pemba has an

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak. Kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

Upload: zulfikri

Post on 01-Oct-2015

223 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sosial

TRANSCRIPT

27

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSuku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak.Kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai upacara adat yang berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain.Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik. Meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur. Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material maupun non material.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka secara umum yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah Etnik Dayak di Kalimantan, dengan sub masalah sebagai berikut:1. Apa yang dimaksud dengan etnik?2. Mengapa ada etnik Dayak?3. Apa yang dimaksud dengan etnik Dayak?4. Apa saja nilai-nilai sosial yang ada pada etnik Dayak?5. Apa saja sistem sosial yang ada pada etnik Dayak?6. Bagaimana adat istiadat etnik Dayak?7. Bagaimana interaksi sosial etnik Dayak dengan etnik lainnya?

C. TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:1. Untuk menjelaskan definisi dari etnik.2. Untuk menjelaskan asal usul tentang etnik Dayak.3. Untuk menjelaskan definisi dari etnik Dayak.4. Untuk menjelaskan nilai-nilai sosial yang ada pada etnik Dayak.5. Untuk menjelaskan sistem sosial yang ada pada etnik Dayak.6. Untuk menjelaskan adat istiadat etnik Dayak.7. Untuk menjelaskan interaksi sosial etnik Dayak dengan etnik lainnya.

D. ManfaatAdapun manfaat yang ingin diperoleh dari makalah ini dapat dilihat dari dua manfaat yaitu:1. Manfaat TeoritisMakalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa program studi pendidikan sosiologi mengenai materi Etnik Dayak di Kalimantan dalam mata kuliah Sosiologi Etnik.2. Manfaat Praktisa. Bagi MahasiswaDiharapkan dari pembuatan makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa pendidikan sosiologi dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pendidik di masa depan dan menjadi bekal apabila menjadi guru Sosiologi di kemudian hari.b. Bagi MasyarakatDiharapkan dari pembuatan makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan kaum awam mengenai Etnik Dayak yang ada di Kalimantan, sehingga dapat menghormati kebudayaan etnik lain yang ada di Kalimantan, khususnya kebudayaan etnik Dayak.BAB IIKAJIAN TEORIA. Pengertian EtnikDalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.Menurut Frederich Barth (dalam Mendatu, 2007: http://smart psikologi.blogspot.com/2007/08/etnik-dan-etnisitas.html) istilah etnik menunjuk pada:suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang:a. Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak.b. Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.c. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.d. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Definisi etnik di atas menjelaskan pembatasan-pembatasan kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang berbeda dengan kelompok lain. Seperti misalnya, etnik Minang menempati wilayah geografis pulau Sumatera bagian barat yang menjadi wilayah provinsi Sumatera Barat saat ini dan beberapa daerah pengaruh di provinsi sekitar. Lalu etnik Sunda menempati wilayah pulau jawa bagian barat. Dan etnik Madura menempati pulau madura sebagai wilayah geografis asal.Sebuah kelompok etnik pertama kali diidentifikasi melalui hubungan darah. Apakah seseorang tergabung dalam suatu kelompok etnik tertentu ataukah tidak tergantung apakah orang itu memiliki hubungan darah dengan kelompok etnik itu atau tidak. Meskipun seseorang mengadopsi semua nilai-nilai dan tradisi suatu etnik tertentu tetapi jika ia tidak memiliki hubungan darah dengan anggota kelompok etnik itu, maka ia tidak bisa digolongkan anggota kelompok etnik tersebut. Seorang batak akan tetap menjadi anggota etnik batak meskipun dalam kesehariannya sangat jawa. Orang Jawa memiliki perbendaharaan kata untuk hal ini, yakni durung jawa (belum menjadi orang jawa yang semestinya) untuk orang-orang yang tidak menerapkan nilai-nilai jawa dalam keseharian mereka. Dan menganggap orang dari etnik lain yang menerapkan nilai-nilai jawa sebagai njawani (berlaku seperti orang jawa). Meskipun demikian orang itu tetap tidak dianggap sebagai orang Jawa.Agama kadangkala menjadi ciri identitas yang penting bagi suatu etnis, tapi kadangkala tidak berarti apa-apa, hanya sebagai kepercayaan yang dianut anggota etnik. Pada saat anggota kelompok etnik melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercerabut dari akar budaya etniknya karena mengadopsi nilai-nilai baru. Demikian juga dengan bahasa, banyak anak-anak dari anggota kelompok etnik tertentu yang merantau tidak bisa lagi berbahasa etniknya. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya dan juga tetap diakui oleh kelompok etniknya. Jadi, keanggotaan seseorang pada suatu etnik terjadi begitu saja apa adanya, dan tidak bisa dirubah.

