pemba has an

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaiknya sistem pelayanan kesehatan disertai pesatnya kemajuan bidang kedokteran meningkatkan usia harapan hidup (di Indonesia tahun 2004: perempuan 68 tahun, laki-laki 63,8 tahun). 1 Di sisi lain, akan muncul berbagai penyakit degenerative antara lain yang mengganggu tajam penglihatan seperti ARMD (Age-Related Macular Degeneration). ARMD menyerang macula yang dapat menyebabkan kebutaan. Upaya pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat menjanjikan tajam penglihatan yang lebih baik. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang. Tanda utama dari degenerasi macula adalah didapatkan adanya bintik-bintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata. 2 Terdapat 2 jenis tipe dasar dari penyakit tersebut, yaitu Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD). Bentuk yang paling sering terjadi adalah ARMD. 3 Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah 1

Upload: rismeiniar-pattisina

Post on 29-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemba Has An

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membaiknya sistem pelayanan kesehatan disertai pesatnya kemajuan bidang

kedokteran meningkatkan usia harapan hidup (di Indonesia tahun 2004: perempuan 68

tahun, laki-laki 63,8 tahun).1 Di sisi lain, akan muncul berbagai penyakit degenerative

antara lain yang mengganggu tajam penglihatan seperti ARMD (Age-Related Macular

Degeneration). ARMD menyerang macula yang dapat menyebabkan kebutaan. Upaya

pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat menjanjikan tajam penglihatan yang lebih

baik. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian paling vital dari retina

yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang. Tanda

utama dari degenerasi macula adalah didapatkan adanya bintik-bintik abu-abu atau

hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-

lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan

penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata.2 Terdapat 2 jenis tipe

dasar dari penyakit tersebut, yaitu Standar Macular Degeneration dan Age Related

Macular Degeneration (ARMD). Bentuk yang paling sering terjadi adalah ARMD.3

Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah

(eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara

bersamaan.

1.2 Epidemiologi

Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan

penglihatan atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika

Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi

makula.

Saat ini ARMD merupakan masalah sosial di negara-negara barat. Di dunia,

penderita ARMD diperkirakan telah mencapai 20-25 juta jiwa yang akan bertambah

tiga kali lipat akibat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30-40 tahun mendatang.

Dampak psikososial akibat ARMD cukup besar karena penderita akan mengalami

1

Page 2: Pemba Has An

gangguan penglihatan sentral sehingga sulit melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti

membaca, menjahit, mengemudi, dan mengenali wajah.3 Selain itu, penanganannya

juga membutuhkan biaya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat diprediksi.

2

Page 3: Pemba Has An

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang

menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen

retina dan terdiri atas lapisan:4,5

Gambar 1. Lapisan retina

1. Lapisan epitel pigmen

2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi

4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang

5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis

sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua

3

Page 4: Pemba Has An

9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf

optik.

10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan

kecil.

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multi lapis

yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina

membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi

ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis

Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.

Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan

sclera. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub

posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat

fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila

dilihat dengan oftalmoskop.4

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar

membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis

luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang

cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.5

2.2 Fisiologi Retina

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu

reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu

impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan

akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman

penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya

adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor

kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan

yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion

yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan

seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan

warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar

4

Page 5: Pemba Has An

terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan

malam (skotopik).5

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada

retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan

proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang

merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul

protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh

rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk ali-trans.

Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng

membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak

oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau

pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut

memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm

masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, hijau, dan ±merah. Fotopigmen sel kerucut

terdiri dari 11-sis retinal yang terikat ke berbagai protein opsin. Penglihatan skotopik

seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi

gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat

dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spectral

retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul

sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung

fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang dan secara selektif

memantulkan atau menyalurkan panjang-panjang gelombang tertentu di dalam

spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh

fotoreseptor kerucut, senja kala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan

malam oleh fotoreseptor batang.5

2.3 Definisi

ARMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50 tahun;

ditandai dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang

berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-

retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.

5

Page 6: Pemba Has An

Tanda awal ARMD berupa drusen kekuningan yang terletak di lapisan retina luar

di polus posterior.8-11 Drusen ini ukurannya bervariasi; dapat diperkirakan dengan

membandingkannya dengan kaliber vena besar di sekitar papil (± 125 mikron).

