mulhaq-nya dapat di qiyaskan kepada dua mulhaqbih yang

mengandung banyak persamaan dengan mulhaq.

6. Al ‘Urf (kebiasaan)

Urf adalah apa yang saling diketahui dan saling dijalani orang secara terus-menerus, baik

perkataan maupun perbuatan.

Macam-macam ‘urf :

a. Urf Shahih, yaitu adat kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertentangan

dengan dalil syara’, tidak mengharamkan yang halal dan tidak membatalkan yang wajib.

Contoh: adat kebiasaan membayar mahar.

b. Urf Fasid, yaitu adat kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berlawanan dengan

ketentuan syariat, karena membawa kepada menghalalkan yang haram dan

7. Al-Istihsan

Istihsan adalah menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut syara’,pengertia dibagi

menjadi dua :

a. Menutamakan qiyas Khaffi (yang tersembunyi) dari qiyas Jalli (jelas) berdasarkan dalil

b. Mengecualikan Juz’iah (menyangkut kebutuhan manusia) dari hukum Kully berdasarkan

dalil

8. Al-Istishlah

Istishlah adalah menetapkan hukum suatu peristiwa hukumyang tidak disebut nash dan

ijma’,berlandaskan pada pemeliharaan mashlahat yang tidak ada dalil dari syara’ yang

menunjukkan diakui atau ditolak.

9. Al-Istishhab

Istishhab artinya pelajaran yang diambil dari sahabat Rasullullah SAW. Menurut para

ulama ushul,yaitu hukum terhadap sesuatu dengan keadaan yang ada sebelumnya,sampai adanya

dalil untuk mengubah keadaan itu.

10. Mashlahatul Al-Mursalah

Mashlahatul Al-Mursalah artinya yang mutlak. Disebut mutlak karena tidak ada dalil

yang menyatakan benar dan salah.

F. Masalah Ekonomi Islam

1. Dominasi Literatur Ekonomi Konvensial

Dominasi ekonomi konvensional saat ini mempengaruhi anggapan masyarakat bahwa tidak

ada ilmu ekonomi yang mampu menjawab masalah-masalah aktual kecuali ekonomi konvensional.

Hal ini menjadikan justifikasi bagi masyarakat untuk mengesampingkan ide dari pengetahuan lain,

seperti ekonomi Islam. Hal ini diakibatkan adanya hegemoni “literatur” ekonomi konvensiaonal

terhadap ekonomi Islam, sehingga setiap perilaku kita tidak lepas dari representasi ekonomi

konvensional, baik dari unsur budaya atau politik yang terakselerasi lewat produk-produknya.

Tidak terasa hal ini membangun “keyakinan dan kebenaran” ekonomi konvensional dalam

ruang bawah sadar masyarakat. Dengan legitimasi keyakinan ini masyarakat berbondong-bondong

mengonsumsi produk ekonomi konvensional.

2. Praktek Ekonomi Konvensional Lebih Dahulu Dikenal

Praktek sistem ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat

bersentuhan langsung dengan sistem ekonomi konvensional, di berbagai bidang, produksi,

konsumsi dan yang lainnya. Sehingga pemahaman baru sulit diterima masyarakat yang lebih dulu

bersentuhan dengan sistem ekonomi konvensional.

Konsep ekonomi Islam cenderung ditanggapi secara antipati oleh beberapa kalangan yang

menganggap sebagian produk ekonomi Islam kurang bisa diterima, misalnya riba. Hal ini juga

kurangnya sosialisasi konsep ekonomi Islam, sehingga masyarakat belum jauh mengetahui

keseluruhan konsep ekonomi Islam.

3. Tiada Representasi Ideal Negara yang Menggunakan Sistem Ekonomi Islam

Di beberapa negara yang menggunakan Islam sebagai pedoman dasar kenegaraannya

ternyata tidak menunjukkan kemakmuran, terkadang termasuk miskin. Ketentuan ekonomi Islam

tidak sama diterapkan di masing-masing negara, tergantung konteks permasalahan tiap negara.

Bahkan, dalam sistem ekonomi dunia, ekonomi Islam kurang diakui sebagai sistem ekonomi

negara-negara Islam, yang notabene memiliki dasar hukum Islam.