B. Asal Usul Etnik Dayak di KalimantanSecara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah penuturbahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan linguis sepertiPeter BellwooddanBlust, yaitu bahwa tempat asal bahasa Austronesia adalahTaiwan. Sekitar 4000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi keFilipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo. Antara 60.000 dan 70.000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan (parageologmenyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.Di daerah selatan Kalimantan suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebutNansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun1520).Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur Kalimantan yang memelukIslamkeluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang BanjardanSuku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalahLambung Mangkuratmenurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Maanyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagaiSuku Kutai. Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. BangsaTionghoatercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalamBuku 323 Sejarah Dinasti Ming(1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang Pangeran yang berdarahBiajumenjadi pengganti Sultan Hidayatullah I. Kunjungan tersebut pada masaSultan Hidayatullah Idan penggantinya yaituSultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). PedagangTionghoamulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XVKaisar Yonglemengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.(Patria, Yurisca Mega, dkk, 2014: http://yuriscamegapatria.blogspot.com /2014/03/ilmu-sosial-budaya-dasar-mengenal-suku.html)

C. Pengertian Etnik DayakMenurut Mudiyono (1994: 211), sebutan Dayak adalah sebuah kategori etnik untuk menjelaskan suku bangsa yang disepekati sebagai penduduk asli pulau Kalimantan. Mereka yang disebut Dayak sesungguhnya sangat heterogen karena terdiri dari komunitas-komunitas kecil yang memiliki logat bahasa berbeda dan tradisi adatnya tidak persis sama.Berdasarkan hukum adat Mallinckrodt (dalam Alif, 1993: 40) mengklasifikasikan suku Dayak ke dalam enam sub suku besar yang disebutnya stammenras, yaitu:1. Kenyah-Kayan-Bahau;2. Ot Danum;3. Iban;4. Murut;5. Kelemantan;6. Punan.Setiap kelompok etnik Dayak memiliki bahasa tersendiri dan merupakan kelompok etnik yang terbesar. Di Kalimantan Barat jumlah etnik Dayak mencapai 41,00 % dari jumlah penduduk Kalimantan Barat yaitu 3.945.300 jiwa.Menurut Alif (1993: 34), etnik Dayak ini memiliki sikap hidup yang sangat sederhana, monoton, kurang kreatif dan tidak berani mengambil inisiatif. Lebih banyak menunggu, pasrah, menerima nasib, banyak mengalah, mengharapkan belas kasihan orang lain, lugu dan polos. Cepat puas, kurang atau sedikit jiwa bertarung atau kompetisi. Melihat sesuatu secara lurus saja, tanpa memandang liku-likunya.Menurut Kusni (1994: 6), maju mundurnya etnik Dayak terutama ditentukan oleh orang-orang Dayak sendiri. Solidaritas dan kesatuan diantara mereka merupakan kunci untuk bisa turut aktif memasuki era pembangunan dan memperoleh akses ke berbagai bidang.Ketertinggalan orang Dayak, menurut Alif (1993: 37), disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:1. Latar belakang hidup orang Dayak adalah agraris tradisional, yang selalu terikat dengan alam sekitarnya.2. Segelintir orang Dayak yang terjun ke bidang bisnis tidak cukup dibekali pengetahuan manajemen, sehingga banyak yang pailit.3. Latar belakang sejarahnya dapat dimengerti bahwa orang Dayak kurang berminat dan kurang berbakat untuk terjun ke dunia bisnis.Atas dasar itu, pada umumnya mata pencaharian yang digeluti etnik Dayak ini adalah bertani, terutama ladang berpindah. Namun dewasa ini sudah ada diantara etnik Dayak menjadi pegawai negeri maupun karyawan swasta. Mereka ini kebanyakan menganut agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan, namun ada juga yang masih menganut kepercayaan animisme terutama orang-orang Dayak yang sudah lanjut usia. Di samping itu juga sudah banyak etnik Dayak ini yang masuk agama Islam terutama melalui proses amalgamasi dan mereka tidak lagi menyebut dirinya orang Dayak terutama di Kalimantan Barat tetapi menyebut dirinya masuk melayu atau masuk senganan (istilah dalam bahasa Melayu).

