pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit untuk pembuatan asap cair

47
PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR SEBAGAI PENGAWET MAKANAN ALAMI Juni Prananta Direktur Eksekutif JINGKI institute (Making Applied Technology Work For Marginal People) Alumnus Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa sawit (Kompas, Juni 2007). Sejak tahun 1988 Indonesia menduduki urutan pertama sebagai negara yang memiliki areal kebun kelapa terluas di dunia. Dari seluruh luas areal perkebunan kelapa, sekitar 97,4 % dikelola oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 3,1 juta keluarga petani Sisanya sebanyak 2,1 % dikelola perkebunan besar swasta dan 0,5 % dikelola perkebunan besar negara (Palungkun, 2001). Kabupaten Aceh Utara terkenal sebagai penghasil kelapa dan kelapa sawit yang potensial di Provinsi NAD. Luas lahan dua hasil pertanian (kelapa dan kelapa sawit) dari kedua kabupaten tersebut mencapai 110.000 Ha dengan total produksi 120.000 ton per tahun (BPS NAD, 2006). 1

Upload: prananta

Post on 07-Jun-2015

25.502 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa sawit

TRANSCRIPT

Page 1: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

SEBAGAI PENGAWET MAKANAN ALAMI

Juni Prananta

Direktur Eksekutif JINGKI institute (Making Applied Technology Work For Marginal People)

Alumnus Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya

terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru

masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa

sawit (Kompas, Juni 2007). Sejak tahun 1988 Indonesia menduduki urutan pertama

sebagai negara yang memiliki areal kebun kelapa terluas di dunia. Dari seluruh luas

areal perkebunan kelapa, sekitar 97,4 % dikelola oleh perkebunan rakyat yang

melibatkan sekitar 3,1 juta keluarga petani Sisanya sebanyak 2,1 % dikelola

perkebunan besar swasta dan 0,5 % dikelola perkebunan besar negara (Palungkun,

2001). Kabupaten Aceh Utara terkenal sebagai penghasil kelapa dan kelapa sawit

yang potensial di Provinsi NAD. Luas lahan dua hasil pertanian (kelapa dan kelapa

sawit) dari kedua kabupaten tersebut mencapai 110.000 Ha dengan total produksi

120.000 ton per tahun (BPS NAD, 2006).

Adanya potensi sumber daya alam yang sangat besar ini hendaknya dapat

dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa dan

sawit. Namun saat ini masih ada beberapa kendala yang menyebabkan pendapatan

petani masih rendah. Kendalanya adalah pengolahan lahan yang masih bersifat

tradisional dan kurangnya industri pengolahan hasil (industri hilir). Masalah di atas

menyebabkan petani tidak mempunyai alternatif lain untuk memasarkan kelapa serta

sawitnya dalam bentuk bahan baku (raw material).

Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa hasil samping

pertanian kelapa serta sawit seperti tempurung, sabut, serta cangkang sawit dapat

diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti arang

tempurung kelapa yang sangat potensial untuk diolah menjadi arang aktif. Dengan

1

Page 2: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

meningkatnya produksi arang aktif yang menggunakan bahan dasar tempurung kelapa

maka akan mengakibatkan terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian

senyawa-senyawa kimia dari tempurung kelapa pada proses pirolisis. Pada proses

pirolisis juga dihasilkan asap cair, tar dan gas-gas yang tak terembunkan. Asap cair

yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif tersebut mempunyai nilai

ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan dibuang ke atmosfir. Asap cair

diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang

terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis.

Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap

cair, seperti yang telah dilakukan oleh Tranggono dkk. (1996) dalam penelitiannya

yang memanfaatkan berbagai jenis kayu di Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan

asap cair. Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras

seperti kayu bakau, kayu rasamala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung

kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik (Astuti, 2000).

Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap

cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan potensinya

dalam pembentukan warna coklat pada produk. Asap cair dapat diaplikasikan pada

bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan pangan. Cara

pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan. Beberapa teknik

pengasapan dapat dilakukan pada temperatur di atas 70 oC kemudian bahan diasap

langsung di atas sumber asap. Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan

yang lain yaitu menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan

bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan kemudian

produk dikeringkan (Girard, 1992)

Pengasapan telah lama dikenal sebagai salah satu tahapan dalam pengolahan

produk pangan. Tujuan semula dari pengasapan adalah menghambat laju kerusakan

produk. Namun dalam perkembangannya tujuan pengasapan tidak hanya itu, tetapi

lebih ditujukan untuk memperoleh kenampakan tertentu pada produk asapan dan

citarasa asap pada bahan makanan. Astuti (2000) mengemukakan bahwa penggunaan

asap cair lebih menguntungkan daripada menggunakan metode pengasapan lainnya

karena warna dan citarasa produk dapat dikendalikan, kemungkinan menghasilkan

2

Page 3: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

produk karsinogen lebih kecil, proses pengasapan dapat dilakukan dengan cepat dan

bisa langsung ditambahkan pada bahan selama proses. Pengasapan diperkirakan akan

tetap bertahan pada masa yang akan datang karena efek yang unik dari citarasa dan

warna yang dihasilkan pada bahan pangan.