Selain itu praktek ekonomi Islam tidak tergantung dari sistem hukum dalam negara tertentu.

Pada dasarnya manusia yang beriman implementasi dalam penyelenggaraan kebutuhan hidupnya

diilhami nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits.

4. Pengetahuan Sejarah pemikiran Ekonomi Islam Kurang

Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan pengetahuan Eropa tidak lepas dari peranan

pengetahuan Islam. Masa transformasi pengetahuan yang terjadi pada abad pertengahan kurang

dikenal masyarakat. Tokoh-tokoh Eropa lebih terkenal di telinga masyarakat seperti Adam Smith,

Robert Malthus, David Ricardo, dibandingkan dengan tokoh-tokoh ekonomi Islam seperti Abu

Yusuf, Ibnu Ubaid, Ibnu Taimiyah, dan lainnya.

.Untuk dapat memanfaatkan harta dengan baik,seseorang bisa menyalurkannya melalui

lembaga-lembaga yang telah ditentukan,antara lain :

1. Shadaqah

Shodaqah atau sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang

kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin,di setiap kesempatan terbuka yang

tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Lembaga sedekah sangat digalakkan

oleh ajaran islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain.

Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa

jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk

menyenangkan orang lain, termasuk dalam kategori sedekah. Landasan hokum tentang

sedekah disebut dalam Al-Qur’an surah 2:195, 2:263, 2:264, 2:276, 9:58, 9:60, 9:79, 9:104,

58:13

2. Infaq

Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali ia

memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.

3. Hibah

Hibah adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk

kepentingan imbalan. Dasar hukumnya terdapat dalam Al-Qur’an surah 3:38, 2:177, dan

beberapa hadits Nabi. Ada beberapa rukun hibah yang harus ada, agar hibah menjadi sah,

antara lain :

a. Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian

diberikan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

b. Penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum.

c. Perbuatan menghibahkan itu diiringi dengan ijab Kabul, yakni serah terima antara

pemberi dan penerima.

d. Benda yang dihibahkan dapatterdiri dari segala macam barang, baik bergerak maupun

tidak bergerak. Bahkan manfaat atau hasil suatu barang dapat dihibahkan juga.

Hibah juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain :

a. Pemberi hibah harus orang dewasa, yang cakap melakukan tindakan hukum dan punya

barang yang dihibahkan. Dalam perkembangannya sekarang, tidak hanya orang, tetap

juga badan hokum bahkan Negara dapat menjadi pemberi hibah kepada Negara lain.

b. Barang yang dihibahkan harus mempunyai nilai yang jelas, tidak terikat dengan harta

pemberi hibah.

c. Penerima hibah adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum. Kalau ia masih

dibawah umur, diwakili oleh walinya atau seseorang yang diwasiatkan untuk

menerimanya.

d. Ijab Kabul merupakan syarat sahnya suatu hibah

e. Hibah tidak dapat dibatalkan, kecuali hibah yang dilakukan oleh seorang ayah kepada

anaknya selama barang itu belum dikuasai oleh pihak ketiga.

f. Hibah adalah pemberian yang tidak ada kaitannya dengan kewarisan kecuali hibah itu

akan mempengaruhi kepentingan dan hak-hak ahli waris. Dalam hal denikian, perlu ada

batas maksimal hibah tidak melebihi sepertiga harta peninggalan.

g. Hibah dapat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

Namun untuk kepastian hukum, sebaiknya pelaksanaannya dilakukan secara tertulis

sesuai dengan anjuran Al-Qur’an dalam surah 2:282 dan 283.

Hibah juga mempunyai fungsi, yaitu :

a. Menjembatani kesenjangan antara golongan yang mampu dan tidak mampu

b. Sarana mewujudkan keadilan sosial

c. Upaya untuk menolong golongan lemah

Hikmah dari hibah, yaitu :

a. Menghidupkan rasa kebersamaan dan tolong-menolong

b. Menumbuhkan sifat sosial dan kedermawanan

c. Mendorong manusia berbuat baik

d. Menjalin hubungan antar sesama manusia

e. Salah satu cara pemerataan rezeki atau pendapatan

(Moh.Daud Ali, 1985 : 6-24)

4. Qurban

Qurban adalah penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan

sesama manusia dalam lingkungan kehidupan selama tiga hari sesudah sholat Idul Adha.

