pemanfaatan limbah ternak sapi potong untuk mengurangi pencemaran lingkungan

40
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI POTONG UNTUK MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN Latar Belakang Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat (Suryahadi dkk., 2002). Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun, atau 100 juta ton feces dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor sapi dengan berat 454 kg menghasilkan kurang lebih 30 kg feses dan urine per hari (Dyer, 1986). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002). Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi

Upload: meilanimarlin

Post on 24-Jul-2015

995 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI POTONG UNTUK MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Latar Belakang

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha

pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut

meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur,

lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000). Semakin

berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe

usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah

ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak

ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang

dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging

sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). 

Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia

menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang

bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per

tahun dan terus meningkat (Suryahadi dkk., 2002). Pada peternakan di Amerika Serikat,

limbah dalam bentuk feses yang dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun, atau

100 juta ton feces dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor

sapi dengan berat 454 kg menghasilkan kurang lebih 30 kg feses dan urine per hari (Dyer,

1986). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan dari peternakan

mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan

per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang

diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi

produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong

kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai

pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat

badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3

air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu

sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 %

Page 2: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat,

sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur

lalat (Dyer, 1986).

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu

dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang

paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000

mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di

lingkungan (3000 mg/m3) (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya

kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik,

dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai

akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil

proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya

kehidupan biota air (Farida, 1978).

Hasil penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung,

Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang

disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria

kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang membahayakan kesehatan manusia.

Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya

saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat

tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus

anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba

Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).

Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar 1)

memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya

(Chantalakhana dan Skunmun, 2002).

Penanganan Limbah Ternak

Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana

pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan

limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan

atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini

akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang

Page 3: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira

terlihat kering.

Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik

disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah

dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya

digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan

yang termasuk dalam pengolahan secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi. 

Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang

bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik. Metode ini

umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam

limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi,

flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.

Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan

organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan

organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung

digunakan atau didahului denghan pengolahan secara fisik (Sugiharto, 1987).

Beberapa cara penanganan limbah ternak sudah diterapkan (Chung, 1988) di antaranya :

• Solid Liquid Separator. Pada cara ini penurunan BOD dan SS masing-masing sebesar 15-

30% dan 40-60%. Limbah padat setelah separasi masih memiliki kandungan air 70-80%.

Normalnya, kompos mempunyai kandungan uap air yang kurang dari 65%, sehingga jerami

atau sekam padi dapat ditambahkan. Setelah 40-60 hari, kompos telah terfermentasi dan

lebih stabil.

• Red Mud Plastic Separator (RMP). RMP adalah PVC yang diisi dengan limbah lumpur merah

(Red Mud) dari industri aluminium. RMP tahan pada erosi oleh asam, alkalis atau larutan

garam. Satu laporan mengklaim bahwa material RMP dengan tebal 1,2 mm dapat digunakan

sekitar 20 tahun. Bila limbah hog dipisahkan dengan menggunakan separator liquid, bagian

cair akan mengalir ke dalam digester anaerobik pada kantong RMP. Pada suatu seri

percobaan di Lembaga Penelitian Ternak Taiwan, didapatkan bahwa ukuran optimum

kantong dihitung dengan mengalikan jumlah hogs dengan 0,5 m3. Pada suhu ambien di

Taiwan, jika waktu penyimpanan hidrolik selama 12 hari, BOD biasanya turun menjadi 70-

85% dan kandungan SS menjadi 80-90%. 

• Aerobic Treatment. Perlakuan limbah hog pada separator liquid-solid dan RMP bag digestor

biasanya cukup untuk menemukan standart sanitasi. Jika tidak, aliran (effluent) selanjutnya

Page 4: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

dilakukan secara aerobik. Perlakuan aerobik meliputi aktivasi sludge, parit oksidasi, dan

kolam aerobik. Rata-rata BOD dan SS dari effluent setelah perlakuan adalah sekitar 200-800

ppm. Setelah perlakuan aerobik, BOD dan SS akan turun pada level standar yang memenuhi

standart dari kumpulan air limbah oleh aturan pencegahan polusi air. BOD maksimum air

limbah dari suatu peternakan besar dengan lebih dari 1000 ekor babi adalah 200 ppm,

sedangkan untuk peternakan kecil BOD yang diijinkan 400 ppm.

