pemba has an
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
TEORI PSIKOLOGI PEMBELAJARAN
BESERTA APLIKASINYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
( Teori Pavlov, Teori Bandura, dan Aliran Latihan Mental )
Abstrak
Oleh :Komang Anitya Sukartika (1013011009)
Putu Frisika Darmayanti (1013011044)
Seorang guru (tenaga pendidik) perlu untuk menyusun suatu strategi dalam
melakukan proses belajar mengajar. Setiap guru sebelum melaksanakan pembelajaran
di kelas, disadari atau tidak, senantiasa memilih suatu strategi tertentu agar
pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas dapat berjalan lancar dan
mencapai hasil yang telah ditargetkan (optimal). Namun sebelum menyusun suatu
strategi pembelajaran, guru haruslah mengetahui beberapa teori belajar dan mengajar
serta teori psikologi pembelajaran.
Pengetahuan tentang teori pembelajaran dalam sistem penyampaian materi di depan
kelas sangat penting sehingga setiap metode pengajaran harus disesuaikan dengan
teori-teori yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Teori psikologi merupakan salah
satu teori yang sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah, karena
pembicaraan mengenai matematika sekolah dan pembelajarannya tidak akan pernah
lepas dari teori psikologi yang mendasarinya. Apabila pembicaraan mengenai
pembelajaran matematika di sekolah terlepas dari psikologi pembelajaran yang
mendasarinya, maka hal itu bukan lagi disebut dengan pembelajaran. Karena proses
pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk menuju pada pembangunan
manusia seutuhnya.
Secara umum teori psikologi pembelajaran tersebut dapat dibagi atas dua aliran besar,
yaitu aliran psikologi tingkah laku dan aliran psikologi kognitif. Adapun tokoh teori
belajar mengajar yang menganut aliran psikologi tingkah laku antara lain Thorndike
1
(law of effect), Skinner (teori ganjaran atau penguatan), Ausubel (teori belajar
bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai), Gagne (obyek
matematika), Pavlov (teori belajar klasik), Bandura (siswa belajar itu meniru), dan
aliran latihan mental (struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan otot yang
harus dilatih).
Sedangkan tokoh-tokoh teori belajar mengajar yang menganut aliran psikologi
kognitif antara lain Piaget (teori perkembangan mental; skemata, asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrium), Bruner (teori belajar konsep dan struktur matematika),
John Dewey (teori Gestalt), Brownell (belajar bermakna dan pengertian), Dienes
(matematika adalah studi tentang struktur), Van Hiele (teori perkembangan mental
anak dalam geometri).
Kedua aliran teori psikologi pembelajaran di atas sejak keberadaannya sampai
sekarang tetap dijadikan sebagai acuan oleh pakar pendidikan untuk dikaji lebih jauh.
Pengkajian juga dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa. Teori ini sangat diperlukan bagi
seorang guru (pendidik) untuk mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan
bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan tersebut. Khusus untuk teori aliran tingkah laku, yaitu teori Pavlof,
teori Bandura, dan teori Aliran mental merupakan teori yang sangat relevan bagi
seorang pendidik untuk meningkatkan profesionalismenya dalam mengajar. Untuk itu
maka disusunlah makalah dengan judul Teori Psikologi Pembelajaran serta
Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran ( Teori Pavlov, Teori Bandura, dan Aliran
Latihan Mental ) sebagai bahan acuan bagi penulis yang notabenya adalah calon
pendidik untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitasnya.
2
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan rumah tangga, seorang ibu yang akan berbelanja ke pasar
akan menyusun strategi agar proses berbelanja yang ia lakukan efisien dan hasilnya
efektif. Ia akan menyusun rencana belanja mengenai barang apa saja yang akan
dibelinya sesuai kebutuhan, berapa uang yang ada dan dibawa untuk belanja
disesuaikan dan hal lain yang membantu proses berbelanja berjalan dengan baik.