BAB IIIPEMBAHASANA. Nilai Nilai Sosial Etnik Dayak1. Nilai sosialNilai sosial yang terdapat dalam suatu upacara-upacara tradisional dengan mencerminkan asumsi apa yang baik dan boleh dilakukan dan apa saja yang tidak baik bagi yang tidak boleh dilakukan sehinga norma-norma dan nilai-nilai dapat dipakai sebagai pengendalian sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukung upacara tradisional ini. Hal ini juga berhubungan dengan upacara pertanian dan kepercayaan pada masyarakat Dayak.Manusia Dayak kekinian tidak lagi mengenal karakter sebagai manusia Dayak. Pada era globalisasi sekarang ini, dimana rujukan modern mengambil barat sebagai patokan, kompetisi sebagai dasar hubungan dan kekuasaan sebagai orientasi membawa manusia Dayak semakin terasing dari karakternya. Dasar solidaritas dipecah dan direkayasa secara historis dan sistematis lewat pelabelan Rumah Betang yang tidak sehat dan tidak modern. Rumah-rumah dipisahkan dengan pagar-pagar tinggi, manusia hidup dalam suasana yang kompetitif dimana yang kuat yang menang, hidup menurut hukum rimba dengan bungkus modernisasi. Semboyan-semboyan lokal seperti penyang hinje simpey sekadar menjadi slogan sebuah kabupaten yang hampir tidak tampak lagi karakter Dayaknya. (Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot. com/2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html)Hal ini semakin membawa kita pada penyaksian bahwa nilai budaya Dayak yang menggunakan kata ikau terhadap kawan, saudara tua atau muda, orang tua semakin terpisah dalam kondisi kekinian. Dimana kamu, anda dan bapak/ibu dipakai sebagai kata yang maknanya sama hanya peruntukan berbeda, tergantung pada usia, posisi, kekuasaan, jabatan dan kekayaan. Sungguh, bukanlah karakter Dayak yang demikian tidak egaliter.

2. Nilai ekonomiDalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan, atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan.Sapardi (dalam Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com /2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html) menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan yang menyatu dengan mereka sebagai ekosistem. Selain itu hutan telah menjadi kawasan habitat mereka secara turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian dari hidup mereka secara holistik dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai kawasan itu dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok.Dalam studi kasus tentang sistem perladangan suku Kantu di Kalimantan Barat, Dove (dalam Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com/2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html) merinci tahap-tahap perladangan berpindah sebagai berikut:a. Pemilihan pendahuluan atas tempat dan penghirauan pertanda burung.b. Membersihkan semak belukar dan pohon-pohon kecil dengan parang.c. Menebang pohon-pohon yang lebih besar dengan beliung Dayak.d. Setelah kering, membakar tumbuh-tumbuhan yang dibersihkan.e. Menanam padi dan tanaman lainnya ditempat berabu yang telah dibakar itu (kemudian di ladang berpaya mengadakan pencangkokan padi).f. Menyiangi ladang (kecuali ladang hutan primer).g. Menjaga ladang dari gangguan binatang buas.h. Mengadakan panen tanaman padi.i. Mengangkut hasil panen ke rumah.Selanjutnya menurut Soegihardjono dan Sarmanto (dalam Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com/2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html) ada empat kegiatan tambahan yang tidak kalah penting dalam kegiatan berladang adalah:a. Pembuatan peralatan ladang (yaitu menempa besi, membuat/memahat kayu dan menganyam rumput atau rotan).b. Membangun pondok di ladang.c. Memproses padi.d. Menanam tanaman yang bukan padi.Dalam setiap tahap kegiatan mengerjakan ladang tersebut biasanya selalu didahului dengan upacara-upacara tertentu. Hal ini dilakukan dengan maksud agar ladang yang mereka kerjakan akan mendapat berkah dan terhindar dari malapetaka.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dakung (1986) tentang suku Dayak di Kalimantan Barat, bahwa peralatan yang digunakan dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi seperti mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti kopi (coffea arabica), karet (havea brasiliensis), kelapa (cocos nucifera), buah-buahan, antara lain ialah pisau, kapak, baliong, tugal, pangatam, bide, inge, atokng, nyiro, pisok karet, tombak dan lain-lain.