Menurut ukurannya, drusen dapat dibagi dalam bentuk kecil: <64 mikron, sedang: 64-

125 mikron, dan besar: >125 mikron.3 Sedangkan menurut bentuknya, dibagi menjadi

drusen keras: berukuran kecil dengan batas tegas dan drusen lunak: berukuran lebih

besar dengan batas kurang tegas.2

2.4 Etiologi

Degenerasi makula dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat diperberat

oleh beberapa faktor resiko, diantaranya:6

1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi macula

adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda,

penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi

di banding dengan orang muda. 2% saja yang dapat menderita degenerasi makula

pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas

70 tahun.

2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau

faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit

ini. CFH terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi

peradangan.

3. Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenerasi makula.

4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi makula di

banding dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.

5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula

adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita

dengan degenerasi makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki

hubungan dengan degenerasi makula.

6. Hipertensi dan diabetes. Degenerasi makula menyerang para penderita penyakit

diabetes, atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-

pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat

penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.

6

Page 7: Pemba Has An

7. Paparan terhadap sinar ultraviolet, obesitas dan kadar kolesterol tinggi.

2.5 Klasifikasi

ARMD diklasifikasikan menjadi:

a) Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) atau non-neovaskular

Gambar 2. AMRD tipe kering

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.

Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang

sedang. Pada gambaran fundus, makula tampak lebih kuning atau pucat

dikelilingi oleh bercak-bercak dan pembuluh darah tampak melebar. Bercak-

bercak ini disebut drusen yaitu bangunan khas yang berbentuk bulat, berwarna

kekuningan. Degenerasi makula terkait usia noneksudatif ditandai oleh atrofi dan

degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan

koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel

pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopis,

drusen adalah yang paling khas.

Secara histopatologi drusen terdiri atas kumpulan materi eosinofilik yang terletak

diantara epitel pigmen dan membran Bruch sehingga drusen dapat menyebabkan

pelepasan fokal dari epitel pigmen. Drusen merupakan suatu timbunan material

ekstraseluler yang terletak diantara membran basal EPR dengan membran Bruch.

Secara klinis, drusen tampak sebagai lesi kekuningan yang terletak pada lapisan

luar retina, di polus posterior.6

7

Page 8: Pemba Has An

Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi

dan meningkat jumlahnya. Drusen mempunyai ukuran yang sangat bervariasi.

Ukuran drusen dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan caliber

vena besar disekitar papil yaitu sekirat 125 mikron. Menurut ukurannya, drusen

dibagi menjadi kecil (kurang dari 64 um), sedang (antara 64 -125 um), besar

(lebih dari 125 um).

Menurut bentuknya, drusen dibagi menjadi keras dan lunak. Beberapa drusen

dapat bergabung menjadi satu yang disebut drusen confluent. Drusen keras

merupakan residual bodies yang bertanggung jawab terhadap penebalan

membrane Bruch, yang berhubungan dengan adanya deposit laminar basal yang

terdiri dari hialin. Drusen lunak merupakan timbunan membranosa dan vesikular

yang berhubungan dengan deposit laminar basal. Biasanya ukurannya lebih besar

dari drusen keras dan batasnya kurang tegas. Pada angiografi fluoresin, drusen

keras akan tampak sebagai bercak-bercak hiperfluoresensi yang cemerlang pada

stadium midvena, dan memudar setelah memudarnya corakan latar belakang

fluoresin koroid, sedangkan drusen lunak akan muncul sebagai daerah

hiperfluoresensi lebih ambat dan kurang cemerlang dibanding drusen keras.

Drusen keras ditemukan pada 95,5% individu berumur lebih dari 49 tahun, tetapi

sebagian besar hanya brupa drusen kecil yang jumlahnya tidak banyak. Drusen

keras bisa mengalami regresi spontan, dapat membesar atau menyatu dengan

drusen disebelahnya atau menimbulkan atrofi sel EPR yang ada diatasnya, yang

dapat menimbulkan atrofi geografk EPR apabila daerahnya luas, sehingga corak

pembuluh darah koroid dibawahnya dapat terlihat, serta retina diatasnya tampak

tipis, yang berlanjut menjadi atrofi fotoreseptor, dan menyebabkan atrofi

geografik retina, atau berkembang membentuk neovaskularisasi koroid (CNV).6

Perubahan lain yang dapat terjadi adalah hipopigmentasi dan hiperpigmentasi.

Hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel makrofag yang

mengandung pigmen melanin mengalami migrasi kearah fotoreseptor.

Hipopigmentasi terjadi karena depigmentasi di sekitar EPR yang mengalami

hiperpigmentasi. Secara klinis, atrofi retina geografis tampak sebagai daerah

hipopigmentasi atau depigmentasi atau hilangnya EPR yang berbentuk bulat atau

oval dan berbatas tegas. Atrofi geografik merupakan penyebab kehilangan

ketajaman sentral sebesar 12% sampai 21% dari seluruh kehilangan penglihatan

sentral yang diakibatkan ARMD. Kemampuan membaca akan menurun bukan

8

Page 9: Pemba Has An

hanya karena adanya skotoma parasentral saja, melainkan juga karena penurunan

sensitivitas adaptasi gelap pada fovea, kemunduran ketajaman penglihatan pada

keadaan redup, serta menurunkan sensitivitas kontras

b) Degenerasi makula tipe eksudatif (tipe basah) atau neovaskular

Gambar 3. AMRD tipe basah

Degenerasi makula tipe ini jarang terjadi namun lebih berbahaya dibandingkan

dengan tipe kering. Kira-kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi

makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai

dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula

terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral

termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada keadaan ini

terjadi pembentukan pembuluh darah baru subretinal dan terjadi kerusakan

makula yang disertai eksudat. Cairan serosa dari koroid bocor melalui defek pada

membran Bruch sehingga menyebabkan pelepasan epitel pigmen.

Pemeriksaan fundus menunjukkan adanya pendarahan dan eksudat subretina, lesi

berwarna hijau keabu-abuan pada makula dan tampak adanya neovaskularisasi.

Bentuk ARMD neovaskular adalah neovaskularisasi koroid (CNV) dan semua

manifestasi yang menyertainya antara lain ablasi EPR, robekan EPR, pendarahan

subretina, pendarahan vitreus, dan sikatrik disciforms. Adanya kerusakan pada

membran Bruch memungkinkan pembuluh darah neovaskularisasi yang berasal

dari kapiler koroid menembus membran Bruch. Pembuluh darah neovaskular ini

disertai oleh jaringan fibrosa, membentuk satu kompleks fibrovaskular yang dapat

mengganggu dan merusak membran Bruch, kapiler koroid, serta EPR. Gejala

9

Page 10: Pemba Has An

yang dialami oleh pasien dengan CNV saja, berupa gangguan penglihatan sentral

seperti penurunan visus, mikropsia, ataupun skotoma sentral. Walaupun demikian

apabila kelainan terjadi diluar fovea, maka dapat tanpa gejala penglihatan sentral

sama sekali. Pada fundus tampak adanya bayangan hijau keabu-abuan dengan

ablasi EPR diatasnya. Walaupun demikian, CNV kadang hanya memberikan

tanda berupa ablasi EPR yang datar saja.

2.6 Perjalanan Penyakit

Patofisiologi terjadinya ARMD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Ada

beberapa teori yang diajukan, antara lain:1,6

1. Proses penuaan

Bagan 1. Teori proses penuaan

Bertambahnya usia maka akan menyebabkan degenerasi lapisan retina tepatnya

membran Bruch. Degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin

berkurang sehingga terjadi penurunan permeabilitas terhadap sisa-sisa

pembuangan sel. Akibatnya terjadi penimbunan di dalam epitel pigmen retina

(EPR) berupa lipofusin. Lipofusin ini akan menghambat degradasi makromolekul

seperti protein dan lemak, mempengaruhi keseimbangan vascular endothelial

growth factor (VEGF), serta bersifat fotoreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis

10

Page 11: Pemba Has An

EPR. Lipofusin yang tertimbun di dalam sel EPR menurunkan kemampuan EPR

untuk memfagosit membran cakram sel fotoreseptor.

Lipofusin yang tertimbun di antara sitoplasma dan membrane basalis sel EPR,

akan membentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan

membrane Bruch. Kerusakan membrane Bruch juga akan menimbulkan

neovaskularisasi koroid.

