pemanfaatan khamir saccharomyces spp. isolat rumen … · jl. pb. soedirman, denpasar bali,...

14
0 PEMANFAATAN KHAMIR Saccharomyces spp. ISOLAT RUMEN KERBAU UNTUK MENINGKATKAN NILAI NUTRISI POLLARD SEBAGAI PAKAN TERNAK NONRUMINANSIA I GST. NYM. GDE BIDURA Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia Jl. PB. Soedirman, Denpasar Bali, Indonesia (80223) E-mail: [email protected] ABSTRAK Ransum ternak nonruminansia hampir 90% menggunakan pakan nabati dan sekitar 40- 50% pakan nabati tersebut komponen diding selnya tersusun dari selulosa yang sangat sulit dicerna oleh enzim pencernaannya. Supaya dapat digunakan, maka fraksi selulosa tersebut terlebih dahulu harus diuraikan menjadi senyawa dengan berat molekul rendah, seperti mono,

Upload: vuhuong

Post on 29-Jul-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

0

PEMANFAATAN KHAMIR Saccharomyces spp. ISOLAT RUMEN KERBAU UNTUK

MENINGKATKAN NILAI NUTRISI POLLARD SEBAGAI PAKAN TERNAK

NONRUMINANSIA

I GST. NYM. GDE BIDURA

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia

Jl. PB. Soedirman, Denpasar Bali, Indonesia (80223)

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ransum ternak nonruminansia hampir 90% menggunakan pakan nabati dan sekitar 40-

50% pakan nabati tersebut komponen diding selnya tersusun dari selulosa yang sangat sulit

dicerna oleh enzim pencernaannya. Supaya dapat digunakan, maka fraksi selulosa tersebut

terlebih dahulu harus diuraikan menjadi senyawa dengan berat molekul rendah, seperti mono,

1

di, dan tri sakarida. Degradasi tersebut melibatkan kompleks enzim selulase yang dihasilkan

oleh khamir, yaitu endo-beta-glucanase dan beta glucosidase. Khamir yang terdapat pada

cairan rumen kerbau mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan

mikroba selulolitik ternak lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

memanfaatkan khamir Saccharomyces spp yang mempunyai aktivitas selulolitik (CMC-ase)

serta potensial sebagai probiotik yang diisolasi rumen kerbau sebagai inokulan fermentasi

pollard. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Penelitian menggunakan metode force

feeding dengan menggunakan delapan belas ekor itik dewasa dengan berat badan homogen.

Ketiga perlakuan yang dicobakan adalah: pollard tanpa terfermentasi sebagai kontrol (A),

fermentasi pollard dengan isolat khamir Saccharomyces sp. KB-10 (B), dan fermentasi

pollard dengan isolat khamir Saccharomyces sp. KB-13 (C). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa fermentasi pollard dengan isolat khamir Saccharomyces sp. KB-10 (B) dan isolat

khamir Saccharomyces sp. KB-13 (B), nyata (P<0,05) dapat meningkatkan kandungan bahan

kering, bahan organik, protein kasar, dan energi pollard dibandingkan kontrol (tanpa

fermentasi). Demikian juga halnya dengan kecernaan bahan kering, bahan organik, protein

kasar, serat kasar, dan kandungan energi termetabolis pollard. Dapat disimpulkan bahwa

fermentasi pollard dengan isolat khamir Saccharomyces sp. (isolat rumen kerbau) dapat

meningkatkan kandungan nutrisi pollard sebagai pakan ternak nonruminansia.

Kata kunci: Saccharomyces spp, serat kasar, energi termetabolis

SELECTION OF KHAMIR Saccharomyces spp FROM BUFFALO RUMENTS AS A

PROBIOTIC AGENSIA AND HAVE A CMC-ASE ACTIVITY TO INCREASE THE

NUTRITIONAL VALUE OF POLLARD

ABSTRACT

This study aims to find yeast Saccharomyces spp isolated from buffalo rumen having

cellulolytic activity (CMC-ase) and potential as probiotics to increase the nutritional value of

pollard. The study included the isolation of yeast Saccharomyces spp from buffalo rumen,

then test enzyme activity (CMC-ase) and test as a probiotic agent (pass the test of several

temperature levels, pH, acid and bile salts, and assimilate cholesterol). The superior Isolate

further tested its ability to increase the nutritional value of pollard. Six isolates of

Saccharomyces spp were isolated and selected from buffalo rumen, potentially as probiotic

and having CMC-ase activity. The six isolates, namely Saccharomyces spp.Kb-05 isolates;

S.spp.Kb-08; S. spp.Kb-09; S.spp.Kb-10; S. spp.Kb-13; and S. spp.Kb-14, respectively. The

use of Saccharomyces spp.Kb-10 isolate and S.spp.Kb-13 for pollard fermentation did not

have significant effect (P>0,05) on dry matter, organic matter, and crude fiber of pollard.

However, significantly (P<0.05) increased the gross protein and gross energy (GE) content of

pollard. Protein digestibility of pollard fermented by Saccharomyces spp.Kb-05 and S.

spp.Kb-08 isolates were increased: 7.78% and 7.15% higher than controls, respectively.

Similarly, there were also an increase in the digestibility of crude fiber from fermented

pollard: 16.10% and 14.05% higher than controls, respectively. It can be concluded that the

fermentation of pollard by Saccharomyces spp.Kb-05 and S. spp.Kb-08 can increase the

energy and crude protein of pollard.

Keywords: Saccharomyces spp, crude fiber, probiotics, pollard

2

PENDAHULUAN

Pengembangan ternak babi di Indonesia dihadapkan pada kendala potensi sumberdaya

pakan yang tidak sesuai dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas, sehingga penanganannya

perlu mendapat perhatian serius, karena pakan merupakan salah satu faktor penting dalam

usaha ternak babi. Oleh sebab itu, pengolahan pakan untuk meningkatkan kecernaannya perlu

dilakukan, sehingga mampu meningkatkan efisiensi usaha ternak babi.

Ransum babi umumnya, hampir 90% menggunakan pakan nabati (limbah agro-

industri) dan 40-50% komponen diding sel tanaman tersebut tersusun dari selulosa yang

sangat sulit/tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan ternak babi, karena ternak monogastrik

umumnya tidak mempunyai enzim selulase (enzim pendegradasi serat). Supaya dapat

digunakan, maka fraksi selulosa tersebut terlebih dahulu harus diuraikan menjadi senyawa

dengan berat molekul rendah, seperti mono, di, dan tri sakarida (Bidura, 2007). Degradasi

tersebut melibatkan kompleks enzim selulase yang dihasilkan oleh khamir, yaitu endo-beta-

glucanase dan beta glucosidase (Wainwright, 2002). Khamir tersebut terdapat pada cairan

rumen kerbau yang mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan

mikroba selulolitik ternak lainnya (Prabowo et al., 2007).

Pemanfaatan sumber daya lokal asal limbah dalam pengembangan usaha peternakan

ternak merupakan salah satu kebijakan nasional dalam upaya mewujudkan swasembada

daging. Langkah ini semakin strategis bagi sektor peternakan di Bali seiring pencanangan

Bali Green dan Clean Province. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak akan mengurangi

konsentrasi polutan di udara (Hegarty, 2001; Bratasida, 2002). Menurut Mudita et al. (2010),

pemanfaatan pakan limbah sebagai pakan ternak tanpa aplikasi teknologi, akan dapat

menurunkan produktivitas ternak serta meningkatkan emisi polutan, khususnya CO2, CH4,

dan NH3. Hal ini disebabkan tingginya kandungan lignoselulosa bahan pakan asal limbah

agro-industri yang tidak dapat dimanfaatakan secara optimal oleh ternak (Partama, 2010;

Mudita et al., 2009; 2010). Khamir selulolitik memegang peranan yang sangat penting

dalam proses degradasi polimer serat kasar tersebut. Khamir ini banyak terdapat pada

saluran pencernaan, khususnya dalam rumen ternak ruminansia, seperti ternak kambing, sapi

maupun kerbau (Purwadaria et al., 2004). Pemberian kultur khamir isolat cairan rumen

kerbau kepada babi diharapkan dapat menimbulkan efek sinergistik antara species mikroba

rumen kerbau dengan mikroba saluran pencernaan ternak babi, sehingga dapat menyebabkan

kemampuan mencerna ternak babi terhadap pakan serat meningkat (Bidura et al., 2014).

Fermentasi dengan mikroba selulolitik dapat menyederhanakan partikel bahan pakan,

sehingga akan meningkatkan nilai gizinya, serta mengubah protein kompleks menjadi asam

amino sederhana yang mudah diserap (Bidura et al., 2008). Proses fermentasi yang tidak

sempurna tampaknya menyebabkan berkembangnya bakteri lain yang bersifat pathogen yang

menimbulkan gangguan kesehatan dan kematian ternak. Oleh karena itu, pemilihan mikroba

sebagai inokulan dalam proses fermentasi perlu dicermati.

Produk pakan fermentasi nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan

serum kolesterol dan meningkatkan kualitas karkas itik (Bidura et al., 2012). Khasiat lain

dari produk fermentasi adalah dapat menekan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methyl glutaryl

Co-A reduktase yang berfungsi untuk sintesis kolesterol dalam hati (Tanaka et al., l992), serta

dapat menurunkan jumlah lemak tubuh ayam broiler (Bidura et al., 2014). Suplementasi

Saccharomyces spp.Gb-7 dan Gb-9 isolat kolon ayam kampung dalam ransum nyata dapat

meningkatkan perfromans, serta menurunkan kandungan lemak dan kolesterol dalam tubuh

broiler (Bidura et al., 2016). Menurut Harmayani (2004), bakteri yang mampu tumbuh dan

mengasimilasi kolesterol dalam usus halus mempunyai potensi sebagai pengontrol kadar

kolesterol serum darah inang, karena di dalam usus halus terjadi proses absorpsi kolesterol.

3

Kemampuan asimilasi kolesterol oleh bakteri probiotik tersebut bervariasi diantara strain dan

memerlukan kondisi yang anaerob serta adanya asam empedu.

Berdasarkan uraian tersebut diatas penelitian dilakukan untuk mengkaji kemampuan

khamir Saccharomyces spp isolat rumen kerbau sebagai inokulan fermentasi, untuk

meningkatkan nilai nutrisi pollard sebagai pakan ternak babi.

MATERI DAN METODE

Sumber Isolat/Isi Rumen Kerbau

Sumber isolate dalam penelitian ini adalah isi rumen ternak kerbau dewasa yang

diperoleh dari pemotongan hewan kerbau di Daerah Sangeh, Blahkiuh, Mengwi, Badung.

Lebih rinci tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Sumber isolat (isi rumen kerbau)

Isi rumen kerbau segera diambil setelah ternak dipotong. Sampel dimasukkan dalam

termos yang sebelumnya berisi penuh air hangat (temperatur sekitar 390C) yang isinya telah

dikeluarkan. Termos diisi penuh sampel, kemudian ditutup rapat hingga terbebas dari

kontaminasi udara dan segera digunakan untuk penelitian.

Media

Media yang digunakan adalah media PDA (Oxoid), larutan Bacteriological pepton

0,1%, oxy tetracycline 50 ppm, aquades, larutan H2O2 3%, spiritus, garam empedu dengan

konsentrasi masing-masing 0%, 0,50%, 1,0%, 5% dan 10%, 2% sodium thioglycollate, 0,3%

oxygall; 0,10% (0,10%/100mg) kolesterol. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini

adalah: Larutan bacterio logical pepton 0,1%, OMEA (Oksitetrasiklin Malt Extrax Agar),

aquades, nutrient broth, NaOH, H2SO4, glukosa,gliserol, garam empedu, kolesterol dan

alkohol.

Media Pengujian

Timbang OMEA (Oksitetrasiklin Malt Extrax Agar) sebanyak 50 g, kemudian larutkan

dengan aquades sampai volumenya menjadi 150 cc. Selanjutnya larutan OMEA tersebut

dipanaskan dalam kompor, kemudian dimasukan ke dalam water-bath dengan suhu 60-70 0C

untuk menjaga agar larutan OMEA tidak memadat.

Pengenceran Sampel Cairan Rumen Kerbau

Proses pengenceran dilakukan di laminar flow. Sebelumnya tangan harus dicuci dengan

alkohol untuk meghindari kontaminasi. Pada waktu melakukan pengenceran, api bunsen

dinyalakan untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Cairan rumen kerbau yang diambil

adalah rumen kerbau (hasil pemotongan kerbau). Sampel cairan rumen diambil secukupnya

dan dimasukkan dalam pispot. Pengenceran dilakukan secara bertingkat dengan cara sebagai

4

berikut:

Sampel isi cairan rumen kerbau yang masih basah ditimbang sebanyak 5 g dan

dimasukkan ke dalam 5 buah botol pengencer yang sudah berisi 45 cc larutan 0,1%

bacterio logical pepton (10-1

).

Ambil sebanyak 1 cc larutan bacterio logical pepton (0,1%) yang sudah berisi isi

cairan rumen kerbau (10-1

), kemudian pidahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9

cc larutan bacterio logical pepton (0,1%), sehingga menjadi larutan 10-2

, kemudian

larutan 10-2

di pipet sebanyak 1 cc dibawa ke tabung reaksi berikutnya yang berisi 9 cc

larutan bacterio logical pepton (0,1%), maka tabung reaksi tersebut menjadi

pengenceran 10-3

. Kocok pelan-pelan tabung tersebut supaya didapat campuran yang

homogen.

Menumbuhkan Isolat Khamir Saccharomyces spp dari Cairan Rumen Kerbau Ambil pipet sebanyak 1 cc larutan bacterio logical pepton 10

-3, kemudian tuangkan pada

cawan petri dengan kode A-3, kemudian pipet sebanyak 1 cc larutan bacterio logical pepton

10-2

dan tuang ke dalam cawan petri dengan kode A-2. Begitu seterusnya. Setelah larutan

OMEA mencapai suhu 400C- 50

0C, kemudian tuangkan ke masing-masing cawan petri,

kemudian digoyang-goyangkan dengan tangan agar merata dan didiamkan sampai larutan

memadat Candrawati et al., 2013).

Beberapa menit setelah media memadat, selanjutnya media dimasukan ke dalam

desikator dalam kondisi anaerob. Kondisi anaerob dapat diketahui dengan menyalakan lilin

dalam desikator. Apabila nyala lilin mati, maka kondisi anaerob dalam desikator sudah

tercapai. Posisi cawan petri dalam desikator adalah dalam posisi terbalik, supaya uap yang

timbul nantinya tidak mengganggu pertumbuhan isolat. Isolat didiamkan dalam desikator

selama 2 x 24 jam.

Isolasi Isolat Khamir Saccharomyces spp dari Cairan Rumen Kerbau

Koloni isolat di dalam cawan petri sudah mulai tumbuh setelah ditumbuhkan selama 2 x

24 jam. Bentuk isolatnya adalah bulat kecil-kecil. Sebelum dipindahkan, terlebih dahulu

dipersiapkan 10 buah cawan petri yang sebelumnya sudah disterilisasi. Siapkan media

selektif OMEA padat, setelah itu ambil satu ose isolat dan goreskan pada cawan petri yang

sudah berisi media padat OMEA. Setelah dua hari isolat dalam cawan petri mulai tumbuh,

selanjutnya akan dibiakkan kembali ke dalam tabung reaksi.

Persiapkan media OMEA sebanyak 3,4 g yang dilarutkan dengan aquades menjadi 100

cc. Selanjutnya larutan OMEA dipanaskan dalam kompor, kemudian masukan ke dalam

water bath dengan suhu 60-70 0C selama kurang lebih 15 menit dan tuangkan ke dalam

tabung reaksi dan ditutup rapat dengan kapas. Masukan ke 10 tabung reaksi tersebut ke

dalam autoclav untuk disterilkan. Setelah itu, masukan dalam laminar flow (sinar UV) selama

kurang lebih selama 15 menit. Miringkan tabung reaksi, biarkan media memadat. Dengan

metode gores, isolat pada cawan petri dipindahkan ke dalam tabung reaksi (Ahmad, 2005).

Tutup tabung reaksi yang sudah berisi isolat dengan kapas dan biarkan 2 x 24 jam, diinkubasi

dalam inkubator dalam posisi terbalik pada suhu 300C selama 48 jam, dan diamati koloni

yang tumbuh.

Koloni yang mempunyai ciri-ciri khamir diisolasi dengan mengikuti metoda yang

dilaporkan Ahmad (2005). Dimurnikan, dan dikultur pada media padat untuk keperluan

analisis selanjutnya, dan disimpan sebelum dilakukan karakterisasi, uji ketahanannya terhadap

pH rendah, berbagai level suhu, asam deoksikolat, dan uji transpormasi asam kolat menjadi

asam deoksikolat (Hyronimus et al., 2000; Prangdimurti, 2001).

5

Morfologi Isolat Khamir Saccharomyces spp dari Cairan Rumen Kerbau: Timbang

nutrient brot sebanyak 1,8 g, kemudian diencerkan dengan aquades menjadi 200 ml.

Masukan ke dalam 20 tabung reaksi, tutup tabung reaksi dengan kapas, kemudian ditrerilisasi

dalam autoclav. Setelah dingin, isolat yang ada di media miring dipindahkan masing-masing

sebanyak 1 ose ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi nutrient brot, kemudian

ditumbuhkan selama 18 jam. Setelah 18 jam isolat dalam nutrient brot diambil dengan jarum

ose dan oleskan ke dalam gelas preparat. Amati dalam mikroskop dengan pembesaran 10

kali. Jika dari hasil pengamatan masih ditemui cemaran mikroba lain selain khamir, maka

dilakukan pemisahan koloni sebanyak 2 kali, sampai diperoleh tingkat kemurnian yang

tinggi. Biakkan isolate murni tersebut pada media miring dalam tabung reaksi dan disimpan

dalam kulkas.

Identifikasi Saccharomycesspp

Uji Motilitas: Biakan diinokulasi pada media semi padat (pepton yang ditambahkan 0,7%

agar) dengan cara menusukkannya sampai kedalam ¾ dari permukaan media, diinkubasikan

pada suhu 37oC selama 24 jam, dan diamati pertumbuhannya. Isolat kamir yang hanya

tumbuh disekitar tusukan menunjukkan hasil uji negatif, sedangkan kamir yang tumbuh

kearah lateral menunjukkan hasil positif.

Uji Katalase: Isolat kamir yang diisolasi dari kolon ayam kampung diambil sebanyak 1 ose,

dibuat apusan pada gelas objek, ditetesi dengan 2 tetes H2O2 10%, dan diamati gelembung gas

yang terbentuk pada preparat tersebut. Hasil positif ditunjukkan oleh terbentuknya gelembung

gas oksigen yang dihasilkan dari degradasi H2O2 oleh enzim katalase (Soemarno, 2000).

Uji Produksi Gas dari Glukosa: Jarum ose panas (hoot-loop) dimasukkan ke dalam suspensi

kamir pada medium PDA hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya gas karbondioksida

hasil metabolisme glukosa (Sperber dan Swan, 1976).

Membuat Kultur Isolat Khamir Saccharomyces spp Pada Media Onggok: Timbang

masing-masing 400g onggok, tambahkan glukosa dan aquades, kemudian disterilisasi selama

15 menit. Dinginkan pada suhu normal. Ambil masing-masing 4 cc aquades steril, kemudian

masukan kedalam tabung isolat yang akan di uji. Kemudian bersihkan isolat tersebut dengan

aquades steril. Untuk 100 g sampel semprotkan kepermukaan sampel 2 cc isolat yang telah

diencerkan. Untuk 400 g onggok maka diperlukan 8 cc isolat untuk masing-masing sampel.

Tutup dengan klin pak supaya suasana anaerob. Fermentasi selama 2 hari, setelah itu

dikeringkan dengan cara dioven dengan suhu rendah (650C). Setelah kering, selanjutnya

diblender dijadikan bentuk tepung. Kultur isolat Saccharomyces spp. terpilih, siap digunakan

sebagai agensia probiotik pendegradasi serat untuk meningkatkan nilai nutrisi dedak pollard.

Fermentasi Pollard: Fermentasi pollard oleh khamir Selulolitik kompleks dengan prosedur

sebagai berikut. Pollard ditambah air sebanyak 50% (volume/berat), kemudian diaduk secara

merata, lalu dikukus selama 45 menit dihitung sejak air mendidih. Setelah dikukus, pollard

didinginkan kemudian di inokulasi dengan inokulum khamir Saccharomyces spp terpilih

dengan dosis 0,50% dari berat pollard yang difermentasi, selanjutnya dimasukkan ke dalam

plastik berwarna hitam yang sudah diberi lubang-lubang kecil, selanjutnya diinkubasi dalam

suhu ruang dengan ketebalan 2 cm selama 2 hari. Setelah dua hari, pollard fermentasi

dikeringkan selama 24 jam pada suhu 500C (Wahyuni et al., 2008) dan siap dianalisis.

6

Gambar 3. Fermentasi pollard dengan kultur isolat Saccharomyces spp

Penentuan kecernaan pakan (pollard) dengan metode ”force feeding”: Dalam

metode ini, terlebih dahulu dipersiapkan masing-masing 18 ekor itik Bali jantan

dewasa. Semua itik dipuasakan pakan (air minum tetap diberikan) selama 16 jam dan

ditempatkan dalam kandang metabolis (”individual cage”). Selanjutnya pollard yang

sudah mengalami fermentasi dimasukkan secara hati-hati dengan bantuan tangan dan

slang air. Banyaknya pakan yang diberikan, terlebih dahulu ditimbang sebanyak 50

gram. Kotoran yang keluar ditampung selama 6 jam setelah itik makan, selanjutnya di

oven untuk menentukan berat keringnya.

Analisis Sampel Pakan (pollard) dan Ekskreta (Feses). Sampel pakan dan

Ekskreta (feses) selanjutnya dianalisis proksimat dengan metode AOAC (l994).

Kandungan protein kasar ditentukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 1994).

Sedangkan kandungan serat kasar ditentukan dengan metode Van Soest et al. (l991).

Penentuan kandungan energi termetabolis pakan: Energi termetabolis pakan

dihitung berdasarkan formula Mustafa et al. (2004):

Metabolizable energy (ME) = energi yang dikonsumsi – energi ekskreta Gross energi

dihitung dengan menggunakan adiabatic oxygen bomb calorimeter.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian force feeding ini adalah rancangan acak

lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit

percobaan) menggunakan masing-masingsatu 6 ekor itik Bali jantan dewasa dengan berat

badan homogen.

Analisis Data

Data yang diperoleh di analisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang

nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan

(Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan kultur isolat Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces spp.Kb-13

sebagai inokulan fermentasi pollard ternyata tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap

kandungan bahan kering, bahan organik, dan serat kasar pollard. Akan tetapi, secara nyata

(P<0,05) mempengaruhi kandungan protein kasar dan energi broto (GE) pollard (Tabel 1).

Kandungan protein kasar pollard setelah difermentasi menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0.05) meningkat masing-masing: 12.37% dan 12.94% dibandingkan dengan kontrol

(pollard tanpa fermentasi). Demikian juga halnya dengan kandungan energi bruto (GE)

pollard yang telah mengalami fermentasi oleh kultur isolat Saccharomyces spp.Kb-10 dan

Saccharomyces spp.Kb-13 mengalami peningkatan yang nyata (P<0,05) lebih tinggi masing-

masing: 8.33% 8.82% dibandingkan dengan kandungan energi bruto (GE) pollard kontrol.

7

Tabel 1. Komposisi kimia pollard dengan dan tanpa fermentasi oleh Saccharomyces spp.

isolat cairan rumen kerbau (% Bahan Kering)

Variabel

pollard

SEM1)

Non

fermentasi

(kontrol)

Terfermentasi oleh Isolat

Saccharomyces spp.

Kb-10 Kb-13

Komposisi Kimia:

Bahan Kering (%) 89.27a 89.05a 89.13a 1.371

Bahan Organik (%) 89.47a 90.22a 90.48a 1.295

Protein Kasar (%) 14.07b2)

15.81a 15.89a 0.209

Serat Kasar (%) 13.05a 13.19a 13.27a 1.025

Energi bruto/GE (Kkal/kg) 3306.51b 3582.05a 3598.26a 65.802

Keterangan:

1. Standart Error of the treatments means

2. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Proses fermentasi pollard oleh isolat khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan

Saccharomyces spp.Kb-13 menyebabkan penurunan yang tidak nyata pada kandungan bahan

kering (BK) dan bahan organik pollard. Hal ini disebabkan karena pada saat difermentasi

oleh isolat khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces spp.Kb-13, terjadi

kehilangan karbohidrat menjadi panas dan zat makanan lainnya untuk pembentukkan protein

microbial (Bidura et al., 2012). Menurunnya kandungan bahan kering dan bahan organik

pollard yang mengalami fermentasi, menunjukkan adanya karbohidrat dan fraksi serat kasar

digunakan oleh khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces spp.Kb-13 untuk

pertumbuhan khamir itu sendiri dengan memanfaatkan nitrogen free extract. Menurut

Sumarsih et al. (2007), semakin lama waktu penyimpanan bahan pakan saat difermentasi,

maka semakin banyak kehilangan bahan kering dan bahan organik bahan. Enzim selulase,

yaitu selobiohidrolase yang menyerang bagian kristal dari selulosa, dan enzim endoglukonase

yang menyerang bagian amorf dari struktur selulosa dan b-glukosidase yang menguraikan

selobiosa menjadi glukosa (Judoamidjojo et al., l989).

Fermentasi pollard dengan khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces

spp.Kb-13 ternyata dapat meningkatkan biomassa mikroba, sehingga kandungan protein kasar

pollard meningkat (Bidura et al., 2012; Sutama, 2008; Citrawati et al., 2017). Keberhasilan

proses fermentasi dipengaruhi oleh jenis dan jumlah mikroba yang digunakan, jenis substrat,

pH, dan suhu selama proses fermentasi (Bidura et al., 2014). Biomassa merupakan wujud

massa dari hasil proses biologis dari mikroorganisme. Mikroorganisme mampu mengkonversi

bahan menjadi protein. Proses fermentasi mempunyai tujuan untuk menghasilkan suatu

produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur, dan nilai biologis yang

lebih baik, serta menurunkan zat antinutrisi.

Peningkatan kandungan protein kasar pollard setelah difermentasi, dikarenakan oleh

adanya proses perubahan NPN oleh khamir menjadi protein tubuh mikrobial, sehingga

protein pakan menjadi meningkat (Mangisah et al., 2008; Citrawati et al., 2017). Demikian

pula kandungan abu, Ca, dan P pada produk pakan terfermentasi lebih tinggi dari pakan

aslinya (Suparjo et al., 2003). Mangisah et al. (2008) melaporkan bahwa proses fermentasi

pakan secara signifikan dapat meningkatkan kandungan protein pakan (meningkat 65,41%).

Menurut Pangestu (l997), kandungan protein dan energi termetabolis meningkat masing-

masing 16,00% dan 48,40%. Menurut Suparjo et al. (2003), fermentasi dedak padi dengan

0,20% kultur Aspergillus niger selama tiga hari nyata dapat meningkatkan kandungan protein

8

dan fosfor dedak padi. Peningkatan kandungan protein dan energi pada pakan terfermentasi

disebabkan karena adanya kemampuan khamir untuk memanfaatkan zat makanan pada dedak

padi untuk membentuk protein tubuhnya (protein mikrobial).

Fermentasi pollard oleh isolat khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces

spp.Kb-13 nyata dapat meningkatkan kandungan energi bruto dan energi termetabolis pollard.

Seperti dilaporkan oleh Jaelani et al. (2008) melaporkan bahwa fermentasi bahan pakan

dengan Trichoderma reesei dapat meningkatkan kandungan energi, total gula terlarut pakan,

dan kandungan protein kasar. Meningkatkan kandungan energi dedak padi terfermentasi

tersebut disebabkan karena pembentukan gula yang berasal dari pemecahan serat kasar.

Dilaporkan oleh Jaelani et al. (2008) bahwa T. reesei ternyata mampu mendegradasi mannan

dengan meningkatnya nilai energi termetabolis sejati (TME), total gula terlarut, sebaliknya

terjadi penurunan pada retensi nitrogen dan kandungan mannan. Sabini et al. (2000)

menyatakan bahwa kapang T. reesei mampu mendegradasi polisakarida mannan menjadi

mannotriosa, mannobiosa, dan monnosa.

Fermentasi pollard oleh isolat khamir Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces

spp.Kb-13 signifikan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik, protein

kasar, serat kasar, dan energi termetabolis pollard dibandingkan dengan non fermentasi (Tabel

1). Hal ini disebabkan karena khamir fermentasi mempunyai kemampuan katabolik terhadap

komponen organik kompleks dan diubah menjadi komponen sederhana. Proses tersebut

timbul karena adanya aktivitas beberapa enzim yang dihasilkan oleh khamir. Khamir

selulolitik mampu memproduksi enzim endo 1,4 b-glukonase, ekso 1,4 b-glukonase, dan beta-

glukosidase yang dapat mendegradasi komponen serat kasar menjadi karbohidrat terlarut

(Howard et al., 2003).

Menurut Utama (2011), bahwa pemberian khamir S. cerevisiae dalam pakan dapat

meningkatkan kecernaan protein dan komponen serat kasar, seperti selulosa dan hemiselulosa,

karena sudah dirombak dalam bentuk monosakarida sederhana. Dilaporkan oleh Bidura et al.

(2014), bahwa penggunaan isolate khamir Saccharomyces spp yang diisolasi dari colon sapi

Bali dalam proses fermentasi pollard nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering,

bahan organik, protein, dan serat kasar pollard, serta secara nyata dapat meningkatkan

kandungan energi termetabolis pollard. Hal senada dilaporkan oleh Candrawati et al. (2014),

bahwa penggunaan isolate Saccharomyces spp yang diisolasi dari feses sapi Bali dalam proses

fermentasi dedak padi, nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik, dan

serat kasar dedak padi, serta secara nyata dapat meningkatkan kandungan energi termetabolis

dedak padi (Bidura et al., 2012; Citrawati et al., 2017).

Chen et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan 0.20% complex probiotik (L.

acidophilus and S. cerivisae) dalam ransum nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan

kering pakan. Biofermentasi pollard dengan khamir akan dapat melunakkan dan memecah

dinding serat pollard dan khamir mampu melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya, sehingga

struktur serat dedak padi menjadi rapuh dan lebih terbuka. Khamir tersebut bekerja secara

bertahap dalam memecah komponen dinding sel. Melalui benang fibril hifanya, khamir

mengeluarkan enzim peroksidase ekstraseluler. Enzim peroksidase ekstraseluler tersebut

bekerja secara aktif pada aktivitas lignolisis, sehingga ikatan lignoselulosa putus, dan fraksi

lignin terurai menjadi CO2 (Arsyad et al., 2001; Bidura dan Suastina, 2002; Bidura et al.,

2012; Bidura et al., 2014; Citrawati et al., 2017; Hong et al., 2004). Menurut Jaelani et al.

(2008), terjadinya peningkatan kandungan ME bungkil inti sawit (palm kernel cake/meal)

sebagai akibat fermentasi oleh kapang T. reesei dari 1.824,13 kkal/kg menjadi 1930,44

kkal/kg diduga karena adanya degradasi polisakarida mannan yang ada pada ungkil inti sawit

oleh kapang T. reesei menjadi bentuk yang lebih sederhana (monosakarida) yang

menghasilkan nilai energi yang cukup baik dibandingkan dalam bentuk polisakarida mannan.

9

Hal senada dilaporkan juga oleh Sabini et al. (2000) yang menyatakan bahwa kapang T.

reesei mampu mendegradasi polisakarida mannan menjadi mannotriosa, mannobiosa, dan

monnosa. Menurut Jaelani et al. (2008), fermentasi bungkil inti sawit nyata dapat

meningkatkan kandungan protein kasar bungkil inti sawit dibandingkan dengan tanpa

fermentasi. Utama (2011), melaporkan bahwa pemberian khamir S. cerevisiae dalam pakan

dapat meningkatkan kecernaan protein dan komponen serat kasar, seperti selulosa dan

hemiselulosa, karena sudah dirombak dalam bentuk monosakarida sederhana.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan isolat Saccharomyces

spp.Kb-10 dan Saccharomyces spp.Kb-13 sebagai inokulan fermentasi pollard tidak

berpengaruh terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, dan serat kasar pollard. Akan

tetapi, secara nyata mempengaruhi kandungan protein kasar dan energi broto (GE) pollard.

Kandungan protein kasar pollard setelah difermentasi meningkat nyata masing-masing:

12.37% dan 12.94% dibandingkan dengan kontrol (pollard tanpa fermentasi). Demikian juga

halnya dengan kandungan energi bruto (GE) pollard yang telah mengalami fermentasi oleh

kultur isolat Saccharomyces spp.Kb-10 dan Saccharomyces spp.Kb-13 mengalami

peningkatan yang nyata lebih tinggi masing-masing: 8.33% 8.82% dibandingkan dengan

pollard kontrol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor dan ketua Lembaga Penelitian

dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana, atas dana yang diberikan sehingga

penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan yang sama disampaikan kepada analis

sdr. Udin saransi, SPt atas bantuannya dalam analisis sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa

Vol. 15 (1): 49-55

Akin, D. E. And W. S. Borneman. 1997. Roles of Rumen Fungi in Fiber Degradation.

J. Dairy Sci. 73: 3023-3032

Alexander. 1977. Introduction to soil Microbiology. 2nd Ed. John Wiley and Sons, Inc., New

York.

Anindyawati, T. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah Pertanian

untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. Vol. 45 (2); 70-79

Assocciation of Official Analytical Chemists. l994. Official Methods of Analysis. 15th

Edition.

Arlington, Virginia: Associoation of Analytical Chemists, pp. 1230

Astutik, R. P., N. D. Kuswytasari, dan M. Shovitri. 2011. Uji Aktivitas Enzim Selulase dan

Xilanase Isolat Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Makalah. Institus Teknologi

Surabaya. (akses 12 Januari 2012). available from URL: http://digilib.its.ac.id/ITS-

Undergraduate-3100011045219/17619

Bidura, I.G.N.G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Udayana University

Press, Unud., Denpasar

Bidura, I.G. N. G., N. L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan I. B. G. Partama. 2008a. Pengaruh

pemberian ransum terfermentasi terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan

jumlah lemak abdomen pada itik Bali. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Vol.

33 (4) : 274-281

10

Bidura, I.G.N.G., T. G. O. Susila, dan I. B. G. Partama. 2008b. Limbah, Pakan Ternak

Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Unud., Denpasar

Bidura, IGNG., N.W. Siti and I. A. Putri Utami. 2014a. Isolation of cellulolytic bacteria from

rumen liquid of buffalo both as a probiotics properties and has CMC-ase activity to

improve nutrient quality of soybean distillery by-product as feed. International Journal

of Pure & Applied BioscienceSeptemberVol. 2 (5): 10-18

Bidura, IGNG., DPMA. Candrawati, and I.B.G. Partama. 2014b. Selection of Saccharomyces

spp isolates (isolation from colon beef of Bali cattle) as probiotics agent and colon

cancer prevention and its effect on pollard quality as feed. Journal of Biological and

Chemical Research.Vol. 31 (2): 1043-1047

Bidura, IGNG., DPMA., Candrawati and D.A. Warmadewi. 2015. Selection of Khamir

Saccharomyces spp. Isolated from Colon of Native Chickens as a Probiotics

Properties and has CMC-ase Activity. Journal of Biological and Chemical

Research.Volume 32 (2) : 683-699

Bratasida. 2002. Sustainable human settlements CSD12, Navy, New York

Candrawati, D.P.M.A., D. A. Warmadewi, dan I.G.N.G. Bidura. 2013. Isolasi Dan Uji

Kemampuan Khamir Saccharomyces Cerevisiae Dari Feses Sapi Sebagai Agensia

Probiotik Dan Inokulan Pendegradasi Pakan Serat. Laporan Penelitian Hibah

Bersaing, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM),

Universitas Udayana, Denpasar

Candrawati, DPMA.,DA. Warmadewi and IGNG. Bidura. 2014. Implementation of

Saccharomyces spp.S-7 isolate (Isolated from manure of Bali cattle) as a probiotics

agent in diets on performance, blood serum cholesterol, and ammonia-N concentration

of broiler excreta.International Journal of Research Studies in BiosciencesVol. 2 (8):

6-16

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama

Harmayani, E. 2004. Peranan probiotik untuk menurunkan kolesterol. Makalah Seminar

Nasional “Probiotik dan Prebiotik sebagai Makanan Fungsional”, tanggal 30 Agustus

2004, Kerjasama Pusat kajian Keamanan Pangan, Lemlit Unud dengan Indonesian

Society for Lactic Acid Bacteria (ISLAB), Kampus Bukit Jimbaran, Univ. Udayana,

Denpasar.

Hatakka A. 2000. Biodegration of Lignin. University of Helsinki, Viikki Biocenter,

Department of Applied Chemistry dan Microbiology. Helsinki.

Hegarty, R. 2001. Green House Gas Emission From The Australian Livestock Sector. What

Do We Know, What Can We Do. Australian Green House Office, Canberra ACT.

ISBN: 1 876536 69 1. [cited 2007 Decembre 24]. Available from: URL:

http://www.greenhouse.gov.au/agriculture/publications/pubs/methane_emissions.pdf

Hyronimus, B., C. Le Mareec, A.H. Sassi, and A. Deschamps 2000. Acid and Bile Tolerance

of spore-forming Lactic Acid Bacteria. Journal Food Microbiology Volume 61: 193-

197.

Jaelani, A., W.G. Piliang, Suryahadi, dan I. Rahayu. 2008. Hidrolisis bungkil inti sawit

(Elaeis guineensis Jacq) oleh kapang Trichoderma reesei pendegradasi polisakarida

mannan. Animal Production Vol. 10 (1): 42-49

Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity.

Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007 Decembre 20]. Available

from: URL: http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf

Kanti, A. 2007. Penapisan khamir selulolitik Cryptococcus sp. yang diisolasi dari tanah kebun

biologi Wamena, Jaya Wijaya, Provinsi Papua. Jurnal Biologi XI (1): 17-20

Kataren, P. P., A. P. Sinurat, D. Zainuddin, T. Purwadarta, dan I. P. Kompiang. 1999.

11

Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging. Journal

Ilmu ternak dan Veteriner 4 (2) : 107 – 112

Leng, R. A. 1997. Three Foliage in Ruminant Nutrition. Food and Agriculture Organization.

http://www.Fao.org/docrep/003/w7448e/W7448E00.htm

Madigan, T. M., M. John and P. Jack. 2003. Brock Biology of Microorganisms. Pearson

Education, Inc. New York. Pp. 103-108

Mahfudz, L. D., K. Hayashi, M. Hamada, A. Ohtsuka, and Y. Tomita. 1996. The Effective

Use of Shochu Ditellery By-Product as Growth Promoting Factor for Broiler Chicken.

Japanese Poult. Sci. 33 (1): 1 – 7

McAllister, T. 2000. Development of Ruminal Microflora in Goat (Capra hircus). Thesis,

Program Pascasarjana, Universtas Philipina, Los Banos

Maranatha, B. 2008. Aktivitas Enzim Selulase Asal Indonesia pad berbagai Substrat Limbah

Pertanian. Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor

Martini, E., N. Haedar dan S. Margino. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi

Lignin dari Beberapa Substrat Alami. Gama Sains V (2): 32-35

Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara

In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi

Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas

Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan

Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam

Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan

Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana,

Denpasar.

Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010. Penurunan Emisi Polutan

Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Inkonvensional

Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan

Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0

Muthezilan, R., R. Ashok and S. Jayalakshmi. 2007. Production and Optimization of the

thermostable alkaline xylanase by Penicellium oxalicum in solid state fermentation.

African Journal of Microbiology Research.pp;20-28 (akses 28 November 2011).

Available from URL:http://www.academicjournals.org/ajmr

Ogimoto, K. And S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies

Poress, Tokyo

Orpin, C. G. And K. N. Joblin. 1988. The Rumen Anaerobic fungi. In. The Rumen Micribial

Ecosystem. Ed. P. N. Hobson. Elsevier Applied Science, London and New York. Pp.

129-149

Partama, IBG. 2005. Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan dasar sapi Bali

penggemukan melalui perlakuan amoniasi dan biofermentasi dengan mikroba.

Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder

dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian Bekerjasama dengan BPTP Bali. Denpasar-Bali, 28

September 2005.

Partama, I.B.G. 2006. Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Kereman Melalui Suplementasi

Mineral dalam Ransum Berbentuk Wafer yang Berbasis Jerami Padi Amoniasi

Urea.Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar

Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi Mikrobia

Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah dan Cairan Rumen

Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007

12

Pramono, Y.B., E.S. Rahayu, Suparmo, dan T. Utami. 2007. Perubahan mikrobiologis, fisik,

dan kimiawi cairan bakal petis daging selama fermentasi kering spontan. Jurnal

Pengembangan Peternakan Tropis Vol 32 (4) : 213-221

Prangdimurti. 2001. Probiotik dan Efek Perlindungan Terhadap Kanker Kolon (Cited 2010

Des, 17) Available from: http://www.rudyct.com.

Purwadaria, T., T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan

Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol.

9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62

Riyanto, J., Miswar, dan Yulinda. 2000. Enzim Xylanase: Isolasi Mikroorganisme Penghasil

danKarakteristik Parsial Enzim. Abstrak Makalah Digital. (akses 20 Januari 2012).

Available from URL:http://www.politeknikjbr.itgo.com/P1.htm

Sabini, E., K.S. Wilson, M. Siika-aho, C. Boisset and H. Chanzy. 2000. Digestion of single

crystals of mannan I by an endo-mannanase from Trichoderma reesei. EuropeJournal

Biochemestry 267:2340-2344

Siti, N.W., IGNG., Bidura, and I.A.P. Utami. 2016. The Effect of Supplementation Culture

Cellulolytic Bacteria Isolated from the Rumen of Buffalo in the Tofu-Based Rations

on the Performance and N-Nh3 Concentration in Excreta of Duck. J. Biol. Chem.

Research. Vol. 33, No. 1. 214-225

Soemarno. 2000. Isolat dan Identifikasi Bakteri Klinik Yogyakarta: Akademi Analisa

Kesehatan Yogyakarta, Departemen Kesehatah republik Indonesia.

Soetopo, R. S. Dan Endang RCC. 2008. Efektivitas Proses Pengomposan Limbah Sludge

IPAL Industri Kertas dengan Jamur. Berita Selulosa Vol. 43 (2); 93-100. (akses 11

Januari 2012). Available from : URL: http://www.bbpk.go.id

Sperber, W.H. and Swan J. 1976. Hot-Loop Test for Determination of Carbon Dioxide

Production from Glucose by lactic Acid Bacteria, Applied and Enviromental

Microbiology, 3(6): 990-991.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. L989. Principles and Procedures of Statistics. 2nd

Ed.

McGraw-Hill International Book Co., London.

Sujaya, N., Y. Ramona., N.P. Widarini, N.P. Suriani., N.M.U Dwipayanti., K.A. Nocianitri.,

dan N.W. Nursini. 2008. Isolasi dan karakteristik bakteri asam laktat susu kuda

Sumbawa. Jurnal Veteriner Maret 2008 volume 9 No.2: 52-59.

Sujono, M. 1990. Simbiosis Ruminansia. PAU-Bioteknologi, UGM, Yogyakarta.

Sutrisno, C.I., Nurwantoro, dan Widyawati-Slamet 2004. Daya hidup mikrobia isi rumen sapi

yang dikeringkan.Protein, Jurnal Ilmiah Peternakan dan Perikanan Vol 11 (2): 173-

180

Tanaka, K., B.S. Youn, U. Santoso, S. Ohtani, and M. Sakaida. 1992. Effects of Fermented

Feed Products From Chub Mackerel Extract on Growth and Carcass Composition,

Hepatic Lipogenesis and on Contents of Various Lipid Fraction in The Liver and The

Thigh Muscle of Broiler. Anim. Sci. Technol. 63 : 32 – 37

Vallie, K., J. Barry, Brock, K. Dinesh, and J. H. Michael. 1992. Degradation of 2.4 toluen by

the Lignin-Degrading Fungi Phanerochaete chrysosporium. J. Appl. And Env.

Microbiol. 8 : 221 – 228

VanDevoorde, L. dan W. Verstraete. 1987. Anaerobic solid state fermentation of cellulosic

substrates with possible application to cellulase production. Applied Microbiology

Biotechnology 26: 478-484

Van Soest, P. J. l985. Difinition of Fibre Animal, In. W. Haresign and D.J.A. Cole Ed.

Recent Advences in Animal Nutrition. Butterworths. pp. 55 - 70.

13

Wahyudi, A. Dan Zaenal B. Masduqie. 2004. Isolasi mikroba selulolitik cairan rumen

beberapa ternak ruminansia (Kerbau, sapi, kambing, dan domba). Protein, Jurnal

Ilmiah Peternakan dan Perikanan Vol. 11 (2): 181-186

Wahyuni, S.H.S., J. Wahju, D. Sugandi, D.J. Samosir, N.R. Anwar, A.A. Mattjik, dan B.

Tangenjaya. 2008. Implementasi dedak padi terfermentasi oleh Aspergillus ficuum dan

pengaruhnya terhadap kualitas ransum serta performans produksi ayam petelur. Jurnal

Pengembangan Peternakan Tropis Vol. 33 (4) :255-261

Wainwright, M. 2002. An Introduction to Fungal Biotechnology. John Wiley & Sons Ltd.

Baffins Lane, Chichester, West Sussex PO19 IUD, England.

Watanabe H, Noda H, Tokuda G, Lo N. 1998. A Celulase gene of Terrmite Origin. Nature

394: 330-331

Widiawati, Y. dan M. Winugroho. 2007. Aktivitas isolate mikroba kerbau yang disimpan

pada suhu rendah. Makalah Seminar dan Lokakarya nasional Kerbau 2009. Balai

Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

Widyati-Slamet, Nurwantoro, B.I.M. Tampoebolon, C. I. Sutrisno, dan Surahmato. 2001.

Peningkatan produksi dan kualitas ragi isi rumen (RagIR) dengan pengering buatan

terkendali. Dalam: Seminar Nasional Hasil kegiatan Program Vucer dan Penerapan

IPTEKS kepada Masyarakat Tahun 2001. Depdiknas, Dikti, Dipbinlitabmas, jakarta.

No. 1-A: 1-17

Yasin, S. 1988. Pemanfaatan isi rumen sebagai pakan ternak. Swadaya Peternakan Indonesia,

jakarta 38: 25-26