3. Nilai kuasaPemimpin suku Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain bersikap Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil. Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi keberpihakannya kepada warganya. Sikap Mamut Menteng yang dilengkapi dengan tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak. Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam. Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka miliki. (Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com/ 2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html)Dalam konteks kekinian peradilan adat mungkin telah menjadi kata-kata yang maknanya sulit dipahami oleh banyak pihak. Alasannya mungkin saja karena informasi tentang peradilan adat sangat minim atau disebabkan adanya upaya sistematis oleh para pihak terutama negara yang mencoba mengaburkan makna hakiki dari peradilan adat itu sendiri. Faktanya sampai saat ini peradilan adat hanyalah tinggal cerita-cerita lama, yang terbungkus dalam bingkai usang sejarah negara ini.Peraturan dan kebijakan anti peradilan adat ini secara pasti berdampak terhadap hilangnya kuasa para Kepala Adat dan para Temenggung, karena dengan adanya penyeragaman tersebut tugas dan fungsinya sebagai satu-kesatuan dari sistem hukum adat tergantikan oleh aparatur desa.

4. Nilai agamaSejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, simbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan. (Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com/ 2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html)Macam-macam kepercayaan etnik Dayak diantaranya:a. Kepercayaan kepada dewa-dewa.b. Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus.c. Kepercayaan kepada muakkad dan muwakkal, mereka juga di kategorikan sebagai mahluk-mahluk halus yang terdapat dalam kepercayaan agama Islam.d. Kepercayaan kepada para Datu.e. Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus.f. Kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan gaib, umumnya berlaku di pedesaan dan kota.g. Kepercayan kepada kekuatan-kekuatan sakti.h. Kepercayaan kepada jimat-jimat, berupa benda yang dibuat dengan aturanaturan tertentu, baik kertasnya, tintanya, dan waktu mengerjakannya, teknik dan ayat-ayat yang di tulis dalam bentuk lambang angka atau kalimat-kalimat tertentu.i. Kepercayaan terhadap kekuatan batu-batu sakti. (Palaguna, 2014: http://agampalaguna.blogspot.com/2014/02/pengertian-nilai-nilai-bud aya-dayak-di.html)

B. Sistem Sosial Etnik Dayak1. Sistem kepercayaan/religi etnik DayakMasyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Maanyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:a. Sangiangnayu-nayu (roh baik);b. Taloh, kambe (roh jahat). (Indriyawati, 2009: 137)Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:a. Upacara pembakaran mayat.b. Upacara menyambut kelahiran anak.c. Upacara penguburan mayat. (Indriyawati, 2009: 137)Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan yang disebut tambak.

2. Sistem kekerabatan etnik DayakSistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju). Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa laina asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat. (Indriyawati, 2009: 137)

3. Sistem politik etnik DayakPemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada. (Indriyawati, 2009: 137)

4. Sistem ekonomi etnik DayakBercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit. (Indriyawati, 2009: 137)

5. Sistem kesenian etnik DayakSeni tari Dayak adalah tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari balean dadas, bertema permohonan kesembuhan dari sakit, dan tari perang. Rumah adat Dayak adalah rumah betang yang dihuni lebih dari 20 kepala keluarga. Rumah betang terdiri atas enam kamar, yaitu kamar untuk menyimpan alat perang, kamar gadis, kamar upacara adat, kamar agama, dan kamar tamu. (Indriyawati, 2009: 137)

C. Adat Istiadat Etnik DayakAdat istiadat merupakan aturan tingkah laku yang dianut secara turun temurun dan berlaku sejak lama. Adat istiadat termasuk aturan yang sifatnya ketat dan mengikat. Adat istiadat yang diakui dan ditaati oleh masyarakat sejak beradab-abad yang lalu dapat menjadi hukum yang tidak tertulis yang disebut sebagai hukum adat. Hukum adat di Indonesia adalah hukum yang tidak tertulis yang berlaku bagi sebagian besar penduduk Indonesia. (Siswoyo, 2014: http://agussiswoyo.com/kewarganegaraan/pengertian-unsur-dan-contoh-adat-istiadat-indonesia/)Adat istiadat memuat empat unsur yaitu nilai-nilai budaya, sistem norma, sistem hukum dan aturan-aturan khusus. Nilai-nilai budaya merupakan gagasan-gagasan mengenai hal-hal yang dipandang paling bernilai oleh suatu masyarakat. Contohnya rukun dengan sesama, hormat kepada orang tua, bekerja sama dan lain-lain.Ada beberapa adat istiadat bagi suku Dayak yang masih terpelihara hingga kini. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan. Beberapa adat istiadat itu antara lain:1. Upacara tiwahUpacara tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia. (Quantum Enterprise, 2009: https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-daya k/)Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (sandung).