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman yang

termasuk dalam famili Palmae dan banyak tumbuh di daerah tropis, seperti di

Indonesia. Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk

pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingkungan itu adalah sinar matahari,

temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tanah (Palungkun, 2001).

Kelapa

Kelapa dikenal sebagai tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian

tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mempunyai nilai ekonomis

yang cukup tinggi.

Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa.

Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut

(mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air kelapa

(Palungkun, 2001). Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Komposisi buah kelapa

Bagian buah Jumlah berat (%)

Sabut

Tempurung

Daging buah

Air kelapa

35

12

28

25

(Palungkun 2001)

3

Page 4: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Komponen-komponen penyusun buah kelapa disajikan pada gambar 2.1 berikut ini :

Keterangan Gambar :1. Kulit luar (epicarp) 2. Sabut (mesocarp)3. Tempurung (endocarp)4. Daging buah (endosperm)5. Air kelapa

Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara

biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan

ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu

keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih

rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan

berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman,

1981).

Tabel 1.2 Komposisi kimia tempurung kelapa (Suhardiyono, 1988)

Komponen Persentase

Selulosa

Hemiselulosa

Lignin

Abu

Komponen ekstraktif

Uronat anhidrat

Nitrogen

Air

26,6 %

27,7 %

29,4 %

0,6 %

4,2 %

3,5 %

0,1 %

8,0 %

Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam ruangan

yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian proses peruraian

penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar

4

Gambar 2.1 Penampang membujur buah kelapa

Page 5: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

dan gas (Anonim, 1983). Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut

sebagai asap cair.

Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air sekitar

enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun

dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Data komposisi kimia tempurung kelapa

disajikan pada tabel 1.2

Sabut kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 %

dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang

menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga

dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan

gabus 175 gram (25 % dari sabut).

Sawit

Kelapa sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati

yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % pericarp dan

20 % yang di lapisi dengan cangkang.

Hasil dari pada pengolahan kelapa sawit selanjutnya dapat digunakan dalam berbagai

bidang terutama industri makanan, kosmetik, sabun, cat, bahkan akhir-akhir ini

sedang di galakkan penggunaannya dari minyak kelapa sawit sebagai bahan baku

pembuatan bahan bakar alternative.

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 67 % daging buah kelapa sawit

(brondolan), 23 % janjangan kosong (tandan), dan 10 % air (penguapan). Di dalam

daging diperoleh kadar minyak mentah (Crude Oil) sekitar 43 %, biji 11 %, dan

ampas 13 %, dalam biji mengandung inti sekitar 5 %, cangkang 5 %, dan air 1 %.

(Naibaho, 1996) Industri Kelapa sawit mulai dirintis di Indonesia oleh seorang

kebangsaan Belgia yang telah belajar banyak di afrika yang bernama Addrian Hallet

yang mengusahakan perkebunan kelapa sawit di Sungai Liput Aceh Tamiang dan di

Pulau raja (Asahan) pada tahun 1911. Dan ternyata industri kelapa sawit sangat

5

Page 6: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

cocok untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki kawasan tropis yang luas

yang sesuai dengan kondisi alam yang cocok untuk tanaman kelapa sawit.

Komoditas kelapa sawit yang merupakan salah satu dari komoditas andalan

pada subsektor perkebunan yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

Sampai saat ini, kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik

pengolahan kelapa sawit. Hasil utama dari pengolahan kelapa sawit yaitu Crude Palm

Oil (CPO), Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Meal (PKM).

Industri pengolahan kelapa sawit saat ini milliki prospek yang cerah untuk

masa depan seiring dengan tantangan industri masa depan yaitu penggunaan bahan

baku industri yang ramah lingkungan serta ketersediaan bahan baku dapat

diperbaharui (renewable). Hasil dari pada pengolahan kelapa sawit selanjutnya dapat

digunakan dalam berbagai bidang terutama industri makanan, kosmetik, sabun, cat,

bahkan akhir-akhir ini sedang digalakkan penggunaanya dari minyak kelapa sawit

sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif. Produksi minyak kelapa sawit

dan konsumsi minyak nabati menunjukkan peningkatan, sehingga untuk menghadapi

persaingan pasar bebas perlu dikaji dan dikembangkan kualitas dan kuantitas dari

minyak kelapa sawit.