Menurut ajaran islam kesediaan berqurban merupakan lamban ketakwaan seseorang kepada

Tuhan (Q.S. 108: 1-2). Tradisi berqurban merupakan salah satu lembaga pemanfaatan harta

kekayaanuntuk memenuhi perintah Allah dan sangat dianjurkan kepada mereka yang mampu

melakukannya. Yang dapat dijadikan qurban adalah berbagai jenis hewan dengan syarat

tertentu (misal sapi, kambing, unta, kerbau, dan lain-lain). Dagingnya sebagian dibagikan

kepada fakir miskin sebagian lagi dapat dinikmati oleh orang yang berqurban.

Hikmah dari berqurban antara lain :

a. Membina rasa kasih saying, saling membantu antar sesame manusia

b. Sarana pendidikan ketulus-ikhlasan dalam melaksanakan perintah Tuhan

c. Cara untuk mendekatkan diri pada Allah dan sesama manusia dalam pergaulan hidup

5. Zakat

Zakat merupakan rukun islam yang ketiga. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib

diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan

syarat-syarat tertentu pula. Harta yang dikeluarkan akan membersihkan semua harta yang

dizakati dan memelihara pertumbuhannya. Zakat disebut dalam Al-Qur’an antara lain dalam

surah 2:43, 2:177, 2:277, 5:55, 19:13, 22:41, 23:4, 30:39, 33:33, 73:20, 98:5.

Zakat dapat dibedakan menjadi dua, antara lain :

a. Zakat Mal atau Zakat Harta

Zakat mal adalah bagian dari harta seseorang atau badan hukum yang wajib

dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu

tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula. Kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya

itu adalah :

emas,perak dan uang

binatang ternak

barang dagangan

barang tambang dan barang hasil temuan

hasil bumi dan hasil laut serta hasil jasa seseorang

Masing-masing golongan harta kekayaan ini berbeda-beda nisab (jumlah

minimum harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya), haul (jangka waktu yang

ditentukan bila seseorang wajib mengeluarkan zakat), dan kadar zakatnya (ukuran

besarnya zakat yang harus dikeluarkan). Di dalam Al-Qur’an surah 9 ayat 60, Tuhan

menyebut delapan golongan oranng-orang yang berhak menerima zakat, antara lain :

(1) Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya

(2) Miskin, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan tetapi belum cukup untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya

(3) Amil, yaitu orang yang mengurus zakat

(4) Muallaf, yaitu orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya

(5) Riqab, yaitu hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan unuk menebus

dirinya supaya menjadi orang merdeka

(6) Gharim, yaitu orang yang berhutang

(7) Sabilillah, yaitu orang yang melakukan sesuatu untuk kepentingan agama dan ajaran

islam

(8) Ibnu Sabil, yaitu orang yang kehabisan biaya atau bekal dalam menempuh perjalanan

yang baik

b. Zakat Fitrah

Zakat Fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang

mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang wajarpada malam dan hari raya Idul

Fitri. Banyaknya zakat 2,5 Kg atau 3,5 Liter yang dapat dibayar dengan uang seharga

beras tersebut. Dan kualitas beras tersebut harus sama dengan yang dimakan oleh orang

yang berzakat. Seorang kepala keluarga harus memfitrahi dirinya sendiri dan yang

menjadi tanggungannya, seperti anak, istri, orang tua bahkan pembantunya. Pengeluaran

zakat fitrah boleh dilakukan sejak permulaan bulan ramadhan. Namun yang paling utama

adalah pada malam idul fitri dan selambat-lambatnya sebelum pelaksanaan sholat idul

fitri.

6. Waqaf

Wakaf artinya menahan, yakni menahan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil

manfaatnya sesuai dengan ajaran islam. Orang yang telah mewakafkan hartanya tidak berhak

lagi atas barang tersebut. Wakaf adalah salah satu lembaga pemanfaatan harta yang sangat

digalakkan dalam ajaran islam, karena pahalanya tidak putus-putus diterima oleh orang yang

melakukannya, selama barang tersebu tidak rusak dan terus dimanfaatkan. Menurut ketentuan

hokum islam, ada beberapa unsur dan syarat yang harus dipenuhi agar wakaf terwujud, yaitu :

a. Ada orang yang mewakafkan hartanya

b. Ada harta yang di wakafkan

c. Ada tujuan yang jelas

d. Ada pernyataan atau ikrar dari orang yang berwakaf

e. Ikrar itu harus diucapkan menurut ketentuan yang berlaku

G. Implementasi Ekonomi Islam

1. Kebangkitan Kembali Ekonomi Islam

Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk

mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali

mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era

tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan

yang memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak

tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank ( IDB ) di Jeddah. Setelah itu, di

berbagai negara, baik negeri- negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga – lembaga

keuangan syariah.

Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari 400-an lembaga keuangan dan perbankan

yang tersebar di 75 Negara, baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah maupun kawasan Asia

lainnya. Perkembangan aset – aset bank mencatat jumlah fantastis  15 % setahun. Kinerja bank –

bank Islam cukup tangguh dengan hasil keuntungannya di atas perbankan konvensional. Salah

satu bank terbesar di AS, City Bank telah membuka unit syariah dan menurut laporan keuangan

terakhir pendapatan terbesar City Bank berasal dari unit syariah. Demikian pula ABN Amro yang

terpusat di Belanda dan merupakan bank terbesar di Eropa dan HSBC yanag berpusat di

Hongkong serta ANZ Australia, lembaga-lembaga tsb telah membuka unit-unit syariah.

Dalam bentuk kajian akademis, banyak Perguruan Tinggi di Barat dan di Timur Tengah

yang mengembangkan kajian ekonomi Islam,di antaranya, Universitas Loughborough Universitas

Wales, Universitas Lampeter di Inggris. yang semuanya juga di Inggris. Demikian pula Harvard

School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wonglongong Australia, serta lembaga

populer di Amerika Serikat, antara lain Islamic Society of north America (ISNA). Kini  Harvard

University sebagai universitas paling terkemuka di dunia, setiap tahun menyelenggrakan  Harvard

University Forum yang membahas tentang ekonomi Islam.

2. Bank Syariah di Indonesia

Di Indonesia, bank Islam baru hadir pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat Indonesia.

Sampai tahun 1998, Bank Mualamat masih menjadi pemain tunggal dalam belantika perbankan 

syari’ah di Indonesia, ditambah 78 BPR Syari’ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang

membuat bank-bank konvensional yang saat itu berjumlah 240 mengalami negative spread yang

berakibat pada likuidas, kecuali babk Islam.

           Pada November 1997, 16 bank ditutup (dilikuidasi), berikutnya 38 bank, Selanjutnya 55

buah bank masuk kategori BTO dalam pengawasan BPPN. Tetapi kondisi itu berbeda dengan

perbankan syari`ah. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga

simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan

tingkat keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank

syari`ah selamat dari negative spread.

          Sedangkan bank-bank yang lain bisa selamat karena bantuan pemerintah (BLBI) 700an

triliun rupiah yang sampai hari ini bermasalah. Kalau tidak ada BLBI dan rekapitalisasi, berupa

suntikan obligasi  dari pemerintah, niscaya semua bank tewas dilikuidasi.

            Pada masa krisis moneter berlangsung, hampir seluruh bank melakukan kebijakan uang

ketat. Kucuran kredit dihentikan, karena cuaca perekonomian yang tak kondusif, di mana suku

bunga yang tinggi pasti menyulitkan nasabah untuk membayar bunganya. Berbeda dengan bank

konvensional yang mengetatkan kucuran kredit, bank syari`ah malah sebaliknya, yaitu dengan

mengekstensifkan kucuran pembiyaannya, baik kepada pegusaha kecil maupun menengah. Hal ini

terbukti, di masa krisis yang lalu di mana sampai akhir 1998, ketika krisis tengah melanda, bank

Muamalat menyalurkan pembiayaan Rp 392 milyard. Dan sampai akhir 1999 ketika krisis masih

juga berlangsung bank Muamalat meningkatkan pembiayaannya mencapai Rp 527 milyard,

dengan tingkat kemacetan 0% (non ferforming loan). Pada saat itu malah CAR Bank Muamalat

sempat mencapai 16,5%, jauh di atas CAR minimal yang ditetapkan BI (hanya 4%).

