pemba has an

9
Skenario 1 Penderita anak umur 15 tahun datang dengan keluhan adanya pembengkakan pada daerah rahang kanan. Pembengkakan ini terjadi setelah anak tersebut terjatuh dari sepeda satu hari yang lalu. Dari pemeriksaan ekstra oral terdapat asimetri wajah, pembengkakan daerah rahang kanan, warna agak biru, tidak didapatkan luka pada wajah. Pemeriksaan intra oral tidak didapatkan luka pada jaringan lunak rongga mulut dan gigi-gigi dalam keadaan baik. Trauma merupakan suatu jejas yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan. Ketika terjadi kerusakan jaringan, baik yang disebabkan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau penyebab lain, jaringan yang luka itu melepaskan substansi- substansi yang menyebabkan perubahan pada jaringan. Pada trauma atau dalam kasus ini terjadi benturan yang cukup keras maka bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Keseluruhan perubahan jaringan sebagain respon kerusakan inilah yang disebut inflamasi atau radang. Dimana pada proses radang ini melalui dua fase yaitu fase vaskuler dan fase seluler. Peradangan pada fase seluler ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang

Upload: ayu-larissa-putri

Post on 17-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

asdfghjkl

TRANSCRIPT

Skenario 1Penderita anak umur 15 tahun datang dengan keluhan adanya pembengkakan pada daerah rahang kanan. Pembengkakan ini terjadi setelah anak tersebut terjatuh dari sepeda satu hari yang lalu. Dari pemeriksaan ekstra oral terdapat asimetri wajah, pembengkakan daerah rahang kanan, warna agak biru, tidak didapatkan luka pada wajah. Pemeriksaan intra oral tidak didapatkan luka pada jaringan lunak rongga mulut dan gigi-gigi dalam keadaan baik.Trauma merupakan suatu jejas yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan. Ketika terjadi kerusakan jaringan, baik yang disebabkan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau penyebab lain, jaringan yang luka itu melepaskan substansi-substansi yang menyebabkan perubahan pada jaringan. Pada trauma atau dalam kasus ini terjadi benturan yang cukup keras maka bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Keseluruhan perubahan jaringan sebagain respon kerusakan inilah yang disebut inflamasi atau radang. Dimana pada proses radang ini melalui dua fase yaitu fase vaskuler dan fase seluler.Peradangan pada fase seluler ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasiVasodilatasi juga disertai dengan meningkatnya permeabilitas vaskular yang memungkinkan plasma darah dan mediator seluler penyembuhan lainnya melewati dinding pembuluh darah dengan diapedesis dan mengisi ruang ekstravaskuler yang kemudian terakumulasi. Pengiriman cairan yang abnormal dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial atau rongga tubuh yang kemudian tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang atau bisa disebut odema (tumor). Vasodilatasi menyebabkan meningkatnya aliran darah (hyperemia) yang melalui daerah luka, sehingga membuat warna kemerahan atau rubor pada daerah tersebut. Dari sinilah muncul manifestasi klinis seperti pembengkakan, yang dapat menekan ujung saraf dan menyebabkan nyeri atau dolor.Dengan adanya vasodilatasi tersebut, tubuh akan mengirimkan lebih banyak nutrisi dan O2 sebagai proses penyembuhan. Aktivitas ini menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme pada tubuh. Pada saat keradangan, produksi pyrogen akan mempengaruhi kerja hypothalamus, yang memiliki fungsi mengatur suhu tubuh. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya demam pada saat keradangan berlangsung. Selain itu, salah satu gambaran klinis pada radang akut yaitu adanya kalor (panas). Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer seperti pada kulit. Peningkatan temperatur di daerah peradangan tersebut mengakibatkan fungsi organ menurun atau fingsiolesa.Pada fase seluler, sitokin yang memicu vasodilatasi tadi juga mengeluarkan sinyal untuk menarik neutrofil dan monosit ke jaringan yang luka. Neutrofil tiba di jaringan yang luka dalam beberapa menit dan dengan cepat menjadi sel predominan. Neutrofil menghasilkan protease dan sitokin yang membantu membersihkan daerah luka dari kontaminasi bakteri, jaringan nonvital, dan komponen matriks terdegradasi. Penyebaran monosit ke daerah luka mulai memuncak sebagai respon penurunan neutrofil. Makrofag (monosit yang aktif) melanjutkan microdebridement jaringan luka yang dilakukan oleh neutrofil sebelumnya. Makrofag mensekresi kolagenase dan elastases untuk menghancurkan jaringan yang luka dan menfagositosis bakteri dan debris sel. Selain membersihkan, makrofag juga berperan dalam menyediakan mediator penyembuhan. Setelah diaktifkan, makrofag mengeluarkan growth factors dan sitokin pada daerah yang luka. Makrofag mempengaruhi semua fase awal penyembuhan luka dengan meregulasi remodeling jaringan oleh enzim proteolitik, menginduksi pembentukan matrik ekstraseluler baru , dan memodulasi angiogenesis dan fibroplasia.Histamin merupakan molekul endogen yang dihasilkan oleh sel mast dan memiliki reseptor yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2.Histamin memiliki berbagai aktivitas biologis, antara lain sebagai mediator inflamasi serta yang paling penting adalah responnya terhadap alergen yang masuk dalam tubuh.Hipersensitif tipe I dimediasi oleh IgE yang menginduksi aktivasi sel mast. Mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig E tersebut akan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas mediator. Sel mast diaktifkan apabila terjadi crosslinkingatau bridgingdari molekul FceRI oleh ikatan antigen dengan Ig E yang menempati molekul tersebut. Pengaktifan sel mast menghasilkan reaksibiologik seperti terjadi sekresi sel mast, dimana zat-zat yang telah terbentuk dan disimpan dalam granula akan dilepaskan keluar secara eksositosis atau degranulasi; sel mast mensintesa lipid mediator secara enzimatik dari precursor yang tersimpan didalam membran sel, serta sel mast membentuk dan mensekresi sitokin.Pelepasan mediator seperti histamin dan bradikinin oleh sel-sel inflamasi, sel-sel endotel, aktivasi sistem komplemen dan sistem koagulasi merupakan tanda dari inflamasi. Aktifitas keradangan yang dilakukan oleh mediator inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah arterial dan pembuluh darah kapiler setempat untuk menciptakan kondisi hiperemi. Setelah itu, akan terjadi kontraksi endotel dinding kapiler yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler, sehingga akan terbentuk eksudat serous di interstisium daerah yang mengalami peradangan. Mediator kimia yang banyak dilepaskan secara lokal pada proses inflamasi antara lain histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandinHistamine menyebabkan kontraksi pada sel-sel endotel pembuluh darah, yaitu dengan mengubah bentuk sel menjadi lebih bulat dan melebarkan ruang antar sel. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 dan PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskuler sehingga menimbulkan edema dan nyeri. Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakidonat yang berperan dalam proses inflamasi yaitu dengan cara meningkatkan permeabilitas vaskuler. Sedangkan bradikinin berperan mempromosikan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan merangsang nerve ending untuk menimbulkan rasa nyeriInflamasi menyebabkan tubuh mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin. Histamin bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada endotel pembuluh darah, kemudian menyebabkan dilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar sel endotel. Leukotrien merupakan mediator yang dihasilkan oleh jalur lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat yang menyebabkan vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Saat terjadi luka pada pembuluh darah, maka plasma darah akan mengaktivasi sistem kinin dan sistem koagulasi. Pada sistem koagulasi, trombosit akan segera berkumpul mengerumuni bagian yang terluka. Selain itu, komponen darah lain yaitu protombin, dipicu oleh ion kalsium akan diubah menjadi trombin oleh enzim tromboplastin. Trombin akan berfungsi sebagai enzim yang dapat mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Benang-benang fibrin yang terbentuk akan saling bertautan sehingga sel-sel darah merah beserta plasma akan terjaring dan membentuk gumpalan. Pada akhirnya jaringan baru akan terbentuk untuk menggantikan gumpalan tersebut dan luka akan menutup. Terjadinya pembekuan darah ini mencegah penyebaran infeksi, menangkap mikroorganisme dan benda asing, membentuk clot yg menghentikan pendarahan Pada aktivasi sistem kinin terjadi pembentukan bradikinin. Bradikinin kemudian menstimulasi pengeluaran prostaglandin. Bradikinin ini berperan dalam peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kontraksi otot halus. Bradikinin bersama dengan prostaglandin menstimulasi ujung syaraf sehingga menyebabkan rasa nyeri. Bengkak dan nyeri yang terjadi akibat inflamasi menyebabkan daya pergerakan menurun (function laesa).Reseptor pengenalan pola (PRRs) dalam sistem komplemen seperti antibodi spesifik, C1q, C3, mannose-binding lectin (MBL), dan ficolins mengenali pola molekul eksogen serta pola molekul terkait endogen (PAMPs) yang mengarah ke aktivasi komlemen. Sistem komplemen dapat diaktifkan dengan empat jalur berbeda: klasik, alternatif, lektin dan jalur ekstrinsik protease. Meskipun masing-masing jalur ini diaktifkan oleh PRRs yang berbeda, mereka semua berujung pada aktivasi C3, Langkah utama dalam aktivasi komplemen.Jalur klasik diaktifkan bila kompleks imun terbentuk. Kekebalan kompleks ini terbentuk ketika antibodi (dilepaskan selama respon imun humoral (immunoglobulin (Ig) G atau IgM)) mengikat patogen atau antigen asing dan non-self lainnya. Bagian Fc dari kompleks antigen-antibodi terlibat dengan kompleks molekul C1q dari C1 (kompleks multimerik terdiri dari molekul C1q, C1r dan C1s) yang mengarah ke aktivasi C1s dan C1r. C1 kemudian memotong C4 dan C2 untuk membentuk C3 convertase. Enzim C3 convertase mengaktifkan C3, protein komplemen yang paling banyak ditemukan bebas di plasma darah, oleh pembelahan proteolitik. Hasil reaksi ini menghasilkan generasi: (1) protein komplemen C3A, C4a dan C5a, (2) membrane attack complex (MAC) yang terdiri dari C5b, C6, C7, C8 dan C9, dan (3) molekul opsonisasi C3b.Jalur lectin terinisiasi ketika PRRs, MBL, H-, M dan L-ficolin, mengenali dan mengikat gugus gula pada ragi, bakteri, parasit dan virus. Dalam sirkulasi, PRRs ini berasosiasi dengan MBL yang terkait serin protease 1 (MASP1), MASP2 dan MASP3, dan MASP2 dipotong dikenal sebagai MAP19. Ikatan kompleks MBL-MASP dengan patogen menghasilkan pembelahan C4 dan C2 dan generasi dari convertase C3, mirip dengan jalur klasik.Terapi yang dilakukan untuk inflamasi akut pada kasus ini adalah dengan kompres dingin dan hangat. Kompres dingin mempunyai beberapa keuntungan antara lain menimbulkan efek lokal analgesik, menurunkan aliran darah ke area yang mengalami cedera, menurunkan inflamasi, meningkatkan ambang batas reseptor nyeri untuk kemudian menurunkan nyeri