pemba has an

2
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, jumlah daun dapat dibahas bahwa pada tanaman monokultur jagung didapat pertambahan jumlah daun pada guludan ke tiga lebih banyak menghasilkan daun diantara guludan pertama dan kedua. Hal tersebut dapat terlihat antar 7 dan 14 HST yakni pertambahan helai daun sebanyak 3 daun berbeda dengan guludan pertama dan kedua pertambahan jumlah daun relative konstan yakni sekitar 1 daun. Meurut (Indah Purnamasari Penanaman jagung secara monokutur dan tumpangsari menunjukkan interaksi secara nyata terhadap tinggi tanaman jagung umur 6 dan 9 mst (Tabel 2). Terjadinya interaksi ini disebabkan adanya perbedaan lingkungan tumbuh disekitar tanaman jagung yang meliputi perbedaan air, udara, cahaya matahari, kelembaban maupun unsur hara. Tanaman jagung yang ditanam secara monokultur secara nyata mempunyai tinggi tanaman yang lebih besar karena tanaman memperoleh semua unsur hara yang dibutuhkan dengan baik. Jagung yang ditanam secara tumpangsari mengalami kompetisi dengan dalam memperebutkan unsure-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Dalam pola tanam tumpangsari, salah satu faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman ialah adanya persaingan cahaya matahari untuk kegiatan fotosintesis. Islami (1999) menyatakan bahwa suatu tanaman yang ternaungi, maka intensitas cahaya yang diterima akan berkurang sehingga menyebabkan fotosintesis tidak berlangsung secara maksimal. Kondisi ini akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Bila jumlah fotosintat tidak terpenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan mempengaruhi produksi. Ashadi dan Arsyad (1991) menyatakan bahwa penurunan intensitas cahaya menjadi 40% mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan kadar protein pada kedelai. Penundaan saat tanam kedelai 10 hari dan 20 hari setelah jagung dapat menurunkan hasil 67% dan 69% dibandingkan dengan penanaman monokultur. Efektivitas Penggunaan Mulsa Syarif (1985) bahwa mulsa dapat meningkatkan pori-pori mikro tanah sebagai akibat dari aktifitas mikro organisme dalam tanah. Aswad

Upload: hasnaww

Post on 22-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nm

TRANSCRIPT

Page 1: Pemba Has An

Berdasarkan tabel hasil pengamatan, jumlah daun dapat dibahas bahwa pada tanaman monokultur jagung didapat pertambahan jumlah daun pada guludan ke tiga lebih banyak menghasilkan daun diantara guludan pertama dan kedua. Hal tersebut dapat terlihat antar 7 dan 14 HST yakni pertambahan helai daun sebanyak 3 daun berbeda dengan guludan pertama dan kedua pertambahan jumlah daun relative konstan yakni sekitar 1 daun.

Meurut (Indah Purnamasari Penanaman jagung secara monokutur dan tumpangsari menunjukkan interaksi secara nyata terhadap tinggi tanaman jagung umur 6 dan 9 mst (Tabel 2). Terjadinya interaksi ini disebabkan adanya perbedaan lingkungan tumbuh disekitar tanaman jagung yang meliputi perbedaan air, udara, cahaya matahari, kelembaban maupun unsur hara. Tanaman jagung yang ditanam secara monokultur secara nyata mempunyai tinggi tanaman yang lebih besar karena tanaman memperoleh semua unsur hara yang dibutuhkan dengan baik. Jagung yang ditanam secara tumpangsari mengalami kompetisi dengan dalam memperebutkan unsure-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Dalam pola tanam tumpangsari, salah satu faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman ialah adanya persaingan cahaya matahari untuk kegiatan fotosintesis. Islami (1999) menyatakan bahwa suatu tanaman yang ternaungi, maka intensitas cahaya yang diterima akan berkurang sehingga menyebabkan fotosintesis tidak berlangsung secara maksimal. Kondisi ini akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Bila jumlah fotosintat tidak terpenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan mempengaruhi produksi. Ashadi dan Arsyad (1991) menyatakan bahwa penurunan intensitas cahaya menjadi 40% mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan kadar protein pada kedelai. Penundaan saat tanam kedelai

10 hari dan 20 hari setelah jagung dapat menurunkan hasil 67% dan 69% dibandingkan dengan penanaman monokultur.

Efektivitas Penggunaan Mulsa

Syarif (1985) bahwa mulsa dapat meningkatkan pori-pori mikro tanah sebagai akibat dari aktifitas mikro organisme dalam tanah. Aswad (1985) menambahkan bahwa dengan adanya mulsa struktur tanah menjadi remah dan gembur dan aerasi menjadi lebih baik. Menurut Wiharjo (1997) mulsa juga dapat meningkatkan kadar hara dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman. Peningkatan hara ini merupakan hasil akhir dari perbaikan kelembaban dan temperatur tanah. Kelembaban dan temperatur tanah yang optimal dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan hal yang demikian sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Purwowidodo 1983).