Cangkang sawit

Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada

kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan

minyak CPO belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika

dibandingkan dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit memiliki banyak

kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu (ash content) yang

biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa dan

tempurung kelapa sawit. Tabel 1.3

6

Page 7: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Tabel 1.3 Karakteristik bahan baku tempurung kelapa

Parameter Hasil ( % )

Kadar air (moisture in analysis)

Kadar abu (ash content)

Kadar yang menguap (volatile matter)

Karbon aktif murni (fixed carbon)

7.8

2.2

69.5

20.5

Tempurung kelapa sawit dapat diolah menjadi beberapa produk yang bernilai

ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif, fenol, asap cair, tepung tempurung dan briket

arang. Masing-masing produk akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.

Asap Cair

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam

medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997)

merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan

mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.

Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan

makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat

yang disebut alat pembangkit asap (Draudt, 1963) kemudian asap tersebut dialirkan

ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol (Sink

dan Hsu, 1977). Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak

sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi,

dan kondensasi (Girard, 1992).

Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah

banyak dilaporkan. Pembuatan bandeng asap di daerah Sidoarjo, menggunakan

berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakau, serbuk gergaji kayu jati,

ampas tebu dan kayu bekas kotak kemasan (Tranggono dkk, 1997).

Namun untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran

sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan

7

Page 8: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik

(Tranggono dkk, 1997). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan

berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak.

Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya

kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan

kayu lunak (Girard, 1992).

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena

adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dkk

(1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair

dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %.

Aplikasi asap cair dalam pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi

sebagai pembeku dan pengawet dalam pengolahan RSS. Pembekuan sempurna terjadi

dalam waktu 5 menit, dan pengeringan sit hanya memerlukan waktu selama 36 jam

dan menghemat kayu bakar sebanyak 2,45 m3 per ton karet kering dibandingkan

dengan pengolahan RSS secara normal. Hal ini akan banyak mengurangi pencemaran

udara akibat pembakaran kayu, biaya pengolahan lebih efisien dan proses pengolahan

lebih cepat dari 5-6 hari menjadi 2 hari. Mutu spesifikasi teknis, karakteristik

vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat dari karet RSS yang dibekukan dan diawetkan

dengan asap cair adalah setara dengan yang diproses secara konvensional.

Di Amerika serikat, pengolah daging menggunakan asap cair yang telah

mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa tar. Pasar

internasional untuk produk asap cair ini meliputi Amerika, Eropa, Afrika, Australia,

dan Amerika Selatan. Asap cair ini telah diaplikasikan pada pengawetan daging,

termasuk daging unggas, kudapan dari daging, ikan salmon dan kudapan lainnya.

Asap cair juga digunakan untuk menambah citarasa pada saus, sup, sayuran dalam

kaleng, bumbu, rempah-rempah dan lain-lain (Tranggono dkk, 1997).

Komposisi Asap Cair

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya

pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400

8

Page 9: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen

tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur

tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah.

Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH

dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan

membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma

dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000).

Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan-golongan senyawa penyusun

asap cair adalah air (11-92 %), fenol (0,2-2,9 %), asam (2,8-9,5 %), karbonil (2,6-4,0

%) dan tar (1-7 %). Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat

menentukan sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk

pengasapan. Komposisi dan sifat organoleptik asap cair sangat tergantung pada sifat

kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu

serta alat pembuatan asap cair (Girard, 1992).

Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang

paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1999) menyatakan

bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai

pada temperatur pirolisis 600 oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang

dihasilkan pada temperatur 400 oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang

terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang

lebih tinggi. Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi:

Senyawa-senyawa fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat

memperpanjang masa simpan produk asapan.

Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur

pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi

yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk

asapan adalah guaiakol, dan siringol.

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya

hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus

9

Page 10: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus

lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan

citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma

karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain

adalah vanilin dan siringaldehida.

Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan

membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat,

propionat, butirat dan valerat.

10

Page 11: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses

pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan

senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992).

Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA

selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis,

waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara

dalam kayu.Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya

partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses

tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

Senyawa benzo(a)pirena

Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 oC dan dapat menyebabkan kanker

kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi

memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).

Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair

Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1987) antara lain lebih

intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat

diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu

sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke

dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampur

langsung ke dalam makanan. Selain itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair,

adalah seperti diterangkan di bawah ini:

1. Keamanan Produk Asapan

Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi

komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen

ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada

dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang

11

Page 12: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan

yang dihasilkan mendekati bebas HPA (Pszczola dalam Astuti, 2000).

2. Aktivitas Antioksidan

Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap

fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan

sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat

autooksidasi lemak (Astuti, 2000).

3. Aktivitas Antibakterial

Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya

formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab

semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-

asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan

mikrobia (Pszczola dalam Astuti, 2000). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam

asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Astuti, 2000).