Pemanfaatan Limbah Ternak

Pelbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat

diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau

zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat

makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral,

mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat

dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai

tujuan (Sihombing, 2002). 

Limbah Ternak Sebagai Bahan Pakan dan Media Tumbuh

Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN,

vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan

esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun

didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak

sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah

banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi

secara anaerob (Prior et al., 1986).

Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti menghasilkan

biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti

feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% +

isi rumen 50% (Farida, 2000).

Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan

menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang

dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk

Page 5: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan

sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan

khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi

untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu

pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup

tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa,

18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen,

27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). 

Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil

fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas

metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor

yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %)

mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak

1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan

lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari. 

Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure),

kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam

telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan hasil yang diperoleh

memuaskan (Harahap et al., 1980). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio

antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak

dengan sisa pertanian

Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran Ternak dan Sisa Pertanian

Metan (CH4)

Karbondioksida (CO2)

Nitrogen (N2)

Karbonmonoksida (CO)

Oksigen (O2)

Propen (C3H8)

Hidrogen sulfida (H2S)

Nilai kalor (kkal/m3) 65.7

Page 6: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Pengolahan Limbah Ternak Menjadi Biogas

Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha

peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan

manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan,

menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek

rumah kaca. Pada umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk

organik. Untuk itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan

menjadi suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.

Pengolahan limbah peternakan melalui proses anaerob atau fermentasi perlu digalakkan

karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan

limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada

bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan

menjadikan peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang

banyak dibutuhkan masyarakat.

Adanya penggantian bahan bakar minyak ke gas, maka diperlukan gas yang lebih banyak.

Karena persediaan minyak tanah semakin menipis dan harganya mahal, masyarakat banyak

menggunakan kompor gas, oleh karna itu gas semakin banyak diperlukan. Dengan itu

muncullah ide-ide atau alternatif-alternatif lainnya guna mencukupi kebutuhan akan gas.

Untuk itu kita dapat melakukan usaha seperti pengelolaan lingkungan hidup salah satunya

yaitu,dengan pengelolaan limbah ternak menjadi biogas. Dimana pada saat ini biogas

sangat diperlukan bagi masyarakat.

TUJUAN Siswa dapat dengan langsung melihat pengelolaan lingkungan hidup di bidang

limbah

Siswa dapat mengetahui secara langsung proses atau pembuatan biogas dari

berbentuk kotoran hingga menjadi gas.

Siswa dapat berkunjung langsung ke tempat pembuatan biogas.

Siswa dapat memperoleh pengalaman dan pelajaran untuk memanfaatkan limbah

menjadi sesuatu yang berguna

Metode Penulisan1.    Metode PenelitianMetode pengkajian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan tipe

penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif

2.    Subjek PenelitianLokasi penelitian di lakukan di Kalangbret.

3.    Teknik Pengumpulan Data dan Informasi

Page 7: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Informasi diperoleh dari pemilik peternakan.lalu selebaran yang diberikan oleh guru PLH4.    Pengolahan Data dan InformasIData dan informasi diolah dengan membandingkan dan mempertentangkan hal-hal yang ekstrim dan

memilih kunci-kunci perbedaan yang muncul dalam setiap kategori.

5.    Pengambilan SimpulanKesimpulan diambil setelah mengintegrasikan semua temuan data dengan interpretasi peneliti dan konsep-

konsep kunci dalam draft atau format yang berbeda atau lain

6.    Perumusan Saran dan RekomendasiSaran dan rekomendasi dirumuskan dengan merujuk pada kesimpulan yang dibuat

berdasarkan analisis data dan informasi.

Biogas dari Limbah Peternakan SapiLimbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu

sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain

perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi

lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah

peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa

BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga

menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara

dengan debu dan bau yang ditimbulkannya.

Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk

menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam

(Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan

sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran

manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami

proses metanisasi. Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma

kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi

lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta

(1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada

tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang

pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.Gas ini

berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia,

kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion

(Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung

gas metan (CH4) dalam persentase yang cukup tinggi.

Komponen penyusun biogas

Page 8: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Jenis Gas Persentase

Metan (CH4)

Karbondioksida (CO2)

Air (H2O)

Hidrogen sulfide (H2S)

Nitrogen (N2)

Hidrogen

50-70%

30-40%

0,3%

Sedikit sekali

1- 2%

5-10%

Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60 –

100 watt lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan

bakar lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan

Aplikasi 1m3 Biogas setara dengan

1 m3 biogas Elpiji 0,46 kg

Minyak tanah 0,62 liter

Minyak solar 0,52 liter

Kayu bakar 3,50 kg

Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab

kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan

padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca.

Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi penggunaan kayu

bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga ekosistem

hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas peternakan

ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangkan dunia peternakan sapi di

Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied

Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar

telah mendorong pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan

ramah lingkungan (Nurhasanah dkk., 2006).

Peningkatan kebutuhan susu dan pencanangan swasembada daging tahun 2010 di

Indonesia telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi

skala menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu, peternakan

sapi pedaging melalui kemitraan dengan  perkebunaan kelapa sawit dan sebagainya.

Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara kontinyu dalam jumlah yang

cukup untuk memproduksi biogas.

Page 9: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas mendukung

konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan

dapat dicapai.

Beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut

:

1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara

(bau).

2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat

digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.

3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan

rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.

4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk

menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses

listrik.

5. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini

sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean Development

Mechanism).

Pengolahan Limbah Peternakan Sapi Menjadi BiogasPengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan metode

dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari biomassa yang lain. Adapun alat

penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-

19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis

pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan

Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk

menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang

murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Tetapi, di

negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia

selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad

ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan

Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat penghasil biogas.

Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju

seperti Jerman.

Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi

(pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan

sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses

pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan

bahanorganik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa

udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,

Page 10: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah

gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas

metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan

organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah

yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman,

seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.

Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman

juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32 –

35°C atau 50 – 55°C dan pH antara 6,8 – 8 . Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah

bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas.

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan beberapa

keuntungan lain yaitu  menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen

nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, dan

bau.

Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses

pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada

kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung

bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:

1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan

pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air

(perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).

2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang

terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri

pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu

asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas

karbondioksida, hidrogen dan ammonia.

3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan.

Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat

dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.

Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry)

dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan

pebandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD =

0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K

(1,10%) (Widodo dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini

mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah,

terutama untuk konsumsi segar.

Page 11: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga

dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran

ternak. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar

berikut.

Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass atau semen,

sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat

dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.

Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri Bioenergi

Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian tahun 2009 sebagai berikut :

1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).

2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga

bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang

pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di

dalam digester.

3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup

banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik,

penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya

biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar,

kompor biogas dapat dioperasikan.

4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak

kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge

secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan

pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat

digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah

maupun kering.

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan

langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas,

penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainya.

Untuk memanfaatkan kotoran ternak sapi menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang

terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila

faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai

penyediaan energi di pedesaan dapat berjalan dengan optimal.

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak

sapi menjadi biogas yaitu:

1. Ketersediaan ternak

Jenis jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan

biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran

Page 12: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non

ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.

Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas

skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor

babi, atau 400 ekor ayam.

2. Kepemilikan Ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas

biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat

dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 400

ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas

dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala

rumah tangga.

3. Pola Pemeliharaan Ternak

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran

ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan

dibandingkan dengan cara digembalakan.

4. Ketersediaan Lahan

Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung

pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala

terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil

membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).

5. Tenaga Kerja

Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola

itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran

ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.

Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan

karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua,

peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena

memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.

6. Manajemen Limbah/Kotoran

Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak

yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan

atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor.

Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat

cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair

kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu

penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.

Page 13: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali

tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki.

Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui

saluran.

7. Kebutuhan Energi

Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang

dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari

sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi

lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup

di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk

dimanfaatkan.Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk

mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).

8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)

Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,

menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll.

Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi

perah.Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor

biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau

instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di

rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.

9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas

Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair

atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk cair

dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik,

sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan

airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur.

Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani

setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.

10. Sarana Pendukung

Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air dan

peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi

biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke

reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk

membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair

kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk

mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi biogas.

Potensi Pengembangan Biogas dari Limbah Peternakan Sapi di Indonesia

Page 14: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Pada umumnya peternak sapi di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi dengan

lokasi yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya baik itu limbah

padat, cair maupun gas seperti feses dan urin maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan

sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah secara sederhana hanya dengan

pemanfaatannya sebagai pupuk organik. (Deptan, 2006)

Diketahui sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih

kurang 25 kg per hari (Deptan, 2006). Dan apabila tidak dilakukan penanganan secara baik

maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta

penyebaran penyakit menular. Sehingga sangat diperlukan usaha untuk mengurangi

dampak negatif dari kegiatan peternakan sapi salah satunya dengan melakukan

penanganan yang baik terhadap limbah yang dihasilkan melalui biogas.

Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari

(Deptan, 2006). Dengan demikian keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan

minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1-2 liter/hari.

Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk

diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan bakar minyak yang makin

mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya potensi Limbah biomassa

padat di seluruh Indonesia seperti kayu dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian

dan perkebunan; limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga

dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda.

Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia

limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas

sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di Indonesia, teknologi

biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kolektif dan dipelihara secara bersama. Seperti

yang dicanangkan oleh Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia Direktorat Jenderal

Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia melalui program Pengembangan

Biogas Ternak bersama Masyarakat (BATAMAS) yang dimulai pada tahun 2006.

Beberapa alasan mengapa biogas belum popular penggunaannya di kalangan peternak atau

kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi

yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya

pengetahuan para petani tentang pemeliharaan digester.

Teknologi biogas dapat dikembangkan dengan input teknologi yang sederhana dengan

bahan-bahan yang tersedia di pasaran lokal. Energi biogas juga dapat diperoleh dari air

buangan rumah tangga; kotoran cair dari peternakan ayam, babi; sampah organik dari

pasar, industri makanan dan sebagainya.

Disamping itu, usaha lain yang dapat bersinergi dengan kegiatan ini adalah peternakan

cacing untuk pakan ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang

dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi

Page 15: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

biogas. Industri kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata merah,

industri kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan sebagainya. Sehingga

pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat

menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.

Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis pengolahan hasil

pertanian dapat memberikanmultiple effect dan dapat menjadi penggerak dinamika

pembangunan pedesaan. Selain itu, dapat juga dipergunakan untuk meningkatkan nilai

tambah dengan cara pemberian green labelling pada produk-produk olahan yang di proses

dengan menggunaan green energy.

Page 16: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

PRAKTIS

MANAJEMEN UMUM LIMBAH TERNAK

UNTUK KOMPOS DAN BIOGAS

Penyusun :

Kaharudin

Farida Sukmawati M

Penyunting:

Tanda Sahat Panjaitan

Ahmad Muzani

KEMENTERIAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NTB

2010Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT

atas segala Rahmat dan HidayahNya dengan tersusunnya

buku ”Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos

dan Biogas”.

Page 17: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Buku petunjuk praktis ini merupakan satu dari

sepuluh seri buku petunjuk praktis yang diterbitkan Balai

Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat

(BPTP-NTB) dalam upayanya mendukung program

swasembada daging sapi 2014.

Buku ini mengurai secara praktis dan sederhana

manajemen limbah untuk kompos dan biogas sehingga

mudah dipahami para pengguna dalam hal ini sarjana

membangun desa dan kelompok petani ternak binaannya

maupun pegiat peternakan sapi lainnya. Buku ini diterbitkan

atas biaya dari dana kegiatan pendampingan program

swasembada daging sapi BPTP-NTB tahun anggaran 2010.

Kepada tenaga peneliti dan penyuluh dari kelompok

pengkaji peternakan yang sudah menyusun buku petunjuk

praktis ini diucapkan penghargaan dan terimakasih.

