pemasangan traksi

30
ASUHAN KEPERAWATAN PEMASANGAN TRAKSI KELOMPOK 1 KELAS A3 S1 KEPERAWATAN A STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2013 Kelompok 1 Kelas A3 1. JUFRIYANTO TAHIR 2. JUHAISA 3. JULANDARI 4. JULIANA

Upload: nanda-masraini-daulay

Post on 21-Jan-2016

251 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMASANGAN TRAKSI

ASUHAN KEPERAWATAN PEMASANGAN

TRAKSI

KELOMPOK 1

KELAS A3

S1 KEPERAWATAN A

STIKES NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2013Kelompok 1

Kelas A3

1.    JUFRIYANTO TAHIR

2.    JUHAISA

3.    JULANDARI

4.    JULIANA

5.    JUMARDI

6.    JUNINGSI EKAWATI BHINEKA

Page 2: PEMASANGAN TRAKSI

7.    JUSRANINGSI

8.    JAWIDA

9.    JUWILDA BARMAWI

10. JUWITA SIMON

11. KADRIANSYAH

12. KAPRI

13. KARMILA KAHAR

14. KARTIAH

15. KASMAWATI

16. KHATARINA HOMI BALA

17. KIKI REZKIYANTI

I.          PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi

tidak tepat dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian

tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan,

mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara

kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposisi dan imobilisasi

pada tulang panjang.

Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan,

mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Penanganan nyeri dan

pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi. Komplikasi

yang terjadi berhubungan dengan penggunaan traksi dan pembatasan gerak, jika klien

obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok (Altman, 1999).

Page 3: PEMASANGAN TRAKSI

Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan

garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X, dan

mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi adalah pada pasien fraktur dan atau

dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk

memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.

B.  Tujuan

1.      Untuk mengetahui definisi traksi.

2.      Untuk mengetahui tujuan pemasangan traksi.

3.      Untuk mengetahui jenis-jenis traksi.

4.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip traksi efektif.

5.      Untuk mengetahui komplikasi pemasangan traksi dan pencegahannya.

6.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pemasangan traksi.

Page 4: PEMASANGAN TRAKSI

II.       TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi

Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan

memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot.

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani

kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk

meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan mengimbolisasi fraktur;

untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan

patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk

mendapatkan efek terapeutik.

B.   Tujuan

Tujuan pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan musculoskeletal

adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi/subluksasi, distraksi

interforamina vertebrae, dan deformitas.

C.  Jenis-Jenis Traksi

Traksi lurus atau langsung, memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan

bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis merupakan

contoh traksi lurus. Traksi suspensi seimbang memberi dukungan pada ekstrimitas yang sakit

di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi klien sampai batas tertentu tanpa

terputusnya garis tarikan. Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung ke

Page 5: PEMASANGAN TRAKSI

skelet tubuh (traksi skelet). Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual), dan

merupakan traksi sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips.

1.    Traksi kulit

Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi.

Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam waktu yang lama, sebaiknya gunakan

traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet atau bahan kanvas yang

diletakkan ke kulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi ke struktur musculoskeletal.

Beratnya beban yang dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit, tidak

lebih dari 2-3 kg. traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer,

2002).

Menurut Sjamsuhidayat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh melebihi 5

kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang terjadi

karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan lebih kecil lagi dan pada

orang tua tidak boleh dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak

karena traksi skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit

antara 2-5 kg.

Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan traksi. Traksi

sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari, sedangkan traksi untuk reposisi

beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lama terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus

fibrosa, ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Traksi kulit apendikuler (hanya pada

ekstremitas) digunakan pada orang dewasa, termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan

traksi Dunlop.

Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit di

mana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang

diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cedera pinggul

Page 6: PEMASANGAN TRAKSI

sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya inspeksi kulit dari adanya abrasi dan gangguan

peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus salam keadaan sehat agar dapat

menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang.

Traksi Russel, traksi Russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia,

menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan horizontal

melalui pita traksi dan balutan elastis ke tungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga

dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit.

Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi horizontal

diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertikal diberikan pada lengan

bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya

lipatan dan lepasnya balutan traksi dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus

dipertahankan agar tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah

pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang memiringkan badannya namun

hanya boleh bergeser sedikit. Traksi kulit dapat menimbulkan masalah risiko, seperti

kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.

Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitif dan rapuh pada lansia

harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang berhubungan langsung dengan

plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi kulitt harus dipasang dengan kuat agar kontak

dengan plester dan spon tetap erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus

dipalpasi setiap hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah, tumit,

dan tendo achilles harus diinspeksi beberapa kali sehari.

Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari. Perlu bantuan

perawat lain untuk menyangga ekstremitas selama inspeksi. Lakukan perawatan punggung

minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus. Gunakan kasur udara, busa densitas

padat untuk meminimalkan terjadinya ulkus kulit.