4. Potensi pembentukan warna coklat

Menurut Ruiter (1979) karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya

pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling

berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan

hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi

pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya

tidak sebesar karbonil.

5. Kemudahan dan variasi penggunaan

Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan

bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan

mudah untuk berbagai produk (Pszczola dalam Astuti,2000).

12

Page 13: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Manfaat Asap Cair

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai

industri, antara lain :

1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa

dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan

antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional

dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan

seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak

konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

2. Industri perkebunan

Asap cair dapt digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional

asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki

kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan

rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999)

Jenis Asap Cair

Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis perlu dilakukan proses

pemurnian dimana proses ini menentukan jenis asap cair yang dihasilkan. Adapun

jenis asap cair yaitu :

1. Asap Cair grade 3

Asap cair grade 3 ini merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan

menggunakan destilasi.. Distilasi merupakan cara untuk memisahkan campuran

berdasarkan perbedaan titik didihnya. Caranya Asap cair yang diperkirakan masih

mengandung tar dimasukkan kedalam tungku distilasi yang dilengkapi dengan suhu

13

Page 14: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

dan tekanan. Cara kerjanya sama dengan proses pirolisis. Bedanya kalo pada proses

pirolisis sampel berupa tempurung kelapa, tapi pada proses distilasi ini sampel adalah

asap cair yang masih mengandung tar dan suhu pada distilasi sekitar 1500C. Asap

cair ini memiliki ciri yaitu berwarna coklat pekat, bau tajam. Asap cair ini

diorentasikan untuk pengawetan karet.

2. Asap Cair grade 2

Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melewati tahapan destilasi

kemudian dilakukan penyaringan dengan zeolit . Asap cair ini memiliki warna kuning

kecoklatan dan diorentasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti

daging, ayam, dan ikan.

3. Asap Cair Grade 1

Asap cair ini memiliki warna kuninmg pucat. Asap cair ini merupakan hasil

dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan

dengan destilasi fraksinasi yang dilanjutkan dengan penyaringan dengan karbon aktif.

Asap cair ini tepat digunakan untuk bahan makanan siap saji seperti mie basah,

bakso, dan tahu

Pembuatan Asap Cair

Tempurung kelapa yang dibersihkan dari serabutnya , kemudian ukurannya

diperkecil untuk memudahkan proses pirolisis, kemudian ditimbang 60 kg.

Tempurung kelapa sebagai sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel pada reaktor

pirolisis yang digunakan. Tahap selanjutnya adalah tahap pirolisis. Pirolisis

merupakan penguraian senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh pemanasan

tanpa berhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu 400 – 6000C. Proses

tersebut menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padat, gas dan cairan. Komposisi

cairan di dalam proses pirolisis ini tersebut adalah asap cair.

Sampel dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis dan ditutup rapat. Reaktor

kemudian dipanaskan selama 5 jam. Destilat yang keluar dari reaktor ditampung

14

Page 15: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

dalam dua wadah. Wadah pertama untuk menampung fraksi berat, sedangkan wadah

kedua untuk menampung fraksi ringan. Fraksi ringan ini diperoleh setelah dilewatkan

tungku pendingin yang dilengkapi pipa berbentuk spiral. Hasil pirolisis berupa asap

cair, gas-gas seperti metan dan tempurung kelapa yang bisa dijadikan briket, bila

dilanjutkan ke tahap kerja selanjutnya bisa menjadi arang aktif. Namun, asap cair ini

belum bisa digunakan, karena dimungkinkan masih mengandung banyak tar

(senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (PAH) yang ada seperti benzo (a) pirena

bersifat karsinogenik). Jadi perlu pemurnian lebih lanjut. Pirolisis tempurung kelapa

menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol 4,13 persen, karbonil 11,3

persen dan asam 10,2 persen

Pirolisis

Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga

terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari

pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang

disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal

tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan

tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan

terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras

dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya,

1982).

Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa, sabut, serta cangkang

sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon

dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi

panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks

terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah

“destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian

yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan

tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa

apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang

cukup tinggi maka akan terjadi rangkaian reaksi penguraian dari senyawa-senyawa

15

Page 16: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

kompleks yang menyusun tempurung dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu

padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983).

Tempurung kelapa dan kayu keras memiliki komponen-komponen yang

hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda

tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa,

satu bagian hemiselulosa serta satu bagian lignin. Girard (1992) menyatakan bahwa

produk dekomposisi termal yang dihasilkan melalui reaksi pirolisis komponen-

komponen kayu adalah sebanding dengan jumlah komponen-komponen tersebut

dalam kayu.

Salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas pengasapan yaitu dengan

menggunakan asap cair yang diperoleh dengan cara pirolisis kayu atau serbuk kayu

kemudian dilakukan kondensasi. Menurut Maga (1987) asap cair merupakan suatu

campuran larutan dan dispersi koloid dari asap kayu dalam air yang dapat diperoleh

dari hasil pirolisis kayu. Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap

kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu yang merupakan

proses dekomposisi dari komponen-komponen penyusun kayu seperti lignin, selulosa

dan hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen (Tahir, 1992).

Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam

penggolongan produk yaitu :

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas

CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2

dan hidrokarbon tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata dari total gas yang

dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada tabel 1.4.

16

Page 17: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Tabel 1.4 Komposisi rata-rata dari total gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu

No Komponen gas Persentase (%)

Karbondioksida

Karbonmonoksida

Metana

Hidrogen

Etana

Hidrokarbon tak jenuh

50,77

27,88

11,36

4,21

3,09

2,72

(Panshin, 1950)

2. Destilat berupa asap cair dan tar

Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam asetat.

Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam

format, asam butirat dan lain-lain.

3. Residu (karbon).

Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir

sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda

tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa

dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis

terjadi dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :

Pirolisis selulosa

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear struktur

heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa (Fengel dan

Wegener, 1995). Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 oC dan berakhir pada

300-350 oC. Girard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam

dua tahap, yaitu :

1. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.

17

Page 18: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

2. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya,

bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol

Pirolisis hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti

pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan furfural,

furan dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis

heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan

terdekomposisi pada temperatur 200-250 oC.

Pirolisis lignin

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul

tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh

dari pirolisis struktur dasar lignin berperanan penting dalam memberikan aroma asap

produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol seperti guaiakol, siringol dan

homolog serta derivatnya (Girard,1992). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada

temperatur 300-350 oC dan berakhir pada 400-450 oC.

Perpindahan Panas Konduksi dan Konveksi

Konduksi adalah perpindahan panas antara dua substansi dari substansi yang

bersuhu tinggi, panas berpindah ke substansi yang bersuhu rendah dengan adanya

kontak kedua substansi secara langsung. Sementara konveksi (perpindahan cairan

yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu) terjadi diakibatkan adanya ekspansi

termal dan konduksi. Expansi termal adalah sifat dari substansi yang bertemperatur

tinggi dimana partikel-partikel substansi tersebut volumennya meluas/membesar

akibat panas. Maka akibatnya berat jenis partikel itu berkurang.

Karena berkurangnya berat jenis partikel, maka partikel itu akan terdorong ke atas

(dalam hal ini udara panas) , sedangkan udara dingin yang ada di atasnya akan turun

menggantikannya. Pengangkatan senyawa pembentuk asap cair yang disebabkan oleh

18

Page 19: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

penguraian thermal oleh peristiwa pirolisis merupakan ekspansi yang terjadi pada

proses ini, sementara perpindahan panas dilakukan secara konduksi.

Evaporasi

Seiring dengan proses konveksi, terjadi pula evaporasi/penguapan uap air

yang terdapat pada tempurung, cangkang sawit juga sabut kelapa. panas latent yang

terjadi akibat dari penguapan cairan pada bahan menyatakan bahwa panas tidak

menyebabkan perubahan temperatur, melainkan menyebabkan perubahan keadaan.

Dalam hal ini panas yang ada pada bahan yang dialibatkan oleh proses konveksi yang

menyebabkan cairan pada bahan menguap (terevaporasi) menjadi uap air yang naik

ke atas tabung karena ekspansi tekanan dan suhu dalam proses konveksi. Kalau enerji

diperlukan dalam proses penguapan yang merubah cairan atau solid menjadi uap air,

maka enerji juga diperlukan ketika uap air berubah menjadi cairan atau solid

(kondensasi).

Kondensasi

Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang

lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap

didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi

(yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari

pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut

kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan

disebut kondenser. Kondenser umumnya adalah sebuah pendingin atau penukar panas

yang digunakan untuk berbagai tujuan, memiliki rancangan yang bervariasi, dan

banyak ukurannya dari yang dapat digenggam sampai yang sangat besar. Kondensasi

uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi) dan merupakan proses

eksothermik (melepas panas). Air yang terlihat di luar gelas air yang dingin di hari

yang panas adalah kondensasi di udara yang terkondensasi secara alami pada

permukaan yang dingin dinamakan embun. Uap air hanya akan terkondensasi pada

suatu permukaan ketika permukaan tersebut lebih dingin dari titik embunnya, atau

19

Page 20: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

uap air telah mencapai kesetimbangan di udara, seperti kelembapan jenuh. Titik

embun udara adalah temperatur yang harus dicapai agar mulai terjadi kondensasi di

udara. Kondensasi yang terjadi pada proses pembuatan asap cair adalah pengembunan

asap hasil perolisa menjadi cairan bersenyawa kompleks

Distilasi

Distilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran

berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas

komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh

destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni.

Distilasi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran

dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat

daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut

lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil, sehingga proses

pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi (Earle dalam Astuti,

2000). Distilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran

dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu

berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan

ditampung dalam labu erlenmeyer.

Produk distilat yang prtama kali tertampung mempunyai kadar komponen

yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Komponen-komponen dominan

yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil

dan asam. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair

dapat dilihat pada tabel 1.5

20

Page 21: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Tabel 1.5 Titik didih senyawa pendukung sifat fungsional asap cair

Senyawa Titik didih (0C, 760 mmHg)

Fenol

Guaikol

4- metilguaikol

Eugenol

Siringol

Furfural

Pirokatekol

Hidrokuinon

Isoeugenol

205

211

244

267

162

240

285

266

Karbonil

- Glioksal

- Metilglioksal

- Glikoaldehid

- Diasetil

- Formaldehid

51

72

97*

88

-21

Asam

- Asam asetat

- Asam butirat

- Asam propionat

- Asam Isovalerat

118

162

141

176

Sumber : Buckingham dalam Astuti (2000)

Keterangan : *adalah titik leleh

Adsorbsi

Adsorbsi merupakan peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar

fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorbsi atau

adsorben. Ditinjau dari bahan yang teradsorbsi dan bahan pengadsorben adalah dua

fasa yang berbeda, oleb sebab itu dalam peristiwa adsorbsi, meteri teradsorpsi akan

terkumpul antar muka kedua fasa tersebut. Pada adsorbsi fisika terjadi proses cepat

21

Page 22: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

dan setimbang (reveraibel) sedangkan adsorbsi kimia berlangsung lambal tetapi

ireversibel. Perbedaan antara adsorbsi kimia dengan adsorbsi fisika kadang-kadang

tidak jelas dan banyak prinsip-prinsip adsorbsi fisika berlaku juga pada adsorbsi

kimia. Penyerapan senyawa kompleks pada asap cair yang berfungsi terhadap

pengawetan merupakan peristiwa adsorbsi yang terjadi dalam penelitian ini

Hasil pirolisis tempurung kelapa

Pirolisis merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku

penghasil asap cair yaitu tempurung kelapa, cangkang sawit serta sabut kelapa

dengan adanya panas. Dalam pelaksanaan proses pirolisis dilakukan variasi

temperatur pirolisis untuk mengetahui pengaruh temperatur pirolisis terhadap hasil

pirolisis. Pirolisis dilakukan dalam suatu reaktor yang di panaskan pada bagian

bawahnya selama 2 jam. Proses pirolisis ini menghasilkan cairan yang berbau

menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan

dikatakan sebagai asap cair dan lapisan bawah berwarna hitam kental dikatakan

sebagai tar. Selain itu juga diperoleh residu berupa arang tempurung kelapa (ATK)

dan gas-gas yang tidak dapat terkondensasikan. Gas yang dihasilkan dari proses

pirolisis ini tidak dapat terkondensasikan oleh pendingin, sehingga tidak tertampung

pada penampung cairan. Sebagian dari gas-gas ini terjebak pada penampung dan yang

lain terlepas dari penampung tersebut keluar melalui pipa penyalur asap dan lepas ke

atmosfer.

Pada proses pirolisis ini berlaku hukum kekekalan massa dimana massa

sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap. Gas yang tidak dapat terkondensasi ini

terhitung sebagai massa yang hilang yaitu data yang diperoleh dari perhitungan berat

awal bahan dikurangi dengan berat arang dan cairan. Hasil pirolisis ditampilkan pada

tabel

22

Page 23: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Tabel 1.6. Nilai rata-rata hasil pirolisis 2000 g tempurung kelapa selama + 2 jam

Suhu pirolisis (0 C) Hasil pirolisis

Variasi Arang (g) Cairan (mL) Warna

250 590,4 580 Coklat kehitaman

300 493,9 650 Coklat pekat

350 461,0 680 Coklat

400 445,3 720 Coklat muda

Tabel 4.2. Nilai rata-rata hasil pirolisis 2000 g Cangkang sawit selama + 2 jam

Suhu pirolisis (0 C) Hasil pirolisis

Variasi Arang (g) Cairan (mL) Warna

250 618,2 572 Coklat kehitaman

300 506,0 632 Coklat pekat

350 481,0 664 Coklat

400 452,8 682 Coklat muda

Tabel 4.3. Nilai rata-rata hasil pirolisis 2000 g sabut kelapa selama + 2 jam

Suhu pirolisis (0 C) Hasil pirolisis

Variasi Arang (g) Cairan (mL) Warna

250 441,0 632 Hitam

300 400,5 685 Coklat kehitaman

350 385,4 712 Coklat tua

400 366,3 755 Coklat

Berdasarkan 3 tabel diatas dapat dilihat bahwa pirolisis dengan empat tingkat

temperatur pirolisis yang berbeda menghasilkan arang, cairan dan gas dalam jumlah

yang berbeda pula.

23

Page 24: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

a. Arang

Proses pembuatan asap cair ini menghasilkan arang sebagai bahan sisa

pirolisis. Grafik yang memperlihatkan hubungan temperatur pirolisis dengan

rendemen arang dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik rendemen arang hasil pirolisis

Pada gambar 4.1 terlihat penurunan rendemen arang dari temperatur 250-

400oC. Arang yang dihasilkan beratnya semakin berkurang dengan naiknya

temperatur pirolisis, ini disebabkan semakin berkurangnya komponen-komponen

organik yang terdapat dalam tempurung tersebut. Rendemen arang cangkang sawit

dinyatakan lebih tinggi dari pada rendemen arang yang dihasilkan dari perolisis

tempurung dan sabut kelapa. Ini disebabkan oleh karena kandungan lignin pada

cangkang sawit lebih tinggi dari dua sampel lainnya, sehingga pada proses

penguraian lignin pada saat peristiwa perolisa terjadi lebih kecil dibanding tempurung

dan sabut kelapa.

24

Page 25: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

b. Cairan

Cairan yang dihasilkan pada pirolisis ini terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan

atas adalah asap cair sedangkan lapisan bawah adalah tar. Hasil ditampilkan dalam

grafik pada gambar 4.2.

Dari grafik pada gambar 4.2 terlihat bahwa hasil destilat meningkat dengan

naiknya temperatur pirolisis.

Gambar 4.2. Grafik rendemen cairan hasil pirolisis

Selama proses pirolisis berlangsung, terjadi beberapa tahap pirolisis yaitu

tahap awal adalah proses pelepasan air yang disertai pelepasan gas-gas ringan seperti

CO dan CO2. Tahap awal ini terjadi pada temperatur 100 sampai 200oC. Pada kisaran

temperatur ini dalam wadah pendingin hanya berisi air saja. Tahap kedua adalah

proses dekomposisi unsur-unsur tempurung kelapa, cangkang sawit serta sabut kelapa

seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa terdekomposisi pada suhu

200oC sampai 250oC, selulosa mulai terdekomposisi pada temperatur 280oC dan

berakhir pada temperatur 300oC sampai 350oC, sedangkan lignin mulai

terdekomposisi pada suhu 300oC sampai 350oC dan berakhir pada suhu 400oC. Pada

tahap ini mulai dihasilkan tar dan semua hasil dekomposisi tempurung kelapa yang

menguap bersamaan dengan meningkatnya temperatur pirolisis, residu yang

25

Page 26: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

tertinggal adalah arang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada temperatur

pirolisis 400oC dihasilkan cairan yang paling banyak yaitu sebesar 720 mL (51,43 %).

Menurut Girard (1992) pirolisis pada temperatur 400oC ini menghasilkan

senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada temperatur

lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan

oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linear senyawa tar dan hidrokarbon

polisiklis aromatis.

Efektivitas pengawetan

asap cair yang telah dihasilkan dan kemudian dilakukan uji pengawetan

terhadap ikan dan didapatkan hasil pengujian pengawetan sebagai berikut :

1. Pada hari 1 setelah proses perendaman ikan terlihat masih segar,

namun pada pengujian menggunakan asap cair dari sabut kelapa dengan suhu

perolisis 400 0C, bau asap cair sangat terasa. Hal ini dikarenakan tingginya

kadar senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) yang terbentuk pada

perolisis sabut kelapa menurut girard, 1992 senyawa hidrokarbon aromatik

seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk

karena bersifat karsinogen.

2. Pada hari ke dua dan ke tiga tidak tampak perubahan pada ikan (sama

seperti pada hari 1) sehingga dapat disimpulkan bahwa hari 2 dan 3 proses

pengawetan berjalan dengan baik

3. Pada hari ke empat warna ikan mulai berubah menjadi kekuningan, hal

ini disebabkan karena sifat fungsional asap cair yaitu sebagai pembentuk

warna cokelat (Ruiter,1979)

4. Pada hari ke lima perut ikan mulai pecah (tekstur tubuh memburuk)

hal ini mungkin diakibatkan oleh aktivitas bakterial yang mulai meningkat

karena pengaruh air yang terkandung pada ikan sehingga sifat anti bakterial

pada asap cair tidak mampu lagi menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan

5. Pada hari ke enam, ikan mulai berbau busuk, warna ikan cokelat dan

tekstur tubuh (daging) ikan telah pecah

26

Page 27: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

6. Perbandingan pengawetan ikan yang tanpa menggunakan asap cair,

dan hanya menggunakan es pada awal perlakuan, hanya tahan selama dua

hari, pada hari ketiga ikan tersebut telah membusuk.

