pemanfaatan suhu udara

17
PEMANFAATAN SUHU UDARA, KELEMBAPAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN DALAM PERSAMAAN REGRESI UNTUK PREDIKSI THUNDERSTORM DI PALOH KABUPATEN SAMBAS YOSEF LUKY D. PRASETYA Stasiun Meteorologi Paloh ABSTRAK Prediksi thunderstorm telah dilakukan di Stasiun Meteorologi Paloh dengan menggunakan prediktor suhu udara (T), kelembaban udara (RH) dan kecepatan angin (ff) selama 10 tahun (2001 – 2010). Data diperoleh dari F-KLIM 71 Stasiun Meteorologi Paloh. Prediksi dilakukan dengan metode persamaan regresi linier berganda. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai korelasi ketiga unsur cuaca dengan TS tahun 2009 = 0.44, tahun 2010 = 040, dan tahun 2011 = 0.41 Kata kunci : Thunderstorm, kelembaban udara, suhu udara,kecepatan angin, regresi linier I. PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia terletak di wilayah katulistiwa yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh lautan. Tingginya pemanasan dan tersedianya banyak uap air secara fisis merupakan lahan subur bagi pertumbuhan awan-awan konvektif yang menyebabkan terjadinya thunderstorm. Frekuensi terjadinya suatu fenomena cuaca tergantung pada waktu dan tempat, dimana pada saat masa transisi, terutama di Indonesia sering terjadi thunderstorm dan showers lebih banyak dibanding dengan musim lainnya, hal ini disebabkan karena keadaan udara yang labil akibat pola tekanan udara yang cukup fluktuatif (Kurniawan, et. al., 2004). Thunderstorm/badai guntur atau badai listrik adalah suatu fenomena alam dengan disertai kilat dan guntur dengan frekuensi yang tinggi umumya disertai dengan angin kencang dan hujan lebat, kadang- kadang bercampur dengan butir- butir es (Soepangkat, 1994). Umumnya cuaca buruk disebabkan terutama karena adanya awan Cumulonimbus (Cb) yang merupakan faktor utama yang dapat menghambat dalam operasi penerbangan karena biasanya dari awan Cumulonimbus besar ini terbentuk badai. Badai tersebut berupa badai guntur (thunderstorm), kilat2 (lightning), putaran angin yang kecepatan dan arahnya berubah sangat cepat, dan hujan lebat. Cumulonimbus yang telah membentuk badai pada ketinggian tertentu didalamnya terdapat tetes-tetes air

Upload: yosef-luky-d-prasetya

Post on 12-Dec-2014

109 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

regresi

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Suhu Udara

PEMANFAATAN SUHU UDARA, KELEMBAPAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN DALAM PERSAMAAN REGRESI

UNTUK PREDIKSI THUNDERSTORM DI PALOH KABUPATEN SAMBAS

YOSEF LUKY D. PRASETYAStasiun Meteorologi Paloh

ABSTRAK

Prediksi thunderstorm telah dilakukan di Stasiun Meteorologi Paloh dengan menggunakan prediktor suhu udara (T), kelembaban udara (RH) dan kecepatan angin (ff) selama 10 tahun (2001 – 2010). Data diperoleh dari F-KLIM 71 Stasiun Meteorologi Paloh. Prediksi dilakukan dengan metode persamaan regresi linier berganda. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai korelasi ketiga unsur cuaca dengan TS tahun 2009 = 0.44, tahun 2010 = 040, dan tahun 2011 = 0.41

Kata kunci : Thunderstorm, kelembaban udara, suhu udara,kecepatan angin, regresi linier

I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANGNegara Indonesia terletak di wilayah katulistiwa yang sebagian besar wilayahnya terdiri

dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh lautan. Tingginya pemanasan dan tersedianya banyak uap air secara fisis merupakan lahan subur bagi pertumbuhan awan-awan konvektif yang menyebabkan terjadinya thunderstorm. Frekuensi terjadinya suatu fenomena cuaca tergantung pada waktu dan tempat, dimana pada saat masa transisi, terutama di Indonesia sering terjadi thunderstorm dan showers lebih banyak dibanding dengan musim lainnya, hal ini disebabkan karena keadaan udara yang labil akibat pola tekanan udara yang cukup fluktuatif (Kurniawan, et. al., 2004).