Diharapkan buku ini dapat memberikan manfaat terutama

bagi tenaga SMD bersama kelompoknya.

Mataram, Juni 2010.

Kepala Balai,

Dr Ir. Dwi Praptomo S, MSPetunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

Page 18: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

iv

DAFTAR ISI

JUDUL ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Gambar v

PENDAHULUAN ............................................. 1

POTENSI LIMBAH TERNAK ........................................ 3

KOMPOS ................................................................ 6

BIOGAS ................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKAPetunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Limbah ternak sapi feses dan uri dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan kompos,

biogas dan biourine (pupuk organik cair) ................. 5

2. Diagram sistem proses produksi biogas dan

pemanfaatannya ................. 14

3. Berbagai pemanfaatan dari biogas ................. 15

Page 19: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

4. Instalasi biogas ....................................... ................. 16Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

1

I. PENDAHULUAN

Pada tahun 2009, populasi sapi potong nasional

tercatat sebesar 12,6 juta ekor. Melalui program

swasembada daging sapi (PSDS), pemerintah berupaya

meningkatkan populasi ternak sapi mencapai 14,2 juta ekor

pada tahun 2014 untuk dapat mencukupi 90-95% dari

permintaan daging nasional.

Sejalan dengan PSDS, provinsi Nusa Tenggara

Barat juga mencanangkan program NTB Bumi Sejuta Sapi

(NTB-BSS) yang menargetkan peningkatan populasi dari

546.114 ekor pada tahun 2009 menjadi sekitar 1 juta ekor

pada tahun 2013 atau total penambahan populasi sebanyak

setengah juta ekor.

Peningkatan populasi ternak sapi secara nasional

dan regional akan meningkatkan limbah yang dihasilkan.

Apabila limbah tersebut tidak dikelola sangat berpotensi

menyebabkan pencemaran lingkungan terutama dari limbah

kotoran yang dihasilkan ternak setiap hari. Pembuangan

Page 20: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

kotoran ternak sembarangan dapat menyebabkan

pencemaran pada air, tanah dan udara (bau), berdampak

pada penurunan kualitas lingkungan, kualitas hidup

peternak dan ternaknya serta dapat memicu konflik sosial.

Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik

selain dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan

juga memberikan nilai tambah terhadap usaha ternak.

Pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos

dapat menyehatkan dan menyuburkan lahan pertanian. Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

2

Selain itu kotoran ternak juga dapat digunakan sebagai

sumber energi biogas. Sumber energi biogas menjadi

sangat penting karena harga bahan bakar fosil yang terus

meningkat dan ketersediaan bahan bakar yang tidak

konstan dipasaran, menyebabkan semakin terbatasnya

akses energi bagi masyarakat termasuk peternak.

Buku petunjuk praktis ini menguraikan secara

praktis manajemen limbah kotoran untuk dijadikan biogas

dan kompos. Diharapkan buku petunjuk praktis ini dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas para SMD agar

Page 21: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

kualitas pelayanan yang dilakukan terhadap kelompok

meningkat.Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

3

II. POTENSI LIMBAH TERNAK

1. Potensi limbah ternak untuk menghasilkan

kompos

Kotoran dan air kencing merupakan limbah ternak

yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak

selain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnya

setiap kilogram daging sapi yang dihasilkan ternak sapi

potong juga menghasilkan 25 kg kotoran padat.

Besarnya limbah padat yang dihasilkan dari usaha

penggemukan sapi potong berpotensi dimanfaatkan

menjadi sumber kompos dan berpotensi untuk dijadikan

sumber pendapatan tambahan dari usaha

penggemukan sapi potong. Sebagai contoh, untuk

penggemukan dengan target pertambahan berat badan

harian (PBBH) sebesar 0,5 kg akan dihasilkan sebanyak

12,5 kg kotoran per hari. Jika target penggemukan

adalah pertambahan berat badan sebesar 90 kg dalam

Page 22: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

satu periode penggemukan selama 6 bulan akan

dihasilkan kotoran sebanyak 2,2 ton dari seekor ternak

setiap satu periode penggemukan. Jika kotoran ternak

dan sisa pakan diproses menjadi kompos maka

setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat

dihasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan.