Tidak hanya ibu rumah tangga, seorang guru pun perlu untuk menyusun strategi
dalam melakukan proses belajar mengajar. Setiap guru sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas, disadari atau tidak, senantiasa akan memilih strategi tertentu
agar pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di kelas dapat berjalan lancar dan
mencapai hasil yang optimal. Namun sebelum menyusun suatu strategi pembelajaran
seorang guru haruslah mengetahui beberapa teori belajar dan mengajar serta teori
psikologi pembelajaran. Di samping memahami secara mendalam materi yang
dibahas (matematika), guru juga harus mengetahui keadaan psikologi seorang anak.
Dengan demikian guru dapat menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dalam
proses pembelajaran di kelas dan peruses belajar mengajar pun dapat terlaksana
secara optimal.
Pengertian strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran (matematika)
adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala
persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan
tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal.
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada teori psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang populer
dibicarakan oleh para pakar pendidikan . Secara umum teori psikologi pembelajaran
tersebut dapat dibagi atas dua aliran besar, yaitu aliran psikologi tingkah laku dan
aliran psikologi kognitif. Adapun tokoh teori belajar mengajar yang menganut aliran
psikologi tingkah laku antara lain Thorndike (law of effect), Skinner (teori ganjaran
atau penguatan), Ausubel (teori belajar bermakna dan pentingnya pengulangan
sebelum belajar dimulai), Gagne (obyek matematika), Pavlov (teori belajar klasik),
3
Bandura (siswa belajar itu meniru), dan aliran latihan mental (struktur otak manusia
terdiri atas gumpalan-gumpalan otot yang harus dilatih).
Sedangkan tokoh-tokoh teori belajar mengajar yang menganut aliran psikologi
kognitif antara lain Piaget (teori perkembangan mental; skemata, asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrium), Bruner (teori belajar konsep dan struktur matematika),
John Dewey (teori Gestalt), Brownell (belajar bermakna dan pengertian), Dienes
(matematika adalah studi tentang struktur), Van Hiele (teori perkembangan mental
anak dalam geometri).
Kedua aliran teori psikologi pembelajaran di atas sejak keberadaannya sampai
sekarang tetap menjadi acuan setiap pakar pendidikan untuk dikaji lebih jauh.
Pengkajian juga dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika dengan tujuan untuk
meningkatkan berbagai kemampuan matematika siswa.
Sehubungan dengan tugas mata kuliah Setrategi Belajar Mengajar, melalui
makalah ini penulis membahas beberapa teori mengenai aliran psikologi tingkah laku,
yaitu teori belajar klasik (Classical Conditioning) yang dikemukakan oleh Ivan
Petrowitsj Pavlov, kemudian teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) yang
dikemukakan oleh Albert Bandura serta aliran latihan mental yang mengungkapkan
bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan otot yang harus dilatih.
Teori Pavlov (Classical Conditioning)
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah
seorang behavioristik terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini
yang dikenang darinya hingga kini. Ia tidak pernah
memiliki hambatan serius dalam sepanjang kariernya
meskipun terjadi kekacauan dalam revolusi rusia.
Pavlov lahir di kota kecil di Rusia tengah
pada tanggal 18 September 1849, anak seorang
pendeta ortodoks pedesaan. Pada awalnya ia berniat
mengikuti jejak ayahnya, namun mengurungkan dan
4
pergi ke universitas di St. Petersburg untuk mengajar pada tahun 1870. Dari sinilah
karir seorang pavlov mulai berjalan hingga ia memimpin institut Fisiologi Pavlovian
di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.
Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli
psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Sejak tahun 1890
ia mengajar farmakologi dan kemudian fisiologi di Universiteit Leningrad di Rusia.