Thunderstorm/badai guntur atau badai listrik adalah suatu fenomena alam dengan disertai kilat dan guntur dengan frekuensi yang tinggi umumya disertai dengan angin kencang dan hujan lebat, kadang-kadang bercampur dengan butir- butir es (Soepangkat, 1994). Umumnya cuaca buruk disebabkan terutama karena adanya awan Cumulonimbus (Cb) yang merupakan faktor utama yang dapat menghambat dalam operasi penerbangan karena biasanya dari awan Cumulonimbus besar ini terbentuk badai. Badai tersebut berupa badai guntur (thunderstorm), kilat2 (lightning), putaran angin yang kecepatan dan arahnya berubah sangat cepat, dan hujan lebat. Cumulonimbus yang telah membentuk badai pada ketinggian tertentu didalamnya terdapat tetes-tetes air yang sudah membeku membentuk kristal- kristal es bisa dengan areal yang luas. Pesawat yang terbang melewati badai ini tentu sangat sulit untuk diterbangkan karena pesawat terbang akan mengalami gocangan hebat dan kehilangan kontrol arah (Soeharsono, 1981).

Daerah Paloh yang wilayahnya berbatasan langsung dengan perairan tentunya mendapat pengaruh dari tingginya pemanasan yang bersumber dari radiasi sinar matahari kaya akan butiran uap air serta tingginya kelembaban udara secara fisis merupakan lahan subur bagi pembentukan awan-awan konvektif yang menyebabkan terjadinya badai guntur. Maka penulis berusaha mengumpulkan dan melakukan pengolahan data untuk melakukan uji prediksi terjadinya badai guntur ditinjau dari data suhu udara, kelembaban udara , dan kecepatan angin.

Page 2: Pemanfaatan Suhu Udara

I.2 TUJUANTujuan Penulisan ini adalah

Melaksanakan uji prediksi thunderstorm di stasiun Meteorologi Paloh dengan memanfaatkan data suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dan menggunakan persamaan korelasi dan regresi linier berganda.

Mengetahui hubungan suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin terhadap frekuensi hari terjadinya thunderstorm

I.3 BATASAN MASALAHDalam tulisan ini penulis memberi batasan daerah Stasiun Meteorologi Paloh dan

ruang lingkup kegiatan dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada variabel-variabel cuaca yang menjadi pokok bahasan. Metode yang digunakan metode statistik regresi dan korelasi linier berganda dengan menggunakan program Microsoft excel 2007 untuk mendapatkan besarnya nilai koefisien dari persamaan-persamaan yang akan digunakan pada saat proses pengolahan data.

I.4 METODOLOGI PENELITIAN Menyiapkan data suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan angin yang diperoleh

dari data F-KLIM 71 stasiun Meteorologi Paloh Menyiapkan data frekuensi banyaknya badai guntur yang diperoleh dari data hari

Guntur di stasiun meteorologi paloh dengan series data yang sama. Melaksanakan uji prediksi terjadinya thunderstorm menggunakan persamaan korelasi

dan regresi linier berganda dengan membagi menjadi 3 prakiraan 1. Data periode tahun 2001- 2008 untuk tahun 2009,2. Data periode tahun 2001 - 2009 untuk tahun 2010, dan3. Data periode tahun 2001 - 2010 untuk tahun 2011.

II. LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian ThunderstormThunderstorm adalah pelepasan muatan listrik yang mendadak ditandaidengan adanya

kilat dan guntur. Thunderstorm terjadi dalam awan konvektif yang biasanya disertai dengan hembusan angin kencang, hujan, butir-butir es dan hail (rambun), tetapi hail umumnya meleleh sebelum mencapai permukaan tanah. Dan thunderstorm ini dapat didengar sampai pada jarak sekitar 20 km (Soepangkat,1994).

Kilat adalah loncatan bunga api listrik yang kuat yang terjadi antarmuatan listrik di dalam awan atau antara awan dengan tanah. Dimana kecepatan kilat adalah 30.000 km/det. Sedangkan guntur adalah suara yang terjadi karena gangguan atmosfer yang ditimbulkan oleh nyala kilat. Dimana kecepatan suaranyaadalah 436 m/det. Dengan adanya angin kencang, hujan lebat, guntur, dan kilat menujukkan dengan jelas bahwa selama berlangsung thunderstorm, dikeluarkan energi yang sangat besar, energi-energi ini terkumpul dari panas laten yang terlepas pada proses kondensasi sebelumnya. Sebagian panas diubah menjadi energi kinetic yang merupakan hembusan angin yang kuat sewaktu terjadinya thunderstorm.

