pemba has an
DESCRIPTION
faeafaefTRANSCRIPT
PEMBAHASAN
2.1 Sayatan No Urut 11 BM 12
Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop
polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur
mikroskopis batuan.
Dilihat dari tidak adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat
disimpulkan struktur sayatan 11 BM 12 adalah non-foliasi dan berdasarkan
bentuk mineral dalam sayatan yang masif, seragam, dan padat diperkirakan
struktur non-foliasinya adalah hornfelsic. Dilihat dari ukuran butir batuan
yang dapat masih dapat diamati mata pada mikroskop, tekstur ukuran
sayatan ini adalah faneritit. Dilihat dari kenampakan sayatan yang
seluruhnya terdiri dari kristal maka tekstur fabriknya adalah idioblastik
(holokristalin). Dilihat dari tidak adanya sisa tekstur atau struktur batuan
asal maka sayatan ini memiliki ketahanan mineral yang kristaloblastik.
Berdasarkan kenampakan mineral yang padat dan ukurannya seragam maka
bentuk mineral pada sayatan adalah granuloblastik.
Berikut ini adalah kenampakan mikroskopik dari sayatan nomor urut
11 BM 12:
Gambar 2.1 Kenampakan PPL Sayatan 11 BM 12
Gambar 2.2 Kenampakan XPL Sayatan 11 BM 12
Gambar 2.3 Kenampakan Baji Kuarsa Sayatan 11 BM 12
Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, terutama ciri
khasnya yang memiliki gelapan bergelombang dan warna colorless, dapat
disimpulkan mineral pada sayatan ini adalah kursa dengan presentase
keterdapatannya 100%.
Berdasarkan keterdapatan mineral kuarsa yang diperkirakan 100%
pada sayatan, maka nama sayatan 11 BM 12 adalah kuarsit (W. T. Huang,
1962)
Tabel 1. Klasifikasi Batuan Metamorf Sayatan 11 BM 12 (W. T. Huang, 1962)
Tekstur Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan
Folias
iSlaty Mika
Regiona
lMudstone Slate
Phyllitic Kuarsa,
Mika,
Klorit
Regiona
l
Mudstone Phyllite
SchistoseKuarsa,
Mika
Regiona
lSlate Schist
SchistoseAmphibole,
Plagioklas
Regiona
l
Basalt atau
GabbroAmphibolite
Gneissic
Feldspar,
Mika,
Kuarsa
Regiona
lSchist Gneiss
Non Foliasi
Karbon
Kontak
atau
Regiona
l
Bituminous
CoalAnthracite Coal
Kuarsa,
fragmen
batuan
Kontak
atau
Regiona
l
Conglomerate Metaconglomerate
Kalsit
Kontak
atau
Regiona
l
Limestone Marble
Kuarsa
Kontak
atau
Regiona
l
Sandstone Quartzite
Berdasarkan nama batuan dan struktur non-foliasi hornfelsic sayatan
11 BM 12, dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies
Hornfels yang terbentuk pada suhu 300o – 800oC dengan tekanan 0 – 2
Kbar.
Gambar 2.4 Fasies Metamorfisme Sayatan 11 BM 12
Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies
metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan kuarsit terbentuk akibat proses
metamorfisme pada batupasir kuarsa yang memiliki suhu 300o – 800oC
dengan tekanan 0 – 2 Kbar. Pada awalnya terdapat batupasir kuarsa yang
terbentuk akibat pelapukan batuan beku kaya kuarsa seperti granit yang
menyebabkan mineral lainnya lapuk dan batuan pun hancur tapi karena
kuarsa merupakan minera yang sangat stabil, kuarsa dapat bertahan dari
pelapukan hanya saja hancur menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
sehingga berukuran pasir. Pasir tersebut lalu mengalami proses diagenesa
menjadi batuan di dalam bumi dan setelah menjadi batuan tetap berada di
dalam bumi dengan tekanan 0 – 2 Kbar hingga akhirnya mendapatkan
kontak dengan suatu sumber panas dengan suhu 300o – 800oC seperti kontak
dengan intrusi magma atau dapur magma dalam skala lokal. Kontak tersebut
lalu menghasilkan metemorfisme kontak di mana fragmen pasir kuarsa
dalam batupasir jadi berikatan satu sama lain tanpa melalui fase cair dan
perubahan sistem kristal. Ikatan tersebut menghasilkan batuan metamorf
dengan presentase kuarsa lebih dari 80%, yaitu kuarsit.