            Oleh karena itulah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 10/1998. Dalam

Undang-Undang ini diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat

dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari`ah. Undang-Undang tersebut juga

memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk konversi kepada sistem syari`ah, baik

dengan cara membuka cabang syari`ah ataupun konversi secara total ke sistem syari`ah.

            Peluang itu ternyata disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional. Beberapa

bank yang  konversi dan akan membuka cabang syari`ah antara lain  bank Syariah Mandiri, Bank

IFI Syari’ah, Bank BNI Syariah, BRI Syari’ah, Bank DKI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank

BTN Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah, dll. Kini telah berkembang 19 Bank Syariah, 25 Asuransi

Syari’ah, Pasar Modal syari’ah, Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi Syariah), dan

Ahad – Net Internasional yang bergerak di bidang sektor riel.

 Kalau pada masa lalu, sebelum hadirnya lembaga–lembaga keuangan syariah, umat

Islam secara darurat berhubungan dengan lembaga keuangan ribawi, tetapi pada masa kini, di

mana lembaga keuangan syariah telah berkembang, maka alasan darurat tidak ada lagi. Ini artinya,

dana umat Islam harus masuk ke lembaga – lembaga keuangan syariah yang bebas riba.

3. Sistem Bagi Hasil

Sebagai dimaklumi bahwa dalam ekonomi kapitalisme, bunga bank (interest rate)

merupakan nadi dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari perekonomian, yang luput

dari mekanisme kredit bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur

ekonomi negara, hingga perdagangan internasional. Salah satu sebab ketertarikan pasar terhadap

bunga bank adalah kepastian hasil. Sedangkan setiap usaha tidak bisa dipastikan harus berhasil

sejumlah sekian, karena pada kenyataannya, setiap usaha pasti berhadapan dengan resiko yang

mengandung kemungkinan rugi, untung, dan pulang modal. Keuntungan pun bisa besar, sedang

dan kecil. Namun, selama berabad-abad, ekonomi dunia telah didominasi sistem bunga, sehingga

telah mengkristal dalam setiap aktivitas bisnis masyarakat dunia.

Dampak perkembangan yang begitu besar pada sektor moneter jelas menghambat

perkembangan sektor riil. Jika diasumsikan money supply (uang beredar) tetap, maka sistem

kredit dengan bunganya yang ada pada pasar-pasar moneter akan menyedot uang beredar.

Sehingga bukan hanya ketidakstabilan moneter yang terjadi, tetapi juga kemerosotan sektor riil.

Secara global kemerosotan ini akan berpengaruh pada returns yang diperebutkan pada sektor

moneter. Sehingga jika ini terus yang menjadi kecenderungannya, maka wajar sebagian pakar

memprediksi terjadinya krisis ekonomi yang besar, tidak hanya di negara-negara dunia ketiga,

tetapi juga negara-negara maju (negara pemilik modal).

Syari’ah Islam dengan tegas meyakini bahwa bunga bank yang bersifat pre-determined

akan mengeksploitasi perekonomian, cenderung terjadi misalokasi sumber daya dan penumpukan

kekayaan dan kekuasaan pada segelintir orang. Hal ini akan membawa pada ketidakadilan,

ketidakefisienan, dan ketidakstabilan perekonomian. Seperti dikemukakan Umer Chapra (1996),

bungalah yang telah menyebabkan semakin jauh jarak antara pembangunan dan tujuan yang akan

dicapai. Bunga juga merusak tujuan-tujuan yang ingin didapat, pertumbuhan ekonomi,

produktivitas dan stabilitas ekonomi.Bahkan Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A

History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) mengatakan bahwa bunga telah

memberi andil besar dalam lebih dari 20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20.