Buku-bukunya yang terkenal diantaranya Experimental Psychology and
Psychopathology in Animal (1930), dan Conditional Reflexes (1927). Ia
mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam penelitian
tersebut ia melihat bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan
air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi
fenomena ini dan kemudian mengembangkan satu studi perilaku (behavioral study)
yang dikondisikan, yang dikenal dengan teori Classical Conditioning. Teori ini
dikembangkan melalui eksperiman Pavlov, dkk dengan menggunakan seekor anjing
yang telah dioperasi pipinya, sehingga bagian kelenjar liurnya dapat dilihat dari kulit
luarnya dan sebuah kapsul dipasang di pipinya sebagai alat untuk mengukur aliran air
liur pada anjing. Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang
hadiah Nobel. Selain itu teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran
psikologi behaviourisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai
proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
Dalam percobaan ini Pavlov, dkk mengatur laboratorium sedemikian rupa
sehingga bubuk daging dapat diisi ke dalam sebuah panci yang diletakkan tepat
dihadapan anjing dengan menggunakan remot kontrol. Pengeluaran air liur direkam
secara otomatis. Menurut teori ini, ketika makanan/serbuk daging (makanan disebut
sebagai the unconditioned or unlearned/stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan
atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan lampu dan bunyi bel
5
(lampu dan bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned/stimulus - stimulus
yang dikondisikan atau dipelajari), maka lampu dan bunyi bel akan menghasilkan
respons yang sama, yaitu keluarnya air liur dari si anjing percobaan.
Pada tahap awal (sebelum pengkondisian), lampu dinyalakan dan bel
berbunyi. Anjing terlihat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian serbuk daging dimasukkan ke dalam panci dan sambil makan terlihat air
liur anjing tersebut keluar. Serbuk daging (makanan) disebut stimulus tidak terkondisi
(ST) dan air liur disebut respon tidak terkondisi (RT). Pada tahap ini nampak bahwa
terjadinya respon bukan karena proses belajar melainkan karena insting dari anjing
percobaan tersebut.
Tahap berikutnya sebelum memberikan serbuk daging (makanan), lampu
dinyalakan dan bel dibunyikan. Dengan mengulangi kondisi ini berulang kali terlihat
bahwa pada saat lampu dan bel dinyalakan serta dilanjutkan dengan pemberian
serbuk daging (makanan), air liur anjing tetap keluar. Selanjutnya, pada percobaan
berikutnya lampu dan bel dinyalakan tetapi serbuk daging (makanan) tidak diberikan.
Ternyata yang terjadi adalah air liur anjing tetap keluar. Cahaya lampu dan bunyi bel
yang semula merupakan stimulus netral, sekarang berubah menjadi stimulus
terkondisi (SD). Dan respon yang ditimbulkan disebut respon terkondisi (RD). Suatu
stimulus tidak terkondisi (ST) akan mengakibatkan munculnya respons tidak
terkondisi (RT). Dapat digambarkan sebagai berikut :
6
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar Pertama : Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan
(UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar Kedua :Jika anjing dibunyikan bel maka ia tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.
Gambar Ketiga :Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan
sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih
dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat
pemberian makanan.
Gambar Keempat :Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-
ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa
keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
7
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar
ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun
tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon
apapun ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan
stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan
sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel)
untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction
atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi
dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang
melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik.
Contoh: makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat
netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh:
Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus
tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan
secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Melalui eksperimen ini Pavlov, dkk menunjukkan bagaimana belajar dapat
mempengaruhi prilaku dan mengungkapkan konsep pembiasaan (conditioning).
Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, seorang siswa akan dapat belajar
dengan baik jika siswa tersebut dibiasakan untuk belajar dengan baik.
Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas
untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap
8
bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari
contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar
dikendalikan oleh stimulus dari luar. Atau seperti contoh lain misalnya, agar siswa
mau mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) yang guru berikan, dengan baik. Maka guru
juga harus membiasakan diri untuk memeriksa, menjelaskan, atau memberi nilai dan
komentar terhadap hasil pekerjaan siswa. Guru juga harus membiasakan diri untuk
memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan PR, sehingga siswa tidak
akan berani untuk mengerjakan PR yang diberikan dengan sembarangan ataupun
tidak mengerjakan PR. Dengan demikian, siswa akan tebiasa untuk mengerjakan PR
dengan baik, meskipun PR tersebut tidak diperiksa atau pun dinilai oleh guru.