2.2 Sayatan No Urut H
Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop
polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur
mikroskopis batuan.
Dilihat dari adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat
disimpulkan struktur sayatan H adalah foliasi dan berdasarkan tingkat
perpisahan antara mineral pipih dan granular yang sudah mulai terlihat
pensejajaran mineralnya, diperkirakan folisasi pada batuan adalah
schistosic. Dilihat dari ukuran butir batuan yang dapat masih dapat diamati
mata pada mikroskop, tekstur ukuran sayatan ini adalah faneritit. Dilihat
dari kenampakan sayatan yang seluruhnya terdiri dari kristal maka tekstur
fabriknya adalah idioblastik (holokristalin). Dilihat dari tidak adanya tekstur
batuan asal maka ketahanan mineral dari sayatan ini adalah kristaloblastik.
Berdasarkan kenampakan mineral yang padat dan ukurannya seragam maka
bentuk mineral pada sayatan adalah granuloblastik. Ada juga mineral yang
bentuknya menjarum dan berlembar sehinga bentuknya adalah
nematoblastik.
Pada sayatan terdapat setidaknya 3 mineral yang dapat diamati.
Mineral pertama memiliki warna yang colorless pada kenampakan nikol
sejajarnya. Mineral kedua memiliki warna yang colorless dan mineral ketiga
memiliki kembaran albit. Kenampakannya seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2.5 Kenampakan XPL Sayatan Nomor Urut H
Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, dapat
disimpulkan bahwa mineral pertama adalah kuarsa dengan perkiraan
kelimpahan 66.67%. Mineral kedua adalah mika muscovit dengan perkiran
kelimpahan 28.34%. Mineral ketiga adalah plagioklas dengan perkiraan
kelimpahan sekitar 5%.
Berdasarkan keterdapatan minera-mineral tersebut dan struktur
sayatan yang foliasi schistosic, maka nama sayatan H adalah Schist (W. T.
Huang, 1962)
Tabel 2. Klasifikasi Batuan Metamorf Sayatan H (W. T. Huang, 1962)
Tekstur Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan
Folias
iSlaty Mika
Regiona
lMudstone Slate
Phyllitic
Kuarsa,
Mika,
Klorit
Regiona
lMudstone Phyllite
SchistoseKuarsa,
Mika
Regiona
lSlate Schist
SchistoseAmphibole,
Plagioklas
Regiona
l
Basalt atau
GabbroAmphibolite
Gneissic Feldspar,
Mika,
Regiona
l
Schist Gneiss
Kuarsa
Non Foliasi
Karbon
Kontak
atau
Regiona
l
Bituminous
CoalAnthracite Coal
Kuarsa,
fragmen
batuan
Kontak
atau
Regiona
l
Conglomerate Metaconglomerate
Kalsit
Kontak
atau
Regiona
l
Limestone Marble
Kuarsa
Kontak
atau
Regiona
l
Sandstone Quartzite
Berdasarkan nama batuan dan struktur foliasi Schistosic sayatan H,
dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies
Greenschist yang terbentuk pada suhu 300o – 500oC dengan tekanan 2 – 8
Kbar dan merupakan hasil dari regional burial metamorphism.
Gambar 2.6 Fasies Metamorfisme Sayatan H
Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies
metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan kuarsit terbentuk akibat proses
metamorfisme pada batupasir kuarsa yang memiliki suhu suhu 300o – 500oC
dengan tekanan 2 – 8 Kbar dan merupakan hasil dari regional burial
metamorphism. Pada awalnya terdapat material sedimen yang terendapkan
di sebuah cekungan di mana cekungan tersebut berasal dari hasil subduksi
lempeng samudera ke bawah lempeng benua. Subduksi tersebut
menghasilkan fore arc basin, yaitu cekungan di atas subduksi dan
menghasilkan juga ack arc basin yang berada di belakang lempeng benua
sebagai hasil dari deformasi lempeng benua. Material sedimen tersebut
berkomposisi mineral-mineral silikat, piroksen, dan alumina lalu menjadi
batuan sedimen dengan ukuran lanau atau lempung dan memiliki struktur
laminasi. Batuan tersebut tertimpa pasokan sedimen di atasnya sehingga
makin lama makin ter-burial-kan ke dalam bumi dengan suhu 300o – 500oC
dengan tekanan 2 – 8 Kbar di mana tekanannya dihasilkan akibat beban di
atasnya sehingga tekanannya memiliki skala regional. Akibat tekanan
tersebut dalam waktu yang lama, batuan sedimen mulai terorientasi atau
mineral-mineralnya mulai jadi searah dan mulai ada sedikit perpisahan
antara mineral granular dan yang fibrous. Karena proses metamorfisme
terjadi di lempeng benua, mineral klorit yang merupakan alterasi dari
plagioklas yang banyak berada di lempeng benua juga ikut dalam
pembentukan batuan tersebut, menjadi mineral index penanda fasies
metamorfisme Greenschist.
