pemba has an

15
PEMBAHASAN 2.1 Sayatan No Urut 11 BM 12 Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur mikroskopis batuan. Dilihat dari tidak adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat disimpulkan struktur sayatan 11 BM 12 adalah non-foliasi dan berdasarkan bentuk mineral dalam sayatan yang masif, seragam, dan padat diperkirakan struktur non-foliasinya adalah hornfelsic. Dilihat dari ukuran butir batuan yang dapat masih dapat diamati mata pada mikroskop, tekstur ukuran sayatan ini adalah faneritit. Dilihat dari kenampakan sayatan yang seluruhnya terdiri dari kristal maka tekstur fabriknya adalah idioblastik (holokristalin). Dilihat dari tidak adanya sisa tekstur atau struktur batuan asal maka sayatan ini memiliki ketahanan mineral yang kristaloblastik. Berdasarkan kenampakan mineral yang padat dan ukurannya seragam maka bentuk mineral pada sayatan adalah granuloblastik. Berikut ini adalah kenampakan mikroskopik dari sayatan nomor urut 11 BM 12:

Upload: aaron-yoshefho

Post on 02-Feb-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

faeafaef

TRANSCRIPT

Page 1: Pemba Has An

PEMBAHASAN

2.1 Sayatan No Urut 11 BM 12

Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop

polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur

mikroskopis batuan.

Dilihat dari tidak adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat

disimpulkan struktur sayatan 11 BM 12 adalah non-foliasi dan berdasarkan

bentuk mineral dalam sayatan yang masif, seragam, dan padat diperkirakan

struktur non-foliasinya adalah hornfelsic. Dilihat dari ukuran butir batuan

yang dapat masih dapat diamati mata pada mikroskop, tekstur ukuran

sayatan ini adalah faneritit. Dilihat dari kenampakan sayatan yang

seluruhnya terdiri dari kristal maka tekstur fabriknya adalah idioblastik

(holokristalin). Dilihat dari tidak adanya sisa tekstur atau struktur batuan

asal maka sayatan ini memiliki ketahanan mineral yang kristaloblastik.

Berdasarkan kenampakan mineral yang padat dan ukurannya seragam maka

bentuk mineral pada sayatan adalah granuloblastik.

Berikut ini adalah kenampakan mikroskopik dari sayatan nomor urut

11 BM 12:

Gambar 2.1 Kenampakan PPL Sayatan 11 BM 12

Page 2: Pemba Has An

Gambar 2.2 Kenampakan XPL Sayatan 11 BM 12

Gambar 2.3 Kenampakan Baji Kuarsa Sayatan 11 BM 12

Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, terutama ciri

khasnya yang memiliki gelapan bergelombang dan warna colorless, dapat

disimpulkan mineral pada sayatan ini adalah kursa dengan presentase

keterdapatannya 100%.

Berdasarkan keterdapatan mineral kuarsa yang diperkirakan 100%

pada sayatan, maka nama sayatan 11 BM 12 adalah kuarsit (W. T. Huang,

1962)

Tabel 1. Klasifikasi Batuan Metamorf Sayatan 11 BM 12 (W. T. Huang, 1962)

Tekstur Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan

Folias

iSlaty Mika

Regiona

lMudstone Slate

Phyllitic Kuarsa,

Mika,

Klorit

Regiona

l

Mudstone Phyllite

Page 3: Pemba Has An

SchistoseKuarsa,

Mika

Regiona

lSlate Schist

SchistoseAmphibole,

Plagioklas

Regiona

l

Basalt atau

GabbroAmphibolite

Gneissic

Feldspar,

Mika,

Kuarsa

Regiona

lSchist Gneiss

Non Foliasi

Karbon

Kontak

atau

Regiona

l

Bituminous

CoalAnthracite Coal

Kuarsa,

fragmen

batuan

Kontak

atau

Regiona

l

Conglomerate Metaconglomerate

Kalsit

Kontak

atau

Regiona

l

Limestone Marble

Kuarsa

Kontak

atau

Regiona

l

Sandstone Quartzite

Page 4: Pemba Has An

Berdasarkan nama batuan dan struktur non-foliasi hornfelsic sayatan

11 BM 12, dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies

Hornfels yang terbentuk pada suhu 300o – 800oC dengan tekanan 0 – 2

Kbar.

Gambar 2.4 Fasies Metamorfisme Sayatan 11 BM 12

Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies

metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan kuarsit terbentuk akibat proses

metamorfisme pada batupasir kuarsa yang memiliki suhu 300o – 800oC

dengan tekanan 0 – 2 Kbar. Pada awalnya terdapat batupasir kuarsa yang

terbentuk akibat pelapukan batuan beku kaya kuarsa seperti granit yang

menyebabkan mineral lainnya lapuk dan batuan pun hancur tapi karena

kuarsa merupakan minera yang sangat stabil, kuarsa dapat bertahan dari

pelapukan hanya saja hancur menjadi bagian-bagian yang lebih kecil

sehingga berukuran pasir. Pasir tersebut lalu mengalami proses diagenesa

menjadi batuan di dalam bumi dan setelah menjadi batuan tetap berada di

dalam bumi dengan tekanan 0 – 2 Kbar hingga akhirnya mendapatkan

kontak dengan suatu sumber panas dengan suhu 300o – 800oC seperti kontak

dengan intrusi magma atau dapur magma dalam skala lokal. Kontak tersebut

lalu menghasilkan metemorfisme kontak di mana fragmen pasir kuarsa

dalam batupasir jadi berikatan satu sama lain tanpa melalui fase cair dan

perubahan sistem kristal. Ikatan tersebut menghasilkan batuan metamorf

dengan presentase kuarsa lebih dari 80%, yaitu kuarsit.