Page 7: PEMASANGAN TRAKSI

Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan saraf proneus pada

titik ketika melewati sekitar leher fibula tepat di bawah lutut. Tekanan itu dapat menyebabkan

footdrop. Klien ditanya tentang sensasi perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari

dan kakinya. Kelemahan dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus kommunis. Plantar

fleksi menunjukkan fungsi saraf tibialis.

Bila traksi kulit dipasang di lengan, daerah di sekitar siku di mana saraf ulnaris berada

tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji dengan abduksi aktif jari

kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari kelingking.

Selain risiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf di atas, kerusakan sirkulasi

juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit terpasang, kaku atau tangan diisnpeksi

dari adanya gangguan peredaran darah dalam beberapa menit hingga satu sampai dua jam.

Denyut perifer dan warna, pengisian kapiler, serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji.

Kaji adanya nyeri tekan pada betis dan adanya tanda Homan positif yang merupakan tanda

adanya thrombosis vena dalam. Anjurkan klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki

setiap jam.

2.    Traksi Skelet

Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus, dan tulang

leher. Traksi dipasang langsung ke tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat (missal

Steinman’s pin, Kirchner wire) yang dimasukkan ke dalam tulang di sebelah distal garis

fraktur, menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang di

kepala (missal Gardner-Wells tong) difiksasi di kepala untuk memberikan traksi yang

mengimobilisasi fraktur leher.

Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi. Beban

yang dipasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang

Page 8: PEMASANGAN TRAKSI

cedera. Ketika otot rileks, beban traksi dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi

garis fraktur dan untuk mencapai penyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat

(1997), bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg, pada

dislokasi lama panggul bisa sampai 15-20 kg.

Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong ekstremitas terkena,

memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas tertentu, dan memungkinkan

kemandirian klien maupun asuhan keperawatan, sementara traksi yang efektif tetap

dipertahankan. Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan dengan traksi kulit

dan aparatus suspense seimbang lainnya.

Untuk mempertahankan traksi tetap efektif, pastikan tali tetap terletak dalam alur roda

pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap tergantung dengan bebas, dan simpul pada tali

terikat dengan erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang merosot ke bawah dapat

menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh diambil dari traksi skelet kecuali jika

terjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Bila beban diambil, tujuan penggunaannya akan

hilang dan dapat terjadi cedera.

Kesejajaran tubuh klien harus diajaga agar tarikannya efektif. Kaki diposisikan

sedemikian rupa sehingga dapat dicegah terjadinya footdrop (plantar fleksi), rotasi ke dalam

(inversi). Kaki klien harus disangga dalam posisi netral dengan alat ortopedi.

Perlu dipasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk berpegangan.

Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergerak dan defekasi di tempat tidur, serta

menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk memudahkan perawatan punggung. Lindungi

tumit dan lakukan inspeksi, karena klien sering menggunakannya sebagai penyangga,

sehingga dapat menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (lika)

perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap delapan jam dari adanya tanda inflamasi dan

bukti adanya infeksi.

Page 9: PEMASANGAN TRAKSI

Pada klien terpasang traksi perlu melakukan latihan, berguna untuk menjaga kekuatan

dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan dilakukan sesuai kemampuan.

Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan

rentang gerak, dan menahan beban bagi sendi yang sehat. Pada ekstremitas yang diimbilisasi,

lakukan latihan kuadrisep dan pengesetan gluteal.

Dorong klien untuk melakukan latihan fleksi dan ekstensi pergelangan kaki dan

kontraksi isometrik oto-otot betis, sebnayak 10 kali tiap jam saat klien terjaga, dapat

mengurangi risiko thrombosis vena dalam. Dapat juga diberikan stoking elastic, alat

kompresi, dan terapi antikoagulan untuk mencegah terbentuknya thrombus.

Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan terbentuknya kalus.

Pin dipotong sedekat mungkin dengan kulit dan diangkat oleh dokter kemudian dipasang gips

atau bidai untuk melindungi tulang yang sedang proses penyembuhan.

D.  Prinsip-Prinsip Traksi Efektif

Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang

bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi

tempat tidur mampu memberikan konstratraksi. Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi

tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.

Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya

diberikan sebagai traksi intermitten.

Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut:

1.    Traksi skelet tidak boleh putus

2.    Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten

3.    Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang

4.    Tali tidak boleh macet

Page 10: PEMASANGAN TRAKSI

5.    Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai

6.    Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.

E.   Komplikasi dan Pencegahan

Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien yang terpasang

traksi adalah sebagai berikut.

1.    Dekubitus

      Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan intervensi awal untuk

mengurangi tekanan.

      Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misal pelindung siku)

sangat membantu perubahan posisi.

      Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan kulit.

      Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau ahli terapi

enterostomal, mengenai penanganannya.

2.    Kongesti Paru dan Pneumonia

      Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien

      Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif

      Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya spirometri

insentif, bila riwayat klien dan data dasar menunjukkan klien berisiko tinggi mengalami

komplikasi pernapasan

      Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan terapi sesuai order.

3.    Konstipasi dan Anoreksia

      Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas gaster.

Page 11: PEMASANGAN TRAKSI

      Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengandokter mengenai penggunaan pelunak

tinja, laksatif, suppositoria, dan enema.

      Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam progam diet sesuai

kebutuhan

4.    Stasis dan infeksi saluran kemih

      Pantau masukan dan keluaran berkemih

      Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2-

3jam sekali.

      Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan dengan dokter

untuk menanganinya.

5.    Trombosis vena profunda

      Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi

      Dorong untuk minum yang banuak untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang

menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.

      Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan melaporkannya ke dokter

untuk menentukan evaluasi dan terapi.

F.   Asuhan Keperawatan

1.    Pengkajian

Traksi membatasi mobilitas dan kemandirian klien. Dampak psikologik dan fisiologik

masalah muskiloskeletal dengan terpasangnya alat traksi harus dipertimbangkan. Perlatan

sering terlihat mengerikan dan pemasangannya tampak menakutkan bagi klien. Kebingungan,

disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada klien yang terkungkung pada tempat

terbatas dalam waktu yang cukup lama. Tingkat ansietas klien dan respons psikologis

terhadap traksi harus dikaji dan sdipantau.

Page 12: PEMASANGAN TRAKSI

Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskular (misal warna, suhu, dan

pengisian kapiler) dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Intregritas

kulit harus dilengkapi sebagai data dasar, dan dilakukan pengkajian terus-menerus.

Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada system kulit, respirasi,

gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular. Masalah tersebut dapat berupa ulkus akibat

tekanan, kongesti paru, stasis pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, stasis kemih,

dan infeksi saluran kemih.

Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkan, atau tanda Homan positif (tidak

nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya trombosis vena dalam.

Identifikasi awal masalah yang telah timbul dan sedang berkembang memungkinkan

dilakukan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.

2.    Diagnosa

Diagnosis keperawatan pada klien menggunakan traksi menurut Atlman (1999), adalah

kerusakan mobilitas fisik, nyeri, dan risiko kerusakan integritas kulit. Sedangkan menurut

Smeltzer (2002), diagnosis keperawatan utama yang dapat ditemukan pada klien yang

dipasang traksi adalah kurang pengetahuan mengenai program terapi, ansietas berhubungan

dengan status kesehatan dan alat traksi, nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan

traksi, imobilisasi, kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting berhubungan dengan

traksi, dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit traksi.

Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan diagnosis keperawatan yang dapat

ditemukan pada klien dengan traksi adalah sebagai berikut.

a.    Kurang pengetahuan mengenai program terapi

b.    Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi

c.    Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi

d.   Kurang pearwatan diri: makan, higiene, atau toileting berhubungan dengan traksi

Page 13: PEMASANGAN TRAKSI

e.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi

f.     Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif,

pembedahan.

isotenik

3.    Intervensi

Berikut ini merupaka rencana asuhan keperawatan pada klien dengan traksi, meliputi

diagnosis keperawatan, tindakan keperawatam, dan kriteria keberhasilan tindakan (kriteria

evaluasi).

   Dx 1: Kurang pengetahuan mengenai program terapi

Tindakan

1.    Diskusikan masalah patologik

2.    Jelaskan alasan pemberian terapi traksi

3.    Ulangi dan berikan informasi sesering

mungkin

4.    Dorong partisipasi aktif klien dalam

rencana perawatan

Kriteria Evaluasi:

Klien menunjukkan

pemahaman terhadap program

terapi:

      Menjelaskan tujuan traksi

      Berpartisipasi dalam rencana

perawatan

Page 14: PEMASANGAN TRAKSI

   Dx 2:Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.

Tindakan

1.    Jelaskan prosedur, tujuan dan

implikasi pemasangan traksi

2.    Diskusikan bersama klien tentang apa

yang dikerjakan dan mengapa perlu

dilakukan

3.    Lakukan kunjungan yang sering

setelah pemasangan traksi.

4.    Dorong klien mengekspresikan

perasaan dan dengarkan dengan aktif.

5.    Anjurkan keluarga dan kerabat untuk

sering berkunjung

6.    Berikan aktivitas pengalih.

Kriteria Evaluasi

Klien menunjukkan penurunan

ansietas:

    Berpartisipasi aktif dalam

perawatan

    Mengekspresikan perasaan dengan

aktif

   Dx 3: Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi

Tindakan

1.    Berikan penyangga berupa papan pada

tempat tidur dari kasur yang padat.