Ada pun beberapa hukum yang berkaitan dengan teori Classical Conditioning
dari Pavlov (Atkinton, et al. 1997) seperti hukum perolehan, hukum pemunahan, ,
hukum generalisasi dan hukum diskriminasi. Berikut merupakan pemaparannya.
a. Pemerolehan
Pemberian stimulus yang tidak terkondisi (ST) bersama-sama dengan stimulus
terkondisi (SD) disebut percobaan (trial) dan periode selama organisme belajar
mengasosiasikan kedua stimuli disebut sebagai “Pemerolehan pengkondisian”
(acquisition stage of conditioning). Interval waktu pengajian ST dan SD dapat saja
berbeda. Melalui pengajian ST dan SD ini akan mengakibatkan terbentuknya respon
terkondisi (RD). Dengan terbentuknya RD yang memang diharapkan, maka dapat
dikatakan bahwa seseorang telah belajar. Pembentukan RD ini pada umumnya
bersifat gradual. Makin banyak (sering) diberikan ST dan SD akan mengakibatkan
RD yang terbentuk makin mantap, sampai pada suatu saat tanpa diberikan ST, tetap
akan terbentuk RD yang diharapkan.
9
b. Pemunahan (Extinctin)
Bila perilaku terkondisi tidak diteruskan (dikuatkan) atau bila stimulus tidak
terkondisi (ST) berulang – ulang tidak diberikan, maka respons terkondisi (RD)
kadarnya makin menurun dan akhirnya dapat mengilang sama sekali. Pengulangan
stimulus terkondisi (SD) tanpa penguatan (ST) ini disebut sebagai pemunahan
(extinction), yakni proses hilangnya respon yang diharapkan. Jika diberikan ST
kembali maka RD yang telah hilang dapat muncul kembali (spontaneous recovery)
dalam waktu yang relatif singkat.
c. Generalisasi
Bila respon terkondisi (RD) diperoleh sebagai tanggapan atas suatu stimulus
tertentu, maka stimulus lain yang sejenis (serupa) akan menyebabkan terjadinya RD
tersebut makin serupa stimulus baru tersebut dengan stimulus aslinya, makin tinggi
pula kemungkinan terjadinya RD tersebut. Prinsip ini disebut sebagai generalisasi
(generalization). Prinsip ini menerangkan akan adanya kemampuan untuk bereaksi
pada situasi baru sepanjang stimulus serupa dengan stimulus yang dikenal.
Volvoka, psiklog Rusia memberikan contoh menarik tentang pengkondisian
sematik dan generalisasi. Volvoka melakukan modifikasi percobaan Pavlav pada
anak-anak. ST-nya berupa sari buah cranberry yang diberikan ke mulut anak melalui
‘chute’ ; responsnya berliur. SD-nya berupa kata Rusia yang berarti ‘baik’ yang
diucapkan peneliti dengan keras. Setelah pengkondisian terjadi, peneliti menguji
generalisasi dengan mengucapkan beberapa kalimat yang dapat ditafsirkan sebagi
sesuatu yang berkonotasi ‘baik’ dan beberapa kalimat yang ‘tidak’. Volvoka
menemukan bahwa anak-anak akan berliur jika diucapkan kalimat seperti “Pionir itu
membantu kawannya”, dan “Leningrat adalah kota yang indah”. Tetapi mereka tidak
berliur bila mendengar “murid itu kurang ajar pada gurunya” dan “teman saya sakit
parah”(Atkinson,dkk.1997).
11
d. Diskriminasi
Generalisasi merupakan reaksi atas stimulus yang sejenis (serupa). Sebaiknya
diskriminasi merupakan reaksi terhadap stimulus yang berbeda. Menurut Morgan,
et.al (1986), diskriminasi stimuli merupakan suatu proses belajar untuk memberikan
respons terhadap suatu stimulus tertentu atau tidak memberikan respons sama sekali
terhadap stimulus lain. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memberikan ST lain.