II.2 Tahap Pertumbuhan ThunderstormAda tiga tingkat pertumbuhan sel badai guntur yang berdasarkan kecepatan dan arah

pada arus udara vertical yang terjadi di dalamnya,yakni sebagai berikut :

- Tingkat Tumbuh (Growing stage atau Cumullus stage) Pada tingkat ini, di dalam awan cumulus terjadi arus udara ke atas (updraft)yang

semakin kuat dan mencapai maksimum pada puncak awan, Endapan belum tampak, karena tetes-tetes air / es tertahan oleh adanya arus udara ke atas di sekelilingnya, menyebabkan terjadinya percampuran, sehingga tetes air belum mencapai permukaan bumi

Page 3: Pemanfaatan Suhu Udara

Permukaan

2000

0

10.000

15.000

20.000

25.000

Ketinggian (Feet) Suhu (°C)

-18

-8

0

8

24

26

Updraft

Permukaan

2000

0

10.000

15.000

20.000

25.000

Ketinggian (Feet) Suhu (°C)

-18

-8

0

8

24

26

-5143.000

akan menguap lagi (virga) .Suhu udara di dalam awan lebih besar dari pada suhu udara sekitarnya (dalam ketinggian yang sama ). Selain itu, pada sel badai guntur ini biasanya disertai kilat dengan frekuensi tidak terlalu besar. Pada tahap ini memerlukan waktu 10 – 15 menit [Byers : 1974].

Gambar 2.1 Tingkat tumbuh ( growing stage )

- Tingkat Masak/Dewasa (Mature stage)Tingkat ini dimulai bila jumlah serta ukuran tetes-tetes air maupun kristal-kristal es

telah sedemikian besarnya menyebabkan tidak tertahan lagi oleh arus ke atas (updraft) di dalam awan, akhirnya jatuh sampai ke permukaan tanah . Hal tersebut akan menimbulkan gaya-gaya gesekan dalam awan yang akhirnya merubah arus udara ke atas menjadi arus udara turun (down draft ) di beberapa bagian awan, sedangkan arus udara ke atas masih berlangsung terus[Soejitno, 1973]. Sel-sel badai guntur aktif bekerja sehingga frekuensi terjadinya badai guntur pada tahap ini cukup besar. Tahap ini berlangsung antara 15-30 menit [Byers : 1974].

Gambar 2.2 Tingkat Dewasa ( Mature Stage )

Page 4: Pemanfaatan Suhu Udara

Permukaan

2000

0

10.000

15.000

20.000

25.000

Ketinggian (Feet) Suhu (°C)

-18

-8

0

8

24

26

-5140.000

downdraft

- Tingkat Punah (Dying stage)Pada tingkat ini arus udara keatas sudah tidak ada, sedangkan aliran ke bawah atau

downdraft meluas di seluruh sel awan dan kondensasi akan segara berhenti. Arus ke bawah makin lama makin lemah, hujan makin berkurang. Selama hujan, arus ke bawah masih terus terjadi. Pada suatu saat temperatur di dalam sel awan akan sama dengan temperatur sekitarnya, maka pada saat inilah berakhirnya masa hidup badai guntur. Tahap ini berlangsung antara 20-30 menit. [Byers : 1974]

Gambar 2.6 Tingkat Punah ( Dying Stage )

II.3 Terjadinya Thunderstorm

Faktor-faktor yang menyebabkan thunderstorm:

- Udara yang basah sampai ketinggian yang cukup di daam atmosfer.- Udara labil untuk udara jenuh sampai lapisan yang tinggi.- Makro fisis yang cocok untuk menyebabkan terangkatnya uap air dan pertumbuhan

awan.Awan Cumulonimbus mengalami pengutuban dan terjadi pemisahan muatan dalam

areal yang luas. Kelompok muatan listrik dalam awan ini bersifat menarik muatan-muatan listrik yang berlawanan dalam muatan awan itu sendiri, antarawan atau dari permukaan bumi sehingga terjadi sistem kelompok yang saling berhadapan. Apabila kelompok muatan jumlahnya menjadi sedemikian besar dan udara tidak mampu lagi menahan besarnya tegangan yang ada, maka terjadilah loncatan muatan listrik yang akan mengakibatkan udara mengalami pengembangan karena pemanasan tiba-tiba dan menimbulkan gelombang bunyi yang kuat. Peristiwa tersebut akan dilihat dari bumi sebagai suatu yang menyala dan mendadak di atmosfer yang kemudian disusul dengan suara petir.

II.4 Tipe Thunderstorm Berdasarkan penyebab terjadinya, badai guntur dapat dikategorikan menjadi 3

tipe, yaitu sebagai berikut :

1. Badai Guntur Massa Udara ( Air Mass Thunderstorm )Merupakan badai guntur yang terjadi dan berkembang dalam suatu massa udara yang mempunyai daya angkat akibat orografi ( massa udara dipaksa naik melewati

Page 5: Pemanfaatan Suhu Udara

pegunungan), konveksi ( massa udara naik akibat pemanasan ), dan kenaikan udara yang meluas.

2. Deretan Badai Guntur ( Line Thunderstorm )Merupakan badai guntur yang terjadi pada awan guntur atau cumulonimbus ( cb ) yang berderet seperti garis. Awan ini biasanya terjadi akibat pertemuan angin musim dengan angin darat pada malam hari, sehingga membentuk garis-garis konvergensi yang terletak di atas permukaan laut.

3. Badai Guntur front (Front Thunderstorm )Merupakan badai guntur yang terjadi dan berkembang karena 2 jenis massa udara yang bertemu sehingga menimbulkan daya angkat.Dalam hal ini, kenaikan massa udara disebabkan oleh :a. Massa udara dingin yang menyusup ke dalam massa udara panas yang basah

( sebagai front dingin )b. Massa udara panas yang basah naik ke atas massa udara dingin (sebagai front

panas )

II.5 Suhu UdaraSuhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul – molekul

yang menyusun udara tersebut. Suhu dinyatakan dengan skala Celcius, Fahrenheit, atau skala Reamur. Perlu diketahui bahwa suhu udara antara daerah satu dengan daerah lain sangat berbeda. hal ini dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut:

Lamanya Penyinaran MatahariSemakin lama matahari memancarkan sinarnya disuatu daerah, makin banyak panas yang diterima. Keadaan atmosfer yang cerah sepanjang hari akan lebih panas daripada jika hari itu berawan sejak pagi.

Kemiringan Sinar MatahariSuatu tempat yang posisi matahari berada tegak lurus di atasnya, maka radiasi matahari yang diberikan akan lebih besar dan suhu ditempat tersebut akan tinggi, dibandingkan dengan tempat yang posisi mataharinya lebih miring.

Keadaan AwanAdaya awan di atmosfer akan menyebabkan berkurangnya radiasi matahari yang diterima di permukaan bumi. Karena radiasi yangmengenai awan, oleh uap air yang ada di dalam awan akan dipencarkan, dipantulkan, dandiserap.

Keadaan Permukaan BumiPerbedaan sifat darat dan laut akan mempengaruhi penyerapan dan pemantulanradiasi matahari. Permukaan darat akan lebih cepat menerima dan melepaskan panas energy radiasi matahari yang diterima di permukaan bumi dan akibatnya menyebabkan perbedaan suhu udara di atasnya.

II.6 Kelembaban UdaraKelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara atau

atmosfer. Besarnya tergantung dari masuknya uap air ke dalam atmosfer karena adanya penguapan dari air yang ada di lautan, danau, dan sungai, maupun dari air tanah. Disamping itu terjadi pula dari proses transpirasi, yaitu penguapan dari tumbuh-tumbuhan. Sedangkan banyaknya air di dalam udara bergantung kepada banyak faktor, antara lain adalah ketersediaan air, sumber uap, suhu udara, tekanan udara, dan angin.

Uap air dalam atmosfer dapat berubah bentuk menjadi cair atau padat yang akhirnya dapat jatuh ke bumi antara lain sebagai hujan. Kelembapan udara yang cukup besar memberi petunjuk langsung bahwa udara banyak mengandung uap air atau udara dalam keadaan basah.

Page 6: Pemanfaatan Suhu Udara

Berbagai ukuran dapat digunakan untuk menyatakan nilai kelembapan udara. Salah satunya adalah kelembapan udara relative (nisbi). Kelembapan udara nisbi memiliki pengertian sebagai nilai perbandingan antara tekanan uap air yang ada pada saat pengukuran (e) dengan nilai tekanan uap air maksimum (em) yang dapat dicapai pada suhu udara dan tekanan udara saatpengukuran. Persamaan untuk kelembapan udara relative adalah seperti berikut:

RH= eem

x 100%

Dengan: RH = kelembapan udara relative (%), e = tekanan uap air pada saat pengukuran (mb), em = tekanan uap air maksimum yang dapat dicapai pada suhu udara dan tekanan udara saat pengukuran (mb).

II.7 Kecepatan AnginAngin adalah gerakan alami udara. Arus angin jarang sekali berlangsung dalam

keadaan rata dan halus. Kadang – kadang sangat sulit untuk mendapatkan nilai yang benar-benar cocok dari arah dan kecepatan angin karena gerakan udara terpengaruh faktor kekasaran permukaan tanah, tipe permukaan, sumber-sumber panas, adanya gangguan dan lain sebagainya. Batasan besaran angin yang dapat mengangkat massa udara sehingga terjadi pembentukan awan-awan yaitu angin calm hingga ≤ 7 knot sedangkan apabila lebih besar daripada itu maka akan memecahkan massa udara yang telah terkumpul di permukaan bumi.

Yang dimaksud dengan kecepatan angin dalam pokok bahasan ini adalah kecepatan angin permukaan yang diukur dengan anemometer pada ketinggian 10 meter diatas permukaan tanah / bumi, yang dinyatakan dalam satuan knot.

III. DATA DAN METODE

III.1 DATAData yang digunakan dalam penulisan ini adalah data iklim yang diperoleh dari F-KLIM

71 Stasiun Meteorologi Paloh, yang terdiri atas : Data rata-rata suhu udara bulanan Data rata-rata kelembaban udara bulanan Data rata-rata kecepatan angin bulanan, dan Menggunakan data frekuensi banyaknya badai guntur yang diperoleh dari data hari

Guntur di stasiun meteorologi paloh Data suhu udara ,kelembapan udara , dan kecepatan angin merupakan rata-rata

bulanan hasil dari jumlah data rata-rata harian selama satu bulan kemudian dibagi dengan banyaknya data pada bulan yang bersangkutan. Panjang data yang digunakan adalah 10 tahun dari tahun 2001 - 2010.

Data suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan frekuensi terjadinya badai Guntur selama 10 tahun (2001-2010) digunakan untuk menentukan prediksi terjadinya thunderstorm. Dibagi menjadi 3 tahapan verifikasi prakiraan :

1. Data periode tahun 2001- 2008 untuk tahun 2009,2. Data periode tahun 2001 - 2009 untuk tahun 2010, dan3. Data periode tahun 2001 - 2010 untuk tahun 2011.

III.2 METODE

III.2.1 Metode Pengumpulan DataSumber data yang digunakan yaitu data observasi harian yang terdapat dalam format

F.Klim 71 di Stasiun Meteorologi Paloh dinilai cukup Representatif untuk mewakili daerah Paloh.

Page 7: Pemanfaatan Suhu Udara

Data unsur cuaca permukaan yang digunakan yaitu suhu permukaan, kelembaban udara relatif (RH) dan kecepatan angin anemometer pada ketinggian 10 meter. Series data diambil selama 10 tahun penuh (2001 – 2010) yang diharapkan dengan series data tersebut dapat mewakili keadaan cuaca pada umumnya termasuk kejadian badai guntur (Ts).

Adapun untuk mengetahui banyaknya thunderstorm digunakan data “ hari guntur “ pada stasiun yang sama dengan series data yang sama pula. Sedang untuk keperluan verifikasi akan digunakan 3 tahapan yaitu : Data unsur cuaca dan Ts pada tahun 2001 – 2008 untuk prakiraan tahun 2009. Data unsur cuaca dan Ts pada tahun 2001 – 2009 untuk prakiraan tahun 2010. Data unsur cuaca dan Ts pada tahun 2001 – 2010 untuk prakiraan tahun 2011.

III.2.2 Metode Pengolahan dan Analsisi DataData yang diolah dan dianalisis adalah data suhu udara, kelembaban udara,

kecepatan angin dan Ts periode tahun 2006 – 2010. Diolah dengan metode statistik, metode-metode yang akan digunakan dalam proses pengolahan dan analisis data adalah metode rata-rata hitung, metode regresi dan korelasi linier berganda. Untuk mendapatkan besarnya nilai koefisien ao, a1, a2, a3 menggunakan Program Microsoft Excel 2007.

Melakukan verifikasi, antara hasil prediksi menggunakan metode regresi dibandingkan dengan frekuensi Ts sesungguhnya dan mencari korelasi antar keduanya kemudian terakhir mencari korelasi dari unsur-unsur cuaca yang diteliti terhadap terjadinya Ts dan mencari prosentase kebenaran dari persamaan regresi yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL

4.1.1 Persamaan Regresi Linier Berganda Untuk prediksi TS tahun 2009Hasil perhitungan persamaan regresi linier berganda dengan variabel Ts, T, RH, dan

ff selama tahun 2001 s/d 2008 di Stasiun Meteorologi Paloh menggunakan Program Microsoft Excel 2007, diperoleh nilai a0, a1, a2, a3. Adapun nilai-nilai yang didapat :

a0 : 98a1 : 2.68a2 : -1.52a3 : -8.39Nilai-nilai tersebut dimasukan ke persamaan umum dari regresi linier berganda, maka

didapat persamaan regresinya yaitu :

Y = 98 + 2.68 X1 - 1.52 X2 – 8.39X3

Dengan : Y : frekuensi hari gunturX1 : derajat suhu permukaan ( ˚C )X2 : kelembaban udara relative ( % )X3 : kecepatan angin ( knots )Nilai-nilai yang didapat dari tersebut mempunyai arti yaitu :

a0 = 98Artinya jika suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin konstan atau dianggap sama dengan 0, maka diperoleh suatu laju kenaikan frekuensi Ts sebesar 98 /bulan.

a1 = 2.68artinya jika kelembaban udara dan kecepatan angin konstan atau nol , maka setiap kenaikan T sebesar 1˚C akan terjadi peningkatan frekuensi TS sebesar 2.68 /bulan.

a2 = - 1.52

Page 8: Pemanfaatan Suhu Udara

artinya jika suhu udara dan kecepatan angin konstan atau nol, maka setiap kenaikan RH sebesar 1 % akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar -1.52/bulan.

a3 = - 8.39artinya jika suhu udara dan kelembaban udara konstan atau nol, maka setiap penurunan ff sebesar 1 knots akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar -8.39/ bulan.

4.1.2 Persamaan Regresi Linier Berganda Untuk prediksi TS tahun 2010Hasil perhitungan persamaan regresi linier berganda dengan variabel Ts, T, RH, dan

ff selama tahun 2001 s/d 2009 di Stasiun Meteorologi Paloh menggunakan Program Microsoft Excel 2007, diperoleh nilai a0, a1, a2, a3. Adapun nilai-nilai yang didapat :

a0 : 51a1 : 4.52a2 : -1.61a3 : - 6.46Nilai-nilai tersebut dimasukan ke persamaan umum dari regresi linier berganda, maka

didapat persamaan regresinya yaitu :

Y = 51 + 4.52 X1 - 1.61 X2 – 6.46 X3

Dengan : Y : frekuensi hari gunturX1 : derajat suhu permukaan ( ˚C )X2 : kelembaban udara relative ( % )X3 : kecepatan angin ( knots )Nilai-nilai yang didapat dari tersebut mempunyai arti yaitu :

a0 = 51Artinya jika suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin konstan atau dianggap sama dengan 0, maka diperoleh suatu laju kenaikan frekuensi Ts sebesar 51/bulan.

a1 = 4.52artinya jika kelembaban udara dan kecepatan angin konstan atau nol , maka setiap kenaikan T sebesar 1˚C akan terjadi peningkatan frekuensi TS sebesar 4.52/bulan.

a2 = - 1.61artinya jika suhu udara dan kecepatan angin konstan atau nol, maka setiap kenaikan RH sebesar 1 % akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar - 1.61 /bulan.

a3 = - 6.46artinya jika suhu udara dan kelembaban udara konstan atau nol, maka setiap penurunan ff sebesar 1 knots akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar - 6.46 / bulan.

4.1.3 Persamaan Regresi Linier Berganda Untuk prediksi TS tahun 2011Hasil perhitungan persamaan regresi linier berganda dengan variabel Ts, T, RH, dan

ff selama tahun 2001 s/d 2010 di Stasiun Meteorologi Paloh menggunakan Program Microsoft Excel 2007, diperoleh nilai a0, a1, a2, a3. Adapun nilai-nilai yang didapat :

a0 : 43a1 : 4.59a2 : -1.59a3 : - 5.14

Page 9: Pemanfaatan Suhu Udara

Nilai-nilai tersebut dimasukan ke persamaan umum dari regresi linier berganda, maka didapat persamaan regresinya yaitu :

Y = 43 + 4.59 X1 - 1.59 X2 – 5.14 X3

Dengan : Y : frekuensi hari gunturX1 : derajat suhu permukaan ( ˚C )X2 : kelembaban udara relative ( % )X3 : kecepatan angin ( knots )Nilai-nilai yang didapat dari tersebut mempunyai arti yaitu :

a0 = 43Artinya jika suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin konstan atau dianggap sama dengan 0, maka diperoleh suatu laju kenaikan frekuensi Ts sebesar 43/bulan.

a1 = 4.59artinya jika kelembaban udara dan kecepatan angin konstan atau nol , maka setiap kenaikan T sebesar 1˚C akan terjadi peningkatan frekuensi TS sebesar 4.59 /bulan.

a2 = - 1.59artinya jika suhu udara dan kecepatan angin konstan atau nol, maka setiap kenaikan RH sebesar 1 % akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar - 1.59/bulan.

a3 = - 5.14artinya jika suhu udara dan kelembaban udara konstan atau nol, maka setiap penurunan ff sebesar 1 knots akan terjadi penurunan frekuensi TS sebesar - 5.14 / bulan.