2. Dunia supranaturalDunia supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan. (Quantum Enterprise, 2009: https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-dayak/)

3. Mangkok merahMangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu (memanggil roh leluhur untuk meminta bantuan dan menyatakan perang) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu. (Quantum Enterprise, 2009: https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-dayak/)Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.

4. Naik dangoMenurut Arwan (2013: http://arwan.ilearning.me/2013/03/23/ kebudayaan-kalimantan-barat/) Naik Dango atau Gawai Dayak merupakan upacara adat masyarakat Kalimantan Barat (DayakKanayatn), yang dilakukan dari daerahKabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, hingga Kabupaten Sanggau.Upacara adat Naik Dango ditandai dengan menyimpan seikat padi yang baru selesai di panen di dalam dango (lumbung padi) oleh setiap kepala keluarga masyarakat Dayak yang bertani/berladang. Padi yang disimpan di dalam Dango nantinya akan dijadikan bibit padi untuk ditanam bersama-sama dan sisanya menjadi cadangan pangan untuk masa-masa paceklik. Selanjutnya, menimang padi dan diikuti dengan pemberkatan padi oleh ketua adat.

5. Tarian etnik DayakMacam-macam tarian etnik Dayak (dalam Quantum Enterprise, 2009: https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-dayak/) antara lain:1) Tari gantarTarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian di dalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya. Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.2) Tari kancet papatai / tari perangTarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.3) Tari kancet ledo / tari gongJika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan di atas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.4) Tari kancet lasanMenggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5) Tari lelengTarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orang tuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri ke dalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.6) Tari hudoqTarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.7) Tari hudoq kitaTarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok antara Tari Hudoq Kita dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.8) Tari serumpaiTarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).9) Tari belian bawoUpacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.10) Tari kuyangSebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.11) Tari pecuk kinaTarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.12) Tari datunTarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.13) Tari ngerangkaTari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14) Tari baraga bagantarAwalnya Baraga Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

D. Interaksi Sosial Etnik Dayak dengan Etnik LainHubungan interaksi etnik Dayak dengan etnik lainnya tidak terlalu harmonis tetapi tidak menimbulkan pertikaian, hal ini dikarenakan etnik Dayak lebih memilih tinggal di pedalaman. Namun, etnik Dayak selalu mengalami konflik dengan etnik Madura yang merupakan pendatang di Kalimantan. Konflik yang paling sering terjadi antara etnik Dayak dan etnik Madura adalah di Kalimantan Barat.Sejak Desember 1996 secara beruntun warga Dayak empat kali menghadapi pertikaian antar etnis yang sangat dahsyat dan memilukan, mulai dari Sanggau Ledo (Kabupaten Sambas) pada Desember 1996. Dari sana, pertikaian dengan etnis Madura ini terus meluas ke sejumlah kecamatan lain dalam Kabupaten Sambas, Pontianak, dan Kabupaten Sanggau. Lalu, pertikaian itu berakhir 28 Februari 1999. Korban yang tewas diperkirakan sedikitnya 350 orang. Ribuan tempat tinggal hangus dibakar. Belum tuntas masyarakat dari kedua etnis melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi psikis, tiba-tiba kasus yang sama berkobar lagi di Desa Parit Setia yang juga masih di Kabupaten Sambas pada 19 Januari 1999. Setelah itu, situasi keamanan pulih kembali. Lalu disusul 16 Maret 1999 di Samalantan. (Wibowo, 2007: http://indiwan.blogspot.com/2007/09/tinjauan-teori-interaksionis-simbolik.ht ml#)Penyebab terjadinya konflik etnik Dayak dengan etnik Madura adalah masalah perbedaan sosial budaya, sementara masalah ekonomi, politik dan hamkamnas merupakan faktor pembenaran. Artinya bukan merupakan peyebab utama dan masalah ekonomi, politik dan hamkamnas tidak akan nampak ke permukaan. Perbedaan kondisi sosial budaya etnik Dayak dengan Madura antara lain berupa perbedaan pola dan lokasi pemukiman, pekerjaan, tingkat pendidikan, pelapisan sosial, kebiasaan dan stereotipe masyarakat pendatang dengan penduduk asli merupakan faktor yang dapat menjadi pemicu konflik. (Arkanudin. 2012. http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/ menelusuri-akar-konflik-antar-etnik.html)Bila diidentifikasi maka faktor-faktor sosial budaya penyebab konflik tersebut sebagai berikut:Identifikasi FaktorDayakMadura