Pengomposan merupakan proses biodegradasi

bahan organik menjadi kompos dimana proses

dekomposisi atau penguraian dilakukan oleh bakteri,

yeast dan jamur. Untuk mempercepat proses

dekomposisi bahan-bahan limbah organik menjadi Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

4

pupuk organik yang siap dimanfaatkan oleh tanaman

dilakukan proses penguraian secara artifisial. Kotoran

ternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatan

kompos karena memiliki kandungan nitrogen,

potassium dan materi serat yang tinggi. Kotoran ternak

ini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbuk

gergaji, abu, kapur dan bahan lain yang mempunyai

kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplai

Page 23: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

nutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai sehingga

selain proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepat

juga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas tinggi.

2. Potensi limbah ternak untuk menghasilkan

biogas

Sapi Bali dewasa yang dikandangkan menghasilkan

kotoran segar sebanyak 6 sampai 8 kg/hari. Kotoran

tersebut dapat langsung digunakan untuk menghasilkan

gas bio dan kemudian limbah padatnya masih dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Gas bio

merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi

tertutup bahan-bahan organik termasuk kotoran ternak.

Fermentasi tertutup dapat berlangsung jika kotoran

dimasukkan dalam satu tempat tertutup yang disebut

reaktor. Untuk skala rumah tangga dengan jumlah

ternak 2 – 4 ekor atau suplai kotoran sebanyak kurang

lebih 25 kg/hari cukup menggunakan tabung reaktor

berkapasitas 2500 – 5000 liter yang dapat

menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

5

Page 24: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

tanah/hari dan mampu memenuhi kebutuhan energi

memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang

anggota keluarga. Jika harga eceran minyak tanah Rp.

3.500/liter maka penggunaan biogas dapat mengurangi

biaya rumah tangga sebesar Rp 2.500.000/tahun. Satu

reaktor biogas kapasitas 2500 liter membutuhkan biaya

Rp. 3.500.000 dengan umur penggunaan berkisar 10

tahun. Dengan demikian penggunaan biogas secara

nyata menurunkan biaya rumah tangga tani untuk

membeli minyak tanah.

Gambar 1. Limbah ternak sapi feses dan urin dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan kompos,

biogas dan biourine (pupuk organik cair)Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

6

III. KOMPOS

Kompos adalah pupuk organik yang sebagian besar

atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari

limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia seperti

pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah

mengalami dekomposisi. Kompos dari sisa/limbah tanaman

Page 25: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

maupun limbah ternak mengandung unsur hara baik mikro

maupun makro yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn,

Mn, B dan S).

Manfaat penggunaan kompos terhadap tanah:

menambah kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah

menjadi lebih remah dan gembur, memperbaiki sifat

kimiawi tanah sehingga unsur hara yang tersedia dalam

tanah lebih mudah diserap oleh tanaman, memperbaiki tata

air dan udara di dalam tanah sehingga suhu tanah akan

lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat

hara sehingga tidak mudah larut oleh air hujan atau air

pengairan dan memperbaiki kehidupan jasat renik yang

hidup di dalam tanah

Prinsip dekomposisi dalam pembuatan kompos

Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos

adalah proses dekomposisi atau penguraian yang merubah

limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitas

biologis pada kondisi yang terkontrol.

Dekomposisi pada prinsipnya adalah menurunkan

karbon dan nitrogen (C/N) ratio dari limbah organik Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

Page 26: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

7

sehingga pupuk organik dapat segera dimanfaatkan oleh

tanaman. Pada proses dekomposisi akan terjadi

peningkatan temperatur yang dapat berfungsi untuk

membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri

patogen dan membentuk suatu produk perombakan yang

seragam berupa pupuk organik.

Beberapa unsur penting yang diperlukan agar

proses penguraian dapat berjalan dengan baik yaitu; 1).