Generalisasi dan diskriminasi muncul dalam prilaku sehari-hari. Anak kecil
yang telah merasa takut pada anjing yang galak, akan memberikan respons rasa takut
pada semua anjing (generalisasi). Lambat laun melalui proses penguatan dan
peniadaan diferensial, rentang stimulus rasa takut semakin menyempit, hanya pada
anjing yang berperilaku galak (diskriminasi).
Berdasarkan pemaparan di atas, adapun kelebihan dari teori yang
dikemukakan oleh Pavlov, yaitu di saat individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya, akan memudahkan
pendidik dalam melakukan pembelajaran terhadap anak didik tersebut.
Sedangkan kekurangannya sendiri, yaitu jika hal ini dilakukan secara terus-
menerus maka ditakutkan murid akan memiliki rasa ketergantungan atas stimulus
yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya anak didik harus memiliki stimulus
dari dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan belajar dan kegiatan pemahaman.
(Pratiwi, Widya. Resume Psikologi Pendidikan Teori Belajar Behavioristik Dan
Humanistik.www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/202.95.159.22_21042007130637
_tugas_psikologi_pendidikan.doc. , 9 September 2008)
Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan
pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis
keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
12
Teori Pembelajaran Sosial dari Bandura
Albert Bandura lahir pada tanggal 4
Desember 1925 di Mundare Alberta
berkebangsaan Kanada. Dia memperoleh gelar
Master di bidang psikologi pada tahun 1951 dan
setahun kemudian ia juga meraih gelar Doktor
(Ph.D). Setahun setelah lulus, ia bekerja di
Standford University. Albert Bandura menjabat
sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah
dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist
Award pada tahun 1972.
Teori yang dikemukakan oleh Albert
Bandura berawal pada tahun 1941, terdapat dua orang psikolog, yaitu Neil Miller dan
John Dollard. Berdasarkan laporan hasil percobaannya mereka mengatakan bahwa
peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau
program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita
belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil
dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut
oleh Miller dan Dollard dinamakan social learning (pembelajaran sosial). Perilaku
peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh
imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita
tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah
ditetapkan oleh masyarakat maka "para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi,
sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan
merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.", demikian saran yang
dikemukakan oleh Miller dan Dollard.
Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat
belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa
permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat
13
membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki
maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan
terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang
sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip
dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak
perilaku "baru" melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh
perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan
tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan
orang-orang lain tertentu tadi, di masa lampau.
Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959,
1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar
melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak
perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun
yang kita terima. Eksperimen yang terkenal ini disebut dengan eksperimen Bobo Doll
yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif orang dewasa. Kita
bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model,
dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini
disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya,
percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa
mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok
model, misalnya melalui film atau bahkan film kartun.
Inti perndekatan ini adalah bahwa perilaku seseorang diperoleh melalui proses
peniruan perilaku orang lain. Individu meniru perilaku orang lain karena konsekuensi
yang diterima oleh orang lain yang menampilkan perilaku tersebut positif, dalam
pandangan individu tadi. Jika kita ingin mensosialisasikan hidup secara teratur,
disiplin, maka caranya adalah memberikan contoh. Di samping itu bisa juga
menciptakan model yang layak untuk ditiru.
Seperti yang dikatakan oleh Bandura (1997) bahwa: "Learning would be
exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the
effects of their own action to inform them what to do. Fortunately, most human
14
behavior is learned observationally through modeling: from observing others one
forms an idea of how new behaviors are performed, and on later occasion this coded
information serves as a guide for action".
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social
Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan
pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi.
Teori belajar sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku dan
faktor lingkungan. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling
menentukan secara timbal balik.
