pemanfaatan fly ash batubara sebagai adsorben emisi...

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 AbstrakTelah dilakukan penelitian untuk membuat adsorben emisi gas CO kendaraan bermotor dari fly ash batubara. Fly ash dengan ukuran butir 325 mesh dikarakterisasi dengan XRF dan XRD. Aktivasi fisis dilakukan dengan variasi suhu 500 0 C, 520 0 C, 540 0 C, 560 0 C, 580 0 C dan 600 0 C. Aktivasi kimia dilakukan dengan cara mencampur fly ash dan NaOH dengan perbandingan massa 1 : 1,2 kemudian dilakukan pembakaran pada suhu 750 0 C selama 1 jam dan pencucian menggunakan akuades sehingga pH fly ash netral. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan pada suhu 100 0 C selama 1 jam. Hasil XRF sebelum aktivasi menunjukkan kandungan unsur Si 9,3% dan Al 1,8%. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan perubahan kandungan mineral setelah aktivasi fisis tidak signifikan dibandingkan setelah aktivasi kimia. Setelah dilakukan uji adsorpsi didapatkan bahwa adsorben yang paling optimum dalam menyerap gas buang CO adalah adsorben yang telah diaktivasi fisis pada suhu 540 0 C dan diaktivasi kimia dengan NaOH, dengan perbandingan massa antara fly ash : NaOH = 1 : 1,2. Sedangkan energi aktivasi yang dibutuhkan untuk proses adsorpsi gas CO sebesar 50,2660 Joule/mol. . Kata Kunciaktivasi, fly ash, karakterisasi I. PENDAHULUAN atubara merupakan salah satu sumber energi alternatif di samping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah dibanding minyak bumi. Khususnya di Indonesia yang memiliki sumber batubara yang sangat melimpah, batubara menjadi sumber energi alternatif yang potensial. Oleh karena itu, penggunaan batubara di Indonesia meningkat pesat setiap tahunnya. Data menunjukkan bahwa penggunaan batubara di Indonesia mencapai 14,1% dari total penggunaan energi lain pada tahun 2003. Diperkirakan penggunaan energi batubara ini akan terus meningkat hingga 34,6% pada tahun 2025[1]. Di samping potensinya sebagai sumber energi alternatif yang relatif murah, penggunaan batubara ini menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan yaitu limbah gas seperti CO 2 , NO X , CO, SO 2 , hidrokarbon dan limbah padat. Limbah padat tersebut berupa abu, yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2006, limbah fly ash yang dihasilkan mencapai 52,2 ton/hari, sedangkan limbah bottom ash mencapai 5,8 ton/hari[1]. Fly ash batubara merupakan limbah buangan yang biasanya dilepaskan begitu saja di udara tanpa adanya pengendalian khusus untuk melepaskan fly ash ke udara. Padahal fly ash batubara merupakan salah satu jenis limbah B3, sehingga sangat berbahaya jika mencemari udara sekitar. Fly ash umumnya disimpan sementara pada pembangkit listrik tenaga batubara, dan akhirnya dibuang di landfill (tempat pembuangan). Penumpukan fly ash batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan, yaitu mencemari lingkungan udara maupun lingkungan tanah[2]. Selama ini, berbagai pemanfaatan dari fly ash dengan mengetahui unsur dan mineralnya adalah sebagai bahan mentah (raw material) untuk produksi semen dan bahan konstruksi [2]. Bentuk pemanfaatan dari limbah fly ash adalah dengan mengubahnya menjadi adsorben [3]. Sebagai adsorben, fly ash memiliki keuntungan yaitu harganya yang ekonomis dan baik digunakan dalam pengelolaan limbah gas ataupun cair, serta mampu menyerap logam-logam berat yang terkandung dalam limbah[4]. Untuk mengolah kembali fly ash sebagai bahan baru yang memiliki nilai manfaat, maka dilakukan proses aktivasi fisis dan aktivasi kimia. Aktivasi fisis dilakukan dengan proses pembakaran pada suhu tinggi, sedangkan aktivasi kimia dilakukan dengan pencampuran antara fly ash dengan larutan asam ataupun basa. Penelitian tugas akhir ini memiliki tujuan untuk untuk membuat fly ash batubara sebagai adsorben emisi gas buang CO kendaraan bermotor. Manfaat dari tugas akhir ini adalah mendapatkan solusi dari pemanfaatan fly ash batubara sebagai adsorben gas buang CO bernilai ekonomis guna mengurangi polusi udara dan tanah. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bahan Fly Ash batubara yang digunakan berasal dari PT. Semen Gresik Pabrik Tuban dengan batubara jenis lignit. Jenis batubara lignit merupakan jenis batubara yang paling rendah kualitasnya. Jenis batubara lignit digunakan sebagai bahan bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau pabrik pembuat semen. Adapun untuk ukuran dari fly ash batubara pada PT. Semen Gresik adalah sebesar 325 mesh. 2.2 Metode Pada proses aktivasi yang dilakukan terdapat dua macam yaitu aktivasi fisis dan aktivasi kimia. Aktivasi fisis dilakukan dengan pemanasan sampel pada temperatur 500°C, 520°C, 540°C, 560°C, 580°C, dan 600°C selama 1 jam. Aktivasi kimia yaitu dengan mencampurkan fly ash dan NaOH dengan perbandingan massa fly ash : NaOH = 1 : 1,2 dimana NaOH padat yang digunakan pencampuran harus digerus sebelumnya Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi Gas CO pada Kendaraan Bermotor Ayu Lasryza dan Dyah Sawitri, ST, MT Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] B

Upload: phungdan

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

1

Abstrak— Telah dilakukan penelitian untuk membuat

adsorben emisi gas CO kendaraan bermotor dari fly ash

batubara. Fly ash dengan ukuran butir 325 mesh dikarakterisasi

dengan XRF dan XRD. Aktivasi fisis dilakukan dengan variasi

suhu 500 0C, 520 0C, 540 0C, 560 0C, 580 0C dan 600 0C. Aktivasi

kimia dilakukan dengan cara mencampur fly ash dan NaOH

dengan perbandingan massa 1 : 1,2 kemudian dilakukan

pembakaran pada suhu 7500C selama 1 jam dan pencucian

menggunakan akuades sehingga pH fly ash netral. Selanjutnya

dilakukan proses pengeringan pada suhu 1000C selama 1 jam.

Hasil XRF sebelum aktivasi menunjukkan kandungan unsur Si

9,3% dan Al 1,8%. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan

perubahan kandungan mineral setelah aktivasi fisis tidak

signifikan dibandingkan setelah aktivasi kimia. Setelah dilakukan

uji adsorpsi didapatkan bahwa adsorben yang paling optimum

dalam menyerap gas buang CO adalah adsorben yang telah

diaktivasi fisis pada suhu 5400C dan diaktivasi kimia dengan

NaOH, dengan perbandingan massa antara fly ash : NaOH = 1 :

1,2. Sedangkan energi aktivasi yang dibutuhkan untuk proses

adsorpsi gas CO sebesar 50,2660 Joule/mol.

.

Kata Kunci— aktivasi, fly ash, karakterisasi

I. PENDAHULUAN

atubara merupakan salah satu sumber energi alternatif di

samping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara

sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih

murah dibanding minyak bumi. Khususnya di Indonesia yang

memiliki sumber batubara yang sangat melimpah, batubara

menjadi sumber energi alternatif yang potensial. Oleh karena

itu, penggunaan batubara di Indonesia meningkat pesat setiap

tahunnya. Data menunjukkan bahwa penggunaan batubara di

Indonesia mencapai 14,1% dari total penggunaan energi lain

pada tahun 2003. Diperkirakan penggunaan energi batubara

ini akan terus meningkat hingga 34,6% pada tahun 2025[1]. Di

samping potensinya sebagai sumber energi alternatif yang

relatif murah, penggunaan batubara ini menghasilkan limbah

yang dapat mencemari lingkungan yaitu limbah gas seperti

CO2, NOX, CO, SO2, hidrokarbon dan limbah padat. Limbah

padat tersebut berupa abu, yaitu abu terbang (fly ash) dan

abu dasar (bottom ash). Menurut data Kementrian Lingkungan

Hidup pada tahun 2006, limbah fly ash yang dihasilkan

mencapai 52,2 ton/hari, sedangkan limbah bottom ash

mencapai 5,8 ton/hari[1].

Fly ash batubara merupakan limbah buangan yang

biasanya dilepaskan begitu saja di udara tanpa adanya

pengendalian khusus untuk melepaskan fly ash ke udara.

Padahal fly ash batubara merupakan salah satu jenis limbah

B3, sehingga sangat berbahaya jika mencemari udara sekitar.

Fly ash umumnya disimpan sementara pada pembangkit listrik

tenaga batubara, dan akhirnya dibuang di landfill (tempat

pembuangan). Penumpukan fly ash batubara ini menimbulkan

masalah bagi lingkungan, yaitu mencemari lingkungan udara

maupun lingkungan tanah[2].

Selama ini, berbagai pemanfaatan dari fly ash dengan

mengetahui unsur dan mineralnya adalah sebagai bahan

mentah (raw material) untuk produksi semen dan bahan

konstruksi [2]. Bentuk pemanfaatan dari limbah fly ash adalah

dengan mengubahnya menjadi adsorben [3]. Sebagai adsorben,

fly ash memiliki keuntungan yaitu harganya yang ekonomis

dan baik digunakan dalam pengelolaan limbah gas ataupun

cair, serta mampu menyerap logam-logam berat yang

terkandung dalam limbah[4]. Untuk mengolah kembali fly ash

sebagai bahan baru yang memiliki nilai manfaat, maka

dilakukan proses aktivasi fisis dan aktivasi kimia. Aktivasi

fisis dilakukan dengan proses pembakaran pada suhu tinggi,

sedangkan aktivasi kimia dilakukan dengan pencampuran

antara fly ash dengan larutan asam ataupun basa.

Penelitian tugas akhir ini memiliki tujuan untuk untuk

membuat fly ash batubara sebagai adsorben emisi gas buang

CO kendaraan bermotor. Manfaat dari tugas akhir ini adalah

mendapatkan solusi dari pemanfaatan fly ash batubara sebagai

adsorben gas buang CO bernilai ekonomis guna mengurangi

polusi udara dan tanah.

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Bahan

Fly Ash batubara yang digunakan berasal dari PT. Semen

Gresik Pabrik Tuban dengan batubara jenis lignit. Jenis

batubara lignit merupakan jenis batubara yang paling rendah

kualitasnya. Jenis batubara lignit digunakan sebagai bahan

bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

pabrik pembuat semen. Adapun untuk ukuran dari fly ash

batubara pada PT. Semen Gresik adalah sebesar 325 mesh.

2.2 Metode

Pada proses aktivasi yang dilakukan terdapat dua macam

yaitu aktivasi fisis dan aktivasi kimia. Aktivasi fisis dilakukan

dengan pemanasan sampel pada temperatur 500°C, 520°C,

540°C, 560°C, 580°C, dan 600°C selama 1 jam. Aktivasi

kimia yaitu dengan mencampurkan fly ash dan NaOH dengan

perbandingan massa fly ash : NaOH = 1 : 1,2 dimana NaOH

padat yang digunakan pencampuran harus digerus sebelumnya

Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben

Emisi Gas CO pada Kendaraan Bermotor

Ayu Lasryza dan Dyah Sawitri, ST, MT

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

B

Page 2: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

2

hingga butirannya menjadi halus dan mudah dicampurkan

dengan fly ash.

Selanjutnya setelah pencampuran fly ash dan NaOH

maka dilakukan alkali fusi yaitu pembakaran fly ash dengan

alkali yaitu NaOH pada suhu tinggi, dalam hal ini 750°C

selama 1 jam pada muffle furnace. Setelah didinginkan, maka

campuran fly ash dengan NaOH yang telah menjadi padatan

digerus lagi hingga halus, kemudian dicampur dengan aquades

L/S 1:5 yang diaduk selama 30 menit, suhu 800C dan putaran

300 rpm secara konstan dengan menggunakan magnetic

stirrer.

Proses selanjutnya yaitu pencucian, dimana hasil

campuran dengan akuades disaring, dicuci dengan akuades

pula hingga pH netral dan substrat hasil penyaringan

dikeringkan pada suhu 1000C selama 1 jam. Penyaringan

digunakan rangkaian alat saring yang teridiri dari vacuum

pump, corong Butchner, tabung elemeyer Butchner, dan kertas

saring di mana antara tabung elemeyer Butchner agar proses

penyaringan lebih cepat.

2.3Karakterisasi

Karakterisasi yang dilakukan pada adsorben dari fly ash

adalah berupa karakterisasi XRF, XRD, dan TGA. XRF (X-

Ray Fluorecence) digunakan untuk menentukan komposisi

unsur dari suatu bahan baik padatan maupun cairan. Pada

penelitian ini, XRF yang digunakan adalah yang berada di

Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa LPPM ITS. Analisis

XRF digunakan untuk mengetahui komposisi kimia unsur

termasuk unsur oksida fly ash yang dihasilkan. Analisis

dilakukan menggunakan instrument XRF Minipal4

PANalytical dengan suhu operasi ruangan antara 50C - 35

0C

dan dimensi instrumen 220 x 530 x 500 mm. XRD (X-ray

Diffractometer) merupakan suatu metode analisis kualitatif

yang memberikan informasi mengenai kekristalan suatu

mineral tertentu. Karakterisasi XRD dilakukan di

Laboratorium XRD Biro Pengembangan Produk di PT. Semen

Gresik. XRD yang digunakan adalah Pesawat Sinar-X Bruker

AXS D8 Focus. Pesawat Sinar-X Bruker AXS tipe D8 Focus

mempunyai variasi tegangan tabung dari 10 kV hingga 50 kV

dan arus tegangan tabungnya bervariasi dari 5 mA hingga 50

mA dengan maximum power 2400 W. Adapun massa yang

digunakan untuk proses analisis XRD adalah seberat 2 gram.

SEM (Scanning Electronic Microscop) merupakan salah satu

teknik karakterisasi dari suatu material untuk mengetahui

morfologi suatu material. Analisis TGA Telah bertujuan untuk

mengetahui perubahan massa yang terjadi pada fly ash apabila

suhu dinaikkan terhadap perubahan waktu. Adapun instrumen

TGA yang digunakan adalah TGA/DSC Mettler Toledo yang

ada di Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa LPPM ITS.

Proses pengukuran dilakukan dengan laju kenaikan 10°C per

menit dengan rentang suhu pengukuran 0 sampai 1100°C.

Cuplikan fly ash yang digunakan adalah sebesar + 1 gram.

2.4 Pengujian Adsorpsi

Pengujian adsorpsi dilakukan pada sampel adsorben yang

dikompaksi terlebih dahulu. Proses adsorpsi dilakukan pada

pengurangan kadar emisi gas CO pada knalpot motor. Knalpot

didesain sedemikian rupa agar dapat digunakan proses

adsorpsi. Sedangkan motor yang digunakan adalah engine

motor merk Honda Karisma tahun pembuatan 2010. Alat ukur

yang digunakan dengan merk SPX EGA 2000. Dalam

pengujian adsorpsi gas CO dilakukan di Laboratorium Teknik

Pembakaran dan Bahan Bakar Jurusan Teknik Mesin FTI ITS.

Adapun desain knalpot dan knalpot yang digunakan pada

proses pengujian adsorpsi adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Desain knalpot untuk uji adsorpsi

Sedangkan alat ukur emisi gas CO merk SPX EGA 2000

dengan range pengukuran CO 0 – 9,99% terdapat pada

Gambar 2. Di mana display dari alat pengukur tersebut

terhubung dengan probe / sensor gas berupa batang tembaga

dengan panjang 30 cm yang dimasukkan ke dalam lubang

keluaran gas pada knalpot sepeda motor. Antara probe dan

display dihubungkan dengan selang.

Gambar 2. Alat ukur uji emisi gas buang bermotor

Pengujian dilakukan dengan mengukur kadar emisi gas

CO dengan variasi tanpa adsorben, menggunakan sampel awal

dan adsorben yang telah diaktivasi kimia. Adapun gas buang

yang dapat dianalisis antara lain gas buang CO, CO2, NOx,

dan HC. Sebelum dilakukan pengukuran, maka engine harus

dipanaskanp selama 15 menit dan kondisi alat ukur harus

dalam keadaan nol (terkalibrasi). Pengukuran kadar emisi gas

CO dilakukan dengan memasukkan probe ke dalam knalpot

dan muncul nilai kadar emisi gas buang pada LCD alat ukur,

dalam hal ini gas CO dalam satuan %.

Page 3: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

3

III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakterisasi Fly Ash Batubara Murni

Sebelum dilakukan aktivasi pada fly ash batubara, maka

terlebih dahulu dikarakterisasi untuk mengetahui karakter awal

dari fly ash batubara. Adapun XRF digunakan untuk

mengetahui unsur yang ada pada fly ash. Tabel 1 menunjukkan

komposisi unsur yang terkandung dalam fly ash.

Tabel 1

Komposisi Senyawa yang Terkandung dalam Fly Ash Batubara Murni

No. Unsur Konsentrasi

(%)

Unsur

Oksida

Konsentrasi

(%)

1. Al 1,8 Al2O3 2,9

2. Si 9,3 SiO2 14

3. P 0,64 P2O5 1,0

4. K 2,19 K2O 1,84

5. Ca 30,0 CaO 29,2

6. Ti 1,79 TiO2 2,9

7. Mn 0,60 MnO 0,49

8. Fe 51,23 Fe2O3 46,51

9. Ba 0,76 BaO 0,61

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa kandungan

unsur terbesar pada fly ash batubara adalah Fe disusul Ca, Si,

K dan Al. Sedangkan unsur oksida juga berlaku kandungan

terbesar ada pada Fe2O3, CaO, SiO2, Al2O3, dan K2O. Unsur-

unsur tersebut akan berpengaruh pada proses selanjutnya dari

pemanfaatan fly ash batubara. Seperti Unsur Si dan Al yang

berfungsi untuk pemanfaatan fly ash sebagai zeolit yaitu suatu

material berpori yang memiliki struktur kristal aluminosilikat

dan dimanfaatkan sebagai adsorben atau katalis. Selain

digunakan sebagai zeolit fly ash dapat dimanfaatkan sebagai

campuran bahan bangunan sepert semen atau batako dimana

unsur yang dibutuhkan seperti Ca.

Untuk mengetahui kandungan mineral dari fly ash

batubara, maka dilakukan karakterisasi dengan XRD. Tabel 2

merupakan kandungan mineral dari fly ash batubara sebelum

diaktivasi dengan menggunakan analisis XRD.

Tabel 2

Kandungan Mineral Fly Ash Batubara Murni

No. Mineral Formula Konsentrasi (%)

1. Quartz SiO2 21,1

2. Sillimanite Al2SiO5 1,6

3. Anhydrite CaSO4 0,7

4. Magnetite Fe3O4 3,3

5. Anorthite Ca3SiO5 1,7

6. Siderite FeCO3 1,1

7. Arcanite K2SO4 2,4

8. Periclase MgO 6,2

9. Hematite Fe2O3 0,5

10. Maghemite Fe2O3 3,9

11. Wuestite FeO 1,2

12. Amorphous - 54,9

Gambar 3 Hasil analisis kualitatif XRD dari fly ash batubara murni

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral yang

paling dominan adalah struktur amorf dan fasa kristalin adalah

quartz (SiO2). Mineral yang dibutuhkan dalam proses adsorpsi

adalah mineral yang mengandung unsur silikat. Selain itu, ada

beberapa mineral yang dapat berpengaruh dalam proses

adsorpsi baik membantu maupun menghambat dalam proses

adsorpsi. Mineral yang mampu membantu dalam proses

adsorpsi adalah mineral yang mengandung unsur Fe (seperti

hematite dan maghemite) dan Mg (periclase). Sedangkan

mineral yang menghambat proses adsorpsi adalah anorthite

dan anhydrite dikarenakan mengandung unsur Ca.

Gambar 4 Hasil analisis TGA fly ash batubara murni

Telah dilakukan analisis TGA dengan tujuan untuk

mengetahui perubahan massa yang terjadi pada fly ash apabila

suhu dinaikkan. Pada kurva, lingkaran merah menunjukkan

terjadinya reaksi endotermis dimana terjadi penurunan massa

yang sangat besar serta mengindikasikan air dalam kristal

dalam proses menguap yaitu di antara range suhu 500˚C -

600˚C. Kurva menunjukkan kembali mulai naik pada suhu

sekitar 600˚C sehingga fly ash yang diuji sudah dalam keadaan

kering.

amorf dan quartz

quartz dan hematite

quartz

quartz

amo

rf

per

icla

se

periclase

mag

net

ite

wu

esti

te

Page 4: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

4

3.2 Karakterisasi Fly Ash Batubara dengan Diaktivasi

Setelah dilakukan aktivasi fisis maka dilakukan

karakteriasi XRD.

Gambar 5 Grafik kandungan quartz (SiO2) pada fly ash yang telah diaktivasi

Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat perubahan

signifikan terhadap kandungan kristalin quartz pada fly ash

yang telah diaktivasi kimia, di mana kandungan kristalin

quartz terbesar yaitu sebesar 20%. Sedangkan fly ash yang

hanya diaktivasi fisis tidak terjadi perubahan yang signifikan.

500 520 540 560 580 600

15

20

25

30

35

40

45

50

55

54,352,752,5

54,153,754,0

15,2

35,4

42,7

34,5

38,3

% A

mor

f

Temperatur (0C)

aktivasi kimia

aktivasi fisis

41,1

Kandungan Amorf

Gambar 6 Grafik kandungan amorf pada fly ash dengan proses aktivasi

Amorf merupakan struktur suatu material yang tidak

berbentuk kristalin. Dari grafik di atas menunjukkan bahwa

dengan adanya aktivasi kimia, struktur amorf pada fly ash

rendah dan berubah di setiap perubahan suhu. Adapun fly ash

tanpa aktivasi kimia, kandungan amorf tidak terjadi perubahan

yang signifikan. Setelah diaktivasi kimia, sampel yang

memiliki struktur amorf tertinggi adalah suhu 5800C

sedangkan pada aktivasi fisis terdapat pada sampel dengan

suhu aktivasi 5400C.

Berdasarkan beberapa karakterisasi terhadap sampel

adsorben tersebut dapat diketahui bahwa aktivasi fisis hanya

berperan untuk menghilangkan kandungan air dalam fly ash, di

mana molekul-molekul air yang menutupi pori permukaan fly

ash menjadi hilang sehingga mampu meningkatkan daya

adsorpsi fly ash. Sedangkan setelah adanya aktivasi kimia

menambah daya adsorpsi fly ash dengan mengaktifkan unsur-

unsur yang sebelumnya tidak aktif serta menghilangkan unsur-

unsur yang dapat menghambat jalannya adsorpsi. Adapun pada

grafik kuantitas XRD dapat dilihat terjadi perubahan

kandungan mineral yang drastis pada sampel yang telah

diaktivasi kimia dengan sampel tanpa aktivasi kimia.

3.3 Uji Adsorpsi Gas CO

Pengujian adsorpsi gas CO dilakukan dengan mengukur

kadar emisi gas buang CO pada mesin motor berbahan bakar

bensin. Proses pengambilan data dilakukan menggunakan

probe yang dimasukkan ke dalam knalpot sepeda motor.

Pengujian dilakukan pada fly ash yang telah diaktivasi kimia

karena dari hasil analisis XRD, adsorben yang telah diaktivasi

kimia mengalami perubahan kandungan mineral yang sangat

signifikan dibandingkan dengan fly ash yang hanya diaktivasi

fisis yang tidak terlalu signifikan. Pengukuran kadar emisi

dilakukan pada knalpot tanpa adsorben, fly ash tanpa aktivasi,

dan yang telah diaktivasi kimia. Adapun sebelumnya adsorben

dikompaksi telebih dahulu untuk dibentuk sesuai dengan

tempatnya yang telah didesain pada knalpot sepeda motor.

Gambar 7 Adsorben yang telah dikompaksi

Pengukuran kadar emisi gas CO dilakukan menggunakan

sistem idle di mana pengukuran hanya dilakukan dengan

pengukuran tanpa penambahan beban sehingga nilai yang

diambil berupa kadar emisi gas CO dengan mengganti-ganti

adsorben saja setiap satuan waktu. Waktu pengambilan data

yang diambil selama 30 detik tanpa perubahan kecepatan

motor dan tanpa pembebanan. Adapun hasil pengambilan data

kadar emisi gas CO terhadap satuan waktu adalah sebagai

berikut.

0 5 10 15 20 25 30

1,2

1,4

1,6

1,8

2,0

2,2

% E

mis

i g

as C

O

Waktu (detik)

500M

520M

540M

560M

580M

600M

SA

TA

Hasil Pengukuran Emisi Gas CO

Gambar 8 Grafik hasil pengukuran emisi gas CO

500 520 540 560 580 600

0

5

10

15

20

25

3,3

0,2

20,0

5,1

0,51,0

20,021,0

22,322,222,021,1

% Q

uatr

z

Temperatur (0C)

aktivasi fisis

aktivasi kimiaKandungan Quartz (SiO2)

Page 5: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

5

Keterangan legenda : 500M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 5000C dan kimia

520M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 5200C dan kimia

540M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 5400C dan kimia

560M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 5600C dan kimia

580M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 5800C dan kimia

600M= adsorben dengan aktivasi fisis pada suhu 6000C dan kimia

SA = adsorben tanpa aktivasi fisis dan kimia

TA = tanpa adsorben

Berdasarkan grafik pada Gambar 8 dapat diketahui

bahwa adsorben yang telah diaktivasi kimia dan diaktivasi fisis

pada suhu 5000C (500M), 540

0C (540M), 600

0C (600M) dan

sebelum aktivasi (SA) tejadi penurunan kadar emisi gas CO

terhadap pengukuran tanpa adsorben. Dalam hal ini, adsorben

mampu mengurangi kadar emisi gas buang CO pada motor.

Adsorben 540M merupakan adsorben yang paling baik

mengurangi kadar emisi gas CO di mana dari grafik terlihat

tidak terjadi peningkatan drastis yaitu stabil pada range emisi

1,5% hingga 1,6% meskipun sebelumnya terjadi peningkatan

tajam dari 1,2 % ke 1,5% dalam range waktu 0-5 detik.

Sedangkan adsorben 520M, 560M dan 580M hanya mampu

menyerap emisi gas CO pada waktu tertentu saja dan

kemudian terjadi peningkatan, sehingga kurang baik sebagai

adsorben. Secara keseluruhan, kadar emisi gas CO akan

meningkat dengan seiring bertambahnya waktu pengujian.

Sedangkan efisiensi penyerapan dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

(3.1)

Dengan menggunakan persamaan 3.1, maka didapatkan

hasil perhitungan efisiensi tiap adsorben adalah sebagai

berikut: Tabel 3

Efisiensi Penyerapan Adsorben

No. Adsorben Efisiensi (%)

1 500 M 8,21

2 520 M -5,30

3 540 M 19,78

4 560 M -0,40

5 580 M -0,10

6 600 M 14,94

7 SA 3,94

Dari data pada Tabel 3 adsorben yang memiliki efisiensi

penyerapan yang tertinggi adalah pada adsorben 540 M.

Artinya adsorben tersebut telah mengalami proses aktivasi fisis

pada suhu 5400C dan telah diaktivasi kimia dengan NaOH. Hal

ini sesuai dengan hasil karakterisasi menggunakan XRD

maupun TGA. Hasil XRD pada aktivasi kimia menunjukkan

bahwa pada suhu 5400C memiliki kandungan mineral yang

cukup tinggi untuk amorf dan dibantu oleh periclase (MgO)

dan paling rendah untuk mineral anorthite, karena anorthite

mengandung unsur Ca yang menghambat jalannya proses

adsorpsi. Pada hasil TGA, di suhu sekitar 5400C proses mulai

menghilangkan kadar air sehingga proses adsorpsi dapat

berjalan dengan cepat. Ada beberapa adsorben yang memiliki

efisiensi bernilai negatif yaitu 520 M, 560 M dan 580 M, hal

ini berarti pada proses adsorpsi kadar emisi yang terukur lebih

besar dibandingkan dengan pengukuran tanpa menggunakan

adsorben. Sehingga untuk ketiga adsorben ini tidak baik untuk

proses adsorpsi emisi gas CO.

Energi aktivasi merupakan energi minimum yang dimiliki

oleh suatu zat agar suatu reaksi pada zat tersebut dapat

berlangsung. Semakin rendah energi aktivasinya, maka

semakin cepat suatu proses reaksi berlangsung. Hubungan

antara energi aktivasi dengan laju reaksi didapatkan dari

persamaan Arrhenius. Adapun persamaan Arrhenius adalah

sebagai berikut :

(3.2)

Dimana adalah energi aktivas, R adalah konstanta

gas, T adalah suhu k adalah konstanta laju reaksi dan A adalah

faktor pre-exponensial. Dalam proses adsorpsi, energi aktivasi

sebanding dengan konstanta adsorpsi. Semakin rendah energi

aktivasi dari suatu proses adsorpsinya, maka semakin cepat

pula proses adsorpsi yang berlangsung. Sehingga dalam proses

adsorpsi, berlaku persamaan Arrhenius.

(3.3)

Dengan adalah energi aktivas, R adalah konstanta

gas, T adalah suhu k adalah konstanta adsorpsi dan ko adalah

konstanta adsorpsi awal. Berdasarkan data dari pengukuran

adsorpsi dan menggunakan persamaan (3.3), maka didapatkan

grafik semi log atau kurva Arrhenius pada Gambar 9. Kurva

Arrhenius menunjukkan hubungan antara suhu dengan

konstanta adsorpsi sehingga didapatkan nilai energi aktivasi

yang diperlukan oleh fly ash dalam menyerap emisi gas buang

CO dari knalpot motor.

1,2 1,4 1,6 1,8 2

0,1

log

n

log1000/T (K)

Gambar 9. Kurva log adsorpsi gas CO

Dalam proses adsorpsi ini, hubungan yang sesuai antara

perubahan suhu adalah log konstanta adsorpsi (n), sehingga

Page 6: Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai Adsorben Emisi …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22364-2408100108-Paper.pdf · bakar pada mesin pembakaran seperti di pebangkit listrik atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

6

dari persamaan (3.3) didapatkan persamaan Arrhenius sesuai

dengan log konstanta menjadi :

(3.4)

Dimana adalah energi aktivas, R adalah konstanta

gas, T adalah suhu n adalah konstanta log adsorpsi dan no

adalah konstanta log adsorpsi awal. Berdasarkan hasil

Gambar 9 tersebut, didapatkan grafik memiliki kemiringan

negatif sesuai dengan kurva Arrhenius yaitu sebesar -6,04595.

Dari kemiringan garis ini, dapat ditentukan nilai energi

aktivasi untuk proses adsorpsi oleh fly ash. Adapun dari grafik

Arrhenius didapatkan persamaan garis sebagai berikut.

(3.5)

Dengan menghubungkan persamaan (3.4) dan (3.5),

maka didapatkan hasil energi aktivasi yang diperlukan fly ash

untuk proses adsorpsi sebesar 50,2660 Joule/mol dan dengan

log konstanta awal (no) 0,5577. Selain itu, suhu aktivasi

berpengaruh terhadap proses adsorpsi, hal ini dapat dilihat dari

kurva bahwa log per suhu (1000/T) berkorelasi negatif dengan

konstanta log adsorpsi (n). Sehingga reaksi yang terjadi pada

proses adsorpsi fly ash ini berupa reaksi endoterm yaitu reaksi

memerlukan kalor dari luar untuk bereaksi. Oleh karena itu,

dalam proses adsorpsi ini, untuk mendapatkan energi yang

cukup maka diperlukan kalor (peningkatan suhu) agar proses

dapat berjalan dengan cepat dalam hal ini berupa aktivasi fisis.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada

bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat pada

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil karakterisasi, pengujian dan analisis

pembahasan, maka kesimpulan yang ditarik pada tugas akhir

ini adalah sebagai berikut.

Fly ash dapat dijadikan adsorben emisi gas buang CO

kendaraan bermotor dalam tugas akhir ini digunakan

sepeda motor.

Adsorben yang paling optimal untuk proses adsorpsi

emisi gas buang CO adalah fly ash yang telah diaktivasi

fisis dengan suhu 540 0C dan diaktivasi kimia dengan

NaOH dengan perbandingan massa antara fly ash

batubara dan NaOH 1 : 1,2.

Adapun emisi gas CO yang terukur dengan kadar rata-rata

1,55% dan efisiensi penyerapan maksimum sebesar

19,78%.

Energi aktivasi yang dibutuhkan adsorben untuk proses

adsorpsi gas buang CO adalah sebesar 50,2660

Joule/mol.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis A.L mengucapkan terima kasih kepada DITJEN

DIKTI selaku penyelenggara Program Kreativitas Mahasiswa

sehingga didanainya tugas akhir penulis, bapak Heri Purnomo,

ST dari PT. Semen Gresik, Tbk selaku pembimbing analisis

XRD , Ninit Martianingsih,S.Si yang membantu karakterisasi

SEM, Nurul Faradillah Said, S.Si yang membantu karakterisasi

XRF, Adwi Hantoro dan Randika Gunawan yang membantu

dalam pengujian emisi gas buang CO serta semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] Setiaka, Juniawan, Ita Ulfin, Nurul Widiastuti. 2011. Adsorpsi Ion Logam

Cu(Ii) dalam Larutan pada Abu Dasar Batubara Menggunakan

Metode Kolom. Prosiding Tugas Akhir. Jurusan Kimia, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

[2] Jumaeri,dkk. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit dari Abu Layang

Batubara secara Alkali Hidrotermal. Reaktor, Vol. 11 No.1, Juni

2007, Hal. : 38-44

[3] Ahmaruzzaman, M. 2009. A review on the utilization of fly ash. Progress

in Energy and Combustion Science 36 (2010) 327–363

[4] Mohan, S & R. Gandhimathi. 2009. Removal of heavy metal ions from

municipal solid waste leachate using coal fly ash as an adsorbent.

Sience Direct. Journal of Hazardous Materials 169 (2009) 351-359.