Karbon (C) sebagai sumber energi bagi mikroba pengurai

dan. akan diurai melalui proses oksidasi yang menghasilkan

panas; 2). Nitrogen (N) sebagai sumber protein bagi bakteri

untuk bertumbuh dan memperbanyak diri; 3). Oksigen (O)

sebagai bahan untuk mengoksidasi unsur karbon melalui

proses dekomposisi dan air (H2O) untuk menjamin proses

dekomposisi berlangsung baik dan tidak menyebabkan

suasana anaerob.

Tabel 1. Faktor berpengaruh dan kisaran toleransi unsur

dalam bahan kompos untuk menjamin terjadinya

proses pengomposan.

No Faktor Kisaran

Page 27: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

1. Temperature 54-60

0

C

2. Ratio carbon ke nitrogen (C/N) 25:1 – 30:1

3. Aerasi, persen oksigen >5%

4. Kelembaban/kadar air 50-60%

5. Porositas 30-36%

6. pH 6.5-7.5Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

8

Faktor berpengaruh yang harus dikontrol dalam pembuatan

kompos:

1. C/N ratio; mikroba membutuhkan karbon (C) 20 sampai

25 kali lebih banyak dari nitrogen (N) untuk tetap aktif.

Sumber karbon pada pembuatan kompos dapat berasal

dari potongan kayu kecil, serbuk gergaji, jerami padi

dan bahan lain yang berserat tinggi. Sumber N berasal

dari kotoran ternak. C/ N ratio > 25 akan menyebabkan

dekomposisi berjalan lamban karena kekurangan N

sebaliknya C/N ratio < 20 akan menyebabkan

terjadinya pembentukan gas ammonia sehingga

Page 28: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

menimbulkan bau.

2. Aerasi udara diperlukan untuk menghindari terjadinya

kondisi anaerobic yang menimbulkan bau. Pembalikan

secara teratur dapat meningkatkan aerasi. Kekurangan

udara akan menimbulkan gas metan, aktivitas mikroba

menurun dan temperatur menurun. Sebaliknya

kelebihan aerasi menyebabkan bahan kompos menjadi

kering dan unsur N menghilang.

3. Kelembapan merupakan unsur penting dalam

metabolisma pada mikroba. Kelembapan yang baik

adalah 50-60%, terlalu basah (>60%) dapat

mengakibatkan muncul bau yang tidak sedap dan

aktivitas mikroba menurun, temperatur juga menurun

dan jika terlalu kering (<40%) aktivitas mikroba juga

menurun.Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

9

Dampak pembuatan kompos

Berbagai keuntungan yang diperoleh dari upaya

memanfaatkan kotoran ternak dan sisa-sisa pakan untuk

dijadikan pupuk kompos antara lain:

Page 29: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

1. Kandang menjadi lebih bersih

2. Kotoran yang dikumpulkan mengurangi

pencemaran lingkungan

3. Mengurangi populasi lalat di sekitar kandang

4. Mengurangi terjadinya infeksi cacing mata

(Thelazia) yang sering menyerang ternak

5. Pembuatan kompos dapat dilakukan secara alamiah

atau menggunakan dekomposer

6. Secara langsung kompos digunakan untuk lahan

pertanian atau dapat dijual

Beberapa syarat yang perlu diperhatikan mengenai

tempat pembuatan kompos yaitu:

1. Lantai lebih tinggi dari sekitarnya untuk

menghindari genangan air

2. Memiliki atap untuk mengindari sinar matahari

langsung atau hujan

Cara pembuatan kompos

Bahan yang diperlukan :

● Kotoran sapi 80 – 83%

● Serbuk gergaji 5%

● Abu sekam 10%

Page 30: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

● Kalsit/Kapur 2%

● Dekomposer 0,25%Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

10

Proses Pembuatan

1. Kotoran sapi dikumpulkan dan ditiriskan selama

satu minggu untuk mengurangi kadar air (± 60%)

2. Kotoran sapi yang sudah ditiriskan kemudian

dicampur dengan bahan-bahan organik seperti

ampas gergaji, abu sekam, kapur dan dekomposer.

Seluruh bahan dicampur dan diaduk merata.

3. Setelah seminggu tumpukan dibalik/diaduk merata

untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan

homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan

terjadi peningkatan suhu sampai 60

0

C, dibiarkan

lagi selama seminggu dan dibalik setiap minggu

4. Pada minggu keempat kompos telah matang

dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur

remah tak berbau, untuk mendapatkan bentuk

Page 31: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

yang seragam serta memisahkan dari bahan yang

tidak diharapkan (misalnya batu, potongan kayu,

rafia) maka pupuk diayak/disaring

5. Selanjutnya kompos siap untuk diaplikasikan pada

lahan atau tanaman.Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

11

IV. BIOGAS

Biogas dan Aplikasinya

Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh

bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material

yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik.

Pada umumnya biogas terdiri atas gas metan (CH4) sebesar

50-70%, gas karbon dioksida (CO2) sebesar 30-40%,

Hidrogen 5 – 10% dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang

sedikit.

Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi

biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan

aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya

manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka

pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai

Page 32: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

penyedia energi di pedesaan dapat berjalan dengan

optimal.

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi

optimasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu:

1. Ketersediaan ternak

Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat

menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini

karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan

kotoran ternak. Untuk menjalankan biogas skala

individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak

dari 2 – 4 ekor sapi dewasa. Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

12

2. Kepemilikan ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi

dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat

digunakan. Bila ternak sapi dewasa yang dimiliki lebih

dari 4 ekor , maka dapat dipilih biogas dengan

kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen)

atau beberapa biogas skala rumah tangga.

3. Pola pemeliharaan ternak

Page 33: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas

dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah

didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara

dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.

4. Ketersediaan lahan

Untuk membangun biogas diperlukan lahan di sekitar

kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan

kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk

membangun reaktor biogas skala terkecil (skala rumah

tangga) adalah 14 m

2

(7m x 2m).

5. Tenaga kerja

Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja

yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini

penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila

pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan

baik serta dilakukan perawatan peralatannya. Banyak

kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak

optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak

adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; Petunjuk Praktis

Page 34: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

13

kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk

melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan

lain selain memelihara ternak.

6. Manajemen limbah/kotoran

Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan

komposisi padat-cair kotoran ternak yang sesuai untuk

menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran,

dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke

dalam reaktor. Bahan baku reaktor biogas adalah

kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:3.

Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan setiap satu

atau dua hari sekali. Pemasukan kotoran ini dapat

dilakukan dengan cara diangkut atau melalui saluran.

7. Kebutuhan energi

Sumber energi dari biogas dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan jika ketersediaan sumber energi lain

terbatas. Bila sumber energi lain tersedia maka

peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran

ternaknya menjadi kompos.

Page 35: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

8. Jarak (antara kandang reaktor dan rumah)

Agar pemanfaatan energi biogas dapat optimal

sebaiknya antara kandang, reaktor dan rumah tidak

telampau jauh.

9. Pengelolaan hasil samping biogas

Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk

memanfaatkannya menjadi pupuk cair dan pupuk padat

(kompos).Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

14

10. Sarana Pendukung

Sarana pendukung berupa peralatan kerja digunakan

untuk mempermudah/meringankan

pekerjaan/perawatan instalasi biogas.

Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku

untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta

memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam

pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas

Proses produksi biogas dan pemanfaatannya :

Gambar 2. Diagram system proses produksi biogas dan pemanfaatannya

Hasil

Page 36: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

samping

biogas

Pakan

Peternakan: Pertanian

Kotoran cair

sapi

Daya

mekanis

Digester system

Pembangkit daya

Daya

listrik

Penampung

gasPetunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

15

Dapat untuk

menyalakan

lampu 60 W

selama 7 jam

1m

Page 37: Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Potong Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan

3

BIOGAS

Dapat untuk

menjalankan

mesin 2 HP

selama 1 jam

Dapat

membangkitkan

listrik 1,25 kW

Dapat untuk

menjalankan 300

liter kulkas selama

3 jam

Gambar 3. Berbagai pemanfaatan dari biogas

Dapat untuk

memasak 3

macam masakan

untuk 4 orang Petunjuk Praktis

Manajemen Umum Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas

16

Gambar 4. Instalasi biogas