Laju pembusukan pada ikan dengan perbandingan antara asap cair tempurung

kelapa, cangkang sawit, sabut kelapa serta tanpa penambahan asap cair dapat

dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.

Gambar 4.3. Grafik laju pembusukan pada ikan

Kesimpulan

Dari penelitian mengenai asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Rendemen asap cair optimum dihasilkan pada temperatur pirolisis 400 oC yaitu

rata-rata sebesar 719 ml

2. asap cair yang dihasilkan dari sabut kelapa butuh perlakuan lanjutan karena

dinilai mengandung kadar benzo(a)pirena yang bersifat racun lebih tinggi

sehingga asap cair sabut kelapa ini disimpulkan belum layak digunakan pada

makanan

3. efektivitas pengawetan pada rata-rata asap cair adalah lima (5) hari dengan

perlakuan penambahan es sebagai penguat struktur hanya pada awal perlakuan

27

Page 28: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Saran

1. Perlu dilakukan teknik pemisahan yang lebih baik untuk memisahkan asap cair

dengan tar hasil pirolisis bahan biomassa lainnya.

1. Perlu dilakukan identifikasi senyawa yang terdapat dalam asap cair hasil

destilasi.

2. Perlu dilakukan pemisahan asap cair dengan menggunakan metode destilasi

yang lain untuk memperoleh asap cair dengan sifat-sifat fungsional yang

spesifik.

3. Perlu dilakukan penelitian pemanfaatan asap cair hasil destilasi, karena

adanya variasi warna dan aroma yang berbeda.

Daftar Pustaka

Anonim, 1980, Handbook of Phsycal Chemistry, John Willey & Sons, New York.

Anonim, 1983, Prototype Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair Tempurung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian.

Daun, H., 1979, Interaction of Wood Smoke Components and foods, Foods Tech., 33 (5) : 67 – 71.

Girrard, J.P., 1992. Technology of Meat and Meat Products, Ellis Horwood, New York.

Heyne, K., 1983, Tumbuhan berguna Indonesia, Jilid I, Yayasan Wana Jaya, Jakarta.

Hobart, H.W., 1988, Instrumental Methods of Analysis, 7th ed, Wadswort Publishing Company, California.

Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI-Press, Jakarta.

Kopkhar, SM, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Penerbit UI Press, Jakarta.

Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.

Palungkun, R., 2003, Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya, Jakarta.

28

Page 29: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

Panshin, A.J., 1950, Forest Product, Their Sources, Production and Utilization, McGraw Hill Inc., 46-51, 251-253, 263-266..

Poole, F.C., and Poole, K.S.,1997, Chromatography Today, Elsevier, Amsterdam.

Pszczola, D.E., 1995, Tour Highlight Production and Uses of Smoke Based Flavors, Food Tech, 49 (1) : 70 – 74.

Ruswanto, Darmadji, P. dan Raharjo, S., 2000, Potensi Pencoklatan Asap Cair dari Kayu Karet Hasil Reaksi dengan Beberapa Asam Amino, Seminar Nasional Industri Pangan, Yogyakarta.

Suhardiyono, L., 1988, Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 153-156.

Tahir, I., 1992, Pengambilan Asap Cair secara Destilasi Kering pada Proses pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa, Skripsi, FMIPA Ugm, Yogyakata.

Tilman, D., 1981, Wood Combution : Principles, Processes and Economics, Academics Press Inc., New York, 74-93.

Vartuli,J.C., Malek, A., Roth, W.J., Kersge, C.T. and McCullen, S.B, 2001, The Sorption of As-Synthesized and Calcined MCM-41 and MCM-48, Microporous, Mesoporous Materials, 44, 691-694.

Vogel, A.I., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi 5, Revisi oleh G. Svehla, Terjemahan Seyiono dan H. Pudjaatmaka, Kalman Media Pusaka, Jakarta.

Wazyka, A., Darmadji, P. dan Raharjo, R., 2000, Aktivitas Antioksidan Asap Cair Kayu Karet dan Redestilatnya Terhadap Asam Linoleat, Seminar Nasional Industri Pangan, Yogyakarta.

Wulandari, K.R., Darmadji, P. dan Santoso, U., 1999, Sifat Antioksidatif Asap Cair Hasil Redistilasi Selama Penyimpanan, Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta

Yuwanti, S., Darmadji, P. dan Tranggono, 1999, Potensi Pencoklatan Fraksi-fraksi Asap Cair Tempurung Kelapa, Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

29

Page 30: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

30

Ikan segar pada saat awal perlakuan

Perendaman ikan dalam larutan asap cair selama 3 menit

Ikan pada hari ke 5 (berwarna kecoklatan)

Page 31: PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

31

Alat dan proses percobaan

Hasil asap cair tempurung kelapa