4.1.4 Korelasi Untuk prediksi TS tahun 2009 Hubungan antara suhu permukaan dengan kejadian Ts selama periode tersebut

rendah yaitu r (x1,y) = - 0,120. Tanda positif (-) kedua varibel itu memiliki hubungan yang tidak searah.

Hubungan antara kelembaban relative dengan frekuensi badai guntur (Ts) yaitu r (x2,y) = - 0.723 berarti memiliki tingkat hubungan yang kuat. Tanda (-) menandakan kedua variable itu memiliki hubungan yang tidak searah, jika kelembaban relativenya tinggi maka frekuensi badai guntur (Ts) belum tentu besar.

Hubungan antara kecepatan angin dengan frekuensi Badai guntur (Ts) r (x3,y) = - 0,864 hubungannya sangat kuat. Tanda negatif (-) berarti kedua unsur memiliki korelasi antar variable yang tidak searah.

4.1.5 Korelasi Untuk prediksi TS tahun 2010 Hubungan antara suhu permukaan dengan kejadian Ts selama periode tersebut sangat

rendah yaitu r (x1,y) = 0,084. Tanda positif (+) kedua varibel itu memiliki hubungan yang searah, jika suhu bertambah maka frekuensi badai guntur (Ts) juga bertambah

Hubungan antara kelembaban relative dengan frekuensi badai guntur (Ts) yaitu r (x2,y) = - 0.683 berarti memiliki tingkat hubungan yang kuat. Tanda (-) menandakan kedua variable itu memiliki hubungan yang tidak searah, jika kelembaban relativenya tinggi maka frekuensi badai guntur (Ts) belum tentu besar.

Page 10: Pemanfaatan Suhu Udara

Hubungan antara kecepatan angin dengan frekuensi Badai guntur (Ts) r (x3,y) = - 0,808 hubungannya sangat kuat. Tanda negatif (-) berarti kedua unsur memiliki korelasi antar variable yang tidak searah.

4.1.6 Korelasi Untuk prediksi TS tahun 2011 Hubungan antara suhu permukaan dengan kejadian Ts selama periode tersebut sangat

rendah yaitu r (x1,y) = 0,144. Tanda positif (+) kedua varibel itu memiliki hubungan yang searah, jika suhu bertambah maka frekuensi badai guntur (Ts) juga bertambah

Hubungan antara kelembaban relative dengan frekuensi badai guntur (Ts) yaitu r (x2,y) = - 0.725 berarti memiliki tingkat hubungan yang kuat. Tanda (-) menandakan kedua variable itu memiliki hubungan yang tidak searah, jika kelembaban relativenya tinggi maka frekuensi badai guntur (Ts) belum tentu besar.

Hubungan antara kecepatan angin dengan frekuensi Badai guntur (Ts) r (x3,y) = - 0,790 hubungannya kuat. Tanda negatif (-) berarti kedua unsur memiliki korelasi antar variable yang tidak searah.

Gambar 4.1 Perbandingan thunderstorm prediksi dengan thunderstorm hasil observasi tahun 2009 di Stasiun Metorologi Paloh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1202468

101214161820

Frekuensi Thunderstorm Tahun 2009

PrediksiData Obs

Frek

uens

i TS

BulanBulan

Page 11: Pemanfaatan Suhu Udara

Gambar 4.2 Perbandingan thunderstorm prediksi dengan thunderstorm hasil observasi tahun 2010 di Stasiun Metorologi Paloh

Gambar 4.3 Perbandingan thunderstorm prediksi dengan thunderstorm hasil observasi tahun 2011 di Stasiun Metorologi Paloh

IV.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Tahun 2009Pada Tahun 2009 mengunakan persamaan regresi linier berganda dengan prediktor

Suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh nilai prediksi thunderstorm selama 1 tahun. Grafik antara hasil prediksi dengan hasil observasi menunjukkan pola yang cenderung sama dari bulan Januari - Desember, hasil prediksi mengikuti pola hasil observasi meskipun ada bulan – bulan tertentu yang tidak mengikuti pola thunderstorm observasinya. Nilai korelasi ketiga unsur cuaca dengan TS = 0.44 menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat sedangkan korelasi antara prediktor suhu udara dengan TS sebesar - 0,120, prediktor kelembaban udara dengan TS sebesar - 0.723, dan prediktor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 120

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Frekuensi Thunderstorm Tahun 2010

PrediksiData Obs

Frek

uens

i TS

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 120

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Frekuensi Thunderstorm Tahun 2011

PrediksiData Obs

Frek

uens

i TS

Bulan

Page 12: Pemanfaatan Suhu Udara

kecepatan angin dengan TS sebesar - 0,864. Dari hasil korelasi diatas prediktor kelembaban udara dan kecepatan angin memiliki nilai yang sangat kuat namun tingkat hubungannya tidak searah sedangkan prediktor suhu udara memiliki korelasi yang sangat rendah. Nilai penyimpangan terhadap nilai thunderstorm observasi berkisar antara 0 - 7 kali.