Pola pemukimanHuma betangTanean lanjang

Lokasi pemukimanPerdesaanPerkotaan / perdesaan

PekerjaanPeladang, peramu, PNSPedagang, buruh kasar, dan petani

PendidikanRendah, sedang, tinggiRendah

Pelapisan sosialEgaliterKeagamaan dan kekayaan

KebiasaanMusyawarah, mengalah, jujurMembawa senjata tajam, solidaritas yang membabi buta, ingkar janji

PrasangkaPemalas, rawan dendam, tidak materialistisPembuat onar, penyerobot lahan, pelanggar hukum, pendendam, preman

BAB IVPENUTUPA. KesimpulanSebutan Dayak adalah sebuah kategori etnik untuk menjelaskan suku bangsa yang disepekati sebagai penduduk asli pulau Kalimantan. Mereka yang disebut Dayak sesungguhnya sangat heterogen karena terdiri dari komunitas-komunitas kecil yang memiliki logat bahasa berbeda dan tradisi adatnya tidak persis sama. Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak. Kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

B. SaranSebagai warga negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang ada di negara kita sendiri. Kadang kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat dibandingkan budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari negara kita adalah budaya suku Dayak. Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di negara Indonesia, melainkan masih banyak budaya-budaya yang belum kita ketahui. Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita sendiri dan mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang ada di negeri tercinta ini.

DAFTAR PUSTAKAAlif, M.J. Akien. (1993). Kehidupan Sosial Ekonomi Orang Dayak. Pontianak: LP3ES-Institut of Dayakology Research Research and Development.Arkanudin. (2012). http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/menelusuri-akar-konflik-antar-etnik.html [diakses tanggal 27 Maret 2015, pukul 22.35 WIB]Arwan. (2013). http://arwan.ilearning.me/2013/03/23/kebudayaan-kalimantan-barat/ [diakses tanggal 8 Maret 2015, pukul 20.05 WIB]Indriyawati, E. (2009). Antropologi 1 (Untuk Kelas XI SMA dan MA). Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Nasional.Kusni, JJ. (1994). Etnik Dayak Dan Era Pembangunan. Pontianak: Kalimantan Review, Nomor 07 Tahun III, April-Juni.Mendatu, Achmanto. (2007). http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/etnik-dan-etnisitas.html [diakses tanggal 13 Maret 2015, pukul 23.32 WIB]Mudiyono. (1994). Perubahan Struktur Pedesaan Suku Bangsa Dayak (Perubahan dari Rumah Panjang ke Rumah Tunggal). Jakarta: Institut Of Dayakology Research And Development.Palaguna, Agam. (2014). http://agampalaguna.blogspot.com/2014/02/pengertian-nilai-nilai-budaya-dayak-di.html [diakses tanggal 27 Maret 2015, pukul 10.27 WIB]Patria, Yurisca Mega, dkk. (2014). http://yuriscamegapatria.blogspot.com/2014/03/ilmu-sosial-budaya-dasar-mengenal-suku.html [diakses tanggal 27 Maret 2015, pukul 09.43 WIB]Quantum Enterprise. (2009). https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-dayak/ [diakses tanggal 27 Maret 2015, pukul 09.55 WIB]Siswoyo, Agus. (2014). http://agussiswoyo.com/kewarganegaraan/pengertian-unsur-dan-contoh-adat-istiadat-indonesia/ [di akses tanggal 27 Maret 2015, pukul 09.40 WIB]Wibowo, Indiwan Seto Wahju. (2007). http://indiwan.blogspot.com/2007/09/tinjauan-teori-interaksionis-simbolik.html# [diakses tanggal 27 Maret 2015, pukul 10.39 WIB]