Dalam ekonomi syari’ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter

dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil,

sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah

perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam,”Allah menghalalkan

jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”.(QS.2:275). Jual beli atau perdagangan adalah

kegiatan bisnis sektor riel.

Dalam ekonomi syari’ah sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian

menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil

sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti

karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Jadi penerapan sistem bagi hasil

pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang

kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian.

Jadi, solusi ekonomi Islam terhadap bunga (riba) dalam sistim pinjam meminjam dana

yang digunakan untuk berbisnis adalah “Sistim Bagi Hasil” (Profit-Loss Sharing), baik melalui

skim mudharabah atau musyarakah. Dalam kasus pertanian bisa dalam bentuk muzara’ah. Selain

dalam bentuk bagi hasil, solusi Islam untuk menggantikan bunga juga dapat memakai produk jual

beli (bai’), seperti ba’i murabahah, salam dan istishna’.

Secara umum, sistim bagi hasil ini ada yang disebut dengan mudharabah, yaitu bentuk

usaha bisnis yang dilakukan oleh dua pihak dimana dalam menjalankan usaha bisnis ini satu pihak

bertindak sebagai pemodal dan pihak lainnya bertindak sebagai pelaksana bisnis (enterpreneur).

Sementara itu, musyarakah dimaksudkan sebagai suatu bentuk usaha bisnis/syarikat yang

modalnya di biayai oleh semua partai yang terlibat dalam bisnis tersebut. Kedua bentuk bisnis ini,

jauh lebih berkeadilan dibandingkan dengan bentuk bisnis dalam ekonomi konvensional, sebab

apapun keuntungan atau resiko yang terjadi terhadap bisnis ini, ke semua partai yang terlibat

dalam bisnis ini memiliki hak yang sama terhadap hasil usaha yang diperoleh.

Bila bisnis mereka berhasil, maka semua pihak akan menerima keuntungan dan

sebaliknya, bila bisnis mereka bankrut maka kerugianpun harus ditanggung bersama. Jumlah

pembagian keuntungan yang akan diperoleh mereka dalam mudharabah adalah berdasarkan

penjanjian bersama, katakanlah 60% untuk pembagi modal dan sisanya, 40% untuk mereka yang

memenej bisnis.

Namun, bila usaha mudharabah mengalami kerugian, maka pelaksana tidak bertanggung

jawab atas kehilangan modal yang diberikan pemodalnya. Ini tidak berarti para pelaksana tidak

mengalami kerugian apapun, sebab ianya juga dirugikan atas jasa dan jerih payahnya yang

disumbangkan untuk memajukan bisnis mereka. Dengan kata lain, pemodal rugi atas modalnya,

dan pelaksana rugi atas usaha dan jerih payahnya.

Bila kita melihat dalam sistim ekonomi ribawi (bunga), peminjam sudah ditentukan

besarnya jumlah bunga yang harus dibayarkan ke bank dengan tidak mempertimbangkan apakah

dana yang dipinjam itu berhasil dibisniskan atau tidak. Dengan kata lain, berhasil atau tidak bisnis

para peminjam modal, peminjam harus membayar pinjaman plus bunganya. Sedangkan dalam

ekonomi Islam baik dalam bentuk usaha mudharabah mahupun musyarakah, jumlah pembagian

hasil yang diterima belumlah diketahui secara pasti sebelum usaha itu berhasil atau gagal.

Mereka hanya tahu persentase pembagian hasil, tetapi mereka tidak pernah tahu berapa

jumlah pembagian hasil sebenarnya yang akan mareka terima sebelum usaha itu berhasil atau

tidak. Dalam sistim ini, keuntungan dan kerugian adalah menjadi tanggung jawab bersama.

Perbedaan pembagian hasil yang pre-determined (ex-ante) dalam sistim ekonomi ribawi inilah

yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan dalam ekonomi umat sehingga ia dilarang oleh Islam

dibandingkan dengan sistim ekonomi Islam yang pembagian hasilnya berdasarkan post-

determined (ex-post) yang jauh lebih adil dan mensejahterakan umat