4.2.2 Tahun 2010Pada Tahun 2010 mengunakan persamaan regresi linier berganda dengan prediktor

Suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh nilai prediksi thunderstorm selama 1 tahun. Grafik antara hasil prediksi dengan hasil observasi menunjukkan pola yang cenderung sama dari bulan Januari - Desember, hasil prediksi mengikuti pola hasil observasi meskipun ada bulan – bulan tertentu yang tidak mengikuti pola thunderstorm observasinya. Nilai korelasi ketiga unsur cuaca dengan TS = 0.40 menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat sedangkan korelasi antara prediktor suhu udara dengan TS sebesar 0,084, prediktor kelembaban udara dengan TS sebesar - 0.683, dan prediktor kecepatan angin dengan TS sebesar - 0,808. Dari hasil korelasi diatas prediktor kelembaban udara dan kecepatan angin memiliki nilai yang sangat kuat namun tingkat hubungannya tidak searah sedangkan prediktor suhu udara memiliki korelasi yang sangat rendah namun hubungannya searah. Nilai penyimpangan terhadap nilai thunderstorm observasi berkisar antara 1 - 10 kali.

4.2.3 Tahun 2011Pada Tahun 2011 mengunakan persamaan regresi linier berganda dengan prediktor

Suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh nilai prediksi thunderstorm selama 1 tahun. Grafik antara hasil prediksi dengan hasil observasi menunjukkan pola yang cenderung sama dari bulan Januari - Desember, hasil prediksi mengikuti pola hasil observasi meskipun ada bulan – bulan tertentu yang tidak mengikuti pola thunderstorm observasinya. Nilai korelasi ketiga unsur cuaca dengan TS = 0.44 menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat sedangkan korelasi antara prediktor suhu udara dengan TS sebesar 0.144, prediktor kelembaban udara dengan TS sebesar - 0.725, dan prediktor kecepatan angin dengan TS sebesar - 0,790. Dari hasil korelasi diatas prediktor kelembaban udara dan kecepatan angin memiliki nilai yang sangat kuat namun tingkat hubungannya tidak searah sedangkan prediktor suhu udara memiliki korelasi yang sangat rendah namun hubungannya searah. Nilai penyimpangan terhadap nilai thunderstorm observasi berkisar antara 0 - 6 kali.

V. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan antara lain :

1. Berdasarkan hasil perhitungan statistika dari ketiga unsur cuaca yaitu suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin diperoleh hubungan erat antara aktivitas guruh dengan 3 unsur cuaca tersebut Indeks korelasi menunjukkan nilai tahun 2009 = 0.44, tahun 2010 = 0.40, dan tahun 2011 = 0.41 Artinya ketiga unsur ini mempunyai pengaruh terhadap proses terjadinya thunderstorm

2. Untuk hubungan masing - masing unsur cuaca dengan TS menunjukkan hubungan (korelasi) yang sangat kuat untuk unsur cuaca kelembaban udara dan kecepatan angin namun keduanya bersifat tidak searah.

3. Berdasarkan nilai penyimpangannya, Thunderstorm tahun 2011 memiliki penyimpangan yang lebih kecil daripada tahun 2009 dan 2010 artinya hasil prediksi TS tahun 2011 memiliki hasil prakiraan yang lebih baik daripada tahun 2009 dan 2010.

Page 13: Pemanfaatan Suhu Udara

VI. DAFTAR PUSTAKA

Zakir Achmad, Sulistya Widada dan Khotimah Khusnul Mia.”Perspektif Operasional Cuaca Tropis”. Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.Jakarta,2009.

Soepangkat. Pengantar Meteorologi. Badan Diklat Perhubungan. Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika. Jakarta

Purnasholiha, Emmy. 2009. Karakteristik Badai Guntur Di Stasiun Meteorologi Curug dan Cengkareng. AMG: Jakarta

Referensi Internet:1. www.wikipedia.com 2. www.google.com