Page 5: Pemba Has An

2.2 Sayatan No Urut H

Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop

polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur

mikroskopis batuan.

Dilihat dari adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat

disimpulkan struktur sayatan H adalah foliasi dan berdasarkan tingkat

perpisahan antara mineral pipih dan granular yang sudah mulai terlihat

pensejajaran mineralnya, diperkirakan folisasi pada batuan adalah

schistosic. Dilihat dari ukuran butir batuan yang dapat masih dapat diamati

mata pada mikroskop, tekstur ukuran sayatan ini adalah faneritit. Dilihat

dari kenampakan sayatan yang seluruhnya terdiri dari kristal maka tekstur

fabriknya adalah idioblastik (holokristalin). Dilihat dari tidak adanya tekstur

batuan asal maka ketahanan mineral dari sayatan ini adalah kristaloblastik.

Berdasarkan kenampakan mineral yang padat dan ukurannya seragam maka

bentuk mineral pada sayatan adalah granuloblastik. Ada juga mineral yang

bentuknya menjarum dan berlembar sehinga bentuknya adalah

nematoblastik.

Pada sayatan terdapat setidaknya 3 mineral yang dapat diamati.

Mineral pertama memiliki warna yang colorless pada kenampakan nikol

sejajarnya. Mineral kedua memiliki warna yang colorless dan mineral ketiga

memiliki kembaran albit. Kenampakannya seperti pada gambar di bawah.

Page 6: Pemba Has An

Gambar 2.5 Kenampakan XPL Sayatan Nomor Urut H

Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, dapat

disimpulkan bahwa mineral pertama adalah kuarsa dengan perkiraan

kelimpahan 66.67%. Mineral kedua adalah mika muscovit dengan perkiran

kelimpahan 28.34%. Mineral ketiga adalah plagioklas dengan perkiraan

kelimpahan sekitar 5%.

Berdasarkan keterdapatan minera-mineral tersebut dan struktur

sayatan yang foliasi schistosic, maka nama sayatan H adalah Schist (W. T.

Huang, 1962)

Tabel 2. Klasifikasi Batuan Metamorf Sayatan H (W. T. Huang, 1962)

Tekstur Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan

Folias

iSlaty Mika

Regiona

lMudstone Slate

Phyllitic

Kuarsa,

Mika,

Klorit

Regiona

lMudstone Phyllite

SchistoseKuarsa,

Mika

Regiona

lSlate Schist

SchistoseAmphibole,

Plagioklas

Regiona

l

Basalt atau

GabbroAmphibolite

Gneissic Feldspar,

Mika,

Regiona

l

Schist Gneiss

Page 7: Pemba Has An

Kuarsa

Non Foliasi

Karbon

Kontak

atau

Regiona

l

Bituminous

CoalAnthracite Coal

Kuarsa,

fragmen

batuan

Kontak

atau

Regiona

l

Conglomerate Metaconglomerate

Kalsit

Kontak

atau

Regiona

l

Limestone Marble

Kuarsa

Kontak

atau

Regiona

l

Sandstone Quartzite

Berdasarkan nama batuan dan struktur foliasi Schistosic sayatan H,

dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies

Greenschist yang terbentuk pada suhu 300o – 500oC dengan tekanan 2 – 8

Kbar dan merupakan hasil dari regional burial metamorphism.

Page 8: Pemba Has An

Gambar 2.6 Fasies Metamorfisme Sayatan H

Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies

metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan kuarsit terbentuk akibat proses

metamorfisme pada batupasir kuarsa yang memiliki suhu suhu 300o – 500oC

dengan tekanan 2 – 8 Kbar dan merupakan hasil dari regional burial

metamorphism. Pada awalnya terdapat material sedimen yang terendapkan

di sebuah cekungan di mana cekungan tersebut berasal dari hasil subduksi

lempeng samudera ke bawah lempeng benua. Subduksi tersebut

menghasilkan fore arc basin, yaitu cekungan di atas subduksi dan

menghasilkan juga ack arc basin yang berada di belakang lempeng benua

sebagai hasil dari deformasi lempeng benua. Material sedimen tersebut

Page 9: Pemba Has An

berkomposisi mineral-mineral silikat, piroksen, dan alumina lalu menjadi

batuan sedimen dengan ukuran lanau atau lempung dan memiliki struktur

laminasi. Batuan tersebut tertimpa pasokan sedimen di atasnya sehingga

makin lama makin ter-burial-kan ke dalam bumi dengan suhu 300o – 500oC

dengan tekanan 2 – 8 Kbar di mana tekanannya dihasilkan akibat beban di

atasnya sehingga tekanannya memiliki skala regional. Akibat tekanan

tersebut dalam waktu yang lama, batuan sedimen mulai terorientasi atau

mineral-mineralnya mulai jadi searah dan mulai ada sedikit perpisahan

antara mineral granular dan yang fibrous. Karena proses metamorfisme

terjadi di lempeng benua, mineral klorit yang merupakan alterasi dari

plagioklas yang banyak berada di lempeng benua juga ikut dalam

pembentukan batuan tersebut, menjadi mineral index penanda fasies

metamorfisme Greenschist.

2.3 Sayatan Nomor Urut B-7

Pengamatan terhadap sayatan ini dilakukan dengan mikroskop

polarisasi dengan perbesaran 4x yang menunjukkan struktur dan tekstur

mikroskopis batuan.

Dilihat dari tidak adanya pensejajaran mineral pada sayatan, dapat

disimpulkan struktur sayatan B-7 adalah non-foliasi dan berdasarkan bentuk

mineral yang nematoblastik dapat diinterpretasikan bahwa struktur sayatan

ini adalah non-foliasi filonitic. Dilihat dari ukuran butir batuan yang dapat

masih dapat diamati mata pada mikroskop, tekstur ukuran sayatan ini adalah

faneritit. Dilihat dari kenampakan sayatan yang seluruhnya terdiri dari

Page 10: Pemba Has An

kristal maka tekstur fabriknya adalah idioblastik (holokristalin). Dilihat dari

tidak adanya sisa tekstur atau struktur batuan asal maka sayatan ini memiliki

ketahanan mineral yang kristaloblastik. Berdasarkan kenampakan mineral

yang bentuknya menjarum maka bentuk mineral pada sayatan adalah

nematoblastik.

Pada sayatan hanya terdapat setidaknya 2 mineral yang dapat diamati.

Mineral pertama memiliki warna yang colorless pada kenampakan nikol

sejajarnya dan memiliki gelapan bergelombang. Mineral ketiga memiliki

warna yang bervariasi dan kenampakan yang seperti serabut atau fibrous.

Kenampakan sayatannya seperti pada gambar di bawah.

Gambar 2.7 Kenampakan XPL Sayatan B-7

Berdasarkan ciri-ciri dan kenampakan mineral di atas, mineral yang

pertama adalah mineral kuarsa dengan kelimpahan rata-rata 40% dan

mineral yang kedua adalah mineral mika muskovit dengan kelimpahan rata-

rata 60%. Dari komposisi mineral dan tekstur batuan ini, maka nama batuan

adalah Filonit.

Berdasarkan nama batuan dan struktur non-foliasi filonitic sayatan B-

7, dapat disimpulkan fasies metamorfisme sayatan ini adalah fasies Hornfels

yang terbentuk pada suhu 300o – 800oC dengan tekanan 0 – 2 Kbar.

Page 11: Pemba Has An

Gambar 2.8 Fasies Metamorfisme Sayatan B-7

Berdasarkan klasifikasi W. T. Huang (1962) dan dari fasies

metamorfisme, dapat diketahui bahwa batuan ini terbentuk akibat proses

metamorfisme pada batupasir yang memiliki suhu 300o – 800oC dengan

tekanan 0 – 2 Kbar. Pada awalnya terdapat batuan sedimen yang

mengandung mineral yang resisten seperti mineral kuarsa dan mineral mika,

batuan ini terendapkan dan mengalami proses diagenesis sehingga menjadi

batuan sedimen. Ketika sudah mengalami proses diagenesis hingga

terlithfikasi ini, terjadi intrusi magma yang membuat perubahan suhu yang

sangat signifikan (di atas suhu diagenesis dan dibawah suhu pembentukan

magma). Sehingga batupasir ini akan mengalami proses metamorfisme

dimana struktur dan tekstur dari batuan sedimen ini terubahkan menjadi

struktur dan tekstur batuan metamorf. Akibat kenaikan suhu yang sangat

Page 12: Pemba Has An

drastis ini mengakibatkan struktur batuan menjadi tidak tersusun dengan

rapi (dibandingkan dengan struktur foliasi) dan membentuk struktur non-

foliasi. Bentuk mineral kuarsa yang biasanya memiliki bidang yang jelas,

akibat intrusi magma ini bentuk mineral kuarsa menjadi tidak teratur

(seperti bentukan ignimbrit pada piroklastik). Sedangkan mineral mika pada

sayatan ini berbentuk nematoblastik yang bentukannya menjarum.

Kelimpahan mineral mika pada batuan ini lebih dominan dibandingkan

dengan mineral kuarsa, hal tersebut dikarenakan protolith dari batuan

metamorf ini adalah batupasir yang memiliki komposisi mineral mika yang

lebih banyak dibandingkan dengan mineral kuarsanya.