2. Teori iskemia

Angiogenesis terjadi karena adanya iskemik pada jaringan yang memacu

timbulnya suatu agen angiogenik antara lain VEGF. Pada penelitian didapatkan

fakta yang menunjukkan bahwa pada ARMD, iskemia tidak memegang peranan

yang penting. Sel fotoreseptor hanya terpapar oleh sedikit oksigen, sedangkan

EPR terpapar oleh oksigen dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Pada

kenyataannya, sel fotoreseptor tidak memproduksi VEGF, justru sel EPR yang

memproduksi VEGF dalam jumlah besar. Disamping itu ditemukan pula tanda-

tanda adanya sel-sel radang pada jaringan coroid neovascular (CNV) yang

dieksisi, sehingga diduga bahwa lebih besar kemungkinannya CNV tumbuh

sebagai reaksi perbaikan luka daripada sebagai reaksi terhadap iskemia.

3. Teori kerusakan oksidatif

Bagan 2. Teori kerusakan oksidatif

11

Page 12: Pemba Has An

Sel fotoreseptor paling banyak terkena pajanan cahaya dan menggunakan oksigen

sebagai energi, kedua faktor tersebut akan menyebabkan terbentuknya radikal

bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang

tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Bila produksi

radikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu meredamnya,

akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjutnya akan memicu

kerusakan oksidatif tingkat selular.

Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi karena terbentuknya reactive oxygen

species (ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula sangat rentan terhadap

kerusakan oksidatif karena banyaknya sel fotoreseptor yang bagian dalamnya

sangat banyak mengandung mitokondria sedangkan bagian luarnya banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh ganda sehingga dapat membocorkan ROS.

Oksigenasi yang tinggi di koroid mempermudah kerusakan oksidatif. Selain itu,

terpajannya makula dengan sinar ultraviolet juga akan menimbulkan proses

oksidatif. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan menghasilkan

vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya

choroidal neovascularization (CNV).

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula yaitu:1,6

a. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk.

b. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat

penglihatan.

c. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas.

d. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan.

e. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang.

f. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi

penglihatan tanpa rasa nyeri.

12

Page 13: Pemba Has An

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan

kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fundus fluorescein angiography (FFA),

indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).8,9

1. Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau indirek akan

terlihat di daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti

hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada

kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel

pigmen retina.

2. Test Amsler Grid

Test Amsler Grid, merupakan kartu pemeriksaan untuk mengetahui fungsi

penglihatan sentral makula. Pemeriksaan didasarkan pada gangguan kuantitatif

sel kerucut makula yang akan mengakibatkan metamorfosia. Pada test ini,

penderita disuruh melihat kartu Amsler yang mempunyai garis-garis sejajar

berjarak 1 derajat bila dilihat pada jarak baca 30 cm. Apabila pasien melihat

kelainan bentuk garis pada kartu Amsler berarti terdapat kelainan makula yang

akan mengganggu fungsi penglihatan sentral.

Pada awal ARMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia)

dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh

penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.

13

Page 14: Pemba Has An

3. Fundus fluorescein angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai CNV. Gambaran FFA

dapat menentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan

tindakan selanjutnya. FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser

dan sebagai pemantauan dalam menentukan adanya CNV yang menetap atau

berulang setelah tindakan laser.

Dokter spesialis mata menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita

yang kemudian akan mengalir ke mata dan dilakukan pemotretan retina dan

makula. Zat warna ini memungkinkan melihat kelainan pembuluh darah dengan

lebih jelas.

Dari gambaran FFA, dapat ditentukan beberapa tipe lesi, yaitu:

a) CNV Klasik: gambaran hiperfluoresin berbatas tegas pada fase pengisian

awal arteri, dan pada fase lambat tampak kebocoran fluoresin sehingga

batasnya menjadi kabur

b) CNV Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran hiperfloresin

granular dengan batas tidak tegas

c) Predominan klasik: lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe

tersamar

d) Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50% dibandingkan dengan tipe

tersamar.

4. Indocyanine green angiography (ICGA)

ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid sehingga struktur koroid dapat

terlihat lebih detail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada kelainan koroid

dan menghilangkan blockade yang terjadi pada FFA, sehingga sering digunakan

dalam diagnosa CNV tersamar.

5. Optical coherence tomography (OCT)

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi dapat

memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina.8 Dapat menilai secara

kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi masih perlu evaluasi manfaatnya

dalam menentukan CNV.9

14

Gambar 4. A. Amsler normal, B. Amser dengan skrotoma dan metamorfopsia

Page 15: Pemba Has An

2.9 Diagnosis Banding

Degenerasi makula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:8

1. Makroneurisme

2. Vaskulopati koroid polipoid

3. Khorioretinopati serous sentral

4. Kasus inflamasi

5. Tumor kecil seperti melanoma koroid

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah untuk mempertahankan tajam

penglihatan yang ada dan menurunkan risiko penurunan tajam penglihatan yang lebih

berat.9

1) Fotokoagulasi laser

Laser argon hijau atau kripton merah dapat digunakan; laser kripton merah lebih

sedikit diabsorpsi oleh pigmen xantofi l dibandingkan laser argon hijau, sehingga

memungkinkan dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot

adalah 100-200 μm dengan durasi 0,1-0,5 detik. Menurut Macular

Photocoagulation Study (MPS) penderita yang akan menjalani laser dibagi dalam

3 kelompok:

a. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif karena tidak mempengaruhi

tajam penglihatan.

b. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal avascular zone

(FAZ) tetapi jarang sampai ke daerah pusat makula. Karena risikonya

cukup tinggi, terapi laser masih kontroversial.

c. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser berisiko

menyebabkan kehilangan tajam penglihatan permanen. Beberapa kasus

jika diseleksi dengan benar dapat juga diterapi bila ukurannya kecil dan

penderita disiapkan untuk risiko penurunan tajam penglihatan sesudah

terapi.

2) Photodynamic therapy

15

Page 16: Pemba Has An

PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfin menggunakan sinar

laser (fotosensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotoreseptor, dan koroid

karena laser yang digunakan tidak menimbulkan panas dan zat aktif hanya

bekerja pada jaringan CNV. Hal ini karena vertoporfin berikatan dengan low

density lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada sel endotel pembuluh darah

yang sedang berproliferasi. PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea tipe

klasik dan predominan klasik. Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih

terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara langsung selama 24-48 jam

setelah injeksi vertoporfin.

3) Transpupillary thermotherapy (TTT)

TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser inframerah (810 nm)

sehingga panas yang dihasilkan tidak merusak jaringan dan dapat digunakan pada

CNV subfovea dengan lesi okult. TTT merupakan tantangan bagi operator untuk

menentukan power yang akan digunakan karena setelah TTT tidak terlihat

perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah telah terjadi suatu

oklusi atau belum.

4) Terapi anti-angiogenesis

Anti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena dapat menghambat

vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan

juga mencegah terbentuknya CNV baru. Dapat digunakan secara primer atau

tambahan pada saat terapi laser. Saat ini anti VEGF yang sedang berkembang

ialah ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravitreal yang

dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam penglihatan secara

temporer. Sering pula anti-angiogenesis dikombinasikan dengan anti-infl amasi

(dexamethasone) intravitreal dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.

5) Radiasi

Beberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi dapat menstabilkan

ARMD eksudatif atau meregresi CNV. Radiasi okuler dengan sinar proton dosis

rendah <20 gray dalam 200 centigray relatif aman dilakukan pada CNV

subfovea.

6) Pembedahan

a. Translokasi macula

Merupakan pengobatan yang menjanjikan, karena dapat memperbaiki tajam

penglihatan sampai tingkat dapat membaca dan mengendarai mobil.

16

Page 17: Pemba Has An

Meskipun demikian tindakan ini juga mengandung risiko. Translokasi

makula merupakan suatu tindakan pembedahan memindahkan

neurosensoris retina fovea dari daerah neovaskularisasi subfovea ke daerah

EPR membran Bruch kompleks koriokapilaris yang masih sehat sehingga

CNV dapat diterapi dengan fotokoagulasi laser. Pemindahan ini bertujuan

untuk mempertahankan fungsi sel fotoreseptor. Tindakan ini dapat

dilakukan apabila visusnya relatif masih baik, perdarahannya belum terlalu

lama, dan sebelumnya belum pernah dilakukan tindakan laser.

b. Transplantasi EPR

Beberapa peneliti melakukan eksisi CNV atau pengangkatan jaringan fi

brovaskuler subfovea, yang kemudian dilanjutkan dengan transplantasi

EPR.

