pemanfaatan karet alam sebagai aditif pada … · jakarta dari 1999 – 2002 dan smak 2 penabur...

133
PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA MORTAR UNTUK MENINGKATKAN MUTU JALAN SEMEN BETON Oleh NOVI SAPUTRA F34053444 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: phungque

Post on 03-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA

MORTAR UNTUK MENINGKATKAN MUTU

JALAN SEMEN BETON

Oleh

NOVI SAPUTRA

F34053444

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

Novi Saputra. F34053444. Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Aditif Pada Mortar Untuk Meningkatkan Mutu Jalan Semen Beton. Di bawah bimbingan Ono Suparno dan Ary Achyar Alfa. 2010.

RINGKASAN

Pada saat ini, konsumsi karet alam di Indonesia kurang berkembang. Dengan adanya diversifikasi penggunaan karet alam sebagai bahan tambahan pada jalan semen beton diharapkan dapat meningkatkan konsumsi karet alam di Indonesia. Jalan semen beton selama ini tidak menggunakan lateks, sehingga kurang lentur dan rentan terhadap retak. Hal ini juga membuat jalan beton tidak nyaman ketika dilalui kendaraan bermotor. Oleh karena itu, dengan mencampurkan lateks yang memiliki daya elastisitas yang tinggi ke dalam semen beton tersebut diharapkan dapat meningkatkan kelenturannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan dosis bahan penstabil yang sesuai dengan campuran lateks dan semen, serta mengetahui pengaruh penambahan berbagai jenis lateks dan dosis karet terhadap mortar. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian pendahuluan, yakni penentuan jenis bahan penstabil (Emal, Emulgen dan Kasein) dan dosis bahan penstabil (1, 3, 5 dan 7%) yang sesuai dengan campuran semen lateks. Tahap kedua adalah penelitian utama, yakni penentuan pengaruh lateks terhadap mortar yang dihasilkan. Jenis lateks yang digunakan adalah Lateks Pekat (LP), Lateks Double Centrifuge (LDS) dan Lateks Deproteinized Natural Rubber (LDPNR), sedangkan dosis karet yang digunakan adalah 1, 3, 5, 7 dan 9%, serta dibuat kontrol (0%). Metode pembuatan mortar seperti pada umumnya. Ketika lateks dicampur dengan semen, maka akan langsung terjadi penggumpalan. Oleh karena itu, jenis dan dosis bahan penstabil yang sesuai diperlukan. Dari hasil uji lanjut didapatkan kombinasi yang terbaik adalah Kasein 7% selama 208,67 menit karena dapat mempertahankan waktu setting hampir 210 menit. Kombinasi yang didapat ini akan digunakan pada penelitian utama. Bobot awal yang paling tinggi nilainya terdapat pada LDS sebesar 261,25 g, sedangkan bobot akhir juga sama terdapat pada LDS sebesar 266,70 g. Dosis karet 1% menghasilkan bobot awal tertinggi sebesar 268,70 g dan bobot akhir sebesar 272,83 g. Bobot akhir mortar akan lebih berat dibandingkan dengan bobot awal mortar. Semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam campuran mortar, maka bobot yang dihasilkan akan semakin ringan. Mortar dengan penambahan lateks tersebut akan lebih ringan dibandingkan dengan kontrol. Pada uji kuat tekan, LDS berbeda nyata dengan lateks lainnya, sedangkan LDPNR tidak berbeda nyata dengan LP. LDS memiliki kuat tekan tertinggi sebesar 176,60 kg/cm2. Dosis karet 1% memberikan nilai kuat tekan tertinggi, yaitu sebesar 200,67 kg/cm2. Semakin banyak karet yang ditambahkan ke dalam mortar, maka nilai kuat tekannya semakin kecil.

Page 3: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

Pada LDS memiliki nilai kuat lentur tertinggi dibandingkan dengan LP dan LDPNR yaitu sebesar 33,62 kg/cm2. Dosis karet 1% yaitu sebesar 36,77 kg/cm2 memberikan nilai kuat lentur paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pada LDS memiliki nilai kuat lentur tertinggi terdapat pada dosis 7% tetapi pada dosis tersebut memiliki nilai kuat tekan yang rendah. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mortar yang kuat tetapi lentur dapat menggunakan LDS dengan dosis 1%.

Page 4: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

Novi Saputra. F34053444. Use of Natural Rubber As Additional Mixture For Mortar To Increase The Quality of Concrete Road. Under Supervision of Ono Suparno and Ary Achyar Alfa. 2010.

SUMMARY

Nowadays, natural rubber consumption in Indonesia is relatively low. By diversification of natural rubber uses as additional mixture for concrete road is expected to increase its consumption. At this time, concrete road doesn’t use latex, so it will less flexible and susceptible to crack. Also this matter can’t make concrete road comfortable to use. Therefore, with admixture of latex to the cement may be able to increase flexural strength. The objectives of this research were to know type and dose of stabilizing agent for suitable admixture of latex and cement, and to know the effect of type of latex and rubber dose as additional mixture for mortar. This research consisted of two steps. First step was preliminary research which used type (Emal, Emulgen and Casein) and dose (1, 3, 5 and 7%) of stabilizing agents to determine a suitable admixture of latex and cement. Second step was main research where the effects of latex on mortar was determined. Types of latex tried were Centrifuge Latex (LP), Double Centrifuge Latex (LDS) and Deproteinized Natural Rubber Latex (LDPNR). Rubber doses of 0 (control), 1, 3, 5, 7 and 9 were used. When latex was mixed with cement, it agglomerated. Therefore, suitable type and dose of stabilizing agent was needed. The best stabilizing agent was Casein of 7% because it could maintain the setting time to almost 210 minutes. This combination was used in main research. The highest initial weight was obtained from LDS, i.e. 261.25 g, whereas final weight, i.e. 266.70 g. Rubber dose of 1% gave the highest initial weight, i.e. 268.70 g and final weight, i.e. 272.83 g. Final weight would be heavier than initial weight. The more rubber dose used in mixture mortar, the less weight of mortar produced. Mortar added by latex showed lighter weight than its control. LDS gave a significant effect on mortar’s compressive strength, whereas LDPNR didn’t have significant effect. LDS gave the highest compressive strength, i.e. 176.60 kg/cm2. Rubber dose of 1% gave the highest compressive strength, i.e. 200.67 kg/cm2. The more rubber dose used, the less compressive strength of mortar produced. LDS gave highest flexural strength than LP and LDPNR, i.e. 33.62 kg/cm2. Rubber dose of 1%, i.e. 36.77 kg/cm2 gave the highest flexural strength. LDS dose of 7% gave the highest flexural strength, but its compressive strength was low. Therefore, to produce strong and flexible mortar could be used LDS with dose of 1%.

Page 5: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

“Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Aditif Pada Mortar Untuk

Meningkatkan Mutu Jalan Semen Beton” adalah hasil karya saya sendiri

dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya.

Bogor, Januari 2010

NOVI SAPUTRA

F34053444

Page 6: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA

MORTAR UNTUK MENINGKATKAN MUTU

JALAN SEMEN BETON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Novi Saputra

F34053444

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 7: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

Judul Skripsi : Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Aditif Pada Mortar Untuk

Meningkatkan Mutu Jalan Semen Beton

Nama : Novi Saputra

NRP : F34053444

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ono Suparno, STP, MT) (Dr. Ir. Ary Achyar Alfa, MSi)

NIP : 19721203 199702 1 001 NIK : 110 700 308

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP : 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus: 15 Januari 2010

Page 8: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

RIWAYAT HIDUP

Novi Saputra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25

November 1987. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara dari ayah Oey Kim An dan ibu Izabel Iim.

Penulis memasuki taman kanak-kanak di TK Bentara Jakarta

dan menyelesaikan pada tahun 1993, sedangkan pendidikan

dasar diselesaikan di SD Tunas Karya, Jakarta pada tahun

1999. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikannya di SMPK IPEKA Sunter

Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah

menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima di Institiut Pertanian

Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan

mendapatkan mayor Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia

Tingkat Persiapan Bersama pada tahun 2006 dan asisten praktikum Bioproses

pada tahun ajaran 2007 – 2008. Penulis juga aktif dalam beberapa organisasi

seperti Pengurus Himalogin (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian)

FATETA IPB pada Departemen Kewirausahaan periode 2006 – 2007 dan

Pengurus Komisi Pelayanan Anak UKM PMK IPB 2007 – 2008. Selain itu,

penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan baik dalam bidang kemahasiswaan

maupun kerohanian dan juga penulis sering mengikuti berbagai kegiatan seminar.

Penulis berkesempatan melakukan praktek lapang di PT. Heinz ABC

Indonesia dengan judul “Aspek Teknologi Proses Produksi Dan Pengawasan

Mutu Produk Kecap di PT. Heinz ABC Indonesia” pada tahun 2008. Sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian

dan penyusunan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Aditif

Pada Mortar Untuk Meningkatkan Mutu Jalan Semen Beton”.

Page 9: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

i

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua

limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari bulan Februari

sampai September 2009 di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK), Bogor dan

Lab Struktur dan Bahan, Teknik Sipil, ITB, Bandung. Skripsi dengan judul

“Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Aditif Pada Mortar Untuk

Meningkatkan Mutu Jalan Semen Beton” ini disusun sebagai salah satu syarat

utnuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan pada kesempatan

yang akan datang. Akhirnya, Penulis berharap semoga karya yang kecil ini

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 10: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

ii

 

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta

kasih-Nya yang sungguh sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Melalui lembar ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Papa, mama dan adik-adikku (Stevanus dan Stevani) yang sangat saya cintai

serta keluargaku lainnya yang telah memberikan dorongan semangat, materi,

doa dan perhatian yang sangat besar selama ini.

2. Dr. Ono Suparno, STP, MT selaku dosen pembimbing pertama yang telah

banyak memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan kepada penulis, serta

nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat.

3. Dr. Ary Achyar Alfa, MSi selaku pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan bantuan, bimbingan dan saran selama penelitian berlangsung.

4. Bapak Arief Ramadhan, STP yang telah memberikan bantuan selama penulis

penelitian di BPTK.

5. Bapak Iv Indra Pane, dosen ITB, yang telah membantu dan mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di lab Struktur dan Bahan.

6. Mbak Woro selaku teknisi di BPTK Bogor yang telah banyak memberikan

bantuan, saran, nasehat dan cerita selama penulis melakukan penelitian.

7. Teh Yati, Mbak Trie, Mbak Desi, Pak Aos, Mas Syarief, Pak Yusuf yang

telah membantu penulis selama penelitian.

8. Kiki, Linda, Heni, Ika, Azah yang telah memberikan cerita-cerita selama

penulis melakukan penelitian.

9. Pak Ujang yang telah membantu perijinan penulis melakukan penelitian di

BPTK Bogor.

10. Pak Dedi dan Pak Totong selaku teknisi di ITB Bandung yang telah

memberikan banyak bantuan dan cerita selama penulis melakukan penelitian

disana.

11. Seluruh karyawan BPTK Bogor dan Lab Struktur dan Bahan, Teknik Sipil

ITB Bandung yang telah membantu.

Page 11: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

iii

 

12. Teman-teman seperjuangan di BPTK: Adit, Alfian dan Ami yang telah

memberikan cerita dan bantuan.

13. Teman satu bimbingan Kartika dan Dego yang telah banyak memberikan

semangat dan bantuannya selama ini.

14. Wenny, Adex, Eri, Eka yang telah banyak memberikan nasihat, dorongan,

pengalaman yang seru, cerita dan doa selama ini.

15. Seluruh teman-teman TIN 42 yang telah memberikan semangat dan

pengalaman yang sangat-sangat berharga selama di TIN.

16. Mei Yu, Gebol, Kodel, Wiwi, Nanda, Icha, Lenny, Dewi yang banyak

memberikan bantuan, cerita, nasehat, doa dan pengalaman yang tak

terlupakan selama penulis kuliah di IPB dari awal sampai akhir.

17. Yuli, Sasa, Devi, Tata, Lele, Jane, Tere, Dessy, Caroline, Lulu terima kasih

atas SMS yang selalu memberikan semangat dan dukungannya. I miss u all.

18. Komisi Pelayanan Anak (KPA) yang telah memberikan banyak cerita dan

pengalaman yang sangat-sangat berharga sehingga penulis banyak belajar.

Tetap KPA YES^^.

19. Adik-adikku di Panti Asuhan Bina Harapan (Binhar) dan Candranaya (CN)

yang telah memberikan warna dalam hidupku.

20. Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB yang telah membuat penulis

lebih bertumbuh dalam Tuhan.

21. Teman-teman satu kosan Perwira 45

Page 12: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

iv

 

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................ 4

1.3 Ruang Lingkup .................................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Tanaman Karet .................................................................................. 5

2.2 Lateks ................................................................................................. 5

2.3 Karet Alam ........................................................................................ 10

2.4 Lateks Pekat (LP) .............................................................................. 12

2.5 Lateks Double Centrifuge (LP-DS atau LP-KR) ............................... 16

2.6 Lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber) ................................ 17

2.7 Protein dalam Lateks ......................................................................... 18

2.8 Karbohidrat dalam Lateks ................................................................. 20

2.9 Semen ................................................................................................ 20

2.10 Beton Karet ........................................................................................ 30

2.11 Bahan Penstabil ................................................................................. 33

III. METODOLOGI ........................................................................................ 38

3.1 Bahan dan Alat .................................................................................. 38

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 38

3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 38

3.3.1 Penelitian Pendahuluan ............................................................. 39

3.3.2 Penelitian Utama ....................................................................... 41

Page 13: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

v

 

3.4 Rancangan Percobaan ........................................................................ 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 48

4.1 Penelitian Pendahuluan ...................................................................... 48

4.2 Analisis Lateks .................................................................................. 54

4.2.1 Lateks Pekat .............................................................................. 55

4.2.2 Lateks Double Centrifuge (Lateks DS) .................................... 57

4.2.3 Lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber) ....................... 60

4.3 Analisis Semen .................................................................................. 62

4.4 Penelitian Utama ................................................................................ 65

4.4.1 Pengaruh Lateks Terhadap Bobot Mortar ................................ 66

4.4.2 Pengaruh Lateks Terhadap Kuat Tekan .................................... 72

4.4.3 Pengaruh Lateks Terhadap Kuat Lentur ................................... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 82

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 82

5.2 Saran .................................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84

LAMPIRAN ...................................................................................................... 88

Page 14: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

vi

 

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Luas areal dan produksi karet di Indonesia tahun 2005 – 2007 ........ 1

Tabel 2. Jumlah dan nilai ekspor karet alam ................................................... 2

Tabel 3. Jumlah kerusakan jalan ...................................................................... 3

Tabel 4. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis

(Goutara et al., 1985) ......................................................................... 6

Tabel 5. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis

(Suparto, 2002) .................................................................................. 7

Tabel 6. Komposisi partikel karet alam ........................................................... 11

Tabel 7. Fraksi penyusun lateks segar ............................................................. 14

Tabel 8. Syarat mutu lateks pekat .................................................................... 15

Tabel 9. Kadar senyawa golongan karbohidrat dalam lateks .......................... 17

Tabel 10. Karakteristik lateks alam berprotein rendah ...................................... 18

Tabel 11. Komposisi kasein dari susu sapi ........................................................ 36

Tabel 12. Komposisi kasein komersial .............................................................. 37

Tabel 13. Komposisi dan sifat-sifat komponen kasein ...................................... 37

Tabel 14. Hasil analisis lateks pekat .................................................................. 55

Tabel 15. Hasil analisis lateks DS ..................................................................... 58

Tabel 16. Hasil analisis lateks DPNR ................................................................ 60

Tabel 17. Nilai FAS dan workability pada mortar segar yang dihasilkan ......... 64

Tabel 18. Kecepatan dan faktor pengali pada viskositas brookfield ................. 92

Page 15: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

vii

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Partikel karet alam yang dilapisi protein dan lemak ..................... 7

Gambar 2. Skema selubung air di permukaan partikel karet alam ................. 7

Gambar 3. Koloid hidrofilik bermuatan negatif ............................................. 8

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap elektrokinetis potensial pada lateks .......... 9

Gambar 5. Monomer isoprena ........................................................................ 10

Gambar 6. Struktur molekul 1,4-cis-poliisoprena .......................................... 10

Gambar 7. Struktur asam α amino .................................................................. 19

Gambar 8. Rantai polipeptida atau protein ..................................................... 19

Gambar 9. Hubungan antara kekuatan tekan beton umur 7 hari dengan

faktor air semen menggunakan semen yang cepat mengeras ....... 26

Gambar 10. Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan tekan

beton selama masa perkembangannya .......................................... 26

Gambar 11. Pengaruh rongga udara terhadap kekuatan tekan beton ............... 29

Gambar 12. Proses terjadinya pengikatan pada beton ...................................... 30

Gambar 13. Tiga dimensi dari beton semen polimer ........................................ 32

Gambar 14. Model sederhana dari pembentukan semen polimer co-matriks .. 33

Gambar 15. Struktur Sodium Dodecyl Sulfate .................................................. 35

Gambar 16. Diagram alir penentuan jenis dan dosis bahan penstabil

terhadap kestabilan campuran lateks pekat dan semen ................. 40

Gambar 17. Diagram alir penentuan kandungan air dalam mortar

terhadap bahan penstabil yang sesuai ........................................... 41

Gambar 18. Diagram alir proses pembuatan lateks pekat ................................ 44

Gambar 19. Diagram alir proses pembuatan lateks double centrifuge ............. 44

Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan lateks DPNR .............................. 45

Gambar 21. Diagram alir penelitian utama ....................................................... 46

Gambar 22. Histogram hubungan dosis dan jenis bahan penstabil

terhadap waktu setting .................................................................. 52

Gambar 23. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

bobot awal mortar ......................................................................... 68

Page 16: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

viii

 

Gambar 24. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

bobot akhir mortar ........................................................................ 68

Gambar 25. Grafik antara bobot awal mortar (g) dan dosis karet yang

ditambahkan (%) ........................................................................... 71

Gambar 26. Grafik antara bobot akhir mortar (g) dan dosis karet yang

ditambahkan (%)............................................................................ 71

Gambar 27. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

uji kuat tekan ................................................................................. 74

Gambar 28. Grafik antara kuat tekan (kg/cm2) dan dosis karet yang

ditambahkan (%) ........................................................................... 75

Gambar 29. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

uji kuat lentur ................................................................................ 77

Gambar 30. Grafik antara kuat lentur (kg/cm2) dan dosis karet yang

ditambahkan (%) ........................................................................... 80

Page 17: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

ix

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Metode Analisis Lateks .............................................................. 88

Lampiran 2. Metode Analisis Semen .............................................................. 94

Lampiran 3. Metode Analisis Mortar .............................................................. 96

Lampiran 4. Gambar Prosedur Pembuatan dan Pengujian Mortar ................. 98

Lampiran 5. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Tanpa

Bahan Penstabil .......................................................................... 99

Lampiran 6. Data Pengamatan Penelitian Pendahuluan ................................. 100

Lampiran 7. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Emal ......... 101

Lampiran 8. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks

Dengan Emulgen ........................................................................ 102

Lampiran 9. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Kasein ...... 103

Lampiran 10. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Waktu Setting.................... 104

Lampiran 11. Data Pengaruh Lateks Pekat Terhadap

Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS .................................. 105

Lampiran 12. Data Pengaruh Lateks DS Terhadap

Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS .................................. 106

Lampiran 13. Data Pengaruh Lateks DPNR Terhadap

Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS .................................. 107

Lampiran 14. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Awal....................... 108

Lampiran 15. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Akhir....................... 110

Lampiran 16. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Kuat Tekan........................ 112

Lampiran 17. Data Pengaruh Lateks Pekat Terhadap

Bobot dan Kuat Lentur beserta Nilai FAS ................................. 113

Lampiran 18. Data Pengaruh Lateks DS Terhadap

Bobot dan KuatLentur beserta Nilai FAS .................................. 114

Lampiran 19. Data Pengaruh Lateks DPNR Terhadap

Bobot dan Kuat Lentur beserta Nilai FAS ................................. 115

Lampiran 20. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Kuat Lentur........................ 116

Page 18: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

1

 

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet alam biasanya diperoleh dari penyadapan tanaman karet (Hevea

brasiliensis). Karet alam merupakan salah satu sumber devisa negara yang

penting, sehingga dapat menunjang perekonomian Indonesia. Indonesia

merupakan produsen karet alam terbesar kedua setelah Thailand, tetapi

penggunaan karet alam di Indonesia sendiri kurang begitu berkembang. Hal

ini dapat dilihat dari BPS (2007) yang menyatakan bahwa sekitar 90%

produksi karet alam di Indonesia diekspor ke mancanegara dan hanya

sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri. Dengan adanya diversifikasi

dari karet alam yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pada jalan

beton diharapkan dapat meningkatkan konsumsi karet alam di Indonesia.

Daerah di Indonesia yang memiliki luas area dan produksi karet terbesar

berasal dari Sumatera Selatan dengan luas area 650.426 ha, sedangkan

produksinya sebesar 531.009 ton (Tabel 1).

Tabel 1. Luas areal dan produksi karet di Indonesia tahun 2005 – 2007*)

Status Pengusahaan 2005 2006 2007*)

Luas (Ha)

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Besar Swasta

2.767.021

237.612

274.758

2.832.982

238.003

275.442

2.899.680

238.246

275.792

Jumlah/Total 3.279.391 3.346.427 3.413.718

Produksi (Ton)

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Besar Swasta

1.838.670

209.837

222.384

2.082.597

265.813

288.821

2.186.209

277.200

301.285

Jumlah/Total 2.270.891 2.637.231 2.764.694

Wujud Produksi: Karet Kering *) Angka Sementara Sumber: BPS (2007)

Page 19: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

2

 

Akhir-akhir ini terjadi penurunan harga komoditas pertanian salah

satunya adalah karet alam. Hal ini disebabkan karena terjadi krisis

perekonomian dunia, sehingga berdampak pada hilangnya permintaan dari

komoditas tersebut. Hal tersebut membuat para petani juga turut merasakan

dampaknya. Harga karet dunia akhir-akhir ini sedang tidak stabil atau

berfluktuasi, dapat naik dan juga secara tiba-tiba dapat mengalami

penurunan yang cukup drastis, sehingga harga olahan karet pun ikut

mengalami penurunan. Hal ini sangat merugikan para petani karet. Untuk

itu, penggunaan karet di Indonesia perlu terus ditingkatkan. Apabila

penggunaan karet di Indonesia meningkat, maka kesejahteraan hidup para

petani juga akan meningkat. Penurunan harga karet alam dapat dilihat pada

perkembangan jumlah dan nilai ekspor dari karet alam pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan nilai ekspor karet alam

Januari – Juni 2008 Januari – Juni 2009 Perubahan (%)

Berat Bersih (Ton)

6.049 5.799 0,93

Nilai FOB (Ribu US$)

10.158 7.084 -30,26

Sumber: BPS (2009)

Barang atau peralatan yang dibuat dari bahan baku karet alam

sangatlah banyak, misalnya ban mobil, peralatan kendaraan, pembungkus

kawat listrik dan telepon, sepatu, alat kedokteran, beberapa peralatan rumah

tangga dan kantor, alat-alat olahraga, ebonit dan aspal. Dengan demikian,

karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang-bidang tersebut (Nazaruddin

dan Paimin, 1998). Salah satu bidang yang menggunakan karet alam adalah

bidang transportasi, baik jalan aspal maupun beton.

Kerusakan jalan selama ini di Indonesia tergolong tinggi sebagaimana

dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini menyebabkan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan untuk memperbaiki jalan yang rusak. Selain itu, jalan yang

rusak akan menghambat lalu lintas. Maka dari itu, diperlukan jalan yang

Page 20: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

3

 

lebih kuat daripada sebelumnya, sehingga umur pakai jalan lebih lama.

Umur pakai jalan beton lebih lama dibandingkan dengan jalan aspal. Oleh

karena itu, pemakaian jalan beton semakin meningkat di Indonesia karena

umurnya yang panjang dapat meminimalisasi biaya akibat jalan rusak.

Tabel 3. Jumlah kerusakan jalan

Kondisi Jalan Jumlah (km)

Baik

Sedang

Rusak

Rusak Berat

151.489

102.292

80.546

62.035

Jumlah 396.362

Sumber: BPS (2007)

Bukan hanya di Indonesia saja, pemakaian jalan beton di negara lain

juga meningkat, sehingga kebutuhan material beton untuk masa yang akan

datang akan selalu meningkat, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk

dunia. Material beton diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan

ketersediaan infrastruktur termasuk pembangunan perumahan. Dengan

meningkatnya pembangunan infrastruktur, dengan sendirinya akan

mendorong kebutuhan material beton dan produktivitas industri semen

(Hidayat, 2009).

Jalan semen beton di Indonesia selama ini tidak menggunakan lateks,

sehingga kurang lentur yang mengakibatkan rentan terhadap retak. Hal ini

juga membuat jalan beton tidak nyaman ketika dilalui oleh pengendara

kendaraan bermotor dan menimbulkan suara yang lebih bising saat dilalui

dibandingkan dengan suara di atas bahan yang lebih lentur. Oleh karena itu,

dengan mencampurkan lateks yang memiliki daya elastisitas yang tinggi ke

dalam semen beton tersebut diharapkan dapat meningkatkan kelenturannya.

Selain itu, karet juga memiliki sifat keliatan, kelekatan dan kepegasan yang

tinggi serta daya pantul yang baik.

Page 21: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

4

 

Apabila produk ini ditingkatkan penggunaannya di Indonesia, maka

akan memberi kontribusi positif terhadap penyerapan hasil produksi karet

nasional. Selain itu, juga terdapat manfaat lainnya, yakni pemanfaatan karet

alam di dalam negeri sendiri meningkat, sehingga tidak kalah dengan karet

sintetis yang sedang mengalami peningkatan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah memanfaatkan produk agroindustri

yaitu karet alam untuk semen beton, memperbaiki workability dan

kelenturan pada semen beton, diperoleh tingkat kenyamanan berkendara

yang lebih baik di atas perkerasan semen beton dan diperoleh perkerasan

semen beton yang lebih tahan retak sehingga mengurangi biaya

pemeliharaan.

Tujuan khususnya adalah untuk mengetahui jenis dan dosis bahan

penstabil yang sesuai dengan campuran lateks dan semen, serta mempelajari

pengaruh penambahan berbagai jenis lateks dan dosis karet terhadap mortar.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penentuan jenis dan dosis bahan penstabil yang sesuai dalam campuran

lateks pekat dan semen, sehingga dapat mempertahankan kestabilan

lateks atau tidak menggumpal ketika dicampurkan dengan semen.

2. Penentuan jenis lateks dan dosis karet yang sesuai terhadap mortar

sehingga didapatkan yang terbaik.

3. Pengujian terhadap lateks dan mortar untuk mendapatkan kemampuan

produk yang baik. Untuk uji lateks yang akan dilakukan adalah

penetapan total alkalinitas (NH3), Kadar Karet Kering (KKK), Kadar

Jumlah Padatan (KJP), waktu kemantapan mekanik, bilangan asam

lemak esteris, bilangan KOH dan pH, kadar nitrogen serta viskositas,

sedangkan untuk pengujian mortar yang akan dilakukan adalah bobot,

uji kuat tekan dan kuat lentur. Data yang diperoleh dianalisis secara

deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Page 22: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

5

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotyledonae, ordo

Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Hevea dan spesies Hevea

brasiliensis. Tanaman tersebut tumbuh baik di daerah yang berada pada

iklim tropis dengan rentang astronomis 15oLU – 10oLS, suhu harian 25 –

30oC, ketinggian 1 – 600 m dpl, curah hujan 2.000 – 2.500 mm/tahun,

intensitas matahari 5 – 7 jam/hari, dan pH tanah 5 – 6 (Nazaruddin dan

Paimin, 1998). Tanaman karet dapat ditanam pada tanah yang kurang subur

untuk menanam tanaman perkebunan yang lain. Pada tanah yang subur,

karet dapat mulai disadap setelah umur 4 – 5 tahun, sedangkan pada tanah

yang kurang subur, tanaman karet baru bisa disadap pada umur 7 tahun

(Goutara et al., 1985).

Pada saat ini, karet alam yang dikenal dalam perdagangan berasal dari

pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut Goutara et al. (1985), sumber

penghasil lateks juga dapat dihasilkan oleh tanaman lain yaitu Castilloa

elastica, Ficus elastica, Funtumia elastica, Landolphia, getah perca,

Manihot glaziovii, Achras Zapota. Penggunaan lateks dari tanaman tersebut

kurang berkembang dan tidak menguntungkan, disamping sifatnya yang

kurang baik dibandingkan dengan lateks dari tanaman Hevea brasiliensis.

2.2 Lateks

Hevea brasiliensis menghasilkan karet alam dalam bentuk lateks,

yaitu partikel karet yang terdispersi dalam cairan. Lateks berada dalam

pembuluh lateks dengan tekanan turgor 10 – 14 atm. Lateks diperoleh

melalui penyadapan, yaitu membuat sayatan miring dari kiri atas ke kanan

bawah dengan sudut 30o pada kulit pohon. Sayatan tidak boleh mencapai

kambium yang apabila terpotong, maka jaringan baru tidak dapat terbentuk

kembali (Suparto, 2002).

Page 23: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

6

 

Lateks dari pohon Hevea brasiliensis mengandung 25 – 40 %

hidrokarbon karet serta distabilkan oleh sejumlah kecil protein dan asam

lemak. Diameter partikel karet antara 0,1 – 3,0 mikron dan berat molekul

antara 103 – 106. Ukuran partikel lateks karet alam adalah antara 190 – 234

nm. Lateks karet alam (Hevea brasiliensis) adalah dispersi butir-butir yang

didalamnya terkandung beberapa macam senyawa kimia, yaitu protein,

fosfolipid, loko-trienol, sterol dan esternya, karotenoid, plastokromanol,

lipid, karbohidrat, glutation, asam amino bebas, asam askorbat, basa

nitrogen, asam nukleotida, plastokuinon trigonelein dan argotichin. Bahan-

bahan tersebut berkadar antara 0,02 dan 1,5 berat lateks (Utama, 2007).

Berat jenis lateks 0,945 (pada 70oF), serum 1,02 dan karet 0,91 g/cm3.

Dengan adanya perbedaan berat jenis tersebut, maka menyebabkan

timbulnya cream pada permukaan lateks. Komposisi kimia lateks Hevea

brasiliensis menurut Goutara et al. (1985) dapat dilihat pada Tabel 4,

sedangkan komposisi menurut Suparto (2002) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis

Jenis Komponen Komposisi (%)

1. Bahan karet mentah (crude rubber)

a. Karet murni

b. Protein

c. Asam lemak

d. Gula

e. Garam dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe

2. Serum (air dan zat yang larut)

25 – 40

90 – 95

2 – 3

1 – 2

0,2

0,5

60 – 75

Sumber: Goutara et al. (1985)

Page 24: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

7

 

Tabel 5. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis

Jenis Komponen Komposisi (%)

Karet

Resin

Protein

Abu

Gula

Air

30-35

0,5-1,5

1,5-2,0

0,3-0,7

0,3-0,5

55-60

Sumber: Suparto (2002)

Utama (2007) menyatakan bahwa kemantapan lateks disebabkan

partikel karet dikelilingi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan

fosfolipid. Kedua lapisan ini bersifat hidrofilik, karena mempunyai selubung

air. Dengan adanya selubung air tersebut, maka partikel-partikel karet

tersebut di dalam lateks menjadi stabil. Partikel karet tersebut ditunjukkan

pada Gambar 1 dan 2.

1 = Partikel Karet; 2 = Lapisan protein dan fosfolipid (bermuatan positif);

3 = Lapisan air (bermuatan positif)

Gambar 1. Partikel karet alam yang dilapisi protein dan lemak (Utama, 2007)

Gambar 2. Skema selubung air di permukaan partikel karet alam (Utama, 2007)

Page 25: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

8

 

Partikel karet yang dilapisi lapisan protein dan lipida ini merupakan

koloid hidrofilik yang artinya dilindungi (diselaputi) oleh muatan listrik

(Gambar 3). Larutan koloid akan stabil bila terdapat bahan yang dapat

mempertahankan muatan listrik partikel yaitu dengan adanya protein.

Gambar 3. Koloid hidrofilik bermuatan negatif (Goutara et al., 1985)

Kestabilan lateks disebabkan adanya gaya tolak-menolak antara

partikel karet yang bermuatan listrik sejenis (listrik negatif), berasal dari

selubung protein. Protein terdiri dari rangkaian asam amino tergantung dari

pH lingkungannya. Di atas pH isoelektrik, asam amino bermuatan negatif.

Sebaliknya bila pH lingkungannya di bawah pH isoelektrik, maka asam

amino bermuatan listrik positif. Pada pH isoelektrik muatan listrik neto

asam amino menjadi nol. Protein pembentuk selubung partikel karet

mempunyai pH isoelektrik pada pH 4,5 – 4,7. Lateks kebun segar

mempunyai pH 6,5 – 6,9, sehingga partikel karet lateks kebun segar dilapisi

selubung protein yang bermuatan listrik negatif (Suparto, 2002). Syarat

kestabilan lateks dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Pengaruh pH

terhadap elektrokinetis potensial pada lateks ditunjukkan pada Gambar 4

(Goutara et al., 1985).

Page 26: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

9

 

Elektrokinetis Potensial

Daerah

tidak

stabil

Daerah Daerah

stabil (+) stabil (-)

(cair II) (cair I)

Titik Isoelektrik (0)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

pH Lateks

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap elektrokinetis potensial pada lateks

(Goutara et al., 1985)

Lateks dapat dipertahankan kestabilannya dengan menambahkan

bahan pengawet. Bahan pengawet yang umum digunakan adalah amonia

yang berfungsi sebagai bakterisida, peningkat pH dan pengikat logam.

Bakterisida berfungsi menurunkan total mikroorganisme, sehingga

penurunan pH akibat jumlah asam organik yang meningkat dapat ditekan

(Suparto, 2002).

Dengan menambahkan bahan pengawet primer yaitu amonia, maka

fosfolipid akan terhidrasi menghasilkan asam lemak dan bereaksi dengan

amonia membentuk sabun amonia. Sabun tersebut diserap oleh partikel

karet, sehingga lateks bertambah mantap selama penyimpanan. Di samping

itu, protein juga terhidrolisasis membentuk polipeptida dan asam amino

yang larut dalam air. Akan tetapi, jalannya reaksi jauh lebih lambat bila

dibandingkan dengan reaksi pertama (Utama, 2007).

Menurut Goutara et al. (1985), bahan pengawet yang sering

digunakan pada lateks kebun adalah amonia. Amonia berfungsi sebagai

bakterisida dan menaikkan pH lateks, sehingga mempertinggi kemantapan

lateks. Amonia dalam lateks akan menaikkan muatan negatif pada setiap

Page 27: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

10

 

permukaan karet di dalam lateks, menimbulkan gaya tolak-menolak antara

partikel dengan demikian sistem koloid akan menjadi mantap.

2.3 Karet Alam

Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makromolekul

poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor. Rantai

poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis dengan susunan ruang

yang teratur, sehingga rumus kimianya adalah 1,4-cis-poliisoprena dengan

monomer isoprena dalam bentuk 2-metil-1,3-butadiena. Struktur monomer

lateks dapat dilihat pada Gambar 5 dan struktur molekulnya dapat dilihat

pada Gambar 6. Karet yang mempunyai susunan ruang tersebut akan

mempunyai sifat kenyal (elastis). Sifat kenyal tersebut berhubungan dengan

viskositas atau plastisitas karet. Partikel karet tersuspensi (tersebar secara

merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04 – 3 mikron atau 0,2 milyar

partikel karet per mililiter lateks. Bentuk partikel ini lonjong sampai bulat

(Goutara et al., 1985).

CH3

CH2 = C CH = CH2

Gambar 5. Monomer isoprena (Cowd, 1991)

CH3 H CH3 H

C = C C = C

CH2 CH2 CH2 CH2

Gambar 6. Struktur molekul 1,4-cis-poliisoprena (Cowd, 1991)

Karet alam merupakan partikel yang berukuran pada kisaran antara

0,005μm sampai 3μm serta dilapisi oleh dua buah lapisan yang terdiri dari

protein dan fosfolipid. Lapisan protein dan fosfolipid membentuk sistem

kestabilan pada karet. Lapisan dalam merupakan lapisan hidrofobik,

Page 28: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

11

 

sedangkan lapisan luar merupakan lapisan hidrofilik. Lapisan hidrofilik

terdiri atas protein dan sabun. Rantai polipeptida protein memiliki

konfigurasi memanjang dengan sisi non polar yang menghadap ke partikel

karet dan sisi polarnya menghadap ke fase cair (Tangpakdee, 1998).

Menurut Goutara et al. (1985), berat molekul karet alam berkisar

antara 250.000 sampai 300.000. Partikel karet tersebut ditutupi oleh selaput

tipis bahan yang terdiri dari protein dan fosfolipida. Jumlah protein berkisar

0,2 persen dan dengan adanya protein karet akan terdispersi. Partikel karet

tersebut memperlihatkan gerakan brown dan akan terhenti bila diberi larutan

CaCl2. Di samping bahan-bahan tersebut, terdapat pula bahan yang disebut

fraksi kuning (yellow fraction). Komposisi partikel karet alam dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi partikel karet alam

Jenis Komponen Komposisi (%)

Hidrokarbon karet

Lemak

Glikolipida, fosfolipida

Protein

Karbohidrat

Bahan Anorganik

Lain-lain

93,7

2,4

1,0

2,2

0,4

0,2

0,1

Sumber: Tanaka (1998)

Karet alam digolongkan ke dalam elastomer untuk penggunaan umum

karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis dan tipe barang

jadi karet. Penggunaannya sebagai bahan baku barang jadi karet sangat

disukai, karena keunggulan sifat-sifatnya, seperti daya pantul, elastisitas,

daya lengket dan daya cengkeram yang baik serta mudah untuk digiling.

Selain itu, karet alam juga mempunyai beberapa sifat mekanik yang baik,

antara lain memiliki tegangan putus, ketahanan sobek, dan kikis yang baik,

sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan.

Page 29: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

12

 

2.4 Lateks Pekat (LP)

Lateks pekat diperoleh dengan memekatkan lateks kebun. Pembuatan

lateks pekat bertujuan untuk meningkatkan kadar karet kering (KKK).

Lateks kebun pekat dengan KKK 60% akan lebih seragam mutunya dan

lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Pembuatan lateks pekat

dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu sentrifuse (pemusingan),

pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Metode yang paling sering

digunakan adalah metode sentrifuse (pemusingan), karena menghasilkan

kapasitas produksi yang besar, viskositas lateks lebih rendah (tidak kental)

dan hasil lateks lebih murni (tidak tercampur endapan dan kotoran)

(Solichin, 1991).

Untuk mendapatkan lateks pekat, di samping cara pemusingan, masih

ada cara lain yang sering digunakan yaitu cara pendadihan. Dengan

menggunakan cara ini dapat diperoleh lateks dadih dengan kadar padatan

sekitar 68%. Secara umum pendadihan lebih mudah daripada cara

pemusingan, tetapi lateks pekat yang dihasilkan masih banyak mengandung

bahan-bahan bukan karet, misalnya protein dan lemak yang dapat

mengganggu proses berikutnya (Utama, 2007).

Bila lateks disentrifugasi dengan alat “ultra sentrifuge” (dengan

jumlah putaran atau rpm yang sangat tinggi), maka akan terpisah menjadi

tiga bagian (Goutara et al., 1985), yaitu:

1. Fraksi putih (White fraction)

Jumlah fraksi putih adalah 70 – 80% dari isi lateks. Fraksi ini

sangat stabil dan tidak akan menggumpal dalam beberapa hari. Pada

fraksi ini terdapat juga fotofenol, asterol, asam lemak, fesiolipida, dan

resin (damar).

2. Serum C (ambiant cerum)

Serum C mengandung zat yang terlarut seperti asam amino,

karbohidrat, inositol, dan asam organik seperti asam nukleat,

pirofosfat dan askorbat. Karbohidrat terdiri dari glukosa, galaktosa

dan fruktosa. Asam amino bebas terdiri dari alanin, virosin, glutamat,

Page 30: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

13

 

glisin, isoleusin, cistin, fenilalanin, valin dan sistein. Alfa globulin

memegang peranan penting dalam stabilisasi butir karet.

3. Fraksi kuning (Yellow fraction)

Fraksi kuning terdapat pada bagian terbawah dari hasil sentrifugasi

yang terdiri dari lutoid dan serum B (bottom fraction cerum). Jumlah

fraksi tersebut adalah 20% dari seluruh lateks. Fraksi kuning tersebut

tidak stabil dan dalam waktu singkat (1 – 2 jam) dapat menggumpal.

Ketidakstabilan tersebut disebabkan adanya partikel lutoida, ion Cu++,

Mg++, Na+, dan K+ yang akan menurunkan elektrokinetis potensial

lateks.

Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan

cara pemusingan (centrifuse), karena kapasitasnya tinggi dan

pemeliharannya lebih mudah. Lateks kebun dengan KKK 28 – 35%

dipusingkan pada kecepatan 5000 – 7000 rpm, sehingga pada bagian atas

alat akan diperoleh lateks pekat dengan KKK 60% dan berat jenis 0,94,

sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung

4 – 8% karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara et al., 1985).

Centrifuged latex tersebut dibuat dengan cara memasukkan lateks ke

dalam alat pemusing atau centrifugal machine setelah dibiarkan selama 24

jam. Mesin pemusing harus dijalankan dengan kecepatan yang sesuai dan

suara mesin harus halus. Kadar karet kering yang diinginkan untuk hasil

lateks pusingan adalah 60%, tetapi kadarnya bisa turun 1 – 2% pada proses

produksi. Penambahan amonia dan penyimpanan sering juga mengakibatkan

terjadinya penurunan kadar karet kering (Nazaruddin dan Paimin, 1998).

Prinsip pembuatan lateks pekat dengan sentrifugasi adalah

berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum. Serum

mempunyai berat jenis lebih besar daripada partikel karet, sehingga partikel

karet cenderung naik ke permukaan, sedangkan serum di bawahnya. Partikel

karet dalam lateks mengalami gerak brown, karena terjadi tolak menolak

antar partikel karet yang bermuatan. Lateks yang dimasukkan ke dalam alat

sentrifugasi akan mengalami gaya sentripetal dan sentrifugal yang mengarah

Page 31: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

14

 

ke luar. Gaya sentrifugal tersebut jauh lebih besar daripada percepatan gaya

berat dan gerak brown, sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet

dengan serum. Bagian serum yang mempunyai berat jenis lebih besar akan

terlempar ke bagian luar dan partikel karet akan terkumpul pada bagian

pusat dari poros alat sentrifugasi dan selanjutnya lateks pekat (cream) akan

keluar dari bagian atas dan lateks skim keluar dari bagian bawah (Goutara et

al., 1985).

Selain partikel karet, didalam lateks terdapat bahan-bahan bukan karet

yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun

dalam jumlah yang relatif kecil. Lateks segar yang disentrifuse dengan alat

pemusing ultra dengan kecepatan 18000 rpm akan menyebabkan lateks

terpisah menjadi empat fraksi dengan urutan dari atas ke bawah dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Fraksi penyusun lateks segar

Lateks Kebun Segar

Fraksi Karet (35%)

Karet Protein Lipid IonLogam

Fraksi Frey Wyssling (5%)Karotenoida Lipid

Serum (50%)

Air Karbohidrat dan inositol Protein dan turunannya Asam nukleat dan nukleosida Ion anorganik Ion logam

Fraksi Dasar (10%) Lutoid (vakuolisosom) Sumber: Suparto (2002)

Pemekatan lateks menyebabkan sebagian bahan bukan karet terlarut

bersama serum, sehingga lateks pekat bersifat lebih stabil dan memiliki

komposisi yang lebih baik daripada komposisi lateks kebun. Menurut SNI

06-3139-1992, syarat mutu lateks pekat dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 32: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

15

 

Tabel 8. Syarat mutu lateks pekat

No Jenis Uji Metode

Sentrifugasi Amonia Tinggi

Metode Sentrifugasi

Amonia Rendah 1. Kadar jumlah padatan min, % 61,5 61,5

2. Kadar karet kering min, % 60,0 60,0

3. Selisih kadar jumlah padatan dengan kadar karet kering maks, %

2,0 2,0

4. Total alkalinitas dihitung sebagai amonia (NH3) sebagai % lateks

Min 0,60 Max 0,29

5. Bilangan KOH, maks 0,80 0,80

6. Waktu Kematapan Mekanik min, detik 650 650

7. Bilangan asam lemak, maks 0,2 g KOH/100 g TS

0,2 g KOH/100 g TS

8. Warna secara inspeksi visual Tidak berwarna biru atau abu-abu

9. Warna setelah dinetralisasi dengan asam borat Tidak berbau busuk

Sumber: SNI 06-3139-1992

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pusingan adalah

pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,

penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah

pemusingan, alat dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan

cara pengambilan sampel lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi

diperoleh dengan melakukan pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak

dari lateks kebun sampai pada pengambilan sampel lateks pekat (Solichin,

1991).

Menurut Goutara et al. (1985), penentuan mutu lateks pekat dibagi

dalam dua golongan, yaitu sifat yang tidak berubah selama penyimpanan

dan sifat yang dipengaruhi cara penyimpanan serta ion dalam lateks. Sifat

lateks pekat yang tidak dipengaruhi selama penyimpanan adalah kadar karet

kering, alkalinitas, dan kadar jumlah padatan (KJP), sedangkan sifat lateks

yang dipengaruhi oleh cara penyimpanan dan ion dalam lateks adalah asam

lemak menguap (VFA), bilangan KOH, dan waktu kemantapan mekanik

Page 33: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

16

 

(WKM). Kandungan protein total lateks pekat lebih rendah dibandingkan

lateks kebun dan serum skim. Hal ini dikarenakan dalam proses pemekatan

dari lateks kebun menjadi lateks pekat, fraksi-fraksi non karet terpisahkan

dan terbuang sebagai limbah berupa serum dan skim.

2.5 Lateks Double Centrifuge (LP-DS atau LP-KR)

Berkurangnya sifat ketika semen portland digunakan dalam campuran

dengan lateks karet alam dikarenakan oleh bahan non karet dan khususnya

gula yang berada di dalam serum lateks. Bahan non karet tersebut dapat

dikurangi dengan cara sentrifugasi dan lebih lanjut dengan pengenceran

menggunakan air dan sentrifugasi ulang (Nadarajah dan Fernando, 1978).

Cara pembuatan lateks Double Centrifuge sama seperti lateks pekat

tetapi dengan ganda sentrifugasi. Sentrifugasi berulang juga mampu

mengurangi protein yang terdapat dalam lateks sampai 30% (Subramaniam,

1992). Menurut Alfa (2008), lateks pekat yang disentrifugasi berulang akan

menurunkan kandungan karbohidratnya. Lateks tersebut biasanya disebut

lateks DS atau lateks KR. Kadar glukosa atau karbohidrat yang cukup tinggi

dalam lateks akan berpengaruh pada setting semen.

Lateks kebun segar mengandung sekitar 0,4% senyawa golongan

karbohidrat dan penurunan kadarnya dapat dilakukan dengan cara

pemusingan lateks dengan alat sentrifugasi lateks. Selama pemusingan

dengan kecepatan tinggi sekitar 5000 – 7000 rpm, lateks memisah menjadi

bagian serum dan bagian partikel karet yang disebut lateks pekat (Alfa,

2008).

Sebagian besar bahan-bahan non karet ikut terpisah bersama bagian

serum, sehingga jumlahnya dalam lateks pekat menurun. Pemekatan lateks

dengan cara pemusingan menggunakan alat sentrifugasi lateks mampu

menurunkan kadar bahan-bahan non karet menjadi kurang dari setengah

jumlah semula. Penurunan lebih lanjut bahan-bahan non karet dalam lateks

termasuk karbohidrat dapat dilakukan dengan cara sentrifugasi ulang lateks

pekat yang telah diencerkan kembali hingga KKK lateks menjadi 30%. Pada

Tabel 9 terlihat hasil pengukuran kadar karbohidrat dalam lateks kebun,

Page 34: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

17

 

lateks pekat dan lateks pekat sentrifugasi berulang. Dengan kadar

karbohidrat yang rendah, sebesar 0,07%, lateks LP-KR hasil sentrifugasi

ganda relatif tidak menghambat setting semen, sehingga teknologi

pemekatan berulang (double centrifuge) ditetapkan sebagai proses produksi

untuk memperoleh lateks berkarbohidrat rendah (lateks LP-KR) yang akan

diaplikasikan sebagai aditif semen atau beton (Alfa, 2008).

Tabel 9. Kadar senyawa golongan karbohidrat dalam lateks

Jenis Lateks Kadar Karbohidrat Dalam

Lateks (%)

Lateks kebun

Lateks pekat

Lateks pekat sentrifugasi ganda

0,36

0,16

0,07

Sumber: Alfa (2008)

2.6 Lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber)

Lateks alam berprotein rendah adalah lateks alam yang kadar

nitrogennya telah diturunkan semaksimal mungkin melalui proses

deproteinasi. Lateks alam dengan kadar nitrogen rendah ini dikenal dengan

nama lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber). Kadar protein dihitung

sebagai kadar nitrogen yang diperoleh dengan menggunakan metode

Kjeldhal. Untuk menghitung kadar protein, kandungan nitrogen dikalikan

dengan faktor 6,25.

Pada penelitian Alfa (2003), pembuatan lateks DPNR menggunakan

enzim papain. Papain ini berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk

menghidrolisis protein lateks. Dalam pembuatan lateks tersebut tidak

menggunakan amonia, karena aktivitas proteolitik papain berlangsung pada

pH netral. Lateks berpengawet amonia mempunyai pH lebih dari 10,

sehingga aktivitas proteolitik papain tidak sempurna.

Hingga saat ini, belum ada kesamaan persepsi mengenai batasan kadar

nitrogen yang dapat menggolongkan karet sebagai karet DPNR. Batasan

kadar nitrogen lateks DPNR yang digunakan oleh para peneliti bervariasi.

Page 35: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

18

 

Mengacu pada hasil penelitian Alfa (2003) yang dapat dilihat pada Tabel 10,

yaitu lateks DPNR diklasifikasikan sebagai jenis lateks dengan kandungan

nitrogen maksimal 0,08%.

Tabel 10. Karakteristik lateks alam berprotein rendah

Parameter Lateks DPNR

Kadar Nitrogen (%)

Viskositas Mooney, unit

KKK (%)

KJP (%)

Warna

0,08

47,0

59,5

60,5

Putih susu

Sumber: Alfa (2003)

Bersama-sama dengan fosfolipida, protein merupakan pelindung dari

partikel karet, yang menentukan kestabilan dari larutan koloidal lateks

tersebut. Protein bersama dengan lipida akan menyelubungi partikel karet,

sehingga terbentuk lapisan bermuatan negatif, yang kemudian berikatan

dengan air, membentuk lapisan molekul air sebagai lapisan sekunder

(Barney, 1973). Pada proses sentrifugasi, senyawa nitrogen hasil hidrolisis

protein yang larut dalam air akan terbuang bersama serum dan berkurangnya

senyawa nitrogen tersebut semakin besar jika dilakukan sentrifugasi

berulang.

2.7 Protein dalam Lateks

Protein merupakan polimer alami yang tersusun dari asam-asam

amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugusan amino, sebuah

gugusan karboksil, sebuah atom gugus atom H dan gugusan R yang terikat

pada sebuah atom C yang dikenal sebagai α karbon (Gambar 7). Gugus R

merupakan rantai cabang (Winarno, 1980).

Page 36: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

19

 

R

H2N CH COOH

Gambar 7. Struktur asam α amino (Cowd, 1991)

Menurut Winarno (1980), gugus amino –NH2 bersifat basa, sedangkan

gugus karboksil –COOH bersifat asam. Kondisi tersebut memungkinkan

asam amino dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa serta pereaksi-

pereaksi lainnya. Asam amino dalam larutan pH netral dalam bentuk ion

dipolar atau ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugusan amino

mendapat tambahan sebuah proton dengan gugusan karboksilnya

terdisosiasi. Dua molekul asam amino bergabung membentuk dipeptida, tiga

asam amino membentuk tripeptida dan seterusnya sampai menghasilkan

polipeptida berpolimer (Gambar 8).

H O H O

H R N C H R N C

C C C C

C H R N C H R N

O H O H

Gambar 8. Rantai polipeptida atau protein (Cowd, 1991)

Lipid dan protein dalam lateks berfungsi sebagai jembatan

penghubung antara rantai-rantai polimer. Lipid dari suatu rantai molekul

karet akan saling berikatan dengan protein maupun lipid dari rantai karet

lainnya, sehingga terbentuk jalinan molekul karet yang mempunyai berat

molekul tinggi. Protein dalam karet sangat berpengaruh terhadap sifat fisik

terutama penggumpalan lateks. Sistem emulsi pada lateks bermuatan negatif

yang distabilkan oleh protein dan sabun alami yang terkonsentrasi pada

lapisan antarmuka antara partikel karet dengan air (Cook, 1992), sehingga

kestabilan emulsi lateks dapat dipertahankan.

Page 37: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

20

 

2.8 Karbohidrat dalam Lateks

Lateks karet alam mengandung protein, asam amino dan karbohidrat

terutama polyhydric alcohols, quebrachitol, myo-inositol dan sukrosa.

Jumlah karbohidratnya adalah 1% quebrachitol, 0,5% 1-inositol, dan 0,4%

sukrosa yang terdapat dalam lateks kebun. Meskipun jumlah secara aktual

sekarang ini mungkin bervariasi, total kandungan karbohidrat minimum

0,5% yang diharapkan dalam lateks kebun (Nadarajah dan Fernando, 1978).

Gugus HO – C – H pada karbohidrat akan menghambat proses setting

semen, yaitu perubahan dari bentuk pasta menjadi material rigid/kaku.

Quebrachitol, 1-inositol, dan sukrosa mengandung paling sedikit lima gugus

per molekul. Larutan gula dan karbohidrat turunannya sebesar 1% hampir

semuanya menghalangi secara nyata setting dan hardening atau dapat

dikatakan terhambat secara sempurna (Nadarajah dan Fernando, 1978).

Penambahan 0,05% gula memberikan akibat yang kecil terhadap laju

hidrasi, tetapi apabila jumlahnya ditingkatkan menjadi 0,2%, maka hidrasi

dapat menjadi terlambat, seperti final setting tidak mungkin selesai dalam

waktu 72 jam atau lebih.

Penambahan quebrachitol tidak mempengaruhi setting semen tetapi

kekuatan semen mortar menjadi rendah dan dapat diremukkan ketika

ditekan dengan tangan. Hasilnya mengindikasikan bahwa setting dari semen

dipengaruhi kurang baik oleh sukrosa yang terdapat dalam lateks karet alam

dan kekuatannya oleh quebrachitol yang terdapat di dalamnya (Nadarajah

dan Fernando, 1978).

2.9 Semen

Menurut Hidayat (2009), semen merupakan material perekat untuk

kerikil (agregrat kasar), pasir, batubara, dan material sejenis lainnya. Bahan

baku utama untuk memproduksi semen adalah bahan-bahan yang

mengandung mineral kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi

oksida (Fe2O3). Standar Nasional Indonesia (SNI) berlaku untuk semen

yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa jenis semen yang

banyak beredar di pasaran adalah:

Page 38: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

21

 

1. Semen Portland Putih (SNI 15-0129-2004)

2. Semen Portland (SNI 15-2049-2004)

3. Semen Portland Komposit (SNI 15-7064-2004)

4. Semen Portland Pozolan (SNI 15-0302-2004)

Semen merk Holcim termasuk ke dalam semen portland komposit.

Semen tersebut dapat digunakan untuk konstruksi umum, seperti pekerjaan

beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding, dan pembuatan elemen

bangunan khusus (seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, dan

bata beton/paving block). Untuk memenuhi standar SNI 15-7064-2004, ke

dalam semen portland komposit telah ditambahkan bahan anorganik

material tertentu atau kombinasinya guna mendapatkan karakteristik semen

seperti yang diinginkan. Berikut pengaruh yang diberikan mineral aditif

terhadap karakteristik semen (Hidayat, 2009):

• Kalsium karbonat, memberikan dampak pada penurunan bleeding pada

sifat campuran segar dan meningkatkan workability, sehingga mudah

dikerjakan, mengurangi kebutuhan air dan pengaruh pada beton keras

(yakni mengurangi retak, memperbaiki homogenitas campuran akibat

turunnya segregasi).

• Abu terbang (fly ash), memberikan pengaruh pada penambahan kuat

tekan akhir (setelah 28 hari) meskipun akan menurunkan laju

perkembangan kuat tekan pada umur awal, memperlambat waktu ikat,

dan memperbaiki ketahanan terhadap sulfat.

• Silica fume, memberikan pengaruh pada penurunan bleeding,

meningkatkan cohessiveness dan relatif tidak berpengaruh terhadap

perkembangan kuat tekan.

Reaksi kimia terjadi antara dua materi yang berwujud padat dan cair

yang dimulai dari permukaan materi yang berwujud padat. Reaksi akan

terus berlanjut dan masuk ke dalam partikel materi. Demikian juga dalam

konteks reaksi hidrasi antara partikel-partikel semen dengan molekul air.

Laju reaksi hidrasi sangat ditentukan oleh tingkat kehalusan partikel semen

Page 39: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

22

 

(Hidayat, 2009). Fungsi utama semen adalah merekatkan atau mengikat

butir-butir agregat agar membentuk suatu massa padat, dan juga untuk

mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat (Mulyono, 2003).

Senyawa kimia utama yang ada di dalam semen portland adalah

Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2; disingkat C3S), Dikalsium Silikat

(2CaO.SiO2; disingkat C2S), Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3; disingkat

C3A), dan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3; disingkat

C4AF). C3S dan C2S adalah bagian yang paling menentukan sifat dari semen

dan menyusun 70 – 80% dari bobot total semen (Mulyono, 2003).

Semen dan air saling bereaksi; persenyawaan tersebut dinamakan

proses hidrasi, sedangkan hasilnya dinamakan hidrasi semen. Senyawa C3S

jika terkena air akan cepat bereaksi dan menghasilkan panas, yang

mempengaruhi kecepatan mengeras sebelum 14 hari. Senyawa C2S bereaksi

dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap semen setelah

umur 7 hari. Unsur C2S memberikan ketahanan terhadap serangan kimia.

Kedua unsur tadi membutuhkan air 21 – 24 % beratnya untuk terjadi reaksi.

Senyawa C3A bereaksi secara eksotermik dan sangat cepat memberikan

kekuatan awal pada 24 jam pertama. Kebutuhan air untuk senyawa C3A

adalah empat puluh persen dari bobotnya. Senyawa C4AF tidak memiliki

pengaruh yang besar terhadap kekerasan semen atau beton, sehingga

kontribusinya dalam peningkatan kekuatan amat kecil (Mulyono, 2003).

Reaksi hidrasi antara semen dengan air terbagi dalam dua tahap, yaitu

dimulai dengan setting dan dilanjutkan proses hardening. Tahap awal akan

terjadi proses pengikatan, yaitu pasta semen yang awalnya bersifat plastis

dan mudah mengalir, lama-kelamaan adonan pasta semen akan berubah

menjadi lebih kental atau kaku (stiff). Setelah itu, pasta semen akan

mengalami proses pengerasan, pasta semen mulai menunjukan kekuatan dan

nilainya akan meningkat terus sejalan dengan bertambahnya umur (Hidayat,

2009).

Waktu ikat adalah lamanya waktu yang diperlukan semen dari saat

mulai bereaksi dengan air menjadi pasta semen sampai dengan pasta semen

cukup kaku menahan tekanan. Waktu ikat semen dibagi menjadi dua, yaitu

Page 40: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

23

 

waktu ikat awal dan waktu ikat akhir. Waktu ikat awal (initial setting time)

adalah waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen

sampai terjadi kehilangan sifat keplastisan, sedangkan waktu ikat akhir

(final setting time) adalah waktu terjadi pasta semen sampai beton mengeras

atau masa mengeras. Pada semen portland initial setting time berkisar 1 – 2

jam tetapi tidak boleh kurang dari 1 jam, dan final setting time tidak boleh

lebih dari 8 jam. Waktu ikat awal sangat penting dalam kontrol pekerjaan

beton, untuk kasus-kasus tertentu initial setting time kadangkala diperlukan

lebih dari dua jam agar waktu untuk terjadinya ikatan awal lebih panjang.

Waktu yang panjang tersebut diperlukan untuk transportasi, penuangan,

pemadatan, dan penyelesaiannya (Mulyono, 2003).

Konsistensi normal adalah salah satu jenis sifat atau karakter fisik dari

semen portland. Konsistensi yang ada pada semen portland lebih banyak

pengaruhnya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi

pengikatan sampai pada saat beton mengeras (Mulyono, 2003).

Menurut Hidayat (2009), komposisi untuk beton sederhana sebaiknya

menggunakan komposisi 1 : 2 : 3 (semen : pasir : batu split). Agar lebih

akurat, penimbangan masing-masing material menggunakan perbandingan

berat. Sebaiknya, pencampuran semen dengan pasir dilakukan lebih dahulu

sebelum ditambahkan air. Semen dan pasir yang tidak tercampur merata

dapat mengakibatkan adanya bagian yang terlalu keras, tetapi ada bagian

lain yang lembek atau gampang rontok.

Dalam aplikasi, jika semen hanya dicampur dengan air, maka akan

menghasilkan pasta semen. Namun, jika pasta semen ditambah dengan pasir

akan diperoleh mortar. Mortar (adukan semen) merupakan material pengikat

yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah air. Mortar dapat

dibuat sederhana atau dengan mesin molen ataupun manual. Mortar dapat

digunakan untuk aplikasi pasangan, plesteran, lantai, dll. Selanjutnya, jika

campuran tersebut ditambah lagi dengan koral atau batu pecah sebagai

agregrat kasar, maka akan menghasilkan material beton (Hidayat, 2009).

Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan adukan

mortar adalah workability dan compactibility. Kedua faktor tersebut akan

Page 41: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

24

 

meningkat jika adukan bersifat homogen (seragam). Compactibility atau

pemadatan akan diperoleh ketika membuat adukan dengan komposisi yang

tepat, yaitu antara material pasir, semen, dan air (Hidayat, 2009).

Hidayat (2009) menyatakan bahwa agregat merupakan bahan yang

bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan duralitas yang baik

daripada pasta semen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus

maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang

proporsional. Ukuran pasir yang digunakan sebaiknya berdasarkan

persyaratan (SNI S-02-1994-03) dengan besar butiran maksimum 4,76 mm.

Jika pasir terlalu kasar, mortar akan sulit menempel, sebaliknya jika terlalu

halus kebutuhan air dan konsumsi semen akan meningkat.

Agregat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu agregat halus dan agregat

kasar. Agregat kasar hanya digunakan dalam pembuatan beton, sedangkan

agregat halus digunakan baik pada pembuatan mortar maupun beton.

Agregat halus, berdasarkan ASTM, adalah semua jenis agregat yang

memiliki ukuran kurang dari 4,75 mm, sedangkan agregat kasar adalah

agregat yang memiliki ukuran lebih dari 4,75 mm. Agregat halus biasa

disebut dengan istilah pasir, sedangkan agregat kasar biasa disebut dengan

kerikil (Mulyono, 2003).

Kualitas agregat halus ditentukan dari bentuk, porositas, tekstur, dan

kebersihan agregat tersebut. Bentuk agregat halus yang bulat memiliki

rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan agregat halus dengan bentuk

lainnya. Semakin sedikit rongga udara yang ada akan membuat beton yang

dihasilkan semakin kuat. Tekstur permukaan agregat yang halus

membutuhkan air yang lebih sedikit dalam pengerjaan campuran sehingga

kekuatan beton yang dihasilkan akan lebih baik. Kebersihan agregat halus

juga akan menentukan kekuatan beton karena agregat yang bersih akan

menghindarkan beton dari tercampurnya zat–zat yang dapat merusak beton

baik pada saat beton muda maupun ketika sudah mengeras (Mulyono,

2003).

Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat,

sehingga penambahan air dalam pembuatan spesi beton merupakan unsur

Page 42: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

25

 

yang sangat penting. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui

reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan membentuk pasta semen dan

mengikat fragmen-fragmen agregat. Air yang digunakan dalam campuran

beton harus memenuhi persyaratan fisika dan kimiawi. Secara umum, air

yang dapat diminum cocok digunakan sebagai air pencampur, sebab telah

memenuhi persyaratan teknis sebagai air pencampur. Dalam penggunaan,

air tidak boleh berlebihan. Air yang berlebihan selain akan menimbulkan

masalah bleeding, yaitu air akan berada di atas adukan setelah beberapa saat

dan dapat juga meningkatkan penguapan air yang akhirnya dapat

menimbulkan retak-retak (Hidayat, 2009).

Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi sekitar

25% dari berat semen. Jika air yang digunakan kurang dari 25% maka akan

terjadi kelecakan dan kemudahan dalam pengerjaan (workability) tidak

dapat tercapai. Workability didefinisikan sebagai beton yang mudah

dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan, mudah diaduk dan dapat

dengan mudah dibentuk. Banyaknya air yang digunakan dalam campuran

semen sering disebut dengan istilah faktor air semen (FAS). FAS dihitung

dengan cara membagi berat air yang digunakan dengan berat semen:

FAS = berat air / berat semen

Semakin banyak air yang digunakan di dalam campuran, maka akan

berakibat pada menurunnya kekuatan beton yang dihasilkan. FAS yang

rendah akan mengakibatkan air yang berada di antara bagian-bagian semen

sedikit dan jarak antar butiran semen menjadi lebih pendek. Nilai faktor air

semen yang biasa digunakan adalah antara 0,4 – 0,65 (Mulyono, 2003).

Page 43: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

26

 

Gambar 9. Hubungan antara kekuatan tekan beton umur 7 hari dengan

faktor air semen menggunakan semen yang cepat mengeras

(Mulyono, 2003)

Gambar 10. Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan tekan

beton selama masa perkembangannya (Mulyono, 2003)

Kemudahan pengerjaan (workability) berkaitan erat dengan konsumsi

air dan variasi ukuran pasir (gradasi pasir). Begitu pentingnya air dalam

adukan mortar, sehingga untuk mendapatkan workability yang baik,

penggunaan air perlu dijaga sampai diperoleh campuran yang tidak terlalu

kental dan tidak terlalu encer. Selain itu, perlu dihindari penambahan air

pada saat adukan mortar mulai mengering atau setengah kering. Workability

atau kemudahan dalam pengerjaan akan meningkat seiring dengan

meningkatnya kebutuhan air. Semen portland komposit yang mengandung

fly ash, slag, maupun limestone akan memiliki workability yang lebih baik,

Page 44: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

27

 

sedangkan untuk semen yang mengandung pozzolan alam dan silica fume

cenderung membutuhkan air lebih banyak (Hidayat, 2009).

Menurut Hidayat (2009), keunggulan yang dimiliki beton

dibandingkan dengan material lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan

stabilitas volume yang baik dan biaya perawatan relatif lebih murah. Selain

itu, material beton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah

terbakar, dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Namun, dibalik

keunggulannya, beton mempunyai beberapa kelemahan, yaitu respon

terhadap beban tarik sangat rendah. Nilai kuat tariknya hanya berkisar

sepersepuluh kuat tekan. Menurut Mulyono (2003), keunggulan beton

lainnya adalah dapat dibentuk dengan mudah sesuai dengan kebutuhan

konstruksi dan mampu menahan beban pikul yang berat. Kekurangan dari

beton adalah sulit mengubah bentuk ketika beton sudah mengeras,

pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi, bobot yang

besar, dan memiliki daya pantul suara yang besar.

Kekuatan beton terbentuk akibat terikatnya partikel-partikel agregat

kasar dan halus oleh pasta semen yang berjalan secara gradual dan

berkelanjutan. Kekuatan beton akan semakin bertambah seiring dengan

bertambahnya umur. Reaksi hidrasi antara semen dan air yang menghasilkan

senyawa calcium silikat hidrat (CSH) sebagai pembentuk kekuatan beton

tidak langsung selesai seketika, tetapi berjalan secara berkelanjutan. Laju

reaksi hidrasi sangat ditentukan oleh derajat kehalusan atau distribusi

ukuran partikel semen.

Kekuatan tekan beton merupakan karakteristik beton yang paling

umum digunakan, terutama dalam perencanaan struktur. Pada umumnya

beton direncanakan hanya untuk menahan gaya tekan. Laju pembebanan

disesuaikan dengan syarat yang ada pada ASTM-C39, yaitu antara 1,43 –

3,47 kg/cm2/detik. Besarnya tegangan tekan adalah besar beban tekan dibagi

dengan luas permukaan tekan. Beban tekan adalah beban tekan maksimum

yang dapat diberikan pada benda uji. Karakteristik penting lain dari beton

semen portland adalah kuat lentur (Adianto dan Basuki, 2006).

Page 45: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

28

 

Kekuatan beton sangat ditentukan oleh umurnya. Berdasarkan standar,

karakteristik kuat tekan beton ditentukan ketika beton telah berumur 28 hari.

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Selain

itu juga, kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air

terhadap semen, faktor air semen (FAS) atau (w/c-rasio) ketika membuat

rancangan spesi beton (Hidayat, 2009).

Beton termasuk jenis material yang berpori dan mengandung retak-

retak kecil. Ini terjadi karena secara alami, agregat sebagai material pengisi

beton selalu mengandung pori-pori bawaan. Pasta semen sebagai perekat

agregat adalah hasil reaksi hidrasi yang berjalan secara gradual. Oleh karena

itu, dalam pasta semen akan selalu menyimpan air yang berada dalam pori-

pori kapiler. Reaksi hidrasi berlangsung secra terus-menerus, sehingga

lama-kelamaan jumlah air akan menipis. Hal ini mengakibatkan kandungan

pori-pori kapiler akan berkurang sejalan dengan bertambahnya umur beton

(Hidayat, 2009). Selama proses penuangan spesi beton ke dalam bekisting

atau cetakan, udara akan ikut masuk ke dalam ruangan bekisting atau

cetakan. Oleh sebab itu, untuk memperkecil kandungan rongga udara yang

terjebak dalam beton selama proses penuangan, harus disertai proses

pemadatan dengan menggunakan vibrator. Jumlah rongga-rongga udara

dalam beton yang disarankan berada pada kisaran 1 – 1,5% volume beton

(Hidayat, 2009).

Banyaknya rongga udara di dalam beton akan mengakibatkan

penurunan kekuatan tekan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Alat yang

digunakan untuk proses pemadatan dapat berupa tongkat kayu, yang proses

pemadatannya dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat

pemadat mesin berupa vibrator. Penggunaan vibrator biasa dilakukan jika

kapasitas beton yang diproses besar. Proses pemadatan dilakukan sebelum

terjadinya initial setting time.

Page 46: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

29

 

Gambar 11. Pengaruh rongga udara terhadap kekuatan tekan beton

(Mulyono, 2003)

Semen portland akan bereaksi dengan air segera setelah tercampur.

Setelah 24 jam, dengan suhu kamar 30 – 40oC, semen mengalami proses

hidrasi. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan penutup dengan

bertambahnya kepadatan dan ketebalan yang melapisi partikelnya. Proses

pembentukan beton dapat dilihat pada Gambar 12.

(a) (b)

(c) (d)

Page 47: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

30

 

Keterangan:

Material yang belum terhidrasi

Pori-pori yang terisi air

Ikatan C-S-H

Kalsium Hidroksida

(a). Terjadinya pencampuran pertama

(b). Kondisi beton setelah berumur 7 hari

(c). Kondisi beton setelah bermur 28 hari

(d). Kondisi beton setelah berumur 12 bulan

Gambar 12. Proses terjadinya pengikatan pada beton (Mulyono, 2003)

Setelah beton mencapai final setting, maka langkah terakhir dalam

pengerjaan beton adalah perawatan beton (curing). Perawatan dilakukan

agar proses hidrasi tidak mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan

kehilangan air yang terlalu cepat sehingga beton mengalami keretakan.

Proses perawatan ini biasanya dilakukan antara tiga sampai tujuh hari

ataupun lebih. Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan

kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki

mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus,

serta stabilitas dari dimensi strukur.

2.10 Beton Karet

Beton karet adalah campuran antara beton yang memiliki sifat dasar

keras dengan karet yang memiliki sifat lentur. Kombinasi dari kedua sifat

tersebut dapat memperbaiki sifat jalanan yang terbuat dari beton sehingga

lebih nyaman ketika dilalui (Roestaman et al., 2007).

Penelitian beton karet ini juga telah dilakukan di luar negeri, seperti

Sukontasukkul dan Chaikaew (2005) menggunakan karet bekas (crumb

rubber) berasal dari ban bekas yang digunakan sebagai bahan untuk

menggantikan sebagian dari agregat kasar dan agregat halus dengan

persentase 10 dan 20% terhadap berat. Dari hasil pengujian didapatkan

Page 48: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

31

 

bahwa kekuatan tekan dan kekakuan dari beton yang dihasilkan menurun

tetapi kemampuan penyerapan energi lebih baik, kelenturan yang dihasilkan

meningkat, memiliki tahanan gelincir lebih baik dan tahanan abrasi yang

lebih rendah.

Penambahan bahan tambahan karet pada beton akan menghasilkan

penurunan pada nilai slump dan kekuatan campuran beton, memiliki

kandungan udara yang lebih tinggi, lebih ringan, lebih tahan terhadap

retakan, dan memiliki nilai keteguhan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan beton biasa (Naik dan Siddique, 2002; Roestaman et al., 2007).

Menurut Roestaman et al. (2007), laju perkembangan kekuatan beton karet

berbeda dengan laju perkembangan kekuatan beton normal tanpa karet. Pada

umur yang sama, beton karet cenderung mencapai kekuatan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pencapaian oleh beton normal.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Roestaman et al. (2007)

terlihat bahwa campuran beton dengan remah karet menghasilkan

kecenderungan penurunan workability, kuat tekan, maupun kuat lentur.

Untuk mengatasi penurunan workability tersebut maka digunakan bahan

tambahan pada semen berupa plasticizer yang dapat memberikan

workability yang lebih baik pada beton segar dengan kandungan air (FAS)

yang lebih rendah.

Dengan menggunakan admixture tipe plasticizer sebagai bahan

tambah dan serbuk karet sebagai bahan campuran di dalam beton,

Roestaman et al. (2007) dapat menghasilkan kuat lentur yang lebih baik

pada penambahan karet sebesar 2,5% dan 5%. dibandingkan dengan beton

yang normal yang tidak menggunakan bahan tambahan karet. Pada

penambahan karet 7,5; 10; 12,5 dan 15% karet, kuat lentur yang dihasilkan

tidak lebih baik jika dibandingkan dengan beton normal yang tidak

menggunakan karet.

Menurut Alfa (2008), penyebaran karet alam dalam bentuk padatan

pada beton relatif lebih sulit homogen bila dibandingkan dengan

penggunaan lateks. Selain itu juga keuntungan lainnya dengan

menggunakan lateks adalah karena lateks mempunyai sifat lengket lebih

Page 49: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

32

 

baik. Haryadi (2005) mengemukakan bahwa semakin tinggi kadar lateks

yang ditambahkan pada campuran beton maka akan menurunkan kuat

tekannya.

Pada penelitian yang telah dilakukan Abdilah (2009) dengan

menggunakan lateks pekat, lateks pekat pravulkanisasi semi EV, dan lateks

pekat pravulkanisasi semi ebonit menghasilkan semakin tinggi dosis karet

yang digunakan maka semakin menurun kuat tekannya begitupula dengan

kuat lenturnya, tetapi semakin lama umur mortar maka semakin meningkat

kuat tekan dan kuat lenturnya. Pada penelitian ini terdapat kekurangan

seperti workability yang rendah dan juga surfaktan yang digunakan belum

sesuai dengan campuran semen dan lateks yang digunakan sehingga

campuran yang dihasilkan agak menggumpal. Terdapat penelitian dengan

menggunakan lateks acrylic untuk membuat beton. Pada Gambar 13

merupakan gambar tiga dimensi yang mengilustrasikan bagaimana sebuah

struktur polimer seperti karet menjembatani kekosongan dalam adonan

semen dari beton semen polimer yang menggunakan lateks acrylic.

Gambar 13. Tiga Dimensi dari Beton Semen Polimer (Belie, 1998)

Ohama (1995) menyatakan bahwa mortar/beton semen yang

dimodifikasi dengan polimer mempunyai monolithic co-matriks di dalam

matriks polimer organik dan matriks gel semen yang telah dihomogenkan.

Modifikasi lateks di dalam mortar dan beton semen diatur oleh hidrasi

semen dan proses pembentukan film polimer. Proses hidrasi secara umum

mendahului proses pembentukan polimer. Fase co-matriks dibentuk oleh

Page 50: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

33

 

proses hidrasi semen dan pembentukan film polimer. Fase co-matriks terdiri

dari gel semen dan film polimer secara umum dibentuk sebagai bahan

pengikat. Agregat akan diikat oleh fase co-matriks ini. Gambar 14 dibawah

ini merupakan model sederhana dari pembentukan semen polimer co-

matriks.

(a) Pembentukan setelah pencampuran

Partikel semen yang belum terhidrasi

Partikel polimer

Agregat (Tempat yang berpori berisi

air)

(b) Langkah Pertama

Campuran diantara partikel semen

yang belum terhidasi dan gel semen

(Dimana partikel polimer

menempatkan secara parsial)

(c) Langkah Kedua

Campuran dari gel semen dan partikel

semen yang belum terhidrasi yang

dibungkus dengan lapisan yang

rapat dari partikel polimer

(d) Langkah Ketiga

Hidrat semen yang dibungkus dengan

film polimer atau membran

Rongga udara

Gambar 14. Model sederhana dari pembentukan semen polimer co-matriks

2.11 Bahan Penstabil

Surfaktan merupakan suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang

dapat menurunkan tegangan antar muka, antara minyak dan air karena

strukturnya yang amphifilik, yaitu adanya dua gugus yang memiliki derajat

Page 51: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

34

 

polaritas yang berbeda pada molekul yang sama. Gugus hidrofilik bersifat

mudah larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat mudah larut

dalam minyak. Berdasarkan gugus hidrofiliknya, molekul surfaktan

dibedakan ke dalam empat jenis yaitu surfaktan anionik, kationik, nonionik,

dan amfoterik (Pratomo, 2005).

Molekul surfaktan terdiri dari bagian hidrofilik (suka air) dan

hidrofobik (tidak suka air). Bagian hidrofobik surfaktan akan menyelubungi

partikel-partikel karet yang terdispersi di dalam serum, sedangkan bagian

hidrofilik akan mengarah ke bagian serum. Surfaktan akan menjaga

kestabilan lateks terutama terhadap gerakan mekanis yang timbul karena

guncangan atau pengadukan (Blackley, 1966).

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian

hidrofiliknya atau aktif permukaannya (surface active). Sifat hidrofiliknya

disebabkan karena keberadaan gugus sulfat atau sulfonat. Salah satu contoh

surfaktan anionik adalah emal. Emal mempunyai kestabilan yang tinggi

pada emulsi polimerisasi, tidak berwarna, larut dalam air panas, stabil dalam

larutan asam, alkali dan air sadah (Huntsman, 2000). Gugus fungsi utama

yang terdapat dalam emal adalah (CH3(CH2)11OSO3)Na. Emal yang

dilarutkan akan mengion membentuk turunan anionnya yaitu ion alkali

sulfat (CH3(CH2)11OSO3).

Emal adalah salah satu surfaktan anionik dengan Sodium Dodecyl

Sulfate (SDS) atau juga disebut Sodium Lauryl Sulfate (SLS) sebagai

komponen utama di dalamnya. Surfaktan ini mempunyai formula kimia

C12H25SO4Na dengan berat molekul 288,5. Sifat yang dimiliki oleh

surfaktan ini adalah larut dalam air, kloroform, metanol, butanol; tidak larut

dalam dietil ether, benzena, dan dioxane (di atas 40oC); CMC (Critical

Micelle Concentration) adalah 8,1 mmol/l, HLB (Hydrophilic-Lipophilic

Balance) adalah 42,0. Secara luas digunakan sebagai pembusa, elmusifier,

solubilizer, wetting agent, dan dispersant. Contoh lainnya adalah Sulfonol.

Surfaktan ini mengandung sodium alkyl benzene sulfonates (45%, C12-C18);

sodium sulfate (10%); nonsulfonated hydrocarbons (diatas 3%); sisanya

Page 52: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

35

 

H2O (Ostroumov, 2006). Struktur surfaktan emal (SDS/SLS) dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 15. Struktur Sodium Dodecyl Sulfate (Anonima, 2009)

Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang mengandung gugus aktif

permukaan berupa kation-kation. Kation yang banyak berhubungan dalam

bidang teknologi lateks adalah kation yang berasal dari ion ammonium

dimana satu atom hidrogennya telah digantikan oleh senyawa organik,

biasanya halida atau asetat. Garam-garam ammonium ini dapat dibagi atas

garam ammonium kwartener dan garam ammonium non-kwartener yaitu

garam-garam amin primer, sekunder dan tersier.

Surfaktan nonionik adalah tipe surfaktan yang tidak akan membentuk

ion dalam larutannya. Tipe surfaktan nonionik yang banyak digunakan

dalam bidang teknologi lateks adalah hasil kondensasi etilen oksida dengan

asam lemak, lemak alkohol atau fenol umumnya digunakan sebagai

penstabil lateks atau bahan pengemulsi (Huntsman, 2000).

Surfaktan nonionik tidak membawa muatan sehingga sangat

kompatibel dengan bahan kimia yang digunakan dalam berbagai operasi

produksi. Prinsip kerja dari surfaktan nonionik dalam mempertahankan

kestabilan larutan adalah dengan menurunkan gaya Van der Walls (Allen

dan Roberts, 1993). Salah satu jenis surfaktan nonionik adalah emulgen.

Nama lain emulgen adalah Polyethylen Lauryl Ether dengan rumus molekul

C12H25(OCH2CH2)46OH. Emulgen berbentuk padatan lilin putih (white waxy

solid). Sifat emulgen yaitu larut dalam air, etanol, toluen, dapat dicampur

dengan bahan panas, minyak alami dan sintetik, lemak alkohol dan lemak,

tetapi tidak larut dengan minyak mineral dan minyak sayur (Anonimc,

2009). Emulgen 147 yang digunakan pada penelitian ini merupakan

produksi dari KAO Indonesia Chemical dengan nama kimia polyoxyethylene

Page 53: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

36

 

lauryl eter dengan penampilan solid dan dapat diaplikasikan untuk

emulsifier untuk polimerisasi emulsi (Anonimb, 2009).

Selain sebagai penstabil lateks, surfaktan juga dapat digunakan

sebagai jembatan yang mengikat molekul-molekul karet di dalam lateks

dengan semen. Molekul-molekul karet akan berikatan dengan gugus

hidrofobik pada surfaktan dan molekul-molekul semen akan berikatan

dengan gugus hidrofiliknya. Keberadaan gugus hidrofilik dan hidrofobik di

dalam surfaktan membuat surfaktan dapat berada di antara dua fase yang

berbeda derajat kepolarannya seperti semen dan karet (Georgiou et al.,

1992).

Kasein adalah sebuah padatan yang berwarna kuning pucat dan

merupakan protein utama dalam susu. Kasein ini digunakan sebagai bahan

penstabil dalam pencampuran lateks (Craig, 1969). Berat molekul dari

kasein yaitu sebesar 8.888 dan ditetapkan mengandung dua atom fosfor.

Komposisi kasein dari susu sapi dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan

komposisi kasein komersial dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 11. Komposisi kasein dari susu sapi

Jenis Komponen Komposisi (%)

Karbon

Hidrogen

Nitrogen

Oksigen

Sulfur

Fosfor

52,96

7,04 – 7,53

15,60 – 15,91

22,78

0,758 – 0,82

0,8 – 0,847

Sumber: Scherer (1921)

Page 54: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

37

 

Tabel 12. Komposisi kasein komersial

Jenis Komponen Komposisi (%)

Air

Bahan kering

Lemak

Kasein

Abu

10,38

89,32

1,89

79,45

6,51

Sumber: Scherer (1921)

Kasein terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu α-kasein (55%), β-

kasein (25%) dan k-kasein (15%) dan beberapa komponen kecil τ-kasein (5

%) (Fennema, 1976). Alfa-kasein dilindungi oleh k-kasein. Kappa-kasein

bertindak sebagai faktor penstabil (stabilizer) dalam mempertahankan

seluruh kompleks kasein dalam suspensi koloid dalam susu. Partikel kasein

sangat sensitif terhadap perubahan pH.

Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat

dalam bentuk kalsium kaseinat. Kasein merupakan partikel-partikel halus

berdiameter sekitar 80 µm dan membentuk suspensi koloidal dalam susu.

Titik isoelektrik kasein terdapat pada pH 4,7. Berat molekul kasein berkisar

antara 12.800 – 375.000. Kasein adalah protein yang bermutu tinggi karena

mengandung semua asam-asam amino esensial. Kasein dalam susu terdiri

dari tiga fraksi yang berbeda, yaitu α-kasein, β-kasein dan γ-kasein. Tiap

fraksi mengambil bagian berturut-turut sekitar 75%, 22% dan 3% (Array,

2008). Perbedaan komposisi dari ketiga fraksi disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi dan sifat-sifat komponen kasein

Komposisi α β γ Nitrogen (%) Fosfor (%) Sulfur (%) Titik isoelektrik (pH) Mobilitas (µ) Rotasi spesifik (x ) 025

15,58 0,99 0,75 4,7

-6,75 -90,5

15,53 0,55 0,86 4,9

-3,05 -125,2

15,40 0,11 1,03 5,8

-2,01 -131,9

Sumber: Array (2008)

Page 55: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

38

 

III. METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat,

lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/LDS), lateks DPNR

(Deproteinized Natural Rubber), berbagai jenis bahan penstabil, yaitu Emal

10 Needle, Emulgen 147 yang merupakan produksi KAO Indonesia

Chemicals serta Kasein, amonia, semen portland komposit dengan merk

dagang Holcim, agregat halus berupa pasir galunggung, air, beserta bahan-

bahan kimia untuk analisis lateks.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas dua bagian,

yaitu peralatan untuk lateks dan semen. Peralatan untuk lateks adalah

sebagai berikut: alat sentrifuse lateks, neraca analitik/kasar, erlenmeyer,

gelas piala, gelas ukur, wadah, pengaduk, saringan untuk lateks, mesin krep,

dan alat untuk analisis lateks. Peralatan untuk semen adalah: neraca

analitik/kasar, sendok semen, mixer, wadah, saringan agregat halus (pasir)

dengan ukuran 4,75 mm, cetakan uji kuat tekan dan kuat lentur, alat

pemadat mortar, alat vicat yang digunakan untuk pengujian konsistensi

normal semen dan waktu pengikatan awal, Universal Testing Machine

untuk menguji kuat tekan, serta strain indicator dan loadcell untuk menguji

kuat lentur dari mortar yang dihasilkan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari sampai September

2009. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet

(BPTK), Bogor serta pengujian mortar dilakukan di Laboratorium Struktur

dan Bahan, Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung.

3.3 Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk

mendapatkan dosis dan jenis bahan penstabil yang sesuai dengan campuran

Page 56: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

39

 

lateks pekat dan semen. Selain itu, untuk mengetahui kandungan air yang

sesuai dengan campuran lateks, semen, dan pasir. Penelitian utama

dilakukan untuk mendapatkan jenis lateks dan dosis karet yang sesuai

terhadap mortar.

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

a. Pengaruh dosis dan jenis bahan penstabil terhadap kestabilan

campuran lateks pekat dan semen

Penelitian ini dilakukan untuk melihat kesesuaian jenis

bahan penstabil dengan konsentrasi tertentu pada campuran lateks

pekat dan semen. Jenis bahan penstabil yang digunakan adalah

Emal, Emulgen dan Kasein. Konsentrasi masing-masing bahan

penstabil yang akan diuji adalah 1, 3, 5 dan 7%. Dosis dan jenis

bahan penstabil yang paling efektif adalah dosis yang dapat

mempertahankan kestabilan campuran lateks pekat dan semen

atau dapat mempertahankan waktu setting yang diharapkan

hingga 210 menit. Dosis dan jenis bahan penstabil yang paling

efektif untuk mempertahankan kestabilan campuran lateks dan

semen tersebut digunakan sebagai patokan untuk perlakuan

penelitian utama. Pengamatan pengaruh bahan penstabil ini

dilakukan mulai pada menit ke-0 sampai ke-210 atau sampai

campuran lateks semen sudah tidak stabil. Diagram alir pengaruh

dosis dan jenis bahan penstabil terhadap kestabilan campuran

lateks pekat dan semen dapat dilihat pada Gambar 16.

Uji lateks yang dilakukan adalah uji alkalinitas (NH3),

kadar karet kering, kadar jumlah padatan, waktu kemantapan

mekanik, bilangan asam lemak esteris, bilangan KOH dan pH,

viskositas brookfield dan kadar nitrogen. Prosedur pengujian

lateks tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Page 57: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

40

 

Gambar 16. Diagram alir penentuan jenis dan dosis bahan penstabil terhadap

kestabilan campuran lateks pekat dan semen

b. Pengaruh kandungan air yang dicampurkan ke dalam mortar

terhadap bahan penstabil yang telah sesuai

Penentuan ini menentukan kandungan air yang sesuai

ketika dicampurkan ke dalam mortar dengan bahan penstabil.

Bahan penstabil yang dicampurkan didapatkan dari penelitian

pendahuluan. Pencampuran dilakukan hanya untuk jenis dan dosis

bahan penstabil yang terbaik. Air yang digunakan antara 35 –

70% terhadap semen. Penggunaan air ditentukan oleh workability

mortar segar yang dihasilkan. Workability adalah beton/mortar

yang mudah dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan, mudah

diaduk dan dapat dengan mudah dibentuk. Jika workability yang

Lateks Pekat

Sentrifugasi

Semen

Pencampuran

Pembagian ke wadah

Bahan Penstabil (1, 3, 5, dan 7%): Emal, Emulgen

dan Kasein

Pengadukan

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan pH, Kadar Nitrogen dan Viskositas

Lateks Kebun

Penyaringan

Lateks Kebun bebas kotoran

Amonia Uji KKK

Air

Pengamatan

Page 58: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

41

 

dihasilkan masih belum baik, maka air ditambahkan sedikit-

sedikit sampai workability yang baik tercapai. Diagram alir

penentuan kandungan air dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Diagram alir penentuan kandungan air dalam mortar

terhadap bahan penstabil yang sesuai

3.3.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui formula dosis

karet dan jenis lateks terbaik terhadap mortar dengan penambahan

bahan penstabil yang sesuai. Sebelum dilakukan penelitian utama,

terlebih dahulu dilakukan pembuatan lateks yaitu Lateks Pekat,

Lateks Double Centrifuge dan Lateks DPNR yang akan digunakan

sebagai bahan tambahan pada mortar. Ketiga jenis lateks ini

dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah ketiga jenis

lateks tersebut siap, maka dapat digunakan untuk penelitian utama.

Diagram alir proses pembuatan lateks pekat, lateks Double

Lateks Pekat

Air: 35-70% terhadap semen

Jenis bahan penstabil yang sesuai dengan dosis

terbaik dari penelitian pendahuluan

Pengadukan

Pencampuran

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan pH, Kadar

Nitrogen dan Viskositas

Campuran Semen dan Pasir

Pengamatan

Page 59: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

42

 

Centrifuge, dan lateks DPNR dapat dilihat secara berturut-turut pada

Gambar 18, 19 dan 20.

Setelah lateks yang akan digunakan siap, maka dilakukan

tahap pembuatan campuran mortar lateks. Sebelum membuat mortar

lateks tersebut, semen yang akan digunakan dianalisis terlebih

dahulu. Analisis terhadap semen meliputi konsistensi normal semen

dan waktu pengikatan awal. Prosedur pengujian dapat dilihat pada

Lampiran 2. Kedua pengujian ini dilakukan dengan alat vicat.

Setelah lateks dan semen dianalisis, mortar siap dibuat. Mortar

adalah campuran antara semen, pasir, dan air. Campuran mortar

dibuat dengan perbandingan 1375 bagian pasir dan 500 bagian

semen (ASTM, 1997). Pasir yang digunakan adalah pasir

galunggung. Pasir ini tidak terlalu banyak menyerap air karena lebih

banyak mengandung silika dibandingkan dengan pasir cimangkok.

Pasir yang terlalu banyak menyerap air akan membuat Faktor Air

Semen (FAS) menjadi besar. Pasir yang digunakan mempunyai

ukuran diameter butiran maksimal 4,75 mm. Hal ini sudah sesuai

dengan ketentuan dari SNI S02-1994-03. Jika pasir yang digunakan

terlalu besar maka mortar sulit menempel. Pasir tersebut juga

berbentuk lebih bulat dibandingkan dengan pasir cimangkok,

sehingga rongga udara yang terdapat dalam pasir sedikit. Semakin

sedikit rongga udara, maka mortar yang dihasilkan semakin kuat.

Selain itu, pasir ini lebih bersih, sehingga mortar yang dihasilkan

terhindar dari zat-zat yang dapat merusak mortar.

Lateks yang digunakan untuk tambahan campuran mortar ini

didasarkan pada jumlah karet. Setelah jumlah karet yang dibutuhkan

sesuai dengan taraf diketahui, maka dapat dihitung jumlah lateks

yang akan ditambahkan. Lateks tersebut kemudian dicampurkan

dengan air yang sesuai dan ditambahkan dengan bahan penstabil

yang sesuai pula dengan dosis yang terbaik dari penelitian

pendahuluan.

Page 60: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

43

 

Pencampuran pertama yang dilakukan adalah mencampurkan

semen dengan pasir. Setelah semen dengan pasir menjadi homogen,

kemudian ditambahkan larutan lateks yang telah ditambahkan air

dan bahan penstabil yang sesuai sambil tetap diaduk sehingga

didapat mortar segar. Mortar segar yang telah terbentuk kemudian

dicetak di dalam cetakan kuat tekan dan kuat lentur yang terbuat dari

kayu sambil dipadatkan agar kandungan udara di dalam mortar

berkurang. Cetakan kuat tekan ini berbentuk kubus dengan ukuran 5

× 5 × 5 cm3, sedangkan cetakan kuat lentur berbentuk balok dengan

ukuran 5 × 5 × 30 cm3. Setelah mortar dituang ke dalam cetakan,

campuran tersebut didiamkan di udara lembab selama 24 jam dengan

tujuan untuk memadatkan sampel uji tersebut. Setelah itu, mortar

dikeluarkan dari cetakan kemudian sampel uji yang sudah mengeras

tersebut direndam dalam air (curing) selama 28 hari. Proses

perendaman ini amat penting untuk menjamin proses hidrasi semen

berjalan dengan baik. Setelah 28 hari, sampel-sampel uji ini

dikeluarkan dari air, kemudian dikeringkan bagian permukaannya.

Setelah itu, sampel uji ditimbang untuk mengetahui bobot akhirnya.

Selanjutnya, sampel uji tersebut diuji kuat tekan dan kuat lentur.

Prosedur pengujian kuat tekan dan kuat lentur ini dapat dilihat pada

Lampiran 3. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menekan

sampel sampai hancur, sedangkan pengujian kuat lentur dilakukan

dengan menggunakan pembebanan pada dua titik. Diagram alir

penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 21, sedangkan gambar

prosedur pembuatan dan pengujian mortar pada Lampiran 4.

Page 61: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

44

 

Gambar 18. Diagram alir proses pembuatan lateks pekat

Gambar 19. Diagram alir proses pembuatan lateks double centrifuge

Lateks Double Centrifuge

Sentrifugasi

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan pH, Kadar Nitrogen dan Viskositas

Lateks Pekat (LP)

Pengenceran (V LP : V air = 1 : 1)

Amonia (Setengah dari

yang awal)

Air

Pengadukan

Lateks Pekat

Sentrifugasi

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan pH, Kadar Nitrogen dan Viskositas

Lateks Kebun

Penyaringan

Lateks Kebun bebas kotoran

Amonia Uji KKK

Page 62: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

45

 

Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan lateks DPNR

Lateks DPNR

Pengenceran sampai KKK 10 %

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan pH, Kadar Nitrogen dan Viskositas

Lateks Kebun (LK)

Penyaringan

Lateks Kebun bebas kotoran

Uji KKK

+ 1 bsk emal + 1 bsk emulgen

Peram selama 24 Jam

Sentrifugasi

+ 0,07 bsk enzim papain + NH3 0,2% terhadap LK

Page 63: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

46

 

Gambar 21. Diagram alir penelitian utama

Lateks Pekat, Double Centrifuge dan DPNR

Penambahan jenis bahan penstabil yang sesuai dengan dosis terbaik dari

penelitian pendahuluan

Pengadukan

Dosis karet dari jenis lateks terhadap semen: 1, 3, 5, 7 dan 9 %, serta 0 %

Semen

Pengadukan

Mortar

Pengujian Kuat Tekan, Kuat Lentur dan Bobot Mortar

Uji: NH3, KKK, KJP, WKM, Bil ALE, Bil KOH dan PH, Kadar Nitrogen

dan Viskositas

Penambahan air dari penelitian pendahuluan

Pengadukan

Larutan Lateks

Pasir

Campuran semen dan pasir

Pencampuran

Adonan Semen

Pencetakan

Perendaman selama 28 Hari

Penyaringan

Page 64: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

47

 

3.4 Rancangan Percobaan

Penelitian pendahuluan dan utama dilakukan rancangan percobaan.

Keduanya menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua buah

faktor. Faktor untuk penelitian pendahuluan adalah faktor jenis bahan

penstabil (faktor A) dan faktor dosis bahan penstabil (faktor B), sedangkan

untuk penelitian utama adalah faktor jenis lateks (faktor A) dan faktor dosis

karet (faktor B). Faktor jenis bahan penstabil terdiri dari 3 taraf, yaitu Emal,

Emulgen dan Kasein. Faktor dosis bahan penstabil terdiri dari 4 taraf, yaitu

1, 3, 5 dan 7%. Faktor jenis lateks terdiri dari 3 taraf, yaitu lateks pekat,

lateks double centrifuge dan lateks DPNR, sedangkan faktor dosis karet

terdiri dari 5 taraf, yaitu 1, 3, 5, 7 dan 9 % dengan kontrol 0%.

Model matematika yang berlaku untuk rancangan percobaan ini

adalah sebagai berikut (Sudjana, 1994):

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εk(ij)

Dengan:

Yijk = Variabel respon yang diukur

μ = Rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)

Ai = Efek taraf ke-i faktor A

Bj = Efek taraf ke-j faktor B

(AB)ij = Efek interaksi antara taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B

εk(ij) = Efek kesalahan unit eksperimen pada ulangan ke-k karena

kombinasi perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j.

Data yang didapat akan diolah dengan bantuan software SAS. Jika

hasil analisis keragaman tersebut menunjukkan perbedaan nyata, maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Page 65: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

48

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Sebelum dibuat mortar yang ditambahkan dengan lateks, maka

dilakukan penelitian pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan tersebut

ditetapkan jenis dan dosis bahan penstabil yang sesuai dengan campuran

lateks dan semen. Lateks yang dicampur dengan semen tanpa penambahan

bahan penstabil akan terjadi penggumpalan. Penggumpalan ini terjadi

karena terdapat perbedaan derajat kepolaran antara partikel karet dengan

semen. Molekul karet dalam lateks bersifat non polar, sedangkan molekul

semen bersifat polar. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan penstabil yang

sesuai untuk menggabungkan kedua molekul ini. Dengan ditambahkan

bahan penstabil yang sesuai, maka kestabilan lateks akan terjaga terutama

terhadap gerakan mekanis yang timbul akibat pengadukan selama

pencampuran bahan. Gambar campuran semen lateks tanpa bahan penstabil

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Jenis dan dosis bahan penstabil yang diinginkan adalah bahan

penstabil yang dapat mempertahankan waktu setting hingga 210 menit.

Waktu setting pada penelitian ini merupakan waktu pengikatan awal (initial

setting time). Setting time dibagi menjadi dua yaitu initial setting time dan

final setting time. Waktu ikat (setting time) merupakan lamanya waktu yang

diperlukan semen dari saat mulai bereaksi dengan air menjadi pasta semen

sampai dengan pasta semen cukup kaku menahan tekanan. Waktu ikat awal

(initial setting time) adalah waktu dari pencampuran semen dengan air

menjadi pasta semen sampai terjadi kehilangan sifat keplastisan, sedangkan

waktu ikat akhir (final setting time) adalah waktu terjadi pasta semen sampai

beton mengeras atau masa mengeras (Mulyono, 2003). Bahan penstabil

yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada ketahanan waktu setting

karena initial setting time sangat penting dalam kontrol pekerjaan jalan

beton. Waktu yang panjang diperlukan untuk transportasi, penuangan,

pemadatan sampai dengan penyelesaiannya.

Page 66: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

49

 

Pada penelitian pendahuluan ini, lateks yang digunakan dalam

campuran semen lateks adalah lateks pekat dengan dosis 5% karet terhadap

semen. Lateks pekat ini digunakan dalam campuran semen lateks sebagai

perwakilan dari jenis lateks lainnya dan juga lateks pekat merupakan prinsip

dasar dari lateks lainnya. Jenis bahan penstabil yang digunakan adalah

Emal, Emulgen dan Kasein, sedangkan dosis yang digunakan adalah 1, 3, 5

dan 7 %. Data hasil pengamatan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.

Bahan penstabil yang pertama akan dibahas adalah Emal. Emal

termasuk ke dalam golongan surfaktan anionik dan bermuatan negatif pada

bagian hidrofiliknya. Gugus fungsi utama yang terdapat dalam emal adalah

(CH3(CH2)11OSO3)Na. Emal merupakan nama dagang dari surfaktan

anionik yang mempunyai komponen utamanya adalah Sodium Dodecyl

Sulfate (SDS) atau Sodium Lauryl Sulfate (SLS). Pada dosis satu persen

Emal, ketika lateks ditambahkan ke dalam semen, campuran tersebut

langsung menggumpal dan apabila ditarik seperti karet sehingga waktu

settingnya adalah nol menit. Emal pada dosis tiga persen, ketika lateks

ditambahkan pada semen hanya dapat mempertahankan waktu setting

selama 1,16 menit. Lateks dengan dosis Emal lima persen juga tidak dapat

mempertahankan kestabilan campuran semen lateks tersebut dan waktu

setting yang diperoleh hanya 10,62 menit. Pada dosis tujuh persen Emal,

campuran hanya dapat mempertahankan waktu setting selama 19,59 menit.

Gambar campuran semen lateks dengan menggunakan Emal ini dapat dilihat

pada Lampiran 7.

Penambahan surfaktan Emal pada dosis 1, 3, 5 dan 7% tidak dapat

mempertahankan waktu setting yang diinginkan atau tidak mampu

mempertahankan kestabilan lateks di dalam semen. Lateks tersebut tidak

stabil karena surfaktan yang ditambahkan tidak mampu melindungi seluruh

partikel karet yang ada terhadap semen. Dari hasil pengamatan didapatkan

bahwa semakin banyak dosis Emal yang ditambahkan ke dalam lateks,

maka semakin lama waktu setting yang didapatkan walaupun waktu ini

tidak sesuai yang diharapkan.

Page 67: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

50

 

Bahan penstabil kedua yang akan dibahas adalah Emulgen. Emulgen

ini merupakan golongan surfaktan nonionik sehingga surfaktan ini tidak

mempunyai muatan. Nama lain Emulgen adalah Polyethylen Lauryl Ether

dengan rumus molekul C12H25(OCH2CH2)46OH. Ketika lateks dengan

penambahan Emulgen 1% dimasukkan ke dalam semen, campuran semen

lateks tersebut tidak mampu mempertahankan kestabilan, sehingga waktu

setting yang diperoleh hanya 0,46 menit. Dengan penambahan Emulgen 3%

pada lateks, waktu setting hanya 1,72 menit, sedangkan dengan Emulgen

5% hanya 2,20 menit. Dosis Emulgen 7% pun tidak dapat mempertahankan

kestabilan lateks dan hanya mampu mempertahankan waktu setting selama

2,92 menit. Gambar campuran semen lateks dengan penambahan Emulgen

dapat dilihat pada Lampiran 8.

Semakin banyak dosis Emulgen yang digunakan pada lateks untuk

campuran semen lateks, maka semakin lama waktu setting yang dihasilkan

walaupun belum mencapai waktu setting yang diinginkan dan semakin

encer campuran yang dihasilkan. Campuran dengan dosis 7% tidak terlalu

kental dibandingkan dengan dosis 5%. Hal tersebut dikarenakan semakin

banyak partikel karet yang diselubungi oleh surfaktan. Dari semua dosis

Emulgen yang digunakan, tidak ada satu pun dosis yang dapat

mempertahankan waktu setting yang diinginkan atau tidak mampu

mempertahankan kestabilan lateks.

Bahan penstabil terakhir adalah Kasein. Kasein tidak termasuk ke

dalam surfaktan, tetapi merupakan protein utama dalam susu yang berfungsi

sebagai penstabil dalam campuran lateks. Selain digunakan sebagai bahan

penstabil, kasein sering digunakan sebagai pembuatan plastik dan perekat.

Kasein yang digunakan berbentuk bubuk dan berwarna kuning pucat,

sehingga ketika akan dicampurkan ke dalam lateks, kasein ini dilarutkan

terlebih dahulu menggunakan air. Setelah kasein larut, larutan tersebut siap

digunakan sebagai bahan penstabil dalam campuran semen lateks.

Penambahan kasein sebanyak 1% dalam lateks, ketika dicampur

dengan semen, campuran akan menggumpal atau tidak stabil dengan waktu

setting hanya 0,06 menit. Dosis kasein sebesar 3% juga hanya

Page 68: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

51

 

mempertahankan waktu setting selama 19,53 menit. Campuran semen lateks

dengan menggunakan kasein 5% juga tidak stabil dengan waktu setting

hanya 117,67 menit. Dosis kasein 7% merupakan dosis yang paling lama

mempertahankan waktu setting sebesar 208,67 menit. Campuran semen

lateks ini stabil lebih lama dibandingkan dengan yang lainnya. Seperti Emal

dan Emulgen, semakin banyak dosis kasein yang ditambahkan pada lateks,

maka campuran semen lateks lebih encer dibandingkan dengan dosis 1, 3

dan 5% dan semakin lama campuran tersebut mempertahankan waktu

setting. Dengan penambahan kasein ke dalam lateks, maka lateks semakin

lengket, karena kasein juga biasa digunakan sebagai perekat. Gambar

campuran semen lateks yang ditambahkan dengan kasein dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Dari ketiga jenis bahan penstabil yang digunakan, maka Kasein

merupakan bahan penstabil yang dapat mempertahankan waktu setting

paling lama dibandingkan dengan bahan penstabil lainnya. Dosis yang

paling bagus mempertahankan waktu setting adalah 7% dibandingkan

dengan dosis 1, 3 dan 5%. Histogram waktu setting dapat dilihat pada

Gambar 22. Nilai yang tertera merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan.

Dari Gambar 22 ini dapat dilihat bahwa yang paling lama waktu

settingnya adalah kasein, yang kedua adalah emal dan yang terakhir adalah

emulgen. Emal lebih lama waktu settingnya dibandingkan dengan emulgen

dikarenakan emal merupakan surfaktan anionik yang mempunyai muatan

negatif yang sama dengan partikel karet yang mempunyai muatan negatif

pula. Hal tersebut mengakibatkan gaya tolak-menolak antar partikel karet.

Emulgen merupakan surfaktan nonionik yang tidak bermuatan, sehingga

kurang mempertahankan kestabilan karet di dalam campuran semen lateks.

Tetapi penambahan emal dan emulgen tersebut tidak mempertahankan

kestabilan campuran semen lateks. Hal tersebut dikarenakan tidak semua

partikel karet dilindungi oleh emal dan emulgen, sehingga terdapat partikel

karet yang bebas dan tidak cocok dengan semen yang berbeda derajat

kepolarannya. Selain itu, juga dapat disebabkan jumlah surfaktan yang

kurang banyak untuk melindungi karet terhadap semen.

Page 69: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

52

 

Gambar 22. Histogram hubungan dosis dan jenis bahan penstabil terhadap

waktu setting

Semula partikel karet dalam keadaan diam, tetapi pada waktu

penambahan surfaktan ke dalam lateks, maka lateks mengalami gangguan

sehingga partikel karet menjadi bergerak saling berikatan dengan surfaktan.

Gugus hidrofobik surfaktan berikatan dengan permukaan partikel karet,

sedangkan gugus hidrofiliknya berikatan dengan air membentuk pelindung

partikel karet. Penambahan surfaktan dalam dosis yang rendah tidak dapat

melindungi seluruh partikel karet yang ada, sehingga masih ada partikel

karet yang bebas bergerak. Ketika lateks ditambahkan ke dalam semen yang

bersifat polar, maka molekul semen berikatan dengan gugus hidrofilik

surfaktan. Oleh karena terdapat partikel karet yang bebas bergerak, maka

akan mengakibatkan adanya tumbukan antar molekul karet dan terjadi

penggumpalan, selain itu juga karena terdapat perbedaan kepolaran antara

karet yang bebas dengan semen.

Kasein paling baik dibandingkan dengan Emal dan Emulgen. Kasein

terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu α-kasein (55%), β-kasein (25%) dan

k-kasein (15%) dan beberapa komponen kecil τ-kasein (5%) (Fennema,

1976). Komponen kasein yang bertindak sebagai penstabil adalah kappa-

kasein. Komponen inilah yang menjaga kestabilan lateks ketika dicampur

dengan semen. Selain itu, kasein merupakan protein yang dapat

terkonsentrasi pada lapisan antar muka antara partikel karet dengan air dan

Page 70: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

53

 

semen sehingga kestabilan dapat bertahan. Dengan penambahan kasein,

protein yang melindungi karet bertambah banyak karena partikel karet juga

mempunyai lapisan protein. Protein merupakan polimer asam amino yang

terdapat gugus amina dan gugus karboksilat sehingga bersifat amfoter dan

merupakan ion dipolar (Goutara et al., 1985). Sifat tersebut membuat

protein mempunyai dua muatan listrik yaitu positif dan negatif serta dapat

bereaksi dengan asam ataupun basa.

Rantai polipeptida protein memiliki konfigurasi memanjang dengan

sisi non polar yang menghadap ke partikel karet dan sisi polarnya

menghadap ke fase cair (Tangpakdee, 1998). Campuran semen lateks

dengan penambahan kasein akan lebih stabil dikarenakan kasein merupakan

protein yang sisi non polarnya menghadap ke partikel karet, sedangkan

polarnya ke fase cair. Molekul semen akan bergabung dengan fase cair yang

sama derajat kepolarannya yaitu bersifat polar.

Titik isoelektrik kasein hampir sama dengan lateks yaitu sekitar pH

4,7 (Array, 2008). Pada lateks pekat mempunyai pH 10,81 sehingga protein

bermuatan negatif. Dengan adanya kasein yang merupakan protein dan

bersifat hidrofilik (menarik air); oleh karena itu, terdapat selubung tambahan

pada bagian luarnya berupa molekul air. Semen yang bersifat hidrofilik

juga, akan bergabung dengan selubung tambahan tersebut dan partikel karet

tetap stabil karena terdapat protein dari lateks sendiri dan kasein, sehingga

campuran semen lateks tersebut akan tetap stabil dan dapat

mempertahankan waktu setting hingga hampir 210 menit.

Berdasarkan analisis ragam, jenis bahan penstabil, dosis, dan interaksi

antara jenis bahan penstabil dan dosisnya berpengaruh nyata terhadap waktu

setting. Hal ini bisa dilihat dari nilai p (< 0,0001) < α 5%. Dikarenakan

interaksi nyata maka pengaruh dari masing-masing faktor utama tidak bisa

dijelaskan secara terpisah. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran

10.1. Interaksi antara bahan penstabil dengan dosisnya berpengaruh nyata

maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan ini dapat dilihat

pada Lampiran 10.1.1.

Page 71: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

54

 

Dari hasil uji lanjut interaksi dapat disimpulkan bahwa kombinasi

bahan penstabil dan dosis yang menghasilkan waktu setting terbaik adalah

kasein dengan dosis 7% sebesar 208,67 menit, karena selain paling beda

nyata juga memiliki rata-rata waktu paling tinggi. Kombinasi kedua

tertinggi adalah kasein 5% sebesar 117,67 menit yang berbeda nyata dengan

semua kombinasi yang ada. Pada emal 7% tidak berbeda nyata dengan

kasein 3% tetapi berbeda nyata dengan semua kombinasi yang ada.

Emulgen 1, 3, 5 dan 7%, Emal 1% dan 3%, serta Kasein 1% saling tidak

berbeda nyata satu dengan yang lainnya tetapi dengan sisa kombinasi

lainnya saling berbeda nyata.

Kombinasi paling rendah terdapat pada emal 1%. Pada emal 1% ini,

campuran lateks dengan semen langsung menggumpal. Hal ini menandakan

bahwa surfaktan belum cukup melindungi semua partikel karet yang ada di

dalam campuran semen lateks. Hasil ini juga dapat menyimpulkan bahwa

semakin banyak dosis bahan penstabil yang digunakan dalam lateks, maka

semakin lama campuran lateks semen dapat mempertahankan waktu setting

tersebut.

Jenis dan dosis bahan penstabil di dalam lateks mempengaruhi waktu

setting sebesar 99,66%, sedangkan sisanya 0,34% dijelaskan oleh faktor lain

diluar model. Dari hasil analisis ragam juga disebutkan nilai CV atau yang

disebut koefisien keragaman. Nilai CV yang ada sebesar 13,84 yang lebih

kecil daripada 30, maka dapat disimpulkan bahwa data relatif homogen.

4.2 Analisis Lateks

Pertama lateks dibuat terlebih dahulu dengan cara yang telah

ditetapkan sebelumnya, setelah lateks tersebut siap, maka lateks perlu

dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan tambahan pada

mortar. Analisis lateks tersebut penting dilakukan pada masing-masing jenis

lateks untuk mengetahui sifat dari lateks tersebut. Berikut ini uraian analisis

dari setiap jenis lateks.

Page 72: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

55

 

4.2.1 Lateks Pekat

Lateks pekat yang digunakan pada penelitian ini merupakan lateks

pekat sentrifugasi. Pemilihan proses pemekatan dengan cara sentrifugasi ini

bukan dengan cara pendadihan dikarenakan lateks pekat yang dihasilkan

dengan cara sentrifugasi akan menghasilkan lebih sedikit mengandung

bahan-bahan bukan karet dibandingkan dengan lateks dadih. Selain itu juga,

lateks pekat sentrifugasi menghasilkan lateks lebih murni (tidak tercampur

dengan endapan dan kotoran) dibandingkan dengan cara lainnya. Lateks ini

ditambahkan dengan amonia sebagai penstabil, sehingga dapat disimpan

dalam waktu lama dan dapat mempertahankan kemantapan lateks. Lateks

pekat yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian seperti kadar

alkalinitas, KJP, KKK, pH, bilangan KOH, Waktu Kemantapan Mekanik

(WKM), viskositas brookfield, bilangan ALE dan kadar nitrogen. Hasil

analisis lateks pekat terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil analisis lateks pekat

Pengujian Lateks Pekat

Syarat SNI 06-3139-1992

Kadar Alkalinitas / NH3 (%) 0,82 Min 0,60 KJP (%) 61,46 61,5 KKK (%) 59,98 60 Selisih KKK dengan KJP (%) 1,48 Max 2 pH 10,81 - Bilangan KOH 0,585 Max 0,8 WKM (Detik) 780 Min 650 Viskositas (cp) 97 - Bilangan ALE 0,022 Max 0,2 Kadar Nitrogen 0,1 -

Berdasarkan hasil analisis lateks pekat yang telah dilakukan terlihat

bahwa kadar alkalinitas/amonia adalah sebesar 0,82%. Standar SNI

mensyaratkan kadar alkalinitas minimum 0,60% untuk lateks pekat yang

disentrifugasi dengan amonia tinggi. Hal ini berarti lateks pekat yang

digunakan telah memenuhi standar SNI. Kadar amonia yang tinggi tersebut

akan menyebabkan kestabilan lateks pekat tetap terjaga. Tingginya kadar

Page 73: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

56

 

amonia tersebut disebabkan oleh penambahan amonia ke dalam lateks pada

saat sebelum sentrifugasi. Amonia di dalam lateks akan menyebabkan

peningkatan muatan negatif pada permukaan partikel karet, sehingga

menimbulkan gaya tolak-menolak antar partikel karet yang selanjutnya

sistem koloid menjadi mantap dan tidak terjadi penggumpalan.

KKK yang dihasilkan oleh lateks pekat tersebut sebesar 59,98% dan

KJP yang dihasilkan sebesar 61,46%. Selisih antara KKK dan KJP tersebut

sebesar 1,48%. Hasil ini masih dibawah standar SNI, tetapi perbedaannya

sangat kecil sekali. Lateks pekat ini tetap diperbolehkan digunakan.

Penggunaan lateks didasarkan pada jumlah karet bukan berdasarkan jumlah

lateks.

Jumlah padatan terdiri dari bagian karet kering ditambah dengan

padatan yang terlarut dalam serum, sehingga dengan demikian KJP selalu

lebih besar daripada KKK (Goutara et al., 1985). Dari hasil analisis

memang benar didapatkan KJP lebih besar daripada KKK. Kadar karet

kering menunjukkan persentase jumlah partikel karet yang terkandung

dalam lateks. Jumlah kadar karet kering ini amat berpengaruh terhadap sifat

kelenturan dari produk lateks yang dihasilkan.

Dari hasil ini juga didapatkan nilai pH sebesar 10,81. Nilai pH ini

menandakan bahwa lateks berbentuk cair dan stabil dengan mempunyai

muatan listrik negatif. Dengan adanya amonia yang tinggi dalam lateks,

maka nilai pH semakin meningkat sehingga lateks semakin stabil. Tujuan

penentuan bilangan KOH adalah untuk mengukur kekuatan ion dalam

serumnya dengan adanya larutan mekanik (Goutara et al., 1985). Standar

SNI untuk bilangan KOH adalah maksimum 0,80 g KOH per 100 g padatan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa lateks pekat yang dihasilkan memiliki

bilangan KOH 0,585 g KOH per 100 g padatan, sehingga lateks pekat yang

dihasilkan tersebut telah memenuhi persyaratan SNI.

Uji waktu kemantapan mekanik dilakukan untuk mengetahui

ketahanan karet terhadap gaya sobek. Dari hasil analisis lateks pekat

didapatkan nilai WKM sebesar 780 detik. Hasil ini telah memenuhi standar

SNI, yaitu minimal 650 detik. Pengujian selanjutnya adalah uji viskositas

Page 74: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

57

 

brookfield, dari hasil analisis didapatkan bahwa lateks pekat yang dihasilkan

mempunyai viskositas sebesar 97 cp. Viskositas ini menunjukan kekentalan

dari suatu lateks. Semakin tinggi nilai viskositas, maka lateks semakin

kental.

Bilangan asam lemak eteris diukur untuk melihat jumlah asam lemak

menguap yang dihasilkan dari kerusakan bahan bukan karet oleh

mikroorganisme (Goutara et al.,1985). Bilangan tersebut merupakan uji

khusus yang menggambarkan tingkat pengawetan yang telah dilakukan pada

lateks dan juga mengindikasikan umur dan mutu dari lateks pekat. Hasil

analisis menunjukkan nilai ALE sebesar 0,022 g KOH per 100 g total

padatan. Hasil ini sudah memenuhi standar SNI, yaitu maksimal 0,2 g KOH

per 100 g total padatan. Bilangan ALE ini dihasilkan dari aktivitas

mikroorganisme terhadap bahan bukan karet. Mikroorganisme tersebut akan

menguraikan senyawa karbohidarat atau protein dalam lateks menjadi asam

lemak eteris, seperti asam format, asam asetat dan asam propionat. Asam-

asam ini mengakibatkan penurunan pH, sehingga menganggu kestabilan

lateks dan dapat menggumpalkan lateks.

Pengujian yang terakhir adalah kadar nitrogen. Hasil analisis kadar

nirogen sebesar 0,10%. Dari analisis kadar nitrogen ini, maka dapat

diketahui jumlah protein yang terdapat dalam lateks pekat ini. Kadar protein

dapat dihitung dengan kadar nitrogen dikalikan dengan faktor 6,25. Kadar

nitrogen lateks pekat sentrifugasi ini lebih rendah daripada lateks kebun,

begitu pula dengan kadar proteinnya. Hal ini dikarenakan dalam proses

pemekatan dari lateks kebun menjadi lateks pekat, fraksi-fraksi non karet

terpisahkan dan terbuang sebagai limbah berupa serum dan skim. Selain itu,

penambahan amonia yang tinggi dapat mendegradasi protein dalam lateks,

sehingga akan mengurangi kadar protein dalam lateks tersebut.

4.2.2 Lateks Double Centrifuge (Lateks DS)

Lateks DS ini disebut juga dengan lateks karbohidrat rendah, karena

karbohidrat yang dimiliki lateks DS lebih rendah dibandingkan dengan

lateks pekat. Pembuatan lateks DS ini dengan menggunakan lateks pekat

Page 75: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

58

 

yang sama dari yang sebelumnya. Pembuatan lateks DS dapat dilihat pada

Gambar 19. Lateks DS ini dibuat dengan cara mensentrifugasi ulang lateks

pekat sebelumnya. Dengan sentrifugasi ulang ini bahan-bahan non karet

semakin berkurang dibandingkan dengan lateks pekat karena proses

pemekatan dilakukan sebanyak dua kali sehingga semakin banyak fraksi-

fraksi non karet yang terpisahkan dan terbuang sebagai limbah berupa serum

dan skim. Selain karbohidrat yang berkurang, kadar protein dalam lateks

juga ikut berkurang. Hasil analisis lateks DS dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisis Lateks DS

Pengujian Lateks DS

Kadar Alkalinitas / NH3 (%) 0,22 KJP (%) 59,3 KKK (%) 59,3 pH 10,31 Bilangan KOH 0,244 Waktu Kemantapan Mekanik (Detik) 1590 Viskositas (cp) 129,2 Bilangan ALE 0,012 Kadar Nitrogen 0,06

Berdasarkan hasil analisis lateks DS, didapatkan nilai kadar

alkalinitas/amonia sebesar 0,22%. Nilai ini jauh dibawah kadar amonia

lateks pekat. Amonia yang rendah ini dapat dikarenakan terjadinya

pengenceran sebelum dilakukan proses sentrifugasi ulang dan juga terjadi

pengurangan selama proses sentrifugasi. Selain itu, dapat pula dikarenakan

amonia ikut terbawa pada skim yang dihasilkan dari proses sentrifugasi.

Nilai KJP dan KKK yang dihasilkan sama, yaitu sebesar 59,3%. Nilai

ini di bawah nilai KJP dan KKK dari lateks pekat. Hal ini mungkin

diakibatkan dari proses sentrifugasi yang kurang sempurna, karena alat

kurang memberikan kemampuan rotasi yang relatif stabil untuk

memisahkan serum dari partikel lateks atau juga kecepatan dalam

sentrifugasi yang rendah. Walaupun demikian, lateks ini masih tetap

digunakan sebagai bahan tambahan pada mortar, karena dalam

Page 76: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

59

 

pencampuran didasarkan pada jumlah karet bukan jumlah lateks dan yang

terpenting dari lateks DS ini adalah bahan-bahan non karetnya yang semakin

berkurang. Untuk nilai pH yang dihasilkan masih tergolong tinggi dan tidak

jauh berbeda dengan lateks pekat, yaitu sebesar 10,31. Dengan tingginya pH

ini maka lateks dalam keadaan stabil dan bermuatan negatif. Partikel karet

ini saling tolak menolak akibat dari muatan listrik yang sama sehingga

lateks dalam keadaan mantap. Nilai KOH yang dihasilkan lateks DS ini

sebesar 0,244 g KOH per 100 g padatan. Hal ini berarti lateks DS memenuhi

persyaratan SNI lateks pekat yaitu maksimal 0,80 KOH g per 100 g padatan.

Waktu kemantapan mekanik adalah sebesar 1.590 detik. Hal ini

menandakan bahwa ketahanan karet terhadap daya sobek lebih lama bila

dibandingkan dengan lateks pekat. Waktu kemantapan mekanik ini

cenderung menurun jika mendapat perlakukan mekanik seperti pengadukan.

Analisis selanjutnya adalah viskositas. Nilai viskositas yang dihasilkan dari

lateks DS adalah 129,2 cp. Hal ini berarti lateks DS dalam keadaan kental.

Bilangan ALE yang dihasilkan dari lateks DS ini sebesar 0,012 g

KOH per 100 g total padatan. Bilangan ini sudah memenuhi standar SNI

lateks pekat yaitu maksimal sebesar 0,2 g KOH per 100 g total padatan.

Bilangan ALE pada lateks DS lebih rendah dibandingkan dengan lateks

pekat. Hal ini berarti mutu lateks DS lebih bagus dibandingkan dengan

lateks pekat. Bilangan ALE mempengaruhi kemantapan mekanik lateks,

yaitu semakin tinggi bilangan ALE, semakin rendah kemantapan

mekaniknya. Hal ini dapat dilihat pada WKM lateks pekat lebih rendah

dibandingkan dengan WKM lateks DS karena bilangan ALE lateks pekat

lebih tinggi dibandingkan dengan lateks DS. Hal ini berarti lateks pekat

lebih banyak mikroorganisme yang bekerja dalam lateks tersebut

dibandingkan dengan lateks DS.

Kadar nitrogen yang terdapat pada lateks DS adalah sebesar 0,06%.

Jumlah ini lebih rendah bila dibandingkan dengan lateks pekat. Hal ini dapat

disebabkan karena proses sentrifugasi yang berulang sehingga semakin

banyak bahan non karet seperti karbohidrat dan juga protein yang terbuang

bersama serum dan skim.

Page 77: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

60

 

4.2.3 Lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber)

Lateks alam berprotein rendah adalah lateks alam yang kadar

nitrogennya telah diturunkan semaksimal mungkin melalui proses

deproteinasi. Proses pembuatan lateks DPNR ini menggunakan enzim

papain. Menurut Alfa (2003), papain ini berfungsi sebagai enzim proteolitik

untuk menghidrolisis protein lateks, sehingga jumlah protein dalam lateks

akan berkurang. Pada pembuatan lateks DPNR ini dibuat dengan

menggunakan lateks kebun dan terakhir juga mengalami proses sentrifugasi

sama seperti lateks pekat. Hasil analisis dari lateks DPNR ini dapat dilihat

pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Analisis Lateks DPNR

Pengujian Lateks DPNR Alfa (2003)

Kadar Alkalinitas / NH3 (%) Tidak ada

(Sindur/Orange) 0,07 KJP (%) 62,62 60,5 KKK (%) 62,26 59,5 pH 5,99 - Bilangan KOH 0 - WKM (Detik) 30 320 Viskositas (cp) 346 - Bilangan ALE 0,362 0,12 Kadar Nitrogen 0,02 0,08

Dalam pembuatan lateks DPNR ini menggunakan amonia dalam

jumlah yang kecil (0,2%) terhadap lateks kebun untuk menjaga kestabilan

lateks dalam proses pembuatannya. Tetapi pada saat dianalisis, lateks DPNR

tersebut tidak mempunyai kadar amonia (sindur/orange). Hal ini dapat

disebabkan amonia telah menguap selama proses pembuatan lateks DPNR

dan juga dapat hilang pada waktu proses sentrifugasi lateks tersebut.

Kadar karet kering yang dihasilkan pada lateks DPNR tersebut adalah

sebesar 61,92%. Nilai tersebut lebih besar daripada lateks DPNR yang

dihasilkan oleh Alfa (2003) yaitu sebesar 59,5% dan juga nilai KKK ini

lebih tinggi bila dibandingkan dengan lateks pekat dan DS. Hal ini berarti

jumlah karet yang terkandung di dalam suspensi lateks lebih banyak

Page 78: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

61

 

dibandingkan dengan yang lainnya. Kadar jumlah padatan yang dihasilkan

oleh lateks DPNR ini adalah sebesar 62,62% dan juga lebih besar dari lateks

DPNR yang dihasilkan oleh Alfa (2003) yaitu sebesar 60,5%. Nilai KJP ini

juga lebih tinggi dibandingkan dengan lateks pekat dan DS. Nilai KJP lateks

DPNR ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KKK. Hal ini karena KJP

mengandung padatan yang terdapat dalam lateks termasuk partikel bukan

karet.

Nilai pH yang dihasilkan oleh lateks DPNR adalah sebesar 5,99.

Meskipun nilai pH ini paling rendah dibandingkan dengan lateks pekat dan

DS, namun nilai ini masih di atas pH titik isoelektrik dari karet, sehingga

lateks masih dalam keadaan stabil. Dengan pH masih di atas pH titik

isoelektrik karet, maka lateks bemuatan negatif. Bilangan KOH yang

dihasilkan oleh lateks DPNR adalah nol. Hal ini dikarenakan lateks ini tidak

mempunyai kadar alkalinitas/amonia sehingga nilai bilangan KOH tidak

dapat dihitung.

Waktu kemantapan mekanik yang dimiliki oleh lateks ini sebesar 30

detik. Nilai ini jauh dibawah lateks DPNR yang dihasilkan Alfa (2003) yaitu

sebesar 320 detik. Nilai WKM lateks DPNR lebih rendah dibandingkan

dengan lateks pekat dan DS. Hal ini berarti lateks tidak dapat bertahan lama

untuk ketahanan terhadap daya sobek.

Pada pengujian viskositas, didapatkan viskositas brookfield adalah

sebesar 346 cp. Semakin tinggi KKK di dalam lateks maka kekentalan

lateks akan semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat KKK pada lateks

DPNR paling tinggi sehingga mempunyai nilai viskositas paling tinggi pula.

Dengan begitu lateks DPNR paling tinggi kekentalannya dibandingkan

dengan lateks lainnya. Bilangan ALE yang diukur sebesar 0,362 g KOH per

100 g total padatan. Nilai ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan

lateks DPNR yang dihasilkan oleh Alfa (2003) sebesar 0,12. Bilangan ALE

pada lateks DPNR paling tinggi dibandingkan dengan lateks pekat dan DS.

Tingginya bilangan ALE ini menandakan lateks sudah tidak segar dan

banyak mikroorganisme yang terdapat dalam lateks. Hal ini berarti lateks

DPNR paling rendah mutunya dibandingkan dengan lateks lainnya.

Page 79: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

62

 

Semakin tinggi bilangan asam lemak eteris juga semakin rendah waktu

kemantapan mekanisnya. Hal ini terbukti dengan WKM pada lateks DPNR

yang paling rendah dibandingkan dengan lateks pekat dan DS.

Pengujian yang terakhir adalah kadar nitrogen. Kadar nitrogen yang

dihasilkan oleh lateks ini sebesar 0,02% lebih rendah bila dibandingkan

dengan lateks DPNR yang dihasilkan Alfa (2003) sebesar 0,08%.

Rendahnya kadar nitrogen ini disebabkan karena terdapat penambahan

enzim papain yang dapat menghidrolisis protein lateks dan juga karena

terdapat proses sentrifugasi. Pada proses sentrifugasi, senyawa nitrogen

hasil hidrolisis protein yang larut dalam air akan terbuang bersama serum.

Kadar nitrogen lateks DPNR ini paling rendah dibandingkan dengan lateks

pekat dan DS.

4.3 Analisis Semen

Semen amat penting peranannya dalam pembuatan mortar. Fungsi

utama dari semen adalah mengikat agregat-agregat yang ada dan mengisi

rongga-rongga udara yang terdapat dalam agregat tersebut. Semen yang

digunakan pada pembuatan mortar ini adalah semen portland komposit

dengan merk dagang Holcim. Kandungan semen yang ada akan menentukan

sifat dari mortar yang dihasilkan termasuk sifat kekuatannya. Sebelum

digunakan semen ini dianalisis terlebih dahulu. Pengujian yang dilakukan

terhadap semen ini adalah konsistensi normal dan waktu pengikatan awal

(initial setting time).

Konsistensi normal menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan semen

untuk melakukan hidrasi dan sedikit sebagai pelumas. Dari analisis, semen

Holcim mempunyai nilai konsistensi normal sebesar 30,4%. Menurut

Mulyono (2003), jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi adalah

sekitar 25% dari bobot semen yang digunakan. Nilai tersebut di atas nilai

yang dinyatakan oleh Mulyono. Hal ini berarti lebih banyak air yang

dibutuhkan oleh semen Holcim tersebut untuk melakukan hidrasi.

Konsistensi normal berpengaruh pada saat pencampuran awal, yaitu ketika

terjadinya pengikatan sampai pada saat mortar mengeras.

Page 80: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

63

 

Pengujian semen selanjutnya adalah uji waktu pengikatan awal.

Pengujian ini menggunakan kebutuhan air sesuai dengan uji konsistensi

normal. Dari analisis yang telah dilakukan, waktu pengikatan awal semen

adalah sebesar 182 menit. Waktu pengikatan awal adalah waktu dari

pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen sampai terjadi

kehilangan sifat keplastisan dan biasanya berkisar antara satu sampai dua

jam (Mulyono, 2003). Waktu hasil analisis lebih tinggi daripada Mulyono.

Hal ini berarti waktu yang diperlukan semen sampai hilang sifat

keplastisannya lebih lama dibandingkan dengan biasanya. Hal ini bagus

karena proses pencampuran bahan sampai pencetakan lebih lama daripada

yang biasanya. Waktu yang panjang diperlukan untuk transportasi,

penuangan, pemadatan, dan penyelesaiannya (finishing). Waktu ikat yang

lama ini juga dikarenakan semen yang digunakan merupakan semen

portland komposit. Di dalam semen tersebut mengandung bahan abu

terbang (fly ash) yang dapat memperlambat waktu ikat.

Sebelum dilakukan penelitian utama, maka dilakukan pencarian

kandungan air yang sesuai dengan campuran mortar lateks. Kandungan air

yang terdapat di dalam campuran tersebut dapat dilihat dari workability

yang dihasilkan. Apabila workability yang dihasilkan kurang baik, maka

akan ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai workability tercapai.

Workability menunjukkan kemudahan mortar segar untuk diaduk dan

dicetak. Hal ini amat dipengaruhi oleh banyaknya air yang digunakan di

dalam campuran tersebut. Penggunaan air untuk tiap jenis lateks dan dosis

karet berbeda-beda tergantung pada workability dari mortar segar yang

dihasilkan.

Penggunaan air yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan

pengurangan kekuatan, khususnya kuat tekan pada mortar, sedangkan

apabila penggunaan air yang terlalu sedikit, maka akan mengakibatkan

kesulitan dalam pengerjaannya (workability rendah). Menurut Mulyono

(2003), nilai perbandingan air dengan semen yang baik adalah berkisar

antara 40 – 70%. Workability pada penelitian ini hanya dilihat dengan

pengamatan visual saja secara langsung dan dipengaruhi oleh nilai

Page 81: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

64

 

perbandingan air dengan semen (FAS). Nilai FAS dan pengamatan

workability pada mortar segar dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai FAS dan Workability pada mortar segar yang dihasilkan

Jenis Lateks Dosis Karet (%) Nilai FAS (%) Workability Kontrol 0 55 Baik

Lateks Pekat

1 3 5 7 9

60 60 55 55 55

Baik Baik Baik Baik Baik

Lateks DS

1 3 5 7 9

60 55 50 45 45

Baik Baik Baik Baik Baik

Lateks DPNR

1 3 5 7 9

65 65 60 55 55

Baik Baik Baik Baik Baik

Catatan: Workability dikatakan baik ketika nilai FAS antara 40 – 70%

Nilai FAS yang diperlukan untuk mortar yang tidak ditambahkan

lateks sebesar 55%. Mortar segar yang dihasilkan dari penambahan lateks

pekat pada dosis karet 5, 7 dan 9% membutuhkan FAS yang sama dengan

mortar tanpa penambahan lateks, sedangkan pada dosis karet 1 dan 3%

membutuhkan FAS yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar tanpa

penambahan lateks, yaitu sebesar 60%. Pada lateks DS, nilai FAS yang

sama dengan kontrol adalah pada dosis 3%, sedangkan pada dosis 5, 7 dan

9%, nilai FAS yang dibutuhkan di bawah kontrol. Pada dosis 1%, nilai FAS

yang dibutuhkan oleh mortar yang ditambahkan dengan lateks DS sebesar

60%. Pada lateks DPNR, dosis karet 1, 3 dan 5% membutuhkan nilai FAS

lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu sebesar 65% untuk dosis karet 1 dan

3% dan 60% untuk dosis karet 5%. Dosis karet DPNR 7 dan 9%

membutuhkan nilai FAS yang sama dengan kontrol.

Page 82: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

65

 

Workability yang dihasilkan dari semua penambahan jenis lateks dan

dosis karet pada mortar segar dapat tercapai dan tidak melebihi 70% yang

dapat mengakibatkan penurunan kekuatan pada mortar yang dihasilkan. Hal

ini berarti dalam pembuatan mortar terdapat kemudahan dalam

pengerjaannya atau workability tidak rendah. Workability tersebut dapat

tercapai karena semen yang digunakan merupakan semen portland komposit

yang didalamnya mengandung kalsium karbonat yang dapat meningkatkan

workability, menurunkan bleeding dan juga mengurangi kebutuhan air yang

digunakan. Selain itu, juga terdapat bahan silica fume yang juga dapat

mengurangi bleeding. Bleeding adalah air akan berada di atas adukan

setelah beberapa saat dan dapat juga meningkatkan penguapan air yang

akhirnya dapat menimbulkan retak-retak (Hidayat, 2009). Pada mortar ini

tidak terjadi bleeding.

Dari hasil nilai FAS ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi KKK

pada lateks, maka semakin tinggi pula FAS yang dibutuhkan. Nilai FAS ini

juga dipengaruhi oleh tekstur agregat halus yang digunakan. Apabila tekstur

yang digunakan halus maka lebih sedikit air yang digunakan. Dengan

demikian, kekuatan akan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan air

yang banyak.

4.4 Penelitian Utama

Mortar dibuat dengan menggunakan semen, pasir dan air. Pada

penelitian ini, mortar yang dibuat akan ditambahkan lateks ke dalam

campuran tersebut. Bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih

dahulu dan dilakukan penimbangan. Penimbangan bahan-bahan tersebut

berdasarkan perbandingan bobot karena lebih akurat dan spesifik

dibandingkan dengan perbandingan volume. Setelah bahan-bahan tersebut

siap, maka pencampuran semen dan pasir dilakukan terlebih dahulu supaya

lebih homogen. Apabila semen dan pasir tidak tercampur merata, maka

dapat mengakibatkan adanya bagian yang terlalu keras, tetapi ada bagian

lain yang lembek atau mudah rontok (Hidayat, 2009). Setelah semen dan

pasir tercampur merata, maka larutan lateks siap ditambahkan ke dalam

Page 83: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

66

 

campuran tersebut. Campuran tersebut diaduk dan selanjutnya mortar segar

siap untuk dicetak.

Selama penuangan mortar segar ke dalam cetakan, udara akan ikut

masuk ke dalam cetakan tersebut. Oleh sebab itu, untuk memperkecil

kandungan rongga udara yang terjebak dalam mortar, maka selama proses

penuangan harus disertai dengan pemadatan. Banyaknya rongga udara di

dalam mortar akan mengakibatkan penurunan kekuatan tekan. Proses

pemadatan dilakukan sebelum terjadinya initial setting time. Setelah mortar

padat, maka dilakukan pembukaan cetakan. Setelah itu, proses curing

dilakukan selama 28 hari. Proses tersebut bertujuan agar proses hidrasi tidak

mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan kehilangan air yang terlalu

cepat, sehingga mortar mengalami keretakan. Proses curing ini dilakukan

setelah terjadinya final setting time.

Pengujian yang dilakukan adalah bobot, kuat tekan dan kuat lentur

mortar yang telah dibuat dari setiap jenis lateks dengan dosis yang berbeda-

beda. Bobot yang ditimbang adalah bobot awal dan bobot akhir mortar

tersebut.

4.4.1 Pengaruh Lateks Terhadap Bobot Mortar

Bobot mortar dipengaruhi oleh susunan dan kandungan zat-zat yang

menyusun di dalamnya. Bahan yang akan mempengaruhi bobot adalah

agregat, semen dan lateks. Agregat itu sendiri disebut juga pasir. Agregat

secara alami mempunyai rongga-rongga udara di dalamnya atau yang

disebut juga pori-pori bawaan. Dengan adanya semen, maka pori-pori

tersebut akan terisi oleh semen. Oleh karena itu, jumlah semen yang

digunakan dalam mortar akan menentukan bobot mortar. Apabila komposisi

perbandingan semen dengan pasir tidak tepat, maka terdapat pori bawaan

yang tidak terisi oleh semen. Hal ini mengakibatkan bobot mortar semakin

ringan karena terdapat banyak rongga-rongga udara di dalam mortar. Selain

itu, banyak tidaknya rongga udara di dalam mortar amat ditentukan oleh

proses pencetakan mortar segar. Dalam proses penuangan mortar segar ke

dalam cetakan, udara akan ikut masuk ke dalam ruangan cetakan tersebut.

Page 84: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

67

 

Oleh sebab itu, untuk memperkecil kandungan udara yang terjebak di dalam

mortar selama proses penuangan maka perlu dilakukan pemadatan. Apabila

pemadatan ini tidak dilakukan ataupun kurang, maka udara yang ada di

dalam mortar akan bertambah dan mengakibatkan bobot mortar menjadi

ringan dan kekuatan menurun. Lateks juga akan mempengaruhi bobot

mortar. Lateks yang mempunyai banyak ikatan silang di dalamya akan

menghasilkan densitas lateks itu sendiri besar. Semakin banyak ikatan

silang di dalam lateks maka, semakin besar densitasnya. Dengan besarnya

densitas di dalam lateks, maka bobot mortar yang dihasilkan semakin berat.

Pada penelitian ini, lateks yang digunakan tidak terdapat ikatan silang

sehingga bobot mortar yang dihasilkan lebih rendah daripada kontrol.

Hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap bobot awal mortar

dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hubungan dosis karet dan jenis

lateks terhadap bobot akhir dapat dilihat pada Gambar 24. Data lengkap

pengamatan tentang bobot awal dan bobot akhir mortar dapat dilihat pada

Lampiran 11, 12 dan 13. Berdasarkan data pengamatan tersebut, terlihat

bahwa bobot akhir mortar akan lebih berat dibandingkan dengan bobot awal

mortar. Hal ini disebabkan bobot akhir mortar telah mengalami proses

curing selama 28 hari. Selain itu juga, pada bobot akhir telah mengalami

proses hidrasi lebih lama dibandingkan dengan bobot awal. Dengan semakin

lama proses hidrasi maka semakin berat bobot mortar yang dihasilkan. Hal

ini karena semakin banyak ikatan yang terjadi di dalam mortar dan semakin

banyak semen yang mengeras. Pada awalnya, pasta semen akan menyimpan

air yang berada dalam pori-pori kapiler. Reaksi hidrasi berjalan secara terus-

menerus, sehingga lama-kelamaan jumlah air menipis. Hal ini

mengakibatkan kandungan pori-pori kapiler akan berkurang sejalan

bertambahnya umur mortar. Dengan berkurangnya jumlah pori-pori kapiler,

maka bobot yang dihasilkan akan semakin berat.

Penurunan bobot pada lateks pekat lebih banyak dengan semakin

bertambahnya dosis karet dibandingkan dengan lateks DS dan lateks DPNR.

Hal ini mungkin karena lateks pekat tidak dilakukan modifikasi, seperti

lateks DS dan lateks DPNR. Dengan demikian, lateks pekat masih

Page 85: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

68

 

mengandung bahan-bahan non karet yang lebih banyak dibandingkan

dengan lateks lainnya. Seperti yang telah diketahui bahwa lateks DS

mengandung karbohidrat dan protein yang lebih rendah dibandingkan

dengan lateks pekat, sedangkan lateks DPNR mengandung kadar protein

yang lebih rendah pula. Pada bobot mortar lateks DS dan lateks DPNR tidak

terlalu tinggi penurunan terhadap bobot dengan semakin meningkatnya

dosis karet.

Gambar 23. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

bobot awal mortar

Gambar 24. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap

bobot akhir mortar

Page 86: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

69

 

Lateks yang berada di fase sinambung bersama semen akan memutus

ikatan antar semen. Hal ini mengakibatkan bobot mortar lebih rendah,

karena terdapat lateks yang memiliki densitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan semen. Berat jenis semen berkisar antara 3050 kg/m3

sampai 3250 kg/m3 (Mulyono, 2003), sedangkan berat jenis lateks 0,945

g/cm3 (Gountara et al., 1985). Perbedaan berat jenis tersebut akan

mempengaruhi bobot mortar yang dihasilkan. Berdasarkan data pengamatan

didapatkan bahwa penambahan lateks akan membuat bobot semakin ringan

dibandingkan dengan mortar tanpa penambahan lateks. Hal tersebut dapat

terjadi karena dengan penambahan lateks, maka terdapat rongga-rongga

udara yang berada di dalam agregat akan terisi oleh lateks yang mempunyai

densitas lebih rendah dibandingkan dengan semen. Dengan demikian, bobot

yang dihasilkan lebih ringan dibandingkan dengan mortar tanpa

penambahan lateks yang mengisi rongga-rongga udara tersebut dengan

semen yang memiliki densitas lebih tinggi.

Untuk mengetahui pengaruh dosis karet dan jenis lateks terhadap

bobot mortar, maka dilakukan analisis keragaman. Hasil analisis keragaman

tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14.1 untuk bobot awal dan Lampiran

15.1 untuk bobot akhir. Berdasarkan analisis ragam, jenis lateks, dosis karet

dan interaksi jenis lateks dengan dosis karet berpengaruh nyata terhadap

bobot awal mortar, begitu pula sama halnya dengan bobot akhir mortar. Hal

ini bisa dilihat dari nilai p < α 5%. Pada bobot awal mortar mempunyai nilai

R2 sebesar 88,49% artinya 88,49% keragaman dari bobot awal mampu

dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model (jenis lateks dan dosis karet),

sedangkan sisanya 11,51% dijelaskan oleh faktor lainnya di luar model.

Nilai koefisien keragaman dari bobot awal mortar sebesar 2,45 yang artinya

data relatif homogen.

Nilai R2 yang dimiliki oleh bobot akhir mortar sebesar 89,32% yang

artinya 89,32% keragaman dari bobot akhir mampu dijelaskan oleh faktor-

faktor dalam model (jenis lateks dan dosis karet), sedangkan sisanya

10,68% dipengaruhi oleh faktor lainnya di luar model tersebut. Untuk nilai

koefisien keragaman dari bobot akhir mortar sebesar 2,43 yang artinya data

Page 87: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

70

 

relatif homogen. Analisis keragaman untuk bobot awal dan bobot akhir

mortar menunjukkan berpengaruh nyata maka dapat dilanjutkan dengan uji

lanjut Duncan.

Hasil uji lanjut Duncan bobot awal mortar dapat dilihat pada

Lampiran 14.1.1 – 14.1.3, sedangkan uji lanjut bobot akhir mortar dapat

dilihat pada Lampiran 15.1.1 – 15.1.3. Berdasarkan uji lanjut bobot awal,

lateks DS tidak berbeda nyata dengan lateks DPNR, sedangkan lateks

DPNR tidak berbeda nyata dengan lateks pekat. Bobot yang paling tinggi

nilainya terdapat pada lateks DS sebesar 261,25 g. Dosis karet 1, 3 dan 5%

saling tidak berbeda nyata, sedangkan dosis karet 7 % dan 9% juga saling

tidak berbeda nyata. Dosis karet 1% menghasilkan bobot tertinggi sebesar

268,70 g. Bobot awal mortar dengan kombinasi lateks DS 3% tidak berbeda

nyata dengan lateks DS 1%, lateks pekat 1% dan lateks DPNR 5% dan

mempunyai nilai bobot hampir sama serta lebih tinggi bobotnya

dibandingkan dengan yang lainnya. Kombinasi lateks DS 7%, lateks pekat

7% dan lateks pekat 9% saling tidak berbeda nyata dan mempunyai nilai

yang hampir sama dengan bobot terendah dibandingkan dengan dosis

lainnya.

Untuk uji lanjut bobot akhir mortar didapatkan bahwa lateks DS

berbeda nyata dengan lateks DPNR dan lateks pekat, lateks pekat tidak

berbeda nyata dengan lateks DPNR. Mortar dengan penambahan lateks DS

mempunyai bobot tertinggi sebesar 266,70 g, sedangkan dosis karet

tertinggi dihasilkan pada dosis karet 1% sebesar 272,83 g. Dosis karet 1%

dan 3% saling tidak berbeda nyata tetapi mempunyai nilai bobot akhir yang

lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pada dosis karet 3% dan 5%

saling berbeda nyata, sedangkan dosis karet 7% dan 9% juga tidak berbeda

nyata. Nilai bobot akhir mortar paling rendah terdapat pada dosis 9% dan

7% dan mempunyai nilai yang hampir sama.

Berdasarkan hasil yang telah disebutkan di atas, maka dapat dikatakan

semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam campuran mortar,

maka bobot yang dihasilkan akan semakin ringan (Gambar 25 dan 26).

Page 88: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

71

 

Mortar dengan penambahan lateks tersebut akan lebih ringan bobotnya

dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 25. Grafik antara bobot awal mortar (g) dan dosis karet yang

ditambahkan (%)

Gambar 26. Grafik antara bobot akhir mortar (g) dan dosis karet yang

ditambahkan (%)

Persamaan hubungan antara bobot awal mortar dan dosis karet yang

ditambahkan ke dalam mortar yaitu y = -3,592x + 274,6 dengan nilai R2

sebesar 92%, sedangkan persamaan hubungan antara bobot akhir mortar dan

dosis karet yaitu y = -3,687x + 279,1 dengan nilai R2 sebesar 92,6%.

Page 89: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

72

 

Peningkatan dosis karet yang digunakan sebanyak satu persen akan

menurunkan bobot awal mortar sebesar 3,592 gram dan bobot akhir mortar

sebesar 3,687 gram. Dosis karet di dalam lateks mempengaruhi bobot awal

mortar sebesar 92%, sementara 8% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain,

sedangkan dosis karet mempengaruhi bobot akhir mortar sebesar 92,6% dan

7,4% dipengaruhi faktor lain.

4.4.2 Pengaruh Lateks Terhadap Kuat Tekan

Kuat tekan merupakan sifat mortar yang perlu diperhatikan. Pengujian

terhadap kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari. Alasan diuji pada umur

tersebut dikarenakan kuat tekan paling tinggi terdapat pada umur 28 hari

dibandingkan dengan umur 7, 14 dan 21 hari. Semakin lama umur mortar,

semakin tinggi kuat tekannya (Hidayat, 2009). Pori-pori kapiler yang berada

di dalam mortar juga akan mempengaruhi kuat tekan dari mortar tersebut.

Semakin banyak pori-pori kapiler di dalam mortar, maka kuat tekan akan

semakin menurun. Dengan semakin bertambahnya umur mortar, maka

kandungan pori-pori kapiler di dalam mortar berkurang.

Kuat tekan menunjukkan beban maksimum yang dapat diterima oleh

mortar tersebut. Beban maksimum yang didapat kemudian akan dibagi

dengan luas permukaan yang menerima gaya tekan tersebut, sehingga nilai

yang didapat merupakan nilai kuat tekan. Kuat tekan mortar dipengaruhi

oleh nilai FAS, struktur penyusun mortar dan jenis semen yang digunakan.

Semen yang digunakan ini mengandung abu terbang (fly ash) yang

memberikan pengaruh pada penambahan kuat tekan akhir.

Pengaruh jenis lateks dan dosis karet terhadap kuat tekan mortar dapat

diketahui melalui analisis keragaman. Data hasil pengujian kuat tekan dapat

dilihat pada Lampiran 11, 12 dan 13, sedangkan analisis ragam pada

Lampiran 16.1. Berdasarkan analisis keragaman tersebut, jenis lateks dan

dosis karet berpengaruh nyata terhadap kuat tekan mortar. Hal ini bisa

dilihat pada nilai p < α 5%, sedangkan interaksi jenis lateks dan dosis karet

tidak berpengaruh nyata terhadap kuat tekan mortar (nilai p > α 5%).

Keragaman dari kuat tekan mampu dijelaskan oleh faktor jenis lateks dan

Page 90: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

73

 

dosis karet sebesar 89,31%, sedangkan sisanya 10,69% dijelaskan oleh

faktor lain di luar model. Pada analisis ragam ini juga terdapat nilai CV,

yaitu sebesar 12,97 sehingga data dapat dikatakan relatif homogen.

Faktor jenis lateks dan dosis karet masing-masing berbeda nyata,

maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan

untuk jenis lateks dapat dilihat pada Lampiran 16.1.1, sedangkan untuk

dosis karet pada Lampiran 16.1.2. Berdasarkan dari uji lanjut Duncan jenis

lateks menunjukkan bahwa lateks DS berbeda nyata dengan lateks lainnya,

sedangkan lateks DPNR tidak berbeda nyata dengan lateks pekat. Lateks DS

memiliki kuat tekan tertinggi sebesar 176,60 kg/cm2. Hasil uji lanjut

Duncan dosis karet memperlihatkan bahwa semakin banyak karet yang

ditambahkan ke dalam mortar maka semakin kecil nilai kuat tekannya. Pada

dosis karet 1% tidak berbeda nyata dengan dosis karet 3%, sedangkan dosis

karet 3% tidak berbeda nyata dengan dosis karet 5%. Dosis karet 7% tidak

berbeda nyata dengan dosis karet 9%.

Hubungan antara jenis lateks dan dosis karet terhadap kuat tekan

mortar dapat dilihat pada Gambar 27. Pada lateks pekat, nilai kuat tekan

tertinggi pada dosis 1% sebesar 202 kg/cm2, tetapi nilai ini masih di bawah

kontrol yang nilainya adalah 250,4 kg/cm2, sedangkan nilai kuat tekan yang

paling rendah pada dosis karet 9% sebesar 86 kg/cm2. Pada lateks DS, dosis

karet 1% sebesar 222 kg/cm2 lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 3, 5, 7

dan 9%, tetapi nilai ini juga masih di bawah mortar tanpa penambahan

lateks. Hal yang sama juga terjadi dengan lateks DPNR, pada dosis karet

1% sebesar 178 kg/cm2 lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 3, 5, 7 dan

9%, tetapi nilai ini juga masih di bawah kontrol. Penurunan nilai kuat tekan

pada lateks DS untuk semakin meningkatnya dosis karet lebih kecil

dibandingkan dengan lateks DPNR dan lateks pekat.

Page 91: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

74

 

Gambar 27. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap uji

kuat tekan

Lateks DS memiliki nilai kuat tekan paling tinggi dibandingkan

dengan lateks DPNR dan lateks pekat. Hal ini dikarenakan bahan non karet

di dalam lateks DS lebih kecil dibandingkan dengan lateks lainnya. Lateks

DS telah mengalami dua kali sentrifugasi, sehingga bahan-bahan non karet

banyak yang terbuang bersama serum dan skim. Salah satu bahan non karet

yang memberikan pengaruh terhadap kekuatan adalah karbohidrat. Di dalam

karbohidrat ini terdapat kandungan quebrachitol (Nadarajah dan Fernando,

1978). Kandungan quebrachitol dalam lateks akan mempengaruhi kekuatan

dari mortar yang dihasilkan. Semakin banyak kandungan ini, maka kekuatan

akan semakin menurun. Kandungan quebrachitol pada lateks DS lebih

sedikit dibandingkan dengan lateks pekat dan lateks DPNR, sehingga

kekuatan tekan yang dimiliki lebih tinggi daripada lateks lainnya, tetapi

masih lebih rendah dibandingkan dengan mortar yang tidak ada

penambahan lateks.

Untuk kandungan protein di dalam lateks tidak memberikan pengaruh

terhadap kuat tekan mortar yang dihasilkan. Hal ini bisa dilihat dari hasil uji

lanjut yang menyatakan bahwa lateks DPNR tidak berpengaruh nyata

dengan lateks pekat padahal lateks DPNR mengandung protein yang lebih

rendah dibandingkan dengan lateks pekat. Kandungan protein ini hanya

Page 92: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

75

 

berpengaruh terhadap nilai FAS saja. Kuat tekan juga dipengaruhi oleh air

yang digunakan di dalam campuran mortar atau biasanya disebut dengan

FAS. Pada lateks DS memiliki nilai FAS lebih rendah dibandingkan dengan

lateks DPNR dan lateks pekat. Rendahnya nilai FAS ini membuat nilai kuat

tekan yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan lateks lainnya.

Gambar 28. Grafik antara kuat tekan (kg/cm2) dan dosis karet yang

ditambahkan (%)

Semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam mortar, maka

nilai kuat tekan mortar akan semakin menurun (Gambar 28). Persamaan

hubungan antara kuat tekan dan dosis karet yang ditambahkan ke dalam

mortar yaitu y = -14,66x + 231 dengan nilai R2 sebesar 94,2%. Penambahan

dosis karet sebanyak satu persen akan menurunkan kuat tekan mortar

sebesar 14,66 kg/cm2. Dosis karet di dalam lateks mempengaruhi kuat tekan

mortar sebesar 94,2%, sementara 5,8% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.

Ketika semen dicampur dengan air, maka akan terjadi reaksi hidrasi.

Semen dan air tersebut akan membentuk pasta semen dan mengikat

fragmen-fragmen agregat. Air yang ada akan berada di antara bagian-bagian

semen dan diantara semen terjadi ikatan. Pada saat FAS yang digunakan

rendah, maka akan mengakibatkan air yang berada di antara bagian-bagian

semen sedikit dan jarak antar butiran semen menjadi lebih pendek. Hal

tersebut membuat kuat tekan lebih tinggi, karena jarak ikatan antar semen

Page 93: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

76

 

pendek yang menyebabkan ikatan tersebut lebih kuat dibandingkan dengan

jarak yang panjang. Ketika mortar ditambahkan dengan lateks, lateks akan

memutus ikatan antara semen pada banyak tempat sehingga jarak antar

butiran semen menjadi jauh. Selain itu juga, dengan penambahan lateks,

ikatan antar semen menjadi sedikit karena terinterupsi oleh keberadaan

lateks yang mengakibatkan kekuatan semen menjadi semakin menurun.

Kekuatan ikatan antar semen yang menurun tersebut akan mengakibatkan

kuat tekan mortar menurun juga. Dengan demikian, semakin banyak dosis

karet yang ditambahkan ke dalam campuran mortar, maka semakin rendah

kuat tekan mortar yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak

karet yang memutuskan ikatan antar semen, sehingga ikatan menjadi lemah

dan jarak antar ikatan semen menjadi jauh.

4.4.3 Pengaruh Lateks Terhadap Kuat Lentur

Karakteristik mortar yang menjadi perhatian utama dalam penelitian

ini adalah kuat lentur dari mortar yang dihasilkan. Jalan beton yang selama

ini masih terlalu kaku ketika dilalui menyebabkan ketidaknyamanan

pengendara kendaraan bermotor. Selain itu juga, jalan beton menimbulkan

suara bising yang besar ketika dilalui. Hal ini menambah ketidaknyamanan

pengendara ketika melaluinya. Jalan beton juga kurang kuat terhadap tarik

atau lentur, sehingga rentan terhadap retak yang akan mengakibatkan jalan

beton menjadi tidak awet dan mempertinggi biaya perawatan.

Dalam penelitian ini, lateks ditambahkan ke dalam campuran mortar

sehingga diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tersebut karena lateks

merupakan bahan polimer yang memiliki elastisitas yang baik. Sifat lateks

lainnya yang menguntungkan adalah karet memiliki kelekatan yang tinggi

dan daya pantul yang baik pula. Untuk melihat pengaruh penambahan lateks

tersebut, maka dilakukan pengujian kuat lentur pada mortar.

Data hasil pengujian kuat lentur dapat dilihat pada Lampiran 17, 18

dan 19, sedangkan hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap kuat

lentur dapat dilihat pada Gambar 29. Pada lateks pekat, nilai kuat lentur

paling tinggi terdapat pada dosis 1%, yakni sebesar 37,44 kg/cm2. Nilai

Page 94: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

77

 

tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan mortar tanpa penambahan lateks

(0%), yaitu sebesar 36,38 kg/cm2. Dosis yang memberikan nilai kuat lentur

paling rendah adalah 9% dengan nilai 23,14 kg/cm2. Nilai kuat lentur

tertinggi pada mortar yang telah ditambahkan lateks DS terdapat pada dosis

karet 7%, yakni sebesar 38,98 kg/cm2, sedangkan kontrol hanya 36,38

kg/cm2. Selain itu, dosis karet DS 1% memiliki nilai kuat lentur lebih tinggi

daripada kontrol, yaitu sebesar 38,78 kg/cm2. Pada lateks DPNR, nilai kuat

lentur semakin menurun dengan semakin bertambahnya dosis karet ke

dalam campuran mortar. Nilai kuat lentur tertinggi terdapat pada dosis 1%,

yakni sebesar 34,08 kg/cm2, tetapi nilai ini masih di bawah kontrol.

Gambar 29. Histogram hubungan dosis karet dan jenis lateks terhadap uji

kuat lentur

Hasil analisis keragaman kuat lentur dapat dilihat pada Lampiran 20.1.

Berdasarkan analisis tersebut didapatkan bahwa jenis lateks dan dosis karet

berpengaruh nyata terhadap kuat lentur dengan nilai p < α (5%), tetapi

interaksi antara jenis lateks dengan dosis karet tidak berpengaruh nyata

terhadap kuat lentur mortar karena nilai p > α (5%). Oleh karena interaksi

jenis lateks dan dosis karet tidak berpengaruh nyata, maka masing-masing

faktor dijelaskan secara terpisah. Pada jenis lateks dan dosis karet akan

dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, sedangkan interaksi antara keduanya

tidak dapat dilanjutkan dengan uji lanjut ini. Pada model ini terdapat nilai R

kuadrat sebesar 83,37% yang berarti 83,37% keragaman dari uji kuat lentur

Page 95: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

78

 

mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model (jenis lateks dan dosis

karet), sedangkan sisanya sebesar 16,63% dapat dijelaskan oleh faktor lain

di luar model. Dalam model ini juga didapatkan nilai CV sebesar 12,56

yang merupakan koefisien keragaman. Hal ini berarti data relatif homogen.

Hasil uji lanjut Duncan untuk jenis lateks dapat dilihat pada Lampiran

20.1.1. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis lateks DS memiliki nilai kuat

lentur tertinggi dibandingkan dengan lateks pekat dan lateks DPNR, yaitu

sebesar 33,62 kg/cm2. Dari hasil ini juga menyatakan bahwa nilai kuat

lentur untuk lateks DS berbeda nyata dengan lateks pekat dan lateks DPNR,

tetapi lateks pekat tidak berbeda nyata dengan lateks DPNR. Nilai kuat

lentur yang didapat oleh lateks pekat hampir sama dengan lateks DPNR.

Lateks DS ini paling baik, karena lateks tersebut telah mengalami

sentrifugasi ganda yang menyebabkan berkurangnya bahan-bahan non karet

di dalam lateks. Lateks mengandung bahan-bahan non karet, seperti

karbohidrat, protein, asam lemak dan garam-garam. Di dalam karbohidrat

itu sendiri terdapat komponen seperti quebrachitol, 1-inositol, dan sukrosa

(Nadarajah dan Fernando, 1978). Kadar glukosa atau karbohidrat yang

cukup tinggi dalam lateks akan berpengaruh pada setting semen. Dengan

adanya karbohidrat ini, waktu setting yang dimiliki mortar menjadi

terhambat. Komponen yang mempengaruhi kekuatan adalah quebrachitol,

sedangkan sukrosa hanya mempengaruhi setting time saja.

Dengan adaya quebrachitol di dalam lateks maka kekuatan mortar

akan menjadi rendah atau kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka

lateks pekat sentrifugasi dilakukan sentrifugasi ulang, sehingga komponen

karbohidrat dalam lateks menjadi berkurang. Sebelum melakukan

pemekatan ulang ini maka dilakukan pengenceran terhadap lateks pekat.

Tujuan pengenceran ini untuk mendapatkan penurunan karbohidrat yang

maksimal. Pada waktu proses sentrifugasi, ada bahan-bahan non karet

seperti karbohidrat yang ikut terbuang bersama dengan serum. Menurut Alfa

(2008), kadar karbohidrat di dalam lateks pekat sekitar 0,16%, sedangkan

pada lateks DS yang telah mengalami pemekatan ulang memiliki

karbohidrat sebesar 0,07%. Dengan kadar karbohidrat yang rendah tersebut

Page 96: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

79

 

yaitu sebesar 0,07%, lateks DS hasil sentrifugasi ganda relatif tidak

menghambat setting semen dan kekuatan lebih baik dibandingkan dengan

lateks pekat dan lateks DPNR. Semakin sedikit kandungan karbohidrat di

dalam mortar, maka semakin baik kekuatannya.

Sentrifugasi berulang juga mampu mengurangi protein yang terdapat

dalam lateks sampai 30% (Subramaniam, 1992). Hal ini dapat dilihat pada

analisis lateks terhadap uji kadar nitrogen. Pada Lateks DS didapatkan kadar

nitrogen sebesar 0,06% yang lebih kecil dibandingkan dengan lateks pekat.

Kadar nitrogen ini berkurang sekitar 30% yang sesuai dengan pernyataan

Subramaniam. Kadar protein yang dikandung oleh lateks tidak

mempengaruhi kuat lentur dari mortar. Hal ini dapat dilihat dari uji lanjut

tersebut yang menyatakan bahwa lateks pekat tidak berpengaruh nyata

terhadap lateks DPNR dan menghasilkan nilai kuat lentur yang hampir

sama. Lateks DPNR yang mengandung paling kecil kadar proteinnya

dibandingkan dengan lateks pekat ternyata tidak mempengaruhi nilai kuat

lenturnya.

Uji lanjut Duncan untuk dosis karet terhadap kuat lentur mortar dapat

dilihat pada Lampiran 20.1.2. Uji lanjut ini menunjukkan bahwa dosis karet

1% yaitu sebesar 36,77 kg/cm2 memberikan nilai kuat lentur paling tinggi

dibandingkan dengan yang lainnya. Pada dosis karet 1% ini, nilai kuat lentur

berbeda nyata dengan dosis karet 3, 5, 7 dan 9%. Nilai kuat lentur pada

dosis 7, 3 dan 5% tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya dan

mempunyai nilai yang relatif hampir sama. Pada dosis karet 9% dengan

nilai kuat lentur sebesar 23,17 kg/cm2 berbeda nyata dengan dosis karet 1, 3,

5 dan 7% dan pada dosis ini pula, nilai kuat lentur yang dimiliki paling

terendah dibandingkan dengan dosis lainnya.

Page 97: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

80

 

Gambar 30. Grafik antara kuat lentur (kg/cm2) dan dosis karet yang

ditambahkan (%)

Persamaan hubungan antara kuat lentur dan dosis karet yang

ditambahkan ke dalam mortar yaitu y = -1,342x + 35,95 dengan nilai R2

sebesar 78,5% (Gambar 30). Penambahan dosis karet sebanyak satu persen

akan menurunkan kuat lentur mortar sebesar 1,342 kg/cm2. Dosis karet di

dalam lateks mempengaruhi kuat lentur mortar sebesar 78,5%, sementara

21,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.

Dengan penambahan lateks ke dalam campuran mortar maka partikel

karet tersebut akan menjembatani kekosongan atau rongga-rongga udara

yang ada dalam adonan semen tersebut. Dengan begitu kuat lentur yang

dihasilkan akan semakin tinggi. Lateks termasuk ke dalam polimer dan

mempunyai matriks polimer organik. Selain itu, semen mempunyai matriks

gel semen. Apabila keduanya digabungkan akan membentuk monolithic co-

matriks. Semen bila dicampurkan dengan air akan membentuk pasta semen.

Ketika lateks ditambahkan ke dalam adonan ini, maka partikel karet akan

menyebar. Di samping itu, di dalam pasta semen ini akan terjadi proses

hidrasi dan terbentuk matrik gel semen. Selama proses hidrasi ini akan

terbentuk juga senyawa kalsium hidroksida [Ca(OH)2]. Senyawa tersebut

akan bereaksi dengan permukaan agregat yang mengandung silika dan

membentuk lapisan senyawa yang bernama kalsium silikat. Senyawa

Page 98: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

81

 

tersebut akan membentuk kekuatan mortar dan berjalan secara

berkelanjutan. Hal ini berarti semakin lama umur mortar, maka semakin

kuat, karena semakin banyak senyawa kalsium silikat yang terbentuk.

Agregat akan diikat pada fase co-matriks. Fase co-matriks dibentuk oleh

hidrasi semen dan pembentukan film polimer. Pada fase ini sudah terjadi

penggabungan antara matriks polimer dengan matriks gel semen. Polimer

akan membentuk film di daerah sekitar gel semen yang telah terhidrasi dan

berikatan dengan agregat. Hal ini membuat mortar yang dihasilkan akan

lebih lentur karena semen yang telah terhidrasi terbungkus oleh polimer dan

menjembatani antar agregat yang ada sehingga tidak terjadi kekosongan.

Lateks pekat dan lateks DPNR mempunyai kandungan karbohidrat

masih tinggi. Kandungan karbohidrat yang masih tinggi ini akan

menghambat proses hidrasi lebih lama dibandingkan dengan lateks DS. Hal

ini membuat pembentukan kalsium silikat sedikit. Selain itu, polimer yang

membentuk film di sekitar semen yang terhidrasi lebih sedikit, karena semen

belum banyak yang terhidrasi sehingga kuat lentur yang dihasilkan lebih

rendah.

Page 99: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

82

 

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi bahan

penstabil dan dosis yang menghasilkan waktu setting terbaik adalah Kasein

dengan dosis 7%. Waktu setting yang dihasilkan adalah 208,67 menit

karena mendekati 210 menit.

Semakin banyak dosis karet yang ditambahkan ke dalam campuran

mortar maka bobot yang dihasilkan akan semakin ringan. Mortar dengan

penambahan lateks tersebut akan lebih ringan dibandingkan dengan kontrol.

Selain itu juga, bobot akhir mortar lebih berat dibandingkan dengan bobot

awal mortar.

Lateks DS memiliki nilai kuat tekan paling tinggi dibandingkan

dengan lateks DPNR dan lateks pekat, tetapi lebih rendah dari kontrol.

Dosis karet 1% memberikan nilai kuat tekan tertinggi. Kandungan lateks

yang mempengaruhi kuat tekan adalah karbohidrat, sedangkan protein di

dalam lateks tidak memberikan pengaruh terhadap kuat tekan mortar yang

dihasilkan.

Lateks DS menghasilkan kuat lentur tertinggi dibandingkan dengan

lateks pekat dan lateks DPNR. Dosis karet 1% menghasilkan nilai kuat

lentur tertinggi. Kandungan lateks yaitu karbohidrat akan mempengaruhi

kuat lentur mortar, sedangkan protein di dalam lateks tidak memberikan

pengaruh terhadap kuat lentur mortar yang dihasilkan.

Kuat lentur tertinggi diihasilkan oleh lateks DS dengan dosis karet

7%, yakni sebesar 38,98 kg/cm2. Namun, untuk mendapatkan mortar yang

kuat tetapi lentur dapat menggunakan lateks DS dengan dosis 1%.

5.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat mencoba menggunakan lateks

depolimerisasi sebagai bahan tambahan pada mortar, karena lateks

tersebut mempunyai bobot molekul dan viskositas mooney yang lebih

Page 100: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

83

 

rendah dibandingkan dengan lateks lainnya serta mempunyai daya lekat

yang lebih baik.

2. Penggunaan lateks DS yang didepolimerisasi sebagai bahan tambahan

pada mortar diprediksikan akan menghasilkan kuat lentur lebih baik

lagi.

3. Perlu dianalisis lebih lanjut mengenai kuat tekan dan kuat lentur pada

mortar yang berumur lebih dari 28 hari.

4. Penambahan lateks pada dosis karet sampai 20% sebagai bahan

tambahan pada pembuatan mortar perlu diteliti, mungkin dapat

meningkatkan kuat lentur dari mortar yang dihasilkan.

5. Faktor Air Semen (FAS) perlu diteliti lebih lanjut.

Page 101: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

84

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, R. H. 2009. Penggunaan Berbagai Jenis Lateks Sebagai Bahan

Tambahan Pada Mortar Untuk Aplikasi Beton Jalan Raya. Skripsi. Jurusan

Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor.

Adianto, Y. L. D dan Tri Basuki. 2006. Kekuatan Beton Normal Akibat

Penggunaan Serat Polypropylene. Makalah dalam majalah Potensi Vol. 8,

No.1, Maret 2006: 1-12.

Alfa, A. A. 2003. Pengaruh Kombinasi Surfaktan dan Papain Menurunkan Kadar

Protein Lateks dalam Pengolahan Lateks Alam Berprotein Rendah. Makalah

Pada Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu.

Medan: Pusat Penelitian Karet.

Alfa, A. A. 2008. Pemanfaatan Karet Alam Sebagai Bahan Aditif Penguat Aspal

dan Beton. Laporan Akhir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian.

Allen, T. O. dan A. P. Roberts. 1993. Production Operation 2: Well Completions,

Workover, and Stimulation, Oil, and Gas Consultants International (OCCL),

Inc., Tulsa, Oklahoma. USA.

Anonima. 2009. Sodium Dodecyl Sulfate. [Online]. Diperoleh dari

http://mpbio.com/product_info/. Diakses pada 2 November 2009.

Anonimb. 2009. Emulgen. [Online]. Diperoleh dari

http://chemical.kao.com/global/products/. Diakses pada 2 November 2009.

Anonimc. 2009. Artikel di dalam Internet. [Online]. Diperoleh dari

http://mpfinechemical.com/pages/. Diakses pada 2 November 2009.

Array. 2008. Susu. [Online]. Diperoleh dari

http://arrayst.wordpress.com/tentang_dunia_susu/. Diakses pada 2

November 2009.

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Karet Indonesia. BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Perhubungan. BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor

Menurut Kelompok Komoditi dan Negara. BPS, Jakarta.

Page 102: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

85

 

Barney, N. A. 1973. Natural Rubber Production Lecture Note 3. Balai Penelitian

Perkebunan Bogor. Bogor.

Belie, N. D., R. Verschoore, dan D. V. Nieuwenburg. 1998. Resistance of

Concrete with Limestone Sand or Polymer Addition to Feed Acids. Journal

American Society of Agricultural Engineers. 41(1): 227-233.

Blackley, D. C. 1966. High Polimer Latices. Palmerton Publishing Co. Inc,. New

York.

Cook, P. G. 1992. Latex Natural and Synthetic. Chapman and Hall Ltd., London.

Cowd, M. A. 1991. Kimia Polimer. Terjemahan Harry Firman. ITB, Bandung.

Craig, A. S. 1969. Concise Encyclopaedic Dictionary of Rubber Technology.

Elsevier Publishing Company, Amsterdam.

Fennema, O. R. 1976. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.

Georgiou, G., C. L. Sung, dan M. M. Shara. 1992. Surface Active Compound

from Microorganism. Biotechnology Journal. 10: 60-65.

Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet.

Agroindustri Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haryadi. 2005. Pengaruh Lateks Alam Pekat Terhadap Kuat Tekan Beton.

Skripsi. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan UPI, Bandung.

Hidayat, S. 2009. Semen: Jenis dan Aplikasinya. Kawan Pustaka, Jakarta.

Huntsman. 2000. Surfactant Handbook. 2nd edition.

Mulyono, T. 2003. Teknologi Beton. Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta,

Jakarta.

Nadarajah, M. dan U. G. Fernando. Development Of Natural Rubber Latex

Portland Cement Mixes For Engineering Applications. J Rubber. Res. Inst.

Desember 1978: 5-12, Sri Lanka.

Naik, T. R. dan R. Siddique. 2002. Blended Fly Ash Cement. Departement of

Civil and Mechanics College of Engineering and Applied Science The

University of Wisconsin, Milwaukee.

Nazaruddin dan F. B. Paimin. 1998. Karet: Strategi Pemasaran Tahun 2000,

Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 103: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

86

 

Ohama, Y. 1995. Concrete and Mortars “Properties and Process Technology.

Handbook of Polymer Modified. Nayes Publications, USA.

Ostroumov, S. A. 2006. Biological Effects Of Surfactants. Taylor and Francis

Group, CRC Press, Boca Raton.

Pratomo, A. 2005. Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit Pada Industri

Perminyakan. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan

Oleokimia Berbasis Minyak Sawit Pada Berbagai Industri Pada tanggal 24

November 2005. Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC),

Bogor.

Roestaman, S., E. Kurniawati, R. Ranastra, H. Gunawan, R. Mastra, dan B.

Subrata. 2007. Penelitian dan Pengembangan Penambahan Bahan Karet

Dalam Campuran Beton Untuk Mendapatkan Beton Karet (Flexible

Concrete). Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Jalan dan Jembatan, Bandung.

Scherer, R. 1921. Casein, Its Preparation And Technical Utilisation. Scott,

Greenwood, & Son, London.

Solichin, M. 1991. Faktor-faktor yang mempengaruhi Viskositas Mooney dalam

pengolahan SIR 3CV. Lateks, 6(2): 67-75.

Subramaniam, A. 1992. Reduction of Extractable Protein Content in Latex

Product. Di dalam Sensitivity to Latex in Medical Devices. Proceeding

International. Latex Conference November 1992. Baltimore, Maryland.

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Transito. Bandung.

Sukontasukkul, P dan C. Chaikaew. 2005. Concrete Pedestrian Block Containing

Crumb Rubber from Recycled Tires. Thesis. Departement of Civil

Engineering – King Mongkut’s Institute of Technology, North Bangkok.

Suparto, D. 2002 Pengetahuan tentang Lateks Hevea. Kursus Teknologi Barang

Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor, 1-9.

Tanaka, Y. 1998. A New Approach to Produce Highly Deproteinized Natural

Rubber. Kuliah Tamu Mengenai Karet Alam, BPTK Bogor, Bogor.

Tangpakdee, J. 1998. Structure Characterization of Natural Rubber – Analysis of

Biosynthesis Mechanism, Branching Formation and Role of Rubber in

Page 104: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

87

 

Hevea Tree. Thesis. Departement of Material Systems Engineering Faculty

of Technology, Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo.

Utama, M. 2007. Teknologi Lateks Alam Iradiasi. Pusat Pengembangan

Informatika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Batan.

Winarno, F. G. 1980. Enzim Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 105: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

88

 

LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode Analisis Lateks

1.1. Penetapan Total Alkalinitas (ASTM D 1076-97)

Pertama masukkan sejumlah ± 5 g lateks ke dalam botol timbang 10

cm3. Setelah itu timbang botol timbang yang telah berisi lateks dengan

ketelitian 1 mg. Lalu tuangkan lateks ke dalam gelas piala yang telah berisi

300 cm3 air suling. Botol timbang ditimbang kembali, perbedaan bobot botol

timbang adalah bobot contoh (W). Kemudian tambahkan 6 tetes indikator

merah methyl 0,1% dalam alkohol. Titrasi dengan HCl 0,1 N sedikit demi

sedikit sambil diaduk (digoyang) sampai tercapai titik equivalen, yaitu

apabila larutan berubah dari kuning menjadi merah jambu (pink). Setelah itu

catat penggunaan HCl 0,1 N (V). Alkalinitas dihitung sebagai garam NH3 per

100 g lateks sebagai berikut:

Total Alkalinitas (% NH3) dalam fasa lateks = (1,7 × V × N) / W

Total Alkalinitas (% NH3) dalam fasa air = (1,7 × V × N) / W (1 – TS/100)

Dimana:

N = Normalitas larutan HCl

V = Volume HCl 0,1 N yang dibutuhkan

W = Bobot contoh, g

TS = Kadar jumlah padatan

1.2. Penetapan Kadar Karet Kering (ASTM D 1076-97)

Pengujian kadar karet kering menggunakan alat antara lain neraca,

batang pengaduk, cawan alumunium, oven, dan mesin giling. Bahan yang

digunakan adalah aseton. Analisis yang dilakukan duplo diawali dengan

menimbang sampel seberat 10 g (W1) di dalam cawan alumunium. Sampel

ditambahkan aseton secukupnya dan digumpalkan dengan bahan pengaduk.

Sampel yang sudah menggumpal dipanaskan sampai serum bening. Sampel

Page 106: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

89

 

digiling sampai berbentuk lembaran tipis (krep) dan dikeringkan pada suhu

70oC selama 1 jam. Sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang

beratnya (W2). Kadar karet kering dihitung dengan perhitungan sebagai

berikut:

W2

KKK (%) = × 100% W1

Keterangan:

W1 = Bobot sampel awal (gram)

W2 = Bobot sampel kering (gram)

1.3. Penetapan Kadar Jumlah Padatan (ASTM D 1076-97)

Alat yang digunakan adalah pinggan alumunium diameter 60 mm,

oven, desikator, dan neraca dengan ketelitian 0,1 mg. Pertama masukkan

sejumlah lateks ke dalam botol timbang (W1). Setelah itu tuangkan 2,5 ± 0,5

g lateks dari botol timbang ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui

bobotnya (W3). Timbang kembali botol timbang berisi sisa lateks (W2).

Perbedaan bobot kedua penimbangan tersebut adalah merupakan bobot

contoh (W). Sampel dipanaskan di dalam oven bersuhu 100oC selama 2 jam.

hingga terbentuk film kering. Setelah itu, sampel didinginkan di dalam

desikator dan ditimbang (W4). Kadar jumlah padatan dihitung dengan

perhitungan sebagai berikut:

W4 – W3 KJP (%) = × 100% W

Keterangan:

W = Bobot sampel awal (gram)

W3 = Bobot pinggan alumunium (gram)

W4 = Bobot sampel dan pinggan alumunium setelah dipanaskan (gram)

Page 107: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

90

 

1.4. Penetapan Waktu Kemantapan Mekanik (ASTM D 1076-97)

Sampel sebanyak 100 gram ditimbang dan diencerkan hingga KJP 55

± 0,2% dengan penambahan amoniak 0,6%. Sampel dipanaskan di penangas

air hingga suhu 36 – 37oC. Sampel ditimbang seberat 80 gram dan disaring.

Setelah itu, sampel diputar dengan mixer klaxson pada kecepatan 14000 ±

200 rpm dan stopwatch dihidupkan. Sambil tetap diaduk tiap 15 detik sampel

diambil dengan cara menyentuhkan ujung kaca pengaduk ke pada lateks dan

teteskan lateks yang menempel di ujung pengaduk ke dalam pinggan petri

yang telah berisi air, amati keadaan lateks di dalam air tersebut. Pengamatan

diakhiri jika flokulat telah terbentuk, berupa bintik-bintik putih yang tidak

pecah oleh goyangan.

1.5. Penetapan Bilangan Asam Lemak Esteris (ASTM D 1076-97)

Sampel sebanyak 50 gram ditimbang di dalam gelas piala, kemudian

ditambahkan 5 ml amonium sulfat 35% dan diaduk menggunakan batang

pengaduk. Sampel dipanaskan di penangas air bersuhu 70oC selama 3 – 5

menit. Serum sebanyak 25 ml diambil dari sampel dan ditambahkan 5 ml

H2SO4 (2 + 5). Serum tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung

Markham dan ditambahkan 1 tetes silikon anti busa. Setelah itu didestilasi

hingga volumenya mencapai 100 ml. Hasil destilasi ditambahkan 1 tetes BTB

dan dititrasi dengan barium hidroksida 0,01 N sampai berubah warna menjadi

biru muda dan tidak berubah selama 10 – 20 detik. Standarisasi barium

hidroksida menggunakan KH-phtalat. Aquades sebanyak 20 ml digunakan

sebagai blanko. Bilangan ALE dapat dihitung dengan persamaan berikut:

100 – KKK (50 × 25) S = W = 1,02 × 2 (50 + S) × 3 561 × (Volume titrasi – volume blanko) × N Bilangan ALE = KJP × w

Page 108: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

91

 

Keterangan:

N = Normalitas barium hidroksida

KJP = Kadar Jumlah Padatan

1.6. Penetapan Bilangan KOH dan pH (ASTM D 1076-97)

Pertama yang dilakukan adalah penetapan kadar jumlah padatan.

Setelah itu timbang sejumlah lateks yang setara dengan 50 g padatan di dalam

piala gelas 400 cm3 (W). Kemudian tentukan pH dengan pH-meter sebagai

pH lateks dan catat suhu pengukuran pada 23 ± 1oC (untuk penentuan pH).

Kemudian tambahkan formaldehide 5% hingga kadar amonia menjadi 0,5%

terhadap fasa air (Vf) dan tambahkan air suling hingga KJP menjadi 30%

(Va). Lalu ukur pH dengan pH-meter dan tambahkan perlahan-lahan 5 cm3

larutan KOH sambil diaduk, setelah 10 detik pH diukur. Pengukuran pH

diulang pada setiap penambahan 1 cm3 larutan KOH. Penambahan KOH

diakhiri pada saat perubahan pH mencapai maksimum. Perhitungan yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

Penimbangan lateks

100 × 50 W = KJP

Volume formaldehide yang diperlukan

{(0,5 × KJP) + [(100 × %NH3) – 50]} × W Vf = 189

Volume air suling yang diperlukan

100 × 50 Va = - (W + Vf) 30

Bilangan KOH

561 × V × N Bil. KOH = W × KJP

Page 109: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

92

 

1.7. Pengujian Viskositas Brookfield (ASTM D 1084-63)

Pengukuran viskositas brookfield dilakukan dengan viskometer

brookfield dengan satuan cp (centi poise). Spindel dan kecepatan yang

digunakan dalam pengukuran ditentukan oleh kekentalan bahan. Bila spindel

dan kecepatan yang digunakan untuk pengukuran tidak sesuai maka nilai

viskositas tidak terbaca. Besarnya kecepatan dan faktor pengali tiap spindel

pada pengukuran viskositas dapat dilihat pada Tabel. Pengujian dilakukan

dengan cara memasukkan spindel ke dalam contoh sampel (lateks). Langkah

selanjutnya adalah menghidupkan viskometer brookfield.

Tabel 18. Kecepatan dan faktor pengali pada viskositas brookfield

Kecepatan Faktor Finder 1 2 3 4

0,3 200 1 M 4 M 20 M 0,6 100 500 2 M 10 M 1,5 40 200 800 4 M 3 20 100 400 2 M 6 10 50 200 1 M 12 5 25 100 500 30 2 10 40 200 60 1 5 20 100

1.8. Penetapan Kadar Nitrogen (SNI 06-1993-1990)

Contoh uji ditimbang sebanyak ± 0,1 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam labu mikro kjeldahl. Setelah itu ditambahkan ± 0,65 gram katalis

selenmium dan ± 2,5 ml H2SO4 pekat. Contoh didekstruksi sekitar dua jam

atau sampai timbul warna hijau, setelah itu didinginkan dan diencerkan

dengan 10 ml aquades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan

dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml air suling kemudian ditambahkan 5 ml

NaOH 67%.

Alirkan air melewati alat destilasi dan tampung destilat ke dalam

erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 2% dan dua tetes indikator nitrogen.

Destilat dititrasi dengan larutan H2SO4 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai

dengan perubahan warna dari hijau menjadi ungu muda. Blanko dibuat

Page 110: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

93

 

dengan cara yang sama dengan semua pereaksi tetapi tanpa contoh karet.

Kadar nitrogen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(V1 – V2) N × 0,0140 Kadar Nitrogen (%) = × 100% Ws

Keterangan:

V1 = Volume H2SO4 untuk titrasi larutan yang berisi contoh (ml)

V2 = Volume H2SO4 untuk titrasi larutan blanko (ml)

N = Normalitas H2SO4

Ws = Bobot contoh (gram)

Page 111: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

94

 

Lampiran 2. Metode Analisis Semen

2.1. Uji Konsistensi Normal (ASTM C 187 – 68)

Uji ini menggunakan metode trial and error. Sebanyak 140 gram air

(28% dari jumlah semen) dimasukkan ke dalam mixer kemudian dicampur

dengan 500 gram semen lalu diamkan selama 30 detik. Aduk adonan dengan

menggunakan mixer pada kecepatan 140+5 rpm. Diamkan selama 15 detik

dan bersihkan adonan yang menempel di pinggiran cawan mixer. Aduk

kembali dengan kecepatan 285+10 selama 60 detik.

Adonan yang sudah terbentuk kemudian dibentuk menjadi bola

dengan menggunakan tangan. Adonan tersebut kemudian dilempar dari

tangan ke tangan sebanyak enam kali dengan jarak sekitar 6 inchi. Letakkan

adonan ke dalam cincin melalui bagian cincin yang lebar, kemudian ratakan

permukaannya. Balik cincin dan ratakan kembali permukaan cincin. Letakkan

cincin di bawah tongkat flunger. Atur agar tongkat flunger tepat berada di

permukaan adonan. Lepaskan tongkat flunger selama tiga puluh detik lalu

catat penurunan tongkat.

Konsistensi normal didapat apabila penurunan tongkat sebesar 10+1

mm. Apabila penurunan belum memenuhi ketentuan ulangi langkah di atas

dengan jumlah air yang berbeda.

2.2. Uji Penentuan Waktu Pengikatan Awal

Sejumlah air sesuai dengan yang didapatkan dari uji konsistesi normal

dimasukkan ke dalam mixer kemudian dicampur dengan 500 gram semen lalu

diamkan selama 30 detik. Aduk adonan dengan menggunakan mixer pada

kecepatan 140+5 rpm. Diamkan selama 15 detik dan bersihkan adonan yang

menempel di pinggiran cawan mixer. Aduk kembali dengan kecepatan

285+10 selama 60 detik.

Adonan yang sudah terbentuk kemudian dibentuk menjadi bola

dengan menggunakan tangan. Adonan tersebut kemudian dilempar dari

tangan ke tangan sebanyak enam kali dengan jarak sekitar 6 inchi. Letakkan

Page 112: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

95

 

adonan ke dalam cincin melalui bagian cincin yang lebar, kemudian ratakan

permukaannya. Balik cincin dan ratakan kembali permukaan cincin.

Diamkan adonan di dalam cetakan selama tiga puluh menit. Kemudian

letakkan cincin di bawah jarum. Atur agar jarum tepat berada di permukaan

adonan. Lepaskan jarum selama tiga puluh detik lalu catat penurunan tongkat.

Catat penurunan jarum tiap 15 menit sampai jarum mencapai penurunan 25

mm. Buat grafik penurunan jarum, kemudian tentukan waktu penurunan

dengan menggunakan interpolasi.

Page 113: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

96

 

Lampiran 3. Metode Analisis Mortar

3.1. Pengujian Kuat Tekan Mortar Kubus (ASTM 109 - 95)

Sejumlah air (sesuai dengan nilai rasio air : semen yang dibutuhkan)

dimasukkan ke dalam mixer lalu tambahkan 500 g semen. Putar mixer dengan

kecepatan 140+5 rpm selama tiga puluh detik. Dalam keadaan mixer masih

berputar, tambahkan 1375 g pasir ke dalam mixer selama tiga puluh detik.

Ubah kecepatan mixer menjadi 285+10 selama tiga puluh detik. Diamkan

selama sembilan puluh detik dan bersihkan adonan di pinggiran cawan mixer.

Aduk lagi dengan kecepatan 285+10 rpm.

Masukkan semua adonan kembali ke dalam mixer kemudian aduk

kembali dengan kecepatan 285+10 rpm selama lima belas detik. Masukkan

adonan ke dalam cetakan yang berukuran 50 x 50 x 50 mm atau 2 x 2 x 2

inchi sampai terisi setengah. Padatkan adonan di dalam cetakan dengan alat

pemadat dengan 32 kali tekanan. Isi kembali cetakan sampai penuh dan

padatkan kembali dengan 32 kali tekanan. Diamkan di tempat yang lembab

selama 24 jam. Setelah 24 jam keluarkan mortar yang sudah memadat dari

dalam cetakan dan rendam di dalam air bersih.

Pengujian dilakukan pada hari ke-28, lalu angkat contoh dari tempat

perendaman, seka dengan lap sampai kering dan bersih kemudian diangin-

anginkan. Tempatkan mortar di tengah permukaan penahan dari mesin tekan.

Catat beban maksimal yang bisa ditahan lalu hitung kuat tekan dengan rumus:

T = W

A

Keterangan:

T = Kuat tekan (kg/cm2)

W = beban maksimal (kg)

A = Luas permukaan (cm2)

Page 114: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

97

 

3.2. Pengujian Kuat Lentur Mortar Balok dengan Dua Pembebanan

Sejumlah air (sesuai dengan nilai rasio air : semen yang dibutuhkan)

dimasukkan ke dalam mixer lalu tambahkan 500 g semen. Putar mixer dengan

kecepatan 140+5 rpm selama tiga puluh detik. Dalam keadaan mixer masih

berputar, tambahkan 1375 g pasir ke dalam mixer selama tiga puluh detik.

Ubah kecepatan mixer menjadi 285+10 selama tiga puluh detik. Diamkan

selama sembilan puluh detik dan bersihkan adonan di pinggiran cawan mixer.

Aduk lagi dengan kecepatan 285+10 rpm.

Masukkan semua adonan kembali ke dalam mixer kemudian aduk

kembali dengan kecepatan 285+10 rpm selama lima belas detik. Masukkan

adonan ke dalam cetakan yang berukuran 50 x 50 x 250 mm sampai terisi

setengah. Padatkan adonan di dalam cetakan dengan alat pemadat dengan 32

kali tekanan. Isi kembali cetakan sampai penuh dan padatkan kembali dengan

32 kali tekanan. Diamkan di tempat yang lembab selama 24 jam. Setelah 24

jam keluarkan mortar yang sudah memadat dari dalam cetakan dan rendam di

dalam air bersih.

Pengujian dilakukan pada hari ke-28. Lalu angkat contoh dari tempat

perendaman, seka dengan lap sampai kering dan bersih kemudian diangin-

anginkan sampai permukaan benda uji kering. Benda uji balok ditaruh di atas

plat yang bertumpu pada dua garis dan pembebanan di letakan juga pada dua

garis, setelah itu contoh ditekan bagian atasnya. Beban maksimum dicatat

kemudian dihitung dengan rumus:

R= PL/bd2

Keterangan:

R= Kuat Lentur

P= Beban Maksimum

L= Panjang area uji

b= lebar benda uji

d= tebal benda uji

Page 115: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

98

 

Lampiran 4. Gambar Prosedur Pembuatan dan Pengujian Mortar

Latesk Pekat, Lateks DS, Lateks DPNR Larutan Kasein Larutan Lateks

Pasir Galunggung Saringan 4,75 mm Semen Holcim

Hasil Pengadukan Semen, Pasir, Lateks

Hasil Pencetakan Mortar Untuk Uji Kuat Lentur (Kiri) dan Kuat Tekan (kanan)

Perendaman (Proses Curing) Selama 28 Hari

Uji Bobot Uji Kuat Tekan Uji Kuat Lentur

Page 116: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

99

 

Lampiran 5. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Tanpa Bahan

Penstabil

Page 117: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

100

 

Lampiran 6. Data Pengamatan Penelitian Pendahuluan

Lateks Pekat 5% KARET terhadap SEMEN

Air : Semen : Pasir = 17,5 : 50 : 0 Jumlah Air dalam Bahan Penstabil Diperhitungkan

Bahan Penstabil Dosis (%) Pengamatan

Waktu Setting (Menit) Ulangan

1 Ulangan

2 Ulangan

3 Rata-Rata

Emal

1 Langsung Menggumpal, Apabila ditarik seperti karet 0 0 0 0,00 3 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 1 0,3 2,17 1,16 5 Kental (++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 15,62 7 9,23 10,62 7 Kental (+) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 26,05 15 17,72 19,59

Emulgen

1 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 0,5 0,52 0,35 0,46 3 Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 1,5 1,63 2,02 1,72 5 Kental (++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 2 1,97 2,63 2,20 7 Kental (+) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 3 2,03 3,73 2,92

Kasein

1 Langsung Menggumpal/Tidak Menyatu 0 0 0,17 0,06 3 Kental (+++) → Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 17,98 24 16,62 19,53 5 Kental (++) → Kental (+++)→ Tidak Menyatu (Tidak Stabil) 132 108 113 117,67 7 Kental (+) → Kental (++)→ Stabil 210 206 210 208,67

Page 118: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

101

 

Lampiran 7. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Emal

Emal 1% Emal 3%

Emal 5% Emal 7%

Page 119: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

102

 

Lampiran 8. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan

Emulgen

Emulgen 1% Emulgen 3%

Emulgen 5% Emulgen 7%

Page 120: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

103

 

Lampiran 9. Gambar Hasil Pencampuran Semen Lateks Dengan Kasein

Kasein 1% Kasein 3%

Kasein 5% Awal Kasein 5% Akhir

Kasein 7% Awal Kasein 7% Akhir

Page 121: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

104

 

Lampiran 10. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Waktu Setting

10.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Waktu Setting), pada α = 5%

Sumber Keragaman

df Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Nilai F

Pr > F

Model 11 137873.7280 12533.9753 637.03 <.0001* Galat 24 472.2180 19.6758 Total 35 138345.9460 R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean0.996587 13.84073 4.435736 32.04842

Sumber Keragaman Df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

BP 2 53549.22750 26774.61375 1360.79 <.0001*Dosis 3 33995.28214 11331.76071 575.93 <.0001*BP*Dosis 6 50329.21834 8388.20306 426.32 <.0001** Berbeda Nyata

10.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi BP dan Dosis Terhadap Waktu

Setting

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N PerlakuanA 208.667 3 Kasein7 B 117.667 3 Kasein5 C 19.590 3 Emal7 C 19.533 3 Kasein3 D 10.617 3 Emal5 E 2.920 3 Emulgen7 E 2.200 3 Emulgen5 E 1.718 3 Emulgen3 E 1.157 3 Emal3 E 0.457 3 Emulgen1 E 0.057 3 Kasein1 E 0.000 3 Emal1

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf

yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Page 122: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

105

 

Lampiran 11. Data Pengaruh Lateks Pekat Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252

Rata-Rata 276,5 280 250,4 1

1 266 272 5000 200 60 2 273,5 278 5100 204

Rata-Rata 269,75 275 202 3

1 263,5 272 3700 148 60 2 251,5 261 4900 196

L P Rata-Rata 257,5 266,5 172 A E 5

1 253,5 259 2700 108 55 T K 2 256 257 3280 131,2

E A Rata-Rata 254,75 258 119,6 K T 7

1 248 250 2450 98 55 S 2 228 230 2500 100

Rata-Rata 238 240,00 99,00 9

1 233 243 2100 84 55 2 236,5 237 2200 88

Rata-Rata 234,75 240,00 86

Page 123: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

106

 

Lampiran 12. Data Pengaruh Lateks DS Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252

Rata-Rata 276,5 280 250,4 1

1 278 280 6000 240 60 2 280 281 5100 204

Rata-Rata 279,00 280,5 222 3

1 279 287 5200 208 55 2 277 284 5100 204

L Rata-Rata 278,00 285,50 206,00 A 5

1 264 269 4900 196 50 T D 2 258 263 5000 200

E S Rata-Rata 261 266 198 K 7

1 245 247 3250 130 45 S 2 252 253 3300 132

Rata-Rata 248,5 250,00 131,00 9

1 240 247 3050 122 45 2 253 261 3250 130

Rata-Rata 246,50 254,00 126,00

Page 124: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

107

 

Lampiran 13. Data Pengaruh Lateks DPNR Terhadap Bobot dan Kuat Tekan beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Tekan (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 280 282 6220 248,8 55 2 273 278 6300 252

Rata-Rata 276,5 280 250,4 1

1 259,5 263 5100 204 65 2 264 268 3800 152

Rata-Rata 261,75 265,5 178,00 3

1 252,5 255 4620 184,8 65 L 2 257 261 3500 140

A D Rata-Rata 254,75 258,00 162,40 T P 5

1 248,5 253 4200 168 60 E N 2 259 264 3800 152

K R Rata-Rata 253,75 258,5 160,00 S 7

1 251,5 253 4000 160 55 2 250 251 2700 108

Rata-Rata 250,75 252,00 134,00 9

1 251 252 2800 112 55 2 248,5 250 2750 110

Rata-Rata 249,75 251,00 111,00

Page 125: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

108

 

Lampiran 14. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Awal

14.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Bobot Awal), pada α = 5%

Sumber Keragaman

df Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Nilai F

Pr > F

Model 14 4565.800000 326.128571 8.24 0.0001*Galat 15 594.000000 39.600000 Total 29 5159.800000

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean

0.884879 2.455268 6.292853 256.3000

Sumber Keragaman

dF Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 532.850000 266.425000 6.73 0.0082*Dosis 4 3077.300000 769.325000 19.43 <.0001*JL*Dosis 8 955.650000 119.456250 3.02 0.0312** Berbeda Nyata

14.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Bobot Awal

Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N JL A 261.250 10 LDS

B A 256.700 10 LDPNRB 250.950 10 LP

14.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Bobot Awal

Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N DosisA 268.750 6 1 A 263.083 6 3 A 261.083 6 5 B 244.833 6 9 B 243.750 6 7

Page 126: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

109

 

14.1.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi Jenis Lateks dan Dosis Karet

Terhadap Bobot Awal

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Perlakuan A 278.000 2 LDS3

B A 274.750 2 LDS1 B A C 269.750 2 LP1 B D A C 267.500 2 LDPNR5 B D E C 261.750 2 LDPNR1 B D E C 261.000 2 LDS5 F D E C 257.500 2 LP3 F D E 254.750 2 LP5 F D E 253.750 2 LDPNR3 F E G 250.750 2 LDPNR7 F E G 250.000 2 LDS9 F E G 249.750 2 LDPNR9 F H G 242.500 2 LDS7 H G 238.000 2 LP7 H 234.750 2 LP9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf

yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Page 127: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

110

 

Lampiran 15. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Bobot Akhir

15.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Bobot Akhir), pada α = 5%

Sumber Keragaman

df Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

Model 14 5049.866667 360.704762 8.97 <.0001*Galat 15 603.500000 40.233333 Total 29 5653.366667

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean

0.893249 2.434300 6.342975 260.5667

Sumber Keragaman

df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 644.266667 322.133333 8.01 0.0043* Dosis 4 3470.533333 867.633333 21.57 <.0001* JL*Dosis 8 935.066667 116.883333 2.91 0.0358* * Berbeda Nyata

15.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Bobot Akhir

Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N JL

A 266.700 10 LDS B 259.500 10 LDPNRB 255.500 10 LP

15.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Bobot Akhir

Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N DosisA 272.833 6 1

B A 270.000 6 3 B 264.333 6 5

C 248.333 6 9 C 247.333 6 7

Page 128: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

111

 

15.1.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi Jenis Lateks dan Dosis Karet

Terhadap Bobot Akhir

Duncan's Multiple Range Test for respon (Uji Lanjut Interaksi)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N PerlakuanA 285.500 2 LDS3

B A 278.000 2 LDS1 B A 275.000 2 LP1 B A C 271.000 2 LDPNR5 B D C 266.500 2 LP3 B E D C 266.000 2 LDS5 B E D C 265.500 2 LDPNR1 F E D C 258.000 2 LDPNR3 F E D C 256.000 2 LP5 F E D G 254.000 2 LDS9 F E D G 252.000 2 LDPNR7 F E G 251.000 2 LDPNR9 F G 250.000 2 LDS7

G 240.000 2 LP7 G 240.000 2 LP9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf

yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Page 129: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

112

 

Lampiran 16. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Kuat Tekan

16.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Kuat Tekan), pada α = 5%

Sumber Keragaman

df Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Nilai F

Pr > F

Model 14 49936.64000 3566.90286 8.96 <.0001*Galat 15 5974.64000 398.30933 Total 29 55911.28000

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean

0.893141 12.97639 19.95769 153.8000

Sumber Keragaman

df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 8690.04800 4345.02400 10.91 0.0012*Dosis 4 36608.74667 9152.18667 22.98 <.0001*JL*Dosis 8 4637.84533 579.73067 1.46 0.2527 * Berbeda Nyata

16.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Kuat Tekan

Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N JL

A 176.600 10 LDS B 149.080 10 LDPNRB 135.720 10 LP

16.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Kuat Tekan

Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet) Pengelompokan Duncan Rata-Rata N Dosis

A 200.67 6 1 B A 180.13 6 3 B 159.20 6 5 C 121.33 6 7 C 107.67 6 9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.

Page 130: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

113

 

Lampiran 17. Data Pengaruh Lateks Pekat Terhadap Bobot dan Kuat Lentur beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Lentur (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 1652,5 1679 209 40,13 55 2 1581,5 1605 170 32,64

Rata-Rata 1617 1642 36,38 1

1 1680 1713 191 36,67 60 2 1585 1614 199 38,21

Rata-Rata 1632,5 1663,5 37,44 3

1 1525 1579 147 28,22 60 2 1533,5 1586 115 22,08

L P Rata-Rata 1529,25 1582,5 25,15 A E 5

1 1476,5 1517 134 25,73 55 T K 2 1551 1588 129 24,77

E A Rata-Rata 1513,75 1552,5 25,25 K T 7

1 1459 1514 154 29,57 55 S 2 1394 1396 110 21,12

Rata-Rata 1426,5 1455 25,34 9

1 1472 1480 108 20,74 55 2 1478 1480 133 25,54

Rata-Rata 1475 1480 23,14

Page 131: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

114

 

Lampiran 18. Data Pengaruh Lateks DS Terhadap Bobot dan Kuat Lentur beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Lentur (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 1652,5 1679 209 40,13 55 2 1581,5 1605 170 32,64

Rata-Rata 1617 1642 36,38 1

1 1667 1685 222 42,62 60 2 1688 1697 182 34,94

Rata-Rata 1677,5 1691,00 38,78 3

1 1641,5 1658 163 31,30 55 2 1598 1624 181 34,75

L Rata-Rata 1619,75 1641 33,02 A 5

1 1523 1529 172 33,02 50 T D 2 1529 1537 170 32,64

E S Rata-Rata 1526,00 1533 32,83 K 7

1 1648,5 1651 229 43,97 45 S 2 1511,5 1520 177 33,98

Rata-Rata 1580 1585,5 38,98 9

1 1429 1430 146 28,03 45 2 1535 1536 109 20,93

Rata-Rata 1482 1483 24,48

Page 132: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

115

 

Lampiran 19. Data Pengaruh Lateks DPNR Terhadap Bobot dan Kuat Lentur beserta Nilai FAS

Jenis Lateks Dosis (%) Ulangan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Beban Max (kg) Uji Kuat Lentur (kg/cm2) FAS (%)

KONTROL 0

1 1652,5 1679 209 40,13 55 2 1581,5 1605 170 32,64

Rata-Rata 1617 1642 36,38 1

1 1546,7 1560 184 35,33 65 2 1590 1615 171 32,83

Rata-Rata 1568,35 1587,50 34,08 3

1 1568 1602 142 27,26 65 2 1522 1546 134 25,73

L Rata-Rata 1545 1574 26,50 A D 5

1 1541 1553 149 28,61 60 T P 2 1563,5 1574 122 23,42

E N Rata-Rata 1552,25 1563,5 26,02 K R 7

1 1441,5 1438 122 23,42 55 S 2 1449 1483 134 25,73

Rata-Rata 1445,25 1460,5 24,58 9

1 1481,5 1475 120 23,04 55 2 1404 1441 108 20,74

Rata-Rata 1442,75 1458,00 21,89

Page 133: PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI ADITIF PADA … · Jakarta dari 1999 – 2002 dan SMAK 2 Penabur Jakarta dari 2002 – 2005. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, penulis diterima

 

 

116

 

Lampiran 20. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Kuat Lentur

20.1. Hasil Analisis Ragam

Dependent Variable: respon (Kuat Lentur), pada α = 5%

Sumber Keragaman

df Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Nilai F

Pr > F

Model 14 1009.967647 72.140546 5.37 0.0013*Galat 15 201.413900 13.427593 Total 29 1211.381547

R Kuadrat CV Akar dari MSE respon Mean

0.833732 12.56441 3.664368 29.16467

Sumber Keragaman

df Tipe I SS Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F

JL 2 299.6212467 149.8106233 11.16 0.0011*Dosis 4 576.6859133 144.1714783 10.74 0.0003*JL*Dosis 8 133.6604867 16.7075608 1.24 0.3401 * Berbeda Nyata

20.1.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Jenis Lateks Terhadap Kuat Lentur

Duncan's Multiple Range Test for respon (Jenis Lateks)

Pengelompokan Duncam Rata-Rata N JL A 33.618 10 LDS B 27.265 10 LP B 26.611 10 LDPNR

20.1.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Dosis Karet Terhadap Kuat Lentur

Duncan's Multiple Range Test for respon (Dosis Karet)

Pengelompokan Duncan Rata-Rata N DosisA 36.767 6 1 B 29.632 6 7 B 28.223 6 3 B 28.032 6 5 C 23.170 6 9

Keterangan: Huruf yang beda menyatakan bahwa berbeda nyata, sedangkan huruf

yang sama menyatakan bahwa tidak berbeda nyata.