2.3 Sayatan Nomor Urut B-7
Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop
polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur
mikroskopis batuan.
Dilihat dari tidak adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat
disimpulkan struktur sayatan B-7 adalah non-foliasi dan berdasarkan bentuk
mineral yang nematoblastik dapat diinterpretasikan bahwa struktur sayatan
ini adalah non-foliasi filonitic. Dilihat dari ukuran butir batuan yang dapat
masih dapat diamati mata pada mikroskop, tekstur ukuran sayatan ini adalah
faneritit. Dilihat dari kenampakan sayatan yang seluruhnya terdiri dari
kristal maka tekstur fabriknya adalah idioblastik (holokristalin). Dilihat dari
tidak adanya sisa tekstur atau struktur batuan asal maka sayatan ini memiliki
ketahanan mineral yang kristaloblastik. Berdasarkan kenampakan mineral
yang bentuknya menjarum maka bentuk mineral pada sayatan adalah
nematoblastik.
Pada sayatan hanya terdapat setidaknya 2 mineral yang dapat diamati.
Mineral pertama memiliki warna yang colorless pada kenampakan nikol
sejajarnya dan memiliki gelapan bergelombang. Mineral ketiga memiliki
warna yang bervariasi dan kenampakan yang seperti serabut atau fibrous.
Kenampakan sayatannya seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2.7 Kenampakan XPL Sayatan B-7
Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, mineral yang
pertama adalah mineral kuarsa dengan kelimpahan rata-rata 40% dan
mineral yang kedua adalah mineral mika muskovit dengan kelimpahan rata-
rata 60%. Dari komposisi mineral dan tekstur batuan ini, maka nama batuan
adalah Filonit.
Berdasarkan nama batuan dan struktur non-foliasi filonitic sayatan B-
7, dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies Hornfels
yang terbentuk pada suhu 300o – 800oC dengan tekanan 0 – 2 Kbar.
Gambar 2.8 Fasies Metamorfisme Sayatan B-7
Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies
metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan ini terbentuk akibat proses
metamorfisme pada batupasir yang memiliki suhu 300o – 800oC dengan
tekanan 0 – 2 Kbar. Pada awalnya terdapat batuan sedimen yang
mengandung mineral yang resisten seperti mineral kuarsa dan mineral mika,
batuan ini terendapkan dan mengalami proses diagenesis sehingga menjadi
batuan sedimen. Ketika sudah mengalami proses diagenesis hingga
terlithfikasi ini, terjadi intrusi magma yang membuat perubahan suhu yang
sangat signifikan (di atas suhu diagenesis dan dibawah suhu pembentukan
magma). Sehingga batupasir ini akan mengalami proses metamorfisme
dimana struktur dan tekstur dari batuan sedimen ini terubahkan menjadi
struktur dan tekstur batuan metamorf. Akibat kenaikan suhu yang sangat
drastis ini mengakibatkan struktur batuan menjadi tidak tersusun dengan
rapi (dibandingkan dengan struktur foliasi) dan membentuk struktur non-
foliasi. Bentuk mineral kuarsa yang biasanya memiliki bidang yang jelas,
akibat intrusi magma ini bentuk mineral kuarsa menjadi tidak teratur
(seperti bentukan ignimbrit pada piroklastik). Sedangkan mineral mika pada
sayatan ini berbentuk nematoblastik yang bentukannya menjarum.
Kelimpahan mineral mika pada batuan ini lebih dominan dibandingkan
dengan mineral kuarsa, hal tersebut dikarenakan protolith dari batuan
metamorf ini adalah batupasir yang memiliki komposisi mineral mika yang
lebih banyak dibandingkan dengan mineral kuarsanya.