Bandura membedakan antara perolehan pengetahuan (belajar) dan kinerja
teramati berdasarkan pengetahuan tersebut (perilaku). Dengan perkataan lain,
Bandura berpendapat bahwa apa yang kita ketahui dapat lebih banyak dari pada apa
yang kita perlihatkan. Siswa dapat saja memahami bagaimana menentukan luas
bangun datar, namun menunjukkan kinerja yang jelak pada saat tes, Karen asakit,
lelah, gugup, terburu-buru atau salah membaca soal. Sementara siswa lain dapat saja
telah memahami suatu materi, namun pemahaman ini dapat tidak diperlihatkan
sampai situasinya memungkinkan. Karenanya dalam teori ini baik faktor internal
maupun faktor eksternal dianggap penting. Semua yang terjadi di lingkungan sekitar
siswa, baik faktor-faktor pribadi (seperti berpikir dan motivasi) dan prilaku dipandang
saling berinteraksi. Masing-masing faktor salng mempengaruhi dalam proses
pembelajaran.
Bandura memperkenalkan hubungan segitiga yang saling berkaitan, yakni
antara tingkah laku (T), lingkungan (L), dan faktor internal yang mempengaruhi
persepsi dan tindakan (P). hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut.
15
Gambar: Hubungan segitiga antara tingkah laku, lingkungan dan faktor
internal
Hubungan atau interaksi diantara ketiga faktor ini oleh Bandura disebut sebagai
“reciprocal determinism”
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang
kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi
dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri
pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada:
1) Struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar.
2) Sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku
kita (Bandura, 1978).
16
Dalam pembelajaran, sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self
evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang
tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses, instruktur/guru/dosen/guru harus
dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, “self efficacy”, dan “reinforcement”
bagi pembelajar.
Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses
pembelajaran yaitu sebagi berikut:
Strategi Proses
1. Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karakter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu
berupa konsep, motor skill atau afektif ?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut ?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen
tersebut ?
2. Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut
sebagai model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal
yang penting dalam kehidupan di masa datang? (success prediction).
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidak
begitu penting) model manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan
untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
3. Pengembangan sekuen instruksional
a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana cara mengerjakan
pekerjaan/kemampuan yang dipelajari: “how to do this” dan bukannya
“not this”.
17
b. Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus
dipresentasikan secara perlahan-lahan?
4. Implementasi pengajaran untuk menuntut proses kognitif dan motor
reproduksi.
a. Motor skill
1) Hadirkan model.
2) Beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan
secara simbolik.
3) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan
umpan balik visual.
b. Proses Kognitif
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal
atau petunjuk untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh.
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ikhtisar
atau summary.
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi
penerapan, beri kesempatan pembelajar untuk berpartisipasi
secara aktif.
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke
berbagai siatuasi.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal
balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial ini.
Misalnya seorang yang hidupnya dan lingkungannya dibesarkan dilingkungan judi,
maka dia cenderung menyenangi judi, atau setidaknya menganggap bahwa judi itu
tidak jelek.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1) Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan,
keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan
18
karakteristik pengamat (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan
sebelumnya).
2) Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean
simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan
motorik.
3) Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik,
kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4) Motivasi (motivation), mencakup dorongan dari luar dan penghargaan
terhadap diri sendiri.
Selain itu juga yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara
mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari
pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja).
Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan
dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa
pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan
tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang
ditulis dalam buku panduan.
2) Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
3) Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar
behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi
perilaku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku
pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
19
Sebagai contoh: penerapan teori belajar sosial dalam iklan televisi. Iklan selalu
menampilkan bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk
mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para
"bintang" atau minum obat masuk anginnya "orang pintar".
Teori belajar dari Bandura ini tampaknya memang bisa berlaku umum dalam
semua langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan instruksional, namun
karena kondisinya yang umum tadi maka sulit dilaksanakan dalam sekolah-sekolah
formal, sehingga metode belajar sosial dari Bandura ini agak sulit dilakukan. Hanya
dalam situasi sosial dan kemasyarakatanlah banyak terjadi belajar sosial. Peristiwa
sosial juga terjadi di lingkungan sekolah dan pendidikan pada umumnya, namun hal
itu tentu saja sangat khusus dan terbatas, karena suasana dan kondisi yang sudah
dirancang secara khusus untuk tujuan yang khusus pula, yakni untuk tujuan
mempermudah terlaksananya proses belajar secara efektif.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan
mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang
meliputi proses-proses kognitif belajar.
2) Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-
konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3) Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat
dimunculkan kembali atau tidak (retrievel).
4) Dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, di samping
pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu
ditumbuhkan “sense of efficacy” dan “self regulatory” pembelajar.
5) Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan
yang cukup untuk latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan
“reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.
20
Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan awal abad 20, yang mengemukakan
bahwa struktur otak manusia terdiri dari gumpalan-gumpalan otot. Agar ia kuat maka
harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat maka
otot (otak) itu makin kuat pula. Oleh karena itu jika anak (siswa) ingin pandai maka
ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami dan mengerjakan
soal-soalyang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak tersebut. Strutur
kurikulum pada saat itu berisikan materi-materi pelajaran yang sulit-sulit, sehingga
orang sedikit yang bersekolah karena tidak kuat untuk mengikuti pelajaran tersebut.
Di samping faktor lain, seperti keturunan, biaya, dan kesadaran akan pentingnya
sekolah yang belum dimiliki.
Latihan mental (mental fitness) yang dimaksudkan disini bukan untuk
membuat kita lebih berani dengan cara ikut pencak silat, karate, tae kwon do, atau
yang lainnya . Latihan mental disini dimaksudkan agar kita dapat memiliki pola pikir
yang lebih baik (sikap mental positif) yang merupakan dasar kita untuk mencapai
suatu tingkat kesuksesan seperti yang kita inginkan. Untuk memiliki sikap mental
positif, kita dapat melatih diri denganmenerapkan 7 point berikut dalam kehidupan
kita sehari-hari, yaitu : (Jonathan. Mental Fitness.
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg03696.html )
1. Positif Self Talk
Ternyata 95% emosi manusia tergantung terhadap apa yang dikatakan
pada diri sendiri. W.Clement Stone mengungkapkan setiap kali ia menghadapi
suatu keadaan baik maupun buruk, ia selalu mengatakan “it’s good…it’s good!”,
dan berusaha mencari sesuatu yang positif dari setiap kejadian yang ia hadapi.
Ada sebuah pepatah yang mengatakan “ Anda akan menjadi apa yang Anda
pikirkan”, jadi apa yang kita katakan pada diri sendiri dapat berdampak besar
terhadap hidup kita.
21
2. Positive Visualization
Bayangkan, Anda ingin menjadi orang yang bagaimana. Jika kita
menggambarkan diri kita sebagai seorang yang positif, sukses, gembira, dan
percaya diri, maka kita akan berperilaku demikian.
3. Positif Mental Food
Berilah “nutrisi” kepada pikiran baik kita dengan terus belajar, baik
melalui membaca buku, menghadiri seminar atau yang lainnya, karena apapun
yang kita masukkan kedalam pikiran kita akan berpengaruh terhadap perasaan
dan tindakan kita.
4. Associate with Positive People
Bergaulah dengan mereka yang mengejar kesuksesan, karena lingkungan
pergaulan kita juga dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku kita. Jika kita
dapat bergaul dengan orang –orang sukses maka kita akan mendapatkan
kesuksesan.
5. Positive Training & Develompent
Kita harus dapat selau update pengetahuan dan informasi sehingga
menjadikan kita memiliki daya saing yang tinggi dalam persaingan bisnis yang
semakin ketat,
6. Positive Health Habit
Menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat yang lebih baik. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan menerapkan pola makan sehat, olahraga secara teratur,
dan memiliki waktu istirahat yang cukup. Jika kondisi tubuh sehat, maka usaha
kita dalam mencapai kesuksesan akan maksimal.
22
7. Positive Action
Sebuah kesuksesan tidak akan datang jika kita hanya menunggu terjadinya
perubahan tanpa kita melakukan perbuatan atau sering kita mendengar istilah
NATO (No Action Talk Only). Ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan “
Jangan biarkan yang Anda pelajari membawa Anda pada pengetahuan, tetapi
baiklah apa yang Anda pelajari membawa Anda pada perbuatan”
Latihan Mental Penelitian menunjukkan bahwa rangsangan mental dapat
menjaga otak sehat dan meningkatkan kekuatan daya ingat. Orang yang memiliki
daya ingat bagus cenderung memiliki berbagai keinginan dan dapat mengatasi
tantangan latihan mental. Latihan mental dapat menggunakan teknik seperti puzzle,
teka-teki dan minat pada bidang sosial dan budaya. (Fauzi MZ, Umar. Cara
Meningkatkan Daya Ingat. http://www.ngerti - abiz.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=26
23
B. Contoh pembelajaran dengan teori Pavlov
Dengan teori Pavlov, kita dapat melatih peserta didik dengan soal-soal yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan, ini akan membanti peserta didik
menjadi terbiasa dengan materi sehingga peserta didik diharapkan nantinya
dapat mengerti materi yang diajarkan. Berikut contoh – contoh soal dengan
materi pola bilangan
Anik menantang Budi untuk mencari banyaknya bagian bidang dalam
lingkaran terbanyak yang dapat dibentuk jika 8 titik pada suatu lingkaran
dihubungkan satu dengan lainnya.
Budi merasa sulit untuk langsung menjawab untuk 8 titik tersebut, maka dia
memulai dengan penyelesaian yang lebih sederhana, yang berangkat dari sana
Budi mencoba mencari pola.
1) Lengkapilah tabel yang dibuat oleh Budi berikut :
i. Tebaklah apa yang akan dijadikan konjektur oleh Budi?
ii. Ceklah dengan menggambar suatu lingkaran dengan 6 titik, dan kemudian
hitunglah daerahnya!
iii. Apakah dugaan Budi benar?
24
2) Sedikit berbeda dengan Budi, Anik membuat tabel berikut:
i. Lengkapilah tabel yang dibuat oleh Anik di atas!
ii. Dapatkah Anik memastikan bahwa jawabnya benar?
C. Kesimpulan
Teori yang dikemukakan oleh Pavlov disebut dengan Classical Conditioning
dimana terdapat empat komponen dasar yang membangun Teori Kondisioning
Pavlov. Keempatnya adalah (1) unconditioned stimulus (UCS) (2) unconditioned
response (UCR), (3) conditioned stimulus (CS), dan (4) conditioned response (CR).
Keempat komponen tersebut kemudian dijadikan acuan dalam sebuah percobaan pada
respon air liur anjing terhadap makanan.
Teori yang dikemukakan oleh Bandura terkenal dengan teori pembelajaran
social ( Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang
menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Dalam
model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi
diri.Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi
25
akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena
ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya.
Aliran latihan mental berkembang sampai dengan awal abad 20, yang
mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri dari gumpalan-gumpalan otot.
Agar ia kuat maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang
makin berat maka otot (otak) itu makin kuat pula. Oleh karena itu jika anak (siswa)
ingin pandai maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami
dan mengerjakan soal-soalyang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak
tersebut. Strutur kurikulum pada saat itu berisikan materi-materi pelajaran yang sulit-
sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah karena tidak kuat untuk mengikuti
pelajaran tersebut. Di samping faktor lain, seperti keturunan, biaya, dan kesadaran
akan pentingnya sekolah yang belum dimiliki.
26
D. Daftar Pustaka
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura/
http://algaer.wordpress.com/2010/05/10/teori-kondisioning-pavlov-2/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura/
Fauzi MZ, Umar. Cara Meningkatkan Daya Ingat.
http://www.ngerti-abiz.com/index.php?option=com_content&task=view&id=26
27