7) Pendidikan dan Rehabilitasi

Pendidikan pada penderita berusia 50 tahun ke atas yang pada makulanya

terdapat drusen sangat perlu, agar mereka mampu memantau sendiri penglihatan

sentralnya menggunakan kartu Amsler. Penderita gangguan penglihatan sentral

permanen dapat memanfaatkan sisa penglihatannya dengan menggunakan alat

bantu optik seperti lensa, teleskop, kaca pembesar, kaca mikroskopis (kacamata

baca positif tinggi) atau alat bantu elektronik (CCTV/ close circuit television).

Selain itu, dapat digunakan alat bantu non-optik seperti buku dengan cetakan

huruf besar, tiposkop, pencahayaan tambahan untuk membantu membaca dan

memodifi kasi lingkungan dengan pemberian warna yang kontras di dalam

rumah.

2.11 Prognosis

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan total sehingga

aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudat lebih

buruk di banding dengan degenerasi makula tipe non eksudat. Prognosis dapat

didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga

kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.9

2.12 Komplikasi

17

Page 18: Pemba Has An

18

Page 19: Pemba Has An

BAB III

PENUTUP

ARMD (Age-Related Macular Degeneration) merupakan suatu kelainan degeneratif

yang mengenai polus posterior retina khususnya macula lutea, yang ditandai dengan adanya

drusen, biasanya tanpa keluhan bila belum mengenai makula bagian sentral. ARMD terdiri

dari 2 tipe yaitu non-neovaskuler (tipe kering) dan neovaskuler (tipe basah); perbedaan ini

berdasarkan penanganan dan prognosis tajam penglihatan. Penyebab ARMD belum diketahui

pasti; sering dihubungkan dengan berbagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, ras,

riwayat keluarga ARMD, merokok, pajanan sinar matahari, faktor kardiovaskuler, tekanan

darah, kolesterol, body mass index, dan nutrisi.

Risiko ARMD dapat diperkecil dengan menghindari faktor risiko yang dapat dicegah

dan berupaya hidup sehat. Diharapkan setiap oftalmolog dapat melakukan skrining

pemeriksaan fundus karena kebanyakan kasus ARMD tanpa keluhan tajam penglihatan bila

belum melibatkan penglihatan sentral. Berisiko CNV apabila dijumpai lima atau lebih

drusen, terdapat satu atau lebih drusen berukuran besar, adanya hiperpigmentasi fokal dan

adanya riwayat hipertensi sistemik. Apabila terdapat risiko CNV, penderita dididik untuk

memantau sendiri penglihatannya dengan menggunakan kartu Amsler.

19

Page 20: Pemba Has An

DAFTAR PUSTAKA

1. Angela A, Tri W, Aditya T. Degenerasi makula terkait usia. Ilmu kesehatan mata.

Yogyakarta: FK UGM; 2007.

2. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Retina and vitreous. Basic and clinical science

course. Section 12. San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology;

2004.

3. Liesegang TJ, Deutch TA, Grand MG, editors. Basic and clinical science course,

fundamentals and principles of ophthalmology. Section 12. USA. The Foundation of

the American Academy of Ophthalmology; 2001-2002: 7-70.

4. Sidarta I. Anatomi dan fisiologi mata. Dalam : Ilmu penyakit mata. Edisi ke-2. Jakarta:

BP-FKUI; 2002.

5. Hardy RA. Retina dan tumor intraokuler. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP,

editor. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika; 2010.

6. James C, Chew C., Bron A. Retina dan koroid. Dalam : Oftalmologi. Edisi ke-9.

Jakarta: Erlangga; 2006.

7. Sarks SM, Sarks JP. Age-related maculopathy: Non-neovascular age-related macular

degeneration and the evolution of geographic atrophy. In: Ryan SJ, editors. Medical

retina. 3rd ed. Vol 2. Singapore: Mosby; 2001. h. 1064-96.

8. Bressler NM, Bressler SB, Fine SL. Neovascular (exudative) age-related macular

degeneration. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. 3rd ed. Vol 2. Singapore: Mosby;

2001. h. 1100-31.

9. Evans J. Age-related macular degeneration. In: Johnson GJ, Minassian DC, Weale RA,

West SK, editors. The epidemiology of eye disease. 2nd ed. London: Arnold; 2003. h.

356-68.

20