pemba has an

48
BAB I PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). 1 Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. 2 Kasus TB di Indonesia masih terhitung sangat banyak, hal ini dibuktikan pada data yang dikemukakan WHO pada tahun 2013 bahwa laporan kasus TB di Indonesia baik kasus baru maupun kasus kambuh sebanyak 325.582 jiwa dimana 26.054 (8%) diantaranya adalah anak anak usia di bawah 15 tahun. 3 Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases (IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost- efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan 1

Upload: ainunzamira

Post on 30-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

Page 1: Pemba Has An

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat

menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).1 Diperkirakan sekitar sepertiga

penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan

ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia.2 Kasus TB di

Indonesia masih terhitung sangat banyak, hal ini dibuktikan pada data yang dikemukakan WHO

pada tahun 2013 bahwa laporan kasus TB di Indonesia baik kasus baru maupun kasus kambuh

sebanyak 325.582 jiwa dimana 26.054 (8%) diantaranya adalah anak anak usia di bawah 15

tahun.3

Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1990 dan

International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases (IUATLD) yang dikenal sebagai

strategi Directly observed Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-

efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS

diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan dalam

bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat dibunuh.

Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH),

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang

dapat timbul antara lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai

rasa terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati

(hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati. Obat anti

tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Hepatotoksitas

1

Page 2: Pemba Has An

mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis

fulminan, akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin.1,2

Beberapa keadaan pada kasus TB memerlukan penanganan khusus seperti komplikasi

dari TB itu sendiri maupun efek samping obat yang diberikan. Pembahasan lebih lanjut

mengenai komplikasi TB dan efek samping obat beserta penangannya akan coba penulis

paparkan pada referat kali ini.

2

Page 3: Pemba Has An

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya.4

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) yang menyerang jaringan (parenkim) paru,

tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.4,5

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular dimana

biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.6

B. Klasifikasi

Menurut PDPI (2006), terdapat beberapa klasifikasi tuberkulosis, yaitu :5

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. Tuberkulosis paru BTA (+), yaitu:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

3

Page 4: Pemba Has An

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-), yaitu:

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis

aktif.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan M.tuberculosis positif.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu:

a. Kasus Baru

Yaitu pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.

b. Kasus Kambuh (Relaps)

Yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif atau biakan positif.

c. Kasus Defaulted atau Drop Out

Yaitu pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

4

Page 5: Pemba Has An

d. Kasus Gagal (Failure)

Yaitu pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau

akhir pengobatan.

e. Kasus Kronik

Yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ulang dengan kategori 2 dan dengan pengawasan yang baik.

f. Kasus Bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru

menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan

gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih

mendukung.

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada

perubahan gambaran radiologi.

3. Pembagiaan Secara Patologi

a. Tuberkulosis Primer (Childhood Tuberculosis).

b. Tuberculosis Sekunder (Adult Tuberculosis).

4. Berdasarkan Aktifitas Radiologi

a. Lesi TB aktif dicurigai bila:

Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas

paru dan segmen posterior lobus bawah

5

Page 6: Pemba Has An

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular.

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

b. Lesi TB inaktif dicurigai bila:

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

c. Lesi TB Aktif Yang Mulai Menyembuh (Quiescent)

5. Berdasarkan Luas Lesi Yang Tampak Pada Foto Thorax

a. Tuberkulosis Minimal

Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua

paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

b. Moderadately Advance Tuberculosis

Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrat

bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. bila banyangannya kasar

tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

c. Far Advance Tuberculosis

Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately

advance tuberculosis.

6. Di Indonesia, klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,

radiologis dan mikrobiologis.

6

Page 7: Pemba Has An

a. TB Paru

b. Bekas TB Paru

c. TB Paru Tersangka, yang terbagi dalam:

TB Paru Tersangka Yang Diobati.

Dengan sputum BTA negatif, tetapi tanda – tanda lain positif.

TB Paru Tersangka Yang Tidak Diobati.

Dengan sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain juga

meragukan. Dalam 2 – 3 bulan, TB tersangka ini sudah harus

dipastikan apakah termasuk

TB Paru ( Aktif ) Atau Bekas TB Paru.

Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:

o Status Bakteriologi

o Mikroskopik Sputum BTA ( Langsung )

o Biakan Sputum BTA

o Status Radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis

paru.

o Status Kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.

C. Manifestasi Klinik

Gejala klinis dari tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik dan gejala sistemik.5,7

7

Page 8: Pemba Has An

1. Gejala Respiratorik

a. Batuk >2 Minggu

Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus.

Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang.

Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni

setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan sejak awal peradangan.

Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah

timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ).

b. Batuk Darah

Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada

kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak Nafas

Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah

meliputi setengah bagian paru.

d. Nyeri dada.

Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

8

Page 9: Pemba Has An

2. Gejala Sistemik

a. Demam

Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang

panas badan dapat mencapai 40 – 41o C. Serangan demam pertama dapat

sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi

terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan

demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringannya infeksi MTB yang masuk

b. Gejala sistemik lain, seperti :

o Malaise

o Keringat malam

o Anoreksia

o Berat badan menurun.

D. Diagnosis

1. Anamnesis8

Anamnesis disesuaikan dengan gambaran klinis yang didapatkan pada pasien.

Perjalanan penyakit, kontak TB, dan riwayat psikososial harus digali untuk

menentukan klasifikasi TB. Riwayat pengobatan dapat membantu untuk

menentukan terapi yang akan diberikan pada pasien.

9

Page 10: Pemba Has An

2. Pemeriksaan Fisik7,8

Pada pemeriksaan pertama dilihat pertama kali adalah keadaan umum dari pasien.

Pemeriksaan tanda vital untuk menilai suhu pasien dan keadaan pasien jika

terdapat kegawatan pada kasus TB yang berat. Pemeriksaan status gizi untuk

melihat apakah terdapat kasus kekurangan gizi pada pasien sesuai dengan gejala

TB.

Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti

terutama pada pasien kasus dini ataupun yang sudah terinfiltrasi secara

asimptomatik. Baik secara anamnesis maupun pemeriksaan fisik, pada keadaan

dini sulit dibedakan antara TB dan pneumonia. Tempat kelainan lesi TB paru

yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrate yang luas

maka dapat didapatkan perkusi redup dan suara napas bronkial. Akan didapatkan

juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Bila infiltrate

diliputi penebalan pleura, maka suara napasnya akan menjadi vesikuler melemah.

Pada kasus tertentu seperti fibrosis paru, sering ditemukan adanya retraksi dan

atrofi otot intercostal.

3. Pemeriksaan Penunjang7,8

a. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan LED yang normal atau

meningkat dan limfositosis.

10

Page 11: Pemba Has An

b. Pemeriksaan serologi :

o Tes PAP (peroksidase anti peroksida)

Prinsip dasar uji PAP adalah menemukan adanya antibodi IgG

yang spesifik terhadap antigen M.tuberculosae . hasil uji PAP

dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji

PAP positif.

o Uji Mycodot

Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang

direkatkan pada alat yang berbentuk sisir kemudian dicelupkan

dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah

memadai maka warna sisir akan berubah.

o ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang

terjadi.

o PCR (Polymerase Chain Reaction)

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam

berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1

mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya

resistensi.

11

Page 12: Pemba Has An

c. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan sputum untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

Interpretasi hasil pemeriksaan sputum :

Mikroskopik positif

3 x positif

2 x positif, 1 x negative

1 x positif, 2 x negatifà ulang BTA 3 x, bila hasil 1

x positif, 2 x negatif

Mikroskopik negatif

3 x negative

1 x positif, 2 x negatifà ulang BTA 3 x, bila hasil 3

x negatif

Pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara BACTEC (Becton

Dickinson Diagnostic Instrument System), dengan cara mendeteksi growth

index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh

M.tuberculosis. kuman sudah dapat terdeteksi dalam 7-10 hari.

12

Page 13: Pemba Has An

d. Tes tuberculin

Tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D.

(Purified Protein Derivative) intrakutan dengan kekuatan 5 T.U. tes

tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah

mengalami infeksi M.tuberculosis, vaksinasi BCG atau Mycobacteria

lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa

indurasi kemerahan, interpretasi hasilnya :

- Indurasi 0-5 mm àMantoux negatif = golongan no sensitivity

- Indurasi 6-9 mmà meragukan = golongan low sensitivity

- Indurasi 10-15 mm àMantoux positif = golongan normal sensitivity

- Indurasi >15 mm àMantoux positif kuat = golongan hypersensitivity

e. Pemeriksaan radiologi

Standar pemeriksaan radiologi pada tuberkulosis adalah foto toraks PA

dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu :

Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus

bawah

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

Adanya kavitas, tunggal atau ganda

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

Adanya kalsifikasi

Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

13

Page 14: Pemba Has An

Bayangan milier

Tabel 1. Alur diagnosis TB.2,4,5

14

Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnosis ini dapat digunakan secara fleksibel yaitu pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan bersamaan dengan foto thoraks dan pemeriksaan yang diperlukan.

Suspek TB paru adalah seseorang dengan batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih disertai dengan atau tanpa gejala lain.

Antibiotik non OAT adalah antibiotik spektrum luas yang tidak memilki efek anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon).

Page 15: Pemba Has An

E. Penatalaksanaan TB

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama

dan tambahan.5

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat yang dipakai:

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin

150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275

mg dan

Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg

15

Page 16: Pemba Has An

c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam

klavulanat.

Derivat rifampisin dan INH.

2. Dosis OAT5,8,9

a. Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau

BB > 60 kg : 600 mg

BB 40-60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali.

b. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15

mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :

600 mg / kali.

c. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,

50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1 000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

d. Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB,

30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :

16

Page 17: Pemba Has An

BB >60kg : 1500 mg

BB 40 -60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali

e. Streptomisin: 15 mg/kgBB atau

BB >60kg : 1000mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg

BB < 40 kg : sesuai BB

f. Kombinasi dosis tetap

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya

minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan

dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang

selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila

mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang

mampu menanganinya.

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3xseminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamide(Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

17

Page 18: Pemba Has An

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Tabel 2. Jenis, sifat, dan dosis OAT2

Berat Badan

Tahap Intensif

Tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30-37 Kg 2 Tablet 4KDT 2 Tablet 2KDT

38-54 Kg 3 Tablet 4KDT 3 Tablet 2KDT

55-70 Kg 4 Tablet 4KDT 4 Tablet 2KDT

>71 Kg 5 Tablet 4KDT 5 Tablet 2KDT

Tabel 3. Fixed Dose Combination (FDC)8

Tahap

Pengobata

n

Lama

Pemgobatan

Dosis Perhari/Kali Jumlah

Hari/Kali

Menelan

Obat

Tablet

Isoniazid

@ 300 mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet

Etambutol

@ 250 mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Table 4. dosis kombipak golongan 1

3. Multi Drug Resistance5

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosisresisten terhadap

rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya

18

Page 19: Pemba Has An

Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :

Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah

mendapat pengobatan TB.

Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah penderitanya

sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.

Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat

pengobatan sebelumnya.

Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat,

khususnya pada penderitaTB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70%

– 90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. “WHO Report on Tuberculosis

Epidemic 1995” menyatakan bahwa resitensi ganda kini menyebar di berbagai

belahan dunia. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksioleh kuman

tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususnya

rifampisin dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat antituberkulosis yang

lainnya. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR Ada beberapa penyebab

terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :

Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, baik karena jenis

obatnya yang tidak tepat misalnya hanya memberikan INH dan

etambutol pada awal pengobatan, maupun karena di lingkungan

tersebut telah terdapat resistensiyang tinggi terhadap obat yang

19

Page 20: Pemba Has An

digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah

dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.

Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau

tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah

dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop

lagi, demikian seterusnya.

Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat

ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil.

Bila kegagalan itu terjadi karenakuman TB telah resisten pada paduan

yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya

akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten.

Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan

secara baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat.

Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu

daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan.

Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang

menimbulkan kebosanan.

Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB

Belum menggunakan strategi DOTS

Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru

Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang

distandarisasiuntuk penderita MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya

“tailor made”, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal

20

Page 21: Pemba Has An

2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain yang dapat digunakan yaitu

golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida

(amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin,

amoksilin+ as.klavulanat. Saat ini paduan yang dianjurkan OAT yang masih

sensitif minimal 2 –3 OAT dari obat lini 1ditambah dengan obat lain (lini 2)

golongan kuinolon, yaitu Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x 400

mg.

Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan

memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24

bulan. Hasil pengobatan terhadap resistenganda tuberkulosis ini kurang

menggembirakan. Pada penderita non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar

50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan

pada 56% kasus. Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan terawasi secara

baik merupakan salah satu kunci penting mencegah dan mengatasi masalah

resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)

merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat

penderita dan menanggulangi masalah tuberkulosis khususnya resisten ganda

Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-

TB.Pencegahan resistensi dengan cara pemberian OAT yang tepat dan

pengawasan yang baik.

21

Page 22: Pemba Has An

Tabel 5. Ringkasan Paduan Pengobatan TB

4. Efek Samping OAT dan Penanganannya5,8,9

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan.

22

Page 23: Pemba Has An

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada

syaraf tepi, kesemutan, rasaterbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat

dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau

dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat

diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom

pellagra)

Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada

kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan

khusus.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatik ialah :

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare.

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT

harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada

keadaan khusus

23

Page 24: Pemba Has An

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila

salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan

dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,

keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena

proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu

khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi

(beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis

Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan

penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang

dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau

30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan

24

Page 25: Pemba Has An

akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan

okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping

tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan

dan umur penderita.

Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan

fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini

dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi

0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan

makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul

tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek

samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar

mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.

Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr

Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran

janin.

25

Page 26: Pemba Has An

Tabel 6. Efek samping ringan OAT dan penangannya.

Tabel 7. Efek samping berat OAT dan penangannya.

Penanganan efek samping obat:

Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi

secara simptomatik.

Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian salisilat

/ allopurinol.

26

Page 27: Pemba Has An

Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti

tertulis di atas

Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rashpada kulit yang

umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian

dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan

perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa

dilakukan terhadap obat lainnya Kelainan yang harus dihentikan

pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena

rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll

karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena

thiacetazon. Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah

hingga jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan

baik.

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan

control seperti :

Tes warna untuk mata, bagi pasien yang menggunakan etambutol.

Audiometri bagi yang memakai streptomisin.

Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin,

darah perifer dan asam urat (pemakai pirazinamid).

27

Page 28: Pemba Has An

6. Pengobatan Tuberkulosis Dalam Keadaan Khusus

a. TB Milier

Rawat inap

Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik,

radiologik dan evaluasi pengobatan , maka pengobatan lanjutan

dapat diperpanjang sampai dengan 7 bulan 2RHZE/ 7 RH

Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada

keadaan :

- Tanda / gejala meningitis

- Sesak napas

- Tanda / gejala toksik

- Demam tinggi

Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg

setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.

b. Pleuritis Eksudatif TB (Efusi Pleura TB)

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan

penderita dan berikan kortikosteroid

Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg setiap

5-7 hari, pemberian selama 3-4 minggu.

Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan

DM. Ulangan evakuasicairan bila diperlukan

28

Page 29: Pemba Has An

c. TB Ekstra Paru

Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

Prinsip pengobatan sama dengan TBparu menurut ATS, misalnya

pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar, meningitis

pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada Obat suntik

kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin

Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS

(mis INH, rifampisin) karena mengakibatkan toksik yang serius

pada hati

INH diberikan terus menerus seumur hidup.

Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi.

d. TB paru Pada Kehamilan dan Menyusui

Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan

kehamilan.

OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek

samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin (Eropa)

Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan

pirazinamid untuk wanita hamil .

Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat

diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI,

akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik

pada bayi

29

Page 30: Pemba Has An

Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya

juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui

bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan

Pada wanita usia produktifyang mendapat pengobatan TB dengan

rifampisin dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi

hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan

efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

e. TB paru dengan Gagal Ginjal

Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan

capreomycin.

Sebaiknya hindari penggunaanetambutol karena waktu paruhnya

memanjang dan terjadi akumulasi etambutol.

Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan

dengan pengawasan kreatinin.

Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT,

Ureum, Kreatnin).

Rujuk ke ahli Paru.

f. TB paru Dengan Kelainan Hati

Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan

faal hati sebelum pengobatan.

Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan

Paduan Obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO: 2 SHRE/6

RHatau 2 SHE/10 HE.

30

Page 31: Pemba Has An

Pada penderita hepatitis akutdan atau klinik ikterik , sebaiknya

OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.

Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal

3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6

RH.

Sebaiknya rujuk ke ahli Paru.

g. Hepatitis Drug Induce

Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat - obat hepatotoksik

(drug induced hepatitis).

Penatalaksanaan :

Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+]) → OAT

Stop.

Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:

o Bilirubin > 2 →OAT Stop

o SGOT, SGPT >5 kali : OAT stop

o SGOT, SGPT >3 kali, gejala (+) : OAT stop

o SGOT, SGPT >3 kali, gejala (-) →teruskan pengobatan,

dengan pengawasan.

Paduan OAT yang dianjurkan :

o Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

o Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik

dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT,

SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai

31

Page 32: Pemba Has An

dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan

klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh ,

bila klinik dan laboratorium normal , tambahkan

rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh

(sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi

RHES.

o Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi.

h. Pasien Dengan Infeksi HIV/AIDS

Prinsip pengobatannya adalah mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan

ARV dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai Standar WHO.

Pasien TB dengan resiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke

pelayanan VCT (Voluntary Counseling and Testing).

1) Pengobatan TB pada ODHA yang belum dalam pengobatan ARV

Pengobatan TB segera dimulai. Jika pasien dalam pengobatan TB

maka teruskan pengobatan TB sampai dapat ditoleransi dan setelah

itu diberikan pengobatan ARV. Keputusan untuk memulai

pengobatan ARV pada pasien dengan pengobatan TB sebaiknya

dilakukan oleh dokter yang telah mendapat pelatihan tatalaksan

pasien TB-HIV. (untuk pelayanan di puskesmas, berikan

pengobatan TB lalu rujuk pasien ke RS yang dapat memberikan

layanan ARV).

2) Pengobatan TB pada ODHA yang sedang dalam pengobatan ARV

sebaiknya pengobatan TB dimulai minimal di RS yang petugasnya

32

Page 33: Pemba Has An

terlatih guna diatur rencana pengobatan TB bersama dengan ARV.

(untuk pelayanan di Puskesmas, rujuk pasien ke RS yang dapat

memberikan layanan ARV untuk pengobatan koinfeksi TB-HIV).

33

Page 34: Pemba Has An

BAB III

KESIMPULAN

Kasus TB di Indonesia masih cukup tinggi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat

serta pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kasus TB amat diperlukan untuk terapi pasien.

Terdapat beberapa kategori pengobatan TB sesuai kebutuhan pasien. Dari sekian banyak OAT

yang diberikan masing – masing obat memiliki efek samping yang tidak diharapkan. Penanganan

dari efek samping dan edukasi yang tepat dapat membantu penanganan TB. Selain itu, ada

beberapa keadaan tertentu yang membutuhkan strategi lain dalam pemberian OAT. Oleh karena

itu, evaluasi yang tepat dan cermat pada keadaan khusus penderita TB dapat membantu

memberikan prognosis yang baik dan kesembuhan bagi penderita TB.

34