2.    Gunakan bantalan kasur khusus untuk

meminimalkan terjadi ulkus.

3.    Miringkan dan rubah posisi klien dalam

batas-batas traksi.

4.    Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan

Kriteria Evaluasi

Klien menyebutkan

peningkatan kenyamanan:

     Mengubah posisi sendiri

sesering mungkin

     Kadang-kadang meminta

Page 15: PEMASANGAN TRAKSI

kelembaban

5.    Observasi setiap keluhan klien.

analgesik oral.

   Dx 4: Kurang perawatan diri (makan, higiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.

Tindakan

1.   Bantu klien memenuhi kebutuhan

sehari-harinya seperti makan, mandi,

dan berpakaian.

2.   Dekatkan alat bantu di samping klien

3.   Tingkatkan rutinitas untuk me-

maksimalkan kemandirian klien.

Kriteria Evaluasi

Klien mampu melakukan perawatan

diri:

     Memerlukan sedikit bantuan pada

saat makan, mandi, berpakaian, dan

toileting.

   Dx 5: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi

Tindakan

1.   Dorong klien untuk melakukan latihan

otot dan sendi yang tidak diimobilisasi

2.   Anjurkan klien untuk meng-gerakkan

secara aktif semua sendi.

3.   Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.

4.   Pertahankan gaya tarikan dan posisi

yang benar untuk menghindari

komplikasi akibat ketidaksejajaran.

Kiteria Evaluasi

Klien menunjukkan mobilitas yang

meningkat:

     Melakukan latihan yang dianjurkan

     Menggunakan alat bantu yang

aman.

4.    Implementasi

Page 16: PEMASANGAN TRAKSI

Implementasi atau pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran

dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus

mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian

kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.

Diagnosa Tindakan

1.   Kurang pengetahuan

mengenai program

terapi

o  Mendiskusikan masalah patologik

o  Menjelaskan alasan pemberian terapi traksi

o  Mengulangi dan memberi informasi sesering

mungkin

o  Mendorong partisipasi aktif klien dalam rencana

perawatan

2.   Ansietas berhubungan

dengan status

kesehatan dan alat

traksi.

o  Menjelaskan prosedur, tujuan dan implikasi

pemasangan traksi

o  Mendiskusikan bersama klien tentang apa yang

dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan

o  Melakukan kunjungan yang sering setelah

pemasangan traksi.

o  Mendorong klien mengekspresikan perasaan dan

dengarkan dengan aktif.

o  Menganjurkan keluarga dan kerabat untuk sering

berkunjung

o  Memberikan aktivitas pengalih.

3.   Nyeri berhubungan

dengan traksi dan

o  Memberikan penyangga berupa papan pada tempat

Page 17: PEMASANGAN TRAKSI

imobilisasi tidur dari kasur yang padat.

o  Menggunakan bantalan kasur khusus untuk

meminimalkan terjadi ulkus.

o  Memiringkan dan rubah posisi klien dalam batas-

batas traksi.

o  Membebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan

kelembaban

o  Mengobservasi setiap keluhan klien.

4.   Kurang perawatan diri

(makan, higiene, atau

toileting) berhubungan

dengan traksi.

o  Membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-

harinya seperti makan, mandi, dan berpakaian.

o  Mendekatkan alat bantu di samping klien

o  Meningkatkan rutinitas untuk me-maksimalkan

kemandirian klien.

5.   Gangguan mobilitas

fisik berhubungan

dengan proses penyakit

dan traksi

o  Mendorong klien untuk melakukan latihan otot

dan sendi yang tidak diimobilisasi

o  Menganjurkan klien untuk meng-gerakkan secara

aktif semua sendi.

o  Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi.

o  Mempertahankan gaya tarikan dan posisi yang

benar untuk menghindari komplikasi akibat

ketidaksejajaran.

5.    Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan

pada klien. Terdiri atas:

Page 18: PEMASANGAN TRAKSI

S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih

tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan

P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri

dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan dan kriteria

hasil.

a.    Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman terhadap program

terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan.

b.    Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan

tingkat ansietas klien menurun.

c.    Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan

traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.

d.   Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan toileting.

e.    Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, menggunakan alat

bantu yang aman.

f.     Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka

tekan lebih luas. 

Page 19: PEMASANGAN TRAKSI

III.    PENUTUP

A.  Kesimpulan

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi harus diberikan dengan

arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor – faktor yang

mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan.

Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan

penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti

untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan.

B.   Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat

memahami konsep penyakit traksi maupun penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi

Page 20: PEMASANGAN TRAKSI

perawatannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan kualitas perawat di

indonesia dalam menangani berbagai kasus penyakit dalam upaya meningkatkan pelayanan

kesehatan sehingga tercapainya visi indonesia sehat 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Ningsih, Nurma & Lukman. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Sjamsuhidajat, R. & Wim de Jong. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC