pemanfaatan dan problematika pengelolaan ekosistem perairan
TRANSCRIPT
Pemanfaatan dan Problematika Pengelolaan Ekosistem
Perairan
Oleh :
MUHARRAR ROSIYADI
SITI KHUMAIRAH
ADNIATUL MUNAWARAH
BAIQ TRI KHAIRINA ILHAMI
BAIQ NURLINDA
MEILINDA PAHRIANA SULASTRI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya alam secara luas dan efisien merupakan tuntunan dalam
pembangunan nasional. Keperluan akan sumberdaya air terus menerus meningkat baik ditujukan
bagi pengairan, keperluan umum dan pemukiman, pengembangan industri, pembangkit tenaga,
perikanan, perhubungan, pariwisata maupun maksud lainnya.
Perairan air tawar menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan
maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki peranan yang sangat penting
karena merupakan sumber air rumah tangga dan industri yang murah. Perairan air tawar
merupakan tempat disposal/pembuangan yang mudah dan murah (Heddy dan Kurniati, 1994).
Air adalah sumber daya alam yang sangat vital, yang mutlak diperlukan bagi hidup dan
kehidupan manusia. Dari waktu ke waktu tingkat pemanfaatan air semakin bertambah.
Meningkatnya pemanfaatansumber daya air ini bukan hanya disebabkan oleh tingginya
kebutuhan akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi tapi juga oleh beragamnya jenis
pemanfaatan sumber daya air. Sementara, air yang tersedia di alam yang secara potensial dapat
dimanfaatkan manusia tetap tidak bertambah jumlahnya.
Tantangan dalam penyediaan sumber daya dewasa ini adalah bagaimana mencapai
keberlanjutan ketersediaan sumber daya air baik dari segi kuantitas maupun kualitas dengan
memperhatikan pengelolaan yang menjaga sumber daya tersebut dari pemanfaatannya yang
merusak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemanfaatan ekosistem perairan?
2. Bagaimana problematika yang ditimbulkan dari pengelolaan ekosistem perairan?
3. Apa solusi untuk mengatasi problematika pengelolaan ekosistem perairan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemanfaatan ekosistem perairan
2. Untuk mengetahui problematika yang ditimbulkan dari pengelolaan ekosistem perairan
3. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi problematika pengelolaan ekosistem perairan
BAB II
ISI
1. Danau
Bemmelen (1949) dalam (Lehmusloto dkk, 1995) menggambarkan bahwa di Indonesia
terdapat kurang lebih danau kategori besar dengan luas lebih dari 50 hektar sebanyak 500
buah. Danau tersebut tersebar pada beberapa pulau besar yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan
Sulawesi, Papua serta Pulau Bali. Selain danau dengan kategori besar juga terdapat danau-
danau kecil. Danau kecil sering disebut sebagai situ yang berukuran besar. Di Provinsi Jawa
Barat terdapat 354 buah situ, di Provinsi Jawa Timur 438 buah situ. Danau terbesar di
Indonesia adalah Danau Toba yang terletak 905 meter di atas permukaan laut (dpl), panjang
275 km, lebar 150 km dengan luas 1.130 km2, dengan kedalaman maksimum 529 m di bagian
utara dan 429 m di bagian selatan. Danau Toba merupakan danau terdalam ke sembilan di
dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia.
Danau yang terdalam di Indonesia adalah danau Montana di Sulawesi Tengah dengan
kedalaman maksimum 590 m dan merupakan danau terdalam ketujuh di dunia. Kedalaman
danau di Indonesia bervariasi antara 50 – 200 meter, namun banyak juga yang berkedalaman
kurang dari 50 meter. Sebagaian besar danau-danau tersebut belum diketahui volumenya
dengan pasti sampai saat ini. Demikian juga halnya presipitasi, evaporasinya serta debit aliran
masuk dan aliran keluar. Sebab itu, waktu tinggal air danau secara pasti tidak diketahui,
sehingga daya tampung beban pencemaran sebenarnya juga tidak diketahui. Hal tersebut
berakibat pemanfaatan bagi danau untuk berbagai keperluan sulit untuk diprogramkan.
a. Pemanfaatan Ekosistem Danau
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif
kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia
kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Keberadaan
ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia
(rumahtangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi danau secara ekosistem adalah
sebagai berikut1:
1) sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik;
2) sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting,
1
3) sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya
(rumahtangga, industri dan pertanian);
4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran
permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah;
5) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi
kelembaman dan tingkat curah hujan setempat;
6) sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu
ke tempat lainnya;
7) sebagai penghasil energi melalui PLTA;
8) sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata.
Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:
1) sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik
maupun industri,
2) sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell &
Miller,1995).
Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Pasal 1 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan sumber air ialah semua wadah alamiah dan yang telah dibuat oleh
orang, seperti sungai, danau, waduk, mata air, dan sebagainya. Danau sebagai salah satu
sumber air, pengelolaannya tidak dapat berdiri sendiri, harus diintegrasikan ke dalam
pengelolaan DAS sebagai kesatuan wilayah, begitu pula pemanfaatannya. Pemanfaatan
danau sebagai sumber air menurut Pasal 8 ayat (2), memiliki prioritas sebagai berikut :
1. a. air minum
b. rumah tangga
c. pertahanan dan keamanan nasional
d. peribadatan
e. usaha perkotaan, misalnya mencegah kebakaran,
penggelontoran, menyiram tanaman, dan lain sebagainya
2. a. pertanian, pertanian rakyat, dan usaha pertanian lainnya
b. peternakan
c. perkebunan
d. perikanan
3. a. ketenagaan
b. industri
c. pertambangan
d. lalu lintas air
e. rekreasi
Danau Maninjau merupakan salah satu danau terpenting di Sumatera Barat,
tepatnya di Kabupaten Agam. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar danau, danau
merupakan sumber kehidupan dan penghidupan.
b. Problematika danau
Ekosistem danau yang terdiri dari ekosistem akuatik dan ekosistem terestrial daerah
tangkapan air danau, banyak menghadapi berbagai permasalahan lingkungan yang
berdampak kepada kelestariannya serta fungsinya sebagai sumber daya hayati dan sumber
daya air.
Pada daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air danau (DTA) serta
sempadan danau, potensi kerusakan yang dapat terjadi pada umumnya adalah:
Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan dan
pengolahan lahan yang tidak benar, sehingga menimbulkan erosi dan sedimentasi dan
menyebabkan pendangkalan serta penyempitan danau.
Pembuangan limbah penduduk, industri, pertambangan dan pertanian yang
menyebabkan pencemaran air danau.
Berbagai kegiatan yang berlangsung pada perairan danau juga berpotensi merusak
ekosistem akuatik, yaitu:
Penangkapan ikan dengan cara yang merusak sumber daya (overfishing).
Pembudidayaan ikan dengan keramba jaring apung yang tidak terkendali sehingga
berpotensi pembuangan limbah pakan ikan dan pencemaran air.
Pengambilan air danau sebagai air baku ataupun sebagai tenaga air (PLTA) yang
kurang memperhitungkan keseimbangan hidrologi danau sehingga mengubah
karakteristik permukaan air danau dan sempadan danau.
Berbagai sumber dan dampak permasalahan tersebut telah merusak ekosistem
akuatik danau dan berpotensi atau telah terjadi pada beberapa danau di Indonesia.
Kerusakan yang terjadi antara lain adalah sebagai berikut:
Pendangkalan dan penyempitan danau, yang telah merusak ekosistem danau bertipe
paparan banjir.
Pencemaran kualitas air danau yang menggangu pertumbuhan biota akuatik dan
pemanfaatan air danau. Bila terjadi bencana arus balik (overturn) bahan pencemaran
dari dasar danau terangkat ke permukaan air.
Kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity).
Pertumbuhan gulma air sebagai akibat pencemaran limbah organik dan zat hara (unsur
Nitrogen dan Phosphor).
Pertumbuhan alga atau marak alga (algae bloom) yang disebabkan proses penyuburan
air danau akibat pencemaran limbah organik dan zat penyubur.
Perubahan fluktuasi muka air danau, yang disebabkan oleh kerusakan DAS dan DTA
serta pengambilan air dan tenaga air, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis
daerah sempadan danau.
Pencemaran yang terjadi di perairan danau, merupakan masalah penting yang
perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan beragamnya sumber
bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau. Sumber-sumber bahan pencemar
tersebut antara lain berasal dari kegiatan produktif dan non-produktif di upland (lahan
atas), dari permukiman dan dari kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu
sendiri, dan sebagainya. Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau
terdiri dari beberapa macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida,
sedimen dan bahan-bahan lainnya.
Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis peruntukannya sebagai
sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan sebagainya. Selain itu, pencemaran
juga dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, khususnya spesies endemik
(asli) danau tersebut (Khosla et al., 1995; Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari
pencemaran perairan danau tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis
dan ekologis berupa penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat
membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang
memanfaatkan perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al.,
2001).
Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui
terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran
sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami
mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik
sebagai tempat membuang yang praktis.
Jika semua dibiarkan demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan
bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini terlihat ekosistem danau tidak dikelola
sebagaimana mestinya. Sebaliknya, untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan
sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia,
atau bahkan kawasan ini sering dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan
manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah
pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller,1995).
Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak
berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi sumberdaya alam danau dan
kawasan daerah aliran sungai (watershed). Hal ini mengakibatkan danau berada pada
kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan.
Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau.
Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu
kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang
didalamnya terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut. Oleh karena itu,
diperlukan suatu kajian menyeluruh mengenai pola dan struktur pemanfaatan ruang di
kawasan danau ini, yang kemudian dimanifestasikan menjadi peraturan daerah ke dalam
bentuk Rencana Tata Ruang Kawasan Danau.
c. Solusi mengatasi problematika pengelolaan ekosistem danau
Di dalam pengelolaan ekosistem danau perlu dikembangkan peraturan perundangan
dan dan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Penyusunan kriteria danau prioritas nasional.
b. Penetapan danau prioritas nasional untuk jangka waktu pendek, menengah dan
panjang.
c. Penataan ruang yang sesuai dengan daya dukung lingkungan danau dan daya tampung
beban pencemaran air.
d. Penentuan batas danau dan batas sempadan danau.
e. Status kepemilikan lahan sempadan danau.
f. Perencanaan jenis dan zone pemanfaatan lahan sempadan danau.
g. Pembuatan bangunan pengendali limpasan, erosi dan penahan sedimen.
h. Pembuatan bangunan konservasi, rehabilitasi DAS kritis.
i. Pembuatan bangunan pengatur tata air danau dan pengendali banjir.
j. Pembuatan bangunan pendaya gunaan dan pemanfaatan air, pengambilan air dan
pembangkit tenaga listrik.
k. Pembuatan Instalasi pengolah limbah
l. Pemanfaatan eceng gondok
m. Pemanfaatan sumber daya air danau perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
n. Pengaturan perizinan pemanfaatan air yang memperhatikan fungsi dan daya dukung
danau.
Terbatasnya data dasar mengenai danau-danau di Indonesia menyebabkan
terbatasnya informasi dan perencanaan pengelolaan ekosistem danau. Selain itu
meningkatnya eutrofikasi, alga blooming dan pertumbuhan masal gulma air, arus balik
dan pencemaran di perairan danau telah menimbulkan menurunnya kualitas air danau
sehingga terjadi kematian massal ikan. Untuk itu perlu dilakukan:
a. Inventarisasi dan penyusunan database ekosistem danau.
b. Penyusunan atlas ekosistem danau Indonesia.
c. Pembangunan sistem informasi ekosistem danau.
d. Pembangunan sistem informasi peringatan dini kerusakan ekosistem danau yang handal
dan efisien
2. Waduk
Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat dengan cara
membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai pencegah banjir,
pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan
perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya karamba, dan bahkan untuk kegiatan
pariwisata. Dengan demikian keberadaan waduk telah memberikan manfaat sendiri bagi
masyarakat di sekitarnya.
Waduk sering juga disebut danau buatan yang besar. Peraturan Pemerintah Nomor 37
tahun 2010 tentang Bendungan menyatakan bahwa bendungan atau waduk besar adalah bila
tinggi bendungan lebih dari 15 meter dengan daya tampung minimal 500.000 m3. Sedangkan
embung merupakan waduk kecil dan tinggi bendungannya kurang dari 15 m. Embung banyak
dibangun di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Pada waduk, komponen tata airnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga
volume, kedalaman, luas, presipitasi, debit inflow/outflow, serta waktu tinggal air diketahui
dengan pasti. Sedangkan pada danau masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam
tentang dimensi danau sebenarnya yang dilakukan melalui suatu upaya pemeruman (echo
sounding).
a. Pemanfaatan Waduk
Waduk dengan waktu tinggal kurang dari 20 hari yang dikategorikan sebagai danau
atau waduk berarus cepat, yang sekaligus memiliki sifat pencampuran yang sempurna.
Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan plankton. Sedangkan pada danau atau
waduk yang memiliki waktu tinggal 20 sampai dengan 300 hari cenderung terjadi
stratifikasi atau pelapisan dan mulai terjadi proses eutrofikasi. Sedangkan waduk yang
memiliki waktu tinggal lebih dari 300 hari, cenderung terjadinya stratifikasi sempurna.
Pembangunan waduk/bendungan merupakan salah satu upaya dalam pengelolaan
konservasi sumber daya air. Adapun manfaat dari keberadaan waduk/bendungan adalah
sebagai berikut :
1. Penyediaan air baku penduduk
Keberadaan bendungan/waduk dapat dijadikan cadangan ketersediaan air bagi penduduk
ketika musim kemarau telah tiba.
2. Suplay air irigasi daerah persawahan.
Lahan pertanian membutuhkan air secara terus menerus. Ketersediaan air yang
melimpah menjadikan tanaman dapat supply air dan tidak hanya mengandalkan dari
datangnya hujan.
3. Pengendalian banjir.
Melalui bendungan maka laju air dapat dikendalikan sebagai upaya pengendalian banjir
di hilir bendungan.
4. Pengembangan pariwisata.
Keberadaan bendungan/waduk sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata yang
berujung pada peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat
sekitar.
5. Suplay air untuk kegiatan industri.
Kegiatan industri membutuhkan air baku yang relatif banyak. Oleh karena itu dapat
merangsang investor untuk mendirikan industri.
b. Permasalahan Waduk
Keberadaan bendungan/waduk juga menimbulkan berbagai permasalahan baik
terhadap lingkungan alamiah maupun bagi penduduk. Berbagai permasalahan tersebut
bukan berarti sebagai penghalang tetapi sebaiknya dijadikan pertimbangan dalam upaya
mewujudkan konservasi sumber daya air. Adapun permasalahan-permasalahan yang dapat
ditimbulkan oleh keberadaan bendungan/waduk adalah sebagai berikut :
a. Keberadaan waduk/bendungan dapat menghilangkan komunitas setempat.
Kondisi seperti ini berlaku pada area rencana waduk yang terdapat penduduk di
dalamnya. Permasalahan yang sering terjadi adalah masyarakat setempat harus
direlokasi dan terancam kehilangan tempat tinggal, tanah dan keberlangsungan hidup
termasuk mata pencaharian.
b. Keberadaan waduk/bendungan dapat menghilangkan habitat berbagai jenis hewan.
Hutan, lahan basah, dan habitat lain dibanjiri air. Waduk juga dapat memisahkan habitat
hewan dan menghalangi rute migrasi.
c. Keberadaan waduk/bendungan dapat menciptakan permasalahan kesehatan.
Berbagai penyakit seperti malaria akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
nyamuk.
d. Bendungan/waduk dapat membunuh ikan.
Hal ini tentunya akan merugikan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada ikan
di sungai.
e. Hasil panen berkurang
Waduk akan membanjiri lahan pertanian di sekitar sungai atau pinggiran sungai.
f. Waduk sebagai salah satu faktor penyebab cuaca buruk bagi daerah sekitarnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hossain (2009) terdapat korelasi antara
keberadaan bendungan/waduk dengan tingkat curah hujan. Waduk dapat meningkatkan
proses penguapan yang kemudian meningkatkan kadar kelembapan pada atmosfer. Hal
inilah yang menyebabkan curah hujan di sekitar waduk meningkat.
c. Alternatif dalam pengupayaan konservasi energi
Dalam rangka menciptakan kondisi air yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan,
maka keberadaan bendungan/waduk sangat potensial untuk dikembangkan. Permasalahan
yang paling sulit adalah dampak sosial dari pembangunan bendungan/waduk. Banyak
penduduk yang harus kehilangan tempat tinggal beserta mata pencaharian. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif lain selain bendungan/waduk dalam rangka upaya konservasi sumber
daya air, menghasilkan energi dan mencegah banjir. Alternatif-alternatif tersebut
diantaranya adalah :
a. Alternatif konservasi air
Upaya yang dapat dilakukan adalah mengurangi permintaan terhadap air, menampung
air hujan melalui pembuatan sumur resapan, pembangunan porous paving, pembuatan
bendungan kecil di lahan pertanian dan meningkatkan RTH baik kualitas maupun
kuantitasnya serta aplikasi ecodrainase.
b. Alternatif penghasil energi
Mengurangi kebutuhan energi, meningkatkan kualitas bendungan/waduk dan tranmisi
yang ada, membangun sumber energi lain seperti hydropower kecil, energi biomassa,
energi matahari, tenaga angin dan energi geothermal.
c. Alternatif pencegahan banjir
Pada dasarnya banjir terjadi karena air permukaan yang melebihi ambang batas yang
tidak terserap ke dalam tanah. Oleh karena itu perlu upaya perlindungan dan
pengembalian area penangkapan air, serta perlunya sistem peringatan dini terhadap
banjir.
3. Rawa
Berdasarkan PP No. 27 tahun 1991 tentang rawa, Rawa adalah lahan genangan air
secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang
terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis.
a. Pemanfaatan Rawa
Konservasi rawa adalah pengelolaan rawa sebagai sumber air yang berdasarkan
pertimbangan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan, bertujuan menjamin dan memelihara
kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air dan meningkatkan fungsi serta
pemanfaatannya. Reklamasi rawa adalah upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan
rawa untuk kepentingan masyarakat luas. Jaringan reklamasi rawa adalah keseluruhan
saluran baik primer, sekunder, maupun tersier dan bangunan yang merupakan satu
kesatuan, beserta bangunan pelengkapnya, yang diperlukan untuk pengaturan, pembuangan,
pemberian, pembagian dan penggunaan air.
Rawa mempunyai berbagai manfaat, yaitu sumber cadangan air, dapat menyerap
dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air
tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, mencegah intrusi
air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi, sumber makanan nabati maupun
hewani.
Lahan rawa pasang surut mempunyai peranan penting dalam mendukung
peningkatan ketahanan pangan nasional serta pengembangan sistem dan usaha agribisnis,
mengingat potensi arealnya luas dan teknologi pengelolaannya telah tersedia. Beberapa
teknologi handal yang telah didapatkan dan diterapkan di lahan pasang surut, serta varietas
yang adaptif telah terbukti mampu memperbaiki kualitas dan meningkatkan produktivitas
lahan rawa pasang surut. Keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pertanian atau
agribisnis di lahan dan komoditas yang tepat perlu didukung oleh kemampuan sumberdaya
manusia, sarana dan prasarana yang memadai serta kelembagaan yang efektif dan efisien.
b. Problematika Rawa
Walau Indonesia memiliki ekosistem rawa yang relatif luas tapi ketika ancaman
yang mengganggu eksistensi rawa ini tidak tertangani seperti meningkatnya berbagai
pembangunan di sekitar wilayah pesisir, konservasi kemanfaatan –budidaya perairan,
infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan
perumahan, serta pertanian- menjadi penyebab berkurangnya sumber daya rawa dan beban
berat bagi ekosistem rawa yang ada. Selain ancaman langsung pembangunan tersebut,
ternyata sumber daya hutan rawa rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh
dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan
daerah aliran sungai yang serampangan dan meningkatnya pencemaran hasil industri dan
domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi.
Pemanfaatan ekosistem rawa saat ini, cenderung bersifat merusak, sehingga
menyebabkan penurunan luas ekosistem rawa dari waktu ke waktu. Eksploitasi ekosistem
rawa yang berlebihan, konversi rawa menjadi kawasan lambak, industri, pemukiman,
pertanian, merupakan penyebab utama menurunnya luasan ekosistem rawa. Selain itu bila
ekosistem rawa telah rusak akan banyak dampak negative yang dihasilkan dari kerusakan
tersebut yang pada akhirnya akan merugikan semua populasi yang ada di daerah sekitar
rawa tersebut terutama masyarakat sekitar. Dampaknya antara lain, dapat mengakibatkan
kekeringan, dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan, hilangnya fauna dan
flora di dalamnya, dan akan menjadi sangat berbahaya apabila mengalami kepunahan yang
total pada sebagian besar kawasan di Indonesia, sumber mata pencaharian penduduk
setempat berkurang, dan akibat yang lebih parah lagi yaitu akan mengakibatkan
banjir. Lemahnya penegakan hukum merupakan penyebab yang paling utama yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan dan punahnya ekosistem rawa yang ada. Adanya
tekanan pertumbuhan jumlah penduduk yang demikian besar, yang pada akhirnya terbukti
sebagai kekuatan yang paling dominant yang mengakibatkan kawasan rawa ini mengalami
kepunahan.
Proses reklamasi rawa yang berupa proses pengatusan genangan air beserta
akibatnya (oksidasi pirit, subsidence, irreversibility tanah gambut) merupakan proses
membahayakan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kiranya kurang
dipertimbangkan pada proses perencanaan, sehingga mengakibatkan beberapa kegagalan.
Dengan meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan, seiring dengan
laju pertumbuhan penduduk dan semakin tebatasnya lahan kering yang potensial untuk
lahan pertanian, maka dimasa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk
memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah reklamasi rawa.
Ekosistem rawa terus mengalami penyusutan akibat berbagai tekanan seperti,
penebangan liar dan konversi kawasan rawa yang tak terkendali menjadi areal tambak.
Konsisi ini didukung dengan adanya desakan unutk memenuhi kebutuhan hidup, terutama
oleh masyarakat di sekitar kawasan ekosistem rawa tersebut.
Bahaya terbesar saat ini adalah menyangkut hutan rawa gambut, berhubung
teknologi yang ada bagi pengembangan lahan semacam ini belumlah lengkap dan sempurna
, sementara lahan rawa gambut apabila mengalami subsiden , drainabilitasnya akan
terganggu dan sulit untuk dipulihkan kembali . Untuk saat sekarang nampaknya bagi
kebanyakan lahan rawa bertanah gambut hampir tidak ada peluang bagi pengembangan
yang berkelanjutan karena status perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada saat ini
masih belum memungkinkan untuk itu . Bagaimanapun, hutan rawa gambut sebagaimana
ditemukan saat ini berada dalam skala luasan yang demikian besar, dan sekiranya
drainabilitas tidak berperan sebagai faktor yang menentukan,maka sesungguhnya cukup
terbuka peluang bagi pengembangannya secara berkelanjutan.
c. Solusi mengatasi problematika pengelolaan ekosistem rawa
Dari kerusakan ekosistem rawa yang telah terjadi akan mengakibatkan terjadinya
berbagai bencana, salah satunya adalah banjir. Untuk penanggulangannya maka dapat
menggunkan siklus pengolaan bencana. Dimana siklus ini mempunyai beberapa tahapan
yaitu: pencegahan, mitigasi, persipan, respon, penyembuhan dan pembangunan
kembali.Semua tahap ini saling terkait dalam sebuah siklus sehingga satu tahap tidak akan
efektif tanpa kehadiran yang lainnya. Dengan kata lain, tahap sebelum kejadian-
pencegahan, persiapan, dan mitigasi sama pentingnya dengan respon, penyembuhan dan
pembangunan kembali.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang semakin parah dan menjadikan lahan
rawa tersebut menjadi produktif lagi, maka perlu diadakan upaya rehabilitasi. Disamping
perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan yang sebaik-baiknya, pengembangan rawa
memerlukan penerapan teknologi yang sesuai, pengelolaan tanah dan air yang tepat.
Pemanfaatan serta pengeloaan yang tepat dengan karakteristik, sifat dan kelakuan serta
pembangunan prasarana, sarana pembinaan sumber daya manusia dan penerapan teknologi
spesifik lokasi diharapkan dapat mengubah lahan tidur menjadi lahan produktif.
Upaya lain untuk meminimalisasi rusaknya ekosistem rawa diperlukan berbagai
upaya dengan model pelestarian yang tepat untuk mencapai keberhasilan. Hal ini penting
dilakukan, karena upaya yang dilakukan instansi terkait sering mengalami kegagalan.
Upaya pelestarian yang bersifat topdown yang mengesampingkan unsur masyarakat
ternyata mengakibatkan ketidakberhasilan. Padahal keberadaan masyarakat sekitar
ekosistem rawa sangat berpengaruh terhadap pelestarian ekosistem rawa.
Agar terciptanya ekosistem yang produktif maka pengelolaan SDA rawa harus
diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan pembinaan yang tujuannya mengusahakan agar
penurunan daya produksi alam akibat tindakan eksploitasi dapat diimbangi dengan tindakan
peremajaan dan pembinaan. Sehingga manfaat yang diperoleh dapat maksimal dan tentunya
secara terus menerus. Karena dalam pengelolaan rawa yang berkelanjutan, pertimbangan
ekologi dan ekonomi harus seimbang. Oleh karena itu pemanfaatan berbagai jenis produk
yang diinginkan oleh pengelola dapat dicapai dengan mempertahankan kelestarian SDA
tersebut dan lingkungannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pemanfaatan ekosistem perairan air tawar yang menggenang seperti danau, waduk dan
rawa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada di sekitar daerah
aliran sungai (DAS) dan juga organisme penyusun ekosistem perairan tersebut.
2. Kerusakan ekosistem perairan di akibatkan oleh pemanfaatan dan pengelolaan yang tidak
tepat dan berlebihan (eksploitasi) sumberdaya.
3. Dalam pengelolaan ekosistem perairan diperlukan campur tangan pemerintah dalam
membuat peraturan perundangan, pengawasan dari masyarakat dan pemerintah.
Tersedianya data dasar mengenai keadaan ekosistem danau, waduk maupun rawa akan
menjadi informasi dasar dalam merancang strategi pengelolaan dan pemanfaatan yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA